Majalah Dokter edisi 5

Page 1

FRIENDSHIP-HUMANISM-PHILOSOPHY

xtraordinary

T O M P I

ED ISI 0 5 /20 1 6

Prioritaskan

Profesi Dokter

Prof. Dr. Jusak Nugraha, dr., MS, Sp.PK(K), LMusA, LRSM

Sukses di Dua Peran: Dokter dan Musik Dr. Aucky Hinting, dr., Sp.And., Ph.D

Tuangkan Pengalaman “ART” Lewat Karya Seni Gratifikasi Farmasi



PUISI-PUISI

EN DORFI N

Unmasked Maddie

Dec 19th, 2015

I ’ ve b u ilt these wa l ls Use d the th ickest br icks A n d th e st ro n gest cem ent B ut so m et im es in l ife Pe o p l e st il l brea k thro u g h Th ey ma ke cra cks in the ba r r io r So they ca n peer in W hat th ey see is ext ra o rd in a ry O r s ho u ld I sa y E xtra ord in a ry N o matter ho w ha rd I t ry I t ry to be d ifferent Un iq u e A n d S pecia l Ext ra o rd in a ry B ut o n the in s id e I kn o w that a l l I a m is E xtra ord in a ry Di k utip da ri Hel l o Poetry

2016

5

3


m i k ro s ko p i s

daftar isi

mikroskopis

SENIOR ADVISOR Pujo Hartono, Agus Harianto, Tedy Ontoseno, Ario Djatmiko, Urip Murtejo, Purnomo Budi, Pranawa, Sjahjenny Mustokoweni, Faroek Hoesin, Rasjid Moh. Tauhid Al-Amien EDITORIAL DIRECTOR Evy Ervianti VICE EDITOR Dwirani Rosmala Pratiwi CREATIVE DIRECTOR Martha Kurnia, Eighty Mardiyan Kurniati MANAGING EDITOR Gadis Meinar Sari (Campus News Editor), Cita Rosita Prakoeswa (Scientific Editor), Martha Kurnia (Profile Editor), Brahmana Askandar (Travelling Editor), Hari Nugroho (Information Technology Editor), Damayanti Tinduh (Sport Editor), Adityawarman (Photography Editor), Linda Astari (Book, Film & Music Editor), Irmadita Citrasanti (Fashion Editor), Agus Ali Fauzi (Phylosophy Editor), Agus Harianto (Peripher Editor)

33 Indeks Edisi ini Endorfin

ASSISTANCE REPORTER (LINGUA TEAM) Dafina Balqis, Fira Soraya, Moch Ragil Affandi Nadhila Atsari, Nindy Adhilah

03 Unmasked

Lingua

ART & DESIGN DIRECTOR Hari Nugroho

06

Superior

DISTRIBUTION & COMMUNICATION DIRECTOR Suwaspodo Henry Wibowo Heru Purnomo

07 Tompi Tetap Prioritaskan Profesi Dokter

MARKETING & ADVERTISING DIRECTOR Syamsul Arifin Pungki Mulawardhana

Anatomi

Dr. Aucky Hinting, dr., Sp.And., Ph.D Tuangkan Pengalaman “ART” Lewat Karya Seni 12 Prof. Dr. Jusak Nugraha, dr., MS, Sp.PK(K), LMusA, LRSM Sukses di Dua Peran: Dokter dan Musik 14 Agung Hadyono, dr., Sp.OG Cinta Naik Gunung, Dapat Gelar “Spesialis Orang Gunung” 16 Ahmad Nuri, dr., Sp.A Ukir Prestasi Nasional Lewat Kempo 10

ACCOUNT DIRECTOR Gadis Meinar Sari Irmadita Citrasanti ASSOCIATE EXECUTIVE EDITOR Baraka Communication ISSN 977 2407085

Sharing and Caring Magazine Kantor Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Jl. Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telpon +62-31-5020251, +62-31-5030253 Email: redaksi.dokter@yahoo.com Website: www.majalahdokter.com

Pribakti Budinurdjaja, dr., Sp.OG(K)

FOTO cover : DOKUMEN PRIBADI model : TOMPI

Dokter magazine is published by Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. All rights reserved. No part of this magazine may be reproduced without the permission of Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

4

5

2016

Sharing and Caring

A

lumnus FK Unair 1979 ini merupakan penulis yang kritis dalam menuangkan tulisan-tulisan tentang kebenaran, keadilan, serta kepedulian pada sesama. Itulah mengapa dr. Pribakti banyak dinilai rekan sejawatnya sebagai penulis yang populis dan idealis. Staf pengajar di Universitas Lambung Mangkurat-RSUD Ulin Banjarmasin tersebut telah menuntaskan beberapa judul buku, diantaranya adalah: Tips dan Trik Merawat Organ Intim, Kiat Mendapatkan Bayi Normal, Resep Rahasia Kesehatan Wanita, Dasar-Dasar Uroginekologi, Being Moms: Hamil Sehat dan Menyenangkan, Menjaga Miss V Sehat, serta Sexy Lips.


CITO 18 33

Divisi Onkologi Obstetri & Ginekologi RSUD dr Soetomo Sarat Pengalaman, Tak Kalah dengan Luar Negeri Gratifikasi Farmasi

Diktat 23

Out of the Truck Box

Infusion 24

Membangun Impian di Hutan Pribadi

Sitokin 26

Menyusuri Pantai di Pulau Bintan

Laparoskop

FILOSOFI

X-Ray

Skeleton

Medikamentosa

36

38

40

Aktif Tebarkan Virus Cinta Batik Simpan Kepalamu Biarkan Hatimu Bicara Angkatan 1991 FK Unair Sukses di Banyak Tempat, Hati Tetap di Surabaya

45

Surabaya Skin Centre RSI Jemursari

46

47 Awake 48

54

Macros dalam Bidikan Budiman, dr., Sp.A Perkembangan Terapi Laser untuk Perawatan Kulit

peripher

SECOND OPINION

Aksi Kharismatik James Bond Action Lebih Menghibur Serunya Film True Story Nilai-nilai Kehidupan

Takikardi

Eksplorasi 30 42

Inspirasi

Habibie dan Ainun Pasangan yang Manunggal, Teladan bagi Semua Orang

26

56

Oppie Sri Widjajanti, dr. Pejuang sejati

Efloresensi 59

Batik for the Touch of Casual

korpus alienum 64

Semir 100 Pasang Sepatu Berkah Air Suci Kebersamaan dalam Satu Sikat dan Gelas

Inspeksi 66

Alumni Banyuwangi Inovasi Tiada Henti

Aurikulus 68

Lantun Orchestra Mengemas Lagu Daerah Bercita Rasa Jazz

Fisiologi 70

Persiapan Fisik Sebelum Olahraga Ekstrim

Nutrisi 72

Elek Tapi Enak Paduan Seru Rujak Soto

Kapita Selekta 74

H. Agus Ali Fauzi, dr., PGD, Pall Med (ECU)

M

enjabat sebagai Kepala Instalasi Paliatif & Bebas Nyeri RSUD dr. Soetomo, dokter yang hobi menuangkan pikirannya dalam tulisan ini berperan sebagai Instruktur Layanan Sepenuh Hati (Service Champion) di RSUD dr. Soetomo. Service Champion sendiri adalah training yang dirancang untuk melatih karyawan agar memberikan layanan sepenuh hati dan layanan juara pada para pasien. Tak hanya itu, alumnus FK Unair ini juga aktif sebagai Trainer Emotional Detox.

Dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp.OT

Kearifan Medis Dalam Praktek

M

enjabat sebagai Wakil Dekan III FK Universitas Muhammadiyah Jakarta, dokter yang akrab disapa Adib ini merupakan alumnus FK Unair dan selalu aktif di dunia pendidikan. Dokter kelahiran Lamongan tahun 1974 tersebut juga turut ambil bagian di berbagai organisasi profesi dan kemasyarakatan. Diantaranya sebagai Sekretaris Jenderal PB IDI 2015 -2018 serta Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) 2015 – 2018.

2016

5

5


lingua

dari meja redaksi

Sharing

&Caring

T

ema edisi kelima Majalah Dokter adalah extraordinary. Menurut kamus An Encyclopaedia Britanica Company Merriam-Webster arti kata extraordinary adalah very unusual: very different from what is normal or ordinary atau bisa juga diartikan sebagai extremely good or impressive. Sesuai dengan pengertian kata extraordinary, maka hampir seluruh isi majalah ‘dokter’ edisi ke-5 ini berbau sesuatu yang sangat berbeda, sangat nyeleneh atau ‘tidak umum.’ Mulai dari rubrik anatomi, kami tampilkan sosok alumni FK Unair yang tetap berprestasi dalam jalur akademisnya, tetapi juga punya talenta lain yang tidak kalah jenius membentuk karakter pribadi unik dan menarik kita simak. Aucky Hinting (dokter spesialis androlog yang jago melukis dan mematung), Jusak Nugraha (dokter spesialis patologi klinik dan pianis sekaligus komposer), Agung Hadyono (dokter spesialis obstetri ginekologi yang punya hobi ekstrim mendaki banyak gunung di usia yang tidak muda), dan Ahmad Nuri (dokter spesialis anak juga seorang yudhansa olahraga beladiri Shorinji Kempo, pemegang sabuk hitam Dan III). Mereka adalah sebagian dari alumni FK Unair yang berhasil kita wawancarai mewakili para alumni yang berjiwa extraordinary yang mungkin saja ada yang lebih

nyeleneh dan lebih aneh dalam arti sangat positif karena mengukir prestasi di luar jalur akademis dan profesi. Pada rubrik Cito kami tampilkan masalah gratifikasi yang sedang ramai dibahas dan didiskusikan oleh banyak media maupun dalam forum kecil antar dokter sejawat. Selain itu juga kami angkat kemajuan dan prestasi yang sudah dicapai oleh Divisi Onkologi Obstetri dan Ginekologi. Kami pilihkan buku yang berbau extraordinary untuk Rubrik Diktat. Pembaca kami ajak menelusuri pengalaman seorang sopir truk warga negara Indonesia menjelajahi benua Australia dengan gaya cerita selengekan dan lamunan liarnya, tetapi tetap ada bobot edukasi dan sentilan khas seorang yang high educated. Jangan berpraduga buku ini berisi hal-hal yang tidak penting atau negatif seputar kehidupan seorang sopir truk. Justru buku ‘Out of the Truck Box’ yang ditulis oleh Iqbal Aji Daryono akan menambah wacana kita tentang perjuangan hidup menaklukkan sebuah negara yang bernama Australia. Rubrik Nutrisi pun kita pilihkan menu yang extraordinary seperti belut yang kemripik dan satu makanan khas Banyuwangi, Rujak Soto. Sepertinya makanan yang aneh tetapi banyak yang menyukai. Untuk Rubrik Laparoskop kami tengahkan sebuah film lama yang release tahun 2007 ‘Awake’. Apa jadinya pasien yang sedang dalam pengaruh pembiusan saat operasi, tetap sadar saat pembedahan? Film ini menarik untuk disimak dan dijadikan bahan diskusi karena dari studi literatur disebutkan: “Every year 21 million people are put under anesthesia, but 1 in700 remain awake.” Salah satu korbannya diceritakan di sini dengan balutan adegan tegang di atas meja operasi yang mewarnai keseluruhan film. Pada edisi ke-5 ini kami tengahkan 2 rubrik baru yaitu Rubrik Peripher dan Superior. Rubrik Peripher bercerita tentang pengalaman dan perjalanan dokter puskesmas di tempat terpencil, sedangkan Rubrik Superior menampilkan sosok yang sangat dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia, bisa seorang artis ataupun birokrat atau akademisi yang punya nilai plus dan sangat berpengaruh, berprestasi, dan menjadi panutan yang baik. Kali ini kami tampilkan sosok Tompi pada Rubrik Superior dengan angle tulisan lebih kepada kehidupan profesinya sebagai seorang dokter bedah plastik. Edisi extraordinary yang penuh dengan keanehan ini kami harapkan dapat menghibur, memberi warna dan pengetahuan kepada seluruh pembaca setia Majalah Dokter. Selamat membaca. Januari 2016

6

5

2016


istimewa

superior

Tompi

Tetap Prioritaskan Profesi Dokter A

ndaikan tidak pernah terpaksa menyanyi di suatu acara kampusnya, mungkin Teuku Adifitrian (37) tak akan menjadi Tompi yang dikenal masyarakat seperti sekarang ini. Ia dikenal sebagai dokter spesialis bedah plastik estetika sekaligus penyanyi yang sukses. Saat menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pria asal Lhoksumawe, Aceh itu sebelumnya tak pernah membayangkan dirinya suatu hari nanti akan menjadi penyanyi tenar di Tanah Air. “Sejak kecil saya memang penyuka seni. Saya ikut teater, marching band, tari tradisional, pokoknya hampir semua kesenian kecuali ngeband dan bernyanyi. Pertama saya bernyanyi itu saat kuliah tingkat pertama, itupun terpaksa karena setiap anak baru saat harus perform,� kisahnya dalam perbincangan dengan Majalah DOKTER. Tompi kala itu didaulat menjadi penyanyi pengganti dalam band yang dibentuk angkatannya. Penyanyi tersebut akhirnya batal tampil dan Tompi berkesempatan mempersembahkan suara emasnya. Sejak saat itu, ia mendapat banyak ajakan untuk bernyanyi di beberapa band. Hingga pada suatu hari baik tahun 2001, ia mendapat kesempatan naik panggung di Singapura, dalam salah satu acara musik yang dibesut mantan Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Gita Wirjawan yang kala itu merupakan pengusaha top sekaligus musisi handal. Gita pula lah yang akhirnya menawari Tompi untuk menjalani rekaman.

2016

5

7


istimewa

superior

Prioritas teratas tetap dokter, bukan penyanyi. Karena itulah saya tidak pernah memaksakan diri untuk menyanyi di mana-mana. Mungkin saya adalah penyanyi yang paling jarang keliling untuk promo album. Bukannya nggak mau, tapi memang sering nggak sempat, apalagi dulu saat masih kuliah. Jadi ya sudahlah

8

5

2016

Sejak saat itu, di sela kesibukan kuliahnya yang sangat menyita waktu, Tompi juga mulai sibuk tampil sebagai penyanyi aliran Jazz. Karakter vokalnya yang unik menjadikannya salah satu penyanyi pria papan atas Indonesia. Sukses menjadi penyanyi tak membuat Tompi melupakan citacitanya menjadi dokter bedah plastik. Lulus dari jenjang S1, ia hanya bekerja sebentar menjadi dokter umum lalu meneruskan jenjang pendidikan Spesialis Bedah Plastik di Fakultas Kedokteran UI. Seiring dengan namanya yang makin menjulang di dunia musik tanah air, pria kelahiran 22 September 1978 itu semakin terlatih membagi waktunya. Dua karir yang jauh berbeda, samasama cemerlang di tangannya. Sebagai dokter bedah plastik, ia menjadi salah satu yang paling dipercaya rekanrekannya sesama artis. Tanda keseriusannya di dunia bedah plastik juga dibuktikannya dengan mendirikan klinik Beyoutiful pada tahun 2010 bersama kawan-kawannya. Klinik tersebut kini didukung oleh dokter bedah lainnya, dua dokter gigi, dan dua dokter kulit. Sebagai penyanyi, Tompi yang kini menjadi salah satu personil Trio Lestari itu sukses menelurkan sembilan

album, di antaranya ‘My Happy Life’ (2008), ‘Paris Jakarta Express’ (2009), dan ‘Tak Pernah Setengah Hati’ (2010). Januari tahun depan, ia berencana kembali meluncurkan album bertajuk ‘Romansa’. Saat ini, ia disibukkan dengan promo single pertama albumnya tersebut.”Judulnya ‘Bawa Daku’, berkolaborasi dengan Dian Sastro Wardoyo, nanti seluruh keuntungan dari single tersebut akan disumbangkan ke yayasan milik Dian yang memayungi anak-anak tak mampu,”jelasnya. Makin terbiasa, kemampuan Tompi mengatur waktu dan konsentrasi makin matang. Pada hari kerja, ia berjaga di klinik dari pagi sampai sore lalu bernyanyi pada malam harinya. Namun, Tompi mengaku, profesi dokter tetap menjadi prioritasnya. ”Prioritas teratas tetap dokter, bukan penyanyi. Karena itulah saya tidak pernah memaksakan diri untuk menyanyi di mana-mana. Mungkin saya adalah penyanyi yang paling jarang keliling untuk promo album. Bukannya nggak mau, tapi memang sering nggak sempat, apalagi dulu saat masih kuliah. Jadi ya sudahlah,”ungkapnya. Tompi menuturkan, ia beberapa kali membatalkan tawaran manggung yang sudah terlanjur disetujuinya


karena urusan medis yang harus diselesaikannya.”Terkadang ternyata ada operasi pasien yang harus berlanjut saat itu juga. Jadi sebagai seorang dokter, saya tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Saya bicara apa adanya saja pada penyelenggara dan tentunya meminta maaf. Tapi jujur, kejadian seperti ini tidak boleh sering-sering karena lama-lama orang bakal kesal juga kan,” ujarnya. Ayah dari tiga anak itu juga mengungkapkan, sebetulnya ia ingin memisahkan kedua profesinya yang berbeda tersebut di mata masyarakat. Namun, hal itu tak mungkin, masyarakat terlanjur mengenalnya sebagai dokter yang juga penyanyi.”Karena itu banyak orang yang mengira saya seperti malaikat padahal saya juga manusia biasa yang ada batas lelah dan batas emosinya. Saya berusaha jadi diri sendiri saja sih, kalau memang capek ya sudah capek, tidak bisa dipaksa,”kata Tompi. Sukses sebagai dokter sekaligus penyanyi, Tompi juga harus bisa meluangkan waktu untuk istri dan ketiga anaknya. Di waktu senggang, mereka sering berlibur bersama dari sekadar pulang kampung ataupun ke luar negeri. Namun, meski tengah berlibur, Tompi memilih tidur sementara anak-anak dan istrinya bermain atau berjalan-jalan. Bagaimana tidak, bagi Tompi, tidur itu mahal harganya. Dengan kesibukannya, rata-rata ia hanya bisa tidur selama empat jam per hari. Di usianya yang ke 37 dengan berbagai pencapaian besar, Tompi masih punya mimpi besar yang ingin dia wujudkan. Ia ingin memiliki klinik estetika terbaik di Indonesia. Menurutnya, klinik tersebut baru bisa dibilang terbaik jika memiliki standar pelayanan yang sangat memuaskan, memiliki banyak tenaga dokter yang bekerja dalam satu standar yang sama, dan mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal itu tidaklah mudah, terutama karena bedah plastik estetika berbeda dengan bedah organ. Di bidang itu, para dokter harus berperang dengan ego pasien yang menginginkan kesempurnaan, tak seperti bedah organ yang pasiennya hanya berharap mereka dapat lebih baik dan sembuh dari penyakitnya. Meski sibuk luar biasa, Tompi menjalani dua karirnya dengan senang hati. ”Asal mau capek, semua orang bisa menjalani dua profesi berbeda dan sama-sama sukses. Semua kalau dijalani dengan senang hati akan terasa mudah,”ucapnya.(*) Naskah : Igna Ardiani Foto : Dokumen Pribadi

2016

5

9


profil

anatomi

Dr. Aucky Hinting, dr., Sp.And., Ph.D

Tuangkan Pengalaman “ART” Lewat Karya Seni Pengalaman selama puluhan tahun menggeluti bidang bayi tabung, menumbuhkan inspirasi seni bagi Aucky Hinting. Oleh dokter spesialis bidang assisted reproductive technology (ART) ini, pengalaman tersebut dituangkan melalui sebuah lukisan. Jadilah dunia ilmu kedokteran sebagai sumber ide, inspirasi, dan tumpuan untuk mengkreasikan karya-karya visual dalam bentuk dua dan tiga dimensional.

