Acta Diurna No.27/V/2018
Problematika
Benarkah Mekanisme Internasionalisasi Sulit ? Bidikan Utama
Mengulik Tuntas Internasionalisasi
Profil
Menantang Diri di Negeri Sakura
EDITORIAL Pergi ke luar negeri dibiayai kampus. Siapa yang menolak? Banyak. Buktinya, dari total tiga ribu lebih mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS), tak lebih dari 10 mahasiswa yang memanfaatkan kesempatan emas ini setiap tahun -nya. Padahal UNS melalui Program Internasionalisasi FISIP telah mengalokasikan dana khusus untuk para mahasiswa yang akan mengikuti program bertaraf internasional seperti konferensi, perlombaan, summer school, exchange, dan program lain yang melibatkan negara lain di seluruh belahan dunia. Hal ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan kampus terhadap mahasiswa berprestasi. Dengan harapan, mahasiswa terkait bisa membanggakan FISIP UNS di kancah internasional. Selain itu, juga untuk memenuhi target angka Key Performance Indicator (KPI) yang menititikberatkan pada prestasi sivitas baik di kancah regional maupun internasional. Pemanfaatan dana internasional dirasa masih belum optimal karena masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui program bantuan pendanaan ini. Alhasil, beberapa mahasiswa mengikuti program-program internasional tanpa bantuan kampus maupun pendanaan mandiri. Dampaknya, kampus sulit mendata berapa banyak mahasiswa berprestasi di FISIP dan berapa angka KPI yang bisa didapat dalam kurun waktu tertentu. Lalu, apakah sepenuhnya salah mahasiswa hingga dana yang disediakan menjadi sia-sia? Tidak juga. Menurut beberapa narasumber kami, ada beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswa enggan memanfaatkannya. Salah satunya adalah alur pengajuan pendanaan program begitu menyulitkan mahasiswa. Menganggapi hal tersebut, kami telah meringkas alur yang ada dan menyajikannya dalam rubrik suplemen.
SURAT PEMBACA Salah satu media mahasiswa untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan birokrasi, agenda, beasiswa dan informasi lain yang penting adalah website. Selama saya menjadi mahasiswi di UNS saya merasa website yang ada sudah cukup bagus, namun pengelolaan masih kurang karena kebanyakan informasi yang ada kurang up to date. Chintya Ayu Novelita Mahasiswi FKIP Pendidikan Ekonomi, 2016 Kenapa hanya dua bukan dua puluh atau dua ratus? Tahun ini, hanya dua perwakilan mahasiswa UNS. Ada apa dengan UNS atau mahasiswa UNS yg ada apa? Lolosnya (hanya) dua mahasiswa UNS ini menimbulkan tanda tanya. Berapa yg ikut mawapres? Mahasiswa UNS lebih tertarik ikut ajang pencarian bakat yang muncul di tivi tapi sedikit yg tertarik dengan MAWAPRES. Kenapa tak ikut? Mereka saja berani, bisa dan lolos. Ingatlah, segala hal dimulai dari diri sendiri. Optimalkan kemampuan dan prestasimu. Jangan simpan apa yg kamu ciptakan. Bergeraklah wahai agent of change! I. Vaqoh Mahasiswi FKIP LPM VISI FISIP UNS Sekretariat LPM VISI Gedung 2 Lt. 2 FISIP UNS, Jl. Ir. Sutami No. 36A Surakarta 57126
redaksi@lpmvisi.com
Susunan Redaksi
Pelindung Penanggung Jawab Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Editor Reporter Ilustrasi dan Tata Letak Riset
@lpmvisi @gwi5930m http://www.lpmvisi.com/ @LPM_VISI lpmvisi.com
: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, M.Si : Laila Mei Harini : Kurniandi Darmawan Al Rasyid : Erna Wati : Erna Wati, Rifa’tus Sholiha : Adika Sandra Panji, Alif Nurmardiyanto, Avista Rahmadhani Hendraningtias, Fajrul Affi Zaidan Al Kannu, Lailaurieta Salsabila Mumtaz, Nafila Nurizzuha, Nurkhasanah, Rifki : Banyu Visandi Pangestu, Diah Nur Indah Yuliana, Nurmaya Sinta Permatasari : Bidang Litbang
Redaksi menerima kritik dan saran serta tulisan, artikel, informasi, ataupun karikatur. Naskah atau gambar yang dikirim menjadi hak penuh redaksi. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pengutipan pernyataan, Redaksi LPM VISI menerima hak jawab sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 pasal 1 ayat 11. Kirim ke: Sekretariat LPM VISI Gd. 2 Lt. II FISIP UNS Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, email: redaksi@lpmvisi.com
2 Acta Diurna No.27/V/2018
BIDIKAN UTAMA
Mengulik Tuntas Internasionalisasi
ilustrasi: Diah
Predikat World Class University (WCU) merupakan sesuatu yang menjadi impian Universitas Sebelas Maret (UNS). Program internasionalisasi digerakkan untuk merealisasikan impian tersebut. Melalui program itu, dana yang cukup besar telah disediakan untuk mendukung kegiatan mahasiswa di kancah internasional. Sayangnya, tidak banyak mahasiswa yang memanfaatkannya. Lalu, kemana larinya dana yang tidak terpakai tersebut?
