Acta Diurna No.25/I/2017
Bidikan Utama
UNSecret, Kala Pesan Anonim Menjadi Tren Problematika
Masihkah FISIP Kekurangan Dosen? Profil
Belajar Memperluas Wawasan dari Loper Koran www.lpmvisi.com
BIDIKAN UTAMA
EDITORIAL Dalam beberapa edisi terakhir, kami sering mendekati pembaca dengan cara-cara klise. Di tengah beratnya beban kuliah, kami justru menimpali mereka dengan hal-hal yang makin membebani pikiran. Penyajian isuisu berat mulai dari permasalahan keuangan kampus hingga isu ormawa yang kelewat politis adalah contoh dari keteledoran kami dalam hal memperlakukan pembaca. Pada buletin kali ini, kami memilih tema yang lebih ringan sekaligus tanpa mengurangi kedekatan dengan pembaca. Bidikan Utama Acta Diurna 25 akan mengajak pembaca menapaki kegandrungan mereka terhadap salah satu akun penyampai pesan anonim yang sedang populer, UNSecret. Kemudian di rubrik Problematika, kami berusaha menjembatani mahasiswa dengan dosen terkait isu kurangnya ketersediaan tenaga pengajar di FISIP UNS. Tak bijak pula rasanya jika pembaca melewatkan tulisan opini Mukhsin yang cukup menggelitik di rubrik Retorika. Pada akhirnya, kami berharap terbitanterbitan VISI dapat menjadi pelarian mahasiswa FISIP ketika ingin rehat sejenak dari hiruk pikuk kesibukan kuliah masing-masing. VISI adalah anak kucing yang akan selalu menghibur. Dan sebagaimana mestinya, anak kucing tak perlu belajar menggonggong. Salam Redaksi!
Susunan Redaksi Pelindung Penanggung Jawab Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Reporter Editor Ilustrasi & Tata Letak Riset
UNSecret, Kala Pesan Anonim Menjadi Tren Abdiel Nugroho Adi lupa tepatnya kapan, tetapi mahasiswa program studi Hubungan Internasional 2014 itu ingat betul mengapa ia mengetikkan sederet kalimat di layar gawainya. Berbekal keberanian dan rasa yakin, ia lantas mengirim pesan ke sebuah akun LINE yang belakangan menarik simpati mahasiswa-mahasiswi Kentingan, UNSecret namanya.
S
etelah mengecek bahwa pesannya ke akun UNSecret telah terkirim, Abdiel mengaku ia sangat berharap pesan anonimnya bisa ditayangkan oleh administrator akun bersangkutan. “Waktu itu aku pengen nyari mahasiswa UNS yang punya minat di grup idola yang sama, makanya aku ngirim draf pesan ke UNSecret,” kisah Abdiel kepada VISI di sela-sela rehat kuliah hari Senin (28/11/2016) yang padat. Harapannya tidak sia-sia, draf pesan yang telah ia kirim saat itu kemudian dipos oleh sang administrator. Satu hal yang menarik, pesannya bahkan memperoleh respon dari mahasiswa lain. “Ada yang ngerespon, sih, walaupun cuma satu orang. Mungkin karena waktu itu aku ngirim pas akun UNSecret masih baru, adders-nya masih ratusan orang kalau nggak salah,” tambah Abdiel. Ia kemudian menunjukkan kepada VISI draf pesan yang masih ia simpan. Abdiel melanjutkan bahwa aksi mengirim pesan itu bukanlah kali terakhir. Setelahnya ia pernah mengirim pesan kembali, kali ini dengan konten yang lucu. Sayangnya, pesan tersebut tidak dipos oleh administrator. “Aku nggak marah pesanku nggak diposting, aku ngerti adminnya kan sibuk. Aku juga paham mungkin pesanku terlalu mainstream,” jelas Abdiel kemudian. Fenomena berkirim pesan secara anonim melaui LINE ini juga
: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si : Iim Fathimah Timorria : Herdanang Ahmad Fauzan : Paxia Meiz Lorentz, Maran Ayu Nilawati : Dita Khairunnisa, Eko Hari Setyaji, Fourresta Pulung Prasiwi, Iim Fathimah Timorria, Kinanthi Sri Hapsari : Herdanang Ahmad Fauzan, Paxia Meiz Lorentz, Maran Ayu Nilawati : Hernowo Prasojo, M. B. Nur Aji Amanu Prasetyo : Bidang Litbang
Redaksi menerima kritik dan saran serta tulisan, artikel, informasi, ataupun karikatur. Naskah atau gambar yang dikirim menjadi hak penuh redaksi. Kirim ke: Sekretariat LPM VISI Gd. 2 Lt. II FISIP UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, email: redaksi@lpmvisi.com Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pengutipan pernyataan, Redaksi LPM VISI menerima hak jawab sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 11.
