Majalah Dokter edisi 7

Page 1

FRIENDSHIP-HUMANISM-PHILOSOPHY

Andi Arsyl Rahman Putra Birokrat & Rasa Malu

Moh. Adib Khumaidi, dr., Sp.OT Membagi Peran dengan Manajemen Waktu dan Manajemen Konflik

Jagaddhito Probokusumo, dr. E DIS I 07 /2 01 7

Setelah Dokter Turun ke Jalan

Bureaucrat


Dekanat

Fakultas Kedokteran Unair

S

Periode 2015 - 2020

ebuah babak baru dimulai di jajaran pimpinan Fakultas Kedokteran (FK) Unair dengan dilantiknya pejabat Dekanat pada 4 November 2015. Mendapat amanah sebagai pemimpin, tentunya bukan pekerjaan ringan. Banyak harapan baru disematkan teriring dengan diberikannya amanah ini kepada Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U(K) selaku Dekan FK UNAIR, Prof. Dr. David S.P., dr., Sp.BP-RE(K) selaku Wakil Dekan 1 FK UNAIR, Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG(K) selaku Wakil Dekan 2 FK UNAIR, dan Prof. Dr. Ni Made, dr., MS, Sp.MK(K) selaku Wakil Dekan 3 FK UNAIR, agar bisa mengemban tugasnya sesuai dengan visi & misi FK Unair, yakni:

VISI :

Menjadi Fakultas Kedokteran bermartabat, kompetitif, unggul, di tingkat nasional dan internasional berbasis riset dan teknologi terkini dalam menunjang proses pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat 1. 2. 3. 4.

MISI :

Menyelenggarakan pendidikan akademik dan profesi berbasis kompetensi global, untuk menghasilkan lulusan yang unggul dan berjiwa entrepreneur, yang menjunjung tinggi moral dan etik. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dasar, tetapan, dan kebijakan yang inovatif dan diakui secara nasional dan internasional untuk menunjang pendidikan, pengabdian, dan pelayanan kepada masyarakat. Mendharmabaktikan keahlian dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, humaniora, dan seni kepada masyarakat yang berwawasan kesehatan nasional dan internasional. Mengembangkan kelembagaan yang berorientasi pada mutu dan mampu bersaing ditingkat internasional.


PUISI-PUISI

EN DORFI N

Asa untuk Birokrat Dr. Purwo Sri Rejeki, dr., M.Kes.

Andai dirimu dalam imajinasiku Maka kau akan hadir bagai isyarat penciptaan Tuhan dalam tubuh Laksana sel darah merah dewasa yang usai dengan dirinya Tak hendak mengorupsi oksigen yang ia bawa Dengan setia dihantarkannya ke seluruh sel di raga Begitu amanah Begitu menjaga Ibarat umpan balik homeostasis kiranya Hadir amat santun meredam gejolak hormon yang melonjak Atau menghentak gairah ketika ia rendah adanya Indah berirama Indah bernada Dalam masa merenda asa Kuingin gendang homeostasis kau jaga sempurna Menangkap resah laksana reseptor terpesona oleh pengikatnya

Lalu menyebarnya ke aliran birokrasi yang kilat, tak diperlambat. Apatah lagi menghambat. Mengintegrasi secara presisi, semua informasi banyak sisi untuk diinterpretasi Hendaklah kau memutuskan kebijakan yang menjawab masalah Dengan seimbang Balans terdengar... Dan akhirnya Kendali diri tak melulu berada pada satu kekuasaan utuh Bukankah tubuh tak hanya melaju oleh saraf yang menderu? Tetapi hormon pun turut sebagai penentu Harapku kau berespon secara cepat bagai neuron yang terstimulasi Asaku kau mengakar bagai efek hormon yang hampir lupa berdurasi. Yakinku di suatu masa nanti, birokrasi sudah bukanlah menjadi alasan basi Surabaya, 21 November 2016 2017

7

3


m i k ro s ko p i s

daftar isi

mikroskopis

Indeks Edisi ini

SENIOR ADVISOR Pujo Hartono, Agus Harianto, Tedy Ontoseno, Ario Djatmiko, Urip Murtejo, Purnomo Budi, Pranawa, Sjahjenny Mustokoweni, Faroek Hoesin, Rasjid Moh. Tauhid Al-Amien

Endorfin 03

Asa untuk Birokrat

Lingua

EDITORIAL DIRECTOR Evy Ervianti

06

Sharing and Caring – Bureaucrat

Superior

VICE EDITOR Dwirani Rosmala Pratiwi

07

CREATIVE DIRECTOR Martha Kurnia, Eighty Mardiyan Kurniati

Andi Arsyil Rahman Putra Birokrat & Rasa Malu

Anatomi

10 Prof. Dr. Med. H. Puruhito, dr., Sp.B-TKV(K) Dorong Kualitas SDM Agar TKV Lebih Maju di Indonesia

MANAGING EDITOR Gadis Meinar Sari (Campus News Editor), Cita Rosita Prakoeswa (Scientific Editor), Martha Kurnia (Profile Editor), Brahmana Askandar (Travelling Editor), Hari Nugroho (Information Technology Editor), Damayanti Tinduh (Sport Editor), Adityawarman (Photography Editor), Linda Astari (Book, Film & Music Editor), Irmadita Citrasanti (Fashion Editor), Agus Ali Fauzi (Phylosophy Editor), Agus Harianto (Perifer Editor)

12 Moh. Adib Khumaidi, dr., Sp.OT Membagi Peran dengan Manajemen Waktu dan Manajemen Konflik

ASSISTANCE REPORTER (LINGUA TEAM) Faradillah Mutiani, Salma Mazkiyah, Rizky Rahmatyah Lutifta Hilwana, Rizki N. R.

14

ART & DESIGN DIRECTOR Hari Nugroho

Triono Soendoro, dr., M.Sc., M.Phil, Ph.D. Pionir Perubahan Ilmu Kedokteran

Cito

DISTRIBUTION & COMMUNICATION DIRECTOR Suwaspodo Henry Wibowo Heru Purnomo

16 Departemen Ortopedi & Traumatologi Menjadi Destinasi Pasien di Indonesia Timur

MARKETING & ADVERTISING DIRECTOR Syamsul Arifin Pungki Mulawardhana

16

ACCOUNT DIRECTOR Gadis Meinar Sari Irmadita Citrasanti ASSOCIATE EXECUTIVE EDITOR Baraka Communication ISSN 977 2407085

Sharing and Caring Magazine Kantor Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Jl. Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telpon +62-31-5020251, +62-31-5030253 Email: redaksi.dokter@yahoo.com Website: www.majalahdokter.com

Jagaddhito Probokusumo, dr.

D

okter kelahiran tahun 1991 ini telah memiliki sederet pengalaman berorganisasi di usianya yang masih muda. Mulai dari tergabung sebagai pengurus harian di ISMKI, Ketua Medspin, Ketua BEM FK Unair, Alumnus GHTL, hingga menjadi Vice President External ISMKI. Menariknya, dokter angkatan 2010 tersebut sempat mencicipi pendidikan di Fakultas Tenik Sipil dan Lingkungan di ITB di tahun 2009, sebelum akhirnya masuk ke FK Unair pada tahun berikutnya.

Dokter magazine is published by Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. All rights reserved. No part of this magazine may be reproduced without the permission of Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

4

7

2017


46 Takikardi 48

Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U(K) Menonjolkan Kelebihan Pasangan dan Saling Percaya

Second Opinion

50 Siapa Tokoh Politikus yang Dikagumi?

Laparoskop 51

Di Balik 98 Romansa dalam Rajut Nasionalisme

Inspeksi 52 22 Dokter Dipolitisir - Pranawa, dr., Sp.PD, K-GH, FINASIM Hindari Kriminalisasi dengan Profesionalisme dan Terus Belajar - Agung Mulyono, dr. Dokter Harus Proaktif, Tidak Asyik di Dunianya Sendiri

X-Ray

Sitokin 26

Potongan Kisah Sejarah di Kerajaan

Eksplorasi 30

Diktat

“Airlangga Mengarungi Samudra Menyelamatkan Anak Bangsa”

PT. Petro Graha Medika (PT. Petrokimia Gresik Group) Sahabat Menuju Sehat

54

Hery Sulistianto, dr. Human Interest

Medikamentosa 58

Perawatan untuk Pemulihan Mikropenis

Fisiologi 60

Offroad, Sensasi Menerjang Jalanan Tak Lazim

36

Prof. Dr. H. R. Soedarso Djojonegoro, AIF Jalan Pengabdian Seorang Dokter, Pendidik, dan Diplomat

38

Dr. R. Koesmedi Priharto, Sp.OT, M.Kes Aktif Menyerap Harapan Masyarakat, Cegah Keracunan Kuratif

Inspirasi

40 Ign. Darmawan Budianto, dr., Sp.KJ(K) Telaten Hadapi Pasien Berkat Hobi Filateli

Korpus Alienum

46

Jagaddhito Probokusumo , dr. Setelah Dokter Turun ke Jalan

Aurikulus

Efloresensi

Skeleton

Kapita Selekta

Filosofi 20

Dr. Abdurachman, dr., M.Kes, PA(K)

Ketika Senyum Menyentuh Hati

33

Ibnu Sutowo Saatnya Saya Bercerita!

Infusion 34

42 44

Mengemudi Nyaman dan Aman

Temu Kangen FKUA 77 Bareng Jember Fashion Carnaval

L

ulus dari FK Unair di tahun 1991, dokter Abdurahman kemudian memilih untuk melanjutkan studi S2 dan S3-nya di almamater yang sama. Dokter yang merupakan founder of Asia Pacific Association of Anatomists (APAA) ini kemudian meraih gelar Acupuncturist (internasional) di tahun 2004. Selanjutnya, dokter yang pernah dipercaya menjadi Ketua Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI) dan Ketua Umum Pengurus Besar Pusat PAAI tersebut memperoleh Gelar Kepakaran di tahun 2008.

62

Jadi “Raja” Sesaat Lewat Citarasa Bale Raos

Perifer 64

Jiwa Besar Musik Orkestra

Dr. Abdurachman, dr., M.Kes, PA(K)

Nutrisi

67 68 74

dr. Ario Djatmiko, Sp.B(K) Onk

Kena Ulak Sibau Pernah “Dikejar” Wedhus Gembel Terkenang Pasien Bawa Pisang Batik for All Moment Organisasi Pelayanan Kesehatan Bagaimana sebaiknya?

D

okter yang lahir diantara keindahan Pulau Lombok ini telah menggeluti spesialis bedah sejak tahun 1982. Tak hanya di dalam negeri, alumnus FK Unair tahun 1976 tersebut juga aktif menimba ilmu di luar negeri. Mulai dari training Surgical Oncology di Netherlands, Breast Cancer Management di Milan, Multidisciplinary Approach in Breast Cancer Management di Beligum, dan masih banyak lagi. Dokter yang juga aktif mengajar di FK Unair serta menjabat sebagai Senior Consultant di RSOS tersebut tercatat pula sebagai anggota aktif di beberapa asosiasi bedah onkologi baik nasional maupun internasional.

2017

7

5


dari meja redaksi

lingua

Sharing

& Caring

M

ajalah ‘dokter’ edisi 7 dengan tema “birokrat” dibuka dengan puisi “Asa untuk Birokrat” karya Dr. Purwo Sri Rejeki, dr. M.Kes. Beliau pintar sekali mengolah kalimat verbal dengan unsur kata, larik, bait, bunyi, dan makna menjadi satu kesatuan yang apik sangat bermakna. Kekhasan puisi Dr. Purwo adalah bisa menyatukan bahasa medis dari dunia fisiologi sesuai dengan keahlian beliau, dengan kalimat puitis yang tepat sasaran. Terimakasih kepada Dr. Purwo, sumbangan puisinya yang sangat puitis melengkapi pokok bahasan majalah ‘dokter’ edisi ini. Birokrat yang berasal dari Bahasa Perancis bureaucrat. Awalnya bourrẻe berarti meja, lalu orang-orang Inggris menyerap kata tersebut menjadi meja kerja. Birokrat adalah anggota dari suatu birokrasi yang menjalankan tugas-tugas administrasi dari sebuah organisasi yang seringkali merupakan cerminan atas kebijakan organisasinya. Namun biasanya istilah ini mengacu pada seseorang yang berada di dalam sebuah lembaga pemerintahan. Dalam edisi ini kami mencoba men-jlentreh-kan dunia para birokrat yang kebetulan berprofesi dokter. Dua profesi ini ternyata banyak kita temui dimana-mana. Dokter yang seorang birokrat atau sebaliknya, birokrat yang ternyata berprofesi dokter. Mana yang lebih utama? Biasakah dua profesi ini disatukan? Artinya walau menjabat sebagai birokrat, tetapi tetap tidak bisa meninggalkan dunia kedokteran yang sudah mendarah daging dalam kesehariannya. Mungkin seorang birokrat dengan latar belakang pendidikan dokter punya analisis yang lebih tajam dalam memecahkan banyak masalah. Gambaran tersebut tercermin dari keseharian seorang alumni FK Unair bernama Moh. Adib Khumaidi, dr., Sp.OT yang sangat membanggakan almamater karena berbagai prestasi yang diraihnya. Saat ini beliau masih menjabat aktif sebagai Sekjen PB IDI periode 2015-2018. Profil birokrat juga seorang dokter bisa kita temukan pada diri Agung Mulyono, dr. Beliau adalah satu dari sedikit dokter yang tampil di panggung politik. Politisi Partai Demokrat ini kini bahkan menjabat posisi penting sebagai Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur. Komisi E membidangi masalah kesejahteraan sosial, termasuk kesehatan yang tentunya selaras dengan latar belakang profesinya. Dengan berprofesi ganda paling tidak bisa berperan sebagai corong bagi rekan sejawat ketika ada kebijakan pemerintah yang berimbas langsung pada dokter. Tokoh birokrat-dokter lain yang kita kupas di edisi ini adalah Prof. Dr. H. R. Soedarso Djojonegoro, AIF, yang pernah menjabat sebagai Rektor FK Unair lalu disusul menjadi Duta Besar RI untuk UNESCO yang berkedudukan di Perancis. Prof. Dr. Med. H. Puruhito, dr., Sp.B-TKV(K) juga pernah menjabat sebagai Rektor Unair dan saat ini masih terus mengembangkan SDM Bedah TKV, serta Triono Soendoro, dr., M.Sc., M.Phil, Ph.D., yang merupakan salah satu pionir perubahan ilmu kedokteran. Tokoh-tokoh yang membanggakan almamater tersebut di atas bisa menjadi suri tauladan buat para junior dan anak didiknya, paling tidak sudah memberikan sumbangsih pemikiran tidak saja bagi pengembangan keilmuan kedokteran tetapi juga telah berjasa dalam menetapkan banyak kebijakan penting dalam membangun Negara Indonesia tercinta. Bravo para birokrat yang berprofesi dokter!!! Februari 2017,

6

7

2017


istimewa

superior

Andi Arsyil Rahman Putra

Birokrat

&

Rasa Malu

Saat banyak artis-artis Indonesia menggunakan ketenarannya untuk beraksi di panggung politik dan menjadi birokrat, Andi Arsyil Rahman Putra rupanya tidak tergiur. Tapi meski demikian, pemeran Robby dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji tersebut ternyata punya impian tentang bagaimana seorang birokrat yang ideal bagi negeri ini.

P

roduktif dalam berkarya di layar kaca yang telah melambungkan namanya, ternyata juga dibarengi dengan produktif dalam berkarya di dunia seni tulis melalui beberapa buku inspirastif yang telah ditulisnya. Itulah sebagian kecil dari kesibukan artis kelahiran Makassar yang akrab disapa Andi Arsyil ini. Meski ketenaran dan talenta ada dalam genggamannya, tapi rupanya putra pasangan Prof. Dr. Ir. H. Andi Rahman Mappangaja, M.S dan Ir. Yusnidar Yusuf tersebut belum tertarik untuk berkecimpung langsung menjadi birokrat. “Sebenarnya kita adalah bagian dari birokrasi itu sendiri, karena kita hidup dalam suatu negara atau pemerintahan, walaupun tidak secara langsung,� tuturnya berkilah, saat diwawancarai oleh Majalah Dokter.

2017

7

7


istimewa

superior

Setiap saat selalu terjadi keajaiban dalam tubuh kita. Sel tubuh kita berfungsi, ada yang mati, dan ada yang mengganti. Semua indera tubuh melakukan fungsinya. Dengan segala keajaiban itu, sesungguhnya adalah syarat bahwa kita mampu melakukan berbagai hal luar biasa Birokrat yang Ideal Tapi diakui Andi, sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, ia pun menyimpan impian seperti apa birokrat yang ideal beraksi di panggung politik negeri ini. “Kalau harus ditulis semua, rasanya bakal pegel tangan saya ini. Tapi satu hal yang pasti, menurut saya seorang birokrat yang baik itu adalah birokrat yang punya rasa malu,” ucapnya tegas. Pernyataannya ini pun seakan menjadi harapan agar negara kita tak dikuasai oleh pemimpin yang tanpa rasa malu menyalahgunakan kepercayaan rakyat demi keuntungan pribadi. Terlepas dari maraknya janji-janji manis dan cerita yang diumbar para calon birokrat di panggung politik, aktor yang memulai kariernya sebagai model di Makassar tersebut punya cara tersendiri untuk bercerita. Salah satunya melalui buku-buku karyanya yang sarat dengan inspirasi. Menginspirasi Lewat Buku Buku pertamanya yang berjudul “Life is Miracle”. “Menangkap Pesan Luar Biasa dari Setiap Keping Kejadian” terbit di tahun 2010. Dari sini rupanya Andi mulai ketagihan meluangkan hobinya menulis, sehingga buku kedua berjudul “Eurecle! Anda dan Setiap Manusia adalah Keajaiban” terbit di tahun 2011, disusul dengan buku berjudul Hope di tahun 2012. Banyak pesan yang coba disampaikan melalui bukubukunya. Makna kehidupan coba disampaikan oleh pemeran Furqon dalam film Ketika Cinta Bertasbih ini dalam tulisan filosofis yang ringan. Beberapa disertai pula dengan berbagai referensi scientific, seperti ditulis Andi dalam buku keduanya yang banyak bercerita tentang keajaiban manusia. “Setiap saat selalu terjadi keajaiban dalam tubuh kita. Sel tubuh kita berfungsi, ada yang mati, dan ada yang mengganti. Semua indera tubuh melakukan fungsinya. Dengan segala keajaiban itu, sesungguhnya adalah syarat bahwa kita mampu melakukan berbagai hal luar biasa,” jelasnya.

Andi Arsyil 8

7

2017


“Saya ini Bodoh” Tak salah memang, karena ternyata Andi berhasil membuktikan lewat pencapaiannya selama ini. Sebut saja salah satunya seperti menempuh pendidikan S1 di tiga universitas sekaligus, bahkan sempat melanjutkan studi S2 ditengah padatnya jadwal syuting kejar tayang dan sederet tuntutan sebagai public figure yang harus dijalaninya. Saat disinggung mengenai apa hal yang memotivasinya, dengan rendah hati Andi menjawab bahwa ini semua karena ia merasa sangat membutuhkan ilmu. “Saya ini bodoh, jadi harus belajar lebih keras dari orang lain,” tuturnya merendah. Keseriusannya dalam dunia pendidikan juga tak lepas dari pandangannya tentang semakin banyaknya anak muda yang pandai dan kritis saat ini. ”Tugas saya adalah melakukan “lompatan” dan “perubahan” dalam hidup dengan berusaha lebih keras lagi. Modal utama saya saat itu hanya masa muda dan semangat hidup. Di sisi lain itu mengajarkan saya tentang etos kerja, integritas, dan kedisiplinan. Ini semua tentang memperbaiki diri sehingga saya memutuskan untuk terus melanjutkan kuliah di sela-sela aktifitas yang lain,” imbuhnya. Manajemen Aktivitas Saat ditanya tentang apa rahasianya dalam menyelaraskan seabreg kegiatan dan waktu, Andi mengaku bahwa kunci utamanya adalah manajemen aktivitas dan standar hidup. “Setiap hari kita akan melewati waktu yang sama, 24 jam sehari, tapi mengapa satu orang bisa menghasilkan banyak hal sementara yang lain tidak, semuanya tergantung dari bagaimana me-manage waktu dan mengisinya dengan hal-hal berkualitas,” jelasnya. Pilihan aktivitas untuk mengisi waktu ini menurut Andi tak lepas dari bagaimana standar hidup yang dipilih oleh setiap orang. Saat seseorang memiliki standar hidup yang berkualitas, maka setiap waktunya akan diisi dengan sesuatu yang lebih bermanfaat. “Hal-hal inilah yang akan mengubah pola berpikir kita, dan tata cara menjalani hidup kita. Misalkan saat waktu kuliah, setiap mahasiswa/i datang ke kampus untuk belajar tapi bagi saya datang ke kampus adalah pemantapan belajar kepada yang “sudah ahli” guru/dosen. Kapan saya belajar ? Ya di waktu yang lain dan sebelumnya, anggap aja “curi start” duluan. Tujuan yang berbeda akan menghasilkan tata cara, proses, dan hasil yang berbeda pula pastinya,” pungkasnya.

