Pabelan Pos Edisi 111

Page 1

Harga : 4.000,-

D

I

N

A

M

I

K

A

I

N

T

E

L

E

K

T

U

A

L

M

A

H

A

S

I

S

W

A

Otonomi Pendidikan Tinggi memunculkan babak baru. Perguruan Tinggi mempunyai kewenangan untuk mengembangkan dirinya berkat otonomi. Biaya kuliah tinggi dengan dalih peningkatan kualitas dan fasilitas kampus marak terjadi. Bahkan, Perguruan Tinggi gencar mengejar World Class University.

AHASS 1875 UMS MOTOR = Jl. Garuda Mas Kampus II Fak. Teknik UMS Telp. ( 0271 ) 732670, 085100873565 | AHASS 6509 UMS MOTOR II = Jl. Adisucipto No. 23 Blulukan, Colomadu, Karanganyar Telp. ( 0271 ) 730326, 085100873565


SYARAT DAN KETENTUAN

Aktif sebagai mahasiswa UMS maks. semester 5 (D3/S1) Mengisi formulir pendaftaran di http://goo.gl/zWbFr6 atau langsung ke kantor LPM Pabelan (GriyaMahasiswa, Kampus 1) Menyertakan fotocopy KTM & pas foto 3x4 berwarna Biaya pendaftaran Rp 20.000,00 MASA PENDAFTARAN

10 Agustus-15 September 2016 CONTACT PERSON

Taufik (0877 5848 0204) Dina (0857 7277 4857) Zainul (0856 4589 0627)

SOSIAL MEDIA

Lpm Pabelan Scan barcode atau klik! http://goo.gl/zWbFR6

@infopabelan lpmpabelan



4

Edisi 111 - September 2016

KILAS KAMPUS UMS

Jokowi Resmikan Gedung Rektorat di Jogja Reporter: Livia Purwati dan Rizki Gedung Rektorat Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) diresmikan di Gedung Kembar Ar Fachruddin B lantai 5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Minggu (22/5). Gedung tersebut diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

D

Foto: Dok. Pabelan Pos

iketahui Gedung diatas lahan 1,5 hektare tersebut bernama Gedung Induk Siti Walidah. Nama yang digunakan merupakan buah hasil keputusan pimpinan UMS. Terkait arsitektur gedung, terinspirasi dari logo Persyarikatan Muhammadiyah yang berbentuk matahari. Gedung tersebut mulai bisa digunakan Agustus 2016. Peresmian gedung rektorat dilakukan bersamaan dengan acara Konsolidasi Nasional Muhammadiyah. Alasan peresmian ter-

Foto: Istimewa

sebut dilakukan bersamaan karena UMS adalah salah satu aset Muhammadiyah. Hal tersebut diungkapkan Sarjito selaku Wakil Rektor II UMS. "Yang diresmikan banyak, ada sekitar lima aset Muhammadiyah lainnya yang juga diresmikan," jelasnya, Kamis (2/6). Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020, Haedar Nashir mengatakan bahwa acara konsolidasi tersebut merupakan rangkaian acara Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB).

KNIB sendiri sudah dicanangkan setelah Muktamar Muhammadiyah ke-47. "Ketika saya melakukan silaturahmi dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, sudah terbesit untuk mengadakan konsolidasi nasional yang diproyeksikan untuk kepentingan yang lebih luas," terang Haedar, Minggu (22/5).

Foto: Antaranews.com

UNS

Foto: Intan / Pabelan Pos

UGM

Dihadiri Tiga Menteri, RSP UNS Resmi Dibuka

Hormati Jasa Filsuf, UGM Bangun Gedung Filsafat

Reporter: Sella Maulina

Reporter: Tia Rahayu

Dihadiri tiga menteri, Rumah Sakit Pendidikan (RSP) UNS resmi dibuka 10 Agustus 2016. Tiga menteri tersebut adalah Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (MenristekDikti), Mohamad Nasir, dan Menteri Kesehatan (Menkes), Nila F Moeloek.

D

ilansir dari web resmi UNS, uns.ac.id, bangunan berlantai 7 tersebut dibangun di atas tanah dengan luas hampir 6 hektare. Proses pembangunan memakan waktu 3 tahun dan menelan dana sekitar Rp 600-an miliar. Biaya tersebut belum termasuk harga untuk menebus tanah.

Rumah sakit tersebut tidak hanya memikirkan proses pembelajaran. Namun, turut memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan tipe A, B, dan C. Dilengkapi tempat penelitian, keberadaan RSP UNS diharapkan mendorong meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian bidang kesehatan. Hasil penelitian diimplementasikan di masyarakat dan sebagai bahan pembelajaran. Saat dibuka, Rumah Sakit tersebut akan memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, sebagai rumah sakit tipe C. Selain itu, akan dibuka 200 kamar yang akan dikembangkan sampai 400 kamar. Selain untuk tempat berobat, RSP akan digunakan mahasiswa pendidikan dokter untuk praktik. Foto: Istimewa

Untidar

FE Untidar Diresmikan Menristekdikti Reporter: Darlin Rizki dan Imron Al Faruq

Gedung Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Tidar Magelang telah diresmikan oleh Menristekdikti, Muhammad Nasir, Selasa (19/01).

Seorang filsuf Pancasila terkemuka di Indonesia, Prof Notonagoro, diabadikan nama besar dan rekam jejaknya dengan berdirinya gedung baru Fakultas Filsafat UGM. Gedung tersebut bernama Notonagoro. Diresmikan rektor UGM pada Rabu (20/4). ilansir dari web resmi UGM, ugm.ac.id, gedung tersebut dibangun lima lantai sesuai dengan jumlah sila Pancasila. Masing-masing lantai diberi nama menurut kelima sila tersebut. Lantai paling atas disebut Lantai Ketuhanan, karena di lantai tersebut mahasiswa akan diajarkan etika dan nilai-nilai ketuhanan. Lantai 4 disebut Lantai Kemanusiaan berisi pusat pengkajian terkait nilai-nilai kemanusiaan. Selanjutnya, lantai 3, Lantai Persatuan, lantai 2, Lantai Kerakyatan, dan lantai 1, Lantai

D

G

edung empat lantai tersebut dibangun selama lima bulan dengan anggaran Rp 28,2 miliar. Hal tersebut diterangkan Rektor Untidar, Cahyo Yusuf sebagaimana disebutkan surat kabar Metro Andalas (21/01). Pembangunan Gedung FE disebut sebagai bentuk pelayanan universitas setelah menyandang status negeri pada 2011 dengan memaksimalkan dana APBN.

Keadilan. Dekan Fakultas Filsafat, Dr. M. Mukhtasar Syamsudin berharap pendirian gedung tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai luhur Pancasila seperti yang telah dilakukan oleh Notonegoro. Notonegoro tetap berpegang pada keutamaan nilai-nilai luhur Pancasila meski sangat memahai filsafat Barat. Pemikirannya yang bernilai penting dalam konteks masa kini adalah pembahasan Pancasila secara ilmiah popular. Peran penting Notonegoro bagi UGM adalah peletak dasar ke-UGM-an yang tertuang dalam statuta UGM. Notonegoro telah meninggalkan rekam jejak yang tidak boleh lenyap. Hal tersebut diungkapkan Rek-tor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D, Rabu (20/4). Sejak perubahan status tersebut, Untidar terus berpacu untuk memperbaiki mutu dan sarana penunjang. Di sisi mutu, Cahyo akan meningkatkan kualitas dosen, misalnya dosen yang masih S1 harus segera dituntaskan dan diharapkan dosen mengajar telah S3. Di sisi sarana penunjang, saat ini, Untidar sedang menyelesaikan pembangunan Fakultas Teknik dengan anggaran Rp 25,3 miliar.


5

Edisi 111 - September 2016

TEROPONG

Keceriaan siswa sekolah dasar saat bermain. Foto: Diyah Herliyanawati / Dok. LPM Pabelan

Pendidikan Nasional

Menggenggam Harapan Generasi Emas 2045 Reporter: Livia Purwati

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei pada perayaannya di tahun 2012, menjanjikan sebuah kado istimewa yang akan diperoleh Indonesia pada tahun 2045. Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) kini sedang bergeliat mempersiapkan generasi emas tahun 2045 untuk merayakan milestone kemerdekaan Indonesia.

K

onsep yang akan menyiapkan penerus bangsa itu merupakan suatu kejutan yang sangat dinantikan. Sesuai dengan rencana besar tersebut Mohammad Nuh yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dalam press conference di Gedung A Kemendikbud Senayan, Jakarta, menyatakan bahwa tema Hardiknas tahun 2012 adalah “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia” (31/4/2012). Harun Joko Prayitno menjelaskan bahwa generasi emas adalah generasi yang mencapai

Generasi Emas 2045

G

enerasi emas merupakan hadiah, layaknya hadiah pada umumnya harus dipersiapkan dengan baik apalagi bila itu hadiah untuk perayaan yang spesial. Banyak pula hal-hal yang perlu disiapkan atau bahkan diperbaiki agar tidak menjadi hambatan. Pemerintah telah mengambil sebuah langkah yang baik dengan mencanangkan generasi emas

usia puncak kinerja. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika 2011, jumlah penduduk Indonesia usia muda tahun 2010 lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk usia tua. “Nanti saat tahun 2045 penduduk Indonesia yang muda ini akan mencapai usia kisaran 30-40 tahun, di usia inilah tercapai usia puncak produktif dalam kinerja dan pendidikan, dan inilah yang dimaksud dengan generasi emas,” tutur dekan FKIP UMS ini saat disambangi Pabelan Pos dikantornya. Harun berpendapat generasi emas berprinsip pada demografi, dari tahun 20102035 Indonesia memperoleh bonus demografi. Ia mengistilahkan demografi merupakan suatu prediksi yang didasarkan pada data populasi penduduk yang ada. Oleh karena itu, pertumbuhan dan manajemen pengelolaan populasi Indonesia harus terjaga. Tidak hanya demografi penduduk yang perlu diperhatikan tapi setiap calon generasi emas ini harus mendapat pendidikan yang bagus baik itu dalam bidang akademik maupun karakter. Setelah mengkaji lebih dalam Kemendikbud mengidentifikasi 18 nilai-nilai kebaikan yang harus ditanamkan

kepada calon-calon generasi emas sedini mungkin agar terbentuk karakter yang berbudi pekerti. Ke-18 nilai tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Sutama beranggapan pendidikan karakter yang paling penting dan dasar adalah jujur, disiplin dan tanggung jawab. Menurut Kepala Program Studi Magister Manajemen Pendidikan UMS ini, baik dari pihak keluarga dan tenaga kerja pendidik harus menanamkan karakter inti ini, terutama kejujuran. “Sebenarnya mudah menanamkan kejujuran pada murid itu, kalau yang tidak jujur sebaiknya diberi hukuman, kalau jujur sudah ditanamkan saya optimis akan terbentuk generasi emas 2045,” jelasnya. Ia menjelaskan apabila sebuah generasi memiliki sikap jujur maka kelak akan terbentuk para penerus yang inovatif dan kreatif. Ia juga menuturkan kelak generasi emas 2045 bisa memanfaatkan sumber daya alam yang

memberikan pendidikan karakter kepada para calon generasi emas. Komitmen akan menciptakan pendidikan yang melahirkan seorang yang berintelektual namun berbalut etika dan budaya nasional juga masih minim. Sedang rasanya perlu untuk diingat, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, begitu julukan mereka. Sutama mengakui guru memang menanggung tanggung jawab yang luar biasa. Tugas yang mereka pikul bisa dibilang overload sehingga mereka tidak bisa mengembangkan diri mereka sendiri. Ia menyarankan agar guru mendapat pemberdaFoto: Diyah Herliyanawati / Dok. LPM Pabelan yaan, berupa reward dan punishment. Tentu 2045. Sekarang, bagaimana peran pendidikan saja hukuman yang diberikan bersifat edudalam mewujudkannya karena seperti prinsip katif. “Pendidikan itu kan perubahan perilaku, yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara ada tiga jadi alangkah baiknya para guru mengamati lingkungan yang merupakan tempat pergau- proses si murid, bukan hanya hasilnya saja,” lan yang penting bagi anak didik yaitu keluar- tambahnya. Keluarga sebagai madrasah pertama bagi ga, sekolah dan masyarakat. Tenaga pendidik sedang berada di ujung anak-anak oleh dinilai memegang sumbangsih tombak, begitu kata Sutama. Disebabkan kea- penting dalam sikap dan perannya, karena daan kebanyakan guru yang masih belum siap pendidikan itu selain formal terdapat pula

Kemendikbud mengidentifikasi 18 nilai-nilai kebaikan yang harus ditanamkan kepada calon-calon generasi emas sedini mungkin agar terbentuk karakter yang berbudi pekerti. ada dan akan menjadi tuan di negeri sendiri. Mereka akan mandiri, sehingga negeri kepulauan ini akan berkurang sisi konsumtifnya tapi tetap tidak menganggap remeh negaranegara lainnya. “Nanti kita akan mengelola sendiri, mulai dari bahan baku, produk hingga outcome pemakainya, jadi kita enggak mau lagi pakai produk yang lain,” tambahnya.

pendidikan informal. Semua orang tua memiliki harapan dapat memanen hasil yang bagus ketika mengantar anak mereka ke sekolah. Tapi, terkadang ketika si anak mendapat banyak tugas ataupun tanggung jawab orang tua merasa tidak rela. Seharusnya orang tua memberi kepercayaan pendidikan pada sekolah, dan tidak terlalu intervensi. “Kalau anak salah kemudian diluruskan, orang tua harus ikhlas,” tambah Harun. Harun juga merasa komitmen nasional masih terbilang kurang, kesadaran lembagalembaga terkait masih minim. Ia menekankan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama mulai dari kelurga, guru hingga masyarakat. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Persepsi bahwa pendidikan dilihat melalui orientasi hasil, harus mulai diubah dengan melihat pada proses. “Harapan akan adanya generasi emas ini membutuhkan pemahaman bersama lagi sehingga bisa benar benar terwujud,” tutup Harun.


6

Edisi 111 - September 2016

TEKNOLOGI Virtual Reality

Sensasi Nyata dari Dunia Maya Reporter: Afif Abdurrahman dan Ahmad Midun Sanjaya

P

erkembangan arus globalisasi mendorong munculnya berbagai perangkat teknologi. Tak lain, penciptaan teknologi tersebut dinilai untuk mempermudah pekerjaan manusia. Nah, salah satu teknologi yang kini tengah berkembang adalah Virtual Reality (VR). Bagi para gamers, teknologi tersebut tentu tak lagi asing. VR atau Realitas Maya adalah teknologi yang memungkinkan user dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan berdimensi tiga. Teknologi dapat dikatakan sebagai VR jika tampilan gambar, grafis, visualisasi 3D tampak nyata. Selain itu, tampilan tersebut sesuai dengan perspektif penggunanya dan mampu mendeteksi serta merespon gerakan dari setiap penggunanya. VR disimulasikan oleh komputer terhadap suatu objek nyata atau imajinasi. Simulasi tersebut dimaksudkan untuk membuat user seolah-olah terlibat secara fisik pada lingkungan tersebut. Pada masa lalu, VR hanya sekedar khayalan, tapi sekarang teknologi ter-

Pemanfaatan Virtual Reality

Menyokong Pengembangan Dunia Industri

VR memungkinkan tidak hanya indra penglihatan dan pendengaran saja yang bisa merasakan sensasi nyata dari dunia maya namun juga indra yang lainnya

Foto: Istimewa

Perkembangan arus globalisasi mendorong munculnya berbagai perangkat teknologi. Tak lain, penciptaan teknologi tersebut dinilai untuk mempermudah pekerjaan manusia. Nah, salah satu teknologi yang kini tengah berkembang adalah Virtual Reality (VR). Bagi para gamers, teknologi tersebut tentu tak lagi asing. swordofdemocies Belum lama ini, perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Google telah merilis produk sederhana untuk pengalaman 3D. Samsung memiliki GalaxyGear sementara Facebook memiliki OculusRift. HTC telah merilis Vive sementara Sony segera merilis PlayStation VR dan Freefly VR.

sebut sudah mulai terasa perkembangannya. Beberapa perusahaan game asal Jepang (SEGA) mulai melirik teknologi menjadi perusahaan yang mengumumkan kacamata protipe VR pertama pada ajang CES 1993. Sega VR-1 dilengkapi dengan sensor gerakan kepala dan 3D polygongraphics dalam stereo-scopic 3D. Sayangnya hanya versi arcade yang dirilis, versi homeconsolenya dibatalkan, ukurannya pun jauh lebih modern dan ringan dari pada

Seputar Virtual Reality Adapun salah satu perangkat yang digunakan dalam VR adalah Rift dari Oculus. Dilansir dari San Jose, Kompas.com, Rift dari Oculus adalah headset VR yang cukup menjanjikan. Perangkat yang dikenakan di kepala tersebut menyajikan lingkungan tiga dimensi dalam game yang nyata, hingga membuat penggunanya merasa seperti benar-benar terjun ke dunia maya. OculusRift memanfaatkan dua tampilan yang diproyeksikan ke mata pengguna. Keduanya kemudian digabungkan secara otomatis oleh otak sehingga menghasilkan sensasi tiga dimensi. Hal tersebut yang mem-

ejauh ini, VR telah dimanfaatkan dan diterapkan di beberapa sektor industri seperti kedokteran, penerbangan, pendidikan, arsitek, militer, dan lain sebagainya. VR membantu dalam menyimulasikan sesuatu yang sulit untuk dihadirkan secara langsung dalam dunia nyata. Di bidang militer, misalnya, untuk menerjunkan langsung para tentara ke medan perang sebagai latihan, VR dapat menghadirkan simulasi perang. Para tentara mampu merasakan sensasi berada di medan perang secara nyata dengan VR. Hal tersebut, tentu dinilai praktis dan ekonomis. Selain itu, VR dimanfaatkan di bidang penerbangan. Pilot pesawat berlatih menerbangkan pesawat dengan VR. Pilot tersebut

mampu merasakan sensasi menerbangkan pesawat tanpa harus benar-benar menerbangkan pesawat sungguhan. Hal tersebut tentu meminimalisasi dan menghidari resiko terjadinya kecelakaan saat latihan. Di balik keunggulan yang dimiliki oleh VR, teknologi tersebut menyebabkan manusia kehilangan rasa realitas dan proses berinteraksi dengan dunia nyata. Di Indonesia, perkembangan teknologi tersebut belum begitu dapat dirasakan, terlebih di kalangan mahasiswa. Di kalangan mahasiswa hanya beberapa yang telah mengenal teknologi tersebut, terlebih mereka pencinta game. Namun, tidak semua mahasiswa pencinta game. Secara umum, pemanfaatan teknologi tersebut ada-

S

Pelengkap Virtual Reality

Aksesoris Virtual Reality

buat seolah-olah dunia dan objek-objek dalam game sungguh ada di hadapan siapapun yang memakai headset VR itu. Selain perangkat yang telah disebutkan di atas, pada umumnya, untuk memunculkan sensasi nyata dari VR diperlukan perangkat pendukung. Perangkat tersebut berupa helm, walker, headset, suit dan sarung tangan (glove). Tujuannya untuk melibatkan sebanyak mungkin indra yang dimiliki manusia. Tentunya, semakin banyak indra yang terlibat akan merasakan sensasi nyata dari dunia virtual yang dimunculkan. Kelebihan VR adalah memberikan pengalaman yang membuat user merasakan sensasi dunia nyata dalam dunia maya. Selain itu, karena perkembangannya, VR memungkinkan tidak hanya indra penglihatan dan pendengaran saja yang bisa merasakan sensasi nyata dari dunia maya namun juga indra yang lainnya.

lah untuk kalangan peneliti (researcher). Menurut Dosen Pendidikan Teknik Informatika, Sukirman, pengguna teknologi Virtual Reality tergolong cukup sedikit, karena teknologi ini hanya digunakan bagi kalangan peneliti (researcher). Selain itu, di Indonesia perkembangan teknologi tersebut belum merata. “Pembelian perangkat virtual reality cukup mahal dan penjualan juga terbatas. Kalau harganya murah, kemungkinan teknologi ini akan terjangkau oleh semua kalangan� terangnya saat ditemui reporter Pabelan Pos di kantor Kaprodi Pendidikan Teknik Informatika.