U
NS tengah menggalakkan program internasionalisasi untuk mengangkat namanya di kancah internasional. Tetapi UNS Global Challenge yang diselenggarakan International Office (IO) UNS saja tidak cukup menggerakkan mahasiswa untuk berprestasi di luar negeri. Maka dari itu Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) telah membentuk panitia khusus untuk menyukseskan program bergengsi ini. Program yang diketuai Rino Ardhian Nugroho ini telah digerakkan sejak lima tahun yang lalu. Dikatakan oleh Sutopo, Wakil Dekan Bagian Kemahasiswaan dan Alumni FISIP UNS, bahwa program internasionalisasi ini bertujuan untuk mengembangkan potensi atau bakat mahasiswa di luar kegiatan belajar mengajar di kampus. Meskipun program ini terbilang baru, FISIP termasuk pelopor dalam meningkatkan mahasiswa untuk go international.
Beberapa waktu lalu telah diadakan sosialisasi terkait program ini yang dihadiri oleh perwakilan dari setiap Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di FISIP. Dalam sosialisasi ini mahasiswa diajak untuk mengadakan lomba berskala internasional dan dibiayai penuh oleh fakultas. UKM bisa dikatakan menyelenggarakan lomba berskala internasional jika melibatkan empat negara sebagai partisipan. Selaku penyelenggara lomba, UKM juga wajib terlibat sebagai peserta. Tentunya, hasil akhir dari pelaksanaan program ini adalah kemenangan yang membawa nama FISIP UNS. Program internasionalisasi bukan hanya berkaitan dengan perlombaan internasional. Namun juga meliputi summer school, student exchange, konferensi, dan lain sebagainya yang juga termasuk dalam kategori program internasionalisasi.
Acta Diurna No.27/V/2018
3
Program ini terbuka untuk seluruh mahasiswa mulai jenjang Diploma, Sarjana, sampai Doktor, baik melalui jalur individu maupun kelompok, dan diberi kebebasan memilih negara yang dituju. Untuk dapat menikmati program ini, mahasiswa harus terlebih dahulu terdaftar sebagai delegasi UNS dalam acara internasional di luar negeri. Dengan berbekal Letter of Acceptance (LoA), proposal kegiatan, dan dokumen pendukung lainnya, FISIP akan memberikan bantuan dana untuk biaya pendaftaran, transportasi, dan akomodasi. “Biasanya fakultas mendanai dari segi transportasi untuk pulang pergi, dan pendaftaran. Mahasiswa juga boleh mencari dana dari tempat lain,” jelas Sutopo ketika ditemui di ruang kerjanya oleh VISI, Senin (2/4). Bantuan dana tidak serta-merta diberikan langsung kepada mahasiswa yang bersangkutan saat pengajuan disetujui. Dana tersebut baru dapat dicairkan setelah mahasiswa tersebut dinyatakan menang dalam perlombaan dan mengajukan laporan kegiatan interna- sional yang diikutinya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi mahasiswa yang tidak melaporkan pertanggungjawaban sepulang dari luar negeri dengan menggunakan dana dari fakultas. Dalam sosialisasi internasionalisasi yang dihadiri perwakilan UKM, tidak dinyatakan bahwa FISIP menyediakan dana yang cukup besar, khususnya program internasionalisasi. Sayangnya, fakultas mengaku tidak banyak yang memanfaatkan dana ini. Tak banyak mahasiswa yang mengajukan dana untuk melakukan kegiatan internasional di luar negeri. Bahkan, tidak sedikit mahasiswa yang mengaku belum mengetahui tentang adanya bantuan dana terhadap kegiatan internasional. “Belum pernah. Dengar ada pengumumannya saja belum,” jelas Lukas Luhur Pambudi, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2017 ketika ditanya VISI perihal pernah atau tidaknya ia mengikuti sosialisasi program ini, pada Rabu (28/3). Sejauh ini sosialisasi mengenai program internasionalisasi belum merata sehingga belum banyak mahasiswa yang memanfaatkan dana ini. Dapat diketahui dari data tahun 2017 bahwa hanya tiga mahasiswa yang memanfaatkan dana internasionalisasi. Maka, pemanfaatan dana tersebut jelas belum optimal. Lantas, akan dialihkan kemanakah dana yang belum dimanfaatkan secara optimal tersebut? Menurut keterangan Sutopo, dana yang dialokasikan universitas kepada FISIP untuk program internasionalisasi selama satu periode tidak dialihkan untuk kegiatan lain.
“Dana yang tidak terpakai
dikembalikan ke pemerintah atau dimanfaatkan fakultas lain yang mendaftarkan mahasiswa paling banyak dan paling cepat. - Sutopo, Wakil Dekan III FISIP UNS
“
Dana internasionalisasi yang tidak terpakai digunakan untuk program yang sama namun dimanfaatkan oleh mahasiswa dari fakultas lain yang membutuhkan dana tersebut. “Dananya dikembalikan ke pemerintah atau dimafaatkan fakultas lain yang mendaftarkan mahasiswa paling banyak dan paling cepat,” ungkap Sutopo mengenai aliran dana internasionalisasi yang tidak terpakai. Dengan adanya program internasionalisasi, almamater biru UNS akan semakin dikenal di kancah internasional. Setiap fakultas yang berhasil mengirim mahasiswanya ke luar negeri akan memperoleh keuntungan, seperti mendatangkan dosen dari luar negeri. Hal itu sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas belajar mengajar pada mahasiswa. Mahasiswa juga dapat mengembangkan diri sesuai dengan kegiatan yang diikutinya. “Bertukar pikiran dengan banyak mahasiswa dari luar negeri yang akan menambah wawasan, relasi, dan pengalaman,” sahut Ferdi Ahya, mahasiswa cukup berprestasi prodi Hubungan Internasional saat ditemui oleh VISI, (1/4/2018) Universitas telah menyediakan dana yang cukup besar untuk program internasionalisasi. Tentunya universitas menaruh harapan yang cukup besar pula terhadap kegiatan mahasiswa di kancah internasional. Mahasiswa diharapkan dapat menangkap peluang-peluang global yang ada. “Harapan kami sebenarnya, mahasiswa sekarang ini kan serba terbuka bebas. Sebanyak-banyaknya mahasiswa mengikuti kompetisi tingkat internasional, mumpung dananya ada, dan memanfaatkan jatah yang telah diatur oleh pihak universitas,” jelas Sutopo. Avista, NK, Rifki
4 Acta Diurna No.27/V/2018
PROBLEMATIKA
Benarkah Mekanisme Internasionalisasi Sulit ?