Rahman Putra Naskah : POPPY FEBRIANA Foto : Dokumen Pribadi

2017

7

9


10

7

2017

profil

anatomi


Prof. Dr. Med. H. Puruhito, dr., Sp.B-TKV(K)

Dorong Kualitas SDM Agar TKV Lebih Maju di Indonesia

S

Jalan panjang melakoni peran sebagai dokter, akademisi dan juga birokrat, telah dilakoni oleh Prof. Dr. Med. H. Puruhito, dr., Sp.B-TKV(K). Hebatnya, ketiga peran yang membutuhkan kompetensi baik skill, kecakapan, dan leadership (jiwa kepemimpinan) itu, bisa ‘diperankan’ dengan baik oleh pria kelahiran Kediri, 16 November 1943 ini.

ebagai dokter, Prof. Puruhito adalah salah satu pendiri Himpunan Spesialis Bedah Toraks, Kardiaks, dan Vaskular (TKV) di Indonesia. Dia juga inisiator berdirinya Divisi Toraks Jantung dan Pembuluh Darah di FK Unair pada tahun 1973 yang kemudian dijadikan bidang ilmu yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Hingga kini, dia masih tercatat sebagai penasihat. Dia juga pernah menjadi tim dokter haji di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 1994. Selama berpuluh-puluh tahun mengabdi di dunia kedokteran, dia telah meraih banyak penghargaan. Pria yang pernah mendapatkan beasiswa dari Ford Foundation Scholar, Unversitas Ohio, Amerika Serikat ini juga aktif berorganisasi. Dia pernah menjabat Vice President Indonesia Association of Thoracic and Carrdiovascular Surgeons (1985-1995), lalu presiden IKABI periode 1997-2002. Dan, dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Airlangga periode 2001-2006. Yang luar biasa, di tengah aktivitas padat sebagai dokter dan birokrat, Prof. Puruhito masih rajin menulis buku demi kemajuan dunia kedokteran. Sudah ada 16 buku dan 111 publikasi ilmiah yang dia tulis sebagai sumbangsihnya untuk kedokteran, terutama bidang keahliannya, ilmu bedah toraks, kardiaks, dan vaskular. Dan itu menjadi rujukan para ahli bedah Indonesia. Meski, jalan menuju kedokteran itu ternyata tidak semulus keinginan masa kecil. Puruhito muda sempat tergoda ingin menjadi pilot. Bahkan, pernah terbersit menjadi astronot. Namun akhirnya ia mantap memilih masuk kedokteran. Berkecimpung Menjadi Birokrat Berkecimpung sebagai birokrat sejatinya tidak pernah terpikir dalam benak Prof. Puruhito. Namun, ketika diberi amanah sebaga birokrat yang ikut mengurusi kemajuan akademis di Universitas Airlangga, dia tidak mundur. Dia malah terpacu membuat terobosan

untuk semakin memajukan Perguruan Tinggi (PT) almamaternya itu. “Mengembangkan Unair sampai jadi pembantu rektor, sampai jadi rektor, itu di luar dugaan saya. Dan bagi saya, untuk memajukan Unair harus ada perubahan. Unair harus jadi otonom. Unair punya tanggung jawab nasional karena dianggap perguruan tinggi tertua setelah UGM dan ITB. Karenanya, Unair harus mengembangkan misi utama PT yakni membuat ilmuwan dan mengembangkan ilmu. Jadi kalau ada PT nyari duit, itu salah,” ujarnya. Tantangan Mengembangkan TKV Sebagai pakar di bidang bedah, Prof. Puruhito mengungkapkan tantangan untuk mengembangkan ilmu bedah TKV, sangat besar. Banyak aspek yang mesti dipersiapkan mulai dari sumber daya manusia (SDM), sarana, fasilitas, dan teknologi. Untuk mengembangkan SDM tidaklah mudah karena acapkali terbentur sarana. Dia mencontohkan baru saja pulang dari Bangladesh. Negara yang dianggap tidak sekaya Indonesia ini ternyata sudah punya empat Cardiac Center dengan jumlah operasi jantung per tahun mencapai 70 ribu. Sementara Indonesis hanya punya satu Cardiac Center yakni Rumah Sakit Harapan Kita (RS khusus jantung dan pembuluh darah di Jakarta) dengan operasi bedah jantung sekitar tiga ribu saja. “Bila ingin memajukan bidang ini (TKV), pemerintah harus concern di tahap perencanaan dan penganggaran,” jelas pria yang biasa disapa Ito ini. Salah satu upaya yang bisa dikembangkan adalah mendorong kualitas SDM. “Kita berkembang karena kemampuan kita. Jadi yang saya bina sekarang ini sistem agar solid sehingga SDM-nya kuat dan disiplin. Ini yang saya lakukan di departemen ini. Harapannya juga di departemen lain,” harap Prof. Puruhito. Naskah : Hadi Santoso Foto : Farid Rusly

2017

7

11


12

7

2017

profil

anatomi


Moh. Adib Khumaidi, dr., Sp.OT Sekjen PB IDI

Membagi Peran dengan Manajemen Waktu dan Manajemen Konflik Mengabdi dan berorganisasi. Dua ikhtiar itu yang selama bertahuntahun menjadi nafas bagi Moh. Adib Khumaidi, dr., Sp.OT dalam menjalani kehidupannya. Dia mengabdikan ilmunya untuk masyarakat. Dia aktif berorganisasi sejak kuliah demi menyambung silaturahmi dan demi dunia kedokteran di negeri ini semakin profesional.

S

udah 14 tahun, Adib aktif di Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Selama itu, ada banyak momen yang bak gula-gula manis dari ikhtiar hebat yang dilakukannya. Ada banyak momen hebat yang menegaskan totalitas pengabdian bapak tiga anak ini pada profesinya dan masyarakat. Ketika lulus dari Fakultas Kedokteran Unair tahun 1999, dia langsung hijrah ke Jakarta. Aktif di organisasi kemahasiwaan (HMI) membawanya mendapatkan amanah jadi Sekjen BAKORNAS LKMI (Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam). Aktivitas di Jakarta pula yang membawanya bertemu dengan istrinya (seorang dokter alumnus FK Trisakti). Dan itu membuatnya semakin mantap berkiprah di Jakarta. “Dalam menjalani karier, saya memegang filosofi air mengalir yang diajarkan guru-guru saya. Bahwa tak peduli seberapa jauh jaraknya dari muara, air pasti akan tiba di sana. Dari filosofi itu, saya bisa meneladani sikap air yang konsisten,” ujar pria kelahiran Lamongan, 28 Juni 1974 ini. Pada akhirnya, jiwa sebagai dokter profesional membuat Adib memutuskan kembali berkarir di profesi kedokteran. Dia lalu menjalani PTT di Jakarta di bawah Departemen Kesehatan saat itu yaitu “Brigade Siaga Bencana (BSB) pertama tahun 2001. Dia aktif di penanggulangan bencana

nasional dan internasional bersama para senior. Salah satunya Prof. Dr. Aryono D. Pusponegoro untuk membuat Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) tahun 2002 yang diresmikan sebagai perhimpunan keseminatan di bawah IDI saat Muktamar IDI 2003 di Balikpapan. Dari situ, dia kembali “tercebur” dalam aktifitas IDI. Tak lama setelah itu, bencana besar mengguncang Indonesia. Yakni tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004. Dokter Adib jadi ketua bidang penanggulangan bencana PB IDI sekaligus ketua pelaksana harian bantuan kesehatan di Aceh. Pasca empat bulan di Aceh, keinginan masuk PPDS (pendidikan dokter spesialis) membuatnya ikut tes dan diterima di Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Orthopaedi di FKUI. Saat menjalani pendidikan spesialis, Adib masih aktif di PB IDI. Dia lalu diberi amanah sebagai Ketua Pusat Data dan Layanan Informasi (PUSDALIN) juga konsultan HWS/ World Bank Project. Di periode berikutnya, amanah untuknya bertambah dengan dipercaya membantu MKKI (Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia) PB IDI. Lalu pada periode 2012-2015, dia menjabat Ketua Bidang Organisasi. Dan pada periode 2015–2018, dia mendapat amanah jadi Sekjen PB IDI. Karier cemerlang Adib tidak lepas dari sosok-sosok hebat yang menginspirasinya. Benarlah ujaran bahwa di belakang orang sukses, ada orang hebat. Baginya, figur ayahnya yang membentuk jiwa pengabdiannya. Sang ayah selalu mengingatkan, hidup hanya untuk mencari ridho Allah SWT. “Beliau selalu bilang “kamu harus bersyukur diberi karunia sebagai dokter. Karena hanya profesi dokter yang mempunyai dua amalan. Yaitu amalan dunia berupa rizki dari profesi dokter dan amalan akhirat karena kita selalu didoakan dan mendapat berkah dari pasien-pasien yang mendapatkan kesembuhan dari Allah SWT melalui perantara kita,” kenang Adib. Selain sang ayah, karier Adib juga terinspirasi Prof. Dr. Farid Anfasa Moeloek. Baginya, Prof. Dr. Farid Anfasa Moeloek-lah penginspirasi langkah kariernya di organisasi IDI dan juga guru besar llmu Bedah FKUI, Prof. Dr. Aryono D. Pusponegoro yang menginspirasinya untuk lebih berani dan percaya diri.

Melakoni peran sebagai dokter sekaligus aktif di PB IDI dan juga peran lainnya, tentu tidak mudah. Ada banyak tantangannya. Ada banyak suka dukanya. Suka karena bisa bersilaturahmi dengan banyak orang. Dukanya, kadang sampai tak punya waktu weekend dengan keluarga. Dan, bagi Adib, kunci sukses menjalani dua peran berbeda itu ada pada kemampuan manajemen waktu dan manajemen konflik. “Tantangannya bagaimana membagi waktu dengan baik diantara profesi sebagai dokter bedah, pengajar, dan organisasi. Dan tidak kalah pentingnya membagi waktu dengan keluarga karena peran keluarga yang membuat saya bisa seperti sekarang,” ujarnya. Kepada dokter yang aktif di birokrat, baik di fungsional, struktural, atau birokrat yang menjalankan administrasi/tugas-tugas organisasi, dia berharap di unsur-unsur tersebut banyak dokter yang bisa bersinergis dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada profesi kedokteran. Utamanya dalam posisi pemerintahan di pendidikan kedokteran dan di kementerian kesehatan. Termasuk juga sebagai anggota legislatif yang dapat berperan dalam kebijakan kesehatan baik skala nasional maupun regional. Dia berharap dengan peran-peran strategis di birokrasi, bisa saling memperkuat profesi kedokteran sesuai dengan tupoksi masing-masing dalam kerangka rencana strategis organisasi profesi dokter, dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sinergisme, sinkronisasi, dan konsolidasi sangat perlu dilakukan secara kontinu dan konsisten. Sebab, pekerjaan besar akan bisa diselesaikan dengan bersama-sama memaksimalkan potensi yang ada di profesi dokter Indonesia. “Pilar-pilar birokrat tadi harus saling sinergis untuk tujuan yang sama demi profesi dokter Indonesia. Saya selalu menyampaikan ada 3 E yaitu energizing the profession, empowering the community, dan educate the government. Kita sudah saatnya bicara GRAND DESIGN ke depan tentang masa depan pendidikan kedokteran, sistem pelayanan kesehatan dan sistem pembiayaan kesehatan,” tegasnya. Naskah : Hadi Santoso Foto : Dokumen Pribadi

2017

7

13


14

7

2017

profil

anatomi


Triono Soendoro, dr., M.Sc., M.Phil, Ph.D.

Pionir Perubahan Ilmu Kedokteran

S

Tak pernah ada yang tahu ujung lautan. Spirit itu menjiwai Triono Soedoro dalam merawat mimpi menjadi “pionir perubahan” di bidang Kedokteran. Sesuatu yang dulunya seperti menerobos awan yang tinggi. Namun, semangat dan wasiat dari orang tua membuat langkahnya lebih mudah dalam melalui semua rintangan.

ejak kecil, ia tidak pernah bercitacita menjadi dokter. Ia sebenarnya tidak begitu tertarik dengan dunia kedokteran. Namun, dorongan orang tuanya menjadikan jalan hidupnya berputar 180 derajat. Seperti jalan takdir, tiap tikungan dan hambatan menjadikannya semakin matang. Perjalanan hidup Triono Soendoro selalu ramai, bergemuruh dan penuh dengan kejutan. Menghabiskan masa kecil di NTB tak pernah menciutkan nyalinya untuk terus bekelana. Ia ingat betul ketika masih tiga bulan menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran tingkat Propadus. Almarhum ayahnya berpesan supaya nanti dapat menjadi Doktor Ilmu Kedokteran di Universitas Yale, Amerika Serikat. “Waktu itu saya sama sekali tidak mengerti apa Doktor itu. Seperti sebuah motivasi dan wasiat,” jelasnya. Pesan tersebut disampaikan tiga hari sebelum ayahnya kecelakaan. Baru 10 tahun kemudian, ia memahami maksud ayahnya tersebut. Ternyata pada 1959 ayahnya pernah menempuh program Doktor di Universitas Yale, Amerika Serikat. “Tetapi pendidikan itu tidak selesai karena harus kembali setahun kemudian ke FKUA dan menjadi Doktor ketiga di FKUA. Kalau tidak salah itu terjadi pada 1964,” ungkapnya. Atas dorongan tersebut, dari hati kecilnya tumbuh tekat yang kuat untuk segera menjadi Doktor di Amerika Serikat. Waktu itu, peluangnya sangat kecil. Persoalan biaya dan kemampuan Bahasa Inggris yang lemah menjadi faktor fundamental untuk bisa sekolah di Amerika Serikat. Syukurlah, atas dukungan ibu dan kakak tertuanya, Triono memulai untuk merintis upaya untuk menempuh program Doktor di USA. Ia coba mengirim surat ke beberapa Universitas di USA, Inggris, serta negara lainnya. Hasilnya, ada lima universitas di USA yang menerima permohonan mengikuti program Doktor dalam bidang “reproductive endocrinology”. Kelima universitas itu adalah University of Texas, UC San Fransisco, University of Pennsylvania, Wayne State University, dan Yale University. “Alhamdulilah sejak 1985-1989 program master dan doktor selama 4 tahun usai dijalankan dengan beasiswa dari USAID,” jelasnya.

Begitu selesai mendapat gelar Doktor, promotornya menjelaskan kalau dirinya telah diterima bekerja di Atlanta dan Chicago sebagai direktur IVF lab. Tetapi, Triono memilih kembali ke Indonesia. Atas permintaan pimpinan Bappenas, ia diminta bekerja di sana sejak 19902000 sebagai perwakilan dari Departmen Kesehatan yang disetujui oleh Menteri Kesehatan. Pertimbangannya, Bappenas waktu itu membutuhkan dokter yang menyandang gelar Doktor. Di sinilah dimulai perjalanan bekerja di pemerintahan yang sebenarnya bukan di bidang Ilmu Biomolekuler yang selama ini ditekuninya. Suka duka selama berproses di pemerintahan adalah adanya konflik kepentingan yang dilandasi oleh pilihan pihak-pihak lain. Dialog hampir jarang terjadi. Sebab, semuanya lebih pada pendekatan top down sesuai dengan GBHN. Setelah bekerja Bappenas selama 10 tahun, ia pun mengakhiri dan mengundurkan diri untuk menghadap tantangan baru. Sekitar tahun 2000, dengan beasiswa dari The Bill and Melinda Gates Foundation, dirinya diterima di Universitas Johns Hokpins, Baltimore, USA selama 1 tahun menjadi “strategic leadership fellow”. Semua itu menjadi bekal belajar bagaimana Indonesia menapaki proses desentralisasi. Pada awal 2001, ia menerima SK untuk diangkat sebagai dosen status penuh waktu di Universitas Johns Hopkins. Sebelumnya, ia juga diminta menjadi staf dosen bergelar associate professor di Tohuku University, Jepang untuk program International Health, sekitar tahun 1999. Bahkan, pada tahun 2000, dirinya juga mendapatkan tawaran dari Prof. Amartya Sen yang merupakan pemegang nobel untuk menjadi “fellow” di Universitas Cambridge Inggris. “Tetapi saya memilih ke Johns Hopkins, USA. Karena saya ingin belajar menjadi agen perubahan,” jelasnya. Sepulang dari Johns Hopkins, ia menapak karir kembali ke Departemen Kesehatan hingga memasuki usia pensiun pada 2013. Ia pun ingin kembali menekuni Ilmu Bio-Molekuler dan Immunology yang sudah ditekuni selama mengikuti program Doctor di Yale untuk menjadi “pionir perubahan” di bidang Keilmuan Kedokteran. Naskah : Emi Harris Foto : DOKUMEN PRIBADI

2017

7

15


16

7

2017

cito

laporan utama


DEPARTEMEN ORTOPEDI & TRAUMATOLOGI FK - UNAIR

Menjadi Destinasi Pasien di Indonesia Timur

2017

7

17


laporan utama

cito

S

emisal kebiasaan tidak tertib di jalan ketika menggunakan sepeda motor yang berisiko mengalami kecelakaan dan menyisakan trauma pada sistem muskuloskeletal. Inilah ranah dari Departemen Ortopedi dan Traumatologi. RSUD dr. Soetomo selama ini memang menjadi destinasi kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan Indonesia Timur. Dan itu tidak lepas karena kompetensi dan reputasi bagus Divisi Ortopedi dan Traumatologi RSUD dr. Soetomo yang didukung dokter pengalaman dan peralatan medis kekinian sehingga mampu menangani keluhan pasien terkait ortopedi dan traumatologi. Berikut ini adalah beberapa dokter yang berkecimpung di Departeman yang telah berusia hampir setengah abad tersebut.

Mouli Edward, dr., Sp.OT

Pelayanan Sudah Komprehensif

D

epartemen Ortopedi dan Traumatologi kini menjadi salah satu divisi “paling sibuk” di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soetomo. Hal ini merujuk pada tingginya jumlah kunjungan pasien akibat pola hidup masyarakat Indonesia yang rentan cedera ataupun kecelakaan.

18

7

2017

“Ortopedi adalah ilmu yang terukur.” Pertimbangan itulah yang membuat Mouli Edward akhirnya mantap memilih Ortopedi dan Traumatologi. Baginya, Ortopedi dan Traumatologi merupakan ilmu yang bisa terukur, semisal hasil dari sebuah operasi bisa langsung kelihatan apakah hasilnya bagus atau sebaliknya. Dan yang terpenting, bisa menumbuhkan harapan hidup pasien karena pasien puas fungsi organ tubuhnya dipertahankan. Selama bertahun-tahun, dokter kelahiran Semarang tersebut mengakrabi bidang ini. Tepatnya setelah lulus pendidikan dokter Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) dan melanjutkan pendidikan dokter spesialis FK Unair pada 2007 silam. Dari lima divisi Ortopedi dan Traumatologi, dokter kelahiran 1971

tersebut memilih Divisi Oncology Orthopaedi atau Muskuloskeletal Tumor yang fokus pada pelayanan paripurna oleh tim muskuloskeletal tumor, rekonstruksi allograft, rekayasa jaringan dengan menggunakan biomaterial dan stem cell, serta rekonstruksi prosthesis oleh tim muskuloskeletal tumor. Menurut Mouli, Departemen Ortopedi dan Traumatologi di RSUD dr. Soetomo kini sudah lengkap dalam menangani masalah ortopedi dan traumatologi yang dialami pasien. Selain Divisi Oncology Orthopaedi, juga ada Divisi Hand & Micro Surgery (Bedah Tangan dan Mikro Rekonstruksi), Divisi Lower Extremity (Bedah Anggota Gerak Bawah) & Sports Injury, Divisi Spine Surgery (Bedah Tulang Belakang) dan Paediatric Orthopaedic. “Masing-masing divisi memiliki keunggulan. Kami punya bank jaringan yang terbesar di Indonesia sehingga kita bisa memproduksi tulang dari orang lain untuk orang lain dengan allograft atau prosthesis. Sekarang kami bisa rekonstruksi dengan kombinasi keduanya. Jadi pelayanannya sudah sangat komprehensif,” jelas alumnus FK Unair angkatan 89 ini Teddy Heri Wardhana, dr., Sp.OT

Jadi Tempat Belajar Dokter Luar Negeri Tidak sedikit masyarakat yang masih memiliki opini bahwa kualitas rumah sakit dalam negeri masih kalah dibandingkan dengan rumah sakit di luar negeri. Padahal, dari segi pelayanan dan juga kualitas sumber daya manusianya, ada banyak rumah sakit dalam negeri yang tidak kalah. Berkembangnya opini seperti itu disesalkan oleh Teddy Heri Wardhana. Menurutnya, untuk pelayanan dan penanganan pasien, utamanya di Departemen


Ortopedi dan Traumatologi, sudah jauh berkembang. Tidak hanya Divisi, bahkan hingga sub Divisi. Dengan banyaknya kasus yang terjadi, SMF Ortopedi dan Traumatologi RSUD dr. Soetomo selama ini sudah menjadi rujukan nasional untuk kawasan Indonesia Timur. Seharusnya, reputasi bagus itu bisa meyakinkan masyarakat sehingga tidak hanya berobat ke Singapura ataupun di Penang, Malaysia. “Masalahnya banyak yang belum tahu dan menganggap kami inferior. Sebetulnya dari pelayanan dan knowledge, sudah tidak kalah dengan rumah sakit di luar. Dengan Singapura, dari sisi human power resources, kami sudah setara. Untuk fellowship divisi hand, teman-teman yang belajar di Singapura, juga belajar di sini. Apa yang ditangani di Singapura, bisa ditangani di sini. Tinggal fasilitas pendukungnya,” jelas dokter spesialis Divisi Hand & Micro Surgery (Bedah Tangan & Micro Rekonstruksi) ini. Selama ini, sambung Teddy, selain jadi jujugan bagi masyarakat Indonesia Timur, Departemen Ortopedi dan Traumatologi RSUD dr. Soetomo juga menjadi contoh bagi rumah sakit lainnya. Untuk ranah Surabaya, bila ada operasi mikro semisal rekonstruksi saraf di rumah sakit lainnya yang harus dilakukan cangkok saraf atau cangkok otot, maka tim dokter SMF Ortopedi dan Traumatologi RSUD dr. Soetomo bisa menanganinya. “Kami berangkat ke sana. Di sini juga ada bidang-bidang yang menjadi acuan karena untuk Indonesia kami yang terbaik. Dan kami tidak hanya meningkatkan human resources, tetapi juga bertahap memperbaiki peralatan. Tahun ini bertahap didatangkan beberapa peralatan canggih sehingga berbagai kasus bisa dikerjakan di Surabaya tidak perlu ke luar negeri,” sambung dokter alumnus FK Unair angkatan 1993 ini.

