4
Buletin Dakwah
lebih simple untuk dibawa kemanamana. Disamping itu, tidak semua tugas yang diberikan pengajar selalu ada pada buku cetak yang telah disediakan, karena itulah, mulai dari siswa sampai dengan mahasiswa menggunakan e-book.
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan juga karya rekam, secara professional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Lantas bagaimana dengan buku Menurut sejarah, salah satu cetak? Iya, buku cetak masih tetap perpustakaan tertua berasal dari Vatikan dibutuhkan. Tidak hanya untuk tambahan yang memiliki bahasa latin Bibliotheca referensi, tetapi juga Apostolica Vatikan. untuk menambah Perpustakaan ini wawasan. dibangun pada tahun 1475 dengan Benar memang memiliki 75.000 kata pepatah, “jika buku dan diresmikan ingin dikenal dunia oleh Paus Nikolas V. maka menulislah, dan jika ingin mengenal dunia maka Sedangkan di Indonesia awal membacalah”. Kita perlu mengetahui berdirinya perpustakaan pada masa bahwa buku adalah pendorong VOC, tahun 1624. Yang kemudian kemajuan. Buku adalah pencerahan bagi diberi nama Perpustakaan Gereja di dunia. Jakarta. Kini perpustakaan itu biasa dikenal dengan Museum Nasional. Terkait dengan minat baca, mahasiswa dan perpustakaan adalah Oleh karena itu, sangatlah penting satu kesatuan yang mustahil untuk buku cetak berkaitan dengan negara dipisahkan. Menurut undang-undang dan perpustakaan. Tanpa adanya buku nomor 43 tahun 2007 yang menjelaskan cetak, perpustakaan akan mengalami tentang perpustakaan, menyatakan kematian, matinya perpustakaan, akan bahwa perpustakaan adalah institut menjadikan kita tetap bodoh, dan tertinggal, naudzubillah. [] *Mahasiswa Ushuluddin, angkatan 2015. Divisi Publishing Parist Plus dan Det!k Turut mengundang para akademisi STAIN KUDUS untuk menulis baik itu berupa kolom artikel atau esai dengan tema “Mahasiswa dan Kebangkitan Nasional” sampai 17 Mei 2017. Max 5000 karakter. Email : detik2015@gmail.com
Penanggung jawab : Pimpinan Umum Pimpinan Redaksi : Ismah Sekretaris Redaksi : Risa Redaktur : Rohman, Melinda, Faqih, Manik, Vina Al Editor : Farid Distributor : Faqih Layouter : Ish
Email : lpmparadigma@gmail.com
Instagram : @paragraphfoto Twitter : @parist_id Phone : 085642433248
Website : www.PARIST.id Facebook : Paradigma Institute
EdisiKhusus :DakwahJumát
12 Mei 2017
Nomor : 1/Dak.Jum/V/2017
Pentingnya Buku bagi Kita oleh : Hidayatus Syarifah* BUKU Buku membuat aku jadi pribadi sendiri Aku terpisah dari orang-orang Yang bekerja membangun dunia Dengan pukul palu peluh dan tenaga Aku merasa lebih mulia Karena memiliki pengetahuan dan mampu membeli (Wiji Thukul, 1988)
B
uku, mungkin kata itu tidak terasa asing di telinga kita. Tetapi apakah di dalam setiap rumah memiliki buku, apakah setiap orang setia bersama buku. Mayoritas masyarakat hidup tidak bersama dengan buku mereka. Memilih sibuk dengan rutinitas masing-masing. Mereka justru lebih banyak menghabiskan waktu di dunia kerja, menonton televisi, bermain bersama keluarga, dan mendatangi tempat-tempat hiburan. Buku dari dulu seperti kehilangan cahaya-nya. Buku seperti tak memiliki daya pikat kuat. Dan ia (buku) hanya menjadi kudapan, yang tak terlalu sering dikonsumsi.
Akhirnya menjadi kudapan yang basi, kering dan berjamur. Orang yang hari-harinya ditemani oleh buku justru dianggap sebagai kutu buku, tidak gaul, terkadang diremehkan oleh temannya. Apalagi di era modern yang semakin canggih ini masyarakat dimudahkan oleh teknologi, jika tidak mempunyai gadget pasti merasa malu. 2017, masak nggak tahu teknologi, dibilangnya ketinggalan jaman. Setiap ke manapun orang pasti membawa gadget. Bahkan seloroh orang berkata, tidak membawa dompet tidak masalah, asalkan membawa Handphone (HP).
