Majalah Dokter edisi 6

Page 1

Female

FRIENDSHIP-HUMANISM-PHILOSOPHY ED ISI 0 6 /20 1 6

Lula Kamal

3

Generasi Perempuan Membanggakan

Seimbangkan Karir dan Keluarga Nalini Muhdi, dr., Sp.KJ(K)

Perempuan dan Perkembangan Zaman



PUISI-PUISI

EN DORFI N

Kereta Kehidupan Wisnu Wahyuni

Alumni FK UNAIR angkatan 1970 Hidup bagaikan sebuah perjalanan menaiki kereta Dan stasiun – stasiun pemberhentiannya dengan perubahan – perubahan rute perjalanan dan dengan peristiwa – peristiwa yang menyertainya Kita mulai menaiki kereta ini ketika lahir ke dunia, Orangtua kita yang memesankan tiket untuk kita, dengan menduga bahwa mereka akan selalu bersama kita dalam kereta Namun di suatu stasiun, Orangtua kita akan turun dari kereta dan meninggalkan kita sendirian dalam perjalanan ini Banyak diantara mereka akan menjadi orang yang berarti dalam hidup kita, pasangan kita, teman-teman kita, dan orang-orang yang kita sayangi

Perjalanan yang indah akan diwarnai dengan saling menolong, saling mengasihi, dan hubungan baik dengan seluruh penumpang kereta Dan memastikan bahwa kita member yang terbaik agar perjalanan mereka nyaman Satu misteri dalam perjalanan yang memesona ini adalah, kita tidak tahu di stasiun mana kita akan turun Maka kita harus hidup dengan cara terbaik, menyesuaikan diri, memaafkan, dan melupakan kesalahan orang lain dan memberikan yang terbaik yang kita miliki Sangatlah penting untuk melakukan ini sebab bila tiba saatnya bagi kita untuk meninggalkan kereta

Banyak diantara mereka yang akan turun dari kereta selama perjalanan ini dan meninggalkan ruang kosong dalam hidup kita

Kita harus meninggalkan kenangan indah bagi mereka yang meneruskan di dalam kereta kehidupan ini

Banyak di antara mereka yang pergi tanpa mereka sadari bahkan kita tidak tahu dimana mereka duduk dan kapan mereka meninggalkan kereta

Terima kasih keluargaku, sahabatku telah menjadi satu penumpang istimewa di dalam kereta kehidupanku

Perjalanan kereta ini penuh dengan suka duka, impian dan harapan ucapan “Halo”, “Selamat Tinggal”, cinta, dan air mata

Aku tidak tahu kapan aku akan tiba di stasiunku Selamat menempuh perjalanan hidup bermakna

Mengenang Almarhum Prof. Dr. M. Rasyad Indra, dr., Sp. ilmu faal Alumni FK UA Angkatan 70 yang telah berpulang menghadap Allah SWT 16 Juni 2016 di Malang

2016

6

3


m i k ro s ko p i s

daftar isi

mikroskopis

Indeks Edisi ini

SENIOR ADVISOR Pujo Hartono, Agus Harianto, Tedy Ontoseno, Ario Djatmiko, Urip Murtejo, Purnomo Budi, Pranawa, Sjahjenny Mustokoweni, Faroek Hoesin, Rasjid Moh. Tauhid Al-Amien

Endorfin 03

Kereta Kehidupan

Lingua

EDITORIAL DIRECTOR Evy Ervianti

06

Sharing and Caring – Female

Superior

VICE EDITOR Dwirani Rosmala Pratiwi

07

CREATIVE DIRECTOR Martha Kurnia, Eighty Mardiyan Kurniati

Lula Kamal Seimbangkan Karir dan Keluarga

Anatomi 10

MANAGING EDITOR Gadis Meinar Sari (Campus News Editor), Cita Rosita Prakoeswa (Scientific Editor), Martha Kurnia (Profile Editor), Brahmana Askandar (Travelling Editor), Hari Nugroho (Information Technology Editor), Damayanti Tinduh (Sport Editor), Adityawarman (Photography Editor), Linda Astari (Book, Film & Music Editor), Irmadita Citrasanti (Fashion Editor), Agus Ali Fauzi (Phylosophy Editor), Agus Harianto (Perifer Editor)

Prof. Hj. Moersintowarti B. Narendra Moerhadi, dr., MSc, Sp.A(K), AKK Memendam Harapan, Kelak Fakultas Kedokteran Tidak Identik Mahal

Prof. Dr. Nancy Margarita Rehatta Nancy Margarita, dr., Sp.AnK.IC. Menjadi Dokter Harus dengan Hati

ASSISTANCE REPORTER (LINGUA TEAM) Faradillah Mutiani, Salma Mazkiyah, Rizky Rahmatyah Lutifta Hilwana, Rizki N. R.