Tri Wahyu Martanto, dr., Sp.OT(K)

Kembangkan Center of Excellent Keputusan untuk memilih jalan demi masa depan itu sudah berlalu lebih dari 25 tahun. Tepatnya di tahun 1988. Tetapi bagi Tri Wahyu Martanto, momen itu akan selalu abadi dalam ingatan. Yakni, momen ketika dirinya urung meneruskan keinginannya menjadi tentara. Keinginan untuk mengabdi di militer tersebut batal setelah menerima pertanyaan dari ibunya. Pria kelahiran Jakarta inipun lantas memilih kedokteran. Lulus dari FK Unibraw, Tri Wahyu lantas mengambil pendidikan dokter spesialis di FK Universitas Airlangga (Unair) pada 1997. Singkat kisah, selesai mengikuti program wajib kerja sarjana (WKS) spesialis di Samarinda pada 2004, dia kemudian menjadi staf medik di SMF Ortopedi dan Traumatologi serta bergabung jadi staf pengajar. Dia juga mengambil program Fellowship Pediatric Orthopaedic di National University of Singapore pada 2006. “Di Singapura selesai 2007, kemudian bekerja di sini, di bawah Prof. I Putu Sukarna juga dengan Dr. Komang Agung mengembangkan spine pediatric,” ujar Tri Wahyu. Selama itu, Tri Wahyu melihat ada banyak kemajuan yang bergerak cepat di Departemen Ortopedi dan Traumatologi RSUD dr. Soetomo yang terpresentasi dalam lima divisi yang dikembangkan. Perkembangan divisi itu lantas diikuti dengan direkrutnya staf baru untuk dididik mengembangkan di masing-masing sub divisi. “Saya direkrut di pediatric ortopedi (ortopedi anak),” kenangnya. Saat ini RSUD dr. Soetomo jadi rujukan tersier. Mungkin kuantitasnya tidak sebanyak dulu, tapi kualitas kasusnya lebih complicated. “Untuk penanganan kasus trauma ini, kami mengembangkan center of excellent (penanganan kasus trauma yang sebaik mungkin),” jelas dokter berkumis ini. Naskah : Hadi Santoso Foto : Farid Rusly

2017

7

19


FILOSOFI

renungan

Dr. Abdurachman, dr., M.Kes, PA(K)

Ketika Senyum Menyentuh Hati T

entang senyum Les Giblin pernah bertutur apik, “If you’re not using your smile, you are a man with a million dollars in the bank and no checkbook�. Boleh jadi melalui untaian kalimat itu, Les Giblin ingin mengingatkan kita betapa besar nilai senyuman itu. Melalui informasi media sosial, pernah penulis baca sebuah kisah menarik yang berasal dari seorang mantan mahasiswi alumnus sebuah perguruan tinggi di Jerman. Ia menuturkan kisahnya, “Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif. Ia memiliki kualitas yang saya berharap agar setiap orang bisa memilikinya. Tugas terakhir kepada para mahasiswanya diberi judul Smiling. Seluruh mahasiswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyuman kepada tiga orang asing yang ditemuinya. Reaksi mereka didokumentasikan. Setelah itu setiap mahasiswa diminta untuk mempresentasikan di depan kelas. Saya termasuk seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah. Setelah menerima tugas itu, saya bergegas menemui suami dan anak saya yang bungsu menunggu di taman

20

7

2017


halaman kampus, untuk pergi ke restoran di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Di saat suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si bungsu sambil mencari tempat duduk yang belum terisi. Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, tiba-tiba setiap orang di sekitar kami bergerak menjauh. Bahkan, orang yang semula antri di belakang saya ikut keluar dari antrian. Perasaan panik menguasai diri saya. Ketika saya berbalik dan melihat mengapa semua mereka menjauh, saat itulah saya mencium aroma bau badan, cukup menyengat. Ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma, yang sangat dekil. Saya bingung, tidak mampu bergerak seperti mematung. Ketika saya menunduk, tak sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat, ia tersenyum. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima kehadirannya di situ. Ia menyapa “Good day!” sambil tetap tersenyum, sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Spontan saya membalas senyumannya. Di saat itu teringat oleh saya tugas dari dosen Sosiologi. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh. Berdiri di belakang temannya. Saya segera sadar bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental. Rupanya lelaki bermata biru itu adalah penolongnya. Saya sangat iba setelah tahu bahwa dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka. Tak terasa tiba-tiba kami, yang hanya bertiga sudah sampai di depan counter. Ketika wanita muda di counter bertanya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini terlebih dulu memesan. Lelaki bermata biru segera memesan “Kopi saja, satu cangkir Nona.” Rupanya dari koin yang terkumpul, hanya itulah yang mampu mereka pesan. Sudah menjadi aturan restoran, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu. Tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan. Tiba-tiba saja rasa iba menyerang diri saya. Rasa iba membuat diri saya sempat terpaku. Sembari mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk. Jauh terpisah dari tamu-tamu yang lain. Hampir semua mereka sedang menikmati makanannya. Pada saat bersamaan, saya baru sadar bahwa semua mata di restoran

tertuju ke diri saya, juga semua yang saya lakukan. Saya baru sadar, setelah petugas di counter menyapa saya untuk ketiga kalinya, menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum, minta diberikan dua paket makan pagi, di luar pesanan kami, dalam nampan terpisah. Setelah membayar semua, saya minta bantuan petugas untuk mengantarkan makanan kami ke meja/tempat duduk suami dan si bungsu. Sementara saya membawa nampan yang lain, berjalan melingkari sudut menuju meja yang telah dipilih kedua lelaki itu. Saya letakkan nampan berisi makanan di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung tangan lelaki bemata biru. Saya berucap lirih, “makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua.” Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya. Kini mata itu mulai basah berkacakaca. Ia hanya mampu berkata “Terima kasih banyak, Nyonya.” Saya mencoba tetap menguasai diri. Sambil menepuk bahunya saya berkata, “Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian.” Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak. Saat itu, ingin sekali rasanya saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka. Saya bergabung dengan suami dan si bungsu, tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk, suami mencoba meredakan tangis saya, sambil tersenyum berkata “Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan engkau menjadi istriku. Pasti untuk memberikan keteduhan bagiku dan anak-anak kita. ”Kami saling berpegangan tangan beberapa saat. Saat itu kami benar-benar bersyukur, menyadari bahwa hanya karena Dialah kami mampu memanfaatkan kesempatan, berbuat sesuatu bagi orang lain yang sangat membutuhkan. Ketika kami sedang menikmati makan, satu persatu tamu restoran menghampiri meja kami, sekadar ingin berjabat tangan. Mulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran, disusul oleh beberapa tamu lainnya. Satu diantaranya adalah seorang Bapak. Ia memegangi tangan saya, berucap lirih tapi tegas “Tanganmu telah memberikan pelajaran mahal bagi kami semua di sini. Jika suatu saat saya diberi kesempatan oleh-Nya, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan.” Sambil

tersenyum, saya berucap terimakasih. Sebelum meninggalkan restoran, saya sempatkan untuk melihat ke arah dua lelaki itu. Seolah ada magnet yang menghubungkan batin kami, mereka menoleh ke arah kami sambil tersenyum. Mereka melambai-lambaikan tangannya ke arah kami. Sepanjang perjalanan pulang saya renungkan apa yang telah saya lakukan. Itu tindakan yang benarbenar tidak pernah terpikirkan. Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah. Saya membawa cerita ini di tangan. Saya menyerahkan paper itu kepada dosen Sosiologi. Keesokan harinya, sebelum memulai kuliah, saya dipanggil ke depan kelas. Ia melihat saya dan berkata, “Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?” Dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika akan memulai kuliah, dia meminta perhatian dari kelas. Ia mulai membacakan paper saya. Para mahasiswa mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen. Ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan cerita, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana kejadian sesungguhnya berlangsung. Para mahasiswi yang duduk di deretan belakang di dekat saya, datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya. Di akhir pembacaan paper, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di bagian akhir. “Tersenyumlah dengan hatimu, niscaya kau segera tahu betapa dahsyat dampak senyummu itu.” Di dalam dunia medis, senyum utamanya merupakan aktifitas wajah. Aktifitas utama otot-otot wajah, terutama otot lingkar mulut dan lingkar mata. Medis Cina memandang penting peran wajah. Dari wajah, sesuai medis Cina, dapat dikenali apakah orang sedang sehat atau sebaliknya. Apakah orang sedang bahagia atau sebaliknya. Melalui wajah pula, keadaan bahagia atau sebaliknya bisa diupayakan. Upaya menuju bahagia antara lain melalui senyuman, terutama senyuman tulus, senyuman dari hati. Demikian juga sehat, bisa diupayakan melalui sehatnya wajah. Wajah yang sehat merupakan indikator sehatnya seluruh jiwa-raga. Untuk itu, tersenyumlah, karena melalui senyuman yang tulus, yang sehat bertambah sehat, sedangkan yang sakit menjadi lekas kembali sehat, aamiin. Foto : istimewa

2017

7

21


22

7

2017

cito

laporan utama


Dokter Dipolitisir T

erminologi dokter memberikan sejumlah predikat, tanggung jawab, dan peran-peran eksistensial lainnya. Tanpa melupakan sisi dominan proses pembelajaran dan pengembangan intelektual, seorang dokter pada prinsipnya juga diamanahkan untuk menjalankan tugas-tugas antropososial dan merealisasikan tanggung jawab individual kekhalifaan, mewujudkan “kebenaran� dan keadilan, yang tentunya tidak akan terlepas pada konteks dan realitas dimana dia berada. Namun dalam perjalanannya merealisasikan tanggung jawab tersebut bukan hal mudah, kala banyak kebijakan pemerintah lantas dibuat tanpa mempertimbangkan posisi dan kondisi dokter. Seperti halnya kebijakan BPJS yang membuat langkah maju dan mundur dokter dalam menerima atau menolak kebijakan ini sama-sama jadi keputusan yang berat. Profesi seorang dokter pun seolah-olah dipolitisir, ditempatkan di posisi yang sulit.

2017

7

23


cito

laporan utama

Pranawa, dr., Sp.PD, K-GH, FINASIM

Hindari Kriminalisasi dengan Profesionalisme dan Terus Belajar Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter telah terikat setia pada sumpah profesinya. Bahwa, dokter bekerja tanpa secuil pun niat untuk mencelakai orang/pasien. Namun, ketika sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada pasien, perspektif yang terbentuk di masyarakat adalah dokternya yang salah. Sehingga, muncullah istilah kriminalisasi dokter.

M

antan Ketua IDI dua kali, Pranawa, dr., Sp.PD, K-GH, FINASIM mengatakan, kata kriminalisasi dokter itu sebenarnya tak hanya populer sekarang ini. Menurutnya, kriminalisasi dokter sudah muncul sejak satu dekade lalu. Kala itu, ada dokter yang dalam menjalankan profesinya sebenarnya melakukan pelanggaran administrasi, tetapi ternyata bisa dijerat dengan hukum pidana. Setelah berkonsultasi ke beberapa tempat, Pranawa dan beberapa dokter lantas melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan pengujian Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik

24

7

2017

Kedokteran. Hasilnya, MK mengabulkan permohonan itu dengan menganulir beberapa poin yang sarat nuansa kriminalisasi dokter. MK mencabut ancaman pidana paling lama tiga tahun bagi dokter yang melakukan praktik tanpa izin dan meniadakan hukuman ancaman hukuman pidana tiga tahun bagi dokter yang tidak memiliki surat tanda registrasi serta ancaman pidana satu tahun karena tidak memasang papan nama. Dianggap Kriminalisasi Menurut dr. Pranawa, seorang dokter tidak punya niat mencelakai pasiennya. Tapi, dokter terlanjur diposisikan tak boleh salah. Ketika terjadi hal-hal di luar harapan pasien dan keluarganya, itu seolah dianggap tindakan kriminal. Padahal, kelalaian itu dalam proses untuk menolong. “Dokter ini bukan can do no wrong. Perspektif orang, dokter salah itu seolah tindakan kriminal. Menurutnya, di internal dokter sebenarnya ada prevensi agar tidak sampai terjadi kriminalisasi dokter seperti majelis kedisplinan (MKDI), majelis etik (MKEK). Dengan aturan itu, dokter benarbenar sadar bahwa mereka dituntut disiplin. Beberapa rumah sakit juga punya komite etik sebagai monitoring agar dokter menjalankan tugas sesuai aturan. Ketika ada dokter diadukan masyarakat, ada mekanisme penanganan di komite etik atau komite disiplin. “Ketika dokter dipanggil komite medik, itu sudah malu sekali. Apalagi sampai dicabut izin praktiknya, itu malapetaka bagi dokter karena tidak bisa berprofesi. Tapi memang, profesi dokter ini dalam waktu yang sama

bisa dituntut pelanggaran etika, juga pidana dan perdata. Kasihan dokter itu. Perlu ada pemikiran adanya mahkamah kedokteran untuk menghindarkan dokter dari kriminalisasi karena dokter tidak bisa sembarangan,” sambung dokter spesialis ginjal dan hipertensi ini. Semakin Berpotensi Kini, di era diberlakukannya BPJS Kesehatan, dr. Pranawa menyebut potensi dokter dikriminalisasi semakin marak. Dia mencontohkan istilah fraud atau melakukan pengobatan tidak sesuai standar dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Menurutnya, fraud ini bisa dilakukan pasien, rumah sakit, ataupun BPJS dalam artian membatasi sesuatu sehingga tidak sesuai standar pengobatan. Namun, persepsi di masyarakat yang terkena adalah dokternya. “Ada banyak hal yang masalah utamanya tidak selalu pada dokter. Semisal keterbatasan sarana dokter yang bertugas di daerah atau keinginan masyarakat. Sehingga kita melakukan penanganan yang sebetulnya tidak sesuai standar, tapi kadang-kadang dianggap kriminal,” jelas dokter berusia 66 tahun ini. Menghadapi situasi seperti itu, tidak ada pilihan bagi dokter selain tetap bertugas. Istilah Pranawa, nggak kerja nggak makan. Namun, dia menyarankan agar dokter terus meningkatkan profesionalismenya dengan mengikuti perkembangan, bekerja sesuai etik dan memahami peraturan yang ada serta mau terus belajar. Sehingga, dokter bisa tahu mana “ranjau” yang harus dihindari. Naskah : Hadi Santoso Foto : Farid Rusly


Agung Mulyono, dr.

Dokter Harus Proaktif, Tidak Asyik di Dunianya Sendiri Berbincang dengan Agung Mulyono, tidak seperti sedang bertutur dengan seorang politisi. Bila kebanyakan politisi gaya bicaranya over semangat, bahkan meledak-ledak, dan substansi obrolannya cenderung tendensius, tidak demikian halnya dengan Agung. Bahasanya kalem. Tutur katanya teratur. Meski, yang dibahas juga masih tentang politik. Boleh jadi, itu tidak lepas dari latar belakangnya sebagai dokter.

A

gung Mulyono adalah satu dari sedikit dokter yang tampil di panggung politik. Politisi Partai Demokrat ini kini bahkan menjabat posisi penting: Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur. Komisi yang

membidangi masalah kesejahteraan sosial, termasuk kesehatan yang tentunya selaras dengan latar belakang profesinya. Corong bagi Sejawat “Jarang ada dokter jadi politisi. Harapan saya bisa mewakili dan jadi corong sejawat manakala ada hal-hal yang harus disuarakan. Selama ini hanya sebatas diskusi di grup WhatsApp yang tidak ada action. Dengan duduk di dewan ini, tidak selesai pada diskusi. Tetapi bisa eksekusi,” ujar Agung Mulyono. Dan memang, Agung telah berperan sebagai corong bagi rekan sejawat ketika ada kebijakan pemerintah yang berimbas langsung pada dokter. Salah satunya penerapan BPJS Kesehatan. Menurutnya, opini yang muncul di kalangan dokter, terkesan dokter jadi “korban”, utamanya dokter spesialis karena sekarang dipaket. Menyikapi hal itu, Komisi E DPRD Jatim telah memanggil stakeholder terkait agar ada solusi bersama. Penuhi 5H Bagi dokter kelahiran Banyuwangi ini, penerapan BPJS Kesehatan idealnya bisa memenuhi 5H (happy). Yakni happy BPJS, happy patient, happy provider (klinik/rumah sakit), happy doctor, dan happy Dinas Kesehatan. Semuanya harus gembira dengan program ini. Tidak ada pihak yang dirugikan. Dari 5H itu, Agung menyebut

pekerjaan rumahnya banyak. Memang, konsepnya bagus. Dia mencontohkan, dulu orang miskin sebelum ada program ini, bila sakit yang mengharuskan cuci darah seminggu, bukan tidak mungkin pasien tersebut akan menjual rumah. Sementara dengan BPJS, cukup membayar 25 ribu sekian per bulan. Tentunya murah sekali. Namun, implementasinya di lapangan, belum semua sebagus konsepnya. Untuk bisa mencapai 5H itu, dia menyebut semua pihak harus proaktif. BPJS misalnya, harus tetap sosialisasi ke masyarakat, juga kepada dokter. “Buka forum diskusi. Jangan menutup diri,” ujarnya. Jangan Asyik Sendiri Karenanya, dia mengimbau kepada para dokter untuk lebih bersatu. “Dokter harus proaktif, jangan asyik sendiri. Selama ini, image-nya hidup di dunia sendiri. Kini saatnya bersatu. Faskes primer, sekunder, dan tersier bersatu. Saling koreksi dan saling benahi. Saran saya, bikin kajian yang obyektif dan jangan subyektif. Tidak ada dokter dipolitisir. Memang kesannya dokter menjadi korban, utamanya dokter spesialis, yang sekarang dipaket, dulu kan ndak kalau sakit. Harapannya rumah sakit bisa kendalikan biaya dan mutunya,” sambung dia. Naskah : Hadi Santoso Foto : dokumen PRIBADI

2017

7

25


travel

sitokin

26

BUCKINGHAM PALACE

7

2017


CHATEAU DE VERSAILES

Potongan Kisah Sejarah di Kerajaan Kerajaan tak sekadar menjadi singgasana, jejak sejarah terpatri di dalamnya. Perjalanan peradaban memberikan banyak kisah yang sulit untuk dilupakan. Meskipun sudah banyak yang berubah, kerajaan tetap menjadi pusaran massa yang begitu memesona

D

i beberapa negara, kerajaan yang tersohor masih menjadi magnet para wisatawan. Mereka datang tak sekadar untuk menambah koleksi foto, lebih dari itu. Jejak kerajaan yang sudah terbangun dalam ratusan atau bahkan ribuan tahun memberikan lansekap dunia yang tak pernah pudar. Berikut beberapa kerajaan yang menjadi jujukan para wisatawan di dunia. BUCKINGHAM Buckingham merupakan istana para raja Inggris di London, yang terletak di kota Wistminster. Istana ini menjadi tempat untuk setiap acara kerajaan pada masanya. Saat ini, Istana Buckingham

menjadi objek wisata bagi banyak wisatawan. Istana klasik tersebut memiliki seni budaya yang sangat indah, Buckingham adalah salah satu dari istana peninggalan kerajaan Inggris. London sendiri menawarkan berbagai destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Salah satu yang paling tersohor adalah wisata kerajaan. Jika tidak memiliki waktu banyak, sensasi kehidupan bak raja dan ratu Inggris bisa tetap Anda rasakan hanya dalam waktu sehari dengan menyusuri kerajaan di London. Pada musim panas, wisatawan dapat tur ke “State Rooms� yang menjadi tempat bagi Ratu dan keluarga kerajaan menerima tamu-tamu mereka. Tak hanya itu, ada juga

pameran spesial yang tiap tahunnya selalu berganti. Jika beruntung, wisatawan juga dapat melihat pergantian penjaga istana yang biasanya dilakukan pada pukul 11.30. CHATEAU DE VERSAILES Kota mode dunia seperti Paris ternyata menyimpan kisah perjuangan yang sangat besar, ditandai dengan adanya sebuah istana megah yang menjadi kediaman resmi bagi para raja-raja Perancis kala itu. Dibangun pada tahun 1624 oleh raja Louis XII, banyak kisah yang beredar tentang bangunan unik nan indah ini, Chateau de Versailes adalah sebuah bangunan yang kaya akan budaya dan seni yang tinggi. Pengagum peninggalan sejarah kebesaran bangsa Perancis yang dapat

2017

7

27


travel

sitokin

Taman Sari Yogyakarta

berkunjung ke Istana Versailles ibarat sebuah impian bagi mereka. Istana Versailles di Paris, Perancis, merupakan istana emas peninggalan abad ke-16 milik Raja Matahari. Bangunan tersebut memiliki luas sebesar 63.154 meter persegi dan terdiri dari 2.300 ruangan. Dari 2.300 ruangan, terdapat 1.000 ruangan yang kini digunakan sebagai museum. Hal yang paling tersohor dari bangunan ini adalah ruangan kaca, apartemen raja dan ratu, serta tentunya kamar raja dan ratu. KERATON YOGYAKARTA Keraton Kasultanan Yogyakarta merupakan sebuah kerajaan peninggalan

28

7

2017

Kerajaan Mataram Islam yang sudah berumur ratusan tahun dan telah dipimpin oleh raja-raja pendahulu hingga sekarang. Didirikannya keraton ini berawal dari pemisahan Kerajaan Mataram pada perjanjian Gianti tahun 1855 yang membagi Kerajaan tersebut menjadi dua kekuasaan yaitu Kasunanan Surakarta yang diperintah oleh Pakubowono III dan Kasultanan Ngayogyakarta yang diperintah oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Kemudian keraton ini dibangun pada masa pemerintahan pangeran Mangkubumi tahun 1755.

