Ini Tentang Mendadak
S
emenjak bersinggungan dengan kata mendadak, tekad-tekad itu melahirkan kekuatan di luar dugaan dan mengubah ketidakmungkinan menjadi hal yang patut dikenang. Segalanya berjalan, meski dengan seok, pun dengan serentetan kejadian yang jauh dari elok. Kita diingatkan oleh kata mendadak. Tidak semua yang telah berjalan berawal dari perencanaan matang. Sesuatu yang tak pernah terpikirkan bisa hadir dari arah mana saja, muncul kapan saja, menghadang kita, mendadak. Bisa saja kita telah memiliki seribu rencana, tapi kenyataan lain seringkali muncul dengan muka yang tidak sama. Mendadak. Lantas kita gugup, merasa tidak sanggup. Bukan, itu tidak benar. Mendadak menjadi fenomena yang mengajari kita untuk menyelesaikan sesuatu dengan cara yang berbeda. ‘Mendadak’ bukan sesuatu yang bisa dengan sembarangan kita ciptakan. Masih banyak waktu, diselesaikan nanti atau besok juga bisa. Lalu sampai pada waktu hampir habis, sesuatu yang seharusnya bisa diselesaikan tempo lalu justru baru dikerjakan.
Kemudian berdalih, mendadak. Tidak, tidak seperti itu. Itu hanya bualan orang-orang yang suka sibuk membuat alasan. Mendadak memang ada, tapi bukan diada-ada. Waktu sebenarnya teramat tahu, siapa yang mempermainkan akan bertemu pada banyak kehilangan. Maka muncul kata-kata batas waktu, yang di telinga kita akrab dengan nama deadline. Membuat deadline bisa mendekatkan kita pada tujuan dan tentu saja, mengingatkan kita pada seberapa lama waktu yang tersedia. Jadi sesuatu yang penuh rencana itu dijalani dengan aksi, karena deadline bukan sekadar basa-basi. Lebih dalam lagi, sikap menghargai deadline mampu menjelaskan bagaimana cara kita menepati janji. LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Paradigma selalu menantang siapa saja untuk berlomba-lomba menghargai waktu. Termasuk dalam pembuatan majalah ini. Waktu yang telah dikorbankan untuk melahirkan sebuah karya tidak serta-merta sia-sia. Ribuan pembelajaran secara tidak sadar menjadi hadiah terbaik dari waktu yang pernah diluangkan atas nama belajar. Yang muda yang berkarya. Selamat membaca!
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
3
DAFTAR ISI
Nomor 02/Tahun XVI/Edisi XXVIII/Desember 2015
48 Menu Khusus
Kabupaten kudus , banyak gunung yang di eksploitasi menjadi gedung. Akhirnya banyak daerah yang jika kemarau sulit mendapatkan air bersih.
Radio eRKa, Dari Mana dan Untuk Apa?
54 Pemilu Mahasiswa
Sejarah baru telah diukir perempuan hebat ini.
Ilustrasi : Ade Achmad Ismail
56 Profil :
5 Etalase
Sang Maestro Kaligrafi Dari Ndeso
Menelusuri pemikiran Bapak Sosiologi : Auguste Comte
62 Budaya
Barikan : Wujud Syukur yang Mulai Luntur.
11 Editorial
Sedari awal penciptaan, alam dianugerahkan Tuhan dengan komposisi seimbang. Satu dan lainnya berkait, bersinergi, saling topang.
12
Bidikan Utama Kemarau Panjang, Droping Air Bersih Jadi Andalan. Beberapa titik
lokasi di Kudus kekurangan air bersih karena kemarau panjang.
Eksploitasi Air Muria Tak Terkontrol. Semakin berkurangnya pohon di hutan pegunungan Muria berarti berkurang juga daerah tangkapan air.
64 Sinema
“DAS yang terjaga mampu melindungi pasok air, menaungi hutan, tanaman dan satwa liar” 35
INFOGRAFIS
Daftar Kegiatan dan Kerjasama Luar Negeri STAIN Kudus 2015
3 Nafas Likas : Janji Teguh Pengantar Kesuksesan.
71 Cerpen
oleh Mitta : Little Time.
TELAH TERBIT
Hutan Muria Di Ambang Kritis.
Hutan Muria memiliki fungsi sebagai daerah tangkapan air.
Menangkal Ramalan Krisis Air Pada Tahun 2032. Penggunaan air
bawah tanah harus diatur dengan tepat agar pemanfaatannya optimal.
Pelindung: Dr.H.Fathul Mufid, M.Si (Ketua STAIN Kudus), Dr.H. Abdurrohman Kasdi, Lc., M.Si. (Wakil Ketua III). Pembina: Kisbiyanto, S.Ag., M.Pd. Staf Ahli: Muhammad Hamdan,Wahyudi Zulfi Hidayat, M. Nasrurrahman, Munawir Aziz, Nur Habibi. Litbang: Zakki Amali, Hubeb Muhajir, Adi Purnomo, M. Zainal Arifin, Femi Noviyant, M. Agus Iqbal, Istahiyyah, Arif Rohman, Naimatul Husna. Pimpinan Umum: Diyah Ayu Fitriyani. Bendahara : Ani Fatur Rosida, Farichatul Ibriza. Sekretaris: Ahmad Afandi. Pimpinan Redaksi: Sitta Zukhrufa. Redaktur Pelaksana: Yaumis Salam. Redaktur Berita: Faruq Hidayat. Redaktur Budaya: Ana Zuchaila. Redaktur Opini: Mahya Hidyatun Ni’mah. Redaktur Sastra: Fuad Hasan. Reporter: Alfian Hidayat, Siti Khomsatun Ni’mah, Nur Rahmatika Afdilla, Aulia Melani, M. Muhtar, M. Ulil Albab, M. Farid, Kholidia Evining Mutiara, Dewi Kusmita, Qurrotu Ayun, Nilam Sari. Devisi Kajian dan Riset: Khoerul Anas. Devisi Publikasi: Devi Nilam Sari. Karikatur: Ade Achmad Ismail. Layouter: Ismail, Salam. 4
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
SUARA KAMPUS
Akankah Ada Perluasan Perpustakaan STAIN?
D
engan meningkatnya kuantitas mahasiswa baru STAIN Kudus pada setiap tahunnya, dan hal itu tidak bisa diimbangi dengan banyaknya mahasiswa senior STAIN yang berhasil lulus tepat waktu, membuat bertambah banyaknya mahasiswa penghuni STAIN Kudus. Kesemua mahasiswa mendapatkan mata kuliah yang pasti tidak luput dari pembuatan karya tulis atau makalah. Hal tersebut yang menuntut mereka untuk mencari banyak referensi, sehingga pemandangan di setiap waktunya ketika berada di perpustakaan tidak akan lepas dengan suasana berjubel dan desak-desakkan, apalagi sekarang ada kebijakan baru yang mengharuskan menunjukkan KTM
untuk dapat masuk ke perpustakaan, sehingga membuat antrian yang begitu panjang. Dengan kondisi demikian, akankah ada rencana untuk memperluas perpustakaan? Kapankah perpustakaan STAIN Kudus diperlebar? Kami berharap di STAIN mempunyai wahana referensi yang memadai, mengingat kuantitas mahasiswa yang makin bertambah. Terimakasih. Siti Rokhimah, Mahasiswa Ekonomi Syariah Semester Tiga
Jawaban : Saudari Siti Rokhimah yang peduli perpustakaan kampus, terima kasih atas masukan. STAIN Kudus selalu mengembangkan kapasitas
akademik maupun fasilitas kampus, termasuk perpustakaan dan bukubuku referensinya. Jangan khawatir, dalam waktu tidak lama, gedung baru perpustakaan akan dibangun dengan lebih luas dan fasilitas yang jauh lebih bagus. Selain itu, pengadaan buku-buku referensi juga selalu ditambah setiap tahunnya. Perencanaan pembangunan gedung dan fasilitas kampus memang dilakukan secara bertahap setiap tahun, setiap empat tahun, dan setiap sepuluh tahunnya. Mudahmudahan tahun depan, gedung perpustakaan yang baru itu sudah siap dan mahasiswa semakin rajin dan nyaman belajar di perpustakaan. Selamat belajar di perpustakaan, jantungnya kampus tercinta.
Masalah Pendaftaran Mahasiswa Baru
K
enapa pihak STAIN Kudus menerima pendaftaran sebanyak lebih 6000 pendaftar, akan tetapi yang di terima hanya 2000 mahasiswa. STAIN Kudus telah menolak banyak calon mahasiswa lebih dari 4000 pendaftar. Sungguh fantastis.!! Kenapa pihak STAIN Kudus tidak membatasi kuotanya pendaftar? Misalkan jika kuota yang di terima 2000 mahasiswa, setidaknya STAIN memberikan kuota pendaftaran hanya untuk 3000 pendaftar. Salam, Mahasiswa Tarbiyah
Jawaban : Saudara Salam, terima atas masukan tentang kuota penerimaan mahasiswa baru. Bahwa kampus STAIN Kudus tercinta kita ini mengalami banyak peningkatan, baik dosen yang semakin banyak doktornya, mahasiswa yang semakin banyak anak-anak cerdas dan berkualitas, fasilitas yang semakin banyak dan memadai, dan juga kualitas. Dalam hal kualitas, maka penerimaan jumlah mahasiswa baru harus menyesuaikan dengan jumlah dan kemampuan dosen, fasilitas, perpustakaan, dan juga
ketersediaan laboratorium program studi dan sebagainya. Karena itu, jumlah sekitar 2000 mahasiswa baru setiap tahunnya itu sudah menghantarkan STAIN Kudus sebagai kampus besar, karena sudah mencapai sekitar 10.000 mahasiswa secara keseluruhan. Artinya, jumlah itu normal untuk kapasitas STAIN Kudus. Mudah-mudahan, kapasitas kelembagaan kita semakin meningkat cepat agar pada tahuntahun yang akan datang juga bisa mengakomodir masyarakat luas yang ingin mensekolahkan anakanaknya di STAIN Kudus. Terima kasih. PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
5
SUARA KAMPUS
Bukan Sekadar Green STAIN Kudus terkenal akan citranya sebagai kampus hijau. Citra tersebut tentu akan lebih indah jika bukan hanya cat dindingnya saja yang hijau, melainkan lingkungannya juga hijau karena banyak taman dan tanaman. Taman kampus selain berperan menyegarkan areal kampus, juga bisa berfungsi sebagai hidrologi seperti menyerap
Jawaban : Saudara Muhammad Muhtar yang cinta kampus, masukan Anda tentang green campus tentu sangat baik dan disetujui semua orang. Green campus berarti kampus hijau yang rindang dan sejuk karena banyak pepohonan, taman, bunga-bunga yang indah serta terjaga kebersihannya. Kecintaan Anda kepada kam-
air. Selain itu, kita pun dapat memanfaatkan taman kampus untuk tempat belajar di luar ruang kelas. Sekadar berdiskusi santai di tengah aktivitas jam kuliah, suasana sejuk dapat mempengaruhi ketenangan emosional dan membuka imajinasi sekaligus inspirasi. Jadi tradisi untuk berdiskusi bukan hanya terjadi di basecamp UKM saja.
Saya berharap pimpinan STAIN Kudus dapat menciptakan suasana green yang sesungguhnya, bukan hanya sekadar cat temboknya saja, supaya tercipta nuansa nyaman dan sejuk di kampus tercinta ini. Taman itu juga sekaligus memeberi wahana mahasiswanya untuk berdiskusi di areal kampus.
pus STAIN Kudus agar benar-benar hijau telah dimulai dengan ditanamnya pohon-pohon penghijauan, taman-taman dan air mancur serta penataan areal yang terus dilakukan. Yang kurang adalah penghijauan dan tanaman di taman. Karena itu, pimpinan STAIN Kudus akan selalu menambah penghijaun di kampus timur maupun kampus barat. Mahasiswa dan semua pihak dari pemerhati lingkungan juga bisa ambil
bagian dalam penghijauan kampus. Yang penting dikoordinasikan dengan baik dan dimaksudkan dengan baik pula. Penjagaan pohon dan taman juga harus dilakukan semua civitas akademika, termasuk mahasiswa. Boleh sekali-kali mengadakan acara tanam pohon, atau siram bunga, dan semacamnya. Terima kasih.
Muhammad Muhtar, MahasiswaDakwah Dan Komunikasi (KPI)
Jadwal Kajian Kitab Kuning di Radio eRKa Saya turut senang dengan di launchingnya radio baru STAIN Kudus. Radio eRKa menjadi salah satu parameter tentang perkembangan STAIN menuju lebih baik. Kali ini saya ingin memberi saran kepada pihak pengelola Radio eRkA Kampus STAIN Kudus. Saya mengharapkan dalam siarannya radio eRKa ada jadwal tentang kajian kitab kuning. Itu saya rasa akan lebih menambah manfaat radio eRKa sendiri dan saya rasa juga cocok untuk lingkungan STAIN Kudus. Abdul Khafid, Mahasiswa Tarbiyah 6
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Jawaban : Saudara Abdul Khafid, terima kasih dan selamat atas apresiasi dan harapan Anda untu kemajuan kampus STAIN Kudus tercinta. Penyelenggaraan siaran radio sebenarnya sudah lama dilakukan oleh STAIN Kudus bekerja sama dengan radio-radio di sekitar wilayah eks-karesidenan Pati. Alhamdulillah, radio kampus yang kita miliki sudah siap dan akan dikembangkan seterusnya oleh semua civitas akademika STAIN Kudus, dan lebih khusus
lagi komunitas Jurusan Dakwah yang mempunyai program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua, amin.
ETALASE
Penggagas Aliran Positivisme : Bapak Sosiologi Pendidikan Auguste Comte /
I
sidore Auguste Marie Francois Xavier Comte, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Auguste Comte merupakan penggagas aliran Positivisme. Auguste Comte lahir di Montpellier, kota kecil di bagian barat daya Perancis, pada tanggal 19 Februari 1798. Ia berasal dari kalangan kelas menengah, yang mana ayahnya bekerja sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal. Pada tanggal 5 September 1857, tepatnya pada usia 59 tahun, comte meninggal dunia. Makamnya terletak di Cimetiere du Pere Lachaise, Parisperancis. Ia termasuk pembelajar yang cerdas, ia sempat mengenyam pendidikan di Ecole Polytechnique di Paris, yang mana ajarannya lebih dikenal dengan kesetiaan pada idealis republikanisme dan filosofi proses. Hanya saja, ia tidak mendapatkan ijazah sarjananya karena pada 1816 politeknik tersebut ditutup untuk re-organisasi. Mau tak mau, comte harus meninggalkan Ecole dan melanjutkan pendidikan di sekolah kedokteran di Montpellier. Satu tahun kemudian, ia menjadi murid sekaligus sektretaris Claude Henri de Rouvroy, Comte de SaintSimon, yang tak lain adalah seorang filsuf yang membawa dirinya masuk dan memperkenalkannya ke dalam dunia intelek. Mereka pun sepakat memutuskan bekerjasama selama beberapa tahun. Lagi-lagi tidak mampu bertahan lama, pada tahun 1824, Comte meninggalkan Saint-Simon, karena ia tidak merasa adanya kecocokan. Sejak saat itu, Comte mulai sadar dan melanjutkan perjalanan hidupnya dengan melakukan penelitian tentang filosofi positivisme. Rencananya akan dipublikasikan dengan nama Plan De Travaux Scientifiques Necessaries Pourreorganiser La Societe (rencana studi ilmiah untuk pengaturan kembali masyarakat). Tidak sesuai perkiraan, ia pun gagal meraih posisi akademis, yang pada akhirnya menghambat penelitian. Ia memulai kisah percintaannya
dengan menikahi seorang wanita yang memiliki nama Caroline Massin, seorang yang lebih dikenal dengan wanita bekas pekerja seks pada 1825. Tragisnya, kisah percintaannya pun tidak mampu bertahan lama. Dan ia memutuskan untuk bercerai. Tahun 1844, Comte mulai menjalin kasih dengan Clotilde de Vaux, dalam hubungan yang tetap platonis. Tidak mampu bertahan lama juga, clotilde meninggal dunia. Kisah cinta yang ia alami ini menjadi quasi-religius. Dan melalui kisah cinta yang ia alami ini, ia berhasil menerbitkan bukunya yang berjudul Systeme de Politique Positive (1851-1854). Comte adalah sesorang yang hobi mengkritisi isi karya orang lain, pandai berdebat dan suka membangkang. Akibatnya, ia sempat kehilangan pekerjaan berharganya. Dari kejadian tersebutlah, Comte seolah mengalami goncangan besar dalam hidupnya. Harapannya hancur lebur. Sempat diasingkan di rumah sakit jiwa, namun istri (pada waktu itu) meminta pihak rumah sakit untuk ijin membawanya pulang dan merawatnya sendiri di rumah. Butuh waktu yang cukup lama untuk menyembuhkannya, namun usaha istrinya pun membuahkan hasil. Comte mulai sadar dan kembali seperti sedia kala. Melanjutkan rencana yang sempat tertunda, Comte “menyehatkan otak�. Ia mulai mengembangkan gagasan tentang reformasi masyarakat yang dipaparkan dalam dalam bukunya Systeme De Politique Positive. Comte pun mulai mengkhayalkan dirinya sebagai seorang pendeta tinggi agama baru kemanusiaan. Ia percaya pada dunia, yang mana suatu saat nanti akan dipimpin oleh seorang sosiologpendeta. Dalam hal ini, Comte banyak dipengaruhi oleh latar belakang katholiknya. Ia pun mendapatkan banyak pengikut di Perancis maupun di Negara lain. Comte adalah penyumbang terbesar dalam membangun sosiologi
sebagai suatu ilmu. Dalam buku filsafat positifnya (yang pada dasarnya merupakan buku tentang filsafat ilmu pengetahuan), telah mengambil banyak ruang melalui karyanya. Dalam buku tersebut, Comte menguraikan metodemetode berfikir ilmiah. Ia mengatakan, bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak lebih dari suatu perluasan metode sederhana dari akal sehat, terhadap fakta-fakta yang tunduk pada akal pikiran manusia. Meski selama perjalanan hidupnya ia mengalami banyak rintangan, namun ia tetap mampu mengatasi semuanya. Dan berkat sumbangan pikiran yang ia tuangkan, ia mendapat predikat sebagai “Bapak Sosiologi Pendidikan�. Hal itu pun sepadan dengan deretan usaha yang telah diperjuangkan. Comte merupakan tokoh yang menggagas aliran positivisme yang paling fenomenal. Kita percaya, bahwasanya masyarakat merupakan bagian dari alam, dimana metodemetode penelitian empiris dapat digunakan untuk menggali dan menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini sendiri mendapat pengaruh dari kaum empiris, dan mereka sangat optimis akan kemajuan revolusi Perancis. Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya yang berjudul The Course of Positive Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu, dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis, yang mana semuanya telah terwujud dalam akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala (diinspirasi dari de bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sejarah Condorcet).[] Redaksi Diambil dari beberapa sumber
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
7
KAJIAN
PENELITIAN
PENERBITAN
JURNALISTIK
Menakar Kepekaan Mahasiswa
STAIN
Ke kampus lebih suka menggunakan kendaraan pribadi daripada angkot
Parkiran Kampus penuh karena kendaraan pribadi mahasiswa
Ketika pindah gedung kuliah lebih baik membawa motor daripada jalan kaki
Ke kampus lebih suka menggunakan kendaraan pribadi daripada angkot
Kost/ Pesantren lebih baik daripada laju
Jika ada kemacetan, mahasiswa tetap membawa Kendaraan pribadi
Mahasiswa tidak khawatir terjadi kecelakaan lalulintas
Meskipun mahasiswa sudah kost, untuk pergi ke kampus, tetap membawa sepeda motor
Mahasiswa tidak khawatir terjadi kecelakaan lalu lintas
Keterangan Warna : METODE POLING: Poling dilaksanakan di STAIN Kudus dan sekitarnya pada akhir April 2015, metode pengambilan sample adalah random sampling di mana responden sebanyak 100 mahasiswa. DISCLAIMER: Hasil Poling ini tidak bermaksud mewakili pendapat seluruh civitas akademika STAIN Kudus. Hasil dari poling ini menjadi sepenuhnya sebagai data yang disajikan ke publik dan tidak dimaksudkan untuk pengambilan keputusan oleh siapapun.
8
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
KAJIAN
PENELITIAN
PENERBITAN
JURNALISTIK
Terhadap Lingkungan Parkir Kudus K
emajuan sebuah lembaga pendidikan baik itu pendidikan dasar maupun pedidikan tinggi sekalipun tak hanya disimbolkan oleh sesuatu yang kasat mata. Manajerial merupakan salah satu unsur tak kasat mata yang sangat berdampak pada keberlangsungan sesuatu. Manajemen sarana dan prasarana (sarpras) yang memiliki prinsip perencanaan, pengadaan, pengawasan, penghapusan, serta efisiensi pun turut ambil bagain dalam kelancaran proses belajar mengajar. Melihat kondisi di STAIN Kudus, beberapa prinsip manajemen sarpras sebagai penunjang kelancaran Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan masih semerawutnya wajah parkiran. Memang ini bukan sepenuhnya karena kesalahan pihak kampus. K e p e k a a n j i w a
mahasiswanya juga turut mengeruhkan manajemen yang sudah ada. Dengan adanya kekurangan tersebut tidak mengherankan kampus ini masih jauh dari konversi UIN yang akhirakhir ini digamang-gamang oleh seluruh masyarakat STAIN Kudus. Sempitnya lahan memang alasan yang sudah tak perlu dikemukakan lagi, semua orang pun dapat melihat kondisi itu. “Pameran� motor di sepanjang jalan setiap gedung pun tak mungkin dihindarkan. Simbol yang kasat mata inilah yang kemudian memberikan kesan tidak ada ketertiban dan kedisiplinan di kalangan mahasiswa STAIN Kudus. Lingkungan kampus seharusnya selain memiliki tempat parkir, juga harusnya memberi ruang yang layak untuk para pejalan kaki. Akan tetapi, realita yang ada antara ruang parkir dan kendaraan seperti mobil, sepeda motor, maupun sepeda onthel justru sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena maraknya tren mahasiswa yang membawa sepeda motor membuat parkiran sesak. Tren mengendarai motor nampaknya sudah menyatu dalam jiwa mahasiswa di STAIN Kudus. Ini terlihat dari hasil survei yang disebarkan melalui angket kepada mahasiswa STAIN Kudus dari empat jurusan yang ada. 60 persen mahasiswa lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dari pada memanfaatkan kendaraan umum. Meski banyak yang beralasan karena jarak rumah yang
relatif jauh, namun 19 persen menampiknya. Ketika jarak tempuh ke kampus menjadi alasan utama, ternyata mahasiswa yang bertempat tinggal yang relatif dekat (kos) juga masih banyak (26 persen) yang mengendarai motornya ke kampus. Mereka berkendara bukan sekadar untuk memudahkan perjalanannya dari rumah-kampus. Kebiasaan tersebut pun terjadi dalam pergantian jam kuliah. Dari seratus jumlah responden yang diteliti, 50 persen mahasiswa mengendarai sepeda motornya untuk berpindah gedung saat pergantian jam kuliah. Ini semakin memperparah kondisi parkir, sehingga membuat halaman STAIN Kudus dan juga jalan raya menjadi makin padat dan tak jarang menimbulkan kemacetan. Berbicara kesadaran tentang kemacetan yang terjadi, hampir semua mahasiswa menyadarinya. Hanya 14 persen yang tidak setuju sesaknya parkir karena akibat dari kendaraan pribadi mahasiswa sendiri. Mereka pun khawatir jika terjadi kecelakaan lalutintas dan setuju untuk tidak membawa kendaraan pribadi jika terjadi kemacetan. Akan tetapi tingkat kesadaran dan kekhawatiran tersebut tidak diimbangi dengan realitas yang terjadi di lingkungan STAIN Kudus. Untuk kedepannya, demi kemaslahatan bersama diharapkan ada kesadaran dari mahasiswa supaya lingkungan parkir terlihat nyaman dilihat serta mengurangi dampak yang terjadi di lingkungan sekitar. [] Kholidia Evining Mutiara Dewi Kusmita
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
9
KOLAM [Kolom Alumni]
Babad Selingkuh
S
aat ini, beredar tak sedap tentang tindakan asusila yang dipertontonkan media setiap waktu. Asusila tersebut tak lepas dari kisah segelintir pejabat yang menggunakan bahkan sebagai pelaku di dalamnya. Apalagi sebagai pejabat, mereka menjadi tolok ukur keberhasilan sebuah bangsa. Namun apa dikata, kejadian tersebut meluluhlantahkan persepsi di masyarakat sebagai sesorang yang pantas dijadikan suri tauladan. Persoalan etika publik menjadi perhatian utama. Saya jadi teringat teman saya Al Mahfud pernah menulis statusnya di Facebook (25/10). Status tersebut sebenarnya saya anggap multitafsir. Sejauh ini memang menuntun saya untuk diberi penjelasan-penjelasan dari penulis. Dia menulis, // 1, 2, 3, 4, ... Ia mulai berhitung/ 782, 783, 784, ... ia masih berhitung/ 9972, 9973, 9974, ... ia masih terus berhitung/ 16.037, 16.038, 16039, ... / 103.676, 103.677, 103.678, .../ Dan orang yang ia nantikan tak juga datang .../ 766.099, 103677, 766.101, ... belum datang/ 999.099, 999.861, ... belum juga datang/ .../ Belum/ .../ Ia belum datang .../ .../ Dan ia masih berhitung/ Terus berhitung...// Komentar pertama saya, “Jos Mas, tapi mungkin dia ada di angka 0”. “Barangkali, Mas... apa mau dikata, ia sudah melangkah sejauh itu...” jawab Al. Lalu saya balas lagi, “Belum melangkah. Dia menunggu, tapi kamu yang melangkah”. Dengan ketawa dia membalas, “Ha ha ya iya Mas, kalau satu menunggu, satunya mesti melangkah, kalau sama-sama nunggu kapan ketemunya?”. Dalam akhir komentar, saya tidak bisa menolak, dan hanya mengiyakan. Barangkali percakapan tersebut ada beberapa kondisi. Pertama, kesetiaan untuk melangkah dan satunya menunggu sehingga akan ketemu. Kedua, selingkuh itu yang satu menunggu dalam ketidakpastian kemudian yang satunya memilih dan mencari di angka lain. Ketiga, frustasi itu tentang pencarian yang tak kunjung usai dan berhasil. Memang, apa yang disampaikan, tentu tak lepas dari gejolak yang menggelora penulis. Lalu perilaku tersebut mendapatkan pelbagai interpretasi yang mengarah mengimani yang mana. Kesetiaan, Selingkuh, atau sikap frustasi. Narasi Selingkuh Selingkuh di Journal of Personality and Social Psychologi tahun 1999 disebut sebagai dating infidelity. Titik beratnya adanya perasaan bahwa pasangan telah melanggar norma dalam pacaran, yang berkaitan dengan interaksi terhadap orang lain dan diikuti timbulnya kecemburuan dan persaingan (dikutip dari
10
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Psychology4us). Apalagi dalam penelitian yang dikutip dari DetikCom (11/14) bahwa orang kreatif memiliki kecenderungan untuk berselingkuh. Penelitian yang diselenggarakan Victoria Milan di website kencan online terhadap lebih dari enamribu anggota di websitenya, 86% kreatifitas itu memicu perselingkuhan. Sebanyak 70% mengklaim mereka pernah digoda dan berselingkuh dengan orang yang memiliki daya kreatif atau yang bekerja di industri kreatif. Rinciannya, arsitek sebesar 26%, desainer 20%, penulis 14%, marketing 13%, fotografer 10%. Sisanya ada pada penari dan pematung yang justru dianggap setia karena prosentasinya sedikit. Data tersebut, menjadi dalil bagaimana kiprah seorang penulis yang rentan terkena kegiatan asusila ini. Bagi saya, 14% persen itu banyak, karena seorang penulis hanya mengandalkan penanya untuk membuat kalimat dan syair yang indah. Mungkin yang pas, sangat terbatas.