ART & DESIGN DIRECTOR Hari Nugroho DISTRIBUTION & COMMUNICATION DIRECTOR Suwaspodo Henry Wibowo Heru Purnomo

Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, dr., Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Melakoni Peran Dokter dan Ibu: Adalah Sebuah Pilihan

15 Trisa Wahjuni Putra Indra, dr., M.Kes. Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kesehatan

MARKETING & ADVERTISING DIRECTOR Syamsul Arifin Pungki Mulawardhana ACCOUNT DIRECTOR Gadis Meinar Sari Irmadita Citrasanti

Dr. Arsitawati Poedji Rahardjo, dr., MA-HM Sekretaris II Komisi Lintas Kementerian (Kemenristek Dikti - Menkes)

ASSOCIATE EXECUTIVE EDITOR Baraka Communication ISSN 977 2407085

10

Sharing and Caring Magazine Kantor Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Jl. Prof. Dr. Moestopo 47 Surabaya 60131 Telpon +62-31-5020251, +62-31-5030253 Email: redaksi.dokter@yahoo.com Website: www.majalahdokter.com

FOTO cover : DIMAS prawira model : Prof. Hj. Moersintowarti B. Narendra Moerhadi, dr., MSc, Sp.A(K), AKK Prof. Dr. Nancy Margarita Rehatta Nancy Margarita, dr., Sp.AnK.IC. Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, dr., Sp. KK(K), FINSDV, FAADV MAKE UP AND HAIR STYLE : MAYFA MAKE UP 081235565889, 081938445889

Dokter magazine is published by Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. All rights reserved. No part of this magazine may be reproduced without the permission of Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

4

6

2016

3 Generasi Perempuan Membanggakan

Sjahjenny Mustokoweni, dr., Sp.PA(K), MIAC

D

okter kelahiran Surabaya 1957 ini merupakan sosok perempuan yang aktif baik dalam menjalani profesinya sebagai dokter, maupun mengembangkan skill sebagai seorang Spesialis Patologi. Lulus dari FK Unair di tahun 1984, dr. Sjahjenny kemudian melanjutkan pendidikan Spesialis Patologi di FK Unair, lulus tahun 1995, dan selanjutnya menuntaskan pendidikan Spesialis Patologi Konsultan tahun 2007. Ibu tiga orang anak yang menjabat sebagai Kepala Departemen Patologi Anatomi di FK Unair ini juga aktif menulis publikasi baik internasional maupun dalam negeri. Hingga saat ini setidaknya dr. Sjahjenny telah menuangkan pemikiran kritisnya dalam lebih dari 90 paper yang disajikan melalui berbagai seminar bertaraf nasional dan internasional.


Second Opinion

42

“Siapa Perempuan yang Dikagumi Selain Ibu?”

Skeleton 44

Angkatan 1970 Ada WA, Komunikasi Jadi Lebih Mudah

Takikardi

48 Prof. H. Muh. Dikman Angsar, dr., Sp.OG(K) dan Irmawati, dr., M. Kes. Merajut Kekompakan dalam Perbedaan

Medikamentosa

30

Nam San Tower - Seoul

Prof. Madarina Julia, dr., MPH, Ph.D, Sp.A(K) Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UGM

Laparoskop

14 Neerja

Filosofi 18

CITO

Dr. Gadis Meinar Sari, dr., M.Kes QUE SERA SERA… bukan tanda menyerah… ucapkanlah di akhir

Yvonne Sarah Katini Bintaryo, dr., Sp.OT-Spine Ukir Sejarah Spesialis Bedah Orthopaedi Perempuan Pertama di Indonesia 46

Diktat 24

Nalini Muhdi, dr., Sp.KJ(K) Perempuan dan Perkembangan Zaman

20

Uniknya Breast Imaging, Mengintip Divisi Radiologi Rumah Sakit Onkologi Surabaya

26

Dee M.A. Weydemuller Dokter Perempuan Pertama di Indonesia

Soeharti Pala Brotodiwirjo, dr. Perjalanan Melanglang Buana hingga Berpulang ke Pangkuan ibu pertiwi

Inspirasi

Dr. Poejdi Rochjati, dr., Sp.OG Dokter Perempuan Penggagas Kartu Skor Faktor Risiko Kehamilan

Aurikulus

Pesona Korea

38 40

Siasat Belanja Cerdas Dr. Purwo Sri Rejeki, dr., M.Kes. Padukan Puisi dan Profesi Dokter

56

Ketinggalan di Rumah Pak Lurah Hampir Hanyut di Sungai saat Bolos Lima Jagoanita Lompat Jendela Anatomi

Inspeksi 58

Gelar Malam Renungan, Ajak Masyarakat Sadar Bahaya Komplikasi Persalinan

Fisiologi

TRX, The Art of Suspension Training

Nutrisi 62

Kehangangatan Bakso yang Menggoda Dr. Dora The Explorer, Sepenggal Harapan Dokter Daerah Terpencil

Efloresensi 67

Abaya for Your Chic Style!