7

Edisi 111 - September 2016

LIPUT Liberalisasi Pendidikan Perspektif Mahasiswa

Sengkarut Lintasan Pendidikan Tinggi

S

uatu sore salah satu himpunan mahasiswa program studi di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar lomba cipta dan baca puisi di taman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMS, tema yang diangkat adalah neoliberalisme. Dewasa ini, kata neoliberalisme kembali hangat diperbincangkan oleh sekelompok mahasiswa. Paham tersebut dianggap mulai menyeruak setelah perang dunia pertama. Pendapat lain, Francis Fukuyama dalam The End of History (1989) menulis bahwa berakhirnya rezim komunisme di kawasan Eropa Timur, Uni Soviet dan wilayah Baltik yang disebabkan oleh berbagai kekalahan poilitik dan menjadi akhir dari sejarah ideologi sosialis. Hal itu pun menjadi kemenangan sempurna menuju liberalisme yang menjadi nilai baru yang dianut secara universal oleh masyarakat dunia. Doni dalam diskusi bersama Pabelan Pos mengutarakan hal tersebut secara terperinci. Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret (UNS) ini menjelaskan tentang latar belakang adanya neoliberalisme di Indonesia yaitu ketika Indonesia bergabung menjadi anggota World Trade Organization (WTO) dan kemudian meratifikasi WTO Agreement melalui UndangUndang Nomor 7 tahun 1994 tentang pengesahan agreement establishing WTO (persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia). WTO disinyalir merupakan salah satu badan yang berpengaruh pada perjalanan neoliberalisme. Hal itu diungkapkan oleh David Harvey, bahwa ada beberapa aktor penting yang menjadi agen neoliberalisme yaitu International Monetary Fund (IMF), Asian Develoment Bank (ADB) dan WTO. Doni pun menjelaskan, liberalisasi kemudian merambah ke beberapa sektor, termasuk sektor pendidikan yang menjadikan terlahirnya istilah liberalisasi pendidikan. “Ada 12 sektor jasa yang diliberalkan, salah satunya adalah pendidikan,” tutur pemilik nama lengkap Doni Wahyu Prabowo ini. Begitu gencarnya isu liberalisasi pendidikan menarik perhatian salah satu mahasiswa UMS untuk mengangkatnya menjadi pokok bahasan dalam tugas akhir. Aditya Yoga Pratama berpendapat bahwa liberalisasi pendidikan sejatinya menjadikan sektor pendidikan sebagai pasar bebas dan terdapat

Reporter: Aisyah Arminia

Karikatur: Kurnia Siti Mahaniyah / Pabelan Pos

Dan kemudian meratifikasi WTO Agreement melalui UU No. 7 tahun 1994 tentang pengesahan agreement establishing WTO (persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia). WTO disinyalir merupakan salah satu badan yang berpengaruh pada perjalanan neoliberalisme.

motif ekonomi dibalik politik liberalisasi. “Kalau saya lebih melihat ke wilayah ekonomi politik liberalisasi itu. Terutama bagaimana pendidikan tinggi itu menyedot ekonomi mahasiswa dan mengaku regulasi,” tutur mahasiswa FKIP UMS ini. Praktik liberalisasi pendidikan khususnya pendidikan tinggi menurut Yoga adalah adanya otonomi kampus. Setiap kampus akan bebas menentukan kebijakan-kebijakannya sendiri. Orientasi yang digunakan bukan lagi soal pengembangan kapasitas pendidikan melainkan lebih kepada untung rugi. “Ilmu pengetahuan itu kan berkembang. Seharusnya kampus itu kan menelurkan produk-produk ilmu pengetahuan tapi kalau liberalisasi

pendidikan tidak,” katanya. Doni pun mengutarakan hal serupa. Ia menilai liberalisasi pendidikan memiliki ciriciri tersendiri, seperti peran negara dikurangi termasuk dalam hal subsidi biaya pendidikan. Meskipun begitu kampus dituntut untuk terus berkompetisi dengan kampus lain. Akibatnya biaya kuliah akan semakin mahal karena pendapatan kampus banyak berasal dari mahasiswa. Dalam diskusi, Doni menuturkan pendapat Hendry Giroux bahwa bantuan alokasi anggaran pemerintah untuk universitas publik akan sedikit demi sedikit dikurangi dengan dalil bahwa universitas publik telah memiliki kemandirian di dalam melakukan pencairan dana. Pengurangan bantuan alokasi anggaran bagi pemerintah akan membebankan biaya pengelolaan universitas kepada mahasiswa. Mahasiswa dari kalangan yang kurang mampu juga akan dibebani biaya pendidikan yang tinggi akibat membengkaknya biaya pengelolaan dari universitas publik. Berdasarkan proses inilah komersialisasi universitas publik dimulai. Pada kesempatan lain, Pabelan Pos mencoba mencari tahu konsep liberalisasi pendidikan melalui wawancara dengan aktivis pendidikan yang kini tengah menempuh S2 Hukum di UNS. Bahar Elfudllatsani menyetujui bahwa liberalisasi pendidikan lebih ke arah komersialisasi dan segala hal tentang pendidikan kemudian diuangkan. “Yang kita

Otonomi kampus akan bebas menentukan kebijakan-kebijakannya sendiri. Orientasi yang digunakan bukan lagi soal pengembangan kapasitas pendidikan melainkan lebih kepada untung rugi.

pakai sudah dikomersialisasi seperti beli seragam, buku, di sekolah,” tuturnya. Disamping itu, menurutnya, penciutan kegiatan mahasiswa juga menjadi salah satu ciri liberalisasi pendidikan. Kegiatan mahasiswa hanya difokuskan pada belajar formal di bangku kuliah. Hal itu sudah terjadi ketika Menteri Pendidikan Indonesia dijabat oleh Daud Yusuf yang mencanangkan kebijakan NKK/BKK. “Yang dikonsep dia (Daud Yusufred) ya seperti itu, kuliah. Dia ingin menstrerilkan kehidupan kampus”. Dia menekankan bahwa liberalisasi pendidikan tidak terlihat secara terang-terangan, tapi hanya ciri-cirinya saja. Contoh kebijakannya adalah NKK/BKK tersebut. Sejak adanya kebijakan itu mahasiswa tidak boleh kritis, dan muncul dikotomi mahasiswa antara mahasiswa aktivis dan non aktivis. Namun hal itu dibantah oleh Mohammad Furqon Hidayatullah, ia berpendapat tidak ada yang salah dengan konsep NKK/BKK. Memang sejak saat itu mahasiswa mulai dibebankan dengan adanya sistem SKS, namun hal itu tidak akan menyurutkan semangat mahasiswa yang ingin tetap aktif berorganisasi. “Tergantung orangnya mau berkembang apa tidak,” kata direktur FKIP UNS ini. Menurutnya, kebijakan NKK/BKK malah membantu mahasiswa untuk lulus lebih cepat. Selain itu, jumlah sarajana di Indonesia pun meningkat.

Liberalisasi Pendidikan

Melenceng dari Undang-Undang

T

erkait liberalisasi pendidikan, Furqon mengaku belum pernah mendengar istilah tersebut secara pasti. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sama sekali tidak menyebutkan liberalisasi pendidikan. “Sehingga kalau untuk merumuskan liberalisasi pendidikan saya kok sulit,” katanya. Ia menambahkan, tidak ada sumber jelas yang menerangkan tentang konsep liberaliasasi pendidikan. Adapun apabila dikaitkan dengan komersialisasi pendidikan ia juga menampiknya. Karena banyak jalan yang bisa ditempuh mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa apabila ia tidak mampu kuliah. Yang terpenting mahasiswa tersebut pintar dan kriteria parameternya lolos. Terkait dengan biaya kuliah yang terus

naik merupakan indikasi adanya liberalisasi pendidikan, ia juga menampik. Kenaikan biaya kuliah adalah karena adanya kebutuhan kampus seperti penelitian, pengabdian masyarakat, dan pengembangan-pengembangan lainnya. “Itu ternyata cukup tinggi sehingga itu (biaya-red) sebagian kecil dari mahasiswa,” tuturnya saat disambangi Pabelan Pos di kantornya. Furqon menekankan bahwa lembaga pendidikan itu nonprofit sehingga tidak pernah ada keuntungan dalam pengelolaannya. “Jadi kalo pengen bisnis jangan buka pendidikanlah tidak mungkin untung,” sambungnya. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tertera jelas bahwa tujuan pendidikan di Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Konsep tersebut ber-

beda jauh dengan liberalisasi pendidikan. Yoga mengatakan seharusnya kampus harus menyediakan keterampilan yang bersifat pengembangan-pengembangan. Terutama kecerdasan intelektual. “Harus dibenahi dulu struktur ilmu pengetahuannya sebelum menyiapkan ketenaga kerjaan. Kalau selama ini (pendidikan-red) tidak mencerdaskan bangsa tapi seperti gaya bank, kaya nabung terus sampai penuh enggak tahu mau ngapain. Itu merupakan sebuah pembodohan tidak ada proses pendidikan,” katanya. Cita-cita mahasiswa memang bisa lulus kuliah cepat kemudian bisa melamar pekerjaan di sebuah instansi yang dapat menjamin kehidupan. Bahar meyakini 90% mahasiswa lebih mengarahkan pemikirnya untuk menargetkan melamar pekerjaan di sebuah

Kalau selama ini (pendidikan-red) tidak mencerdaskan bangsa tapi seperti gaya bank, kaya nabung terus sampai penuh enggak tahu mau ngapain.

tempat. “Kuliah, kerja, punya mobil, punya rumah, hidup bahagia. Kebahagian orang saat ini kan seperti itu,” katanya. Adanya liberalisasi pendidikan menuntut standardisasi setiap kampus sama. Padahal sebenarnya standardisasi dan kualifikasi antar perguruan tinggi berbeda. Menurutnya sosiologi kultural masing-masing kampus juga berbeda. “Kan beda setiap PT (perguruang tinggi-red), tapi yang terjadi kita dibuat seragam,” tutupnya.


8

Edisi 111 - September 2016

LIPUT PTN BH

Pembadanhukuman PTN, Penekan Beban Pemerintah Reporter: Ritmika Serenady dan Dwi Astuti Pascadisahkannya Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) oleh DPR, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang waktu itu masih dijabat oleh Mohammad Nuh berupaya mendorong semua Perguruan Tinggi Negeri untuk mengubah statusnya menjadi Badan Hukum (PTN BH). Timbul kengerian dan kekhawatiran di benak masyarakat dengan pembentukan status tersebut. Kegamangan itu muncul tak jauh dari persoalan finansial. Masyarakat ngeri jika harus menanggung biaya kuliah yang terlalu tinggi. Kengerian ini menjadi semacam de javu, mengingatkan yang mereka tanggung di masa BHMN (Badan Hukum Milik Negara).

D

ilansir dari pasca.unesa.ac.id, skenario pendirian PTN BH tersebut dimulai dengan perubahan status tujuh kampus negeri eks BHMN. Ketujuh kampus itu adalah Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bandung (IPB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Airlangga (Unnair), dan Universitas Sumatra Utara (USU). Setelah RUU PT disahkan, ketujuh kampus tersebut baru bisa diubah statusnya menjadi PTN BH. Nuh menjelaskan, perubahan status PTN eks BHMN menjadi PTN BH tersebut harus melewati semacam penilaian khusus. Penilaian tersebut meliputi kinerja akademik dan pengelolaan lembaga kampus. “Intinya kita hanya akan menjadikan PTN BH bagi kampus yang sehat. Kemendikbud memang serius mendorong semakin banyak PTN yang akan menjadi PTN BH. Dengan cara ini maka beban negara untuk mengurus persoalan kampus bisa semakin ringan,” jelasnya. Nuh mengingatkan kembali jika pembentukan PTN BH tersebut tidak perlu dikaitkan dengan biaya kuliah yang melonjak. Pihak Kemendikbud sudah memagari biaya kuliah dengan penerapan SPP tunggal (UKT). Dengan adanya UKT tersebut, pemerintah mampu mengontrol kebijakan penarikan SPP di setiap kampus. “Namun PTN BH harus dibentuk dari

Karikatur: Yunia / Pabelan Pos

Kemendikbud memang serius mendorong semakin banyak PTN yang akan menjadi PTN BH. Dengan cara ini maka beban negara untuk mengurus persoalan kampus bisa semakin ringan.

kampus yang sehat finansialnya. Jika tidak, maka kampus akan seenaknya mencari pendanaan dari mahasiswa,” imbuhnya. Perubahan status ketujuh PTN eks BHMN yang juga sempat menyandang status sebagai PTN BLU menjadi PTN BH tersebut kemudian diikuti oleh sejumlah kampus. Pembadanhukuman tersebut tidak serta merta hanya melihat dari perspektif pembiayaan saja. Lantas timbul pertanyaan mengenai bagaimana sebenarnya konsep BLU yang berlaku bagi suatu kampus sebelum menyandang status PTN BH. Apa pula perbedaan di antara keduanya? Konsep pengelolaan keuangan berbasis BLU berlaku pascakeluarnya Peraturan Peme-

rintah Nomor 66 Tahun 2010. Sedangkan prinsip BLU diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dalam peraturan tersebut, BLU didefinisikan sebagai instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Sementara itu, menurut ketua BPK RI, Rizal Djalil, terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua status PTN tersebut. Jika dibandingkan antara BLU dan PTN BH, ada sejumlah perbedaan dilihat dari PP No.23 Tahun 2005, PP 74 Tahun 2012 dan PTN BH (PP No.4 Tahun 2014). Peraturan tersebut menjelaskan bahwa pendapatan BLU dilaporkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sedangkan pendapatan PTN BH bukan merupakan PNBP. Dari segi aset, aset BLU merupakan aset yang harus dikonsolidasikan dalam BMN. Sedangkan aset yang diperoleh usaha PTN BH menjadi aset PTN BH yang merupakan aset negara yang dipisahkan. “Sementara aset berupa tanah yang berada dalam penguasaan PTN BH yang diperoleh dari APBN merupakan barang milik negara,” terangnya seperti dikutip dari www.unpad.ac.id.

Untuk tarif biaya dan layanan, sambung Rizal, tarif layanan BLU ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan pimpinan BLU dengan mempertimbangkan aspek kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan kepatutan, serta kompetisi yang sehat. “PTN Badan Hukum menetapkan tarif biaya pendidikan berdasarkan pedoman teknis penetapan tarif yang ditetapkan menteri. Dalam penetapan tarif, PTN Badan Hukum wajib berkonsultasi dengan menteri. Tarif biaya pendidikan ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa,” tambahnya. Dalam pengelolaan keuangan, lanjut Rizal, PTN BH merupakan solusi bagi perguruan tinggi negeri karena lebih fleksibel dan memberikan otonomi yang besar dalam kegiatan akademik dan nonakademik. Dengan adanya model pengelolaan ini, diharapkan pengelolaan PTN lebih fleksibel dan mengurangi beban operasional perguruan tinggi yang ditanggung oleh pemerintah karena fleksibilitas perolehan sumber dana oleh PTN BH.

PTN BH

Greget Tawaran Otonomi Perguruan Tinggi

M

enurut data yang diperoleh Pabelan Pos dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), hingga saat ini terdapat 11 PTN dengan status Badan Hukum yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 24 PTN BLU yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan 86 PTN Satker, di antaranya 35 PTN Baru yang pengangkatan Sumber Daya Manusia-

nya diatur dalam Perpres No.10 Tahun 2016 merujuk pada UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan sejumlah 3 Akademi Komunitas. Dilansir dari jurnalasia.com, salah satu PTN yang kini menyandang status sebagai PTN BH adalah Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung. Menurut Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Kerja Sama UNPAD, Setiawan, menjelaskan

Info Grafis

Data Status PT

86

PTN Satker, di antaranya 35 PTN Baru

Sumber Data: Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti)

Unpad memiliki kewenangan otonomi yang lebih luas dengan menjadi PTN BH, baik otonomi akademik maupun nonakademik. “Di bidang akademik UNPAD memiliki kewenangan mengembangkan program studi yang bisa merespon kebutuhan pasar dan aspek strategis di pemerintahan. Proses perizinannya pun bisa lebih cepat karena kewenangan otonomi tersebut,” ujar Setiawan.

11

PTN dengan status Badan Hukum

24

PTN berstatus BLU


9

Edisi 111 - September 2016

LIPUT Perguruan Tinggi Berbadan Hukum

Realita dan Problematika PTN BH Reporter: Daryanti dan Eria Winda Wahdania

B

Status dalam Perguruan Tinggi

erdasarkan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Perguruan Tinggi dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN), pada bulan Desember tahun 2000, ditetapkanlah UI, UGM, IPB dan ITB sebagai BHMN melalui serial peraturan, yaitu : Peraturan Pemerintah No.152 tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara, Peraturan Pemerintah No.153 tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara, Peraturan Pemerintah No.154 tahun 2000 tentang Penetapan Institut Pertanian Bogor sebagai Badan Hukum Milik Negara dan Peraturan Pemerintah No.155 tahun 2000 tentang Penetapan Institut Teknologi Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara. PT BHMN adalah implementasi konkret dari konsep good university governance yang diturunkan dari konsep good governance. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Dikti Depdiknas) mencanangkan paradigma baru pendidikan tinggi yang mendorong akuntabilitas, transparansi, akreditasi, otonom, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada tahun berikutnya, menyusul UPI (Universitas Pendidikan Indonesia), UNAIR (Universitas Airlangga), dan USU (Universitas Sumatera Utara) yang diberi keleluasaan lebih oleh pemerintah dalam hal otonomi, baik hal keuangan maupun hal akademik. Status PT

BHMN memiliki berbagai perbedaan dengan status PTN konvensional lainnya (Chatib:2) Pada perguruan tinggi yang berstatus PT BHMN, fungsi pengawasan dan kekuasaan tertinggi diserahkan kepada lembaga baru yang bernama Majelis Wali Amanat (MWA) atau board of trustee. MWA dianggap sebagai representasi pemerintah dan masyarakat. MWA terdiri dari unsur masyarakat, dosen, menteri, rektor, tenaga kerja, dan mahasiswa. Pada tahun 2012, mengacu pada UU No. 12 Tahun 2012, tujuh perguruan tinggi mengubah statusnya dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) dan status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN BH). Perguruan tinggi yang telah disebutkan di atas, kini menyandang status PTN BH. Ditambah lagi, UNPAD (Universitas Padjajaran), UNDIP (Universitas Diponegoro), UNHAS (Universitas Hasanuddin), dan ITS (Institut Teknologi Sepuluh November) yang menyusul setelah sebelumnya PTN BLU.