Hubeb Muhajir* sesungguhnya Allah menciptakan alam dan manusia secara kooperatif. Ini didorong oleh keinginan untuk bemesraan dengan makhluk-Nya. Kooperatif yang dia sampaikan adalah kerjasama antara satu dan yang lain. Dalam bahasa yang dijelaskan, diri harus bisa menyelingkuhi yang lain. Tuhan menciptakan tubuh itu berkoperasi. Ada kepala dan akal untuk berpikir, otot untuk menggerakkan, tangan untuk bekerja, kaki untuk berjalan. Bagianbagian tersebut harus saling berselingkuh sehingga dapat diperuntukkan untuk melakukan sesuatu. Karena kadangkala kebersamaan itu muncul dalam keadaan egaliter, semua mempunyai fungsi dan tugas berbeda yang saling mengikat.
Pada tataran dunia seni musik, banyak artis dan pencipta lagu mengambil tema selingkuh. Entah pikiran apa saja yang sedang menggelayuti ketika membuat lagu. Kita bisa lihat beberapa musisi yang membuat syair tentang selingkuh. Di antaranya, Merpati Band dengan “Tak selamanya selingkuh itu indah” bercerita tentang saling pengertian dari awal jika mereka sudah berselingkuh. Kemudian Lirik Mas’ud Sidik tentang selingkuh. Katanya selingkuh itu nikmat, tetapi rumah tangga jadi kiamat. Katanya pacar gelap itu asik, hati hati rumah tangga jadi terusik. Ada juga yang langsung menuduh di Lirik Via Vallen selingkuh. “Mengapa kau menjauhiku, mengapa kau meninggalkanku. Ternyata kamu selingkuh. Selingkuh di belakangku”. Berbeda Di kesempatan lain, saya pernah ngaji bersama Cak Nun di Grha Etika (1/8) Sambilawang Pati bahwa
Tafakkur Kebangsaan Tafakkur dalam bahasa Widi Muryono di buku Napak Jejak Pemikiran Sunan Muria Dari Ekoreligi Hingga Akidah Muttahidah (2014:108) adalah kreatifitas dan kedalaman berfikir untuk mendapatkan sebuah makna, hikmah dari segala sesuatu. Pada detik ini, proses perjalanan keimanan seorang menjadi hal yang utama sebagai penunjang di kehidupan selanjutnya. Kini, pelbagai cobaan terus menggelayuti kisah negeri ini. Mulai dari bencana, kemanusiaan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), perilaku korup, hingga narkoba. Di tambah kemampuan sumber daya manusia, di pemerintahan, Energi dan sumberdaya alam, minim. Apalagi dengan undang-undangnya, toh negara tidak mampu menghadang perilaku yang tak konstitusional tersebut. Lucunya, kekayaan alam yang melimpah di negeri ini tak kunjung dinasionalisasi sebagai aset negara untuk menyejahterakan rakyat. Pelbagai kegagalan inilah yang menuntun kita bertafakur. Dalam bahasa Widi, eko-religi, ekolingkungan, eko-pendidikan harus menjadi spirit pemikiran masyarakat. Di nuansa tahun baru Islam ini, sejatinya menjadi momen bangsa untuk bangkit. Persoalan yang mendera seharusnya dibaca sebagai dasar untuk membenahi di semua lini demi terciptanya tujuan luhur pendirian bangsa ini. Perselingkuhan yang disampaikan penulis dan Almahvudd menjadi titik-balik untuk memesrakan dan sinergi membangun negara yang berdaulat. Bahkan, berfikir berarti besar bagi Ari Ginanjar. Dia memberi dua pilihan. Memilih takdir atau nasib. Takdir itu mengarah ke positif, nasib itu sebaliknya. Maka, Berfikirlah.[] *Penulis adalah Pimpinan Umum LPM Paradigma Periode 2011-2012. Pimpinan Redaksi Buletin Qov 2011. Layouter merangkap Wartawan Parist dan Paradigmainstitute.com.
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
11
2016, Lahan parkir di tambah dua hektar? -Baguslah, satu mahasiswa dua mobil Jurusan Dakwah tambah dua Prodi? -Ruangannya di mana? Jangan-jangan.... Masuk PERPUS harus pakai KTM? -Pepatah bilang, Tak kenal maka tak sayang Pemuda menyambut MEA 2016? -Iyalah dia cantik, baik, penyayang lagi
12
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
EDITORIAL
PARADIGMA EDISI 28/ DESEMBER 2015
WASPADA TANDA
D
ia menciptakan langit yang kamu lihat tanpa tiang dan Dia meletakkan gununggunung di (permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu, dan memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. [QS Luqman 31:10] Sedari awal penciptaan, alam dianugerahkan Tuhan dengan komposisi seimbang. Satu dan lainnya berkait, bersinergi, saling topang. Bumi butuh gunung, gunung butuh hutan, hutan butuh pohon, pohon butuh air, binatang butuh air, manusia butuh air. Air! Benar-benar sumber kehidupan. Genangan-genangan air yang melumpuhkan Kudus masih lekat dalam memori. Bencana banjir bandang (28/1/2014) mencatat kesedihan dan air mata. Air hujan yang turun deras tidak diterima dengan baik oleh tanah. Bukannya meresap, air-air itu mengalir ke arah mana saja, menggenang di mana saja hingga merusak apa saja. Air tak lagi menempati tempatnyatanah. Alam telah berubah. Hal ini meruntut banyak akibat yang menuntut manusia untuk beradaptasi atas perubahan keadaan alam yang diakibatkan oleh ulah mereka sendiri. Karena lagi-lagi, manusialah yang menjadi kunci bagaimana nasib bumi ini. Banjir tidak berhenti hanya sebagai banjir. Pemicu banjir beralih menjadi pemicu permasalahan yang berbeda dengan alasan yang masih sama, alam tidak seimbang. Air yang meluap di musim penghujan menyuguhkan peristiwa lain yang
berkebalikan ketika datang musim kemarau. Menyengatnya kemarau Juni hingga November 2015 mengakibatkan sebagian wilayah Kudus kekeringan dan kekurangan air bersih. Kota Kretek diperkirakan akan mengalami krisis air bersih pada 2032. Kondisi tersebut dipicu berkurangnya cadangan air, berkurangnya daerah tangkapan air serta kondisi geografis lahan setempat. Wacana tersebut disuarakan oleh Suara Merdeka (13/8) dengan judul besar 2032, Kudus Berpotensi Krisis Air. Hasil penelitian dari ITB (Institut Teknologi Bandung) mengungkapkan, saat sekarang semakin sulit menahan debit air yang digelontorkan dari lereng Pegunungan Muria. Sebagian besar air dari kawasan atas langsung menjadi aliran permukaan dan hanya sedikit yang terserap ke tanah. Wacana Kudus berpotensi krisis air memberikan tanda waspada terhadap ancaman krisis air, yang
tidak mustahil terjadi di kota Kudus ini. Achmadi Safa, direktur PDAM menyatakan, air di Kudus bisa saja mencukupi hingga 2032 nanti, sejauh pengoperasian air ditangani dengan cara dan orang yang tepat. Air yang kita nikmati sekarang ini, berasal dari sumber air yang disimpan tanah sejak ratusan tahun lalu, ketika kita dengan sembarangan menggunakan sumber daya alam tanpa perhitungan, entah anak-cucu kita nanti bisa menikmati air bersih atau tidak, lanjutnya. Maka penting untuk dibahas di majalah ini, wilayah mana saja yang menjadi langganan kekurangan air bersih. Keberadaan hutan di Kudus masih berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak. Perlu disoroti juga, bagaimana kegiatan masyarakat terkait hutan dan pelestarian air. Sudah menjadi rahasia umum, penggunaan air bawah tanah telah tersentuh eksploitasi oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Ancaman krisis air bersih di Kudus tentu butuh penanganan segera. Faktor ketidakseimbangan alam harus ditangani dengan solusi yang mumpuni. Pemerintah sebagai pihak pertama penggebrak upaya penanganan air. Namun mengandalkan pemerintah saja tidak cukup. Kesadaran masyarakat mampu memberi kontribusi besar untuk penyelamatan lingkungan. Memahami air sebagai sesuatu yang berharga bisa jadi bekal mental bagi masing-masing individu untuk turut menjaga air, menggunakan secukupnya, mewarisi bumi dengan cara bijak. []
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
13
BIDIKAN UTAMA
KEMARAU PANJANG,
DROPING AIR BERSIH JADI ANDALAN
Tandon yang berada disamping pengendara motor ini, digunakan untuk droping air di desa Kutuk saat musim kemarau kemarin.
I
ndonesia merupakan negara yang terletak di daerah tropis. Sehingga memiliki dua musim yakni musim hujan dan kemarau. Pada tahun 2015 ini terjadi kemarau panjang di Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Kudus. Berdasarkan pemaparan ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus, Bergas C Penanggungan. Beberapa titik lokasi di Kudus yang kekurangan air bersih karena kemarau panjang pada 12 desa yakni, Desa Papringan, Blimbing Kidul, Sidorekso, Kedongdowo, Prambatan Lor, Kutuk, Kesambi, Hadiwarno, Jhojo, 14
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Termulus, Sadang dan Bulung kulon. Kekurangan air bersih pada kemarau ini, menurut Bergas disebabkan sedikitnya cadangan air yang ada di sumur dan sumber air lainnya. “Hal ini terjadi disebabkan menurunnya cadangan air di dalam tanah. Cadangan air menurun karena semakin banyaknya lahan beton dibandingkan lahan hijau. Pada dasarnya air turun meresap ke tanah, karena terhalang lahan beton air tidak bisa meresap,” ungkap Bergas saat ditemui Paradigma di kantornya, akhir September lalu. Mengatasi kekurangan air bersih
tersebut, BPBD mengirim air bersih ke desa-desa tersebut. Pemberian bantuan air bersih berasal dari desa yang mengajukan permintaan bantuan air bersih kepada BPBD. “Droping air itu dipergunakan untuk kebutuhan konsumsi, seperti makan dan minum. Tidak untuk keperluan mandi apalagi digunakan untuk pengairan sawah,” tegas Bergas. Bergas mengatakan selama ada permintaan bantuan air bersih, pihak BPBD akan melayani. Droping air bersih dilakukan terusmenerus sampai masalah air bersih berakhir. Setiap tahunnya BPBD
BIDIKAN UTAMA menganggarkan sebanyak 400 tangki air bersih untuk droping air bersih. Selain dari BPBD, beberapa pihak juga melakukan droping air bersih, seperti PT Djarum, PDAM ( Perusahaan Daerah Air Minum), PMI (Palang Merah Indonesia), dan beberapa relawan lainnya yang peduli terhadap kekurangan air bersih ini. BPBD juga bisa meminta bantuan air bersih kepada Bandan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Pati, jika dirasa bantuan air bersih yang diberikan masih kurang. Pola Droping Air “Sumber air bersih BPBD berasal dari PDAM. Dari PDAM didistribusikan ke wilayahwilayah yang membutuhkan b a n t u a n air bersih,” terangnya. Untuk yang bertanggung j a w a b pendistribusian air bersih di wilayah kecamtan Kaliwungu adalah Perusahaan D j a r u m . Sedangkan yang lainnya oleh BPD dan relawan lainnya. Ada dua cara untuk melakukan droping air bersih. Pertama, droping air bersih dilakukan dengan mengisi tandon ke lokasi-lokasi yang membutuhkan setiap pagi harinya. Kedua, droping air dilakukan secara ngecer, maksudnya warga dikumpulkan pada titik lokasi yang sudah disepakati. Kemudian warga mengantri di depan truk tangki untuk mendapatkan air bersih. Droping air bersih dengan
cara ngecer dilakukan pada sore hari, mengingat pada waktu itu masyarakat sudah berada di rumah atau pulang dari kerja. Kekurangan droping air bersih dengan cara ngecer adalah menghabiskan banyak waktu -sekitar tiga sampai empat jam. Selain itu juga banyak air yang terbuang karena warga berdesak-desakan saat mengantri. Berbeda dengan desa yang memiliki tandon. Petugas hanya mengisi tandon-tandonnya saja.
Kemudian masyarakan hanya perlu membuka kran pada tandon jika ingin mengambil air bersih. Ukuran tandonnya pun berbeda-beda yakni 2000 liter untuk tandon yang berwarna orange, 1500 liter (biru), 1000 liter (putih). BPBD hanya memiliki tandon sebanyak 14 buah pada tahun 2015. Tandon-tandon tersebut telah didistribusikan ke berbagai wilayah di Kudus. Seperti Desa Kedungdowo tiga buah tandon, Paringan dua buah, Bulung kulon
enam buah (dua milik BPBD, empat milik desa), Hadiwarno satu buah, Jhojo tiga buah, Kesambi tiga buah. Namun masih ada daerah yang belum memperoleh tandon, salah satunya desa Temulus. Hal ini dikarenakan banyak daerah yang membutuhkan bantuan. Sedangkan pihak BPBD hanya memiliki 14 tandon. “Untuk mengatasi hal ini harapan saya, jika ada orang-orang yang berlebihan air bersih juga ikut menolong orang yang kekurangan air bersih. Kepala desa, RT dan RW setempat bisa menggalang dana dari orangorang yang mampu untuk melayani satu dukuh,” ungkap Bergas. Sawah Ikut Mengering S e l a i n wawancara dengan pihak BPBD Kudus, Paradigma juga menyambangi kediaman K e p a l a Desa Kutuk, Kecamatan U n d a a n , Supardiono, untuk lebih memperjelas apa yang menyebabkan daerahnya tersebut dikatakan krisis air bersih. Desa Kutuk sebagian besar dikelilingi hamparan sawah yang luas. Kondisi geografis lokal kawasan tersebut menjadi faktor banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Di musim kemarau ini Desa Kutuk menerapkan sistem tanam P3 yakni Padi-Padi-Palawija. “Pada musim kemarau ini, keadaan sawah di desa Kutuk memang mengalami kekeringan, namun PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
15
Kondisi sungai di desa Kutuk setelah mendapatkan gelontoran air dari waduk Gedung Ombo.
tidak menghambat proses pertanian palawija. Warga memanfaatkan sawah yang kering untuk proses tanam palawija di penghujung musim kemarau ini. Sistem tanam tersebut dapat memperbanyak jumlah panen untuk palawija,� tutur Supardiono di ruang tamu rumahnya (15/10). Supardiono juga menjelaskan pihak-pihak yang ikut membantu droping air bersih untuk desanya tersebut. Seperti pihak BPBD, PDAM, PMI, dan relawan lainnya. Pihak BPBD membantu droping air bersih setiap satu hari dua tangki dan itu rutin pada bulan Juli dan Agustus tahun 2015. Selain droping air bersih, Desa Kutuk juga mendapatkan gelontoran 16
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
air dari Waduk Kedung Ombo. “Sekarang tidak mendapat bantuan droping air lagi, karena Desa Kutuk sudah mendapatkan gelontoran air dari waduk Gedong Ombo. Selain itu akses jalan untuk menuju desa ini sedang ada perbaikan, sehingga truk pengangkut air tidak bisa melewati jalur satu-satunya yang menuju kesini.� ungkap Supardiono. Dengan adanya gelontoran air dari waduk, warga Desa Kutuk sudah banyak terbantu. Sumur atau sumber air yang berada di dekat aliran sungai sudah terisi air akibat dari resapan air sungai ke dalam sumur. Bergas berharap, dalam menanggulangi musim kemarau panjang, sebaiknya pembangunan
lahan beton dikurangi. Menurutnya, banyaknya lahan beton menjadikan air susah meresap ke tanah. Sehingga cadangan air untuk tahuntahun yang akan datang semakin berkurang. Selain itu, Bergas menyarankan untuk membuka lahan hijau kembali, dengan cara menanam pohon di tempat-tempat yang jarang ditanami pohon atau lahan kosong yang tidak terpakai. Atau dengan cara membuat sumur resapan agar mampu menyimpan dan menyeimbangkan cadangan air yang ada di dalam tanah.[] Faruq Hidayat/Yaumis Salam
BIDIKAN UTAMA
EKSPLOITASI AIR MURIA TAK TERKONTROL Kernet salah satu truk tangki sedang mengisi air yang berasal dari sumber mata air pegunungan muria.
K
risis air memang menjadi sorotan utama ketika musim kemarau datang, khususnya di beberapa titik daerah di Kota Kudus. Seperti halnya di Kalirejo, Kutuk, Larikrejo, Kalioso, Karangrowo, Medini dan Glagahwaru yang berada di Kecamatan Undaan. Kekeringan yang melanda sebagaian desa di Kudus memang sudah menjadi bahasan yang tak pernah habis tiap tahunnya. Kekeringan yang melanda seolah menjadi langganan di Kota Kretek ini. Hal inilah yang membuat resah masyarakat, termasuk yang berprofesi
sebagai petani. Terkait dengan masalah kekeringan di Kudus, Direktur PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Kudus Achmadi Safa (43) mengatakan, pihak dari PDAM Kudus telah melakukan penelitian dengan Tim Ahli dari ITB (Institut Teknologi Bandung). Hasil kajian dari ITB menyatakan bahwa Kudus akan mengalami krisis air bersih pada tahun 2032 mendatang. Pemicunya tak lain karena semakin berkurangnya cadangan air akibat kerusakan hutan yang terjadi di sekitar daerah pegunungan Mu-
ria. Semakin berkurangnya pohon di hutan pegunungan Muria berarti berkurang juga daerah tangkapan air dan sedikit pula air yang terserap ke dalam tanah. “Isu kekeringan ini muncul pada tahun 2012, yang mana kita di dampingi Tim Ahli dari ITB meneliti tentang potensi air baku. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa, tahun 2032 deposit air bawah tanah kritis. Artinya, air bawah tanah yang kita ambil tidak maksimal dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang begitu pesat,� jelas Achmadi saat ditemui Paradigma di PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
17
kantornya 26/10/2015. Jika keadaan normal dari 40 sumur yang dimiliki PDAM dapat menghasillkan 10 liter/ detik, di kondisi tidak normal seperti sekarang ini debit air berkurang 30 % menjadi 7 liter / detik air yang dapat dihasilkan. Posisi pompa berada di kedalaman antara 25 – 100 m dan air yang bisa diambil itu pada kedalaman 40 - 50 m. Eksploitasi Tak Terkontrol Selain daerah tangkapan air yang semakin berkurang. Penurunan debit air terjadi karena adanya eksploitasi yang tidak terkontrol oleh oknum-oknum tertentu yang masih kita temukan. Jika kita cermati sebagai warga Kudus, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di daerah sekitar Pegunungan Muria pasti sering melihat tangki-tangki pengangkut air. Tangki-tangki berkapasitas 3000-7000 liter air ini pulang-pergi dari gunung Muria. Berdasarkan keterangan Hadi (30), kernet salah satu truk tangki yang sedang mengisi air di pengisian milik Muryanto Dukuh Panggang Colo, ia mengisi air dari sana, dengan membayar Rp. 30.000-40.000 per tangki. Kemudian ia menjualnya kembali ke pengusaha air isi ulang dengan harga yang bervariasi. “Ini mau dikirim ke Jakenan Pati dengan harga Rp. 460.000. Kalau ke Rembang dan Blora Rp. 480.000. Pokoknya harganya di bawah Rp. 500.000,” jelasnya. Pengeksploitasian air di sekitar Pegunungan Muria kini menjadi masalah yang serius. Tak hanya berdampak pada ekosistem yang tidak seimbang, pengeksploitasian secara tidak terkontrol juga mengakibatkan masalah bagi warga yang bertempat tinggal di sekitar Pegunungan Muria. Kepala Desa Colo, Joni Awang Istihadi mengungkapkan, saat menghadapi musim kamarau masyarakat mulai resah, karena debit airnya mulai berkurang. Apalagi 18
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Truk tangki yang sudah penuh siap dijual ke pengusaha air isi ulang.
dengan adanya eksploitasi air yang tak terkendali seperti yang terjadi. Pemerintah desa sendiri berharap adanya payung hukum yang mengatur tentang pemberhentian eksploitasi atau pencabutan izin perusahaan yang sangat resah karena selama ini belum ada payung hukum untuk menghentikan eksploitasi air pegunungan itu. Sehingga eksploitasi terus berlanjut dan seakan sulit untuk dikendalikan. “Kami, Pemerintah Desa Colo dan Kajar telah mendatangi Balai Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Kudus untuk menyuarakan aspirasi warga. Kami ingin eksploitasi itu dikendalikan dan juga terukur. Kalau diteruskan tanpa pengendalian, bisa menyebabkan debit air di sumber-sumber air itu berkurang. Kami sudah menyerukannya berkali-kali, tapi tak pernah ada tindak lanjutnya,” kata Joni saat ditemui Paradigma. Meskipun belum mendapat tanggapan yang serius dari pemerintah, Joni berharap dari pihak warganya sendiri sudah ada peraturan kelompok masing-masing untuk mengendalikan eksploitasi air. Bagi warga
yang tidak mengindahkan peraturan kelompoknya, maka ia akan dikenakan sanksi. Sanksi dari setiap kelompok sendiri bervariasi tergantung keputusan kelompok penyalurnya. Direktur Muria Research Center (MRC) Indonesia Widjanarko berharap adanya Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Desa (Perdes) untuk mengendalikan eksploitasi. “Iya, sangat perlu ada instrumen yang mengatur, baik itu bentuknya Perdes atau Perda. Jika Perdes, maka pihak desa bisa mengatur pemanfaatan air di sekitarnya,” ungkapnya. Ia juga berharap, perlu ada langkah tegas dari pihak desa, perhutani dan pemerintah kabupaten Kudus. “Segera buat rekomendasi untuk menghentikan eksploitasi air di Desa Colo dengan mencabut ijin pengambilan air yang sudah ada dan menata ulang penggunaan air termasuk untuk kebutuhan peziarah (kamar mandi dan wc yang tersebar di Colo),” pungkasnya. *Afandi & Mahya
BIDIKAN UTAMA
HUTAN MURIA DIAMBANG KRITIS Peninjauan secara langsung keberadaan hutan di pegunungan Muria Desa Colo Kecamatan Dawe (13/8) oleh Bupati Kudus bersama Asisten Dua Sekda, Kepala Bappeda, Kepala Dishub dan beberapa anggota Paguyuban Masyarakat Pelindung Hutan (PMPH) dan Paguyuban Pengembangan Desa Wisata Colo.
Pernah suatu waktu saya mengajak Bupati dan Pak Supanji (Djarum) untuk ngobrol tentang kondisi hutan Colo langsung di lokasi hutan. Ini saya lakukan agar beliau-beliau ini melihat langsung kondisi hutan di Colo terutama. Mereka kaget ternyata kondisi hutan tidak seburuk apa yang selalu diwacanakan. Hampir kompak mereka berucap, “Ternyata hutannya masih bagus gini, ya, Pak?” Enteng saja kujawab, “Lalu bagian mana yang mau disebari benih lewat helikopter?” Semua tertawa lepas. (Shokib Garno Sunarno, Ketua Paguyuban Masyarakat Pelestari Hutan (PMPH) Muria.)