Kapita Selekta 74

Dokter Perempuan di Indonesia

Maya Hasan Dentingan Harpa Jadi Obat Pasien di RS

Dr. Gadis Meinar Sari, dr., M.Kes

D

Travel Photography dalam Bidikan Wita Saraswati, dr., Sp.OG(K)

Korpus Alienum

64

RS Onkologi

Infusion 37

52

Perifer

Eksplorasi 34

Ternyata Semua Wanita Berisiko Terkena Kanker Serviks

X-Ray

60 Dua Dokter Wanita MIRA W & MARGA T Legendary Novelist

Sitokin 30

50

okter alumnus FK Unair angkatan 1985 ini dikenal sebagai sosok yang aktif dan berprestasi. Akrab disapa dr. Gadis, perempuan yang memiliki motto “hidup adalah belajar” tersebut sekarang menjabat sebagai Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Kedokteran UNAIR, Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan FK UNAIR, sekaligus dipercaya sebagai Sekretaris Lembaga Penelitian dan Inovasi Unair 2015. Untuk mengupgrade keilmuannya dr. Gadis juga pernah mendapat kesempatan belajar ilmu kedokteran di Kobe University, Jepang pada tahun 2006-2007.

Nalini Muhdi, dr., Sp.KJ(K),

A

ktif sebagai konsultan kesehatan mental perempuan, Nalini Muhdi juga seorang dokter yang produktif dalam hal tulisan. Telah banyak tulisan ilmiah dan kritis perempuan kelahiran Kudus 1959 ini yang dimuat di media massa. Kegemaran menulis, dokter yang juga tercatat sebagai staf pengajar di FK Unair ini tak lepas dari cita-citanya ingin menjadi penulis/sastrawan sekaligus ahli psikiatri sosial-kultural penyabet Nobel Prize seperti Tahar Ben Jelloun dari Maroko.

2016

6

5


dari meja redaksi

lingua

Sharing

&Caring

‘I would like to be known as an intelligent woman, a courageous woman, a loving woman, a woman who teaches by being.’ -Maya AngelouFakta terbaru, sejak tahun 2011, mahasiswi kedokteran UNAIR lebih banyak dari mahasiswa. Perbandingannya bahkan sampai 70% : 30%. Padahal dahulu perempuan tidak boleh jadi dokter, kalaupun di kemudian hari diperbolehkan itu hanya untuk pelayanan tertentu saja. Dr. Marie Thomas, dokter wanita Indonesia pertama, harus mengikuti program tersendiri dan membayar untuk akomodasi sendiri selama belajar di STOVIA (sekolah kedokteran Hindia di Surabaya). Sementara rekannya yang laki-laki mendapat uang saku dan dapat tinggal di asrama semacam pesantren. Bahkan di Inggris, di tahun 1.800-an, ada seorang dokter perempuan yang menyamar sebagai laki-laki dengan prestasi yang membanggakan, sangat dihormati sebagai dokter dan merupakan dokter yang melakukan bedah Caesar pertama. Dr. James Barry, yang sejatinya adalah Margaret Ann Burkley, tidak membuka penyamarannya sampai dia meninggal, karena ketatnya peraturan bahwa yang diperbolehkan untuk bersekolah dokter hanyalah laki-laki. Di tahun 90-an pun, sulit sekali mencari dokter obstetrik wanita di Surabaya. Luar biasa yang namanya sejarah. Syukurlah, sekarang, hampir di semua rumah sakit sudah ada dokter kandungan perempuan, bahkan di semua spesialisasi sudah ada dokter perempuan. Seperti kata Maya Anelou, perempuan ingin dikenal bukan sebagai pesaing tetapi sebagai pelengkap, mitra. Seperti dalam keluarga, ada ayah ada ibu, ada suami ada istri. Karena memang dunia ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Berbeda tetapi saling asah, asih, dan asuh. Perempuan, secara fisik dan psikologis, memang berbeda dengan laki-laki. Tetapi secara kompetensi, pendidikanlah yang membuat mereka sama dan sejajar untuk berkarya dengan hasil terbaik. Terima kasih kepada Ibu Kartini yang membuka jalan bagi kaum perempuan Indonesia untuk bersekolah. Terima kasih kepada para ibu dan ayah yang mendukung anak-anak perempuannya untuk maju. Dan yang paling penting adalah terima kasih pada para pria yang telah menjadi kekasih, suami, anak, yang mendukung para perempuannya untuk berkarya secemerlang para lelaki. For every woman who choose to be a doctor, keep your spirit free. Be the best wife, the best mother, the best partner and the best doctor as well. Congratz! Selamat membaca, Agustus 2016

6

6

2016


istimewa

superior

Seimbangkan Karir dan Keluarga

Lula Menjadi seorang dokter sekaligus ibu rumah tangga bukan hal mudah untuk dijalani. Lula Kamal punya kiat sukses yang mampu menyeimbangkan waktu untuk pasien, keluarga, dan segudang aktifitas lainnya. Kuncinya yakni prioritas dan komunikasi.