ilus
tras
i: D iah
Universitas Sebelas Maret (UNS) sedang gencar mewacanakan program internasonalisasi ke seluruh fakultas. Hal ini dilakukan untuk mengejar predikat World Class University yang salah satu indikatornya adalah banyaknya prestasi yang diraih universitas di tingkat internasional. Melalui program internasionalisasi yang dilakukan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) di beberapa tahun ini telah mencetak banyak prestasi mahasiswa di kancah internasional. Terlepas dari hal tersebut, beberapa pihak menganggap program ini masih belum matang karena banyaknya kendala dalam prosedur pengurusannya.
P
rogram internasionalisasi merupakan program yang memfasilitasi mahasiswa untuk bisa berprestasi di luar negeri. Selain untuk mengembangkan potensi yang dimiliki mahasiswa FISIP, program ini ditujukan untuk memenuhi indikator pemeringkatan universitas yang dilihat dari jumlah mahasiswa yang berprestasi di luar negeri. Prestasi tersebut dapat berbentuk kejuaraan atau seminar dan konferensi tingkat internasional, magang di lembaga luar negeri, pertukaran pelajar atau student exchange, maupun penerbitan hasil penelitian di lembaga terindeks seperti Scopus dan Thomson Routers. Program internasionalisasi di FISIP juga bertujuan menggaungkan nama FISIP UNS di kancah
internasional dan memperluas jaringan atau kerja sama fakultas dengan pihak luar negeri. Dampak program internasionalisasi ini terhadap FISIP adalah menambah jaringan, prestasi, serta kontribusi positif dari mahasiswa kepada FISIP dalam bentuk pencapaian dan performa baik. Di balik banyaknya manfaat yang diberikan dari hasil program ini, terselip sebuah ironi yang memilukan, di mana banyak mahasiswa yang dibuat kecewa dengan gagalnya mereka mengikuti program internasionalisasi ini karena mekanisme pengurusan yang berbelit dan kurang jelas. “Memang ribet. Ngurusnya harus bolak-balik untuk melengkapi syaratnya,� ungkap Intan Ilaiha, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2016, yang pernah mengikuti program internasionalisasi saat ditemui VISI pada Kamis (29/03).
Acta Diurna No.27/V/2018
5
Intan mengikuti Simulasi Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Singapura pada Februari lalu. Untuk mengikuti program ini, mahasiswa diharuskan membuat proposal untuk kegiatan yang akan diikuti, Rancangan Anggaran Biaya (RAB), mengurus paspor, dan membuat Surat Sekretaris Kabinet (Setkab). Pada tahun 2016, Ratna Widyawati, mahasiswa Ilmu Administrasi Publik 2014 dan timnya harus pergi ke Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di Jakarta guna mengurus Setkab. Saat itu, Ratna dan timnya hendak mengikuti magang di Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Malaysia. “Kalau ngurusnya di FISIP, nggak tahu bakal selesai kapan, mungkin bisa sampai setahun,” ungkap Ratna saat diwawancarai VISI pada Rabu (4/4). Setkab ini sangat penting karena menjadi salah satu syarat pencairan dana internasionalisasi. Maka dari itu, Ratna dan timnya pergi ke Kemenristekdikti dengan membawa surat rekomendasi dari FISIP guna mempercepat rancangan pembuatannya.
Komunikasi kurang baik
Ratna dan timnya sempat merasa bagaikan bola yang dioper-oper saat mengurus berkas internasionalisasi karena komunikasi yang kurang baik terjadi antara pimpinan fakultas. Pihak staff pimpinan saat itu tidak mendapatkan informasi bahwa ada tim mahasiswa yang akan berangkat ke Malaysia melalui program internasionalisasi, padahal waktu keberangkatan mereka hanya tinggal dua minggu lagi. Hal ini membuktikan bahwa antarpihak dan lembaga yang menangani program internasionalisasi ini kurang bersinergi. Tak pelak, banyak pihak yang beranggapan program ini masih belum siap dan matang untuk dijalankan. Dalam mematok jumlah target mahasiswa yang mengikuti program internasionalisasi, pihak FISIP masih terbentur dengan ketersediaan anggaran dana. Kendala itu dikarenakan seringnya pemotongan anggaran dana yang didapatkan pihak fakultas. Untuk menanggulangi kekosongan anggaran dana saat adanya pengajuan dana internasionalisasi adalah dengan menyerahkannya ke pihak universitas dan nantinya dana akan dicairkan oleh pihak universitas. Namun, proses pengajuannya tetap lewat pihak fakultas. Antusiasme mahasiswa terhadap program ini terbilang masih rendah, mengingat jumlah catatan mahasiswa yang mengikuti program internasionalisasi masih sedikit. “Tahun lalu hanya ada tiga mahasiswa FISIP yang maju internasionalisasi,” ujar Rino Ardhian Nugroho, dosen Administrasi Publik sekaligus Ketua Program Internasionalisasi saat ditemui VISI pada Kamis, (5/4). Hal ini menunjukkan rendahnya partisipasi mahasiswa terhadap program ini karena dari sekitar tiga ribu total mahasiswa FISIP, hanya tiga mahasiswa yang mengikutinya. Rendahnya tingkat partisipasi mahasiswa FISIP yang mengikuti program ini dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, kurangnya informasi yang didapatkan mahasiswa tentang informasi program internasionalisasi. Untuk mengetahui program ini, mahasiswa harus datang ke Biro Administrasi dan Kemahasiswaaan (Mawa). Ini berkaitan dengan kurangnya sosialisasi dari pihak fakultas kepada mahasiswa.