UGM menajdi primadona perguruan tinggi berbadan hukum di Indonesia, Foto: Intan / Pabelan Pos.

Realita PTN BH

Berpotensi Diskriminatif dan Komersial Apabila biaya kuliah naik dengan pesat akan menjadi beban bagi mahasiswa. PTN BH dinilai keluar dari Tridarma Perguruan Tinggi.

U

niversitas yang menyandang status PTN BH diberikan kewenangan untuk mengembangkan dirinya secara luas. Termasuk organisasi, ketenagakerjaan, kemahasiswaan, keuangan, serta sarana prasarana. Konsep PTN BH tidak terlalu jauh berbeda dengan PT BHMN yang sebelumnya telah memberikan otonomi kepada perguruan tinggi. Secara umum, kewenangan PTN BH antara lain, dapat membuka dan menutup program studi. Selain itu, mereka (PTN BHred) leluasa untuk mengembangkan kerja sama dan usaha, serta pendapatan yang diperolehnya tidak masuk sebagai pendapatan negara bukan pajak. Ketua Badan Pekerja Social Movement Institute (SMI), Eko Prasetyo menjelaskan bahwa perguruan tinggi dapat mengelola sendiri dengan baik setelah menjadi PTN-BH. Daya saing kompetensi akademik maupun kultur akan lebih terasa ketika perguruan tinggi berubah menjadi badan hukum.

“Ya itu kan upaya tata kelola yang lebih baik dan diharapkan lebih mandiri, dulu perguruan tinggi tidak otonom karena disubsidi oleh pemerintah. Dengan PTN BH diharapkan perguruan tinggi lebih otonom dan swadaya atau mandiri,” ujarnya saat ditemui reporter Pabelan Pos di kantor SMI. Hal utama yang membedakan PTN BH dengan bentuk tata kelola lain adalah adanya kemandirian yang jauh lebih terjamin dalam tata kelola keuangan. PTN BH didirikan oleh pemerintah yang berstatus sebagai subjek hukum yang otonom. Hal tersebut memberikan kewenangan bagi PTN BH untuk memperoleh dana dari kegiatan usaha dengan mendirikan dan/atau memiliki badan usaha yang diharapkan lebih swadaya atau mandiri bersifat nirlaba. Adanya PTN BH diharapkan mampu menjawab tantangan kompetisi, karena apabila PT mandiri maka manajemen PT akan terkelola secara kompetitif. Selain hal tersebut mampu mendorong terciptanya institusi yang lebih independen sehingga tidak bergantung penuh pada peran pemerintah dan pemerintah juga tidak menyandarkan penuh pada PT. “Kampus tidak bisa mengandalkan mahasiswa, dengan PTN BH kampus bisa mengembangkan kegiatan bisnis yang orientasinya prodi, maka dijadikanlah rumah sakit, hotel kadangkala, bahkan ada kampus yang mendirikan pusat cuci mobil, service, pom bensin bahkan gedung-gedung kampus kemudian disewakan,” paparnya. Ada beberapa keuntungan setelah berstatus PTN BH. Keuntungan tersebut meliputi

tata kelola pengambilan keputusan secara mandiri, kualitas pendidikan menjadi lebih baik, hak mengelola dana secara mandiri, memiliki wewenang dalam mengangkat dan memberhentikan dosen serta tenaga kependidikan, wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi. Disisi lain, PTN BH mengakibatkan diskriminasi, elitisasi, komersialisasi gedung, universitas dapat dengan mudah menaikkan biaya kuliah dengan berbagai alasan seperti peningkatan pelayanan dengan adanya otonomi tersebut. Apabila biaya kuliah naik dengan pesat maka akan menjadi beban bagi mahasiswa. PTN BH dinilai keluar dari Tridarma Perguruan Tinggi. “Ya pasti, ini ngabdi ke siapa? Ke orang punya duit aja kalo ini,” tegasnya. Mahasiswa merupakan pihak yang merasakan perubahan status PTN BH. Hal itu dapat terlihat dari pengeluaran operasional dan kebutuhan infrastruktur yang disesuaikan dengan kebijakan para petinggi kampus. Realita sederhana, kenaikan biaya kuliah tiap tahunnya. Melihat hal tersebut, pemerintah seharusnya turun tangan. Dikatakan bahwa PTN BH akan mendorong kemajuan Pendidikan Tinggi namun harus dikelola secara baik. Pemerintah tidak harus berhenti sebagai regulator. Eko menambahkan bahwa kampus seharusnya dapat diakses oleh kelas sosial manapun. Pemerintah sebaiknya memberikan alokasi sebanyak-banyaknya pada kelompok miskin atau kelompok yang tertinggal agar dapat melanjutkan PT meskipun PT BLU.

Info Grafis

PTN Berbadan Hukum (PTN BH) di Indonesia Per 15 Mei 2016 terdapat 11 perguruan tinggi yang telah berbadan hukum. Data yang dirilis Kopertis tersebut memperlihatkan pula nomor peraturan pemerintah / tanggal diundangkan perguruan tinggi tersebut. Berikut PTN BH di Indonesia: Institut Teknologi Sepuluh November (PP no.54 tahun 2015 / 22 Juli 2015) Univ. Hasanudin (PP no.53 tahun 2015 / 22 Juli 2015) Univ. Diponegoro (PP no.52 tahun 2015 / 22 Juli 2015) Univ. Padjadjaran(PP no.51 tahun 2015 / 22 Juli 2015) Univ. Airlangga (PP no.30 tahun 2015 / 14 Mei 2015) Univ. Sumatera Utara (PP no.16 tahun 2015 / 28 Feb 2014) Univ. Pendidikan Indonesia (PP no.15 tahun 2015 / 28 Feb 2014) Univ. Indonesia (PP no.68 tahun 2013 / 14 Oktober 2013) Univ. Gadjah Mada (PP no.67 tahun 2013 / 14 Oktober 2013) Institut Pertanian Bogor (PP no.66 tahun 2013 / 14 Oktober 2013) Institut Teknologi Bandung (PP no.65 tahun 2013 / 14 Oktober 2013)

Infografis: Verlandy Donny / Pabelan Pos Sumber data: Kopertis


10

Edisi 111 - AGUSTUS 2016

RISET Jejak Pedapat Mahasiswa

Pendidikan di Kampus Menara Oleh: Manajer Data dan Penelitian LPM Pabelan

Apakah sistem liberalisasi pendidikan baik bila diterapkan di PT Indonesia? 2%

Apakah sistem liberalisasi pendidikan baik bila diterapkan di UMS?

5%

4%

2%

12%

24%

B

entuk dan rona pendidikan tinggi di ralisme. Lalu bagimana di PTS, Universitas Era Perdagangan Bebas semakin perlu Muhammadiyah Surakarta, misalnya. kita pahami karena negara-negara Pabelan Pos bekerja sama dengan Manajer anggota World Trade Organization (WTO) Data dan Penelitan LPM Pabelan mengadakan akan ditekan terus untuk menandatangani jajak pendapat mahasiswa UMS tentang General Agreement on Trade in Services (GATS) tanggapan mereka terkait isu tersebut di atas. yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 Aspek-aspek yang ditanyakan merupakan sektor jasa, antara lain layanan kesehatan, ciri-ciri umum dari liberalisasi pendidikan. teknologi informasi dan komunikasi, jasa Jejak pendapat ini dilakukan secara akuntansi, pendidikan tinggi dan pendidikan tertutup dan responden yang dipilih merupaselama hayat, serta jasa-jasa lainnya (Efen- kan mahasiswa UMS. Hasil dari jajak pendapat di:1) ini diperoleh 225 responden. 209 responden Globalisasi pendidikan tinggi memang dipilih secara acak dari setiap fakultas di UMS tidak bisa dihindari di Indonesia. Prinsip dan 16 responden lainnya berpartisipasi neoliberal termanifestasi di dalam kebijakan secara online. pendidikan tinggi. Misalnya, adanya desenAdapun tujuan diadakan riset adalah tralisasi PTN agar otonom dalam mencari untuk mengetahui apakah praktik liberalisasi sumber pendanaan dan mengelolanya secara pendidikan yang tengah marak dipermandiri. Hal demikian dinilai sebagai akar bincangkan terjadi di kampus menara. Berikut komersialisasi yang diturunkan oleh neolibe- hasil yang ditampilkan dalam info grafik.

Sudahkah sistem liberalisasi pendidikan masuk UMS? 13%

33%

34%

34%

20%

48%

34%

35% Sangat baik

Baik

Kurang baik Tidak baik

Sangat Cocok

Tidak tahu

Apakah kenaikan biaya pendidikan (kuliah) di UMS selama ini sesuai dengan fasilitas pendidikan di UMS?

Tidak cocok

Cocok

Apakah fasilitas di UMS sudah memadai? 10%

14%

46%

70%

11%

Sesuai

Tidak sesuai

Sangat tidak sesuai

UMS sedang gencar dalam pembangunan hingga berefek pada pemotongan gaji karyawan dan sempat diulas di Koran Pabelan. Apakah ini termasuk dampak liberalisasi pendidikan yang masuk UMS?

Tidak tahu

Apakah kenaikan pendidikan (kuliah) di UMS setiap tahunnya merupakan salah satu ciri masuknya sistem liberalisasi pendidikan di UMS? 57%

17%

41%

Tidak tahu

Belum

1%

1%

Sangat sesuai

Sudah

26%

2%

4%

Hampir

Tidak tahu

Sangat tidak cocok

Sudah memadai

Cukup memadai

Belum memadai Tidak memadai

Tidak tahu

Apakah dosen anda datang tepat waktu saat masuk kelas? 16%

Ya

Tidak

Tidak tahu Foto: Dok. LPM Pabelan

Apakah dosen anda sudah memberikan pengajaran yang sesuai? 27%

24%

62% 2%

68%

3%

58%

4%

1%

31% 51%

Ya

Kadang Tidak

Tidak

Tidak tahu

Sudah sesuai

Cukup sesuai

Belum sesuai

Tidak tahu

Tidak sesuai

14%

12,10%

6%

0%

Sudah memanfaatkan

Cukup memanfaatkan

12%

Presentase 12% kenaikan SKS10% di UMS 8% 2%

9%

Belum memanfaatkan

Tidak tahu

4%

1%

11%

18%

Ya

Apakah dosen anda memanfaatkan waktu pembelajaran dengan baik?

4,79%

2012-2013

5,68%

7,34%

2013-2014 2014-2015 2015-2016

Presentase data kenaikan uang10% pengembangan8% 6%

Tidak memanfaatkan Tidak tahu

11,58%

7,02%

4%

6,67% 4,87%

2% 0%

2012-2013

2013-2014 2014-2015 2015-2016


11

Edisi 111 - September 2016

OPINI Opini

Menguak Arus Liberalisasi Pendidikan

M

Wahyu Nur Hidayati Penulis adalah mahasiswa aktif Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

uncul paradigma masyarakat bahwa jabatan, gelar, maupun kekuasaan adalah segalanya. Mereka berasumsi bahwa apabila mereka memiliki hal tersebut di atas, taraf kehidupan dan kesejahteraan hidup mereka akan bertambah. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan kebutuhan akan Perguruan Tinggi. Mereka berpikir bahwa pendidikan dasar yang telah dicanangkan oleh pemerintah (SD-SMP-SMA) belum mencukupi untuk menunjang kebutuhan dasar pendidikan. Terbukti, jumlah pendaftar PTN maupun PTS setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Sebagai konsekuensinya, setiap perguruan tinggi akan bersaing menjadi yang terdepan dan berkualitas untuk memenuhi permintaan tersebut. Tapi sayangnya, tidak semua orang yang ada di Indonesia dapat menikmati bangku pendidikan terutama perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan tinggi yang relatif mahal sehingga banyak rakyat yang tidak dapat menjangkaunya. Di sisi lain, Indonesia kaya akan dua sumber daya. Yaitu, Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Mahasiswa. Kenapa di sini saya mengatakan Sumber Daya Mahasiswa bukan Sumber Daya Manusia? Karena mahasiswa adalah Agent of Change dan juga sebagai Sense of Crisis. Mahasiswa adalah orang yang berpengaruh besar akan kemajuan bangsa dan peduli atas kondisi negeri ini. Ia mencari, mengkaji dan berusaha menyelesaikan masalah yang terjadi. Jadi, tugas kita bersama untuk menemukan titik terang tentang arus liberalisasi pendidikan yang sedang terjadi di negara kita tercinta. Sejarah Liberalisasi Pendidikan di Indonesia. Francis Fukuyama dalam The End of History

Oleh: Wahyu Nur Hidayati *

Negara harus tetap hadir dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dengan memberikan alokasi APBN untuk menopang operasional kampus sehingga dana mahasiswa untuk membiayai biaya operasional kampus bisa direduksi. Dan pada akhirnya, tujuan negara Indonesia yang telah termaktub dalam pembukaan UUD 1945, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa terpenuhi.

(1989) menulis bahwa berakhirnya rezim komunisme di Eropa Timur disebabkan karena berbagai kekalahan politik atau akhir dari sejarah ideologi sosialis menuju kemenangan sempurna dari liberalisme yang menjadi nilai baru dan dianut secara universal oleh masyarakat dunia. Hal ini memengaruhi pandangan masyarakat tentang hak publik yakni pengelolaan bidang publik menjadi efektif dan efisien. Selain itu, turut memengaruhi paradigma masyarakat di bidang perilaku. Dimana, masyarakat menggunakan prinsip untung dan rugi. Henry Giroux menyatakan bahwa terjadi tren korporatisasi dan komersialisasi universitas publik di Amerika Serikat yang terhalangnya aksesibilitas peserta didik untuk mendapatkan pendidikan. Gerakan ini disertai dengan pengubahan Universitas Publik menjadi badan hukum dan memberikannya wewenang otonomi pengelolaannya. Hal ini diikuti oleh pemerintahan di Indonesia. Paradigma penyelenggaraan pendidikan tinggi dinilai sebagai pemenuhan kebutuhan industri. Universitas yang dianggap mandiri disebut sebagai sebuah infant industri yang diasuh negara untuk dilepaskan ketika sudah mampu mengelola dirinya sendiri. Dengan kata lain, kampus dianggap sebagai agen pemenuhan kebutuhan industri. Pada banyak kesempatan, pemerintah Indonesia menga-takan bahwa kuota APBN bagi universitas yang dianggap mandiri dikurangi. Karena, harus disebar ke institusi

pendidikan tinggi Negeri berbagai daerah di Indonesia. UU-PT, Pangkal Persoalan Liberalisasi Pendidikan di Indonesia. Dalam UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT) menjelaskan bahwa perguruan tinggi bebas untuk mengelola lembaganya secara otonom baik dalam hal akademik maupun non akademik. Sebenarnya tidak ada yang salah apabila Perguruan Tinggi dibebaskan mencari pendanaan guna memenuhi kebutuhan operasional kampusnya. Yang jadi masalah adalah apabila biaya operasional kampus membengkak, bisa dipastikan bahwa kenaikan uang kuliah tidak dapat terhindarkan. Sehingga, pada masa sekarang, hanya orang-orang yang notabenya 'berduit' yang bisa menikmati bangku kuliah. Mahasiswa kurang mampu juga ikut dibebani biaya pendidikan yang tinggi akibat membengkaknya biaya pengelolaan dari universitas. Hal ini semakin diperparah saat beberapa aktivis mahasiswa berkumpul untuk menyuarakan aspirasinya di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), 12 Desember 2013. Pada hari itu, Ketua MK membacakan putusan bahwa UU No 12 tahun 2012 tidak bertentangan dengan UUD 1945. Suatu kritikan bagi pemerintahan saat ini. Dahulu sewaktu maraknya kampanye pemilu, disebutkan bahwa pemerintahan yang diusung oleh Jokowi-JK berkomitmen membuka akses pendidikan

yang seluas-luasnya kepada seluruh rakyat Indonesia terutama bagi warga miskin. Tapi pada realitanya, sampai detik ini belum ada tanda-tanda akan direvisi UU PT yang menjadi pangkal persoalan liberalisasi pendidikan. Pemerintah pusat justru disibukkan tentang pencabutan Perda yang dianggapnya bermasalah. Sungguh suatu ironi bagi dunia pendidikan nasional. Apabila kita telaah lebih dalam, hal ini sangat bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 alenia 4 bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya, negara harus bertanggung jawab atas sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Indonesia adalah bangsa yang beradab dan memiliki peradaban. Indonesia juga memiliki ideologi yang sesuai dengan sifat dan karakteristik bangsa yaitu Pancasila. Pancasila mengulas terkait keadilan sosial yang mana tidak ada kesenjangan apapun tentang hak dan kewajiban di Indonesia termasuk masalah pendidikan. Semua sama. sungguh sangat disayangkan bahwa sistem pendidikan kita mengiblatkan pada negara lain. Karena memang, itu semua berbeda dan tak pernah sama. Singkat kata, negara harus tetap hadir dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dengan memberikan alokasi APBN untuk menopang operasional kampus sehingga dana mahasiswa untuk membiayai biaya operasional kampus bisa direduksi. Dan pada akhirnya, tujuan negara Indonesia yang telah dibentuk oleh para founding fathers yang telah termaktub dalam pembukaan UUD 1945, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa terpenuhi. Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan unggul tidak hanya sekedar wacana belaka.

Opini

Pendidikan Dulu dan Kini, Pentingkah Itu?

N

*Penulis aktif di forum Mahasiswa Arus Balik.

arasi pendidikan yang berkembang dari dulu hingga kini selalu menarik untuk diperhatikan. Siapapun pasti pernah mengenyam apa yang dikatakan pendidikan. Jangan hanya menganggap pendidikan adalah bentuk formal dari sekolah saja yang harus memiliki gedung, meja, kursi, dan segenap sarana dan prasarana yang ada dalam sekolah namun perlu dipahami pendidikan lebih dari itu. Zaman kolonialisme Belanda dan bahkan jauh sebelumnya, masyarakat bumi Nusantara ini mengenyam pendidikan dengan berguru pada siapapun. “Semua adalah murid, semua orang adalah guru,” ungkapan yang mungkin paling tepat digunakan. Jika ditelisik dari segi makna sebenarnya terjadi perbedaan yang sangat mendasar jika menggabungkan kalimat guru dan murid dalam satu padanan kata. Karena kedua kata tersebut memiliki asal yang berbeda. Guru berasal dari bahasa sansekerta, sedangkan murid berasal dari bahasa Arab. Tapi tidak masalah juga. Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia yang selalu dielu-elukan ketika Hari Pendidikan Nasional, mempunyai konsep pendidikan yang diejawantahkan melalui taman siswa. Dalam taman siswa ala Ki Hajar Dewantara dulu ditafsirkan pendidikan dalam bentuk formal dalam 3 (tiga) hal, yaitu bagaimana bermanfaat untuk diri sendiri, bangsa, dan dunia. Selain itu dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantoro dikatakan mengenai olah raga, olah fikir, dan olah rasa yang ketiganya bertahap dalam pengajarannya. Konsep pengajaran Ki Hajar Dewantara inilah yang kemudian diterapkan dengan seksama oleh Finlandia, bukan Indonesia kini. Termasuk taman siswa yang kehilangan arah dalam melaksanakan konsep Ki Hajar Dewantoro. Selain Ki Hajar Dewantoro adalagi tokoh yang memperhatikan pendi-

Oleh :Bahar Elfudllatsani * *Tulisan ini merupakan hasil diskusi Forum Mahasiswa Arus Balik dengan tema besar “Pendidikan Dulu dan Kini, Pentingkah itu?” yang kemudian diperah menjadi 3 sub tema, yaitu Sejarah Pendidikan, Komersialisasi Pendidikan, dan Pendidikan Ideal.