B

agi Lula Kamal, keluarga adalah segalanya. Maka dari itu, sebisa mungkin dia harus menyusun rencana matang bila ingin mengikuti seminar kedokteran, syuting, ataupun pemotretan. “Jadwal praktik sudah pasti, sisanya tinggal menyesuaikan saja,� paparnya. Menurut Lula, ada beberapa hal yang sejak

2016

6

7


istimewa

superior

Kamal awal dibangun komunikasi terbuka antara satu dengan lainnya di rumah. Misalnya, saat Lula hendak pergi seminar yang berlangsung lebih dari dua hari, maka dia harus berpamitan kepada tiga buah hatinya. “Cara kami mengajarkan cara berkomunikasi dengan baik, ya dengan mengajak anak-anak berdiskusi itu,� ujarnya.

Saat di sekolah, anak-anak memang dilarang membawa ponsel, tapi saya selalu menelpon ke pihak sekolah menanyakan apakah sudah pulang atau masih beraktifitas 8

6

2016

Memantau Buah Hati Apabila ada acara-acara khusus yang mengharuskan dirinya pergi keluar kota dan menginap, Lula tetap memantau keadaan tiga buah hatinya di rumah. Sesering mungkin, Lula menghubungi suami dan anak-anaknya melalui ponsel. “Saat di sekolah, anak-anak memang dilarang membawa ponsel, tapi saya selalu menelpon ke pihak sekolah menanyakan apakah sudah pulang atau masih beraktifitas,� papar perempuan


yang menempuh studi pascasarjananya di King’s College di London itu. Cara ini dilakukan Lula agar semua aktivitasnya tetap berjalan dengan baik, tanpa mengurangi kehangatan keluarga. Hal kecil yang dia lakukan untuk anak-anak, yakni meluangkan waktu untuk sekadar melihat pertunjukan di sekolah atau mengambil rapor mereka. Bekerja Sambil Upgrade Ilmu Bagi Lula, meng-upgrade ilmu kedokteran tidak harus mengorbankan banyak waktunya. Lula beruntung banyak mendapat kesempatan untuk menjadi moderator di beberapa acara kesehatan, baik yang digelar skala nasional maupun internasional. Sehingga tak sulit baginya membagi waktu antara menjadi presenter sekaligus belajar lebih banyak tentang ilmu yang dia tekuni. “Belajar sambil bekerja, dua-duanya sekaligus dilakukan,� ungkapnya sambil mengembangkan senyum. Selain menjadi presenter di beberapa acara talkshow, Lula juga memiliki agenda tetap untuk mengisi salah satu acara televisi di bidang kedokteran. Hal ini menjadi aktifitas yang menyenangkan baginya. Keinginannya untuk berbagi ilmu dengan banyak orang dapat direalisasikan dengan mudah. Lula sendiri memilih jadwal syuting dan praktik dimana saat anak-anak sedang sekolah. Saat menjelang malam dia telah kembali berkumpul dengan keluarga dan melakukan aktifitas bersama.

membuka sekolahnya di kawasan Condet, Jakarta Timur. Infrastruktur telah disiapkan beberapa waktu lalu, tahun ajaran 2016-2017 kali ini siap menerima siswa baru. Sekolah yang berkonsep islami dan internasional ini diharapkan mampu memberikan pendidikan yang terbaik untuk calon pemimpin masa depan. Tak hanya itu, Lula juga tetap menjalankan usaha kecantikan dalam bentuk bisnis salon. Salon kecantikan yang dia kelola bertempat di Rawamangun, Jakarta Timur. Lokasinya, tak jauh dari tempat tinggal Lula. Bisnis terbaru lain yang dikelola Lula yakni sepatu dan tas. Keduanya memang barang yang paling sering dilirik perempuan. Perempuan yang juga menjadi bintang iklan ini mencoba untuk membuat sendiri produk sepatu dan tas di Bandar Lampung. Saat ini bisnis tersebut sudah mulai berjalan. Selain dipasarkan melalui penjualan online, Lula juga membuka toko sepatu dan tas tersebut di Bandar Lampung. “Bahan dan kualitas kami kontrol sebaik mungkin, agar tidak kalah dengan produk luar negeri,� papar perempuan yang gencar menyuarakan gerakan anti narkoba itu. Naskah : Igna Ardiani Foto : Dokumen Pribadi

