Majalah Dokter edisi 3

Page 1



PERSEMBAHAN

PUISI-PUISI

Kepak sayap waktu.... Anakku, lihatlah,

Anakku,

waktu yang bersayap lebar seperti Jatayu

kini engkau juga berkepak sayap terbang menjauh

sekali berkepak, bak kilat dia berlalu

Kau harus bawa bangsa ini maju kedepan jauh

rasanya masih kemarin engkau berlari kecil

Kami mengerti ketika Khalil Gibran berkata:

dengan tas dipunggung,

“Anakmu bukanlah anakmu. Mereka datang melalui kamu tetapi

dengan rok merah, hem putih

mereka bukan dari kamu. Mereka bukan milikmu. Mereka adalah

dan rambut dikepang dua

milik masa depan.”

Lalu anakku lihatlah,

Tetapi hati ini bukanlah fikiran yang begitu mudah untuk mengerti

waktu yang bersayap lebar seperti Jatayu

Ada gejolak berontak, dan hati ini kembali berteriak. “Itu anakku!”

dia membawamu pergi, terbang melintas lautan

Ya, tetapi lalu apa?

jauh kau berada di tanah orang

Sayapmu kembali berkepak, dan kali ini berdua dengan pasangan

waktu itu setahun terasa seabad

hidupmu.

namun jiwa mudamu merasakannya teramat singkat

Dan seakan waktu tak cukup lagi untuk dibagi

sesingkat waktu satu minggu,

Lalu kenapa semua terasa merugi? Obsesif? Posesif?

senin selasa, rabu kamis, jumat sabtu

“Anakmu bukanlah anakmu” ..... bisikan itu menggema kembali

lalu ahad

Ada tekad kuat merasuk masuk, kedalam relung hati orang setua ini

lalu sayap Jatayu kembali berkepak

Anakku, biarlah. Engkau telah menjadi milik masa depan.

Sang Waktu berkilat berkelebat

Terbanglah terus!

Hari hari engkau berusaha untuk cepat jadi sarjana

Jangan menoleh lagi

permata nusa dan bangsa ...............

Biarlah kami tinggal disini

Anakku lalu kau ada di singgasana

Dan dalam kelam malam sunyi seperti ini

Berpendar bagai permata

Biarlah kami bapak ibumu ini

Terperangah kagum bapak ibumu

saling berbisik, dalam bangga yang seakan meledak dihati,

Tak terperikan doa syukurku

Meski hati kami pun sebenarnya sepi

“Itu anakku!”

“Itu anak kami.”

Teriakan itu lantang dan bangga Cuma, bukan cuma kami yang boleh berteriak bangga Alam pun berpadu, suara mereka juga menggebu “Itu juga anakku!” Engkau menjadi anak jaman, jaman yang ingin kaubawa maju Engkau menjadi anak bangsa, bangsa yang rindukan pemimpin baru

| EDISI 3 - 2015 |

Prof.Dr.H.R. Eddy Rahardjo, dr, Sp.An(K)IC

3


MIKROSKOPIS

D A F TA R I S I

MIKROSKOPIS

SENIOR ADVISOR Pujo Hartono, Agus Harianto, Tedy Ontoseno, Ario Djatmiko, Urip Murtejo, Purnomo Budi, Pranawa, Sjahjenny Mustokoweni, Faroek Hoesin, Rasjid Moh. Tauhid Al-Amien EDITORIAL DIRECTOR Evy Ervianti VICE EDITOR Dwirani Rosmala Pratiwi CREATIVE DIRECTOR Martha Kurnia Eighty Mardiyan Kurniati MANAGING EDITOR Gadis Meinar Sari (Campus News Editor) Cita Rosita Prakoeswa (Scientific Editor) Martha Kurnia (Profile Editor) Brahmana Askandar (Travelling Editor) Hari Nugroho (Information Technology Editor) Damayanti Tinduh (Sport Editor) Ahmad Yuniari Heriyana (Photography Editor) Linda Astari (Book, Film & Music Editor) Irmadita Citrasanti (Fashion Editor) Agus Ali Fauzi (Phylosophy Editor) ASSISTANCE REPORTER (LINGUA TEAM) Dafina Balqis, Fira Soraya, Moch Ragil Affandi Nadhila Atsari, Nindy Adhilah ART & DESIGN DIRECTOR Hari Nugroho DISTRIBUTION & COMMUNICATION DIRECTOR Suwaspodo Henry Wibowo Lilik Djuari Heru Purnomo ABROAD CORRESPONDENCE DIRECTOR Samsriyaningsih Handayani LOCAL CORRESPONDENCE DIRECTOR Subur Prayitno MARKETING & ADVERTISING DIRECTOR Syamsul Arifin Pungki Mulawardhana ACCOUNT DIRECTOR Gadis Meinar Sari Irmadita Citrasanti ASSOCIATE EXECUTIVE EDITOR A. Rohman ASSOCIATE MARKETING CV Intrasiar Indonesia Sukses ISSN 977 2407085

Sharing and Caring Magazine Kantor Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Jl. Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telpon +62-31-5020251, +62-31-5030253 Email: redaksi.dokter@yahoo.com Website: www.majalahdokter.com Foto cover by Agus Yazid SB. Satgas Bencana RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

39

EFLORESENSI

Indeks Edisi Ini 03 PERSEMBAHAN Puisi: Kepak Sayap Waktu

06 LINGUA Sharing & Caring

07 CITO A Tim DVI Pahlawan di Belakang Panggung Bencana

10 CITO B Satgas Bencana Alam RSUD Dr. Soetomo Menolong dengan Hati

22 SITOKIN Ranah Minang Bangkit dari Bencana & Pesona Wisata Banda Aceh

Prof. Muhammad Dikman Angsar , dr., Sp.OG(K) Prof. Muhammad Dikman Angsar , dr., Sp.OG(K) pernah menjabat sebagai Direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 1995 – 2002, kemudian sebagai Manajer Graha Amerta RSU Dr. Soetomo tahun 2002 – 2009. Prof. Dikman diterima sebagai mahasiswa FK Unair pada tahun 1960, dan tahun 1967 lulus dari FK Unair sebagai dokter terbaik. Beliau diangkat sebagai guru besar pada tahun 1997 dan sebagai Konsultan Foto Maternal pada tahun 2001. Pernah mengikuti pendidikan tambahan laparoskopik di John Hopkins Hospital, Baltimore - Maryland, Educational and Programme Evaluation Course di Princeton, New Jersey dan Exchange Expert untuk riset hipertensi dalam kehamilan di Kobe University. Saat ini sejak tahun 2011 sampai sekarang menjabat sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga.

Dokter magazine is published by Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. All rights reserved. No part of this magazine may be reproduced without the permission of Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

4

| 3 | 2015 |


Indeks Edisi Ini 14 LAPOROSKOP Desaster Movie

15 AURIKULUS Music Heals For Pasca Trauma Stress Disorder

16 SECOND OPINION Ketika Dokter Berkisah tentang Bencana

23 DIKTAT The Tsunami Effect

24 ANATOMI Mimpi Dokter Kepulauan Terpencil

27 CITO C PBL

Prof. Soedarsodjojonegoro Physiology Is The Symphony Of My Life

RS Premier Surabaya Fokus Keselamatan Pasien

57 INFUSION Everything About Ban

60 TACHICARDY

36 ANATOMI

Prof. Soetjipto & Dr. Harlina Bersama Sejak Dokter Muda

IKA FK Unair Belanda

44 FISIOLOGI

Prof. Suhartono Taat & Dr. Elyana Saling Dukung

Yoga

33

70

Journey To The Death The Day When I Start Lying To Them

The Loving Profession

FILOSOFI

KAPITASELEKTA

64 EKPLORASI

46 NUTRISI

Panasnya Ceker Lapindo

50 MEDIKAMENTOSA At a Glance Bipolar Disorder

INSPIRASI Tenis Sehat dan Mengakrabkan

54 EKPLORASI

34 ANATOMI

48

RS Semen Gresik Pusat Pelayanan Trauma Kecelakaan Kerja

68 MEDIKAMENTOSA Gangguan Stres Pascatrauma (PTDS)

Rasjid Moh. Tauhid Al-Amien, dr., M.Sc., Dipl.HPEd.,AIF

Oktiningsih, dr., Sp.P(K)

Beliau masuk FK Unair pada tahun 1961, mendapat brevet sebagai Ahli Ilmu Faal pada tahun 1974 dari FK Unair. Mendapat gelar Master of Science (Applied Nutr.) dari SEAMEO/UI tahun 1976., dan mendapat Diploma of Health Personal Education dari WHO RTTC UNSW Sydney tahun 1995. Beliau juga aktif sebagai pengasuh rubrik ‘Kesehatan Anda’ di harian Surabaya Post lebih dari 20 tahun dan mengisi ruang Asy-Syifa’ di MPA bulanan Kanwil Depan sejak 1986.

Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga angkatan 84 ini adalah Konsultan Penyakit Paru di RS Mitra Keluarga dan RS AdiHusada Surabaya. Sejak lulus sebagai Spesialis Penyakit Paru pada tahun 2001, dr. Okti mempedalam ilmu penyakit asma di Bangkok, China dan Korea, serta mengikuti kursus bronkhoskopi di Amsterdam. Sehari-hari banyak mene­mui kasus kanker pa­ru, membuat dr. Okti sering me­renung tentang su­ l­itnya posisi seorang dokter ketika harus menghadapi kasus-kasus tahap terminal. Hasil re­nungannya tertuang dengan manis dalam tulisan Journey to the death, the day when I start lying to them.

| 3| 2015 |

5


DARI MEJA REDAKSI

LINGUA

Sharing & Caring B

ulan Ramadan baru saja berlalu. Kesahduan dan kepekatan ibadah di dalamnya menyebabkan para redaksi juga ikut mengerem kesibukan. Sehingga edisi ketiga ini diusahakan sampai ke tangan para sejawat pada bulan kemenangan, Syawal 1436. Kami, segenap redaksi menyampaikan Selamat Idul Fitri, mohon maaf atas segala khilaf dan salah di edisi-edisi yang lalu. Semoga puasa dan amal ibadah kita diterima dan mendapat ridho-Nya. Aamiin. Bagi dokter, bekerja di luar jam biasa atau bahkan melampaui rasa lelah dan jenuhnya, adalah hal biasa. Apalagi bila menghadapi bencana. Beberapa bencana besar kita alami di tahun-tahun terakhir ini, mulai bencana alam sampai kecelakaan dan perbuatan manusia (baca: pengboman). Di saat saat seperti itu dimana peran dokter yang sesungguhnya? Edisi kali ini akan berbicara tentang peran dokter dalam disaster. Apresiasi yang luar biasa bagi sejawat yang punya ‘hobi’ men-darma-bakti-kan keahliannya untuk menolong sesama yang tertimpa bencana. ‘Hobi’ karena tidak semua dokter bersedia terjun ke sana. Ini betulbetul pengabdian! Sejalan dengan itu, redaksi mengajak pembaca untuk melihat bagaimana daerah yang mengalami bencana berbenah sehingga menjadi cantik lagi, seperti yang terjadi di Aceh dan Padang. Memang, menjadi dokter tidak sekadar menjadi seseorang yang ber-’ilmu’ tetapi harus juga ber-’hatinurani’. Itu sebabnya kurikulum pendidikan dokter mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Semua bertujuan untuk menghasilkan dokter yang ber’karakter’ dokter. Mungkin kita lupa bahwa dokter berasal dari bahasa latin yaitu ”Docere” yang artinya ‘mengajar‘. Mengajar pasien untuk menjadi sehat – sedapat mungkin dari diri mereka sendiri. Untuk dapat ‘mengajar’,

6

foto: HARI NUGROHO

seseorang harus mempunyai keahlian berkomunikasi, mempengaruhi dengan sikap santun dan memberi dengan kasih sayang. Nah, bagaimana penggodokan pendidikan dokter dilakukan, juga segala sesuatu tentang kurikulum pendidikan dokter, diceritakan dengan gamblang oleh para petinggi FK Unair, sehingga kita bisa memahami dan semakin mencintai sekolah dokter kita ini. Kegamangan para pendidik akan hasil didikan beliau secara tak langsung akan terjawab pada tulisan tentang perasaan seorang dokter ketika sedang melayani pasien, menghadapi situasi sulit dan terbukti pada cerita tentang pengabdian dokter di daerah terpencil dan kepulauan. Agar tidak terlalu berat merasakan beban sejawat di kancah bencana atau di kepulauan, dalam edisi ini kita rangkum pula dengan manis tentang kegiatan tenis yang memper erat silaturahmi, pengetahuan tentang ban agar kita aman dalam berkendara, wisata kuliner unik yang menyegarkan dan tidak lupa kisah-kasih yang menyejukkan dari para senior kita. Semoga tulisan-tulisan yang mengalir di edisi kita kali ini menumbuhkan semangat utuk terus mengabdi sebagai pelayan kesehatan yang berkarakter dan mulia. Salam hangat.

| EDISI 3 - 2015 |

Juli 2015.

Dewan Redaksi


WORKSHOP DVI: Dr. Mussadeq (enam dari kanan) bersama tim trainer DVI.

DVI atau disaster victim identification, adalah salah satu tugas kepolisian secara universal untuk kepentingan penyidikan dan tugas kemanusiaan.

I

ndonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan 18.306 pulau dan 129 gunung berapi. Letaknya berada di pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indonesia-Australia, dan Lempeng Mediteranian. Hal ini mengakibatkan Indonesia memiliki risiko tinggi untuk mengalami berbagai bencana, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, kecelakaan di darat, laut, dan udara serta bencana lainnya. Sehingga Indonesia juga dikenal sebagai supermarket bencana. Bencana sendiri didefinisikan sebagai

| 3 | 2015 |

7

suatu kejadian tidak terduga yang menyebabkan kerusakan dan kerugian harta benda relatif besar serta mengakibatkan timbulnya korban jiwa atau cedera, sehingga membutuhkan sarana dan fasilitas yang lebih dari biasanya untuk memberikan pertolongan. Bencana dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami serta bencana non-alam seperti kecelakaan pesawat dan jembatan runtuh. Selain itu, bencana juga diapat dikategorikan menjadi bencana tertutup dan bencana terbuka. Bencana tertutup

CITO A

PANGGUNG BENCANA

L A P O R A N U TA M A

TIM DVI PAHLAWAN DI BELAKANG


merupakan bencana yang menyebabkan kematian sejumlah orang yang telah diketahui identitasnya dan terdapat data pasti seputar korban, misalnya pada kecelakaan pesawat terbang yang memiliki data pasti dari penumpangnya. Pada kasus seperti ini, semua korban yang ada sudah terdeteksi serta dapat ditentukan jumlah korban yang telah ditemukan dan jumlah korban yang tidak ditemukan. Sedangkan bencana terbuka merupakan bencana yang menyebabkan kematian sejumlah orang yang tidak diketahui identitasnya dan tidak terdapat data pasti seputar korbankorban tersebut, misalnya bencana tsunami yang bisa mengakibatkan kematian semua orang yang sedang berada di tempat kejadian. Bencana ini terbuka untuk umum dan tidak terdapat data korban sehingga lebih sulit melakukan proses identifikasi. Dalam menangani bencana-bencana yang terjadi tersebut, terdapat dua hal utama yang perlu ditentukan. Hal pertama adalah sebab terjadinya bencana dan poin kedua adalah siapa saja yang menjadi korbannya. Di sinilah pentingnya peran tim DVI (Disaster Victim Identification). DVI pada dasarnya merupakan sebuah prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana sesuai dengan guideline interpol. Penting untuk mengetahui identitas setiap korban karena, selain merupakan hak asasi setiap manusia, juga diperlukan untuk urusan asuransi, hak pensiun, hak untuk menikah lagi, serta cara penguburan yang sesuai dengan agama masing-masing. Mengenal DVI “DVI atau Disaster Victim Identification, adalah salah satu tugas Kepolisian secara universal untuk kepentingan penyidikan dan tugas kemanusiaan�, jelas Inspektur Polisi Dr. Musaddeq Ishak, yang pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri. Markasbesar DVI berada di Lyon Perancis di bawah kendali langsung ICPO (International Crime Police Organization). ICPO mewajibkan seluruh negara di dunia memiliki DVI Nasional

di bawah kendali Kepolisian masingmasing negara, dan seluruh operasi DVI harus dilaporkan dan disupervisi oleh DVI-ICPO . Sejarah terbentuknya DVI di Indonesia berawal dari kejadian Bom Bali pada tahun 2002. Saat Bom Bali terjadi, Indonesia masih belum memiliki tim DVI sehingga mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi korban-korban yang ada. Dengan bantuan tenaga ahli dari luar negeri, Indonesia dibantu untuk membentuk tim DVI, sehingga dapat mengidentifikasi korban dengan tepat dan akurat. Operasi DVI dilaksanakan tentunya bila ada disaster, baik Natural Disaster ( Bencana Alam) atau Man Made Disaster (Bencana karena Ulah Manusia , misalnya Terrorism, perang, kebakaran atau pun tindakan kriminal lainnya). Operasi DVI dilaksanakan berdasarkan penilaian Ketua DVI Provinsi, dalam hal ini Kabiddokkes Polda, sesuai dengan tujuan DVI yaitu melaksanakan identifikasi terhadap setiap korban disaster secara ilmiah dan sah secara hukum, sesuai prosedur Internasional Interpol DVI, untuk kepentingan penyidikan maupun tugas Kemanusiaan. Di Indonesia, ada Komite DVI Nasional Indonesia yang operasionalnya langsung dibawah kendali Kapolri, dan ditingkat provinsi ada DVI Provinsi dibawah kendali Gubernur dan Kapolda. Apabila disaster terjadi dalam skala besar dan tidak mampu dilaksanakan DVI provinsi, maka maka operasi DVI dilaksanakan di tingkat Nasional dengan melibatkan seluruh kekuatan dan peralatan yang ada. Kerja Sama Kepolisian dan Tim Forensik Universitas Airlangga Dalam melaksanakan operasinya, DVI dibantu oleh para pakar Pathology Forensic, Odontology Forensic, Anthropologist, expert Biomoleculer/ DNA, expert Fingerprint dan ahli lain yang berasal dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, Departemen Kesehatan, bahkan bila diperlukan, para pakar dari mancanegara. Para pakar dari Uiversitas Airlangga

8

| 3 | 2015 |

dilibatkan untuk pertama kalinya pada operasi DVI Bom Bali tahun 2002 di Denpasar. Tim dari Unair saat itu dipimpin oleh Prof DR Med dr Erfan Soekry SpF, DFM dan almarhum Prof Dr dr Indrayana SpF, DFM. Selanjutnya hampir di setiap operasi DVI Nasional maupun Internasional di Indonesia, para pakar Forensik Unair pasti dilibatkan. Bagaimana Tim DVI Bekerja? Dr. Mussadeq menjelaskan bahwa Tim DVI selalu bekerja sesuai ketentuan Prosedur Interpol DVI. Prosedur tersebut terdiri dari 5 Tahap, yaitu: 1. Olah TKP Aspek Medik Tahap ini adalah mengumpulkan jenazah atau bagian dari jenazah termasuk barang-barang bukti lainnya yang terkait proses identifikasi di Tempat Kejadian Perkara. 2. Ante Mortem Data Collection Yaitu tahap mengumpulkan data primer dan sekunder dari keluarga korban. Data primer meliputi data Sidik Jari/ Fingerprint, data Gigi geligi dan data DNA,. Data sekunder meliputi data-data medis, asesoris yang dipakai seperti gelang, cincin, kalung, pakaian, foto dll. 3. Post Mortem Data Collection Dalam tahap ini tim mengumpulkan data primer dan sekunder dari jenazah di kamarotopsi. 4. Rekonsiliasi Tahapan mencocokkan data primer dan sekunder yang didapatkan dari proses Ante Mortem dan Post Mortem oleh para pakar/ expert pathology Forensic, Odontology Forensic, Anthropo­logist, Biomoleculer/DNA, Fingerprintdll. 5. Debriefing Yaitu melaksanakan evaluasi terhadap proses dan hasil identifikasi oleh tim DVI. Seluruh rangkaian proses tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Bahkan, terkadang operasi DVI dapat memakan waktu hingga bulanan. Tentunya koordinasi


TIM DVI: Dr. Mussadeq (lima dari kanan) dan Prof. Soekry (empat dari kanan) saat Workshop DVI.

dari semua pihak sangat diperlukan untuk mengidentifikasi korbankorban dengan tepat dan akurat. Pengalaman Berkesan Bagi Dr. Mussadeq sendiri, pengalaman Operasi DVI Internasional pertama kalinya di Indonesia pada peristiwa Bom Bali tahun 2002, merupakanpengalaman yang paling berkesan. ‘Karena saat itu kita berhasil mengidentifikasi 99 % dari 202 korban ledakan Bom dari mancanegara’, cerita beliau. Keberhasilan tersebut salah satunya adalah berkat kerja keras para pakar Forensik UNAIR. Kerja Tim yang hebat yang diakui dunia dan berhasil mendapatkan penghargaan Internasional. Sedangkan bagi Prof. Soekry, kisah yang cukup berkesan bagi beliau adalah saat menangani kapal yang tenggelam di Pantai Prigi. Kala itu, seorang bapak melaporkan istri dan putri keduanya yang hilang di kapal tersebut. Putri keduanya yang berusia 8 tahun dicirikan menggunakan kaos berwarna biru dan celana abu-abu. Pada data Post Mortem, ditemukan korban wanita dengan kaos biru yang sesuai dengan yang telah digambarkan serta pakaian dalam yang juga sesuai, tetapi celananya berwarna

merah. Meskipun sang Bapak yakin bahwa itu adalah putrinya karena kaos yang dikenakan sama, tetapi pihak DVI tidak berani menyatakan bahwa korban tersebut merupakan putri yang dicari karena perbedaan celana yang digunakan. Akhirnya, pemeriksaan DNA dilakukan. Hasil pemeriksaan DNA berhasil menemukan bahwa korban tersebut memang merupakan putri yang dicari. Belakangan, dalam penyelidikan akhirnya diketahui bahwa sesaat sebelum kapal tenggelam, putri tersebut muntah hingga mengotori celananya dan memutuskan untuk mengganti celana yang dikenakan. Jenazah sang istri pun dapat diidentifikasi karena adanya hubungan ibu dan anak yang ditemukan saat pemeriksaan DNA. Walaupun berduka, namun sang Bapak lega karena berhasil menemukan jenazah sang istri dan putri keduanya. Cerita-cerita seperti ini membuat Prof. Soekry dan tim DVI selalu bersemangat dalam bekerja. Saat ini, Prof. Soekry dan para ahli lainnya aktif mengadakan pelatihan agar lebih banyak tenaga muda yang dapat membantu tim DVI saat terjun ke lapangan. Pelatihan sangat perlu karena dalam operasi DVI dibutuhkan skill dan

| 3 | 2015 |

9

Untuk mendapat hasil yang memuaskan, seluruh tim yang terlibat dalam operasi DVI harus mengetahui dan memahami Interpol DVI Prosedur yang menjadi pedoman internasional. kemampuan yang tinggi. Prof. Soekry berharap kinerja tim DVI Indonesia makin baik di masa mendatang Sedangkan Dr. Mussadeq berpesan pada para aktivis yang membantu pelaksanaan identifikasi korban dalam penanganan awal suatu bencana, untuk mendapat hasil yang memuaskan, seluruh tim yang terlibat dalam operasi DVI harus mengetahui dan memahami Interpol DVI Prosedur yang menjadi pedoman internasional. Hal tersebut amat penting dalam pelaksanaan proses identifikasi, agar hasil identifikasi dapat diakui dunia internasional dan tidak terbantahkan. n Naskah: YASIN Foto: DOK DR MUSADEK


CITO B

L A P O R A N U TA M A

Salah satu tim kebanggaan RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah Satgas Bencana Alam. Tim yang tugasnya membantu korban bencana alam ini, berdiri dalam naungan Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD Dr. Soetomo. Dalam bencana alam yang terjadi dari pesisir Indonesia paling barat hingga bagian timur, tim Satgas Bencana Alam RSUD dr. Soetomo tidak pernah ketinggalan berperan serta. Suka duka, rasa pilu, keharuan dan rasa syukur yang tertangkap saat bertugas, membuat para anggota tim nya tidak pernah enggan untuk berangkat menjemput tugas…

S

ebagian dari kita yang kini berusia 50-an tidak akan lupa pada insiden kebakaran Kapal Motor Penumpang (KMP) Tampomas II, 27 Januari 1982 silam. Ratusan korban meninggal dalam kapal yang mengangkut penumpang dari Jakarta ke Sulawesi tersebut. Profesor DR. dr. Karyadi, Sp An(K) yang pada waktu itu menjabat sebagai Direktur RSUD dr. Soetomo, memimpin langsung bantuan medis dari RSUD Dr. Soetomo. Kejadian itulah yang mencetuskan ide untuk membentuk Satuan Tugas Bencana Alam di Rumah Sakit Rujukan terbesar di Indonesia Timur ini. Pada kiprah awal Satgas Bencana Alam, peralatan komunikasi yang dimiliki jauh dari mumpuni.Saat itu yang digunakan adalah radiomedik yang merupakan bantuan Jepang untuk Instalasi Rawat Darurat (IRD) RSUD dr. Soetomo. Karena alat komunikasi ini dapat menjangkau Indonesia Bagian Timur, dengan memanfaatkan frekuensi milik Orari (Organisasi Radio Republik Indonesia). “Sejak saat itu lah, IRD mulai memiliki perlengkapan yang memadai untuk tim Satgas. Tim kami terdiri dari Tim Medis, Radiomedik, dan Ambulans,” cerita Dr. Urip Murtedjo SpB (K) KL, PGD Pal.Med.ECU, kepala IRD RSUD Dr. Soetomo. Saat terjun dalam tugas, Satgas Bencana Alam dibagi menjadi tiga tim. Tim yang pertama kali terjun ke daerah bencana adalah tim aju. Tugasnya adalah untuk ‘babat alas’. Melihat kondisi lokasi, sehingga dapat menentukan apa yang dibutuhkan

dan apa yang akan dilakukan. Tim selanjutnya yang beraksi adalah tim medis spesialis. Tim ini yang akan menangani korban-korban yang terdampak. Dan yang terakhir terjun adalah tim rehabilitasi, yang terdiri dari ahli fisioterapi, psikoterapi, dan lingkungan. Untuk melakukan tindakan medis di lokasi bencana bukan hal yang mudah. Terlebih bila bencana alamnya sampai meluluhlantakkan daerah yang bersangkutan. Jangankan fasilitas yang dibutuhkan, tempat untuk melakukan tindakan medis saja tak ada. Seperti gempa berkekuatan 7,8 skala Richter yang menggoyang Maumere pada 1992 hingga terjadi tsunami. Tim Satgas Bencana RSUD Dr. Soetomo sampai harus mengumpulkan puing-puing untuk mendirikan tenda. Operasi dilakukan di tempat yang jauh dari kata steril, dengan perbekalan medis yang dibawa ke lokasi. “Bantuan yang kami berikan dalam bencana gempa Maumere ini meninggalkan kesan yang dalam bagi kami, karena kami memberikan bantuan tanpa henti selama dua tahun. Bantuan yang kami berikan berupa tindakan medis pada para korban terdampak dan membantu melatih tenaga medis di sana sampai akhirnya RS Maumere berdiri,” jelas Dr. Urip. Tentu saja untuk menerjunkan Tim Satgas Bencana ke lokasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bantuan yang disalurkan pada korban bencana sudah pasti menghabiskan banyak biaya. Bagaimana Tim Satgas dapat terus berkiprah? Semuanya tidak

10

| 3 | 2015 |

lepas dari peran Menejemen RSUD dr. Soetomo dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. Awalnya, setiap kali terjadi bencana dan tim Satgas berencana untuk terjun membantu, pengelola IRD meng­ ajukan rencana tersebut pada jajaran Direktur Rumah Sakit. Kemudian Direktur Rumah Sakit akan melaporkan pada Pemprov Jatim untuk mendapat penggantian. Pola ini berjalan dari awal berdirinya Satgas Bencana Alam hingga tahun 2011. Kemudian, di tahun 2011 Peme­ rintah Provinsi akhirnya membentuk Badan Penanggulangan Bencana Da­erah (BPBD), sehingga seluruh bantuan untuk daerah yang terkena bencana diatur dan dikelola oleh BPBD. Satgas Bencana RSUD Dr. Soetomo dalam organisasi baru ini bertindak sebagai penyedia tim medis, sesuai kebutuhan yang diinformasikan oleh BPBD. Terkenang Tatapan Anak Aceh Dibutuhkan sosok dengan jiwa sosial yang tinggi untuk rela terjun langsung membantu para korban bencana. Seperti yang diceritakan Dr. Sahudi SpB (K) KL. Jiwa sosialnya mulai tersentuh saat bapak empat anak ini bertugas di Puskesmas Lelogama, Amfoang, Kupang, NTT sebagai dokter umum pada 1992-1996. Dengan melihat kondisi masyarakat Lelogama saat itu, Dr. Sahudi menangkap fenomena bahwa pertolongan medis adalah sebuah hal yang mewah. Di situlah matanya terbuka dan hikmat dalam dirinya terbentuk: masih banyak rakyat Indonesia yang tidak


SATGAS BENCANA ALAM RSUD DR. SOETOMO

MENOLONG DENGAN HATI

| 3 | 2015 |

11


tersentuh tindakan medis. Seringnya bertugas memberikan bantuan-bantuan darurat khususnya di daerah minim fasilitas medis, Dr. Sahudi memiliki banyak pengalaman mendebarkan. Salah satunya adalah saat dirinya sedang tergabung dalam tim yang memberi bantuan kepada korban bencana letusan Gunung Kelud. “Ternyata antara bodoh dan empati itu tipis bedanya. Saya membuka posko bantuan di camp pengungsian yang jaraknya hanya 9 km dari lokasi bencana. Padahal Prof. Eddy Rahardjo sudah mengingatkan agar tidak mendekati daerah itu. Tapi entah mengapa, hati saya seperti terpanggil ke situ,” kisah Dr. Sahudi Benar saja, saat tengah malam, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Wedhus Gembel turun hingga ke tempat mereka.Tentu saja para pengungsi panik. Mereka terbiritbirit menyelamatkan diri. Begitu pula Dr. Sahudi dantim medis lainnya. Keesokan harinya Prof. Eddymenegur Dr. Sahudi lantaran tidak menuruti peringatan beliau.

