Buletin InfoSketsa Edisi 38

Page 1

Foto: Rofingatun Hamidah

POTRET KEAMANAN UNSOED Oleh: Raisan Mumtaz

“Telah hilang motor berpelat Z xxxx RE, hilang di sekitar Unsoed, hubungi nomor 081394568xxx”. Kabar semacam itu terus berseliweran dari pesan-pesan broadcast di media sosial mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Pasalnya pada awal semes­­ter­lalu, selama satu minggu berturut-turut terjadi tujuh kasus kehilangan sepeda motor di wilayah kampus. Kapolsek Purwokerto Utara Sudarsono membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, kasus pencurian sepeda motor di wilayah Purwokerto memang meningkat. Banyaknya residivis pencuri kendaraan yang sudah berakhir masa kurungan­nya, dicurigai menjadi faktor penyebabnya. (Bersambung ke Halaman 4)


Editorial

Ikhtiar Memperbaiki Keamanan Unsoed Sesuai namanya, kampus me­ ru­­­­­­­pakan lingkungan tempat berlangsungnya kegiatan belajar me­ ng­ ajar bagi mahasiswa perguruan ting­­­­gi. Dari lingkungan kampus pu­­­­­la, diharapkan dapat menghasilkan tamatan yang berguna bagi ma­syarakat dalam usaha mencapai keberhasilan bangsa. Kampus Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) yang dianggap sebagai perguruan tinggi negeri paling besar di Banyumas, selalu mendapat perhatian lebih dari ma­ syarakat dalam berbagai aspek. Baik dalam hal mutu pendidikan, kebijak­an, bahkan sampai kepada aspek keamanan. Beberapa aspek tersebut erat kaitannya dengan

02

sistem penyelenggaraan yang dipegang oleh Unsoed sendiri. Beberapa kasus berkaitan de­ ngan keamanan di lingkungan Unsoed pun kerap kali terjadi. Salah satu yang terdekat dan cukup menjadi sorotan ialah hilangnya dua sepeda motor dalam waktu yang bersamaan di parkiran Laboratorium Tek­ nologi Pertanian Unsoed, pada bulan Januari lalu (Baca Laporan Utama “Potret Keamanan Unsoed”). Tak hanya pencurian sepeda motor, Unsoed pun sering dibikin geger dengan kasus-kasus kriminal lain seperti pencurian helm, pencurian barang elektronik, sampai pada pembobolan kantor sekretari­

at yang sudah berkali-kali terjadi di lingkung­ an Kampus. Kasus-kasus tersebut adalah bukti bahwa masih ada yang salah dengan sistem keamanan Unsoed. Kurang­nya personel satuan pengamanan (satpam) yang berjaga, kondisi Kam­ pus Unsoed yang ­sa­­­­­­­­­ng­at terbuka tanpa adanya sistem penyaringan keluar masuk kampus, kurangnya fasilitas keamanan, sampai pada perbaikan diri yang amat lamban dinilai menjadi penyebab­nya. Keamanan dapat dikatakan sudah menjadi prioritas ketika kebutuhan yang mendukung keamanan telah diberikan dan didukung secara sistem. Namun, sampai saat ini, permasalahan keamanan sepertinya


Editorial belum menjadi masalah sistemis dan prioritas bagi Kampus Unsoed. Melihat banyaknya kasus yang terjadi belakangan ini, Kampus Unsoed tampak masih belum menunjukkan perilaku berbenah diri. Sejauh pantauan lembaga pers ini, setiap terjadi pelaporan kehilangan barang, bak memberi lauk kepada pembantai, Unsoed justru memilih untuk ganti rugi atas kehilangan barang oleh pencuri. Ganti rugi ini tentunya hanya berlaku bagi barang-barang yang telah memenuhi persyaratan. Alih-alih mengganti rugi terha­ dap kehilangan barang di kampus oleh pencuri yang justru merugikan pihak kampus itu sendiri, Unsoed lebih perlu membenahi sistem keamanannya baik dari segi petugas keamanan maupun kelengkapan fasilitas keamanan. Berdasarkan data yang Skëtsa dapatkan dari Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Hib­nu Nugroho, Unsoed memiliki sebanyak seratus empat personel sa­ tuan peng­amanan yang tersebar di seluruh fakultas di Unsoed. Bukan jumlah yang sedikit memang. Namun, luasnya wilayah Unsoed yang memiliki sejumlah titik lokasi kampus, yang tersebar di Kam­ pus Grendeng, Kampus Karangwangkal sayap timur, Kampus Karangwangkal sayap barat, Kampus Margono, dan Kampus Blater, merupakan area yang cukup besar untuk diamankan. Hal inilah yang mendorong perlunya penambahan jumlah personel petugas keamanan. Lagi-lagi, keterbatasan anggaran menjadi penghambat. Hibnu yang juga membawahi urusan keuangan kampus menjelaskan, Unsoed sampai saat ini masih berstatus sebagai Badan Layanan