”S

aya bisa menggunakan masalah ilmiah, metodologi riset, alatalat dan proses teknologi, maupun aplikasi pelayanan pasien sebagai materi seni untuk saya ekspresikan,” ungkap Aucky Hinting menjelaskan ide inspirasi yang ia dapatkan saat melukis. Padahal, tidak pernah terlintas dalam benak pria kelahiran Surabaya, 7 Agustus 1953 ini untuk menjadi

10

5

2016

dr. Aucky di depan hasil karyanya


seorang seniman. Itu bukanlah citacitanya. Apalagi selama 25 tahun terakhir, kesehariannya banyak berkutat dengan biologi reproduksi dan andrologi (kesehatan reproduksi pria). Tapi dengan kesibukannya tersebut, suami dari Devy Aswarie ini telah membuktikan keberaniannya mencoba bidang seni rupa. Sketsa tahun 2007 Semua itu berawal dari keisengannya menggambar sebuah sketsa pada sebuah kertas saat berada di pesawat menuju Amerika pada tahun 2007. Ia tanpa sadar menuangkan segala yang ada di dalam pikirannya ke dalam kertas berukuran A5 dengan sebuah spidol warna-warna yang tak sengaja ia temukan di dalam tasnya. Dari situlah, muncul rasa ketertarikannya pada bidang seni rupa. Karya-karya Aucky adalah sebuah transformasi pengalaman, dari ruang pemikiran dan praktik kedokteran dari seorang dokter spesialis bayi tabung, ahli biologi reproduksi, dan andrologi, menjadi karya-karya yang sepenuhnya bertendensi art yang jauh dari tendensi kepentingan praktis. Meski demikian, dalam berkarya, Aucky bukan sedang ingin melarikan diri dari disiplin kedokterannya. Sebaliknya, ia tetap bermain dan memainkan disiplin keilmuannya itu menjadi sebuah karya seni rupa. Art of the ART Dalam pameran pertamanya yang bertajuk Art of the ART yang berlangsung di Ambrosia Hall Resto Nine, Surabaya pada tahun 2011 lalu, Aucky menuangkan kegelisahannya soal konflik manusia pada lukisan berjudul “Human Life Cycle”. Pada karya ini, dokter yang mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu menggambarkan proses terjadinya manusia: dari pertemuan sel telur dan sperma hingga membentuk morulla. “Pada dasarnya, proses terjadinya manusia adalah sama. Bentukbentuknya pun dari sel telur sama, bulat, dan kemudian membentuk tubuh. Ia mulai berbeda ketika sudah lahir dengan apa yang melekatinya, dari politik sampai agama,” jelas Aucky. ART atau teknologi bayi tabung, baginya adalah sesuatu seni dimana

dr. Aucky Hinting sedang melukis di kanvas besarnya

ada mata dan otak yang bekerja untuk menghasilkan sebuah karya embrio. Nantinya, embrio itulah yang terbentuk menjadi sosok anak yang sangat didambakan bagi pasangan yang sudah lama belum dikaruniai Tuhan secara alami. Bebas Berekpresi Oleh kurator Suwarno Wisetrotomo, dari ISI Jogjakarta, apa yang ditampilkan Aucky ini disebutnya sebagai seni yang menggabungkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan kompleksitas persoalan kemanusian. Salah satunya adalah sketsa tentang coretan Aucky yang menjelaskan bagaimana sperma bisa membuahi sel telur. Dalam sketsa itu, gambar sperma ditampilkan sebagai mobil balap lengkap dengan pangkalnya yang berhelm. Selanjutnya masuk ke dalam

lintasan berupa alat reproduksi wanita, termasuk di mana sel telur itu berada. Sperma digambarkan sebagai mobil balap yang harus cepat bertemu dengan sel telur untuk dibuahi dan dilanjutkan dengan menjadi embrio. Bagi Aucky, dunia seni adalah sebuah ekspresi yang bebas dalam penerapannya. Juga memiliki sebuah kesimpulan terbuka. Karenanya, ia merasa nyaman menggeluti bidang tersebut. Apalagi karya yang dia hasilkan masih seputar tentang reproduksi, bidang yang selama ini ia geluti dalam dunia kedokteran. ”Dunia seni itu begitu indah, begitu terbuka dan tidak ada prasangka apapun di dalamnya. Kita bebas menuangkan ekspresi yang kita inginkan,” kata Aucky mengakhiri.(*) Naskah : Hadi Foto : farid

2016

5

11


profil

anatomi

Prof. Dr. Jusak Nugraha, dr., MS, Sp.PK(K), LMusA, LRSM

Sukses di Dua Peran:

Dokter dan Musik Bekerja sebagai dokter sekaligus pemilik sekolah musik. Tentunya tidak mudah memainkan “dua peran� tersebut sekaligus secara bersamaan. Namun, nyatanya Prof. Dr. Jusak Nugraha, dr., MS, Sp.PK(K), LMusA, LRSM bisa melakoni dua peran tersebut dengan sukses. 12

5

2016

S

ecara kasat mata, dunia kedokteran dan musik adalah dua hal yang amat berbeda. Displin ilmu kedokteran berprinsip pada ilmu pengetahuan yang telah diperoleh secara profesional dan mengikuti standar operasional yang ada. Sementara musik membebaskan pelakunya untuk berkreativitas. Namun, dalam kenyataannya, kedokteran, dan musik ternyata bisa berjalan selaras. Bagi Jusak Nugraha, musik memiliki muatan positif yang bisa mendukung kesehatan. Menurutnya, dokter harus bisa melihat manusia secara

holistik. Artinya, manusia dipandang keseluruhan baik jiwa maupun raganya. Musik, juga merupakan sebuah unit nada yang saling berpadu indah. “Dalam musik terkandung unsur psikologis yang bagus dalam menunjang kesehatan. Ketika orang bermain musik, itu bagus untuk kesehatannya,� ujarnya. Jusak mencontohkan, bermain piano bagus untuk melatih psikomotor karena harus menggerakkan jari. Menurutnya, jari mengikuti area yang luas dari otak. Meski bentuknya kecil, tetapi jari lebih sensitif dibanding dengan kulit di lengan atau punggung. Tidak


Besar yang getol menciptakan vaksin terapeutik bagi penderita tuberkulosis (TB) tersebut. Cinta yang Mendarah Daging Musik memang telah mendarah daging dalam diri Jusak. Sejak masih Balita, dia sudah jatuh cinta pada musik. Kesukaannya pada musik merupakan hasil ‘pengaruh’ dari kakak-kakaknya yang lebih dulu kesengsem pada musik. Sang kakak pula yang mengajarinya cara menarikan jemari lincah di atas tuts piano. “Dari kecil saya memang suka sama musik. Kebetulan di rumah dulu sudah ada piano. Meskipun orang tua tidak bisa bermain musik tapi kakakkakak bisa,” kenang dokter yang pernah menempuh sekolah musik di Australia dan Inggris tersebut. Terbiasa memainkan alat musik dan mendengarkan musik, membuat Jusak bisa dengan mudah tahu, mana musik berkualitas dan mana yang sekadar bunyi. Itu membuatnya tidak fanatik pada satu genre musik karena menganggap genre musik sebagai kebutuhan. Termasuk juga tidak cinta mati pada satu band dunia meski dirinya menyukai ABBA. “Kalau soal musik, saya lihat dari musikalisasinya bukan alirannya,” tuturnya.

hanya bermain piano, secara umum, dia menyebut memainkan alat musik bisa menimbulkan gerakan yang juga berperan dalam melatih psikis serta psikomotor seperti bermain piano. “Ketika menggerakkan jari, terjadi aktivasi di otak yang permukaannya itu cukup luas, area sensorik namanya. Jadi dengan berlatih maka akan sekaligus mengkoordinasi gerakangerakan halus dan mengaktivasi otak cukup banyak sehingga kerja antara sensorik otak kanan dan kiri lebih seimbang. Kalau orang kuno, biar tidak pikun disuruh pegang-pegang bola lalu diremat-remat. Ini mirip dengan bermain piano sebenarnya. Ini bagus untuk koordinasi,” jelas Guru

Bermusik Keliling Indonesia Sebelum menjadi dokter, waktu muda Jusak lebih banyak dihabiskan untuk bermain musik. Bahkan, ketika menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, kecintaannya pada musik semakin menjadi-jadi. Kala itu, ia sering didaulat untuk menggantikan rekannya di salah satu grup band kampus. Karena kagum dengan skill-nya dalam memainkan alat musik, dia pun kemudian direkrut untuk menjadi personel band tersebut. Bermain musik membuat Jusak bisa berkunjung ke beberapa kota di Indonesia. “Saya waktu itu ikut Master Band. Saya, Mas Mamat, Zaenal diringi Ervina (penyanyi pop terkenal saat itu). Dia yang ngajak kita keliling hampir seluruh nusantara mulai dari Medan sampai Ujung Pandang, ngikuti Master Band,” cerita dia. Dirikan Sekolah Musik Kecintaan pada musik dan bermain musik, lantas diwujudkan Jusak dengan mendirikan sekolah musik JnC yang dikelolanya bersama sang Istri. Keputusan mendirikan sekolah musik

Jadi dengan berlatih itu sekaligus mengkoordinasi gerakan-gerakan halus dan mengaktivasi otak cukup banyak sehingga kerja antara sensorik otak kanan dan kiri lebih seimbang tersebut, salah satunya didorong oleh pengalaman Maha Guru yang pernah belajar menajemen sekolah musik di Jepang ini saat dipercaya mengelola sekolah musik Victor yang merupakan cabang dari JVC (Japan Victor Company). Punya sekolah musik dan berprofesi sebagai dokter yang mendedikasikan hidupnya untuk menolong pasien, tidak membuat Jusak kesulitan mengatur waktu. Dia setia pada moto hidupnya, yakni efisiensi dan skala prioritas. “Jadi saya harus kerja secara efisien dan mengutamakan mana yang diproritaskan,” ujarnya. Sementara dalam mengelola sekolah musik, ayah dua anak ini mengaku terbiasa berbagi peran dengan istrinya, Caecilia Mariani Wangga, yang juga piawai bermain musik. “Kalau sekarang kan sudah ada istri. Jadi saya bisa bantunya sore atau malam. Selesai kerja lalu saya bantu istri kalau diperlukan. Jadi sekolah musik itu yang jalanin istri saya, cuma pakai nama saya,” kata dia. Profesi dokter dan bermusik telah menjadi bagian yang serasi dan tak terpisahkan dalam hidup Jusak dan keluarganya. Menariknya, dokter dan “DNA musik” yang dimiliki Jusak, rupanya terwariskan kepada anakanaknya. Dua putranya merupakan “fotokopi” dari kesukesan Jusak dan istrinya. Keduanya berprofesi dan punya bakat seperti orang tuanya, menjadi dokter dan bermain musik. “Yang pertama dokter. Sekarang lagi di Lamongan. Dan yang kedua lagi ambil S2 Piano di Boston, AS atas beasiswa LBJP,” pungkas Jusak.(*) Naskah : hadi Foto : farid

2016

5

13


profil

anatomi

Agung Hadyono, dr., Sp.OG

Cinta Naik Gunung, Dapat Gelar “Spesialis Orang Gunung” Usianya memang sudah sangat matang, 61 tahun. Tetapi, semangatnya selalu muda. Energinya menyala-nyala, seolah tak pernah melemah. Bahkan, untuk urusan naik gunung (hiking), rasaya tidak ada anak muda yang berani jumawa di hadapan Agung.

S

elama masa 36 tahun, dokter kelahiran Surabaya ini seperti tak pernah lelah menjejakkan kakinya di puncak-puncak “paku bumi” itu. Puluhan gunung telah didakinya. Dari gunung yang dianggap orang “mudah ditaklukkan”. Hingga gunung yang memiliki medan pendakian berbahaya. Dari gunung paling tinggi di Indonesia, hingga beberapa gunung tertinggi di beberapa benua. “Sampai sekarang pun saya masih suka naik gunung. Saya tidak merasa tua. Kalau ada yang bertanya apa nikmatnya naik gunung, ya harus dibuktikan dulu untuk tahu nikmatnya,” ujar Agung. Berawal dari Arjuna Meski begitu, bapak tiga orang anak ini mengakui telat jatuh cinta pada hiking. Dia mengaku baru merasakan pengalaman pertama naik gunung di usia 25 tahun, jelang dirinya lulus dari Fakultas Kedokteran Unversitas Airlangga. Menurutnya, kebanyakan para pecinta hiking memulai ‘perkenalan’ dengan gunung ketika usia belasan tahun.

Uhuru Peak, Kilimanjaro, Tanzania

14

5

2016


Gunung pertama yang didakinya adalah gunung Arjuna, sekitar tahun 1979 silam. Kala itu, ia diajak kawankawannya di FK Unair. Meski berstatus pemula, tetapi dia tidak merasakan kesulitan pada pendakian pertamanya. Gunung dengan ketinggian 3.339 meter di atas permukaan laut (dpl) itu bisa ditaklukkannya. “Ketika itu saya naik gunung bertiga bersama dua orang teman perempuan. Mereka sudah sering naik gunung. Rasanya biasa saja. Tetapi sampai di puncak saya kedinginan. Namun, saya jadi tahu ternyata naik gunung itu asyik,” kenang Agung. Sejak itu, naik gunung masuk dalam jadwal rutinnya. Satu demi satu gunung di Jawa Timur, ia daki. Dari gunung Arjuna, kemudian gunung Welirang, hingga gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa. Namun, gunung Lawu-lah yang paling sering “disapa.” Alasannya, gunung Lawu yang terletak di Kabupaten Magetan dan Karanganyar, tidak jauh dari kota kelahirannya, Madiun. “Sejak tahun 1994 hingga sekarang, saya sudah 42 kali mendaki gunung Lawu. Ya karena pragmatis. Biasanya setelah praktik, Jumat malam saya naik. Terkadang sama teman-teman, terkadang sendiri,” paparnya.

Taklukkan Rusia hingga Argentina Puas menaklukkan gunung-gunung di Pulau Jawa, Agung lantas menantang dirinya sendiri untuk mendaki gununggunung tertinggi di belahan lainnya. Impiannya adalah mendaki Seven Summits. Seven Summit adalah sebutan untuk tujuh (7) gunung tertinggi di dunia yang mewakili tujuh kawasan benua yang ada di dunia. Dia pernah mendaki gunung tertinggi di daratan Afrika, Kilimanjaro. Juga gunung Elbrus di Rusia yang merupakan gunung tertinggi di Eropa. Lalu pada Agustus 2015 lalu, dia mendaki Carstenzs Pyramid (nama lain Puncak Jaya) yang merupakan puncak tertinggi pegunungan Jayawijaya dan gunung tertinggi di kawasan Asia Pasifik dan Oseania.“Sebetulnya bulan Februari lalu rencananya saya mendampingi Sabar Gorky, pendaki tunadaksa Indonesia naik Aconcagua di Argentina (gunung tertinggi di benua Amerika Selatan), tapi batal karena keberangkatan tim yang terlalu dekat dengan batas akhir musim pendakian,” ujarnya. Tak Tanggalkan Status Ketika mendaki gunung, Agung tidak menanggalkan statusnya sebagai seorang dokter. Dia acapkali diminta menjadi tim dokter ketika ada sebuah ekspedisi. Terutama bila mendaki gunung yang

Kilimanjaro, Tanzania

Carstensz Pyramid, Papua

Kilimanjaro, Tanzania

Zebra Rocks, Kilimanjaro

masih ‘asing’. Menurutnya, memberikan pertolongan medis kepada orang di gunung, harus lebih waspada. Karena seringnya menolong orang di gunung, dokter yang hobi membaca buku Wilderness Medicine ini mendapat gelar baru dari teman-temannya. “Gelar Sp.OG saya yang semestinya Spesialis Obstetri & Ginekologi diplesetkan oleh rekan-rekan sesama pendaki menjadi Spesialis Orang Gunung,” jelasnya. Perjalanan Filosofis Tentang kecintaannya mendaki, menurutnya, naik gunung itu memiliki filosofi yang erat kaitannya dengan filosofi Jawa. Dia mencontohkan Urip Iku Urup yang berarti hidup itu sangat berharga, dimaknai bahwa pendaki harus mengutamakan keselamatan diri, dan tidak membahayakan jiwanya sehingga persiapan mendaki harus baik. “Itu semua cocok dengan filosofi naik gunung dan juga kedokteran. Jadi waktu anak saya menikah dan kebetulan suaminya juga suka naik gunung, saya menasehatinya dengan filosofi itu,” kata Agung yang mengakui istri dan anakanaknya tidak suka naik gunung dan sekadar menyukai travelling. (*) Naskah : Hadi Foto : farid & dokumen pribadi

2016

5

15


profil

anatomi

Adakah kaitan antara seni beli diri Kempo dengan kedokteran? Bagi Ahmad Nuri, alumni FK Unair keduanya saling berkaitan. Bahkan, dalam hal nilai-nilai humanisme, aliran seni bela diri dari Jepang ini semakin menyempurnakan ilmu kedokteran dari dokter yang baru saja melaksanakan ibadah umrah tersebut. Bersama anaknya Muhammad Ilham Naoval mahasiswa Fakultas Ekonomi Unair, mendapatkan medali emas di Kejurnas Pra PON untuk nomor randori perorangan kelas 70 kg.

Ahmad Nuri, dr., Sp.A

Ukir Prestasi nasional

Lewat Kempo

T

idak banyak dokter yang punya minat untuk menekuni olahraga bela diri Kempo. Apalagi sampai aktif mengikuti kejuaraan nasional (Kejurnas) Kempo. Bahkan juga tampil dalam event sebesar Pekan Olahraga Nasional (PON). Hebatnya lagi, tidak sekadar terdaftar sebagai peserta, tetapi mampu meraih medali emas. Prestasi hebat itulah yang pernah diukir Ahmad Nuri, dr., Sp.A. Kiranya hanya sedikit saja dokter yang memiliki segudang prestasi membanggakan dalam cabang olahraga bela diri Kempo di level PON. Dan prestasi hebat itu merupakan buah

16

5

2016

dari ketekunan dan kecintaan dokter kelahiran Jember, Jawa Timur ini pada Kempo.

Cinta Main-Main Kecintaan Nuri terhadap Kempo, sebenarnya bisa dibilang cinta yang tidak disadari. Awalnya, dia menganggap ketertarikannya kepada Kempo hanyalah sebuah kewajiban. Dari wajib menjadi suka, kemudian cinta. Sekarang Kempo telah menjadi kebutuhan penting dalam hidupnya. Dia berkisah, ketika menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), pihak kampus mewajibkan setiap

mahasiswa untuk mengikuti unit kegiatan mahasiswa yang ada kala itu. “Saya akhirnya pilih Kempo. Selain karena ingin ikut bela diri, saya juga ingin menjadi lebih percaya diri,� jelasnya. Di awal berlatih Kempo, ada manfaat besar yang dirasakan oleh dokter spesialis anak kelahiran 19 Desember 1961 ini. Menguasai teknik ilmu bela diri yang banyak menggunakan tangan tersebut membuatnya jadi lebih percaya diri dalam bergaul. Dari Kempo, dia juga belajar nilai-nilai sportivitas yang disebut dengan bushido (bahasa Jepang).


Tularkan ke Anak

Bersama mahaguru Sensei Dan V Juli Soemarsono, dr., Sp.PK (alm)

Tertantang Cetak Prestasi Dari sekadar latihan rutin, Nuri muda lantas merasakan pengalaman baru. Dia kemudian termotivasi untuk menjadikan Kempo sebagai ajang untuk mencetak prestasi. Jadilah kemudian ia aktif mengikuti kejuaraan Kempo. Diawali kejuaraan internal di kampus Unair Surabaya. “Waktu itu di Unair ada kejuaraan Kempo yang diberi nama Piala Airlangga Kejuaraan Kempo tersebut diadakan hampir tiap tahun dan sampai sekarang pun masih digelar. Dan sewaktu mahasiwa, saya sering jadi juara,” kenangnya. Dari awalnya sebatas mengikuti kejuaraan di kampus, Nuri kemudian menantang dirinya sendiri untuk ‘naik kelas’ dengan mengikuti kejuaraan tingkat nasional. Dari level Kejuaraan Nasional (Kejurnas) hingga Pekan Olahraga Nasional (PON). Tahun 1984, Nuri mewakili Jawa Timur di Kejurnas Kempo. Setahun kemudian, dia menjadi anggota kontingen Jawa Timur yang berlaga di PON XI yang digelar di Jakarta. Dia bersaing dengan atletatlet Kempo nasional. “Meski tidak mampu mempersembahkan medali, tetapi saya bangga bisa tampil di PON. Itu menjadi pengalaman berharga,” ujarnya. Lulus dari FK Unair pada 1987, dokter Nuri kemudian pindah ke

Sumatera Barat dalam rangka wajib kerja sarjana (WKS). Di provinsi yang terkenal dengan Jam Gadangnya ini, ia mengabdikan diri di Rumah Sakit Umum (RSU) Bukit Tinggi. Di Bukit Tinggi, dia tetap aktif berlatih Kempo. Maka, dia pun dipercaya oleh KONI Sumatera Barat untuk membela Sumatera Barat di ajang Kejurnas Kempo 1988. Hebatnya, dia mampu meraih medali emas. “Saya juga dipercaya mewakili Sumatera Barat di PON XII di Jakarta pada 1989 dan mendapat medali perak,” ujarnya.

Raih Emas PON Saat mengambil dokter spesialis di Universitas Padjajaran, Bandung, dia tetap aktif berlatih Kempo. Setelah membawa harum nama Sumatera Barat, giliran Jawa Barat. Dia mewakili Jawa Barat di PON XIII 1993 dan mampu meraih medali emas. Meraih prestasi tertinggi di ajang PON membuat nama Ahmad Nuri sudah menasional dalam seni bela diri Kempo. Bahkan, dia pernah mengharumkan nama bangsa ketika mewakili Indonesia di ajang Kejuaraan Dunia Kempo di Tokyo, Jepang pada 1997 silam. Bertanding dengan atlet-atlet Kempo terbaik dari berbagai negara di dunia, akhirnya dia mampu membawa pulang gelar juara III. Itu gelar terakhirnya di Kempo.

Kini, bertanding Kempo dari kejuaraan ke kejuaraan, hanya tinggal kenangan bagi dokter Nuri. Dia kini fokus mendedikasikan hidupnya pada dunia kedokteran. Namun, bukan berarti Kempo telah menghilang dalam hidupnya. Hari-harinya masih diwarnai dengan obrolan seputar Kempo. Bak pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, kecintaannya kepada Kempo, juga diwariskan kepada anakanaknya. Anak pertamanya Mukhlis Aziz yang kini kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, juga menggemari Kempo. Dia kini sudah ada di tingkatan Kyukenshi I (sabuk cokelat). Lalu anak keduanya, Muhammad Ilham di Kejurnas Pra PON kemarin dia meraih medali Emas utk nomor Randori perorangan kelas 70 kg dan berhak ikut PON di Bandung September 2016 yang kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, malah benar-benar mewarisi bakat ayahnya. Dia kini sudah Dan I (sabuk hitam) dan rajin tampil di kejuaraan-kejuaraan Kempo. “Kalau anak pertama ikut Kempo saja, nggak ikut tanding. Anak kedua yang sering ikut kejuaraan. Terakhir dia meraih perak di Kejurnas,” kata Nuri.

Nilai Kempo dan Kedokteran Menurut dokter yang suka menonton film ini, ada banyak nilai luhur dari Kempo yang bisa diterapkan dalam mendukung profesinya sebagai dokter. Yang paling utama, dari Kempo, Nuri menyerap tentang pentingnya belajar kedisplinan. Bahwa menjadi seorang Kenshi (sebutan untuk atlet Kempo), harus tepat waktu. Tidak boleh telatan. “Seorang dokter juga harus disiplin dalam menangani pasien. Karena bila penanganannya tepat waktu, maka pasiennya akan semakin cepat tertolong,” ujarnya. Menjadi dokter yang mendedikasikan dirinya, mengikhlaskan waktu, dan memanfaatkan pengetahuannya untuk menolong orang lain, juga merupakan wujud nyata pelaksanaan prinsip dasar dalam Kempo. “Bahwa seorang atlet Kempo bisa disebut sebagai Kenshi sejati bila bermanfaat untuk orang lain,” kata dokter yang kini tinggal di kota kelahirannya, Jember tersebut. (*) Naskah : hadi Foto : Dokumen pribadi

2016

5

17


cito

laporan utama

Dr. Brahmana Askandar, dr., Sp.OG(K)

Sarat Pengalaman, Tak Kalah dengan Luar Negeri Berkiprah sejak tahun 80-an silam, menjadi penegas pengalaman panjang dan reputasi yang dimiliki oleh Divisi Onkologi RSUD dr Soetomo dalam menangani kanker serta penyakit kandungan. Total terdapat 10 orang dokter dengan sub spesialis kandungan, dan super spesialisnya tumor serta kandungan yang tergabung dalam divisi ini

S

elengkapnya, kesepuluh anggota tim Obgyn RSUD dr Soetomo adalah Prof. Suhatno, dr., Sp.OG(K), Prof. Heru Santoso, dr., Sp.OG(K), Sunjoto, dr., Sp.OG(K), Dr. Poedjo Hartono, dr., Sp.OG(K), Dr. Brahmana Askandar, dr., Sp.OG(K), Primandono Perbowo, dr., Sp.OG, Pungky Mulawardhana, dr., Sp.OG, Wita Saraswati, dr., Sp.OG, Indra Yuliati, dr., Sp.OG, dan Hari Nugroho, dr., Sp.OG.. Sebagai tim, kerja sama dan komunikasi yang baik, tentunya menjadi hal paling fundamental. Karenanya, untuk menyelaraskan kerja sama dan memperkuat komunikasi, tim Obgyn RSUD dr Soetomo rutin melakukan pertemuan untuk mendiskusikan semua hal tentang penanganan pasien. Harapan pun disematkan agar ke depan tim Obgyn Divisi Onkologi RSUD dr Soetomo menjadi tim yang lebih dipercaya oleh masyarakat. Tak hanya masyarakat di Surabaya, tetapi juga di seluruh Indonesia. Ini karena di masyarakat, seolah-olah berkembang “kesepakatan tak tertulis” bahwa berobat ke luar negeri lebih bagus daripada di dalam negeri. Padahal, kualitas medis di dalam negeri tidak kalah dengan di luar negeri. “Sebetulnya kita tidak kalah dengan luar negeri. Karena apa yang bisa dikerjakan di luar negeri, kita juga bisa. Tetapi memang, tidak mudah menyadarkan warga,” jelas Dr. Brahmana Askandar, dr., Sp.OG(K), Ketua Divisi Onkologi RSUD dr Soetomo. Divisi Onkologi RSUD dr. Soetomo menyadari, untuk meyakinkan masyarakat dari kalangan bawah hingga kelas atas agar mau berobat di dalam negeri, tenaga medis harus memiliki pengetahuan dan keterampilan penanganan pasien yang up to date. Termasuk juga mengikuti perkembangan teknologi medis terkini. “Keterbatasan kita selama ini ada pada faktor fasilitas,” tegasnya. Meski demikian, keterbatasan fasilitas tersebut tidak membatasi semangat sepuluh orang dokter tim Divisi Obgyn RSUD dr. Soetomo untuk senantiasa memberikan yang terbaik pada pasien yang mempercayakan pengobatannya di sini.