12

Kalau bencana Gunung Kelud membuat Dr. Sahudi terbiritbirit, Tsunami di Aceh membuatnya berurai air mata. Gempa berkekuatan 9,3 skala Richter yang mengguncang dasar laut di barat daya Sumatera tersebut menimbulkan gelombang laut yang menyapu bersih daratan berjarak 20 - 25 km dari lepas pantai. Aceh benar-benar lumpuh total. Kerugian materi sudah tak dapat ditafsirkan. Sanak saudara pun terpisahkan, tercerai berai. “Bantuan terlama yang pernah saya berikan ya di Aceh ini. Sehingga hubungan emosi pun terjalin kuat. Yang membuat dada ini terasa sesak, ketika masa tugas saya dan rekan satu tim berakhir. Kami harus pulang. Saat berpisah dengan para korban yang masih kanak-kanak, air mata bercucuran, tidak dapat ditahan. Tatapan mata mereka seolah mengatakan bahwa mereka tak mau kehilangan lagi,” kenang pria yang pernah menjadi relawan di jalur Gaza pada 2009 lalu ini.

| 3 | 2015 |

Melerai dengan Bertelanjang Dada Sejak lulus sebagai spesialis anestesi pada 1999, Dr. Christrijogo Sumartono SpAn (K) AR langsung berkecimpung menjadi relawan yang membantu korban bencana. Kerusuhan di Ambon pada 2000 adalah penga­laman pertamanya. Di situ Christijogo dituntut sigap dan kreatif saat menangani korban dengan kelengkapan medis yang sangat minim. “Seperti memilih penggunaan anestesi lokal agar perawatan pasca tindakan bisa lebih sebentar, sehingga korban yang ditangani bisa lebih banyak. Atau menggunakan mobile anastesi,” tutur Christrijogo. Ada satu hal yang membuat geram Christrijogo saat memberikan bantuan medis pada korban bencana. Yakni adanya pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi. Seperti saat kejadian bencana gempa di Padang - Pariaman.Ada sebuah LSM yang seolah-olah me­ nguasai untuk membantu para korban. Padahal misi lainnya


agar mendapatkan kucuran dana dari luar. Dengan situasi seperti itu, muncul lah konflik. Pihak lain yang datang untuk membantu merasa terhalangi dan terhambat oleh LSM tersebut. Sehingga bentrokan pun tak terhindarkan. “Nggak kebanyakan ngomong, saya datangi mereka. Saya buka baju hingga telanjang dada. Saya bilang saya tidak mewakili instansi manapun, atribut instansi saya copot, saya datang ke tempat ini hanya ingin menolong. Melihat sikap saya seperti itu, akhirnya pihak LSM pun luluh dan bisa diajak kerja sama dengan yang lain,” ceritanya. Tak hanya membantu korban bencana dalam negeri, ahli anestesi ini juga pernah membantu korban bencana banjir di Sichuan, China. Banjir besar yang terjadi pada medio 2013 ini merusak 300 rumah penduduk. Kendala utama saat memberikan pertolongan medis pada korban banjir Sichu­an adalah bahasa. Untunglah anak-anak muda Sichuan banyak yang bisa berbahasa Inggris. Sehingga komunikasi cukup lancar. Bagi Christrijogo, pengalaman memberi bantuan ke luar negeri ini terasa sangat berkesan. Karena dirinya dianggap sebagai tamu negara, sehingga jamuannya di-setting sedemikian rupa sesuai penyambutan terhadap tamu negara. Selain itu, lantaran korban yang berjatuhan sangat banyak, dirinya beserta rekannya, dr Teddy Heri Wardhana SpOT, harus berkejar-kejaran dengan waktu. Dalam waktu 2 minggu, mereka harus melakukan operasi pada 14 pasien. Syukurlah tugas tersebut dapat terlaksana dengan lancar.

Mahir Buka-Tutup ‘Rumah Sakit’ Sejak menjalankan tugas sebagai PPDS Anestesi, Dr. April Poerwanto Basoeki SpAn sudah digembleng untuk menghadapi kondisi emergency. Bukan hanya menangani situasi darurat di OK (kamar operasi), UGD, maupun ICU saja, tetapi juga dalam menangani penanggulangan bencana juga harus mumpuni. Berawal dari itulah, ahli anestesidi bidang emergency, critical care, disaster, dan trauma ini turut berkecimpung di Satgas Bencana Alam RSUD Dr. Soetomo. Dengan terjun langsung di penanggulangan bencana ini, April menjadi piawai ‘membukatutup’ Rumah Sakit. “Ceritanya, ketika menjadi tim medis bencana Tsunami Aceh, ICRC (Palang Merah Dunia) memberi bantuan Rumah Sakit Tenda. Karena dihibahkan ke Departemen Kesehatan Indonesia, mau tak mau harus ada yang bisa meng­operasikannya. Akhirnya saya menjadi salah satu personel yang dilatih,” ujarnya membuka pembicaraan. RS Tenda ini memiliki luas dua kali lapangan sepak bola. Fasilitas di dalamnya sangat komplit, seperti RS yang semestinya. Ada depo air untuk kebutuhan air bersih, genset, serta berunit-unit AC. Pertama kali praktik – membuka, mendirikan, serta mengatur kembali di peti kemas – RS Tenda tersebut, adalah ketika terjadi bencana gempa di Bantul, Jogjakarta. Saat itu bahkan April didapuk menjadi komandannya. Sebagai bagian dari Tim Satgas Bencana Alam, April banyak mengikuti pelatihan-pelatihan untuk menunjang keterampilannya. Namun bukan hanya pelatihan bencana alam yang diikutinya, pria berusia 61 tahun

| 3 | 2015 |

TERJUN LANGSUNG: Tim Satgas Bencana RSUD dr. Soetomo saat diterjunkan membantu korban bencana Tsunami Aceh.

ini juga pernah dikirim ke Korea oleh Dinas Kesehatan Surabaya untuk mengikuti pelatihan pe­ nanggulangan bencana kimia. April mengakui hal tersebut memang penting lantaran Surabaya merupakan kota industri. Setiap saat kita ditemui kendaraan bermuatan bahan kimiahilir-mudik di jalan raya. Karena itu dibutuhkan tim yang siap menghadapi terjadinya bencana kimia. Pekerjaan yang seringkali mempertaruhkan nyawa ini dilakukan April betul-betul untuk pengabdian. Predikat ‘nggak waras’ sempat dialamatkan pada dirinya. “Nggak heran kalau saya disebut seperti itu. Wong ada yang enak, saya malah memikih yang nggak enak,” sahutnya terkekeh. n

13

Naskah: ISNA, MARTHA Foto: AGUS YAZID S & DOK MARTHA


ULAS FILM

LAPOROSKOP

DISASTER MOVIE Film tentang bencana memang selalu menarik perhatian. Mulai dari jalan cerita yang kerap mengharukan, menyedihkan dan sarat dengan muatan kemanusiaan, hingga penggarapan adegan-adegan dengan visual effect yang high-tech, membuat disaster movie ini banyak diserbu para penonton dan sukses secara box office. Pada edisi Disaster kali ini, redaksi akan meresensi 3 film mengenai bencana.

The Day After Tomorrow

I

su global warming sudah sering didengungkan sejak lama. Namun sebenarnya apa sih yang akan terjadi saat global warming ini terjadi? Film bergenre science-fiction yang dirilis tahun 2004 ini menggambarkan dampak global warming yang begitu luar biasa. Saat pemanasan mencapai puncak, keadaan akan segera membalik menjadi pendinginan global dimana seluruh bumi tertutup salju yang terbentuk setelah gelombang tinggi pasang air laut memasuki daratan. Saat bumi menjadi ladang es, bagaimana nasib manusia yang masih bisa bertahan hidup dan menyelamatkan diri? Selayaknya film bencana khas sang sutradara Emmerich, selalu ada dramatisasi melankolis tentang nasib orang-orang biasa di tengah bencana. Dennis Quaid dan Jake Gyllenhaal memainkan peran ayah dan anak yang sangat menyentuh. Di film yang dibuat berdasarkan buku The Coming Global Superstorm ini, anda juga bisa menyaksikan akting dari Emmy Rossum, Ian Holm dan Sela Ward yang apik. Film ini dibuat di Montreal, dan berhasil mencapai pendapatan $ 542.771.772 dalam pemutarannya. n

The Impossible

M

asih ingat dengan bencana tsunami tahun 2004 yang lalu? Bukan hanya di negara kita, namun bencana ini pun menerjang Thailand secara bersamaan. Film yang disutradai Juan Antonio Bayona ini berdasarkan kisah nyata pengalaman Maria Belon dan keluarganya yang selamat dari bencana tersebut. Tak hanya menampilkan bencana alam semata, film ini pun menyelipkan nilai kemanusiaan yang mengharukan. Tak heran, The Impossible menghasilkan $180.274.123 di seluruh dunia. Akting pemainnya pun membuat film ini mendapat Academy Awards juga Golden Globe Awards untuk kategori Best Actress (Naomi Watts). Selain Naomi Watts, Ewan McGregor, Tom Holland, Samuel Joslin dan Oaklee Pendergast pun ikut bermain dalam film ini. n

2012

ilm yang diproduksi di tahun 2009 ini disutradarai oleh Emmerich terinspirasi oleh ide kiamat global yang bersamaan dengan akhir putaran kalender hitungan panjang suku Maya, pada 21 Desember 2012. Kisah film ini sepintas tak banyak berbeda dengan film setema seperti Deep Impact atau The Day After Tomorrow. Namun, 2012 menggambarkan bencana kiamat dengan lebih dahsyat dan efek visual yang lebih canggih. John Cusack, Chiwetel Ejiofor, Amanda Peet, Oliver Platt, Thandie Newton adalah beberapa aktor dan aktris yang berperan di film ini. 2012 menghasilkan $769.679.473 dalam pemutarannya di seluruh dunia. n

Naskah: METHA Foto: COURTESY FROM GOOGLE

14

F

| 3 | 2015 |


AURIKULUS

BEDAH MUSIK

Music Heals For Post Trauma Stress Disorder

Benarkah musik dapat meningkatkan kondisi kesehatan tu­buh, kesehatan pikiran, kesehatan jiwa ser­ta kemampuan otak seseorang yang mengalami stress pasca trauma?

P

asca bencana, seseorang yang meng­­­alami atau menyaksikan se­­cara langsung kejadian me­ nge­­rikan dan kehilangan orang yang dicintai dapat mengalami trau­ma ke­jiwaan. Di antaranya, 60% sem­buh spon­tan dan dapat beraktivitas se­perti se­be­lumnya, sisanya ada yang meng­alami trau­ma berkelanjutan hingga me­ngem­ bang­kan gangguan stress pasca trauma atau pasca trauma stress disorder (PTSD). Gejala dari PTSD secara garis besar da­pat di­kelompokkan menjadi 3 ba­gi­ an: ingatan yang menganggu (intrusive me­­mories), peng­hindaran (avoidance) dan ma­ti rasa se­cara emosional (emo­ tio­nal numbing), ser­ta kecemasan atau pe­ning­katan emo­si (hyperarousal). Masalah lain yang ber­hu­­bungan dengan PTSD adalah adanya gang­­guan anxietas, depresi, kemarahan, rasa bersalah, penyalahgunaan zat (meng­obati diri untuk menghilangkan stres), ma­salah perkawinan, disfungsi sek­su­al sam­pai penurunan produktivitas pe­ker­ja­an. Bahkan, mereka yang terkena PTSD umum­nya mempunyai pikiran atau niat un­­tuk bunuh diri. Untuk mengatasi gangguan stres pas­ca trauma, beberapa penelitian telah me­nun­­ jukkan keefektivitasan terapi musik pa­da ke­ ada­­an ini. Terapi mu­sik ada­lah usaha untuk me­ning­kat­kan kua­litas fisik dan mental dengan rang­sangan s­uara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir se­demikian rupa sehingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental. Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan musik dapat menstimulasi fisik dan perilaku se­hing­ga berguna untuk

menyembuhkan gang­gu­an psikis maupun perilaku. Musik ada­lah bentuk stimulasi sensoris yang me­nim­bul­kan respons familiar dan perasaan aman. Suatu penelitian systematic reviews pa­ da orang yang menderita PTSD di tahun 2008 menunjukkan terapi musik dapat me­­ningkatkan mood dan memperbaiki ge­jala depresi. Hasil penelitian ini serupa de­ngan meta-analisis dari 22 studi pada mereka yang menderita stress, yang me­ nu­njukkan bahwa terapi musik se­cara sig­­nifikan dapat menurunkan emosi. Pe­­nelitian lain menunjukkan otak ma­ nu­­sia mengeluarkan gelombang yang ber­beda-beda sesuai dengan jenis musik dan frekuensi gelombang suara yang di­ be­rikan kepada mereka. Pola gelombang otak manusia menentukan aktivitas tu­buh dan pikiran seseorang sehingga di­simpulkan bahwa kondisi kesehatan tu­buh, kesehatan pikiran, kesehatan jiwa ser­ta kemampuan otak seseorang bisa di­ ting­katkan de­ngan men­de­ngarkan musik ter­tentu dan gelombang suara dengan fre­kuensi yang tepat. Untuk membantu penderita PTSD me­ra­sa lebih tenang, bisa diperdengarkan mu­sik dengan gelombang alpha (frekuensi 8-13 Hz). Musik dengan gelombang ini umumnya berhubungan dengan suara gemercik air dan suara jangkrik di malam hari. Gelombang alpha adalah gelombang yang dominan saat

| 3 | 2015 |

15

seseorang bermeditasi atau sedang dalam keadaan rileks.Ge­lom­bang ini berhubungan dengan fikiran yang mengembara dan kedamaian hati. Saat mulai bermeditasi gelombang otak se­lalu berada dalam gelombang ini. De­ngan meningkatkan gelombang alpha pa­da otak, ditengarai seseorang akan men­jadi lebih kreatif, bebas stress dan ter­sem­buhkan. Bagaimana dengan manfaat musik de­ ngan gelombang yang lain? Gelombang Be­ta (13-30 Hz) ternyata dapat menjaga pikiran terfokus. Gelombang Theta (4-8 Hz) berhubungan secara signifikan de­ ngan pelepasan stress, menghasilkan ke­­butuhan tidur yang cukup serta me­ning­kat­kan kreativitas. Sedangkan gelombang Delta (0.5-4 Hz) bisa pula didengarkan un­tuk efek relaksasi yang lebih mendalam. Nah, yang mana yang Anda butuhkan? Un­tuk mendapatkan musik dengan ge­lom­­bang suara tertentu Anda dapat me­ng­un­duhnya dari internet, antara lain http://2learnmeditation.com/ meditation-music. Naskah: METHA Foto: AROHMAN


K ATA M E R E K A

SECOND OPINION

KETIKA DOKTER BERKISAH TENTANG

BENC ANA Siapa pun tak pernah menginginkan adanya bencana. Namun, di balik terjadinya bencana ada hikmah yang bisa dibagikan kepada sesama. Termasuk apa yang pernah dialami oleh para dokter berikut ini.

Pudjo Hartono, dr., SpOG(K)

‘Post Trauma Stres Disorder’

P

ada tahun 1981-1982, dr. Pudjo menjalani Inpres di Timor Timur bersama salah satu rekannya, dr. Hari Paraton. Inpres hanya beliau jalani selama satu tahun karena beliau bertugas di daerah khusus. Salah satu rutinitas yang beliau lakukan adalah me­ ngirimkan suplai makanan ke daerah yang kekurangan pangan. Pada tahun 1982, atas rekomendasi seorang teman, beliau ikut terbang dari Dili bersama tim International Committee of the Red Cross (ICRC) menuju Same untuk mengirimkan suplai bahan pangan. Penumpang dalam helikopter tersebut ada lima orang, pilot dari ICRC, seorang dokter PMI alumnus Universitas Trisakti, petugas PMI, mekanik helikopter, dan dr. Pudjo sendiri. Sepulang dari Same, di perjalanan, pilot helikopter waktu itu tidak mengadakan koordinasi sama sekali dengan control tower. “Pilot saya waktu itu memang jagoan dan suka tantangan. Kalau terbang di atas laut, dia akan terbang dekat sekali dengan permukaan laut, lalu tiba-tiba naik saat mendekati bangunan,” cerita dr.Pudjo mengenai pilotnya. Pada saat terbang di sekitar Aileu, pilot memasuki daerah kantong kabut. Karena tidak berkoordinasi dengan control tower, helikopter mereka kemudian membentur lereng bukit dengan kecepatan penuh. “Hal terakhir yang saya ingat waktu itu hanya pohon yang tiba-tiba semakin dekat dengan saya”, kenang dr. Pudjo.

Kecelakaan yang beliau alami waktu itu menyebabkan pilot dan dokter ICRC meninggal dunia di tempat kejadian, dan tiga orang lainnya, termasuk Dr. Pudjo selamat. Dokter Pudjo mengalami fraktur kompresi tulang leher, petugas PMI mengalami perdarahan organ dalam, dan sang mekanik tidak mengalami cedera fisik namun cedera mental yang cukup berat. Evakuasi penyelamatan dapat dilakukan oleh tim penyelamat setelah menerima kabar dari penduduk setempat yang rupanya menyaksikan kejadian tersebut. Prosedur evakuasi dilakukan hanya dalam waktu 15-30 menit saja, karena kabut menghilang dengan cepat dan lokasi kecelakaan tidak jauh dari Kota Dili. Setelah ditangani luka luarnya, dr. Pudjo dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo untuk penanganan lebih lanjut. Hebatnya, setelah dinyatakan sembuh, beliau memutuskan untuk kembali ke Dili dan melanjutkan

16

| 3 | 2015 |

Inpres yang sempat beliau tinggalkan. Trauma dari kecelakaan ‘maut’ yang dialami memberikan ‘bekas’ yang sampai sekarang belum juga hilang. Sampai saat ini, jika bepergian dengan pesawat udara, ada satu tempo yang membuat dr. Pudjo benar-benar merasa ngeri, yaitu saat pesawat masuk dalam kumpulan awan. Saat dimana keberadaan pesawat seakan tidak terjangkau oleh apapun. ‘Rasa tidak tahu apa yang ada dibawah pesawat betulbetul selalu membuat saya tercekam’, tutur beliau dengan bergidik. dr. Pudjo masih sangat selalu bersyukur karena cedera pada tulang leher beliau tidak menghalangi aktivitas sebagai dokter, pun dalam melakukan operasi - walaupun selama berjam-jam. n


Ahmad Suryawan, dr., SpA(K)

AdaYang Lebih Sukar

S

atu tahun setelah mendapatkan gelar dokter dari FK Universitas Brawijaya pada tahun 1991, dr. Ahmad Suryawan memutuskan untuk mengikuti PTT. Tahun 1992 merupakan tahun pertama diadakannya program PTT di Indonesia. Pada saat pendaftaran, Wawan, begitu beliau akrab disapa, memilih untuk terjun ke daerah sangat terpencil yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur. Sesuai dengan pilihannya, beliau pun ditugaskan di puskesmas Magepanda di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Wawan sampai di Maumere—sekarang Nelle pada 1 Desember 1992, lalu mengen­ darai sepeda motor menyusuri tepi pantai selama satu jam untuk menuju ke Puskesmas Magepanda. “Puskesmas tempat saya bertugas berada di seberang gereja dan di sebelahnya ada rumah dokter yang masih baru dan bau cat. Obat yang ada di sana dapat dihitung dengan jari dan kulkas vak-

sinnya masih pakai minyak tanah,” cerita beliau tentang puskesmasnya. Pada sekitar pukul 11.00, 12 Desember 1992, dr. Wawan jatuh tertidur saat menunggu petugas puskesmas datang untuk memandu beliau ke tempat pelaksanaan posyandu. Terbangun sekitar jam setengah satu siang oleh karena mimpi ditendang sang istri, beliau mendapati ruang kerjanya sudah berantakan. “Foto keluarga yang saya pasang di dinding sudah tidak ada semua, buku-buku yang saya tata semua jatuh ke tanah, dan saya bahkan tidak bisa duduk untuk keluar dari puskesmas,” ujar dr. Wawan. Setelah berhasil keluar dan berlari sebentar, dr. Wawan mendapati tanah yang mendasari puskesmasnya terbelah dua dan puskesmasnya runtuh, masuk ke dalam celah. Beliau bersama penduduk berlindung ke atas bukit, karena gempa 6,8 SR hari itu memicu terjadinya Tsunami di pantai utara Flores.

Aryanto, dr., SpAn

Dari Satu Bencana ke Bencana Lain

D

okter Aryanto atau yang akrab dipanggil Dr. Sor, alumnus FK Universitas Airlangga, merupakan salah satu peserta PTT Brigade Siaga Bencana (BSB) pada tahun 2003. PTT BSB merupakan satu-satunya PTT yang dibuka pada tahun itu, dan di Jawa Timur ber-basecamp di RSUD Dr. Soetomo. Tentu saja sebagai bagian dari PTT BSB, Dr. Sor memiliki cukup banyak pengalaman diterjunkan di daerah bencana. Daerah bencana yang pertama kali dia datangi sebagai dokter PTT adalah bencana tanah longsor di Maumere, Nusa Tenggara Timur pada tahun 2003 sebagai tim maju dan tim pertama. Penerjunan daerah bencana kedua yang ia alami adalah sebagai tim pertama untuk bencana tsunami Aceh pada tahun 2004.

Diberangkatkan H+7 setelah bencana, Dr. Sor dan timnya menuju Medan dengan menggunakan pesawat dan melanjutkan perjalanan melalui jalur darat ke Lhokseumawe, dilanjutkan ke Sigli, hingga sampai ke Banda Aceh. Tim bantuan dari RSUD Dr. Soetomo memang menggunakan strategi menyusuri pesisir pantai utara Aceh dan tidak langsung menuju Banda Aceh, karena di daerah seperti Lhokseumawe dan Sigli tidak banyak bantuan tim medis yang diterjunkan disana. Di Aceh, tim RSUD Dr. Soetomo bekerja sama dengan tim medis lain, termasuk dengan tim internasional. Namun, menurut Dr. Sor, kemampuan tim RSUD Dr. Soetomo dalam menangani pasien sering lebih baik dari pada tim Internasional. “Mereka sudah terbiasa dengan peralatan| 3 | 2015 |

17

Setelah gempa dirasa reda, dr. Wawan segera turun bukit dan berusaha kembali ke Maumere untuk mencari tahu tentang bencana yang baru saja terjadi. Beliau tiba di Maumere pada dini hari 13 Desember 1992 setelah menempuh berjam-jam perjalanan dengan menggunakan motor. Bersama dengan tenaga medis yang lain, beliau menangani korban bencana di rumah sakit daerah. Pada 15 Desember 1992, beliau memohon izin kepada tim di RS daerah untuk kembali ke Magepanda untuk melihat kondisi penduduk di sana, mengingat tidak ada dokter yang bertugas di daerah tersebut. “Saya kembali naik helikopter. Pada saat turun, banyak sekali penduduk yang mengerumuni karena dikira kami memberikan bantuan. Kasihan sekali waktu itu, karena saya turun tidak membawa apa-apa.” Sejak saat itu, dr. Wawan menjalani tiga tahun PTT-nya di Magepanda, menjalin hu­ bungan baik dengan Romo dan penduduk disana. “Bencana yang saya alami saat PTT memang buruk dan menyulitkan. Tetapi, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan sejawat saya yang harus melintasi laut dengan kapal boat selama berjam-jam untuk bertugas tiap harinya, sejawat saya yang harus meninggal karena malaria cerebral saat bertugas. Jika saya punya kekuasaan, saya akan memberi penghargaan sebesar-besarnya untuk me­ reka,” ujar dr. Wawan. n

peralatan canggih dan berfungsi sangat baik, sedangkan tim kita kan lebih banyak berinovasi dan memanfaatkan alat yang seadanya dengan semaksimal mungkin,” tutur Dr. Sor. Bahkan, dokter dari luar negeri saat itu ba­ nyak konsul pada dokter Indonesia, khususnya bila menemui kasus-kasus yang jarang mereka alami, seperti tetanus dan malaria. “Tidak semua kasus yang mereka hadapi sesuai dengan yang di buku, jadi biasanya mereka konsultasi ke tim kita.” Banyak pengalaman lain yang dialami yang memperkaya pengalaman Dr. Sor dalam menghadapi bencana. Pengalaman lain yang berkesan adalah adalah saat diterjunkan ke Jember untuk menangani bencana banjir bandang, Dr. Sor sempat memberi advis untuk Dinas Kesehatan untuk mencegah terjadinya second disaster. n Naskah:DAFINA LINGUA Foto: AROHMAN


TRAVEL

SITOKIN

JAM GADANG SIMBOL KOTA BUKITTINGGI DAN PROVINSI SUMATERA BARAT.

Ranah Minang Bangkit

DARI BENCANA G

empa bumi yang cukup hebat menimpa Sumatera Barat pada 30 September 2009 lalu. Gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter tersebut menimbulkan kerusakan yang cukup parah pada infrastruktur setempat. Ratusan ribu rumah hancur dan aktivitas setempat sempat lumpuh. Listrik padam dan telekomu-

nikasi terganggu. Pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, hotel, serta rumah sakit runtuh. Wilayah dengan kerusakan yang paling parah terjadi di Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Pariaman. Sumatera Barat memang merupakan wilayah dengan risiko tinggi terjadinya bencana alam. Menurut data, sejak

18

| 3 | 2015 |

tahun 1822 hingga 2009, telah terjadi paling sedikit 14 gempa bumi besar dan merusak di Sumatera Barat. Bahkan beberapa di antaranya menyebabkan tsunami. Seringnya gempa bumi di ranah Minang membuat masyarakatnya menjadi terbiasa. Sudah terdapat jalur-jalur evakuasi untuk dilalui saat terjadi gempa bumi. Proses rehabilitasi


wisata mengalahkan rasa khawatir para wisatawan akan bencana. Terbukti dengan tetap ramainya lokasi-lokasi pariwisata di Ranah Minang. Banyak lokasi-lokasi yang dapat menjadi pilihan bagi para wisatawan, baik wisata alam maupun wisata sejarah. Apa saja yang dapat dinikmati di ranah Minang? 1. Jam Gadang Adalah simbol kota Bukittinggi dan provinsi Sumatera Barat. Jam Gadang merupakan menara dengan empat jam besar di keempat sisinya dan telah berusia puluhan tahun. Jam ini sempat berhenti berdetak akibat gempa bumi pada Maret 2007 silam. Perbaikan segera dilakukan sehingga jam tersebut kembali berdetak seperti sedia kala. 2. Istana Basa Pagaruyung Atau biasa disingkat sebagai Istana Pagaruyung. Merupakan objek wisata budaya yang terletak di Sumatera Barat. Bangunan megah ini pernah dua kali runtuh akibat kebakaran. Kejadian yang terbaru terjadi pada tahun 2007 akibat sambaran petir. Di tahun itu juga, Istana Pagaruyung kembali dibangun. 3. Ngarai Sianok Merupakan salah satu objek wisata yang terletak di perbatasan Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Ngarai Sianok merupakan jurang sedalam 100 m yang membentang sepanjang 15 kilometer dengan lebar 200 m dan menawarkan pemandangan yang sangat menawan. Wisata ini pernah meraih penganugerahan Padang Tourism Award (PTA) pada tahun 2007 karena mampu untuk pulih dengan cepat setelah kerusakan berat yang terjadi akibat gempa bumi pada Maret 2007. Di tengah taman panorama Ngarai Sianok terdapat terowongan berkelok-kelok yang dibangun oleh tentara Jepang pada tahun 1942. Terowongan yang biasa disebut Lobang Jepang ini juga merupakan lokasi yang biasa dikunjungi wisatawan. 4. Pantai Air Manis Objek wisata yang terletak di Padang ini terkenal karena kaitannya dengan Legenda Malin Kundang. Batu yang menyerupai manusia dan dikenal sebagai Malin Kundang itu terletak di pantai ini. Kisah tentang anak durhaka yang dikutuk menjadi batu menjadi daya tarik kuat bagi para wisatawan. dan rekonstruksi pasca gempa 2009 memakan waktu sekitar 1,5 tahun. Selanjutnya, ranah Minang dengan cepat bangkit. Frekuensi terjadinya gempa bumi di Sumatera Barat yang tinggi tetap tidak mematikan objek pariwisata di sana. Beberapa objek wisata di sekitar lokasi gempa memang terpaksa ditutup untuk sementara waktu. Namun hebatnya, hal itu tidak menjadikan wilayah tersebut sepi pariwisata. Perbaikan dan pemulihan dipastikan segera dilakukan untuk menyambut para wisatawan yang datang berkunjung. Bahkan daya tarik dari tiap objek

Masih banyak objek wisata lain yang menarik karena keindahan panoramanya seperti Danau Singkarak yang merupakan danau terluas kedua di Pulau Sumatra, Danau Maninjau, Danau Kembar, Pantai Padang, Gunung Talang, dan lain-lain. Semua obyek wisata tersebut sempat terpengaruh akibat gempa yang sering terjadi, namun dengan segera pemerintah daerah setempat memperbaiki sehingga para wisatawan tetap dapat menikmati keindahannya.n NASKAH: Ninidy Lingua FOTO: Dr. Aditiawarman, dr., Sp.OG(K)

| 3 | 2015 |

19


ASIMILASI BANDA ACEH

PASCATSUNAMI Provinsi Aceh dengan jumlah penduduk, saat ini, sekitar 5 juta jiwa, merupakan provinsi terbarat dari NKRI dengan ibukota Banda Aceh. Banda Aceh dikelilingi oleh pantai-pantai nan indah yang sebagian besar berpasir putih dan masih perawan. Setelah balada tsunami pada 26 Desember 2004 yang menelan korban 150.000 jiwa, Banda Aceh mulai dikenal dunia dan terbuka untuk para wisatawan.