Umum (BLU) di mana anggaran yang diteri­ma kampus masih terbatas. Sikap intransparansi yang masih sering Unsoed tunjukkan, se­ pertinya telah menghancurkan kepercayaan mahasiswa. Mahasiswa tidak dapat percaya begitu saja de­ ngan pernyataan itu. Terbukti dengan masih terselipnya tuntutan mengenai transparansi Unsoed di setiap demo mahasiswa. Mahasiswa juga masih terlihat berta­nya-tanya soal penggunaan anggaran dari pemasukan Unsoed yang lain seperti Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Uang Pangkal (UP). Kami kira, keamanan kampus juga harus mendapat bagian dari anggaran UKT dan UP, mengi­ngat pengadaan UKT dan UP direnca­na­ kan untuk kebutuhan fasilitas, dan fa­ silitas keamanan juga menjadi sa­lah satu yang sangat dibutuhkan mahasiswa. Perbaikan diri wajib dilakukan. Jangan sampai, permasalahan-permasalahan tersebut menjadi kaprah dan tak kunjung menemui titik ujung. Bila memang begitu keadaannya, Unsoed dengan statusnya sebagai BLU tak patut berpasrah. BLU digembar-gemborkan me­­­­­­mi­ liki karakteristik miskin sistem dan kaya fungsi. Dengan ini, Unsoed harus mampu mewujudkan perangkat keamanan yang proporsional, efektif, dan efisien. Sehingga akan berdampak pada penghematan ang­ garan. Unsoed harus bisa memutar otak. Memperbaiki kinerja para petugas keamanan sehingga dapat bekerja secara efektif. Selain itu, fasilitas keaman­ an lain seperti perangkat CCTV (Closed Circuit Television) yang te­ lah terpasang di beberapa titik kam-

pus harus difungsikan sebagaimana mestinya. Sehingga bisa membantu petugas keamanan mengawasi area kampus dan menutup kurangnya satuan pengamanan yang berjaga. Selanjutnya, Standard Ope­ rating Procedure (SOP) keamanan kampus yang seharusnya telah dimiliki Unsoed sejak tahun pertama berdirinya kampus juga perlu dibe­ nahi. Pada tataran ini, prosedur pe­ ngamanan yang seharusnya ada dan berlaku di seluruh wilayah Unsoed harus benar-benar diterapkan. Terlepas dari itu semua, keamanan wilayah kampus secara formal memang menjadi tanggung ja­ wab rektorat selaku pengelola. Na­ mun, hal ini tidak serta-merta membuat keseluruhan tanggung ja­wab dilimpahkan ke pihak kampus, melainkan mahasiswa dan warga kampus lainnya juga tidak boleh lepas tangan. Mereka harus memiliki andil dalam mengawasi keadaan sekitar mereka. Keamanan memang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama. Dalam kata lain setiap orang harus mempunyai sense of security. Masalah seperti ini juga seharusnya jadi perhatian sekaligus koreksi bagi Unsoed dan warga Unsoed. Tak hanya memperbaiki kesan di luar, kesan bagi internal kampus pun harus diutamakan. Pembelajar­an akan kondusif ketika suasana kampus tenang, damai, nyaman, dan aman, sehingga kegi­ atan perkuliahan dapat berjalan lancar. Hal ini akan terlihat dampak­­­nya pada output yang dihasilkan oleh Kampus Unsoed sendiri. Salam. - Pemimpin Redaksi -