Naskah : hadi Foto : farid

18

5

2016


Prof. Soehatno, dr., Sp.OG(K)

Empat Dasawarsa Mengabdi untuk Onko-Ginekologi Ramah, tenang, dan menentramkan. Itulah gambaran untuk sosok Prof. Soehatno, dr., Sp.OG(K) sehari-hari.

G

ambaran itu pula yang mewakili saat Prof. Hatno, panggilan akrabnya, sedang berjibaku dengan darah dan aneka perlekatan saat melakukan operasi baik obstetri, ginekologi maupun onko-ginekologi yang menjadi subspesialistiknya. Tak ada istilah gupuh atau terburuburu. Mulai dari melakukan irisan pada kulit, lemak, fasia, otot, hingga membuka peritoneum dilakukan dengan tenang dan tanpa perdarahan. “Kalau kita paham anatomi pembuluh darah, perdarahan saat operasi bisa diminimalkan,” jelasnya. Paham anatomi ini pula yang membuat para dokter muda, PPDS maupun trainee yang terlibat sebagai asisten operasi dengan sukarela mendampingi. Sembari asisten, ilmu-ilmu teori anatomi akan terpapar nyata di depan mata diiringi penjelasan yang runtut.

keterlambatan terapi bisa menghambat penyembuhan pasien. Kadang pasien sampai meninggal sebelum dilakukan radiasi,” ungkap Prof. Hatno. Di sisi lain, perkembangan teknologi dan teknik operasi juga membanggakan. “Misalnya operasi Wertheim untuk kanker ovarium. Dulu kita hanya mengenal istilah operasi radikal. Saat ini sudah dikembangkan teknik nerve sparring yang diharapkan dapat mencegah kerusakan saraf meskipun dilakukan operasi radikal pada penderita,” jelas ayah dua putri

ini. Teknik nerve sparring ini diharapkan salah satunya dapat mencegah gangguan berkemih pasca operasi. Perkembangan lain yakni teknik laparaskopi dan robotic surgery yang sudah dilakukan di luar negeri. Tapi secara pribadi, Prof. Hatno menyebut robotic surgery masih perlu pengamatan lebih lanjut tentang efsiiensi teknik ini untuk kasus onkoginekologi. (*) Naskah : Eighty Mardiyan K., dr., Sp.OG Foto : farid

Empat Dasawarsa Empat dasawarsa menjadi seorang dokter obgin, empat dasawarsa pula guru besar kelahiran Solo, 7 Agustus 1945 ini mengabdikan diri untuk onko-ginekologi. Sejak tahun 1973, ketika menempuh pendidikan spesialis obgin, Prof. Hatno sudah diberi mandat untuk menjaga gawang poli onkologi RSUD dr Soetomo Surabaya. Setelah lulus obgin pada 1976, beliau melanjutkan kecintaannya di onkoginekologi dengan mengikuti fellow di Australia selama 6 bulan. Empat dasawarsa inilah yang membuat onkologi sudah mendarah daging. “Banyak perkembangan dan kemajuan pesat onko-ginekologi. Tapi juga masih ada keterbatasan yang membuat kita kurang sempurna dalam menangani pasien. Misalnya, keterbatasan alat radiasi. Akibatnya pasien harus antre hingga 3-6 bulan untuk mendapatkan terapi ini. Padahal 2016

5

19


cito

laporan utama

Pungky Mulawardhana, dr., Sp.OG

Menemukan “Keluarga Baru” Ketika masuk ke Divisi Onkologi RSUD dr Soetomo, Surabaya pada tahun 2012 lalu, usia Pungky Mulawardhana, dr., Sp.OG baru 30 tahun. Dia menjadi dokter paling muda di Divisi Onkologi RSUD dr Soetomo. Namun, itu tidak membuatnya canggung. Sebaliknya, dokter kelahiran Surabaya ini merasa menemukan “keluarga baru” yang memotivasinya untuk lebih mengembangkan diri.

“D

i Obgyn umumnya dan Onkologi khususnya, suasananya harmonis. Semua mendukung dan mendorong kita yang muda untuk belajar. Juga untuk pengembangan karier dan kompetensi staf mudanya,” cerita dokter kelahiran 3 Juni 1981 ini. Diakui Pungky, dirinya memang memiliki ketertarikan khusus di bidang Onkologi, baik obstetri (persalinan) maupun genekologi (penyakit kandungan). Selain karena adanya pengaruh orang tua, juga karena ketika menjalani pendidikan di Fakultas

20

5

2016

Kedokteran Universitas Airlangga, dirinya mempelajari banyak hal. Termasuk obstetri dan genekologi. Pungky bersyukur, harapannya untuk meretas asa sebagai dokter spesialis terbilang cepat. Ketika lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Unair (FKUA) pada akhir 2011, dia sudah menjadi dosen di FK. Ketika masuk ke Divisi Onkologi pada 2012 silam, sembari bekerja, dokter Pungky juga melakukan observasi. Di akhir 2012, dia mendapatkan beasiswa selama empat bulan di Utrecht, Belanda. Kesempatan itu

dioptimalkannya untuk menambah kompetensinya baik wawasan maupun skill. Lulus dari pendidikan konsultan, bapak tiga anak ini ingin mengembangkan Onkologi baik di bidang pelayanan, pendidikan, dan juga penelitian di RSUD dr Soetomo dan RSUA. Pungky berharap, ia bisa memperbaiki kondisi pasien kanker dan memperbaiki masalah-masalah kanker di Indonesia, khususnya di Jawa Timur dan Surabaya. Masalah lain yang juga menjadi concern bagi angkatan 99 FKUA ini adalah jumlah pasien kanker, utamanya kanker serviks yang tinggi. Setiap hari rata-rata ada tujuh pasien baru yang sudah terdiagnosa pada stadium lanjut. Menyikapi fenomena masih banyaknya pasien kanker serviks tersebut, tim Obgyn Onkologi RSUD dr Soetomo rutin mengadakan lokakarya di daerah-daerah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. (*) Naskah : hadi Foto : rahmat baskara


Wita Saraswati, dr., Sp.OG(K)

Sudah delapan tahun, Wita Saraswati menjadi bagian dari di tim Divisi Onkologi RSUD dr Soetomo. Keinginannya masuk ke Onkologi, diakuinya terdorong oleh pengalaman sendiri. Kala itu sekitar tahun 90an, ketika Wita akan melahirkan, dia sempat kesulitan mencari dokter Spesialis Obgyn perempuan. Dari situlah, minatnya muncul.

Trisno Obgyn Jalaran Soko Kulino yang terkadang tidak diketahui perjalanan penyakitnya. Poin penting dari penangan penyakit ini, adalah memaksimalkan upaya pencegahan tindakan yang berisiko seperti melakukan aktvitas seks bebas, serta rajin melakukan screening pap smear.

Dengan adanya dokter Onkologi perempuan, Wita berharap hal tersebut bisa membantu meningkatkan kesadaran perempuan untuk melakukan melakukan pencegahan dini dengan screening. (*) Naskah : hadi Foto : dokumen pribadi

S

etelah menjadi dokter kandungan, ia baru mengerti mengapa tidak banyak Dokter Spesialis Obgyn perempuan. Menjadi dokter kandungan, privasi waktunya semakin berkurang. Waktunya menjadi “milik umum”. Dia harus legowo, waktu untuk keluarga banyak dikorbankan untuk pasien. Karenanya, Wita menanamkan pengertian kepada anak-anaknya bahwa waktu ibunya sewaktu-waktu dipakai untuk menolong orang. “Anakanak sudah terlatih dari bayi. Jadi bila sedang jalan-jalan lalu ada panggilan, ya anak-anak sama ayahnya,” tuturnya. Memutuskan bergabung dengan Divisi Onkologi, tahun demi tahun ia lewati dengan rasa cinta yang semakin besar pada tugasnya di divisi ini. Seperti pepatah Jawa, “witing trisno jalaran soko kulino.” Sebagai bagian dari divisi yang banyak berkutat dengan penanganan kanker, ia berharap jumlah pasien kanker serviks yang selama ini tinggi, bisa diturunkan. Menurutnya, penyakit kanker serviks sebenarnya bisa dicegah. Berbeda dengan kanker lainnya

2016

5

21


cito

laporan utama

Primandono Perbowo, dr., Sp.OG

Pentingnya “Team Work” dan “Update” Ilmu Sejak bergabung dengan tim Obstetri Genekologi (Obgyn) RSUD dr Soetomo pada 2012 lalu, Primandono Perbowo, dr., Sp.OG semakin menyadari pentingnya kerjasama bagi dokter, agar dapat menjawab tantangan di era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).

“S

ebagai dokter kandungan, kita harus kompak dan selalu update informasi, kalau tidak bisa-bisa seperti suku “Aborigin” di Australia, yang tersingkir di negeri sendiri,” tegas Primandono. Dokter kelahiran 6 Februari 1978 tersebut juga menegaskan pentingnya mengikuti perkembangan Evidence Based Medicine (EBM) berdasarkan bukti-bukti keberhasilan yang ada. Hal ini mengingat tidak ada alat diagnostik yang 100% akurat dan tepat. Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tersebut mengatakan, di dunia kedokteran kini eranya bukan lagi mengedepankan peran individu, melainkan mengutamakan kerjasama tim. Team work akan memungkinkan pasien ditangani dengan lebih komprehensif. Selama hampir empat tahun menjadi bagian dari tim Obgyn RSUD dr Soetomo, Wondi panggilan akrabnya, terbiasa untuk mengedepankan sikap jujur, berkomitmen, dan juga terbuka. Sikap mulia itu penting dimiliki demi melakukan yang terbaik bagi pasien. “Itu adalah prinsip yang harus kita pegang. Kalau baik ya ngomong baik, enggak baik ya ngomong enggak baik. Semuanya demi keselamatan (pasien),” jelas dokter asli Surabaya tersebut. Bicara tentang pilihan kariernya yang jatuh pada profesi dokter, ayah dua orang anak ini mengaku bila menjadi dokter adalah panggilan hidup. Tumbuh di lingkungan keluarga dokter dan sejak kecil terbiasa mendapati banyak orang sakit di sekitarnya, hatinya pun tergerak untuk kemudian hari menjadi dokter agar bisa membantu dan mengobati orang sakit. Sebagai dokter spesialis yang usianya tergolong masih muda, Wondi berharap agar dokter-dokter muda memiliki kemauan kuat untuk terus belajar dan juga menjaga kepercayaan masyarakat. Menurutnya, zaman telah jauh berubah. Seorang dokter, menurutnya, bukan lagi manusia setengah dewa. “Dokter harus menjaga nama baiknya sebagai dokter agar bisa dipercaya masyarakat. Caranya dengan berkata jujur, memperbaiki attitude dan juga meng-update keilmuannya,” ujarnya. Ke depan, dokter penyuka travelling ini ingin terus mengabdikan ilmu dan skill-nya untuk masyarakat. “Terus mengabdi menjadi dokter, dan mengabdi untuk masyarakat,” pungkas dokter berusia 38 tahun tersebut. (*) Naskah : hadi Foto : farid

22

5

2016


diktat

resensi buku

“OUT OF THE TRUCK BOX” K

“OUT OF THE TRUCK BOX” Penulis: Iqbal Aji Daryono Penerbit: Giga Pustaka Tahun terbit Mei, 2015

enapa buku ini yang kita bedah di edisi extraordinary? Karena thema bukunya juga extraordinary. Tidak banyak seorang sopir truk mampu bercerita tentang petualangan dan lamunan-lamunan liarnya mengembara mempengaruhi pembaca dan ikut larut bersama cerita Iqbal menaklukkan benua Ostralia (begitu dia menyebut). Pembaca akan banyak belajar dan menambah pengetahuan berharga tentang ‘negara tanpa ekspresi’ dari setiap kilometer yang dia tempuh. Iqbal ternyata berhasil menggali ribuan pelajaran berharga dari sana, yang kemudian dia tularkan kepada pembaca. Kebetulan penulisnya adalah selebriti facebook yang setiap postingannya selalu diacungi ratusan jempol. Gaya menulisnya khas, dengan kemampuan retorika yang mumpuni. Kejenakaan dan kekonyolan penulis menjadikan buku ini terasa ringan dibaca, dan ternyata juga menampilkan kedalaman dan luasnya cakrawala pemikirannya dalam melihat masalah. Buku ini bercerita tentang pengalaman hidup Iqbal yang harus

mengikuti tugas belajar istri yang mendapat beasiswa S2 dengan membawa putri tunggal mereka berusia 4 tahun ‘boyongan’ ke benua Australia, tepatnya di kota Perth. Karena tuntutan ekonomi untuk menambah penghasilan, maka Iqbal rela menjadi sopir truk dengan berat 5 ton dan panjang 4 meter menemani hari-hari seorang iqbal melayani trayek ekspedisi Foxline Express menyusuri jalur-jalur yang setara dengan jalan antar kota di Pulau Jawa. Mungkin bisa dibayangkan salah satu serial televisi tahun 1980-an “BJ Mc Kay and the Bear” menyusuri jalan-jalan lurus membosankan membawa barangbarang ekspedisi di salah satu negara bagian Amerika. Hampir mirip tapi beda cerita. Buat sejawat yang berencana mau kuliah lagi di Ostralia, atau sekadar bernostalgia karena pernah stay di Perth, maka buku yang ringan namun kuat sebagai bahan perenungan hidup ini sangat layak dibaca. Informatif, edukatif dan sangat menghibur dengan gaya bahasa yang semau guwe, justru semakin menambah nilai plus buku ini. Evy Ervianti, dr. Sp.KK(K)

out box truck 2016

of the

5

23


tips

infusion

Didik Agus Gunawan, dr., Sp.OG

Membangun Impian di Hutan Pribadi “Marilah menanam pohon sebanyak mungkin untuk mengurangi global warming”. Begitu pesan Didik Agus Gunawan, dr., Sp.OG agar kita cinta menanam pohon. Boleh jadi, kita sering mendengar pesan itu. Namun, pesan Didik seperti punya energi yang menggerakkan. Ini karena kecintaan dokter kelahiran Surabaya tersebut pada tanaman memang luar biasa.

S

ejak masih duduk di bangku SMP, menanam dan berkebun sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidupnya. Kecintaannya pada tanaman merupakan “warisan” dari ibunda yang juga hobi menanam bunga. Kecintaan ayah tiga orang anak ini pada tanaman semakin besar ketika dirinya menjadi mahasiswa. Semasa kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), dia bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa pecinta alam, Wanala Unair. Ketika dirinya mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Obsgyn (obstetri dan ginekologi) Unair mulai tahun 1994 dan lulus tahun 1998. Dia ditugaskan di kawasan pedesaan di kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Masih terekam kuat dalam ingatan Didik betapa sejuknya udara di sana. Kesejukan itulah yang menjadikan keinginan menanamnya semakin menggila. Di lantai 4 rumahnya yang menjadi tempat ekslusif untuk tanaman bunga, Didik menanam berbagai jenis bunga yang menjadi hiburan baginya sepulang praktik. “Saat siang pulang dari RS Ngudi Waluyo Wlingi, saya mesti berkebun. Terkadang sampai tengah malam,” terangnya. Etalase Tanaman Keinginan masa kecil untuk memiliki lahan luas yang bisa menjadi “etalase” bagi banyak tanaman, akhirnya terwujud ketika dirinya ditugaskan di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Di sana, dia mempunyai lahan yang cukup luas di perumahan dokter Puskesmas untuk menyalurkan hobi menanam. Kebetulan lokasi Puskemas cukup jauh dari pasar, sekitar 40 km. Lahan yang ada pun “disulap” menjadi ‘supermarket’ sayur mayur. Segala kebutuhan dapur/ makan sehari hari, dapat dipenuhi sendiri tanpa ke pasar.

24

5

2016


Tips Berinvestasi Tanaman Perkebunan

M Wujudkan Cita-cita Tak cukup sampai di sini, cita-citanya berlanjut dengan keinginan punya hutan sendiri. Ternyata hal tersebut bukan sekadar retorika belaka. Ia mewujudkannya di Desa Soso Kabupaten Blitar. Saat ini, sudah hampir 30 hektar tanah yang telah ia hijaukan di kawasan tersebut. Pengelolaan lahannya ia lakukan dengan memberdayakan penduduk setempat. Caranya, dengan melakukan tumpangsari tanaman Jati dengan tanaman lombok/cabe. Lalu, bila pohon Jati-nya sudah agak besar, tumpangsarinya tanaman pepaya California. Dan sekarang tumpang sari tanaman porang/iles-iles sebagai bahan konyaku/jeli. Dia kini memiliki tiga tim agrobisnis di Desa Soso, Desa Sumberkembar dan Desa Wates. Kerja tim tersebut terutama menanam tanaman baru, membersihkan gulma dan pemupukan. Tim ini juga mengembangkan membibitkan tanaman (kecuali Jati). Inspirasi Hijaukan Bumi Dokter Spesialis Obgyn tersebut berharap, akan ada lebih banyak masyarakat yang mencintai penghijauan. Sebab, dengan ada lebih banyak pohon yang ditanam, pemanasan global akan bisa dieliminir. Dengan semakin banyak pohon ditanam, bumi tidak akan semakin panas. “Semoga ini jadi inspiratif bagi yang lain dalam menyelamatkan bumi kita, untuk anak anak cucu kita. Marilah menanam pohon sebanyak mungkin untuk mengurangi global warming. Sebab, kalau bukan kita, siapa lagi yang menyelamatkan bumi,� sambung suami dari Diah Roosmawati, dr., Sp.P ini. Naskah : hadi Foto : dokumen pribadi

emulai langkah berinvestasi di perkebunan hutan rakyat acap kali membawa dilema, tanaman mana yang lebih menguntungkan. Memilih Jabon, Sengon, atau Jati? Urusan pilihan ini akan lebih bijak jika sudut pandang yang digunakan adalah dari sisi alam. Ini karena pohon sangat tergantung dengan lokasi lahan tempatnya tumbuh, sehingga untuk memilih tanaman yang pas untuk mengisi lahan Anda, sesuaikan dengan kondisi alam dan tanah yang ada. Secara sederhana ilustrasinya begini. Baik Jabon, Sengon, maupun Jati, ketiganya membutuhkan tanah ber-drainase baik, tidak sering tergenang air. Perakaran Jati dan Sengon memiliki kemampuan memecah lapisan lahan kritis / padas. Sengon termasuk dalam Leguminosae / polong - polongan berbintil akar yang memiliki kemampuan fiksasi Nitrat & Nitrit dari Nitrogen di udara ke dalam tanah. Jati dengan rontok daun setiap kemaraunya, mempertebal lapisan humus tanah tempatnya ditanam. Keduanya memiliki toleransi cukup tinggi terhadap kekeringan. Jabon hanya akan tumbuh pesat di lahan berkedalaman solumn tanah di atas 5 meter. Akarnya menuntut lapisan tanah gembur (tanah subur). Jika ditanam pada lahan kritis / berkedalaman solumn tanah dangkal, tumbuhnya akan relatif kerdil dan bercabang- cabang. Ketiganya sama, jika ditanam terlalu rapat, akan bermasalah dengan hama dan penyakit. Jarak tanam yang ideal sekitar 4 x 3 meter. Untuk sengon, 3 x 3 meter berpola seperti sawit akan juga baik. Jika lahan selalu lembab , ketiganya rawan berpenyakit, tetapi kerentanan penyakit karena kelembaban yang terus menerus urutannya adalah: Jati , Sengon, Jabon. Jadi yang paling rentan terhadap lingkungan lembab adalah Jati. Karena itu Jati tidak dianjurkan ditanam di ketinggian lahan lebih dari 650 meter dari permukaan laut. Sedikit informasi tersebut semoga bisa membantu Anda memulai berinvestasi di perkebunan hutan rakyat. Selamat menghijaukan Indonesia.

2016

5

25


26

5

2016

travel

sitokin


Menyusuri

Pantai di Pulau Bintan

Mengunjungi Pulau Bintan dan menginjakkan kaki di Tanjung Pinang? Wow, sama sekali tak ada dalam benak saya. Bahkan, karena mapping saya buruk (nilai IPS saya dulu pas-pasan), saya tak paham ada di peta sisi manaTanjung Pinang dan Pulau Bintan.

T

ernyata takdir berkata lain. Awal tahun 2015, suami saya harus bertugas ke Tanjung Pinang. Dan akhir tahun 2015, suami saya menagih janji agar saya dan anakanak mengunjunginya. Setelah diberi kuliah singkat tentang peta geografi, barulah saya paham. Bahwa ada yang namanya propinsi Kepulauan Riau. Namanya juga kepulauan, jadi propinsi ini terdiri dari banyak pulau. Antara lain, Pulau Lingkap, Pulau Jemaja, Pulau Karimun, dan yang terbesar adalah Pulau Bintan dan Pulau Batam. Kota Tanjung Pinang yang merupakan ibukota propinsi Kepulauan Riau berada di Pulau Bintan. Sempat muncul pertanyaan, kenapa ibukota propinsi ada di Pulau Bintan? Kenapa bukan di Kota Batam yang lebih ramai dan hiruk pikuk? Ternyata memang ada alasannya. Konon, agar pulau-pulau di sekitar Pulau Batam dan Pulau Bintan juga ikut hidup. Jadi keramahan ekonomi tidak hanya terjadi di Pulau Batam.

