ZAMAN
Acta Diurna No.29/IX/2019 Bidikan Utama
Cita-Cita Pembangunan FISIP Problematika
Wajah Baru FISIP, Benarkah sudah Representatif?
Profil
Mengawali Kebaikan dengan Saling Menginspirasi
EDITORIAL FISIP terlihat sedang dalam proses berbenah. Membangun fasilitas baru, memperbaiki fasilitas lama. Kini, ketika memasuki lobi utama, kita akan disambut meriahnya berbagai dekorasi, ditambah miniatur proyeksi pembangunan gedung FISIP. Dominasi warna oranye menambah kesan terang sekaligus menekankan identitas dan ciri khas dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UNS. Namun apakah mahasiswa selalu merespon dengan positif? Hasil wawancara kami dengan para narasumber mengenai arah pembangunan FISIP kali ini mendapat respon yang bermacam-macam. Ada yang senang dengan perubahan yang terjadi, ada pula yang merasa bingung dengan urgensi perbaikan beberapa fasilitas tersebut. Bagaimana tidak, fasilitas lain yang dirasa lebih vital dan tingkat keterpakaiannya lebih dibutuhkan terkesan tidak diprioritaskan. Ruang kelas misalnya, yang sering dikeluhkan mahasiswa perihal kursi yang rusak dan proyektor yang usang, hingga kamar mandi yang sudah dipakai mahasiswa selama bertahun-tahun dengan keadaan yang kurang baik. Agenda audiensi dengan dekanat sudah rutin dilakukan, namun hanya sedikit perubahan yang terasa tiap tahunnya. Lantas apa yang membuat pihak fakultas memprioritaskan satu hal dan menunda perbaikan hal lain? Juga fasilitas seperti apa yang diharapkan oleh mahasiswa untuk bisa dinikmati bersama di kampus? Semua akan kami rangkum untuk disajikan di buletin kali ini. Selamat membaca.
SURAT PEMBACA Buletin Acta Diurna 28 Terbit Oktober 2018
BACA DI SINI
Antara Biaya dan Fasilitas Kini mahasiswa dan kampus diibaratkan pembeli dan penjual. Bukan hanya kecerdasan yang dibutuhkan, mahasiswa juga butuh biaya yang tinggi untuk bisa berkuliah. Namun melihat ruang kelas dengan fasilitas pendukung yang sering didapati tidak berfungsi, muncul pertanyaan bagaimana uang ini dikelola oleh kampus? Apakah uang itu untuk memperbaiki fasilitas yang mendukung perkuliahan atau untuk mengurusi semrawutnya vokasi? Muhammad Nurfathurrohman, Mahasiswa Administrasi Publik 2018
Kenapa SIAKAD tidak dibuat satu saja? Halaman SIAKAD Old terlihat begitu lawas dan ringkih. Ketika SIAKAD diperbarui, halaman yang lama masih tetap digunakan baik untuk keperluan KRS maupun KHS. Saya harap halaman SIAKAD Old dapat diintegrasikan dengan SIAKAD yang baru dalam tampilan dan fungsi yang lebih baik. Adhy Nugroho, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris 2016
LPM VISI FISIP UNS Sekretariat LPM VISI Gedung 2 Lt. 2 FISIP UNS, Jl. Ir. Sutami No. 36A Surakarta 57126
redaksilpmvisi@gmail.com
@lpmvisi @gwi5930m http://www.lpmvisi.com/ @LPM_VISI Lpm Visi Fisip Uns
Susunan Redaksi Pelindung Penanggung Jawab Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Editor Reporter
: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si : Yuni Pri Antini : Rachma Dania : Lailaurieta Salsabila Mumtaz : Banyu Visandi Pangestu, Lailaurieta Salsabila Mumtaz, Rachma Dania : Ika Agustina, Anggytha Putrie Alvio M., Nafila Nurizzuha, Adika Sandra, Ulfah Almunawaroh, Mardatilana Aini Kurnia, Rifki Rositasari, Reni Dwi Pratiwi