03


Laporan Utama

Potret Keamanan Unsoed (Sambungan dari halaman 1) Dari beberapa kasus pencurian sepeda motor yang terjadi pada bulan Januari di wilayah Unsoed, salah satu yang terbesar adalah terjadi­ nya pencurian dua sepeda motor di parkiran Fakultas Pertanian (Faperta) Unsoed dalam waktu bersamaan pada Kamis (7/3). Miftah Parhan, seorang mahasiswa jurusan Ilmu Teknologi Pa­ ngan mengaku menjadi salah satu korbannya. Kejadian ini berawal saat mahasiswa angkatan 2018 itu berniat menghadiri rapat kegiatan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) di Gedung D Faperta. Ia memarkirkan sepeda motornya di parkiran dekat Gedung Laboratorium Tek­ nologi Per­­­tanian Unsoed. “Saya parkir kurang lebih pukul 15.30 WIB di parkiran Gedung Lab. Teknologi Pertanian. Saya masuk Gedung D Faperta, habis rapat saya keluar lagi pukul 21.30 WIB keadaan motor sudah hilang,” ujar Miftah saat ditemui beberapa hari usai kejadian. Miftah mengatakan, setelah mendapati motornya tidak ada di parkiran, ia bergerak cepat menghampiri pos keamanan terdekat de­ ngan maksud menghubungi satuan keamanan (satpam) untuk meminta bantuan. Namun, satpam tidak dijumpainya. Tidak ingin kehilangan jejak, malam harinya Miftah melaporkan kehilangannya kepada pihak kepolisian Purwokerto Utara. Polisi

04

langsung datang ke TKP (Tempat Kejadian Perkara) untuk mengambil gambar sebagai bukti. Selain itu, polisi juga melakukan pengecekan CCTV (Closed Circuit Television). Selain sepeda motor milik Miftah, sepeda motor milik seorang mahasiswi jurusan Agroteknologi angkatan 2018 yang tidak ingin disebutkan namanya, juga ikut raib saat kejadian itu. Seperti menjadi sebuah per­­­i­ ngatan yang diabaikan, pencurian sepeda motor terus saja terjadi di sejumlah area di Unsoed. Selang waktu satu minggu, tepatnya pada 14 Maret 2019, pencurian sepeda motor kembali terjadi. Kali ini menimpa Fakultas Kedokteran. Sepeda motor milik Khafid Nawawi dikabarkan hilang. Saat kejadian, mahasiswa jurusan Pendidikan Kedokteran ang­ katan 2017 itu mengaku sedang menghadiri acara pengajian di Gedung B Fakultas Ilmu-Ilmu Keseha-

tan. Selepas acara, Khafid langsung pulang dan mendapati sepeda motornya sudah tidak ada di tempat ia memarkirkannya. Khafid mengaku lalai, sebab memarkirkan sepeda motornya di tempat yang sepi dan jauh dari jangkauan CCTV. Menyusul terjadinya kasuskasus pencurian di Unsoed, banyak tanggapan beredar terkait penyebab goyahnya keamanan Unsoed. Menurut Rido, Kepala Satuan Pengamanan (Satpam) Unsoed yang biasa berjaga di kantor satpam pusat dekat rektorat, kasus pencurian sepeda motor di Faperta ini disebabkan karena tidak adanya koordinasi. Baik koordinasi antarmahasiswa maupun mahasiswa de­ ngan pihak keamanan. Ia menyayangkan, ketika pelaksanaan acara, tidak ada pembagian tugas dari mahasiswa untuk berjaga di luar gedung. Mahasiswa ketika itu juga tidak berkoordinasi de­ ngan satpam sebelum pelaksanaan kegiat­an rapat.

Beberapa potret tangkapan layar info kehilangan yang tersebar di lini masa media sosial mahasiswa Unsoed.


Laporan Utama

Ilustrasi: Rofingatun Hamidah

“Satpam tidak tahu-menahu de­ ngan kegiatan (rapat-red) tersebut, jadi tidak ada koordinasi untuk pe­ ngamanan,” begitu jelasnya. Menurutnya, sebelum diadakan acara di luar jam kuliah, harus ada koordinasi antara pihak penyelenggara dengan petugas keamanan di tempat acara, sehingga ada petugas keamanan yang membantu berjaga. Kapolsek Purwokerto Uta­ra Su­­ darsono pun turut memberikan pendapatnya. Selain meningkatkan kinerja satuan pengamanan, Unsoed menurutnya juga harus melengkapi fasilitas keamanan kampus. Bagi­ nya, salah satu fasilitas keamanan yang terpenting ialah CCTV. Sebab, database CCTV sangat membantu pihak kepolisian dalam me­ngungkap sebuah kasus. Sudarsono menambahkan, s­ a­ a­t­­ ka­ sus pencurian sepeda motor terjadi di Faperta, petugas kepolisian yang melakukan olah TKP