Bintan, Pulau Sejuta Pantai

https://www.lokopoko.travel/wp-content/uploads/2015/09/6.jpg

Jadilah, akhir Desember lalu, saya dan anak-anak berkunjung ke Pulau Bintan. Pulau Bintan adalah pulau terbesar di Kepulauan Riau, yang terdiri dari hampir 3.000 pulau besar dan kecil, terbentang di seberang Singapura dan Johor Baru, Malaysia. Tetapi yang menjadi tujuan kami adalah Tanjung Pinang. Tidak ada penerbangan langsung dari Surabaya ke Tanjung Pinang. Hanya ada dua jalur tempuh. Yakni murni jalur udara Surabaya-Jakarta-Tanjung Pinang atau jalur udara Surabaya2016

5

27


travel

sitokin

http://wfiles.brothersoft.com/b/bintan-trip_105109-1600x1200.jpg

28

5

2016


http://ksmtour.com/media/images/articles/pulau-bintan.jpg

Batam dan dilanjutkan jalur laut Batam-Tanjung Pinang. Kami memilih jalur tempuh yang kedua. Karena ingin memberikan pengalaman perjalanan yang berbeda untuk anak-anak. Perjalanan udara Surabaya-Batam memakan waktu 2 jam. Setibanya di Bandara Hang Nadhim kami meluncur ke Pelabuhan Telaga Punggur. Suasana di pelabuhan penyeberangan Telaga Punggur di Kota Batam ini seperti suasana di terminal bus antar kota di kota-kota besar di Jawa. Di ujung pintu masuk sudah tampak beberapa agen yang menawarkan tiket feri dari berbagai perusahaan feri. Tidak terlalu berbeda jenis pelayanan yang ditawarkan. Begitu juga harganya, antara Rp. 50.000,- sampai Rp. 60.000,-. Yang menarik adalah apa yang ditawarkan oleh para agen ini hanya tentang waktu keberangkatan feri. Tiap 15 menit ada jam keberangkatan feri yang bergantian antar perusahaan feri. Jadi, penumpang tak perlu menunggu lama. Dan dalam waktu 60 menit akan sampai di Pulau Bintang. Tepatnya di pelabuhan Sri Bintan Pura, Kota Tanjung Pinang. Feri yang kami tumpangi diisi oleh 3â „4 penumpang dari full kapasitas sekitar 200. Feri ini terdiri dari dua tingkat. Dan hanya diisi penumpang, tidak ada kendaraan bermotor. Ukuran feri cukup besar. Perjalanan menuju Pelabuhan menembus hujan di bulan Desember cukup membuat deg-deg-an karena sesekali terasa ombak yang cukup besar. Maklum, Desember adalah saat penghujan dengan ombak laut tinggi. Syukurnya, kapal yang berukuran besar ini hanya sedikit mengurangi kenyamanan. Naskah : Eighty Mardiyan K., dr., Sp.OG Foto : istimewa

http://2.bp.blogspot.com/-WJTQ0nltoRk/SOxfdim_dKI/AAAAAAAABEY/ulT-pU6lP1Y/s1600/Pantai%2BKusik-20.jpg

2016

5

29


eksplorasi

bedah rumah sakit

SURABAYA SKIN CENTRE

Up Grade Skill

dan Update Teknologi Demi Pasien Rumah sakit acapkali dicitrakan sebagai “rumahnya orang sakit� yang menakutkan dan kesannya jauh dari kata bahagia (happy). Namun, di klinik Surabaya Skin Center (SSC), kata “happy� itu menjadi salah satu tujuan utama yang ingin dicapai. Bahwa SSC siap memberikan pelayanan terbaik agar pasien yang berkunjung mencapai tujuannya dan bahagia.

T

epat 18 Nopember 2016, SSC genap berusia 10 tahun. Selama 10 tahun berdiri, klinik yang beralamat di Jalan Prof. Dr. Moestopo nomor 175 Surabaya ini telah berkembang sebagai pusat kesehatan kulit dan laser plus praktek dokterdokter spesialis kulit dan kelamin. SSC juga didukung SDM yang ramah dan terampil, suasana klinik yang nyaman, serta layanan apotek dalam satu atap.

30

5

2016

Semua kualitas plus tersebut tentunya akan menambah kenyamanan pasien dalam menjalani perawatan. Direktur Utama SSC, Ni Putu Susari Widianingsih, dr., Sp.KK, FINSDV, mengatakan, dasar pemikiran mendirikan SSC adalah ingin mempunyai klinik atau pusat kesehatan kulit yang bisa menangani masalah-masalah kulit dan juga masalah kosmetik. Menurutnya, tahun 2006 silam,

kebanyakan klinik-klinik masih berupa klinik kecantikan yang fokusnya lebih ke kosmetik. Sementara untuk klinik dengan dokter spesialis kulit dan kelamin masih belum ada. Karenanya, di akhir pendidikannya sebagai dokter spesialis kulit dan kelamin di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga pada 2005, ia bersama founder yang sekaligus owner SSC yaitu Trisniartami Setyaningrum, dr., Sp.KK dan founder lainnya yaitu Dr. M.


Yulianto Listiawan, dr., Sp.KK(K), FINSDV, FAADV lantas terpikir untuk mendirikan pusat pengobatan kulit. Setahun kemudian, setelah melakukan persiapan matang, SSC resmi dibuka pada 18 Nopember 2006. Sebenarnya, ide awal mendirikan SSC muncul ketika mereka bertiga melihat National Skin Care yang ada di Singapura. “National Skin Care yang merupakan pusat pengobatan kulit, ternyata nggak hanya concern pada kulit kosmetik, tetapi juga semua masalah kulit umum seperti gatal, alergi, infeksi, jamur, penyakit autoimun, kulit putih-putih yaitu vitiligo. Ide awal mendirikan SSC dari situ, dan kami selalu berusaha untuk paling tidak sepadan,” tegasnya.

Layanan Profesional

Sejak itu, SSC menjadi jujugan bagi pasien penyakit kulit dan kelamin, baik di Surabaya maupun dari luar Surabaya. Dengan memiliki tenaga profesional, pasien penyakit kulit dan kelamin jadi tidak ragu untuk mempercayakan pengobatan dan perawatan kulitnya. Hal itu selaras dengan semangat yang diusung SSC sebagai dermatologis profesional yang terpercaya. “The Professional Dermatologist You Can Trust”, begitu tagline dari SSC. Beberapa layanan di SSC diantaranya pengobatan dermatologi umum oleh dokter spesialis kulit dan kelamin, SSC menyediakan pelayanan medis yang berkaitan dengan penyakit-penyakit kulit dan kelamin. SSC juga memberikan pelayanan konsultasi dan tindakan medis kepada para pelanggan yang ditangani oleh dokter-dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Konsultasi awal ini sangat penting. Sebab, SSC menyadari bahwa setiap individu adalah unik yang memiliki

masalah kulit, tipe kulit serta respons, dan risiko terhadap pengobatan yang berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. “Misi kami adalah memberikan pengobatan untuk semua kelainan di bidang penyakit kulit dan kelamin dengan berdasarkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh secara profesional, efektif dan mengikuti standar operasional yang ada,” ujar dokter Putu.

Adopsi Teknologi Terkini

Seiring dinamisnya perkembangan zaman, Surabaya Skin Center terus berupaya memperbarui kebutuhan alatalat kesehatan yang ada. Diantaranya dengan mengadopsi penggunaan peralatan laser. “Dari awal kita sudah memikirkan akan melengkapi alat-alat seperti laser. Waktu itu belum banyak yang pakai. Belum terlalu booming, tapi sudah mulai. Cuma kebanyakan yang mengoperasikan adalah dokter umum, bukan dokter kulit. Padahal yang seharusnya ahli di bidang ini adalah dokter kulit. Karena alat tersebut ranah kita (dokter kulit) kenapa kita tidak pergunakan,” jelas dokter Putu. SSC tidak sekadar mengikuti perkembangan teknologi, tetapi juga menjadikan itu sebagai momentum untuk meng-update ilmu. Menyadari itu sebagai kebutuhan, dokter-dokter kulit di SSC pun mau belajar untuk mengenal dan juga mengoperasikan alat-alat baru tersebut. Termasuk mengikuti pelatihan pengoperasian alat laser. Baik pelatihan di dalam maupun di luar negeri. Seperti

gadget yang terus tampil dengan wajah dan inovasi baru, alat laser itu pun berkembang cepat. Dokter-dokter SSC belajar, selalu update ilmu dengan mengikut pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. Selain penggunaan alat laser, Surabaya Skin Center juga memiliki alat-alat terbaru. Diantaranya alat-alat yang berbasis energi (energy-based device) seperti infrared, radiofrekuensi, ultrasound. Termasuk fototerapi dan juga teknik-teknik baru seperti platelet rich plasma (PRP), injeksi botox, filler, dan threadlift. Penggunaan alat-alat modern tersebut dilakukan demi meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. SSC berusaha selalu update dengan cara mengikuti perkembangan yang ada yang semata-mata bukan untuk tren, namun untuk kepentingan pengobatan dan kenyamanan pasien. Terapi maupun tindakan yang memiliki evidence-based akan diterapkan sebagai dasar pelayanan di klinik ini.

Asah Skill Dokter

Surabaya Skin Center juga berupaya meningkatkan kualitas dokter-dokternya melalui pelatihan dan menambah wawasan dengan mendatangkan narasumber. Ada sekitar tujuh (7) dokter di SSC yang merupakan spesialis kulit dan kelamin. SSC menyadari, tanpa adanya dokter-dokter yang berilmu dan skill tinggi, keberadaan alat-alat canggih tersebut tidak akan memberikan banyak manfaat. Sebab, secanggih apapun alatnya, tetap yang paling menentukan adalah

Misi kami adalah memberikan pengobatan untuk semua kelainan di bidang penyakit kulit dan kelamin dengan berdasarkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh secara professional 2016

5

31


eksplorasi

bedah rumah sakit

Dr. M. Yulianto Listiawan, dr., Sp.KK(K), FINS DV, FAA DV

Sawitri, dr., Sp.KK(K), FINS DV, FAADV

Ary Widhyasti Bandem, dr., MKes, Sp.KK, FINS DV, FAADV

penggunanya dalam hal ini dokternya. Karena itu, SSC seringkali mengadakan pelatihan untuk menambah skill dokterdokternya. Di SSC rutin diadakan pelatihan eksternal dan internal, baik ketika ada alat baru, teknik baru, maupun ilmu baru. Tidak jarang SSC mendatangkan narasumber dari luar negeri untuk semakin meningkatkan kualitas dokter-dokternya. Terkait segmentasi, SSC ada untuk semua umur dan bukan hanya untuk kecantikan dan kosmetika saja. Laser yang dimiliki SSC, selain untuk untuk kecantikan, juga bisa untuk treatment kelainan kulit bawaan seperti tanda lahir, juga bisa untuk jaringan parut pascaoperasi atau luka bakar, jerawat, kelainan pigmentasi dan penyakit alergi. Dikatakan juga bahwa kelainan bawaan seperti pembuluh darah dan pigmen lebih baik ditangani sejak dini. Karena kulit masih muda regenerasinya masih cepat. Sel-selnya juga masih muda sehingga

Trisniartami Setyaningrum, dr. Sp.KK

Ni Putu Susari Widianingsih, dr., Sp.KK, FINS DV, FAADV

Irmadita Citrashanty, dr., Sp.KK

Fitri Abdullah Jawas, dr., Sp.KK

lebih mudah penanganannya SSC menyadari bahwa belum banyak masyarakat yang tahu perihal kemanfaatan layanan kesehatan kulit di Surabaya Skin Center. Karenanya, SSC merasa perlu untuk mengedukasi masyarakat seperti dengan memberikan penyuluhan langsung atau melalui bincang-bincang (talk show) di radio ataupun media cetak. Edukasi tersebut penting untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat yang beberapa diantaranya masih mempercayai mitos. SSC juga tergerak menyoroti maraknya kosmetika palsu di pasaran yang tentu saja membahayakan kulit. Diimbau agar pasien jeli memperhatikan ketika memilih krim atau kosmetika. Jangan hanya tergiur oleh iklan di media massa. Bila perlu, tidak ada salahnya untuk mengkonsultasikan pemilihan krim dan kosmetik kepada dokter spesialis kulit. “Lebih baik konsultasi kepada dokter dulu. Harus dicoba dulu. Kebanyakan orang hanya

melihat iklan di televisi. Padahal untuk memberikan terapi, seseorang itu kan kita harus liat secara langsung tidak bisa melalui online,� tutur dokter Putu.

Layanan Terbaik

DI SSC, setiap pasien yang datang akan dianalisa dengan alat canggih untuk melihat kondisi kulitnya, kemudian akan diberikan saran yang terbaik untuk pasien atau pelanggan. SSC memberikan pilihan kepada pasien. Obatnya pun kita tidak dijual bebas. Pasien diedukasi agar kontrol untuk evaluasi pengobatan dan menyikapi efek samping yang ditimbulkan obat. Ke depan, SSC akan terus melakukan inovasi. SSC tidak akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan terkini pasien dan mengikuti tren. Apa yang bagus dan mampu dilakukan, akan dijalankan oleh SSC. Dan, salah satu inovasi ke depan adalah melakukan pelayanan via website. Ini untuk menyikapi perkembangan teknologi informasi di mana setiap orang kini akrab dengan gadget. Inovasi lainnya adalah dengan memperbanyak divisi agar lebih spesifik. Serta, melakukan kerja dengan pihak rumah sakit lain seperti RSUD Dr. Soetomo, bila memang kasusnya berat. SSC juga fokus pada penelitian dengan mengoptimalkan staf dan dosen pengajar yang memang ditujukan untuk project penelitian dengan sarana yang ada di SSC. “SSC punya cita-cita ingin berbagi ilmu dengan pelatihan. SSC menjadi tempat pelatihan dan menjadi wadah untuk pembelajaran. SSC juga ingin menjalankan kerjasama dengan pihak lain, karena mungkin ada beberapa kasus yang sulit untuk dikerjakan,� imbuh dia. (*)

Naskah : hadi Foto : dokumen pribadi

32

5

2016


cito

laporan utama

Moh. Adib Khumaidi, dr., Sp.OT Sekretariat Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)

GRATIFIKASI

FARMASI 2016

5

33


cito

laporan utama

Akhir-akhir ini, isu gratifikasi farmasi pada profesional dokter, menjadi perbincangan di kalangan profesi kedokteran. Terlebih lagi, beberapa media cetak dan elektronik mengangkat pemberitaan terkait isu gratifikasi di kalangan dokter yang pada akhirnya mendapatkan berbagai respon beragam baik dari kalangan dokter dan dokter gigi, maupun masyarakat.

B

icara tentang gratifikasi, telah dijelaskan pada penjelasan Pasal 12B ayat (1) UndangUndang Nomor 20 tahun 2001 yang diartikan sebagai pemberian dalam arti luas. Yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Di UU Nomor 20 tahun 2001 ini sebenarnya tidak menyebut spesifik tentang gratifikasi farmasi. Tetapi, sebagian masyarakat awam melihat gratifikasi sebagai praktik lama yang telah menjadi rahasia umum dan selalu dikaitkan dengan kerjasama dokter dengan mitranya (perusahaan farmasi dan perusahaan alat kesehatan). Terlebih dengan terbitnya peraturan dari Menteri Kesehatan Nomor 14 tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan, yang menambah dan membuat resah dokter dalam

34

5

2016

menjalankan profesinya. Terkait dengan pemahaman tentang “gratifikasi farmasi”, Sekretariat Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Moh Adib Khumaidi, dr., Sp.OT menjelaskan bahwa dalam praktik sehari-hari, seorang dokter tidak lepas dari peran instrumen praktik kedokteran berupa alat kesehatan dan sediaan farmasi. Kedua instrumen tersebut digunakan di hampir semua tahapan tindakan kedokteran namun, dalam interaksi antara dokter dengan mitra

Tetapi sebenarnya, dalam praktiknya, seorang dokter terikat kepada Sumpah Dokter dan Etika Kedokteran yang mengharuskannya mengedepankan kepentingan pasien di atas kepentingan lainnya. Hal ini juga yang menumbuhkan kedudukan independen dari pelayanan kedokteran. Dalam arti, dokter tidak boleh dipengaruhi oleh segala bentuk intervensi di luar pertimbangan medis sebagai upaya kesembuhan dan keselamatan pasien

sebagai penyedia instrumen praktik, seorang dokter dihadapkan kepada kompensasi yang ditawarkan mitra. Kompensasi dari pelayanan yang menggunakan produk instrumen mereka. Hal ini menimbulkan polemik baik dari aspek etik dan hukum yang dianggap sebagai gratifikasi. “Tetapi sebenarnya, dalam praktiknya, seorang dokter terikat kepada Sumpah Dokter dan Etika Kedokteran yang mengharuskannya mengedepankan kepentingan pasien di atas kepentingan lainnya. Hal ini juga yang menumbuhkan kedudukan independen dari pelayanan kedokteran. Dalam arti, dokter tidak boleh dipengaruhi oleh segala bentuk intervensi di luar pertimbangan medis sebagai upaya kesembuhan dan keselamatan pasien,” jelas dokter Adib. Bagaimana bila ada perusahaan farmasi yang memberi “hadiah” kepada seorang dokter? Dokter Adib menyebut organisasi profesi dokter yaitu IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sudah membuat ketentuan yang dituangkan dalam norma etik yang disebut dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Di dalam ketentuan Kodeki disebutkan bahwa dalam hal pemberian donasi kepada profesi kedokteran, mitra terkait tidak boleh menawarkan hadiah/penghargaan, insentif, donasi, finansial dalam bentuk bentuk apapun juga, yang dikaitkan dengan penggunaan produk tertentu. Lalu, pemberian donasi dan atau hadiah dari mitra terkait hanya diperbolehkan untuk organisasi profesi kedokteran dan tidak diberikan kepada dokter secara individual. Demikian pula pada penjelasan Pasal 3 cakupan pasal (11): bahwa pemberian sponsor kepada seorang dokter haruslah dibatasi pada kewajaran dan dinyatakan jelas tujuan, jenis, waktu, dan tempat kegiatan ilmiah tersebut serta kejelasan peruntukan pemberian dimaksud dan secara berkala dilaporkan kepada Pimpinan organisasi profesi setempat untuk diteruskan ke Pimpinan Besar Ikatan Dokter Indonesia. Dijelaskan dokter Adib, seorang


dokter mempunyai kewajiban seperti yang diperintahkan dalam UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dalam pasal 28 ayat (1) bahwa setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi. Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan tersebut selain sebagai kewajiban terhadap Undang-Undang untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi (Serkom) Dokter dan Dokter Gigi, juga untuk meningkatkan mutu pelayanan kedokteran kepada masyarakat. Hal ini menjawab adanya berita beberapa pihak dokter dan rumah sakit yang memandang bahwa gratifikasi dari farmasi adalah hal yang lumrah karena pemberian ini dianggap dapat meningkatkan kapasitas dokter. Dengan adanya ketentuan dalam UUPK, seharusnya negara yang bertugas menyediakan dana dan biaya dalam penyelenggaraan P2KB (pendidikan kedokteran berkelanjutan). Selama negara belum mampu, maka dapat dibantu oleh sponsor sesuai ketentuan Kodeki dan aturan perundang-undangan. “Seorang dokter dapat menerima bantuan dari pihak sponsor untuk keperluan keikutsertaan dalam temu ilmiah mencakup pendaftaran, akomodasi dan transportasi sewajarnya sesuai kode etik,” jelasnya. Terkait kemunculan fenomena oknum dokter yang menganggap gratifikasi ini sebagai bentuk “hutang budi” sehingga berujung pada pemberian resep obat yang kadang tidak diperlukan oleh pasien, dokter Adib menegaskan bahwa IDI selaku organisasi profesi dokter, juga berperan dalam melakukan pembinaan kepada anggotanya. Baik itu dilakukan oleh BHP2A (Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota ) atau MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran ). “Perlu advokasi kepada anggota dan perhimpunannya untuk membuat

SOP (Standard Operation Procedur) sebagai pencegahan kepada anggota agar tidak menjadi “victim” dan dilaporkan oleh masyarakat terkait dengan gratifikasi yang terindikasi suap,” sambung dokter Adib. Menurut dokter Adib, munculnya fenomena gratifikasi farmasi, bukan karena adanya oknum dokter, tetapi “oknum farmasi”. Sebab, para anggota IDI atau dokter di seluruh Indonesia tidak pernah diajarkan dengan proses-proses “hutang budi”. Kalaupun ada yang terjadi, maka harus dilihat lebih dalam terutama pada aspek marketing farmasi yang akhirnya melakukan segala cara agar si dokter mau bekerjasama. “Di luar negeri, hal seperti ini yang menjadi subjek bukan dokternya, tetapi farmasinya. Sehingga yang terkena

Perlu advokasi kepada anggota dan perhimpunannya untuk membuat SOP (Standard Operation Procedur) sebagai pencegahan kepada anggota agar tidak menjadi “victim” dan dilaporkan oleh masyarakat terkait dengan gratifikasi yang terindikasi suap

denda oleh negara adalah farmasinya. Dokter hanya obyek dalam proses marketing farmasi,” jelasnya. Di masyarakat, gratifikasi farmasi saat ini masih dipandang sebagai hal negatif. Pasalnya, belum ada kesepahaman tentang proses sponsorship di profesi kedokteran dengan pihak terkait seperti KPK dan

masyarakat, termasuk melalui media. Masyarakat menganggap bahwa harga obat tinggi dikarenakan para dokter. Padahal, jika melihat komponen harga obat terkait dengan biaya bahan baku obat (90% impor), biaya operasional, biaya marketing dan Promosi (± 30%) yang tidak semuanya buat dokter (untuk sponsorship P2KB/CME), biaya distribusi, biaya pajak dan lain-lain. “Hal ini pun pernah ditanyakan ke pihak Farmasi, sebenarnya berapa persen sih farmasi farmasi mengeluarkan biaya untuk sponsorship dokter? Pihak farmasi pun tidak bisa memberikan jawaban karena sebenarnya nilainya sangat kecil dan tidak berimplikasi banyak pada harga obat,” jelasnya. Terkait gratifikasi farmasi, PD IDI pernah menyampaikan siaran pers yang menekankan pada beberapa poin. Diantaranya gratifikasi untuk tujuan sponsorship CME/ P2KB tidak dilarang sepanjang masih sesuai dengan Kodeki dan UU Praktik kedokteran yaitu untuk tujuan yang tidak bertentangan etika kedokteran dan sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan. Poin berikutnya, murah/mahalnya harga obat ditentukan oleh perusahaan farmasi atas persetujuan penentu kebijakan bukan oleh dokter. Kemudian, tidak semua gratifikasi dianggap suap. Ada juga poin perlunya dbuat panduan besaran maksimal sponsorship bagi setiap dokter yang mengikuti kegiatan P2KB/CME baik sebagai peserta/ pembicara/ moderator berdasarkan pedoman dari profesi dokter. Juga perlu dibentuk tim khusus yang berfungsi mengawasi kegiatan P2 KB/CME profesi dokter dari kesepakatan yang ada, perlu diintensifkan kembali fungsi UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi) di Kementrian Kesehatan dalam fungsi pembinaan/ sosialisasi maupun dalam rangka penerapan sanksi. Serta, PB IDI bersama perhimpunan dibawahnya akan membuat mekanisme/SOP dalam hal sponsorship terkait dengan kegiatan P2KB/CME. (*) Naskah : hadi Foto : istimewa

2016

5

35


hobi

inspirasi

Diah Mira Indramaya, dr., Sp.KK dan Liliek Murtiningsih, dr., Sp.JP

Aktif Tebarkan Virus Cinta Batik Sejak kecil tumbuh bersama ibu yang suka mengoleksi dan mengenakan baju batik membuat Diah Mira dan Liliek terpesona dengan batik. Kini, keduanya mewarisi kecintaan sang ibu pada kain asli nusantara ini. Batik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup Diah dan Liliek.