Redaksi menerima kritik dan saran serta tulisan, artikel, informasi, ataupun karikatur. Naskah atau gambar yang dikirim menjadi hak penuh redaksi. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pengutipan pernyataan, Redaksi LPM VISI menerima hak jawab sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 11. Kirim ke: Sekretariat LPM VISI Gd. 2 Lt. II FISIP UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, email: redaksilpmvisi@gmail. com
2
Acta Diurna No.29/IX/2019
BIDIKAN UTAMA
Cita-Cita Pembangunan FISIP
Ilustrasi: Ola
Memiliki wajah baru, lobi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) seakan lebih meriah menyambut kedatangan orang-orang yang lalu-lalang melewatinya. Perubahan ini juga diikuti pembangunan beberapa fasilitas di FISIP seperti dibangunnya toilet difabel. Pembangunan ini dirasa perlu demi kenyamanan seluruh masyarakat FISIP, tetapi apakah hal ini sudah representatif terhadap wajah FISIP secara keseluruhan? FISIP Universitas Sebelas Maret (UNS) tengah sibuk berbenah memperbaiki fasilitas-fasilitasnya. Salah satu yang dirasa paling terlihat perbedaannya adalah perbaikan lobi FISIP. Selain dilakukan renovasi pada lobi, juga dipajang hiasan dan dekorasi beserta piala dan piagam di sana. Dipaparkan oleh Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, Dekan FISIP UNS bahwa proyek ini sudah direncanakan sejak satu tahun yang lalu. Proyek ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi standardisasi akreditasi, baik akreditasi program studi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dan akreditasi yang berstandar internasional. Sebagai ruang pertama yang
dilihat oleh setiap orang yang akan datang, maka lobi bisa dimanfaatkan sebagai ajang untuk menunjukkan prestasi dan diharapkan dapat meningkatkan citra FISIP. Ismi mengatakan, wajah baru dari lobi ini mengangkat moto FISIP yaitu Leading the Future Society yang diharapkan dapat dimaknai oleh seluruh civitas akademik FISIP. Selain logo FISIP dan motonya yang terpampang, ada pula delapan tokoh wayang yang dipajang di dinding lobi. Tokoh pewayangan yang dipajang ini memiliki filosofi masing-masing, dengan harapan seluruh warga FISIP memiliki ilmu pengetahuan yang luas, mempunyai jiwa kesabaran dan memiliki jiwa kesetiaan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, ada
Acta Diurna No.29/IX/2019
3
juga dekorasi gunungan dengan warna jingga yang dimaknai sebagai sumber kehidupan layaknya sebuah gunung yang terdiri dari batu, pepohonan dan air. Tak lupa sentuhan motif batik turut menghiasi sebagai simbol budaya Jawa itu. Beberapa mahasiswa yang ditemui VISI mengaku terkesan dengan perubahan lobi FISIP yang menjadi lebih terang, indah dan berestetika. “Ketika masuk lobi, rasanya lebih terang dan bagus,” ujar Mutiara, mahasiwa Ilmu Komunikasi 2017. Sebagian mahasiswa juga mengatakan bahwa wajah baru FISIP ini dapat meningkatkan citra baik FISIP bagi para pengunjung karena kini wajah FISIP menjadi terlihat rapi dan enak dipandang. “Dengan adanya dekorasi itu jadi enak dilihat, mungkin saja bisa membuat FISIP lebih dikenal oleh orang yang datang,” lanjut Mutiara.