K
epedulian manusia terhadap alam menentukan masa depan alam itu sendiri. Manusia sebagai ujung tombak menjadi kunci. Setidaknya ini menurut sudut pandang antroposentris yang menempatkan manusia sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan. Hutan Muria memiliki fungsi sebagai daerah tangkapan air. Dari lereng-lereng bukit tampak peralon-peralon warna putih menjadi pipa yang menyalurkan air dari pegunungan ke rumahrumah warga. Sejak zaman kolonial Belanda, Muria telah ditetapkan sebagai daerah tangkapan air. Pemerintah dan masyarakat seharusnya merawat hutan dengan tidak menebang sembarangan dan menyemai tanaman keras untuk menaikkan tingkat kerapatan vegetasi. Tingginya hutan yang terbuka menimbulkan kekhawatiran
munculnya bencana seperti longsor di saat musim hujan. Kutipan di atas menunjukkan adanya upaya dari pemerintah yang akan menambah vegetasi dengan cara menebar benih di lahan yang sedikit vegetasinya melalui cara yang ekstrim. Ketua Paguyuban Pelestari Hutan (PMPH) Muria, Shokib Grano Sunarno mengungkapkan, menjaga hutan tidak hanya tentang penanaman pohon. Pelestariannya setelah itu dan kesadaran masyarakat terhadap nasib hutan justru menjadi kendala yang lebih rumit dari sekadar menanam pohon. “Oleh karena itu, saya dan teman-teman berusaha sungguh-sungguh dalam membentuk PMPH ini,” lanjutnya. Pada wilayah utara kabupaten Kudus membentang Pegunungan Muria. Membicarakan tentang pegunungan, tentu tak bisa dipisahkan tentang adanya hutan. Hutan Muria bersinggungan PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
19
langsung dengan tujuh desa di kabupaten Kudus yakni Desa Ternadi, Kajar, Colo, Japan, Rahtawu, Menawan dan Soco. Data Perhutani menunjukkan luas hutan keseluruhan di Kudus yakni 5.558 ha. Ditambah 3.530 ha hutan yang berada di bawah naungan Perhutani. Dari jumlah keseluruhan luas hutan di Kudus, hutan seluas 1.288,85 Ha berada dalam golongan hutan lindung. Ini terletak di Desa Japan, Soco, Kajar, Ternadi, Colo (Kecamatan Dawe) dan di desa Rahtawu (Kecamatan Gebog). 20
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Secara umum, hutan Pegunungan Muria yang berada di kabupaten Kudus masih dalam taraf aman. “Kondisinya ya seperti yang kita lihat, kalau di Colo sebagai contoh lumayan bagus,� ujar Imam Khanafi, koordinator Komunitas Hutan Muria. Berdasarkan data Perhutani wilayah kelola Unit I, luas hutan pada wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Pati seluas 10.107, ha. Hutan itu memiliki tiga fungsi, yakni sebagai hutan produksi tetap (149,90 ha), hutan produksi terbatas (3.529,00 ha) dan
hutan lindung (6.428,50 ha) yang terletak di wilayah Kabupaten Pati, Kudus, dan Jepara. Kawasan hutan itu dikelola oleh Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan Gajah Biru, Muria Patiayam, dan Ngarengan. Selain itu terdapat kawasan hutan cagar alam seluas 1.402,80 ha di Kabupaten Pati dan Jepara. Kondisi hutan yang mulai kritis patut diwaspadai. Dari data Balai Pengelolaan Dareah Aliran Sungai (BPDAS) Muria 2014 yang tim peroleh dari pihak Perhutani menjelaskan tentang kondisi lahan
BIDIKAN UTAMA hutan Pegunungan Muria di Kudus. Sebagian kawasan hutan lindung di dua kecamatan berada dalam kondisi kritis. Sebanyak 290,3 ha di Kecamatan Dawe dan 121,3 ha berada di Kecamatan Gebog. Bukan hanya hutan lindung, lahan yang berstatus potensial kritis pun ada di kawasan hutan produksi. Kondisi ini terjadi pada lahan hutan di tiga kecamatan, Dawe, Gebog dan Jekulo. Kawasan hutan lindung di Kecamatan Dawe 556,2 ha, Kecamatan Gebog 504,5 ha dan 1.085,2 ha berada di
Semisal jati, trembesi, mindi, dan sejenisnya. “Kalau memang sangat mendesak menanami pohon yang memiliki nilai ekonomis, okelah, tapi yang tanpa harus menebang pohonnya. Misalnya mangga, petai, asam, dan kepoh,� ujarnya. Dalam pesan elektroniknya, pria yang menjadi jurnalis lepas ini bercerita. Dulu sebagian besar hutan di Pegunungan Muria, Jawa Tengah, lebat dan penuh dengan hewan seperti monyet dan ular. Setelah era reformasi, sebagian
kecamatan Jekulo. Sementara di kawasan Hutan Produksi 115,1 ha di Kecamatan Dawe, 55,5 ha, di Kecamatan Gebog (berapa hektare di gebog?) dan 1.085,2 ha di Kecamatan Jekulo.
dari hutan itu gundul. Sungai di lekukan-lekukannya sudah kotor dan berwarna coklat, bahkan ada yang tanpa air. Kawasan Pegunungan Muria terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah, dan pesisir yang melingkupi tiga kabupaten, Jepara, Kudus, dan Pati. Kawasan hutan pegunungan itu menjadi kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Sebagian lagi berfungsi sebagai kebun, hutan rakyat, tanah ladang, persawahan, dan permukiman. Pemerintahan Hindia Belanda (1873 Staatsblad No 215) tahu benar fungsi penting kawasan itu. Tak heran bila sejak zaman Belanda wilayah itu ditetapkan sebagai
Minim Vegetasi Data Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Muria tercatat lahan terbuka di Pegunungan Muria seluas 9.733,71 ha dari 58.958 ha. Lahan tersebut termasuk jenis lahan bukaan minim vegetasi. Lebih lanjut pria yang hobi menjelajah pegunungan muria ini menjelaskan, seharusnya vegetasi hutan lindung adalah tanaman keras. Tanaman yang bisa mengikat tanah dan air.
kawasan tangkapan air. Keputusan itu dikuatkan oleh Pemerintah Indonesia. Kurangi Potensi Kerusakan hutan di Gunung Muria menjadi salah satu penyebab terjadinya serangkaian krisis sumber air baik di kawasan atas maupun bawah. Di luar faktor alam, konservasi dan pembenahan hutan secara komprehensif menjadi salah satu upaya yang harus segera dilakukan untuk mengurangi potensi tersebut pada masa mendatang. Direktur Muria Research Centre (MRC) Indonesia, Mochammad Widjanarko mengemukakan, dalam situs MRC, berdasarkan hasil pengamatan kelompoknya, di sekitar puncak songolikur Desa Rahtawu, Gebog. masih banyak lahan terbuka akibat kerusakan hutan. Melihat kondisi tersebut, pihaknya mengakui sebagian warga sudah mempunyai komitmen dan tindakan nyata untuk menyelamatkan hutan di sekitarnya. Pemetaan pada kawasan hutan yang rusak perlu dilakukan segera. Selanjutnya, program reboisasi perlu disiapkan untuk penanganan lahan yang rusak. Yang terpenting program konservasi hutan harus melibatkan warga di sekitarnya. Pelibatan diharapkan dapat memberi pemahaman soal pentingnya pembenahan kawasan hutan berikut langkah yang dapat dilakukan masyarakat setempat. Dosen Psikologi Universitas Muria Kudus ini pun menjelaskan pemetaan kawasan hutan yang rusak sebenarnya juga memberi manfaat ganda. Selain dapat digunakan untuk mengetahui lokasi mana saja yang perlu diperbaiki, sebenarnya dapat juga digunakan untuk mengindikasikan potensi musibah. Misalnya potensi kekekeringan, tanah longsor dan banjir bandang.[] Diyah Ayu Fitriyani
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
21
MENANGKAL RAMALAN KRISIS AIR PADA 2032
A
ir, tanah, hutan menjadi aset alam yang sedang digelisahkan. Di kemarau panjang kabar kekeringan menyebar. Di musim penghujan keberlimpahan air menyebabkan banjir. Air, tanah, hutan, tiba-tiba menyeruak menjelma ancaman. Kudus, kota industri kecil itu mencoba meraba diri. “Menanam satu pohon, kebaikannya melebihi dari membuat satu mushala.” Kalimat yang dilontarkan oleh ketua Paguyuban Masyarakat Peduli Hutan (PMPH), Sokhib Garna Sunarno itu, sertamerta menuntun pandangan kami menjelajahi panorama hutan di Colo. Pohon-pohon yang hijau dan rapat. Sokhib Garno Sunarno memimpin paguyuban yang berdiri sejak 1999 itu untuk kelestarian
22
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
hutan di Gunung Muria. Dia bercerita bagaimana makna hutan yang sebenarnya. Dia bersama 15 anggota yang lain berdiri dan membuka mata kepada alam. Saat itu ada resah yang mencekam, saat euforia Era Reformasi pohon ditebang dalam jumlah banyak. ”Apa yang bisa kami lakukan?” Berawal dari satu kalimat tanya itu mereka mulai peduli. Merawat hutan, memantau hutan, dan tanpa gaji. Sederhana. Mereka melakukan patroli di kawasan gunung Muria saat waktu senggang, sekadar memastikan pohon-pohon masih berdiri tegak dan tak tersentuh gergaji. Dan setiap hari, pemantauan hutan di Colo nyaris tidak pernah luput. “Kondisi hutan di Kudus baik, tetapi tetap harus waspada. Dengan langkah kecil kami yang
tak seberapa ini, ada harapan besar terkait kelestarian hutan. PMPH berdiri sendiri. Dengan kepedulian dan kesadaran, pemantauan ke hutan-hutan di Colo hingga sekarang berjalan lancar,” ungkap Sokhib. Sokhib melanjutkan, kami memang tegas. Kalau tidak teramat membutuhkan pohon, pohonpohon itu tidak boleh ditebang. Para anggota PMPH tidak bosan merangkul masyarakat agar sadar alam. Kabar baiknya, masyarakat paham dan sadar mengapa hutan harus dijaga sedemikian. “Saya juga sering minta bantuan kepada tokoh agama sekitar makam Sunan Muria untuk menyampaikan materi terkait hutan dan segala isinya ketika khutbah Jumat maupun di hari-hari besar. Jadi semua lapisan masyarakat memang semestinya bahu-membahu untuk
BIDIKAN UTAMA saling mengingatkan,” ujar Sokhib. Integrasi yang baik antara manusia dan lingkungannya menjadi kunci utama dalam menanggulangi ancaman bencana yang ada. Generasi peduli lingkungan sudah selayaknya dilahirkan demi masa depan yang nyaman. “Anggota PMPH semuanya ada 30. Sebanyak 15 di antaranya adalah para pemuda, generasi baru. Itu murni dari kesadaran pribadi, kami tidak melakukan perekrutan dalam bentuk apa pun,” pungkas Sokhib. Pembentukan generasi peduli lingkungan juga digalakkan oleh PT Djarum. Kesadaran dari dalam diri individu diakui sebagai kunci utama dalam aksi penyelamatan alam. Hardi Cahyana, Deputy Public Affairs Manager PT Djarum Kudus mengungkapkan, melalui Konservasi Lereng Muria (KLM), temu anak mitra lingkungan, dan diskusi-diskusi kecil diharapkan bisa mencetak pribadi yang sadar akan pentingnya alam. “Lima juta pohon tertanam sudah. Di balik proses penanaman tersebut kami menggandeng masyarakat untuk merawat pohon-pohon itu. Kami melakukan pemantauan kelanjutan pohon yang telah ditanam, tapi setidaknya dengan menyertakan masyarakat, pohonpohon itu terpantau setiap saat. Pun secara otomatis, masyarakat belajar menghargai hutan,” jelas Hardi. Progam Djarum peduli lingkungan sudah berdiri sejak 1979. Perjalanan itu menyertakan anak-anak, mahasiswa dan semua lapisan masyarakat. “Berawal dari hobi, kami juga membuat komunitas DCC (Djarum Cycling Community). Acaranya sederhana, pagi-pagi bersepeda, setelah itu kami menanam pohon di beberapa tempat, atau sekadar diskusi-diskusi kecil terkait lingkungan,” kata Hardi lalu melontarkan “Menjaga alam juga bisa dengan mengurangi penggunaan plastik. Lebih-lebih ketika shoping.” Krisis Air Membincang hutan selalu merambah pada air, sebab keduanya
memiliki fungsi saling isi. Di musim kemarau tahun ini, pemberitaan kekeringan sangat gencar. Mencengangkan ketika banyak wilayah di Kudus divonis sebagai daerah krisis air. Semakin menyulut khawatir. Surat kabar Suara Merdeka edisi Kudus 13 Agustus 2015 mewartakan pada tahun 2032, Kudus Berpotensi Krisis Air. Penelitian dari ITB (Institut Teknologi Bandung) tersebut ditanggapi Achmadi Safa, direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kudus kepada tim reporter Paradigma. Kudus dikatakan krisis air pada 2032 mendatang karena mempertimbangkan pasokan deposit air bawah tanah dibanding dengan laju pertumbuhan penduduk di Kudus. Apalagi jika ditambah dengan adanya kaum urban. “Kudus diisukan krisis air bukan berarti tidak ada air sama sekali. Selama laju pertumbuhan penduduk diimbangi dengan pengoperasian air yang tepat, Kudus akan baik-baik saja hingga 2032,” jelasnya. Perlu adanya sumber-sumber alternatif, lanjut Achmadi. Sumbersumber alternatif yang baru tersebut harus ditanggulangi dengan pola yang berbeda. Jika sumber yang digunakan melulu dari air bawah tanah, maka tanah kita bisa seperti gurun. Achmadi mengungkapkan solusi terbaik adalah kebutuhan untuk air minum memanfaatkan air permukaan---seperti waduk--dengan optimal. Menurutnya, membuat waduk-waduk seperti itu tidak hanya berguna saat musim kemarau, tapi juga menguntungkan untuk menanggulangi air ketika musim hujan. “Solusi itu yang baru dicanangkan oleh pemerintah,” tandasnya. Penggunaan air bawah tanah harus diatur dengan tepat agar pemanfaatannya optimal. Pabrik, hotel, restoran dan tempat publik yang lain merupakan pengguna air bawah tanah dalam porsi besar. “Kesadaran terhadap penggunaan air semestinya dipahami oleh semua kalangan agar terkendali. Jika di waktu mendatang ada regulasi atau perda yang mengatur tentang itu
maka akan lebih baik.” Memanfaatkan Biopori Achmadi kembali menandaskan, menjaga air adalah tanggung jawab bersama. Pihak PDAM akan menjalankan tugasnya, pun akan mengambil air dari sumur produksi dengan bijak. Selain itu pihak PDAM membuat biopori (resapan air) di sekitar sumur produksi sebagai daerah resapan air. Dengan adanya biopori, air yang meluncur dari atas ke bawah tidak langsung langsung sampai dataran rendah, tapi masuk ke dalam tanah. Biopori atau lubang resapan air merupakan cara tepat dan ramah lingkungan, sambung Achmadi. Biopori memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman, mengubah sampah organik menjadi kompos, sehingga daya serap air bisa optimal. “Siapa saja bisa membuat biopori. Di sekitar rumah, misalnya. Seharusnya, ketika pemerintah Kudus memberikan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), juga mewajibkan membuat biopori di sekitar bangunan,” terangnya. Lokasi yang tepat untuk membuat biopori adalah di dekat tanaman atau di tempat yang sering tergenang air saat hujan. Biopori membutuhkan lubang silindris berdiameter 10-15 cm dengan kedalaman 80-100 cm. Lubang tersebut bisa dibuat dengan alat biopori manual model U atau model putar, bor tanah, bambu, atau pipa besi. Setelah lubang jadi, masukkan sampah organik atau dedaunan. Hal tersebut akan memancing fauna tanah seperti cacing untuk mencari makanan dan berlindung. Fauna itu akan mengubah sampah organik menjadi kompos dan cepat menciptakan pori-pori di dalam lubang. Buat penutup biopori dari botol plastik atau penutup yang sudah beredar di pasaran.[] Sitta Zukhrufa
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
23
AIR, MAKNA DAN PERISTIWA
A
ir diterjemahkan dalam pelbagai tafsir: biologi, kimia, agama, kapitalis. Mengingat air, melemparkan memori pada lembaran buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar. Kita dipahamkan jika sifat air menyesuaikan ruangan yang ditempati, menekan ke segala arah, mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Kita juga dibuat mafhum, mengimani jika air merupakan sumber kehidupan semua makhluk di bumi. Ia tak pernah absen dari aktivitas manusia. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur kembali. Kebermanfaatan air sangat membantu manusia dalam menyelesaikan tugasnya seharihari. Kebutuhan manusia akan air, mutlak. Mulai dari sisi rumah bagian depan hingga belakang air selalu eksis. Sebagai negara maritim, kita dianggap beruntung. Wilayah negara kita lautannya lebih luas daripada daratan. Agus S Djamil dalam buku Al-Qur’an dan Lautan memuja kondisi ini. Bahwa Indonesia memiliki kombinasi dua potensi khas, yaitu penduduk muslim terbesar di jagat (190 juta) dan negara kepulauan terluas di muka bumi, 80 lautan dengan 18.108 pulau. Keberlimpah an air yang ada, mengharuskan untuk selalu bersyukur. Dari sisi teologi, banyak kalam ilahi yang menjelaskan tentang kebermanfaatan air. Sebagaimana dalam Surat Ibrahim (14) ayat 32. Disebutkan, Allah 24
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
menurunkan air hujan dari langit kemudian mengeluarkan (dengan air hujan) itu dengan berbagai buahbuahan. Buahbuahan itulah sebagai rizki kita. Lantas apa yang harus kita lakukan, ketika sang Kholiq telah memberi fasilitas yang begitu besar? Tugas kita adalah memanfatkannya sebaik mungkin apa yang ada di bumi pertiwi. Tapi air bisa jadi tak bersahabat. Tragedi Tusnami yang melanda Aceh, 26 Desember 2004 lalu menjadi bukti bahwa air tidak hanya menghidupkan t e t a p i memusnahkan. Tsunami yang menghantam rakyat Aceh setidaknya m e m b e r i pelajaran untuk tidak terhadap pemberian Pemanfaatan sumber daya keniscayaan. Pemanfaatan, mengeksploitasi berlebihan.
terlena Tuhan. adalah bukan
Air adalah anugrah sekaligus petaka. Penyair Ismaiil Marzuki merangkumnya dalam syair yang kerap kita nyanyikan kita duduk di bangku sekolah dasar, dengan mengenakan seragam merah putih.
MAHYA HIDAYATUN NI’MAH*
Simaklah: “Kulihat ibu pertiwi/ Sedang bersusah hati/ Air matamu berlinang/ Mas intanmu terkenang/ Hutan gunung sawah lautan/ Simpanan kekayaan/ Kini ibu
sedang lara/Merintih dan berdoa/” Syair tersebut mengandung makna tersirat bahwa kekayaan Indonesia ada di setiap tempat. Hutan, gunung, sawah , lautan. Dan tempattempat tersebut tak pernah nihil akan air. Sejatinya begitu. Di sisi lain, air menjadi simbol kepedihan sebuah negara yang tengah dalam kondisi kesusahan. Bisa jadi, Ismail Marzuqi menggambarkan kondisi air di negeri ini dengan air juga. Buktinya, berbagai media baik cetak maupun elektronik mengabarkan bahwa kekeringan melanda sejumlah desa Jawa Tengah akhir-akhir ini. “Belasan Desa Terancam Krisis Air” dan “Air Delapan Sumur PDAM Susut (Suara Merdeka,4/08)” mungkin bisa mewakili pernyataan bahwa air kian sedikit. Hutan yang dulunya penuh tumbuhan hijau, kini nampak tak berpenghuni. Maraknya illegal Logging oleh oknum tak bertanggungjawab kerap kali terjadi. Belum lagi penambangan pasir illegal yang tidak segan-
segan menggunakan ekskavator telah merambah ke daratan memicu kelangkaan air (Fokus Jateng, 6/08). Kelangkaan akan air mungkin salah satu maksud kata “lara” yang tersurat dalam syair lagu diatas. Komersialisasi air pun kian kentara. Tiap kali ada acara yang mengundang banyak orang, air minum kemasan tak pernah ketinggalan. Air yang disuguhkan setidaknya mampu menunjukkan rasa berbagi kepada orang yang hadir. Tak hanya satu merek, berbagai merek air kemasan sudah menjadi privat oleh perusahaan. Bagaimana dengan privatisasi air? Beberapa orang memafhumkan bahwa privatisasi atas air dibenarkan selama masih dalam batas rasional sesuai kebutuhan. Artinya, selama tidak merugikan pihak lain privatisasi air adalah kebolehan. Mungkin kita masih dihibur dengan sikap menghargaan terhadap air dalam konteks mistis dan spiritual. Sebagian orang masih percaya akan kemujaraban air putih yang diberikan Kyai. Air yang sudah didoakan oleh Kyai, diminum. Hal itu dilakukan sebagai perantara wasilah agar menjadi obat atas penyakitnya. Bagi yang yakin akan hal itu, kesembuhan akan diperoleh tanpa bantuan medis. Belum lagi dengan air Zamzam yang sudah mendunia. Air yang tak pernah kering. Air yang berangkat dari kisah Nabi Ismail as dan ibu Hajar. Selain itu ranah religiositas air juga tercermin dalam kegiatan bersuci. Ketika seorang hamba menghadap kepada Rabb-nya. [] PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
25
Alat Pendeteksi Kejernihan Air
PENEMU : Dimas Arfiantino siswa SMKN 2 Kudus mengenalkan penemuannya, pendeteksi kejernihan air.
A
ir sebagai sumber daya alam ini sangat terpenting dalam kehidup sehari-hari. Tidak hanya manusia semua makhluk hidup pun memerlukan air. Tidak hanya sebatas kebutuhan utama, air kadang-kadang membuat seseorang menjadi kebingungan. Rasa bingung tersebut terjadi saat air berubah menjadi keruh akibat sumber air dari tanah yang tidak bisa selalu bervolume stabil. Sumber air yang keluar akibat air hujan yang deras mempengaruhi air di sumur menjadi keruh. Setiap hujan datang pasti air dalam sumurnya menjadi keruh. Saat air di pompa ke atas tandon (penyimpanan air) air menjadi tercampur dan harus menunggu jernih dulu jika harus dipergunakan. Selain itu kesedian listrik yang
26
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
digunakan untuk memompa air membutuhkan listrik yang tidak sedikit. Sehingga membuat pemborosan listrik rumah tangga yang ada. Air yang keruh tidak mungkin dipergunakan untuk kegiatan keseharian. Sehingga kendala yang sering dihadapi biasanya memperlambat kegiatan keseharian di rumah. Kejadian tersebut membuat pikiran Dimas Arfiantino siswa jurusan AV (Audio Video) yang masih duduk di kelas tiga sekolah SMKN 2 Kudus untuk berdalih membuat penemuan alat terbaru. Alat tersebut diharapkan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Khawatirnya setiap air di rumahnya keruh maka tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Selain itu air yang terus-menerus keruh akan menjadikan kualitas
Istimewa/Detik.com
kebersihan air menjadi menurun. Sehingga air yang digunakan bisa membuat tubuh gatal-gatal bahkan iritasi pada kulit yang terluka. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam penelitian yang diajukannya pada even inovasi pemuda bertajuk National Young Inventors Award ke-8 Tahun 2015 yang diadakan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), dia membuat penelitian alat yang diberi nama Water Visibility Detektor. Dari bimbingan Budi Susanto selaku guru pengampunya untuk jurusan AV serta guru yang mengarahkannya dalam lomba tersebut telah berhasil menyabet gelar juara dua Nasional. Alat yang dibuat Dimas terbagi dari berbagai komponen yang ada. Seperti komponen utama yang terdiri dari IC ATMEGA 328, photo transistor, LED, capasitor,
Jika air sumur jernih maka pompa akan hidup dengan otomatis karena sensor yang ada menunjukan lampu indikator hijau yang menyala. Lampu hijau menyala karena sensor yang berada di dalam sumur, mampu menerima signyal berupa pantulan cahaya yang mampu masuk atau cahaya yang ada dapat diterima photo transistor di saat air jernih.
Istimewa/Detik.com
Istimewa/Detik.com
resistor, relay, kabel, PCB, dan sklar. Untuk komponen pendukung seperti power suplay, box, lampu indicator, knop potensioner, fuse, sekrup, IC LM 7805, IC LM 7812. Untuk menghasilkan satu utuh alat tersebut membutuhkan biaya Rp. 200.000,00. Cara kerja alat Water Visibility Detektor menggunakan perangkat teknologi tepat guna berbasis microprocessor. Alat tersebut berfungsi sebagai pengendali pompa air. Di saat air sumur keruh maka alat tersebut akan menyalakan lampu LED (Light Emitting Diode) berwarna merah, dengan maksud pompa tidak dapat hidup ketika air keruh. Lampu merah menyala karena komponen photo transistor yang dipasang di dalam sumur tidak mendapatkan cahaya akibat tingkat kekeruhan air yang pekat.