6 Acta Diurna No.27/V/2018
”Aku nggak tahu kalo ada program internasionalisasi di FISIP,” ujar Arif, mahasiswa Ilmu Komunikasi saat diwawancarai VISI, Rabu (4/4). Menanggapi hal ini, Rino mengaku kegiatan sosialisasi masih kurang digencarkan, walau tim internasionalisasi FISIP sudah menggaet BEM FISIP untuk melakukan sosialisasi. “Kami mencoba merangkul BEM FISIP di akhir 2017 untuk penyebarluasan program ini,” ujar Rino kepada VISI. Padahal apabila sosialisasi program ini disebarluaskan dengan baik, maka akan lebih banyak mahasiswa yang berpartisipasi dan memberikan dampak positif bagi FISIP dan UNS. Kedua, mekanisme pengajuan dana yang berbelit dan menghabiskan banyak waktu membuat beberapa mahasiswa memilih berangkat dengan biaya sendiri saat mengikuti perlombaan atau kegiatan di luar negeri. Kebanyakan mereka menganggap proses yang panjang dan melelahkan yang harus ditempuh hanya akan menghabiskan waktu mereka. Maka mereka pikir akan lebih mudah memakai dana pribadi karena proses yang cepat dan tidak berbelit. Ketiga, sistem pencairan dana yang baru akan diberikan setelah mahasiswa mengikuti kegiatan di luar negeri, membuat mahasiswa yang mengikuti program ini harus mengeluarkan biaya terlebih dahulu sebelum nantinya diganti oleh pihak fakultas. Mahasiswa yang enggan mengeluarkan dana atau tidak memiliki dana pada akhirnya akan mengurungkan niatnya untuk mengikuti program ini. Ratna dan timnya sempat mengajukan dana talangan kepada FISIP namun permintaan tersebut ditolak. Alasannya, karena dahulu ada kejadian mahasiwa yang meminta uang talangan namun tidak melaporkan pertanggungjawaban dana kepada FISIP. “Akhirnya kami berangkat pakai uang sendiri, lalu pulang dari Malaysia baru diganti uangnya,” jelas Ratna. Hal itulah yang membuat program internasionalisasi sampai saat ini masih minim peserta dan partisipasi dari mahasiswa. Menanggapi hal ini, pihak pengelola program internasionalisasi pun berujar, “Sebenarnya alurnya tidak sulit. Tapi karena memang prosedurnya tak hanya melibatkan satu bagian saja, maka birokrasinya sering terasa berbelit. Namun kami akan terus mencoba memperbaiki hal ini. Tentu saja masukan dari mahasiswa itu penting,” ungkap Rino kepada VISI. Hal lain yang disayangkan ialah tindak lanjut pasca mengikuti program internasionalisasi masih kurang. Pihak fakultas tidak memberikan tanggung jawab atau tugas khusus kepada mahasiswa yang telah mengikuti program internasionalisasi. “Follow up pasca ikut internasionalisasi masih kurang, padahal saya rasa, mereka yang udah terpilih bisa memberikan dampak baik pada FISIP,” imbuh Ratna. Harapannya, pihak fakultas bisa memperbaiki sistem internasionalisasi ini dan lebih mengarahkan mahasiswa kepada tujuan utama program tersebut agar nantinya program ini berjalan secara optimal. Perlu adanya sosialisasi yang lebih aktif dari pihak fakultas dan pemberian kejelasan alur pengurusan administrasi, serta arahan yang jelas, mengingat banyaknya pihak yang terlibat dalam program ini. Agar mahasiswa lebih tahu tentang program internasionalisasi karena masih banyak mahasiswa yang belum memahaminya.
Affi, Nafila, Ola
SUPLEMEN
ALUR PENGAJUAN PEMBIAYAAN
Rp
Rp
PERJALANAN LUAR NEGERI MAHASISWA
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)
Rp
Sumber pendanaan perjalanan luar negeri mahasiswa berasal dari tiga jalur, yaitu: Global Challenge melalui International OďŹƒce, pendanaan Universitas melalui Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNS dan pendanaan Fakultas melalui Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas masing-masing.
Alur Pengajuan Pembiayaan Perjalanan Luar Negeri Mahasiswa FISIP Siapkan Berkas: 1. surat permohonan* 2. proposal kegiatan 3. surat keterangan keikutsertaan (LoA) *format surat dari mawa
1
2
Bila berkas disetujui, mahasiswa kemudian menuju Bagian Hukum dan Administasi Kerjasama UNS untuk mengurus SP Setneg RI guna mencairkan dana.