Pendidikan alternatif yang berkembang sekarang menarik karena mengambil nilai-nilai pendidikan terdahulu. Nah, problem yang dihadapi pendidikan kini adalah komersialisasi pendidikan yang overdosis. dikan, yaitu Kiai Ahmad Dahlan. Kiai Ahmad Dahlan memodifikasi model pesantren dengan lebih modern. Dewasa ini kita melihat pendidikan yang ada di Indonesia terbagi menjadi 2 (dua), yaitu pendidikan yang di setting pemerintah dan pendidikan alternatif. Pendidikan alternatif yang berkembang sekarang menarik karena mengambil nilai-nilai pendidikan terdahulu. Nah, problem yang dihadapi pendidikan kini adalah komersialisasi pendidikan yang overdosis. Taman siswa yang diinisiasi oleh Ki Hajar Dewantoro, Pesantren ala Ahmad Dahlan atau NU, Yayasan ala Katolik, bahkan pendidikan alternatif yang menjadi angin segar untuk perubahan paradigma pendidikan pun sama. Semua telah menjadi komersial. Permasalahannya kembali pada pendidikan/ sekolah, ya harus ada ijazah. Yang kembali menjadikan paradigma kita menjadi penyamaan antara siswa dan buruh. Karena siswa sebagai penimba ilmu hanya berorientasi nilai harus baik.

Pada sejarahnya, pendidikan yang hadir di Indonesia lebih kepada kepentingan kolonialisme pada masa itu. Pendidikan diajarkan untuk tidak kritis. Lebih pada pendekatan militer. Terjadi penyeragaman pada setiap lini mulai dari pakaian dan pola pikir. Lebih parahnya ini menjadikan kehampaan pada ruang berpikir masing-masing pencari ilmu. Diperparah lagi dengan pemberlakuan sks/ pembentukan kurikulum. Tidak terlalu masalah sebenarnya jika tersistematis. Namun, yang menjadi masalah adalah terjadi penyeragaman pola pikir itu. Padahal haruslah kita pahami bersama bahwa pada hakikatnya guru dan murid adalah sama-sama pembelajar. Sekolah akan bingung ketika akan dilaksanakan akreditasi. Renovasi gedung dilakukan, pengetatan sistem, guru-guru rajin, siswa dipaksa nurut, dan lain sebagainya.

Hanya saat akreditasi saja. Setelah itu, ya, kembali seperti semula. Tidak ada nilai yang benar-benar diterapkan. Semua dikelola secara pragmatis. Guru yang menjadi contohpun melanggar nilai. Banyak kasus perkosaan yang dilakukan oleh oknum guru. Guru masih membuang sampah sembarangan. Di sini kapitalisme berperan besar men”setting” pola pendidikan kita yang mendidik siswa layaknya memperlakukan buruh. Tak kalah dengan apa yang dilakukan di tiap jenjang sekolah, universitas yang katanya menjadi ladang untuk membuka pikiran pun sama saja. Kita lihat universitas-universitas kita yang menjadikan kampus luar sebagai patokan keberhasilan universitasnya. Kampus-kampus mulai membuka website untuk mendongkrak peringkatnya agar menjadi yang ternama. Otomatis mahasiswa akan mengalami pemahaman pola pikir yang disamaratakan dengan settingan meniru kampus luar yang nyata-nyata berbeda secara kultural dan sosiologisnya. Perlu disa-

dari bersama oleh kita sekalian bahwa pendidikan adalah sebuah proses. Proses masing-masing kita untuk mencari kebenaran. Lalu mengapa kita menganggap bahwa pendidikan kita mengalami kegagalan? Perlu diketahui bahwa peran keluarga sangat penting. Karena keluargalah yang dikenal pertama kali oleh kita. Terutama orang tua. Namun, orang tua juga menjadi korban dari pendidikan sebelumnya. Pendidikan yang dienyam oleh orang tua kebanyakan sekarang adalah pendidikan yang mengarah pada industrialisasi manusia. Kita perlu mencontoh pendidikan pola Suku Badui atau Samin. Mereka tidak perduli dengan sistem yang diajukan oleh pemerintah. Mereka memiliki pandangan sendiri mengenai sistem pendidikan mereka. Mereka tidak perlu ijazah. Bayangkan saja, pola pendidikan kita yang semua-semua berkiblat ke kota, khususnya Ibukota tercinta, Jakarta. Anak-anak yang hidup di pantai sistem pendidikannya bukan mengajarkan mengenai kearifan laut, namun pendidikan ala kota. Anakanak yang hidup di desa dengan bertani dan berkebun bukan diajarkan mengenai kontur tanah dan tanaman, namun diajarkan pendidikan ala kota. Anak yang hidup di puncak atau kaki gunung bukan diajarkan mengenai mata air dan keindahan alam, namun diajarkan pendidikan ala kota. Hasilnya, tidak ada anak yang hidup di pantai atau pesisir yang ingin menjadi nelayan. Tidak ada anak yang hidup di desa yang ingin menjadi petani. Dan seterusnya. Semua ingin menjadi dokter tak ada yang ingin menjadi pasien. Semua ingin bekerja di perusahaan dengan kantor yang ber-AC tak ada yang ingin menjadi petani, nelayan, ataupun peternak. Semua ingin diindustrialisasikan oleh kapital. Lalu apa yang harus dilakukan?


12

Edisi 111 - September 2016

LIPSUS

Dua bangunan icon baru dua universitas di kota Solo. Gedung rekorat UMS (kanan) bersanding dengan Rumah Sakit UNS (kiri) di jalan Ahmad Yani Tromol Pos 1. Foto: Widy Sertyawan / Pabelan Pos

Komersialisasi Pendidikan Tinggi

Rupa Pendidikan Ala Komersialisasi Reporter: Depi Endang Sulastri dan Ratih Kartika

Tingginya tingkat pendidikan dan taraf kebudayaan masyarakat menjadi barometer bagi pertumbuhan suatu negara. Akan tetapi, bagaimana dapat mencapai pendidikan tinggi apabila biaya pendidikan tersebut mahal dan hanya dapat dinikmati oleh masyarakat golongan ekonomi atas saja?

N

ampaknya, selentingan tersebut pas bila dikaitkan dengan pendidikan yang terjadi saat ini. Dosen filsafat moral di Macquaire University, Ross Poole, mengkritik kapitalisme ketika membahas moralitas di tengah masyarakat komersial. Kritikan tersebut berbunyi “Apa yang dicapai kapitalisme (produksi-konsumsi-komersiali-

sasi) sesungguhnya bukanlah kepuasaan melainkan frustrasi, bukanlah kreativitas dan ketenangan melainkan repetisi tanpa akhir, yang sejenak diselang-selingi kenikmatan sesaat. Modernitas membutuhkan moralitas, tetapi pada saat bersamaan kapitalisme memustahilkannya'. Di tengah masifnya pendidikan tinggi di Indonesia saat ini, seperti dicirikan oleh menjamurnya institusi pendidikan tinggi maka sungguh wajar jika pertanyaan mengenai perdagangan ilmu pengetahuan muncul. Menurut Dosen Universitas Indonesia (UI), Ahmad Syafiq, ilmu pengetahuan milik semua orang (open acces). Maka seharusnya tidak ada jual-beli ilmu pengetahuan dan dengan demikian pendidikan adalah hak setiap orang.

Anggota Cak Tarno Institute dan alumnus University of Queensland, Australia, tersebut memberikan contoh di Amerika Serikat. Sektor swasta Perguruan Tinggi di sana tum-buh pesat. Ivy League, kumpulan universitasuniversitas bergengsi di AS, didominasi oleh PTS seperti Harvard, Yale, dan Cornell. Biaya kuliah di PTS-PTS tersebut sangatlah mahal. “Tetapi apakah ilmu pengetahuan diperjualbelikan? Jawabnya tetap saja tidak. Ijazah bisa diperjual-belikan tetapi ilmu pengetahuan bukan komoditas yang bisa dikemas lalu dijual ketengan. Ilmu pengetahuan harus diperoleh melalui serangkaian aktivitas kreatif dari pencari kebenaran,” tulisnya dalam tanggapan terhadap tulisan Teuku Kemal Fasya, Kamis (4/8).

Tetapi apakah ilmu pengetahuan diperjualbelikan? Jawabnya tetap saja tidak. Ijazah bisa diperjual-belikan tetapi ilmu pengetahuan bukan komoditas yang bisa dikemas lalu dijual ketengan. Ilmu pengetahuan harus diperoleh melalui serangkaian aktivitas kreatif dari pencari kebenaran,

Pendidikan Tinggi

Pintu Komersialisasi Pendidikan Tinggi

membutuhkan pemasukan lebih besar untuk menutupi biaya operasional. Sumber utama pemasukan untuk biaya operasional berasal dari biaya operasional pendidikan mahasiswa. Pada RKA UI tahun 2015, perbandingan anggaran pemasukan biaya pendidikan (BP) dan non-biaya pendidikan (non-BP) yaitu 64% dan 36% (BK, MWA UI UM 2015). Penyesuaian (kenaikan) biaya pendidikan merupakan konsekuensi logis ketika UI memiliki kebutuhan dan rencana pengeluaran yang tinggi, sementara kemampuan memperrdiansyah memaparkan bahwa pendi- oleh sumber pendapatan masih rendah. Pasal dikan tinggi sebagai sebuah komoditas 12 ayat 1 PP No.152 tahun 2000 menyebutkan adalah sebuah keniscayaan, dalam bahwa sumber pendapatan penyelenggaraan artian universitas perlu 'menghidupi' dirinya universitas berasal dari pemerintah, masyasendiri melalui pemaksimalan potensi ventura rakat, pihak luar negeri, serta usaha dan tabuataupun pembukaan program studi yang seda- ngan universitas. Secara sederhana, sumber ng populer (baca: dibutuhkan dalam industri), pendapatan tersebut dapat dipahami ke dalam sehingga dapat mendatangkan banyak profit tiga bentuk, antara lain, APBN, yaitu sumber untuk pengelolaan universitas. Inilah yang ke- pemasukan yang berasal dari dana pemerintah; mudian dinamakan sebagai komersialisasi pen- Biaya Operasional Pendidikan (BOP), yaitu didikan tinggi. Di titik otonomi yang paling eks- sumber pemasukan yang berasal dari uang trem, pendidikan tinggi dijadikan sebagai suatu kuliah mahasiswa atau dana masyarakat; dan perusahaan yang murni ditujukan untuk men- ventura, yaitu sumber pemasukan yang berasal dari dana usaha bisnis dan kerjasama. Empat cari keuntungan. sumber pendapatan tersebut merupakan yang Alldo Fellix J., mengatakan bahwa peningkatan biaya pendidikan dan korporasi merupa- paling berkontribusi dalam pemasukan kan indikasi dari komersialisasi. Tren kenaikan anggaran UI (BK MWA UI UM 2015). Pada tahun ini, Universitas Gadjah Mada biaya pendidikan telah menjadi rahasia umum. Universitas Sebelas Maret (UNS), misalnya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun 2016 naik 7%. Info Grafis Hal tersebut dinilai menyesuaikan inflasi yang terjadi rata-rata 7%-9%. Perolehan Biaya Data: Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BPOTN) Sumber Ÿ Ardianyah, Arya. Rifqi Alfian, dan Daya Cipta S. 2015. Reposisi Sikap Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur pada tahun 2016 hanya sebesar 41 Milyar, Mahasiswa tentang Otonomi Pendidikan Tinggi: Konteks Indonesia. Jakarta: Univeristas Indonesia. turun 11 Milyar dari tahun 2015 yang mencapai Ÿ Universitas Allo Felix Januardy. 2014. “Pengaruh Neoliberalisme Terhadap Korportaisasi dan Komersialisasi Universitas Publik: Studi Kasus 52 Milyar. Universitas Indonesia”. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia, Di UI pun inflasi berpengaruh terhadap 2014. Ÿ Badan Kelengkapan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia beban operasional, terutama gaji dosen, tenaga Unsur Mahasiswa. 2015. “Kenaikan Biaya Pendidikan Universitas Indonesia Tahun 2016”. Jakarta: UI kependidikan, dan pejabat struktural. Saat ini Ÿ Badan Kelengkapan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa. 2015. “Optimalisasi Ventura Universitas beban operasional UI berjumlah 1,4 Triliun, Indonesia”. Jakarta: UI atau 72% dari total pengeluaran UI. Artinya UI Ÿ Effendi, Sofian, “Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Pada konteks pendidikan tinggi di Indonesia, dikenal istilah otonomi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Otonomi pendidikan tinggi, pada hakikatnya dapat diturunkan menjadi tiga hal yakni desentralisasi, privatisasi, dan komersialisasi. Tiga hal tersebut berakar dari fenomena global dalam bentuk liberalisasi. Liberalisasi dalam konteks pendidikan tinggi, berarti pendidikan tinggi sebagai sektor jasa dimasukkan ke arus pasar bebas.

A

Arus Anggaran Universitas Indonesia

(UGM) memilih tidak menaikkan UKT. Mahasiswa S1 semester VIII dan mahasiswa D3 semester VI membayar UKT sebesar 50% dari UKT yang ditetapkan. Sementara pada tahun 2015, UKT program studi Biologi dinilai tidak logis karena rentang Kelompok II-III cukup jauh yaitu Kelompok II sebesar Rp 1.000.000, Kelompok III sebesar Rp 5.500.000 begitu seterusnya ke atas sampai Kelompok VI sebesar Rp 11.000.000. Sebelumnya, sempat tersebar rumor UGM akan menaikkan UKT. “Mungkin jaman sekarang mahasiswa menyebutnya cara politis membuat komersil, termasuk di antaranya itu mahasiswa-mahasiswa yang lulus semesternya di atas delapan,” terang Faiq Hilmi, Kementerian Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa BEM KM UGM. Antisipasi yang dilakukan BEM KM UGM adalah membuat pos advokasi. “Sejak saat UKT diterapkan kita langsung membuat pos advokasi. Pos advokasi itu sifatnya kayak buat ngadu mahasiswa baru,” tambah mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran tersebut.

Komersialisasi Mulai Merambah PTM Menilik semboyan Ahmad Dahlan yang berbunyi “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, dan jangan hidup di Muhammadiyah” saat ini terlihat kabur. Pasalnya, komersialisasi pendi-

dikan mulai masuk di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM). Dampaknya, komersialisasi bisa merusak niat orientasi para guru untuk mengajar. Mengajar peserta didik hanya dilakukan untuk meraup uang semata. “Kalau mengajar adalah bagian dari jihad di Islam. Guru itu bukan profesi tetapi mujahid,” urai Daryono Soebagiyo. Pengelolaan PTM, UMS misalnya, dan PTN yang telah disebutkan di atas memiliki perbedaan. Di UMS, masyarakat (mahasiswa-red) yang membayar UMS. Oleh karena itu, haruslah terjadi kedekatan dengan masyarakat ataupun stake holder di sana. “Jadi, hal yang paling penting adalah pelayanan yang harus diutamakan. Karena semua perguruan tinggi nantinya akan menjadi university riset,” jelas dosen Fakultas Ekonomi Bisnis tersebut. Daryono menambahkan, perlu adanya badan pengawas intensif yang benar-benar mengawasi jalannya dana untuk lembaga pendidikan. Tentu diikuti oleh anggota badan pengawas sendiri yang tidak 'nakal'. Oleh karena itu, model pendidikan harus berpihak kepada kaum menengah ke bawah. Model pendidikan yang bertujuan untuk membebaskan dari segala bentuk ketertindasan.


13

Edisi 111 - September 2016

LIPSUS Perubahan PTS ke PTN

(Ber) Gantinya PTS Ke PTN

Ilustrasi: Yunia Maharani Utami / Pabelan Pos

Reporter: Muhammad Taufik dan Eling Widiatmoko

Modernisasi Sistem Pendidikan

I

de institusionalisasi universitas di Indonesia dicetuskan oleh Nugroho Notosusanto. Rektor Universitas Indonesia (UI) pada 1982-1983 itu mengungkapkan bahwa institusionalisasi diperlukan karena universitas dipandang harus memberikan sesuatu yang konkret di masyarakat sekaligus memodernkan sistem pendidikan Indonesia yang dianggap telah usang. Hal tersebut diungkapkannya saat wawancara dengan awak redaksi majalah Prisma (6/6/1982). Gagasan institusionalisasi tersebut kemudian mendorong lahirnya berbagai macam perubahan model Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Dari PTN-BLU sampai PTN-BH. Lalu, yang terbaru adalah perubahan status universitas swasta menjadi universitas negeri.