20

| 3 | 2015 |


P

rovinsi Aceh dengan jumlah penduduk, saat ini, sekitar 5 juta jiwa, merupakan provinsi terbarat dari NKRI dengan ibukota Banda Aceh. Banda Aceh dikelilingi oleh pantaipantai nan indah yang sebagian besar berpasir putih dan masih perawan. Setelah balada tsunami pada 26 Desember 2004 yang menelan korban 150.000 jiwa, Banda Aceh mulai dikenal dunia dan terbuka untuk para wisatawan. Beberapa daratan dan banyak bangunan di kota Banda Aceh hilang tersapu oleh gelombang tsunami. Yang unik adalah adanya kapal pembangkit tenaga listrik di tengah kota yang dibawa oleh gelombang tsunami dari tengah lautan yang berjarak 2 km dari pantai. Pembangkit listrik ini mendarat ditengah-tengah pemukiman padat penduduk yang berjarak lebih kurang 3 km dari pantai. Andai kita datang satu tahun pasca tsunami, pantai dan laut lepas masih bisa dilihat dari pusat kota, karena dahsyatnya tsunami yang menyapu bersih apa saja yang dilewatinya sehingga banyak lahan kosong yang tidak terhalang oleh tumbuhan atau bangunan. Sekarang, menjelang 11 tahun pasca tsunami, kota Banda Aceh sudah dibangun kembali. Bekas-bekas amukan tsunami hampir tak terlihat lagi dan penduduk pun sudah mulai padat, terutama pelajar dan mahasiswa.Kita juga sudah dapat menikmati lagi ikan bakar sambil memuaskan mata memandang indahnya laut lepas Samudra Hindia atau berenang di laut biru.

Panorama salah satu pantai di Banda Aceh.

APA SAJA YANG BISA DINIKMATI DI BANDA ACEH Pemerintah pernah mencanangkan tahun 2014 sebagai tahun wisata Aceh.Namun karena beberapa kendala dalam pengaturannya, banyak tempat wisata yang belum dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah setempat.Saat ini yang paling popular adalah wisata peninggalan tsunami. Pemerintah menghabiskan dana miliaran rupiah untuk membangun Museum Tsunami, sebagai kenangan atas terjadinya tsunami yang begitu dahsyat. Selain itu di Banda Aceh banyak terdapat situs-situs sejarah masa kejayaan Aceh dan peninggalan masa kesultanan Iskandar Muda.Yang tidak kalah menariknya adalah wisata kuliner.Kota Banda Aceh terkenal dengan warung-warung kopi dan kuliner lainnya – yang paling popular dikalangan wisatawan adalah mie, ayam tangkap dan gule kambing.

WISATA KOTA Situs Bekas Tsunami PLTD Apung sebenarnya merupakan kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel yang hanya dapat beroperasi saat berada di air. Memiliki panjang 63 m dan bobot 2.600 ton, alat ini tadinya beroperasi di laut lepas untuk mensuplai kebutuhan listrik kota Banda Aceh yang pada saat itu sedang mengalami krisis listrik. Kapal ini dibawa oleh gelombang pada saat terjadinya tsunami. Monumen bersejarah yang unik ini berada di desa Punge Blangcut.Untuk sampai kesana kita dapat menggunakan becak atau taksi dari tempat kita menginap. Situs Boat Nelayan di Atap Rumah Situs ini berada didekat tempat pelelangan ikan, di perkampungan padat penduduk, berjarak lebih kurang 1 km dari Sungai Kueng Aceh. Di tepi sungai ini biasanya nelayan menyandarkan

boat-boatnya, menurunkan hasil tangkapannya untuk dibawa ke tempat pelelangan ikan yang hanya berjarak 500 meter. Jadi tidak heran tatkala datang gelombang tsunami, ada boat yang terbawa ke desa Lampulo yang berada lebih kurang 2 kilometer dari muara sungai Krueng Aceh. Untuk sampai kesana kita dapat menumpang becak atau taksi dari tempat kita menginap. Situs Masjid di Pinggir Pantai Ada 2 masjid di pinggir pantai yang popular karena masih tetap utuh meski diterjang tsunami.Yang pertama adalah Masjid Baiturahhim yang terletak di Kecamatan Meuraxa, Ulee Lheue, 50 meter dari bibir pantai Ulee Lheue.Masjid ini dibangun pada masa kesultanan Aceh abad ke 17. Masjid lainnya adalah Masjid Rahmatullah yang terletak di desa Lampu’uk . Masjid ini diba­ ngun pada tahun 1990 dan terletak 500 meter dari pantai. Masjid lain yang juga menjadi saksi bisu terjangan tsunami dan tempat berlindung ribuan manusia saat terjadinya bencana besar tersebut adalah masjid Baiturrahman. Di masjid ini disemayamkan ribuan mayat korban tsunami. Masjid yang terletak di pusat kota Banda Aceh ini merupakan masjid terbesar dan terindah. Saat agresi Belanda tahun 1873, masjid yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 ini dibakar habis dan kemudian dibangun kembali. Untuk mengunjungi masjid Baiturrahman dan masjid Baiturrahim kita dapat menggunakan becak atau taksi, namun untuk mengunjungi masjid Rahmatullah, yang jaraknya sekitar 17 kilometer dari pusat kota kita perlu mencari sarana selain becak. Museum Tsunami Di dalam Museum Tsunami Aceh kita bisa melihat foto-foto, barang – barang yang terkena tsunami serta film dokumenter saat terjadinya tsunami. Meuseum yang terletak di jantung kota Banda Acehini, selalu ramai dikunjungi para wisatawan. Museum tutup pada hari Jumat dan hari libur keagamaan.

| 3 | 2015 |

21


Kuburan Masal Ada beberapa tempat yang dijadikan kuburan masal korban tsunami, namun yang sering dikunjungi adalah kuburan masal di desa Lambaro (jalan kearah bandara) dan kuburan masal di desa Meuraxa, yang sebelumnya merupakan area rumah sakit umum milik kotamadya.Rumah sakit ini roboh diterjang tsunami. PENINGGALAN SEJARAH Gunongan Bila di India ada Taj Mahal, maka di Aceh ada Gunongan, yaitu bangunan yang bentuknya mirip sebuah gunung. Bangunan ini dipersembahkan oleh Sultan Iskandar Muda sebagai rasa cinta kasih terhadap permaisurinya, yang berasal dari negeri Pahang di Malaysia. Sang permaisuri, sesuai dengan daerah asalnya, lebih dikenal dengan sebutan Putro Phang. Di saat sang putri rindu negeri asalnya maka beliau akan bermain di sekitar gunongan ini. Rumah Cut Nyak Dhien Rumah ini tidak berbeda dengan rumah adat Aceh lainnya. Terletak di desa Lampisang Kecamatan Peukan Bada dan merupakan replika rumah pahlawan nasional wanita Cut Nyak Dhien. Di rumah tersebut beliau bersama pejuang lainnya menyusun strategi perang melawan Belanda. Rumah aslinya telah hangus dibakar oleh Belanda pada tahun 1826. Lonceng Cakra Donya Mahkota besi berbentuk stupa, dengan tinggi 125cm dan lebar 75 cm, dibuat di Cina pada tahun 1409 M. Lonceng ini adalah perlambang ikatan persahabatan Cina dengan Kerajaan Aceh saat itu, yang diberikan melalui laksamana Cheng Ho. Cakra berarti poros kereta, cakrawala atau matahari, Donya berarti dunia. Lonceng ini berada di Museum Aceh. WISATA ALAM Pantai Lampu’uk Pantai Samudera Hindia yang berpasir putih ini boleh dikatakan masih sangat perawan tanpa sentuhan pembangunan apapun disekitar pantai. Lokasinya terletak di ujung barat kota Banda Aceh, berjarak sekitar 15 km dari pusat kota. Di pantai yang sangat indah ini kita diizinkan untuk berenang asalkan dengan memakai pakaian lengkap. Sesuai dengan syariat Islam. Memakai pakaian renang yang umum tidak dibenarkan. Selain berenang kita juga dapat bermain banana boat atau berselancar. Kita juga bisa hanya duduk-duduk menikmati sunset sambil makan ikan bakar. Pantai Lhoknga Pantai Lhoknga merupa pantai terusan dari pantai Lampu’uk. Terletak ditepi jalan Negara menuju ke kabupaten-kabupaten yang terletak di bagian barat. Pada hari libur pantai ini sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat. Mereka biasanya datang setelah sholat subuh, bersama keluarga membawa bekal dari rumah. Setelah capai berenang atau sekedar duduk-duduk di tepi pantai sambil menjulurkan kaki ke air, mereka makan bersama di pinggir pantai.

WISATA KULINER Mie Aceh Mie Aceh.

Yang tidak mau kalah dengan kedai kopi adalah penjual mie. Meski berjalan dengan mata tertutup, dengan gampangnya kita akan menemukan kedai mie. Aroma dan rasanya yang khas membuat orang tidak akan pernah melupakannya. Tempat makan mie yang terkenal di Aceh antara lain Mie Rajali, Mie Simpang Lima, Mie Midi dan Mie Lala. Namun, mie yang berbeda rasanya dari mie Aceh umumnya adalah Mie Bistik Gunung Salju dan Mie Kocok Ramai.Kedua mie ini sudah ada sejak tahun 1970-an dan diperkenalkan oleh etnis Cina. Rasanya ringan, tidak terlalu banyak bumbu. Kedai kopi Masyarakat Aceh mempunyai kebiasaan duduk-duduk di kedai kopi sambil membicarakan bisnis, nonton bola atau hanya sekedar berkelakar. Yang agak diluar kebiasaan adalah melihat mahasiswa lengkap dengan laptopnya di kedai kopi…..mengapa mereka memilih belajar di warung kopi? Jawabannya sangat sederhana… free wifi!Fasilitas ini tidak tersedia di kampus atau perpustakaan. Oleh karena banyaknya kedai kopi, maka tidak aneh kalau kemana saja mata memandang akan berujung di kedai kopi. Beberapa kedai kopi yang nyaman untuk dikunjungi dan enak rasa kopinya antara lain adalah Kedai Kopi Solong Premium, Tri in one, Zakir, Rumoh Aceh dan Helsinki. Ayam Tangkap dan Gule Kambing Gule kambing dan ayam tangkap merupakan paket yang ditawarkan warung nasi yang di depannya terdapat kuali yang besar. Rasa gule kambing di Aceh berbeda dengan gule di Jawa. Di warung-warung ini juga bisa kita nikmati ayam goreng panas dan penuh dengan aneka daun. Tidak ada yang tahu persis mengapa ayam goreng yang disajikan dengan dedaunan ini dinamakan ayam tangkap. Jangan lupa mampir ke toko souvenir, untuk melihat keteram­ pilan anak bangsa membuat tas yang penuh bordiran khas Aceh. Juga toko oleh-oleh aneka camilan khas Aceh. Negeri kita memiliki pemandangan alam yang sangat indah, dari ujung barat sampai ke ujung timur, sehingga tidak heran bila disebut sebagai zamrud khatulistiwa. Ayo teman-teman, kita beramai-ramai menikmati keindahan yang ditawarkan alam negeri kita tercinta.. selagi masih ada kemudahan dan kelapangan waktu.n NASKAH & FOTO: Dr. Dina Lidadari, Sp.KK

22

| 3 | 2015 |


DIKTAT

RESENSI BUKU

CARA BANGKITKAN Potensi Terpendam

M

asih ingat dengan kejadian tsunami di Aceh tahun 2004 yang lalu? Bencana alam yang dinyatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai bencana kemanusiaan terbesar di dunia ini mencatat ratusan ribu korban. Peristiwa ini tentu membuat banyak perubahan pada survivor-nya, termasuk Rahmadsyah, sang penulis, yang kehilangan kedua orangtuanya pada hari tersebut. Hari yang merupakan awal sejarah perubahan dalam hidupnya. Tanpa orang tua, tanpa tempat tinggal, tanpa harta yang tersisa, hidup penulis pun seakan ikut meluluhlantak bersama dengan tsunami. Namun, tak ingin tenggelam dalam kedukaan, penulis memilih untuk mengambil hikmah dari kejadian ini. Setelah peristiwa tsunami, penulis kerap merenung. Jika air yang lemah

JUDUL: The Tsunami Effect: Bagaimana Membangkitka Potensi yang Terpendam PENULIS: Rahmadsyah PENERBIT: Salamadani, PT Grafindo Media Pratama CETAKAN: September 2012 HALAMAN: 248 halaman JENIS COVER: Soft Cover DIMENSI: 12 x 19 cm

dapat menjelma menjadi kekuatan yang luar biasa, mampukah manusia pun terdorong untuk menemukan potensi yang tersembunyi dalam diri menjadi kekuatan yang besar? Perjalanan penulis dalam menemukan jawaban atas pertanyaan ini ditulis secara ringan dalam 248 halaman buku “The Tsunami Effect: Bagaimana Membangkitkan Potensi yang

| 3 | 2015 |

23

Terpendam�. Buku ini menjabarkan pentingnya mengenali potensi diri dankiat-kiat praktis untuk membangkitkan dan mengoptimalkan potensi.Tak hanya itu, dalam buku terbitan penerbit Salamadani, PT Grafindo Media Pratama ini, penulis juga menyampaikan manfaat apa saja yang dirasakan Setelah potensi dirinya teroptimalisasi. Di tiap akhir bab, penulis menceritakan kisah orang-orang yang berhasil menemukan dan memaksimalkan potensi diri. Sangat inspiratif! Buku ini benar-benar memotivasi dan membangkitkan semangat hidup. Cocok dibaca saat weekend untuk menyegarkan kembali jiwa dan energy kita. n Naskah: META Gambar: COURTESY GOOGLE


PROFIL

ANATOMI

mimpi dokter

kepulauan terpencil ‘Selama air di dalam guci yang dipanggulnya itu bernama idealisme, selama itulah Airlangga adalah Airlangga’

S

aat itu, senja mulai mere­mang, warna langit menjadi lem­bayung. Suara debur ombak yang besar dan tinggi sa­ngat keras, ditingkahi angin yang kencang memukul mukul wajah dan jenggotku. Laut sedang bergolak. Aku duduk termenung di atas pasir putih basah yang terasa dingin di pantatku. Terbayang lagi kejadian ketika dengan tangan gemetar aku memberanikan diri mem­bebaskan jeratan hernia inkarserata seorang ba­pak yang datang ke Puskesmas. ‘Serangan’ inkarserata yang ke dua kali dalam setahun. Ketika serangan pertama datang, aku telah mengirimnya ke kota Ambon agar dapat ditangani oleh dokter bedah di sana, namun ketika dia kembali, dia malah bercerita dengan lega karena tidak jadi di operasi, ‘sudah masuk sendiri Dok hernianya’. Betapa sang pasien tidak pernah membayangkan perasaanku bila serangan datang lagi sementara aku tidak dapat mengirimnya kembali ke daratan ‘beradab’ di Ambon sana – perasaan yang kualami ketika lelaki tadi datang dengan merintih keras dan kembung, saat laut betulbetul sedang tidak bersahabat. Serangan kedua di saat gelombang sedang tinggi-tingginya! Apa yang dapat kulakukan? Harus ada yang kulakukan untuk menolongnya. Dan kejadian seperti mimpi berlangsung saat aku memutuskan meng-operasi-nya hanya dengan tujuan untuk membebaskan cincin yang menjerat ususnya. Hanya itu yang bisa kulakukan. Aku mengingat kembali masa saat menjalani pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga di bagian bedah. Sebersit perasaan haru menyeruak ke dalam dadaku.

24

| 3 | 2015 |

‘Terima kasih dr. Adria’ teriakku dalam hati.‘ Kemurah-hati-an mu mengizinkan aku mengerjakan operasi usus buntu benar-benar memberikan manfaat untukku’. Kala itu, betapa langka kesempatan seorang dokter muda dibiarkan melakukan operasi usus buntu dalam pengawasan ketat seorang pembimbing. Mulai dari mempersiapkan pasien sebelum operasi, melakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan kain-kain steril, melakukan irisan pada kulit sampai menemukan usus buntu yang meradang lalu memotongnya, dan akhirnya menutup luka secara berlapis-lapis. Aku mendapatkan kesempatan itu berkat kebaikan hati seorang PPDS Bedah yang mempercayai aku! Dan tak ku nyana, pengalaman itu menyelamatkan pasien hernia inkarserata ku! Semoga Tuhan memberkati dr. Adria dan keluarganya. Sungguh, ketika aku bercita-cita menjadi seorang dokter dulu, tidak pernah aku bermimpi menjadi dokter di sebuah pulau kecil, yang untuk mencapai tempatnya saja memerlukan ‘perjuang­ an’ seperti di kepulauan Maluku. Perjuangan yang berarti harus mengarungi laut lepas dengan naik perahu layar 5-6 jam atau bila beruntung dengan perahu motor selama 3-4 jam. Cerita yang berlaku hanya bila laut bersahabat. Tidak hanya itu, perjalan­an masih harus dilanjutkan dengan berjalan kaki di jalanan yang bukan aspal. Apalagi, membayangkan menghadapi kasus pasien dengan hernia inkarserata di Kepulauan Seram Maluku – tanpa tau harus berbuat apa– karena dokter bedahnya berada nun jauh di ’sana’ – yang tidak mungkin tercapai di saat cuaca seperti hari itu.


‘Ya Tuhan’, bisikku yang segera terbang bersama angin yang menerpa keras bibirku meninggalkan rasa asin air laut, ‘bila kelak KAU izinkan aku untuk memegang pisau, izinkan aku untuk dapat menolong umat-MU yang benar-benar memerlukan pertolongan. Sesamaku yang tidak mempunyai seorang penolong pun kecuali ENGKAU’. Akhirnya, dengan tekad bulat aku memutuskan untuk menjadi ahli bedah. Jalannya berliku dan berat. Tetapi akhirnya aku berhasil. Dan, karena aku berjanji untuk kembali, maka aku ‘terdampar’ lagi di pulau yang sama. ‘Ya Tuhan’, bisik ku lagi, di tempat yang sama, 7 tahun setelah doaku yang pertama dulu, ‘aku sudah kembali. Maka tolonglah aku’. Sangat menyentuh dan menggetarkan hati ketika aku bertemu lagi dengan pasien inkarserata ku dulu. Dia segar dan hidup! Dia menuruti anjuranku untuk kembali ke Ambon dan melakukan operasi hernia yang sebenarnya agar tidak kambuh lagi. Nikmat yang terasa seakan jawaban Tuhan untukku. Dan di sinilah aku sekarang, dokter bedah di Kabupaten Maluku. Dari waktu ke waktu aku berkeli­ling ke pulau-pulau terpencil yang tidak tersentuh sarana kesehatan. Hanya ada 1 dokter umum untuk 4 pulau. Miris hatiku melihat banyaknya penduduk yang berduyun mendatangi tempatku mengadakan pengobatan massal. Banyak kasus bedah yang sudah terlambat ditangani sehingga aku pun menangis karena tidak dapat berbuat apa-apa. Walaupun banyak juga kasus-kasus yang langsung

dapat kutangani seperti kasus hernia, bibir sumbing, kasus bedah yang sederhana atau ringan lain. Bukan itu saja, banyak lagi yang datang bukan dengan kasus bedah, melainkan dengan kasus diare, malaria dan yang paling banyak adalah gangguan lambung. Seringnya hatiku teriris karena keprihatinan melihat kehidupan masyarakat kepulauan membuatku pernah merasa ingin berhenti. Aku kembali ke daratan Ambon dan berniat untuk merasakan kehidupan yang mapan. Lalu aku bertemu lagi dengan sahabatku semasa aku di Puskesmas dulu. Dia menepuk punggung ku keras, ’Hai, bangun!’, katanya ketika aku menceritakan keinginanku untuk berhenti berkeliling dan duduk manis sebagai dokter bedah di kabupaten. ‘Coba pikir. Memang bener, kamu bisa menolong pasien yang tinggal di sini, di Ambon. Me­ reka memang akan selamat. Karena kamu dekat. Tapi, coba pikir, bagaimana dengan orang-orang di pulau-pulau sana? Siapa yang akan menolong mereka kalau kamu duduk di sini? Mereka tidak akan selamat! Karena kamu jauh.’ Terbayang lagi pengalaman menyentuh hati yang pernah ku alami. Ada seorang bapak datang menemui ku di base camp selesai melakukan pelayanan kesehatan pada suatu daerah yang mengalami wabah diare – program dadakan atas perintah Kepala Dinas saat kami sedang mengadakan pelayanan di pulau lain. Sang Bapak memberiku seekor ayam betina yang terikat sambil berkata dengan nada penuh ucapan terima kasih, “Untuk dokter dan teman-teman dokter supaya tetap sehat dan dapat melayani kami semua”, katanya. Istri sang Bapak merupakan salah satu korban yang wafat karena wabah diare, meninggalkannya dengan enam orang anak, termasuk seorang bayi yang baru lahir. ‘Ya Tuhan, bagaimana bisa aku melupakan mereka?’. Tertampar rasanya aku. Teman ku ini setia sekali mendampingi aku saat kami bersama di puskesmas dulu, sekarang dia adalah kepala dinas kesehatan ku, dan dia masih setia mengingatkan aku. Akhirnya, ada satu peristiwa yang merupakan titik balik bagi perjalanan hidupku selanjutnya. Setelah berlayar selama 44 hari berkeliling dari pulau ke pulau mengadakan pelayanan kesehatan, aku duduk di ruang praktikku di kota Ambon. Aku duduk menunggu, sampai larut. Tak ada pasien yang datang. Mungkin karena aku terlalu sering pergi berlayar. Hari kedua. Pasienku masih nol. Hari ketiga, lalu keempat lalu kelima. Masih nol. Aku tersentak oleh satu kesadaran. Bagaimana mereka bisa datang? Mereka ada nun jauh di sana. Di kepulauan. Mereka tidak akan bisa datang. Aku lah yang harus mendatangi mereka. Kesadaran ini menguatkan hatiku untuk lebih serius menjalankan keseharian untuk ‘menjemput’ pasien. Bukan menunggu pasien. Inilah jawaban Tuhan atas doaku dulu! Bersyukur aku karena Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah mendukung program yang kubuat, sehingga tersedia dana khusus untuk perjalanan pelayanan kesehatan di kepulauan. Dana yang kugunakan untuk menyewa kapal yang mempunyai ruangan yang kusulap menjadi kamar operasi sederhana, membeli genset, mesin cuci untuk mencuci kain-kain steril penutup operasi dan peralatan untuk men-steril alat bedah dan linen bedah. Tuhan juga menjawab doaku dengan memberikan tim yang sangat solid dan mempunyai jiwa yang sama denganku. Ada sembilan orang dalam timku yang terdiri dari perawat asisten

| 3 | 2015 |

25


operasi dan perawat ahli instrumen, penata anestesi, dan teknisi untuk membantu hal-hal teknis seperti listrik dan lain lain selama kami melakukan operasi di kepulauan. ‘Terima kasih ya Tuhan, Engkau telah memberiku tim yang hebat untuk menemaniku. Sungguh Engkau tidak saja menjawab doaku tetapi juga melengkapi aku dengan sarana yang luar biasa’. Dengan seringnya aku mengunjungi pulau terpencil menyebabkan aku mengamati bahwa kini terjadi pergeseran pada jenis kasus kunjungan masyarakat saat aku mengadakan pelayanan. Sekarang yang lebih menonjol adalah kasus untuk pelayanan kesehatan dasar, terutama kesehatan keluarga dan upaya untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Contohnya di Maluku Barat Daya, yang mempunyai sepuluh puskesmas tetapi hanya ada satu dokter umum yang melayani. Kasus yang terbanyak adalah kasus gastritis karena pola makan yang salah. Makanan pokok ubi tanpa lauk pauk yang memadai. Gangguan pencernaan terjadi karena malnutrisi. Aku mengamati, dokter layanan primer tidak sekedar berperan sebagai petugas kesehatan yang mengobati tetapi juga harus dapat berperan serta membantu melatih penduduk agar dapat berwirausaha. Dengan berwirausaha masyarakat dapat memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya. Dengan ekonomi yang baik mereka akan dapat memperbaiki gizi keluarganya. Gizi yang baikakan meningkatkan derajad kesehatan. Suatu lingkaran yang harusnya tidak terputus. Terpikir oleh kami untuk mengajari masyarakat setempat cara bercocok tanam dan mengolah hasil laut yang berlimpah agar ada variasi makanan yang mereka konsumsi. Cita-cita ini akhirnya bisa kami jalankan, akhirnya kami dapat mengajari penduduk kepulauan yang kami kunjungi cara membuat nugget ikan. Jadi, sekarang program pelatihan membuat nugget ikan menjadi salah satu kegiatan tim kami saat berkeliling. Kami juga mempunyai program pelatihan membuat alas kaki dari bahan bekas kemasan pembungkus sabun cuci, yang hasilnya dapat dijual di koperasi. Aku kembali membayangkan pendidikan di Fakultas Kedokteran. Harus ada sebuah mata pelajaran khusus tentang Kedokteran Kepulauan dan Daerah Terpencil. Karena, yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat adalah dokter umum yang mempunyai ilmu, skill yang mumpuni, percaya diri, berkarakter tangguh, dan mempunyai hati nurani. Bukan dokter umum yang kebingungan bagaimana mengatasi keadaan darurat bedah – seperti yang nyaris ku alami dulu. Atau dokter umum yang kesepian dan frustasi karena hanya menghadapi kasus malnutrisi dan kemiskinan. Sekarang aku bisa sedikit lega karena Fakultas Kedokteran Universitas Patimura Ambon memberiku kesempatan untuk menjadi bagian dari tim yang memberikan mata kuliah Ilmu Kedokteran Daerah Terpencil dan Daerah Kepulauan. Mata kuliah ini tidak saja mempelajari kasus-kasus kedokteran dan penyakit, tetapi juga mempelajari tentang ilmu kelautan, ilmu pelayaran bahkan geologi. Segala hal yang perlu di ketahui seseorang yang akan tinggal ‘seorang diri’ di sebuah pulau yang jauh dari peradaban. Andai saja almamaterku, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, memiliki mata kuliah seperti ini, pasti akan makin banyak rekan dokter muda se-almamater denganku yang tidak

26

takut saat ditugaskan di daerah terpencil dan kepulauan. Dokterdokter generasi muda yang memiliki karakter tangguh dan siap menghadapi tantangan alam dan tugas. Semoga harapanku ini dapat terwujud, diba­rengi dengan dukungan pemerintah daerah setempat, sehingga sarana dan pra sarana yang dibutuhkan oleh dokter dan keluarganya saat bertugas di daerah terpencil tercukupi dengan baik. Aku sangat prihatin karena masyarakat sangat membutuhkan kehadiran dokter, namun tidak ada dokter yang mau datang karena daya dukung dan fasilitas yang belum memadai untuk hidup dengan tenang. Sekarang aku sedang berdebar menantikan beroperasinya kapal pinisi yang sedang dibangun untuk difungsikan sebagai rumah sakit terapung lengkap dengan dua kamar operasi. Sungguh se­perti mimpi yang menjadi nyata, ketika kami berhasil mendapatkan dana untuk memba­ngun rumah sakit terapung ini. Total dana yang kami perlukan 2,1 miliar rupiah, jumlah yang tidak mungkin kami dapat tanpa bantuan dari tim dan donator-donatur. Sungguh, apresiasiku yang setinggi-tingginya pada timku yang selalu mendampingi dan para donatur yang memerca­yakan amalnya agar sampai kepada yang benar-benar membutuhkan. Semoga tujuan mulia pembangunan rumah sakit terapung ini dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya. Dalam hidup selalu ada saja momen yang mengharuskan aku berhenti sejenak untuk merenungkan kembali apakah keputusan yang kuambil benar. Seperti momen ketika aku harus merelakan anak dan istriku untuk pulang ke Jawa karena kondisi keamanan yang tidak memungkinkan di Ambon. Atau saat kudapati istriku menangis setelah pulang dari suatu pertemuan. ‘Mengapa Papa tidak hidup normal seperti teman-teman Papa yang lain?’ Aku mengerti, istriku, juga anak-anakku ingin aku ada di samping mereka selalu. Aku mengerti istriku sudah terbiasa dengan pola hidup kami yang apa adanya, sehingga mengalami culture shock dengan segala sesuatu yang baru dia temukan saat dia tinggal jauh dariku. Aku sampaikan pada istriku, ‘Kita pasti bisa bertahan dan membiayai hidup keluarga kita. Tuhan yang akan memelihara kita. Selalu ada yang dikirim-Nya untuk kita tolong, dan begitu pula, selalu ada yang dikirim-Nya untuk menolong kita. Yang kita tidak bisa lakukan adalah membiayai gaya hidup. Jadilah tetap seperti kita yang dahulu dan yang sekarang’. Rasa terima kasih dan sayangku pada istri dan anak-anak ku yang selalu bersama ku dalam suka dan duka tiada terkira. Walaupun kami berjauhan. Semoga Tuhan selalu memberkati langkah kami, para dokter di daerah terpencil dan kepulauan, beserta keluarga kami dan tim kami. Amin.n Naskah: WIWIEN, DAFINA LINGUA Foto: DOK SEJAWAT DI KEPULAUAN MALUKU

Seperti yang diceritakan oleh seorang alumnus FK Unair angkatan 1985 dan lulusan pendidikan dokter spesialis bedah FK Unair tahun 2006. Penutur adalah penerima penghargaan Ksatria Airlangga saat Peringatan 1 Abad Pendidikan Dokter di Surabaya tahun 2013 yang lalu.

| 3 | 2015 |


KAPITA SELEKTA

OPINI

PBL FK UNAIR

Kurikulum Hybrid & Nilai Moral We can’t become what we need to be by remaining what we are. ~ Oprah Winfrey ~

P

Penyakit yang saya pelajari ketika saya sekolah dokter 30 tahun yang lalu, sekarang sudah menjadi penyakit kuno,” ungkap Prof. Dr. Agung Pranoto, dr., M.Sc., Sp. PDKEMD FINASIM, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, saat di temui di ruang kerjanya bulan Mei yang lalu. Ya, jenis penyakit dan teknologi pengobatan berkembang dengan cepatnya. Penyakit yang dahulu tidak ada sekarang muncul, yang bahkan obatnya pun belum ditemukan. Perubahan terus terjadi di berbagai bidang, tidak terkecuali di dunia kedokteran.