Berkas dinyatakan lengkap
3
5
4
6 STOP DISINI!!
Berkas diserahkan kepada Pihak Dekanat untuk dimintakan persetujuan
Mahasiswa menyerahkan berkas kepada petugas Bagian Kemahasiswaan dan Alumni FISIP
Bila tidak disetujui karena keterbatasan dana fakultas, mahasiswa dapat mengajukan permohonan ke Bagian Kemahasiswaan dan Alumni UNS
Alur Pengajuan Surat Persetujuan Sekretaris Negara RI Surat Persetujuan Sekretaris Negara Republik Indonesia (SP Setneg RI) diperlukan untuk mendapatkan pendanaan Perjalanan Luar Negeri Mahasiswa yang berasal dari Anggaran Negara. Berkas yang perlu disiapkan: 1. Surat Pengantar/Izin dari Fakultas 2. Surat yang menyatakan keikutsertaan (LoA) 3. Surat jaminan pembiayaan dari unit yang membiayai
1 2
Isi formulir pada website wcu.uns.ac.id dengan log-in menggunakan email @student.uns.ac.id.
Dari website yang sama, cetak berkas berupa Data Diri dan Surat Pengantar
3 Tanda tangani berkas yang telah dicetak, kemudian scan bersama dengan salinan KTP dan surat tugas dari Fakultas. Unggah kembali lalu cetak bukti.
4 5
Kirim seluruh berkas ďŹ sik ke Tata Usaha pusat UNS. Mahasiswa dapat memantau perkembangan pengajuannya pada website wcu.uns.ac.id atau hukumkerjasama.uns.ac.id
Lakukan validasi data kepada petugas di Fakultas
6 7
Setelah terbit, cetak SP Setneg RI, kemudian serahkan pada unit yang membiayai untuk mendapatkan dana.
Mahasiswa yang akan mengajukan permohonan bantuan dana pembiayaan perjalanan ke luar negeri, baik kepada pihak Fakultas maupun Universitas disarankan mengurus paling tidak sejak dua bulan sebelum keberangkatan, karena proses pengajuannya yang cukup panjang. Sumber: Mawa FISIP & Hukum dan Administrasi Kerjasama UNS Diolah oleh: Litbang LPM VISI FISIP UNS
Acta Diurna No.27/V/2018
7
PROFIL
Maflahah
Menantang Diri di Negeri Sakura
Pergi ke-luar negeri merupakan impian dari hampir semua mahasiswa. Memperoleh pengalaman dan relasi adalah dua dari sekian banyak alasan ketika mahasiswa bercita-cita menjejakkan kakinya di negara lain. Tetapi, yang menjadi permasalahan ialah biayanya yang tidak sedikit. Lalu timbul pertanyaan, jika demikian, bagaimana cara untuk bisa mewujudkan impian melanglang buana ke luar negeri?
K
isah seseorang yang sukses mengharumkan nama bangsa di kancah internasional selalu menjadi topik yang menarik untuk diangkat. Tidak lain karena untuk bisa menjejakkan kaki di luar negeri, terlebih dalam rangka mengukir prestasi merupakan hal yang tidak mudah. Diperlukan usaha ekstra keras dan tekad yang melampaui batas kemampuan, khususnya dalam hal finansial. Untuk menjawab pertanyaan dari setiap mahasiswa yang bercita-cita ke luar negeri, maka VISI mengangkat topik ini dan telah berhasil menghadirkan narasumber yang tentu saja memiliki kiat serta pengalamannya ketika berhasil mengharumkan nama bangsa dan UNS di kancah internasional. Dialah Maflahah, mahasiswi yang telah menyelesaikan studi Sosiologi FISIP tahun 2017 lalu. Gadis yang akrab disapa dengan panggilan Imaf ini sudah beberapa kali berkunjung ke luar negeri, seperti keterangannya kepada VISI beberapa waktu lalu. “Aku pernah dua kali ke luar negeri dan dua-duanya ke Jepang. Dulu (2015 -red) kita berkelompok lima orang untuk konferensi internasional di Sapporo, Jepang. Kemudian, untuk yang baru-baru ini, (2018-red) aku ikut konferensi di tempat yang sama. Tapi menambah tantangan baru, magang dan program dari WWOOF (World Wide Opportunities on Organic Farms –red),” jelasnya. Motivasi memberikan andil yang cukup besar bagi seseorang dalam melakukan tindakan. Seperti halnya untuk bisa pergi ke luar negeri, perlu adanya motivasi dan dorongan yang kuat untuk bisa melampaui keterbatasan. Kemauan untuk mencari informasi dan relasi juga sangat diperlukan mengingat kesempatan yang ada tidak datang dengan sendirinya. Inilah yang dilakukan Imaf untuk bisa berprestasi di tingkat internasional.