mendapati CCTV di TKP tidak berfungsi dengan baik. Kilas Balik Kasus Pencurian di Unsoed Tahun 2018 Kasus pencurian tak hanya kali ini saja terjadi di Unsoed. Di tahun 2018, LPM Skëtsa mencatat setidaknya ada lebih dari empat kasus pencurian di Unsoed yang cukup menjadi sorotan. Berikut jabaran beberapa kasusnya. Di awali dengan kasus pencurian yang terjadi di kompleks Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unsoed awal tahun 2018 lalu. Kasus pencurian ini menimpa UKM Marching Band. Beberapa barang yang sebe­ lumnya tersimpan di kantor sekre­ tariat (sekre) UKM Marching Band diambil dengan cara membobol sekre. Setidaknya ada dua unit laptop dan tiga unit handphone hilang saat kejadian. Hal itu diutarakan

Aulia Berlian Imani, ketua UKM Marching Band. Pengurus sempat melaporkan kejadian ini kepada petugas keamanan, lalu mereka diarahkan untuk melapor ke polsek. Namun, sampai Aulia menceritakan hal ini kepada wartawan Skëtsa pada Sabtu (16/3), belum ada tindakan lebih lanjut dari polsek. Menurut Aulia, tidak adanya bukti menyulitkan pihak polsek untuk menyelesaikan kasus ini. Meski begitu, Aulia tetap yakin bahwa sekrenya dibobol pencuri. “Kita kuat asumsinya bahwa itu (sekre-red) dibobol, karena pintu­ nya sudah enggak bisa ngunci lagi. Ada jelas itu bekas dicongkelnya,” begitu tegasnya. Mengetahui laporannya ke polsek tidak kunjung membuahkan hasil, pengurus akhirnya melaporkan kerusakan sekre ke bagian perlengkapan kampus (perkap) untuk perbaikan pintu dan penambahan kunci gembok. Selang waktu enam bulan setelah kejadian itu, UKM Marching Band kembali menjadi korban pembobolan sekre. Kali ini hand­ phone dan proyektornya berhasil dibawa kabur oleh pencuri. Lokasi sekre yang terletak di bagian belakang kompleks PKM ditambah dengan tidak adanya CCTV yang menjangkau bagian tersebut, membuatnya rawan terjadi tindakan kejahatan. Di bulan September, lagi-lagi pencurian barang di sekre terjadi di PKM. Kali ini sekre milik UKM Penalaran dan Riset (UKMPR) yang kesusupan maling. Kejadian ini terjadi di malam hari. Alif Yudha Syahputra, ketua UKMPR

05


Laporan Utama menjelaskan ketika itu salah satu stafnya yang sedang berjaga, tertidur. Namun, pintu yang sudah ditutupnya lupa dikunci. Ketika ia bangun jam 3 pagi, laptop yang sebelumnya ada di sebelahnya sudah tidak ada. Tidak cukup sampai di situ, esok harinya, sebuah kamera milik UKMPR hilang juga waktu sore hari setelah pagi harinya seorang pengurus menaruh kamera itu di sekre. Alif mengatakan, ketika itu sekre sedang dalam keadaan terkunci. Alif curiga, si pencuri tahu di mana lokasi penyimpanan kunci­ nya, sebab tidak ada bekas pembobolan di pintu maupun jendela sekre. Setelah kejadian itu, Alif me­ laporkannya kepada pihak kepolisian tetapi tidak ada tindak lanjut­nya. Bahkan pihak kepolisian be­­­­­­­l­um sem­pat mendatangi tempat kejadian. “Malah kita yang disa­ lah­­in, kenapa PKM enggak ada CCTV,” kata Alif. Selanjutnya pada bulan November, pembobolan sekre terjadi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Sekre Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) menjadi sasaran pembo­ bolan. Pelaku pembo­ bolan berhasil merusak gembok pe­ng­aman sekre dan menggondol barang-barang yang ada di dalamnya. Ainul Fikri, ketua DLM FEB yang pertama kali mendapati sekre dalam keadaan sudah dibobol me­­­­ nga­­ takan, barang yang berhasil di­ bawa kabur diantaranya satu set komputer (monitor, CPU, dan keyboard), speaker, lampu halogen, dan jaket. Sama halnya dengan