2
Acta Diurna No.25/I/2017
ilustrasi : Nowo
dirasakan Rizky Kuswiyanti, mahasiswi Ilmu Komunikasi 2014. Ia bercerita kepada VISI perihal pengalamannya mengirim pesan ke UNSecret, “Pernah ngirim pesan ke situ dua kali dan dipos, isinya lebih ke sindiran buat orang-orang yang nggak dikenal gitu,” cerita mahasiswi yang biasa disapa Rizky itu. Saat VISI menanyai awal mula Rizky mengetahui eksistensi UNSecret, ia mengaku tahu dari postingan yang dibagikan teman-temannya di linimasa LINE. Konten postingan yang lucu dan menarik dari UNSecret mendorongnya untuk menambahkan akun tersebut dalam daftar pertemanan. Fenomena UNSecret tentu tidak terlepas dari peran orangorang yang mengoperasikan akun ini. Mereka adalah para administrator yang juga merupakan mahasiswa UNS. VISI kemudian memperoleh kesempatan untuk mewawancarai salah satu administrator UNSecret. Wawancara dilakukan dalam sesi tanya jawab yang berlangsung sejak 24 November hingga 5 Desember 2016 lewat aplikasi LINE. Demi kerahasiaan identitas yang harus dijaga, pihak UNSecret pun menegaskan kepada VISI bahwa mereka tetap akan merahasiakan identitas mereka. Laras, bukan nama sebenarnya, menjawab sejumlah pertanyaan VISI, ia menceritakan bagaimana UNSecret bisa terbentuk. Ide membuat akun tempat berkirim pesan anonim ini berawal ketika Laras bersama sejumlah temannya menikmati santapan di warung bubur kacang ijo (burjo) yang terletak di belakang kampus. Warung burjo yang juga didatangi mahasiswa dari berbagai fakultas itu lantas membuat salah satu teman Laras— sebut saja Gito—mendaratkan perhatiannya kepada mahasiswi dengan wajah ayu yang membuatnya bertanya, “Gimana ya, caranya biar bisa kenal sama mbak itu?” Pertanyaan retoris tersebut kemudian dibalas dengan celetukan Laras yang berandai-andai jika UNS memiliki official account LINE seperti Draft SMS. Jika UNS punya wadah berkirim pesan seperti itu, bukanlah hal yang mustahil bagi Gito untuk menyampaikan kekagumannya kepada mahasiswi ayu tadi. “Dari: aku yang mengagumimu, Untuk: mbak-mbak berbaju merah di burjo xxx siang tadi, Pesan: senyummu meningkatkan nafsu makanku, mbak.” Kira-kira demikian pesan yang mungkin bisa dikirimkan Gito untuk mahasiswi yang tak sempat ia ajak berkenalan.
Celetukkan Laras saat itu ternyata disambut positif oleh teman-temannya. Malam itu juga, salah satu di antara teman Laras menghubunginya dan mengajak untuk membuat akun serupa Draft SMS. Ialah yang mengusulkan nama UNSecret untuk akun tersebut. “Jadi temenku yang cowok itu, yang sekarang jadi Admin 1, ngajak aku buat handle akun UNSecret ini. Bisa dibilang dia sama aku adalah founder dari UNSecret,” papar Laras di salah satu pesan suara yang ia kirim ke VISI. Tren Draft SMS versi kampus ini juga telah mewabah di universitas-universitas lain. Sebut saja Universitas Padjadjaran dengan Pesan Anak Unpad, Universitas Gadjah Mada dengan Draft SMS UGM dan ada pula PesanBocahUndip milik Universitas Diponegoro. Lantas apa yang membedakan UNSecret dengan akun-akun draf pesan kampus lainnya? Pertanyaan ini dijawab Laras dengan ringan. Para administrator UNSecret cenderung lebih selektif dalam memilih pesan yang akan dipos di beranda UNSecret. Semua pesan yang masuk pun tidak serta-merta akan dipos. “Kita belajar dari akun-akun sejenis yang kadang ngepos draf pesan yang kontennya kurang jelas,” terangnya. Laras juga menjelaskan bahwa kriteria yang biasanya akan dipos oleh UNSecret adalah pesan dengan konten yang bukan hanya lucu dan menghibur, namun juga pesanpesan yang informatif. Hal yang membedakan UNSecret dengan akun draf pesan lainnya adalah adanya administrator yang membagikan tautan video musik sebagai rekomendasi bagi adders, mengirimkan postingan meme, atau sekedar menyebarkan berita kehilangan barang. Terkait aktivitas yang terakhir, Laras menambahkan, “Kita juga pengen bisa bantu mahasiswa yang mengalami kehilangan barang. Nggak jarang soalnya barang-barang yang hilang tersebut ditemukan oleh sesama