Masuk ke dalam keraton pun juga tidak sembarangan. Peraturan sudah berlaku bagi para wisatawan lokal maupun asing yang ingin melihat ke dalam keraton. Sesuai ketentuan yang berlaku, keraton dibuka untuk umum menurut jadwal dan jam buka yang telah ditetapkan. Di dalam keraton Anda akan menemukan banyak peninggalan pusaka yang telah berumur ratusan tahun. Keraton Surakarta Hadiningrat Keraton Surakarta (Solo) atau disebut sebagai Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan keraton dengan gaya dan arsitektur unik yang memadukan


Keraton Yogyakarta

Keraton Surakarta Hadiningrat

antara gaya Eropa dan etnik Jawa dalam setiap sudutnya. Secara sejarah Keraton Solo dibangun oleh Pakubuwono II sekitar tahun 1744. Sebelum memasuki Keraton Surakarta/Keraton Solo, para pengunjung akan disuguhi dengan kemewahan Museum Keraton Surakarta sekaligus menjadi pintu masuk utama para Keraton. Museum Keraton Surakarta memiliki beragam koleksi seperti kursi, payung, senjata, foto-foto raja, arca kuno, wayang, gamelan, diorama upacaraupacara adat, dan masih banyak lagi. Setelah puas menyusuri sejarah melalui Museum Keraton Surakarta, Anda akan

menyaksikan sebuah pintu besar yang dikenal dengan Kori Sri Manganti Kidul yang menjadi pintu masuk Keraton Surakarta. Tepat di utara pelataran Keraton Surakarta, terdapat sebuah bangunan bernama Panggung Songgo Buwono. Menara berketinggian lebih kurang 30 meter tersebut berbentuk segi delapan dengan tutup saji diatasnya. Paku Buwono III (1749-1788) mendirikannya sebagai tempat meditasi raja dengan Ratu Pantai Selatan. Sebenarnya fungsi menara tersebut sebagai tempat mengintai gerak gerik Belanda yang berpusat di Benteng Vastenburg dan sekitarnya.

Bagian lain Keraton Surakarta/Keraton Solo yang tak kalah bersejarah adalah Sitihinggil. Berasal dari kata siti yang artinya tanah, dan inggil/hinggil yang berarti tinggi. Dilihat dari struktur dan letak bangunannya, Sitihinggil memang terlihat lebih tinggi dari bangunan di area Keraton Surakarta. Bangunan ini dulu merupakan tempat bagi bupati dan punggawa kerajaan menghadap raja-raja Surakarta, sekaligus sebagai tahta raja pada upacara-upacara kebesaran.

Naskah : Emi HaRris Foto : Istimewa

2017

7

29


eksplorasi

bedah rumah sakit

PT. Petro Graha Medika (PT. Petrokimia Gresik Group)

Sahabat Menuju Sehat

Layanan kesehatan hadir tak hanya melengkapi lansekap sebuah kota. Di Gresik, rumah sakit menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari fungsi utama menuju kesehatan. Hadir dalam sekat-sekat masyarakat yang dinamis dalam menjaga kehidupan sehat.

P

erkembangan peradaban menempatkan keberadaan rumah sakit begitu penting di suatu daerah. Rumah Sakit juga menjadi denyut nadi utama dalam kehidupan bagi masyarakat. Rumah Sakit Petrokimia Gresik (RSPG) pun hadir dalam mendampingi sekaligus memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sekitar maupun para tenaga kerja yang tersebar di sejumlah kawasan industri di kota santri ini.

30

7

2017

Perjalanan 18 tahun lamanya, rumah sakit yang memiliki moto ‘Sahabat Menuju Sehat’ ini terus melakukan inovasi dengan memberikan pelayanan prima, fasilitas lengkap serta sarana yang nyaman. Penempatan posisi sebagai garda terdepan dalam layanan kesehatan masyarakat. Untuk mempertajam ujung tombak pelayanan itu, mereka tak hanya difokuskan di RSPG yang berada di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 69, Gresik saja.

Rumah sakit dibawah naungan PT. Petro Graha Medika ini pun mendekatkan pelayanan dengan masyarakat. Upaya jemput bola yang masif di arus bawah. RSPG kini memiliki tiga rumah sakit dan dua klinik yang tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Gresik. Selain RS Petrokimia di Jalan Jenderal Ahmad Yani yang dijadikan sebagai kantor pusat, mereka juga memiliki RSPG Grha Husada, Jalan Padi 1 Komplek PT. Petrokimia; RS Petrokimia Driyorejo, Jalan Legundi


Driyorejo; Klinik Satelit Kalimantan, Jalan Kalimantan, Gresik Kota Baru; serta Klinik PPK 1 Petrokimia di Jl A. Yani, Gresik. Direktur Utama PT. Petro Graha Medika, Hery Sulistianto, dr., mengatakan, di setiap cabang RS Petrokimia kini memiliki keunggulan masing-masing. Nilai lebih yang memberikan pelayanan prima dan kepedulian tinggi pada masyarakat. “Keberadaan kami ingin memberikan serta melayani masyarakat sesuai dengan kebutuhan mereka atau yang mereka inginkan,” tutur alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini. Pelayanan yang maksimal inilah akhirnya banyak membuahkan hasil, salah satu diantaranya penghargaan Trauma Center tingkat nasional dari BPJS Ketenagakerjaan. Penghargaan yang pantas atas buah kerja keras yang

dilakukan dalam mengelola layanan kesehatan. “Penghargaan ini salah satu bentuk apresiasi kepada jejaring Trauma Center BPJS Ketenagakerjaan yang dinilai telah memberikan pelayanan terbaik kepada peserta di setiap wilayah,” jelas dokter Hery. Mencoba memberikan sentuhan pelayanan bidang kesehatan yang lain dari rumah sakit kebanyakan, RSPG pun memberikan keunggulan di masingmasing cabangnya. Memberikan perbedaan yang memperkuat pelayanan. Berikut salah satunya: HEALTH & BEAUTY CENTER Klinik kecantikan di RSPG, Jalan Jenderal Ahmad Yani ini, sengaja dibangun untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat kota Gresik, terutama bagi kaum hawa yang sangat memerhatikan penampilannya. Health & Beauty Center ini nyaris sama dengan klinik kecantikan kebanyakan. Fokus perawatannya pun tentang kecantikan wajah, kulit, hingga bentuk tubuh. Namun, ada beberapa keunggulan lainnya dibanding klinik kecantikan lainnya. Karena proses pembedahan kulit bisa dilakukan di sini. “Dokter spesialisnya terintregasi dengan rumah sakit. Sehingga pasien atau pengunjung tak perlu khawatir, karena ditangani oleh orang yang tepat serta didukung dengan peralatan yang memadai,” kata dokter yang hobinya jeprat-jepret kamera ini. Untuk memberikan layanan yang komprehensif, selain dukungan tim Dokter 2017

7

31


eksplorasi

bedah rumah sakit Spesialis Kulit dan Dokter Bedah Plastik yang mumpuni, klinik ini juga dilengkapi dengan Dokter Obgyn, dan Klinik Batra (Pengobatan Tradisional) khususnya akupunktur untuk kecantikan dan HBC cafe yang menyiapkan menu healthy food and diet bagi pengunjung serta masyarakat umum. KLINIK TUMBUH KEMBANG ANAK & ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Layanan untuk mengetahui tumbuh kembang anak secara periodik dan penanganan anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti autisme dan ADHD ini bisa dijumpai di RSPG Grha Husada. Klinik untuk ABK ini menjadi salah satu pelayanan unggulan yang diberikan.

32

7

2017

Karena berbagai terapi diberikan untuk pendampingan kesehatan sekaligus pendidikan bagi ABK. Beberapa di antaranya screening tumbuh kembang, terapi perilaku, terapi wicara, fisioterapi, dan pelayanan konsultasi sekaligus psikotes. Layani Pasien BPJS Kesehatan Munculnya kebijakan pelayanan kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan inipun juga menjadi perhatian khusus bagi RSPG. Misi serta visi melayani masyarakat siapa pun dan dimana pun membuat RSPG menjadi bagian dalam jejaring ini. Sehingga Fasilitas Kesehatan (Faskes)

tingkat I pun tersedia. Yaitu di Klinik Satelit Kalimantan. Fasilitas pelayanannya pun lengkap. Mulai dari Vaksinasi, poli umum, poli gigi, UGD 24 jam, poli spesialis, spesialis bedah (bedah umum), spesialis penyakit dalam, spesialis obgyn (kandungan dan kebidanan), spesialis saraf, dan spesialis THT. Semua ujung tombak pelayanan itu saat ini menjadi gerbang utama dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat. Langkah kecil yang memberikan arti bagi masa depan. Meletakkan pondasi pelayanan yang selalu terdepan bagi masyarakat. Naskah : Emi Harris Foto : Dokumen Pribadi


resensi buku

Diktat

IBNU SUTOWO

Saatnya Saya Bercerita! Dokter Pejuang, Bapak Palang Merah, dan Perminyakan Indonesia

I

bnu Sutowo yang lahir di Grobogan adalah putra dari Wedana Grobogan, Jawa Tengah. Masa kecilnya dia bersekolah di Hollands Inlandsche School (HIS) di Grobogan, selanjutnya masuk Europeesche Lagere School (ELS) di Yogyakarta. Setelah lulus dengan hasil yang baik, selanjutnya mendapatkan beasiswa masuk Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) di Yogyakarta. Setelah lulus pada tahun 1930 pemuda Ibnu Sutowo mendaftarkan diri di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya. Dari 221 calon mahasiswa yang mendaftrarkan diri, ternyata Ibnoe Soetowo termasuk dalam 64 orang yang dinyatakan lulus diterima menjadi mahasiswa Sekolah Kedokteran NIAS di Surabaya. Di Kota Pahlawan itu, dia berkenalan dengan dosen Dr. Soetomo, tokoh Budi Utomo. Dari situlah anak Wedana Grobogan ini mengenal pergerakan. Sepuluh tahun kemudian Ibnu Soetowo lulus menjadi “Inlandsche Dokter� (Dokter Bumiputera) dan mendapat tugas sebagai dokter di Belitang, suatu daerah terpencil di Sumatera Selatan. Dengan gaji sekitar 260 gulden (pada saat itu harga beras sekitar 20 gulden per pikul), gaji yang cukup banyak itu sesuai dengan risiko pekerjaan yang penuh bahaya binatang buas di tengah hutan serta terkena penyakit seperti malaria dan lain-lain. Tahun 1941 beliau dipindah tugaskan ke Martapura dan menemukan jodohnya di sana. Menikah dengan Zaleha bin Syafe’ie di Martapura pada saat tentara Jepang menduduki daearah itu. Meskipun keadaan bergolak, dr. Ibnu Sutowo tetap bekerja sebagai dokter yang dihormati di daerah tersebut. Pada saat Jepang menyerah di tahun 1945, dr. Ibnu Sutowo pindah bertugas memimpin Rumah Sakit Umum Palembang dan rumah sakit di Pladju, tidak jauh dari Palembang. Di tahun tersebut beliau juga diangkat sebagai Kepala Kesehatan Tentara dengan pangkat Mayor Tituler, yang selanjutnya 2

tahun kemudian naik pangkat jadi Letnan Kolonel. Meskipun sehari-harinya tetap bertugas sebagai dokter, beliau ikut menjadi penanggung jawab pencetakan uang kertas Republik di Wilayah Sumatera Selatan di awal berdirinya Republik Indonesia. Setelah masa kemerdekaan, ia sempat bertugas sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Tentara se-Sumatera Selatan (1946-1947). Agresi Militer Belanda ke I dan ke II telah menyebabkan kekacauan di seluruh Indonesia termasuk di Sumatera Selatan. Dalam pertempuran 5 hari melawan NICA di Palembang, beliau ikut aktif bergerilya dan keluarga ditinggalkan di Muara Aman. Sebagai Kepala Staf Sub Komandemen Sumatera Selatan, Letnan Kolonel dr. Ibnu Sutowo ikut aktif dalam perundingan gencatan senjata dengan tentara Belanda (NICA) di Palembang pada tahun 1948. Pada tahun 1955, Ibnu Sutowo ditunjuk sebagai Panglima Teritorium / T-II (setara dengan Panglima Kodam) Sriwijaya. Masih ada tugas tambahan lain

bagi dr. Ibnu Sutowo, yaitu mengurus pengelolaan minyak di Sumatera Selatan. Pada masa itu banyak terjadi nasionalisasi perusahaan asing, terutama milik Belanda. Kepala Staf Angkatan Darat pada masa itu Jenderal Nasution melihat pula kemampuan administratif dari Ibnu Sutowo dan menunjuknya sebagai kepala pengelola PT. Tambang Minyak Sumatera Utara (PT Permina). Pada tahun 1968, perusahaan ini digabung dengan perusahaan minyak milik negara lainnya menjadi PT. Pertamina. Dengan nakhoda seorang dokter, sekaligus Letnan Jenderal Angkatan Darat, PT. Pertamina bangkit menjadi penopang utama ekonomi Indonesia. Di zaman pemerintahan Orde Baru tahun 1966, Ibnu Sutowo dipercaya sebagai Menteri Pertambangan Gas dan Minyak Bumi dalam kabinet Pembangunan. Kemajuan yang pesat dicapai oleh Pertamina sehingga Indonesia menjadi suatu negara penghasil minyak yang perlu diperhitungkan di Asia Tenggara. Di zaman peralihan dari Orde Lama menjadi Orde Baru, posisi PT. Pertamina sebagai penunjang utama perekonomian negara sangat penting sehingga Indonesia bisa bangkit dari keterpurukannya. Hal ini diakui oleh banyak negara lain dan berbagai penghargaan diterima oleh dr. Ibnu Sutowo. Pada tahun 1976 beliau mengundurkan diri sebagai Direktur Utama Pertamina, namun masih terus berdarmabakti di masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) . Dr. Ibnu Sutowo meninggal tahun 2001 di Jakarta dengan menorehkan tinta emas dalam masa awal pembangunan negeri ini. Semua mengakui bahwa beliau telah berdarmabakti untuk rakyat Indonesia, sebagai dokter, pejuang, tentara, dan membangun perminyakan di Indonesia. Naskah : Indropo Agusni & Evy Erviantii Foto : istimewa

2017

7

33


TIPS

I N FUSI ON

Mengemudi

Nyaman dan Aman Tanpa ada peduli merek, jenis transmisi matic, manual serta harga mobil yang Anda kemudikan, aspek keamanan adalah yang utama.

N

amun sebelum masuk ke kiat dasar keamanan di jalan waktu mengemudi, pertamatama dapatkan kenyamanan dalam posisi mengemudi terlebih dulu. Silakan atur kursi atau jok hingga

34

7

2017

Anda bisa letakkan pergelangan tangan diatas roda kemudi dan mengendalikan stir dengan leluasa. Atur pula kemiringan sandaran kursi hingga Anda temukan posisi ideal yang betul-betul nyaman.

Hal-hal sederhana ini akan sangat membantu kurangi tingkat kelelahan, sehingga Anda bisa terhindar dari bahaya kecelakaan akibat kelelahan atau posisi mengemudi yang tidak pas. Jika posisi telah diatur, berikut ini


kecepatan stabil, karena saat Anda berjalan melambat maka akan memungkinkan air masuk dari knalpot dan menimbulkan kerusakan catalyc converter. Untuk menghindari agar air tidak masuk ke saringan udara, berjalanlah dengan lambat tapi konstan.

beberapa mengemudi dengan aman lainnya yang bisa disimak. 1. Aman di malam hari Untuk perjalanan di malam hari, sering kali Anda jadi silau akibat sorotan lampu kendaraan di depan. Karenanya hindari pandang langsung pada titik lampu, arahkan pandangan Anda ke sisi kiri jalan untuk panduan arah agar tidak dibutakan oleh lampu. Tentu saja Anda harus tetap dalam keadaan konsentrasi penuh. 2. Menerjang genangan air Jika terpaksa harus menerjang genangan air, gunakan gigi paling rendah. Jalankan mobil dengan

Kecepatan yang disarankan saat menerjang genangan adalah tidak lebih dari 3 kilometer per jam. Kalau mobil sudah di tengah genangan, kecepatan bisa dinaikkan menjadi 6 kilometer per jam. Teknik ini akan menimbulkan gelombang haluan di bagian depan dan menurunkan air di sekitar mesin, sehingga akan menurunkan risiko masuknya air ke saringan udara dan menjaga keselamatan komponen listrik maupun elektronik kendaraan Anda.

3. Menuruni bukit Hindari menggunakan rem terus menerus, melainkan gunakan rem sesaat-sesaat untuk memberi kesempatan rem dingin kembali. Jika mencium bau kampas rem terbakar, sebaiknya segera menepi dan biarkan rem dingin kembali, karena ketika kampas semakin

terbakar akan membahayakan perjalanan Anda. Untuk menghindari penggunaan rem terus menerus, Anda juga bisa menahan laju dengan mempergunakan kekuatan deselerasi mesin kendaraan. Di medan dengan turunan yang ekstrim sebaiknya jumlah penumpang dan barang jangan terlalu berat, karena akan menambah beban mobil dan membuat laju kendaraan saat turun menjadi lebih cepat.

4. Di tempat parkir Rencanakan jalan keluar sebelum memasuki area parkir. Hindari tempat parkir yang tidak aman walaupun dengan alasan lokasi yang lebih dekat, praktis, tidak perlu membayar parkir, dan lain-lain. Selalu parkir di tempat yang aman, sebisa mungkin lengkap dengan petugas keamanan dan fasilitas keamanan yang memadai seperti adanya kamera pengawas. Untuk menghindari aksi kejahatan yang tidak diinginkan, parkirlah di tempat yang terang hingga dapat terlihat jelas dari jarak 60 meter. Naskah : Heru Purnomo Foto : istimewa

2017

7

35


36

7

2017

cito

laporan utama


Prof. Dr. H. R. Soedarso Djojonegoro, AIF

Jalan Pengabdian Seorang Dokter, Pendidik, dan Diplomat Tak banyak dokter pernah dipercaya mengemban amanah sebagai diplomat yang menyampaikan kebijakan dan aspirasi negara dalam forum resmi internasional, seperti yang pernah dilakoni oleh Prof. Dr. H. R. Soedarso Djojonegoro, AIF semasa dirinya menjabat Duta Besar Indonesia di Perancis.