06

UKM Marching Band dan UKMPR, sekre DLM juga tidak terpantau CCTV. Pengurus DLM melaporkan kejadian ini kepada Wakil Dekan III FEB Unsoed. Merespon kejadian tersebut, pihak fakultas menanggung kerugian kehilangan dengan mengganti satu set komputer yang baru. Kasus-kasus di atas hanya se­ ge­ lintir kasus yang terjadi pada ta­ hun 2018. Masih ba­ nyak kasus ke­hilangan lain yang terjadi di Unsoed yang disebabkan karena mi­ nimnya fasilitas keamanan Unsoed. Fasilitas Keamanan Unsoed Unsoed memiliki beberapa ele­ men untuk menjaga keamanan

sistem keamanan Unsoed berjalan. Rido, kepala satpam Unsoed menjelaskan, satpam Unsoed dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan tanggung jawabnya. Pertama, Rido menyebutkan satpam reguler. Satpam reguler bekerja mengikuti jam kantor dan bertanggung jawab atas keamanan aktivitas kantor. Yang kedua, Rido menyebut satpam shift. Satpam shift ini bertugas menjaga wilayah Unsoed secara keseluruhan sesuai de­ngan pembagian waktu. Selain satpam, dikerahkan pula penjaga bangunan yang tersebar di seluruh fakultas untuk membantu satpam menjaga wilayah fakultas. Namun, antara satpam dan penjaga bangunan tentunya memiliki perbe-

“Kita butuh keterpaduan antara pe­ ran serta mahasiswa dengan peran serta sivitas akade­mika untuk menjaga kea­ manan. Kepedulian itu sa­ngat penting.” kampus. Namun, masih sering terja­ dinya tindakan kejahatan di sekitar kampus seperti mensya­ rahkan elemen-elemen keamanan tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. Berdasarkan data yang Skëtsa peroleh dari Hibnu Nugroho, sampai saat ini Unsoed memi­ liki se­ ratus empat personel satpam yang tersebar di seluruh wilayah kampus. Namun, dengan jumlah itu, masih ba­ nyak dijumpai pos-pos satpam tidak ada penjaga­nya. Kami mencoba mengulik le­ bih dalam mengenai bagaimana

daan tanggung jawab. Perbedaan ini sangat terlihat di mana penjaga bangunan tidak bertanggung jawab kepada keamanan lingkungan fakultas, melainkan hanya berfokus kepada bangunan dan fasilitas bangunan saja. Penjaga bangunan, menurut Rido difungsikan untuk berjaga apabila ada mahasiswa yang kelas malam, penelitian, dan kegiatan-­ke­­­giatan lainnya di luar jam kampus. Tak hanya penjagaan dari internal Unsoed, Polsek Purwokerto Utara juga turut andil membantu menjaga keamanan kampus. Saat


Laporan Utama

Diperlukan Peran Aktif Warga Kampus Senin (25/3) sekitar jam makan siang, wartawan Skëtsa mewawancarai Prof. Hibnu Nugroho, Wakil Rektor Bidang Umum dan Keu­­a­ng­ an, di ruang kerjanya di lantai tiga Gedung Rektorat Unsoed. Wartawan Skëtsa bertanya ke­­­ pa­­ da Hibnu soal sikap Unsoed dalam merespon banyaknya kasus pencurian yang terjadi di wilayah kampus Unsoed. Hibnu mengatakan, Un­soed pu­­­­­ nya tanggung jawab terhadap kea-

Foto: Mukti Palupi

di­temui di kantor Polsek Purwokerto Utara, Sudarsono mengatakan, Polsek Purwokerto Utara menurunkan BHABINKAMTIBMAS (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ke­ tertiban Masyarakat) di wilayah Un­ soed. Di antaranya mengampu wilayah Grendeng, Karangwangkal, dan Pabuaran. Patroli pun ma­ sih sering dilakukan di wilayah sekitar Unsoed. Forum Kemitraan Polisi Ma­ syarakat dan Mahasiswa (FKPMN) juga tak lupa diadakan di sekitar Unsoed. Forum ini merupakan langkah dari kepolisian dalam menarik ma­syarakat maupun mahasiswa untuk berperan aktif menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan. Sudarsono juga memberikan we­ ling kepada satpam Unsoed supaya lebih memedulikan area kampus dengan menggunakan metode pat­ roli, tidak hanya berdiam diri di pos saja. CCTV seharusnya juga ditempatkan di daerah rawan kejahatan. Menurutnya, kurang­nya pendukung fasilitas keamanan menjadi faktor lemahnya keamanan kampus.