Banyak Jajal Bisnis Baru Aktifitas bisnis baru mulai dilirik Lula Kamal. Namun, tidak sembarang bisnis yang ingin dia geluti. Perempuan cantik blasteran Arab, Sunda, dan Betawi ini belajar banyak dari saudarasaudaranya. Beberapa tahun lalu, kakak Lula telah menekuni bisnis pendidikan dengan membuka TK Islam berbahasa Inggris di Garut. Hal ini mengetuk pintu Lula untuk turut berpartisipasi mencerdaskan anak bangsa dengan membuka sekolah yang sama di Jakarta. Kali ini Lula memilih

Paling sering kami berkeliling dan menginap di sekitaran Bandung, lalu balik lagi ke Jakarta. Itu saja sudah membuat mereka senang. Karena liburan tidak harus mahal

2016

6

9


10

6

2016

profil

anatomi


3

Generasi Perempuan

Membanggakan 2016

6

11


profil

anatomi

Prof. Hj. Moersintowarti B. Narendra Moerhadi, dr., MSc, Sp.A(K), AKK

Memendam Harapan, Kelak Fakultas Kedokteran Tidak Identik Mahal

J

alan ‘tidak biasa’ pernah dilalui Prof. Hj. Moersintowarti B. Narendra Moerhadi, dr., MSc, Sp.A(K), AKK sebelum masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FK Unair ini pernah lebih dulu “mencicipi atmosfer” kampus terkenal lainnya di Surabaya. “Saya tidak langsung masuk di kedokteran. Ketika lulus SMA tahun 1961, saya daftar ke kedokteran dan ITS. Kala itu saya mungkin over confidence. Tapi saya belum beruntung karena tidak diterima di kedokteran. Saya diterima di ITS terlebih dahulu. Saya masuk jurusan kimia,” kenang profesor kelahiran Bandung 3 Februari 1943 ini. Namun, dia tidak bisa memungkiri bahwa cinta sejatinya adalah kedokteran. Karenanya, di tahun berikutnya, dia kembali mengikuti tes masuk kedokteran dan kali ini diterima. Dia pun masuk ke FK Unair. Setelah lulus tahun 1969, Prof. Moersinto kemudian mengambil spesialis anak dan lulus tahun 1973. Dirinya juga menjadi dosen Kesehatan Masyarakat atau dulunya community medicine dan mulai tahun 1974, berkembang jadi program. Dia lantas menjadi konsultan di RSUD Sidoarjo, termasuk juga ke beberapa Puskesmas di kawasan Porong. “Saya kemudian mendapat kesempatan mengambil master dari WHO yang memberikan beasiswa kepada saya untuk ke Inggris. Saya belajar 15 bulan untuk ambil master tentang mother and child health. Setelah kembali, saya pindah ke Kediri, Ponorogo, kemudian diminta masyarakat untuk ikut mengembangkan BKIA yang sekarang menjadi RSI Siti Hajar dan akhirnya kerasan di Sidoarjo,” kenang istri H. R. Bagoes Narendra Soendjasmono (alm) ini. Sukses Prof. Moersinto dalam menempuh karier sebagai dokter, tidak

12

6

2016

lepas dari peran para gurunya. Salah satunya Almarhum Prof. Soejoenoes yang menjadi inspiratornya dalam mendalami pendidikan kedokteran. Satu pesan almarhum yang selalu diingatnya adalah bahwa sepandai apapun, jadilah dokter yang baik. “Dokter yang baik adalah dokter yang betul-betul memegang sumpah dokter. Satu hal lagi yang disampaikan, jadi dokter itu baik, businessman juga baik. Tapi doing business lewat profesi dokter, itu yang kurang baik. Menjadi dokter tidak boleh komersial, karena tidak semua orang mampu,” jelasnya. Prof. Moersinto menjelaskan, ketika itu, dirinya termasuk angkatan kedokteran yang gratis. Bahkan, kala itu juga tidak ada pungutan SPP. Baru setelah dokter muda, baru ada. Karenanya, konsultan tumbuh kembang anak di RSI Siti Hadjar Sidoarjo dan RS Graha Amerta, RSUD dr Soetomo ini memendam harapan agar kelak, masuk fakultas kedokteran tidak harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar. Bahwa fakultas kedokteran tidak harus identik dengan mahal. Apalagi bila sampai gratis. Prof. Moersinto berpesan kepada dokter-dokter perempuan untuk tidak melupakan harkatnya sebagai seorang ibu. Menurutnya, menjadi dokter sekaligus ibu adalah berkah. Sebab, perempuan bisa memiliki feeling dan empati yang kuat, serta mau mendengarkan keluhan pasien dengan cermat. Dia juga mengimbau agar tidak takabur karena berilmu tinggi. Selama menjadi dokter, Prof. Moersinto mengaku tidak pelit ilmu. Dia seringkali mengedukasi pasien perempuan. Selain pasien perempuan akan merasa lebih nyaman, juga memberikan wawasan karena mereka akan menjadi ibu yang akan mendidik anak-anaknya sehingga harus mendapatkan pengetahuan yang cukup. “Dokter wanita lebih fleksibel untuk hal ini. Jujur dan penuh kasih sayang. Dan, saya harap mereka tidak lupa harkatnya sebagai ibu. Fungsi kita sebagai ibu itu ada

aturan yang harus tetap kita jaga, sesuai agama masing-masing. Jangan sampai kita melanggar harkat kita sendiri,” sambung profesor yang memiliki lima cucu ini.