Standardisasi Fasilitas Publik
Selain membuat perubahan pada lobi, FISIP juga membangun toilet untuk difabel dan memperbaiki dua kamar mandi di sisinya. Adanya toilet untuk difabel ini mendapat tanggapan yang positif dari warga FISIP, karena dapat mempermudah warga FISIP yang membutuhkan akses khusus untuk ke toilet. “Menurut saya dengan dibangunnya toilet untuk difabel, FISIP menunjukkan bahwa pembangunannya berusaha memberikan kenyamanan bagi seluruh warganya tanpa terkecuali,” ujar Mayang, Mahasiswi Hubungan Masyarakat 2018. Ismi mengatakan, pembuatan toilet untuk difabel ini adalah hasil kesepakatan pimpinan FISIP untuk standardisasi fasilitas publik. Pihak universitas meminta fakultas untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas gedung yang akan direhabilitasi. Pada akhirnya, dibangunlah toilet untuk difabel yang terletak di gedung 2 dan 3. Perbaikan sarana dan prasarana di FISIP ini menyesuaikan orientasi standardisasi kampus. Tidak ada syarat khusus perihal fasilitas mana yang didahulukan untuk diperbaiki. Ia menambahkan tiap fasilitas memiliki standarnya tersendiri. Ismi mengungkapkan bahwa awalnya ia terinspirasi melihat perbaikan di gedung pascasarjana yang perkembangannya begitu signifikan. “Saya meminta bagian sarana FISIP untuk melakukan survei di pascasarjana untuk melakukan perbaikan serupa di FISIP. Fasilitas akan terus diperbaiki dan bukan berarti memprioritaskan ruang tertentu, tetapi dilakukan secara bersamaan,” jelas Ismi ketika ditemui oleh VISI pada Senin (6/5). Masalah yang kerap dihadapi dalam proses perbaikan fasilitas di FISIP adalah adanya pro-kontra penyelenggara dalam pelaksanaan perbaikan. Lalu sering kali ketika rencana pembangunan sudah ada, namun terhambat masalah dana.
4
Acta Diurna No.29/IX/2019
Perihal pendanaan, Ia menyatakan bahwa sebetulnya tiap tahun universitas mengalokasikan sejumlah dana untuk perbaikan di tiap fakultas. Selanjutnya, tim pelaksana perbaikan akan melakukan analisis bagian yang perlu diperbaiki dan memperkirakan keperluan biayanya. Pelaksanaan perbaikan dilakukan dengan mempertimbangkan bagian yang paling mendesak berdasarkan prioritas kerusakannya. Namun karena banyaknya fasilitas yang dirasa perlu diperbaiki, sering kali rencana tersebut terhambat oleh keterbatasan dana. Selain itu FISIP juga berencana untuk memugar gedung 1 menjadi gedung tujuh lantai yang miniaturnya telah dipajang di lobi FISIP. “Proses perubahan gedung diawali dari undangan dari kantor pusat tentang fakultas yang ingin mengembangkan fasilitasnya. Inisiatif tersebut muncul karena UNS baru saja selesai memperbaiki Fakultas Kedokteran dan membangun rumah sakit UNS,” ujar Ismi. Ia juga mengungkapkan bahwa kemungkinan setelah pembangunan selesai, dananya akan beralih kepada fakultas-fakultas yang ingin mengembangkan fasilitasnya masing-masing.
Di Belakang Wajah Baru FISIP
Dari sekian banyak rencana pembangunan di FISIP yang terlihat sangat visioner, masih banyak yang mengeluhkan kondisi sarana vital lain di FISIP yang perlu segera diperbaiki. Beberapa toilet, kursi dan langit-langit kelas ada dalam keadaan yang belum cukup memadai sehingga sering kali mengganggu kenyamanan proses belajar-mengajar. Sebagian mahasiswa menilai, bukan keelokan lobi FISIP yang harus disegerakan, melainkan fasilitas vital seperti ruang kelaslah yang perlu didahulukan untuk diperbaiki. Umi Wakhidah, mahasiswa D-3 Penyiaran 2017 mengatakan bahwa perubahan lobi FISIP hanya berpengaruh sedikit dalam membantu citra FISIP menjadi lebih baik. “Yang diperbagus hanya lobi saja, sedangkan ruang kelasnya masih sama. AC tidak nyala, kursi banyak yang rusak, kelengkapan di toilet kurang. Fasilitas-fasilitas lain masih butuh perbaikan.” ujar Umi. Mahasiswa FISIP mendukung agar FISIP menjadi lebih maju dengan perubahan-perubahan fasilitas yang semakin memadai, namun juga berharap agar sarana-prasarana yang berdampak langsung terhadap mahasiswa segera diperbaiki agar dapat berfungsi optimal dan menciptakan kenyamanan bagi seluruh warga kampus.