Perubahan tersebut dinilai telah representatif dengan gagasan institusionalisasi. Perubahan universitas swasta menjadi negeri merupakan suatu upaya untuk memodernisasi sistem pendidikan Indonesia yang menjadi cita-cita dari institusionalisasi. Pada dasarnya, problematika pendidikan Indonesia adalah masalah privilease (akses). Pemerataan akses pendidikan akan membuka peluang masyarakat dalam mengenyam bangku pendidikan. Adanya institusionalisasi, universitas diharapkan semakin membuka akses pendidikan ke masyarakat dan dapat menyentuh sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat. Berawal dari problematika tersebut, tercetuslah ide perubahan status swasta menjadi negeri. Tahun ini, perubahan tersebut mulai

Proses Peralihan PTS menjadi PTN

D

ilansir dari Kompas.com, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era SBY, Muhammad Nuh mengatakan bahwa proses konversi PTS ke PTN memerlukan syarat dan waktu tertentu. Konversi PTS ke PTN bagi politeknik diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara untuk universitas, harus ada surat Keputusan Presiden dan berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Sekretaris Negara. Adapun sebagai contoh perubahan status PTS ke PTN ialah Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UPN Veteran) di wilayah V, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). UPN Veteran adalah satu dari 29 PTS yang dinegerikan. Pada proses akuisisinya UPN Veteran diberi tiga opsi. Pilihan pertama adalah menjadi PTN di bawah Kementerian Pertahanan (Kemenhan), kedua, PTN di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) atau tetap menjadi PTS. Berdasarkan kajian akademik, jika UPN Veteran menjadi PTN di bawah Kemenham maka mata kuliah yang diajarkan tentang pertahanan. Di sisi lain, apabila tetap menjadi PTS maka harus membuat Memorandum Of Understanding (MOU) dengan pemerintah mengenai penyewaan lahan. Hasil audit tim BPK menemukan bahwa

beberapa aset negara telah digunakan UPN Veteran untuk proses belajar mengajar. Pada ahirnya UPN Veteran menginduk pada Kemendikbud, hal tersebut karena Kemendikbud merupakan kementerian yang sesuai dengan program studi yang diselenggarakan di UPN Veteran. “Ya, banyak seperti gedung-gedung yang awalnya dibangun pihak Kementerian Pertahanan, detailnya saya tidak hafal. Soal fasilitas negara yang dipakai menjadi temuannya BPK, ya harus diatur kembali kalau tidak, berarti swasta menggunakan fasilitas negara tanpa adanya keterangan,” terang Bambang Supriyadi. Bambang menambahkan bahwa proses perubahan status PTS ke PTN telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 95 tahun 2014 tentang pendirian, perubahan, dan pembubaran PTN serta pendirian, perubahan, dan perubahan PTS. Pendirian PTN dan PTS diusulkan oleh badan penyelenggara dengan beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut mencakup mempunyai lahan yang bersertifikat atas nama badan penyelenggara; mengalihkan hak atas lahan tersebut kepada pemerintah; menyerahkan aset milik badan penyelenggara kepada pemerintah; membuat surat pernyataan bahwa dosen dan tenaga kependidikan pada badan penyelenggara yang bertugas di PTS tidak menuntut untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan membuat

digencarkan dengan tujuan pemerataan akses pendidikan. Pemerintah telah memutuskan 36 Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB). Dari jumlah tersebut, 29 diantaranya berasal dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang dirubah menjadi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan sisanya adalah Perguruan Tinggi (PT) baru. Proses peralihan status dari PTS ke PTN tersebut telah dimulai sejak lima tahun lalu. Ketua Kopertis wilayah V Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES., DEA., mengungkapkan bahwa perubahan PTS menjadi PTN di beberapa daerah selain untuk modernisasi sistem pendidikan tinggi, ditujukan pula untuk memeratakan akses pendidikan di tempat yang belum terdapat PTN. “Kita tahu secara umum masyarakat masih sangat tertarik untuk masuk ke PTN daripada ke PTS. Nah, kalau tujuannya terkait pemerataan pendidikan itu memang benar,” terangnya saat di temui Pabelan Pos di kantornya, Yogyakarta. Selain itu, adanya akuisisi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dan rele-

surat pernyataan kesanggupan badan penyelenggara yang bertugas di PTS yang didirikan sebelum dibiayai oleh pemerintah secara penuh. Pada akhirnya, peralihan status semua PTS dengan syarat yang telah disebutkan tersebut menemui kendala, seperti untuk urusan serah terima aset, lahan, dan status kepegawaian. Sampai saat ini, peralihan status dan sistem penggajian ribuan pegawai itu belum dipastikan. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dilansir dari Kompas.com mengungkapkan bahwa ada usulan yang muncul untuk menjadikan pegawai dari PTS yang akan berubah menjadi PTN sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Selain itu, ada wacana bahwa pegawai yang berusia di bawah 35 tahun bisa menjadi PNS dengan mengikuti tes. "Jadi P3K sampai pensiun, kalau dosen sampai usia 65 tahun, pegawai administrasi sampai usia 58 tahun," ucap Nasir. N a s i r m e l a n j u t ka n , d a e ra h - d a e ra h tertinggal, terdepan, dan terluar akan diberi kesempatan untuk mengajukan perubahan status PTS menjadi PTN. Kebijakan tersebut diambil dalam rangka menjaga keseimbangan. Kendati demikian, terdapat beberapa PTS yang dinegerikan berada di kota-kota besar yang terdapat PTN-nya seperti Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, dan Medan.

vansi penelitian ilmiah serta pengabdian kepada masyarakat untuk pembangunan nasional. Harapan dari penambahan perguruan tinggi adalah peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi. Anggapan tentang peminat PTN lebih banyak daripada PTS dari beberapa daerah inilah yang mendorong perubahan status PTS ke PTN. “Sehingga jika ada PTN di daerah tertentu peningkatan APK atau penyerapan masyarakat yang mau masuk ke PT menjadi lebih banyak,” tambahnya. Pengamat Pendidikan, Darmaningtyas memandang bahwa peralihan status PTS ke PTN kurang tepat, apalagi bila dilakukan di Jawa. Misalnya, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, semula adalah PTS dan kini berubah menjadi PTN dan kondisi tersebut menyebabkan banyak mahasiswa berbondong-bondong masuk ke PTN. Ia menambahkan bahwa penegerian PTS di Jawa telah mendorong urbanisasi ke pulau terpadat di Indonesia tersebut.

Jumlah Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia 24

30

7 Wilayah I (Sumatera, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Barat)

17 20

Wilayah II (Jawa Tengah, DI Yogyakarta)

13 14

Wilayah III (Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan)

2012-2014

10

2015

Wilayah IV (Sulawesi, Maluku, Papua)

Sumber: Litbang Kompas


14

Edisi 111 - September 2016

WAWANCARA

Foto: Verlandy Donny Fermansah/Pabelan Pos

Koordinator Kopertis Wilayah V Kemenristekdikti, Bambang Supriyadi:

Dilema Pemerataan Pendidikan Tinggi Reporter: Verlandy Donny Fermansah & Darlin Rizki Data Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menyebutkan sepanjang tahun 2010-2014 terdapat 29 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang dirubah statusnya menjadi negeri. Selain itu, ada tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) baru yang didirikan. Total, ada 36 PTN baru. Pemerintah berdalih upaya tersebut untuk pemerataan pendidikan di Indonesia.

Pendirian PTN itu berada di wilayah yang tidak ada PTN-nya, misalnya seperti kepulauan Riau. Jika didirikan PTN di wilayah itu maka para pelajarnya tidak harus melanjutkan pendidikan keluar wilyah seperti ke Padang, Jawa, dan sebagainya. Tetapi cukup di wilayah itu sendiri. Namun seperti UPN Veteran jadi negeri itu sebenarnya sejarahnya agak berbeda,” Berbeda seperti apa? emerintah mengkliem, program pene“UPN Veteran itu didirikan oleh yayasangerian PTS tersebut diprioritaskan di nya (Yayasan Kejuangan Panglima Besar daerah-daerah terluar, terdalam, dan Sudirma-red) dari orang-orang Purnawiratertinggal serta mampu meningkatkan pen- wan, Kementrian Pertahanan dan Teknologi. daftar empat kali lipat. Namun, perubahan Nah, dalam perjalanannya karena dia bukan status di Universitas Pembangunan Nasional milik kementerian, akan tetapi milik yayasan, (UPN) Veteran Yogyakarta menjadi bias ketika maka dia menjadi PTS. Lima tahun yang lalu, dilakuan di kota pelajar yang telah berdiri tiga audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) PTN. Status kepegawaian para dosen dan menyatakan UPN banyak menggunakan tenaga pendidikan PTS menjadi PTN yang fasilitas negara yang dulunya berasal dari belum jelas turut menjadi soal. Berikut wa- Kementerian Pertahanan yang tidak memiliki wancara eksklusif Pabelan Pos dengan Koor- kontrak kerjasama atas penggunaan fasilitas dinator Kopertis Wilayah V Kemenris- tersebut. Itukan tidak boleh. Karena hal itu, tekdikti, Bambang Supriyadi, akhir Juni lalu. UPN sebagai PTS bersalah karena menggunakan failitas negara. Jalan tengah yang muncul Kemenristekdikti telah moratorium pro- saat itu UPN jadi negeri atau tetap swasta ses lanjut PTS ke PTN sampai waktu yang menggunakan model (operasional kegiatan belum ditentukan. Bagaimana sebenarnya perkuliahan-red) kerjasama dengan menyewa kebutuhan PTN saat ini? asetnya negara. Pimpinan UPN terancam “Dari sisi keinginan pengembangan sebab merugikan negara. perguruan tinggi, sebenarnya kebutuhannya Fasilitas yang digunakan pihak UPN Veteritu lebih pada peningkatan APK (Angka an itu seperti apa? Partisipasi Kasar). Jika Perguruan Tinggi lebih “Ya, banyak seperti gedung-gedung yang banyak harapannya tingkat APK akan mening- awalnya di bangun pihak Kementerian kat. Kita mengetahui dari penduduk Indo- Pertahanan, detalinya saya tidak hafal. Soal nesia yang berumur mahasiswa yang masuk fasilitas negara yang dipakai menjadi temuanke perguruan tinggi itukan masih kurang dari nya BPK, ya harus diatur kembali kalau tidak, 30%, jadi pemerintah ingin paling tidak 30% berarti Swasta menggunakan fasilitas negara atau lebih,” tanpa adanya keterangan,” Pemerintah berdalih adanya perubahan Adakah penyebab lain kenapa UPN PTS menjadi PTN sebagai upaya pemerataan Veteran menjadi PTN? pendidikan, setujukah anda? “Tidak ada. Penyebabnya hanya itu saja “Kita tahu secara umum masyarakat yang saya ketahui. Sehingga dia (UPN Veteranmasih sangat tertarik untuk masuk ke pergu- red) khawatir apa harus dinegerikan saja atau ruan tinggi negeri dari pada ke PTS. Nah, kalau tetap swasta tapi dengan jalan sewa. Lalu tujuannya terkait pemerataan pendidikan itu pilihanya jadi negeri, seperti itu,”. memang benar. Saat itu, apakah UPN Veteran sudah siap Bagaimana anda melihat kebijakan peru- menerima koordinasi dari kementerian jika bahan PTS tersebut?

P

berubah menjadi PTN? “Pada saat diresmikan dan berubah jadi PTN, dia (UPN Veteran-red) sementara masih ada ketergantungan dengan Kopertis dalam waktu kira-kira satu tahunan. Tapi sekarang UPN sudah menjadi stager sendiri, sehingga anggaran dari pemerintah sudah ada”. Lalu siapa yang mengusulkan PTS untuk menjadi PTN? “Permendikbud No. 95 tahun 2014 telah diatur, tentang pendirian perubahan perguruan tinggi dari PTS ke PTN, termasuk pencabutan ijin. Pendirian PTN yang berasal dari PTS itu syaratnya diusulkan oleh badan penyelenggara. Adakah syarat lain? Surat itu diusulkan dengan syarat mempunyai lahan bersertifikat atas nama badan penyelenggara; mengalihkan hak atas lahan tersebut kepada pemerintah; menyerahkan aset yang berupa sarana dan prasarana milik badan penyelenggara dan diserahkan kepada pemerintah; membuat surat pernyataan bahwa dosen dan tenaga kependidikan pada badan penyelenggara yang bertugas di PTS tidak menuntut untuk diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil; membuat surat pernyataan kesediaan badan penyelenggara atas syarat-syarat tesebut; dan memperoleh surat pernyataan pemerintah daerah setempat untuk membiayai penyelenggaraan PTN yang didirikan untuk sementara sebelum dapat dibiayai oleh pemerintah secara penuh. Kemudian juga untuk pendirian PTN harus meminta rekomendasi kepada lembaga layanan pendidikan tinggi di wilayah PTN baru yang akan didirikan. Dana pendidikan Perguruan Tinggi turun, dan angka penerima beasiswa seperti Bidikmisi turun. Satu sisi pemerintah banyak mengubah PTS ke PTN, bagaimana Anda melihat ini? “Kalau dari sisi beasiswa sebenarnya tidak bisa dikaitkan secara langsung, karena beasiswa seperti Bidikmisi itu dari dulu kan sudah dianggarkan baik di PTS maupun PTN. Hanya saja kalau untuk PTN alokasinya langsung dari Pemerintah, tapi kalau PTS

alokasinya dilihat dari Kopertis terlebih dahulu baru didistribusikan ke PTS. Nah, jika setahun ini terjadi penurunan itu bukan karena adanya PTN baru tetapi entah karena alasan apa, yang jelas untuk tahun ini jauh dari yang dulu pernah ada,”

Lalu, mengapa hal tersebut terjadi? “Faktornya begini, jadi pemerintah mengalokasikan anggaran ke Kemenristekdikti itu turun dari anggaran sebelumnya sewaktu masih bernama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dulu waktu Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-red) anggaran itu dibagi untuk Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi berapa, untuk Pendidikan Menengah Dasar, dan sebagainya. Nah, saat menjadi Kemenristekdikti, dana dialokasikan ke kementerian itu justru bukan menjadi bertambah tapi malah secara nominal kurang dibandingkan pada saat dulu waktu menjadi Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. Bahkan termasuk PTN, kalau ada alasan karena dialokasikan ke PTN baru itu tidak. Karena awalnya BOPTN itu juga dikurangi atau bahkan mungkin ditiadakan. Kemudian beasiswa di kurangi. Jadi tidak ada hubunganya secara langsung. Tapi yang jelas BOPTN itu tidak mungkin di tiadakan,” Kemudian hal lain yang menjadi soal adalah status kepegawaian di PTS setelah menjadi PTN, bagaimana penyelesaian ini? “Dia (dosen-red) yang bukan PNS itu bukan berarti tidak bekerja. Dia tetap bisa diangkat sebagai dosen tetap. Dosen-dosen tersebut tetap bekerja sesuai dengan bidang ilmunya. Hanya memang sesuai syarat (perubahan PTS ke PTN-red) dia tidak bisa menuntut untuk diangkat sebagai PNS atau dia tetap sebagai dosen di situ tapi tidak sebagai PNS. Perguruan Tinggi Negeri tidak semua dosennya otomatis PNS, itu yang semestinya dulu di sosialisasikan. Meskipun itu menjadi suatu kelemahan dan menjadi keributan, Dia tetap bisa berkarir, naik pangkat, mau menjadi guru besar juga bisa tetapi bukan sebagai ASN atau PNS tetapi dia dosen tetap di perguruan tinggi.”


15

Edisi 111 - September 2016

GAYA HIDUP Prokrastinasi

Virus Akademik di Kalangan Mahasiswa Reporter: Ummu Azka Amalia Hal yang lumrah jika mahasiswa sering mengatakan “sedang dikejar deadline” atau mengeluhkan tugas yang menumpuk. Mereka lekat dengan kata-kata manajemen diri, baik berupa waktu, keuangan, maupun asmara. Hal itu menjadi sebuah tantangan tersendiri, seperti yang diungkapkan Steele.

T

erlebih bagi mahasiswa angkatan pertama yang baru saja melepas seragam putih abu-abu. Rasa penasaran dengan dunia yang sudah dinanti-nanti itu timbul dengan kuat dimana banyak pengalaman baru yang ingin dicoba, tanpa adanya peraturan yang mengikat layaknya pelajar menengah. Berkumpul dengan banyak kalangan dilakukan sebagai ajang untuk mencari jati diri serta minat dan bakat yang dimiliki. Berbagai macam karakter pun mulai terbentuk tergantung pada proses yang dilalui, dengan siapa dan di mana dia bergaul. Mahasiswa yang pandai mengatur diri akan dengan mudah menjalani dinamika kehidupan kampus. Namun sebaliknya, mahasiswa yang tidak mampu mengendalikan diri dan kurang dapat menyeimbangkan kebutuhan antara tugas akademik dan non akademik akan terjangkit virus akademik, seperti prokrastinasi. Prokrastinasi merupakan perilaku yang tidak efisien dalam penggunaan waktu dan adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai pekerjaan ketika menghadapi suatu tugas. Dalam lingkup pendidikan fenomena ini disebut dengan prokrastinasi akademik. Moordiningsih mendefinisikan perilaku prokastinasi akademik sebagai kecenderungan

Foto: Verlandy Donny/Pabelan Pos

Tubuh seorang pekerja sangat ideal dalam membangun web nomological prokrastinasi, tapi memerintahkan tubuh untuk menyelesaikan pekerjaan adalah sebuah tantangan, (Steele)

seseorang untuk menunda memulai atau menyelesaikan tugas karena melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan. “Sampai ada quotes, don't delay until tomorrow what we can do today,” terang dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ini. Selain itu, ada beberapa ciri prokrastinasi lain yang disebutkan Gufron dalam jurnalnya. Antara lain penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan

Kebiasaan

Say No to Procrastination! M

ahasiswa yang membiasakan dirinya dengan sifat menunda-nunda tidak lebih bagai seorang yang kecanduan obat-obatan. Semakin lama dirasakan semakin merasa nikmat, tidak ada pengaruh yang terlalu jelas pada awal mula pemakaian, tapi pada akhirnya jika sudah mencapai titiknya akan merasakan penyesalan dan ketika ingin berubah membutuhkan tekad yang kuat karena sudah terlalu nyaman berada dalam zona tersebut. Apabila kebiasaan menunda ini muncul pada mahasiswa, tentu akan memberikan dampak negatif di bidang akademik. Bertambah lamanya masa studi merupakan salah satu indikasi dari prokrastinasi akademik. Hal itu dirasakan RP, ia menceritakan pengalaman hidupnya selama lima tahun kuliah. Mahasiswa semester sepuluh ini menyesal, karena tidak dapat mengoptimalkan waktu kuliah dengan baik. RP mengaku lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dengan teman, seperti nongkrong, bermain play station atau terlena dengan suatu hal baru yang lebih menarik. “Ada hal-hal baru yang lebih menarik saya, terus ada temen-temen baru juga, jadi kayak seolah-olah kuliah itu

nomer dua,” paparnya. RP tidak hanya menyesal, dampak yang dirasakan pun beragam. Mulai dari tugas kuliah dan organisasi yang terbengkalai hingga nilai yang anjlok. “Udah banyak temen-temen saya yang lulus. Bahkan udah disalip sama adik tingkat, hla kan yo lucu to?” ungkap RP. Ia pun menyadari bahwa kuliah sebenarnya merupakan amanah dari orang tua yang seharusnya jangan sampai dilupakan. “Mau enggak mau kalau sudah telat, ya kayak saya ini, udah semester sepuluh baru sadar,” tutupnya. Mengambil ibrah dari pengalaman orang lain adalah salah satu cara untuk memperbaiki diri sendiri agar tidak terjerumus ke dalam hal yang serupa. Dan setiap penyakit pasti ada obatnya. Motivasi dari dalam diri sendiri sangat diperlukan demi mengubah kebiasaan yang sudah mendarah daging. Kemampuan manajemen diri, membuat skala prioritas pekerjaan, fokus pada tujuan, merupakan upaya untuk meminimalisasi prokastinasi di samping motivasi dari lingkungan sekitar individu yang mempunyai pengaruh besar dalam dirinya.

kinerja aktual. Moordiningsih pun menjelaskan bahwa pelaku prokrastinasi atau prokrastinator sering menghindari tanggung jawab dan tidak mudah dalam membuat suatu keputusan. Kepribadian yang terbentuk dari sikap menunda-nunda berawal dari kurang adanya motivasi internal individu atau komitmen yang kuat untuk mengerjakan tugas. Faktor eksternal individu (lingkungan) juga sangat berpengaruh dalam perkembangan gejala ini. Seorang prokastinator akan semakin sulit untuk mengelola self control-nya. Pengerjaan tugas yang selalu tidak tepat waktu akan memengaruhi proses penyelesaian tugas, seperti perasaan tertekan yang muncul karena terburu-buru dengan deadline yang semakin dekat. Menurut Ackerman dan Gross penundaan pekerjaan berhubungan dengan faktor perilaku pribadi, seperti kurangnya motivasi, kekurangan dalam self regulation, locus of control eksternal, perfeksionisme, disorganisasi, dan manajemen waktu yang buruk. Setidaknya, terdapat enam area akademik untuk melihat jenis-jenis tugas yang sering diprokrastinasikan mahasiswa menurut Solomon dan Rorthblum, anatara lain tugas mengarang, belajar menghadapi ujian, mem-

baca, kinerja administratif, menghadiri pertemuan, dan kinerja secara keseluruhan. Banyak dari para prokastinator yang mengatakan, “Ngerjain tugas itu enaknya kalau mepet, idenya bisa keluar, jadi bisa cepat selesai”. Sejatinya kata-kata yang diucapkan tersebut tidak selaras dengan hatinya dan hanya sebagai bentuk dorongan untuk menghindari pikiran negatif dan kecemasan saat menyelesaikan tugas. “Jika sudah seperti ini, sistem yang paling ampuh untuk menyelesaikan tugas dalam waktu sesingkatsingkatnya, sistem kebut semalam (sks), merelakan waktu istirahat demi menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan pagi harinya,” tutur Moordiningsih. Berbeda dengan mahasiswa yang bisa mengerjakan tugas lebih cepat sehingga tidak merasakan beban yang mendalam, mahasiswa yang hanya memikirkan hasil dengan cara kerja yang terlalu memforsir kerja otak yang terbatas akan menyebabkan stres akibat pikiran yang berlebih.