P

adahal, berkarier sebagai diplomat di luar negeri, sejatinya tidak pernah terbersit dalam benak pria kelahiran Pamekasan, 8 Desember 1931 ini. Sebagai seorang dokter, passion terbesar dalam hidupnya adalah bekerja melayani masyarakat serta mengajar. Tetapi, kecakapan dan jiwa kepemimpinan Prof. Soedarso muda dalam berorganisasi, sudah terasah sejak berusia muda. Di usia 21 tahun, tahun 1952, dia pernah aktif dalam Gerakan Mahasiswa Surabaya (GMS). Di tahun 1974, ketika diangkat menjadi pegawai negeri, dia dipercaya sebagai asisten di Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Unair dan membantu di kantor pusat di bidang kemahasiswaan.

Dua tahun kemudian, Prof. Soedarso diangkat menjadi sekretaris dan kemudian dipercaya menjadi PR bidang kemahasiswaan. “Saya menjadi pembantu rektor selama 11 tahun. Umumnya setiap ada rektor baru, ngambil pembantu rektor baru. Tapi saya dipercaya oleh tiga rektor menduduki pembantu rektor bidang kemahasiswaan. Sampai Februari 1984, saya diangkat jadi rektor menggantikan Prof. Marsetio, rektor ke tujuh. Saya rektor ke delapan,” jelas Prof. Soedarso yang total sembilan tahun memimpin Unair (19841993). Semasa jadi pembantu rektor periode 1974-1984, Soedarso mendapat tanggung jawab mengurusi pendidikan dalam cakupan lebih luas. Di tahun 1979, dia dipercaya pemerintah menjabat Koordinator Kopertis wilayah VII yang dulu meliputi Kalimantan, Bali, sampai Timor Leste. “Setelah jadi rektor, jabatan Kopertis dan PR saya lepas. Saya kembali ke kampus untuk full ngajar, lalu tahutahu saya mendapat berita diangkat menjadi duta besar RI untuk Unesco yang berkedudukan di Perancis,” ujarnya. Informasi ditunjuk sebagai duta besar (Dubes) di Perancis itu diterimanya menjelang penghujung tahun 1994. Kala itu, September 1994, bapak enam anak ini dipanggil Kabiro Luar Negeri Departemen Pendidikan & Kebudayaan (P&K). Beliau lantas diberitahu, dirinya diusulkan menjadi Dubes karena periode jabatan Dubes lama, habis.

Maka, kehidupan sebagai diplomat itupun dirasakannya. Semisal bersidang membahas isu-isu penting internasional yang tidak jarang bersilang argumen dengan Dubes negara lain demi mempertahankan martabat RI. Sesuai masa jabatan Dubes selama tiga tahun, seharusnya Prof. Soedarso bertugas di Perancis sampai pada 1998. Namun, karena tidak ada yang menggantikan, dia pun menduduki jabatan periode kedua. Tetapi, pada tahun 1999, dia meminta diganti karena sudah merasa kurang nyaman dengan kehidupan politik yang dia rasakan. Setelah kembali dari Perancis dan dialihkan dari Departemen Luar Negeri ke Departemen P&K, Prof. Soedarso kembali ke kampus, kembali mengajar, khusus mahasiswa S2 dan S3. Hingga tahun 2002, ia pensiun. Selain senang mengajar, Prof, Soedarso juga rajin menulis catatan perjalanan karier dan hidupnya. Salah satunya dituangkan dalam buku berjudul “Jalan Pengabdian” (Catatan Seorang Dokter, Pendidik, dan Diplomat dalam Mencetak Generasi Bangsa). Menurutnya, dengan membuat buku generasi penerusnya, anak, cucu, dan cicitnya tidak kehilangan track perjalanan hidupnya. Dia berharap, pengalamanpengalaman bisa menjadi contoh teladan bagi mereka. Naskah : hadi santoso Foto : Farid Rusly

2017

7

37


38

7

2017

cito

laporan utama


Dr. R. Koesmedi Priharto, Sp.OT, M.Kes

Aktif Menyerap Harapan Masyarakat, Cegah Keracunan Kuratif Mendapat amanah duduk di pemerintahan sebagai “pelayan masyarakat”, harus peka mendengar kebutuhan masyarakat. Prinsip itulah yang dipegang teguh oleh Dr. R. Koesmedi Priharto, Sp.OT, M.Kes., dalam menjalani perannya sebagai birokrat yang melayani masyarakat selama hampir dua dekade.

B

agi pria yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta ini, masyarakat adalah sumber inspirasi terbesar. Sebab, dari masyarakat, dia tahu kebijakan apa yang paling diinginkan dan bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat. Jauh sebelum menjabat Kadinkes, karier manajerial dokter bedah orthopaedi/tulang ini, bermula ketika menjadi Kepala Instalansi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja pada akhir 90-an. Juga Ketua Komite Farmasi Terapi RSUD Koja. Sempat menjadi anggota dokter kepresidenan pada 19992001, prestasi dokter Koesmedi terlihat jelas ketika mendapat amanah menjabat

Direktur Utama (Dirut) RSUD Tarakan, Jakarta. Padahal, ketika dirinya diangkat pada September 2009 silam, kondisi rumah sakit itu bisa dibilang “hidup segan mati tak mau”. Kala itu, dari enam rumah sakit milik Pemprov DKI, lima merupakan RS kelas B. Dia lalu jatuh bangun membangun sistem dan mengembangkan inovasi hingga akhirnya pada akhir 2014, pendapatan RSUD Tarakan naik menjadi RS tipe A pertama. Pada 2015 lalu, ketika pemerintah memberlakukan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), RSUD Tarakan termasuk dalam program ini. Padahal, ada beberapa rumah sakit yang menolak masuk JKN. “Bagi saya, JKN itu power untuk membenahi sistem. Dokter/perawat kalau menolak, saya persilahkan keluar,” jelasnya. Kini, RSUD Tarakan menjadi salah satu rumah sakit “plat merah” terbaik di ibu kota. Dan prestasi itulah yang membawanya memimpin Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta mulai 2 Januari 2015 silam. Mendapat amanah jabatan ini sejatinya ‘di luar angan-angan’ alumnus FK Universitas Airlangga angkatan 1977 ini. Dia mengaku tidak terlalu paham seluk beluk kesehatan publik (public health). Namun, itu justru membuatnya bersemangat untuk belajar hal baru. “Saya bukan orang public health. Tapi menurut saya, masalah pelayanan medis itu ada tiga. Yakni dokter yang datang terlambat, suster yang judes, dan obat yang tidak ada. Tiga hal itu yang perlu saya benarkan agar masyarakat puas,” jelasnya.

Untuk mengejar ketidaktahuannya, dokter Koesmedi rajin turun ke Puskesmas-Puskemas guna berdiskusi dengan kepala Puskesmas. Baginya, kepala Puskesmas-lah yang paling tahu seperti apa image pelayanan kesehatan masyarakat. Berkaca dari pengalaman itu, suami Rina Ambar Triworomurti, drg. Ini, menyarankan dokter yang duduk di lingkungan birokrat, rajin turun menjaring aspirasi masyarakat. “Jangan membuat peraturan di hotel, tapi lihat masyarakat karena banyak teori yang justru nggak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Jadi harus berbasis keinginan masyarakat,” jelas dokter berzodiak Leo ini. Dalam perjalanan kariernya, ada momen yang abadi dalam kenangan ayah satu putri ini. Tepatnya ketika dirinya menjadi anggota dokter kepresidenan periode 1999/2001 di era Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurutnya, menjadi dokter di ring I kepresidenan, tugasnya tidak ringan. Setiap hari, sejak jam 05.00 WIB dia sudah stand by untuk memeriksa kesehatan presiden hingga memeriksa makanan yang akan disajikan. Menariknya, kedekatan dan obrolan dengan Gus Dur ternyata tidak melulu berkaitan dengan kesehatan, melainkan lebih banyak menyangkut filosofi hidup. “Dari Gus Dur saya belajar bahwa hidup itu sederhana. Kami diajari tentang humanisme dalam pluralisme,” terangnya.

Naskah : hadi santoso Foto : Dokumen Pribadi

2017

7

39


hobi

inspirasi

Ign. Darmawan Budianto, dr., Sp.KJ(K)

Telaten Hadapi Pasien Berkat Hobi Filateli

Tidak banyak dokter yang cinta dengan dunia filateli (hobi mengumpulkan dan mengoleksi perangko). Malah, jumlah yang tidak banyak itu akan semakin sedikit bila yang dikoleksi tidak hanya perangko, tapi juga uang logam lawas dan cincin cerutu. Bagi Ignatius Darmawan Budianto, dr., Sp.KJ(K), perangko, uang logam, dan cincin cerutu itu telah menjadi bagian dalam kisah hidupnya.

40

7

2017

S

elama lebih dari 50 tahun, Ignatius Darmawan telah melakoni hobi yang mulai banyak ditinggalkan orang di era yang serba digital seperti sekarang ini. Karena saking lamanya, prangko koleksinya berjumlah ribuan. Begitu juga koleksi uang logam dan cincin cerutu, dia mengaku sampai sulit menghitungnya. “Meski sekarang frekuensi pegang handphone mau nggak mau lebih sering karena kebutuhan, tetapi saya tetap meluangkan waktu untuk merawat koleksi ini. Ada tempat khusus,� ujarnya.

Kecintaannya pada perangko dimulai pada tahun 1955. Kala itu, usianya masih belasan tahun dan tengah bersekolah di Bandung. Bermula dari suka melihat gambar-gambar perangko yang unik dan beraneka rupa, dia lantas tertarik untuk mengoleksinya. Bahkan, perangko seolah menjadi kebutuhan wajib. Setiap kali ada seri terbaru perangko yang keluar, dia tidak berpikir dua kali untuk membelinya. Padahal, kala itu, harganya lumayan mahal. Satu seri perangko berisi 50 perangko dengan corak berbeda-beda dan harganya di tahun


1963 masih 4 rupiah. Kala itu masih ada nominal uang sen.

menurutnya lebih bagus dibanding negara Eropa lainnya.

Pacaran Ngirit Demi Perangko “Demi bisa beli perangko satu seri, duit saya cepat habis. Ya akhirnya ngiritngirit. Kalau pacaran makannya di kaki lima. Dan, yang namanya hobi itu sudah sulit dinalar, duit itu urusan kesekian,” kenang Darmawan. Membuka lembar demi lembar koleksi perangkonya, dokter Darmawan seolah melakukan perjalanan ke masa lalu. Dia masih ingat momen apa saja yang ada di balik cerita perangko koleksinya. Termasuk kenangan serunya berburu sampul hari pertama yang menurutnya sangat berharga “Firstly cover ini lebih mahal harganya. Antreannya panjang kalau kita beli di kantor pos. Jadi ada perjuangan untuk mendapatkannya. Kepuasannya itu ada, menyenangkan,” ujarnya. Selain beli, Darmawan juga menambah koleksinya dengan cara korespondensi baik di dalam maupun luar negeri. Dia mengaku suka dengan gambar perangko Eropa Timur yang

Koleksi Koin dan Cincin Cerutu Koleksi lainnya adalah uang logam dari mata uang rupiah bernilai 50 sen hingga mata uang gulden-nya Belanda tahun 1939 bergambar Ratu Wilhelmina. Bahkan ada uang logam tahun 1849. Dan yang tidak kalah menakjubkan adalah koleksi cincin cerutu yang beraneka warna dan bergambar banyak tokoh. Ada wajah raja dan ratu negara-negara di dunia. Juga ada The Three Musketeers yang terkenal itu. Malah, untuk koleksi cincin cerutu ini menurut Darmawan jauh lebih sulit mendapatkannya. “Koleksi yang cincin cerutu ini sudah stagnan. Mungkin sudah tidak ada lagi. Karena mana mau percetakan sekarang bikin cincin seperti ini. Lihat saja variasi warnanya, cetakan tebal, dan gambarnya timbul, pasti mahal. Dan itu nggak nyucuk dengan harga cerutu sekarang. Kalau cerutu sekarang cincinnya biasa,” jelas pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Surabaya ini.

Efek Positif Hobi Darmawan tidak peduli bila hobinya tersebut dianggap buang waktu. Sebab, ia bisa merasakan manfaat hobi koleksi itu bagi pekerjaannya sebagai dokter psikiater. Ketelatenannya dalam mengumpulkan perangko, uang logam, dan cincin cerutu lantas merawatnya bertahuntahun itu memberikan efek positif dalam pekerjaannya. “Sebagai psikiater, saya kan harus menghadapi orang yang jiwanya ndak normal. Kalau dia ngamuk atau marahmarah, tentunya saya nggak bisa dengan cara sama, ya malah nggak selesai. Saya harus sabar dan nggak boleh gampang emosi. Saya harus bisa mendengarkan dengan telaten. Saya kira ketelatenan saya itu ada kaitannya dengan hobi saya ini,” sambung dokter yang pernah praktik di RSJ Menur tersebut.

Naskah : hadi santoso Foto : Farid Rusly

2017

7

41


musik

Aurikulus

Jiwa Besar

Musik Orkestra Kehadiran musik orkestra tak hanya menjadi sebuah euforia. Dengan jumlah personil yang banyak, orkestra menampilkan sebuah nada yang bersahutan. Saling mengerti. Membekas dalam ingatan dan selalu menciptakan keriangan.

42

7

2017


Musik Festival Biasanya, musik orkestra memiliki komposisi pemain atau musisi berjumlah sekitar 50 orang atau kurang disebut dengan Chamber Orchestra. Sedangkan orkestra dengan jumlah musisi sekitar 70-100 musisi disebut dengan Symphony Orchestra atau bisa disebut dengan Philharmonic Orchestra. Sebuah orkestra biasanya dipimpin oleh seorang konduktor dengan mengatur tempo dan alunan irama musik melalui gerakan tangan atau tubuhnya. Orkestra pada awalnya terdiri dari kelompok-kelompok musisi kecil yang berkumpul untuk sebuah acara festival, liburan, atau pemakaman. Hal tersebut tidak sampai pada abad ke 11 komposisi sebuah instrumen dimainkan dengan menghasilkan perbedaan nada dan oktaf. Sedangkan sebuah orkestra modern dimulai pada akhir abad ke 16, di mana saat itu seorang komposer menulis sheet atau tabulature musik untuk sebuah kelompok pemain instrumen atau disebut orkestra.

J

angan heran ketika banyak orang memilih mendengarkan orkestra untuk mengurangi stres dan tekanan. Alunan melodinya memberikan rangsangan pada tubuh dalam memproduksi hormon dopamin yang berfungsi menimbulkan perasaan senang. Saat kita dalam perasaan senang itu, detak jantung stabil, tekanan darah terkontrol, dan otak kanan terstimulasi untuk meningkatkan kreativitas. Musik orkestra terbangun dari instrumental besar yang biasanya terdiri dari bagian-bagian alat musik string seperti biola, viola, cello, double bass. Suara itu semakin padu ketika brass (trompet), woodwind (alat musik tiup), dan instrumen perkusi masuk di dalamnya. Instrumen lain seperti piano dan celesta kadang-kadang dapat diikutsertakan dalam orkestra ini.

Pada abad ini orkestra dalam bentuk simfoni sudah mulai banyak dituangkan dalam bentuk rekaman, sehingga sebuah kesalahankesalahan kecil dalam permainan bisa diperbaiki.

Awal Inovasi Orkestra Perkembangan musik orkestra mengalami perubahan ketika terjadi penemuan piston dan katup berputar oleh Heinrich Stolzel dan Friedrich Bluhmel. Penemuan yang terjadi pada 1815 merupakan hal pertama kali dalam serangkaian inovasi pengembangan instrumen orkestra. Termasuk dalam pengembangan alat-alat musik modern seperti flute oleh Theoblad Boehm dan inovasi dari Adolphe Sax dalam alat musik Woodwind (alat musik tiup). Kemajuan ini menyebabkan Hector Berlioz tergerak untuk menulis sebuah buku penting mengenai sebuah instrumentasi, yang merupakan risalah sistematis pertama tentang penggunaan suara yang berperan sebagai elemen ekspresif musik. Dengan ditemukannya katup untuk alat musik kuningan (brass atau terompet) sangat berpengaruh dalam perkembangan seni orkestra. Semua komposer berikut musisi di Eropa bersama-sama mendorong penggunaan alat musik ini dan diadopsikan terhadap komposisi instrumen orkestra mereka. Pada abad ini orkestra dalam bentuk simfoni sudah mulai banyak dituangkan dalam bentuk rekaman. Sehingga kesalahan-kesalahan kecil dalam permainan bisa diperbaiki. Rekaman tersebut kemudian diperdengarkan terhadap penikmat musik orkestra secara lebih luas. Bahkan, banyak film-film bisu (tanpa ada audio percakapan) telah ditambahkan background musik-musik orkestra di dalamnya. Naskah : Emi Harris Foto : Istimewa

2017

7

43


skeleton

profil group

Temu Kangen FKUA 77 Bareng Jember Fashion Carnaval

K Di era medsos ini, temu kangen sedang menjamur. Mereka bernostalgia pada kondisi saat masih muda dahulu, walau selalu tetap menghormati privasi masingmasing. Banyak ragam yang disuarakan untuk menghidupkan masa lalu yang penuh dengan keindahan, yang saat itu masih kurang dibebani oleh urusan yang kini dirasakan. 44

7

2017

ali ini kelompok yang pernah tergabung dalam suka dan duka di FKUA angkatan SKALU (Sekretariat Kerjasama Antar Lima Universitas) pertama tahun 1977, sepakat untuk reuni di Jember yang salah satu agendanya nonton bareng Jember Fashion Carnaval (JFC) 28 Agustus 2016 lalu. Acara tersebut sebenarnya sudah digagas sekitar 2 tahun yang lalu namun baru terwujud di tahun 2016. Sebelumnya juga pernah menyelenggarakan temu kangen di Bandung, Banyuwangi, serta Semarang, selain beberapa pertemuan terkait 1 Abad Pendidikan Dokter. Pertemuan para oma dan opa ini, tidak hanya dihadiri oleh mereka yang sekitar Surabaya saja, beberapa teman yang tinggal di Jakarta dan Bandung ikut memeriahkan. Bahkan teman yang tinggal di Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah pun hadir dengan penuh semangat. Agenda Padat Merayap Tuan rumah yang tinggal di Jember, merancang agenda yang hanya 2 hari seefisien mungkin untuk bisa plesir di sekitar Jember dengan berkunjung ke beberapa tempat kejayaan masa lalu, antara lain industri cerutu level internasional, ke perkebunan kopi dan cokelat, serta batik khas Jember. Tidak ketinggalan juga menikmati kuliner khas Jember, sambil melantunkan beberapa lagu nostalgia. Beberapa cerita

masa lalu terkuak dan sangat menggelikan, sarat hiruk pikuk saling ungkap cerita lama. Sejak naik kereta api dari Gubeng yang diurus oleh EO, suasana tidak pernah lengang, selalu ada saja pembicaraan masa lalu yang terkadang unik dan tidak ditemui saat ini. Tetap Gayeng di Tengah Hujan JFC merupakan agenda utama reuni, dan semua teman sebaya yang sebagian sudah berpredikat kakek nenek, masih menikmati dengan gayeng. Dokter alumnus FKUA yang tergabung dalam Grup WA Srimulet 77 ini begitu terkesima oleh sajian JFC sejak awal yang dibuka oleh Ibu Hj. Faida, dr., MMR Bupati Jember yang merupakan alumnus FK Unair angkatan 87 dan Menteri Susi sampai akhir acara yang dibarengi dengan datangnya hujan. Namun tenda VIP yang kita tempati masih bisa menghindarkan dari lebatnya hujan. Malamnya dengan menunggang KA Mutiara Timur, membawa kita sampai di Gubeng pada keesokan dini hari, serta bersiap diri untuk kegiatan rutin lagi. Rasa puas dan menantang kemana lagi tahun depan seakan terucap dari setiap peserta yang masih terlihat segar. Semoga kita selalu sehat.

Naskah : ACHMAD BUDI KARYONO Foto : DOKUMEN PRIBADI


2017

7

45


cito

laporan utama

Setelah Dokter

Turun ke Jalan Jagaddhito Probokusumo, dr.