Ika, Ulfa, Vio
PROBLEMATIKA
Wajah Baru FISIP, Benarkah sudah Representatif?
Ilustrasi: Banyu
Fasilitas di sebuah institusi pendidikan merupakan bagian penting yang perlu diperhatikan oleh semua pihak. Pasalnya, keberadaan sarana dan prasarana ini menunjang kegiatan akademik dan non-akademik demi terwujudnya proses belajar mengajar yang kondusif. Seolah tak ingin ketinggalan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) dewasa ini turut berbenah. Hal ini terlihat dari beberapa fasilitas di area gedung FISIP yang mulai mengalami perbaikan. Beberapa contohnya yakni pada loket admin dekanat, penyediaan ruang-ruang publik, serta hutan FISIP yang kini terlihat lebih rapi dari sebelumnya.
Harapan FISIP sebagai Fakultas Percontohan
Untuk mengulik lebih lanjut terkait perbaikan fasilitas yang belakangan ini dilakukan, VISI menemui Priyanto Susiloadi selaku staff Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
FISIP UNS. Sebagai bagian yang bertugas untuk memproses semua pengadaan barang dan jasa di FISIP, ia mengungkapkan alasan mendasar perbaikan fasilitas-fasilitas tersebut. “Kami ingin FISIP menjadi semacam percontohan. Yang diperbaiki di sini bukan hanya ruangan saja, tapi juga ada perbaikan prasarana seperti toilet untuk difabel, kemudian penyediaan kursi roda di lobi sebagai bagian dari standardisasi pelayanan difabel,“ ujar Priyanto. Ia menambahkan bahwa perbaikan tersebut merupakan bagian dari program universitas untuk melakukan standardisasi ruang kuliah serta sarana dan prasarana di
Acta Diurna No.29/IX/2019
5
kampus. Secara keseluruhan ia menyatakan bahwa perbaikan ini merupakan bentuk dukungan terhadap UNS untuk mencapai kampus dengan standar internasional. Peningkatan kualitas fasilitas di FISIP disambut baik oleh sebagian mahasiswa. Beberapa dari mereka mengaku bahwa beberapa fasilitas di gedung FISIP sudah memadai. “Menurutku fasilitas di FISIP sekarang ini sudah bagus, sih. Beberapa ruang kelas sudah jadi cukup nyaman,” ujar Nuri, mahasiswi D3 Penyiaran 2017.
Di Balik Ingar Bingar Pembangunan
Selain respon positif yang disampaikan sebagian mahasiswa, ada juga yang berpendapat sebaliknya. Disampaikan oleh Alisya Maudlina, mahasiswi Hubungan Masyarakat 2017, “Kursi di ruang kelas banyak yang kayunya copot, jadi nggak nyaman duduknya kalau ada mata kuliah yang memakan waktu lama.” Alisya juga mengeluhkan perihal fasilitas toilet di gedung D3 yang ada dalam keadaan kurang baik. “Salah satu toilet di gedung D3 ada yang dindingnya bolong, masak bisa diintip orang,” keluhnya. Selain itu, Satrio Danurdoro, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2016 mengutarakan pendapatnya terhadap fasilitas di FISIP yang baru diperbaiki. “Sebenarnya masih ada beberapa fasilitas yang menurutku belum perlu untuk diperbaiki sih, seperti halnya tangga utama dari lobi menuju ke aula. Masih ada fasilitas lain yang harusnya lebih didahulukan untuk diperbaiki.” ujarnya. Menanggapi keluhan-keluhan tersebut, Priyanto mengaku bahwa pihak fakultas mempunyai prioritas tersendiri untuk mengadakan perbaikan. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya pertimbangan saat akan melakukan perbaikan fasilitas, salah satunya adalah ketersediaan anggaran. “Kami punya banyak pertimbangan dan sering kali terhambat oleh terbatasnya anggaran dana. Ketersediaan dana itu gambarannya selalu lebih sedikit daripada kebutuhan,” ungkapnya. Ia juga mengemukakan bahwa tidak semua komplain yang diajukan dapat ditangani secara langsung, karena ada prioritas yang diutamakan. “Contohnya saat ini kami sedang memprioritaskan perbaikan laboratorium yang ada pada Gedung 4 FISIP,“ lanjutnya. Tidak hanya perbaikan ruang kelas, fasilitas lain yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa adalah Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) yang kini sudah tidak berfungsi. Bagi sebagian mahasiswa, hadirnya SPAM di kampus ini dapat membantu menghemat pengeluaran untuk pembelian air minum. Menanggapi hal tersebut, Priyanto mengklarifikasi bahwa SPAM merupakan proyek dari pemerintah pusat, tepatnya Kementerian Pekerjaan
6
Acta Diurna No.29/IX/2019
Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) untuk universitas. “Pihak universitaslah yang memiliki wewenang untuk melakukan perbaikan SPAM,” tegasnya. Selanjutnya ia menyatakan, meskipun keluhan-keluhan tentang matinya air SPAM terus berdatangan, pihak fakultas tidak bisa melakukan apa-apa terhadap hal tersebut.