Prof. Dr. Nancy Margarita Rehatta Nancy Margarita, dr., Sp.AnK.IC.

Menjadi Dokter Harus dengan Hati

J

alan berat dan berliku telah dilalui Prof. Dr. Nancy Margarita Rehatta Nancy Margarita, dr., Sp.AnK.IC dalam ikhtiar sampai pada kesuksesan. Merantau sendirian dari pulau seberang menuju Surabaya, setiap hari mengayuh sepeda sejauh tujuh kilometer dari asrama menuju kampus, pernah dilakoninya di awal-awal menempuh pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Episode tidak mudah itulah yang membentuknya menjadi pribadi tangguh. Hingga, meraih cita-cita kecilnya, menjadi dokter sekaligus pendidik. Lahir di Ampenan, Mataram, Nusa Tenggara Timur, ia lantas mengikuti orang tua berpindah ke Jakarta kemudian pulang ke tanah kelahiran sang ayah di Maluku. Kepekaannya pada masalah pendidikan dan kesehatan sudah tertanam sejak kecil. Melihat langsung kehidupan masyarakat di beberapa daerah, membuatnya jadi paham bahwa masalah kesehatan dan pendidikan sangat penting. Ia berkesimpulan bahwa orang harus sehat dan orang harus mendapatkan pendidikan yang cukup. “Karenanya, ketika lulus SMA tahun 1968, saya mau jadi dokter dan guru. Saya harus jadi guru supaya mencerdaskan orang dan jadi dokter biar orang sehat. Keinginan ini terpenuhi karena saya jadi dokter dan jadi dosen,” ujarnya. Waktu itu, orang tuanya sebenarnya berharap dirinya menjadi dokter sepenuh hati. Yakni setelah lulus pendidikan dokter, lantas bekerja di bidang pelayanan di rumah sakit. Namun, seperti kebanyakan anak muda yang berpikir idealis, Rita panggilannya, justru merasa kalau cita-cita bisa diraih keduanya,


mengapa harus memilih salah satu. “Jadi dokter itu belum tentu jadi dosen. Karena lulus dokter bisa bekerja di bidang pelayanan di rumah sakit saja. Saya baru tahu setelah menempuh pendidikan spesialis, ternyata sebagai dokter juga bisa menjadi dosen di FK,” ujar profesor kelahiran 3 Oktober 1950 ini. Ketika lulus SMA, Rita muda adalah lulusan terbaik di Maluku. Predikat itu membuatnya mendapat rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Maluku untuk dikirim ke FK Unair. Kala itu ia mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat, meskipun jumlahnya tidak banyak. Meski di Surabaya masih ada kerabat dari ibunya yang memang orang Jawa, tetapi ia memilih tinggal di asrama. Setiap hari, dia mengayuh sepeda sejauh tujuh kilometer dari asrama menuju gedung FK Unair. Tepat jam 6 pagi, ia sudah berangkat mengukur jalanan menuju kampus. Begitu rutinitas hariannya kala itu. Segala perjuangan Rita seolah terbayar ketika dirinya lulus dan merupakan lulusan terbaik di FK Unair. Setelah lulus, dia langsung mengambil spesialisasi. Prestasi manis yang diukir oleh perempuan muda di kampus, tidak lepas dari kekuatan mental yang muncul dari hasil didikan ayah dan ibundanya. Tetapi, ketangguhan mentalnya sempat goyah ketika di pertengahan masa kuliah, ia mendapatkan kabar duka tentang Ayahnya. Informasi itu baru diterima beberapa hari setelah ayahandanya tiada. “Waktu itu sedih banget. Setelah ayah meninggal, ibu lalu menemani saya di Surabaya sampai saya ambil spesialis,” kenangnya. Kepada generasi perempuan sekarang, Rita menyampaikan saran yang sungguh menyentuh. “Menurut saya, seorang perempuan harus tetap perempuan secara kodrat. Dia boleh sama kemampuan ilmunya dengan laki-laki, sehingga itu yang bisa disumbangkan dengan cara perempuan. Saya pun masih manja sama suami, karena saya perempuan,” urai ibu satu anak ini. Dan kepada dokter-dokter muda, Rita berpesan bahwa menjadi dokter bukanlah soal status dan gaya. Sebab,

dokter adalah pekerjaan kemanusiaan. “Jadi kalau ndak ada niat untuk itu, hanya karena ingin keren, ya jangan sekolah kedokteran. Menjadi dokter harus dengan hati,” sambung pengajar di Departemen Anestesiologi & Reanimasi FK Unair tersebut.

Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, dr., Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

Melakoni Peran Dokter dan Ibu: Adalah Sebuah Pilihan

T

ahun ini, genap 24 tahun, Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, dr., Sp.KK(K), FINSDV, FAADV mengabdikan hidupnya sebagai dokter. Profesi yang membuatnya memiliki peluang untuk menyumbangkan keilmuannya secara langsung kepada masyarakat yang membutuhkan. Tentu saja, 24 tahun bukan waktu yang singkat. Namun, siapa sangka, menjadi dokter sejatinya sempat tidak terlintas dalam angan-angan dokter kelahiran Surabaya, 4 Agustus 1967 ini. “Awalnya saya memang tidak berminat masuk ke Fakultas Kedokteran, dan saat itu lebih mempertimbangkan keinginan ibu,” tutur perempuan yang akrab disapa Cita ini. Cita masuk menjadi mahasiswa FK Universitas Airlangga tahun 1986 melalui jalur tanpa tes, yakni Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Setelah lulus sebagai dokter tahun 1992, Cita sempat bekerja di Puskesmas Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat (1994-1997). Setelah itu sebagai dokter di Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten Tuban (19971998), sebelum melanjutkan Pendidikan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin tahun 1998-2001. Setelah menuntaskan Pendidikan Dokter Spesialis, Cita diangkat sebagai staf pengajar di Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Airlangga - RSUD dr. Soetomo. Sekarang Cita juga dipercaya sebagai Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan RSUD dr. Soetomo, Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Universitas Airlangga

serta Panel Pakar RISBIN IPTEKDOK Kementrian Kesehatan. Tahun 2004-2007 merupakan periode ketika dirinya menyelesaikan pendidikan Program Doktor dengan dukungan dana dari Netherland Leprosy Relief (Belanda) dan Pemerintah Jepang. Tahun 2008, dirinya meraih gelar Konsultan kemudian FINSDV (2013) dan FAADV (2014). Di bidang pendidikan, pada tahun 2007- 2010, dia dipercaya sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Lalu, pada periode 2010- 2015 sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Selain itu Cita menjadi Pengurus Kolegium dan Organisasi Profesi PERDOSKI. Tentu saja, menuju “tahun perak” selama pengabdiannya sebagai dokter, tidak melulu menapaki jalan yang mudah. Karakternya yang tidak mudah menyerah, merupakan hasil dari pola pengasuhan orang tuanya di masa kecil. Tentang dokter perempuan di era sekarang, dokter yang telah menghasilkan dua jurnal internasional, 32 jurnal nasional, 1 buku internasional, dan 18 buku nasional ini berpendapat bahwa dokter perempuan dituntut berfungsi ganda sebagai profesional sekaligus sebagai ibu pencetak generasi penerus bangsa. “Hidup adalah sebuah pilihan, menjadi dokter perempuan sekaligus ibu juga merupakan sebuah pilihan. Alangkah baiknya jika seorang dokter perempuan tahu apa yang menjadi prioritas dalam hidupnya sehingga mampu memilih dengan bijak. Oleh karena itu, seorang dokter perempuan dituntut untuk cerdas karena seorang ibu adalah “sekolah pertama bagi anak” pungkas dokter peraih Juara 1 Dosen Berprestasi Universitas Airlangga (2012), The Best Presenter Award pada The 8th Asian Dermatological Congress, Seoul, South Korea (2008) dan Scholarship Award pada 23rd World Congress of Dermatology, Vancouver, Canada (2015) ini. Naskah : Hadi Santoso Foto : Dimas Prawira

2016

6

13


ulas film

Laparoskop

NEERJA “Neerja� merupakan film India yang bisa dikata sedikit berbeda dari kebanyakan film Bollywood yang kita kenal, yang biasanya marak dengan kisah percintaan, musik yang rancak, nyanyian, serta tarian-tarian khas India di sepanjang film.