Sehingga cahaya yang ada tidak dapat ditangkap oleh sensor. Sebaliknya jika air sumur jernih maka pompa akan hidup dengan otomatis karena sensor yang ada menunjukan lampu indikator hijau yang menyala. Lampu hijau menyala karena sensor yang berada di dalam sumur, mampu menerima signyal berupa pantulan cahaya yang mampu masuk atau cahaya yang ada dapat diterima photo transistor di saat air jernih. Penggunaan alat Water Visibility Detektor dalam kehidupan seharihari sangatlah mudah dan aman. Beberapa hal yang perlu diketahui ketika ingin menggunakan alat pendeteksi kekeruhan air ini. Pertama menghubungkan kabel keluaran yang terhubung ke mesin pompa air, kemudian masukan sensor kedalam sumur. Hubungkan
steker dengan stopcontact jangan lupa hidupkan sklar yang ada di box (wadah). Jika indikator lampu hijau menyala, maka pompa air bisa hidup sehingga memopa air ke bak penampungan. Sebaliknya jika lampu berwarna merah maka pompa tidak akan hidup. Untuk mengaktifkan kembali alat tersebut harus dimatikan dan dihidupkan kembali melalui saklar yang ada. Tingkat kekeruhan air masih dapat terpompa dengan pengaturan potensio yang telah ada. Ketika potensio diputar searah jarum jam maka sensor akan semakin kuat. Jika dibalik putarannya berlawanan arah jarum jam maka sensor akan melemah. Dengan alat yang telah diciptakan oleh Dimas Alfintino telah mampu menghadirkan juara dua National Young Inventors Award Ke-8 tahun 2015. Setelah juara nasional tidak berhenti lagi, dengan menyempurnakan penemuannya. Dengan memperkuatkan lagi komponen sensor dan peralatan lainnya, Dimas siap bersaing di ajang Internasional. Lomba tersebut berlanjut sampai di Thailand tahun 2016 bersama pemenang lain. Diharapkan penemuan alat pendeteksi air keruh ini, mampu mengurangi dampak air kotor yang selalu terjadi di rumah. Khususnya seluruh warga Desa Ternadi Kecamatan Dawe yang hidup di lereng Gunung Muria, sangat membutuhkan alatnya untuk kemaslahatan bersama. [] YAUMIS SALAM
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
27
G aya Hidup Muncak, Mensyukuri Nikmat Ilahi
28
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
M
endaki gunung atau lebih dikenal muncak merupakan kegiatan berisiko. Perlu persiapan matang sebelum melakukannya. Antara lain seperti persiapan fisik, persiapan mental dan bekal pengetahuan perihal pendakian. “Dalam memuncak itu menaruhkan hidup dan mati saya,” terang mahasiswa Prodi Manajemen Bisnis Syariah tersebut. Menurutnya, akan berisiko bagi pemuncak kalau tidak dibekali ilmu pendakian. Karena jalannya yang sempit dan berdekatan dengan tebing. Risikonya kalau jatuh bisa terjadi kecelakaan atau bahkan berakibat kematian. Apalagi di atas gunung suhunya yang bisa naik turun karena setiap gunung mempunyai karakter dan suhu yang berbeda. Sebaiknya pendaki pemula, mendaki gunung yang tingginya dibawah 2000 dpl (di bawah permukaan laut). Jika melebihi itu terlalu berisiko. Vino menjelaskan dirinya sudah gemar bepergian ke gunung sejak dulu. Beberapa gunung yang ada di Jawa Tengah sudah ia taklukkan. “Pengalaman paling membanggakan saya adalah saat mendaki Gunung
Slamet,” kata mahasiswa yang akrab dipanggil Kucing ini. Menurutnya, kesulitan yang ia alami saat mendaki adalah saat melewati jalan yang terjal dan kanan kiri yang terlihat hanya jurang. Hal ini menuntut pendaki untuk selalu waspada. Sebab salah langkah sedikit saja bisa berisiko terjatuh. Meski begitu ia tidak pernah kapok untuk mendaki gunung lagi. Di saat sebagian orang bisa jadi menganggap memuncak sebagai kegiatan yang membuang-buang waktu, anggapan Kucing berbeda. Bagi mahasiswa yang sudah tergabung di Palwa 51 sejak tahun 2011 ini, mengaku ada sensasi dan kepuasan tersendiri saat berhasil menaklukan gunung-gunung. Tren Belakangan muncak sudah menjadi tren di kalangan remaja. Foto-foto dengan background khas puncak kerap mengisi muka sosial media. Tentu ini merupakan hal yang perlu dikhawatirkan. Sebab dalam prakteknya memuncak harusnya dilakukan oleh orang yang berpengalaman. “Muncak bukan sekedar kegiatan refreshing dan foto-foto,” ujar
Kucing. Kebanyakan yang dilakukan para pendaki pemula adalah fotofoto saja. Tujuannya agar bisa ngeksis di sosial media. Berbeda dengan Kucing, ia jarang melakukan foto-foto di gunung, karena niat bagi seorang pendaki bukanlah seperti itu. “Di sana kita mengambil sampah-sampah yang ada di sekitar gunung. Dalam kegiatan Palwa 51 kita tidak diperbolehkan mengambil apapun selain sampah,” ungkapnya. Lain halnya Vino yang mendaki gunung karena hobi, Tinuk Wulandari, mahasiswa semester lima asal Kudus ini mengatakan bahwa dirinya pernah mendaki sekali tepatnya di Puncak Songolikur. Ia muncak karena ingin mengikuti tren. Tren di kalangan anak muda, membuatnya menuruti ajakan teman-temannya. Berbeda dengan Ika Nur Fitriani, ia juga bukan hobi muncak. Ia pernah muncak ke Puncak Songolikur, saat kegiatan Palwa 51. Dari situ, ia sadar meski lelah asal memiliki fisik yang kuat, muncak merupakan kegiatan yang cukup menyenangkan.[] AULIAMELANI / SITIKHOMSATUNNI’MAH
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
29
G aya Hidup Selfie:
Bencana Ketika Tanpa Etika
S
elfie menjelma tren abadi yang makin hari makin diminati. No photo today, no history tomorrow. Kalimat ini bisa dipastikan akan diamini oleh penggemar selfie di seluruh belahan bumi. Bagaimana tidak, kebiasaan mengakrabi kamera sudah menjadi suatu kebutuhan dan tuntutan. Tatap mata kamera, maka seluruh dunia akan menatapmu, kira-kira seperti itu. Sebuah foto menyimpan cerita, berbekal ponsel berkamera semua orang berhak mengabadikan apa saja yang dialaminya. Dengan kelebihan berfoto tak perlu merepotkan orang lain, selfie menawarkan kesenangan tersendiri bagi pelakunya. Selfie tak lagi sekadar mengabadikan momen, namun lebih dari itu. Uwan Urwan, seorang ilustrator sekaligus pemuisi dari Situbondo mengakui dirinya sangat
30
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
menggemari selfie. Wajahnya dan kamera adalah kolaborasi dua hal yang saling kenal. Selfie dilakukannya karena iseng. Berawal dari iseng, selfie bagi Uwan adalah hiburan dan pengisi waktu senggang. “Kalau lagi senggang, nggak ada kerjaan, selfie. Kalau lagi suntuk, galau, selfie lagi. Sebatas menghibur diri, sih. Spontan aja. Sekaligus cari perhatian,� jelas Uwan dengan susulan tawa. Selfie dengan berbagai ekspresi yang dilakukan Uwan memberi sensasi warna-warni. Namun ekspresi saja tidak cukup. Lokasi, situasi dan kondisi menjadi pertimbangan penting demi kepuasan saat berfoto. “Selfie paling di kamar atau di tempat yang saat itu juga kita sedang mood buat selfie. Tapi kalau niat banget, mencari lokasi yang bagus dan ngehits juga
tidak ada salahnya,� lanjut Uwan. Lokasi yang bagus memberikan nilai lebih pada foto yang dihasilkan. Semakin hits lokasi yang dipilih, semakin hits pula tanggapan orangorang atas foto tersebut. Hal ini secara tidak langsung memberi dorongan bagi masing-masing pelaku selfie untuk berlomba-lomba menemukan lokasi yang sekiranya wah! Etika Masih ingatkah dengan mahasiswa yang kelulusannya diundur dua tahun karena selfie? Muhammad Hasrul Haris Mohd Rozie, mahasiswa University Teknologi Mara (UiTM) Malaysia, kelulusannya ditunda dua tahun setelah dianggap melakukan tindakan yang memalukan kampus dengan berfoto selfie bersama rektor di atas panggung saat
menerima sertifikatnya. Hasrul mengaku melakukan selfie tersebut karena tidak bisa mengendalikan kegembiraannya untuk mengenang momen bersejarah setelah bekerja keras selama dua setengah tahun mengejar gelar diploma (Tempo. com 20/5/2015). Sebenarnya sudah ada peraturan mengenai hal tersebut pra wisuda. Ego Hasrul untuk berfoto selfie mengalahkan etikanya sebagai wisudawan yang disaksikan oleh banyak kalangan. “Ada situasi dan kondisi yang memang benar-benar sakral dan please, jangan selfie!” ujar Uwan menanggapi kejadian itu. Gemar selfie bukan berarti tanpa pengendalian. Jangan sampai keblabasan, lanjutnya. Cerita mengenai selfie tidak berhenti di situ saja. Bunga Amaryllis yang belakangan heboh di media sosial karena hamparannya yang ala-ala Belanda itu rusak seketika karena ulah pengunjung tak bertanggung jawab. Pengunjung keranjingan melakukan selfie tanpa mengindahkan kembali kondisi bunga yang mekar satu tahun sekali itu. Keindahan bunga Amaryllis di lahan seluas lebih kurang 2.000 meter persegi menghilang. Melihat kejadian itu, Sukadi, pemilik bunga Amaryllis secara luar biasa meminta maaf via announcer kepada pengunjung jika panorama sudah tak seindah beberapa hari sebelumnya. Lalu, jika empunya saja begitu menghargai tamunya, bagaimana empati dari pihak sebaliknya? (Merdeka.com 28/11) Peristiwa itu meminta perenungan. Rusaknya kebun Amaryllis di Gunung Kidul, Yogyakarta adalah satu di antara kerusakan yang disebabkan ulah manusia. Farida Ulyani, Dosen Psikologi STAIN Kudus menyayangkan hal tersebut. Prinsip yang penting untuk dipegang sebagai manusia yaitu, ketika tidak bisa membantu sesuatu, setidaknya tidak merusak. “Sigmund Freud dalam psikoanalisis kepribadian mengatakan kepribadian seseorang dikatakan seimbang jika memiliki
id, ego, superego yang seimbang. Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Id didorong oleh prinsip kesenangan untuk dipenuhi, jika tidak terpenuhi maka akan muncul kecemasan. Lalu ego merupakan komponen yang bertanggung jawab menangani realitas. Ego berkembag dari id untuk pemenuhan yang bisa diterima di dunia nyata. Dan
terakhir superego a d a l a h suatu gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral yang berkembang di masyarakat, agama, lingkungan dan orang tua. Ketiga hal itu saling mempengaruhi. Jika salah satu tidak seimbang, maka akan muncul sikap individu yang tidak seimbang pula,” papar Farida. Perilaku pelaku selfie yang hanya mementingkan kesenangan, lanjut Farida, memberi tanda jika superego tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pengunjung bunga Amaryllis sah-sah saja selfie. Toh, sekalian mengabarkan pada dunia kalau di Indonesia memiliki kebun bunga seindah itu. Namun jika yang terjadi justru kerusakan, bukankah selfie seperti sebuah bencana?
Manusia sejak lahir memiliki tiga pola hubungan yang penting untuk diingat. Pola hubungan dengan Tuhan, manusia dan lingkungan. Mampu menjaga ketiga pola hubungan itu akan menimbulkan kehidupan aman dan nyaman.
“Seseorang bisa hidup dengan baik karena adanya pengakuan sosial yang baik pula. Jadi wajar saja jika sekarang ini orang-orang menggandrungi selfie. Selfie seolah juru bicara ini, lho, aku! Perasaan dianggap ada menjadi kebutuhan setiap orang. Selfie memiliki nilai positif jika dibarengi dengan cara yang baik. Estetika dan etika harus berdampingan,” pungkas Farida.[] Sitta Zukhrufa
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
31
W A W A N C A R A
DAS, Pembuluh Darah di Bumi
Hendy Hendro H Sridjono Ketua Forum DAS Muria
32
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
K
awasan Gunung Muria merupakan daerah resapan air yang memiliki makna penting bagi derah di bawahnya. DAS (Daerah Aliran Sungai) memiliki posisi penting terkait air sebagai unit pengelolaan yang utuh untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan hutan, air dan tanah. Penjagaan dan pelestarian DAS dari aktivitas perambahan yang mengarah pada kerusakan dan degradasi lingkungan perlu diwaspadai. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan degradasi DAS sehingga terjadi tanah gundul, lahan kritis dan erosi pada lereng-lereng
curam. Hal tersebut dapat memicu banjir besar di musim hujan, debit sungai menjadi rendah ketika musim kemarau, kelembaban tanah di hutan berkurang sehingga terjadi kebakaran hutan, dan kualitas air menurun. Sebenarnya apa itu DAS? Apa fungsi DAS bagi kehidupan kita? Berikut catatan perbincangan reporter Paradigma bersama Ketua Forum DAS Muria, Hendy Hendro H Sridjono.
Makna dari DAS (Daerah Aliran Sungai) itu apa? Sesuai
degan
Peraturan
Pemerintah nomor 37 tahun 2012 pasal 1, DAS itu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anakanak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS juga disebut kawasan tangkapan (catchment) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu menangkap seluruh air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan ke kawasan PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
33
W A W A N C A R A
hilir. DAS dapat diidentifikasi dari berbagai sudut pandang. Dari sudut pandang ekosistem maka DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, dari sudut pandang hidrologi DAS sebagai satuan kajian hidrologi, dari sudut pandang fisiografis maka DAS mempunyai tiga ciri yaitu bagian hulu, tengah dan hilir.
Seberapa penting DAS untuk lingkungan? Tentu saja DAS memiliki fungsi sangat penting. DAS yang masih terjaga mampu melindungi pasok air, menaungi hutan, tanaman dan satwa liar, menjaga tanah tetap subur dan mendukung komunitas yang mandiri. Semua makhluk membutuhkan air. Kita bayangkan sungai dan mata air itu seperti pembuluh bagi bumi, yang mengalirkan air melalui tanah. DAS menjadi kunci utama bagaimana debit air yang ada di kawasan bawah. Hal ini dijelaskan dalam sudut pandang fungsi kawasan DAS, di bagian hulu sebagai fungsi produksi atau daerah resapan air, bagian tengah sebagai fungsi transpot material, dan di bagian hilir sebagai fungsi deposisi (pengendapan).
Bagaimana siklus air DAS? Panas matahari membuat air yang ada di permukaan danau, laut, menguap ke angkasa. Uap air tersebut ditangkap oleh awan dan dilepaskan kembali ke bumi sebagai air hujan. Air menyebar ke seluruh penjuru bumi, mata air, sungai-sungai, dan laut. Air yang merembes ke dalam tanah mampu menumbuhkan tanaman dan pohon-pohon. Akar-akar pohon menyimpan air. air itu menelusup ke dalam tanah dan menjadi air bawah tanah, sumber air baku untuk sumursumur dan mata air. Sebagian besar air di DAS tidak berada di sungai atau danau, melainkan di dalam 34
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
tanah itu sendiri. Oleh karena itu DAS harus didukung dengan daerah tangkapan air yang sehat agar tidak terjadi erosi. Bagaimana kondisi DAS Muria saat ini? Kondisi DAS Muria kalau dikatakan baik, ya belum baik. Hal ini bisa kita lihat bagaimana sungai sekitar kita di musim kemarau tahun ini. Kalau di sungai itu masih ada air yang mengalir di musim kemarau, pertanda DAS dalam keadaan baik, dan sebaliknya. DAS Muria masih butuh sentuhan pengelolaan yang intensif. Kondisi DAS tersebut tentu saja terkait dengan banyak hal. Seperti keadaan hutan, tanah dan vegetasinya. Juga membutuhkan koordinasi dengan banyak pihak.
Saat musim kemarau hampir semua sungai kering, sedang pada musim penghujan sungaisungai meluap. Bagaimana keterkaitan peristiwa tersebut dengan kondisi DAS Muria? Inti permasalahan itu sebenarnya ada pada keadaan daerah resapan air. Di musim penghujan air turun tidak sedikit. Lalu pertanyaan kita saat musim kemarau akan mengarah pada, di mana air hujan yang banyak itu? Apakah langsung hilang begitu saja? Air hujan yang turun kalau
tidak menjadi air bawah tanah, ya menjadi air permukaan. Air bawah tanah itu air yang tersimpan di dalam tanah karena diserap dengan baik oleh tanah. Air bawah tanah tersebut bisa menjadi cadangan kapan saja air itu diperlukan, di musim kemarau sekali pun. Sedangkan air permukaan adalah air yang berhenti hanya di permukaan. Jadi jika air hujan turun sangat deras, air dan tempat resapan tidak memenuhi, banjirlah yang terjadi. Dan ketika musim kemarau, keadaan tanah kering sekali.
Di kawasan Muria sudah terbentuk forum terkait DAS, yaitu FORDAS (Forum Daerah Aliran Sungai) Muria. Gambaran tentang FORDAS sendiri itu bagaimana? FORDAS merupakan orangorang nirlaba yang menjadi mitra pemerintah yang fokus pada Pelestarian air. FORDAS memegang peranan hanya sebagai pendamping, bukan sebagai pihak eksekutif yang menjadi pemegang penuh tanggung jawab. FORDAS di sini sebagai fasilitator, mobilisator, jembatan antara masyarakat dan pemerintah. Anggota FORDAS ada dari kalangan akademisi, birokrasi, BPDAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai), Perhutani, Dinas
Nama : Hendy Hendro H Sridjono TTL : Surakarta, 21 Juni 1959 Alamat : Perum Dosen UMK, Prambatan Lor 9/4 Kudus Email : hendyhendro@yahoo.com Pendidikan : S1 dan S2 Universitas Gajah Mada Organisasi : -Ketua Forum DAS Muria -Ketua Konsorsium Muria Hijau -Ketua FKPSA-LH Kab. Kudus -Anggota Dewan Sumber Daya Air Jateng -Anggota Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia (MKTI) Jateng -Komisi Amdal Jawa Tengah
Kehutanan, Bappeda (Badan Pemerintah Daerah), Perusahaan seperti Sukun, Djarum, Nojorono, Garuda, Dua Kelinci, Mebel Kalingga) dan masyarakat yang diwakili dengan LSM. Bagaimana kontribusi FORDAS Muria terhadap lingkungan kawasan Muria, utamanya di Kudus? FORDAS Muria membentuk kelompokkelompok kerja untuk menginventarisasi persoalan, potensi, dan membentuk desa hayati. Inventarisasi itu menjadi langkah pengelolaan setiap desa hayati. Data inventarisasi itu sebagai data awal Sekretariat Forum DAS Muria yang selanjutnya dikembangkan ke dalam sistem informasi tentang kondisi-kondisi Pegunungan Muria dan profil desa hayati. Semua manusia adalah pengguna sumber daya alam. Desa hayati sendiri itu maksudnya kita membentuk kelompok yang tidak hanya sekadar menggunakan sumber daya alam, tapi juga bisa melestarikan alam. Di desa hayati terbentuk pertanian terpadu juga penanaman pohon yang berkelanjutan. Desa hayati bisa menggunakan lahan dengan optimal tanpa merusak ataupun mengurangi kualitas lahan. Semisal, di galengan warga yang kosong, ditanami rumput untuk ternak mereka. Kotoran ternak tersebut sebelum dijadikan pupuk, bisa dimanfaatkan sebagai biogas. Biogas bisa digunakan untuk bahan bakar dan kebutuhan dapur. Ada simbiosis mutualisme sehingga satu sama lain tidak ada yang dirugikan. Di kawasan muria yang termasuk desa hayati yaitu Kudus (Ternadi dan Menawan), Pati (Sitiluhur, Jrahi dan Plukaran), Jepara (Tempur dan
Bungu).
seefisien mungkin, berilah celah untuk air meresap ke dalam tanah.
Bagaimana pandangan Bapak tetang isu 2032 Kudus tidak ada Bagaimana kaitannya dengan air bersih? DAS? Kabar itu baiknya kita jadikan sebagai warning. Semua makhluk hidup butuh air, jadi pasokan air yang ada memang berkurang karena terus-menerus digunakan. Laju pertumbuhan penduduk pun makin meningkat, tentu saja kebutuhan terhadap air ikut meningkat. Jika air diambil terus-menerus tanpa diimbangi dengan pengelolaan air yang tepat, bisa jadi 2032 Kudus benar-benar krisis air. Kita renungkan sejenak, jalan raya, jalan tol, pusat perbelanjaan, hotel, dan masih banyak lagi bangunan-bangunan yang terus dibangun. Secara tidak sadar, bangunan-bangunan tersebut mengurangi tempat resapan air. Hilangnya tempat resapan air di sekitar kita masif. Jadi, ketika membangun rumah, buatlah
Hal tersebut juga berkaitan dengan DAS, seperti pembabatan pohon dan semak-semak, penimbunan sampah, atau pembangunan jalan raya, perumahan, dan bendungan, dapat merusak DAS dan sumbersumber airnya. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan tanah untuk mendukung komunitas yang sehat, dan mendatangkan masalahmasalah kesehatan, kelaparan, dan perpindahan penduduk. Perencanaan yang menyangkut perubahan bagaimana air mengalir melalui DAS, dan bagaimana air dan lahan akan dikembangkan dan dimanfaatkan, dapat mencegah munculnya masalah-masalah di masa depan. Melindungi dan menyelamatkan air, tanah, dan tanaman, berarti kita melindungi DAS. PARADIGMA 35 35 PARADIGMA Edisi 25/Agustus 2014 2015 Edisi 28/Desember
36
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
INFOGRAFIS
Islamic University of Euorope in Netherlands
NO 1.
38
KEGIATAN
Delegasi
Keterangan
International Conference di The Ohio State University di Amerika Serikat
Delegasi STAIN Kudus : Dr. H. Kisbiyanto, M.Pd, dan Wahibur Rokhman, Ph.D
Presentasi di The Ohio State University di Columbus USA tentang Indonesia Focus dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh dosen STAIN Kudus. Dr. Kisbiyanto (Ketua Jurusan Tarbiyah) dan Wahibur Rokhman, Ph.D juga mengunjungi banyak perguruan tinggi di Amerika, misalnya Harvard University di Massachusets, Boston University, The University of Chicago, dan beberapa lembaga riset di New York USA, dengan tujuan untuk merintis kerjasama bidang peningkatan kemampuan academic writing, visiting profesor dari Amerika Serikat untuk STAIN Kudus
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
KEGIATAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI STAIN KUDUS
Meeting Professor di STAIN Kudus yang dihadiri oleh Prof. Dr. Ergun Yildirim dari Marmara University
2.
The University of Melbourne, Griffith University di Australia
Delegasi : Dr. Mukhamad Saekan, Ahmad Supriyadi, M.Hum, Dr. Umma Farida, dan Shobirin, M.Ag, dkk
Para dosen STAIN Kudus yang dipimpin oleh Dr. Mukhamad Saekan (Wakil Ketua I) mengikuti pelatihan peningkatan kemampuan academik writing bagi dosen, dan menjalin kerjasama resmi STAIN Kudus dengan beberapa universitas di Australia. Tindak lanjutnya adalah dosen dari Australia sudah pernah memberikan lecturing bagi mahasiswa S2 STAIN Kudus.
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
39
Kegiatan dan Kerjasama Luar Negri STAIN Kudus
3.
Marmara University Delegasi I : di Turki Dr. Fathul Mufid, Dr. Abdurrahman Kasdi, Dr. Kisbiyanto, Zaimatus Sa’idiyah, MA, dkk
4.
Post-Doktoral ke Tunisia
Dr. Umma Farida, Lc, MA
5.
Pelatihan Peningkatan Mutu Perpustakaan di Queensland Australia Islamic University of Europe
Mas’udi, MA
6.