“S

aya suka batiknya nurun ibu saya. Saya sering melihat beliau kalau ada undangan manten, sebelumnya di tempat tidur sudah ada beberapa alternatif kain batik dan kebaya pasangannya untuk dipilih. Itu persis yang saya lakukan sekarang,� kenang Diah.

Jatuh Cinta

Layaknya orang jatuh cinta, dia pun merasa bahagia bila bisa

36

5

2016

sering bertemu yang dicintainya. Maka, mengunjungi pameran batik pun menjadi agenda rutin baginya. Layaknya orang jatuh cinta, dia juga enggan berpisah dengan koleksi batikbatiknya. Ke mana pun Diah pergi, batik selalu menemaninya. Bukan dengan cara selalu membawa batik. Tetapi, foto-foto batik tersimpan rapi di galeri foto di handphone nya. Meski sudah memiliki ratusan koleksi kain batik, tetapi Diah enggan disebut sebagai kolektor batik. Dia

lebih senang menyebut dirinya sekadar pecinta batik.

Tak Sekadar Lembaran Kain

Rasa cintanya pada batik kian besar tatkala dirinya tahu bahwa batik bukan sekadar selembar kain. Tetapi, ada makna filosofis di dalamnya, termasuk juga cerita dibalik proses pembuatannya yang rumit dan sama sekali tidak mudah. Satu batik tulis dibuat di atas


Koleksi batik Diah Mira Indramaya, dr., Sp.KK

kain putih polos yang kemudian dipola dan dibatik dengan menggunakan canting, tidak pernah akan menghasilkan batik yang persis sama. Ini yang membuat selembar kain batik menjadi unik, menarik, dan patut dihargai. “Diantara sekian banyak motif batik, saya paling suka batik dari Tanjungbumi, Bangkalan. Motifnya bagus, isen-isennya juga penuh dan beragam, dengan warna yang tegas, khas madura,” tuturnya.

Memanjakan Kain

Kecintaan batik yang menurun dari sang ibu, juga dirasakan Liliek. Masih segar dalam ingatan, ketika dirinya masih bersekolah di sekolah dasar, ibundanya setiap hari senang berkain dan sangat suka menumpuk kain panjang. Dia ingat betapa senangnya ketika membantu nyuci lalu ngratus memakai kurungan ayam dan kemudian dibakarkan dupa ratus wangi bikinan Solo yang wanginya sangat ia senangi. Dia juga yang membantu mewiru sampai dengan melipat. Sedangkan ibunya mencuci kain dengan lerak yang masih bulat dilumatkan kemudian dikanji. “Saya kira, dari situlah saya menyukai batik karena ketika lulus SMP tahun 69 kemudian dikirim ke Jogja untuk sekolah SMA, kadang saya masuk ke toko-toko batik terkenal kala itu sambil menikmati

dan membaca motif-motifnya dengan penuh perhatian,” kenang Liliek.

Kain Panjang Pertama

Meski begitu, kesukaan dokter Lilik pada kain batik saat itu sebatas bisa mengagumi. Dia hanya bisa menahan keinginan untuk memiliki kain sendiri. Baru di akhir tahun 70-an, tepatnya di tahun 1979, ia akhirnya memiliki kain panjang sendiri dari uang peningset yang diberi oleh calon mertuanya. “Saat sumpah dokter, saya membeli sendiri motif Kawung Byur. Dan ketika tugas inpres di Kalimantan Selatan, uang yang saya sisihkan tidak saya pakai untuk membeli intan berlian seperti orang lain, tapi malah titip jarik tulis pada teman yang pulang ke Jogja,” ujarnya.

Batik yang Membuat Haru

Kini, Liliek mengoleksi lebih dari 500 lembar batik dari berbagai daerah. Dari sekian ratus koleksinya, Liliek selalu berdebar dan terharu dengan batik klasik Sogan dengan batikan yang menurutnya “bernyawa”. Atau juga Gagrak Solo yang dominan cokelat atau Jarik Jogja yang dominan putih dan juga batik Madura yang merah. Setiap melihat dan mengelus batik, ia serasa terbayang seorang artis gambar yang menyorek kain mori putih, hingga dibatik menggunakan malam, kemudian di-lorot dan nembok

lagi lalu di-bintoni dan disoga. “Betapa kerja besar yang butuh kesabaran ketelitian, tekun, dan rasa cinta,” imbuhnya.

Giatkan Cinta Batik

Sebagai pecinta batik, Liliek berharap ada upaya nyata pemerintah untuk secara kontinyu dengan kesungguhan memelihara, melestarikan dan menggiatkan penggunaan batik di berbagai tingkatan. Apakah itu batik cap, batik tulis kasar, batik tulis halus dan premium. Baginya, batik bukan hanya memiliki esensi eksotis yang sarat makna dan juga cermin budaya asli nusantara. Lebih dari itu, batik disebutnya berhubungan erat dengan kedokteran. Dia mengambil contoh Gringsing yang digunakan selimut bagi orang sakit agar cepat sembuh atau agar terhindar dari penyakit. Dia juga berharap ada lebih banyak lagi kalangan dokter yang cinta batik. “Motif-motif batik banyak yang memberi arti kesejahteraan, kebahagiaan, kejayaan yang menjadi jalan untuk kesehatan dan umur panjang. Semoga apa yang saya sampaikan ini dapat menambah jumlah pecinta batik di kalangan dokter, khususnya di FK Unair,” pungkas Liliek. (*) Naskah : hadi Foto : Farid dan Dokumen Pribadi

2016

5

37


38

5

2016

renungan

filosofi


Simpan Kepalamu

Biarkan Hatimu Bicara Agus Ali Fauzi, dr., PGD. Pall. Med (ECU)

K

esehatan dan produktifitas kita, disadari atau tidak, sangat dipengaruhi emosi kita. Kondisi yang sama, namun dengan suasana hati (emosi) yang berbeda, akan menghasilkan tindakan yang sangat berbeda pula. Meski peran kecerdasan emosional (Emotional Intelligence, Bantam Books 1995) ini sudah diteliti Daniel Goleman 20-an tahun lalu, keterampilan kita dalam mengelola emosi tampaknya belum berkembang dengan baik. Sayangnya, hal yang sangat mendasar tersebut jarang sekali dikenali dengan baik, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai gangguan kesehatan, mulai dari yang ringan seperti hilangnya motivasi bekerja, sampai yang berat dan mengakibatkan penyakit kronis seperti, jantung koroner, stroke, diabetes, hingga kanker. Siapa nyana bahwa penyakitpenyakit “gaya hidup” ini sesungguhnya berawal dari ketidakmampuan kita mengelola emosi dengan baik? Atau dalam jargon populernya, menunjukkan ketidakmampuan kita mengelola dan menata “hati?” Kita memang jarang menyadari, sesungguhnya, emosi kita tak pernah tetap. Dan, tentu saja, tak akan pernah menjadi tetap, stabil dan permanen. Sebab itulah ia disebut emotion (emosi) yang berasal dari kata “motion” yang berarti gerak. Dari satu situasi ke situasi lain, kita terusmenerus berubah. Saat ini Anda bersedih, saat lain Anda bergembira; suatu saat Anda menjadi pemarah, saat lain Anda menjadi penyayang. Sekarang ini Anda penuh cinta, besok, atau lusa, bisa jadi Anda dipenuhi kebencian;

Gaya hidup ini sesungguhnya berawal dari ketidakmampuan kita mengelola emosi dengan baik? Atau dalam jargon populernya, menunjukkan ketidakmampuan kita mengelola dan menata hati?

suatu pagi terasa begitu indah, namun malamnya terasa menjemukan. Perputaran emosi ini berlangsung terus-menerus. Setiap saat. Dalam setiap situasi dan kondisi. Berbagai penelitian (antara lain oleh Daniel Gilbert, Stumbling on Happiness, 2006), juga menemukan, pengelolaan emosi yang buruk yang tercermin dalam stres, sesungguhnya ikut memicu produksi hormon-hormon negatif yang menghantam sistem kekebalan tubuh kita, dan membuat kesehatan kita menjadi sangat rentan terhadap serangan penyakit. Ironisnya, sistem pertahanan tubuh kita justru lebih rentan terhadap serangan “masalah-masalah kecil” yang terjadi setiap harinya, dibandingkan serangan “masalah-masalah besar” dalam kehidupan. Menurut Gilbert, sistem kekebalan psikologis kita cenderung lebih mudah mengantisipasi masalahmasalah besar yang membuat kita

sedih dan kecewa, dengan mengubah persepsi kita akan fakta-fakta menjadi lebih positif, atau dengan menemukan kambing hitam untuknya. Misalnya, perceraian, kehilangan pekerjaan, atau kematian keluarga dekat, adalah serangan besar terhadap kebahagiaan emosional kita, karena itu ia akan mengaktifkan pertahanan psikologis kita dengan optimal. Namun, sistem pertahanan ini tidak akan aktif karena sebab yang sepele seperti ejekan rekan kerja, kemacetan lalu lintas, atau gagal menemukan tempat parkir. Ponsel yang tiba-tiba ngadat jelas membuat kita kesal, tetapi bukanlah masalah yang membawa maut bagi kesehatan emosional kita, sebab itu tak sampai memicu pertahanan pertahanan psikologis. Di sinilah soalnya, akan lebih sulit mendapat pandangan positif dari sebuah pengalaman “buruk” yang ringan, ketimbang pengalaman “sangat buruk” yang berat. Ibarat pertahanan, serangan besarbesaran pesawat tempur dan peluru kendali ke Amerika Serikat, jelas akan memicu sistem pertahanan canggih negara tersebut. Namun, serangan segelintir orang yang menyamar sebagai mahasiswa atau profesional muda, sering kali lebih mendatangkan kehancuran. Itulah sebabnya, sesungguhnya, setiap upaya “mengobati” adalah bukan “mengobati” penyakit, tetapi “mengobati” manusia. Serta meliputi aspek-aspek dasar seperti struktur, biokimia, dan psiko-sosial-kultural. Pengobatan tak hanya berfokus pada salah satu dari dimensi-dimensi tersebut. Tentu, tak ada solusi tunggal, itulah perlunya pendekatan yang lebih holistik bagi perawatan kesehatan.

2016

5

39


profil group

skeleton

Angkatan 91 FK Unair

Sukses di Banyak Tempat, Hati tetap di Surabaya “Setiap saat setiap waktu, ingat dirimu. Setiap saat setiap waktu, ku ingin berjumpa”

L

agu lawas berjudul “Kau Yang Terindah” dari band Java Jive itu mengiringi cerita film pendek di laptop milik Musofa Rusli alumi FK Unair angkatan 91. Bukan sebuah film biasa. Tapi film yang bernilai cerita dan kenangan luar biasa. Tentang angkatan 91 Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga. Tentang ikatan pertemanan yang tak lekang oleh waktu. Terus terjalin erat. Meski, setiap individu telah memiliki kehidupan masing-masing. Sebenarnya, cerita film itu dibangun dari rangkaian foto-foto angkatan 91 FK Unair. Puluhan foto dari berbagai era itulah yang

Reuni angkatan 91 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

40

5

2016

berbicara. “Ada sekitar 100-an foto. Dua bulan lamanya kami mengumpulkan foto-foto dari yang paling lama hingga yang terbaru. Kami minta dari teman-teman. Kebetulan saya yang jadi koordinator pengumpulan fotonya,” ujar Musofa Rusli mengawali cerita kebersamaan angkatan 91 FK Unair.


Film pendek lewat kisah diorama foto-foto itu menjadi “oleh-oleh” dari reuni perak angkatan 91 FK Unair pada Januari 2016. Tidak mudah memang mengumpulkan kembali kawan-kawan lama yang sempat terpisah entah ke mana selama beberapa tahun. Dari 180 orang alumni FK Unair, beberapa diantaranya putus kontak. Apalagi di tahun kelulusan, tahun 1998, belum ada yang namanya handphone. Baru di tahun 2001, silaturahmi antar alumni angkatan 91 FK Unair ini terjalin.

Reuni Kecil Silaturahmi kala itu hanya bisa dijalin dengan cara bertemu langsung. Beruntung, dari 180 orang tersebut, beberapa merupakan arek Suroboyo asli yang masih tinggal di Surabaya. Merekalah yang menjadi motor penggerak untuk bereuni. Diantaranya Pramana, Brahmana dan juga Musofa. “Kami lalu mengadakan reuni kecilkecilan di rumah Brahmana dengan hanya diikuti 20 orang. Kami lalu rutin bertemu setiap tahun. Kegiatan yang rutin adalah sholat tarawih bersama dan halah bihalal ketika Lebaran,” ujar Musofa.

Dipertemukan oleh Facebook Niatan untuk mengumpulkan kembali kawan-kawan angkatan 91 itu mendapat kemudahan ketika Facebook mulai populer di Indonesia pada penghujung 2000-an. Upaya mengumpulkan angkatan 91 FK Unair juga terbantu dengan adanya beberapa angkatan yang telah menjadi pasangan suami istri. Sehingga, ketika akan melakukan reuni, lebih mudah untuk mengajak berkumpul karena sudah satu paket. Maka, jadilah reuni perak angkatan 91 FK Unair digelar semarak dengan kehadiran tak kurang dari 90 orang alumnus. “Beberapa tidak hadir karena ada yang masih di luar negeri,” terang dokter spesialis penyakit dalam ini.

Tampil Kompak Angkatan 91 FK Unair memang istimewa. Mereka kompak. Gambaran betapa kompaknya, terlihat dari baju yang mereka kenakan ketika peresmian prasasti alumni FK Unair pada 31 Januari lalu. Bila angkatan lainnya

Niatan untuk mengumpulkan kembali kawan-kawan angkatan 91

agar kompak mengenakan baju sesuai dress code yang disepakati masingmasing semisal pakai baju warna putih atau batik warna tertentu, tetapi tidak dengan angkatan 91 yang datang mengenakan baju batik dengan corak dan warna yang sama persis. “Sebulan sebelum acara, batiknya dikirim ke tempat tinggal alumni angkatan 91 di seluruh Indonesia, dengan koordinasi yang lebih baik,” sambung dokter yang kini menjadi kandidat Phd Universitas Rasmus, Rotterdam tersebut.

Ukir Prestasi Tak hanya kompak, banyak dari angkatan 91 FK Unair yang telah sukses berkarier. Mulai dari menjadi direktur rumah sakit, aktif di Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat, menjabat di Direktorat Kementrian Kesehatan, aktif di LNFA (lembaga di bawah WHO organisasi kesehatan dunia), jadi tentara sampai menjadi pebisnis. Serta, juga menjadi dokter yang memiliki skill, wawasan luas, dan jam terbang tinggi sehingga mampu bermanfaat bagi masyarakat. Tiga orang alumni angkatan 91 FK Unair juga bekerja di luar negeri. “Termasuk profesor Thaha yang menjadi profesor termuda di FK Unair, juga merupakan angkatan 91,” sambung Musofa yang kini mendapat

mandat sebagai Ketua UCI (Unit System Information) yang mengendalikan seluruh jaringan internet di FK Unair.

Pelangi Setelah Badai Kesuksesan itu bak menjadi pembenar bahwa selalu ada kemudahan setelah kesulitan. Ada pelangi setelah badai. Di awal-awal masa kelulusan pada 1998 silam, banyak dari angkatan 91 FK Unair yang merasakan susahnya bekerja di era krisis moneter. Tetapi memang, benar adanya bahwa silaturahmi itu mampu menyegarkan hati dan membuka pintu rezeki. Karena silaturahmi yang terjalin dengan baik, para alumni angkatan 91 FK Unair dengan skill dan kompetensinya, kini menikmati kesuksesan masing-masing. Tidak hanya sukses dalam profesi. Tetapi juga sukses dalam berhubungan baik sesama manusia. Mereka memang sukses bekerja di berbagai tempat. Namun, “hati” mereka senantiasa ada di Surabaya. Tatkala kawan-kawan lama menyapa untuk bereuni, maka pulanglah mereka ke Surabaya. Menyapa kembali almamater mereka, FK Universitas Airlangga. (*) Naskah : hadi Foto : Dokumen pribadi

2016

5

41


eksplorasi

bedah rumah sakit

RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

Layanan Islami Berbasis

“Mind, Heart, and Spirit” “Kesembuhan datang dari Allah. Kepuasan pasien tanggung jawab kami”. Moto itulah yang menjadi “ruh” Rumah Sakit Islam (RSI) Surabaya dalam memberikan pelayanan kesehatan paripurna secara Islami kepada pasiennya. Moto itu pula yang mendorong RSI terus meningkatkan kualitas pelayanannya.

42

5

2016


S

elama 40 tahun beroperasi, RSI Surabaya berikhtiar untuk menjadi pilihan masyarakat, ternyata niatan ini berbuah manis. RSI Surabaya berkembang menjadi rumah sakit yang representatif dan dapat dibanggakan dalam memberikan upaya promotif, preventif, kuratif, edukatif, dan rehabilitatif demi tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh masyarakat. Direktur RSI Surabaya, H.Samsul Arifin, dr., MARS menyatakan, dalam upaya memberikan pelayanan terbaik kepada pasien dan pengunjung, RSI mengedepankan tiga poin yakni: mind, heart, dan spirit. Tiga poin itulah yang menjadi “panduan” karyawan dalam melayani pasien dan pengunjung. Mind berarti berpikir untuk bekerja secara profesional supaya bisa

memberikan pelayanan terbaik sesuai bidangnya masing-masing. Heart lebih kepada pentingnya sikap yang ramah, empati, peduli, senyum, sopan, dan lain sebagainya. Sementara untuk spirit, sebagai rumah sakit islam, RSI Surabaya menonjolkan spirit dan nuansa Islami.

Tingkatkan Layanan dan SDM

Diakui dr. Samsul, rumah sakit yang lahir pada 25 Maret 1975 tersebut concern dalam menciptakan Sumber Daya Insani (SDI) yang berkualitas. Itu karena dalam hal manajemen rumah sakit, 70% keluhan pasien terdapat pada pelayanan. Demi meningkatkan pelayanan, manajemen RSI Surabaya rutin melakukan survei kepuasan pelanggan. Termasuk juga survei dengan melibatkan karyawan. Survei ini

dilakukan sebulan sekali dalam bentuk angket atau kuisioner terkait masalah keuangan, kepuasan kerja, keadaan tenaga medis dan lain sebagainya. RSI Surabaya juga tanggap dalam merespon keluhan pasiennya sebagai upaya untuk melakukan continous improvement. Biasanya, keluhankeluhan dari pasien tersebut langsung di share di grup komunikasi dokter. “Satu keluhan itu jangan dianggap remeh. Biasanya, dari 100 orang yang lima itu melapor. Jadi setiap ada saran atau kritikan, harus ditampung dan ditindak lanjuti karena itu tanda bahwa mereka masih peduli pada kita,” sambungnya. Didukung 80 dokter spesialis dan subspesialis yang kompeten di bidangnya masing-masing, RSI senantiasa berupaya meningkatkan kualitas mereka melalui acara “kumpul-

2016

5

43


eksplorasi

bedah rumah sakit

kumpul dokter.” Dibalut suasana kekeluargaan, acara diskusi rutin ini digelar untuk membahas setiap masukan dan juga keluhan dari pasien.

Lonjakan Jumlah Pasien

Dengan tenaga medis dan non medis yang mumpuni, rumah sakit yang berada di jantung Kota Pahlawan tersebut mengalami peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun secara signifikan. Terutama setelah RSI Surabaya melayani pasien pemegang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sejak 2014. “Alhamdulilah sekarang pasien yang rawat jalan semakin meningkat, yang dulunya hanya 140 atau 180 pasien per hari, kini bisa mencapai 400 per harinya serta BOR / Tingkat hunian rawat inap mencapai 7582% setiap bulannya,” jelas dr. Samsul. Rumah sakit yang berada di Jalan A. Yani nomor 2 Surabaya tersebut menyediakan layanan rawat jalan yang terdiri, Poli KIA, Poli Gigi, Klinik Deteksi Dini dan Tumbuh Kembang Anak, serta layanan fisioterapi. Termasuk juga Instalansi Gawat Darurat (IGD) yang buka 24 jam, serta fasilitas rawat inap dengan 103 tempat tidur. RSI Surabaya juga dilengkapi poliklinik spesialis, meliputi spesialis penyakit dalam, spesialis anak, spesialis bedah umum, spesialis bedah ortopedi, spesialis bedah urologi, spesialis bedah anak, spesialis bedah saraf, spesialis bedah thorax karidovaskular, spesialis jantung, spesialis pau, spesialis, kulit dan kelamin, spesialis syarat, spesialis kesehatan jiwa, spesialis obgyn, spesialis rehabilitasi medik, spesialis mata, spesialis THT, spesialis Gastrohepatologi, spesialis konservasi gigi, spesialis bedah mulut, spesialis orthodonti, dan spesialis kesehatan gigi anak.

Langganan Raih Penghargaan

Tekad bulat RSI Surabaya dalam memberikan the best service pada masayarakat yang telah mempercayakan penanganan kesehatannya di sini menjadikan rumah sakit ini langganan menyabet penghargaan bidang pelayanan. Diantaranya penghargaan The Best Surabaya Service Excellent Champion untuk kategori rumah sakit di bawah 150 TT (tempat tidur) oleh Markplus. Inc (Hermawan Kertajaya) tahun 2010, 2012, dan 2013. Lalu, Juara I Lomba kelompok baca Kapita Selekta Puasa Ramadan (Klomca KSPR) antar rumah sakit se-Surabaya dan sekitarnya oleh RSUD dr Setomo pada tahun 2010. Juga juara lomba 2 Diabetes tahun 2014. Meraih penghargaan sertifikat dan

44

5

2016

H. Samsul Arifin, dr., MARS Direktur RSI A. Yani Surabaya medali emas dari Platinum Indonesia pada tanggal 3 Juli 2015 dengan kategori rumah sakit dengan pelayanan prima. Serta, meraih sertifikat

penghargaan dari The Indonesian Hospital Award pada tanggal 18 September 2015 dengan kategori rumah sakit dengan manajemen terbaik. Bulan April ini RSI Menambah fasilitas gedung 6 lantai untuk fasilitas hemodialisis dengan kapasitas 30 TT dan fasilitas pusat operasi terpadu. Pembangunan tersebut terwujud berkat komitmen serta dukungan Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya yang dipimpin oleh Prof. Nuh DEA (Mantan Mendikbud RI). Pengembangan fasilitas ini bukanlah “pekerjaan rumah” terakhir RSI, masih banyak rencana pembangunan dan perbaikan lain, baik fisik maupun non fisik yang akan dilakukan untuk membuat RSI menjadi yang terdepan di kelasnya. (*) Naskah : hadi Foto : farid


jajak pendapat

second opinion

Heru Purnomo, dr. FK Unair Angkatan 1977

Aksi Kharismatik James Bond

P

esona aksi kharismatik agen rahasia James Bond rupanya jadi alasan mengapa dr. Heru memilih James Bond 007 sebagai film layar lebar favoritnya. Terutama saat aktor asal Skotlandia tersebut bermain dalam judul “You Only Live Twice� yang tayang di tahun 1967.

Sugeng Suryat, dr. FK Unair Angkatan 1963

Action Lebih Menghibur

D

i antara banyak genre film yang ada, dokter yang tampil unik dengan kuncir dan kumis tebalnya tersebut lebih memilih action karena dirasa lebih menghibur. Salah satu film yang paling berkesan baginya adalah Last Train From Gun Hill yang dirilis tahun 1959.