Prof. Hibnu Nugroho, saat diwawancarai di ruangannya (25/3).

manan di kampus. Oleh sebab itu, Unsoed menyediakan satuan keamanan yang tersebar di seluruh fakultas di Unsoed. Meski demikian, jelas Hibnu, ke­ amanan kampus tetap menjadi tanggung jawab bersama dan tidak bisa dilimpahkan sepenuhnya kepada kampus. Menurutnya, seluruh perangkat kampus harus mempolisikan diri­ nya sendiri guna peduli dengan keamanan lingkungan sekitar dan keamanan dirinya sendiri. Sebab, faktor kejahatan sedetail-detailnya pasti memiliki celah. “Kita butuh keterpaduan antara peran serta mahasiswa dengan pe­ ran serta sivitas akademika untuk menjaga keamanan. Kepedulian itu sa­ngat penting,“ sambung Hibnu. Hibnu juga menyampaikan jika pihak kampus akan memaksimalkan fungsi yang ada untuk menjaga keamanan demi kelancaran proses pembelajaran mahasiswa. Untuk

mendukung hal itu, akan ada perbaikan fasilitas yang belum sempurna. “Kami akan memasang CCTV yang banyak untuk memantau pelaku, baik pelaku eksternal maupun internal,” tutup Hibnu. Di akhir wawancara, Hibnu menambahkan, untuk ke depan­ nya Unsoed akan mencoba memberlakukan kartu masuk di setiap fakultas agar akses masuk kampus lebih terkontrol.

Reporter: Raisan Mumtaz, Lil­ it­Widiyanti, Rofingatun Hamidah, Nur Komar­ iah, Mukti Palupi, N ­ isa Fauztina. Editor: Mukti Palupi, Afifah Dwi Marhaeni

07


Wawancara Khusus

Titut Edi Purwanto: Budaya dan Agama seperti Dua Sisi Mata Uang

Oleh: Afifah Dwi Marhaeni*

08

Foto: Nur Komariah

T

itut Edi Purwanto atau bia­ sa dipanggil Titut namanya cukup populer di Banyu­ mas. Pria berusia 54 tahun ini di­ ke­ nal sebagai seniman nyentrik. Pe­­­­ri­lakunya aneh-aneh, sehingga tak jarang orang menyebutnya gila. Dalam menciptakan karya se­ ninya, Titut selalu mengambil su­ dut pandang hubungan manusia dengan Tuhan. Salah satu contoh­ nya ada pada kesenian Wayang Cum­plung yang ia ciptakan sendiri. Wayang ini diciptakan mulanya ter­ inspirasi dari ritual Cowongan, di mana Cowongan sendiri merupa­ kan bentuk komunikasi dari nenek moyang dengan Tuhan. Namun begitu, di sebuah pe­ mentasan kebudayaan di Universi­ tas Jenderal Soedirman (Unsoed), Titut melontarkan sebuah pernyata­ an yang cenderung kontradiktif de­ ngan karya-karya yang ia hasilkan. Titut mengatakan, agama dan bu­ daya merupakan dua hal yang ber­ beda dan tak dapat disatukan. Kamis (20/6), kami berkesem­ patan menemui Titut di kantornya yang terletak di kawasan Objek Wi­ sata Karang Penginyongan, Ci­ lo­ ngok, Kabupaten Banyumas. Ia mem­­­­ba­gikan pemikirannya menge­ nai budaya dan agama. Berikut pe­ tikan wawancara kami dengan Titut Edi Purwanto. Dari beberapa artikel yang saya baca, Anda selalu mengambil sudut pandang hubungan manusia dengan Tuhan dalam karya seni yang Anda ciptakan. Mengapa demikian? Karena kita tidak bisa dan tidak boleh lepas dari Tuhan. Adanya kita (diciptakan) itu kan karena Tuhan.

Titut Edi Purwanto, Budayawan asal Banyumas ketika ditemui Wartawan Skëtsa di kantornya, Cilongok (20/06/2019).