Di era informasi bebas seperti sekarang, dokter perlu belajar lebih banyak – tidak saja tentang penyakit – penyakit baru atau bagaimana cara mengobati penyakit, tetapi juga bagaimana cara menyampaikan informasi tentang penyakit dan pengobatannya kepada pasien dan keluarga. Karena, masyarakat juga menjadi semakin pandai. Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran tentu saja berdampak pada pola pendidikan kedokteran. Dokter masa kini harus siap menghadapi tuntutan zaman yang terus

| 3 | 2015 |

27

berkembang. Pendidikan dokter masa kini harus ikut berevolusi mengikuti perkembangan yang ada. Prof. Agung menjabarkan bahwa kurikulum pendidikan kedokteran memang berevolusi dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi informasi dan lain-lain. Evolusi ini juga tergantung pula dari peraturan pemerintah. Hal ini wajar saja terjadi. “Misalnya dengan adanya program BPJS, peraturan Dokter Pegawai Tidak Tetap dan lain-lain. Semua itu ikut merubah pola pendidikan, ” lanjut Prof. Agung. Menurut Prof. Agung, saat ini FK Unair telah menerapkan metode PBL atau Problem Based Learning, yaitu pembelajaran ilmu dasar dan ilmu klinik yang dilakukan bersama-sama dengan proporsi yang berbeda. Metode pembelajaran dengan sistem PBL juga harus didukung dengan kesiapan pengajar. “Bila dosennya tidak berkembang, mereka akan ketinggalan. Supaya bisa mengikuti perkembangan keilmuan mereka harus keluar kemanamana. Dosen sekarang dituntut untuk selesai S3. Kalau tidak berevolusi kita kalah,” ungkap Prof. Agung. Bagi Prof. Agung, walaupun FK Unair sudah established dan berumur satu abad, namun tetap harus mampu berevolusi dengan cepat di semua bidang, “Harus selalu ada room of improvement . Kita akan tenggelam kalau tidak seperti itu, akan terlihat nanti dari output-nya,” kata beliau.


Ditambahkannya, FK UNAIR bertujuan bukan untuk mencetak dokter yang sekadar tahu, namun dokter yang berjiwa enterpreneur, artinya memiliki nilai tambah di bidang sosial dan pengetahuan agar mampu bersaing untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. “Zaman sudah demikian maju. Kalau ingin tahu tentang penyakit apapun, cari saja di Google, ketik keyword-nya semua informasi akan keluar. Nah, dokter harus pandai menjelaskan, bahkan kalau perlu memberikan argumentasi yang dapat diterima pasien. Apalagi kalau pasien sudah pernah berobat ke luar negri, Singapore misalnya, pasti mereka akan membandingkan pelayanan di sana dengan di sini. Tidak ada batasnya, sehingga kita harus berani bersaing. Dokter juga harus paham tentang cara komunikasi yang baik sehingga pasien puas. Data yang ada menunjukkan bahwa sekarang ini kepuasan komunikasi hanya mencapai sekitar 70%,” ungkap Prof. Agung. PBL di FK Unair Prof Dr. dr. N. Margarita Rehatta, SpAn.KIC, KNA, ketua MERSDU (Medical Education, Research And Staff Development Unit) FK UNAIR menjelaskan bahwa penerapan metode PBL di FK UNAIR telah dilakukan sejak tahun 2000. Metode ini merupakan proses perubahan dari sistem konvensional menuju sistem integrasi, sebagai bagian penerapan kurikulum hybrid. “Kami menggabungkan metode PBL ini dengan nilai-nilai etis yang ada di UNAIR, sehingga kami sebut sebagai kurikulum Hybrid,” jelas Prof. Rita. Mengapa sampai dianggap perlu mengubah metode pembelajaran para calon dokter dari sistem konvensional kepada sistem yang baru? Prof. Rita menceritakan bahwa sebelum tahun 2000 banyak data dari berbagai sumber yang menunjukkan adanya penurunan kualitas dokter lulusan UNAIR. Tidak saja pada kinerja, namun juga pada pola pikir yang tidak holistic atau luas. “Sehingga waktu itu dekanat memutuskan harus ada perubahan. Dari banyak perubahan yang direncanakan,

PROF Dr. dr. N. Margarita Rehatta, SpAn.KIC, KNA, ketua MERSDU (Medical Education, Research And Staff Development Unit) FK UNAIR.

perubahan kurikulum adalah salah satu langkah yang pertama kami lakukan. Karena kurikulum ini basisnya pendidikan. Ini adalah dapurnya, tempat menggodok input para mahasiswa,” ungkap Prof Rita lebih lanjut. Dijelaskan oleh Prof Rita, PBL diterapkan dengan membagi kelas dalam kelompokkelompok diskusi kecil, maksimal per kelompok berjumlah 10 orang. “Setelah kuliah satu arah pada 250 orang mahasiswa dalam kelas, baru PBL dilaksanakan. Dalam PBL dilakukan diskusi kelompok berbasiskan problem. Setiap kelompok mendiskusikan satu problem. Gurunya yang memberi problem,” ungkapnya lagi. Materi diskusi disesuaikan dengan problem yang ada di masyarakat agar diskusi lebih bermanfaat. “Jadi misalnya, di perkuliahan dimunculkan skenario tentang rokok, maka setelah itu setiap kelompok berdiskusi tentang rokok, terutama pengaruhnya terhadap kesehatan. Jadi sangat membumi, tidak belajar tentang misalnya jalan napas dan sebagainya. Karena nanti semua yang dipelajari adalah untuk implementasinya pada kesehatan,” ungkap Prof. Rita. Menurut pengamatan Prof. Rita, mahasiswa senang dengan cara belajar ini. “Anak-anak sangat senang karena dia akan lebih cepat jadi dokter yang

28

| 3 | 2015 |

sesungguhnya. Dari awal dia sudah belajar tentang batuk, rokok, dan tanpa disadarinya dia sudah belajar juga tentang ilmu dasar kedokteran. Misalnya dari mana asal dahak kalau kita batuk? Itu kan ada ceritanya di pelajaran anatomi. Jadi secara tidak langsung yang terjadi adalah self learning atau belajar mandiri,” ujar Prof. Rita melanjutkan. “Penting sekali untuk mengajarkan kepada para calon dokter mindset yang benar dalam memecahkan masalah. Karena di masa depan yang akan dihadapi adalah masalah yang berbeda dengan yang ada sekarang, jadi mindset nya yang harus tertata dengan baik”, lanjut beliau lagi. ”Dulu kita belajar hanya tentang batuk karena TBC, sekarang ada HIV. Berbeda!. Tetapi pola pikir yang diajarkan sama, untuk memecahkan masalah. Jadi yang kita harapkan adalah yang melekat di kepala mahasiswa bukan hanya kasusnya, tetapi juga cara berpikir bagaimana untuk mengatasi masalah yang ada,” kata Prof. Rita lagi. Meskipun demikian, perubahan kurikulum dilaksanakan secara bertahap, tidak secara drastis. Sampai tahun 2015 ini, FK UNAIR belum sepenuhnya melaksanakan metode yang murni PBL. “Kami yang terakhir di Indonesia. Pada awalnya kami mulai dengan kurang dari 8%, kemudian 10%, dan terakhir mencapai


28%. Sekarang kami akan meningkatkan sampai menjadi 50%. Maksudnya, proporsi prosentase antara PBL dengan yang konvensional,” ujar Prof. Rita. Untuk mendapatkan bentuk yang seperti sekarang, menurut Prof. Rita, tidaklah mudah. “Kami benchmark ke banyak tempat. Kami mengunjungi beberapa tempat di Malaysia, Singapura juga ke negara Eropa untuk melihat metode pelaksanaan PBL di sana. Lalu kami membentuk metode yang sesuai dengan kondisi di UNAIR, jadi tidak mencontoh begitu saja,” lanjut Prof. Rita. Dijabarkannya, bahwa gaya yang konvensional ada yang tidak perlu dihapuskan, ada cara-cara konvensional yang masih berharga namun perlu terus disempurnakan “Kalau standar kelulusan ujian nasional yang namanya UKMPPD (dulu UKDI), kami tidak pernah jelek nilainya, sekarang Unair nomor 2 dari sisi kelulusan. Dan selalu dalam level 1 – lulus di atas 90%. Ini satu pendekatan saja,” ujar wanita ramah ini. Prof Rita menambahkan bahwa kurikulum yang ada sekarang masih harus terus diperbaiki, “Terutama dari sisi moral agama, humanism dan professionalism. Itu aspek yang menurut saya perlu ditanamkan lebih banyak. Semua sikap dan pola pikir yang baik berawal dari moral agama, apa pun agamanya. Porsi ini yang sedang kami usulkan untuk ditambahkan,” ujarnya lebih lanjut. Walaupun sebenarnya aspek-aspek tersebut sudah ada pada kurikulum sekarang, namun Prof. Rita merasa masih kurang. “Sebagian besar yang diajarkan adalah keilmuannya. Tetapi ilmu saja tidak cukup. Manusia itu harus ada etikanya, nilai luhurnya, kemanusiaannya, kepedulian sosialnya. Nah, bagian itu yang menurut saya masih harus lebih banyak ada dalam kurikulum di FK UNAIR,” tambahnya lagi. Tentu saja perubahan yang ada diharapkan jangan sampai menambah beban pembelajaran para mahasiswa, perlu penyesuaian proporsinya dalam kurikulum. Itulah sebabnya perubahan dilakukan secara bertahap. Dokter – long life learner Dengan melihat luasnya Indonesia,

“Menjadi dokter itu harus long life learner. Belajar itu seumur hidup. Karena masyarakat bertambah ‘melek’ ilmu, masyarakat tuntutannya makin meningkat. Keilmuannya juga semakin berkembang, dokter harus berevolusi dan harus terus belajar secara mandiri supaya mendapatkan kepercayaan masyarakat.” di mana banyak daerah terpencil yang belum memiliki dokter, Prof. Rita merasa humanisme menjadi sangat penting untuk diajarkan. “Karena itu saya ingin sekali pelajaran tentang humanisme dan nilai etis ditingkatkan, agar kesadaran untuk bertugas ke daerah keluar dari lubuk hati mereka sendiri. Untuk menumbuhkan kepedulian sosial terhadap bangsa Indonesia. Sehingga keinginan untuk berbakti di tempattempat yang terpencil tumbuh dari mereka sendiri, bukan karena diminta atau ditunjuk oleh pemerintah, ” ujarnya bersemangat. Saat melakukan visitasi ke Ambon, Jayapura, Sorong dan Indonesia daerah timur lainnya secara kebetulan Prof. Rita tidak menemukan dokter-dokter muda lulusan UNAIR. “Saya agak sedih sebenarnya. Tapi hal ini bukan salah mereka, ini salah kami – gurunya juga, kami kurang mengajarkan hal-hal yang indah itu, belum kami beri, kami hanya memberi kepandaian dan teknologi,” ungkapnya prihatin. Prof. Agung, yang saat itu masih menjabat sebagai Dekan, mengakui pentingnya menerjunkan calon dokter ke daerah-daerah terpencil, yang keadaannya tidak ideal. “Kami sudah mengarah ke sana. Di FK UNAIR kami mempunyai unit BKKM atau Biro Koordinasi Kesehatan Masyarakat yang mempersiapkan calon dokter untuk menjadi manager, communicater, leader, provider. Mereka akan bekerja di unit BKKM dan langsung terjun ke masyarakat selama satu bulan. Kami persiapkan mereka untuk bekerja langsung di masyarakat dengan pemaparan yang jelas. Dengan demikian mereka akan mendapatkan pengalaman. Begitu pula dengan mengadakan kegiatan-kegiatan sosial untuk mengasah soft skills mereka dalam berorganisasi,” papar Prof. Agung.

| 3 | 2015 |

29

Baik Prof. Agung maupun Prof. Rita sepakat bahwa calon dokter maupun para dokter harus terus mengembangkan keilmuannya dari waktu ke waktu. Karena ilmu akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Mereka harus aktif mengikuti continuing education yang diselenggarakan oleh pengampu program pendidikan (prodi) terkait. Yang tentunya disesuaikan dengan program spesialisasi yang diminatinya. “Menjadi dokter itu harus long life learner. Belajar itu seumur hidup. Karena masyarakat bertambah ‘melek’ ilmu, masyarakat tuntutannya makin meningkat. Keilmuannya juga semakin berkembang, dokter harus berevolusi dan harus terus belajar secara mandiri mengikuti perkembangan keilmuan dibidang profesi sesuai minat keahliannya masing-masing. Hal yang sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat,” ujar Prof. Agung. Prof. Rita menambahkan bahwa dokter adalah ilmuan yang bekerja dalam bidang kemanusiaan, sehingga dia harus terus mengembangkan kepribadiannya sendiri. “Nilai-nilai moral tidak boleh berubah. Dokter harus memiliki prinsip, sehingga tidak tergoyahkan oleh arus modernisasi. Harus teguh memegang tata nilai sehingga dia menjadi dokter yang utuh. Yang berharkat dalam kepintaran, tata nilai dan kemanusiaan. Hal-hal demikian jangan sampai hilang. Itu harapan saya,” pungkas Prof. Rita.n Naskah: YASIN Foto: DOK FK UNAIR


PBL

ANTARA HARAPAN DAN HARAPAN Rasjid Moh. Tauhid Al-Amien

PBL dalam kegiatan belajar-mengajar merupakan penerapan konsep pembelajaranyang terintegrasi, sesuai dengan paradigma baru pendidikan kedokteran, yakni SPICES (Student centered, Problem based learning, Integrated curriculum, Community based, Early clinical exposure and Systematic).

BELAJAR KELASIKAL: Sejumlah mahasiswa kedokteran Unair antusias mendapat informasi dari dosen pembimbingnya di ruang kuliah FK Unair.

30

| 3 | 2015 |


Bukan hal mudah bagi tim dosen yang berasal dari berbagai bidang klinik dan non-klinik untuk menyatukan pendapat dalam menyusun sebuah skenario yang terpadu, ‘lancar’ (smooth) dan memukau (interesting).

K

ita mau menerima atau tidak, upaya penyembuhan bukan hanya monopoli dokter. Apalagi jika kita sadari bahwa zaman dahulu tidak ada dokter. Baru kemudian ada sekolah dokter, bahkan tidak hanya satu. Yang diajarkan juga dapat berbeda antara satu sekolah dokter dengan sekolah dokter yang lain. Yang mengajar tidak sama sehingga besar kemungkinan tidak sama pula cara mengajarnya. Hasilnya adalah dokter yang tidak sama ilmu dan kete­ rampilannya. Dan kemungkinan besar menjadi tidak sama pula kemampuan dalam upayanya untuk menyembuhkan penderita. Mana yang baik? Untuk menjawab pertanyaan ini, beberapa masalah yang menarik untuk dikupas adalah: Bagaimanakah Dokter yang baik itu? Komunikasi dan transportasi yang makin mudah dan makin baik, menjadikan orang banyak tahu, tetapi kian banyak pula yang tidak diketahui. Misalnya, mana dokter yang lebih baik. Apakah dokter yang dihasilkan dengan cara pendidikan yang dulu ataukah yang sekarang? Menjadi dokter yang bagaimana yang diinginkan oleh mahasiswa dan orang tuanya? Lalu, Dokter yang bagaimana yang diinginkan pasien? Cara menilai calon dokter. Adanya pertambahan jumlah penduduk yang pesat dan makin tingginya tuntutan mereka yang sakit, telah mendorong terjadinya perubahan ‘cara’ pendidikan dokter. Jika dahulu banyak diterapkan ujian lisan, maka sekarang bergeser ke bentuk ujian tulis. Jika semula ujian tulis adalah dalam bentuk essay, yang memaksa kandidat belajar menulis panjang lebar untuk menjawab beberapa pertanyaan yang penilaiannya tidak lepas dari mood penguji (baca: subjective), sekarang sistemnya ‘dimudahkan’ dengan ujian tulis short

essay. Sistem baru ini membuat mahasiswa tidak harus menulis berkepanjangan, namun yang ditanyakan menjadi jauh lebih banyak, paling tidak 20 soal. Untuk menilai hasil kerja mahasiswa dalam menjawab pertanyaan ujian yang banyak pun tidaklah mudah bagi para dosen. Dosen menjadi kurang objective, apalagi jika tulisan mahasiswanya seperti cakaran ayam. Tuntutan untuk mengetahui penguasaan mahasiswa atas permasalahan permasalahan yang ‘nanti’ akan dihadapi, mengharuskan para dosen untuk menguji mahasiswa dengan lebih banyak pertanyaan lagi. Mahasiswakemudian dituntut untuk mampu memilih jawaban dari sejumlah pilihan jawaban yang disediakan dalam soal pilihan ganda (MCQ, Multiple Choice Question), dalam waktu yang terbatas – yaitu sekitar 0,6 detik. Dengan bentuk MCQ ini banyak pertanyaan yang dapat diujikan pada suatu waktu, kepada ba­ nyak mahasiswa, dengan penilaian yang cepat namun obyektif, bahkan penilaian dapat dilakukan oleh mesin (scoring machine). Menghasilkan dokter yang baik. Ketika penulis kuliah dulu (1961), masa studi di FK UNAIR adalah sekitar 7 tahun, konon di FK UI saat itu 6 tahun. Hampir semua ujian di tahap pre-klinik berbentuk MCQ (pilihan ganda), sedangkan di tahap klinik masih diberlakukan ujian lisan. Masing-masing teknik ujian ada kelebihan dan kekurangannya, yang terutama berakibat pada cara belajar para mahasiswa. Kemudian terjadi ‘perubahan-perubahan’ yang tujuannya adalah untuk mempercepat kelulusan, demi memperbanyak ‘ketersediaan’ dokter yang baik, yaitu dokter yang kompeten, yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang profesional sesuai standar praktis yang sudah ditentukan oleh organisasi profesinya, serta dapat memenuhi harapan masyarakat.

| 3 | 2015 |

31

Tawaran PBL Saat penulisberkesempatan mengikuti ‘sekolah guru’ di WHO Regional Teaching Centre (RTTC) UNSW, Sydney, penulis mulai mengenal bahwa di ‘sekolah’ternyata banyak kegiatan pembelajaran yang pada hakikatnya membuat guru sibuk karena banyaknya kegiatan yang dilakukan hanya berdasarkan pada apa yang telah terjadwal pada jam-jam yang telah ditentukan. Istilahnya‘berpokok pada kegiatan guru’ (activity oriented). Dengan sistem yang demikian, seolah-olah seorang dosen sudah selesai tugasnya jika sudah memberi kuliah pada jam yang ditentukan, tanpa peduli apakah materi yang dikuliahkan itu ditangkap dengan baik oleh mahasiswa atau tidak. Yang penting, pada saatnya nanti mahasiswa dapat menempuh ujian dan mendapatkan nilai guna menentukan kelulusannya. Di sisi lain ada tuntutan untuk membantu mahasiswa (baca: orang tua yang membiayainya) agar mereka dapat memahami materi yang diajarkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga muncul lah kegiatan ‘belajar-mengajar’, yang mengutamakan agar mahasiswa mendapatkan hasil belajar yang baik (student oriented). Begitu pula dalam memenuhi harapan masyarakat untuk mendapatkan dokter yang baik, mahasiswa perlu diberi materi yang baik dengan cara yang baik pula. Dosen dituntut untuk mampu mendidik dengan baik. Di masa sekarang, pendidikan dokter dilakukan dengan pola PBL (Problem Based Learning). Sistem ini digunakan karena adanya ‘ketidakpuasan’ atas hasil pendidikan dokter yang berjalan dengan berbagai macam ‘penyesuaian’ dari waktu ke waktu tanpa adanya perbaikan yang memuaskan. Dengan sistem PBL, mahasiswa sejak awal telah dilatih untuk belajar berfikir bagaimana cara ‘meme­ cahkan masalah’ (kesehatan) yang ada (baca: yang disajikan). PBL dalam kegiatan belajar-mengajar merupakan penerapan konsep pembelajaranyang terintegrasi, sesuai dengan paradigma baru pendidikan kedokteran, yakni SPICES (Student centered, Problem based learning, Integrated curriculum, Community based, Early clinical exposure and Systematic).


Komponen penting yang ada dalam sistem PBL adalah Mahasiswa. Sistem PBL (mirip CBSA, cara belajar siswa aktif) menuntut mahasiswa untuk rajin membaca agar dapat memahami permasalahan dan memecahkan masalah tersebut dengan cara yang benar. Dalam pola PBL murni, dosen tidak lagi memberi kuliah. Mahasiswa dituntut untuk secara mandiri ‘mencari ilmu’ dengan banyak membaca. Mahasiswa yang tidak terbiasa membaca pasti akan mengalami kesulitan, apalagi jika kurang menguasai bahasa Inggris, karena bahasa yang digunakan dalam buku ajar umumnya adalah bahasa Inggris. Mahasiswa yang punya ‘keterbatasan’tersebut akan sulit menyelesaikan ‘tugas baca’nya. Mereka biasanya akan ‘berbagi tugas’ dengan hanya membaca bagian tertentu, dengan harapan akan memperoleh ‘ilmu baru’ (walau sedikit) pada saat diskusi. Yang lebih buruk lagi adalah mahasiswa ‘yang malas’, yang tidak membaca sama sekali, hanya berharap memperoleh ilmu saat diskusi nanti. Dalam PBL ini mahasiwa mutlak memerlukan ketersediaan bahan ajar, tercetak, terekam sebagai sarana elektronik, maupun komunikasi dan sarana IT (teknologi informasi), termasuk sarana untuk simulasi dandry laboratory. Sehingga sekolah yang menerapkan sistem PBL perlu menyediakan perpustakaan modern yang menyediakan semua sarana yang dibutuhkan untuk kemudahan dan kelancaran pembelajaran mahasiswanya. Forum Diskusi Diskusi merupakan komponen utama PBL.Dalam forum diskusi, mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil (masing-masing terdiri dari 8-15 orang). Masing-masing mahasiswa dituntut untuk mampu mengemukakan pendapat dan menyimpulkan inti permasalahan yang terdapat dalam skenario yang telah disusun oleh staf dosen yang bertugas, lalu mengemukakan pendapat bagaimana cara menyelesaikan masalahnya. Jika mahasiswa kurang membaca maka diskusi akan ‘mati’, walaupun

Memang tidak mudah ‘mengubah’ kebiasaan belajar mahasiswa sehingga mau dan mampu belajar mandiri. Tidak mudah untuk memberi arahan agar para mahasiswa berhasil menghayati tujuan PBL. didampingi oleh beberapa dosen. Forum diskusi dalam PBL merupakan sarana berlatih yang efektif bagi mahasiswa agar mampu mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, dan menyimpulkan permasalahan yang didiskusikan. Ini merupakan sarana interaksi yang sangat baik sebagai persiapan agar kelak mereka dapat berkomunikasi dengan baik saat menghadapi pasien, keluargaanya, masyarakat, kolega, maupun para konsultan. Memang tidak mudah ‘mengubah’ kebiasaan belajar mahasiswa sehingga mau dan mampu belajar mandiri. Tidak mudah untuk memberi arahan agar para mahasiswa berhasil menghayati tujuan PBL. Dosen dituntut untuk mampu mengajari bagaimana cara mencari jalan keluar yang ‘terbaik’ untuk setiap permasalahan yang dihadapi, agar para mahasiswa kemudian akan terbiasa mencari jalan keluar terbaik saat menemukan permasalahan yang kelak akan datang silih berganti. Dosen Dari gambaran di atas dapat di­b­a­ yangkan bahwa dalam PBL seorang dosen dituntut untuk mampumenyiapkan skenario sebuah diskusi yangcomprehensive, yang kiranya ‘mewakili’ permasalahan dalam kehidupan dokter di masyarakat kelak. Skenario yang dibawakan harus “berbeda” dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun. Selain itu masih ada tuntutan untuk menyiapkan para mahasiwa agar mendapat ‘ilmu’ yang cukup untuk melakukan ‘praktik’ dalam masa studinya. Bukan hal mudah bagi tim dosen yang berasal dari berbagai bidang klinik dan non-klinik untuk menyatukan pendapat dalam menyusun sebuah skenario yang terpadu, ‘lancar’ (smooth) dan memukau (interesting). Yang juga tidak mudah adalah menilai kinerja mahasiswa saat berdiskusi

32

| 3 | 2015 |

dan menyimpulkan hasilnya. Yang ideal adalah bila terdapat fasilitas ruangan yang memungkinkan ‘pengamat’untuk menilai mahasiswa yang sedang berdiskusi tanpa diketahui oleh para mahasiswa. Sedapatnya ada ruangan diskusi yang dibatasi oleh dinding kedap suara dan kaca yang hanya satu arah (Ray ban) dengan ruang penilai. Danagar dapat dilakukan penilaian ulang (re-evaluation), kegiatan diskusi perlu direkam secara audio-visual, sehingga jika ada perbedaan penilaian antar pengamat, rekaman diskusi dapat disajikan ulang. Kesimpulan Mana yang lebih baik dari berbagai cara pembelajaran di Fakultas Kedokteran yang telah dilakukan? Apakah cara conventional, PBL atau, PBL Hybrid? Sebenarnya masing-masing punya kelebihan dan keterbatasan. Namun ada yang menyimpulkan bahwa sistem PBL, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, diakui sebagai cara yang efektif untuk diterapkan dalam pendidikan kedokteran. Dalam praktik sehari-hari, ternyata dokter lulusan PBL maupun bukan PBL boleh dibilang tidak berbeda. Yang berbeda adalah suasana belajar dalam PBL ‘lebih hidup’ dan mereka yang belajar dengan sistem PBL daya ingatnya ‘lebih tahan lama’. Yang jelas, semua yang dilakukan selama proses pembelajaran dalam pendidikan dokter,baik secara ‘konvensional’ atau menggunakan sistem PBL, semua akan membentuk pola fikir mahasiswa yang akan tampak saat berhadapan dengan masalah. Sistem mana yang harus dipilih? Sepenuhnya tergantung pada hasil pengamatan yang berwenang dalam proses pembelajaran, maupun hasil kinerja lulusan dokter dari universitas yang dinilai.n Foto: GILANG


Oktiningsih

WE NEVER KNOW HOW SMALL ACT OF A DOCTOR WILL BRING A HUGE IMPACT ON PATIENTS’S LIFE OR MAYBE THEIR AFTERLIFE. WHAT WE COULD DO BEFORE THE END OF THE DAY IS LEADING THEM AND THEIR FAMILY TO THE PATH, AN UNFAMILIAR ROAD WHERE NONE OF US WANT TO PASS. GIVE THEM A GENUINE SMILE SINCE IT COULD BE THE LAST SMILE THEY WOULD SEE.