Irmadita Citrashanty, dr., Sp.KK FK Unair Angkatan 2001

Serunya Film True Story

K

edekatan kisah dengan realita kehidupan menjadi alasan dr. Irmadita untuk lebih memilih berburu film-film layar lebar yang diangkat dari kisah nyata. Salah satu favoritnya adalah film produksi Fox Star di tahun 2016 berjudul Neerja yang menceritakan tentang aksi berani pramugari Pan Am saat pesawat tersebut dibajak teroris di tahun 1986.

Agus Chairul Anab, dr., Sp.BS FK Unair Angkatan 1988

Nilai-nilai Kehidupan

T

he Last Samurai, film yang dilansir tahun 2003 ini menjadi film favorit dr. Aca. Tak hanya kaya dengan aksi menegangkan, film yang dibintangi oleh Tom Cruise tersebut juga sarat dengan nilai-nilai kehidupan, terutama tentang keteguhan dan semangat berjuang. 2016 5 45


love story

takikardi

Prof. Dr.-Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie dan Hj. Hasri Ainun Habibie, dr.

Pasangan yang Manunggal, Teladan Bagi Semua Orang “Kehadiran Ainun yang telah mendampingi saya selama 48 tahun 10 hari, telah menjadi api yang selalu membakar energi semangat dan jiwa saya menjalani hidup ini dan sekaligus air yang sewaktu-waktu menyiram dan meredahkan gejolak jiwa saya hingga kembali tenang.... Ainun selalu hadir memberikan keseimbangan dan menciptakan harmoni dalam kehidupan keluarga kami, dengan kerendahan hati untuk memberi suaminya selalu berjalan di depan, seperti ungkapannya: the big you and the small I”.

I

ndah sekali untaian kata-kata yang ditulis oleh Presiden ketiga Republik Indonesia, Prof. Dr.-Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie dalam menggambarkan kedekatannya dengan sang istri, mendiang Hj. Hasri Ainun Habibie, dr., di bukunya, “Habibie & Ainun” yang cetak pada 2010 lalu. Rasanya, mudah saja untuk mengagumi betapa indah cara Habibie dan Ainun dalam membangun pondasi rumah tangga yang saling menguatkan dan penuh cinta. Rasanya, tidak sulit untuk menjadikan pasangan yang menikah pada 12 Mei 1962 ini sebagai panutan dalam menjadikan “keluarga” sebagai tempat/rumah di mana hati berada. Begitulah adanya. Selama lebih dari empat dekade, tanpa banyak sorotan media, kisah hidup Habibie dan Ainun telah memberikan pencerahan kepada kita bagaimana pasangan suami istri bisa saling menguatkan menghadapi masa-masa berat di awal pernikahan dan tinggal di negeri orang, saling memotivasi dalam mengejar sukses dalam karier/pekerjaan, serta mau berbagi peran dalam urusan domestik. Dalam buku A.Makmur Makka “Setengah Abad Prof.Dr-Ing BJ Habibie; Kesan dan Kenangan”, Ainun berkisah tentang kesehatiannya dengan Habibie. Ibu dua anak ini menulis “Kami berdua suami istri dapat menghayati pikiran dan perasaan masing-masing tanpa bicara.

46

5

2016

Malah antara kami berdua terbentuk komunikasi tanpa bicara, semacam telepati”. Dokter lulusan Universitas Indonesia ini juga berkisah betapa Habibie yang di awal pernikahan mereka acapkali kerja lembur hingga tengah malam demi menata kondisi keuangan keluarga, tetapi ketika di rumah, masih mau melakoni peran sebagai ayah. “Saya bahagia malam-malam hari berdua di kamar. Dia sibuk diantara kertas-kertasnya yang berserakan di tempat tidur, saya menjahit, membaca atau berbuat yang lainnya. Saya terharu melihat ia pun banyak membantu tanpa diminta: mencuci piring, mencuci popok bayi yang ada isinya. Tentang betapa serasi dan sehatinya Habibie dan Ainun ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998), Wardiman Djojonegoro, menggambarkannya dalam tulisannya berjudul “Mengenang Ibu Ainun Habibie” yang dimuat di Kompas.com pada 25 Mei 2010. Beliau menulis, Ainun adalah contoh istri yang ideal, tidak menonjol tetapi menjadi satu kesatuan dengan suaminya karena selalu mendukungnya dari belakang. Seorang sosok yang cantik, anggun, pintar, tetapi pandai menempatkan diri dalam pergaulan sehari-hari dan perjalanan karier

di samping suaminya. Apalagi sang suami adalah seorang yang dinamis dan penuh dengan energi. “Bagi saya, Ainun betul-betul sosok ibu dari anak-anak negara dan seorang istri teladan,” ujar Wardiman Djojonegoro. Setelah Habibie tidak lagi menjabat di pemerintahan, Ainun masih aktif dalam kegiatan sosial. Misalnya menjadi Ketua Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia (PPMTI), Wakil Ketua Dewan Pendiri Yayasan SDM Iptek, mendirikan Yayasan Orbit dengan cabang di seluruh Indonesia. Juga memprakarsai majalah teknologi anak-anak, Orbit. Semasa di Aceh terjadi gejolak pada tahun 2000-an, Ainun mengadakan beasiswa ORBIT khusus untuk siswa Aceh. Pada 22 Mei 2010, sepuluh hari setelah ulang tahun ke-48 pernikahan, Ainun menghembuskan nafas terakhirnya di Munchen. Habibie yang terus mendampingi sang istri jelang wafatnya, menyebut kepergian Ainun menghadap Allah SWT dengan bahasa “pindah ke alam dan dimensi baru”. “Terima kasih Allah, Engkau telah menjadikan Ainun dan saya manunggal jiwa, roh, batin, dan hati nurani kami melekat pada diri kami sepanjang masa di manapun kami berada,” begitu tulisan Habibie untuk istri tercintanya. (*)


ulas film

M

asih banyak film seputar dunia dokter yang belum kami resensi. Salah satunya adalah film yang di release tahun 2007 dan dibesut oleh Joby Harold berjudul “Awake”. Film ini rasanya cocok dengan tematik majalah dokter edisi ini. Sebuah film extraordinary ber-genre thriller yang mengisahkan tentang anesthetic awareness yaitu tersadarnya seseorang saat proses operasi berlangsung. Tagline awal saat film dibuka saja sudah membuat penonton bertanya-tanya. “Every year 21 million people are put under anesthesia, but 1 in 700 remain awake.” Apa jadinya pasien yang sedang dalam pengaruh pembiusan saat operasi, tetap sadar saat pembedahan? “Awake” dibintangi oleh Hayden Christensen pemeran Anakin Skywalker dan Darth Vader dalam serial film Star Wars bersama Jessica Alba. Alkisah diceritakan seorang laki-laki bernama Clayton Beresford Jr., pewaris Beresford Capital yang mempunyai sakit jantung bawaan dan harus menjalani operasi transplantasi jantung untuk memperpanjang hidupnya. Dokter bedah yang akan melakukan operasi transplantasi jantung Clay kebetulan adalah sahabat baik Clay, Dr. Jack Harper (Terrence Howard). Clay berpacaran dengan Samantha “Sam” Lockwood yang tidak disetujui oleh ibunya, Lilith diperankan oleh Lena Olin karena tidak diketahui latar belakang kehidupan masa lalunya. Selain itu ibu Clay tidak menyetujui Dr. Jack Harper sebagai operator karena mempunyai 4 catatan malpraktik. Lilith sudah mempunyai calon dokter bedah lain terbaik yang mempunyai reputasi dan kompetensi terbaik di bidangnya. Clay tetap bersikukuh untuk tetap menunjuk Dr. Jack Harper sebagai operator, bahkan menjadi saksi pernikahannya dengan Sam, sehari sebelum operasi dilaksanakan. Saat operasi itulah Clay mengalami anesthetic awareness. Detik-detik menegangkan dimulai saat dia dalam pengaruh pembiusan. Clay dapat mendengar dan melihat semua aktivitas

laparoskop

Awake

operasi yang dilakukan oleh sahabatnya. Jiwanya seperti keluar dari jasadnya yang terbaring lemah tidak berdaya di meja operasi. Sayangnya, anestesi yang dilakukan sama sekali tidak mengurangi rasa sakit yang harus dialaminya. Clay bisa merasakan pisau bedah yang menyayat dada, bercampur dengan kenyataan tragis, bahwa sahabatnya sendiri akan melakukan konspirasi jahat dengan istrinya. Cara yang dilakukan adalah dengan meracuni jantung donor dengan menyuntikkan Adriamycin yang akan meyebabkan reaksi penolakan tubuh dan berujung pada kematian Clay. Ternyata Sam dan Jack melakukan kerjasama untuk mendapatkan asuransi atas kematian Clay yang direncanakan untuk membayar malpraktik tuntutan hukum Dr. Jack Harper. Konspirasi jahat ini akhirnya diketahui oleh Lilith saat menunggui jalannya operasi anaknya. Lilith berusaha keras menggagalkan rencana jahat Sam dan Jack dengan menghubungi dokter bedah yang dia percaya. Apa yang akan dilakukan oleh Lilith agar Clay putranya dapat diselamatkan? Selanjutnya adalah adegan

demi adegan yang berlangsung menegangkan penonton dan terus membuat bertanyatanya bagaimana nasib Clay di meja operasi. Apakah dia kembali terbangun dan tersadar? Menelaah lebih jauh tentang anesthetic awareness dari www. anesthesiaweb.org, bahwa anestesi umum menggunakan tiga golongan obat untuk memberikan efek pembiusan, yaitu: obat yang menyebabkan tertidur dan menghapuskan memori selama operasi (obat bius), obat yang melemaskan otot untuk mencegah kontraksi otot yang tidak diinginkan selama operasi (pelemas otot), dan obat penghilang rasa sakit yang kuat (analgesik kuat) seperti obat golongan morfin. Walaupun telah diberi anestesi dengan perhitungan yang tepat, dilaporkan 1-2 dari 1.000 orang mungkin mengalami anaesthesia awareness. Ada beberapa bentuk anaesthesia awareness, antara lain: 1. Pasien sadar, dapat bergerak, tapi tidak merasakan sakit. Pasien semacam ini mungkin mendapatkan analgesik yang cukup, tetapi kurang cukup obat untuk melemaskan otot dan obat biusnya. 2. Pasien sadar, tapi tidak bisa bergerak atau berteriak, dan tidak merasakan sakit. Pasien ini mungkin mendapatkan obat analgesik dan pelemas otot dengan dosis yang cukup, tetapi kurang dalam obat biusnya. 3. Yang paling mengerikan buat pasien adalah jika pasien sadar, merasakan sakitnya operasi, tetapi tidak bisa bergerak atau berteriak, atau mengerjakan apapun. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya dosis analgesik dan obat bius, tetapi cukup mendapatkan pelemas otot. Situasi mengerikan inilah yang dialami olah Clay dan digambarkan dengan sangat detail dalam film “Awake”. Jadi, segera tonton filmnya, ada ilmu anestesi dan ketegangan yang diramu dengan akting piawai si ganteng Hayden Christensen dan si cantik Jessica Alba. Tayangan yang cukup menghibur untuk mengisi akhir pekan. (*i) Naskah : Evy Ervianti, dr., Sp.KK(K) Foto : istimewa

2016

5

47


48

5

2016

Satrio Budiman, dr., Sp.A

Macros dalam Bidikan

galeri

x-ray


Canda sejoli di halaman RSUD dr. Soetomo 2016

5

49


galeri

x-ray

Mampir sejenak di halaman rumah

50

5

2016


M

enggali keindahan dengan detail yang sangat tinggi menjadikan fotografi makro mampu memotret sisi lain sebuah obyek, baik makhluk hidup maupun benda mati. Itulah yang menjadikan cabang fotografi yang satu ini memiliki keunikan tersendiri. Tantangan besar dalam seni foto makro yang harus dapat ditaklukkan adalah bagaimana menampilkan detail setiap bagian obyek dengan Deep of Field(DoF) tipis.

2016

5

51


galeri

x-ray

Berburu madu di pagi hari

52

5

2016


Tatapan tajam di sudut Bird Park Bali

2016

5

53


tips medis

medikamentosa

Dr. M. Y. Listiawan, dr., Sp.KK(K), FINS- DV, FAADV

Perkembangan

Terapi Laser untuk Perawatan Kulit

Mendengar perawatan kulit menggunakan laser, kini tidak asing lagi. Dari tahun ke tahun, perawatan ini menjadi salah satu pilihan bagi wanita untuk memberikan hasil yang terbaik pada kulitnya. Sebab, semakin tua, kulit akan mengalami garis-garis halus, kerutan atau kulit mengendur sehingga sebisa mungkin para wanita akan mengembalikan fungsi optimal kulit seperti semula.

K

ulit merupakan suatu organ yang ada dalam tubuh kita dan selalu dijaga oleh sistem tubuh kita. Fungsinya sebagai pelindung yang membatasi antara bagian luar dan dalam. Oleh sebab itu, jika kulit dibiarkan saja, akan menjadi tua sehingga perlu adanya perawatan agar kulit tetap sehat dan berfungsi optimal. “Kulit yang sehat dan optimal pada akhirnya akan menjadi kulit yang indah. Karena itu jangan sebaliknya, karena kulit bagus belum tentu fungsinya meningkat namun pasti akan menurun�, ungkap dokter Wawan. Perawatan memang bukan hanya laser. Tapi, laser adalah bagian dari perawatan yang dapat menunjang kulit agar lebih optimal. Karena itu, selain menggunakan laser sebagai alat merawat kulit, hal yang perlu diperhatikan adalah

54

5

2016

menjaga kesehatan tubuh, terutama hindari gaya hidup yang tidak sehat. Sebab, hal itu dapat dengan mudah memengaruhi fungsi optimal kulit karena asupan yang diterima tidak sesuai dengan yang dibutuhkan.

Perkembangan Laser dari tahun ke tahun Perkembangan teknologi sangatlah pesat. Karena laser merupakan salah satu bagian dari teknologi, maka perkembangannya pun juga meningkat. Setiap tahun pasti akan mengeluarkan

laser baru yang lebih canggih dari sebelumnya. Sehingga, setiap rumah sakit tidak banyak yang memiliki aneka laser untuk perawatan kesehatan karena mengingat jumlah biaya yang tidak sedikit. Jadi tergantung rumah sakitnya, apakah menyediakan atau tidak. Penggunaan laser untuk perawatan pun dapat memudahkan kinerja seorang dokter. Jangkauannya sangat luar biasa. Bila dulunya masih menggunakan alat yang membutuhkan waktu lama, sekarang hanya


membutuhkan waktu sekian detik. Hal utama yang menjadi sorotan dari metode laser ini adalah prosedur yang mudah, tanpa rasa sakit, dan hasil jangka panjang. Hal ini tentunya menjadi keuntungan utama bagi mereka yang memiliki aktivitas padat dan tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan perawatan secara rutin. Perawatan kulit dengan laser saat ini digunakan dalam penyembuhan berbagai masalah kulit. Kerutan, keriput, dan garis-garis halus lainnya pada wajah, dapat diatasi menggunakan laser. Rentang usia yang menjadi target pun bervariasi dan tidak dibatasi. Dari usia muda hingga tua. Hal ini juga menunjukkan bahwa peminat metode laser sebagai perawatan, semakin meningkat setiap tahunnya. Jenis-jenis laser yang berkembang pun kini semakin banyak. Dan yang terpenting, menawarkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Sehingga tidak mengherankan jika perawatan menggunakan laser ini menjadi perawatan yang diminati banyak orang.

Efek Samping Penggunaan Laser

Memiliki kulit halus dan wajah yang cantik merupakan dambaan semua kaum wanita. Berbagai jenis cara pun ditempuh, walaupun harus mengeluarkan biaya cukup besar. Perawatan laser adalah salah satu yang diyakini bisa membantu untuk menjadikan kulit cantik dan halus dalam sekejap. Namun, penggunaan laser sebagai perawatan juga memiliki beberapa efek samping yang perlu diperhatikan terlebih dahulu. “Jelas ada efek sampingnya. Tapi kita sebagai dokter harus meningkatkan manfaatnya dan membatasi efek sampingnya,â€? jelas dokter Wawan. Laser memang mudah digunakan. Dan, ada banyak orang yang mampu membelinya dan juga mampu menggunakannya. Namun, penggunaan laser tidak boleh sembarangan. Penggunaan laser harus berhati-hati. Tetapi harus benar-benar orang yang ahli dalam menggunakannya. Yang terpenting, jauhkan penggunaan dari mata. Ini karena retina sangat sensitif dengan sinar yang terdapat pada laser. (*) Naskah : hadi Foto : Dokumen pribadi & istimewa

2016

5

55


reportase

peripher

Oppie Sri Widjajanti, dr.

Pejuang Sejati Wanted, dokter pemberani yang mau bertugas di di pulau paling terpencil di Kabupaten Maluku Tengah - Banda Neira... Banda Neira memang terkenal cantik untuk seminggu dua minggu. Tapi untuk berlama-lama, tunggu dulu… Sulit sekali mencari dokter yang mau bekerja di sana, hingga pemerintah setempat sampai membuat pengumuman seperti zaman koboi di Amerika.

‘B

agiku Banda bukanlah tempat pembuangan seperti zaman Bung Hatta, Mas. Banda itu surganya penyelam. Aku pasti bisa enjoy bekerja melayani masyarakat di sana. Mengapa? Dulu aku pernah kerja eksplorasi mencari harta karun kapal kuno yang tenggalam di laut … jadi, disana aku akan eksporasi dan menikmati taman terumbu karang dan aneka spesies ikan yang hanya ada di perairan Banda’. Dan, Februari 2006, berangkatlah dirimu ke Banda Neira, gugusan pulau yang cantik dan eksotik yang melegenda. Begitu ceritamu bagaimana dirimu – Oppie Sri Widjajanti, dr., – sampai terdampar di Banda Neira. Rupanya hanya 4 bulan saja dirimu menikmati surga bawah laut itu. Enam Juni 2006, sebuah pesawat terbang milik Merpati jatuh di pulau Banda. Ternyata namamu ada di dalam manifest penerbangan perintis itu. Patah tulang belakang dan lumpuh total. Dirujuklah dirimu ke Jakarta. Operasi. Ga bisa nyelam lagi dong Ovie…. ‘Iya sih mas, tapi bersyukur masih selamat. Baling-baling pesawat mengiris badan pesawat sampai tepat di belakang kursiku… Sedikit lagi yah,…..’ dirimu tidak melanjutkannya.

56

5

2016

Setahun lebih berada di atas kursi roda. Masih dalam keadaan lumpuh. Saat dokter yang menangani operasimu kemudian bilang kalau kecil kemungkinan motorik dan sensorikmu pulih seperti sediakala, dirimu lalu memutuskan untuk kembali ke Banda. ‘Aku akan kembali bekerja dan menjalani pemulihanku di sana. Di pulau cantik itu aku akan sembuh’, begitu katamu. Tapi Ovie, kalau memang harus bekerja, mengapa tidak bekerja di Jakarta saja biar dekat dengan keluarga? Semua orang pasti maklum kalau dirimu menyudahi pengabdianmu di pulau terpencil itu. Dirimu bilang, kalau dirimu lahir di Semarang dan besar di Jakarta hingga lulus dokter dari Trisakti. Dirimu mengaku, sudah kenyang hidup di kota besar. ‘Lagian sudah terlalu banyak dokter di kota besar. Sementara di daerah terpencil defisit. Termasuk di Banda Neira, sebuah gugusan pulau kecil di tengahtengah Laut Banda yang luas itu. Tidak ada dokter yang menggantikan aku selama aku tinggal setahun lebih di Jakarta. Mereka butuh dokter. Dan aku tahu kemana aku harus pergi’. September 2007, pulanglah dirimu ke Banda. Hari demi hari dirimu lalui dengan

melayani pasien dari atas kursi roda…. Hingga pada suatu hari, ‘…betapa aku bersorak kegirangan manakala ujung ibu jari kakiku bisa aku gerakkan Mas.… mujizat. Walau hanya ujung ibu jari kaki. Aku jadi sangat bersemangat jalani pemulihanku… hingga seperti yang Mas lihat, ..aku sudah bisa berjalan hingga 10 meter dengan bantuan crutches ini….’ Begitu dirimu dengan sangat antusias bilang padaku dan Prof Koeshartono (alm) waktu datang ke pulaumu itu. Beliau tertegun menatapmu melayani pasien dari atas kursi rodamu. Pasien baksos kita saat itu memang membludak yah… Hingga dirimu ijin minta istirahat sejenak. Dirimu butuh berbaring karena tidak tahan duduk berlama-lama. Tidak ada komentar dari Prof Koes. Di kamar operasi beliau hanya geleng-geleng kepala. Speechless. Dalam keadaan lumpuh dirimu kembali ke pulau


terpencil itu dan melayani pasien. Sebuah pertunjukan karakter yang sulit dipahami. Tapi itulah keputusanmu. The life must go on… Dirimu melanjutkan kehidupanmu. Hingga kemudian dirimu temukan cintamu. Mohammad Salim Silawane, seorang kru navigasi Kementerian Perhubungan yang bertugas di Pelabuhan Banda. Menikahimu 2 Maret 2008. Kebahagianmu ini membuat dirimu tidak lagi larut dalam kekecewaan yang berkepanjangan atas batalnya janji pemerintah, yang karena komitmenmu itu akan mengangkat dirimu jadi PNS. Selanjutnya kau jalani hariharimu dengan terus melayani pasien dan latihan pemulihanmu… hingga sampai dirimu cukup mandiri dalam mengelola diri. Hingga suatu hari, suamimu dipromosikan dan harus pindah ke Ambon. Dia ingin bawa

dirimu ke sana . Rakyat Bandapun melakukan perlawanan. ”Silakan suami ibu pergi tinggalkan Banda, tapi ibu dokter jangan”, begitu mereka bilang. Kata mereka, tanganmu dingin kalau merawat pasien. Betapa mereka tidak mau kehilangan dirimu. Petisi rakyat Banda itu bikin suamimu tak berdaya. Selanjutnya, jadilah dirimu jadi tawanan rakyat Banda. Terpaksa jugalah kalian menjadi pasangan LDR – long distance relationship. Sesekali dirimu sempat mengeluh manakala dirimu butuh kehadiran suamimu. Jadilah dirimu memilih lebih sering membenamkan diri di RS daripada tinggal di rumah dinasmu. Dirimu bikin satu kamar khusus buatmu untuk tinggal di rumahsakit. Lebih memilih menjadi gelandangan di rumah sakitmu agar lebih banyak kesempatan melayani pasienmu. Hingga suatu hari dirimu terima

telepon dari Prof Koes. Beliau memintamu masuk menjadi residen anestesi di FK Unair. Ovie, dirimu harus tahu siapa Prof Koes itu. Beliau itu sukanya berkeliaran mengunjungi para dokter muda yang bertugas di tempat-tempat ekstrim terpencil macam dirimu. Sekedar menaruh tangannya di bahu mereka dan bilang, you will never walk alone. Persis seperti yang dinyanyikan suporter Liverpool. Membantu dan membimbing dokter-dokter pengabdi macam dirimu agar bisa melanjutkan pendidikan dokter spesialis di Unair. Itulah cara beliau mengekspresikan rasa hormat pada dokter-dokter muda berkarakter macam dirimu. Dan ini khusus untuk dirimu, beliau malah maunya menggembleng langsung dirimu sebagai muridnya, di anestesi. Soal biaya, dirimu tidak perlu pikirkan. Beliau paham, bekerja di tempat terpencil 2016