Tanggung Jawab Bersama
Merujuk pada keterangan Priyanto, pihak FISIP telah memiliki Rancangan Anggaran dan Biaya (RAB) tersendiri tiap tahunnya. Maka sudah menjadi kewajiban fakultas untuk menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana yang telah direncanakan dan dianggarkan, dengan ada atau tidak adanya komplain. Terkait fasilitas mushola yang sering dikeluhkan sempit oleh mahasiswa yang hendak melaksanakan ibadah sholat, pihak fakultas mengaku belum menemukan adanya urgensi untuk memperbaikinya. Priyanto beranggapan bahwa adanya mushola induk di gedung 2 dan mushola yang ada di setiap lantai di gedung 4 sudah memenuhi kebutuhan mahasiswa muslim dalam menjalankan ibadahnya. “Kalau ditanyakan apakah ke depannya ada perbaikan atau tidak, jelas ada. Kan ada proyeksi fakultas untuk membangun gedung baru. Yang maketnya dipajang di lobi. Di sana nanti ada lantai-lantai yang ada musholamusholanya.” timpalnya. Mahasiswa berharap fasilitas yang keadaannya masih kurang baik di FISIP bisa segera diperbaiki agar tidak terlihat adanya ketimpangan antara fasilitas yang baru dibangun dengan yang lama tidak diperbaiki. Satrio mengungkapkan “Alangkah lebih baik kalau perbaikannya dimulai dari kelas-kelas dulu, sih. Soalnya selama ini mahasiswa banyak mengeluhkan soal ruang kelas, seperti contohnya atap yang bolong atau proyektor yang tidak menyala.” Sejalan dengan Satrio, Nuri turut memberikan harapannya, “Saya berharap fasilitas ruang kelas di FISIP agar disamaratakan seperti ruang 3.2.5 dan 3.2.6 yang memberikan kenyamanan untuk mahasiswa dan dosen.” Seperti yang kita ketahui bahwa perbaikan tentunya tidak bisa berjalan dengan optimal apabila hanya berjalan dari satu pihak. “Apabila dari pihak FISIP sudah mau memperbaiki maka tugas mahasiswa harusnya ikut andil dalam merawatnya. Ibarat FISIP adalah rumah, ya harus dijaga dan dirawat agar tidak terbengkalai.” pungkas Nuri.