T

here is urge in my mind to write this, something that I can not explain, bubbling inside and I need to write this essay to channel my unbearable thought. As a person who embrace a religion, I believe in God , truly believe in divine intervention called miracle. But as physician I prefer to use the word of outliner than miracle, since every outcome has been documented and projected into statistic with certain degree of significance. The natural course of certain disease with or without intervention have been well charted. Bell shape distribution is my guide to justify the fate of my patients’s life. Is it a boon or a bane to know the end of my patient’s life? Let me count the ways. I would say it is boon since I have previlege to be able to calculate survival rate. I could explain the patient’s family when the time comes, when the treatment is no longer the option, and when the death is just around the corner. This information is very important for the family to be well prepared in any hard situation. I would say it is a bane because Iam the one who know best the patient outcome but I have to keep it from my patient. When attending terminally ill cancer patients which in many cases the families ask me not to explain the disease to their loved ones, I and all the family members have to pretend that everything is going to be okay. It seem like violation against patient’s right who is supposed to be the righteous one to know in detail. As pulmonologist I am dealing with many lung cancer patients who come to me in a very late stage, mostly on a stage 3 or 4. When CT scan thorax revealed multiple nodules pattern on the other side of affected lung or in the other organ such as liver and spleen , this is the time when the end of patient’s life start to begin. Is it really the verdict of death penalty? As frequently asked by many, I would say that there were many things we could do to slow down the progress and to provide

the quality of life in their terminal days but, in short, the patient was going to die sooner or later. Statistic demonstratesthat 80 to 90 percent of late stages will have 8 to 10 month survival rate. What a short period ! only small number will survive more than 2 years. There is no such poignant moment when I have to tell the family what is going on inside their loved one’s body. The multiple nodules which look like stars in a blue sky is not a good day free from cloud or sign of no rain but it is a sign that the cancer has spread or metastatic process we call it. From that moment I and the familly member have secret that I barely discuss with my patient, I am the part of the conspiracy to tell a lie, to tell him or her that everything is going to be fine. To feign the possible treatment which is impossible to work, to assert the good outcome which will never come till the end of his or her life. I could clearly see how the course of the disease will go and end and how the malignant cancer will consume every single cell of their bodies and how they would look like at the end of their journey. But What I can do is concealing my knowledge and surender to my magic sentences which work so far without any argue from my patient, “Everything is going to be okay, it takes time to heal.” Those phrases will be automatically uttered from my lips even at the time when the patients breath their last. What a good pretender I am! I can not figure out how many lies I make a day.The more patients I have, the more sins will be casted upon me. I always believe that God is merciful but what if I do the same wrong doing again and again on daily basis? Am I overloaded with fault and fraud? or worse, am I full of deception towards them? Is this good or bad for my patient? Does my lie will soothe the pain and bring good on their after life journey? I am not trying to make a self defence, Be my guest, you be the judge! n

| 3 | 2015 |

33

FILOSOFI

THE DAY WHEN I START LYING TO THEM

RENUNGAN

JOURNEY TO THE DEATH


PROFIL

ANATOMI

PROF. DR. H.R. SOEDARSODJOJONEGORO, A.I.F

PHYSIOLOGY IS THE SYMPHONY OF MY LIFE Berbincang dengan Prof. Darso – panggilan akrab Prof. Dr. H.R. Soedarso Djojonegoro, A.I.F, yang mantan rektor Universitas Airlangga –terasa ringan dan menyenangkan. Bahkan, terlupa bahwa pria yang ramah berwibawa ini sudah berusia 83 tahun. Semangat dan antusiasmenya masih terasa penuh. Seperti orang muda.

Garis Takdir Prof. Darso, yang pernah ikut serta dalam perang terbuka bersama pasukan sukarela DBP Tentara Republik Indonesia Yon Asembagus di tahun 1946 ini, tidak pernah merencanakan untuk menjadi seorang dokter, apalagi guru besar Fisiologi. Malah, saat masih sekolah di EuropeescheLagere School (setingkat sekolah dasar) di Balikpapan, ia bercitacita menjadi penerbang. Namun, setelah lulus dari SMA 2 Surabaya di tahun 1951, Prof. Darso muda harus melupakan cita-citanya itu karena sekolah pener­ bangan belum ada di Surabaya. Akhirnya, pilihannya jatuh ke Fakulteit Kedokteran Soerabaia Cabang Universiteit Indonesia Djakarta yang pada tahun 1954 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Awalnya beliau ingin meneruskan keahlian di bidang Kebidanan dan Kan­ dungan, namun, pertemuannya dengan Prof Oei Hwai Kiem di selasar timur Kampus FKUA pada tahun 1954 membuat Prof. Darso menetapkan diri untuk menggeluti Fisiologi. “Prof. Oei menawari saya untuk menjadi asistennya di bagian ilmu faal. Seketika itu juga saya menjawab, ‘Ya’, walaupun saya tadinya berkeinginan menjadi ahli kandungan. Menjadi ahli atau guru besar

Fisiologi tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya. Ini sudah garisan takdir dari Allah,” ungkap mantan anggota MPR RI selama 2 periode ini. “Sejak saat itu saya mulai menekuni dan mencintai ilmu faal, dan menjadi guru besar juga dari ilmu faal. Karena itu saya mengatakan, ‘Physiology is the symphony of my life,’” ujarnya. Untuk mendalami ilmu faal beliau belajar di Buffalo State University, NY, Amerika Serikat pada tahun 1962-1963.

Awalnya bercita-cita menjadi penerbang, tetapi, sudah garisan takdir dari Allah saya akhirnya menjadi dokter. Purna Tugas dan The Way Life Gives Us Lessons Walaupun sudah lama pensiun, Prof. Darso tetap memiliki berbagai kegiatan. Termasuk di antaranya membimbing

34

| 3 | 2015 |

mahasiswa program doktoral di jurusan Fisiologi Universitas Airlangga dan Universitas Negeri Surabaya. “Alhamdulillah, walaupun sudah pensiun tapi masih dipercaya untuk berbagi ilmu,” demikian ujar mantan Duta Besar Indonesia untuk UNESCO ini. Selain itu, aktivitas Alumnus Fakultas Kedokteran Unair angkatan 51 yang mempunyai 6 anak, 17 cucu serta 6 cicit ini, masih cukup banyak. Di antaranya aktif di Yayasan Wijaya Kusuma Surabaya dan Yayasan Rumah Sakit Darmo. Juga sibuk sebagai ketua Yayasan Pendidikan Anak-Anak Buta (YPAB). Ada cerita menarik di balik kesediaan Prof. Darso untuk mengabdikan diri di YPAB. Diawali dengan pengalaman saat menjadi duta besar Indonesia untuk UNESCO. Saat menduduki jabatan tersebut dan tinggal di Paris, Prof. Darso pernah berjalan-jalan bersama istri naik metro – kereta api bawah tanah di Paris. “Sebenarnya ini tidak boleh, duta besar ngelencer dewean (jalan-jalan sendiri) itu gak boleh,” ungkap Prof. Darso sambil tertawa. Seharusnya seorang duta besar kemana-mana harus didampingi oleh protokoler Kedutaan. Nah, di dalam kereta yang mere­ ka tumpangi, mereka duduk di depan seorang lelaki gagah berkacamata hitam.


“Alhamdulillah, walaupun sudah pensiun, tapi saya masih dipercaya untuk berbagi ilmu.”

Pria ini membuat Prof. Darso merasa jengkel sekaligus heran, karena dia selalu bertanya dimana lokasi mereka ketika kereta berhenti. Sampai ketika akhirnya kereta berhenti di Montparnasse yang di dalamnya ada international station, lelaki gagah itu mengeluarkan tongkat untuk berjalan. Barulah Prof. Darso tahu kalau lelaki itu buta. Ternyata dia adalah turis dari Roma yang sedang jalan-jalan di Paris dan hendak pulang ke Roma melalui international relay station. “Ternyata bukan hanya orang sehat saja yang dapat menikmati dunia. Orang buta pun dapat menjadi turis,” ungkap Prof. Darso kagum. Pengalaman tersebut membuatnya langsung menyetujui ketika ditawari untuk mengurus YPAB oleh Ibu Grace Soetopo – pendiri YPAB Surabaya – sekembali beliau ke tanah air.

Resep Awet Sehat = BNI Penasaran rasanya melihat Prof Darso selalu terlihat sehat dan energik. Apa rahasianya? “Saya merasa biasa-biasa saja, tidak ada yang khusus,” kata beliau. “Menurut penelitian WHO sehat itu 20 persen (20%) faktor genetik, 15 persen (15%) faktor luar atau eksternal. Sisanya adalah faktor internal. Saya mempunyai prinsip yaitu BNI: B = batasi, N = nikmati, I = imbangi,” lanjut beliau. “Batasi artinya membatasi segala sesuatu, makan kalau lapar, berhenti sebelum kenyang. Tapi harus dinikmati, jadi jangan sampai kita stres karena tidak bisa makan ini-itu. Misal ada acara kon­dangan dengan berbagai menu yang banyak mengandung kolesterol ya nikmati saja. Tapi besoknya imbangi dengan

| 3 | 2015 |

35

puasa,” kata Prof Darso yang berulang tahun pada 8 Desember ini. “Olahraga juga demikian. Banyak orang yang ketika selesai tenis atau sedang main kemudian meninggal. Tenis itu juga hobi, jadi jangan karena menang merasa harus meneruskan. Batasi. Tapi pada satu turnamen ya sebentar dinikmati,” kata beliau melanjutkan. “Emosi juga begitu, kalau sama bawah­ an batasi marahnya. Tapi kalau memang dibutuhkan, ya dinikmati. Setelah itu imbangi dengan istighfar. Inilah faktor internal kita,” pungkasnya. Sangat inspiratif! Semoga sehat terus Prof...! n

Naskah & Foto: YASIN


SKELETON

PROFIL GROUP

Kiprah dan Cinta Sejati

IKA AIRLANGGA

NEDERLAND

“Sebab mencintai tanah air, nak, adalah merasa jadi bagian dari sebuah negeri, merasa terpaut dengan sebuah komunitas, merasa bahwa diri, identitas, nasib, terajut rapat, dengan sesuatu yang disebut Indonesia, atau Jepang, atau Amerika. Mencintai sebuah tanah air adalah merasakan, mungkin menyadari, bahwa tak ada negeri lain, tak ada bangsa lain, selain dari yang satu itu, yang bisa sebegitu rupa menggerakkan hati untuk hidup, bekerja dan terutama untuk mati.� Goenawan Mohamad (Caping 4, hal 80)

PETINGGI Universitas Airlangga saat menghadiri Lustrum ke IV IKA Airlangga Nederland pada tahun 2001, antara lain Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Dr. Agung Pranoto, dr, MSc, SpPD, K-EMD, FINASIM, Wakil Dekan III, Prof. Dr. Kuntaman, dr., MS., Sp.MK-K, dan Prof. Dr. Nancy Margarita Rehatta, dr., SpAn KIC. Ketua Ikatan Alumni Nederland Dr. The dan istri mengapit Bapak Dekan di kanan dan kiri.

36

| 3 | 2015 |


TAMU ISTIMEWA: Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Dr. Agung Pranoto saat menjadi pembicara dalam Lustrum IV Ika Airlangga Nederland, pada tahun 2001

C

uplikan dari tulisan Goenawan Mohamad dalam bukunya CAtatan PINGgir ke-4 di halaman 80 di atas, sungguh sangat sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Dr. Paul The Gwan Tjaij, alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga angkat­ an tahun 1957, yang sejak tahun 1967an telah menetap di negeri Belanda. “Berada jauh dari Indonesia seperti ini kadang tidak mudah. Namun kami ‘dipanasi’ oleh 3 api yang membara, yang membuat kami tetap bersemangat. Api pertama adalah api cinta kami terhadap Indonesia, yang menjadikan kami manusia yang beretika, berbuda­ya dan merasa mempunyai tanah air yang selalu kami rindukan. Api kedua adalah api budaya Cina yang menguatkan ikatan emosionalspiritual di antara kami, membuat kami bersemangat mencari ilmu dan beribadah. Dan api ketiga yang memanasi kami adalah api Eropa yang membuat kami bersemangat untuk menekuni karir dan tetap dapat bekerja dengan sebaik-baiknya di negeri orang ini”. Dikisahkan oleh dr. Paul, pada sekitar tahun 1965-1966, dirinya dan temanteman yang merupakan kelompok minoritas karena berasal dari etnis China, memutuskan untuk melanjutkan studi ke Belanda. Situasi di Indonesia pada masa itu memang kurang kondusif dan

genting akibat adanya Gerakan 30S-PKI. Belanda dipilih menjadi negara tujuan karena di sana terbuka peluang yang besar dan mudah bagi lulusan Unair untuk melanjutkan studi. Saat itu lulusan dari Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Gigi Universitas Airlangga dapat langsung diterima untuk me­ngambil spesialisasi tanpa perlu penyesuaian atau tes ulang untuk standardisasi terlebih dahulu, karena saat itu Fakultas Kedokteran Unair mempunyai skor internasional yang sama dengan perguruan-perguruan tinggi di Belanda. “Mengapa sekarang tidak bisa seperti itu, kemungkinan besar karena tidak ada lagi yang memelihara hubungan baik diantara para pengelola pendidikan kedokteran di Indonesia dan Belanda, yang memungkinkan terjadinya pertukaran pengajar atau mahasiswa atau bahkan pen-sejajaran kurikulum. Sebenarnya sayang sekali ya”, ujar Dr. Paul yang ketika hijrah ke Belanda mengambil spesialis Bedah dan saat ini telah berusia 76 tahun. Awal mulanya terdapat 120-an alumni Unair yang turut berhijrah ke Belanda, yang terdiri dari sekitar 80 orang dokter dan 40 orang dokter gigi. Mereka kemudian berinisiatif untuk membentuk Ikatan Alumni Universitas Airlangga (IKA Airlangga) cabang Belanda dengan tujuan untuk mempererat persauda-

| 3 | 2015 |

37

raan diantara sesama orang Indonesia khususnya sesama alumni Universitas Airlangga dan lebih utamanya lagi agar bisa tetap turut berpartisipasi dengan kegiatan-kegiatan yang berhubu­ngan dengan kemajuan rekan-rekan di tanah air. Karena mereka menyadari bahwa rekan-rekan di Indonesia membutuhkan informasi-informasi terkini untuk dapat selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia – yang saat itu tidak semudah zaman sekarang. Demikian besar komitmen para pendiri IKA Airlangga Nether­land ini sampaisampai mereka mengusahakan agar perkumpulan mereka ini disahkan sebagai sebuah organisasi yang berbadan hukum resmi. Tujuannya adalah agar mereka dapat memberikan bantuan kepada sesamanya di tanah air secara total, baik dalam bentuk materi seperti uang atau alat-alat kesehatan, maupun non materi dalam bentuk seminar atau pelatihan. Di Belanda hanya organisasi yang berbadan hukum resmi yang diizinkan untuk memberikan bantuan ke luar negeri. IKA Airlangga Nederland akhirnya menjadi wadah untuk alumni Unair di Eropa.Anggotanya sebagian besar adalah dokter dan dokter gigi yang berdomisili di Belanda. Saat ini di Belanda hanya tinggal 86 orang anggota IKA Airlangga, 60 di antaranya adalah dokter. Anggota IKA Airlangga Belanda yang saat ini tercatat, juga ada yang berdomisili di Spanyol dan Jerman. IKA Airlangga Nederland dapat tetap eksis sampai saat ini karena para pengurusnya mempunyai hubungan batin yang sangat erat dan berkomitmen tinggi untuk selalu bisa memberikan sesuatu bagi bangsanya. Setiap tiga bulan sekali mereka mengadakan pertemuan rutin. Dalam pertemuan tersebut mereka benar-benar mengusahakan suasana yang akrab dan kental nuansa Indonesianya. Sementara para bapak mengadakan pembicaraan mengenai rencana kegiatan ikatan alumni, para ibu yang membawa bermacam masakan Indonesia untuk dinikmati bersama me­ngobrol dengan gembira. Mereka secara berkala mengadakan garthering dan berwisata bersama untuk memelihara kebersamaan dan mengobati rasa kangen terhadapa tanah air.


Kongres pertama Ikatan Alumni Airlangga diadakan pada tanggal 7 Desember 1991 di Amsterdam. Kongres besar ini dihadiri oleh Profesor Soejoe­ noes, mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dan dua ratus orang alumi Unair yang berada di Eropa dan Amerika Serikat. Saat itu di Amerika masih ada Ikatan Alumni Airlangga yang bersifat non-formal. Dalam kesempatan itulah IKA Unair Nederland akhirnya diresmikan sebagai bagian resmi dari Keluarga Besar Ikatan Alumni Universitas Airlangga. Kegiatan besar lain yang pernah dihadiri oleh petinggi Universitas Airlangga adalah Lustrum ke IV IKA Airlangga Nederland pada tahun 2001, yang dihadiri oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Dr. Agung Pranoto, dr, MSc, SpPD, KEMD, FINASIM, Wakil Dekan III, Prof. Dr. Kuntaman, dr., MS., Sp.MK-K, dan Prof. Dr. Nancy Margarita Rehatta, dr., SpAn KIC. Selain mengadakan kegiatan di Belanda, IKA Airlangga Nederland juga memberikan beberapa bantuan dalam bentuk kerja sama untuk pelaksanaan program kesehatan dan pendirian fasilitas kesehatan di tanah air. Mereka turut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti yang diselenggarakan oleh Deutsch Foundation, ikut serta dalam pelaksanaan cangkok ginjal pertama di Surabaya sampai pada pengadaan Hyperbaric Chamber di Surabaya untuk terapi tetanus. Program mereka yang saat ini sedang menjadi fokus utama adalah yang menyangkut masalah geriatri. “Menurut kami, masalah geriatri membutuhkan perhatian lebih karena diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk lansia akan mencapai 35 juta penduduk. Sebenarnya kami sudah pernah berbincang mengenai hal ini dengan Prof. Marlina Setiawati Mahajudin, dr, SpKJ (K) untuk membangun bangsal geriatri dengan homebase dcare. Saat ini program geriatri kami yang telah berjalan baik adalah di daerah Jawa Tengah, hasil kerja sama dengan Univervitas Gajah Mada. Disana kami membangun Posyandu Geriatri dan programnya berjalan dengan sangat baik. Program lain

AKRAB: Suasana pertemuan alumni yang tergabung di IKA Unair Nederland terjalin akrab dan serius. Dari kiri Sekretaris drg. Han, dr. Liem, dr. Oei, tamu yang ikut hadir dr. The dan dr. Tio.

kami yang berhasil adalah kerja sama dengan Universitas Indonesia dan RS St.Carolus dalam membangun center of aging study”, cerita Dr. Paul berapi-api. Dr. Paul dan rekan-rekan berkeyakinan bahwa cinta tanah air hanya dapat dibuktikan dengan perbuatan nyata, perbuatan yang dapat dirasakan oleh orang-orang yang berdiam di tanah airnya, Indonesia tercinta. Menurut mereka cinta memerlukan aksi nyata, bukan sekedar kata-kata. Cinta sejati ini amat terasa saat berbincang dengan Ketua Ikatan Alumni Universitas Airlangga Nederland ini. Para pengurus IKA Airlangga Nederland menyayangkan betapa sedikitnya lulusan Airlangga muda yang melanjutkan studi ke Belanda, padahal mereka siap memberikan bantuan dan menjadi contact person jika diperlukan. Saat ini generasi kedua mereka seluruhnya adalah anak-anak yang dilahirkan, dibesarkan dan menyelesaikan pendidikan mereka di negeri Belanda. “Jaman sudah berubah, Indonesia sekarang telah maju. Tetapi kami tetap berkomitmen untuk terus berkarya bagi bangsa kami, bangsa Indonesia. Salam hangat saya untuk semua teman di Surabaya. Saya satu angkatan dengan Profesor Askandar Tjokro­prawiro, Profesor Sajid Darmadipura dan Dr. Tarmizi Taher,” ujar Dr. Paul mengakhiri pembicaraan kami yang hangat di telpon. Sebagai catatan, organisasi IKA Airlangga sendiri sebenarnya sudah cukup lama ada tetapi eksistensinya belum

38

| 3 | 2015 |

merasuk kedalam diri para alumni. Menurut Ketua Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (IKA FK Unair) Dr.Poedjo Hartono, SpOG (K), hal ini disebabkan oleh rasa memiliki atau sense of belonging alumni terhadap almamaternya belum pernah diuji, seperti halnya para alumni yang berada di luar negeri. IKA Airlangga Nederland dapat menjadi contoh yang baik tentang cinta dan kiprah alumni yang berkomitmen menjaga dan memajukan bukan hanya nama almamater tetapi juga bangsa Indonesia. Saat ini belum ada struktur formal dalam organisasi Ikatan Alumni Airlangga. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pun masih terkesan sporadis. Berbagai cara terus diupayakan untuk meningkatkan rasa cinta dan rasa memiliki alumni terhadap almamater Unair, salah satunya adalah dengan mulai meningkatkan kebanggaan alumni terhadap angkatan nya masing-masing dan menciptakan euforia reuni antar angkatan. Secara bertahap diharapkan IKA Airlangga dapat menjadi lebih solid dan hubungan alumni lintas wilayah dan lintas angkatan dapat terjalin dengan lebih baik lagi.n Naskah: WIWIEN, NADHILA, FIRA LINGUA, Foto: Doc Dr. Ronny Tio, anggota IKA Airlangga Nederland


“Style is a way to say who you are without having to speak” Gaya casual merupakan style yang mudah untuk dipadu-padankan, dan tentu saja nyaman untuk dikenakan sehari-hari.

MODEL: Tjokorde Istri Nyndia Vaniari, Abdul Karim, Bagus Haryo Kusumaputra, Shakti Indraprasta (PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin) WARDROBE: ORE Store, Jln Untung Suropati No. 83, Surabaya NASKAH: Irmadita Citrashanty FOTO: Gilang

| 3 | 2015 |

39

EFLORESENSI

out of style

FASHION & MODE

CASUAL WILL NEVER GO


Cullotes adalah celana dengan potongan lebar setinggi lutut, dengan model yang menyerupai rok. Kulot bisa menjadi salah satu pilihan keren untuk Anda. Pilih kulot warna netral untuk gaya yang lebih mature, dan padankan dengan blouse bermotif agar style Anda tidak membosankan. Kulot juga dapat dipadu-padankan dengan loose blouse atau bahkan cropped tee. Hampir semua model blouse dapat dipadankan dengan kulot. Model: Tjokorde Istri Nyndia Vaniari

40

| 3 | 2015 |


Banyak cara membuat casual style pria menjadi menarik. Tipsnya, Anda harus sedikit lebih berani memilih warna. Tentu saja sesuaikan dengan tone kulit Anda. Jeans is always the right choice for casual. Padankan dengan kemeja warna terang, Anda juga bisa menambahkan jaket agar tampak lebih keren. Then boots your clothes up! Model: Bagus Haryo Kusumaputra

| 3 | 2015 |

41


Anda bisa bergaya casual-sporty dengan tampilan ini. Padankan jeans kesayangan Anda dengan kemeja berlengan pendek, beri sentuhan ‘warna’ pada sepatu atau topi dengan warna senada. TIPS: Kenakan sweater sebagai outer untuk tampilan lebih sporty. Model: Shakti Indraprasta

42

| 3 | 2015 |


Satu lagi pilihan casual look, atasan two-pieces selalu menjadi pilihan untuk tampilan keren namun tetap rapi. Jika Anda berkulit terang, jangan ragu memadupadankan warna yang lebih berani. T-shirt putih tidak pernah salah jika dipadankan dengan kemeja biru. TIPS: Lipat lengan kemeja setinggi siku, really casual. Jeans dengan warna terang juga bisa menjadi pilihan selain blue jeans. Model: Abdul Karim

| 3 | 2015 |

43


RENUNGAN

FISIOLOGI

YOGA SENI OLAH TUBUH YOGA SUDAH BERUSIA SEKITAR 5000 TAHUN. YOGA BERASAL DARI BAHASA SANSEKERTA �YUJ� ARTINYA MENGHUBUNGKAN ATAU MENYATUKAN. SECARA HORISONTAL, BERARTI MENYATUKAN TUBUH-PIKIRAN-JIWA KITA DALAM KESELARASAN YANG ALAMI. DALAM ARTI VERTIKAL, BERARTI MENYATUKAN KESADARAN DIRI KITA DENGAN TUHAN.

Y

oga adalah induk dari senam, dan berbagai jenis beladiri, tari, musik, nyanyian, bahkan seni bercinta dan penyembuhan. Yoga adalah keterampilan spritual, karena yang dikaji bukan hanya tubuh fisik saja, tapi juga jiwa kita. Menurut pandangan dalam ilmu yoga, jika seorang manusia mengikuti aturan tertentu, ia dengan mudah bisa hidup aktif sampai umur 80 tahun. Apakah rahasia para Yogi agar berumur panjang dan hidup sehat? Yoga merupakan stress/relaxation response model.

Respons relaksasi yang ditimbulkan Yoga berhubungan dengan respons psikofisiologis yang menghambat aktivitas pituitary-adrenal dengan penurunan kadar kortisol darah secara bermakna selama dan Setelah latihan (Blackwelldkk, 1976; Jevningdkk, 1978). Harte, Eiferte dan Smith (1995) mempelajari bahwa meditasi dapat meningkatkan mood dan imunoreaktivitas corticotropin-releasing hormone (CRH). Wanita yang berlatih yoga mengalami perbai kan pada skala kepuasan hidup, mood dan kemampuan coping stress, dan penurunan skor eksitabilitas dan agresivitas (Schell, dkk, 1994). Menurut review dari beberapa literatur, latihan yoga selama 1 tahun dapat memperbaiki berat badan dan densitas tubuh mencapai ideal, endur-

44

| 3 | 2015 |


ance kardiovaskuler, power aerobik (Agte dan Chiplonkter, 1992; Malathi dkk 1999), dan kapasitas vital paru (Birkel dan Edgren, 2000). Pada kelompok usia lanjut, latihan yoga akan menurunkan denyut jantung istirahat, peningkatan VO2max dan peningkatan sensitivitas barorefleks parasimpatis (Bowmandkk, 1997), memperbaiki sense of wellbeing, energi, kemampuan berdiri satu kaki dan fleksibilitas jangkauan (Okendkk, 2006), menurunkan fibrinogen, meningkatkan aktivitas fibrinolitik, hemoglobin dan hematokrit

serta memperpanjang tromboplastin parsial yang teraktivasi dan waktu agregasiplatelet (Chohandkk, 1984). Menurut Kirschner, Yoga terbagi dalam 2 cabang besar, yaitu Hatha yoga (penguatan hidup) danRaja yoga (penarikan kembali hidup). Hatha yoga terdiri dari sikap-sikap(Asana), praktik pernapasan (Pranayama) dan istirahat (Pratyahara). Hatha yoga merupakan aliran yang memfokuskan porsi latihan psikis dan fisik secara seimbang. Sedangkan Raja yoga terdiri dari penahanan diri (Yama), tata tertib (Nyama), konsentrasi (Dharana), meditasi (Dhyana), dan samadhi. Gerakan yoga dirancang lembut, bersifat alamiah, penuh perenungan, tidak bersifat kompetitif, tidak menyiksa tubuh, tidak membutuhkan peralatan yang banyak, tidak berat dan tidak lama. Beberapa gaya yoga adalah hatha, iyengar, astanga, vinyasa, yogalates, dan manasa. Dari beberapa gaya yoga tersebut di atas yang paling dikenal adalah Hatha Yoga.