16

Edisi 111 - September 2016

WAJAH

Yadi Purwanto

Mengenang Tokoh Psikologi Islam UMS Who Lives in Our Heart Reporter: Zulfa Rahmatina

Minggu sore di awal bulan Mei, kampus menara diselimuti duka. Kabar dari Rumah Sakit Dustira, Cimahi, Bandung, tentang meninggalnya salah satu tokoh psikologi islam, melesat dengan cepat. Broadcast di berbagai media sosial hingga media nasional, turut mengabarkan kepergian sosok yang dikenal begitu cerdas. Senja itu, salah satu pendiri mentoring UMS, Dr. Yadi Purwanto Psi. MM, dipanggil Yang Maha Kuasa setelah sempat tidak sadarkan diri beberapa hari karena pecahnya pembuluh darah di bagian kepala.

Mentoring UMS Tertuang dari Pemikirannya Lingkaran-lingkaran itu melangitkan tasbih, melazimkan dzikir yang menggema di seluruh sudut fakultas kampus menara. Perkumpulan itu, sedang menyibak lebih jauh lautan ilmu agama Islam. Mentoring, kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap Sabtu pagi di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tidak terlepas dari peran lelaki yang lahir di Bandung, 28 Agustus 1966, disamping para penggagas lain. Almarhum pun telah menggagas kegiatan serupa di berbagai tempat dan sudah memulainya sejak masa remaja. Gagasan ini bagi civitas akademik UMS dirasa begitu brilian karena mentoring dinilai dapat mengatasi permasalahan sebagian mahasiswa yang masih buta huruf hijaiyah dan rendah wawasan keislamannya. Mento-

ring menurut dosen Psikologi, Susatyo Yuwono merupakan program UMS yang mampu menjawab kebutuhan mahasiswa sehingga memiliki ruh Islam dan berhasil menjadi model di PTM lain. Rekan kerja yang telah mengenal almarhum selama tujuh belas

mahasiswa menghadapi kuliah itu gampang. Yang paling luar biasa, adalah ketika mahasiswa itu bisa berkontribusi dalam dakwah. Ini yang penting dan menjadi poin plus. (Yadi Purwanto) tahun itu juga mengungkap bahwa salah satu pionir Psikologi Islam tersebut adalah orang yang paham tentang Islam. “Sebagai pemimpin, beliau tegas dan bisa memberi contoh. Sebagai teman, menyenangkan dan suka membantu. Beliau mudah diajak kerjasama. Dalam keilmuwan, beliau cerdas dan menguasai banyak teori Psikologi. Beliau orang yang sederhana dan rendah hati, namun kalau berbicara tegas,” papar Susatyo. Senada dengan Susatyo, Chandra Irawan mengungkapkan bahwa mentoring juga memberikan keleluasan bagi para pementor untuk mengembangkan ilmu keislaman. “Mentoring bisa memperbaiki hal itu,” ujar pementor dari Fakultas Psikologi ini. Chandra menggambarkan almarhum sebagai sosok yang selalu ditunggu ceramahnya oleh para mahasiswa. Almarhum biasanya menyampaikan materi sampai larut malam namun kejenuhan sama sekali tidak terihat dari jamaah. Hal itu karena almarhum memiliki cara pandang yang berbeda dengan dosen lain mengenai ilmu psikologi islam dan lebih blak-blakan. “Inilah yang menarik bagi kami sebagai mahasiswa,” ungkapnya. “Pesan dari beliau yang masih saya ingat itu, mahasiswa menghadapi kuliah itu gampang. Yang paling luar biasa, adalah ketika mahasiswa itu bisa berkontribusi dalam dakwah. Ini yang penting dan menjadi poin plus,” kenang Chandra. Triyani pun mengatakan hal yang sama,

Foto:facebook.com/yadi.purwanto.3

D

uka masih menggenang saat Pabelan Pos mendatangi kediamannya di daerah Mojosongo, Jebres. Kenangan tentang almarhum tersibak dari paras cantik Triyani beriring desir angin yang menyelusup di celahcelah ranting pohon jambu jamaica dan dedaunan anggur yang membuat kesan teduh serta menenangkan. Rumah itu dikelilingi dua puluh lima petak kamar kos yang pada mulanya digunakan sebagai kamar rehabilitasi pengguna narkoba. “Ini ujian yang berat bagi umi. Semuanya masih terasa seperti mimpi,” terang Triyani yang mengaku setiap hari selama empat puluh hari kepergian sang suami masih terus mengunjungi makamnya di dekat pondok pesantren Islamadina Karanglo, Tawangmangu dengan air mata berlinang. Ia juga mengisahkan bahwa suaminya masih teramat sehat sebelum keberangkatan ke Bandung untuk suatu keperluan keluarga. Sebelumnya, almarhum sempat berpamitan dan meminta maaf kepada sesama rekan kerjanya di kantor. “Perjalanan meninggalnya bapak itu seperti skenario yang sudah diketahui tetapi tidak disampaikan ke umi,” tuturnya dengan napas yang berderak. Saat hari kepergiannya, ribuan pelayat dan ucapan belasungkawa terus mengalir dari berbagai kalangan seperti Asosiasi Psikologi Islam (API), Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan setiap orang yang mengenal sosok yang dikenal suka berorganisasi dan memiliki pemikiran tentang Islam dan psikologi ini. “Alhamdulillah banyak yang sayang ke Bapak,” kata wanita yang telah menemani almarhum selama dua puluh lima tahun ini.

Yadi Purwanto 1966-2016 jika dakwah merupakan tujuan hidup almarhum. Ia ingin mencari kesempurnaan hidupnya dengan cara seperti itu. “Sudah tabiatnya bapak untuk ingin menyebar kebaikan, seperti dakwah di mana-mana. Sudah dari kecil seperti itu,” katanya. Almarhum juga telah memulai gagasan lainnya yaitu pembangunan pesantren untuk rehabilitasi narkoba di Tawangmangu. Pembangunan itu sudah sampai tahap pembangunan masjid bercat hijau berlantai tiga dan digunakan sebagai tempat singgah para wisatawan yang mengunjungi Tawangmangu. “Ya alhamdulillah karena pinggir jalan. Sekarang hanya bisa mendoakan bapak, semoga bisa menjadi amal jariyah yang terus mengalir”.

Perjalanan yang Panjang Setelah menyelesaikan masa sekolah dan masa jabatannya sebagai ketua OSIS di SMA, Yadi Purwanto memulai pendidikan di bidang Psikologi Universitas Padjajaran (UNPAD) dan lulus pada tahun 1993. Kecintaannya terhadap ilmu mendorongnya melanjutkan pendidikan S2 di Magister Manajemen pada universitas yang sama. Terakhir, gelar doktor berhasil diraihnya dalam bidang Perilaku Pe-

masaran dari Fakultas Psikologi UNPAD. Sumbangsihnya terhadap ilmu dan dunia pendidikan digoreskan dalam berbagai buku yang sudah tersebar seperti Psikologi Kepribadian, Integritas Nafsiyah dan 'Aqliyah, Etika Profesi: Psikologi Profetik Perspektif Psikologi Islami, Epistemologi Psikologi Islami: Dialektika Pendahuluan Psikologi Barat dan Psikologi Islami, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami, Memahami Mimpi Perspektif Psikologi Islami, Rezeki Mudah di Zaman Susah, Bidadari di Rumahku dan masih banyak yang lainnya. Sosok yang dikenal tegas dalam pendirian dan tidak bisa kompromi jika berbicara terkait akidah ini juga dikenal sebagai sosok yang humoris di mata keluarga. Almarhum senang mengenakan sneakers saat mengajar dan lebih menyukai penampilan yang simple. Penggemar olahan jengkol dan karya-karya Adnan Oktar atau ilmuwan Turki yang lebih dikenal dengan nama Harun Yahya itu merupakan pengayom bagi seluruh keluarga. “Seolah-olah bapak itu tidak ada yang lainnya. bapak di mata umi sangat mengayomi sekali. Ada keluhan umi apa, Bapak selalu yang mengerti. Kalau ada kesulitan, Bapak yang selalu menyamankan hati umi. Ke anak-anak juga seperti itu. Bapak itu pengayom kita,” tutup Triyani dengan air mata yang kembali mengalir.


17

Edisi 111 - September 2016

GRIYA WACANA

Demostrasi mahasiswa menuntut transparasi kebijkan kampus. Foto: Verlandy Donny / Pabelan Pos

Suara Mahasiswa

Liberalisasi PendidikanTinggi Tinggi Lingkaran Pendidikan Reporter : Metanisa Rofi Hamtina

Harun Djoko Prayitno Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS

S

ebenarnya liberalisasi pendidikan itu tidak mungkin pernah ada. Karena pada prinsipnya pendidikan itu tetap membutuhkan campur tangan, jadi harus ada campur tangan pemerintah dan pengambil kebijakan. Maka otomatis, pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah. Meskipun mekanisme pendidikan studi dan mekanisme pengerjaan sudah diserahkan pada hukum ekonomi, tetapi sesungguhnya hal itu bukan liberal seperti yang dipahami oleh kaum kapitalis. Sehingga apabila konteks liberalisasi pendidikan itu disejajarkan seperti dalam konteks kapitalis, saya tidak setuju.

Ichwanuddin Buchori Presiden Mahasiswa UMS 2016

K

alau secara umum, sekarang akan ada pergeseran ideologi yang awalnya nasionalis menjadi kapitalis, sehingga keuntungan yang diorientasikan. Terbukti para mahasiswa di universitas tidak diorientasikan mempunyai moral dan integritas yang tinggi, tetapi mereka hanya menjadi orang-orang pencari ijazah. Kembali ke arti kata sekolah, yang mana dalam bahasa inggrisnya 'school' yang berarti 'pengisi waktu luang'. Tapi faktanya kini sekolah sebagai suatu kewajiban, bahkan sebagai indikator seseorang mengetahui sesuatu, maka terjadilah pelegimitasian sekolah itu sendiri. Sehingga dampaknya, pendidikan akan mudah sekali diliberalisasikan dan dikomersialkan.

Praditya Supyani Anggota Dewan Advokasi (DPM KM UNNES) 2016

P

andangan saya terhadap komersialisasi pendidikan, industrialisasi pendidikan, ataupun liberalisasi pendidikan adalah apabila tiba-tiba pihak universitas menaikkan pembayaran tanpa adanya transparansi atau kampus tetap memaksa menarik pembayaran dari mahasiswa tanpa benar-benar karena kebutuhan, itu perilaku yang menyimpang dan jangan sampai dilakukan. Sumber masalah dari komersialisasi pendidikan dan industrialisasi pendidikan yang dikenal dengan liberalisasi pendidikan yakni, karena dana Kemenristekdikti dikurangi alokasinya untuk universitas. Kemenristek hanya mendapat angka 2,3 persen dari APBN, jadi logikanya otomatis pembagian Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) di setiap kampus Perguruan Tinggi Negeri berkurang, yang berdampak pada kenaikan UKT di beberapa Perguruan Tinggi dan diperbolehkannya Perguruan Tinggi memungut sumbangan atau istilahnya SPI.

Ahmad Zia Khakim Kepala Menteri Agama BEM IAIN Surakarta 2015/2016.

J

adi menurut saya, intinya liberalisasi pendidikan itu muncul sebagai akibat dari kemiskinan ideologi Islam dan kurangnya kesadaran terhadap pentingnya mempelajari ilmu-ilmu Islam. Karena ilmu-ilmu Islam itu sendiri merupakan penopang dari ilmu-ilmu umum. Apabila kita mempelajari sesuatu tanpa penopang, maka jelaslah kita akan terombangambing dan klimaksnya kita tidak dapat menyaring ilmuilmu dan pemahamanpemahaman yang masuk dari proses belajar itu.

Farizan Hazmi

Mahasiswa Semester VI Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UMS

K

etika saya memahami liberalisasi pendidikan, itu mengerucutnya pada industrialisasi pendidikan atau komersialisasi pendidikan. Pendidikan dipersepsikan menjadi suatu komoditas, sehingga karena hal tersebut pendidikan akan sangat rawan dikomersialkan. Menurut pandangan saya terhadap campur tangan pemerintah dalam ranah pendidikan, saya masih berprasangka baik. Karena asumsi sederhananya, operasional pemerintah didapatkan dari pembayaran mahasiswa dan dari subsidi langsung, maka seharusnya memang idealnya biaya Perguruan Tinggi Negeri lebih murah daripada biaya Perguruan Tinggi Swasta yang notabenya mandiri tanpa ada campur tangan pemerintah dalam hal pembiayaan. Kalau kita spesifikkan kepada lembaga pendidikan Muhammadiyah, sekarang ini mulai terlihat ada beberapa lembaga pendidikan Muhammadiyah yang mengalami disorientasi.

Foto/Dok. Pribadi

Foto/Dok. Pribadi

Foto/Dok. Pribadi

Foto/Dok. Pribadi

Foto/Dok. Pribadi

Foto/Dok. Pribadi

Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2016 lalu menjadi ajang aksi di beberapa kampus besar di Indonesia. Aksi tersebut tidak lain menuntut penolakan terhadap kenaikan biaya kuliah dan problematika kampus yang mengarah pada sistem liberalisasi pendidikan tinggi. Selain itu, mereka (mahasiswa –red) mengkhawatirkan adanya praktik komersialisasi di perguruan tinggi dengan dalih Internasionalisasi atau dikenal dengan World Class University. Dikhawatirkan, pendidikan menjadi sebuah bisnis yang tidak lagi mengemban misi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan generasigenerasi penerus bangsa, tetapi mengemban misi bisnis yang berorientasi pada komoditas pasar semata. Berikut beberapa tanggapan mengenai isu liberalisasi pendidikan tinggi yang tengah hinggap di lingkaran pendidikan tinggi Indonesia.

Faiq Hilmi Yoga Ciptadi Kementerian Advokasi Kesejahteraan BEM KM UGM 2016

S

eburuk-buruk negara kita sudah dirasuki kepentingan asing, pendidikan kita tidak boleh diliberalisasi. Sejarah pendidikan kita lahir dari rakyat dan sudah semestinya menjadi milik rakyat kembali.


18

Edisi 111 - September 2016

JELAJAH Bukit Sekipan Tawangmangu

Rekayasa Wisata Hantu Reporter: Sella Maulina & Setya Adi Wicaksana

P

Menuju Kampung Halloween

agi itu, mendung menyapa. Rintik hujan sempat jatuh di titik-titik kota Surakarta. Meski begitu, langkah kaki untuk melaksanakan aktivitas tetap terlaksana. Pukul 08.30 WIB, Pabelan Pos bersiap menuju daerah wisata. Berbekal kecepatan 90-100 km/jam dengan mengendarai sepeda motor, akhirnya sampai di tempat wisata, Tawangmangu. Kaki Gunung Lawu tersebut, kini dikenal sebagai destinasi wisata. Tak akan merasa menyesal apalagi bosan dengan suasana yang disajikan. Dulunya, tempat tersebut dikenal dengan Bumi Perkemahan Sekipan. Kini, tidak hanya sebagai Bumi Perkemahan, tetapi dilengkapi obyek wisata yang lain. Hanya dengan Rp 15.000, kenyamanan dan kejernihan pikiran akan kembali setelah kesibukan berhari-hari menghinggapi. Suasana sejuk dan aroma pedesaan menyambut dengan ramah. Perjalanan panjang, berkelok dan curam pun sejenak terlupakan. Terletak 600 meter dari timur Pasar Wisata Tawangmangu, Kampung

Hallowen terlihat di depan mata. Ada dua jalur yang dapat dilalui untuk ke sana. Semisal berangkat dari Surakarta dapat melalui jalan Karanganyar-Matesih atau Karanganyar-Karangpandan. Keduanya mempunyai karakteristik jalan yang berbeda. Jalur Karanganyar-Matesih lebih aman digunakan bagi pengendara sepeda motor. Di jalur tersebut, jarang terlihat truk dan bus besar melintas, yang ada hanyalah mini bus dan beberapa angkutan desa. Jalur Karanganyar-Karangpandan lebih nyaman digunakan oleh pengendara mobil karena jalan lebar. Resikonya, jalur tersebut dilintasi oleh truk dan bus besar. Kedua jalur tersebut akan berujung di Pasar Wisata Tawangmangu. Pilihlah jalan sesuai dengan selera! Sesampainya di Pasar Wisata Tawangmangu, tempat wisata yang terangkum dalam Bukit Sekipan tersebut masih harus dijangkau 600 meter lagi ke arah timur. Hingga sampai di Kelurahan Kalisoro dan Banner Kampung Hallowen terlihat. Setelah itu, tinggal mengikuti arah kiri yang dimaksudkan dan sampailah pada tempat wisata yang dituju. Foto: Setya Adi / Pabelan Pos

Wisata Mistis

Hallo, Ada Halloween? Pengunjung yang datang akan merasakan kenyamanan suasana yang diciptakan meskipun hawa-hawa mistis tetap terasa.