8 Acta Diurna No.27/V/2018
“Kalau dulu itu aku ada anak (mahasiswa –red) MIPA yang ngajakin dan ternyata relasi pertemanan memang memengaruhi cara berpikir dan lingkungan juga berpengaruh ke cara pandang kita. Kita harus banyak-banyak berteman dengan orang lain. Anak MIPA itu udah ngajuin untuk pergi ke luar negeri dan dia ngajak temenku anak sosiologi, dan temenku itu ngajak aku,” bebernya. Bersama teman-temannya, Imaf berusaha mencari bantuan dana untuk merealisasikan keinginan mereka pergi ke Jepang. Mereka mengajukan bantuan pendanaan ke kampus. Imaf mengaku sedikit kesulitan karena proses yang harus dialami cukup sulit. Namun, dengan kegigihan dan kesabaran, ia dan teman-teman mendapatkan apa yang diinginkan. “Dapat pendanaan dari kampus sekira empat juta. Kalau nggak salah, sumber dana dari UNS, jaringan pribadi, sama sponsor juga,” bebernya lagi. Selain mendapatkan bantuan dana dari universitas, pada kegiatan internasional yang berbeda, Imaf mendapat pendanaan dari Beasiswa Baktinusa. “Tapi untuk yang kemarin (2018-red), akhir Januari sampai Februari agak beda karena tidak dapat pendanaan dari kampus, tapi dari Beasiswa Baktinusa sama hasil usaha aku dan teman-teman,” imbuhnya. Berkompetisi di luar negeri merupakan salah satu jalan untuk meraih prestasi dan dari kompetisi itu juga akan didapat nilai dan pengalaman. Tak terkecuali kontribusi yang akan diberikan saat dan setelah mengikuti kegiatan tersebut sebagai bagian dari keberlanjutan yang dibutuhkan masyarakat luas. Melalui program yang diikutinya, Imaf menjawab tantangan ini dengan mempresentasikan ide-ide bersama kelompoknya.
“Yang pertama mungkin ketika mengikuti konferensi internasional, itu diskusi forum ilmiah. Jadi, kita mempresentasikan ide dari kelompokku sehingga kita bisa bersaing di kancah internasional. Lalu apa yang bisa aku berikan ketika balik ke Indonesia. Setelah dari luar negeri ada sudut pandang kita yang berubah dan dari perubahan ini bisa kita sebarkan di lingkungan kita balik. Pas magang itu aku tahu cara orang jepang itu membangun negaranya,” ungkapnya. Mahasiswi yang gemar membaca novel bergenre romance ini telah berhasil merealisasikan impiannya untuk bisa menjejakkan kaki di Negeri Sakura. Melalui pengalamannya di Jepang, Imaf merasakan perubahan yang cukup berarti dalam memandang sesuatu. “Setelah aku merasakan yang namanya pergi ke luar negeri itu, cara pandangku terhadap dunia akademis dan organisasi itu berubah. Kita harus berpikir secara mengglobal karena di luar sana itu banyak orang yang telah berpikir sampai z dan kita masih banyak yang masih berpikir sampai d saja. Setiap detik pasti terjadi perubahan dan kita harus menginvestasikan diri untuk menyiasati perubahan yang terjadi,” terangnya. Seperti halnya cita-cita, untuk bisa pergi ke luar negeri tentu bukanlah hal yang mudah dan ada cara tersendiri untuk mewujudkan. Ketika sudah terwujud pun, masih ada tempat dan tujuan lain yang belum bisa dicapai. Mimpi masih tetap ada dan perlu untuk terus diperjuangkan seperti yang dilakukan Maflahah untuk terus mengejar mimpinya. “Mungkin untuk rencana ke depan itu menyiapkan pasca sarjana ke luar negeri, di Eropa. Tapi nggak dalam waktu dekat, setahun atau dua tahun lagi. Bedakan antara (program –red) master dengan program internasional yang lain, sebab kita harus life setahun atau dua tahun disana dan banyak hal yang harus disiapkan,” jelas Imaf.
Dalam menjalani hidup dan menggapai cita- cita pasti diperlukan dasar ideologis yang berwujud motto hidup. Dari motto hidup inilah seseorang memiliki arah untuk menjalankan arah hidupnya. Tidak terperangkap dalam perspektif orang lain yang seringkali dapat menjebak. Melalui motto hidupnya, ‘bekerjalah untuk apa yang kamu yakini benar dan bekerjalah untuk menyebarkan manfaat seluas-luasnya’. Imaf ingin selalu menyebarkan manfaat kepada orang-orang di sekelilingnya. Ia pun menyematkan kalimat pesan kepada para mahasiswa untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. “Saya diundang sama Dekan FISIP buat ngisi seminar (sosialisasi –red) internasionalisasi. Ketemu sama Pak Yudi dari global challenge, aku tanya, ‘dengan kondisi yang sekarang sudah lulus, apa masih bisa mengajukan (UNS Global Challenge –red)?’. Beliau bilang tidak bisa dan tidak diprioritaskan. Intinya, manfaatkan kesempatan yang ada karena udah ada global challenge setiap tahun dan sudah dianggarkan milyaran tiap tahun. Seleksi untuk global challenge itu tidak terlalu susah,” pesannya. Menurutnya, paspor merupakan hal yang paling penting dalam mempersiapkan diri ke luar negeri. Paspor bisa dipersiapkan sejak dini, bahkan sebelum mempunyai rencana pergi ke luar negeri. Hal ini menandakan bahwa kita mempunyai niat untuk merealisasikan keinginan pergi ke luar negeri. Terlebih lagi hanya dibutuhkan waktu sekitas satu minggu dalam pengurusan paspor. “Biayanya murah, sekitar 350 ribu. Pasti diproses kalau memang persyaratannya terpenuhi,” imbuhnya. Dalam mewujudkan impian memang diperlukan komitmen serta keyakinan terhadap kemampuan diri dan Tuhan. Jangan menyerah terhadap berbagai hambatan karena dari sinilah kita dapat mengerti apa itu perjuangan. Pergi ke luar negeri hanya akan menjadi khayalan bila tanpa dibarengi dengan perjuangan.