adders,” akunya. Atensi terhadap kehadiran UNSecret bisa dikatakan sangat tinggi. Lewat pantuan VISI, hingga awal Desember 2016 jumlah adders UNSecret telah mencapai angka 13 ribu orang lebih. Jumlah ini cukup fantastis mengingat UNSecret sendiri baru muncul di akhir Agustus 2016 lalu. “Sekarang pesan-pesan yang masuk merata dari berbagai fakultas di UNS. Kalau awal-awal muncul dulu yang sering ngeramein anak-anak dari FISIP, FEB, FH. Pokoknya fakultas sosial gitu,” kenang Laras kala VISI menanyakan pencapaian jumlah adders yang telah menembus angka belasan ribu. Jumlah adders yang terus berkembang pesat ini di sisi lain juga mendatangkan peluang bisnis bagi UNSecret. Seiring berjalannya waktu, para administrator kerap ditanyai perihal layanan jasa paid promote atau iklan. Laras mengatakan bahwa semenjak adders UNSecret masih berada di angka dua ribuan, permintaan tersebut telah berdatangan. Namun karena para administrator khawatir tidak bisa memberikan feedback sepadan kepada pengiklan, layanan tersebut baru dibuka ketika adders UNSecret telah mencapai angka enam ribuan. Kehadiran UNSecret di tengah-tengah rutinitas perkuliahan yang melelahkan memang bak angin segar. Pesan yang disampaikan secara anonim memang membuat penasaran. Pesan dari siapa ini? Kira-kira untuk siapa ya? Dan sederet tanya lainnya akan terbersit seiring tawa yang pecah ketika pesan berisi humor terbaca. (Iim, Pulung)
Acta Diurna No.25/I/2017
3
PROBLEMATIKA
Masihkah FISIP Kekurangan Dosen?
? Selain ketersediaan fasilitas kampus, dosen merupakan salah satu elemen penting dalam sebuah perguruan tinggi. Kedudukan dosen dalam perguruan tinggi tak ubahnya seperti kedudukan seorang guru di sekolah. Pemerintah pun sejak awal sudah menerbitkan peraturan terkait dosen dan kompetensinya di perguruan tinggi, baik melalui Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), hingga teknisnya melalui Peraturan Menteri (Permen) dan Surat Keputusan (SK) di masing-masing institusi perguruan tinggi. Salah satu aturan tersebut adalah Permen Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti) Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi. Melalui Permen ini diatur kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik minimum yang harus dimiliki masing-masing individu sebelum menjadi dosen. ilustrasi : Nowo
4
Acta Diurna No.25/I/2017
U
niversitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta sebagai salah satu universitas di bawah naungan Kemenristek Dikti, saat ini memiliki 1.456 tenaga pendidik aktif. Angka tersebut mencakup 390 tenaga pendidik lulusan S3, 31 berpendidikan spesialis, 995 berpendidikan S2, 13 berpendidikan dokter, dan 27 berpendidikan S1. Sedangkan di FISIP UNS, menurut data yang diperoleh VISI dari Sub Bagian Akademik FISIP UNS terdapat 89 dosen aktif, di mana 27 di antaranya merupakan dosen Program Studi (Prodi) Ilmu Administrasi Negara (AN), 35 merupakan dosen Prodi Ilmu Komunikasi (Ilkom), 20 dosen Prodi Sosiologi, dan 7 sisanya merupakan dosen Prodi Hubungan Internasional (HI). FISIP UNS sendiri memiliki jumlah total 3.318 mahasiswa dari berbagai Prodi. Nur Azizah Rahmawati, salah seorang mahasiswa FISIP UNS mengatakan bahwa di prodinya ia merasa kekurangan dosen, baik secara kuantitas maupun kualitas, “Secara kualitas masih ada dosen yang memakai cara old style buat ngajar, sementara secara kuantitas banyak dosen yang ngajar beberapa makul yang berbeda dan dampaknya bikin dosennya keteteran,” tutur mahasiswa Ilkom 2014 tersebut kepada VISI, Sabtu (17/12/2016). Hal senada juga diungkapkan Rahma Imanina Hasfi. Mahasiswi yang juga berasal dari Prodi Ilkom tersebut membenarkan bahwa terkadang ada dosen yang terlampau sibuk sehingga sering malalaikan tugas mengajarnya. Namun, gadis yang sering disapa Babe ini juga mengapresiasi beberapa dosen di prodinya, “Sebagian dosennya asyik sih, karena aku diajar yo mudeng dan beberapa dosen bersikap ramah ke mahasiswa,” ujar Rahma ketika diwawancarai