Selain Tuhan, semua yang ada di dunia ini adalah makhluk. Bahkan roh kita adalah bagian dari Tuhan. Semua akan kembali pada Tuhan. Apa pun itu, yang saya lakukan (termasuk berkesenian) adalah ba­ gian dari mengingatkan saya pada Tuhan. Suatu saat kita akan diper­ temukan dengan Tuhan, Allah SWT untuk keyakinan saya. Paling tidak saya belajar sifat-sifat Tuhan, (se­ perti) sebuah nilai cinta kasih pada sesama. Saya ingin menjadi orang baik, seperti Tuhan yang juga baik pada alam. Namun, di sebuah pementasan di Unsoed, Anda pernah mengatakan bahwa budaya dan agama adalah mata rantai yang saling b e r d a m p i n g a n tanpa ada­­nya kontra­­­diksi. Apa maksud dari pernyataan itu? Ya agama kan sudah jalan de­ ngan agama, budaya sudah jalan de­ngan budaya. Seperti dua sisi mata uang, berdekatan tetapi ti­

dak bisa disatukan. Ibarat kita salat untuk orang Islam, ya kita pakai sa­ rung karena di Indonesia. Di Arab ya pakai pakaian kebudayaan Arab. Disesuaikan dengan budaya ma­ sing-masing. Ini bisa dikaitkan kok, agama dan budaya untuk ibadah bisa ber­ beda warnanya. Tetapi bagi saya, dalam ilmu agama dan ilmu bu­ daya kan beda. Budaya itu ikatan manusia, (sedangkan) agama yang menurunkan itu Tuhan. Tetep, ke­ muliaan ini pasti ada bobotnya ma­ sing-masing. Saling melengkapi saja. Orang Islam kita pakai cara Is­ lam, budayanya pakai dengan baik dan tidak bertentangan dengan bu­ daya Islam. Sedangkan seperti kita tahu, ada banyak budaya yang sangat dekat dengan agama dan bahkan disatukan, contohnya seperti Islam Kejawen. Bagaimana pandangan Anda? Wah saya tidak ngurusi, saya ti­


Wawancara Khusus dak paham dengan itu. Saya ndak urusan dengan itu. Karena saya ti­ dak di dalamnya. Saya tidak tahu Kejawen yang seperti apa. Bagi saya, saya kan orang Ja­ wa, ya Kejawen, mosok Cinawen, Jepang­wen, kan gitu. Yang saya pakai di sini ya filsafat Jawanya, un­ ggah-ungguh, sopan santun, dan se­ bagainya. Jadi bukan Kejawen ten­ tang ritualnya, tetapi Kejawen yang akan menjadi nilai dalam kehidupan saya. Lalu, bagaimana Anda mendefinisikan agama dan budaya? Jadi kalau budaya itu diciptakan oleh manusia, leluhur yang pada dasarnya hanya kepengen anak cu­cunya pada slamet. Sementara a g a m a diturunkan oleh Tuhan kepada manusia. Kehidupan manu­ sia harus diimbangi dengan agama yang dianut. Anda merupakan pencipta Wayang Cumplung dan Dalang Jemblung. Apa kedua kesenian itu merupakan hasil implementasi dari keyakinan Anda bahwa budaya dan agama adalah mata rantai yang saling berdampingan tanpa adanya kontradiksi? Bisa dikatakan iya, wong Wa­ yang Cumplung kan baru. Dalang Jemblung yang sudah ada terlebih dahulu. Wong saya hanya mengalir saja (dalam menciptakannya). Bagaimana pengaruhnya terhadap hasil karya seni Anda? Ya, secara otomatis karya saya terkonsep, terikat, menjadi sebuah untaian karya tentang Jawa, ten­ tang kasih sayang. Jangan sampai berbenturan, berantakan, dan se­ bagainya. Saya tidak menghakimi yang lain. Saya hanya ingin hidup ini indah semuanya. Terkait sudut pandang hubungan manusia dengan Tuhan tentu sama halnya dengan agama. Di era sekarang ini agama sangat sensitif di

kalangan masyarakat. Bahkan tidak jarang menyebabkan konflik. Adakah kekhawatiran yang Anda alami dalam berkarya? Tidak lah, wong saya tidak akan membuat konflik. Bagi saya, karya saya itu karya yang jujur. Itu mur­ ni berkesenian. Tidak menghakimi kepercayaan orang lain dan tidak mengusik orang beragama. Saya menebarkan sebuah nilai saling kasih sayang dan saling menerima kenyataan hidup di Indonesia de­ ngan budaya. Tidak ada konflik. Salah satu contohnya pada saat Lebaran saja, saya tampilkan Ebeg dan ternyata ya indah-indah saja. Sebelum pementasan sudah saya sampaikan, yang tidak mau menon­ ton kearifan lokal ya jangan meng­ ganggu, yang enggak suka, enggak usah nonton. Baik-baik saya sam­ paikan. Yang nonton malah banyak banget. Itu ya nyaman saja. Rata-rata budaya itu kan pen­ ciptanya bukan dari pejabat, bukan dari orang besar. Kebanyakan dari petani di pinggiran. Orang yang sangat berjasa adalah para petani yang hidup di bawah untuk sa­ ling komunikasi dengan alam yang akhirnya terbentuk lah komunikasi dengan Tuhan dengan caranya. Maka, saya sebagai orang Jawa, orang Indonesia, harus menggu­ nakan budaya yang baik, menjadi pitutur, menjadi petunjuk untuk orang yang lebih indah konsep hidupnya. Saya tidak ingin men­ coreng muka leluhur saya, sebagai orang Banyumas, sebagai orang In­ donesia. Apabila agama dan budaya itu tidak sejalan, akan timbul persepsi bahwa budaya itu syirik dan harus ditinggalkan. Bagaimana pendapat Anda? Kalau bagi saya, seperti misal­ nya sesajen, ya tetap tidak boleh. Persembahan kepada selain Tuhan kan tidak boleh. Yang saya tekankan