P

emerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kemenristekdikti telah membuka program studi Dokter Layanan Primer (DLP). Pemerintah berharap DLP ini dapat meningkatkan kemampuan dokter yang berada di layanan primer, sehingga mampu menekan angka rujukan ke rumah sakit, yang berujung pada penekanan biaya pengobatan masyarakat. Namun, dalam perjalanannya, program DLP ini mendapat pertentangan dari berbagai pihak, utamanya para dokter yang menjadi subyek dari kebijakan pemerintah. Di mata Ikatan Dokter Indonesia (IDI), DLP ini ibarat menutup

46

7

2017

asap tanpa mematikan api. Hasilnya akan sia-sia. Mengapa dikatakan siasia? Karena akar permasalah kesehatan di Indonesia bukan terletak pada kemampuan dokter semata, melainkan dari banyak faktor. Keganjilan DLP Ada keganjilan dalam UU No. 20 tahun 2013 karena memasukkan DLP sebagai spesialisasi baru di bidang kedokteran. Di UU tertulis Program DLP merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis. Di sisi yang lain, UU No. 29 tahun 2004 mengenai Praktek

Kedokteran disebutkan bahwa dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis. Kita tidak mengenal istilah Dokter Layanan Primer. Sehingga secara hukum, kewenangan, dan area pekerjaan akan rawan tumpang tindih dengan profesi dokter yang sudah ada saat ini. Keganjilan kedua adalah saat ini terdapat 114,602 dokter umum (berdasarkan data KKI per Oktober 2016), sedangkan yang boleh membuka sekolah DLP hanya Fakultas Kedokteran (FK) yang terakreditasi A, di mana saat ini FK yang berakreditasi A “hanya� berjumlah 17 FK dari 75 FK di Indonesia (belum termasuk FK yang baru berdiri). Bisa


diperhitungkan perlu waktu puluhan tahun untuk men-”DLP”-kan semua dokter umum yang akan bekerja di layanan primer. Itupun belum termasuk 8.000 dokter baru yang terus dihasilkan setiap tahunnya. Meskipun pemerintah mengatakan akan membiayai program DLP ini, hal itu sangat tidak efisien dan malah membebani negara. Akar Masalah Kesehatan Masyarakat perlu tahu bahwa DLP bermula dari tuduhan pemerintah yang menyatakan bahwa tingginya angka rujukan ke rumah sakit disebabkan kompetensi dokter umum yang masih minim. Perlu dicatat bahwa kompetensi dokter memang merupakan salah satu faktor yang berperan dalam suatu rujukan, namun itu bukan hal utama yang dihadapi di Indonesia saat ini. Menurut Hendrik L Blum, Guru Besar Administrasi Kesehatan dari University Of California Berkeley, terdapat empat faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan manusia yaitu kesehatan lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan genetik. Faktor Pertama, kesehatan lingkungan. Baru-baru ini DPR mendesak pemerintah untuk memperkuat infrastruktur air bersih. Berdasarkan penilaian BPPSPAM, kondisi PDAM yang sehat hanya 50% dari total PDAM yang ada. Sisanya masuk katagori kurang sehat dan sakit. Padahal 60-70% komposisi tubuh manusia adalah air. Kemudian masalah kesediaan pangan. Berdasarkan laporan FAO (Food and Agriculture Organization / Organisasi Pangan Dunia) pada tahun 2015 ditemukan bahwa hampir 37% atau sebesar 7,6 juta balita di Indonesia mengalami stunting (kekerdilan) karena terhambat pertumbuhannya akibat kekurangan gizi. Faktanya, Indonesia belum bisa menjadi negara swasembada pangan. Beras, kedelai, gula, dan daging saja kita masih impor. Hal ini sangat memprihatinkan kami para dokter. Untuk sekadar mendapatkan air bersih dan makanan yang sehat untuk kehidupan seharihari saja masih susah. Lantas apakah dokter dipersalahkan ketika kondisi ini menyebabkan penyakit kronis yang berujung pada tingginya angka rujukan? Faktor kedua, perilaku manusia. Tersedianya sarana dan prasarana kesehatan yang lengkap tanpa disertai perubahan perilaku manusia akan sia-sia. Meningkatnya insiden penyakit metabolik seperti diabetes, stroke, dan penyakit

jantung koroner disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat. Gaya hidup seperti makan makanan berlemak, merokok, meminum alkohol, jarang berolahraga akan memicu penyakit metabolik kronis yang berujung pada rujukan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas terapi penyakit metabolik tersebut. Faktor ketiga, pelayanan kesehatan. Setinggi apapun kompetensi dokter, tetap tidak akan bisa menangani penyakit yang jadi bidang keahliannya jika memang fasilitas dan obat tidak tersedia. Sudahkah kita melihat kondisi sarana dan prasarana kesehatan di puskesmas atau fasilitas kesehatan layanan primer di Indonesia? Apakah alat kesehatan, dan obat-obatan sudah tersedia lengkap sehingga dokter tidak perlu merujuk? Fakta kedua dalam pelayanan kesehatan adalah belum terdistribusinya dokter di Indonesia secara merata. Masih banyak puskesmas yang belum memiliki dokter. Kekosongan puskesmas ini yang semestinya menjadi prioritas pemerintah. Dibandingkan menyekolahkan dokter umum untuk mengikuti DLP, alangkah baiknya pemerintah memfasilitasi dan menjamin agar kekosongan ini dapat teratasi. Faktor keempat, faktor genetik. Faktor ini paling kecil perannya dibandingkan ketiga faktor di atas. Namun bisa kita cermati lebih lanjut. Anak yang lahir dari orangtua penderita kanker memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker dibandingkan anak yang lahir dari orangtua bukan penderita kanker. Namun hal ini dapat diminimalisasi dengan cara melakukan pola gaya hidup sehat dan deteksi penyakit kanker secara dini. Semakin banyak penduduk yang memiliki penyakit bawaan akan semakin sulit pula upaya meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia. Solusi selain DLP Pemerintah mengatakan perbedaan dokter umum dan DLP adalah DLP memiliki kompetensi yang lebih dibandingkan dokter umum karena nantinya DLP akan dibekali pendidikan tambahan berupa dokter keluarga dan kesehatan masyarakat. Hodgetss dan Cascio membagi dua pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan, dimana pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh ahli kesehatan masyarakat dengan perhatian utama pada upaya memelihara kesehatan rakyat dan mencegah penyakit.

Lantas, mengapa kita tidak bekerjasama dengan teman-teman dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) untuk memperkuat layanan primer? Untuk apa pemerintah membuka FKM jika para tenaga kesehatan tidak bersatu memperkuat layanan primer? Dokter dan ahli kesehatan masyarakat serta tenaga kesehatan lain dapat bahu-membahu untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarat di level primer. Memperkuat kompetensi dokter di layanan primer adalah suatu keharusan. Pemerintah perlu melihat masalah dari hulu ke hilir. Fakultas Kedokteran sebagai “pabrik” dari para pencetak dokter umum ini kondisinya masih belum merata. Hanya 22,6% FK yang terakreditasi A. Sisanya terakreditasi B dan C (Sumber : KKI dan BAN PT 2016). Bukannya malah berupaya meningkatkan kualitas dari FK yang sudah ada, Kemenristekdikti malah membuka moratorium dan mendirikan 8 FK baru di tahun ini. Pemerintah perlu berkomitmen untuk lebih serius dalam meningkatkan kualitas, bukannya malah fokus pada kuantitas dalam pengembangan pendidikan kedokteran. Fakultas Kedokteran yang baik tentu akan menghasilkan dokter yang kompeten. IDI membawa usulan yang lebih realistis. Indonesia sangat luas dan sangat beragam sehingga kebutuhan kompetensi dokternya tidak “seragam”. Misalnya dokter layanan primer yang bekerja di daerah industri membutuhkan keterampilan berbeda dengan dokter yang bekerja di daerah pesisir atau pedalaman. Untuk itu, lebih realistis bila peningkatan kompetensi dokter yang bekerja di layanan primer menimba keterampilan dengan sistem “shopping” di Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) sesuai kebutuhannya. Di sini, jelas penguatan P2KB lebih realistis. Semua solusi sudah tersedia dan tinggal menunggu komitmen pemerintah. Ada pepatah yang mengatakan “Di setengah kehidupan kita mengorbankan kesehatan untuk mendapatkan uang. Di setengah lainnya kita mengorbankan uang untuk mendapatkan kembali kesehatan”. Tentu pembangunan infrastruktur penting, tetapi jangan lupa untuk membangun manusianya. Disampaikan dalam rangka memperingati ulang tahun IDI ke 66. Naskah : Jagaddhito Probokusumo Foto : istimewa

2017

7

47


l o ve sto ry

takikardi

Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U(K)

Menonjolkan Kelebihan Pasangan dan Saling Percaya 48

7

2017


B Momen yang membuat jantung berdegup lebih kencang itu sudah berlalu lebih dari 30 tahun. Tapi, Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U masih ingat betul betapa mendebarkannya momen pertama bertemu perempuan pujaan hatinya, Dwi Retnaning Tyas, drg., Sp.Pros.

erawal dari temu pandang di sebuah tempat les belajar tempat dia mengajar, berlanjut membuntuti demi tahu di mana rumahnya, berkenalan, pacaran, hingga akhirnya menikah. Semua kepingin momen indah itu, masih awet dalam ingatan pria yang kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga ini. Kala itu, tahun 1976, Soetojo muda memulai episode baru dalam hidupnya: kuliah di luar kota. Sebagai anak seorang guru, Soetojo rupanya meresapi pepatah buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Jiwa mengajar sang bapak, menurun kepadanya. Sejak mahasiswa semester dua, dia mulai mengajar bimbingan tes anak-anak yang akan masuk perguruan tinggi pada malam. Juga mengajar di SMA Tri Tunggal. “Pada saat ngajar itulah, saya bertemu calon istri saya. Istri saya itu paling cantik di kelas. Anaknya baik dan menarik, juga pendiam. Cara bicaranya juga terlihat berintelektualitas tinggi. Itu yang membuat saya tertarik,” imbuh Prof. Soetojo. Ketertarikan pada perempuan cantik asal Solo itu membuat Soetojo muda melakukan pendekatan. Tak hanya di ruang les, tetapi juga ingin lebih mengenal keluarga sang gadis pujaan hati. Sejak saat itu, hubungan keduanya terjalin. Komunikasi pun semakin sejiwa. Bahkan, keduanya tak hanya bicara perihal cinta selayaknya anak muda yang kasmaran. Tapi juga sudah mulai bicara masa depan. Utamanya terkait jurusan yang akan diambil oleh keduanya. “Saya sarankan agar masuk ke FKG (Fakultas Kedokteran Gigi), ndak ke FK, karena saya ingin beda supaya cerita di dalam rumah itu variatif,” ujar profesor kelahiran Bojonegoro ini. Setelah merampungkan studi selama tujuh tahun delapan bulan, Soetojo lulus di tahun 84. Sementara istrinya yang menjalani masa studi lima tahun di FKG, lulus di awal tahun 1985. Keduanya diwisuda tidak terpaut lama. Menurut Prof. Seotojo, dulu setelah lulus jadi dokter umum, harus masuk PNS. Atau disebut dokter Inpres. Ketentuannya, bila jadi dokter Inpres di Jawa, masa pengabdiannya lima tahun. Bila di luar Jawa lebih pendek. Kala itu, dirinya meminta bertugas di Bali dengan durasi tiga tahun karena ingin segera mengambil sekolah spesialis.

Ketika ke Bali, Prof. Soetojo masih bujang. Baru pada 3 April 1987, resmi menjadi istrinya. Oleh Soetojo, istrinya juga diajak ke Bali. Soetojo mengabdi di Puskesmas Kediri di Tabanan. Sementara istrinya di Puskesmas Tabanan kota. Berkat kerja kerasnya, Puskesmas yang dulunya berstatus Kuning, menjadi Hijau yang artinya pelayanannya bagus, imunisasinya bagus, angka kematian turun. “Tahun 88 anak pertama saya lahir, dan setahun kemudian lahir anak kedua. Balik ke Jawa pada tahun 90 sudah punya dua anak,” ujar Soetojo yang lantas mengambil spesialias urologi dan lulus pada 1997. Pada 3 April 2017 mendatang, usia pernikahan Prof. Soetojo dan istri akan genap 30 tahun. Hidup bersama selama hampir tiga dekade dengan dikaruniahi tiga anak, Prof. Soetojo mewarnai keluarganya dengan kemauan untuk saling memahami, keterbukaan berdialog dan rajin berkomunikasi. “Kuncinya harus saling memahami pasangan. Lebih menonjolkan kelebihannya daripada kekurangannya. Suami istri paham tanggung jawab masing-masing, cara bicara juga harus dijaga. Kami terbiasa saling kontrol. Semisal ada operasi dan pulang malam, kami paham kerjaan sehingga ndak ada pikiran macam-macam. Kami saling percaya,” ujar Prof. Soetojo. Untuk bisa lebih dekat dengan anakanaknya, Prof. Soetojo membiasakan berkumpul ketika libur. Semisal makan bersama. Prof. Soetojo ternyata juga tipikal pria yang perhatian dan suka membuat kejutan. “Saya selalu memberikan kejutan untuk istri ketika hari pernikahan. Begitu juga ketika ulang tahunnya anak-anak. Saya ingat semua ulang tahun mereka. Apalagi sekarang ini gampang untuk bikin foto,” sambung dia. Kini dengan segala pencapaian yang telah diraihnya Prof. Soetojo merasa perlu untuk terus memperbanyak syukur kepada Yang Maha Kuasa. Dia bahagia memiliki keluarga yang adem ayem dan rukun. Ketiga anaknya juga menjalani kehidupan dengan baik dan jadi orang sukses. “Saya ingat kata AA Gym, Allah itu sudah menjodohkan kita. Jadi kita terima dan kita nikmati yang sudah ada untuk menantang masa depan. Bagaimana ke depan lebih bagus. Insya Allah akan selalu rukun,” sebutnya. Naskah : hadi santoso Foto : Dokumen Pribadi

2017

7

49


JAJAK PENDAPAT

second opinion

Siapa Tokoh Politikus yang Dikagumi?

Prof. Jusuf Barakbah, dr. Sp.KK(K)

“Soeharto. Menurut saya, terlepas dari kekurangannya yang semua orang sudah tahu, tapi harus diakui kalau Soeharto punya banyak kelebihan. Selama menjabat sebagai presiden, dia telah mengayomi rakyat, tegas dalam memimpin, dan memberi ketenangan pada masyarakat Indonesia selama 32 tahun. Selain itu, Soeharto adalah Bapak Pembangunan Indonesia, membangun dan memberi landasan bagaimana membangun semua infrastruktur di Indonesia mulai dari nol sampai seperti sekarang.”

Prof. Purnomo, dr., Sp.BK.

“Tidak ada! Dengan tegas saya jawab seperti ini karena memang menurut saya tidak ada yang pantas dan pas dianggap sebagai politikus yang hebat di Indonesia.”

50

7

2017

Prof. Dr. Teddy Ontoseno, dr., Sp.A(K)., Sp.JP., FIHA

“Prof. Dr. Ir. Baharuddin Jusuf Habibie. Pak Habibie itu sosok yang bekerja tanpa pamrih, loyal, dan berdedikasi tinggi. Beliau juga supel, suka menolong, menghargai pendapat orang lain, dan bisa menerima kritikan. Kebetulan saya pernah bertemu beliau di bandara di Singapura dan satu pesawat ke Eropa. Saya juga membaca bukunya serta menonton filmnya dengan suasana yang sejuk dan harmoni. Habibie juga memiliki perhatian besar terhadap dunia kedokteran. Diantaranya membuka peluang transfer knowledge bidang kedokteran dengan negara maju.”

Prof. Soetjipto, dr., MS, Ph.D

“Tidak ada! Karena saya tidak tertarik dengan dunia politik.”


ulas film

laparoskop

Romansa dalam Rajut Nasionalisme Reformasi 1998 menyisahkan banyak cerita sampai hari ini. Kenangan itu tak hanya dihiasi air mata dan cerita perpindahan kekuasaan sebuah rezim. Semuanya bergerak, bersiasat, dan saling memberikan pelukan yang hangat untuk keluarga.

K

isah sebuah negara yang sedang belajar berdemokrasi menjadi mozaik yang tak pernah putus sampai hari ini. Di balik kisah besar itu, ada sebuah cerita perjuangan keluarga dan pengorbanan cinta melewati tragedi Mei 1998. Kisah keluarga yang menjadi potongan sejarah yang tak pernah bisa dilupakan. Film Di Balik 98 yang disutradarai Lukman Sardi memberikan sudut lain tentang tragedi Mei 1998 yang terjadi di Indonesia. Pertarungan nasionalisme dan kehangatan keluarga disajikan dengan alur yang begitu cepat. Lukman Sardi yang melibatkan Chelsea Islan, Doni Alamsyah, Boy William, Ririn Ekawati, dan Teuku Rifki Wikana dalam film ini sejenak mengingatkan memori yang terbentang selama belasan tahun lalu itu.

Film ini mampu mengetengahkan kembali peristiwa penting itu dalam layar lebar. Meskipun tidak semua fakta di balik cerita sebenarnya juga ikut diketengahkan dalam film tersebut, paling tidak film ini dapat membuka lagi memori banyak orang apa yang sebenarnya terjadi saat itu sehingga aktivis mahasiswa turun ke jalan bersama dengan masyarakat. Gerakan yang dimotori oleh kalangan mahasiswa itu bermula dari krisis moneter yang melanda dan merusak sendi-sendi ekonomi termasuk dunia perbankan. Selain itu keresahan pada rezim yang dianggap tidak demokratis dan dinilai kurang bersahabat yang sering membungkam suara kebenaran. Untuk itu gerakan aktivis 98 tidak dapat terbendung lagi untuk mendorong

terwujudnya reformasi dalam seluruh tatanan bernegara dengan harapan adanya perubahan agar Indonesia menjadi lebih baik. Sungguh mulia citacita yang diperjuangkan oleh kalangan aktivis mahasiswa saat itu. Â Film Mei 1998 menjadi satu karya yang layak ditonton karena banyak mengajarkan tentang perjuangan dari sebuah negara yang belajar merajut demokrasi. Harapan itu muncul di tengah gelombang ketidakpastian yang terus meneror masyarakat. Ada yang tertawa, ada yang bersedih. Namun, banyak juga yang menjadikan nasionalisme sebagai akar penggerak reformasi. Naskah : Emi Harris Foto : istimewa

2017

7

51


berita

inspeksi

“Airlangga Mengarungi Samudra Menyelamatkan Anak Bangsa�

Belum meratanya pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan terluar di Indonesia, mendorong para alumi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) untuk ikut hadir memberikan solusi. Salah satunya dengan membangun rumah sakit terapung FK Unair di atas kapal Pinisi sepanjang 27 meter dan lebar 7 meter.

52

7

2017


T

ekad mulia alumni FKUA untuk melayani kesehatan masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan terluar melalui rumah sakit terapung itu tersembul dalam acara simposium bertajuk “Adventure and Remote Medicine”, di Aula FK Unair, Selasa (15/11/2016). Acara yang dibuka oleh Rektor Unair, Prof. Dr. Moh Nasih, MT., SE., Ak., CMA ini juga dihadiri Dekan FK Unair, Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U(K), utusan FK seIndonesia, serta para alumni FK Unair. Ada enam narasumber tampil menyampaikan pengalaman dan gagasan mereka. Ada Direktur Pelayanan Kesehatan Primer dr. Gita Maya Koemara Sakti, MHA yang mewakili Menteri Kesehatan RI, Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dr. Hanibal Hamidin, M.Kes, Dir RSAL Surabaya yang berpengalaman bertugas di KRI dr. Soeharso, Laksma TNI Dr. IDGN Nalendra J.I., dr., Sp.B., Sp.B-BTKV(K). Juga Agus Hariyanto, dr., Sp.B., alumnus FK Unair dan pemilik gagasan RS Terapung. Serta Dr. Kohar Hari Santoso, dr., Sp.An(K), Kadinkes Provinsi Jatim dan Ketua Ikatan Alumni FK Unair Dr. Pudjo Hartono, dr., Sp.OG(K). Airlangga Mengarungi Samudera Rektor Unair, Prof. Moh Nasih, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi tinggi atas upaya ini. Ia mengaku merinding melihat tekad serta gagahnya desain RS Terapung FK Unair. Apalagi dengan desain tulisan pada lambung kapal yang berbunyi “Airlangga Mengarungi Samudera Menyelamatkan Anak Bangsa”. Menurut Rektor Unair, jumlah dokter di Indonesia sebenarnya sudah cukup. Namun, karena keberadaannya tidak merata, maka kesenjangan masih terjadi. Dengan modal ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, Rektor yakin Unair akan bisa membantu mengusahakan kesejahteraan dan keadilan di bidang kesehatan, tidak terkecuali di pulau terpencil dan daerah terluar, selaras

dengan sila kelima Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. “Abdikan ilmu pengetahuan kita untuk kesejahteraan umat Indonesia mencapai masyarakat berkeadilan sosial,” pesan Prof. Moh Nasih. Rampung di Awal 2017 Ketua Ikatan Alumni FK Unair, Dr. Pudjo Hartono, dr., Sp.OG(K) mengatakan, gagasan rumah sakit terapung ini muncul dari para alumni FK Unair yang kemudian diangkat di forum simposium ini. Menurut Dr. Pudjo, rumah sakit terapung FKUA di atas kapal Pinisi tersebut tengah dalam proses pembuatan di Makassar dan diperkirakan rampung pada awal tahun 2017. Nantinya, operasional RS Terapung Unair ini akan dipayungi Yayasan Ksatria Medika Airlangga. “Kami akan garap serius karena merujuk fakta yang ada, ini kebutuhan. Kami buat solusi kecil untuk peduli pada kesehatan masyarakat daripada nggak ada solusi. Kami targetkan Februari atau Maret 2017 sudah beroperasi. Kami mapping dulu daerah yang membutuhkan. Dan karena mulainya dari Jatim, kita mulai dari yang dekat di Jatim,” tegas Dr. Pudjo. Gerakan Pemicu Kepedulian Disampaikan Dr. Pudjo, gagasan rumah sakit terapung FK Unair merupakan pemicu agar pihak lainnya juga berlomba-lomba untuk membuat apa atau menyiapkan sarana untuk melayani kesehatan masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan terluar. Harapan besarnya ke depan, masyarakat di daerah tertinggal akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Sementara dr. Agus Hariyanto, Sp.B mengatakan, rumah sakit kapal terapung FK Unair tersebut diharapkan dapat menjangkau daerah terpencil maupun daerah perbatasan yang ada di penghujung Indonesia. “Minimal seperti rumah sakit tipe C,” harap dr. Agus Hariyanto. Naskah : hadi santoso Foto : Dokumen FK Unair

2017

7

53


galeri

x-ray

Hery Sulistianto, dr.