VISI pada Minggu (18/12/2016). Permasalahan dosen yang sibuk dan mengajar dengan cara yang kurang efektif ini sebenarnya telah pemerintah cegah dengan menerbitkan surat edaran Kemenristek Dikti Nomor 101/E2.3/T/2015. Demi menunjang pembinaan PTN yang sehat, terdapat rasio jumlah dosen dengan mahasiswa yang harus dipenuhi. Rasio tersebut meliputi 1:30 untuk untuk jurusan sains dan teknologi serta 1:45 untuk bidang sosial dan humanoria. VISI kemudian mengkonfirmasi implementasi aturan ini kepada Sri Hastjarjo, Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilkom FISIP UNS. Ia mengungkapkan secara kuantitas jumlah dosen di Prodi Ilkom mencukupi untuk mengikuti standar rasio perbandingan jumlah dosen dan mahasiswa yang ditentukan kementerian, namun secara kualitas masih mengalami kekurangan. Kaprodi yang kerap disapa Has tersebut memberi contoh seperti tidak semua dosen di Prodi Ilkom mampu mengampu mata kuliah spesialisasi. “Misalnya mata kuliah spesialisasi Jurnalistik, dosennya ada empat, itu kan sifatnya wajib, jika dibagi secara rasio itu akan sangat berlebih dan kesannya memang kekurangan dosen,” ujarnya kepada VISI, Jumat (2/12/2016). Hal sebaliknya terjadi di Prodi AN. Kaprodi AN, Kristina Setyowati menuturkan jumlah dosen di prodinya sudah cukup. Dihitung secara sederhana rasio antara jumlah dosen AN dengan mahasiswa adalah 1:17,5 sehingga memenuhi ketentuan Kemenristek Dikti. Namun, jumlah dosen yang mencukupi bukan
berarti tak menimbulkan permasalahan baru. Menurut Kristina, kondisi saat ini justru menimbulkan masalah baru terkait remunerasi dosen. “Jumlah mata kuliahnya tidak bisa dibagi agar setiap dosen menerima batas remun, terkadang malah kurang. Jadi saya agak pusing buat ngebaginya,” imbuh Kristina kepada VISI, Rabu (14/12/2016). Untuk mendapatkan remunerasi sendiri, dosen harus memiliki setidaknya 12 SKS—Sembilan SKS pendidikan dan pengajaran, tiga SKS penelitian dan pengabdian masyarakat—dalam satu semester. Padahal, berdasarkan penuturan Kristina, terdapat beberapa dosen AN yang mendapatkan jatah kurang dari ketentuan tersebut. Program Studi Sosiologi dan HI yang merupakan dua Prodi termuda di FISIP UNS pun sejauh ini memiliki rasio dosen dan mahasiswa yang memenuhi standar Kemenristek Dikti. Prodi Sosiologi memiliki 20 dosen dengan jumlah mahasiswa aktif 369 mahasiswa. Jumlah perbandingan rasio antara dosen dan mahasiswa di prodi ini 1:18,45. Sementara itu, prodi HI yang berdiri sejak tahun 2012 dan hanya memiliki tujuh dosen acap kali dianggap mengalami kekurangan dosen. Hal tersebut disanggah oleh Lukman Fahmi, salah satu tenaga pengajar prodi HI saat ditanyai VISI pada Jumat (16/12/2016). Lukman mengungkapkan bahwa untuk saat ini HI memiliki jumlah dosen yang mencukupi. Namun untuk jangka waktu dua hingga tiga tahun ke depan, menurut Lukman sangat diperlukan tambahan tenaga pengajar untuk memenuhi standar. Untuk saat ini sendiri, rasio dosen dan mahasiswa di prodi HI masih di bawah 1:45 dengan rata-rata lima hingga tujuh mata kuliah yang diampu setiap dosen. Beragam upaya dilakukan masing-masing Prodi dalam meningkatkan kualitas pengajar masing-masing. Prodi Ilkom misal, yang pada tahun 2016 mengajukan permintaan dua dosen tambahan untuk mengajar di bidang media seperti Jurnalistik dan Video. Pengajuan tersebut kemudian disampaikan ke tingkat universitas melalui Wakil Dekan Bidang II. “Setelah diajukan ke pusat ternyata hanya disetujui satu dosen dan satunya harus melalui proses seleksi. Apesnya tidak lolos seleksi,” imbuh Sri Hastjarjo. Nasib yang dialami Prodi Ilkom, sedikit berbeda dengan Prodi lain. Prodi HI misalnya, yang permintaannya disetujui dan mendapatkan tenaga dosen pengajar baru tahun ini. Tak hanya itu, untuk Mata Kuliah Umum (MKU) Prodi HI dan Ilkom meminta dosen dari prodi lain bahkan dari fakultas lain untuk mengajar di tempatnya. Anomali justru terjadi di Prodi AN. Kendati tidak mengajukan tambahan dosen, Prodi tertua di FISIP UNS ini malah mendapat tambahan dosen. Mahasiswa FISIP boleh saja berpersepsi jika Prodinya mengalami kekurangan dosen, meskipun tidak secara langsung mempengaruhi kualitas belajar mereka. Masingmasing program studi nyatanya saat ini tidak mengalami kekurangan dosen secara kuantitas, mungkin secara kualitas? (Eko, Kinan)