40
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Dr. Mukhamad Saekan, Dr. Kisbiyanto, Farida, M.Si, Wahibur Rokhman, Ph.D, Muhamad Mustaqim, MM, dan Ida Vera Sophya, M.Pd
Menjalin kerjasama resmi STAIN Kudus dengan Marmara University dan lembaga keagamaan di Turki. Bidang kerjasama antara lain tukar menukar sumber ilmiah dari hasil penelitian dosen dan pertukaran dosen. Tindak lanjut kerjasama, antara lain 18 Desember 2015 diadakan Meeting Professor di STAIN Kudus yang dihadiri oleh Prof. Dr. Ergun Yildirim dari Marmara University Mengikuti kegiatan post-doktoral di negara Tunisia, Afrika. Pimpinan STAIN Kudus mendelegasikan Dr. Umma Farida, MA untuk menjadi peserta berbagai pelatihan di sana, dan juga mengajar di berbagai universitas di Tunisia. Kegiatan ini dilaksanakan dengan fasilitasi Kementerian Agama RI selama bulan Oktober-November 2015 di Tunisia. Selama di Australia, Masu’udi , MA (Sekretaris Jurusan Ushuluddin) mengikuti program peningkatan mutu perpustakaan Dr. Mukhamad Saekan sebagai Wakil Ketua I menandatangani kerjasama resmi dengan Islamic University of Europe di Belanda. Realisasi kerjasama yang terdekat adalah dosen tamu dari Belanda untuk STAIN Kudus. Di samping itu, tim juga melakukan kunjungan dan merintis kerjasama dengan beberapa lembaga dan kampus di Perancis, Italia, Spanyol, Maroko, dan Turki
40
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
41
42
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
43
Jalan-Jalan
ke Pantai Selatan Yogyakarta
44
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Pantai Indrayanti, salah wisata alam yang berada di Yogyakarta
A
wal Oktober lalu kami melakukan perjalanan ke Yogyakarta. Kami melakukan perjalanan dengan mengendarai sepeda motor dengan tujuan utama daerah pantai selatan. Agar lebih cepat kami menggunakan jalur alternatif melewati Purwodadi, Salatiga, Solo kemudian Yogyakarta. Sampai di sana kami menuju kecamatan Imogiri. Dalam bahasa Jawa, Imogiri berarti “gunung yang berkabut� (Wikipedia). Hari sudah malam di Imogiri, kami menginap di rumah teman. Kami memutuskan untuk tidur lebih awal, berharap letihnya kami menempuh perjalanan dari Kota Kretek hingga Kota Pelajar sedikit berkurang, sehingga paginya kami bisa jalan-jalan dengan bugar dan riang. Pantai Indrayanti-Pantai Pulang Syawal-Pantai Baron Pagi harinya, kami mempersiapkan diri menuju tempat-tempat yang telah kami rencanakan. Tujuan kami yang pertama adalah Pantai Indrayanti. Sesampai di sana, kami disambut pemandangan gunung karang yang terletak di barat pintu masuk. Di belakangnya terhampar permadani pasir putih sepanjang 250 meter yang siap memanjakan kami. Benar saja, pasir putih itu memberikan sentuhan yang berbeda. Kaki-kaki kami terasa betah di sana. Menginjakkan kaki di Pantai Indrayanti menjadikan kami bersemangat untuk mengawali dan meneruskan perjalanan ini. Perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Pulang Syawal. Pantai yang berada di sebelah timur Pantai Sundak dan Somandeng ini letaknya di Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, Jogyakarta. Untuk sampai ke sana tidaklah susah sebab banyak petunjuk arah yang mengarahkan ke pantai ini. PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
45
Pantai yang tergolong pantai baru di Gunung Kidul ini sudah dikelola dengan sangat baik. Terbukti dengan tata letak cafe dan resto yang diatur sedemikian apik. Tempat berburu oleh-oleh juga tersedia di sana. Fasilitas di sana cukup komplit. Mulai dari toilet, tempat parkir, penginapan, hingga gazebo-gazebo untuk menikmati eloknya Pantai Indrayanti. Pengunjung menjadi semakin nyaman. Ada satu keunikan di pantai ini, bagi siapapun yang ketahuan membuang sampah sembarangan di pantai ini, maka ia dikenakan denda 10 ribu. Sepertinya peraturan ini direspon baik oleh para wisatawan sehingga pantai ini tampak terjaga kebersihannya. Belum puas dengan pantai Indrayanti, kami menjelajah menuju Pantai Baron yang berada di Desa Kemadang, Tanjung Sari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Untuk sampai ke pantai ini, kami harus menempuh jarak kira-kira 40 kilometer dari pusat kota, jalan yang terawat dan kelihatannya baru selesai diperbaiki ini memperlancar perjalanan kami. Ada sedikit cerita tentang asal mula nama pantai Baron. Konon julukan pantai Baron berasal dari
Gapura Makam Raja
46
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
nama seorang bangsawan, yaitu Baron Skeber. Baron Skeber tak lain adalah seorang bangsawan Belanda yang pertama kali mendaratkan kapalnya di pantai ini. Oleh sebab itu, pantai ini dinamakan pantai Baron. Sejuta keindahan alam ada di sana. Ditambah lagi dengan kemegahan Mercusuar yang menjulang tinggi diatas bukit disudut timur pantai Baron. Pesona yang sempurna. Tak hanya bisa menikmati sejuknya udara segar, teriknya matahari dan panorama alam yang menakjubkan, di Pantai Baron juga tersedia aneka macam masakan laut. Terutama yang berbahan dasar ikan, udang, lobster dan kepiting. Di sini kami juga bisa berenang. Walaupun kami diperbolehkan untuk berenang, demi menjaga keamanan, kami mendapat pengawasan ketat oleh petugas penjaga pantai. Ombak di sana tergolong besar. Kami harus berhatihati Di salah satu sudut pantai ini, kami menjumpai muara sungai yang mempertemukan air laut dengan air tawar. Selain itu, ketika kami mulai masuk ke bibir pantai Baron, di pinggiran pantai kami disambut kapal-kapal nelayan yang menepi
dan bersiap-siap untuk berlayar. Pantai ini juga digunakan sebagai tempat para nelayan berlayar dan menjajakan hasil laut. Makam Imogiri Setelah puas menikmati pemandangan laut di sekitar pantai selatan, sekitar jam satu siang kami menuju makam rajaraja Mataram atau lebih dikenal dengan Makam Imogiri. Letaknya di Desa Ginirejo, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Sesampainya dilokasi, kami disambut dengan gapura yang di atasnya bertuliskan “Sugeng Rawuh Ing Pasarehan Dalem Para Nata�. Dengan tarif 3 ribu setiap motornya, kami menitipkan motor kami di sebuah tempat parkir yang dekat dengan lokasi, kemudian kami berjalan kaki menuju masjid untuk shalat Zuhur sebelum menuju makam para Raja. Sedikit cerita, makam ini mulai dibangun sekitar tahun 1632 sampai 1640 Masehi, oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, Sultan Mataram yang ke-3, keturunan dari Panembahan Senopati, Raja Mataram ke-1. Makam para Raja ini terletak di atas perbukitan, setelah kerajaan Mataram Islam mengalami
perpecahan dan terbagi menjadi dua, yaitu Kasunanan yang terletak di Surakarta dan Kasultanan yang berada di Yogyakarta. Makammakam Imogiri pun juga terpecah menjadi dua bagian. Untuk bagian sebelah barat digunakan sebagai tempat pemakaman bagi para Raja yang berasal dari Kasunanan Surakarta, sedangkan untuk bagian timur digunakan sebagai tempat pemakaman para Raja yang berasal dari Kasultanan Yogyakarta. Disamping itu, makam terletak di Desa Ginirejo, Imogiri, Yogyakarta, Menjadi bagian sejarah dan warisan yang sangat berharga bagi masyarakat Yogyakarta khususnya dan Negara Indonesia umumnya. Berdasarkan penjelasan dari salah satu penjaga makam, komplek pemakaman ini memiliki luas sekitar sepuluh hektar. Di tempat ini tidak hanya terdapat makam persemayaman para raja saja, melainkan juga terdapat bangunan masjid, gapura, kelir (sebuah bangunan yang digunakan sebagai pembatas pintu gerbang), padasan (tempat untuk berwudlu yang biasa diisi satu tahun sekali di bulan Suro (Jawa), serta sebuah kolam ikan Emas dan sejenisnya yang terletak di sekitar masjid dan di bawah pintu masuk kedua yang berada di atas. Pemakaman ini hanya di buka tiga hari dalam satu minggu, yaitu pada hari Senin (10.00-13.00 WIB), Jumat (13:30-16:00 WIB) dan hari Minggu
(10:00-13:00 WIB), kemudian harihari khusus seperti tanggal 1 dan 8 Syawal serta tanggal 10 Dzulhijjah. Untuk memasuki kawasan makam ini tidak memerlukan tiket, namun disarankan para pengunjung memberikan sumbangan sukarela kepada petugas jaga makam. Butuh perjuangan dan tenaga yang ekstra untuk menuju makam, karena untuk sampai ke makam, pengunjung harus menaiki sekitar dua ratusan anak tangga. Tugu Yogya Malam harinya kami melanjutkan jelajah wisata pantai selatan Yogyakarta ke salah satu tempat bersejarah yaitu tugu Yogya. Tugu Yogya dibangun pada tahun 1755 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, pendiri kraton Yogyakarta yang mempunyai nilai simbolis dan merupakan garis yang bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Kraton Yogya dan Gunung Merapi (jogjaistimewa.weebly.com). Walaupun waktu sudah menunjukan Pukul 23:56 WIB, Tugu Yogya masih ramai. Kebetulan ketika kami disini ada pagelaran budaya yang diselenggarakan oleh senimanseniman Yogyakarta. Pagelaran itu bertajuk lomba busana khas Yogyakarta. Pesertanya merupakan perwakilan dari setiap kecamatan di Yogyakarta, dan pagelaran tersebut gratis tanpa dipungut biaya. Jadi kami mendapatkan hiburan gratis
Tangga panjang menuju puncak bukit Imogiri (kanan) pada tahun 1939 (kiri) sekarang serta mewah di tempat wisata bersejarah yang murah. Setelah puas kami mengabadikan liburan serta menikmati suguhan wisata malam kami di Tugu Jogja. Pada jam setengah dua dinihari, kami memutuskan untuk kembali ke rumah teman kami semula. Di tengah jalan kami merasa sangat lapar, sehingga memaksa kami untuk berhenti sejenak di warung yang masih buka. “Ayam bakar khas Yogyakarta�, plang itu yang membuat kami harus mampir untuk mengusir keroncongan perut kami. Iringan musik dengan setelan sound system yang empuk menggugah selera makam malam kami. Usai melahap habis seporsi ayam bakar, kami melanjutkan perjalanan selama 15 menit untuk sampai di rumah teman kami, kami pun segera mengistirahatkan tubuh kami agar besok harinya masih tersisa tenaga yang cukup dalam perjalanan pulang ke Kota Kretek.[] Khoerul Anas
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
47
MENU KHUSUS
Kuliah umum di gedung Serba Guna STAIN Kudus, 1 September lalu, tak hanya memperbincangkan Islam Arab dan Islam Nusantara sebagaimana tema yang ditentukan. Momentum perkuliahan perdana bagi mahasiswa baru tersebut juga dimanfaatkan launcing radio terbaru dari STAIN Kudus, yakni Radio eRKa.
48
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
L
auncing radio ini merupakan awal untuk tahap uji coba penggunaan radio, dan sekaligus sebagai awal untuk memperkenalkan radio baru kepada mahasiswa baru. Harapan besar disematkan dalam fasilitas ini. Adanya radio eRKa juga sebagai pendukung pada semua mahasiswa dan dosen. Diharapkan Mahasiswa mendapatkan pendidikan dan pengalaman melalui radio. Di khususkan juga, radio adalah sarana penunjang untuk mahasiswa jurusan dakwah dalam berlatih penyiaran. “Adanya radio ini, tak lain sebagai pendidikan untuk mahasiswa. Di samping memberikan informasi di sekitar kampus dan luar kampus, tentunya juga bersyiar dalam hal ber-amar ma’ruf nahi munkar,” terang Nur Ahmad, Kaprodi Komisi Penyiaran Islam (KPI) pada Jurusan Dakwah STAIN Kudus. Dari sejarahnya, radio yang bisa dinikmati di jaringan 107,9 FM ini merupakan salah satu hasil musyawarah antar dosen dan pejabat struktural di jurusan dakwah. Setelah menghasilkan berbagai pertimbangan, akhirnya terlahirlah keinginan untuk memberikan penunjang dalam proses belajar mengajar. Yaitu dengan adanya sebuah laboratorium radio. “Pasti banyak mahasiswa yang juga mempertanyakan sebuah nama yaitu “eRKa”. Mengapa radio STAIN Kudus dinamakan radio eRKa? Sederhana saja, nama eRKa sebenarnya diambil dari singkatan Radio Kampus. eR berasal dari huruf depan kata radio, dan Ka merupakan huruf depan dari
kampus,” ungkap dia. Laboratorium radio sepenuhnya dikelola dosen jurusan dakwah sekaligus bertindak sebagai penanggungjawab radio. Tapi tak lepas dari itu, tetap semua itu dibawah naungan STAIN Kudus. Dia menandaskan, saat ini manajemen pengelolaan radio terus dibenahi. Secepatnya, semua sistem akan dijalankan. Mulai dari adanya penyiar yang dikhususkan untuk mahasiswa Prodi KPI, sampai jadwal yang telah ditentukan. Tempat juga akan ditata sebagaimana mestinya, dan harus steril dari kelas perkuliahan. “Laboratorium ini memang dikhususkan bagi mahasiswa jurusan dakwah. Setelah tata pengelolaan sudah rapi, mahasiswa sudah dapat mendengarkan radio eRKa di manapun dan kapanpun,” harap dia. Dia menandaskan jika radio eRKa bukanlah radio komersil, tapi merupakan radio komunitas. Bedanya radio komunitas dengan radio komersil dapat dilihat jangkauannya. Radio komersil dapat diakses sampai lebih dari tujuh kilometer. Sedangkan radio komunitas hanya dapat diakses sekitar jangkauan satu sampai tujuh kilometer. Radio komunitas eRKa inilah yang menjadi pembeda dengan radio lainnya. Terlebih lagi radio eRKa mempunyai kelebihan lain. Di antaranya, mengakses radio eRka dapat melalui dua cara pengaksesan. Yang pertama, mahasiswa dapat menggunakan radio secara manual. Akan tetapi penggunaan radio secara manual, jaringannya hanya
dapat di akses di sekitar STAIN Kudus saja. Yaitu pada lingkup satu sampai tujuh kilometer. “Tapi tak perlu khawatir, radio eRKa juga dapat di akses pada seluruh dunia. Fasilitas streaming, membuat siapapun, dan di manapun tetap dapat menikmati sajian dari radio eRKa. Dengan satu syarat bahwa ada jaringan internet yang tersambung. Maka layanan radiopun dapat didengar ke berbagai dunia. Khususnya bagi dosen-dosen yang berada di luar negeri saat bertugas, tetap dapat mengetahui informasi yang berkembang di STAIN Kudus,” paparnya. Perbedaan lain antara radio komersil dan radio komunitas antara lain yaitu dalam periklanan. Radio komersil biasanya menerima iklan sponsor yang berhubungan dengan dana. Akan tetapi radio eRKa tidak menerima iklan yang berbentuk dari layanan sponsor. Dalam hal ini, radio eRKa hanya menerima layanan iklan dari pihak STAIN Kudus, dan iklan layanan luar yang lebih bermanfaat. Seperti halnya iklan dari pemerintah mengenai bencana. Begitu juga dalam pendanaan, semua biaya di danai dari STAIN Kudus. Munculnya radio baru eRKa di STAIN banyak mendapat pujian dari mahasiswa. Salah satunya Elya, mahasiswi jurusan Tarbiyah Prodi PAI. “Saya sangat setuju dengan adanya radio kampus. Hal itu berarti STAIN semakin berkembang,” ungkapnya.[] Devvi Nillam Sari
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
49
MENU KHUSUS
STAIN KUDUS MENUJU GO INTERNATIONAL
Radio eRKa, Dibuat Demi Sebuah Ambisi?
S
adar atas ketertinggalannya, STAIN Kudus mencoba terus melengkapi fasilitas pembelajaran. Kali ini, kampus hijau tengah mengembangkan laboratorium radio untuk menunjang pembelajaran di kampus. Khususnya bagi Program Studi Komunisi Penyiaran Islam (KPI) pada Jurusan Dakwah. Tapi konon, laboratorium radio tersebut juga dibuat demi meneguhkan STAIN Kudus yang akan naik kelas menjadi IAIN. Eksistensi STAIN Kudus
50
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
sebagai salah satu kiblat perguruan tinggi di Pantura Timur memang perlu selalu ditanamkan dan akan terus dikembangkan. Radio tersebut memang menjadi modal untuk dapat maju di kalangan perguruan tinggi. Hal ini melengkapi pembangunan kualitas sumber daya manusia, dan sarana prasarana kampus yang terus ditingkatkan. Hasil dari semua usaha itu, dari tahun ke tahun, STAIN Kudus diharapkan semakin menjadi andalan bagi siapapun. Hal itu
terus dibuktikan. Dapat terlihat dari segi fisik STAIN Kudus, telah menyelesaikan bangunan kelas. Pembenahan semakin dapat dirasakan dengan bangunanbangunan yang baru. Setelah satu terlewati, pembenahan yang lain pun terus di bangun. Bukan hanya bangunan gedung, tapi juga penunjang untuk membangun mahasiswa. Baik dari segi intelektual, pengembangan bakat, dan output dalam pekerjaan nantinya.
Ditambah lagi, mahasiswa sangat bersemangat saat mendengar peralihan STAIN Kudus menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Kudus. Ini merupakan satu titik dimana semua jurusan semakin ditingkatkan.
Mencapai tujuan dari masingmasing jurusan, tiada ketinggalan jurusan dakwah dan komunikasi menciptakan media belajar yang berkeinginan untuk memberikan sarana pendukung bagi mahasiswa dalam pengembangan keahlian sesuai prodinya. Kini, produk unggulan dari Prodi baru itupun sudah diluncurkan. Dari radio bernama eRKa, mahasiswa Program studi Komisi
Penyiaran Islam dari jurusan dakwah pun dapat berunjuk gigi. Dalam hal ini, prodi yang baru ada pada generasi ketiga ini, menjadi semakin baik dan kuat dengan akan diadakannya pelatihan mengenai penyiaran radio. Radio menjadi pengalaman yang harus dilakoni mahasiswa KPI. Dengan dukungan sarana dan prasarana STAIN Kudus, kini semakin lengkap sudah, laborat untuk jurusan dakwah. “Alhamdulillah STAIN Kudus sudah memberikan laboratorium radio untuk jurusan dakwah. Proses mendirikan laboratorium sangat panjang,” kata dia Radio eRKa baru disahkan pada tahun 2015. Karena harus memenuhi tahapan perizinan mendirikan radio . Mulai dari perizinan Dinas Perhubungan (Dishub) Kudus, KPID jawa tengah, Balai Monitoring (BalMon) Semarang, dan sampai perizinan ke pusat. Perizinan yang panjang akhirnya dapat dinikmati sampai sekarang. Tak cukup di situ, Nur Ahmad menerangkan, dengan berjalannya waktu nantinya, nama STAIN akan berubah menjadi IAIN. Ketika sudah menjadi IAIN maka ada keinginan juga untuk mendirikan televisi, yang itu juga merupakan produk dari STAIN Kudus. Untuk saat ini, laboratorium radio berada di kampus timur. Terletak di antara masjid dan gedung olah raga. Bertempat di gedung laborat lantai satu, tepatnya berada di sebelah timur. Menejemen Radio Setelah ada menejemen yang bagus nantinya, pengelola akan mengatur ruangan yang memang harus steril dari mahasiswa. Untuk tahap pembenahan seperti ini, memang masih banyak dosen yang menggunakan kelas untuk perkuliahan. Mahasiswapun banyak yang keluar masuk dengan bebas. Dengan hal itu, penanggung jawab jurusan dakwah akan segera
mengatur soal tempat. Begitu juga dengan mengatur penyiar, jadwal penyiar, dan menata semua kebutuhan sebagai penunjang pendidikan, agar tidak terganggu. Pemanfaatan fasilitas laboratorium radio eRKa ini dimanfaatkan oleh jurusan dakwah sebagai praktikum dari penyiaran. Pemanfaatan tempat pun akan dijadwalkan secara bergiliran. Dalam hal ini, STAIN Kudus memberikan tiga tempat khusus di dalam laboratorium radio. Di antaranya adalah sebagai tempat siar, tempat lobi, dan tempat produksi. Tempat siar berfungsi untuk penyiaran baik on air ataupun off air. Tempat lobi juga diperuntukkan sebagai tempat mempersiapkan data. Sedangkan ruang lobi, dipergunakan sebagai tempat tamu. “Fasilitas radio ini untuk menjawab tantangan kedepan. Pasalnya, semakin ke depan, persaingan begitu ketat dalam memunculkan output mahasiswa yang berkualitas antar perguruan tinggi. STAIN Kudus mencoba untuk memulai dari proses satu ke proses yang lain,” terang dia. Adanya fasilitas radio ini mendapat tanggapan positif dari Pemimpin Redaksi Warta Journalism, M Lilik Wijanarko. Menurutnya, akses informasi dari dalam kampus memang diperlukan oleh masyarakat. Diharapkan pula, fasilitas tersebut mampu memperkuat jaringan intelektual. “Saya sangat senang dengan adanya eRKa fm STAIN Kudus. Saya berharap media STAIN Kudus ini menjadi media terpercaya bagi civitas akademika STAIN Kudus dan masyarakat Kudus di sekitarnya. Saya juga berharap media tersebut dapat bekerja sama dengan baik. Agar bisa menyampaikan informasi secara akurat, aktual, dan cepat,” ucapnya. Menurutnya, radio eRKa perlu bersinergi dengan media lain. Baik media cetak, majalah kampus, dan juga radio komunitas kampus seJawa dan DIY.[] Devvi Nillam Sari
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
51
Kamu punya uneg-uneg tentang STAIN Kudus?
Segera kirim kritik saranmu (beserta biodata lengkap) melalui Email: lpmparadigma@gmail.com Semua kritik saran diusahakan dapat tanggapan dari pihak-pihak terkait.
*Pertanyaan terpilih akan ditampilkan di rubrik Suara Kampus Majalah Paradigma edisi mendatang
52
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Judul Buku
:
Bank Ramah Lingkungan Pengarang
:
Leonard Tiopan Panjaitan Terbit : Oktober, 2015 Penerbit : Penebar Plus+ Tebal : 148 Halaman ISBN : 978-602-1279-28-1
L
ingkungan yang nyaman dan bersahabat merupakan idaman setiap insan. Pelestarian lingkungan menjadi isu kolektif yang membutuhkan kerjasama semua pihak. Tak terkecuali dengan lembaga keuangan. Meskipun hubungan antara lembaga keuangan dan lingkungan terkesan jauh, jika diteliti lebih lanjut perbankan sangatlah bertanggung jawab atas segala resiko lingkungan yang akan timbul dari industri tertentu. Alasannya, industri tidak akan lepas dari investasi. Dan investasi
mustahil ada tanpa berhubungan dengan bank. Proses perizinan dan pengaliran dana untuk industri merupakan kunci utama yang menjadi pokok bahasan dalam mencegah kerusakan lingkungan. dalam hal ini, upaya perbankan untuk berpartisipasi melestarikan lingkungan yaitu dengan menganalisis proposal industri yang akan mendapat suntikan dana untuk kemudian dipertimbangkan dampak lingkungannya. Selain itu, bank juga harus memberikan pembinaan kepada pelaku industri dan masyarakat untuk
terus berinovasi dalam hal pelestarian lingkungan. Membaca buku Bank Ramah Lingkungan. Anda akan disuguhi upaya-upaya penting bagi pelaku industri, khususnya perbankan untuk mengelola resiko lingkungan yang nantinya akan timbul. Juga tentang kejelasan Coorporate Social Responbility ( CSR ) yang harus dilakukan oleh lembaga perbankan. Dengan bahasa ilmiah yang mudah dipahami, buku ini menyadarkan kita untuk selalu memikirkan lingkungan sekarang dan nanti.
