7 minute read

Aqzera Aqzera

Advertisement

Foto merupakan sarana untuk mengabadikan momen atau kenangan bersama orang yang terkasih seperti teman, saudara, keluarga, bahkan pasangan. Bukan hanya untuk mengabadikan momen, di era sosial media yang mewabah menuntut darah muda untuk selalu aktif dan kreatif di sosial media. Banyak yang mengekspresikan kreativitas mereka lewat konten-konten yang dihasilkan, contohnya adalah foto.

Masyarakat Aceh, khususnya muda-mudi saat ini sangat gemar untuk mengabadikan momen mereka, bukan hanya untuk kenang-kenangan tapi juga untuk konten. Banyak yang menyalurkannya lewat swafoto, menyewa studio, bahkan ada yang sampai mencari spot-spot di alam yang bagus untuk berfoto ria.

Studio Aqzera yang melihat peristiwa ini sebagai peluang bisnis, megeluarkan terobosan dengan menawarkan kemudah -an bagi muda-mudi Banda Aceh yang ingin berfoto di studio yang anti ribet dan tanpa fotografer. Aqzera terbukti mampu menarik minat muda-mudi Banda Aceh yang gemar berfoto dilihat dari ketertarikan pelanggan dalam setahun belakangan ini.

Awal Mula Aqzera Terbentuk

Studio Aqzera awalnya berupa studio foto biasa yang hanya berfokus pada foto wisuda dan keluarga, namun setelah maraknya self photo , studio ini mulai untuk berinovasi dengan mencari referensi dan alat-alat yang diperlukan dalam mengembangkan self photo ini. Dengan background hobi dan profesi sebagai fotografer weddingyang dimiliki oleh owner Aqzera yaitu Bang Suhendra, ia yakin dengan background ini untuk memulai bisnis selfphoto . Beliau memilih usaha ini karena termasuk sebagai usaha yang baru dan sedang sangat di minati.

Bang Suhendra mengatakan nama Aqzera ini berasal dari nama istrinya yaitu Rizka, yang sempat memiliki usaha onlinedengan nama Aqzir berubah menjadi Aqzera dan yang akhirnya terbentuklah nama Studio Aqzera. Inovasi yang terus dilakukan oleh Aqzera saat ini ialah dengan terus mengikuti tren foto dan juga sedang gencar-gencarnya membuat light shaping dan photoroom untuk menambah kesan bagus pada foto.

Studio Aqzera mempromosikan selfphoto miliknya dengan mengundang para contentcreatorInstagram maupun Tiktok untuk membuat konten review di Studio Aqzera.

Hal ini berhasil menarik perhatian masyarakat, dapat dilihat dari banyaknya pemakai jasa Aqzera setahun belakangan ini.

Event kampus yang baru saja di selenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Syiah Kuala yang sempat mendatangkan Studi Aqzera, mampu menarik simpati dari mahahsiswa fakultas lain.

Bahkan, di hari terakhir Aqzera buka, masih banyak yang rela menunggu di waiting list hanya untuk self photo . Studio foto yang memiliki 5 tenaga kerja tetap ini menggunakan beberapa cara pembayaran, yaitu QRIS,cash,dantransfer.

Lika-liku yang menjadi tantangan Aqzera dalam menjalani usahanya adalah tentang edukasi kepada customer yang masih berpikir secara konvensional yaitu ingin difoto oleh fotografer dan mengajak customer untuk memasuki pasar yang baru. Menurut Bang Suhendra, industri seperti self photo ini semakin besar dan sudah menjadi kebutuhan bagi warga kota.

Dengan meningkatkan edukasi tentang keunggulan selfphoto yang lebih praktis dibandingkan dengan studio konvensional, dapat meningkatkan potensi industri serupa di Banda Aceh. Cara Aqzera dalam bersaing di tengah persaingan adalah dengan uptodatedan melakukan promosi yang tepat sasaran sesuai target pasar.

Penyalin Cahaya atau Photocopier merupakan film yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja dan dirilis untuk acara Festival International Film Busan pada Oktober 2021. Penyalin Cahaya berhasil mencuri perhatian banyak orang sebab meraih 12 nominasi dalam Festival Film Indonesia, serta tayang di ajang internasional yaitu Busan International Film Festival (BIFF).