Acta Diurna No.25/I/2017
5
SUPLEMEN
Perbandingan Jumlah Dosen Dan Mahasiswa FISIP UNS Tahun 2016-2017
6
Acta Diurna No.25/I/2017
RETORIKA
Di Mana Universitas Sebelas Maret? Oleh: Mukhsin
ilu
st
ra
si
:
Ek
o
Mahasiswa Hubungan Masyarakat 2014
S
aya sering mengikuti kegiatan-kegiatan di luar kampus dan saat itu pula menemui orang-orang yang belum tahu bahwa UNS adalah Universitas Sebelas Maret. Hampir semuanya menyebut UNS adalah Universitas Negeri Solo, termasuk mayoritas mahasiswa di kampus-kampus lain. Apalagi orang-orang di kampung halaman. Setiap kali menyebutkan nama UNS, saya harus menjelaskan sejarah dan latar belakang mengapa Universitas Sebelas Maret tidak disingkat menjadi USM, atau mengapa UNS bukan merupakan kepanjangan dari Universitas Negeri Solo. Branding UNS sebagai Universitas Sebelas Maret nyatanya belum tercapai secara optimal. Berkuliah di kampus dengan branding yang belum kuat ternyata memberikan banyak hal positif. Saya sendiri merasa lebih diuntungkan karena hal tersebut. Misalnya ketika sedang ada kegiatan yang melibatkan mahasiswa dari kampus-kampus lain. Saya sering merasa menjadi pusat perhatian. Selain karena
almamaternya yang sedikit berbeda dan dengan warna khasnya, orang-orang juga tertarik bertanya mengenai UNS yang sejatinya bukan singkatan dari Universitas Negeri Solo. Bagi yang belum tahu UNS, mereka akan mengira bahwa itu adalah Universitas Negeri Solo. Sedangkan yang sudah tahu, mereka akan bertanya mengapa Universitas Sebelas Maret tidak disingkat menjadi USM. Saya pun harus menjelaskan dan sedikit meluruskan. Tentunya hal ini menjadi poin lebih untuk menunjukkan eksistensi diri agar kehadiran saya dapat diterima dan dikenal oleh mereka. Dengan kata lain, saya seolah-olah menjadi brand ambassador Universitas Sebelas Maret dan membuat publik eksternal mengerti dan memahami tentang UNS. Sehingga di dalam kegiatan tersebut, orang-orang jadi tahu siapa saya dan di mana kampus saya. Hal positif lainnya yang saya rasakan adalah memudahkan saya mencari bahan obrolan. Jika bertemu dengan orang baru
Acta Diurna No.25/I/2017
7
yang belum kita kenal siapa mereka, mencari topik-topik pembicaraan akan cukup sulit, kecuali berhubungan dengan latar belakang kampusnya. Yang biasa terjadi adalah menanyakan jurusannya, semester berapa, dan kegiatan-kegiatan kampus yang diikuti. Untungnya, berkuliah di kampus dengan branding yang masih disalahpersepsikan masyarakat, mempermudah saya mencari obrolan baru. Orang-orang tertarik membahas mengapa UNS bukan Universitas Negeri Solo. Jadi, hal ini membuat obrolan menjadi lebih panjang dan membuat hubungan dengan orang baru menjadi lebih cair. Meskipun begitu, menjadi mahasiswa UNS juga menjadi dilema tersendiri. Saya harus tahu dan belajar mengapa UNS bukan Universitas Negeri Solo sehingga apa yang saya sampaikan tidak salah. Pernah pula seseorang menyebutkan kalau UNS adalah kampusnya Pak Soeharto (karena menurutnya berkaitan dengan Supersemar). Padahal saya sendiri pun tidak tahu apakah ada hubungannya dengan Supersemar atau tidak. Satu hal yang paling sering dilakukan orang saat ada kegiatan di luar adalah penulisan nama kampus yang selalu salah. Mereka selalu menulis Universitas Negeri Solo atau Universitas Negeri Surakarta dan tugas saya membenarkannya. Berbeda dengan kampus lain yang sudah mempunyai branding kuat, misalnya IPB, UI, UGM, ITB, Unpad, dan sebagainya, mahasiswa-mahasiswa kampus tersebut tidak harus bersusah payah menjelaskan nama kampus mereka. Ketika bertemu orang baru dan mengenalkan kampusnya, orang tersebut dengan sendirinya paham kampus yang dimaksud. Dengan kata lain, branding dan nama kampus-kampus tersebut sudah diterima oleh masyarakat luas. Nama UNS sendiri sebenarnya sudah diperhitungkan di kancah nasional, baik melalui akreditasi kampus maupun prestasinya. Masyarakat sudah banyak yang mengenal UNS. Artinya, branding UNS sudah cukup kuat di mata publik, namun branding UNS sebagai Universitas Sebelas Maret belum banyak diketahui publik luas. Tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang
menyebut UNS sebagai Universitas Negeri Solo. Bahkan, masih sangat jarang orang tahu nama kampus Universita Sebelas Maret. Itulah tugas besar civitas akademika UNS untuk memperkenalkannya kepada masyarakat umum sehingga informasi branding UNS sebagai Universitas Sebelas Maret diketahui publik. Menurut pandangan pribadi saya, kinerja pihak-pihak terkait UNS sendiri belum begitu terlihat mengampanyekan atau menyosialisasikan berkenaan dengan branding UNS. Sejauh ini yang dilakukan adalah menambahkan nama UNS di setiap belakang nama Universitas Sebelas Maret sehingga menjadi “Universitas Sebelas Maret (UNS)” di berbagai berita cetak, artikel, maupun kegiatan-kegiatan yang bersifat akademik. Hal tersebut merupakan salah satu upaya UNS untuk memperkenalkan UNS sebagai Universitas Sebelas Maret. Penulisan atau pembetulan nama menjadi “Universitas Sebelas Maret (UNS)” saja tidaklah cukup. Masyarakat bisa saja menganggap hal tersebut adalah suatu ambiguitas dan akan menimbulkan pertanyaan. Sehingga, akan sulit mengarahkan masyarakat luas untuk menyamakan persepsi tentang branding UNS. Untuk itu, dimulai dari pihak-pihak internal terlebih dahulu, yaitu seluruh dosen, karyawan, dan mahasiswa yang harus diberikan pengetahuan tentang mengapa Universitas Sebelas Maret disingkat menjadi UNS. Tidak menutup kemungkinan dosen atau mahasiswa belum mengetahui tentang jati diri UNS itu sendiri. Sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi. Selain itu, perlu adanya peningkatan kepercayaan diri mahasiswa dan rasa bangga terhadap kampusnya. Selama ini mahasiswa UNS yang seharusnya menjadi brand ambassador UNS dikenal kurang mempunyai rasa bangga terhadap almamater kampus. Hal yang tak kalah penting adalah menggencarkan promosi atau informasi melalui internet dan media sosial, bisa melalui foto-foto, video, atau artikel yang menarik sehingga dapat dilihat oleh banyak orang.
KELUARGA BESAR LPM VISI 2017-2018 MENGUCAPKAN SELAMAT ATAS DIWISUDANYA - Chairunnisa Widya Priastuty, S.I.Kom (Pemimpin Umum LPM VISI 2014-2015) - Eva Menageti, S.I.Kom (Pemimpin Usaha LPM VISI 2013-2014)
- Ikrar Sari Dewi, S.I.Kom (Staf Litbang LPM VISI 2013-2014)
SEMOGA SUKSES DAN TERUS BERKARYA
8
Acta Diurna No.25/I/2017
PROFIL
Belajar Memperluas Wawasan dari Loper Koran Loper koran merupakan salah satu profesi yang kerap dianggap kecil dan remeh oleh sebagian besar orang. Pekerjaannya hanyalah menawarkan atau mengantar koran-koran kepada para pelanggan. Namun siapa sangka, melalui pekerjaan kecil ini, pengetahuan dan wawasan sang loper koran bisa bertambah. Pekerjaan ini bahkan bisa menjadikan diri mereka sejajar dengan orang-orang berlatar pendidikan tinggi.
J
aya Simare-mare namanya. Ia adalah seorang loper koran yang setiap harinya berjualan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS). Tak hanya di FISIP, Fakultas Hukum (FH), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pun menjadi tempatnya menawarkan koran. Sasarannya adalah mahasiswa di keempat fakultas tersebut. Di kalangan mahasiswa, Bang Jay—sapaannya—dikenal dengan gaya berjualan yang unik. Selain menawarkan korannya dengan menjabarkan isu yang sedang hangat dan suaranya yang khas, ia juga kerap kali memberikan pertanyaan kepada mahasiswa. Jika ada mahasiswa yang dapat menjawab dengan benar, maka mahasiswa tersebut akan mendapatkan satu eksemplar koran gratis. Pertanyaan yang diberikan pun biasanya seputar pengetahuan umum, terutama berkaitan topik yang sedang menjadi perbincangan hangat baik lingkup nasional maupun internasional.