H

Foto: Setya Adi / Pabelan Pos

alloween. Diceritakan dalam film Monster House, Halloween merupakan hari yang berkaitan dengan adanya roh atau arwah yang bergentayangan di sekitar rumah pada 31 Oktober. Peringatan Halloween dirayakan oleh anak-anak dengan berpakaian layaknya hantu dan anak-anak tersebut akan mengetuk pintu rumah sambil berkata 'trik or trip'? Setelah itu, pemilik rumah akan memberikan permen kepada anak-anak tersebut. Nah, bila dalam film Monster House, Halloween digambarkan seperti itu, lalu pernahkah Anda memikirkan adanya Kampung Halloween? Kampung tersebut terletak di Desa Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Telah dibuka Juli 2015 lalu. Bagi yang belum mengenal tak perlu khawatir. Edisi ini, Pabelan Pos merangkum eksotisme wahana wisata tersebut. Sejauh mata memandang, suasana hijau pegunungan dan pemandangan rumah terlihat berjajar rapi. Semerbak aroma udara segar menyelimuti setiap sendi-sendi sehingga menjadi daya tarik tersendiri. Pengunjung yang datang akan merasakan kenyamanan suasana yang diciptakan meskipun hawa-hawa mistis tetap terasa. Obyek wisata tersebut sengaja dirancang sedemikian rupa. Asap harum kemenyan dan putaran bunyi-bunyi seram membuat bulu kuduk berdiri tak perlu dikhawatirkan. Ditambah

lagi, replika hantu yang tertata rapi bukan suatu hal yang menakutkan. Terdapat sekitar 20 lebih hantu .Replika yang terbuat dari maneken tersebut mirip dengan hantu-hantu yang sering digambarkan dalam film-film barat. Dilengkapi dengan sentuhan make-up seram dan beberapa aksesoris lainnya. Hantu-hantu tersebut seperti hidup. Bisa dibayangkan bukan? Uniknya, hantu-hantu tersebut digambarkan sedang melakukan aktivitas. Misalnya, ada empat hantu yang sedang duduk santai di kursi, di depannya terdapat meja bulat dan kopi berjejer rapi. Ada pula hantu yang berada di setiap saung dan di dalam pendapa yang sedang melaksanakan ritual lengkap dengan sesaji maupun tumbal tangan dan kaki manusia. Hal lain dan wajib dicoba adalah mengunjungi gua hantu. Tak perlu terkaget jika mendengar jeritan menggema di dalam gua dan nyanyian yang sering diputarkan dalam film-film horor. Di dalam gua, pengunjung harus bersiap melihat peti mati yang awalnya terdiam akan terbuka sendiri. Selain itu, penampakan hantu-hantu bergelantungan di sana-sini akan menguji seberapa tinggi keberanian Anda. Selain wahana yang telah disebutkan di atas, bagi pengunjung yang hobi selfie dapat memanjakan dirinya berfoto dengan beragam alat transportasi seperti andong, sepeda kayuh, dan mobil klasik. Alat transportasi yang kini sulit ditemui tersebut sengaja dibuat untuk mengenalkan kembali alat transportasi yang dulu pernah ada. Ditambah lagi gambar 3D dengan latar hamparan hijau memanjang. Setelah mengenal beragam hantu dan puas ber-selfie, bagi pengunjung yang ingin bermain air, disediakan pula kolam renang. Ada pula tempat memancing bagi pengunjung yang hobi memancing. Wahana anakanak pun turut disediakan, mulai dari ayunan, prosotan, dan beragam wahana lain.


19

Edisi 111 - September 2016

RESENSI Ivory Tower

Dunia dalam Alam Khayal Oleh: Sofi Filda Izzati

Wajarkah demi sekolah di perguruan tinggi harus mengorek kantong sedalam dalamnya? Mungkinkah investasi yang tak sedikit tersebut memberikan keuntungan yang sepadan? Sesuai dengan apa yang diharapkan? Lalu, ke manakah tanggung jawab pemerintah untuk mencerdaskan rakyatnya? Apakah perguruan tinggi dibutuhkan atau tidak? Berbagai dinamika di perguruan tinggi khususnya di Amerika Serikat berhasil terdokumentasi dalam film Ivory Tower.

K

ebanyakan orang tua berharap anaknya bisa sekolah di universitas terkenal seperti Universitas Harvard, Universitas Kolombia, dan lainnya. Tak sedikit tabungan orang tua rela digelontorkan demi menyukseskan anaknya bersekolah di universitas top, bergengsi, serta memiliki fasilitas layaknya hotel bintang lima tesebut. Bahkan tidak sedikit mahasiswa yang rela berhutang dengan menggunakan jasa student loan untuk meminjam uang guna membayar biaya kuliah. Faktanya, budaya pendidikan telah bergeser. Universitas saat ini tak hanya menyediakan fasilitas untuk belajar tetapi juga membangun fasilitas mewah untuk memanjakan mahasiswanya. Mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berpesta, shopping, menonton pertandingan, dibandingkan mengurus kuliahnya. Hal tersebut berdampak pada banyaknya mahasiswa yang di-drop out. Film yang disutradarai Andrew Rossi tersebut mendorong penonton untuk berfikir ulang apakah esensi dari kuliah yang sebenarnya.

Ivory Tower yang mengangkat tema tentang pendidikan, mungkin sejalan dengan film Indonesia MARS. Jika MARS menceritakan bagaimana perjuangan seorang anak gunung kuliah di kampus terbaik di dunia, maka Ivory Tower memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan pendidikan di tingkat universitas khususnya di Amerika serikat. Secara gamblang, lewat Ivory Tower, Andrew menyajikan satu persatu model universitas tanpa memihak siapa universitas terbaik maupun terburuk. Dimulai dari universitas top Amerika yang berlomba-lomba menjadi nomor satu dengan menyediakan fasilitas–fasilitas serba mewah agar menarik banyak mahasiswa. Padahal, subsidi pemerintah tiap tahun dikurangi sehingga biaya kuliah terus menanjak naik. Hal itulah yang memaksa mahasiswa tidak mampu memilih hingga menggunakan jasa peminjaman untuk membayar kuliahnya. Ironinya, tak sedikit mahasiswa menjadi pengangguran meskipun lulusan dari universitas terkenal. Tak hanya pengangguran, mereka juga menyandang status penghutang dengan jumlah yang bisa membuat penonton terheranheran. Dalam film ini, diselipkan pula datadata yang menambah daya tariknya, salah satunya data mengenai kenaikan biaya kuliah yang mencapai 1120 persen sejak tahun 1980. Namun tidak hanya keburukan, Andrew juga memperlihatkan beberapa universitas kurang populer tetapi tidak kalah berkualitas, misalnya di Universitas Deep Springs dimana mahasiswanya merasa lebih produktif. Hal yang sama juga terjadi di Universitas Spealman, universitas khusus perempuan berkulit hitam. Mahasiswa kulit hitam tersebut merasa

lebih nyaman untuk belajar di sana karena tidak ada perasaan takut didiskriminasi. Klimaks film terjadi saat mahasiswa Universitas Cooper protes kepada pihak rektorat yang berencana menghapus kebijakan biaya gratis untuk kuliah. Sejak awal berdiri, Universitas Cooper telah menggratiskan biaya perkuliahan. Namun kebutuhan yang selalu meningkat sedang pemasukan terlalu sedikit membuat pihak universitas ingin mengubah kebijakan tersebut. Sangat disayangkan pada bagian klimaks tersebut, Andrew menyajikannya dengan kurang menarik. Kurang menonjolnya bagian klimaks menimbulkan kesan monoton walaupun informasi yang diberikan sangat berbobot. Dari menit awal sampai menit terakhir, seperti layaknya film dokumenter, sutradara hanya menampilkan pendapat-pendapat dari berbagai pihak, sedangkan unsur emosional kurang. Bagi pecinta film mungkin akan merasa bosan kecuali dia termasuk pemerhati pendidikan. Banyak informasi dunia perkuliahan yang diungkapkan tanpa ada sifat menghakimi. Semua pelaku dalam bidang perkuliahan termasuk mahasiswa yang drop out tak akan rugi jika menontonnya. Film Ivory Tower bagaikan cermin untuk evaluasi diri, apakah pilihan yang dipilih sudah tepat untuk masa depan. Hal yang menarik dari film ini yaitu kesuksesannya memperlihatkan berbagai sudut pandang mengenai dunia perkuliahan. Mulai dari mahasiswa senior dan junior, dosen, rektor, orangtua, mahasiswa bahkan orang yang tidak lulus kuliah seperti Mark Zuckerberg, juga ditanyakan pendapatnya. Penonton diajak untuk melihat berbagai lika liku di da-

Judul Ivory Tower Produser Adrew Rossi, Kate Novack Penulis Andrew Rossi Musik Ian Hultquist Produksi Cnn Films Rilis 18 Januari 2014 (Sundace), 13 Juni 2014 (Usa) Durasi 90 Menit Genre Dokumenter

lam perkuliahan. Penonton dibuat berfikir tanpa memaksakan kehendak pembuat film. Andrew juga memberikan bukti bahwa orang yang tidak lulus kuliah belum tentu tidak sukses. Selain itu, tak selamanya universitas yang mahal adalah yang terbaik bagi setiap orang. Hal tersebut tergantung pada diri masing-masing mahasiswa, di samping bantuan dari universitasnya. Mahasiswa akan lebih berkualitas jika universitas memberikan fasilitas yang sesuai, begitu pun sebaliknya. Universitas memang ladang bisnis yang subur tetapi hakikat dari perkuliahan jangan sampai terlupa.

Novel “O� Eka Kurniawan

O, Tentang Monyet dan Kaisar Dangdut Oleh: Indra Hartanto

O merupakan novel keempat dan buku ketujuh dari Eka yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Novel terbaru dari Eka Kurniawan tersebut memosisikan seekor monyet, O, menjadi fokus cerita. O hidup di hutan yang jauh dari ibukota, Rawa Kalong. Itu bukanlah nama asli hutan tersebut mungkin karena di sana terdapat banyak kalong maka orang-orang menyebutnya Rawa Kalong.

O

nampak berbeda dari kawanan monyet lainnya. Ia memiliki impian yang gila. Ia berharap suatu saat nanti akan menjadi manusia, makan seperti manusia, berjalan tegak layaknya manusia, berbicara dengan bahasa manusia, dan lain-lain. Impiannya tersebut dilatarbelakangi oleh dongeng yang sering ia dengar bahwa nenek moyang monyet, Armo Gundul, dipercaya telah berhasil menjadi seorang manusia. Selain itu, ia meyakini bahwa kekasihnya, Entang Kosasih, turut menyusul Armo Gundul terlebih dahulu. Diceritakan Entang Kosasih menantang Polisi, Sobar, dengan revolver yang digenggamnya. Entang Kosasih sebenarnya sadar bahwa revolver itu tak lagi bisa berfungsi, namun karena kegilaannya ingin menjadi manusia, Entang Kosasih berdiri di depan Sobar dan menantangnya. Entang Kosasih telah menganggap dirinya sebagai manusia. Sobar pun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, pistol ditangannya ia mainkan dan pelor pun terbawa bersama Entang Kosasih yang tersungkur ke tanah. Bangkai Entang Kosasih tak ditemukan dan O meyakini bahwa kekasihnya telah menjadi manusia.

Kisah pun dimulai, Eka membuat alur cerita campuran. Bahkan cerita yang disajikan di awal merupakan akhir dari cerita yang disajikan. Cerita yang disajikan pun kompleks namun saling terkait. Eka memberikan sebuah ironi bahwa binatang pun mampu mempunyai sifat yang selayaknya dimiliki oleh manusia, namun manusia justru memilih bersikap layaknya binatang. Menjadi manusia bukanlah perkara yang mudah. Para monyet terlalu bodoh untuk memikirkannya. Banyak monyet yang mati hanya beberapa langkah saat keluar dari Rawa Kalong. Saat harus menyeberang jalan raya dan dihantam bus atau mobil yang melaju kencang. Mungkin ada beberapa yang selamat setelah melewati jalan raya namun akhirnya mati juga karena kelaparan. Diceritakan, O memilih jalannya untuk menjadi manusia melalui sirkus topeng monyet dengan pawang Betalumur. Laki-laki seperti berumur dua puluh tujuh tahun, tapi mungkin sebenarnya kurang dari itu yang dipilih O. Cahaya matahari dan debu jalanan telah membuatnya tua dan bertambah bebal. O tak sadar bahwa dirinya hanya menjadi alat bagi pawangnya untuk memperoleh uang. Uang itu pun hanya untuk pawangnya makan dan mabuk-mabukan. Tekad O untuk menjadi manusia bulat, kadang O tak menghiraukan luka sayatan yang diperolehnya dari tangan pawangnya. Tak jarang, O tidak diberi makan dan merasakan luka akibat perilaku pawangnya tanpa alasan. O pun sering tak menghiraukan nasihat temannya, Kirik. “Kau harus kabur dari bajingan sinting itu,� kata Kirik kepada O. Anjing itu sering berjumpa dengan O kala mereka menampilkan

aksinya di panggung perempatan jalan. Tidak sedikit teman-teman O sudah menasehatinya untuk segera meninggalkan Betalumur, namun O tetap bertekad pada prinsipnya dan mengatakan 'tidak'. O percaya bahwa dengan sirkus topeng monyet inilah yang akan membawanya dapat berubah menjadi manusia. Tekad itu pun semakin kuat setelah O melihat foto manusia memakai pakaian rumbairumbai dengan bulu dada yang sedikit nongol diantara kerah bajunya serta gitar Fender di tangan. Foto manusia itu ia jumpai di sebuah pasar. Foto Kaisar Dangdut dan O anggap sang Kaisar Dangdut itu Entang Kosasih, kekasihnya. O jatuh cinta dengan Kaisar Dangdut tersebut. Kisah cinta dan kehidupan O terus bergulir sekaligus makin disemarakkan dari tokoh Betalumur dan Kirik. Pada dasarnya permasalahan yang disajikan dalam novel tersebut tidak semata seekor monyet yang ingin menjadi manusia. Eka membungkusnya secara menarik sehingga pembaca dibiarkan hanyut dalam cerita yang ada. Pembaca akan tersadar dengan maksud Eka setelah membaca keseluruhan buku. Hanya saja Eka merangkum cerita seolaholah hanyalah permasalahan seekor Monyet yang ingin menjadi manusia. Melalui hal tersebutlah, Eka menunjukkan banyak nilai kehidupan. Terlebih dari O. Idealisme O juga patut diapresiasi dalam mempertahankan impiannya saat diterpa hinaan dan cacian dari teman-temannya. Kita sebagai manusia sering kali mengucapkan kata kotor dengan menggunakan nama binatang. Namun, binatang-binatang dalam novel ini banyak belajar dari manusia dan berkeinginan menjadi manusia. Apakah pantas seorang

Judul O Pengarang Eka Kurniawan Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Cetakan Pertama Maret 2016 Halaman viii+470 halaman

manusia menggunakan nama binatang untuk misuh sementara binatang tersebut mempunyai impian untuk menjadi manusia? Buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca, terlebih mahasiswa. Penggunaan bahasa yang ringan serta pembawaan karakter tokoh yang dalam adalah salah satu alasan. Selain itu, pesan yang terkandung didalamnya juga kompleks. Tak dipungkiri, proses membaca buku ini membutuhkan konsentrasi. Hal tersebut karena alur yang digunakan campuran dan sedikit rumit. Pembaca diajak mengingatingat dan menghubungkan kejadian yang sudah dijelaskan dengan peristiwa yang terjadi pada bagian selanjutnya. Ditemukan pula, ada beberapa bagian cerita yang dianggap belum selesai. Mungkin, itu menjadi kekurangan kecil dari kemegahan cerita yang disajikan.


20

Edisi 111 - September 2016

SASTRA Data Penulis

*Aesna adalah nama pena dari Ghiyats Ramadhan @ghiyatsableng

Cerpen

Tak Ada Pertemuan untuk Rindang

M

au kah kau kuceritakan mengenai hal yang sangat menyedihkan?”

Aku mengangguk. Maka Ahli Cerita itu mulai berdongeng mengenai Rindang. * Di kampung kami, hidup seorang anak perempuan yang umurnya belum genap lima belas tahun, rambutnya ikal dan ketika diterpa matahari, dari juntai-juntainya terpancar cahaya keemasan yang beberapa orang menyebutnya sebagai rambut malaikat. Setiap hari ia pergi pukul lima pagi dan kembali pada pukul setengah dua malam. Seisi kampung tidak pernah ada yang tahu tentang kenapa ia begitu lama bepergian. Sesekali fitnah dan desas-desus mengiringi jejak kaki Rindang yang pulang setiap malamnya. “Anak perempuan pulang jam segini? Tak patut lah!” cela seorang remaja tanggung ketika berjaga di pos rondanya dan malam itu kebetulan Rindang tengah lewat dengan suasana muka yang muram. “Betul, mau jadi apa dia? Sudah betulbetul tak punya wajah.” “Aku prihatin atas moral anak bangsa.” “Bisa-bisa dikutuk kampung kita ini!” Remaja-remaja tersebut terus berceloteh hingga Rindang lalu dan menyisakan setetes air mata yang telah jatuh pada tanah. Hari-hari makin berlalu. Warga kampung semakin mawas diri pada Rindang, setelah beberapa tahun lebih ia terus mengungkung diri di rumahnya, enggan bersosialisasi dan membuka pembicaraan pada orang sekitar, akhirnya pada suatu hari dengan langit berwarnakan saus tomat, seorang kakek yang punggungnya membungkuk dan membawa tongkat berwarna coklat lumpur mengetuk daun pintu rumah Rindang. Seorang remaja yang kebetulan lewat, mengatakan dengan setengah malas, “Kek, penghuni rumah itu setiap hari selalu pergi pagi-pagi sekali dan pulang malam sekali.” “Kau yakin ia pergi setiap hari?” “Sangat yakin Kek. Saya dan semua warga kampung di sini makin resah dengan kehadirannya yang tak jelas arang pekerjaannya, kegiatannya, statusnya, dan lain-lain. Kita warga kampung takut sekali Tuhan mengutuk kampung kita karena perbuatannya yang tak senonoh dan melanggar norma adat istiadat yang berlaku di kampung ini. Karena pekerja malam sepatutnya tidak berada di muka bumi!” cerocos remaja

Oleh: Aesna*

Kau tak perlu tahu kawan. Tengok saja di gubukku, di situ ada beberapa buku yang barangkali bisa membantu anak-anak di sini belajar membaca atau mengenal dunia luar, saya mendapatkannya dari beberapa orang yang membuangnya ke tong sampah.

tersebut dengan tiba-tiba diiringi emosi yang meluap-luap. Kakek tersebut hanya mengangguk dan berkata, “Jika kisanak bertemu Rindang, bilang bahwa seorang kakek telah berkunjung ke rumahnya hari ini. Sampaikan pesan saya bahwa, tidak akan ada pertemuan untuk Rindang, tidak untuk kemarin, sekarang, maupun selama-lamanya.” Remaja tersebut mematung melihat kakek tersebut berjalan menjauhinya, ia merasa bahwa kakek tersebut terbilang cukup bugar untuk dapat berjalan di usianya yang terbilang sangat renta. Maka, remaja tersebut jadilah menunggu sepanjang hari di pos ronda hingga Rindang lalang di depannya. Tepat pukul setengah dua malam dini hari, remaja tanggung tersebut melihat Rindang berjalan dengan terengahengah diiringi rambut yang awut-awutan hingga tak tampak lagi rambut yang keemasan itu. “Rindang,” sapa remaja tanggung itu dengan hati-hati. Rindang menolehkan wajahnya dan menatap tajam ke arah laki-laki itu. “Tidak, tidak aku tidak akan mencelamu atau sebagainya. Aku hanya ingin menyampaikan pesan bahwa tadi ada seorang kakek yang datang ke rumahmu dan berpesan bahwa 'tidak akan ada lagi pertemuan untukmu, baik kemarin, sekarang ataupun selama-lamanya',” setengah terburu-buru remaja itu mengatakannya. Takut kalau-kalau Rindang mempunyai sebilah pisau yang siap menusuknya karena ia sering mencelanya. Tak disangka. Rindang berjalan pelan menghampirinya, duduk dan mendongak ke arah bintang-bintang serta bertanya dengan suara menyedihkan, “Kau yakin?” “Iya, aku sangat yakin kalau ada seorang kakek tua yang datang ke rumahmu.” “Ternyata benar-benar tidak ada pertemuan untuk saya.” Remaja itu setengah ragu-ragu untuk bertanya, “Memang pertemuan yang kau maksud pertemuan yang seperti apa?”