Hatha berasal dari kata Ha yang berarti Matahari danTha atau Bulan, berupa latihan pembersihan diri melalui postur yoga dan latihan pernapasan, serta meditasi. Iyengar menekankan pada penjajaran tubuh pada setiap postur untuk meningkatkan keseimbangan dan kekuatan dengan bantuan alat-alat. Ashtanga mengintensifkan hatha yoga yang dilakukan secara dinamis. Vinyasa mirip dengan ashtanga dan hatha, tetapi dilakukan secara ritmis dan dengan pengaturan pernapasan. Yogalates merupakan perpaduan antara yoga dan pilates yang diciptakan untuk menguatkan struktur jaringan otot, penguatan punggung, keseimbangan panggul, perut terutama Setelah melahirkan, atritis, osteoporosis, dan kebugaran. Sementara, manasa merupakan praktik hatha yoga dengan fokus utama pada pikiran untuk bersatu dengan olah fisik. Salah satu manfaat dari melakukan Hatha yoga adalah meningkatkan kesadaran, alasannya memusatkan perhatian pada saat melakukan aktivitas seperti bernapas, dan menahan postur tubuh yang baik dapat mengajarkan orang untuk lebih mengerti dan menghargai diri mereka sendiri. Yoga juga melatih seseorang untuk lebih sabar dan mau mendengarkan suara dalam dirinya hingga ahkirnya mereka lebih memahami bahkan memperbaiki keseimbangan tubuh tanpa membuatnya tersiksa (Fajriati,2003). | 3 | 2015 |

45

Setiap postur dalam yoga diyakini akan memberi tiga manfaat sekaligus yaitu manfaat secara fisik, secara mental, dan manfaat prana. Yoga adalah keterampilan spritual, karena yang dikajibukan hanya tubuh fisik saja, tapi juga jiwa kita. Di atas semua itu, yang terpenting dalam memahami keterampilan yoga adalah praktik. Yoga memberikan dua disiplin praktik, yakni gerak dan diam. Disiplin gerak bermanfaat menguatkan fisik, menghilangkan kekakuan sendi dan otot, serta mengontrol kesehatan saraf dan kelenjar tubuh. Bila semua gerakan yoga dilakukan dengan benar dan teratur, disiplin gerak ini banyak membantu keseimbangan energi dan kenyamanan tubuh untuk kehidupan sehari-hari, bahkan penting untuk peremajaan sel-sel tubuh. Dalam disiplin diam, yoga memberikan relaksasi, ketenangan, kejernihan pikiran, keceriaan, rasa percaya diri, dan berkembangnya intuisi. Semuanya dapat diraih melalui meditasi yoga yang dilakukan dengan mengatur napas dan sikap yoga sempurna. Latihan senam Hatha yoga terdiri dari pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Frekuensi latihan senam Hatha yoga akan bermanfaat apabila dilakukan 3-5 kali per minggu. Intensitas latihan berdasar denyut jantung diklasifikasikan dalam low-moderate intensity. Waktu latihan untuk senam Hatha yoga adalah 20-60 menit.n Naskah & Foto: DAMAYANTI TINDUH Model: NI MADE PUTRI SARASWATI Sumber Ilustrasi: MOVIE.KELAYU.CO


KULINER

NUTRISI

Panasnya

Ceker Lapindo Warung Mbak Nik S

iapa yang doyan ceker? Walaupun ceker (Jw: kaki ayam) adalah limbah bagi penjual daging ayam, namun ternyata tidak sedikit orang yang suka dengan makanan yang berbahan dasar ceker. Jarang sekali restoran atau rumah makan yang menyajikan ceker dalam daftar menunya. Atau kalaupun ada, hanya sebagai pelengkap dalam suatu menu misalnya sup ayam. Padahal ternyata, di dalam ceker terkandung zat gizi yang nyaris tidak terdapat pada makanan lain. Salah satunya adalah, dalam ceker terkandung banyak kolagen, yang mempunyai khasiat meremajakan kulit dan menguatkan sistem pembuluh darah. Zat penting kedua yang terdapat pada ceker adalah kalsium dan beberapa mineral yang bermanfaat untuk menjaga tulang tetap kuat dan mencegah osteoporosis. Selain itu ceker

46

| 3 | 2015 |

ternyata banyak mengandung lemak tak jenuh. Jadi, ceker layak menjadi makanan favorit. Kali ini kita akan mencoba masakan ‘spesialis ceker’ di Sidoarjo yang menjadi favorit pencinta kuliner. CEKER LAPINDO, adalah warung kaki lima di Jl. Dr. Soetomo, Sidoarjo (sebelah Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo). Warung milik Mbak Nik ini awalnya bernama Ceker Maut, yang berdiri pada tanggal 29 Juni 2008. Karena Sidoarjo sangat dekat dengan lokasi Lumpur Lapindo, maka warung ini kemudian berganti nama menjadi Ceker Lapindo. Mengapa memilih nama Lapindo? Warung ini sebenarnya menyediakan berbagai olahan masakan ceker. Mulai dari ceker asam manis, ceker balajo, ceker mentega dan ceker mentega pedas. Tetapi yang menjadi ciri khas masakan Mbak Nik adalah Ceker Lapindo. Coba saja datang kesana dan pilih menu Ceker Lapindo


TERNYATA, DI DALAM CEKER TERKANDUNG ZAT GIZI YANG NYARIS TIDAK TERDAPAT PADA MAKANAN LAIN, DI ANTARANYA ADALAH KOLAGEN YANG BERKHASIAT DAPAT MEREMAJAKAN KULIT DAN MENGUATKAN SISTEM PEMBULUH DARAH. ZAT PENTING LAIN YANG TERDAPAT DALAM CEKER ADALAH KALSIUM DAN BEBERAPA MINERAL YANG BERMANFAAT UNTUK MENJAGA TULANG TETAP KUAT DAN MENCEGAH OSTEOPOROSIS. SELAIN ITU CEKER TERNYATA BANYAK MENGANDUNG LEMAK TAK JENUH.

maka Anda akan faham mengapa dinamakan Lapindo. Masakan ini disajikan dalam mangkok melamin berwarna merah cerah, dalam keadaan panas, dengan asap mengepul. Sangat mirip dengan asap lumpur Lapindo. Namun dengan aroma yang heeeemmmmh... begitu menggoda… dan saat lidah mencicipinya... sensasi pedasnya bener bener nendang! Saking pedasnya keringat sampai bercucuran ketika menikmatinya. Sensasi yang sangat menggugah selera, yang membuat para pelanggan tak bosan untuk berkunjung lagi dan lagi. Walaupun makan di warung kaki lima, tapi cita rasa nya tidak kalah dengan masakan di restoran. Apa yang membedakan dengan masakan ceker lain? Selain rasa pedasnya, teksturnya lembut dan benar-benar terasa nikmat. Apalagi harganya sangat terjangkau. Mulai Rp. 12.000 – 14.000/porsi (belum termasuk nasi/lontong) kita sudah bisa

menikmati kelezatan makanan ini. Olahan ceker Mbak Nik ini bahkan menjadi salah satu perwakilan Sidoarjo untuk mengikuti Festival Jajanan Bango tahun 2015, festival kuliner khas nusantara terbesar di Indonesia yang diselenggarakan oleh produser Kecap Bango sejak tahun 2005. Mbak Nik, sang pemilik, berpromosi “Jika mengunjungi Lumpur Lapindo di Porong, kurang afdol kalau tidak merasakan ceker lapindo ini, “ katanya. Tunggu apa lagi? Yuk dicoba...n

| 3 | 2015 |

Naskah & Foto: ARDINY

47


HOBI

INSPIRASI

TEN S SEHAT & MENGAKRABKAN

Beberapa alumni Fakultas Kedokteran Unair menjadikan tenis sebagai olahraga yang ditekuni sejak mereka mahasiswa. Dr. Wimbo Sasono, Sp.M.(KVR) contohnya. Meski harus bertugas ke pelosak indonesia, Hobi bermain tenis terus dibawanya.

48

| 3 | 2015 |


O

lahraga merupakan kebutuhan manusia, terutama untuk menjaga dan meningkatkan kebugaran fisik serta menjauhkan dari berbagai gangguan kesehatan. Beberapa alumni Fakultas Kedokteran Unair menjadikan tenis sebagai olahraga yang ditekuni sejak mereka mahasiswa. Dr. Wimbo Sasono, Sp.M.(KVR) contohnya. Hobi bermain tenis sampai dibawa saat bertugas sebagai dokter Puskesmas di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tak tanggung-tanggung, kala itu yang menjadi lawan mainnya adalah Bupati dan Dandim di sana. Saat ini, di usia 56 tahun, bersama rekan-re­ kannya di Departemen Mata RSUD Dr. Soetomo , dr. Wimbo masih rajin berlatih setiap hari Minggu sore di Lapangan Tenis Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Kampus A, Unair. “Kami cinta almamater, makanya masih main di lapangan ini, ” ungkap dr. Wimbo saat ditemui dilapangan Tenis FKG. Banyak staf maupun Peserta Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Mata ikut bergabung, sebut saja dr. Ediyanto, Sp.M, dr. Freedy, Sp.M dan lain-lain. Dr. Ediyanto yang saat ini telah berumur 61 tahun terlihat sangat lincah di lapangan. Beberapa kali ayunan raketnya mampu merepotkan lawan mainnya. “Entah sejak kapan olahraga tenis di Departemen Mata dimulai. Waktu saya masuk PPDS dari Puskesmas Probolinggo tahun 1987, sebelumnya sempat diberitahu dokter Haryo Wahyudi yang sudah masuk lebih dulu setahun, kalau mau masuk pendidikan di RSUD Dr. Soetomo harus bisa main tenis. Karena pengetahuan tenis saya ketika itu nol, saya titip uang ke beliau untuk dibelikan raket. Saya berlatih di Probolinggo, sehingga ketika PPDS sudah punya sedikit ilmunya,” kata dr. Ediyanto sambil tersenyum. Demi menjaga budaya tenis yang ada tetap bertahan, sejak setahun yang lalu mereka mendatangkan pelatih professional untuk melatih mereka agar bisa bermain tenis dengan benar. “Pak Hani, kami undang sebagai pelatih agar ada peremajaan. Sehingga bisa mengajak yang muda-muda untuk ikut bermain, “ ungkap dr. Ediyanto. Namun ada beberapa hal yang sempat

”KAMI BERMAIN SETIAP HARI MINGGU JAM 6 PAGI. MANFAAT YANG PALING TERASA NIKMAT ADALAH SEHAT DAN BISA BERKUMPUL.” dikeluhkan oleh para dokter spesialis mata ini, antara lain kondisi lapangan yang kurang baik. “Lapangannya sudah tidak rata, dan lampunya pun kurang memadai untuk bermain di malam hari. Saklar yang ada pun sering rusak, sehingga untuk menyalakan ke-empat lampu yang ada sangat sulit. Mudah-mudahan kedepannya akan ada perbaikan kondisi lapangan,” ungkap dr. Freedy mewakili rekan-rekannya. Dr. Wimbo menceritakan bahwa dulu lapangan tenis itu juga dipakai oleh departemen yang lain. Bahkan untuk menggunaan lapangan ini mereka sempat antri. “Sekarang sepertinya hanya dari bagian mata yang main disini. Dulu sampai puasa pun kami tetap main. Buka puasa disini, usai sholat magrib kami baru pulang,” ungkapnya mengenang. Hanya PPDS Selain Departemen Mata, alumni FK Unair yang mengabdi di Departemen Kebidanan dan Kandungan (Obgyn) pun tak kalah seru dalam bermain tenis. Walaupun sempat berhenti beberapa waktu, tapi sekarang sudah rutin kembali bermain. Setiap Kamis malam mereka bermain tenis di Lapangan Tenis Villa Kalijudan. “Dulu staf-staf Obgyn banyak yang main tenis secara rutin. Beliau-beliaulah yang kemudian mengajak PPDS untuk ikut bermain,” ungkap dr. Pungky Mulawardana, Sp.OG. Dr. Pungky menceritakan, di tahun 90-an, cukup banyak turnamen olahraga di kalangan dokter Obsgyn. Dalam setiap Kongres Obsgyn selalu ada pertandingan olahraga, termasuk tenis. Lalu ada Dekan Cup yang diikuti oleh berbagai departemen dan civitas akademika di FK Unair. Namun sayangnya animo terhadap kultur olahraga saat ini agak berkurang. “Sekarang grup tenis hanya diikuti oleh PPDS, seminggu sekali. Syukur, dalam satu periode selalu ada dokter yang belajar bermain dan sekarang sudah mulai mahir. Hal ini penting untuk menjaga kelestarian

| 3 | 2015 |

49

olahraga tenis di kalangan dokter Obsgyn. Karena sempat ada suatu masa dimana tidak ada yang main, hanya satu dua orang saja, sehingga olahraga tenis di Obsgin sempat tidak jalan,” kata dr. Pungky lagi. Menurut dr. Pungky, salah satu sebab peminat tenis di Obsgyn sempat merosot adalah karena olahraga ini membutuhkan learning term. “Learning term-nya sedikit lebih susah daripada sepakbola, tetapi lebih mudah daripada golf. Kalau sepakbola selama ada stamina itu akan lebih gampang, tapi kalau tenis tidak, selain stamina dibutuhkan juga teknik bermain yang khusus. Golf yang paling susah,” jelas dr. Pungky yang memang hobi olahraga ini. Namun, syukurlah pada akhirnya, dr. Pungky bersama dr Wicaksono, Sp.OG berhasil menghidupkan kembali kultur berolah raga tenis di kalangan dokter Obgyn RSUD dr. Soetomo. Lapangan Ketabangkali Setiap minggu pagi di lapangan Wuni, Ketabangkali, sekitar 8 hingga 10 orang staf dan PPDS Departemen Urologi RSUD Dr. Soetomo bermain tenis disana. Menurut dr. Fauriski Febrian, Sp.U dan dr. Kartiko, Sp.U, sejak era Prof.Dr.Sunaryo Hardjowijoto dr,SpB,SpU-K menjadi Kepala Departemen, tenis sudah menjadi olahraga rutin di bagian Urologi. “Kami bermain setiap hari Minggu jam 6 pagi. Manfaat yang paling terasa nikmat adalah sehat dan bisa berkumpul. Rekan kami yang saat ini selalu hadir adalah dr. Wahyu Djatisoesanto dr,SpU,” kata dr. Fauriski. Demikianlah, olah raga Tenis mengeratkan tali silaturahmi di antara sesama dokter. Para dokter baik di SMF Mata, Obgyn atau Urologi, merasa bahwa manfaatnya olahraga tenis ini bukan hanya untuk kesehatan, tetapi juga meningkatkan tali silaturahim antar staf dan PPDS di lingkungan mereka. Agar tetap semangat, sehat dan rukun, olahraga tenis adalah salah satu jawabannya. n Naskah: YASIN Foto: GILANG


TIPS MEDIS

MEDIKAMENTOSA

At a glance

BIPOLAR DISORDER K

ehidupan memang sulit ditebak, ada kalanya kita merasakan seolah telah sampai ke puncak bukit, ada kalanya kita juga merasakan terjalnya menuruni lembah. Dalam mengarungi kehidupan, hanya kita sendiri yang bisa merasakan naik turunnya perjalanan. Antusiasme, optimisme yang penuh energi, dan

stamina di kala kita berhasil meraih apa yang kita impikan atau saat beranganangan telah meraihnya, adalah perasaanemosi positif kita selama beradadi “puncak�. Sebaliknya, pesimisme, kesedihan, kelelahan, saat kita gagal, berpisah dengan yang terkasih atau ketakutan khawatir akan sesuatu yang kita pikir akan terjadi, membuat kita

50

| 3 | 2015 |

tidak berdaya, bahkan depresi. Perasaan/ mood negatif ini akan mengisap energi kita seperti Black Hole. Dua jenis mood/perasaan, positif dan negatif, ibarat dua kutub. Ya, seperti kutub positif dan negatif. Masing-masing memiliki kekuatan tarik-menarik dalam diri seseorang. Bagi mayoritas orang, beralihnya


PENDERITA BIPOLAR DISORDER DAPAT MEMILIKI HIDUP YANG BERKUALITAS. MEREKA SAMA SEPERTI PENDERITA HIPERTENSI ATAU DIABETES YANG HARUS MENERAPKAN DISIPLIN TERTENTU UNTUK MENCAPAI HIDUP NORMAL YANG BERKUALITAS. DISIPLIN DALAM TERAPI OBAT, PERUBAHAN POLA PIKIR, BELAJAR MENGOLAH PERASAAN DAN DUKUNGAN KELUARGA SERTA SAHABAT DAPAT MEMPERCEPAT PROSES PENYEMBUHAN GANGGUAN MOOD INI.

mood/perasaan dari positif ke negatif atau sebaliknya adalah wajar, karena berbagai peristiwa dan pengalaman hidup yang telah menempanya. Namun ada beberapa pribadi yang cenderung berlebihan dan tidak dapat mengendalikan kekuatan 2 kutub mood tersebut. Mungkin Anda pernah menjumpai seseorang dengan pribadi yang sangat energik, berbicara cepat, memiliki berbagai ide yang brilliant (bahkan nyeleneh), perilaku euforia yang berlebihan, shopaholic (belanja berlimpah dan impulsif, yang didorong oleh keinginan tanpa dipikir panjang), membutuhkan waktu tidur yang sedikit, agresif, dan memiliki emosi yang meledak-ledak. Orang tersebut juga memiliki banyak ide, rencana dan visi yang harus dikerjakan dengan irama yang cepat. Akhirnya, karena ide dan pemikiran yang dijalankan tidak realistis, impulsif dan dilakukan dengan emosi tinggi, jadinya malah menabrak sana-sini dan merusak hubungan pribadi. Pada saat itulah perasaan negatif mulai mengambil alih, timbul amarah, putus asa, dan depresi bahkan sampai ingin bunuh diri. Pri­ badi seperti itu

mempunyai kecenderungan gangguan mood yang disebut sebagai Bipolar Disorder (Manic-Depressive). Ada berbagai tipe bipolar, yang klasika dalah mood yang berganti antara manic dan depressive dalam periode kira-kira 6 bulan. Tipe yang lebihcepat, disebut siklus cepat (rapid cycling), pergantian mood bisa terjadi dalam waktu kurang

dari 6 bulan, bisa dalam sebulan atau dalam seminggu berganti-ganti antara manic dan depressive atau bahkan dalam sehari (ultradian cycling). Tipe yang lain adalah tipe campuran (mixed state), yaitu dalam sesaat timbul perasaan senang dan sedih disertai gejala lain yang mengikuti. Gangguan bipolar ini sering disalahartikan sebagai kondisi yang disebabkan oleh berbagai tekanan dari luar seperti konflik dengan keluarga atau kejadian mengecewakan lain tidak diduga. Dan dianggap seseorang tidak akan mengalami gangguan ini bila tidak ada faktor pencetus dari luar. Anggapan tersebut tidak tepat. Bila otak kita tidak mempunyai kecenderungan untuk gagal mengatasi gangguan mood atau Bipolar, maka apapun dan bagaimanapun keadaan yang terjadi, sejelek atau sebesar apa pun stresor yang menimpa, pasti otak kita masih dapat mengatasi. Jadi, pada orang bipolar sebenarnya sudah ada kecenderungan di dalam dirinya. Kejadian yang dialami dan keadaan lingkungan adalah pencetus terjadinya gangguan bipolar. Untuk mengatasi gangguan ini kita semua perlu mengambil sikap secara khusus, karena setiap manusia itu unik. Demikian pula orang dengan Bipolar (ODB), sangat unik! Beberapa tokoh terkenal dalam sejarah dapat dipastikan memiliki gangguan mood ini, di antaranya: Napoleon Bonaparte, Isaac Newton, Florence Nightingale, Winston Churchill. Bahkan beberapa selebritis juga memiliki gangguan ini, mereka adalah: Brittney Spears, Demi Lovato, Ben Stiller, Robbin Williams, Lady Gaga, Brad Pitt, Angelina Jolie, Winona Ryder, Brooke Shields, Catherine Zeta-Jones, dan masih banyak lagi lainnya.

(Bagi Anda yang membutuhkan dukungan untuk diri Anda atau keluarga atau orang terdekat yang memiliki gang­guan bipolar dapat bergabung dengan komunitas Harmony in Diversity, kunjungi FBnya. Pertemuan (kopdar) di­la­ku­kan pada Sabtu ke 4, tempat akan diumumkan di FB).

| 3 | 2015 |

51

Artis dan tokoh di dalam negeri pun ada yang mengalami gangguan bipolar, antara lain penyanyi jazz terkenal Inna Kamarie. Inna sudah sampai pada tahap menerima kondisi dirinya dan mau berbagi untuk sesama yang mengalami bipolar. Bahkan, dia juga sudah mengetahui bagaimana cara mengolah kondisi perasaannya, baik dengan obat maupun non-obat. Keluarganya pun sudah memahami dan bersedia mendukung upa­ yanya untuk mengatasi kondisinya.Inna mempunyai motto hidup yang sa­ngat memotivasi: ‘Lebih baik Bipolar tetapi hidup bermanfaat daripada normal tidak bermanfaat.’ Bipolar Disorder tidak sama dengan Schizophrenia, walaupun dalam beberapa kasus memiliki kombinasi symptoms/gejala yang sama. Poin terpenting yang harus dicatat adalah penderita Bipolar Disorder dapat memiliki hidup yang berkualitas. Mereka sama seperti penderita Hipertensi atau Diabetes yang harus menerapkan disiplin tertentu untuk mencapai hidup normal yang berkualitas. Disiplin dalam terapi obat, perubahan pola pikir, belajar mengolah perasaan dan dukungan keluarga serta sahabat dapat mempercepat proses penyembuhan gangguan mood ini.n Naskah: ODB anggota komunitas Harmony in Diversity dilengkapi ) Oleh Dr. Marga Maramis, dr. Sp.KJ(K) Sumber: HARMONIDGNBIPOLAR.WORDPRESS.COM Gambar: COURTESY GOOGLE


DEKLARASI Surabaya Peduli Bipolar ditandai dengan pelepasan balon, dan lari bersama.

#Bipolarun Peduli ODB

EKSPRESIKAN JIWA, LAWAN STIGMA

W

orld Bipolar Day yang jatuh pada 30 Maret 2015 yang lalu, disambut dengan beraneka kegiatan. Salah satunya adalah de­ ngan lari, olahraga murah meriah yang beberapa waktu terakhir ini kian banyak saja penggemarnya. Saat penyelenggaraan #bipolarun Minggu pagi 29 Maret 2015, lebih dari 350 peserta dengan baju berwarna ku­ ning memenuhi Fakultas Kedokteran (FK)

Unair. Dalam acara bertema Ekspresikan Jiwa, Lawan Stigma! Itu dilakukan kegiatan lari yang diberi nama 5K run. Diawali dengan pemanasan, pembukaan acara oleh dekan FK Unair, Prof dr Agung Pranoto SpPD-KEMD, deklarasi Surabaya Peduli Bipolar, pelepasan balon, dan puncaknya adalah lari bersama. Rute yang ditempuh adalah start di halaman FK Unair, viaduk, Pos I (di Jalan Jawa, Gubeng, Surabaya Plasa), Pos II (di Taman Surya, Grand City, viaduk), dan akhir­nya

52

| 3 | 2015 |

finish kembali ke halaman FK. ”Kegiatan ini kami selenggarakan untuk merayakan world bipolar day yang kedua,” ujar dr Bonaventura HandokoDaeng, SpKJ (K). Menurut Ketua Seksi Bipolar Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Pusat ini, kesadaran untuk memperingati hari bipolar sedunia memang baru saja muncul. Ide perayaan itu tercetus dalam pertemuan Asean Network of Bipolar Disorder (AND) di Bangkok tiga tahun lalu. Ketika itu, para dokter


memutuskan untuk mengenalkan kelainan bipolar kepada masyarakat pada setiap 30 Maret. Tahun lalu, perayaan world bipolar day berupa penyebaran brosur di Taman Bungkul. Bipolar berasal dari bahasa latin. Yakni “bi” berarti dua, dan polar bermakna “kutub”. Artinya, suatu gangguan mental yang ditandai dengan perubahan mood seperti dua kutub. Pertama, kutub manic dengan ciri kegembiraan berlebihan. Kedua, kutub depresi yang menyebabkan penyandang bipolar mengalami kesedihan luar biasa. Orang awam menyebutnya moody. Gejala lainnya adalah euforia, mudah marah, cemas, sedih berkepanjangan, sulit tidur, dan hiperaktivitas. Dokter Handoko, yang telah menyosialisasikan bipolar disorder sejak 1997, berpesan ”Penyandang bipolar jangan dijauhi. Mereka juga bisa berkarya. Bahkan cenderung kreatif, banyak ide, dan berani ambil risiko”. Handoko lebih jauh menjelaskan bahwa penderita bipolar sering mengalami swing mood yang ekstrim. Perubahan mood dari depresi ke gembira dan sebaliknya bisa sangat cepat. Dari harian hingga per jam. Durasinya pun bisa hingga beberapa bulan. Bila parah, akan berhalusianasi dan bahkan berpikir untuk bunuh diri. Menurut Handoko, banyak orang terkenal adalah penyandang bipolar. Seniman Van Gogh, Ernest Hemingway, Robin William, Britney Spears, Cath-

5K RUN: Para peduli bipolar mengikuti lari lima kilometer.

erine Zeta Zones, Van Damme, Amanda Bynes, juga Inna Kamarie, adalah contoh penyandang bipolar. Inna Kamarie, adalah mantan personel Dewi Dewi yang dalam kegiatan word bipolar day kemarin menjadi tamu khusus. Dalam acara yang

meriah itu, Inna dan rekan-rekannya membuktikan bahwa penyandang bipolar juga bisa menghasilkan karya. Masalahnya, banyak penyandang bipolar yang tidak menyadari penyakitnya. Sebab, ada penyandang yang kelainannya mempunyai spektrum yang rendah. Sehingga, walaupun jumlah penderitanya sebenarnya tinggi, namun tidak terdeteksi. Prevalensinya 3:100. Dari keseluruhan penduduk, angkanya mencapai tiga persen. Pria dan wanita memiliki risiko yang sama. Kisaran umur biasanya pada remaja dan awal 20-an. Di RSUD dr Soetomo, Handoko menyebutkan setiap hari setidaknya ada satu pasien bipolar yang melakukan konsultasi kejiwaan. ”Bipolar saya sebut unik, bukan kekurangan. Dan ribuan hingga jutaan orang masih menyembunyikan keunikannya,” ungkapnya. Memang, lanjut Handoko lagi, penyebab bipolar adalah multifactor dan multigenik. Ada yang bawaan lantaran orang tuanya juga bipolar. Selain itu, ada juga karena stress fisik dan trauma masa kecil. Dokter yang berusia 68 tahun itu berharap, para penyandang bipolar mendapatkan dukungan keluarga, teman, dan masyarakat. ”Dibantu. Kalau sedang dalam periode ya diterima apa adanya. Perayaan ini juga membuka harapan, Surabaya menjadi kota peduli bipolar,” ungkapnya. Selanjutnya, Handoko berpesan bagi

treatable but not curable. Kalau berobat dengan baik bisa produktif,” kata Handoko melanjutkan. Kemudian, penyandang sebaiknya bergabung dengan komunitas bipolar, untuk belajar mengelola stress dengan relaksasi, melakukan hobi, memperkuat spiritualitas, dan mencoba berbagi perasaan dengan orang terdekat. Ketua Panitia #bipolarun, dr Margarita Maramis SpKJ (K), menambahkan belakangan ini tampaknya kian banyak kasus bipolar disorder yang terungkap. ”Banyak ODB (orang dengan bipolar) yang disclosed, jadi sepertinya kejadian di masyarakat makin meningkat,’’ ujarnya. Bahkan, sebagian di antara mereka membentuk komunitas yang diberinama Harmony in Diversity. Artinya, berkumpulnya ber-aneka mood dan type orang dalam sebuah komunitas. Menurut Margarita, berolahraga sangat disarankan untuk menjaga mood penyandang bipolar. ”Jenis olahraganya yang aerobic ya. Dengan berolahraga, termasuk lari, hormon endorphin akan muncul. Hormon ini menimbulkan efek nyaman dan bahagia,” bebernya. Sementara itu, Inna Kamarie yang didaulat sebagai pengisi acara talkshow #bipolarun menegaskan, jangan malu menjadi ODB. Justru dengan secara terbuka mengaku sebagai ODB, teman, pasangan, dan keluarga akan bisa menerima apa adanya. Dia juga mengaku pernah menyakiti diri sendiri dan hampir bunuh

ODB: Inna Kamarie (tengah) mantan personel Dewi-Dewi diapit para peserta acara #bipolarrun.

para penyandang bipolar agar terbuka dan bersedia untuk mengunjungi psikiater. Menurut Handoko, gangguan itu akan bertambah parah jika tidak ditangani, sehingga penyandang bipolar jangan mengucilkan diri. ”Bipolar itu

| 3 | 2015 |

53

diri karena depresi. Namun, dengan dukungan banyak orang, dia bisa bangkit dan berkarya. n

Naskah: NANDA Foto: PINSTA.ME/TAG/PEDULIBIPOLAR


EKSPLORASI

L A Y A N A N K E S E H ATA N

Rumah Sakit Premier Surabaya

FOKUS PADA KESELAMATAN PASIEN RS Premier menerapkan prosedur dan fasilitas standar rumah sakit internasional demi memper­ha­tikan keselamatan pasien, keluarga pasien, pengunjung, karyawan, dokter, staf kesehatan dan se­mua yang mempunyai kepentingan berkunjung ke rumah sakit. Tak mengherankan bila RS Premier tercatat sebagai rumah sakit pertama di Surabaya dan Indonesia Timur yang sukses meraih sertifikat JCI (Joint Commission International).

U

dara segar dan pemandangan hijau be­ gitu terasa jika kita berada di area Rumah Sa­kit Premier Surabaya (RS Premier Su­ ra­baya). Pohon-pohon palem dan keta­ pang terlihat mendominasi, sehingga tampak sua­ sana teduh di rumah sakit ini. Padahal lokasinya ber­ada di tengah kota Surabaya. “Kami memang memberi porsi yang besar untuk area terbuka. Dari 17.120 m2 lahan yang ada, open areanya sekitar 11 ribu m2,” ungkap Dr. Hartono Tan­to, MARS, CEO RS Premier Surabaya. RS Premier Sur­abaya merupakan rumah sakit PMA, di bawah ma­najemen Ramsay Health Care Indonesia yang me­rupakan operator rumah sakit terbesar kedua di du­nia dan berpusat di Sydney. Sebagai rumah sakit PMA, RS Premier menerapkan standar internasional da­lam setiap prosedurnya, yang semuanya berfo­ kus kepada keselamatan pasien. Segala prosedur dan fasilitas yang ada harus di­ pertimbangkan secara matang, termasuk bangu­ nan rumah sakit yang hanya terdiri dari dua lantai. “Dengan 2 lantai kami berharap gerak orang men­jadi lebih cepat. Kami tidak bisa asal bangun ba­ngunan. Kalau akan menambah bangunan lagi, maka service lainnya juga harus ditambah. Selain me­nambah lahan parkir, ruang lainnya pun harus di­pikirkan untuk manambah misalnya fasilitasnya, se­hingga safety dan pelayanan kepada pasien dan ke­ luarga tetap terjaga. Termasuk perbandingan pro­sentase antara ruang hijau dan bangunan,” jelas Dr. Hartono lebih lanjut. Prosedur dan fasilitas yang ada di RS Premier, me­mang dibuat sedemikian rupa dengan memper­ ha­tikan keselamatan pasien, keluarga pasien, pen­ gunjung, karyawan, dokter, staf kesehatan dan se­

54

| 3 | 2015 |

mua yang mempunyai kepentingan berkunjung ke rumah sakit. Karenanya, sudah selayaknya bila RS Premier sukses meraih sertifikat JCI (Joint Commission International) pada tahun 2013. RS Premier Surabaya adalah rumah sakit pertama di Surabaya dan Indonesia Timur yang berhasil mendapatkan ser­tifikat JCI. Sebagai konsekuensinya, tiap tahun RS Premier harus menjalani audit pengelolaan rumah sakit dari JCI. Selain itu, RS Premier juga secara rutin diaudit oleh HIMCR (Healthcare Infection Control Management Resources) yang merupakan badan audit inde­penden dari Australia yang menilai tatakelola rumah sakit terhadap pencegahan dan kontrol ri­ si­ko infeksi. Dan yang terpenting adalah pelayanan di RS Premier sudah sesuai dengan standar yang di­ tetapkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Indonesia. Karena setiap tahunnya RS Premier selalu dida­ tangi oleh tim audit, maka para dokter dan tenaga medis lainnya pun diharuskan mengikuti standar yang berlaku, yang makin lama makin meningkat tuntutannya. Sehingga perbaikan dilakukan secara terus menerus. “Kami bermitra dengan para dokter. Kami minta ke­sediaan mereka untuk memenuhi prosedur yang berlaku di RS Premier,” kata Dr. Hartono lagi. Dokter harus mengikuti semua protokol yang ada di RS. Premier untuk memastikan pasiennya tertangani secara benar. Contohnya, RS Premier mewajibkan para dokter un­tuk menangani pasien dengan cepat tanpa me­ lupakan keselamatan pasien. “Dalam pembedahan, misalnya, dokter bedah harus siap hadir di ruang operasi dulu, baru pasien dibius, supaya pasien tidak


RS PREMIER SURABAYA FOKUS PADA PELAYANAN KASUS EMERGENCY DAN BEDAH TERUTAMA BEDAH JANTUNG, OTAK DAN PEMBULUH DARAH.

terekspos gas anestesi terlalu lama. Bagi kami, semua harus dilakukan dengan cermat dan seksama, berapa lama pasien dioperasi, berapa lama dianestesi dan se­ bagainya,” lanjutnya memberi contoh. “Contoh lain adalah penggunaan probe untuk pemeriksaan dalam pada organ kandungan wanita. Kami harus memastikan penggunaannya aman, satu alat untuk seorang pasien. Alat yang steril untuk setiap pasien, untuk mencegah penularan penyakit. Selain itu ruangan dibersihkan sekitar setengah jam sebelum memanggil pasien berikut. Fokusnya adalah keselamatan pasien. Bukan lagi efisien bagi dokternya,” katanya menjelaskan panjang lebar.