Film ini mempunyai keberanian tersendiri lantaran dirilis saat sedang ramainya terjadi kekerasan seksual di Indonesia. Adegan fogging atau pengasapan untuk nyamuk sering muncul dalam film dengan adanya slogan 3M yaitu “ Menguras, Menutup, Mengubur”. Slogan tersebut merupakan simbol metafora yang mendeskripsikan fenomena kekesaran seksual yang kerap pelaku kekerasan seksual tidak terdeteksi dan mengubur dalam-dalam bukti kekerasan seksual

Bagian awal film dibuka dengan euforia kemenangan teater kampus bernama Mata Hari terkenal sangat menjunjung rasa kekeluargaan. Suryani (Shenina Cinnamon) seorang mahasiswi Ilmu Komputer bekerja keras dalam teater tersebut menjadi web designeruntuk webteater Mata Hari.

Untuk merayakan kemenangan, seluruh anggota teater yang terlibat, diundang ke kediaman megah dan mewah Rama (Giulio Parengkuan) yang merupakan penulis naskah teater..

Awalnya Sur tidak ingin ikut serta dalam party tersebut tetapi Rama menawarkan pekerjaan sebagai web designer perusahaan ayahnya kepada Sur. Karena butuh uang tambahan, Sur pun berencana pergi ke rumah Rama.

Sur tumbuh dalam keluarga muslim yang taat dan juga rajin membantu bisnis keluarga dalam kesehariannya. Hidupnya baik-baik saja karena selama ini ia mendapatkan beasiswa dari kampus dan besok merupakan hari peninjauan kembali beasiswa.

Ketika Sur ingin pergi ke rumah Rama, ia memakai kostum baju kebaya warna hijau yang sedikit terbuka, Ayah Sur mencengat Sur untuk tidak pergi. Awalnya Ayah Sur tidak memberi izin Sur untuk pergi ke partytersebut, tetapi Sur meyakinkan ayahnya bahwa ia kesana hanya untuk membahas pekerjaan web designer dengan orang tua Rama. Sur juga berjanji kepada ayahnya agar memakai baju dalam atau manset serta berjanji untuk tidak mengonsumsi alkohol.

Sur pergi bersama teman masa kecilnya Amin, yang merupakan karyawan fotokopi di kampusnya. Setelah berbicara dengan ayahnya Rama tentang pekerjaan pada sore hari, masuklah sesi partypada malam hari. Dorongan dari teman-temannya membuat Sur akhirnya meneguk segelas minuman alkohol saat mata patung Medusa menunjuknya di sebuah permainan yang dipimpin Thariq (Jerome Kurnia), Pimpinan Produksi teater Mata Hari.

Keesokan harinya, Sur bangun terlambat padahal hari tersebut merupakan hari wawancara peninjauan kembali beasiswa. Masih memakai baju kemarin, Sur pun bergegas ke kampus. Sur terlambat masuk ke ruang wawancara dan saat wawancara, dosennya menampilkan beberapa foto selfie Sur sedang mabuk dan berpesta yang didapat dari sosial media Sur. Akibatnya senyum bahagia Sur berubah ketika beasiswanya dicabut oleh pihak kampus.

Ketika Sur pulang ke rumah, Sur diusir oleh Ayahnya dari rumah karena telah melanggar perjanjian untuk tidak meminum alkohol dan sudah mencoreng nama baik keluarga. Ia pun pergi dari rumah dan tinggal di tempat Amin, pegawai fotokopi kampus teman masa kecil Sur. Sur merasa janggal akan fotonya yang sedang mabuk dan berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah untuk mendapatkan beasiswa kembali. Ketika ia mengganti baju di toilet, terdapat kejanggalan yaitu baju dalam yang ia kenakan ternyata terbalik. Sur semakin percaya bahwa ada yang melakukan pelecehan seksual kepadanya.

Banyak upaya dilakukan oleh Sur seperti membajak data-data pribadi dari teman-teman teaternya. Sur yakin bahwa Thariq yang memberikan obat kepadanya ketika ia melihat pada hari kejadian Thariq memberikan minum kepadanya.

Seluruh anggota teater ke rumah Rama untuk melihat rekaman CCTV. Setelah dilihat, ternyata bukan Thariq pelakunya. Salah sangka Sur yang terus menduga-duga akhirnya menyudutkan Sur sendiri dalam lingkungan sosial.

Jejak pelaku yang sebenarnya sudah terungkap. Sur telah mendapatkan bukti-bukti adanya pelecehan seksual yaitu gambar bagian badannya yang difoto oleh orang yang tidak disangka-sangka selama ini telah membantu dia dalam menuntaskan kasusnya.

Ternyata yang mengalami pelecehan seksual bukan Sur saja tetapi Thariq dan Farah (mantan anggota teater Mata Hari). Sur melaporkan kasus pelecehan seksual yang dialaminya kepada pihak kode etik kampus dengan memberikan seluruh bukti yang sudah dikumpulkannya. Pihak kampus berjanji untuk tidak memberi tahu bukti serta identitas Sur sebagai korban pelecehan.