Rindang menatap remaja itu dengan pandangan menusuk, hanya sepintas lalu mengembalikan kembali tatapannya kembali ke arah bintang-bintang, “Bencana sembilan tahun lalu adalah penyebabnya.” Remaja tersebut mencoba mengingatnya, dan ia mengingat tahun itu sebagai tahun dengan bencana terburuk yang pernah daerah ini rasakan. “Saya kehilangan semua sanak keluarga. Ayah, ibu, dan dua orang adik saya hilang di tengah perang saudara. Saat itu, saya dan keluarga berpikir bahwa kabur adalah satusatunya cara menyelamatkan diri. Namun naas, ketika dalam pelarian, saya kehilangan mereka. Satu per satu dari mereka hilang, tewas dan dibunuh. Adik saya mati dengan panah yang menembus otaknya, adik saya yang satu lagi mati dengan dibakar hidup-hidup. Saya sebagai kakak tentu gagal menjadi kakak yang baik, saya hanya mampu bersembunyi di balik semak belukar itu dan berlari beberapa menit kemudian hanya untuk menyelamatkan diri sendiri. Ketika pelarian saya sampai di kota seberang dan damai untuk sementara waktu, saya benar-benar merasa bahwa saya adalah manusia yang tidak mempunyai jiwa manusia. Saya membiarkan kedua adik saya mati dengan cara yang lucu, dan kehilangan kedua orang tua saya yang entah ke mana saat pelarian.” Remaja tersebut terpana dan lebih terpana ketika dari bola mata Rindang yang hitam legam itu mengalir air mata yang syahdu. “Semenjak itu, saya tinggal sendiri, membangun gubuk yang sekarang kalian tahu adalah tempat tinggal saya. Setiap hari saya mencoba mencari mereka ke kota seberang, mengetuk satu per satu pintu warga, mencari di setiap sudut hutan, mengais-ngais setiap tumpukan tanah yang barangkali aku percaya bahwa orang tua saya tengah membangun rumah di bawah tanah. Saya percaya mereka masih hidup, saya percaya bahwa pertemuan itu masih ada sebelum kau membawa kabar yang sangat menyedihkan ini sekarang.” “J..Jadi selama ini kau mencari orang tu–“

ucap remaja tersebut tergagap-gagap. “Tidak, saya tidak mencari orang tua. Saya hanya mencoba memantik harapan, hidup sembilan tahun dengan kesunyian dan kehampaan adalah hal yang berat sekali. Saya tidak tahu orang tua saya di mana, bahkan untuk hidup atau mati mereka pun saya benarbenar tidak tahu. Saya masih berani hidup karena saya percaya bahwa Tuhan memiliki banyak skenario yang mengejutkan umatnya.” “M..Maafkan a..aku.” “Tidak mengapa, kawan. Lihat, kau punya wajah yang tampan, kau masih punya banyak teman dan juga memiliki orang tua yang lengkap. Hidupmu jauh lebih baik di atas saya yang pada umur lima belas tahun ini tak mempunyai satu pun teman hidup dan wajah yang hitam legam. Tidak mengapa, kawan. Saya tidak membenci kalian, maaf jika selama ini saya tidak memberi tahu tentang alasan kenapa saya setiap hari selama bertahuntahun saya terus-menerus pergi pagi dan pulang malam. Saya hanya tidak ingin dikasihani. Dan saya tidak ingin melihat seolah-olah bahwa saya adalah anak yang terlantar, membutuhkan bantuan dan hidup bagai anak yang meminta belas kasih. Saya tidak hidup untuk itu.” Remaja tersebut bungkam seribu bahasa. Rindang berdiri dan beranjak pergi. “Kau mau ke mana?” tanya remaja itu dengan suara parau. “Kau tak perlu tahu kawan. Tengok saja di gubukku, di situ ada beberapa buku yang barangkali bisa membantu anak-anak di sini belajar membaca atau mengenal dunia luar, saya mendapatkannya dari beberapa orang yang membuangnya ke tong sampah. Jadi harap maklum jika agak kotor. Dan gubuk itu sudah bukan milik saya lagi, saya serahkan kepada desa ini mau diapakan tempat tinggal saya itu.” “Apakah dengan itu kau bermaksud tidak akan kembali lagi?” “Harapan saya di desa ini sudah habis. Saya telah rapuh dimakan kesedihan. Saya yakin bahwa di luar sana masih banyak harapan. Yah, mungkin barangkali saya akan menyusul kakek yang tadi pagi kau temui.” “Mmmm, kalau boleh tahu, apakah dia saudaramu?” “Bukan, sebenarnya dia bukan manusia kalau kau mau tahu.” Keesokannya, remaja tersebut mendapati dan terhenyak bukan main ketika ia dapati nama Rindang ada di headline surat kabar setempat.


21

Edisi 111 - September 2016

WIRAUSAHA Youth Project

Kreasi Unik “Vector and Plate Painting” Reporter: Hanifah Indrianti dan Dziya Ulhikmah Diberlakukannya sistem Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) saat ini merupakan tantangan serta peluang besar bagi setiap wirausahawan. Usaha vector dan plate painting merupakan bisnis yang berkembang saat ini. Mug, piring, talenan, tumbler, juga boneka yang awalnya merupakan benda biasa seketika menjelma menjadi barang dengan nilai seni tinggi dan dapat menghasilkan omset yang tidak sedikit.

B

ermula dari program Jendela Tanpa Batas dari sekelompok mahasiswa KKN, turut mendorong mahasiswi untuk berwirausaha. Dia, Triana Rahmawati, perempuan yang dikenal aktif dalam berbagai bidang organisasi tersebut mulai mendirikan Youth Project untuk mengembangkan asanya. Youth Project merupakan titik awal bagi mahasiswi semester VI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas Maret (FISIP UNS) dan kawan-kawannya untuk mulai memijakkan karirnya sebagai pebisnis muda. Sukses dengan Lova Laundry yang dirintis, semangat pebisnis muda itu dibuktikan kembali dengan lahirnya bisnis lain di bawah naungan Youth Project yaitu vector dan plate painting. Hingga akhirnya, Youth Project dengan tagline Youth Movement from Creative Preneur berkembang pesat di kalangan masyarakat khususnya di daerah Solo. Perempuan berkacamata itu menyadari bahwa peluang bisnisnya ada di beberapa agenda. Seperti pendadaran, wisuda, anniversary, pernikahan, kelahiran, dan hari-hari spesial lainnya. Tersadar akan hal itu, branding usaha pun dimulai dan memanfaatkan pasar dari kalangan mahasiswa. Tria tidak pernah memasang iklan pada produknya. Biasanya, ia memberikan hadiah bagi orang yang produktif pada brandingnya di media sosial dan sponsor. “Saya menyadari bahwa moment is everyday. Dulu saat agenda wisuda, kita sampai enggak enak untuk menolak permintaan pelanggan,” pungkasnya. Produk vector dan plate painting di bawah Youth Project memiliki keunikan tersendiri. Pertama, pada segi produk. Mug, piring dan tumbler dipilih dari barang buatan luar negeri. Khusus untuk tumbler sendiri, Tria memilihnya dari Negeri Sakura. Selain produknya berkualitas, barang tersebut melahirkan ciri khas yang berbeda dari pengusaha lainnya. Kedua, original. Maksudnya, satu jenis barang yang telah dipesan oleh pembeli dikerjakan dan dipertanggungjawabkan oleh satu kreator dari Youth Project. Terakhir handmade, yaitu barang buatan tangan

manusia. Pada handmade, gambar di atas mug dan piring dilukis menggunakan tinta arylic dan spidol. Mug dan piring pun menjadi terlihat memesona sesuai dengan pesanan pembeli. Sayangnya pada produksi tersebut, lukisan yang telah terukir di atas mug dan piring mudah luntur. Akibatnya, barang tidak dapat berfungsi sebagaimana mulanya dan hanya bisa digunakan sekadar untuk pajangan ruangan. “Kita belum menemukan teknologi untuk mengatasinya. Pernah ada yang mengomentari dari Hello Motion, Wahyu Aditya bilang, kalau (usaha-red) ini jadi besar harus berpikir gimana cara ngerjainnya, karena handmade memakai tenaga manusia,” tirunya. Konsumen yang berkeinginan membeli vector maupun plate painting harus mengikuti alur yang telah ditentukan. Langkah awal yaitu memesan melalui admin Youth Project. Admin merupakan benteng terdepan yang berkewajiban melayani pelanggan mulai dari menentukan barang yang diinginkan, desain yang akan digambar sesuai permintaan pemesan, sampai proses packing hingga menjadi atraktif serta menghubungi si pembeli saat barang sudah jadi.

Tantangan Youth Project

Jalan Terjal Menyapa

Setelah melintasi jalur admin, barang sampai ke tim produksi Youth Project. Salah satu anggota konsekuen atas satu pemesan. Banyak dari pemesan meminta lukisan yang menyerupai wajah mereka digambar di atas mug dan piring. Sehingga semakin banyak wajah yang digambar di atas mug dan piring, semakin mahal pula harganya. Selanjutnya, barang siap jadi kemudian akan dialirkan ke kantor Youth Project, Lova Laundry. Tahap akhir, admin akan mengemasnya dengan bungkus yang cantik serta mengontak pemesan untuk mengambilnya. Usaha ini memperoleh keuntungan dan dapat menembus profit sebesar lima juta rupiah perbulan. Sedangkan cetakan produk yang dihasilkan Youth Produk minimal dua lusin.

B

erdirinya usaha vector dan plate painting di Youth Project pada bulan Mei 2015 oleh sejumlah mahasiswa itu tentu penuh dengan permasalahan dan tantangan yang datang. Permasalahan yang muncul dari proses pembuatan usaha tersebut, misalnya pemilihan cat yang mudah kering atau dalam hal mengatur orang-orang seni dalam Youth Project. Produk tersebut merupakan hasil seni tangan manusia, jadi sukar untuk mendapatkan orang yang ahli dan loyal di dalamnya. Tantangan lain adalah maraknya usaha serupa sehingga mendorong proses duplikasi dari pihak lain. Mengatasi hal tersebut, Youth Project memiliki ciri khusus yang dapat membedakan dengan pengusaha lain yaitu inovasi. “Kita enggak boleh iri dengan rezeki yang didapat (pebisnis lain-red), tapi kita harus memikirkan gimana cara kita untuk berinovasi,” ujarnya. Inovasi tersebut dilakukan dengan membangun kaderisasi bagi mahasiswa melalui pendidikan latihan berbasis skill. Kelas pertama dalam pelatihan disebut matcha art bagi tahap pemula. Pada tahap ini, produk dijual seharga selisih lima ribu sampai sepuluh ribu tergantung jenis produk yang dibuatnya. Kelas kedua disebut Youth Project, kelas ini untuk harga menengah ke bawah.

Foto/Dok. Youth Project

Saat ini, Youth Project fokus pada usaha vector dan plate painting dengan sebelas seni barang yang dijual. Diantaranya piring, mug, talenan, tumbler, boneka tanah liat dan boneka bear. Adapun desain yang digunakan dibagi menjadi bermacam-macam desain meliputi desain vector, WPAP (Wedha’s Pop Art Potrait), siluet, logo, kartun dan animasi, bucket snack, dan parcel snack.


22

Edisi 111 - September 2016

SUPLEMENT Psikologi

DIARY: Teman Duka, Penghilang Trauma Reporter: Yusmi Dwi Putri

Foto: Verlandy Donny Fermansah/Pabelan Pos

Skripsi menjadi momok menyeramkan bagi sebagian mahasiswa tingkat akhir. Dosen pembimbing yang killer, deadline yang membayang, juga tuntutan yang harus segera diselesaikan seringkali menjadi beban mental tersendiri.

S

edang selayaknya hidup, setiap orang pasti pernah merasakan tekanan. Pada posisi sebagai mahasiswa, misalnya. Tugas-tugas yang bertumpuk-tumpuk, beragam kewajiban yang menuntut penunaian, dan

batas-batas yang harus dilampaui. Selain itu, ditambah pula sederet harapan yang harus dicapai, hingga lingkungan yang tidak mendukung atau pengalaman kegagalan di masa lalu yang suram dapat membuat tekanan itu menjadi menumpuk. Semakin kompleks permasalahan hidup, pengalaman emosional yang terlalu menyakitkan atau menyedihkan dan perbedaan individu dalam kemampuan untuk mengatasinya menjadi peluang untuk memunculkan suatu gangguan psikologis, trauma. Trauma psikis merupakan keadaan psikologis seseorang yang terganggu akibat keja-

Tips Menulis Diary

M

enurut Herman (1992), terdapat tiga tahapan dalam proses pemu-lihan trauma yaitu keamanan dan stabilisasi, mengingat dan berkabung, serta menghubungkan dan mengintegrasikan. Ketiga tahapan ini dapat dilakukan dengan upaya menulis jurnal harian. Bolton (2004) mengungkap, jurnal harian dapat menjadi salah satu media untuk katarsis, ketika emosi yang meluap-luap, perasaan, dan pikiran diekspresikan ke dalam sebuah tulisan. Kita bisa melepaskan emosi ke sebuah kertas tanpa takut dibalas atau dibaca oleh orang lain sesering apapun dilakukan karena catatan harian bersifat pribadi. Hal itu menye-babkan kegiatan menulis jurnal harian sesuai sebagai sarana untuk mengungkapkan hal pribadi yang sangat menyakitkan. Bolton lalu mengembangkan sebuah bentuk terapi menulis jurnal harian dengan menggunakan teknik-teknik yang praktis. Teknik-teknik tersebut ada beragam, di antaranya: five minute sprint, list, clustering, menulis potongan momen, list of 100, unsent letter, menulis dialog, perspektif, menulis bebas, dan feedback statement. Menulis menggunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tujuan dari setiap tahapan pemulihan trauma tentu sangat disarankan agar lebih efektif. Berikut ini teknik terapi dengan menulis jurnal harian yang telah Pabelan Pos rangkum. Terkait beragam teknik di samping, Pennebaker (2002) mengungkapkan bahwa menuliskan tentang pikiran dan perasaan yang terdalam dapat menjernihkan pikiran. Hal itu terjadi karena terdapat penyaluran berbagai emosi yang selama ini mengganggu pikiran dan tidak dapat diungkapkan. Saat seseorang menulis mengenai kejadian besar atau pengalaman traumatis yang berujung pada kemelut besar yang dirasakan dalam diri ke dalam sebuah tulisan, perlahan mereka mulai dapat memahami dengan baik apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya. Tidak hanya itu, mereka juga dapat menata ulang masalahnya dan perlahan mereka mulai bisa menerima dan beradaptasi dengan keadaan tersebut. Kemudian tingkat stres yang dirasakan akibat peristiwa traumatis akan menurun. Untuk itu, mari jaga kesehatan mental kita dengan membiasakan diri untuk menulis!

dian atau peristiwa berat yang telah dialaminya di masa lampau sehingga menimbulkan efek mental dan fisik yang berkelanjutan. Trauma ini akan muncul apabila seseorang tidak mempunyai ketahanan mental dalam menghadapi kejadian atau peristiwa yang dialaminya. James Drever (1987) mengatakan trauma adalah setiap luka, kesakitan atau shock yang terjadi pada fisik dan mental individu yang berakibat timbulnya gangguan serius. Sedangkan Sarwono (1996) melihat trauma sebagai pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan dan

Infografis

Cara Menulis Praktis Diary

meninggalkan bekas (kesan) yang mendalam pada jiwa seseorang yang mengalaminya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa trauma merupakan pengalaman spontanitas yang tidak menyenangkan. Lalu apa solusi untuk mengatasinya? Pabelan Pos menemukan cara yang sangat sederhana tetapi efektif untuk menangani gangguan psikologis yang luar biasa itu dengan menulis! Ya, hanya dengan menulis jurnal harian atau yang biasa disebut dengan diary.


Edisi 111 - September 2016

GARASI FOTO

23

Foto Story

Fotografer: Widi Setyawan Agenda rutin yang akan dilalui mahasiswa baru (Maba) adalah masa pengenalan. Pengenalan proses pembelajaran, fasilitas kampus, organisasi mahasiswa, dll. Setiap kampus mempunyai nama dan konsep tersendiri untuk kegiatan tersebut. Di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), misalnya, MASTA-PMB.

MASTA-PMB menghadirkan beragam aktivitas yang dilalui oleh Maba. Oleh karena itu, pada edisi ini, Pabelan Pos mencoba mengabadikan kegiatan tersebut. Foto-foto yang ada ditujukan untuk mengubah pandangan Maba terhadap proses pengenalan kampus yang tak ada kekerasan fisik, bullying dan berbagai hal buruk lainnya. Penyajian foto mengunakan komposisi ringan dan teknik sederhana dalam memotret. Selain itu, sudut pengambilan gambar dilakukan dengan sederhana pula sehingga siapa saja mampu berkarya dengan baik dan menarik. Tidak ada aturan yang mengikat dalam proses pemotretan momen yang terjadi di kampus. Fotografer harus mampu memilih komposisi yang menarik dan unik sehingga pesan melalui foto yang diambilnya dapat disampaikan secara jelas. Selain itu, komposisi digunakan pula untuk menyampaikan kesan, kesan statis dan kesan mengejutkan. Komposisi akan menghasilkan visual impact yaitu sebuah kemampuan untuk menyampaikan perasaan yang diinginkan untuk berekspresi dalam foto. Foto akan tampak lebih menarik dan enak dipandang dengan pengaturan letak dan perbandingan objekobjek yang mendukung melalui komposisi tersebut. Dengan demikian, penataan tersebut menjadi bagian yang tidak boleh dilewatkan oleh fotografer agar foto tidak berantakan.

Selamat Datang Mahasiswa Baru Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jadi Jurnalis Pabelan! lembaga pers mahasiswa (LPM) pabelan adalah unit kegiatan mahasiswa yang konsen dalam bidang jurnalistik. LPM PABELAN KONSISTEN MENERBITKAN LIMA PRODUK JURNALISTIK DAN TELAH BERKARYA SEJAK 39 TAHUN KIPRAHNYA DI DUNIA PERS MAHASISWA. Iklan / LPM Pabelan



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.