Lebih Berwawasan
Apa yang dilakukan Bang Jay rupanya membuat kagum para mahasiswa. Hal ini ditunjukkan oleh pengakuan beberapa mahasiswa yang menganggap bahwa Bang Jay justru lebih berwawasan daripada diri mereka sendiri. Seperti yang diungkapkan Sintia Nur Hanifah, mahasiswi Ilmu Komunikasi 2014, “Bapaknya itu keren. Meskipun pekerjaannya bisa dibilang sepele, menurutku bapaknya tidak sesepele itu. Mungkin malah lebih berwawasan daripada mahasiswanya,” celetuknya.
Ketika VISI menemuinya pada Kamis (8/12/2016), Bang Jay mengungkapkan caranya agar dapat berwawasan luas. ”Di samping saya juga kuliah, juga banyak membaca, kan hampir setiap hari membaca koran, suka membeli buku. Mungkin dari situ,” jelasnya. Tidak hanya itu, Bang Jay juga kerap membaca dari internet. Namun dirinya tidak menjadikan internet sebagai satu-satunya sumber bacaan. Menurutnya membaca dari internet saja tidaklah cukup, “Kalau mungkin mahasiswa cuma dari internet katanya sudah cukup, kalau saya tidak. Dari buku, koran,” ujarnya.
Motivasi
Ditanya mengenai kebiasaannya, pria yang sedang menyusun skripsi ini mengaku bahwa membaca bukanlah hobinya. Kebiasaan itu bermula pada prinsipnya yang tidak boleh menyontek sejak kecil. Ia menanamkan dalam diri untuk tidak pernah menyontek meskipun hanya satu kali. Hal tersebut ia terapkan sejak duduk di bangku SD hingga saat ini. Bahkan, kepada kedua anaknya pun ia mengajarkan hal serupa. Prinsip tersebut kemudian menyeret Bang Jay untuk rajin belajar dan membaca. Selain karena ketidaksukaan untuk menyontek, hal lain yang mendorongnya untuk membaca adalah agar dapat menjawab setiap ada orang yang bertanya. Ia bercerita kepada VISI, terdapat kepuasan tersendiri jika dapat menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh orang lain. Tidak hanya dapat menjawab pertanyaan, ia menambah-
Acta Diurna No.25/I/2017
9
kan bahwa membaca ia lakukan untuk menghindari penyampaian informasi dengan awalan “katanya”. Ia ingin jika ditanya oleh orang lain dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan valid. Begitu pula saat menyampaikan informasi kepada orang lain. Bang Jay berpendapat bahwa jawaban yang diawali dengan “katanya” dapat menimbulkan kesalahan dalam menjawab atau menyampaikan informasi, “Kalau menjawab dengan ‘katanya’ itu kan tidak jelas. Tetapi kalau ada buktinya, ada sumbernya, ketika ngomong juga bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Kegiatan Lain
Kegiatan yang dilakukan oleh Bang Jay bukan hanya menjual koran di empat fakultas di UNS. Setelah menjajakan koran dari pukul 08.00 hingga pukul 13.00 WIB, Bang Jay melanjutkan aktivitas di rumah sebagai agen air minum. Selain itu, saat ini ia juga sedang bekerja di bagian pemasaran harian Kompas. Pekerjaaan ini pun telah ia geluti selama satu tahun. Selain itu, pria yang telah menjadi loper koran selama 10 tahun ini pun mengaku sedang berkuliah. Dirinya sedang “memperjuangkan” gelar sarjana di salah satu universitas swasta di Kota Kota Solo. Namun Bang Jay enggan menyebutkan jurusan atau program studi yang ia pelajari. Meskipun sudah tidak muda lagi, semangat Bang Jay untuk belajar tetap membara. Ia pun mengatakan keinginannya untuk melanjutkan hingga ke S2 jika terdapat dana yang
10 Acta Diurna No.25/I/2017
mencukupi. Menurutnya tidak ada batasan waktu untuk belajar, “Tidak ada istilah terlambat kuliah. Belajar itu tidak mengenal usia. Jadi selama ada kesempatan ya belajar,” imbuh Bang Jay. Ia juga menambahkan bahwa belajar tidak hanya harus dilakukan saat di bangku kuliah. Tetapi di mana saja, bahkan saat sedang bersosialisasi.