Marda, Rifki, Nafila
SUPLEMEN
Acta Diurna No.29/IX/2019
7
PROFIL
Mengawali Kebaikan dengan Saling Menginspirasi ---Tidak harus selalu menjadi guru untuk bisa berbagi ilmu, itulah yang mendasari Isna Nur Insani untuk menjadi inspirator muda yang membagikan manfaat kepada masyarakat. Inilah Isna, mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS tahun 2015 yang berhasil membangun komunitas Semarak Inspirasi (SI) bersama teman-temannya. SI adalah komunitas yang bergerak dalam bidang pengajaran dan pengabdian untuk masyarakat. Pendirian SI bermula dari tekad Isna untuk memberikan kesempatan pendidikan yang baik bagi semua anak. “Aku ingin berbagi pada anak-anak, pendidikan yang baik dan juga menyenangkan.� ujarnya. Sebagai langkah awal, Isna memilih Sekolah Dasar Negeri (SDN) Wonosari, Gondangrejo, Karanganyar sebagai tempat mengajarnya. SI mempunyai program utama bernama Semarak Mengajar, di mana mereka menerjunkan para pengajar yang biasa disebut Inspirator Muda selama sepuluh hari di desa tempat mengajarnya. Mereka membantu tenaga guru di sekolah untuk memberikan materi dengan penyampaian yang menyenangkan sehingga membuat anak-anak tertarik untuk belajar. Tidak hanya mengajar, di sana Isna juga turut mengoordinasi para Inspirator Muda untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan berbagai kegiatan. Isna dan tim memberikan penyuluhan kepada masyarakat, pemeriksaan kesehatan gratis dan menyelenggarakan acara perayaan seperti pada hari Kartini, hari kemerdekaan dan hari Pahlawan. Kegiatan tersebut turut melibatkan masyarakat sekitar dan warga sekolah. Dalam kegiatan Semarak Mengajar, Isna juga menyediakan program konseling untuk anak yang memiliki gangguan dalam belajar, menggiatkan literasi pada anakanak, serta meningkatkan kreativitas anak dengan membuat pentas seni secara berkala. Program-program SI yang berjalan bukanlah tanpa hambatan, masalah dana sering kali menjadi permasalahan utama. Namun dengan kerjasama antar anggota, mereka berhasil mengatasinya.
8
Acta Diurna No.29/IX/2019
“Aku ingin berbagi pada anak-anak, pendidikan yang baik dan juga menyenangkan.�
Isna Nur Insani // Isna (tengah bawah) tengah berpose ceria bersama anak-anak SD Negeri 5 Bakam (Dok.Internet)
Kini Semarak Inspirasi sudah berhasil mendapat dana sponsor dari Pemerintah Karanganyar dan donasi dari perorangan. Selain itu, mereka juga mencari dana sendiri dengan melakukan kegiatan dana usaha. SI berkembang dengan cukup cepat. Dalam waktu kurang dari setahun Isna berhasil menggaet banyak mahasiswa untuk bergabung menjadi relawan pengajar. Bahkan Forum Mahasiswa Mengajar Seluruh Indonesia (FMMSI) menunjuk SI untuk mengoordinasi Komunitas Mahasiswa Mengajar wilayah Jawa Tengah, di tengah usia SI yang baru beberapa bulan. Dalam pembukaan pendaftaran Inspirator Muda gelombang kedua kini, ada 280 mahasiswa yang antusias mendaftar untuk jadi pengajar, yang nantinya akan diseleksi menjadi 15 orang saja. Isna selalu memegang nilai bahwa Semarak Inspirasi ini bertujuan untuk menginspirasi masyarakat, sekaligus mendapatkan inspirasi dari masyarakat. Bukan hanya mengajari atau menggurui orang-orang di sana, namun juga saling memberikan pelajaran dengan saling berbagi. Nilai tersebut juga ia implementasikan dalam hubungan internal sesama anggota, yaitu lewat program One Day With Us dan One Day With Someone. Program itu menghadirkan seseorang untuk berbicara di depan untuk memberikan kisahnya yang menginspirasi. Dalam program tersebut, Isna percaya bahwa
setiap orang itu hebat dan setiap orang bisa menginspirasi orang lain lewat ceritanya sendiri. Isna percaya bahwa banyak mahasiswa yang membutuhkan wadah untuk merealisasikan dirinya dengan cara memberikan manfaat pada masyarakat. Namun tidak semuanya mempunyai kesempatan atau belum menemukan wadah yang tepat. Isna berharap bisa mengekspansi wilayah pengajaran SI agar bisa memperluas jangkauannya ke sekolah-sekolah lain. Dengan begitu, lebih banyak masyarakat akan mendapatkan manfaat dan lebih banyak lagi mahasiswa yang dapat berpartisipasi. Lebih jauh lagi, Isna berharap agar suatu saat SI bisa dikembangkan menjadi sebuah yayasan agar lebih diakui secara instansi. “Kebaikan itu menular, banyak orang yang ingin berbuat baik tapi tidak mau untuk memulai. Maka dari itu kita harus mengawalinya.� sebuah prinsip yang Isna terapkan dalam dirinya. Melalui SI, banyak pelajaran yang Ia dapatkan seperti kebersamaan, kejujuran, saling percaya, hingga kebermanfaatan untuk orang lain.