LAYANAN UNGGULAN RS Premier Surabaya fokus pada pelayanan ka­ sus emergency dan bedah terutama bedah jantung, otak dan pembuluh darah. Untuk mendukung hal tersebut, salah satu pelayanan yang penting adalah layanan Intensive Care, baik ICU, NICU (Neonatal Care Unit) dan HCU (High Care Unit) sertaStroke Unit. “Pelayanan intensive care penting sekali, khu­ susnya bagi kasus yang susah-susah, atau pasien yang gawat-gawat. Kalau operasinya oke, tetapi perawatan pascaoperasinya tidak bagus, akan siasia, baik untuk dokter yang telah bersusah payah melakukan operasi, juga untuk pasiennya,” tambah | 3 | 2015 |

55


CEO RS Premier Surabaya Dr. Hartono Tan­to, MARS

alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga angkatan 1985 ini. Bila perawatan di ICU telah selesai, maka pasien yang tidak lagi membutuhkan alat bantu pernafasan akan dirawat di HCU dan Stroke Unit. HCU juga dituju­ kan untuk meringankan beban ICU sebagai ruangan tempat pemulihan kondisi pasien pascaoperasi sulit. Bagi bayi-bayi premature atau berusia di bawah 28 hari, disediakan ruangan NICU, sebagai tempat perawatan intensif. Untuk bayi-bayi yang lahir den­ gan berat badan rendah, sering diperlukan per­ awatan yang lamanya sampai 2 – 3 bulan. “Kami pernah punya kasus bayi lahir dengan berat badan hanya 600 gram. Syukurlah, setelah dirawat selama sebulan lebih, akhirnya waktu keluar dari rumah sakit beratnya mencapai 2,1 kg,” cerita Dr. Hartono. Dukungan berbagai peralatan canggih pun men­ jadi sebuah keharusan bagi rumah sakit yang didiri­ kan 16 Maret 1998 ini. Selain 2 unit mesin operasi jantung, RS Premier Surabaya juga memiliki cath lab untuk kasus-kasu semergency jantung. “Dengan fasilitas tersebut, bila ada pasien serangan jantung yang masuk UGD RS Premier, akan teratasi dengan baik bila ditangani dalam waktu kurang dari 40 me­ nit. Ini merupakan tindakan life saving,” jelasnya. Menurut Dr. Hartono, di Surabaya saat ini operasi jantung terbanyak dilakukan di RSUD dr. Soetomo­ dan RS Premier. “Kalau operasi jantung saja yang be­ gitu kompleks dapat kami tangani, maka operasi lain nyapun mampu kami tangani di RS Premier’, tegas Dr. Hartono.

56

| 2 | 2015 |

“Pelayanan Penyakit Jantung dari hulu ke hilir su­ dah kami lalui dan teruji dengan baik. Saat ini kami sedang dalam taraf mengembangkan pelayanan kasus-kasus penyakit yang menyerang otak (neuro)”. Untuk itu RS Premier telah memiliki berbagai fasilitas dan peralatan canggih yang diperlukan dalam pe­ nanganan kasus stroke yang akut. “Supaya kelumpu­ hannya tidak permanen. Bila cepat ditangani, dalam 2 hari mudah-mudahan pasien bisa pulih kembali,” lanjut Dr. Hartono. “Bila pelayanan kasus Neurologi sudah berjalan dengan baik, maka kami akan lanjut ke pelayanan vaskular. Untuk itu support ICU yang lebih mumpuni akan diperlukan nantinya,” terangnya. Selain semua pelayanan yang telah disebutkan, RS Premier Surabaya juga menjalin hubungan yang baik dengan rumah sakit rujukan terbesar di Jawa Timur. Sudah sejak lama RS Premier bermitra den­ gan RSUD Dr. Soetomo dalam memberikan pelayan­ an dan penanganan terbaik bagi pasien. “Kami dan RSUD Dr. Soetomo siap saling bantu dalam kasuskasus bedah. Contohnya pemisahan bayi kembar siam. Bila kapasitas di RSUD Dr. Soetomo penuh, daripada menunggu, mereka dapat melakukan o­perasi di sini, dengan team yang sama,” pungkas Dr. Hartono mengakhiri perbincangan kami pagi itu. Bravo! Semoga RS Premier terusmaju. n Naskah: YASIN Foto: DOK RS PREMIER SURABAYA


INFUSION

TIPS

BERKENDARA DENGAN AMAN

BAN EVERY THING ABOUT

BAGIAN

1

BAN ADALAH SALAH SATU SUKU CADANG DARI KENDARAAN BERMOTOR YANG MEMPUNYAI FUNGSI KHUSUS DAN SANGAT PENTING DALAM MENENTUKAN KESELAMATAN DALAM BERKENDARAAN. INI BERARTI BAHWA BAN ADALAH SAFETY!

| 3 | 2015 |

57


M

 Kestabilan mengemudi terutama pada kecepatan tinggi atau tikungan. Tekanan angin yang sesuai dengan beban akan membuat dinding samping pada ban menjadi kuat untuk menahan gaya pada saat kendaraan menikung atau berpindah lajur. Tekanan angin yang kurang akan menyebabkan din­ ding samping pada ban menjadi lemah, sehingga pada saat menikung atau berpindah lajur, kendaraan menjadi kurang stabil. Tekanan angin yang kurang akan menye­ babkan ban lebih cepat rusak.

obil sudah menjadi barang kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat modern. Rutinitas kesibukan menjadi dimudahkan dengan adanya alat transportasi yang satu ini. Bagi para ibu rumah tangga sekalipun. Mengantarkan anak ke sekolah, berbelanja, mengunjungi sanak keluarga yang sakit atau sekedar pergi ke arisan – akan dilancarkan bila Bunda dapat menyetir mobil sendiri. Padahal sebenarnya menyetir mobil bukan sekadar ‘bisa’ menyetir, akan lebih baik bila kita juga memahami cara kerja mobil sehingga bila ada kendala di jalan semua dapat ditangani dengan baik. Hal paling sederhana yang sering dialami ketika sedang menye­ tir mobil adalah ban kempes! Sederhana namun ternyata tidak se­ sederhana yang kita sangka. Situs Good Year, salah satu merek ban ternama, menulis bahwa: ‘Ban adalah salah satu suku cadang dari kendaraan bermotor yang mempunyai fungsi khusus dan sangat penting dalam menentukan keselamatan dalam berkendara’. Nah, ini berarti bahwa ban adalah safety! Agar aman dalam berkendara, ayo kita belajar tentang ban pada Good Year, dan kupas habis apa sebenarnya yang terjadi pada ban dan cara mengatasi bila ada masalah. Karena ada banyak hal yang perlu diketahui tentang ban maka tulisan ini akan di bagi dalam beberapa seri. Di edisi kali ini yang akan kita bahas adalah tentang hal yang paling penting untuk sebuah ban yaitu tekanan angin. Tekanan Angin Tekanan Angin merupakan faktor yang sangat penting, karena mempunyai peranan tingkat pertama dari segi keselamatan. Manfaat pemeliharaan tekanan angin dalam ban A. Manfaat Keselamatan  Mencegah ban pecah tiba-tiba Tekanan angin yang kurang menyebab­ kan defleksi yang apabila berlangsung cu­ kup lama akan menyebabkan pembangkitan panas pada ban. Akibatnya akan terjadi pemisahan pada lapisan ban, sehingga ban dapat pecah secara tiba-tiba.  Jarak pengereman lebih baik. Tekanan angin yang sesuai dengan beban akan meng­ hasilkan kontak area permukaan ban dengan jalan yang lebih luas sehingga daya cengkeram dan kemampuan pengereman menjadi lebih baik. Sebaliknya, tekanan angin yang tidak sesuai dengan beban akan menghasilkan kontak area yang sempit, pe­ ngurangan daya cengkeram, sehingga akan mengurangi kemampuan pengereman.

58

B. Manfaat Ekonomi

 Umur Pemakaian Ban Yang lebih lama. Tekanan angin yang sesuai dengan beban akan menye­ babkan telapak ban yang bergesek dengan permukaan jalan menjadi lebih merata pada semua bagian, sehingga memaximalkan umur pemakaian ban. Tekanan angin yang kurang akan mengakibatkan telapak ban lebih cepat aus pada bagian ujung telapak ban, sehingga umur ban menjadi lebih pendek dari yang seharusnya. Tekanan angin yang berlebih akan menyebabkan gesekan telapak ban dengan permukaan jalan hanya terjadi pada bagian tengah telapak ban, sehingga umur ban menjadi lebih pendek dari yang seharusnya. Kontak area permu­ kaan ban pada tekanan angin kurang.  Tahan Terhadap Kerusakan Tekanan angin yang tidak sesuai dengan beban akan menyebabkan kerusakan pada ban antara lain retak pada alur telapak ban, retak pada dinding samping ban, lepas lapisan karena panas, telapak ban aus tidak merata. C. Manfaat Kenyamanan Tekanan angin yang tidak sesuai, akan menyebabkan keaus­ an tidak merata pada telapak ban, sehingga akan menim­ bulkan suara mendengung pada telapak ban dan getaran kendaraan yang berlebihan karena telapak ban aus tidak merata. Mengapa angin dalam ban berkurang? Beberapa hal yang menyebabkan berkurangnya tekanan angin adalah:  Kondisi jalan yang rusak (tertusuk, terpotong, kerusakan pada bagian tepi, baik pada lapisan material atau sisi lain dari karet).  Kebocoran pangkal atau kebocoran sebagian (pangkal pentil dengan karet yang rusak atau aus, atau inti pentil yang long­ gar atau rusak).

| 3 | 2015 |


 Kebocoran yang berasal dari dudukan ban luar terhadap roda (akumulasi karat di roda yang mencegah ban luar untuk mengaitkan diri dengan tepat ke roda, dudukan ban yang rusak karena kesalahan dalam pemasangan atau pencopotan ban, bahan asing di antara velg dengan ban, pinggiran roda yang bengkok). Kapan kita perlu mengisi ulang angin dalam ban? Menurut Good Year, pengecekan dan penambahan tekanan a­ngin ban sebaiknya dilakukan secara berkala, paling sedikit sekali dalam satu bulan, terutama sebelum melakukan perjalanan jauh atau perjalanan dengan mengangkut beban yang berat. Pengecekan tekanan angin ban harus dilakukan pada saat ban dalam kondisi dingin (misalnya pada saat ban baru dikendarai kurang dari 1 mil, atau pada saat mobil telah berhenti selama 1 jam atau lebih). Seberapa besar tekanan angin yang diperlukan? Pengisian angin (pemompaan) pada ban adalah salah satu hal terpenting dalam perawatan ban. Tapi sebanyak apa udara yang sebaiknya dipompakan ke dalam ban? Selalu ikuti petunjuk pengisian angin yang dianjurkan oleh produsen kendaraan yang bersangkutan. Informasi ini dapat di­ peroleh dari buku petunjuk manual kendaraan, atau dapat dilihat pada sisi bawah pintu mobil atau bagian dalam dashboard. Sedangkan informasi yang tertera pada sisi ban adalah angka maksimal sebuah ban untuk menerima tekanan angin. Ini tidak selamanya sama dengan angka tekanan angin yang sesuai untuk kendaraan kita. Sesuaikan tekanan angin dengan berat muatan, atau naikkan tekanan ke standard maksimum.Setelah mendapatkan tekanan angin yang baik biasanya akan ada tonjolan halus di bagian sisi ban. Tekanan maksimum untuk mendudukkan kedua sisi bead pada dudukan pelek ban mobil penumpang adalah 44 PSI (3.1kg/cm²). Jangan lupa untuk memastikan bahwa ban serep dalam kondisi baik. Cek tekanan angin nya secara berkala. Untuk ban cadangan, tekanan angin harus di atas tekanan standard. PERINGATAN Aturlah tekanan angin sesuai rekomendasi pembuat kendaraan pada saat ban dingin. Kelebihan atau kekurangan tekanan angin dikhawatirkan akan merusak ban dan menyebabkan kecelakaan. Untuk menghindari bahaya meledak, isilah angin dengan me­ masang alat pengaman terlebih dahulu seperti memasukkan ban ke dalam pagar pengaman sebelum memompanya. Penting untuk mengatur regulator tekanan angin agar terhin­ dar dari bahaya meledak. Tekanan udara tertinggi dari regulator compressor Tekanan Angin - Max Ban

Adjust valve Compressor

Sampai 58 PSI (4,1 kg/cm²)

74 PSI (5,2 kg/cm²)

Sampai 88 PSI (6,2 kg/cm²)

102 PSI (7,2 kg/cm²)

Kurang dari 145 PSI (10,2 kg/cm²)

145 PSI (10,2 kg/cm²)

Bagaimana kalau ban saya kempes? Apabila ban sudah kehilangan semua atau sebagian besar tekanan anginnya, ban tersebut harus dilepas dari roda untuk pemeriksaan secara menyeluruh demi memastikan bahwa ban tersebut tidak rusak. Apa saja yang harus diperiksa?  Adakah benda-benda asing. Buanglah benda-benda yang menempel pada alur ban, seperti batu kerikil, paku, besi dan sebagainya karena akan merusak alur ban.  Adakah kerusakan luar dari ban. Ban harus diganti apabila sobek atau retak karena bisa pecah secara tiba-tiba.  Apakah ban sudah aus. Bila ban telah aus sehingga dalamnya alur ban menjadi 1,6 mm atau kurang, maka ban sudah harus diganti. Ban yang kempes, walaupun dipakai dalam jarak dekat akan rusak pada saat direparasi. Ban bocor, terkena tusukan, atau sobek hingga ¼ inci (tergantung dari telapak ban) dapat saja diperbaiki oleh tenaga terlatih dengan menggunakan metode khusus. Namun bila lubang mencapai kedalaman lebih dari ¼ inci atau ada kebocoran pada dinding samping ban, jangan mencoba untuk membetulkannya. Hal tersebut merupakan tanda bahwa ban harus diganti. Semoga tips praktis tentang ban dari Good Year ini bermanfaat. Selamat berkendara dengan aman!n Naskah: HERU PURNOMO, DARI BERBAGAI SUMBER GAMBAR: Good Year Indonesia

| 3 | 2015 |

59


LOVE STORY

TACHICARDY

Selama 38 tahun menjalani kehidupan pernikahan, kesibukan tidak jarang membuat mereka harus bekerja sampai malam atau bekerja di hari Sabtu dan Minggu. Tidak dapat dipungkiri, kesamaan profesi memudahkan keduanya untuk lebih saling mengerti dan memahami.

60

| 3 | 2015 |


PROF. SOETJIPTO, DR., MS, PH.D & HARLINA SOETJIPTO, DR., MS

BERSAMA

SEJAK DOKTER MUDA Kisah cinta Prof. Tjip dan dr. Lina telah dimulai jauh sebelum mereka menjadi tenaga pendidik di FK UNAIR. Semua berawal saat mereka menjalani pendidikan Dokter Muda (DM) pada tahun 1975. Saat itu, mereka berdua berada dalam satu kelompok yang sama dan ditempatkan di bagian Kedokteran Jiwa Puskesmas Pucang Sewu.

T

enaga pendidik tentunya merupakan aspek yang penting dalam menciptakan generasi yang lebih baik. Prof. Soetjipto, dr., MS, Ph.D dan Harlina Soetjipto, dr., MS telah menentukan jalan hidupnya untuk mengabdikan diri sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Prof. Tjip yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor III Universitas Airlangga periode 2010-2015 merupakan dosen biokimia kedokteran, sementara dr. Lina lebih memilih mengajar ilmu faal kedokteran. Kisah cinta Prof. Tjip dan dr. Lina telah dimulai jauh sebelum mereka menjadi tenaga pendidik di FK UNAIR. Semua berawal saat mereka menjalani pendidikan Dokter Muda (DM) pada tahun 1975. Saat itu, mereka berdua berada dalam satu kelompok yang sama dan ditempatkan di bagian Kedokteran Jiwa Puskesmas Pucang Sewu. Tugas untuk mencari pasien serta home visit mereka lakukan bersama meskipun lokasi rumah yang dikunjungi berjauhan. Kebersamaan mereka ini lambat laun menimbulkan benih-benih cinta layaknya pepatah Jawa “witing tresno jalaran soko kulino” yang berarti cinta tumbuh karena terbiasa bersama. Menariknya, mereka menemukan benang merah dalam sejarah hidup mereka saat sedang berbincang-bincang. Prof. Tjip rupanya telah mengetahui sosok

dr. Lina sejak menempuh pendidikan SMP. Dulunya, mereka sama-sama bersekolah di SMPN 2 Kediri meskipun berbeda kelas. Selain itu, kakak mereka berdua ternyata telah bersahabat sejak lama. Setelah menyelesaikan DM 1, Prof. Tjip dan dr. Lina menjalani DM 2 di kelompok yang berbeda, tetapi hal itu tidak menjadi penghalang bagi kebersamaan mereka. Setiap pagi, Prof. Tjip dengan setia menjemput dr. Lina dan kembali mengantarkannya pulang ke rumah setiap siang. Tidak berhenti sampai di situ, setiap sore beliau akan datang lagi untuk belajar di rumah dr. Lina hingga malam hari. “Jadi ngapelnya itu pagi, siang, sore, malam,” cerita dr. Lina dilanjutkan dengan tawa. Terkadang dr. Lina akan tertidur di kursi karena kelelahan setelah menjalani kegiatan seharian, meninggalkan Prof. Tjip belajar sendiri di ruang tamu. Hal itu tidak menghalangi niat Prof. Tjip untuk menemani dr. Lina tiap harinya. Dua tahun menjalani banyak hal bersama membuat mereka membulatkan tekad untuk melanjutkan hubungan menuju jenjang pernikahan. Akad nikah dilaksanakan pada tahun 1977 sebelum mereka lulus dengan harapan bisa menjalani inpres bersamasama. Tetapi, mereka masih belum tinggal satu rumah saat itu. Resepsi baru dilakukan pada tahun 1978. Ternyata mereka tidak jadi menjalani inpres,

| 3 | 2015 |

61

melainkan langsung bekerja di fakultas. Selama 38 tahun menjalani kehidupan pernikahan, kesibukan tidak jarang membuat mereka harus bekerja sampai malam atau bekerja di hari Sabtu dan Minggu. Terkadang, hal-hal tidak terduga menjadikan rencana yang telah disusun bersama menjadi batal. Karena itulah dibutuhkan pengertian dari kedua belah pihak. Tidak dapat dipungkiri bahwa kesamaan profesi memudahkan keduanya untuk lebih saling mengerti dan memahami. Hal itu diakui oleh Prof. Tjip, “Kalau profesinya berbeda mungkin agak sulit ya.” Berbagai kisah yang menguatkan hubungan mereka telah diceritakan oleh Prof. Tjip dan dr. Lina. Pengalaman Prof. Tjip menempuh pendidikan di Jepang telah melatih keduanya untuk saling percaya walau terpisahkan jarak. Selain itu, kesibukan masing-masing sebisa mungkin tidak dijadikan penghalang bagi berjalannya pernikahan mereka. Beberapa hal yang bisa dilakukan secara mandiri akan dr. Lina lakukan agar tidak merepotkan Prof. Tjip. Tentunya hal itu tetap dilakukan dengan mengantongi izin serta dukungan sang suami. Saling mengerti, saling percaya, serta saling menghormati dan menghargai merupakan hal-hal yang mereka yakini telah menjaga hubungan mereka sampai saat ini. n Naskah: RAGIL-NINDA LINGUA Foto: DOK PROF. SOETJIPTO


PROF. DR. SUHARTONO TAAT PUTRA, DR., MS & DR. ELYANA ASNAR SUHARTONO TP, DR., MS

SALING DUKUNG

DAN SALING MENGISI Seutas senyum ramah tersungging dari pasangan Prof. Dr. Suhartono Taat Putra, dr., MS dan Dr. Elyana Asnar Suhartono TP, dr., MS saat menerima tim reporter majalah Dokter pagi itu. Taat yang dikenal sebagai guru besar Departemen Patologi Anatomi FK Unair dan Nana yang saat ini sedang menjabat sebagai Kepala Departemen Faal Kedokteran FK Unair telah bersedia meluangkan waktu untuk berbagi kisah cinta dan perjalanan hidup mereka.

P

ertemuan kedua insan ini dimulai sebagai teman satu angkatan di FK Unair tahun 1969. Sama-sama tak lulus pada tahun pertama pendidikan dokter, mereka kemudian banyak bertemu untuk belajar bersama. Dimulai dari curhat-curhat tentang hubungan dengan pacar masing-masing (yang akhirnya kandas) hingga kesamaan hobi di bidang fotografi, dua sejoli itu lantas jadian dua tahun kemudian sekitar tahun 1971. Mereka menikah tahun 1976 saat keduanya masih dokter muda (DM). Taat dan Nana sebenarnya berasal dari keluarga yang berkecukupan, tetapi hal itu tidak dijadikan alasan untuk hidup berlebih-lebihan. Terbiasa hidup nyaman sejak kecil di Bojonegoro, Taat berpikir bahwa itu bukanlah hidup yang sesungguhnya, sehingga ia bertekad untuk berusaha hidup mandiri saat hijrah ke Surabaya untuk kuliah. Taat menolak dibelikan kendaraan oleh orang tuanya dan meminta agar dibelikan rumah yang kemudian dijadikan rumah kost. Rumah kost di Gubeng Airlangga 237 itulah yang menjadi sumber penghidupan dirinya dengan empat orang adiknya yang menyusul tinggal di Surabaya. Untuk menambah penghasilan, Taat sering menjadi juru foto untuk berbagai acara. Bahkan inisial namanya “TP� menjadi singkatan untuk “tukang potret� karena pekerjaannya itu. Nana pun bukanlah seorang putri yang manja. Ayah Nana ialah dr. Oesman Asnar, seorang dokter penyakit dalam, yang disipilin dan keras dalam mendidik anakanaknya. Semasa pacaran, mereka kerap pergi bersama dengan mengayuh sepeda masing-masing. Setelah menikah, Taat tetap berusaha mandiri meskipun mertuanya bersedia membantu kehidupan awal mereka yang sama-sama masih DM. Awalnya mereka tinggal di rumah orang

62

tua Nana di jalan Soetomo 99. Taat ingin menunjukkan kalau ia mampu bertanggung jawab untuk menghidupi istri dan anak yang saat itu sedang dikandung Nana. Taat membeli bemo dan menyupiri sendiri bemonya. Pernah juga suatu hari menjadi sopir taksi Juanda untuk menambah penghasilan. Dua tahun setelah menikah mereka pindah ke rumah Taat yang ramai dengan adik-adik Taat dan penghuni kost. Awalnya memang perlu pembiasaan untuk Nana, tetapi mereka berdua saling mendukung sehingga tidak menjadi hambatan dalam rumah tangga mereka. Pasangan ini dikaruniai dua orang putra dan meneruskan kebiasaan hidup bersahaja dalam membesarkan dan mendidik anak-anak mereka. Dalam hal karier, Taat dan Nana juga saling mendukung. Selesai dari pendidikan dokternya tahun 1979, Nana langsung melamar dan diterima menjadi staf di Departemen Faal Kedokteran FK Unair. Nana selalu didukung untuk melanjutkan studinya. Ia bersyukur atas pencapaian gelar doktornya meskipun tidak dilanjutkan untuk menjadi guru besar. Sebab dengan demikian, setelah pensiun pada usia 65 tahun nanti, Nana akan mempunyai lebih banyak waktu untuk keluarganya yang selama ini cukup tersita oleh kesibukannya sebagai kepala departemen. Perjalanan dan perjuangan karier Taat panjang dan berliku. Taat memang tertarik pada bidang riset dan keilmiahan. Pada awalnya, Taat ditempatkan di Fakultas Non Gelar Kesehatan, yang merupakan cikal bakal program D3 Analis Medis, dengan kantor di Departemen Patologi Anatomi FK Unair. Kemudian Taat mengembangkan Patobiologi yang dianggap menyimpang karena pada saat itu belum dikenal istilah Patobiologi di dunia. Dengan berbagai kerja keras dan melalui berbagai penelitian,

| 3 | 2015 |


termasuk di antaranya dilakukan di Inggris, akhirnya perjuangan Taat membuahkan hasil. Patobiologi memiliki perhimpunan nasional dan telah menjadi sebuah divisi sendiri di Departemen Patologi Anatomi FK Unair. Taat yang tertarik dengan bidang imunologi kemudian mengembangkan Psiko-neuro-imunologi (PNI). PNI dianggap melangkahi dan terlalu menggabung-gabungkan disiplindisiplin ilmu yang sudah ada sebelumnya. Namun, Taat tetap melaju meneruskan perjuangannya hingga kini sudah berhasil diwujudkan Perhimpunan PNI Indonesia pada tahun 2004. Satu lagi yang berhasil didirikan oleh Taat ialah Masyarakat Neurosains Indonesia (MNI) yang telah berhasil menyukseskan Konferensi Nasional Pertama Neurosains Indonesia pada tahun 2013. Selain itu, Taat turut mendirikan Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI). ASPI cabang Surabaya sangat aktif melakukan riset sel punca sehingga menjadi pusat penelitian sel punca di Indonesia. Menurut Taat, perjuangan pendirian patobiologi dan PNI merupakan perjuangan yang paling berat bila dibandingkan dengan perjuangannya yang lain karena dua hal itu awalnya dianggap menyimpang dan mendapat tentangan dari banyak pihak. Nana sebagai istri selalu mendukung Taat dalam perjalanan dan perjuangan kariernya. Misalnya ketika anak sakit, maka Nana yang akan cuti untuk merawat anaknya. Ketika ditinggal pergi untuk melakukan riset atau urusan pekerjaan yang lain, Nana pun senantiasa memberi dukungan dan menyokong pekerjaan Taat yang lain, seperti jadwal praktik di klinik. “Kalau sedang jauh malah lebih mesra, kalau dekat dan bertemu setiap hari malah biasa-biasa saja” ujar Nana sambil tertawa. Suatu hari saat Taat pulang setelah beberapa bulan melakukan riset

di Inggris, Taat memberi hadiah kalung mutiara yang langsung disematkan di leher Nana. Momen itu menjadi kenangan membahagiakan yang masih membuat Nana tersenyum sumringah saat menceritakannya. Tidak terasa sudah 39 tahun usia pernikahan Taat dan Nana. Memulai semuanya dari nol dan menjalani pahit-manisnya hidup bersama-sama membuat pernikahan mereka terbangun dengan kokoh. Tidak dapat dipungkiri, memiliki profesi yang sama memudahkan untuk saling memahami dan mendukung. Nana menyebut bahwa Taat adalah sosok yang lurus, disiplin, dan berkomitmen besar untuk keluarga. “Lurus banget, setia 200%, saya tidak pernah khawatir sedikit pun” ujar Nana sambil tersenyum menatap suaminya. Meskipun menurut Nana suaminya tidak romantis, tetapi perhatian-perhatian Taat untuk hal yang kecil sampai dengan yang besar sangat menyenangkannya. Sifat Nana yang paling membuat Taat jatuh cinta adalah sifat pengertiannya. “Kalau tidak sama dia, mungkin saya tidak bisa mencapai seperti apa yang telah saya capai saat ini” ujar Taat dengan mantap. Kepada pasangan dokter yang masih muda Taat berpesan untuk menjadi pasangan yang saling melengkapi dan saling mengisi, agar tidak timbul hubungan persaingan yang justru akan menimbulkan konflik. Nana pun tidak lupa mengingatkan khususnya pada dokter perempuan untuk senantiasa mementingkan keluarga dan kembali ke fitrah perempuan.n

| 3 | 2015 |

Naskah: NADHILA LINGUA Foto: DOK PROF. SUHARTONO TAAT PUTRA

63


EKSPLORASI

L A Y A N A N K E S E H ATA N

BERSIH & RAPI: Halaman RS Semen Gresik yang selalu tampak bersih dan rapi.

Rumah Sakit Semen Gresik

PUSAT PELAYANAN TRAUMA

Untuk Wilayah Gresik dan Sekitarnya RSSG siap melayani semua lapisan masyarakat sebagaimana fungsi rumah sakit secara umum, bertanggung jawab penuh terhadap peningkatan, pemeliharaan dan perawatan kesehatan karyawan PT. Semen Indonesia, keluarga karyawan serta masyarakat.