5

57


reportase

peripher

uangmu tidak akan cukup untuk membiayai sekolahmu. Beliau yang akan urus biayanya. Lalu mengapa dirimu menolak tawaran itu? Kurang apa lagi Ovie? Kalau saja dirimu terima, tentunya dirimu sudah menjadi teman sejawat anestesi, begitu biasanya orang-orang bedah kelak akan menyebut dirimu. ‘Sebenarnya sih tidak menolak. Malah diriku bangga. Amat sangat bangga. Ini adalah pengakuan dan penghargaan terbesar atas profesiku yang aku hidupi jalani. Hanya, andaikata aku pergi sekolah, apa ada dokter yang mau gantikan aku nantinya?’. Begitu tanyamu. Memang sih Ovie,.. tidak banyak dokter yang mau datang ke Maluku. Apalagi ke pulau terpencil seperti Banda untuk waktu yang lama. Tapi cinta model apa sih yang bikin hatimu sampai melekat erat dengan rakyat Banda? Apa memang Banda Neira sudah menjadi merah darahmu dan putih tulangmu? Sampai-sampai dirimu tidak sanggup meninggalkan rakyat Banda, untuk sekolah sekalipun. Begitulah keputusanmu. Dirimu memilih tetap tinggal dan melanjutkan pelayanan di Banda. Tidak jadi pakai baju jaga biru muda residen anestesi. Hakmu memang Ovie, tapi ijinkan aku bilang padamu, oalah Ovie, Ovie…… Begitulah dirimu melalui hariharimu di pulau terpencil itu. Jauh dan tersamar dari liputan media. Namun seperti halnya orang-orang Eropa abad ke-16 yang sanggup mengendus betapa harumnya dan berharganya rempahrempah dari pulaumu. Orang-orang media pun tahu ada “Spice Girl” yang harum namanya. Maka balapanlah mereka mendatangimu. Beberapa media ingin memprofilkanmu, namun dirimu tolak. Seorang penulis buku ingin menulis biografimu, juga dirimu tolak. Bahkan salahsatunya acara talk show terkemuka yang host-nya berambut kribo dan suka menendang orang, meminangmu, dengan rendah hati dirimu tolak juga. Betapa ngetopnya dirimu andai mau hadir di talk show nomor satu ini. ‘Kalau kita mengabdi dengan tulus, gak perlulah orang lain tahu. Pengabdi sejati gak perlu pengakuan Mas’. Begitu katamu padaku. Datar. Simpel. Ovie, awal Desember kemarin sebenarnya aku berniat mengunjungimu di pulaumu itu. Dulu waktu berkunjung dengan Prof Koes, kita bertiga tidak sempat ngobrol secara rileks. Kerja dari pagi sampai midnite selama empat hari dan buruburu pulang ke Ambon ikut jadwal

58

5

2016

Hari demi hari dirimu lalui dengan melayani pasien dari atas kursi roda…. Hingga pada suatu hari, ‘…betapa aku bersorak kegirangan manakala ujung ibu jari kakiku bisa aku gerakkan Mas.… mujizat Kapal Ciremai, kalau tidak mau terjebak dua minggu di pulaumu. Tapi kali ini aku sudah siapkan waktu yang cukup longgar agar bisa memahami jalan pikiranmu. Bahkan aku sudah siapkan sebungkus kopi robusta Tjap Paham dari Jember agar nantinya tidak gagal paham. Dan satu lagi,…. aku juga ingin bilang padamu secara langsung dan kalem, kalau guru kita Prof Koes sudah mendahului kita. Aku cari kapal kecil dari Banda yang biasanya bersandar di Pelabuhan Mamokeng di Kampung Tulehu. Di pelabuhan kecil ini pelaut-pelaut Banda biasa bersandar kalau mereka berlayar ke Ambon. Dapat. Sebuah kapal kecil yang baru datang dari pulaumu siap mengantarku menemuimu. Pak Ruslan, anak buah kapal bertanya, ada keperluan apa aku ke Banda. Aku bilang mau ketemu Dokter Ovie. Dirimu. Ovie, untuk kesekian kalinya, dirimu bikin aku tertegun. Manakala Pak Ruslan bilang kalau baru tiga minggu yang lalu Tuhan panggil dirimu pulang. Lho….. Lalu Pak Ruslan hubungkan aku dengan bidan As, keponakannya, yang juga ternyata teman dekatmu di Banda. Dia cerita kalau dirimu mulai sakit saat sedang bertugas di pulaumu. Mereka lalu segera merujukmu ke Ambon. Sejawat yang merawatmu di RSU Haulussy di Ambon menilai dirimu perlu dirujuk ke Jakarta untuk mendapatkan penanganan yang

lebih baik. Namun Yang Maha Kuasa ternyata punya rencana lain. Tuhan menjemputmu di atas pesawat dalam perjalanan medivac Ambon-Jakarta. Semua sahabatmu menangisi kepergianmu Ovie. Janji pemerintah untuk mengangkatmu jadi PNS sembilan tahun yang lalu, memang akhirnya terpenuhi. Jalur tanpa tes untuk pengabdi luar biasa. Hanya dua bulan saja dirimu berlabel PNS. Lebih tepatnya CPNS. Sambil terisak bidan As bilang kalau seragam khakhi PNS pesananmu sudah jadi dan sekarang tergantung di kamarmu.. Mereka hanya bisa memeluk seragam yang belum sempat dirimu pakai itu dalam sedu-sedan. Mereka menciumi baju seragammu dan membasahi bayangbayangmu dengan air mata. Orangorang Banda amat kehilanganmu Ovie.. amat kehilangan. Ovie, di atas dermaga Pelabuhan Mamokeng ini, aku diam termangu. Mengenangmu. Perginya seorang wanita dokter yang pemberani dari pulau kecil di tengah laut paling dalam di dunia. Perginya seorang dokter pengabdi yang teramat rendah hati. Tidak ada satupun media yang meliputnya. Bahkan kalangannya sendiri – para dokter - dan para pejabat kementerian kesehatanpun sepertinya kelewatan juga. Saat itu mereka sedang sibuk mengurus kepulangan jenazah adik kita Dokter Andra, yang sedang menjalani internship dan wafat di Aru beberapa hari sebelum kepergianmu. Mereka juga sedang seru-serunya menjelaskan pada publik tentang rendahnya penghargaan untuk dokter, khususnya untuk dokter internship yang lebih rendah dari UMR. Jadi mohon sabar kalau kabar kepergianmu tidak ada yang memperhatikan. Namun dadaku terasa sesak menerima kenyataan ini, mengapa kepergian dokter setangguh dirimu ini berlalu begitu saja. Gagal paham, hingga aku minum kopi Tjap Paham dan membayangkan dirimu mengucapkan lagi alasan penolakanmu atas undangan talk show. ‘Ga apa-apa mas, pengabdi sejati tidak butuh pengakuan’. Selamat jalan Ovie. Terimakasih atas teladan keberanianmu, kesetiaanmu dan ketangguhanmu. Keluarga, guru-guru dan almamatermu sangat bangga dengan perjuanganmu. Dan satu lagi, meskipun dirimu tidak butuh pengakuan, aku bilang kalau aku sangat mengakuimu. Sangat mengakuimu. Rest in peace kawan…. Ditulis dengan penuh haru oleh dr. Agus Harianto. SpB


fashion & mode

ef loresensi

Batik for the

Touch of Casual 2016

5

59


fashion & mode

efloresensi

Salah satu kemeja batik yang dikombinasikan sebagai aplikasi minimal pada bagian-bagian kecil seperti kerah dan lipatan lengan baju, cocok bagi Anda yang tidak terlalu suka menggenakan batik dengan corak yang dominan. Padankan dengan jeans kesayangan Anda untuk tampilan sangat casual. Model: Pungky Mulawardhana, dr., Sp.OG

60

5

2016


Kemeja batik dengan kombinasi motif polos yang lebih dominan mengesankan tampilan yang lebih casual. Corak seperti ini cocok dikenakan untuk acara semi formal bahkan non formal. Model: Riski Haris Sasongko, dr., Sp.KK

2016

5

61


fashion & mode

efloresensi

Dulu kita mengenal batik sebagai outfit yang dikenakan untuk acara-acara formal, namun tidak lagi sekarang. Saat ini batik mulai banyak digunakan dalam banyak kesempatan, dengan model yang juga makin beragam. Untuk acara casual dapat dipilih corak besar dengan warna yang lembut dan dipadukan dengan jeans. Motif batik untuk kesan casual biasanya dikombinasikan dengan corak polos sebagai aksen. Model: Febrian Brahmana, dr.

62

5

2016


Model : Pungky Mulawardhana, dr., Sp.OG Riski Haris Sasongko, dr., Sp.KK Febrian Brahmana, dr. Naskah: Irmadita Citrashanty, dr., Sp.KK

Wardrobe by :

Location : D'Tekape Cafe

Jln. Dr. H. Ir. Soekarno/Merr Surabaya

sanayabatik

www.sanayaindonesia.com

2016

5

63


pojok kenangan

korpus alienum

POSMA

Kegiatan POSMA,

geng Suryat, dr.

foto-foto koleksi Su

Sugeng Suryat, dr.

Semir 100 Pasang Sepatu

E

ntah dari mana asal mula tradisi perpeloncoan, tapi setahu saya sudah ada sejak era kolonial. Waktu itu FK Unair masih bernama Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS). Tujuannya sebenarnya untuk mempersiapkan lulusan SMA masuk ke dunia universitas yang menuntut mereka bisa mandiri. Menariknya, Posma jaman saya dulu (tahun 1963) semua elemen di universitas ikut terjun, mulai dari pimpinan, Dekan, sampai mahasiswa. Jadi meskipun dikonsep perpeloncoan, kondisi tetap terkendali, dan kita jadi kenal semua, mulai Rektor, Dekan, Dosen, sampai kakak angkatan. Beda sama anak sekarang yang banyak tidak tahu siapa nama Dekannya atau dosennya. Waktu dipelonco, saya termasuk

64

5

2016

yang bandel, karena selalu punya cara untuk membalas. Pernah suatu hari saya dan dua orang teman disuruh datang ke tempat kakak angkatan. Kebetulan dia tinggal di asrama di daerah Blauran. Pesannya disuruh datang dengan bawa semir sepatu. Sampai disana saya disambut hangat, dan diminta untuk nyemir sepatunya. Saya pikir…ah, enteng. Setelah selesai dia bilang,”Wah, pinter nyemir arek iki.” Nggak lama, semua temannya satu asrama dipanggil “He, rek..gak pingin nyemir sepatu? Iki mumpung ono semir gratisan.” Gruduk….seratus pasang sepatu dalam waktu singkat sudah ada di depan kita, dan harus disemir satu per satu. Saya nggak kurang akal. Bagian luar memang saya semir sampai

mengkilat, tapi bagian dalam juga. Jadi keesokan harinya waktu dipakai kaki mereka pun hitam-hitam semua. Karena ulah saya itu, besoknya saya di-gojlok lagi. Sekarang giliran disuruh menemani nonton di bioskop. Batin saya, wah…cocok, wong saya memang hobi nonton film. Sampai di bioskop di daerah Pacar Keling, ternyata saya disuruh berdiri di dekat pintu masuk. Lalu setiap ada yang datang, saya disuruh nyalami. Awalnya malu, lama-lama cuek aja. Nah, giliran filmnya mulai saya malah nggak boleh masuk. “Kan wis tau nonton bioskop to..? enteni ning njobo yo.” Sirna harapan nonton, ya..dari pada bengong, saya tinggal tidur saja di luar bioskop. Naskah : Poppy Febriana Foto : Dokumen Pribadi Sugeng Suryat, dr.


Heru Purnomo, dr.

S

Berkah “Air Suci”

eminggu menjalani Pekan Orientasi Mahasiswa (Posma) adalah pengalaman yang akan selalu saya ingat. Banyak peristiwa yang konyol, lucu, yang semuanya akhirnya membuat kita jadi guyub, akrab satu sama lain. Setiap hari kita sudah kumpul di kampus mulai pukul 06.00 waktu Fakultas Kedokteran (FK), kira-kira sekitar pukul 04.00 WIB. Padahal saya baru sampai rumah jam 2 dini hari. Pulang pun nggak sempat istirahat, masih sibuk menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan. Jadi, praktis tidak tidur setiap harinya. Sampai gerbang depan kampus, kita harus jalan mundur, terus pas di Patung Airlangga harus memberi hormat ke patung sampai tiga kali. Mesti gantian, nggak boleh bareng-bareng. Kalau sudah

acara berikutnya adalah sarapan pagi. Panitia sudah menyiapkan bubur yang diletakkan di pispot. Lalu satu persatu peserta disuapin. Harus sampai ditelan, kalau muntah dikasih lagi. Kalau keliatan mau, juga malah ditambah lagi. Nah, untuk minumnya. Sudah disiapkan campuran Brotowali dan minyak ikan. Diletakkan di satu wadah, dengan satu sedotan buat orang se-Fakultas. Secara medis memang bagus Brotowali dan minyak ikan, tapi rasa pahitnya, minta ampun. Waktu itu barengan saya Posma ada dr. Adria dan dr. Bangun. Kalau liat kelompok mereka lagi di-gojlok, saya ketawa-ketawa dari jauh, nanti giliran saya yang di-gojlok, gantian mereka yang ketawa-ketawa. Pernah waktu itu kita semua matanya ditutup. Terus panitia bilang

kalau kita dibawa ke Sungai Petojo, jadi biar nggak jatuh harus saling gandengan rapet. Karena tidak keliatan apa-apa ya kita percaya aja. Waktu jalan juga terasa ada air di sekitar kaki. Wah, benar-benar di kali ini batin saya. Padahal sebenarnya kita cuma berjalan menyusuri selokan di depan kampus. Setelah dibawa keliling selokan terus kita diberi perintah untuk diam, berdoa. Kami pun anteng semua entah berdoa atau sekadar mencuri waktu untuk istirahat. Nggak lama dari panitia berteriak “kalian berdoa…bersiap-siap menerima air suci.” Lalu terdengar air jauh dari atas kena badan saya. Kok… hangat rasanya, terus mulai tercium bau pesing. Oalah…ini “air sucinya,” ternyata kami dikencingi oleh kakak panitia. Naskah : Poppy Febriana

IGB Adria Hariastawa, dr., Sp.B, Sp.BA

S

Kebersamaan dalam Satu Sikat & Gelas

aya pertama kali mengikuti POSMA (Pekan Orientasi Studi Mahasiswa) sekitar bulan Januari tepatnya tahun 1977. Kegiatan ini semacam Ospek, hanya berbeda nama saja seiring dengan berjalannya waktu dan kala itu, di dalam proses pendidikannya lebih keras dibandingkan dengan jaman sekarang. Saya masih ingat betul, saat itu semua mahasiswa baru hanya dibolehkan menggunakan sepeda kebo sebagai alat transportasi menuju kampus. Pukul 03.30 WIB, kita semua harus sampai di ruangan masingmasing, apabila ada yang terlambat maka akan mendapatkan sanksi. Hal menarik yang masih terbayangbayang dalam ingatan saya adalah ketika saya menjadi ketua regu, dan dalam satu regu terdiri dari 33 orang. Pada saat itu, kakak kelas menyuruh semua anggota regu untuk masuk ke dalam toilet yang berukuran sangat

kecil, entah bagaimana caranya 33 orang tersebut harus bisa masuk semua. Namun sayangnya, tersisa lima orang yang tidak cukup untuk masuk ke dalam toilet tersebut sehingga semua anggota regu harus menerima hukuman. Hukuman yang kami terima yaitu lari memutari lapangan dengan telanjang dada. Setelah satu kali putaran, kita semua disuruh untuk melepas celana panjang kita dan di putaran berikutnya kita disuruh melepas celana dalam yang tinggal tersisa melekat di tubuh kita, sehingga kita semua berlari dengan telanjang bulat. Lalu semua pakaian kita dicampur menjadi satu tanpa mempedulikan pasangannya. Dan ketika kakak kelas menyuruh kita memakai pakaian maka kita pun kelimpungan mencari pakaian kita. Ada juga yang masih teringat dibenak saya, ketika menggosok gigi, kita hanya diberi satu sikat gigi dan

segelas air untuk 30 orang. Mau tidak mau, rela tidak rela, kita semua harus bergantian menggunakan sikat gigi tersebut dan berkumur dengan air yang sama pada satu gelas air itu. Sungguh sangat menggelikan bila diingat kembali. Ternyata dulu saya pernah melakukan hal konyol seperti itu. Namun meskipun dapat perlakuan yang keras, saya dan teman-teman seangkatan saya sangat bersyukur sekali, karena dengan perlakuan yang seperti itu, kita semua dapat merasakan kebersamaan yang rangket di dalam satu angkatan. Selain itu, kita semua juga bisa akrab dengan kakak kelas yang mendampingi kita waktu dulu. Sehingga banyak sekali cerita lucu yang sampai saat ini masih saya ingat, dan mungkin tak akan pernah saya lupakan. Naskah : hadi

2016

5

65


berita

inspeksi

Inovasi Tiada Henti Alumni Banyuwangi

Mengabdi di kota paling Timur Pulau Jawa, Banyuwangi, yang jauh dari Ibu Kota Propinsi, tak membuat alumni Fakultas Kedokteran (FK) Unair terasing dari teknologi. Nyatanya, inovasi teknologi informasi yang dilakukan oleh para alumni FK Unair berhasil membawa RSUD Blambangan sebagai rumah sakit dengan pelayanan terbaik di Jawa Timur.

“D

okter-dokter di sini, 50 persennya lulusan FK Unair, bahkan untuk dokter spesialisnya, 90 persennya dari FKUA,” tegas Direktur Utama (Dirut) RSUD Blambangan Banyuwangi, H. Taufiq Hidayat, dr., MKes, Sp.And. Dengan mengusung moto “Pelayanan hari ini harus lebih

66

5

2016

baik dari hari kemarin”, rumah sakit tersebut berkembang menjadi rumah sakit pilihan bagi warga kota “Sunrise of Java.” Hal itu bisa dilihat dari angka kunjungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Bekal KISS & RSS

Fakta tersebut seperti menghapus stigma kurang manis yang selama ini dilekatkan pada rumah sakit plat merah (milik pemerintah). “Kebanyakan kesan rumah sakit pemerintah negatif. Dokternya dianggap jarang stand by, perawatnya dibilang judes. Itu secara bertahap kita hilangkan. Kita ingin tunjukkan, rumah sakit milik pemerintah tidak kalah dengan rumah sakit swasta melalui pelayanan berkualitas kepada masyarakat dengan ramah, senyum, dan salam (RSS) dan landasan kasih sayang, ikhlas, santun, dan sabar (KISS),” jelasnya.


Nyata pada Disabilitas, Risiko Tinggi, Usia Lanjut, Veteran Pensiunan, dan Gravida yang merupakan bentuk penghormatan kepada para pejuang, veteran, pensiunan, dan usia lanjut. Kepada mereka, diberikan tanda pengenal berupa kartu berobat khusus berwarna merah putih dan ada logo Gandrung. Fasilitas yang diberikan kepada pemegang kartu Gandrung diantaranya tidak perlu mengantri seperti pasien umum karena sudah disiapkan loket khusus sehingga mereka bisa lebih cepat bertemu dengan dokter pemeriksa, lalu tempat duduk khusus yang berwarna merah putih. Termasuk juga saat menyerahkan resep obat ke petugas apotek/ instalasi farmasi, dengan menunjukkan kartu Gandrung, pasien tersebut akan dilayani di loket khusus di mana pelayanannya lebih cepat karena dianggap sebagai pasien emergency/cyto. “Program lainnya, setiap pasien yang melahirkan, bila persyaratan yang diminta dipenuhi (KTP, KK, Akta Nikah), maka saat pasien tersebut pulang dari RSUD, si bayi akan mendapat akta kelahiran dan KK baru dengan nama bayi yang baru lahir sudah tercantum di KK itu, dan ini semua gratis,” sambung dokter penyuka musik tersebut.

Pengakuan dan Apresiasi

Selain istiqomah meng-up grade sikap karyawan dalam melayani pasien dengan ramah, ada banyak program unggulan di sini yang digagas oleh alumni FK UA. Diantaranya program SIM RS yakni semua bagian/ruangan/instalasi sudah terkoneksi dan terintegrasi dalam satu sistem IT yang terpadu. Semua pembayaran harus melewati salah satu bank pemerintah sehingga akuntabilitas keuangan rumah sakit dapat dipenuhi. Lalu ada Bridging (online).

IT Terpadu

Sistem IT di rumah sakit ini bahkan sudah online dengan IT Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan juga online dengan IT kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Keuntungan online ini, bila ada pasien lupa membawa kartu berobat, maka hanya dengan mengetik NIK yang tercantum di E-KTP, maka data-data pasien tersebut sudah bisa didapatkan. Demikian juga bila pasien BPJS lupa membawa kartu BPJS-nya, asalkan pasiennya hafal nomor registernya, maka hanya dengan mengetik nomor register tersebut, maka data-data tentang pasien sudah bisa didapatkan. Dengan fasilitas CCTV di 20 titik yang bisa diakses via internet. Dokter jaga bisa memonitor keadaan di rumah sakit dari mana pun. “Jadi dimana saja posisi kita, selama di situ ada fasilitas internet, tetap bisa memonitor kegiatan di rumah sakit,” ujar dr. Taufik.