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
53
PEMERINTAHAN MAHASISWA STAIN KUDUS DALAM KEPALAN TANGAN PEREMPUAN
54
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
T
erpilihnya Presiden perempuan dalam pemilihan Capresma (calon presiden mahasiswa) memberi warna baru kepemimpinan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang sekarang beralih nama menjadi Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) STAIN Kudus. Untuk kali pertama seorang perempuan memenangkan jabatan sebagai Presiden Mahasiswa. “Memberi nuansa baru dan membuat sejarah capresma perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama,” kata Zahratul Anisah. Ia mengatakan, tekadnya menjadi Capresma terinspirasi oleh tokoh-tokoh perempuan Indonesia, seperti RA Kartini dan Dewi Sartika, padahal saat itu kemampuan perempuan sangat diremehkan. Namun dengan segala perjuangan, mereka berhasil membuktikan kemampuan mereka sebagai tokoh pendidikan. Selain itu, Presiden Indonesia kelima juga perempuan. Megawati Soekarno Putri juga membuktikan, walau pun perempuan, beliau mampu untuk memimpin. Anis menceritakan awal pencalonannya sebagai Presma. Awalnya Anis diusung oleh banyak temannya. Dan ketika PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), organisasi eksternal kampus melakukan konsensus terpilihlah satu nama yaitu Zahratul Anisah. Dari sanalah sahabatsahabati (panggilan anggota dan kader PMII) kompak dan besatu yang menjadi motivasinya untuk mantap mencalonkan diri. Ia didukung oleh enam partai pengusung saat PEMILWA (pemilihan umum mahasiswa). ”Yang tercantum memang ada 4 yaitu PKM, PMM, PNT, PPCM
dan ada tambahan 2 yaitu Pragmatis dan HAM,” jelasnya. Ketika perhitungan suara Rabu (16/12) malam lalu, ia menang selisih 196 suara dari capresma nomor satu, M Abu kholil. Anis mengobarkan semangat dan rencananya dalam waktu dekat sebagai Presma. “Presiden Mahasiswa tidak melulu disibukkan dengan hal dalam kampus saja. Untuk sekarang ini sering-sering menjalin hubungan dengan luar kampus. Pengalaman dari luar kampus, seperti informasi-informasi yang mungkin jarang kita dapatkan akan memberi inovasi baru sebagai bahan perbaikan keadaan dalam kampus,” papar Anis sesuai dengan misi pencalonannya yang kelima Melaksanakan kerjasama dengan lembaga, organisasi baik di dalam kampus maupun luar kampus. Saat ini Presma yang akrab dipanggil Anis itu, berstatus mahasiswa semester tujuh. Ia sedang menempuh Program Studi Pendidikan Bahasa Arab. Pengalaman organisasi Presma ini adalah menjadi anggota RACANA STAIN Kudus 2012, pengurus AlIzzah 2014, pengurus HMJ Tarbiyah 2013-2014, dan ketua HMJ Tarbiyah 2015. Walidul Chowas, Capresma nomor urut tiga memberi tanggapan atas terpilihnya Anis. Walid mengaku sudah legowo atas terpilihnya Anis sebagai Presma. “Kalau dalam pandangan Islam, tidak pas Anis menjadi pemimpin, karena masih banyak mahasiswa di kampus. Tapi secara demokrasi mahasiswa sudah memilihnya. Jadi mau tidak mau, DEMA dipimpin oleh seorang mahasiswi,” jelas Walid. Walid berharap, kepengurusan DEMA nanti bisa merangkul
perwakilan dari masing-masing OK (Organisasi Kampus) di dalamnya. Tidak hanya mengambil kumpulan teman-teman dekatnya saja. “DEMA sebagai orang tua OK. Kalau kepengurusan DEMA melibatkan perwakilan setiap OK itu akan lebih efektif, jika ada masalah di dalam OK langsung cepat didengar oleh DEMA selaku orangtua OK,” tandas Walid. Tanggapan positif terhadap Anis juga disampaikan oleh salah satu partai pengusung Capresma nomor urut tiga. “Walaupun Capresma yang saya usung itu kalah, tapi tetap sportif karena yang terpilih memang layak. Semoga tidak mengecewakan. Sebagai pemimpin itu harus punya wibawa agar apa yang dia sampaikan bisa diterima oleh kelompok yang dipimpinnya. saya rasa Anis mampu,” kata Andrea perwakilan PRM. M Iqbal Abdul Rouf, Presma 2015 turut berbahagia dengan terpilihnya Zahratul Anisah sebagai Presma selanjutnya. “Lebarkan sayap,” pesan Iqbal. Seolah mengamini rencana dekat Anis, lebih lanjut Iqbal mengatakan, DEMA tidak hanya bergerak dalam politik kampus. Tetapi punya hak untuk mengkritisi kampus serta luar kampus dan mengadakan afiliasi (red:hubungan) dengan BEM atau DEMA antar kampus serta OKP (Organisasi Kepemudaan) di luar kampus. [] Ismah Nurani
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
55
PROFIL Muhammad Assiry Jasiri :
Sang Maestro Kaligrafi dari Ndeso
S
iapa yang hari ini tidak mengenal Assiry, panggilan akrab Muhammad Assiry Jasiri, founding father sekaligus pimpinan Pesantren Seni Kaligrafi Al Qur’an (PSKQ) Kudus Jawa Tengah. Dia adalah wong ndeso yang prestasi dan rejekinya mendunia, sang maestro kaligrafi dengan sejuta prestasi. Assiry merupakan putra ke 6 dari 9 saudara pasangan Sudiro Yasir dan Kadarsih warga desa Undaan Lor Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus. Di usia 5 tahun Assiry kecil tidak jauh berbeda dari anak-anak seusianya yang suka bermain dan bersenda gurau, tapi ada yang unik bahkan nyleneh dari dirinya dibanding dengan kebanyakan anak-anak lain. Ia hobi corat-coret di kertas, papan tulis bahkan sampai dinding rumah tetangganya tak luput dari sasaran tangan kreatifnya. Sampai-sampai ia pernah dijewer oleh tetangganya. Hobinya melukis tidak sia-sia. Sejak taman kanakkanak Assiry kecil kerap meraih juara lomba melukis kategori anakanak tingkat kecamatan. Namun sayang, hobinya yang terfokus pada bidang seni membuat ia tidak menyenangi pelajaran berhitung dan angka-angka layaknya matematika dan fisika, ia hanya menyenangi mata pelajaran sejarah dan mengarang. Perkenalannya dengan dunia kaligrafi dimulai
56
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
sejak ia masuk Madrasah Diniyah Ibtidaiyah di bawah asuhan dan bimbingan Kiai Abdul Hafidz. Bakat seninya semakin terasah ketika ia masuk Madrasah Aliyah Negeri, di sana Assiry mendapat gemblengan dari jawara-jawara kaligrafi seperti Ustadz H. Nur Syukron (peraih juara 1 kaligrafi nasional tahun 1994 di Riau). Di samping belajar di sekolah, Assiry belajar kaligrafi pada Ustadz H. Nur Aufa Siddiq. Berkat bimbingan kedua seniman kaligrafi tersebut, Assiry lebih banyak mengenal kaidah kaligrafi murni. Prestasi Pengantar Kesuksesan Pada tahun 1999 Assiry berhasil menorehkan tinta emas, terbukti dengan raihan juara 1 kaligrafi cabang Naskah tingkat Jawa Tengah dan secara otomatis ia mewakili Jawa Tengah pada MTQ Nasional di Palu Sulawesi Tengah meskipun hanya meraih juara harapan. Assiry tidak mengenal putus asa, keinginanya untuk total dan profesional dalam berkesenian mengantarkan pria ndeso ini hijrah ke Jakarta untuk belajar dan mendalami Ilmu Seni Rupa dan belajar melukis kepada kakaknya, Rosidi pendiri WADAH ART. Serta melanjutkan pengembaraan ilmunya pada tahun 2000 di Pesantren Kaligrafi Al Qur’an LEMKA, Sukabumi Jawa Barat
dibawah bimbingan dan asuhan KH. Drs. Didin Sirojuddin AR selama satu tahun. Setelah melanglang buana ke berbagai tempat, hingga akhirnya ia memutuskan untuk nyantri di Pesantren An-Nidzom, Panjalu di bawah asuhan KH. Muhtar. Karena keinginanya untuk mendalami kaligrafi secara total, Assiry akhirnya memutuskan untuk kembali belajar di LEMKA hingga tahun 2003. Pada tahun 2002 pria kelahiran Kudus, 06 Agustus 1978 ini kembali menuai buah kerja keras dan ketekunannya. Meraih juara kaligrafi cabang naskah di Banten yang mengantarkanya ke Tanah Suci Makkah, menjadi awal yang menjanjikan untuk terus berkembang. Karirnya melesat sukses, puluhan gelar juara kaligrafi tingkat kabupaten maupun provinsi berhasil ia rengkuh dengan gemilang. Hingga klimaksnya pada tahun 2003 ia berhasil merengkuh gelar juara kaligrafi naskah di DKI Jakarta, dan juara 1 MTQ Nasional di Palangkaraya Kalimantan Tengah. Assiry adalah pribadi yang haus akan khazanah keilmuan. Bagaimana tidak, setelah menuai prestasi yang tidak henti-henti ia tidak cepat puas diri, kembali ia mengembarakan diri mendalami Tilawah (seni baca Al Qur’an) dibawah asuhan Ustadz Adli Asari Nasution, di Warung
Data diri : Nama : Muhammad Assiry Jasiri, S.PdI. Jenjang Pendidikan non formal : 1. Pesantren Al-Quran di IIQ Lahir : Kudus, 06 Agustus 1978 Wonosobo tahun 1998 Alamat : Ds. Undaan Lor RT 03 RW 01 2. Pesantren Sekolah Diniyyah Kecamatan Undaan Kradenan tahun 1998 sampai 2000 Kabupaten Kudus 3. Pesantren Tahfidz KH.Kodir Janggalan Kudus tahun 1998 Jabatan : Pendiri dan Pimpinan 4. Sanggar Kaligrafi An-Nur, Pimpinan Pesantren Seni Kaligrafi AlKH. Nur Aufa Sidiq Al-Khathath Quran PSKQ Kudus Jawa Janggalan Kudus tahun 1998-2000 5. Pesantren Kaligrafi LEMKA Tengah Sukabumi Jawa Barat tahun 2000Jenjang Pendidikan formal : 2003 1. SDN 02 Undaan tahun 1991 6. Pesantren Tilawatil Quran Al-Fasyni 2. SMPN 01 Undaan tahun 1994 Warungnangka Bogor Jawa Barat 3. MAN 02 Kudus tahun 1997 tahun 2000 4. S-1 Jurusan Tarbiyah atau 7. Sekolah Lukis dan 3D di Galeri Wa Pendidikan tahun 2012 di STAIN dah Art tahun 2005 Kudus
Nangka Bogor. Selain terus giat belajar, Assiry juga mendirikan galeri seni lukis ANUGERAH ART di daerah Caringan Bogor bersama kader-kader binaanya. Di samping mendirikan galeri seni, Assiry bersama teman-temannya sempat memproklamirkan KUASS (Komunitas Seniman Kudus) dan berhasil mengkader lebih dari 1500 kaligrafer dan seniman. Kegiatannya meliputi pementasan drama kolosal hingga lomba tilawah dan kaligrafi. Mendirikan Pesantren Seni Pemuda asli Desa Undaan Lor ini termasuk sosok yang all out dalam berkarya dan menekuni suatu bidang keilmuan. Di tahun 2006 ia kembali menyabet juara 1 di tingkat Asia Tenggara di Brunei Darussalam pada tiga cabang berbeda sekaligus yaitu khoth Tsulust, Diwani dan Riqah. Sepulangnya dari Brunei di tengah iming-iming hadiah dan tawaran menjadi PNS, muncul niatnya untuk mendirikan wadah atau pesantren yang berkonsentrasi pada bidang seni rupa dan kaligrafi. Ide ini muncul atas keprihatinannya terhadap perkembangan kaligrafi dan seni rupa di Jawa Tengah yang cenderung stagnan, disamping itu tidak adanya perhatian dari pemerintah khususnya LPTQ Jawa Tengah. Hingga akhirnya tepat di hari Rabu Wage tanggal 17 Januari 2007, Assiry memperkenalkan lahirnya Pesantren Seni Kaligrafi Al Qur’an (PSKQ). Selain bergerak dalam bidang kaligrafi, para santrinya pun diajarkan berbagai disiplin ilmu seperti seni murni, kreasi patung 3 dimensi hingga seni lukis teknik semprot airbrush. Di tengah bergelimangnya prestasi yang ia dapatkan, Assiry memang sosok yang tidak cepat puas. Ia menambah pengetahuan dunia pendidikan dengan melanjutkan studi di STAIN Kudus dengan mengambil Jurusan Tarbiyah 2007-2012. Tersemat cita-cita luhur di dalam jiwanya, ia mendamba mendirikan sebuah Universitas Seni Islam dan Kaligrafi pertama di Indonesia.[] ACHMAD ULIL ALBAB
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
57
KOLOM
Sumpah Pemuda Vs Sumpah Mahasiswa:
Kritik dan Ingatan S
ejak SD kita telah dikenalkan dengan yang namanya sumpah pemuda. Bahkan guru sejarah akan menugaskan siswanya untuk menghafal sumpah pemuda di luar kepala. Dan kitapun hafal tiga bait kalimat yang sangat keramat ini, lengkap dengan kapan mulai didengungkan dan peringatannya. Tiga kalimat itu memang sangat keramat bagi orang yang mencintai bangsanya. Entah itu anak-anak, kaum muda sampai kaum yang sudah berumur yang memang memiliki jiwa dan semangat pemuda. Soekarno dengan nada angkuh berucap, “berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.� Yang dimaksud pemuda oleh Soekarno bukanlah sekedar orang yang umurnya muda atau remaja. Namun lebih dari itu, mereka yang memiliki integritas yang tinggi, memiliki semangat kemajuan dan dedikasi yang tinggi di negaranya. Sumpah pemuda sebagai langkah awal berdirinya sebuah bangsa yang bernama Indonesia. Bait pertama usulan Muh. Yamin itu berbunyi Kami Poetra dan Poetri Indonesia, Mengaku Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia. Dengan semangat juang yang tinggi, para pemuda dahulu tidak hanya mencintai bangsanya 58
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
dengan seluruh gugusan pulaunya saja. Namun lebih dari itu, mereka mencintai segala yang ada pada negerinya. Melindungi segenap tumpah darah pejuangnya, tidak rela jika para penjajah tetap berdiri tegak dan menindas warganya. Begitu mencintainya pemuda waktu itu. Namun, apakah hari ini semangat para orang (berjiwa) muda untuk memperjuangkan bangsanya masih ada dalam hati nurani penghuni negara ini? Mahasiswa dengan sumpah mahasiswanya, pertama Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan. Tetapi diam saja jika ada penindasan atas nama kesewenangan, diam saja ketika ada kesewenangan yang hendak mengusir penduduk negeri ini. Diam saja ketika ada kesewenangan melecehkan negeri ini. Ketika para penguasa seenaknya mengambil kebijakan yang tak memihak pada rakyat. Seperti yang dilakukan oleh Sudirman Said yang menginginkan segera melakukan perpanjangan kontrak dengan PT Freeport Indonesia. Seharusnya adanya perusahaan raksasa di negeri ini menjadikan masyarakatnya makmur sejahtera. Namun, kita lihat apa yang terjadi dengan saudara-saudara kita di sekitar tambang? Sudahkah mereka merasakan manfaatnya dengan adanya perusahaan yang
berdiri sejak 1967 itu? Sekali lagi, mahasiswa tak bertaji. Kami Poetra dan Poetri Indonesia, Mengaku berbangsa jang satoe, Bangsa Indonesia. Ungkapa itu adalah bait keramat yang kedua bagi pemuda Indonesia. Dengan semangat juang yang tinggi membuat pemuda Indonesia memperjuangkan mati-matian untuk memperjuangkan sebuah negara yang pada waktu itu masih di bawah kekuasaan bangsa Eropa, namanya masih Hindia-Belanda menjadi negeri yang bernama Indonesia. Untuk merebut dan menjadikan Hindia-Belanda menjadi Indonesia secara utuh, bukan tanpa perjuangan. Namun, penuh dengan perjuangan yang sangat berat, demi utuhnya sebuah bangsa dan lepas dari cengkeraman kuku-kuku hitam orang-orang miskin Eropa. Mahasiswa dengan sumpah mahasiswanya Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang mencintai keadilan. Sekilas terlihat keren, namun apakah mahasiswa sekarang seperti itu? Mereka hanya bersikap adil kepada orang-orang yang ada dalam golongannya. Dan akan bersikap berbeda kepada orang yang tidak segolongan dengannnya. Hal ini mengingatkan kepada cita-cita seorang mahasiswa era Soekarno yang mengatakan “saya bermimpi tentang sebuah dunia di
KOLOM
Ahmad Afandi*
mana ulama, buruh dan pemuda bangkit dan berkata ‘STOP semua kemunafikan, STOP pembunuhan atas nama apapun�. Tak ada lagi rasa benci kepada siapapun, agama apapun, ras apapun dan bangsa manapun serta melupakan perang dan kebencian dan hanya sibuk dengan pengembangan dunia yang lebih baik.� Mahasiswa ampuh itu adalah Soe Hok Gie. Bagaimana sikap pemuda dan mahasiswa Indonesia ketika melihat begitu banyak ketidakadilan yang ada di negeri ini? Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa keadilan hanya berlaku untuk orang kaya dan dekat dengan pejabat saja. Orang miskin dan bukan siapa-siapa tak pernah mendapatkan keadilan. Sangat miris ketika melihat keadilan hampir sudah tak berlaku lagi di Indonesia. Sekali lagi, mahasiswa kalah dengan kekuasaan. Yang ke tiga Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia, para pemuda yang sangat mencintai bangsanya ini merumuskan sebuah bahasa persatuan yang di prakarsai oleh Muhammad Yamin. Yang selanjutnya menjadi bahasa persatuan seluruh Indonesia. Namun tidak menafikkan atau menyingkirkan bahasa daerah masing-masing sebagai ciri khas penduduk setempat.
Kami mahasiswa Indonesia, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan. Apakah mahasiswa selamanya akan seperti itu? Mungkin iya ketika tidak ada urusannya politik. Jika sudah memasuki ranah politik, bahkan dalam ranah politik kampus seperti Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa), maka sumpah mahasiswa ketiga ini tak lagi berlaku kepada para calon presiden mahasiswa (Capresma). Janji-janji palsupun segera disusun bersama dengan Organisasi Kepemudaan (OKP) lengkap dengan segala kepentingannya yang mengusung calon tersebut. Mahasiswa menjadi bagian dari politik kotor itu sendiri. Hari ini eksistensi sumpah pemuda dan sumpah mahasiswa ini tidak lagi berlaku untuk mahasiswa era sekarang. Mulai dari tidak pernah membanggakan bangsanya, tak menghargai tumpah darah pahlawannya hingga menafikkan bahasa persatuannya sendiri. Orang cenderung lebih bangga menggunakan budaya barat, karena efek Westernisasi. Dari pada menggunakan atau melestarikan budaya nenek moyangnya sendiri. Pemuda Indonesia mulai kehilangan jati dirinya, dan menggunakan jati diri bangsa lain. Pemuda sekarang lebih bangga bisa berbahasa Inggris dengan fasih dari pada berbahasa daerah dengan fasih, baik dan benar. Eksistensi mahasiswa juga tidak
lagi terasa. Gaungan megaphone di jalan-jalan sudah tak lagi terdengar, kritik-kritik terhadap penyelewengan kebijakan oleh pemerintah juga tak lagi mewarnai media. Kemerosotan ini sangat terasa dengan tidak adanya lagi turun ke jalan, kritik-kritik pedas kepada pemerintah, dan pembelaan kepada masyarakat yang lemah. Tingginya penjamuran tambang liar, berdirinya tambang yang merugikan masyarakat, revisi UU seenaknnya sendiri oleh Dewan (katanya) Perwakilan Rakyat seakan tak ada kawalan dan evaluasi dari (katanya) Agent of Changes ini. Mahasiswa seakan dinina bobokkan dengan gadget keren yang ditentengtentengnya kemana-mana, sehingga ia lupa tugasnya sebagai mahasiswa. Sudah saatnya pemuda dan mahasiswa Indonesia bersatu dan merubah mindset untuk tidak lagi berada pada zona nyaman, memulai berjalan keluar dari zona nyaman mengawal perkembangan dan kemajuan negeri ini. Supaya eksistensi mahasiswa dan pemuda ikut diperhitungkan, semangat perubahan ke yang lebih baik dapat terealisasikan. Mengawal dan ikut memberikan solusi kreatif atas persoalan-persoalan bangsa sehingga nantinya Indonesia bisa menjadi baldatun toyyibatun wa rabbul Ghafur bersama pemuda dan mahasiswanya. Semoga. [] PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
59
KOLOM
Merawat Tanah Surga
I
ndonesia merupakan negeri kaya raya, berjajar indah dan berlimpah ruah sumber daya alam. Sejak dari tanah rencong Aceh, sampai bumi cendrawasih Papua di ujung timur. Kenyataan itu ditasbihkan dalam ungkapan gemah ripah loh jinawi. Grup band legedaris Koes Plus mengimajikan tanah negeri ini yang saking suburnya, “tongkat batu dan kayu jadi tanaman�. Bertahta manis di persimpangan jalur strategis perdagangan dunia dan diapit pula oleh dua benua, beriklim tropis nan hangat yang menjadikan tanahnya subur tak terkira, hingga menjadi rebutan dan idaman sejak zaman Kolonial hingga era globalisasi, modernisasi sekarang ini. Itu yang dijejakkan pada kita saat berkhidmat di sekolah. Suguhan itu termaktub dalam bab geografi, pendidikan kewarganegaraan, sejarah, dan keterangan guru. MH Ainun Najib (Cak Nun), tegas menyatakan jika Negeri ini adalah penggalan surga. Surga seakan-akan pernah bocor dan mencipratkan keindahan dan kekayaanya, dan cipratan kekayaan dan keindahanya itu bernama Indonesia Raya. Ungkapan ini klise lantaran kita hafal maksudnya, meski tetap mengundang penasaran untuk membuka kembali lembaran 60
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
dalil soal surga. Dalam kitab suci, surga digambarkan serba indah sebagai imbalan pahala. Kita dapat Indonesia tanpa lakukan pahala apapun. Di sini pertanyannya. Sayangnya, saat ini ungkapan itu hanya semacam mimpi yang kepalang tinggi. buktinya, kini lebih dari sepuluh juta rakyat Indonesia tidak memiliki pekerjaan alias nganggur dan berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini tidak lain disebabkan oleh sikap mental yang cepat puas dengan hasil kerja, etos kerja yang kurang menghargai kerja keras dan kurangnya pangetahuan mengenai kewirausahaan. Kebanyakan masyarakat Indonesia, merasa enggan berwirausaha karena pola pikir (mindset) yang ada di otak mereka yaitu memulai suatu usaha haruslah mempunyai modal yang besar serta bakat dan keterampilan yang mumpuni. Di samping itu, adanya ketakutan akan resiko bisnis yang gagal dijalankan. Padahal, jika kita menilik kisah para entrepreneur sukses sekaliber Bob Sadino, mereka biasa memulai usahanya dengan modal yang kecil bahkan seadanya, tapi berkat keuletan serta kesabaranya, mereka dapat mengembangkan usahanya menjadi usaha yang besar, sukses dan dikenal masyarakat
luas. Sedangkan, kegagalan dalam berwirausaha adalah hal yang
KOLOM
Achmad Ulil Albab*
lumrah terjadi, menjadi sangat menggelikan jika kita cengeng
dengan sebuah kegagalan. Pepatah lama mengatakan, bersakit-sakit dahulu, bersenangsenang kemudian. Jadi tidaklah heran jika kita ingin sukses, maka kerikil-kerikil tajam dan sejuta aral melintang tak akan pernah mampu meluluhlantakkan semangat kita. Kebanyakan masyarakat Indonesia cenderung lebih menyenangi menjadi kaum-kaum berdasi berkantor gedung pencakar langit, menjadi buruh-buruh pabrik yang setiap tahun berdemo menuntut kesamaan dan kelayakan Upah Minimum Regional (UMR) dan juga menjadi pegawai negeri. Lebih tepatnya bangsa kita saat ini lebih menyenangi menghamba pada mereka yang bermodal. Penelitan apik oleh Charles Scrciber memaparkan, keberhasilan seseorang yang ditentukan oleh pendidikan formal hanya sebesar 15 persen saja tetapi selebihnya (85 persen) ditentukan oleh sikap mental atau kepribadian seseorang. Sangat disayangkan bila limpahan sumber daya alam negeri ini tidak kita kelola sendiri, tetapi justru kita limpahkan ke tangan asing. Maka dari itu sudah sepatutnya kita menyingsihkan lengan baju dan bangkit untuk mengambil peran dalam mengelola kekayaan alam kita, sebagai mahasiswa kita harus