2
Buletin Dakwah
Buletin Dakwah
Kenapa ketika tidak mempunyai HP yang canggih merasa malu? Sedangkan tidak punya buku yang harganya lebih murah dibandingkan dengan HP tidak merasa malu. Akan terasa aneh jika kita membaca buku, di saat semua orang lebih fokus pada HP-nya masing-masing. Kita perlu menghela nafas panjang membaca fakta yang diungkapkan Badan Pusat Statistik (BPS) survey tahun 2012 yang menyatakan bahwa masyarakat indonesia belum menjadikan budaya membaca sebagai pilihan utama. Presentase membaca terus menurun sejak tahun 2003 (23,70%), 2006 (23, 46%), 2009 (18, 94%). Di tahun 2012, masyarakat indonesia lebih memilih menonton televisi (91,68%), olahraga (24,57%), mendengarkan radio (18,57%) dari pada membaca (17,66%). Mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa bangsa yang maju pasti memiliki masyarakat yang maju pula. Masyarakat maju ditopang oleh masyarakat yang gemar membaca (buku). Reading society menjadi persyaratan utama menjadi advance society. Kalau ingin menjadi advance society, harus berangkat dari reading society. Ini adalah jalan yang tepat. Ketika ada sebuah pertanyaan sudahkah anda membaca hari ini?, pasti jawabannya sudah. Membaca status di facebook, SMS, dan membaca berita dari media sosial tetapi jika pertanyaannya diganti sudah membaca buku apa kamu hari ini?, pasti jawabannya banyak yang belum. Di era modern sekarang ini gadget yang semakin canggih buku semakin dikesampingkan. Masyarakat lebih
memilih membaca dan mencari referensi melalui internet dengan berbagai dalih. Diantaranya, mahal, repot, dan malas Dalihnya, Harga buku lebih mahal dibandingkan buku elektonik. Kita juga tidak perlu repot-repot mencari referensi di perpustakaan(perpus). Gremengan kerapkali muncul bila keadaan perpus berdesak-desakan dan tidak kunjung mendapatkan buku yang dicari karena keterbatasan koleksi. Akibat-akibat yang timbul itulah yang membuat orang lebih memanfaatkan internet saja. Kemajuan teknologi yang sangat pesat ini memiliki banyak manfaat tetapi di balik banyak manfaat tersebut tersimpan sisi negatif yang menjadikan orang menjadi pribadi yang pemalas, mungkin karena dia terlalu diinstankan. Mahasiswa dan perpustakaan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan tetapi mahasiswa hanya menggunakan jasa perpustakaan untuk mengerjakan tugas kuliah maupun skripsi saja. secara tidak langsung mereka sudah membaca tetapi ketika tidak ada tugas masihkah dia menyempatkan waktu untuk ke perpustakaan meskipun hanya sekedar untuk membaca saja? kegiatan tersebut sekarang ini rasanya sudah jarang dilakukan.
Kita perlu mengetahui bahwa buku adalah penggerak dan pendorong kemajuan peradaban. Buku adalah pencerah kehidupan. Dan buku menjadi basis hidup bagi setiap orang yang hidup dalam realitas kehidupan ini nantinya. Namun, yang perlu di pertanyakan lagi adalah mengapa sampai sekarang ini masih banyak orang yang belum sadar dengan buku? Kalaupun ada orang yang telah menyadari pentingnya buku tetapi kenapa masih banyak orang yang menyampingkan buku? Teladan Wiji Widodo atau lebih dikenal dengan Wiji Thukul, belajar dari sosok ini. Walaupun dalam suasana genting saat dia diduga menjadi korban penculikan prahara di dalam tempat persembunyiaanya dia masih menyempatkan untuk membaca. Bahkan ketika ada salah satu temannya yang menjadikan buku sebagai tatakan
3
mangkuk mie, dia sangat marah sambil bilang, hargailah buku, itu karya manusia. Begitu juga dengan Muhammad Hatta yang hidupnya dipenuhi dengan buku. Ketika ia diasingkan ke Banda Neira bersama Sjahrir, Hatta membawa serta 16 peti buku-buku tebal. Hatta selalu mempunyai jam baca dan bencengkrama dengan buku-bukunya. Setiap pukul 8 sampai 12 siang adalah waktu membaca. Terkadang ia juga mengetik untuk mengisi surat kabar. Ia sangat menjaga buku seperti harta karun baginya, bahkan hatta pernah marah ketika bukunya terkena tumpahan air karena ulah yang tidak sengaja oleh salah satu anak asuh Sjahrir. Keseharian kita yang selalu memposisikan buku sebagai barang mati tentunya akan membuat kita brakbruk (impas) terhadap buku. Ini akan bisa membedakan orang yang memberi penghormatan terhadap buku dan sebaliknya.
*Reporter Det!k angkatan 2015, pembaca setia Catatan Lepas Majalah Paradigma.
Buku dan Kehidupan Perpustakaan
M
Oleh: Laila Ashariya*
anusia yang diberi anugerah untuk melihat, tentu tidak bisa jauh dari tulisan. Di dalam kamar, banyak kata-kata yang kita tempelkan di dinding. Bahkan hampir di semua ruangan ada tulisan, meski hanya tulisan doa. Ketika keluar rumah, banyak tulisan terpampang di sepanjang jalan yang kita jumpai. Dan itu mengharuskan kita untuk membacanya. Manusia
dan membaca bagai dua sisi koin mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Manusia selalu membaca entah sekadar membaca pesan atau buku. Tak heran, di era globalisasi ini, banyak orang yang meluncurkan buku elektronik e-book untuk khalayak. Dengan datangnya e-book tanpa kita sadari buku cetak mulai tersingkirkan. Dengan dalih mudah digunakan dan