pada anak-anak saya melalui ayat Lukman, “Liibnihī wa huwa ya’iẓuhụ yā bunayya lā tusyrik billāh, innasy-syirka laẓulmun ‘aẓīm”, yang artinya, “Wahai anakku, janganlah kau menyekutukan Tuhan, karena itu adalah perbuatan yang aniaya”. Tidak pernah memberikan sa­­ ­ jian-sajian (sajen). Kalau saya ber­ kesenian dengan asap-asap itu, itu bukan dengan setan. Itu hanya daya ganggu saya saja. Itu bahkan arang yang dibakar. Ketika dibakar dan asapnya membesar, banyak orang akan bereaksi, “Wah itu apa, wah itu musyrik, syirik”. Ya terserah, itu hanya efek dari daya ganggu saya. Silakan orang mengatakan musyrik. Pesan apa yang ingin Anda sampaikan dalam penciptaan karya Anda? Seperti Wayang Cumplung, tu­ juannya hanya untuk hiburan saja, hanya untuk guyonan. Saya menyam­ paikan pesan supaya kita menjaga nama baik bangsa Indonesia, men­ jaga kedamaian, kearifan lokal. Karya saya menghidupkan karya leluhur yang karya-karyanya sangat indah. Nenek moyang memang su­ dah mati, tetapi karyanya tak akan pernah mati. Saya murni berkese­ nian dan tidak ada hubungannya dengan permainan setan maupun jin.

Reporter: Afifah Dwi Marhaeni, Nur Komariah, Raisan Mumtaz.

Catatan Redaksi: Hasil wawancara tidak seluruh­ nya termuat dalam buletin dengan alasan keterbatasan ruang. Tulisan selengkapnya bisa dibaca di beritaunsoed.com dengan judul artikel yang sama.

09


Puisi

Oleh: Mukti Palupi*

Awan mendung bergayutan di pelipis matanya Ingat tak ada yang mau mendengarnya Ia dibungkus sepi yang fana Tetapi, badai kebimbangan berdentum-dentum Antini tersadar, Seorang calo menghampirinya Ia tak kehabisan akal Segeralah ia menaiki sebuah armada Lirih jari Antini meraih tabir metromini Dilihatnya uraian padi mengintip mendamaikan hati Senyum manis bibir Antini pun datang menghampiri Sepertinya ia hendak berbisik Wahai padi, apakah kau akan setia padaku sampai nanti Padi pun melenyapkan bicara Atau kau akan seperti harimau jawa yang tinggal sejarah Padi pun kian pasrah Kenapa kau diam saja, Pun ketika wajah bersemen memainkan sandiwara Mengadu nasib Bersama kurcaci yang licik Berpura menyigi Padahal menghalangi

10

Ilustrasi: Lilit Widiyanti

Bias

Mengalirkan air ke negeri seberang Membasahi tenggorokannya Di sini dilantunkan ribuan macam teriakan Siapa menggarong emas intanmu Siapa merangkus sawah ladangmu Siapa membabat hutan rimbamu Siapa menggusur bukit gunungmu Kami anak negeri masih di sini Di manakah keadilan ibu pertiwi? Rebas, Warna senja menyelinap masuk menerusi kaca Swastamita menyambutnya di kota tujuan Dalam langkah bedegap, Antini menuruni tangga bus kota Hidup tanpa kesadaran Ditentang kekuasaan Sani, Begitu agaknya insan mengetahui

*Penulis, Mahasiswa jurusan Bisnis Internasional angkatan 2018.


Iklan

11



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.