Gandrung Banyuwangi

RSUD Blambangan Banyuwangi juga punya program bernama Gandrung, singkatan dari Gerakan Asuhan

Tak pelak, pengakuan dan apresiasi berupa penghargaan, pun “mengalir deras.” Beberapa penghargaan yang diterima diantaranya: Tahun 2013, juara harapan 1 lomba Kelompok Budaya Kerja (KBK) tingkat provinsi Jawa Timur. Untuk tahun 2014, RSUD Blambangan meraih penghargaan standar pelayanan publik terbaik tingkat kabupaten, juara 1 laporan keuangan SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) di lingkungan sekretariat dan instansi teknis tingkat kabupaten, serta juara 1 penilaian kinerja unit pelayanan publik tingkat kabupaten Banyuwangi. Di tahun 2015, kembali meraih juara 1 laporan keuangan SKPD di lingkungan sekretariat dan instansi teknis tingkat kabupaten, evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) kategori A (sangat baik), The Best Reliable Hospital in Service Excellent serta juara 1 dan 2 lomba KBK (Kelompok Budaya Kerja) tingkat Provinsi Jatim. Meski rajin berinovasi dan mengakrabi teknologi informasi, nuansa kearifan lokal tetap terasa kental di sini. Sejak pasien datang ke ruang pendaftaran, mereka disambut oleh petugas bagian front office berpakaian tradisional/ batik khas Banyuwangi. “Kami ingin menjadi rumah sakit yang maju dan modern, tetapi tetap menghargai kearifan lokal,” sambungnya. Diakui dr. Taufik, Alumni FKUA di Banyuwangi memang tidak hanya bekerja di RSUD Blambangan, meski demikian perbedaan tempat mengabdi tidak lantas mengurangi keakraban diantara mereka. Eratnya komunikasi dan silaturrahmi alumni FK UA itu karena “diikat” oleh pertemuan rutin yang mereka gelar. Pesertanya tidak hanya alumni FKUA, tetapi mereka yang ber-almamater Unair. “Kita di Banyuwangi ada IKA (Ikatan Alumni) Unair. Sebulan sekali kita ada pertemuan. Apalagi di Banyuwangi juga ada kampus Unair,” sambung dokter kelahiran Banyuwangi 1 Januari 1962 ini. (*) Naskah : hadi Foto : dokumen pribadi

2016

5

67


bedah musik

aurikulus

Mengemas Lagu Daerah

Bercita Rasa Jazz

“Jazz is a very democratic musical form. It comes out of a communal experience. We take our respective instruments and collectively create a thing of beauty”. Begitu kata Maxwell Lemuel “Max” Roach menyoal tentang keluwesan musik Jazz. Dan, pembenaran dari ucapan Max Roach tersebut, bisa kita nikmati dalam musik extraordinary yang ditawarkan oleh Lantun Orchestra.

P

ernah dengar nama Lantun Orchestra? Atau malah sudah akrab dengan musik mereka? Bila belum pernah mendengarkan seperti apa warna musik mereka, silahkan menikmati karya-karya mereka via Youtube. Boleh jadi, Anda akan langsung suka. Lantas, ketagihan untuk mendengarkan lebih banyak karya mereka. Dan, akhirnya tak malu-malu mengakui sebagai penggemar Lantun Orchestra.

68

5

2016


Jazz vs Musik Tradisional Tidak sulit untuk menyukai musik Lantun Orchestra. Lagu-lagu Betawi seperti Kicir-Kicir, Jali-Jali, Rokok Kretek Markonah, atau Stambul Cutbray, dibawakan dengan aransemen Jazz yang bercita rasa internasional, namun masih ada unsur tradisional seperti alat musik gendang, trumpet, gambang, biola, dan akordion. Plus bunyi flute, trumpet, piano dan violin. Sungguh menjadi suguhan musik yang menyenangkan dan enak didengar. Lantun Orchestra merupakan grup musik yang mengeksplorasi musik Jazz dengan musik tradisional Indonesia. Musik tradisional yang merupakan warisan budaya tersebut dilestarikan oleh grup musik yang berdiri pada 2013 dengan cara dikembangkan sesuai gerak dinamika zaman. Mereka sengaja menghadirkan kembali bentuk hiburan rakyat dengan harapan musik yang dibawakan dapat

dinikmati semua kalangan. Sosok dibalik kelahiran Lantun Orchestra adalah Chaka Priambudi. Awalnya, ia merasa prihatin dengan terpinggirnya lagu daerah yang sejatinya menjadi bagian identitas bangsa. Terdorong keprihatinan tersebut, dia berusaha mengangkat musik tradisional sebagai wujud apresiasi budaya Indonesia. Lagu Daerah Citarasa Baru Di awal tahun 2013, Chaka pun memantapkan diri membuat sebuah proyek musik yang mengangkat lagu daerah. Pada awalnya, dia sempat berpikir lama untuk memutuskan lagu daerah mana yang akan diuliknya. Akhirnya dengan pertimbangan dirinya lahir dan besar di Jakarta, maka ia pun mantap mengangkat musik Betawi. Untuk mewujudkan proyek tersebut, Chaka lantas mengajak Nesia Ardi,

membuat rilisan fisik. Maka, pada rentang Februari hingga September 2014, mereka berkutat di studio untuk membuat mini album. Hasilnya, lahir mini album Self Titled bermuatan empat lagu Betawi cover version dan satu lagu orisinil milik Lantun Orchestra, “Ku Tunggu Kau Di Salemba”. Lagu yang judulnya beraura khas Betawi ini melibatkan Mian Tiara sebagai penulis lirik dan dihiasi petikan gitar Oele Pattiselano. Beken di dunia maya, grup musik ini tertantang untuk mencoba tampil di dunia nyata. Mei 2014, penampilan Lantun Orchestra menjadi debut di muka umum. Aura Betawi mereka aplikasikan pula dalam busana panggung yang dipilih. Ketika berkesempatan manggung di Java Jazz Festival untuk kali pertama pada Maret 2015 lalu, setiap personil Lantun Orchestra yang terdiri dari sembilan 9 orang memakai pakaian adat

sebagai vokalis. Dengan nama Lantun Orchestra, keduanya lantas mengemas ulang beberapa lagu daerah seperti “Keroncong Kemayoran”, “Jali Jali”, serta “Surilang”. Hasil dari reka ulang lagu tradisional yang dibalut irama Jazz tersebut kemudian diunggah ke Youtube. Keluwesan Jazz lantas menginspirasi Lantun Orchestra untuk berkolaborasi dengan genre musik keroncong bersama Soendari Soekotjo.

Betawi yang berwarna-warni. Dalam perjalanannya, Lantun Orchestra tidak membatasi diri hanya membawakan lagu dari Betawi saja. Mereka mulai merambah lagu-lagu dari daerah Jawa, Sumatera, Papua, Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi. Mereka pun mengambil tindakan berani dengan membawakan lagulagu daerah yang jarang didengar atau tidak banyak diketahui oleh masyarakat umum.

Rilis Mini Album Tak berhenti hanya mengunggah ke internet, Lantun Orchestra lantas

Naskah : hadi Foto : istimewa

2016

5

69


olahraga

fisiologi

Persiapan Fisik

Sebelum Olahraga Ekstrim Olahraga ekstrim (extreme sport) beberapa tahun terakhir menjadi tren. Secara definisi apa itu olahraga ekstrim masih berubah-ubah dan definisinya mengikuti perkembangan jaman.

70

5

2016

S

ecara umum semua olahraga ekstrim cenderung menghasilkan kejutan rasa gembira/excitement atau “adrenalin rush�, dimana secara fisik pelaku olahraga ini akan mempunyai risiko tinggi untuk cedera. Olahraga ekstrim dapat dilakukan di udara, di permukaan bumi, dan di bawah permukaan air. Olahraga ekstrim memerlukan performa atlit yang tinggi pada kecepatan (speed), ketahanan (endurance), kekuatan (strength), balance, dan propriosepsi serta daya ledak (power) sesuai jenis olahraga yang dilakukan. Olahraga ini juga memerlukan ketahanan yang berhubungan dengan efek gravitasi pada tubuh di mana atlit akan terpapar bahaya selama melakukan aktifitas

ekstrim, baik itu memakai atau tidak memakai alat pelindung. Aturan pada olahraga ekstrim mengacu pada jenis olahraga dan memerlukan adaptasi dan teknik khusus bagi individu yang melakukannya. Olahraga ekstrim tidak harus mengikuti semua pilar dari kebugaran fisik seperti endurance, kekuatan otot, speed , power, dan fleksibilitas. Tetapi seorang atlit olahraga ekstrim yang sukses harus membangun semua tingkat kebugaran dari semua sisi sesuai olahraga yang dilakukan. Misalnya untuk mountain climber memerlukan kebugaran dan kekuatan otot secara menyeluruh sedangkan pada skateboarding memerlukan kemampuan balance dan propriosepsi yang tinggi.


dengan dead lifts, front squats, bench press, cleans, dan military presses. 2. Stamina Untuk meningkatkan stamina aerobik dapat dilakukan jogging/ running, distance cycling, dan senam aerobik. Sedangkan untuk meningkatkan endurance anaerobic dapat dilakukan latihan high intensity interval training (HIIT).

Persiapan Fisik Untuk melakukan olahraga ekstrim memerlukan persiapan fisik yang khusus, berikut ini adalah contoh persiapan yang dilakukan pada beberapa olahraga ekstrim. 1. Kekuatan Untuk mountain climbing persiapan bagi pemula bisa dengan latihan push ups, pull ups, dips, squats, dan lunges. Bila latihan diatas sudah terasa lebih ringan bisa dilanjutkan

Salah satu HIIT yang umum adalah metode spring interval training yaitu melakukan sprint secara maksimal 30 detik diikuti interval pemulihan 4 – 4,5 menit. Kombinasi ini bisa diulang 3 – 5 kali.

3.

Altitude Training Olahraga ekstrim yang berhubungan dengan ketinggian (sky diving, mountain climbing) memerlukan persiapan khusus. Untuk meningkatkan kemampuan pada ketinggian/ altitude tidak ada cara lain selain berlatih di ketinggian

tertentu. Pilihan lain adalah melakukan latihan aklimatisasi di ketinggian tertentu, tetapi tidak sesederhana dengan melakukan latihan fisik di atas perbukitan atau lereng gunung. Untuk pendakian yang singkat dapat dilakukan persiapan latihan peningkatan stamina aerobik sehingga tubuh dapat menggunakan oksigen dengan lebih efisien saat berada di ketinggian tertentu.

4. Fleksibilitas Secara umum fleksibilitas pada olahraga ekstrim diperlukan untuk menjaga gerakan tubuh dan ekstremitas dalam kondisi prima. Latihan fleksibilitas dilakukan setelah warming up sebelum ke olahraga inti. 5. Balance dan Proprioceptive Latihan balance dan proprioceptive dapat dilakukan menggunakan sarana balance training, balance board atau gymnastic ball. Beberapa olehraga ekstrim memerlukan kemampuan balance dan propriceptive yang tinggi, seperti surf, snow board, slacklining.

Dalam olahraga ekstrim persiapan juga meliputi persiapan alat dan teknologi yang mendukungnya, alat-alat pelindung bagian-bagian tubuh serta asupan gizi dan kalori yang optimal.

Naskah : I Putu Alit Pawana, dr., Sp.KFR Foto : Dokumen pribadi

Contoh Extreme Sports 1. Stratosphere Skydiving 2. Cave Diving 3. Ice Climbing 4. Slacklining 5. Whitewater Kayak 6. Ice Cross 7. Skeleton 8. Ski / Snowboard 9. Surf 10. Ultra marathon 11. Mountain cycling

2016

5

71


kuliner

nutrisi

Spesial Belut Surabaya

Elek Tapi Enak Bentuknya yang seperti ular membuat banyak orang memutuskan enggan makan belut sebelum sempat mencicipi. Tapi coba mampir ke warung Spesial Belut Surabaya (SBS), lalu pesan satu porsi belut, dijamin Anda akan berubah pikiran.

B

elut memang termasuk olahan eksotis yang populer di Surabaya. Mulai dari kelas kaki lima hingga bintang lima bisa Anda temukan menu belut dalam daftar menunya. Salah satunya yang populer adalah Spesial Belut Surabaya (SBS). Berawal dari keinginan Pak Poer

(H. Joko Poerwono) untuk coba-coba membuat menu unik, ia pun mulai membuka warung belutnya di tahun 1985. Waktu itu dalam sehari ia hanya bisa menjual 1 kg belut. Tapi kalau sekarang, jangan ditanya. Dengan jumlah cabang yang semakin bertambah, setiap harinya ia menghabiskan lebih dari 60 kilogram. Di tangan kreatif Poer, hidangan yang kaya akan kandungan Fosfor dan Vitamin A itu tampil dengan beragam olahan menggoda. Mulai dari belut gorengan lengkap dengan sambal dan lalapan, Pecel Belut Kering, Pecel Belut Basah, Pecel Belut Elek, Belut Saos Inggris. Bahkan tersedia juga menu non belut seperti lele dan burung dara. Diantara menu-menu tersebut

yang wajib dicicipi adalah Belut Elek. Biar dibilang elek, tapi soal cita rasa, seporsi belut goreng setengah matang mata ini dijamin akan membuat Anda tidak akan rela untuk berhenti menikmati hingga potongan terakhir. Ditemukannya resep belut elek ini cukup menarik karena berawal dari ketidak-sengajaan. Gara-gara kehabisan gas saat menggoreng belut, Poer terpaksa menyajikan belut setengah matang pada pembeli. Karena merasa masakannya tidak sempurna, waktu itu ia menggratiskan belut porsi terakhir tersebut. Tak dinyana, ternyata si pembeli bilang rasanya enak. Meskipun hanya digoreng setengah matang, belut sama sekali tidak amis. Karena tidak digoreng garing, citarasa Belut Elek ini memang lebih lembut dan gurih. Sebagai pelengkap Anda bisa memilih sambal yang tersedia dalam tiga pilihan: pedas, sedang, dan tidak pedas. Sambal selalu dibuat baru, diulek langsung begitu pembeli memesan. Jadi, semuanya disajikan fresh segera setelah Anda memesan. Hmm...ini baru namanya elek tapi enak.

Naskah : Poppy Febriana Foto : istimewa

72

5

2016


Rujak Soto Banyuwangi

Paduan Seru Rujak Soto Kuliner rujak ataupun soto tentu sudah tidak asing lagi buat Anda. Keduanya dengan mudah bisa ditemukan hampir di seluruh nusantara.

T

api apa jadinya kalau rujak dan soto dipadu dalam satu mangkuk? Paduan seru keduanya ternyata jadi kuliner khas Banyuwangi yang wajib dicicipi. Dari cerita-cerita masyarakat sekitar, hidangan ini awalnya dari keisengan para penjaja rujak di Banyuwangi yang hobi bereksperimen. Di daerah ini sebenarnya ada beberapa paduan rujak dengan menu lain, seperti rujak bakso ataupun rujak rawon. Tapi yang dirasa pas dilidah banyak membuat ketagihan adalah Rujak Soto. Hidangan tersebut baru dikenal sekitar tahun 70an dan setelah itu terus meraih kepopulerannya hingga sekarang.

Salah satu penjual Rujak Soto yang terkenal ada di Kedai Losari. Kedai mungil ini berada di Jalan Losari, Banyuwangi. Tak jauh dari Pendopo Sabha Swagata, yang merupakan kediaman Bupati Banyuwangi. Selain Rujak Soto, kedai ini juga menyediakan Rujak Cingur, Rujak Kecut, dan aneka

minuman segar seperti Es Dawet dan Es Temulawak. Semangkuk Rujak Soto diracik dari potongan lontong, irisan timun, tempe goreng, lalu sayuran pecel yang terdiri dari kangkung, daun turi, kacang panjang, dan kecambah. Semuanya disiram bumbu kacang yang agak kental. Ditaburi bawang goreng, juga seledri. Tak sampai di situ, makanan mirip pecel itu kemudian disiram kuah soto kuning lengkap dengan jeroan. Ada usus, babat, juga kikil. Ditambah kecap manis, emping, juga kerupuk udang. Semangkuk Rujak Soto pun terhidang di depan mata. Aroma mengebul dari mangkuk pun menceritakan sejuta kenikmatan hidangan yang satu ini. Citarasa gurih dari kuah soto bertemu gurihnya petis menjadi kolaborasi sempurna yang membuat hidangan ini begitu lezat. Sebagai teman bersantap Anda bisa memesan Es Dawet atau Es Temulawak. Naskah : Poppy febriana Foto : istimewa

2016

5

73


opini

kapita selekta

Pribakti Budinurdjaja, dr., Sp.OG(K)

Kearifan Medis Dalam Praktek Kearifan medis bukanlah sesuatu yang berkaitan dengan IQ (Intelligence Quotient) tinggi. Kearifan medis juga tidak sama dengan intuisi klinis, suatu ketangkasan untuk menjawab pertanyaan tanpa pemikiran sadar.

K

earifan medis adalah suatu kemampuan untuk dapat memahami dan menjalankan praktik kedokteran dengan perilaku yang dapat diterima akal sehat yang berbasis ilmiah, sensitif terhadap kebutuhan pasien, mengedepankan etik dan dapat memberikan kepuasan secara profesional. Berdasarkan definisi tersebut, maka dokter yang arif memiliki makna dokter yang memerhatikan/ memedulikan pasien dengan upaya mengagumkan dan up to date, sekaligus memerhatikan/ memedulikan keluarganya sendiri, komunitasnya, serta diri mereka sendiri. Hampir semua dokter yang arif tidak mendapati namanya dalam buku sejarah. Mereka menjalankan praktik kedokteran yang patut diteladani, melakukan tugas mereka dengan sepenuh pikiran dan hati, mewariskan suatu penghormatan oleh generasi berikutnya, serta menginspirasi dokter yang lain. Kita semua pasti setuju, bahwa dokter yang ideal adalah dokter yang cerdas, kompeten, rajin, rendah hati, pandai, dapat dipercaya, serta peduli. Kerendahan hati merupakan atribut seorang dokter yang arif, yang selalu berpikiran terbuka terhadap berbagai opini atau dogma yang menantang. Menjadi rendah hati akan membantu seorang dokter yang arif untuk terhindar dari kesalahan akibat sifat arogan. Dokter yang arif tidak segan-segan menggunakan komputer, mengecek literatur terbaru dan meminta pendapat orang yang lebih ahli bila diperlukan. Dokter yang arif akan berada di tempat ketika pasien membutuhkannya, menjawab telepon bila pasien mengalami keluhan, melakukan kunjungan ke rumah sakit, bahkan kunjungan rumah, serta membuat pasien merasa “saya akan ada bila Anda membutuhkan saya�. Dan meskipun memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasiennya, dokter yang arif juga menjaga kesehatannya sendiri sehingga mereka dapat selalu ada disaat pasien membutuhkannya. Satu hal yang pasti dimiliki oleh dokter yang arif adalah kegairahan (passion). Kegairahan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien, kegairahan sepenuhnya untuk terbangun lebih awal di pagi hari, kegairahan untuk memberikan jam kerja ekstra atau memenuhi panggilan rumah sakit walaupun lelah dan lapar. Maka dari itu, kearifan medis menjadi penting di era JKN karena telah terjadi perubahan paradigma di dunia kedokteran. Segala sesuatunya mengalami perubahan, terutama kultur dalam pendidikan kedokteran dari praktik sehari-hari. Ini karena pada zaman dahulu, pengetahuan di bidang medis hanya untuk dokter. Sehingga, pasien memercayakan sepenuhnya untuk pengobatan dan kesehatannya pada dokter. Dulu, dokter dianggap sebagai tokoh paternal (tentu saja karena pada saat itu hampir semua dokter adalah pria). Saat itu terkenal adanya aksioma “doctor knows best.� Pada awal terjadinya demokratisasi pada tahun 1960 an, masyarakat mulai memiliki otoritas untuk bertanya. Dan dengan berjalannya waktu, pasien mulai bertanya pada dokter, mulai mencari berbagai literatur tentang penyakit dan kesehatannya, serta memutuskan sendiri yang akan dilakukan

74

5

2016

terhadap dirinya. Saat ini, banyak beredar buku-buku tentang kesehatan untuk para awam yang dipublikasikan oleh para ahli. Belum lagi peranan internet. Adalah logis bahwa saat ini pengambilan keputusan merupakan sesuatu yang dibicarakan bersama. Lebih dari itu, model kepemimpinan dokter telah bergeser. Bila dulu bersifat paternal, maka dokter yang arif pada era kini harus menjadi fasilisator. Kalau dulu sebagian besar dokter berpraktik solo, bekerja di suatu rumah sakit lokal/ kecil dan melayani masyrakat disekitarnya saja. Di era mendatang, dokter yang berpraktik solo malah akan berpotensi membahayakan pasien. Saat ini, dokter sudah mulai dituntut untuk bekerja secara kolektif dalam bentuk kerja tim agar dapat melayani dan merawat pasien secara secara paripurna. Dokter yang arif akan selalu berusaha untuk bekerja secara tim tersebut. Belum lagi bila demokratisasi dan kolektivitas merupakan hal yang baik, tidak demikian halnya dengan komersialisasi ilmu kedokteran. Saat ini, dengan adanya perusahaan di bidang asuransi kesehatan, maka seolah-olah pasien menjadi komoditas dan terliput. Kita akan cenderung tidak lagi menggaungkan profesionalisme, etik, kehormatan, dan memanusiakan manusia. Tapi, kita lebih terkungkung pada panel-panel pelayanan kesehatan (ingat tentang era BPJS/ SJSN mendatang ). Dengan adanya asuransi, kita tidak lagi bisa memberikan diskon pada pasien yang tidak mampu atau bahkan menggratiskan pasien yang kebetulan kolega kita. Belum lagi saat ini dengan gencarnya beredar iklan-iklan berisi testimoni pasien terhadap rumah sakit tertentu, dokter tertentu dan metode pengobatan tertentu. Bahkan, seorang dokter melakukan propaganda terhadap dirinya sendiri dan secara demonstratif memproklamirkan keunggulannya. Suatu hal yang tidak akan dilakukan oleh dokter yang arif. Terakhir, tidak ada seorang dokter pun yang tidak mengenal komputer saat ini. Bahkan, para dokter muda saat ini tidak lagi mencatat kuliah dosennya dengan menggunakan pena pada buku notes. Ya, dengan komputer telah menggantikan semuanya. Up date informasi kini dapat diperoleh dengan lebih cepat dan lebih mudah daripada mencari dalam jurnaljurnal lama. Nah, dokter yang arif harus mampu mengikuti era ini. Harus mampu dan mau berkomunikasi dengan koleganya melalui email. Harus selalu memiliki waktu untuk meng-update informasi di bidang kedokteran melalui internet. Permasalahannya, kalau pada pertengahan abad 20, ada anggapan bahwa dokter adalah seorang pria, sekarang ini kirakira lebih dari separuh mahasiswa fakultas kedokteran adalah perempuan. Berbagai spekulasi bermunculan, apakah dokter perempuan lebih peduli dan lebih sayang terhadap pasien? Bagaimana pengaruhnya terhadap peran mereka sebagai ibu? Apa pengaruhnya dalam dunia kerja dan praktik kedokteran di masa mendatang ? Yang pasti, akan ada bahkan banyak konsekuensi dari hal tersebut. Namun, tidak ada orang yang arif akan berani meramalkannya. Ah, dunia kedokteran telah berubah.


Informasi Pemasangan Iklan HERU : +62 852-3075-9500 HENRY : +62 896-8627-0561

www.majalahdokter.com

Catatan Editor Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini, laporan perjalanan (hobi, travelling, kuliner) yang sesuai dengan visi dan misi majalah ‘dokter’. Setiap naskah sebaiknya disertai dengan foto atau ilustrasi penunjang. Naskah diketik dalam MS-Word format RTF, panjang naskah 1.000 -1.500 kata. Pembaca juga dapat menyampaikan saran dan kritik tentang content rubrikasi, maupun seputar kegiatan yang berkaitan dengan majalah ‘dokter’. Saran dan kritik terbaik akan dimuat pada Rubrik Surat Pembaca yang akan hadir rutin mulai edisi mendatang.

majalahdokter @majalahdokter

Naskah dikirim via email ke:

redaksi.dokter@yahoo.com Redaksi berhak mengedit setiap naskah yang layak dimuat tanpa mengubah isi yang dimaksud penulis.


76

5

2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.