M

enggunakan nama Semen Gresik me­nyebabkan banyak orang berpikir bah­wa Rumah Sakit Semen Gresik (RSSG) hanya melayani karyawan Se­men Indonesia dan keluarganya saja. Padahal ti­daklah demikian. RSSG siap melayani semua lapisan masyarakat sebagaimana fungsi rumah sa­kit secara umum. “Kami siap melayani semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali,” ungkap dr. Erry Gautama, Direktur PT. Cipta Nirmala, perusahaan yang digandeng untuk menjadi mitra pengelola RSSG. PT. Cipta Nirmala yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Se-

64

| 3 | 2015 |


men Indonesia Foundation ini, bertanggung jawab pe­nuh terhadap peningkatan, pemeliharaan dan pe­rawatan kesehatan karyawan PT. Semen Indonesia, keluarga karyawan serta masyarakat. Untuk itu RSSG ber-partner dengan berbagai perusahaan di luar Semen Indonesia dalam menangani kesehatan karyawan di perusahaanperusahaan mereka. Termasuk melatih karyawan perusahaan-perusahaan itu dalam mengatasi kasus-kasus kecelakaan kerja yang kerap terjadi. RSSG gencar mengadakan pelatihan Basic Life Support (BLS) dan Basic Cardiac Life Support (BCLS) bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Gresik. BLS diperuntukkan untuk karyawan secara umum, sedangkan BCLS lebih difokuskan pada karyawan yang tugasnya berhubungan dengan hal medis, seperti perawat dan sopir ambulans. “Kami ditunjuk Disnaker untuk melakukan pelatihan BLS dan BCLS. Tujuannya adalah untuk mencegah traumalanjut yang sering terjadi pada korban kecelakaan. Sehingga seandainya ada kecelakaan di dalam perusahaan, penanganannya bisa akurat dan tepat. Kami melatih orang-orang yang ada di perusahaan itu agar dapat bertindak sebagai leader, sebagai orang yang mampu untuk memberikan pertolongan. Sertifikasi yang kami keluarkan untuk BLS dan BCLS pun telah diakui,” lanjut dr. Erry. Pelatihan BLS/BCLS ini memang dimaksudkan untuk memperkecil risiko kematian atau cacat pa­ da kecelakaan, baik kecelakaan lalulintas maupun ke­celakaan kerja, dengan memberikan pertolongan pertama sebelum datang pertolong­an dari ru­mah sakit. Kecelakaan itu bisa terjadi di tempat ker­ja atau dalam rumah tangga. “Imbasnya adalah karyawan perusahaan yang telah mendapat pelatihan tersebut akan men­da­ pat rasa aman dan percaya diri ketika bertugas,” ungkapnya. RSSG juga melatih karyawan dan anggota lem­ ba­ga lain seperti Dinas Pendidikan dan Kepolisian agar siap bila sewaktu-waktu menghadapi ke­ja­di­ an kecelakaan di tempat mereka bertugas. “Kami juga sering melatih anggota kepolisian, uta­manya polisi lalulintas di Gresik. Sebelumnya ba­nyak kejadian kecelakaan yang menyebabkan kematian karena salah dalam penanganan awal. Contohnya ada kecelakaan yang korbannya tidak sa­dar, malah dikasih minum. Ini tidak boleh, karena air bisa masuk paru-paru. Akibatnya sangat berbahaya,” kata dr. Erry. Dr. Tholib Bahasuan, Kepala IGD RSSG menam­ bahkan, sering kali korban kecelakaan yang

Pelatihan BLS dan BCLS ini sudah mulai dilakukan oleh RSSG sejak tahun 1996. Sampai sekarang mereka semakin gencar dan eksis sebagai penye­lenggara pelatihan ini. datang ke IGD kondisinya diperparah oleh kesalahan dalam penanganan awal. Namun syukurlah, sejak pelatihan BLS dan BLCS gencar dilaksanakan oleh RSSG maka hal tersebut semakin jarang terjadi. “Setelah pelatihan, hasilnya jauh lebih baik. Res­pon time para petugas di lapangan atau orangorang di sekitar kecelakaan lebih cepat, dengan cara penanganan yang lebih baik. Yang paling penting adalah cara evakuasinya juga betul,” kata dr. Tholib. Dr. Tholib mencontohkan, suatu ketika datang kor­ban kecelakaan yang mengalami patah tulang. Ia diantar ke IGD RSSG dengan anggota tubuh yang patah telah dipasang spalk yang sudah sangat baik, menggunakan kayu. “Cara spalk-nya be­tul. Saya tanya pada yang mengantar, ‘Ibu, kok sudah d- spalk dengan bagus.’ Mereka jawab, ‘Kan dulu dokter yang melatih,’ ini kejadian nyata,” cerita dr. Tholib. Pelatihan BLS dan BCLS ini sudah mulai dilakukan oleh RSSG sejak tahun 1996. Sampai sekarang mereka semakin gencar dan eksis sebagai penye­ lenggara pelatihan ini. “Banyak perusahaan dari Jakarta yang mempunyai cabang atau lokasi pabrik di Gresik merujuk kar­yawannya ke rumah sakit ini karena mereka melihat mutu rumah sakit kami. Yang masuk dalam kri­teria penilaian mereka salah satunya adalah res­pon time terhadap kejadian kecelakaan kerja di lokasi perusahaan. Ini standart yang mereka pakai,” ungkap dr. Tholib. Ditambahkannya, bahwa pelatihan BLS dan BCLS tidak melulu dilakukan di rumah sakit, yang lebih sering justru ditempat kerja. “Jadi pada saat

| 3 | 2015 |

65


PELATIHAN: Pelatihan Basic Life Support & Pre Hospital di Rumah Sakit Semen Gresik .

MITRA PENGELOLA RSSG dr. Erry Gautama, Drektur PT. Cipta Nirmala

pelatihan kami membuat simulasi dengan kondisi sealamiah mungkin dan melatih cara mengeva­ kua­si dan menyelamatkan diri sendiri dan korban. Kami beri kasus, misalnya terjadi ledakan apa yang harus dilakukan dan harus kemana. Mereka kami latih selama dua hari. Satu hari untuk pemberian ma­teri, dan satu hari berikutnya untuk latihan out­ door,” ujar dr. Tholib. “Materi pelatihan termasuk kotak P3K itu harus di­isi apa? Pengalaman kami saat mengecek isi kotak P3K di perusahaan dan pabrik-pabrik di se­kitar Gresik cukup unik. Kadang ada kotak P3K yang isinya kopi, rokok, korek dan lain-lain,” kata dr. Tholib sambil tersenyum. Selain memperkuat kesiapan penanganan awal untuk kasus trauma di lokasi kejadian, RSSG juga menambah berbagai fasilitas serta tenaga medis

66

| 3 | 2015 |

yang mumpuni di rumah sakit. Sejak diresmikan men­jadi rumah sakit di tahun 1994, RSSG saat ini telah memiliki 10 dokter spesialis tetap dan pu­luhan dokter spesialis mitra. Selain penanganan kasus trauma sebagai layanan unggulan, RSSG juga memiliki berbagai pelayanan penunjang untuk kasus canggih seperti pelayanan hemodialisa dan endoskopi. Bahkan dalam penilaian Akreditasi Rumah Sakit oleh Tim KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), RSGS telah dinyatakan LULUS dengan tingkat PARI­PURNA, yaitu kelulusan tertinggi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, di Indonesia terdapat 2.329 rumahsakit, yang terdiri dari 855 RS Pemerintah, 1.408 RS Swasta dan 66 RS BUMN. Dari data KARS per 8 Juli 2014, tercatat 53 rumah sakit (swasta/pemerintah) yang Lulus Akreditasi (JCI) Versi 2012, yaitu 3 RS lulus Tingkat Dasar, 5 RS lulus Madya, 6 RS lulus Utama dan 39 RS lulus Paripurna. Di Jawa Timur sendiri baru 9 RS yang lulus Akreditasi (3 RS lulus Utama dan 6 RS lulus Paripurna). Dari RS BUMN baru 2 RS yang lulus Akreditasi yaitu RS Semen Gresik dan RS Pusat Pertamina. Dan di Gresik sendiri, RS Semen Gresik masih satu-satunya RS yang Lulus Akreditasi (JCI) Versi 2012 (www.kars.co.id). Hal ini dapat disimpulkan bahwa RS Semen Gresik telah berkomitmen dan konsisten dalam memberikan pelayanan yang berorientasi pada patient safety dan telah menerapkan budaya kerja yang berfokus pada pasien. Semoga Rumah Sakit Semen Gresik semakin maju dan terdepan dalam pelayanan kesehatan di Kota Gresik dan sekitarnya.n Naskah: YASIN Foto: DOK. RSSG


Catatan Editor Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini, laporan perjalanan (hobi, travelling, kuliner) yang sesuai dengan visi dan misi majalah ‘dokter’. Setiap naskah sebaiknya disertai dengan foto atau ilustrasi penunjang. Naskah diketik dalam MS-Word format RTF, panjang naskah 1.000 -1.500 kata. Pembaca juga dapat menyampaikan saran dan kritik tentang content rubrikasi, maupun seputar kegiatan yang berkaitan dengan majalah ‘dokter’. Saran dan kritik terbaik akan dimuat pada Rubrik Surat Pembaca yang akan hadir rutin mulai edisi mendatang.

Naskah dikirim via email ke: redaksi.dokter@yahoo.com

Redaksi berhak mengedit setiap naskah yang layak dimuat tanpa mengubah isi yang dimaksud penulis.

Informasi Pemasangan Iklan HERU : +62 852-3075-9500 HENRY : +62 896-8627-0561 www.majalahdokter.com majalahdokter @majalahdokter


TIPS MEDIS

MEDIKAMENTOSA

Gangguan Stres Pascatrauma (GSPT) Didi Aryono Budiyono, dr.,SpKJ(K)*

Proses pascatrauma bisa berkembang mencapai kira-kira 30 tahun, simtom berfluktuasi. Tanpa terapi 30% pasien sembuh sempurna, 40% gejala ringan (minimal); 20% gejala sedang; 10% memburuk. Sesudah 1 tahun, 50% pasien sembuh. Prognosis baik terjadi bila onset gejala muncul lebih cepat (rapid onset), simtom dengan kurang 6 bulan, fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial baik, tidak terdapat gejala psikiatrik-medik lain, gangguan terkait zat.

P

ost Trauma Stress Disorder (PTSD) atau Gangguan Stres Pascatrauma (GSPT) dan Gangguan Stres Akut (GSA) ditandai de­ ngan peningkatan stres dan kecemasan mengikuti paparan peristiwa traumatik yang amat sangat menimbulkan reaksi stres bagi manusia. GSPT bisa langsung secara nyata, terdampak, atau diriwayatkan orang lain, berupa rasa takut dan penderitaan ancaman terus menerus, menetap, dan mencoba menghindari atau mengingat peristiwa tersebut. Peristiwa tersebut mungkin muncul dalam mimpi atau dalam keadaan sadar secara berulang, juga terdapat persepsi subyektif pada seseorang, misalnya korban mempunyai rasa bersalah yang merupakan faktor predisposisi dan berkembang menjadi GSPT. Stresor tersebut menyebabkan GSA atau GSPT di masa mendatang, terjadi perasaan pengulangan peristiwa (re-experience) dalam mimpi-mimpinya, pikiran-pikiran, kemudian selalu menghindari perasaan, pikiran, atau sesuatu yang membawa pengulangan peristiwa di masa lalu. Bisa juga terjadi perasaan kebas (numbing), peka (hyperarousal). GSPT distimulasi dengan ‘kelelahan berperang’ (battle fatigue), ‘syok sel’ (cell shock) dan ‘detak-jantung prajurit’ (soldier heart). Lifetime incidenceGSPT 9-15%, lifetime prevalence 8% dari populasi umum, 5-10% wanita dan 4% laki-laki. Menurut NVVRS (National Vietnam Ve­ terans Readjustment Study) 30% pria berkembang penuh dan hanya 22,5% berkembang sebagian dan pada veteran perang Irak dan Afganistan 13% mengalami GSPT. Selain itu 66,6% kasus mengala­ mi minimal dua gangguan lain, misalnya depresi, cemas, bipolar dan penggunaan zat. Tidak semua trauma yang berlebihan menimbulkan pengala­ man gejala-gejala GSPT. Penelitian menunjukkan

68

| 3 | 2015 |

60% pria dan 50% wanita mempunyai beberapa pengalaman trauma dengan life-time prevalence hanya 8%. Predisposisi faktor-faktor dalam GSPT yaitu trau­ ma masa kecil, gangguan kepribadian ambang, paranoid, dependen, antisosial, kurang dukungan keluarga, genetik yang rentan gangguan psikiatrik, pengalaman perubahan kehidupan amat hebat, persepsi pada lokus kontrol eksternal (penyebab alami) dibanding dengan kontrol internal (penye­ bab manusia/humanis), dan penggunaan alkohol eksesif. Model perilaku GSPT mempunyai dua tahap perkembangan; 1. Trauma (rangsang yang tidak terkondisi) menghasilkan respons takut yang ter­ kondisi klasik, misalnya perilaku pengingat trauma pada mental dan fisik misalnya penglihatan, bau, suara. 2. Melalui cara pembelajaran instrumental kondisi stimuli mendatangkan respons takut independen pada rangsang yang nyata (original stimulus). Patofisiologi GSPT berperan penting pada amigdala, korteks prefrontal medial dan hipokam­ pus. Amigdala terjadi hiper-responsif, struktur ab­ normal, neurokimiawi dan fungsi korteks prefron­ tal medial dan berkurangnya volume hipokampus serta terjadinya penurunan kadar N-asetil aspartat (NAA) pada hipokampus. Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinik (DSM-5): Seorang pasien dewasa dengan GSPT menunjukkan 3 simtom dengan rentang waktu lebih 1 bulan; 1. Gangguan simtom yang mengi­ kuti trauma, pengulangan penderitaan atau mimpi dan baik stres fisiologik maupun psikologik merupakan reaksi pada rangsang terkait trauma. 2. Penghindaran rangsang yang berhubungan dengan trauma, anhedonia, pengurangan daya


ingat terkait trauma, afek tumpul, perasaan asing atau derealisasi, kesan simtom kemasa depan yang memendek, insomnia, iritabilitas, hypervigillance, iritabilitas, kesiagaan, keterkejutan. Kilas balik akti­ vitas dan perasaan tentang trauma akan terjadi lagi. 3. Berganti-ganti mood dan kognitif. 4. Peka pada pasien anak usia pra-sekolah mempunyai ‘gejala disosiatif’ (depersonalisasi/derealisasi) Penatalaksaan terapi dimulai dengan pemerik­ saan cermat, teliti, rinci untuk memastikan seorang pasien terpapar trauma yang katastrofik, langkah utama adalah mengevaluasi besaran paparan trauma yang signifikan terhadap pasien, dukungan yang didapat pasien, keberanian pasien mencerita­ kan trauma yang diderita, seberapa paham pasien tentang mekanisme pembelaan ego, misalnya kemampuan penggunaan relaksasi. Penggunaan terapi hipnotikum dan sedativa biasanya sangat

menolong. Jika didapat adanya pengalaman trau­ matik masa lalu pada pasien dan kini berkembang menjadi GSPT maka perlu diberikan edukasi kepada pasien tentang penyakit dan terapinya termasuk psikoterapi. Terapis harus memaknakan destigmati­ sasi gangguan jiwa dan GSPT. Psikoterapi psikodinamik banyak digunakan untuk mengatasi GSPT. Rekonstruksi peristiwa traumatik dengan asosiasi abreactiondan katarsis mungkin bisa bermanfaat. Psikoterapi diperlakukan sangat individual, sebab re-experiencing trauma pada beberapa pasien. Macam psikoterapi bias berupa terapi perilaku, terapi kognitif, hipnosis, EMDR dan terapi kelompok. Proses pascatrauma bisa berkembang menca­ pai kira-kira 30 tahun, Simtom berfluktuasi. Tanpa terapi 30% pasien sembuh sempurna, 40% gejala ringan (minimal); 20% gejala sedang; 10% mem­ buruk. Sesudah 1 tahun, 50% pasien sembuh. Prognosis baik terjadi bila onset gejala muncul lebih cepat (rapid onset), simtom dengan kurang 6 bulan, fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial baik, tidak terdapat gejala psikiatrik-medik lain, gang­ guan terkait zat.n

*Penulis adalah Kepala IRNA Jiwa RSUD Dr Soetomo - FK UNAIR) Foto: DOK PRIBADI

| 3 | 2015 |

69

MEMBANTU SESAMA Didi Aryono Budiyono, dr.,SpKJ(K) di depan kapal PLTD Apung di Aceh, usai bencana Tsunami (foto atas). Foto Kiri: bersama Nurse dari Inggris di Madura


OPINI

KAPITASELETA

THE LOVING PROFESSION OLEH: Muh. Dikman Angsar* Januari 1967, Aula Fakultas Kedokteran UNAIR. Matanya terpejam dan jari-jarinya mengenggam kuat, ketika dalam judicium dia dinyatakan lulus sebagai dokter. Tidak diduga sebelumnya, di akhir acara, namanya dipanggil lagi dan dinyatakan sebagai lulusan dokter terbaik. Dua hari kemudian, dimalam minggu, Dekan mengadakan malam perpisahan untuk lulusan dokter baru di ruangan belakang dekat bengkel fakultas kedokteran. Dokter yang baru lulus tadi mendapat hadiah stetoscope dan hammer reflex produksi bengkel fakultas. Tepuk tangan sejawat ramai, tetapi dokter yang masih muda tadi, dengan tanpa terasa, justru melelehkan air mata. Air mata keharuan yang penuh syukur atas nikmat Allah SWT. Dalam tangis rasa syukurnya ia teringat akan rumahnya, dimana ayah, ibu dan saudara-saudaranya selalu menebar cinta, kasih sayang dan kebaikan, sehingga ia berhasil menjadi dokter. Ia ingin cepat-cepat pulang kerumah, tempat cinta, kasih sayang dan kebaikan berasal, karena ia yakin kerinduan, cinta, kasih sayang dan kebaikan memang berasal dari rumah. Home is loving, giving and forgiving (Gede Prama)

D

ari rumah, dengan doa, cinta, kasih sayang, sikap we­­las asih, dan kebaikan ayah ibunya lah, maka dok­ter muda tadi di disain, di tempa, di make up, dan dibesarkan. Dari nobody menjadi somebody. Dari bayi imut, nobody, dididik, melalui tahapan ujian-ujian be­rat di sekolah, hingga akhirnya ia menjadi somebody, se­ orang dokter, dan kemudian bahkan menjadi dokter spesialis. Demikian­lah, ia kini adalah insan elit, insan VIP, karena telah melalui ujian berkali-kali, menjadi insan yang terhormat dimata masyarakat. Sebagai dokter atau dokter spesialis. Dokter muda tadi menyadari bahwa ia mengawali hidupnya dari bukan siapa-siapa, namun karena ia tahu apa yang menjadi cita-citanya, maka ia mengejarnya. Ia harus membuktikan keberhasilannya dalam mengejar cita-cita, yang kadang-kadang didera patah semangat, tetapi untunglah cepat diimbangi dengan semangat ulang yang pantang surut. Diakuinya, untuk mencapai prestasi belajar yang baik di sekolah dokter dan dokter spesialis, bila dilakukan dengan penuh kejujuran, penuh loyalitas, dedikasi, dan perilaku tidak tercela, adalah lama, berat dan penuh pengorbanan. Sehingga, menurut persepsinya, jika tidak dilandasi dengan perasaan cinta dan komitmen kepada semua yang dicintai, hampir – hampir sulit dilakukan dengan total, lahir dan batin.

70

| 3 | 2015 |

Dalam bayangannya, keadaan ini adalah sama halnya de­ ngan berpuasa, karena banyaknya larangan-larangan yang harus dihindari selama pendidikan kedokteran. Terbersit suatu hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, 1761 dan Mus­ lim, 1946 Puasa itu untukKu, Aku sendiri yang membalasnya” (Abu Hurairah radhiallahu’anhu) Yang bila dianalogkan dengan pendidikan dokter, dapat di­ katakan “Tekad dan perjuanganmu dalam menjalani pendidikan dokter/ dokter spesialis adalah untukmu, tetapi aku sendiri yang akan membalasnya .“ Ungkapan yang sebenarnya lebih sebagai proyeksi romantisme dan cinta Allah SWT kepada manusia. Ia hendak mengajarkan tentang kebaikan, cinta, dan kasih sayang, s����������������������������������������������������������� ebagai jalan agar kita bisa ‘mendekati’-Nya. Artinya, sebagai dokter, memberikan kebaikan, cinta,dan kasih sayang kepada PASIEN adalah MEDIA yang indah agar kita dapat ‘mendekati’-Nya. Artinya ��������������������������������������������� lagi, perilaku berupa rasa cinta, kebaikan, dan kasih sayang yang harus dimiliki dokter/dokter spesialis, sesungguhnya sangat sesuai dengan ajaran Allah SWT.


Ya, dharmabakti dokter adalah sangat luhur. Ideal­isme, visi, gagasan besar, kehangatan, komitmen ber­ Ia diwajibkan menolong siapapun berlandaskan aspirasi ke­ sa­ma, welas asih-- hilang. Masing-masing individu ingin ma­nusiaan (to help). menyelesaikan masalah secara kilat. Masyarakat menerima Sesuai dengan lafal sumpah dokter yang berbunyi: budaya kekerasan, kebohongan, hilangnya rasa malu se­ba­ “Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan gai hal yang wajar. perikemanusiaan” Pada akhirnya, profesi dokter akan menghadapi tan­ta­ng­ To help – itu sebabnya maka profesi dokter disebut sebagai an baru seperti: lunturnya sumpah dokter, pelanggaran etik the helping profession. kedokteran, tuduhan malpraktik, bekerja di rumah sakit tanpa Setelah menolong, dokter akan membaktikan ilmunya un­ SIP, kolusi dokter- farmasi/laboratorium, hadirnya dokter tuk asuhan medik (to care). asing dalam era MEA, dokter spesialis kandungan memberi Yang tercantum dalam Sumpah Dok­ter sebagai: gratifikasi kepada bidan yang merujuk, dokter spesialis yang “Saya akan senantiasa menguta­ma­ baru lulus ber metamorfose menjadi kan kesehatan penderita” makhluk anonim bahkan tidak mau AGAR SUKSES MENITI KARIER SEBAGAI To care. Tak heran bila profesi dokter kenal guru-gurunya. DOKTER, HANYA SATU YANG PERLU DIINGAT, dinyatakan juga sebagai the caring Bagaimana menghadapi semua ini? profession. Jawabannya: “Jangan takut”. Seperti YAITU DALAM BERPROFESI LANDASILAH SEDi belakang dua kata: to help dan to ungkapan dari Lousa May Alcot LALU DENGAN KEBAIKAN DAN KEBENARAN. care, masih ada kata yang lebih in­ ‘I am not afraid of storms, for I‘m lear­ DALAM CINTA DAN KASIH SAYANG. DENGAN dah, lebih mengharukan, yaitu kata ning how to sail my ship’. cinta (to love). Karena, dokter sebenarnya su­dah BERBUAT KEBAIKAN SESUNGGUHNYA KITA To love – sehingga profesi dokter ju­ di­bekali berbagai ilmu untuk meng­ TELAH MENEMUKAN KEBAIKAN PADA DIRI ga disebut sebagai the loving pro­ atasi badai kehidupan. Ilmu profesi, fession. kode etik, dan yang paling penting KITA SENDIRI. JADILAH DOKTER YANG BAIK! ada­lah kepribadian the loving pro­fes­ Bagaimana seorang dokter dapat sion. mencintai profesinya dan mengabdi Dokter yang memahami profesinya dengan cinta? se­bagai the loving profession, akan SETIA pada pekerjaannya, What is love? mem­ berikan yang TERBAIK, bila perlu BERKORBAN, Menurut Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving, membangun SIKAP TUNTAS, TIDAK setengah-setengah, cinta adalah ikatan batin, care, empati, compassion, atensi, me­lakukan pekerjaannya dengan SEPENUH HATI, SEPENUH lo­ yalitas, tanggung jawab dan komitmen. Bila seorang PI­KIRAN, dan SEPENUH DAYA MAMPU, meskipun dengan dokter berkarya dengan penuh cinta, maka dalam berkarya im­balan material dan sosial yang minimal. Hal yang telah ia akan mengikuti pengertian cinta Erich Fromm. Dengan ter­bukti dilakukan dengan ikhlas oleh para dokter di daerah ber­karyalah, maka cinta itu akan tampak. ter­pencil, terluar, baik di kepulauan maupun perbatasan. Work makes love visible Agar sukses meniti karier sebagai dokter, hanya satu (Khalil Gibran) yang perlu diingat, yaitu dalam berprofesi landasilah selalu The loving profession seharusnya menjadi spirit dan dengan kebaikan dan kebenaran. Dalam cinta dan kasih jiwa perilaku dokter. Spirit yang disebut sebagai altruism. sayang. Dengan berbuat kebaikan sesungguhnya kita telah Prin­sip altruisme mempunyai karakteristik selalu beramal menemukan kebaikan pada diri kita sendiri. Jadilah dokter/ kebaikan dengan penuh cinta, selalu ingin menolong orang dokter spesialis yang baik! lain, mengutamakan kepentingan yang lebih besar, meng­ Hanya orang baik yang bisa menjadi dokter yang baik. hormati martabat manusia, memelihara nilai moral dan etik. Hanya dokter yang baik yang bisa menjadi dokter spesialis Uang, kekayaan, jabatan, bukan tujuan utama. Altruisme yang baik. Bahkan ditahun 1942, Rudolf Ramm, The Leading inilah yang kemudian dijabarkan dalam formula-formula NAZI Medical Ethicist telah mengatakan: sumpah dokter. “Only a good person can be a good Physician” Bagaimana keadaan sekarang, saat para dokter terjun meng­abdi di masyarakat? Kehidupan saat ini ternyata sangat kompleks, penuh kon­ su­merisme dan materialism. Kehidupan yang komplek ini akan memberikan pengaruh berupa terjadinya pergeseran nilai dan gaya hidup, yang mengedepankan kuantifikasi. Sendi-sendi moral dan agama ditinggalkan, menyebabkan manusia kehilangan jati dirinya dan menjadi anonim.

Semoga dokter muda yang meneteskan air mata tadi adalah orang baik. n Surabaya 14 Juni 2015

| 3 | 2015 |

*Guru Besar Emeritus Obstetri Ginekologi FK Unair, sekarang menjabat Direktur Utama Rumah Sakit Universitas Airlangga

71


pick up point Majalah dokter bisa didapatkan di pick up point yang tertera di bawah ini. Segera dapatkan dan turut menjadi relasi kami. Untuk informasi pemasangan iklan dan kerja sama hubungi HERU +62 852-3075-9500 - HENRY : +62 896-8627-0561

Platinum Residence B-8 Sedati Sidoarjo Jawa Timur Telepon 031-8013487 Faksimili 031-8013437 Email: intrasiar.promosi@yahoo.co.id

Juanda Bussines Center B-4 Sidoarjo Graha Pena Lantai 2, Jl. A Yani 88 Surabaya

Jl. Raya Jemursari 12 Surabaya

The Terrace BI TT/3-5, PTC, Jl. Puncak Indah Lontar 2 Surabaya

Perum Bumi Mangli Indah C-2 Jember

RSUD Dr. Soetomo Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya Telp. (031) 5501011 – 13 Fax. (031) 5022068

INFORMASI INFO PEMASANGAN IKLAN

HERU: +62 852-3075-9500 INFO BERLANGGANAN

HENRY: +62 896-8627-0561 Majalah

versi digital bisa diakses di website

www.majalahdokter.com


Cara Berlangganan Majalah dokter dapat dibeli secara perorangan maupun kolektif Harga satuan majalah @Rp.25.000,Harga Majalah melalui pemasanan: AREA/WILAYAH HARGA MAJALAH (+Ongkos Kirim) Pulau Jawa

Rp.30.000,-

Luar Pulau Jawa

Rp.40.000,-

Pembelian seceran langsung maupun pemesanan bisa dilakukan melalui: Contact Person ERVINA d/a KLINIK KARTIKA Jl. Ngagel Jaya Utara 2A – 2B Surabaya Telp. 031-504 2395 Pemesanan melalui SMS: 089 686 270 561 Caranya: Ketik Pesan: identitas diri <spasi> alamat lengkap disertai kode pos <spasi> nomor HP <spasi> jumlah majalah yang dipesan. Setelah melakukan transfer pembayaran harap hubungi lagi CP di atas untuk pengecekan dan selanjutnya majalah akan dikirim.

FORMULIR BERLANGGANAN

Nomor Rekening Majalah Dokter Bank CIMB NIAGA Cabang Darmo Surabaya No Rek. 5250 1822 67110 An. Irmadita Citra Shanti Email: majalah.dokter@yahoo.com

Sharing & Caring Magazine

Saya ingin menjadi pelanggan Majalah Dokter Nama Pelanggan

: ...........................................................................................................................................................................

Alamat Lengkap

: ...........................................................................................................................................................................

................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................. ................................................................................................................................................................................................................................. Kode Pos

: ...........................................................................................................................................................................

Telp Rumah/Kantor

: .................................................................... HP: .............................................................................................

Email : ........................................................................................................................................................................... Mulai berlangganan

: ................................................................................................ ................................................. (bulan/edisi)

Tanda Tangan,

PEMBAYARAN BISA DITRANSFER MELALUI : Nomor Rekening Majalah Dokter Bank CIMB NIAGA Cabang Darmo Surabaya ............................. No Rek. 5250 1822 67110 An. Irmadita Citra Shanti


PROGNOSIS

E D I S I A K A N D ATA N G

YOUNG GENERATION

04/2015

MINGGU KE-2 OKTOBER

SITOKIN

A

B

Yang Muda Yang Berkarya

Prestasi Ilmiah vs Sosial

CITO

SKELETON

Angkatan 2001

TAKIKARDI

“Cintaku Berlabu di PTT”

Foto: EVY ERVIANTI

Foto: CITA ROSITA PRAKOESWA

PESONA WISATA LABUAN BAJO

CITO

INSPIRASI BERSEPEDA

C CITO

Stem Cell

NUTRISI

NGOPI YUKKK...!

MUSIK

Always Country

FISIOLOGI

Stamina Prima untuk Travelling

Foto: HARI NUGROHO

72

| 3 | 2015 |

Foto: HARI NUGROHO




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.