Human Interest

F

otografi human interest merupakan salah satu jenis fotografi yang menangkap gambaran kehidupan seseorang atau lingkungan yang menimbulkan perubahan perasaan bagi yang melihatnya. Fotografi human interest menangkap suasana sebenarnya dan bukan potret dari kejadian tertentu yang dibuat atau di konsep. Hasil dari fotografi ini menjadi hal yang menarik karena menekankan pada nilai keseharian seseorang atau lingkungan. Oleh karena itu foto human interest mungkin terdiri dari serial beberapa foto yang saling bercerita ataupun tunggal. Untuk mendapatkan foto human interest tidaklah mudah karena harus mampu berbaur dan mencairkan suasana dari lingkungan ataupun obyek foto sehingga terkesan wajar. Obyek yang tidak bersedia difoto akan memberikan dampak hasil ekspresi obyek yang tidak wajar. Membutuhkan kesabaran, waktu yang cukup untuk sebuat foto human interest yang baik.

54

7

2017


Mengais Rezeki – Kehidupan seorang tua yang mengais rezeki dengan mengumpulkan barang tak terpakai di sela-sela kapal yang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa. 2017

7

55


galeri

x-ray

Batik - Ekspresi budaya tertuang lewat goresan canting Si Mbah, menjadikan kain amba (Bahasa Jawa yang berarti lebar) ini tampak cantik dengan kepiawaiannya nitik (Bahasa Jawa yang berarti membuat titik) hingga akhirnya selembar kain Batik pun siap membalut indah tubuh empunya.

56

7

2017


Asongan – Optimisme yang terpancar di wajah penjual asongan mengisahkan semangat di usianya yang senja. Guratan tegas di wajah tuanya menceritakan sebuah keyakinan dalam melangkah, mengumpulkan rezeki halal.

2017

7

57


JAJAK PENDAPAT

Medikamentosa

Dr. Hoedi Winarso, dr., M.Kes., Sp. And

Perawatan untuk Pemulihan Mikropenis L

aki-laki yang mengalami gangguan mikropenis, tidak perlu berputus asa. Sebab, gangguan pada alat kelamin yang terjadi jika ukuran panjang penis 2,5 standar deviasi (SD)nya kurang dari rata-rata ukuran panjang penis pada umumnya ini, masih bisa diperbaiki. Dengan kata lain, laki-laki yang mengalami gangguan mikropenis, alat kelaminnya masih bisa kembali normal. Dokter spesialis andrologi, Dr. Hoedi Winarso, dr., M.Kes., Sp. And mengatakan, dalam 90 persen lebih kasus penis yang kecil, umumnya bisa diperbaiki kembali

58

7

2017

dalam artian diperbesar. Tentunya dengan perawatan yang benar. “Perawatannya bisa dengan menghilangkan/meminimalkan faktor pengganggu seperti kegemukan, fitoestrogen, dan endocrine disruptors. Bisa juga dengan meningkatkan faktor yang baik, pemberian LH dan atau kombinasi dengan testosteron. Serta dengan cara operatif,� tegas dr. Hoedi Winarso. Menurut dr. Hoedi, mikropenis disebabkan karena kurangnya hormon DHT (dihydro testosteron) yaitu hormon yang menentukan perkembangan penis.

DHT merupakan hasil kerja enzyme 5-alpha reductase, yang mengubah testosteron yang diproduksi testis (sel leydiq) menjadi testosteron yang fungsional. “Penyebab mikropenis karena kurangnya produksi testosteron/ DHT. Bisa testosteronnya yang kurang karena rangsang dari otak yang kurang (hipogonadotrophic hypogonadism), atau kurang testosteron karena kemampuan testis untuk produksi yang bermasalah (hipergonadotrophic hypogonadism), yang ini karena kegagalan testis primer (primary


testicular failure),” jelasnya. Untuk jenis yang lain, sambung dr. Hoedi, testosteronnya cukup/tidak kurang, tetapi enzyme 5-alpha reductase yang kurang. Sehingga, testosteron yang ada menjadi tidak berfungsi terkait perkembangan ukuran penis. Ada juga bentuk lain, testosteron cukup tetapi reseptor testosteron yang bermasalah. Bila dijelaskan secara detail, penyebab mikropenis antara lain: gangguan produksi testosteron (deficiency testosterone secretion), gangguan fungsi testosteron (defect in

testosterone action), kelainan bawaan (congenital malformation), dan gangguan pertumbuhan (developmental anomalies). “Secara praktis, bisa karena genetic atau bawaan, tetapi bisa juga karena didapat misalnya karena bahan pengganggu hormon (endocrine disruptors) atau polutan pengganggu testosteron,” urainya. Dokter yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Ciputra ini menyampaikan, mikropenis memang tidak menyebabkan darurat medis. Tetapi, mikropenis bisa menyebabkan darurat sosial sehingga laki-laki yang mengalami

gangguan ini, acapkali minder. Mikropenis juga tidak selalu ada kaitan dengan gangguan kesuburan. “Tetapi bisa juga mikropenis disertai gangguan kesuburan. Yaitu pada kondisi panhypoendrocrine atau subnormalitas hormon yang sifatnya menyeluruh, artinya bukan hanya testosteron yang kadarnya rendah, tetapi hormon lain secara keseluruhan juga rendah,” jelas dokter Hoedi. Naskah : hadi santoso Foto : istimewa

2017

7

59


OLAHRAGA

fisiologi

Offroad, Sensasi Menerjang Jalanan Tak Lazim Bagi kebanyakan orang menyusuri jalanan yang berlubang, berlumpur, kubangan air, biasanya menjadi keluhan ataupun kendala tersendiri. Berbeda dengan para offroader, yang justru mencari jalan dengan medan yang tak selazimnya.

S

ecara harfiah pengertian offroad adalah mengendarai kendaraan di luar jalan raya, apakah itu jalan tanah, lumpur, pasir, sungai, atau batuan yang masih dalam kondisi apa adanya. Atau dengan kata lain perjalanan dengan kendaraan bermotor di luar jalanan beraspal. Awalnya, sekitar tahun 90-an, offroad bukanlah sebuah olahraga, tapi lebih mengarah pada petualangan. Dimana para anggotanya adalah orang-orang yang suka mengeksplorasi alam dengan menggunakan kendaraan. Karena banyak pula pecinta otomotif yang bergabung, maka berkembang speed offroad di tahun 1998. Beberapa diantaranya diwujudkan dalam kompetisi rally. Hingga pada

60

7

2017

akhirnya trek ekstrim pun menjadi tantangan selanjutnya. Sebenarnya offroad tak terbatas pada kendaraan roda 4 saja, namun juga termasuk di dalamnya motor trail dan sepeda. Intinya sama, menjelajahi jalanan di luar jalan beraspal dengan menggunakan kendaraan. Mobil yang biasa digunakan untuk offroad kebanyakan berjenis 4×4. Untuk touring, SUV 4×2 masih bisa digunakan. Jika medannya sudah mengarah pada yang lebih ekstrim, maka harus menggunakan mobil 4×4. Pemilihan mobil biasanya banyak yang menggunakan jenis jeep. Namun, untuk mengikuti ekstrim offroad banyak modifikasi yang harus dilakukan pada

kendaraan. Sebenarnya hampir semua jenis kendaraan berpenggerak 4 roda dapat dimodifikasi menjadi kendaraan offroad untuk medan adventure berat, dengan catatan Anda harus merogoh kocek lebih dalam. Biasanya kalau beli mobil 4×4 bisa harga puluhan juta, tapi kalau mau modifikasi buat ekstrim bisa mencapai Rp. 600 juta sampai Rp. 800 juta. Tapi, kalau yang penting bisa buat touring Rp. 200 juta cukuplah. Untuk pecinta offroad tak pernah eman-eman untuk membelanjakan uang demi memaksimalkan kendaraannya. Jenis Offroad Beberapa macam offroad yang lazim


7. Rock Crawling, yaitu mengendarai dengan melewati medan yang berbatu besar dan terjal, bisa dari asli alam atau buatan. 8. Rock Racing, yaitu mengendarai dengan kecepatan yang ditentukan oleh waktu, dengan menyusuri medan berbatu. Menguras Adrenalin Bagi para offroader, medan yang memiliki banyak ketidaknyamanan merupakan makanan lezat. Apalagi jika diketahui medan tersebut belum pernah dilewati orang sebelumnya. Kepuasan pun akan muncul ketika offroader mampu menaklukkan medan yang sangat ekstrim. Tentu saja, sang pengemudi harus benar-benar menguasai kendaraan, memiliki kemampuan berkendara yang baik, dan memiliki feeling kuat. Tak ketinggalan, sistem keamanan yang mumpuni.

dilakukan offroader di Indonesia antara lain: 1. Fun Offroad, jenis kegiatan ini lebih mengutamakan wisata alam, dengan medan yang biasa, dan biasanya diikuti oleh keluarga atau komunitas tertentu, waktu yang dibutuhkan juga tidak terlalu lama. 2. Extreme Offroad, jenis ini lebih bersifat kompetisi dengan medan yang berat penuh tantangan, juga membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi untuk peserta. Waktu yang dibutuhkan bisa sehari bahkan 2 hari, karena medan yang berat tersebut.

Solidaritas Dibalik kerasnya medan dan juga kendaraannya yang terkadang ‘sangar’, rata-rata offroader juga memiliki rasa persaudaraan yang tinggi. Jika ada salah satu rekan yang mengalami masalah maka otomatis, tanpa diminta bantuan akan segera datang dari teman offroader lainnya. Suasana persaudaraan dan solidaritas itu membuat makin menarik kegiatan offroad. Tips bagi pengendara yang terjebak di lokasi banjir: 1. Tidak perlu mengebut. Sebab untuk menghindari cipratan berlebih di ruangan mesin yang berpotensi mogok. 2. Melewati banjir paling aman pakai gigi 1 (mobil matic pindah ke L/1),

karena beban mobil lebih berat waktu menerjang banjir. 3. Tidak perlu resah masalah knalpot kemasukan air. Knalpot tidak akan kemasukan air selama mesin tetap menyala. 4. Selain knalpot, yang harus diperhatikan justru filter udara di ruang mesin. Bagian ini lebih rentan membuat mogok saat banjir sebab mesin perlu udara yang dihisap untuk pembakarannya. 5. Filter udara yang kemasukan air (dari cipratan air saat menerjang banjir) bisa membuat mogok, maka lebih baik perlahan saat melintas. 6. Jika memungkinkan, hindari berhenti ditengah banjir, karena saat mobil berhenti, permukaan air akan naik di ruang mesin. 7.

Pada dasarnya mobil bermesin diesel lebih aman menerjang banjir dibanding mesin bensin, karena perlistrikan pada kendaraan bensin lebih rentan terganggu air seperti di busi, distributor listrik/delco.

8. Selalu siaga dan cermat, tanpa disadari yang bikin mobil mogok justru terjangan ombak air berlebih dari mobil sebelah. 9. Setelah melewati genangan, jangan langsung mengebut, sebab kondisi rem masih basah sehingga licin. 10. Cara mengeringkan rem setelah melewati genangan, cukup lakukan rem ringan berulang hingga terasa rem pakem lagi. (Disadur dari beberapa sumber) Naskah : Henry Wibowo Foto : Istimewa

3. Speed Offroad, jenis ini bersifat kompetisi kecepatan, sesuai dengan waktu yang ditentukan melewati medan asli maupun buatan dengan penyulit yang dibuat. 4. Adventure Offroad, jenis ini lebih bersifat petualangan alam, dengan medan yang cukup berat. 5. Touring Offroad, hampir mirip dengan Adventure Offroad, namun medannya lebih ringan. 6. Mudding/Mud Bogging, yaitu mengendarai di daerah berlumpur. 2017

7

61


62

7

2017

kuliner

NUTRISI


Jadi “Raja” Sesaat Lewat Citarasa

Bale Raos

Menjadi raja? Ah, mimpi siang bolong ini harus segera diakhiri. Tapi tunggu dulu, kesempatan untuk menjadi raja singkat bisa diwujudkan di Yogyakarta. Merasakan pelayanan istana yang selama ini menjadi rahasia. Setiap orang kini bisa menjadi “raja” lewat citarasa yang disajikan.

P

ara raja dadakan bisa mencicipi menu-menu istana di Yogyakarta yang selama ini berselubung rahasia. Proses memasaknya begitu rumit, berhati-hati serta bukan bahan biasa yang digunakan. Memasuki Bale Raos, restoran yang terletak di kompleks Magangan Keraton Kesultanan Yogyakarta, para tamu calon “raja” sudah disambut dengan dentuman gending. Suara merambat pelan masuk di sela-sela dinding kayu.

Gajah Ndekem atau Roti Jok? Seperti seorang raja, semua pramusaji yang ada di Bale Raos memakai kebaya dan batik khas Yogyakarta. Suara lembut mendayu ketika pramusaji menyodorkan menu dengan nama-nama yang unik. Ada Singgang Ayam, Sayur Klenyer, Roti Jok, Ser-Ces, Gecok Ganem, Sanggar, Gajah Ndekem, sampai Bir Jawa. Menu yang namanya begitu nyleneh itu memang kesukaan para raja di Yogyakarta. Kehadiran makanan itu mengiringi sejarah panjang kerajaan di Mataram. Kehadirannya tak hanya melengkapi menu dapur istana. Lebih dari itu, menu para raja ini dibuat sedemikian rupa untuk memberikan citarasa sejarah raja yang begitu panjang. Roti Jok misalnya, hidangan roti yang selintas mirip kue apem ini disajikan bersama semur ayam tak berkuah. Kalau dipadukan, keduanya ini bukan pasangan makanan yang serasi bagi khalayak. Ternyata, Roti jok merupakan kesukaan Sultan Hamengku Buwono VIII. Selain Roti Jok, adalagi menu seperti Bebek Suwar Suwir yang digemari Sultan Hamengku Buwono X. Makanan yang disajikan berupa irisan daging bebek yang dipadu nanas goreng dan saus kedondong parut. Adalagi Semur Piyik yang selalu diburu oleh Sultan

Hamengku Buwono IX. Hidangan unik dari olahan burung dara itu benar-benar menggugah selera. Lain halnya dengan hidangan Urip-urip Gulung yang terbuat dari ikan lele fillet yang digulung kemudian dipanggang disajikan dengan saus mangut. Makanan ini menjadi kegemaran Sultan Hamengku Buwono VII. Serta ada juga Sanggar yang menjadi makanan favorit Sultan Hamengku Buwono VIII serta Hamengku Buwono X. Makanan ini dibuat dari irisan daging sapi dengan bumbu rempah yang dipanggang dengan saputan santan kelapa dan dijepit dengan bilah bambu. Menu Warisan Aneka citarasa kesukaan raja Yogyakarta itu bisa diperoleh di Bale Raos yang terletak dilingkungan keraton Yogyakarta, tepatnya di area Kagungan Dalem Kemagangan yang merupakan akses paling dekat untuk masuk ke Induk Kraton. Bangunan alam bernuansa arsitek Jawa dengan Joglo yang khas dengan ornamen Kraton Yogyakarta berdiri dengan agung, serta aura Kraton yang kental menambah keunikan dalam menikmati hidangan di Bale Raos. Selain menikmati hidangan yang khas, pada hari-hari tertentu dapat dihadirkan live gamelan dan tarian Jawa klasik. Sementara untuk tiap Sabtu malam, Bale Raos menyajikan live performance musik keroncong. Semua menu yang ada di Bale Raos diolah sesuai resep keluarga kerajaan yang diwariskan secara turun-temurun. Citarasanya yang unik dan lezat akan membuat lidah semua orang terbuai. Lekat Aroma Rempah Resto Bale Raos juga menyajikan Bir Jawa yang kental dengan citarasa rempah. Bunga cengkeh, kayu manis, serutan kayu

secang, jahe, kapulaga, daun serai, daun pandan, jeruk nipis, dan gula pasir atau gula batu, mendominasi komposisi Bir Jawa. Soal rasa tentu bisa dijadikan pilihan utama. Semua bahan itu menyatu saat direbus menghasilkan warna merah. Setelah itu, saring hingga ampas tertinggal dan dinginkan untuk dikocok dan tuang di gelas. Buih-buih seperti kebanyakan bir dihasilkan yang membuat minuman ini. Kalau biasanya mengonsumsi bir beralkohol dalam jumlah banyak membuat perut buncit. Tidak dengan Bir Jawa. Rempah rempah yang dikandungnya terbukti menjaga dan mengobati berbagai penyakit. Keluhan seperti demam, sakit kepala, atau masuk angin hilang setelah meminum Bir Jawa. Jawa VS Eropa Semasa belajar di Belanda, Sri Sultan Hamengku Buwono IX pernah berkreasi menciptakan hidangan kombinasi antara budaya Jawa dan Eropa. Memang sang raja ini dikenal gemar memasak dan memiliki citarasa kuliner yang tinggi. Sri Sultan Hamengku Buwono IX pun membikin semacam steak yang tidak dimakan dengan nasi melainkan setup nanas. Nanas diiris dan di-panfried menggunakan margarin. Setelah itu, irisan nanas ditata di dasar piring dan disiram saus kedondong yang telah dimasak dengan rempah-rempah terutama cengkih. Bebek fillet yang diungkeb dengan bumbu rempah, digabungkan dengan setup tadi. Aroma bebek yang gurih bercampur dengan setup nanas dan kedondong yang segar. Bila Anda penasaran dengan menu favorit raja-raja ini, silakan saja mampir ke Bale Raos, dan bersiap menjadi raja sesaat di sana. Selamat mencoba! Naskah : Poppy Febriana & Emi Harris Foto : istimewa

2017

7

63


Perifer

reportase

Hardjono Soeparto

Kena ulak sibau

Melesat di udara meninggalkan kampung halaman, membuat angan Hardjono muda turut melayang tinggi mencoba mereka-reka, seperti apa tantangan yang akan ditemuinya di Puskesmas Putussibau, tempatnya bertugas sebagai dokter umum.