Reni
Acta Diurna No.29/IX/2019
9
RETORIKA
Mempertanyakan Tingginya Uang Kuliah dan Minimnya Fasilitas di FISIP
Ilustrasi: Ola, Banyu
M
asalah fasilitas kampus selalu menjadi isu yang ramai dibicarakan dan hadir hampir di setiap pergantian pimpinan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS). Topik ini dibicarakan pada forum seperti audiensi, atau bahkan dalam setiap perbincangan di meja makan kantin atau di kelas. Kritik mengenai fasilitas sudah sering disampaikan kepada pimpinan fakultas namun belum membuahkan hasil yang besar. Sepertinya, minimnya anggaran menjadi sebab fasilitas yang ada tidak kunjung diperbaiki, meskipun alasan ini tidak masuk akal melihat tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa yang semakin hari rasanya semakin menjepit. Hal ini mungkin dapat membuka pandangan kita bahwa mahalnya biaya kuliah tidak selalu berbanding lurus dengan fasilitas yang diperoleh. Singkatnya, bisa dikatakan biaya kuliah ini bagaikan pembayaran pajak di sebuah negara kecil. Rakyat membayar dengan nominal sekian untuk hasil yang nanti dimanfaatkan bersama. Sekilas, tujuan yang ada memang bertujuan baik dan patut diapresiasi. Namun ketika dilihat secara langsung faktanya tidak demikian. Setiap fakultas melakukan berbagai perbaikan untuk memantaskan diri terhadap target kampus selanjutnya, yaitu kampus berpredikat Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Tidak terkecuali FISIP juga melakukan hal demikian. Dapat kita lihat beberapa bulan kebelakang, FISIP cukup gencar melakukan pembenahan pada bangunannya, mulai dari perbaikan lobi gedung 1, pengecatan ulang gedung dan perbaikan ruang kelas pada gedung 2 dan 3. Tidak hanya itu, beberapa toilet di gedung kampus juga ikut diperbaiki.
10
Acta Diurna No.29/IX/2019
Oleh: Adika Sandra Panji P. Mahasiswa D3 Perpustakaan 2017
namun perbaikan ini masih belum menjawab permasalahan minimnya ketersediaan fasilitas yang memadai. Sebagai kampus negeri yang sedang menuju predikat World Class University (WCU) seharusnya UNS dan FISIP khususnya, mampu menjawab masalah minimnya fasilitas penunjang. Kebutuhan dari mahasiswa yang beragam dari segi fasilitas penunjang pendidikan, kegiatan beragama, budaya dan kondisi fisik perlu dilakukan penyikapan serius. Sebagai contoh keadaan mushola yang sempit, sudah sejak lama disampaikan di setiap audiensi namun tak kunjung ada penanganan serius. Sering dirasakan pula kegiatan perkuliahan di kelas menjadi tidak nyaman karena kondisi kelas yang sempit, panas dan jumlah mahasiswa perkelas yang berlebih dari kapasitas seharusnya. Selain permasalahan tersebut, dalam hal pemenuhan sarana praktik khususnya program diploma masih dikatakan kurang layak karena mahasiswa harus melakukan pencarian materi praktik ke sumber lain seperti perpustakaan pusat UNS. Hal semacam ini tentu dapat menghambat kelancaran pembelajaran mahasiswa. Sebagai universitas yang mendukung pendidikan yang inklusif UNS sudah seharusnya meningkatkan fasilitas penunjang perkuliahan bagi difabel. Fasilitas seperti toilet khusus difabel di Gedung 2 dan 3, juga perlu didukung fasilitas lain seperti jalur khusus ramah tuna netra, alat pembelajaran ramah tuna rungu dan sebagainya perlu dipertimbangkan untuk disediakan. Semua itu belum kita dapati di kampus ini secara menyeluruh. Kampus sebagai pemegang dana dari pemerintah, mahasiswa dan pihak ketiga dalam hal ini perusahaan hingga dana hibah sudah seharusnya memahami akan profesionalitas dan memberikan kenyamanan bagi seluruh warga kampus. Jangan sampai mahasiswa yang sudah membayar biaya kuliah yang sedemikian tinggi tidak mendapatkan fasilitas layak sebagai timbal balik.