jeli memanfaatkan peluang yang ada. Salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah berwirausaha. Dalam sebuah penelitian mengatakan, negara maju memerlukan sangat banyak unit usaha, dan kita harusnya diuntungkan dengan posisi kita yang berada di tanah subur makmur berlimpah kekayaan alam ini. Patutlah kita mulai berwirausaha, mengelola tanah kita sekaligus membuka lapangan-lapangan kerja. Tidak usah lagi menuntut di sediakanya lapangan kerja, namun kitalah yang mencipta lapangan kerja. Sudah diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/ MPR RI/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 19992004. Ketetapan itu berbunyi: “Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang�. Kita layak menyuara dan berkarya, sekali lagi untuk Indonesia. []
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
61
BUDAYA
Barikan,
Wujud Syukur yang Mulai Luntur
B
udaya merupakan sebuah pola hidup yang berkembang, dimiliki bersama oleh beberapa kelompok, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Mengandung beberapa unsur yang cukup rumit. Mulai dari unsur agama, politik, maupun sosial. Budaya seolah menjelma sesuatu yang melekat dalam diri manusia, tidak bisa dipisahkan, dan termasuk sesuatu yang bersifat gen. Keberadaannya sudah ada sejak kita belum lahir ke dunia, bahkan bisa dikata, akan terus ada sampai kita mempunyai generasi penerus selanjutnya. Tugas kita hanya satu, melestarikan budaya yang sudah ada. “Barikan”, adalah salah satu wujud kebudayaan nenek moyang, yang diwariskan secara turun temurun. Dan diketahui, budaya ini merupakan peninggalan zaman hindu budha, yang diakulturasi dengan ajaran islam yang dibawa oleh sunan nyamplungan, anak dari Sunan Muria yang diutus untuk menyebarkan agama islam di kepulauan Karimunjawa, Jepara. “Barikan” sendiri berasal dari bahasa jawa, yang mana mengandung arti berjajar atau berbaris. Upacara adat yang berwujud atas rasa syukur hasil bumi dan laut ini, bertujuannya untuk menolak balak atau bencana yang ditakutkan akan menimpa warga Karimunjawa. Dan dengan adanya ritual ini, warga diharapkan dapat dijauhkan dari berbagai bencana yang tidak diharapkan. Tidak diketahui secara jelas, mengenai sejarah penyebaran agama islam di Karimunjawa, namun yang terlihat jelas adalah peninggalan budaya yang ada disana. Dimana telah ditemukan mengenai upacara adat tolak balak atau menolak bencana. Budaya yang biasa dilakukan sepekan sekali (pada zaman itu), tepatnya pada
62
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
hari Kamis sore menuju ke Jum’at wage (dalam pasaran hari jawa), dan diikuti seluruh penduduk kepulauan karimunjawa. Minimnya perhatian warga, membuat upacara adat ini mengalami yang namanya pergeseran. Upacara yang seharusnya dilakukan sepekan sekali, kini hanya bisa dilakukan sebulan sekali. Dan itu pun, tidak semua warga bisa ikut andil di dalamnya. Hanya beberapa warga (mayoritas kaum ibu-ibu) yang masih mau berperan dan melestarikannya. Upacara adat “Barikan Kubro”, yang bertepatan dengan musim daratan kali ini, dilakukan secara besar-besaran. Ada Sembilan tumpeng ukuran besar yang diarak. Satu tumpeng ditaruh di laut, guna
dipersembahkan kepada penghuni yang ada di laut. Sedangkan delapan tumpeng lainnya, ditaruh di darat, untuk dinikmati para warga. Bahkan tak heran, banyak warga yang memperebutkannya, dengan harapan, dapat mendapatkan barokah dari ritual tersebut. Prosesi upacara adat tolak balak, dimulai selepas Ashar. Dengan mengumpulkan ribuan warga di perempatan desa, tepatnya di perempatan puskesmas karimunjawa. Partisipasi warga, yang didominasi oleh ibu-ibu, terlihat mengenakan bawahan kain sarung, dengan membawa buceng (tumpeng kecil) yang berisi nasi kuning, nasi putih, garam, telur
BUDAYA
rebus, wajib (uang dalam amplop) dan minyak sayur. Nasi kuning maupun nasi putih, biasa dibagikan kepada warga yang berada di pinggir jalan. Sedangkan telur rebus, garam, dan minyak sayur, bisa dibawa pulang ke rumah masingmasing, yang mana telur rebusnya bisa dimakan, sedangkan garam dan minyak sayur, bisa ditaburkan mengelilingi rumah masingmasing sebagai penolak balak atau bencana maupun wabah penyakit. Pelaksanaan ritual adat ini, dipimpin oleh “Moden”, yakni tokoh masyarakat laki-laki yang di-sepuh-kan (dituakan), untuk bertugas memimpin do’a. Dan sebelum do’a dimulai, moden menghampiri warga dan mengambil wajib (berisi uang seikhlasnya dalam amplop), sebagai wujud rasa terimakasih warga karena telah memimpin jalannya acara ritual. Kundhori, yang merupakan se-sepuh saat ini, memulai ritual dengan memimpin do’a, lanjut menyampaikan instruksi, bahwasanya satu tumpeng yang berukuran paling besar, dibawa menuju ke pelabuhan ikan karimunjawa. Sementara delapan tumpeng besar lainnya, diarak menuju ke tengah alun-alun karimunjawa. “Ini sebagai bentuk wujud berbagi bersama
sesama makluk ciptaan tuhan yang ada di laut. Itu sebabnya, tumpengnya tidak hanya hasil bumi, tapi juga ada hasil laut, karena warga Karimunjawa tidak hanya menggantungkan hidupnya dari hasil bumi, tapi juga dari laut,” papar Kundhori. Kundhori pun menandaskan, Kalau musim baratan ombak besar dan angin kencang. Lewat barikan ini diharapkan warga Karimunjawa selalu diberi keselamatan dan limpahan rejeki. Warga berkeyakinan, bahwasanya barang-barang yang ada di tumpeng, seperti hasil bumi dan laut, dapat membawa berkah bagi siapa saja yang mendapatkannya. Namun, yang paling jadi rebutan warga adalah kacang hijau dan garam yang ada di puncak tumpeng. “Garam dan kacang hijaunya nanti disebar keliling rumah untuk tolak balak,” kata Navi, salah satu warga peserta Barikan. Mengingat minat budaya barikan yang berangsur-angsur sepi, kita sebagai warga harus bisa menghargai yang namanya budaya. Sebab budaya itu perlu dilestarikan, bahkan kalau bisa, kita kemas budaya ini menjadi lebih meriah, agar warga mau berbondongbondong ikut andil di dalamnya. Selain untuk melestarikan, budaya ini juga bisa menjadi sarana berkumpul seluruh warga untuk saling bersilaturrahim, serta sebagai salah satu wujud trik dalam menciptakan daya tarik para wisatawan yang ada di kepulauan karimunjawa. Dengan begitu, wisatawan akan menjadi semakin nyaman dan tertarik untuk mengunjunginya (lagi). Dan secara tidak langsung pun, rejeki warga karimunjawa juga akan ikut bertambah. Farichatul Ibriza
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
63
SINEMA
64
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
SINEMA
F
ilm “3 Nafas Likas� ini menceritakan tentang perempuan yang mempunyai keinginan besar. Ia memegang teguh tiga janji yang pernah diucapkannya kepada tiga orang terpenting dalam hidupnya. Janji-janji itulah yang selalu berada di setiap tarikan nafasnya, yaitu ibu, kakak dan suaminya. Dia adalah Likas, tokoh perempuan sukses yang diperankan oleh artis Atiqah Hasiholan. Dalam perannya di film ini, Atiqah Hasiholan disandingkan dengan aktor Vino G Bastian, yang memerankan tokoh Jamin, suami Likas. Cita-cita gadis desa yaitu Likas, adalah menjadi seorang guru. Meski sang ibu awalnya tidak merestui keinginan Likas, tapi akhirnya hati sang ibu luluh berkat keinginan Likas yang kuat. Keyakinan dan usaha untuk meraih cita-cita telah di tunjukkan oleh Likas. Berkat usahanya itu, dia berhasil menjadi orang sukses di kemudian hari. Dia juga membela kaum wanita yang tertindas haknya. Agar wanita disamakan haknya dengan lelaki. Tidak melulu harus di rumah dan melayani suami saja. Karena ada banyak hal yang perlu diketahui oleh wanita semasa hidup. Akan tetapi perjuangan Likas itu mendapat kecaman dari masyarakat. Khususnya pria-pria yang tak suka dengan orasi Likas. Mereka tak ingin wanita-wanita di samakan derajatnya. Di masa muda Likas mempunyai pacar seorang pria yang berjuang melawan penjajah Jepang. Mereka saling mencintai namun tak bisa selalu bersama. Karena pria yang bernama Jamin Ginting ini menghabiskan waktunya dengan perang. Keromantisan mereka adalah saat di medan perang, Jamin menyempatkan diri menulis puisi yang di buat untuk Likas. Namun surat yang di berikan kepada Likas itu tak pernah dia balas. Hingga akhirnya perjalanan cinta mereka berujung pada pernikahan. Walaupun ayah Likas sempat tidak menyetujui dan menolak lamaran Jamin. Sosok Likas dalam film ini di PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
65
SINEMA gambarkan sebagai wanita yang sangat peduli dengan pendidikan. Dalam situasi dan kondisi yang memprihatinkan, karena bisa kapan saja tentara Jepang mengusiknya. Likas masih sempat mengajari bahasa Inggris kepada anak-anak. Dengan tempat seadanya layaknya gubuk lusuh bisa menjadi tempat pembelajaran. Kita di suguhkan beberapa pengetahuan masa lalu saat masa perjuangan. Dimana negara kita di landa krisis pangan yang mencekik manusia. Banyak sejarah perjuangan yang belum kita ketahui hingga mendalam. Karena sejarah yang kita ketahui kebanyakan dari guru kita di sekolah. Lewat ceramah mereka menceritakan sejarah, kita hanya membayangkan. Akan tetapi dengan melihat film ini, kita seakan merasakan dunia nyata saat para pejuang bertarung melawan penjajah. Film yang di sutradarai Rako Prijanto ini menarik. Karena sejarah perjuangan pahlawan kita tersaji dalam film ini. Kita akan ikut
66
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
merasakan dalam suasana jaman dahulu saat peperangan melawan penjajah. Pada pemerintahan Soekarno gencar-gencarnya Jamin memerangi penjajah dari Jepang. Hingga Soeharto berkuasa Jamin yang berjuang membela negara itu memetik jerih payahnya. Dia beberapa kali naik jabatan di pemerintahan Soeharto. Kita bisa memetik makna dari film ini, bahwasanya jika kita ingin merasakan kebahagiaan, kita harus melewati kepahitan dalam hidup. Agar hidup seimbang, ada duka dan juga bahagia. “tak ada orang yang akan membukakan pintu kalau tidak kamu sendiri yang membukanya�. Sepenggal kata yang di ucapkan Jamin kepada Likas untuk memberikan semangat. Pesan pendidikan dan kesetiaan sepasang suami istri juga terkandung dalam film ini. Likas adalah wanita yang mempunyai cita-cita besar untuk belajar. Dia juga memperjuangkan hak dan perlakuan yang sama antara lakilaki dan perempuan. Sungguh
wanita dengan ideologi yang maju untuk jaman dulu. Dengan sabar tokoh Likas ini menemani perjalanan suaminya, yang tidak setiap hari bisa bersamanya. Sebagai tentara Jamin sering pergi lama dan meninggalkanya sendiri. Rasa kawatir sering hinggap di jantung Likas, dia tak ingin suaminya itu mati di medan perang. Hingga perjalanan cinta mereka berujung maut yang memisahkan. Kita juga terbius penampilan Vino G Bastian dalam memerankan aktingnya sebagai pejuang. Kita terbawa suasana perang yang benarbenar nyata. Film ini membuka mata hati kita, bahwa pejuang kita dulu sangat berat melawan penjajah yang anarkis. Kita harus malu sebagai generasi yang tak bisa meneruskan pejuangan itu, penjajahan jaman sekarang tak seperti jaman dulu. Kini penjajahan bukan lagi perang, akan tetapi intelektual yang di mainkan.[] Fuad Hasan
Oleh : Nilam Sari*
N
Judul : Nasionalisme dan Islam Nusantara
Penulis : Said Aqil Siroj, Dkk Penerbit: PT. Kompas Media Nusantara Tahun Terbit : 2015 Tebal : xii+292 hal.; 15 cm x 23 cm ISBN : 978-979-709-955-8
ahdlotul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi masyarakat (Ormas) Islam terbesar di Indonesia telah banyak berjasa melalui perjuangan dan pengorbanannya dalam pembangunan negeri tercinta ini. Namun hal tersebut sering diabaikan oleh masyarakat dewasa ini. Seperti Resolusi Jihad yang dibungkam sejarahnya oleh pemerintah. Padahal ulama-ulama NU adalah sosok gigih pejuang kemerdekaan kala itu. Nahdlotul Ulama membuktikan nasionalismenya dengan tetap teguh setia pada NKRI dan ideologi Pancasila. Sebab, hal tersebut dianggap memang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Bagi NU, NKRI adalah harga mati. Seperti yang termaktub dalam sepenggal lirik lagu Syubbanul Wathon, “hubbul wathon minal iman� bahwa cinta tanah air (nasionalisme) adalah bagian daripada keimanan seorang hamba. Syariat agama tidak akan berjalan jika tidak ada Negara yang mengayomi. Indonesia tidak perlu menjadi Negara Islam, tetapi Indonesia wajib menjadi Negara yang melindungi umat Islam untuk
melaksanakan syariatnya. Ulama-ulama NU tidak berkehendak menjadikan Indonesia sebagai Khilafah Islamiyah, sebab di Indonesia tidak hanya terdiri dari satu agama saja. Indonesia adalah Negara yang penuh dengan keanekaragaman ras, suku, budaya, adat dan agama. Sangat tidak humanis jika memaksakan kehendak untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara yang berdasar syariat Islam. Hak-hak minoritas perlu dihargai sebagai wujud dari toleransi kehidupan berbangsa. Akulturasi budaya sebagai bentuk cinta terhadap tanah air oleh ulama-ulama NU terdahulu dalam mendakwahkan ajaran Islam nyatanya telah berhasil merebut hati para penduduk setempat sehingga Indonesia kini menjadi salah satu Negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Penyebaran ajaran Islam berbasis budaya lokal tersebut telah melahirkan suatu gagasan solutif dalam kehidupan beragama dan bernegara yang seimbang yakni Islam Nusantara. Ajaran Islam dapat lebih membumi Indonesia lewat harmonisasi antara adat dan kebudayaan yang telah PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
67
Resensi lama mentradisi dengan syariat itu sendiri. Sosok Pendobrak Dalam buku ini juga mengisahkan Gus Dur dengan segala keunikan sikap, ide-ide nyeleneh dan catatan kiprahnya dalam berpolitik dan beragama. Lima tahun telah berlalu namun sosoknya masih hangat dikenang dan diperbincangkan. Sosok kontroversialnya hingga kini menjadi kisah inspiratif di hati para penggemarnya. Sebagai salah satu tokoh besar dalam banom NU, Gus Dur telah mewariskan pesanpesan kebangsaan kepada wargawarga nahdliyin bahwa NU itu memiliki dua sayap kanan-kiri yang harus seimbang agar dapat “terbang tinggi� yaitu agama di sayap kanan dan negara di sayap kiri. Gus Dur menjadi pendobrak kejumudan (stagnasi) di NU dan simbol perlawanan NU terhadap penguasa Orde Baru. Sebagai putra kiai yang lekat dengan kehidupan pesantren, Gus Dur pun menguasai iptek yang selalu mengalami progress. Hal ini menyebabkan adanya perpaduan warna antara modernitas dan tradisionalitas warga NU yang dikemas secara apik oleh Gus Dur. Gagasan-gagasan yang dilontarkannya kadang terasa tidak masuk akal bahkan dinilai memberontak oleh orang-orang yang tidak memahami betul makna di balik pernyataannya. Empatik, pluralis dan misterius adalah tiga di antara sekian karakter Gus Dur. Ia adalah sosok
yang sangat menghargai hak-hak kaum minoritas dan berusaha memperjuangkan mereka dengan laku nyata seperti ketika terjadi peristiwa pembakaran gereja pertama kali di Situbondo pada 1996, Gus Dur rela meninggalkan Roma untuk mendatangi lokasi kejadian dan meminta maaf atas tragedi tersebut. Padahal tentu itu bukanlah kesalahannya, peristiwa yang direkayasa oleh politik namun diatasnamakan agama. Buku yang disusun dalam rangka menyambut Muktamar NU ke-33 di Jombang, 1-5 Agustus 2015 ini memuat opini dari berbagai kalangan berkaitan dengan perjalanan NU selama satu periode dari tahun 20102015. Pada periode kepemimpinan baru ini, ada dua titik tekan yang berbeda dengan periode sebelumnya yaitu pengarusutamaan semangat nasionalisme dan gagasan Islam Nusantara yang hendak disegarkan kembali dan dijadikan konsumsi publik untuk menyuburkan semangat nasionalisme di tengah gejolak yang ada. (hlm ix-x) Buku ini merupakan kumpulan artikel maupun esai yang telah dimuat dalam harian Kompas. Terdiri dari 5 bab dan 66 artikel, buku ini patut dibaca oleh seluruh umat Islam di Indonesia agar dapat tercerahkan mengenai paradigma keislaman yang sesungguhnya. Buku ini sangat inspiratif dan menggugah wawasan. Membaca tulisan-tulisan di buku akan mampu menggelorakan semangat -NKRI harga mati-bagi seorang warga yang beragama dan bernegara. [ ]
Ralat Majalah Paradigma edisi 27
68
No.
Hal
Tertulis
Seharusnya
1. 2. 3. 4.
9 22 56 68
Olipiade Merubah Memperlai Majaahit
Olimpiade Mengubah Mempelai Majapahit
5.
76
Dr. Abdul Mufid
Dr. Fathul Mufid
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Resensi
Nur Rahmatika Afadlila*
A
Judul
: Arus Bawah
Penulis
: Emha Ainun Najib
Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta Tahun
: Februari 2015, Cetakan Pertama
Tebal
: 238 halaman
rus Bawah buku ber-genre novel-esai karangan Emha Ainun Najib merupakan wajah baru dari buku yang pernah terbit pada tahun 1994 dengan judul “Gerakan Punakawan atawa Arus Bawah�. Novel-esai ini juga pernah terbit dalam bentuk cerita bersambung di harian Berita Buana tahun 1991. Arus Bawah berisi kritikan terhadap kondisi pemerintahanan yang sedang chaos akibat krisis ekonomi dan politik pada masa Orde Baru. Cak Nun, panggilan akrab Emha mengupayakan revolusi mental dengan menyajikan kisah unik yang diperankan oleh tokoh punakawan tanpa menghilangkan sosok dan peran asli mereka dalam pentas pewayangan. Dengan berbagai parodi yang selalu diperankan oleh Punakawan memberi kesegaran tersendiri saat membaca novel ini. Semar adalah tokoh yang terlalu arif, terlalu
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
69
Resensi pemaaf dan terlalu lembut, namun juga sentimental untuk sanggup memahami suatu perubahan. Semar sebagai perwujudan dewa yang menjunjung tinggi kebijaksanaan. Gareng dikenal sebagai filsuf desa yang cukup mumpuni. Ia memiliki tingkat berpikir serta kemampuan ungkap yang tinggi melampaui tingkat ketololan para tokoh Dusun Karang Kedempel pada umumnya. Petruk sebagai lambang dingin dan kelenturan maka ia dikenal sebagai Kiai Kantong Bolong. Sedangkan Bagong sendiri terlahir dari bayangan Semar yang jatuh di bumi oleh matahari. Bagong adalah perwujudan paling wadak, dangkal, verbal dan sengaja disembunyikan. Peran mereka mewakili hakikat demokrasi, aspirasi, ide, butir kearifan, dan semangat hidup yang kekal. Dikisahkan bahwa penduduk Karang Kedempel sedang kalang kabut merasakan kesedihan karena kehilangan Kiai Semar. Hilangnya Kiai Semar di tengah-tengah warga Dusun Karang Kedempel yang sejatinya amat membutuhkan kehadirannya, namun tak pernah dirasa. Kehadiranya bak Dewa yang mengembalikan, menjadikannya sejahtera. Peran yang diembannya amat penting bagi stabilitas pemerintahan Karang Kedempel. Tapi mengapa justru Semar tibatiba menghilang? Ke manakah ia pergi? Mungkinkah Kiai Semar marah? Atau hanya sedang memberi kesempatan kepada penduduk Karang Kedempel untuk instropeksi diri dan mencari kebebasan dari doktrinasi kaum penguasa Karang Kedempel. Menghilangnya Kiai Semar di tengah-tengah penduduk Karang Kedempel mengakibatkan 70
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
timbulnya berbagai pemikiran dan penafsiran. Terutama Gareng yang tak henti-hentinya berfilsafat dan menafsirkan sebab kepergian bapaknya. Entah berapa ribu kata yang ia produksi setiap harinya. Gareng tak pernah berhenti meyakinkan Petruk, Bagong dan penduduk lainnya bahwa semua orang harus mencari jejak kepergian Kiai Semar. Kondisi warga Dusun Karang Kedempel yang tertindas akibat kesalahan tata hubungan dan urusan-urusannya oleh para penguasa yang terlalu lama berkuasa. Paham kekuasaan Karang Kedempel direfleksikan dengan kisah Mahabarata. Paham kekuasaan Karang Kedempel adalah jawaban utama bagi setiap pertanyaan mengenai awetnya penjajahan, mulusnya proses pemiskinan, kelancaran korupsi, patronasi tuan dan anjing, isapan mesra tentakel-tantakel struktur negara dan kemasyarakatan, mapannya ranjau sistem, atau apa saja yang begitu dicemaskan oleh pembelajar sejarah. (hal 124) Tugas Punakawan yang turun dari Jonggring Saloka turun di Karang Kedempel adalah untuk menciptakan arus bawah, bukan malah terbawa arus umum yang diciptakan oleh kehidupan masyarakat Karang Kedempel. Menciptakan keseimbangan dan keselarasan antara rakyat dan penguasa. Meluruskan ketidakbenaran yang terjadi. Menebarkan virus budaya carangan untuk mengembalikan stabilitas kehidupan Karang Kedempel. Buku novel-esai ini, sangat layak untuk dibaca karena analogi esai yang terselip dalam cerita parodi yang diperankan oleh
Punakawan menggamparkan kondisi Indonesia kekinian. Cerita mengenai Punakawan dan perannya di Dusun Karang Kedempel sebagai representasi realitas yang terjadi saat ini. Karang Kedempel kontemporer sibuk menerapkan kepalsuan yang bernama musyawarah mufakat. Para penguasa mengkontribusikan kekuasaan, masyarakat mempersembahkan ketakberdayaan di dalam upacara-upacara kemufakatan loyang. (hal. 203) Maka diperlukan kembali untuk menyusupkan budaya carangan. Carangan adalang mengubah yang pakem. Bergeraknya budaya dan politik carangan dalam wayang Karang Kedempel, mencerminkan bahwa masyarakat tidaklah sedemikian pasrah untuk dibakukan oleh pakem Mahabarata. Pahampaham pembebasan dan kedaulatan rakyat telah mampu mereka temukan sendiri. (hal. 204) Pada akhir novel menceritakan bahwa Semar menghilang lagi, padahal penduduk Karang Kedempel kontemporer jauh lebih membutuhkan perannya lebih dari yang dulu. Karang Kedempel kontemporer sedang mengalami dekadensi moral yang mengakar pada kebanyakan pribadi manusianya. Para penguasa sibuk menutupi diri dengan melakukan pencitraan, para muda-mudi dengan tingkah polahnya terbawa arus rusaknya zaman. Akankah ia kembali lagi? Hanya perubahan dari hal-hal yang kecil yang diharap mampu menghadirkannya lagi. [] *Mahasiswa Pendidikan Agama Islam STAIN Kudus
Little Time Oleh : Mita el-mianu
Apa yang kau lihat ketika hujan. Masihkah kau pertanyakan apa yang kita nikmati di taman berdua? Hujan kita berdua seolah berperan sebagai pemisah tiga tahun silam. Apakah di langit yang sama kau juga pandangi rintik ini. Rintik yang melukis siluet wajah benderangmu. Apa kabar kau sekarang?