Adika, Alif
KELUARGA BESAR LPM VISI 2016-2017 MENGUCAPKAN SELAMAT ATAS DIWISUDANYA - Aulia Mestikasari, S.I.Kom (Pemimpin Usaha LPM VISI 2015-2016) - Iim Fathimah Timorria, S. Sos (Pemimpin Umum LPM VISI 2016-2017) - Yasinta Rahmawati, S.I.Kom (Pemimpin Redaksi LPM VISI 2015-2016)
SEMOGA SUKSES DAN TERUS BERKARYA Acta Diurna No.27/V/2018
9
RETORIKA
Internasionalisasi Ajang Prestasi dan Unjuk Gigi Gengsi Oleh: Fajrul Affi Zaidan Al Kannur (Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2017)
Di
era globalisasi yang serba modern ini seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dunia pendidikan dituntut untuk berinteraksi dengan dunia luar dan aktif dalam berbagai kegiatan yang dilakukan dunia internasional. Universitas Sebelas Maret (UNS) melalui Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) telah mencanangkan Program Internasionalisasi sebagai langkah UNS menjajaki predikat World Class University. Program ini terbentuk dari dampak modernisasi kehidupan manusia dan demi memenuhi tuntutan perkembangan zaman yang semakin maju. Program Internasionalisasi ini bertujuan untuk menggaungkan nama FISIP di kancah internasional dan juga memberikan fasilitas bagi mahasiswa yang ingin berprestasi di luar negeri.
Unjuk Gigi Prestasi dan Gengsi
Mahasiswa sebagai pelajar yang perilaku akademiknya lebih tinggi dari pelajar lainnya harus bisa mengaktualisasikan dirinya sebaik mungkin. Berbagai macam dorongan dan motif digunakan mahasiswa dalam proses mengaktualisasi diri. Salah satu contohnya, mahasiswa bisa menjadikan program internasionalisasi sebagai wadah untuk berprestasi di luar negeri. Program ini bisa mendongkrak kemampuan mahasiswa lewat berbagi kegiatan perlombaan, penelitian, dan seminar/konferensi yang berskala internasional. Tuntutan untuk berprestasi membuat seseorang terus mengeksplorasi kemampuan yang ada dalam dirinya. Namun, bernarkah pergi ke luar negeri sebagai ajang untuk mengembangkan potensi diri ataukah hanya sarana unjuk gigi pemenuhan gengsi bagi mahasiswa dengan berbagai macam alasannya seperti agar bisa lebih dikenal dosen, dianggap lebih tinggi oleh mahasiswa lain ataupun hanya ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa dirinya sudah pernah pergi ke luar negeri. Sifat ambisi seperti ini memang ada dalam diri setiap manusia yang mengakibatkan seseorang bisa bertindak positif maupun negatif. Hal ini sesuai dalam kamus psikologi, dimana tipe-tipe kepribadian manusia dibagi menjadi lima macam yaitu: Pertama, Ego Integratif yaitu orang yang selalu berusaha mengembangkan dan mengintegrasikan semua potensi yang ada dalam dirinya. Kedua, Ego Involment yaitu tipe orang yang selalu berusaha menjalankan tugas atau tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Ketiga, Ego Trip yaitu orang yang memiliki kesenangan melakukan perjalanan dan membangun komunikasi dengan siapapun. Keempat, Egois yaitu orang yang hanya ingin mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan sesuatu yang ada di sekitarnya. Kelima, Egopathy yaitu orang yang memiliki kesenangan mengganggu orang lain dan iri terhadap keberhasilan orang lain. Jika mahasiswa yang mengikuti program internasionalisasi mempunyai karakter Ego Integratif, Ego Involment, Ego Trip, maka dapat dipastikan mahasiswa itu semata-mata hanya mengembangkan diri dan membantu menggaungkan nama FISIP di kancah internasional.
10 Acta Diurna No.27/V/2018
ilustrasi: Diah
Sebaliknya, jika mahasiswa yang mengikuti program internasionalisasi mempunyai karakter Egois dan Egopathy maka dapat dipastikan motif yang digunakan hanya untuk memenuhi gengsi semata. Jikalau motif gengsi yang digunakan dalam mengikuti internasionalisasi tentu tidaklah tepat, fakta berbicara banyak mahasiswa FISIP yang belum mengetahui tentang program internasionalisasi. Itu berarti tidak banyak juga mahasiswa yang tahu ketika seseorang mengikuti interasionalisasi. Jadi sebuah gengsi yang ingin ditawarkan kepada orang lain bisa dipastikan hasilnya akan nihil karena tidak sesuai yang diharapkan.
Memperbanyak Pengalaman dan Kemampuan
Belajar tak selalu lewat buku dan secarik kertas, lebih dari itu belajar bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa melihat tempatnya. Lewat perubahan perbuatan akibat pengalaman, seseorang juga bisa mendapatkan pembelajaran. Mungkin hal inilah yang dijadikan landasan berpikir seorang mahasiswa dalam menentukan motif yang digunakan untuk mengikuti internasionalisasi yaitu mengembangkan diri dan memperbanyak pengalaman. Dengan mengikuti program internasionalisasi kemampuan seorang mahasiswa meningkat. Keuntungan juga didapatkan mahasiswa yang mengikuti kegiatan atau acara berskala internasional dengan mempunyai pengalaman berharga yang belum tentu dipunyai oleh mahasiswa lain. Disadari atau tidak, hal-hal semacam ini menjadi kebutuhan mahasiswa dalam proses mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada dalam dirinya. Ilmu dan pengalaman yang tidak didapatkan dalam ruang kelas bisa didapatkan lewat proses semacam ini, sehingga nantinya bisa menjadi senjata utama dalam mengarungi hidup di dunia kerja.