Pendapat Mahasiswa
Di kalangan mahasiwa FISIP sendiri, Bang Jay dikenal sebagai loper koran yang akrab dengan mahasiswa. Sintia salah satunya, “Kalau bahasaku sih dia itu lebih memahasiswa. Jadi sama mahasiswa itu seperti nggak ada jarak, bisa menyatu,” ujarnya. Senada dengan Sintia, Septi Marfu’ah juga mengatakan bahwa Bang Jay merupakan pribadi yang ramah. Mahasiswi Manajemen Administrasi 2015 ini pun menambahkan jika Bang Jay juga suka berdiskusi dengan mahasiswa, terutama mengenai berita terbaru, “Sebenernya dia ingin ngobrol dan diskusi dengan mahasiswa. Dia pengen tahu pendapat mahasiswa tentang suatu berita yang lagi update,” ujarnya. Selain dikenal ramah dengan mahasiswa, Bang Jay juga dikenal sebagai loper koran yang kreatif dan up to date. Hal ini diungkapkan oleh Karina Kusumastuti Pratiwi, mahasiswi Administrasi Negara 2012, “Menurutku bapaknya kreatif, bisa bikin orang tertarik sama berita terbaru, caranya dengan bikin kuis tentang berita yang lagi ‘panas’ di negeri kita tercinta,” ujar Karina. (Dita)
RESENSI
Petani vs Cakil Era Reformasi Oleh: Novira Kusumastuti
Judul Penulis Penerbit Tebal Terbit ISBN Bahasa
K
ehidupan suatu bangsa saat ini tidak lepas dari peristiwa sejarah di masa lalu. Persoalan demi persoalan negeri ini tak jarang melatar belakangi terjadinya krisis. Tak hanya krisis ekonomi, melainkan juga akhlak dan budaya. Reformasi pun menjadi salah satu cara untuk mengatasi krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Emha Ainun Nadjib, melalui buku ini mengutarakan persepsinya terkait krisis dan reformasi di Indonesia. Pengamatan dan pengalaman merupakan sumber persepsi orang yang mendeskripsikan diri sebagai khalifatullah ini. Tepatnya, tulisan dalam buku ini berdasarkan sudut pandang orang yang berpedoman pada bermanfaat atau tidaknya seseorang bagi orang lain. Buku ini menggambarkan bahwa petani ialah pahlawan sejati bangsa Indonesia. Namun, sedari zaman penjajahan hingga reformasi, petani selalu sengsara. Bahkan, saat ini para petani sedang menangis. Salah satu penyebabnya ialah pemerintah kita belum bisa mengatasi para penimbun dan spekulan yang menentukan harga. Krisis di negeri ini menurutnya sudah sangat parah, kesulitan dalam mencari orang yang dapat dipercaya merupakan persoalan utama. Analisis yang cermat terkait realita reformasi dan cara mereformasi menjadi keunggulan yang ditawarkan kepada pembaca. Realita yang diutarakan, sekarang ini sebagian pemuka kelompok telah mencoba mempersatukan kesadaran kebersamaan sebagai bangsa, tetapi sebagian lain terus sibuk menari-nari menunjukkan kehebatannya hingga timbul fanatisme sosial dan perpecahan rakyat. Dari keseluruhan harapan terhadap reformasi yang tertuang pun layaknya mewakili rakyat, dimana
: Mati Ketawa ala Refotnasi: Menyorong Rembulan : Emha Ainun Nadjib : Bentang Pustaka : 200 halaman : Juni 2016 : 978-602-291-223-1 : Indonesia
bertemu pada satu titik bahwa membutuhkan reformasi gerakan reformasi itu sendiri. Sampul buku ini sangat menarik dan mampu mewakili isi buku. Filosofi yang ada pada sampul menggambarkan arti reformasi dalam buku ini. Beberapa ‘cakil’ dalam tokoh pewayangan yang mengenakan jas diibaratkan seperti para pejabat, mereka sedang berseteru dengan rakyat, ditambah dengan singgasana yang diibaratkan seperti kursi kekuasaan. Format penulisan seperti jenis dan ukuran font yang digunakan pun proporsional. Memang dalam uraian terdapat ukuran font yang berbeda pada setiap uraian yang ditekankan, namun justru semakin mempermudah pembaca dalam memahami arti uraian secara tersirat. Selain itu, penggunaan bahasa daerah pada beberapa kata dengan pemberian arti dalam Bahasa Indonesia semakin memperkaya khasanah bahasa di Indonesia bagi pembaca. Secara keseluruhan buku ini cukup baik, meskipun terdapat sedikit celah kekurangannya. Penggunaan analogi pada sebagian besar uraian terkesan meluas dan membuat pembaca sulit menangkap makna yang sebenarnya. Bagi masyarakat awam, memang dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat memahami maksud dalam uraian buku ini. Dari gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan buku ini baik dan sangat direkomendasikan untuk dibaca. Terutama bagi para penerus bangsa dan para pemilik jabatan sebagai bekal ilmu yang mampu menjadi cerminan guna reformasi yang lebih baik lagi.
Acta Diurna No.25/I/2017
11
Baca di mana Kapan Lewat perangkat apa
SAJA
www.lpmvisi.com
SAMPAI A3
FULL