64

7

2017


P

agi di tanggal 31 Desember 1971 petualangan dokter dengan nama lengkap Hardjono Soeprapto ini dimulai dengan perjalanan panjangnya menuju Puskesmas Putussibau yang berjarak 840 km dari Pontianak. Usai melewati dua jam perjalanan dari Jakarta menuju Pontianak, perjalanan lantas dilanjutkan melalui jalan air (sungai). Dengan kondisi sangu yang pas-pasan, gaji pokok sejumlah Rp 2.820,- sebagai dokter puskesmas pun menjadi pencapaian yang luar biasa saat itu, terlepas dari beratnya medan yang harus ditaklukkan. Mulai dari minum dari persediaan air hujan, hingga mandi dan buang air di MCK terbuka. Semuanya menjadi satu paket pengalaman yang begitu berharga. Mengabdi di tempat baru dengan budaya yang baru tentu bukan hal mudah. Tak hanya berkutat dengan beragam masalah kesehatan pasien, menjabat

sebagai kepala Puskesmas Putussibau juga membuat Harjono harus piawai mengatasi beragam masalah. Persaingan antara staf dan pegawai, menghadapi kecurangan yang terjadi di lapangan menjadi asam garam yang mendewasakan Hardjono. Disambut Penari Berjamur Satu perjalanan yang tak terlupakan adalah saat Hardjono harus mengikuti perjalanan Bupati kala itu ke kecamatan di hulu Sungai Kapuas. Jangan bayangkan jalanan mulus beraspal, perjalanan ini diwarnai dengan acara babat alas untuk menembus hutan yang lebat dan masih perawan, serta mengarungi sungai beraliran deras yang banyak riam dan jeram selama kurang lebih 1 minggu. Sesampainya di sana, sambutan hangat diberikan oleh kepala suku 2017

7

65


Perifer

reportase dan warga setempat. Sebuah tarian penyambut tamu pun ditampilkan oleh perempuan-perempuan desa, yang beberapa badannya putih karena terserang sejenis jamur kulit, yaitu Tinea Imbricata. Sungai Gigi Dokter Tak ada kamar mandi layaknya di kota, Hardjono pun jadi terbiasa untuk mandi dan membersihkan diri di sungai. Sampai-sampai saking asyiknya berendam dan menyelam, tak disadari satu gigi palsunya hilang. Demi untuk menemukan gigi palsu tersebut, sebuah sayembara dengan iming-iming hadiah bagi yang berhasil pun diberikan. Namun karena gigi tersebut tak kunjung ditemukan ahirnya sungai tersebut dinamai dengan sungai gigi dokter. Tahun 1974 menjadi awal kepindahan Hardjono untuk mengemban tugas barunya sebagai Direktur RS Sanggau di Sanggau. Di tempat baru inilah Hardjono pernah mendapat tugas untuk melakukan terapi supresif malaria di perbatasan Kabupaten Sanggau dengan Serawak. Dari rencana awal hanya 30 hari, ternyata tugas

66

7

2017

diperpanjang hingga 40 hari. Pengalaman seru pun dialami Hardjono saat melintasi perbatasan melalui jalur setapak tidak resmi bersama penduduk setempat. Kesempatan bertandang ke negara tetangga tersebut dimanfaatkan untuk mengabadikan beberapa foto di tempat-tempat terkenal di kawasan Kuching kala itu. Kisah Dinding Berlubang Setelah mengikuti pendidikan di FKM di Jakarta selama 1 tahun, dokter yang hobi traveling ini ditempatkan di Dinas Kesehatan Propinsi Kalbar di Pontianak. Selama di Pontianak itulah ia sempat belajar bahasa Mandarin untuk memperlancar komunikasinya dengan pasien, mengingat penduduk setempat mayoritas adalah Tionghoa. Sebuah tempat sederhana berdinding papan yang sudah tak rapat lagi menjadi tempat praktiknya sehari hari. Untuk menutup celah-celah papan ini, koran berbahasa China pun dipasang. Sesekali, pasien yang sedang antri menunggu membaca koran penambal dinding tersebut sebagai pengisi waktu. Tak jarang diantara mereka yang penasaran memilih

untuk melubangi koran tersebut dan mengintip ke dalam ruang periksa. Beberapa dinding tampak sengaja dibiarkan berlubang, ternyata lubang itu dimanfaatkan Hardjono untuk menukarkan uang dengan pembantu yang menjaga rumah itu, saat ia membutuhkan uang kecil untuk uang kembalian pasien. Tak hanya lubang yang punya cerita selokan di depan ruang praktik pun menyimpan kisah tak terlupakan. Saat musim hujan tiba dan permukaan air Sungai Kapuas naik, maka air selokan pun meluber hingga menggenangi ruang praktik. Kalau sudah begini, praktik pun dilakukan tanpa alas kaki dan celana dilipat ke atas. Perjalanan karier Hardjono dari tahun 1971 hingga tahun 1979 yang penuh cerita tersebut kemudian diabadikan dalam sebuah buku yang diberi judul Terkena Ulak Sibau yang memberi konotasi bahwa kehidupan di daerah tersebut menyimpan kenangan penuh makna yang perlu diingat. Naskah : POPPY FEBRIANA Foto : Dokumen Pribadi


Ahmad Aniq Kamal, dr.

Pernah “Dikejar” Wedhus Gembel

A

pa jadinya bila tengah serius merawat warga di posko darurat yang berada di gunung, mendadak terdengar seruan gunung akan ‘batuk’? Tentu saja panik. Malahan panik tingkat tinggi. Kepanikan yang sulit dibayangkan itulah yang pernah dirasakan Aniq Kamal pada enam tahun silam ketika bertugas menolong warga yang tinggal di sekitar gunung Merapi yang baru saja erupsi. Kala itu, tahun 2010, gunung Merapi meletus. Aniq yang tengah bekerja di Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik, diutus bersama dua orang perawat untuk membantu korban letusan gunung Merapi. Dia lantas bergabung dengan beberapa dokter dari rumah sakit Muhammadiyah di Lamongan, Sidoarjo, dan Yogyakarta. Rumah Sakit Muhammadiyah memang punya tim tangggap bencana yang siap turun membantu masyarakat di lokasi bencana. “Kami berangkat pada hari ketiga setelah terjadinya letusan pertama. Karena ada banyak warga di atas gunung yang butuh pertolongan, kami lalu membuka posko di titik tertinggi. Jaraknya sekitar lima kilometer dengan puncak gunung,” kenang Aniq. Sehari setelah membuka posko, siang hari sekitar pukul 11.00 WIB, ketika Aniq tengah mengobati warga, tiba-tiba ada personel tanggap bencana turun dari atas gunung sembari berteriak “ada wedhus gembel”. Mendengar teriakan itu, warga yang tengah dirawat kalang kabut. Begitu juga dokternya. Untung saja ada mobil ambulan. Mobil itulah yang menjadi ‘penolong’ untuk mengungsi ke posko yang lebih aman. “Ngeri kalau ingat-ingat gemuruh wedhus gembel-nya. Alhamdulillah semuanya selamat. Kami langsung sujud syukur begitu sampai di posko di Kaliurang,” imbuh alumnus FK Unair angkatan 2002 ini. Hujan abu dan semburan kerikil terlihat nyata di Kaliurang. Para dokter mengevakuasi warga ke Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta. Mereka pun menerjang hujan abu, wajahnya nyaris tidak terlihat karena penuh debu abu. Udaranya juga sangat panas. “Saking panasnya, dalam perjalanan ke Yogya, air di wiper mobil sampai habis. Karena nggak ada air, kami isi pakai air minum di galon. Esoknya, saya dapat kabar posko kami yang paling atas itu hangus dan lenyap terkena wedhus gembel,” sambung ayah satu anak yang tengah menempuh PPDS urologi ini.

P

engalaman tak terlupakan di tahun 2001, Abd. Machin, dr., Sp.S yang saat itu masih berstatus dokter muda, berdinas di sebuah poliklinik di Mojoagung, Kabupaten Jombang. Dia pun terbiasa merawat, mengobati, hingga memasang infus pasien. Bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat membuat Abd. Machin merasakan pengalaman berbeda dibanding ketika belajar di bangku kuliah. Setahun kemudian, Mojoagung dilanda bencana banjir besar. Air yang menggenangi pemukiman, mengakibatkan diare mewabah. Ada banyak warga terserang diare dan juga kolera. “Saya ingat, itu dalam sehari, pasien yang rawat inap sampai 100-an orang. Sementara saya waktu itu dokter yang baru lulus dan juga punya alat seadanya. Itu pengalaman yang tak terlupakan buat saya,” kenang dokter berusia 40 tahun ini. Karena momen wabah diare itulah, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga angkatan 1995 ini punya kedekatan dengan warga. Sejak itu, ketika warga ada yang sakit lantas periksa ke poliklinik tersebut, mereka tidak hanya datang. “Tetapi bawa macammacam. Ada yang bawa pisang,” imbuh dia. “Bila musim panen tiba, warga banyak yang datang ke rumah sakit. Sekadar untuk check up. Tapi bila masa paceklik, jarang sekali yang datang,” ucap pria yang kini bertugas di bagian saraf RSUD dr. Soetomo ini.

Naskah : Hadi Santoso Foto : Dokumen Pribadi

Naskah : Hadi Santoso Foto : Dokumen Pribadi

2017

7

67

cerita lucu

Terkenang Pasien Bawa Pisang

Korpus Alienum

Abd. Machin, dr., Sp.S


68

7

2017

Efloresensi

fashion & mode


Batik for All Moment Lembaran kain batik tak saja berakhir pada baju atasan atau bawahan seperti rok bagi kaum hawa. Batik yang kian cocok dikenakan bagi siapapun kian bisa diaplikasikan menjadi fashion yang beragam. Seperti yang terlihat dari sentuhan Budi Soemitro, si empu Blue Lotus, butik ini. Ia mencoba out of the box dari pakem desain batik kebanyakan. Dengan menampilkan batik dalam desain sarung yang cocok dikenakan bagi pria segala usia di berbagai momen. Motif klasik dengan warna natural membuat sarung batik ini dikenakan dalam kegiatan formal hingga semi formal sekalipun. Dan warna segar dengan motif modern kontemporer sangat cocok dikenakan saat santai bersama kerabat maupun sahabat. Paduan kemeja lengan pendek krah shanghai dengan vest membuat tampilan pria bersarung semakin elegan dan tetap down to earth.

2017

7

69


70

7

2017

Efloresensi

fashion & mode


Ragam motif serta warna-warna yang dinamis memberi daya tarik tersendiri dalam memilih kemeja batik lengan pendek. Motif natural, floral hingga geometrik kontemporer menjadi pilihan teratas supaya bisa dipadukan dengan segala celana. Bahkan untuk bersantai atau sekadar hangout bersama sahabat, kemeja batik koleksi Blue Lotus ini sangat cocok dipadu dengan celana jeans dan bersepatu sneaker ataupun sepatu santai. Sehingga tak sekadar nyaman dikenakan, juga memberi kesan casual.

2017

7

71


72

7

2017

Efloresensi

fashion & mode


Untuk acara semi formal ataupun formal pilihan bisa jatuh pada kemeja lengan panjang dengan motif dan warna disesuaikan dengan skin tone dan kepribadian pemakainya. Tentunya juga dengan suasana dan nuansa acaranya. Penampilan semakin terlihat berkharisma dengan sepatu dan aksesoris penunjang lainnya yang sesuai.

Naskah : Emi harris Foto : budi soemitro model :

Nurul Baskoro Pratiwi Kusumo, dr., Sp.M Abraham Arimuko, dr., Sp.KK, MARS, FINSDV, FAADV Rully Setia A. Dimawan, dr., Sp.KK, FINSDV

Wardrobe:

Ruko North Junction RA-17 Jl. Taman Puspa Raya Citraland, Surabaya Barat. Telp. 0811 328 677 2017

7

73


opini

kapita selekta

Ario Djatmiko, dr., Sp.B(K) Onk

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN Bagaimana sebaiknya?

We are now in the age of turbulence. the dangerous is not in the turbulence itself but to act with yesterday logic. alan greenspan

S

hortell menyebut layanan kesehatan adalah bidang yang unik dan amat berbeda dengan bidang layanan lain. Pertama, layanan medik hampir selalu merupakan kebutuhan mendesak bahkan sering emergency. Kedua, layanan medik membutuhkan “high degree” specialization. Dalam menjalankan aktifitasnya, antar specialist mempunyai ketergantungan yang tinggi. Ketiga, pekerjaan medik itu proses yang amat kompleks, bervariasi, dibutuhkan kordinasi yang tinggi antar profesi. Keempat, mengukur outcome layanan kesehatan amat sulit. Kelima, toleransi terhadap kesalahan tindakan medik teramat kecil, bahkan mendekati nol! Sehubungan dengan semua keunikan diatas, bagaimana desain ideal organisasi layanan kesehatan harus dibangun? Organisasi adalah sekumpulan orang yang bekerja dalam satu wadah untuk tujuan bersama. Tujuan berarti “visi”, alasan mengapa Rumah Sakit itu dilahirkan dan akan dibawa kemana. Visi adalah karakter setiap organisasi, dia harus terukir dalam hati setiap insan yang bekerja disana, termasuk dokter-dokternya. Setiap orang punya cara pandang, jangkauan pandang, nilai-nilai personal, kepentingan diri dan perasaan subjective yang tidak sama. Sehingga sering terbangun “mental model” yang tidak sama pula dalam melihat sesuatu. Ini sungguh akan mempengaruhi human relationship dalam organisasi. Ohmae mengingatkan: “Organization means people”. Artinya, kekuatan setiap organisasi terletak di “manusia”nya. Kesamaan cara pandang dan nilai diri setiap anggota dengan visi organisasi akan melahirkan collective awareness dan membuahkan collective effort yang dahsyat. Namun sebaliknya, cara pandang dan nilai manusia yang berbeda akan sangat mengganggu, bahkan dapat mendatangkan ancaman bagi kelangsungan hidup organisasi.

PERUBAHAN EKSTERNAL:

Kunci kesuksesan suatu organisasi (Rumah Sakit), terletak pada pemahamannya atas perubahan eksternal. Sejatinya, organisasi memang didirikan untuk menjawab perubahan eksternal. Dalam 2-3 dekade terahir, didunia medis terjadi perubahan eksternal yang luar biasa hebatnya. Saya coba mengklasifikasikan perubahan-perubahan yang terjadi: Pertama, terjadi perubahan cara “beli” layanan kesehatan. Kehadiran Third Party Payers tak bisa dihindari lagi. Biaya layanan kesehatan sudah tidak mungkin lagi dipikul oleh individu, semua harus berurusan dengan asuransi. Cara bayar Fee for Services sudah harus ditinggal, terbukti mengakibatkan pemborosan besar-besaran dan kualitas layanan jauh dari harapan. Layanan kesehatan harus berupa

74

7

2017

paket layanan yang kualitas dan harganya jelas terukur. Perusahaan asuransi akan mati-matian melakukan kendali mutu dan kendali biaya. Disini terjadi perubahan mendasar, layanan kesehatan perorangan (praktek pribadi) akan lenyap. Sebab, kualitas dan harga layanannya tak bisa dipertanggung jawabkan. Layanan kesehatan sepenuhnya akan menjadi Company to Company Transaction. Kedua, lompatan teknologi membawa harapan baru bagi kehidupan manusia. Tetapi disisi lain, pilihan terapi semakin beragam dan biaya kesehatan ikut melompat tak terbendung. Teknologi baru membutuhkan pengetahuan baru, dokter-dokter baru, keterampilan baru dan akan terus berubah. Dibutuhkan sertifikat baru pada setiap kehadiran teknologi baru, sertifikasi adalah syarat utama keselamatan pasien. Ini akan mengundang masalah besar bagi dokter lokal, karena masalah ketertinggalan teknologi terus menghantui negeri ini. Dalam situasi seperti ini, Teaching Hospital harus siap menjadi ujung tombak lomba teknologi dunia, sebab batas Negara hilang. Para staf pengajar harus kembali pada peran utamanya, meneliti, terdepan dalam ilmu teknologi dan mendistribusikan teknologi baru pada dokter-dokter di lapangan agar mereka siap bersaing di era baru. Atau, profesi dokter dinegeri ini akan lenyap ditelan masa. Ketiga, berkaitan dengan point pertama dan kedua diatas, organisasi rumah sakit harus berubah. Diperlukan “business model” baru yang lebih “adaptive”. Artinya, senantiasa dapat mengikuti perubahan zaman, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Dibutuhkan model Rumah Sakit yang efisien, praktis & ekonomis, fokus pada layanan khusus, memberi layanan yang berkualitas dan selalu mengikuti teknologi terkini. Layanan kesehatan kini telah memasuki era korporasi. Layanan medik bukan lagi merupakan layanan personal, tetapi merupakan produk “system”. Bila naik Garuda, Anda tidak perlu tahu siapa pilotnya. Garuda menjamin keselamatan Anda. Sektor kesehatan pun tidak berbeda, Anda tidak perlu lagi tahu siapa dokternya cukup “Hospital Brand”. Kualitas layanan akan dijamin, harga jelas dan pembeli tinggal pilih, cukup lewat internet.

DESAIN BARU:

Secara umum, Malone membagi desain organisasi dalam beberapa jenjang kategori tergantung level pengambilan keputusan. Diujung kiri, disebut central hierarchies design dimana keputusan harus “top Down”. Birokrasi vertikal, sifat organisasi kaku dan lamban mengambil keputusan Sedangkan diujung kanan, disebut market design. Desain organisasi horizontal, keputusan tidak harus dari atas, cukup ditempat interaksi eksternal berlangsung. Market design jelas lebih fleksibel, adaptive, cepat mengikuti perubahan eksternal. Di-era korporasi ini organisasi layanan kesehatan jelas lebih membutuhkan bentuk organisasi yang market design.

Thomas H Lee, Harvard University menambahkan di era teknologi ini, layanan medik mutlak harus terstruktur, Patient Centre Care dan Integrated. System layanan Rumah Sakit harus berubah total. Semula, tata kerja Rumah Sakit dibagi menurut disiplin keilmuan. System ini disebut department or doctors oriented. Disini kegiatan rumah sakit, dibagi per department: Penyakit Dalam, Bedah, Radiology, Anestesi, Kandungan, Anak Saraf dan lain-lain. Setiap department mempunyai otoritas sendiri, sesuai hirarki, bahkan memiliki administrasi sendiri. Akibatnya, pasien yang membutuhkan penanganan multi disiplin, harus melalui prosedur panjang dan berbelit. Apa yang terjadi? Terjadi layanan fragmented, komunikasi antar ahli minimal, kualitas layanan tak mungkin optimal. Penanganan pasien tidak efisien, kendali mutu dan kendali biaya tidak mungkin dilakukan. Menurut Thomas H Lee, langkah pertama untuk merubah fragmented care menjadi integrated care adalah melakukan “Colocation”, yaitu memindahkan seluruh aktifitas dan fasilitas layanan ke satu lokasi, sehingga otomatis terjadi “one stop shopping concept”. Layanan akan fokus memberi solusi yang tepat bagi kebutuhan pasien. Layanan seperti ini dikenal dengan sebutan patient oriented care. Kendali mutu dan kendali biaya berjalan optimal. Perkembangan keilmuan berjalan sangat positif, dan terus bertambah, keterampilan terus meningkat dan mereka melakukan monitor bersama. Di negara maju perubahan dimulai 2 dekade lalu. Disiplin bedah jantung tidak lagi “berumah” di departemen bedah, pindah kebagian jantung. Seluruh layanan jantung ada dalam 1 lokasi. Bagian Bedah Anak melebur dengan bagian penyakit anak (Pediatri). Layanan Urology, Nephrology, hemodialysis sampai dengan transplantasi ginjal terjadi dalam satu atap, integrated care berjalan otomatis. Perubahan ini sangat memudahkan pasien dan asuransi, sebab tempat yang dituju jelas, kualitas dan harga pun jelas. Atul Gawande mengatakan membangun tatanan baru itu, butuh “new kind of hero”. Sebab, proses perubahan sangat berat! Tantangan hebat datang dari para senior pengambil keputusan dan para pimpinan department yang masih berpikir tradisional. Sebab, seluruh struktur dan tatanan kerja akan berubah total, garis komando interdepartemental hilang. Selanjutnya, performa dokter terus diawasi dan diukur. Gawande menambah, perubahan opinion based medicine menjadi evidence based medicine adalah satu keniscayaan. PR besar menanti di depan! Teaching Hospital seharusnya memegang peran sentral, memimpin perubahan dunia kedokteran di negerinya. Itu terjadi di negara manapun, tetapi tampaknya tidak terjadi di negeri ini. Mungkin pesan Greenspan di atas perlu kita renungkan bersama....... FK UNAIR Angkatan 69 Dewan Pakar PB IDI


Informasi Pemasangan Iklan HERU : +62 852-3075-9500 HENRY : +62 896-8627-0561

www.majalahdokter.com majalahdokter

Catatan Editor Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini, laporan perjalanan (hobi, travelling, kuliner) yang sesuai dengan visi dan misi majalah ‘dokter’. Setiap naskah sebaiknya disertai dengan foto atau ilustrasi penunjang. Naskah diketik dalam MS-Word format RTF, panjang naskah 1.000 -1.500 kata. Pembaca juga dapat menyampaikan saran dan kritik tentang content rubrikasi, maupun seputar kegiatan yang berkaitan dengan majalah ‘dokter’. Saran dan kritik terbaik akan dimuat pada Rubrik Surat Pembaca yang akan hadir rutin mulai edisi mendatang.

@majalahdokter

Naskah dikirim via email ke:

redaksi.dokter@yahoo.com Redaksi berhak mengedit setiap naskah yang layak dimuat tanpa mengubah isi yang dimaksud penulis.


76

7

2017


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.