Ternyata oh ternyata, pihak kampus memberberkan bukti dan identitas Sur kepada seluruh warga kampus. Pelaku pelecehan seksual itu tidak terima dan membawa pengacaranya untuk menuntut Sur ke jalur hukum.

Pihak kampus juga tidak berpihak kepada Sur, malah menyudutkan Sur. Ketika hukum berpihak kepada penguasa berduit dan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya. Hidupnya hancur difitnah dan balik dipersalahkan. Sur pun menarik laporaln pelecehan tersebut dan membuat video klarifikasi bahwa dia berbohong.

Momen menyakiti hati Sur bertambah ketika Ayahnya berlutut di kaki orang tua pelaku dan mengatakan “Tolong pak,maafkananaksaya,pak”.

Dapat disimpulkan dari film ini sangat mengambarkan realita yang ada dalam dunia nyata korban pelecahan seksual. Ketika pihak pelecehan seksual dalam keadaan finansial yang lebih baik dapat membungkam kasus dengan uang.

Keadaan ekonomi juga bisa menjadi alasan melakukan tindakan kekerasan seksual seperti menjual foto dan data pribadi yang tidak senonoh oleh Amin sahabat Sur sendiri.

Kehadiran Thariq yang menjadi korban pelecehan seksual juga sebagai gambaran bahwa korban kekerasan seksual bukan selalu perempuan saja tetapi laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan seksual. Film ini ditutup menggunakan lembaran fotokopi yang sebagai simbol suara korban kekerasan seksual.

Bukti demi bukti diperbanyak dan suara korban digaungkan, layaknya pesan berantai di media sosial.

Meskipun memiliki akhir yang pahit, film Penyalin Cahaya ini memperlihatkan para penyintas pelecehan seksual yang memiliki kekuatan. Penyalin Cahaya adalah gambaran para korban kekerasan seksual yang dibungkam namun tetap kuat memperjuangkan keadilan.

“Di dalam kegelapan, kami memutuskan untuk tetap bekerja,” adalah ucapan dari Farah yang paling membekas di ingatan penonton

Penyalin Cahaya membahas tentang kekerasan seksual, film ini menyampaikannya secara halus. Pesan itu datang secara metaforis dan simbolis. Jadi jika Anda tidak menonton film ini dengan konsentrasi dan tujuan, pesannya mungkin tidak akan sampai bahkan mungkin penonton tidak akan sampai ke adegan terakhir.

Semua tanda tanya di Penyalin Cahaya mengingatkan kita bahwa kekerasan seksual tidak selalu berupa pemerkosaan. Film ini menyuguhkan bentuk kekerasan seksual yang berbeda, yang tentunya tidak bisa dianggap enteng. Dalam setiap bingkai film Sur berada dalam ruang-ruang sempit, eksterior kampus yang terisolasi, ruang sidang beasiswa yang gelap, kamar Amin yang sempit, dan ruang fotokopi yang membuat pengunjung berdesakan. Tanpa ada pengujaran, penonton dapat menangkap bagaimana kondisi korban kekerasan seksual selalu dibatasi oleh banyak pihak.

Penyalin Cahaya juga menampilkan korban kekerasan seksual yang sering ditegur karena pakaiannya. Para korban malah disalahkan oleh anggota keluarganya sendiri yang seharusnya menjadi pelindung utama. Film ini juga mencermati kasus perkosaan dimana korban sering dituduh dan dituding menyalahgunakan teknologi dan informasi. Bahkan jika itu hanya tentang keadilan. Selain itu, metafora yang digunakan slogan

“Menguras, Menutup dan Mengubur” sepertinya mampu menggambarkan kondisi penanganan kasus kekerasan seksual di negeri ini.

Penyalin Cahaya tidak hanya membahas tentang kekerasan seksual, tetapi film ini juga membahas masalah lain yang tidak kalah penting seperti kesehatan mental dan keuangan.

(Putri Malikah H & Renada Maghfira)

M I N I

H U N T I N G

S E R I E S 1

K i t a m e m a n g t a k p e r n a h t a h u k e m a n a t a k d i r m e m b a w a k i t a b e r l a y a r d i s a m u d r a k e h i d u p a n

T a p i k e m a n a p u n p e r a h u i n i b e r l a y a r , k i t a a d a l a h n a h k o d a p e n g e n d a l i k e m a n a a r a h d a n t u j u a n k i t a

C a p t i o n o l e h : U l a A r i s k a

Nisfa Virly Jusaf

This article is from: