Acta Diurna No.24/09/2016
Mengulik Lebih Dalam Fungsi Dema Ke Mana Larinya Dana Mawa? Ign Agung Satyawan,
Pengajar Profesional yang Terus Belajar www.lpmvisi.com
BIDIKAN UTAMA
EDITORIAL
Mengulik Lebih Dalam
Fungsi Dema Pertanyaan “Dema itu kerjanya ngapain sih?” menjadi pertanyaan yang sering dilontarkan oleh sebagian besar mahasiswa FISIP UNS. Seperti udara, mahasiswa tahu bahwa Dema ada namun tidak tahu bagaimana wujudnya. Padahal Dema sendiri punya peran yang tidak kalah penting dengan BEM. Tentu sebagai sebuah organisasi, Dema juga mempunyai fungsi dan mengemban tugas. Untuk meredam rasa penasaran akan eksistensi Dema, VISI telah mengulik lebih dalam fungsi dan tugas Dema pada Rubrik Bidikan Utama. Pada Rubrik Problematika, akan diulas yang lebih berwenang dalam hal keberlangsungan dana-dana untuk UKM, tidak lain dan tidak bukan yakni Mawa. UKM sering mengeluhkan pencairan dana yang ribet, lama, dan tidak transparan. Lantas bagaimana tanggapan pihak Mawa? Jangan lewatkan juga opini dari Devi Ratri yang menyentil keberadaan partai-partai di fakultas. Partai-partai yang ramai bermunculan ketika musim pemilihan presiden BEM serta kehidupan politik kampus. Cocok dibaca untuk mengisi waktu luangmu menunggu dosen masuk kelas.
Salam Redaksi!
Susunan Redaksi Pelindung Penanggung jawab Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Reporter Editor Ilustrasi & Tata Letak Riset
D
alam ruang lingkup negara, lembaga legislatif diduduki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tugas membuat undang-undang. Lembaga legislatif tersebut juga terdapat dalam lingkup kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), baik tingkat fakultas maupun universitas. Namun dengan nama berbeda, yakni Dewan Mahasiswa (Dema). Sayangnya, eksistensi Dema Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS tidak seramai dan se-booming eksistensi DPR itu sendiri.
Eksistensi Dema
Tidak seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UNS, eksistensi Dema FISIP UNS seperti menghilang dari pandangan mahasiswa, terutama mahasiswa FISIP. Banyak yang tidak mengetahui kinerja dan program kerja legislatif FISIP tersebut. Terlebih jika ditanya mengenai orang-orang yang berada di dalamnya. Kebanyakan mahasiswa hanya memahami bahwa Dema merupakan lembaga legislatif layaknya DPR namun dalam lingkup yang lebih kecil, “Dema diibaratkan seperti DPR di tingkat universitas dan fakultas yang mewakili aspirasi mahasiswa untuk disampaikan pada pihak kampus,” tutur Nabiela Tiarasari, mahasiswa Program Studi Sosiologi FISIP UNS 2013 saat dimintai keterangan oleh VISI (16/6). Namun saat ditanya mengenai kinerja Dema, Nabiela mengaku bahwa ia kurang mengerti dengan kinerja Dema sesungguhnya lantaran kurangnya aspirasi mahasiswa yang diserap Dema, “Padahal mereka dipilih secara langsung yang juga menggunakan dana kampus,” imbuhnya. Kurang tereksposnya kinerja Dema FISIP UNS ini juga dirasakan oleh mahasiswa FISIP UNS lainnya, salah satunya Yuli Nur Afifah. mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2015 ini juga mengaku bahwa ia hanya mengetahui Dema sebagai lem-
: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si : Dela Fahriana H : Yasinta Rahmawati : Dita Khairunnisa, Prasasti Afrisa : MB Nur Aji, Dwi Nurindah, Irma Santika, Ervyan Kusuma, Fatma Arieska, Siti Fatimah Paxia M, Mahardhika : Yasinta RahMawati, Dita Khairunnisa : Herdanang Ahmad Fauzan : Bidang Litbang
Redaksi menerima kritik dan saran serta tulisan, artikel, informasi, ataupun karikatur. Naskah atau gambar yang dikirim menjadi hak penuh redaksi. Kirim ke: Sekretariat LPM VISI Gd. 2 Lt. II FISIP UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, email: redaksi@lpmvisi.com Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pengutipan pernyataan, Redaksi LPM VISI menerima hak jawab sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 11.
2 Acta Diurna No.24/VIII/2016
ilustrasi: hafauzzan
bekerja di dalamnya pun turut mempengaruhi, “Yang ikut di Dema itu kebanyakan orang-orang yang emang benar-benar strict, yang bener-bener pengen kerja di organisasi aja. Jadi orang-orangnya kurang bisa mengeksplor publikasi atau katakanlah pencitraan,” ungkapnya saat ditemui VISI (11/08). Arief pun menambahkan, agar kinerja Dema FISIP UNS lebih “terlihat” oleh mahasiswa hal pertama yang harus dilakukan adalah memaksimalkan kinerja Dema itu sendiri. Di samping itu, hasil kerja yang telah dilakukan secara maksimal tersebut juga harus diimbangi dengan publikasi kepada mahasiswa, “Harus seimbang. Jadi, ada yang mengurusi publikasi biar lebih dikenal dengan kinerja yang lebih maksimal,” jelasnya. Selain itu, pihaknya pun mengeluhkan akan sedikitnya anggota yang aktif serta mampu dalam hal publikasi, “Kalau ide sudah banyak dan sudah bagus. Tapi masalahnya pada (anggota Dema-red) belum ahli untuk membuat konsep publikasi,” keluh Arief. Ia pun berpendapat bahwa akan lebih baik jika Dema FISIP UNS memiliki staf ahli untuk memaksimalkan kinerja mereka serta membuat publikasi yang lebih baik.
Fungsi dan Tugas
baga yang diibaratkan DPR di kampus, “Saya tahu Dema hanya pada display saat Orientasi Mahasiswa Baru (OSMARU) 2015. Mereka (Dema-red) bertugas menampung aspirasi-aspirasi mahasiswa yang nantinya dibahas menjadi output yang akan disampaikan kepada pemangku kepentingan administratif maupun non administratif di FISIP,” ungkapnya saat diwawancarai VISI (30/7). Tak jauh berbeda, Isna Nur Insani, mahasiswa Ilmu Komunikasi yang baru menjalani tahun keduanya di FISIP UNS mengungkapkan bahwa ia hanya mengenal Dema sebagai lembaga legislatif saja. Ketika VISI mencoba mengulik lebih dalam mengenai kepengurusan, kinerja, bahkan nama sang ketua saja, Isna mengaku tidak mengetahuinya. Hal ini pun kemudian menimbulkan banyak pertanyaan, ke mana saja Dema FISIP UNS selama ini? Ditanyai oleh VISI mengenai eksistensi Dema yang tak terdengar, Rika Apriyanti selaku Ketua Dema FISIP UNS pun menuturkan, “Soalnya kita (Dema-red) bukan lembaga eksekutif yang diamanahkan untuk membuat kegiatan dan berinteraksi secara langsung dengan mahasiswa,” tuturnya. Fungsi dan tugas Dema FISIP UNS lebih mengarah kepada hubungan internal. Selain itu, program kerja Dema FISIP UNS cenderung tidak melibatkan interaksi langsung dengan mahasiswa. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu alasan minimnya pengetahuan mahasiswa FISIP terhadap fungsi dan tugas Dema FISIP UNS. Tak hanya itu, Arief Rahman Hakim selaku Komisi 1 Pengawasan BEM dan Hubungan Eksternal Dema FISIP UNS pun menuturkan alasan lain di balik kurangnya eksistensi pada lembaga tersebut. Menurutnya, karakter dari orang-orang yang
Membicarakan mengenai eksistensi suatu lembaga tak lepas dari tugas dan fungsi lembaga itu sendiri. Meskipun tidak dipungkiri adanya faktor-faktor lainnya, namun dua hal tersebutlah yang menjadi faktor utama akan eksistensi suatu lembaga. Termasuk Dema FISIP UNS. Sebagai lembaga legislatif kampus, Dema FISIP UNS sendiri memiliki fungsi controlling, legislasi, dan budgeting. Controlling yang dilakukan oleh Dema FISIP adalah mengawasi komunikasi dan kegiatan BEM FISIP UNS. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh BEM FISIP akan dilaporkan oleh Presiden BEM FISIP kepada Dema FISIP. Hal ini bertujuan agar tetap sesuai dengan visi, misi, serta AD/ART Keluarga Mahasiswa (KM) FISIP UNS. Kedua fungsi Dema FISIP UNS lainnya hampir serupa dengan DPR namun dengan ruang lingkup yang lebih sempit. Keduanya yakni legislasi dan budgeter. Seperti namanya, legislasi merupakan fungsi Dema FISIP UNS sebagai pembuat undang-undang. Sedangkan budgeting sebutan untuk fungsi Dema FISIP sebagai pengatur keuangan. Untuk tugas Dema FISIP UNS sendiri dijalankan sesuai dengan komisi yang terbagi dalam empat komisi. Komisi controling dan eksternal, komisi aspirasi dan komunikasi, komisi perundang-undangan dan pemilihan umum, serta komisi budgeter. Dalam Dema FISIP UNS, komisi controling dan eksternal bertugas mengawasi BEM FISIP UNS serta hubungan dengan lembaga di luar FISIP UNS. Sedangkan komisi aspirasi dan komunikasi bertugas mengaspirasi permasalahan yang dihadapi UKM FISIP dan menjalankan media sosial Dema FISIP UNS. Untuk komisi budgeter berwewenang membantu memberikan informasi kepada UKM masalah dana dari dekanat. Sedangkan komisi perundang-undangan dan pemilu memiliki tugas sesuai dengan namanya, yakni membuat undang-undang dan melakukan persiapan pemilu. (Aji, Dwi, Irma)
Acta Diurna No.24/VIII/2016
3
PROBLEMATIKA
Ke Mana Larinya Dana Mawa?
B
zan
fauz
i: ha
ras ilust
agian kemahasiswaan dan alumni, atau yang disebut Mawa, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) acap kali menjadi topik perbincangan hangat di kalangan mahasiswa internal FISIP UNS. Sistem keuangan untuk kegiatan mahasiswa yang dikelola oleh Mawa-lah yang sering menjadi tanda tanya besar. Beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) mengeluhkan pemberian dana yang tiap tahun selalu berkurang. Sebenarnya lari ke mana saja dana yang ada di Mawa? Sistem Keuangan
Sistem keuangan yang terjadi di UNS membuat setiap fakultas mendapat jumlah dana yang beragam. Hal ini berdasarkan dari banyaknya mahasiswa di fakultas terkait. “Estimasi dana untuk masing-masing fakultas tergantung dari jumlah mahasiswa. Itu dulu, akhir-akhir ini saya kurang tahu, karena dulu waktu saya di Fakultas Teknik dana untuk kemahasiswaan lebih banyak,” papar Retnowati selaku Kepala Sub-bagian Kemahasiswaan kepada VISI, Senin (13/06). Selain itu, terdapat sistem Iuran Orangtua Mahasiswa (IOM) yang digunakan untuk menyuplai dana kegiatan UKMUKM. Namun dana tersebut ditiadakan pada tahun 2012 dan semenjak itu pula dana untuk UKM murni disuplai langsung dari pihak kampus. Sumber dana yang diperoleh dari pihak kampus ini berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran-Badan Layanan Umum (DIPA-BLU). Dana tersebut diturunkan ke masing-masing fakultas dengan membagi ke tiga bidang, yakni bidang I yang membawahi pendidikan, bidang II bagian
4 Acta Diurna No.24/VIII/2016
fasilitas, dan bidang III untuk kemahasiswaan—termasuk untuk UKM. Dana yang dialokasikan untuk bidang III sendiri adalah sebesar 60 juta rupiah. Besaran tersebut menetap selama tiga tahun terakhir ini. Kepada VISI, Retno juga mengungkapkan pihaknya menyayangkan jika dana tersebut tidak “dihabiskan” oleh UKM. Pasalnya, apabila terdapat uang yang masih tersisa di Mawa maka uang tersebut akan dikembalikan lagi kepada negara. Oleh pemerintah, sisa uang yang dikembalikan kemudian akan dicairkan kembali untuk anggaran tahun depan, akan tetapi tidak dilebihkan. Artinya, jumlahnya hampir setiap tahun selalu tetap 60 juta rupiah. Bukan 60 juta kemudian ditambah dengan sisa tahun kemarin.
Pengalokasian Dana
Dana yang sudah ditetapkan kepada bidang III kemudian dialokasikan untuk kegiatan mahasiswa. Namun dana 60 juta rupiah tidak serta merta dibagikan kepada UKM-UKM. Dana tersebut dikurangi untuk pajak dan keperluan administrasi sebesar 10% atau 6 juta rupiah serta 5 juta rupiah untuk pembi-
berapa tahun belakangan, pihaknya mengungkapkan pengurangan terjadi lantaran diberhentikannya dana IOM, untuk pajak, dan narasumber dari luar. Sedangkan mengenai detail anggaran dana tersebut, pihak Mawa FISIP UNS tidak terlalu mengerti karena semua itu adalah wewenang dari Wakil Dekan III. Selain itu, Retno pun menuturkan bahwa dana tidak serta merta untuk kegiatan mahasiswa, “Dana tidak hanya untuk kegiatan mahasiswa. Untuk UKM kan bisa cari sponsor. Jadi kita memberi dana hanya untuk stimulan saja, untuk pancingan,” tambahnya. Untuk pengajuan dana UKM, Mawa sendiri memberlakukan beberapa syarat dan ketentuan yang wajib dipatuhi oleh setiap UKM. Sebelum didanai tiap-tiap UKM wajib terlebih dahulu mengajukan proposal pendanaan masing-masing ke pihak Mawa. Jumlah dana yang dicantumkan sesuai dengan rapat koordinasi yang diadakan antara Mawa dan pihak perwakilan masing-masing UKM.
Transparansi Mawa
cara, “Dana pembicara itu nantinya bisa diperebutkan oleh UKM manapun yang mengadakan acara dengan menghadirkan pembicara dari luar. Ya, itu cepet-cepetan. Siapa cepat dia dapat,” jelas Retno saat ditanyai oleh VISI pada Senin (08/08). Hasil dari pengurangan dana tersebut, sebesar 49 juta rupiah, kemudian dibagikan kepada UKM dan digunakan untuk acara-acara mahasiswa. Dalam pembagian dana tersebut besaran dana yang diterima setiap UKM berbeda. Untuk UKM seperti LPM VISI dan CENSOR misalnya, biasanya diberikan dana sebesar 2 juta rupiah. Hal serupa yang dialami oleh organisasi Dema dan BEM. Sedangkan untuk Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) mendapat dana sebesar 3 juta rupiah. Berbeda pula dengan UKM Teater SOPO. UKM teater ini mendapatkan dana sebesar 4 hingga 4,5 juta rupiah. Perbedaan dalam pendanaan ini mempertimbangkan beberapa hal. Untuk perbedaan dana UKM organisasi dengan HMJ sendiri didasari atas banyaknya anggota yang tergabung, “Itu dulu kan pertimbangannya kalau HMJ anggotanya seluruh masing-masing jurusan masuk ke dalam HMJ. Sedangkan untuk UKM lain dan organisasi tidak semua masuk ke dalamnya,” papar Retno. Sedangkan untuk Teater SOPO sendiri, pihaknya menjelaskan bahwa dana yang diberikan tersebut melalui pertimbangan banyaknya dana yang dibutuhkan setiap pentas, seperti untuk properti, pakaian, panggung, dan sebagainya. Terkait penurunan dana yang kerap terjadi dalam be-
Secara garis besar pengalokasian dana yang terjadi di FISIP UNS belum bisa dikatakan transparan. Pembukuan yang dilakukan pihak pengelola kampus pun tidak diimbangi dengan transparansi secara rinci kepada mahasiswa selaku pengguna dana. Di sisi lain dana yang berasal dari Mawa tersebut tak luput dari pajak. Untuk besaran pajak yang dibebankan, Retno mengaku tidak mengetahui. Pihaknya hanya mengetahui bahwa pungutan pajak tersebut merupakan pajak yang ditetapkan oleh negara. Yosi selaku Menteri Keuangan BEM FISIP UNS 2016 mengeluhkan kurangnya transparansi, terutama perihal pajak yang dibebankan, “Udah cukup transparan sih, kan kalau dana-dananya tahun kemarin ditempel di mading ya, tapi mungkin yang kurang transparan itu masalah pajak-pajaknya gitu,” ujarnya pada VISI (10/07) Senada dengan Yosi, Dian selaku Bendahara Komunitas Musik FISIP (KMF) pun menyayangkan kurangnya transparansi dana di Mawa. Selain itu, pihaknya mengeluhkan akan prosedur pencairan dana UKM yang terlalu rumit. Hal tersebut membuat UKM yang bersangkutan harus rutin menghubungi Mawa agar dana yang diminta cepat tersalurkan. Keluhan lainnya juga disampaikan oleh Alifah, Bendahara Himpunan Mahasiswa Sosiologi (HIMASOS) FISIP UNS. Hal ini, dikarenakan menurutnya dana dari Mawa dianggap sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan himpunan. “Ngajuin 3,5 juta, yang di-acc waktu sosialisasi cuma 3 juta doang,” ujarnya saat ditemui VISI (01/08). Keluhan tersebut juga dilontarkan oleh Bendahara KMF. Pasalnya jatah dana UKM musik FISIP UNS ini tidak cukup untuk membeli peralatan musik bagi komunitas mereka. Sejauh ini, KMF masih menggunakan alat musik milik individu (pribadi) untuk tampil. “Dana segitu tidak cukup untuk membeli alat-alat musik untuk kepentingan komunitas,” jawab Dian mengungkapkan kekecewaannya pada VISI (03/08). Selain itu, pihaknya pun mengeluhkan akan kurangnya suplai dana untuk mengadakan event-event KMF, seperti halnya Hutan Indie. Dirinya merasa bahwa event-event tersebut sering kali dinomorduakan oleh Mawa. Tidak seperti event seminar atau yang berkaitan dengan pendidikan. (Ervyan, Fatma, Siti)
Acta Diurna No.24/VIII/2016
5
SUPLEMEN
6 Acta Diurna No.24/VIII/2016
RETORIKA
Partai Politik diOleh: Sebuah Miniatur Negara Devi Ratri Mahanani Mahasiswa Hubungan Internasional 2014
ilus
tras
i: h
afa
uzz
an
K
ampus—sebuah tempat di mana ribuan pemikiran dari para kaum yang katanya intelektual—diberi kesempatan untuk dikonstruksi dan diwujudkan menjadi pilar-pilar penyokong pembangunan negara. Berbagai hasrat dan kerinduan akan suatu pencapaian ada di tempat ini. Ya. Mereka adalah mahasiswa, golongan yang digadang-gadang akan menjadi penerus bangsa. Golongan yang disebut-sebut sebagai agen perubahan untuk masa depan negara yang lebih baik. Mereka belajar di dalam bidang-bidang yang berbeda. Tidak hanya pendidikan formal, kampus juga memberikan ruang kepada mahasiswa untuk mempelajari hal-hal di luar akademis. Kampus memiliki berbagai makna yang bisa dipandang berbeda dari konteks yang berbeda pula.
Miniatur Negara
Dalam konteks politik, dunia kampus diibaratkan sebagai sebuah miniatur negara. Jika universitas adalah nega-
ra, maka fakultas adalah bagian yang lebih kecil darinya. Masing-masing fakultas belajar tentang bagaimana tata kelola sebuah negara dijalankan. Ada mahasiswa yang berperan sebagai Presiden Mahasiswa, ada pula yang ditunjuk sebagai menteri-menteri di berbagai bidang kenegaraan. Tak lupa keberadaan partai politik kampus yang berperan sebagai wadah dari ideologi-ideologi yang berbeda dari para mahasiswa. Sistem dijalankan semirip mungkin dengan negara yang sesungguhnya. Hanya saja, mahasiswa masing-masing fakultas menjalankan aktivitas politik dengan cara yang berbeda-beda. Menurut saya, latar belakang keilmuan di masing-masing fakultas turut mempengaruhi bagaimana dinamika aktivitas politik di dalamnya. Lalu, bagaimana dengan aktivitas politik kampus di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS)? Apakah peran partai politik terasa di fakultas
Acta Diurna No.24/VIII/2016
7
yang semestinya lebih fasih dalam memahami aktivitas politik dibandingkan dengan fakultas lain ini? Hampir dua tahun saya menjadi mahasiswa FISIP di Program Studi Hubungan Internasional. Namun baru sekali saya merasakan pemilu Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP, yakni untuk periode 2016. Saat itu, pemilu dimenangkan oleh Addin Hanifa yang mencalonkan diri sebagai Presiden BEM FISIP melalui jalur independen. Presiden BEM FISIP sebelumnya, Aji Nugroho, ternyata juga mencalonkan diri melalui jalur yang sama dengan Addin. Fenomena ini kemudian menggelitik saya untuk mulai bertanya-tanya. Mengapa independen? Mengapa tidak melalui partai politik? Lalu untuk apa ada partai politik di FISIP? Jika menengok kembali ke pertanyaan awal saya mengenai mengapa dua Presiden BEM FISIP memilih maju sebagai kandidat melalui jalur independen, saya yakin kita akan sekaligus menemukan jawabannya. Menurut saya, sebagian besar mahasiswa FISIP adalah orang-orang yang masih apatis terhadap aktivitas politik di dalam fakultas, tak jarang hal ini juga saya rasakan. Saya merasa aktivitas politik kampus masih didominasi oleh mahasiswa-mahasiswa yang memang aktif di kegiatan BEM dan Dewan Mahasiswa (Dema) saja, atau oleh mereka yang memang tertarik untuk aktif sebagai partisipan. Inilah salah satu alasan mengapa eksistensi partai politik kampus juga tidak populer di FISIP, kecuali di kalangan yang saya sebutkan sebelumnya. Hal ini pula yang menurut saya menjadi alasan mengapa dua Presiden BEM FISIP memenangkan pemilu meskipun melalui jalur independen. Yakni karena “masyarakat� FISIP lebih cenderung memilih presiden melalui penilaian kepribadian dan kompetensi individunya dengan mengesampingkan dari partai mana dia berasal. Buktinya, meski tidak melalui partai, baik Aji maupun Addin bisa dipercaya menduduki kursi Presiden BEM.
Tak Ada Kejelasan
Saya berpendapat bahwa menyandang status sebagai mahasiswa politik belum tentu membuat kita mengenal betul bagaimana aktivitas politik mahasiswa di FISIP berjalan. Saya yakin ada sebagian besar mahasiswa FISIP, termasuk saya sendi-
ri, yang tidak mengetahui apa saja partai politik yang ada di FISIP. Orang-orang awam seperti kami tidak memahami bagaimana mekanisme kerja BEM, bagaimana prosedur pemilu Presiden BEM harus dijalankan, apa saja peran partai politik kampus, atau dampak apa yang akan kami terima jika kami berpartisipasi di dalam pemilu. Berjalan sambil lalu, bahkan tidak tahu bahwa ternyata ada pemilu. Jika aktivitas politik mahasiswa di fakultas bisa menjadi se-eksklusif ini, lalu siapa yang salah jika sampai ada di antara kami yang tidak mengenal apa saja partai politik di FISIP? Penjelasan di atas semakin menguatkan pendapat saya bahwa eksistensi partai kampus di FISIP masih belum menjadi perhatian masyarakat FISIP. Bahkan baru beberapa minggu yang lalu saya mengetahui nama-nama partai politik di FISIP, yakni Sniper, KITA, dan Heliped, walaupun saya pernah hampir direkrut oleh salah satu dari partai-partai tersebut. Tidak adanya kejelasan fungsi dan peran yang bisa ditunjukkan oleh partai-partai ini membuat masyarakat FISIP juga tidak memberikan respon terhadap eksistensi mereka. Bahkan sekalipun nama-nama partai itu muncul di masa menjelang pemilu, setelah pemilu itu diadakan nama-nama mereka akan menghilang dengan mudahnya. Jika pada konteks negara yang sesungguhnya partai politik berperan sebagai alat propaganda visi dan misi calon presiden dan wakilnya pada saat menjelang pemilu, di FISIP peran itu hampir tidak terasa. Tidak terasanya pendekatan-pendekatan partai kampus di dalam lingkungan FISIP menunjukkan masih adanya ke-eksklusifan yang mengakibatkan sulitnya partai-partai ini mengumpulkan dukungan dari mahasiswa-mahasiswa FISIP. Seharusnya, pendekatan-pendekatan yang lebih signifikan bisa diusahakan oleh partai-partai politik yang ada di FISIP ini. Pendekatan tidak hanya perlu dilakukan sebelum diadakannya pemilu, akan tetapi setelah diadakannya pemilu. Bukan hanya untuk menarik massa. Akan tetapi hal ini juga bisa digunakan sebagai ajang untuk membukakan wawasan mahasiswa-mahasiswa FISIP yang sebagian besar masih apatis terhadap aktivitas politik mahasiswa.
KELUARGA BESAR LPM VISI 2015-2016 MENGUCAPKAN SELAMAT ATAS DIWISUDANYA - Arfian Grenoadi, S.I.Kom (Staf Redaksi LPM VISI 2014-2015) - Lailatul Jannah, S.I.Kom (Pemimpin Usaha LPM VISI 2013-2014)
- Tiffani Helentina, S.I.Kom (Staf Usaha LPM VISI 2013-2014) - Galang Perwira, S.I.Kom (Staf Litbang LPM VISI 2013-2014)
SEMOGA SUKSES DAN TERUS BERKARYA
8 Acta Diurna No.24/VIII/2016
PROFIL
Ign. Agung Satyawan
Pengajar Profesional yang Terus Belajar
M
Dok.Pribadi
enjadi dosen tentu harus memiliki ilmu yang mumpuni dan wawasan yang luas. Seperti halnya salah satu dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) yang satu ini. Tidak hanya satu bidang saja yang dipelajarinya namun ia juga menambah ilmunya pada bidang lain. Mahasiswa FISIP UNS pastinya sudah tidak asing lagi dengan sosok Drs. Ign. Agung Satyawan, S.E., S.I.Kom., M.Si., Ph.D. Beliau merupakan salah satu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Lingkup bidang pengetahuannya tidak hanya meliputi Ilmu Komunikasi saja, tetapi juga Hubungan Internasional dan Ekonomi. Bagaikan padi yang semakin berisi semakin merunduk. Pria yang lahir di Singaraja, Bali, pada 8 Juli 59 tahun silam ini dikenal ramah, humoris, dan juga bijaksana; baik oleh rekanrekan dosen dan juga mahasiswanya. Ditemui di kantornya pada Kamis (22/06) oleh VISI, ia pun menceritakan kiprahnya di dunia pendidikan dengan latar belakang ilmu yang beragam.
Perjalanan Pendidikan
Agung, sapaan akrabnya, memulai jenjang pendidikan tingginya pada program studi Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Selepasnya, beliau lalu mengajar sebagai dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Pada saat itu, kampus FISIP tengah membutuhkan pengajar dari bidang keilmuan yang lain. Karena latar belakang keilmuannya adalah Hubungan Internasional, ia pun mengajar mata kuliah-mata kuliah yang berkaitan dengan politik—seperti Pengantar Ilmu Politik, Sistem Politik, Teori Politik, dan sebagainya.
“Saat itu, saya masih menjadi dosen muda di sini. Kemudian, saya diberi kesempatan untuk sekolah S2 lagi. Karena saya mengampu mata kuliah-mata kuliah politik, maka S2 saya mengambil Ilmu Politik di Universitas Indonesia,” tuturnya. Setelah usai menempuh magister pada bidang Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), beliau lalu kembali mengajar mata kuliah mengenai politik dan mata kuliah non-komunikasi lainnya. Salah satunya adalah Pengantar Ilmu Ekonomi. Hal tersebut menuntut dosen muda ini untuk memahami ekonomi lebih dalam. Ia pun memutuskan untuk menjadi mahasiswa kembali di Universitas Terbuka (UT) yang pada saat itu tengah membuka pendaftaran Strata-1 (S1) Ekonomi. Langkah itu diambilnya dengan pertimbangan bahwa kuliah di universitas tersebut tidak perlu meninggalkan tempat. Sehingga ia dapat leluasa kuliah dan mengajar sebagai dosen. Agung kemudian lulus dan memperoleh gelar S.E. (Sarjana Ekonomi). Beliau mengungkapkan bahwa dengan gelar yang telah diperoleh tersebut membuatnya jadi lebih percaya diri dalam mengajar pada mata kuliah-mata kuliah yang berkaitan dengan Ekonomi. Pada kala itu, begitu dirinya selesai menempuh pendidikan S1 di bidang Ilmu Ekonomi, UT juga tengah membuka pendaftaran untuk jenjang S1 Ilmu Komunikasi. Ia pun berniat untuk mendaftar pada bidang tersebut, “Kan saya juga membimbing skripsi mahasiswa-mahasiswa Ilmu Komunikasi. Kalau membimbing skripsi tersebut saya lebih baik memiliki gelar sarjana Ilmu Komunikasi juga, sehingga saya dapat membimbing mahasiswa-mahasiswa tersebut dengan lebih intens,” ujarnya.
Acta Diurna No.24/VIII/2016
9
Setelah itu, Agung yang diberi kesempatan melanjutkan ke jenjang S3 pun mengambilnya pada bidang Hubungan Internasional. “Saya lalu diberi kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang S3. Pada saat itu FISIP hendak membuka Program Studi Hubungan Internasional, jadi saya mendaftar supaya ketika program studi ini berdiri sudah ada dosen untuk prodi tersebut,” jelasnya.
Motivasi
Alasannya memiliki latar belakang berbagai keilmuan adalah karena mahasiswa membutuhkan bimbingan yang lebih intens mengenai bidang-bidang ilmu tersebut. Beliau menambahkan, “Karena profesi saya yang sebagai pendidik, paling tidak saya harus memberikan ilmu yang bermanfaat bagi mahasiswa saya. Untuk itu saya harus selalu update dalam bidang-bidang keilmuan yang telah saya kuasai dengan belajar terus menerus.” Beliau juga menceritakan kunci suksesnya memiliki banyak ilmu dan membagi waktu antara belajar dan mengajar sebagai dosen, yaitu dengan ketekunan dan kegigihan. “Target yang membuat adalah kita sendiri. Tergantung kepada confidence, kegigihan, dan daya tahan dari mahasiswa yang bersangkutan,” ujarnya.
10 Acta Diurna No.24/VIII/2016
Ia pun menambahkan bahwa perpustakaan di UNS dan suasana akademik yang mendukung turut berperan mendorongnya untuk belajar. Terlebih mahasiswa yang memberinya spirit dalam belajar, “Kita belajar bersama”. Tak hanya itu, beliau turut membagikan kiat-kiat supaya berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negeri, hal yang telah ia lakukan untuk studi doktoralnya pada bidang Hubungan Internasional di Malaysia. Menurutnya, hal terpenting untuk meraih beasiswa adalah portofolio. Portofolio tersebut berisikan kegiatan maupun hal-hal yang sudah dihasilkan mahasiswa selama kuliah— seperti menulis jurnal, mengikuti kegiatan atau seminar— tentunya disertai dengan bukti. Satu lagi yang tak kalah penting adalah pemahaman bahasa asing. “Di dalam negeri sendiri pun, bahasa Inggris sangatlah penting. Jadi seharusnya menjadi perhatian utama untuk bisa meningkatkan skor bahasa Inggris karena mutlak diperlukan baik untuk beasiswa luar negeri maupun dalam negeri,” pungkasnya. (Paxia, Dhika)
RESENSI
Kiat Unik Bob Sadino Oleh: Pipin Apriliani
Judul Penulis Bahasa Penerbit Tahun Terbit Cetakan Tebal Buku Dimensi ISBN
M
“
au berhasil? Carilah kegagalan sebanyak-banyaknya.” Kalimat tersebut merupakan kutipan dari Bob Sadino tentang mencari rugi dalam berbisnis. Ada pula pesan “goblok”-nya. Ingin sukses berbisnis jangan pakai tujuan, rencana, maupun harapan. Mengalir saja, jalani apa adanya. Dan juga tak perlu sekolah. Mengapa dibilang goblok? Karena tak pernah ada pelajaran pintar sekolah ilmu manajemen universitas manapun yang mengajarkan demikian. Hanya Bob Sadino satu-satunya orang yang mengajarkan cara tak lazim ini. Kesimpulan yang dapat ditangkap adalah kalau mau sukses tidak perlu banyak berpikir yang ujung-ujungnya hanya membuat takut dan mundur, just do it. Buku yang ditulis oleh Dodi Mawardi ini juga mengajarkan bahwa menjadi seorang entrepreneur janganlah takut gagal. Seperti halnya perjalanan karir Om Bob, sapaan Bob Sadino yang tidak mulus. Tapi beliau terus bangkit dan tidak pernah menyerah. Hal tersebut yang selalu Om Bob tegaskan kepada calon entrepreneur karena beliau yakin bahwa “kesuksesan berada di puncak segunung kegagalan”. Kegagalan terbesar yang dialami oleh Om Bob bermula saat mobil mewah yang ia jadikan sewaan mengalami tabrakan yang cukup parah. Om Bob pun mengalami tekanan yang sangat hebat ditambah situasi keuangannya mulai terganggu. Untungnya ia memiliki teman yang tahu cara memproduksi telur ayam negeri. Hingga akhirnya Om Bob diajarkan cara memproduksi ayam negeri dan mulai melakukan penjualan dengan menawarkan door to door di daerah tempat tinggalnya. Karena budaya makan telur ayam negeri belum familiar di kalangan warga pribumi, Om Bob menjualnya pada kalangan ekspatriat asing.
: Belajar Goblok dari Bob Sadino : Dodi Mawardi : Indonesia : Kintamani Publishing : 2010 : 25 Oktober 2010 : xxix + 150 halaman : 15x24 cm : 9789799646360
Tak hanya itu, ia pun mengakalinya dengan memberikan bunga anggrek yang dianggap sebagai hadiah yang sangat mahal bagi ekspatriat asing karena sulit untuk didapati. Sedangkan bagi Om Bob sendiri, bunga anggrek tersebut sangat mudah didapatkan. Karena itulah telur yang dijualnya menjadi sangat terkenal. Selain itu dalam buku ini diungkapkan pula rahasia-rahasia dari perilaku unik Bob Sadino. Seperti alasan mengapa sering memakai celana pendek di setiap acara dan doa “semoga saya masuk neraka” yang selalu beliau panjatkan kepada Tuhan. Salah satu alasan yang mendukung buku ini cocok diberi judul Belajar Goblok dari Bob Sadino. Terdapat pula filosofi dari “Belajar Goblok” yang bahwasanya inti dari sebuah pembelajaran adalah mengosongkan pikiran agar kita bisa belajar banyak darinya. Buku yang menarik terlebih dengan dihadirkannya potret momen-momen terbaik Bob Sadino oleh fotografer profesional. Namun sayangnya, terdapat pemilihan bahasa yang kurang baku sehingga membuat pembaca kesulitan dalam memahami maksud penulis. Ditemui pula kata-kata yang terkesan frontal dan mendiskriminasi pihak tertentu seperti kata “sampah” dan “goblok” yang ditujukan untuk kaum berpendidikan. Terlepas dari kekurangannya, buku ini sangat cocok dibaca semua kalangan, terutama yang ingin menjadi seorang entrepreneur. Om Bob telah mengakui bahwa untuk menjadi entrepreneur tidaklah sulit, tidak perlu pendidikan, ataupun bakat khusus. Yang penting mau bekerja dan mau belajar, serta mengetahui kiat-kiat rahasianya.
Acta Diurna No.24/VIII/2016
11
Baca di mana Kapan Lewat perangkat apa
SAJA
www.lpmvisi.com
SAMPAI A3
FULL