D
i tengah heningnya malam membuat seorang Maru harus kembali menggoreskan tinta di atas kertas putih yang selama ini terus terisi. Guyuran hujan yang tak kunjung reda, terasa mendukung apa yang telah terpikirkan. Ingin bertahan sedikit lebih lama meski tak akan ia dapati kembali. Pagi itu tepat tiga tahun sepuluh hari setelah hati kecilnya memutuskan untuk menyelesaikan perjalanan hidupnya pada sebuah novel tebal bertuliskan Memorabilia di bagian atas sampul berwarna putih tulang. Tibalah waktu di mana semuanya harus membagi kebahagiaan bersama keharuan. Tetesan airmata membasahi setiap kelopak mata mereka. Tak bisa dipungkiri, perpisahan sekolah merupakan hal paling membahagiakan, tapi sekaligus itu merupakan suatu kesedihan. Sebuah persahabatan yang tercipta dan cinta yang terukir di dalam lubuk hati terasa enggan untuk menerimanya. Maru dan Lian termasuk salah satunya, lika liku perjalanan hati mereka belum juga terjawab sampai akhirnya hari itu tiba. Guyuran air hujan yang kembali membasahi setiap langkah seorang yang hatinya sedang berantakan. Setelah hujan mereda dan langit mulai terang, semua siswa bubar untuk bertukar tanda tangan bersama teman, sahabat, maupun kekasih hatinya. Taman belakang sekolah yang menjadi kenangan terakhir di pagi itu, membawa PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
71
seorang Maru untuk duduk bersebelahan dengan Lian. “Kenapa sendirian?” tanya Maru. Lian hanya membalas dengan senyum lembutnya. “Aku pasti akan merindukan taman ini, karena di sini banyak kumpulan memori yang tergores di setiap keadaannya” Maru tersenyum haru. “Iya kamu benar, aku pun sama,” Lian terlihat amat sedih di dekat Maru. Itu karena Maru adalah orang yang disukainya, sedang sampai sekarang dia belum berani mengungkapkan perasaan yang terpendam bertahun-tahun lamanya. Hanya saja dia mengaku sebagai penggemar setianya. “Reda hujan mengingatkanku saat pertama kita bertemu di tempat ini, apa kau ingat?” Maru mencoba mengingatkan. “Tentu saja aku ingat, waktu itu kan aku meminjamkan jaketku karena kau kedinginan” Lian tersenyum mengingatnya. “Terimakasih, ya, maaf baru sekarang,” Maru mengasihkan jaket itu. Lian menerimanya dengan senyuman lembut meski hatinya sungguh berderai airmata. “Apakah ada yang ingin kau katakan?” Sejenak Maru melihat tatapan mata Lian. Dia hanya tersenyum. “Berbahagialah,” itulah kata yang keluar dari mulut seorang Lian. Dia tetap memilih untuk tidak mengungkapkan. “Apakah tidak ada yang tersisa lagi?” tanya Maru sekali lagi. “Aku hanya ingin kamu bahagia” Lian tetap mengatakan hal yang sama. “Pasti,” jawab Maru serentak. “Kau sendiri, apa yang ingin kau katakan?” kini Lian yang bertanya. “Tidak ada” “Apa? Kenapa?” “Kalau aku katakan sesuatu, seolah kita tidak akan bertemu lagi,” kata Maru. “Lalu?” tanya Lian kembali. 72
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
“Aku akan mengatakannya saat kita bertemu lagi” “Kapan?” “Suatu hari nanti. Pertemuan pertama kita, tapi bukan sebagai seorang siswa SMA.” “Bagaimana kalau hari itu tidak pernah terjadi.” “Yakinlah. Kalau kita bertemu lagi aku akan mengatakannya.” “Kalau tidak?” “Berarti kata itu tidak diizinkan untuk kukatakan padamu” jawab Maru sangat menyayat hati bagi seorang Lian. Dia tersenyum dengan mata berkaca-kaca. “Oh, ya, mana spidolmu. Aku belum tanda tangan” Maru mencoba memecahkan suasana yang sangat mencekam itu. Dia tanda tangan di bagian kerah milik Lian. “Sudah, sekarang giliranmu” Maru menyodorkan kerahnya. Setelah perpisahan itu, mereka tidak pernah bertemu bahkan saling kontak pun tidak pernah terjadi. Lian benar-benar sangat merindukan Maru setelah 5 tahun tidak bertemu. Kini Lian menjadi seorang Dokter terbaik di daerahnya. Suatu hari dia ditugaskan ditetangga desanya untuk mengobati pasien-pasien yang terkena sakit parah. Perjalanan menuju rumah sakit di daerah itu sangat mendebarkan jantungnya, karena itu merupakan tugas pertamanya setelah lulus perguruan tinggi Kedokteran. Dalam hatinya berkata bahwa dia harus melakukan yang terbaik. Dari sekian banyak pasien yang berada di rumah sakit tersebut, Lian mendapat bagian sembilan pasien yang menderita sakit yang sama,yaitu jantung. Kecuali satu orang yang menderita kanker. Setelah dia berkunjung dari pasien pertama sampai pada yang terakhir, dia tidak mampu lagi menggerakkan kakinya melihat pasien yang terbaring tidak sadarkan diri didepannya. Orang itu tidak lain adalah Maru, orang yang paling dia rindukan. Hatinya terasa seperti tertusuk ribuan pisau tajam
yang tidak bisa dicabut lagi. Sedikit demi sedikit Maru membuka mata dan melihat Lian yang masih berdiri dengan tangisan di depannya. Maru hanya mampu tersenyum melihatnya. “Lian? Kita bertemu lagi,” sapa Maru. Lian masih menangis memukuli pundak Maru. “Berhenti memukulku. Sekarang semuanya terasa sakit, Lian,” pinta Maru. “Bukan hari seperti ini yang kuinginkan, bukan ini” Lian tersedu-sedu. “Kenapa kita selalu dipertemukan di musim hujan, apakah ini takdir? Kuharap ketika musim hujan tiba, kita dapat selalu bertemu, bersama-sama seperti sekarang,” h a r a p Lian. Maru hanya diam beberapa saat sampai keadaan menjadi tenang. “Apakah kau dokter yang akan mengobatiku?” tanya Maru. Lian mengangguk. “Bagus, akhirnya kamu bisa menjadi seorang Dokter seperti yang kau inginkan. Lakukan yang terbaik untukku dan jangan menangis lagi” Maru mengusap airmata di pipi cabi Lian. “Apakah aku masih ganteng seperti dulu?” Maru tertawa lirih. Lian mengangguk tersenyum. “Apakah kau masih menjadi penggemar setiaku? Bahkan jika nanti aku sudah menjadi botak dan jelek, apakah kau masih mau menengok melihatku?” “Bagaimana pun keadaanmu aku akan tetap menjadi penggemar setiamu” “Benarkah? Berarti aku akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini.” “Maru, aku ingin meminta kata-katamu yang dulu pernah ingin kau katakan padaku,” pinta Lian. “Kau sungguh masih
mengharapkannya?” tanya Maru memantapkan. “Em. . “ “Perkataanku adalah jawaban dari semua pertanyaan di hatimu,” jawab Maru. Lian melihatinya. “Bagaimana bisa kau mengatakan kalau perkataanmu adalah jawaban dari semua pertanyaan dalam hatiku, sedangkan kau sendiri tidak pernah tahu bagaimana pertanyaan itu,” sanggah Lian. “Jadi kata apa yang sebenarnya ingin kau dengar,” tanya Maru penuh dengan kelembutan. “Aku ingin perkataan yang tertunda itu kau katakan dengan lisanmu,” tambah Lian. “Baiklah, kalau begitu aku akan mengatakannya setelah kau membelikanku ice cream. Bagaimana?” pinta Maru dengan senyum manisnya. “Apa?” sambung Lian seketika. “Dan apakah aku juga dapat mendengarkan kata hatimu selama ini?” tanya Maru. “Baiklah, tapi janji, ya, kau akan mengatakannya,” ancam Lian. “Siap, dokterku.” Maru hormat padanya. Memang senyum ceria dari seorang Maru tidak akan bisa digantikan oleh apapun. Sekembali Lian dari membeli ice cream, di ruangan itu sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Hanya selembar kertas yang menggantung di atas kasur putih. Ada salah satu Suster yang sedang merapikan tempat itu, kemudian Lian bertanya kepadanya. “Kenapa semuanya diberesi, bukankah anda tahu kalau di sini masih ada pasien yang harus di
rawat?” Lian terlihat bingung. “Maaf, Dokter. Pasien yang menempati kamar ini baru saja menghembuskan nafas terakhirnya,” kata Suster itu. Seketika ice cream yang ada di tangannya terjatuh ke lantai, dia seperti tidak bisa menerima apa yang terjadi pada Maru. Semuanya terasa tiba-tiba. “Apa? Kenapa saya tidak dikabari. Bukankah saya yang bertanggung jawab atasnya?” tanya Lian kecewa. “Tadi kami sudah mencari, tapi Dokter tidak ada. Maafkan kami,” kata Suster. “Apa-apaan ini. Barusan dia sama sekali tidak merasakan sakit apapun, mana bisa tiba-tiba seperti ini. Bahkan dia tidak mengucapkan salam terakhir padaku,” Lian menangis. “Pasien meninggalkan kertas ini saat dia merasakan sakit yang teramat sangat,” Suster memberikan kertas itu kepada Lian. “Aku mencintaimu, bahkan sampai kapan pun aku akan tetap bersamamu, hidup didalam hati yang telah kamu berikan ruang kosong untukku” Itulah pesan terakhir Maru. Semua terasa seperti mimpi bagi Lian, pertemuan singkat membuat semuanya berakhir. Maru benarbenar telah pergi untuk selamanya. Luka hati yang belum pulih harus tergores kembali dengan luka baru. Tidak disangka, semua pertanyaan dalam hati Lian selama ini terjawab dengan keadaan yang sangat menyakitkan. Tapi satu yang membuat Lian ikhlas melepas kepergian Maru. Bahwa Maru telah mencintainya dan akan selalu hidup dalam ruang kosong hati kecilnya. “Terimakasih telah mencintaiku, dan aku akan selalu mencintaimu.” Itu adalah kata pengantar untuk Maru menuju kehidupan yang abadi.[ ] *Penulis adalah mahasiswa STAIN Kudus, semester lima. Karya cerpennya pernah dimuat di Koran Radar Kudus
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
73
Puisi Fuad Hasan
Negeriku Menangis Tanpa Air Mata Hanya mendengar dari cerita guru sejarah di sekolah Kabarnya negeri kita pernah ditakuti negara-negara lain Presiden pertama kita disegani di dunia pada masanya Dan banyak manusia intelektual yang menghuni Indonesia Aku mendengarnya cukup senang Meski tak ikut serta merasakan masa itu Setidaknya negeri ini pernah dihuni manusia hebat Walau kini tinggal cerita yang didongengkan di sekolah Negeri ini menangis tanpa air mata Harus kehilangan masa lalu yang indah Tak ada satu pun masa lalu itu yang tersisa untuk kita Setidaknya untuk ikut merasakan Menjadi negeri yang hebat dan disegani mereka....
Ade A Ismail
KUTU BUSUK Kala itu…….. Malam dingin dengan embusan angin Datang tak kuduga menghampiriku Namun ku tak hiraukan, mencoba menunggu Kubaringkan sejenak tubuh ini di sebuah susunan kayu jati Sembari menatap langit-langit bertaburkan bintang Akhirnya kau datang juga…. Tanpa aku perintahkan kau mengendap-endap Menelusuri ujung jempol kakiku, menaikinya
Fuad Hasan
Kabar Kerudungmu Aku bertanya tentang “dirimu” Sejak kapan kerudungmu engkau lipat Dan tersimpan rapi di lemarimu Hingga kau tak pernah menyapanya Aku bertanya tentang “dirimu” Kenapa helaian rambutmu tersapa oleh mata Bahkan menggoda dengan lambaian ujungnya Seakan sengaja agar digoda dengan gaya Aku mohon pada “dirimu” Tengoklah kerudungmu di dalam lemari Sapa dia dan tanyakan bagaimana kabarnya Ajak dia menjadi temanmu lagi dalam keseharianmu Agar dia tak kesepian di dalam lemarimu 74
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
Dengan tubuhmu yang mungil Tak butuh waktu lama untuk kau jamahi bagian atasnya Dasar Kutu Busuk…. Kau gigit kecil tanpa perasaan Mengeluarkan bau anyir sebagai imbasnya Kau renggut semuanya dariku Entah apa yang ada dibenakmu malam itu Kau buatku terluka saat ini Esok aku akan balas aksimu….
Puisi _Mita el-mianu_
Ketulusan dari Sebuah Harapan
Mita
PENANTIAN
Air mata kebahagiaan tertumpah begitu saja Mengiringi putaran roda yang terus melaju Kutaruhkan kepalaku pada pundak hangat ayah Rindu panjangku kini telah terobati Menunggu di depan rumah sampai aku datang Merupakan kebiasaan rutin yang dilakukan oleh ibu setiap kali aku pulang Ibu, terimakasih telah melahirkanku Ayah, terimakasih telah menerjang panas dingin demi aku Terimakasih untuk kalian yang telah membesarkanku Dengan kasih sayang yang tiada pernah bisa kubalas Mungkin dengan membuat kalian selalu tersenyum Itu yang dapat kulakukan Sebisa mungkin aku akan menjadi seperti apa yang kalian harapkan Menjadi apa yang telah kalian impikan sekian lama Cita-citaku hanya sederhana Tapi aku sungguh takut bila tak bisa melakukannya Yaitu membuat kalian selalu tersenyum tulus Dan mendapatkan seseorang yang dapat menjadi imam sejati untuk diriku 14 oktober 2015
Terlalu indah tuk dibayangkan Terlalu sakit tuk dirasa Terlalu munafik tuk dinanti Mampukah harapan menembus ruang dasar rasa Bersama tekad bulat yang entah kapan akan berujung Ingin bersatu namun keadaan seolah enggan mengiyakan Dapatkah kehadiran membalikkan segalanya Menjadi apa yang telah menjadi keinginan sekian lama PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
75
SKETSA KAMPUS
Syiarkan Seni Islam Lewat Hadrah //Festival Rebana Se-eks Karesidenan Pati
K
AMPUS - Melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jam’iyyah Qurro’ wal Huffadz (JQH), STAIN Kudus menyelenggarakan acara yang bertajuk Festival Rebana Hadrah seeks Karesidenan Pati, pertengahan September lalu. Gedung Serba Guna STAIN Kudus pun riuh dengan alunan sholawat selama sehari. Ketua panitia, Muhammad Zainal Mustaqim menuturkan, total sebanyak 21 grup rebana mengikuti lomba kali ini. Setiap grup maksimal beranggotakan 15 orang. Tujuan diadakannya festival ini salah satunya memperkenalkan kampus STAIN Kudus, khususnya UKM JQH kepada masyarakat umum. “Setiap tahunnya, UKM JQH mengeluarkan album shalawat. Jika sebelumnya JQH selalu mengeluarkan album Asy-Syauq dari grup rebana putra, kali ini JQH berkesempatan untuk meluncurkan
76
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
album volume 3 senandung rebana putri Laskar Mahbubie,” terang dia. Tidak hanya mendapatkan hadiah dan tropi, untuk sepuluh besar kandidat lomba rebana ini akan dibuatkan album kompilasi oleh Menara Record Surabaya. Lomba yang dibuka untuk umum dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk para tamu undangan dari kampus-kampus yang berada di karesidenan Pati. Ahmad Mushofa, penasehat UKM JQH memaparkan, acara festival itu diawali dengan sejumlah acara lainnya.. Acara diawali dengan seminar yang telah terlaksana pada awal September di gedung rektorat. Sebagai acara puncaknya, festival ditutup dengan grand launching album JQH volume ke-3. Pembina UKM JQH, Umma Farida menandaskan, penyelenggaraan festival rebana hadrah merupakan salah satu upaya
dalam meningkatkan kualitas grupgrup rebana yang ada, khususnya di kota Kudus dan sekitarnya. “Dengan adanya festival rebana ini, jam terbang grup rebana bisa memilik jam terbang yang lebih. Sekaligus untuk memberikan apresiasi terhadap grup rebana yang menurut kami, kurang dapat apresiasi,” ungkap dia. [] Qurratu Ayyun Mahasiswa Pendidikan Agama Islam
SKETSA KAMPUS Para narasumber Sosialisasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (31/10) bertempat di aula lantai III gedung rektorat STAIN Kudus
Bekali Mahasiswa Hadapi Dunia Pasca Wisuda KAMPUS-Berperan sebagai mahasiswa yang masih aktif dalam dunia perkuliyahan adalah momentum untuk mendalami seluk-beluk dunia kerja, relasi dan bekal untuk masa depannya pasca wisuda nanti. Kita harus memanfaatkan celah itu, mencari bekal hadapi dunia pasca wisuda.
M
ahasiswa dituntut untuk mampu menyiapkan diri dalam hal karir dan pekerjaan pasca wisuda. Keterampilan, mental dan relasi
menjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya. Hal itu mengemuka dalam sosialisasi penempatan tenaga kerja Indonesia di Aula Gedung Rektorat lantai 3 STAIN Kudus, pada Sabtu (31/10). Acara ini terlaksana atas kerjasama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIN Kudus dan Kementrian Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Republik Indonesia. Hadir sebagai pembicara, perwakilan Kementrian Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Indonesia, Abdul Karim, Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan
Kerja (UPT BLK) Kabupaten Kudus, Nurdjaman, Wakil Ketua Komisi 5 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Fatchan Subkhi dan Wakil Ketua III STAIN Kudus, Abdurrahman Kasdi. Abdurrahman Kasdi menyampaikan, sosialisasi tersebut merupakan momentum bagi mahasiswa untuk mendalami selukbeluk dunia kerja, relasi dan bekal untuk masa depannya pasca wisuda nanti. Acara semacam ini juga mengingatkan kita untuk senantiasa sadar akan dinamika kehidupan dan organisasi yang selalu berubah. PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
77
SKETSA KAMPUS “Kesadaran itu harus kita pupuk agar kita lebih memahami hidup dan dunia kerja,” tuturnya. Hal senada disampaikan oleh Nurjaman, mengingat pada akhir tahun ini Indonesia menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), mahasiswa ke depan harus bersiap diri melatih skill atau pun keterampilan dalam menyambut masa depannya. Tanpa keterampilan tertentu seseorang akan kalah dalam persaingan global terutama dalam bursa kerja. “Hal ini juga menjadi jargon UPT BLK bahwa kehidupan tanpa skill, mustahil!” jelasnya. Data yang dihimpun oleh UPT BLK Kudus Tahun 2014 menunjukkan bahwa Kudus sebagai kota industri sangat potensial dalam hal lapangan kerja. Selama ini, Kudus dengan total masyarakat 797.000 jiwa mempunyai kurang lebih 10.000 unit usaha. Daya serap tenaga kerja rata-rata mencapai
MASA DEPAN : para mahasiswa mendengarkan materi sosialisasi untuk menggagas masa depan mereka.
78
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
angka 200.000 tenaga kerja. Jumlah tersebut akan terus meningkat jika kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan potensi lokal juga tumbuh. Sementara itu, Abdul Karim menyampaikan keprihatinannya terkait masih banyaknya mahasiswa yang menganggur. Selain itu, minat masyarakat untuk bekerja di luar negeri masih sangat tinggi. Dengan iming-iming pendapatan yang lebih tinggi, mayoritas masyarakat rela menjadi tenaga kerja di negeri orang, bahkan dengan cara ilegal. “Banyak kejadian yang menjadi dilema bagi pemerintah. Salah satunya ialah banyaknya tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang ilegal. Sehingga ketika mereka terseret kasus, pemerintah kesulitan mendeteksi dan melindungi keselamatannya,” ungkapnya. Masyarakat Indonesia, harus mulai mengubah mindset untuk
memanfaatkan peluang dan potensi lokal. Ini bisa dimulai dari mahasiswa. Pemerintah melalui kementrian, saat ini juga telah banyak mengeluarkan kebijakan untuk mendorong laju pertumbuhan dunia usaha dan lapangan kerja dalam negeri. “Kita harus berjuang bersama mendukung program pemerintah dalam hal ini,” lanjutnya. Fakta semakin banyaknya lulusan strata satu, sedangkan lapangan kerja masih terbatas merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Kesadaran masyarakat, pemerintah dan dunia usaha untuk membentuk kerjasama yang apik akan lebih menjamin kesejahteraan bangsa Indonesia. [] Muhammad Farid Mahasiswa MBS Semester Tiga STAIN Kudus
SKETSA KAMPUS
Tingkatkan Intelektualitas Melalui Diskusi dan Menulis Diskusi : Peserta seminar begitu antusias mendengarkan materi diskusi dan menulis.
S
abtu,(31/10/15) STAIN Kudus dipenuhi ribuan manusia. Karena di hari yang sama, di adakan tiga acara sekaligus. Yaitu wisuda di gedung GOR, acara seminar yang diadakan BEM di gedung Rektorat kampus timur, dan UKM(Unit Kegiatan Mahasiswa) KPN(Kelompok Pecinta Nalar) mengadakan PAB di Kampus Barat. Sebuah acara di Kampus Barat, tepatnya di PKM, UKM KPN menggagas acara PAB. Meningkatkan kejayaan mahasiswa melalui nalar pikir dan tulis menjadi tagline PAB pada periode Nurul Ainiyah. Nalar pikir dan tulis menjadi rutinitas mahasiswa dalam perkuliahan. “Mahasiswa sudah tidak asing lagi dengan bernalar pikir dan tulisan dalam presentasi dan diskusi,”ujar Siti Malaiha Dewi. Presentasi dan diskusi adalah proses bernalar dengan berpikir dan dalam bentuk tulisan. “Dalam menulis, perlu banyak membaca terlebih dahulu,” lanjutnya dalam sambutan selaku pembina. Dalam sebuah tulisan harus didasari dengan fakta dan referensi. “Membaca, tidak hanya membaca buku-buku yang tebal. Tapi, membaca bisa dengan membaca realitas yang ada lalu di diskusikan dalam forum,”tambahnya. Dalam menulis juga perlu mengamati fenomena-
fenomena yang ada dan didiskusikan dengan orang lain. Mengenai kiprah KPN dalam menyuarakan aspirasinya pada masa lalu, Ahwani dalam salah satu bagian acara menceritakan “Dulu, UKM ini bernama Bengkel Otak Mahasiswa. Kegiatan mahasiswa ini banyak melakukan orasi dalam menyuarakan pendapatnya.”. Bengkel Otak Mahasiswa terkenal dengan paham keras dalam mengajukan suara saat itu. Lebih lanjut ia menjelaskan, “Saat ini yang dibutuhkan dalam menyuarakan aspirasi adalah dengan tulisan melalui kajian ilmiyah,”. Saat ini orasi terkenal anarkis dalam pandangan masyarakat. Perlu adanya kajian ilmiah yang menyertai sebagai penguat. Dalam menyuarakan aspirasi, kemajuan IPTEK (Ilmu pengetahuan dan teknologi) juga memberi variasi. Sosial media, salah satu produk kemajuan IPTEK yang sudah lekat dalam setiap lapisan masyarakat. Sosial media kadang menjadi tempat curhat para penggunanya. Tulisan di sosial media bisa dimanfaatkan secara positif dalam menuangkan gagasan yang disuarakan. “Sosial media seperti facebook bisa sebagai penyalur gagasan kita,” tambah Malaiha. Meski acara terbilang singkat,
karena hanya dalam sehari. Panitia secara maksimal mendesaian acara. Dalam upaya Meningkatkan kejayaan mahasiswa melalui nalar pikir dan tulis. Disajikan acara diskusi, debat, problem solving dalam bentuk tulisan dan sebagainya. Melinda, seorang seksi acara memandu peserta untuk menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan dengan memperlihatkan dua gambar. Gambar tersebut berlatar konsep sumpah pemuda pada zaman dahulu dan kontekstualnya pada zaman sekarang. Kegiatan ini mengasah kemampuan berfikir dan kemampuan menuliskan gagasan peserta. Akhir acara PAB UKM yang bergelut dalam peningkatan intelektual mahasiswa ini, anggota terbagi dalam empat kelompok diskusi. Panitia mengadakan acara berkesinambungan dengan acara tersebut. Setiap selasa dan rabu sore mereka berdiskusi dan dalam diskusi tersebut akan ada gagasan mereka dalam bentuk lisan dan tulisan. Diharapkan peningkatan intelektual bisa ditingkatkan dengan acara rutin berdiskusi tersebut.[] Fitria Umi Mahasiswa KPI Semester Tiga STAIN Kudus
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
79
CATATAN LEPAS
Bisa Berbahasa Oleh: Diyah Ayu Fitriyani*
M
omok yang sering menjadikan salah satu penyakit kronis masyarakat kita adalah kegagapan berbahasa. Bukan karena rendahnya tingkat intelektualitas yang dibawa saat mereka dilahirkan oleh ibunya, atau pun karena cacat fisik. Melihat realitas, masyarakat kita tidak cukup memiliki keberanian dan kemampuan untuk membahasakan sesuatu hal yang ada dalam pikiran mereka. Apakah memang tidak tau bagaimana cara berbahasa yang benar, enggan mematuhui aturan-aturan dalam berbahasa, atau mungkin ada suatu tekanan hingga menjadikannya takut berbahasa, entah. Gagasan untuk membicarakan tentang kegagapan berbahasa ini berawal dari tak kunjung berubahnya kondisi saat menghadapi skripsi. Sekarang dan dua, tiga tahun yang lalu sejak saya masuk dalam dunia kampus, sama saja. Sebagian besar mahasiswa cenderung masih mengalami keresahan ketika dihadapkan dengan skripsi. Ujunya, skripsi tak kujung terselesaikan. Teman saya, Arif Rohman, pernah mengemukakan tentang faktor yang melambankan proses penyelesaikan skripsi. ‘Alasan’ sering dijadikan dalih untuk sengaja membiakkan kemalasannya. Ketakutan dan kegagapan berbahasa (bisa jadi) merupakan faktor ‘alasan’ itu dibuat. Tengok saja, seringnya penolakkan yang dilakukan pihak kampus saat pengajuan judul skripsi oleh mahasiswanya. Penolakan terjadi karena minimnya kemampuan sejumlah mahasiswa dalam berbahasa dan membahasakan permasalahan, sehingga tak cukup jitu untuk meyakinkan pihak kampus untuk memberi stempel acc. Mendefinisikan berbahasa bukan sekadar mengeluarkan bunyi kata lewat gerakan mulut. Berba-
80
PARADIGMA Edisi 28/Desember 2015
hasa dalam hal ini adalah tentang bagaimana seseorang mampu mengkomunikasikan atau menyampaikan pesan atau isi pikiran kepada orang lain seefektif mungkin. Dalam arti, apa yang terbahasakan atau tersampaikan benar-benar sesuai dengan apa yang ada dalam benak dan sampai kepada orang lain sesuai dengan maksud yang diinginkan. Tak perlu memiliki fisik yang sempurna untuk berbahasa. Berbahasa bukan hanya pekerjaan mulut. Berbahasa dapat melalui media apa pun. Menulis, melukis, memotret, merupakan aktivitas yang dapat kita lakukan untuk membahasakan sesuatu. Bahkan diam, aktivitas yang tak butuh gerakan pun dapat digunakan sebagai bahan untuk berbahasa. Seno Gumira Ajidharma pernah menulis dalam buku Ketika Jurnalisme dibungkam Sastra Harus Bicara, menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa, suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Dan menyebutkan menulis (dengan berbagai macam cara) ada sebuah harga kreativitas akan ditimbang-timbang.
Dalam kondisi tertentu, diam menjadi salah satu media paling efektif dalam berkomunikasi. Dalam kondisi riuh di kelas misalnya, siswa akan diam tanpa dikomando saat melihat gurunya masuk kemudian duduk diam tanpa melakukan aktivitas apapun. Diamnya si guru ini, secara tidak langsung dipahami siswa sebagai bahasa untuk mengharapkan situasi yang tenang. Dalam sejarah bangsa ini, kebebasan berbahasa pernah sampai pada masa-masa yang getir. Dahulu saat zaman orde baru, dengan adanya Petrus, bahasa benar-benar dibungkam. Bahkan seakan malah tak boleh ada yang berbahasa diluar setingan penguasa. Bagi yang ingin membahasakan pikirannya, harus siap mati. Cerita Goenawan Muhammad mengenai sosok Wiji Thukul yang ia sebut sebagai sebuah catatan kaki, yang mengingatkan bahwa ada sesuatu informasi yang penting. Ia menjadi buronan, berpindah dari kota satu ke kota yang lain untuk menghindari aparat yang memburunya. Ia terpaksa menjadi musuh aparatur pemerintahan karena ia berani dan nekat membahasakan hatinya tentang sikap pemerintah saat itu. Sekarang kita lebih leluasa dan bisa bernafas lega. Kita bisa membahasakan pikiran kita jauh lebih merdeka. Maka sebagai generasi yang cerdas dan diharapkan bangsa, sudah selayaknya kita bisa berbahasa dan membahasakan sesuat hal. Kembali ke persoalan skripsi, ketika skripsi kita tak kunjung selesai, tak ada salahnya mengecek kembali. Mungkin kelihaian berbahasa kita perlu diasah kembali.[] *Pimpinan Umum LPM Paradigma STAIN Kudus 2015 FB: Diah Ayoe / diyahayufitriyani1@gmail. com