RESENSI
Mahasiswa Berwawasan Global Oleh: Erna Wati Judul Penulis Bahasa Penerbit Tahun Terbit Tebal Buku Menyandang status mahasiswa bukan berarti harus terkungkung dalam dunia perkuliahan yang hanya berkutat pada materi dan tugas. Besarnya arus globalisasi mengharuskan mahasiswa yang katanya merupakan agen perubahan, untuk keluar dari zona nyaman. Berprestasi bukan hanya perlu di kandang sendiri. Ajaklah kakimu melanglang buana ke luar negeri. Membawa prestasi, mengenalkan Indonesia atas nama Universitas Sebelas Maret (UNS) di kancah internasional. Dalam buku ini, para penulis telah membuktikan bahwa mahasiswa bisa keluar dari kungkungan tugas. Melalui UNS Global Challenge, mereka melakukan pengembangan diri. Tidak sembarangan. Pengembangan diri tersebut mereka lakukan di tanah bangsa lain seperti Korea Selatan, Singapura, Jepang, dan Belanda. Suka duka telah mereka hadapi sendiri, di negeri orang. Farouq Heidar Barido memulai tulisan dengan cerita kala ia harus merasakan lebaran di negeri seribu drama, Korea Selatan. Summer school yang ia lakukan bertepatan dengan hari lebaran umat muslim. Awalnya ia sempat ragu, namun ia membuang segala keraguan demi menggapai mimpinya. Sebagai minoritas dan tanpa keluarga, ia bersyukur dapat merayakan lebaran bersama teman-teman muslim dari Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Korea Selatan. Hemas Anggraini Laras, bersama dengan lebih dari 60 pemuda di dunia, ia mengikuti student visit di Singapura. Ia berhasil menginjakkan kakinya di universitas terbaik ketiga di Asia, Nanyang Technological University (NTU). Disana, ia belajar bagaimana perjalanan Singapura hingga menjadi negara maju seperti saat ini. Tak lupa ia juga memaparkan hal-hal yang ia persiapkan sebelum berangkat ke Singapura. Perjuangan itu seperti kedai kopi favorit yang membuat ketagihan. Muliani Safitri Hasibuan menjadikan alegori tersebut sebagai judul ceritanya dalam buku ini. Ia menceritakan perjuangannya hingga sampai di Jepang. Bonus dari perjuangannya, ia dapat menjelajah destinasi wisata dan makanan Jepang bersama keluarga angkatnya.
: Ke Luar Negeri ala Mahasiswa : Farouq Heidar Barido, dkk : Indonesia : UNS Press : 2017 : 210
Berbeda dengan Hemas Anggraini yang berhasil menginjakkan kaki di universitas terbaik ketiga di Asia. Melalui simposium kepemudaan yang ia ikuti, Dhora Vasminingtyas Reginaning Charysma berhasil menginjakkan kaki di universitas terbaik di Asia, National University of Singapura. Meski tidak menyandang juara, ia mendapat pelajaran berharga dari kejujuran yang dipegang teguh oleh masyarakat Singapura. Kisah selanjutnya ditulis oleh Rohmat Jaya Eka Syahputra, mahasiswa UNS yang mengikuti program summer school di Utrecht University, Belanda. Bermodal tekad yang kuat, ia mampu meraih mimpinya berkuliah di luar negeri. Selain menceritakan kisahnya selama di Belanda, ia juga menceritakan perjalanannya mulai dari pendaftaran yang sempat dinyatakan gagal sampai ia menginjak Bandara Internasional Schipol. Tak jauh dari Belanda, Afrizal Faisal menggapai asanya di Norwegia. Ia menceritakan betapa beratnya melawan suhu enam derajat celsius. Ia juga menceritakan betapa ia rindu suasana menyenangkan saat sahur bersama keluarga. Di Norwegia, ia harus menghabiskan hidangan sahur sederhana sendirian, sembari membayangkan indahnya sahur bersama keluarga, dengan lauk pauk khas Indonesia. Seluruh kisah perjalanan di atas terjadi karena tekad kuat dan perjuangan yang luar biasa. UNS Global Challenge mengapresiasi tekad dan perjuangan tersebut melalui bantuan pendanaan. Dengan menghadirkan mahasiswa-mahasiswi yang pernah berprestasi di luar negeri, International Office ingin mengajak mahasiswa UNS untuk mengikuti jejak mereka. Hal ini tentu saja untuk membesarkan nama UNS di kancah internasional. Dikemas dengan sampul yang elegan, buku ini patut dibaca. Melalui kisah-kisah keberhasilan mereka dalam mewujudkan mimpi pergi ke luar negeri, kita bisa belajar dan menjadikannya motivasi untuk terus berjuang mewujudkan mimpi. Buku ini menjadi semakin informatif dengan disisipkannya ilustrasi-ilustrasi mengenai tips-tips berprestasi akademik di luar negeri pada setiap akhir kisah penulis. Terlepas dari kebermanfaatannya, buku ini kurang nyaman dibaca karena penulisan paragraf tidak dirapikan menggunakan justify alignment, sehingga terlihat berantakan. Buku ini juga tidak disertai bibliografi yang lengkap.
Acta Diurna No.27/V/2018
11