RESENSI
Menerka-nerka Lewat Layar Komputer Oleh: Banyu Visandi Pangestu Judul Sutradara Tahun Rilis Durasi Tayang
F
ilm-film bertema misteri yang berhasil menggugah rasa penasaran biasanya lahir dari para penulis skenario berpengalaman. Namun tidak untuk film bertajuk Searching. Aneesh Chaganty, sutradara asal Amerika Serikat yang biasa menyutradarai sekaligus menulis naskah untuk iklan komersial Google, mencoba peruntungannya dengan menghadirkan film misteri dengan konsep kekinian. Cerita dihadapkan pada David Kim, seorang ayah yang harus menjaga putri semata wayangnya, Margot yang sikapnya tiba-tiba berubah setelah kematian ibunya. Suatu hari, Margot tidak pulang ke rumah karena mengerjakan tugas kelompok dengan temannya. David berusaha menghubungi Margot hingga pagi tak ada balasan. Akhirnya David mulai mencari melalui kontakkontak yang pernah berhubungan dengan putrinya di sosial media, hingga menggunakan akun komputer almarhum istrinya dan menguak banyak rahasia. Film ini beralur lambat, namun tak akan membuat penonton bosan meski sepanjang film hanya akan ditampilkan narasi melalui layar komputer. Layar menjadi perantara penonton untuk memahami apa yang dilakukan para pemeran. Tampaknya Chaganty ingin membuat seakan penonton ikut merasakan apa yang dialami David lewat percakapan di komputer, karena dewasa ini segala bentuk informasi bisa didapatkan hanya dengan menatap layar. Begitu pula dengan cerita David yang berputar-putar soal pencarian Margot, dengan dibantu Vick ia mendapatkan semua informasi tentang kepergian Margot. Mulai dari rekaman CCTV, lokasi terakhir hingga fakta bahwa ia tak memiliki teman karena perilakunya yang berubah semenjak ibunya wafat.
: Searching : Aneesh Chaganty : 2018 : 1 jam 42 menit
Mulai dari sini John Cho, pemeran David berhasil menunjukkan sosok ayah dari perannya, dari sosok yang biasa menghadapi masalah dengan logis hingga akhirnya peka dan mulai khawatir kalau ternyata ia tidak mengenali anaknya sendiri. Menapaki pra-klimaks, tiba-tiba terjadi konflik antara David dengan kakaknya sendiri yang akan membuat penonton akan ternganga dengan kenyataan yang terkuak sekaligus akhir pencarian Margot. Dengan menyajikan tiap adegan hanya melalui layar komputer, film ini bak Unfriended dengan bumbu thriller, alur yang maju juga membuat film ini mudah dipahami. Berhasil masuk jajaran film yang dipamerkan dalam Sundance Film Festival tahun 2018, Searching telah mendapatkan keuntungan lebih dari 75 juta dollar dengan biaya pembuatan hanya satu juta dolar. Masih banyak ruang untuk film seperti ini, walau memang pembuatan film ini membutuhkan waktu yang lama karena tiap rekaman layar yang ditampilkan sesungguhnya didesain secara manual, mulai dari situs Facebook hingga situs livestreaming fiktif YouCast. Akhir kata, Searching menjadi film yang bagus untuk dinikmati meski memiliki kekurangan dari segi cerita yang “kurang aksi� namun tidak akan membuat kamu bosan. Hanya saja saat menonton pastikan kalian jangan sampai melewatkan satu adegan pun, karena alurnya yang runtut memiliki petunjuk untuk mencari jawaban atas hilangnya Margot.
Acta Diurna No.29/IX/2019
11