F

ilm yang berasal dari kisah nyata ini menceritakan tentang kisah seorang pramugari bernama Neerja Bhanot yang akhirnya tertembak mati dalam tragedi pembajakan pesawat Pan Am di tahun

1986. Dikisahkan seorang mantan model berusia 22 tahun bernama Neerja yang bekerja sebagai seorang pramugari di maskapai Pan Am. Suatu pagi, ia bertugas di penerbangan Pan AM 73 yang terbang dari Mumbai menuju Amerika. Pesawat itu kemudian mendarat di bandara Karachi di Pakistan untuk mengambil penumpang lainnya, termasuk 4 orang dari sebuah organisasi teroris Abu Nidal yang berasal dari Libya yang telah merencanakan pembajakan pesawat. Ketika Neerja menyadari bahwa pesawat telah dibajak, dia segera memberi peringatan pada awak kokpit sehingga ketiga pilot Amerika tersebut berhasil melarikan diri melalui pintu kokpit. Teror pun terjadi di dalam pesawat. Saat salah seorang penumpang keturunan India-Amerika mengatakan bahwa dirinya adalah warganegara Amerika, teroris membunuh penumpang ini dan melemparnya keluar pesawat. Teroris kemudian menyuruh Neerja untuk mengumpulkan pasport seluruh penumpang. Disinilah salah satu peran Neerja menyelamatkan banyak penumpang, karena dia menyembunyikan pasportpasport Amerika dan hanya mengumpulkan pasport Negara lainnya agar para penumpang Amerika tidak dibunuh. Teroris sempat bingung mengapa tidak ada sama sekali penumpang Amerika di dalam pesawat itu, kemudian ia mengambil pasport Inggris dan menyandera penumpang Inggris tersebut. Negosiasi dilakukan oleh seorang negosiator Pakistan melalui radio yang terhubung antara pesawat dan bandara. Negosiasi yang alot ini diwarnai dengan aksi penembakan yang menegangkan. Setelah 17 jam yang mencekam, tenaga pesawat mulai melemah sehingga cahaya di dalam pesawat mulai padam. Para teroris panik

14

6

2016

dan menganggap negosiator dengan sengaja memadamkan aliran listrik pesawat. Saat Neerja berusaha menjelaskan bahwa tenaga listrik pesawat memang melemah dengan sendirinya, seorang teroris yang panik mulai menembaki penumpang-penumpang di dalam pesawat. Dalam keadaan genting yang dapat mengancam nyawanya, Neerja berusaha membuka pintu pesawat. Meskipun ia memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri dengan keluar dari pesawat terlebih dahulu, Neerja justru mengarahkan penumpang untuk segera keluar dari pesawat. Dia membantu menyelamatkan sebanyak-banyaknya penumpang dan juga teman-teman pramugarinya, sampai pada akhirnya Neerja terbunuh akibat tembakan saat melindungi dengan memeluk tubuh seorang anak kecil. Pembajakan pada pesawat Pan Am 73 yang membawa 361 penumpang dan 19 awak pesawat terjadi pada 5 September 1986. Neerja Bhanot telah menyelamatkan 39 penumpang Amerika, sedangkan 2 penumpang Amerika tewas tertembak. Seorang anak berusia 7 tahun yang diselamatkan Neerja Bhanot dari tembakan teroris saat itu, sekarang bekerja sebagai seorang kapten di salah satu maskapai penerbangan. Atas tindakan heroiknya, Neerja Bhanot dianugerahi tidak kurang dari 6 penghargaan oleh pemerintahan India dan Amerika. Such an inspiring lady. Naskah : Irmadita Citrasanti Foto : Istimewa


PROFIL

anatomi

Trisa Wahjuni Putra Indra, dr., M.Kes Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kesehatan

Menjadi dokter adalah salah satu cita-cita paling hebat yang diidamkan oleh anak-anak. Utamanya anak perempuan. Namun, tidak demikian dengan Trisa Wahjuni Putra Indra, dr., M.Kes. Profesi dokter justru bukanlah cinta pertamanya.

T

tanggung jawab di bidang yang berbeda-beda, pernah jalani. Mulai dari mengurus pembiayaan kesehatan (dulu Dana Sehat), Pusat Kajian Pembangunan Kesehatan, Badan Litbangkes, dan kini mengabdi di National Institute of Health Research and Development (NIHRD) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Perjalanan panjang untuk menapaki sukses, telah dilalui Trisa. Ada satu hal yang menjadi kunci bekerja, yakni bekerja harus dengan niat baik dan bisa menangkap “passion” nya. “Bagaimanapun juga perempuan itu tetaplah perempuan yang tugasnya dobel yaitu di rumah dan di tempat kerja dan keduanya harus beres,” ungkap dokter yang pernah mengikuti training International Course “Improving Health System Quality” Harvard University, Boston,MA, USA, 2013 ini.

umbuh di lingkungan keluarga yang mayoritas laki-laki, membuat Trisa kecil punya “selera berbeda” dibanding anak gadis seusianya kala itu. Selera berbeda itu juga berwujud dalam cita-cita yang diidamkan Trisa kecil. Ketika ditanya orang tentang cita-citanya, dia pasti menjawab mantap “pilot”. Namun, seiring berjalannya waktu, keinginan itu berubah. Ia lantas berkeinginan menjadi dokter setelah terinspirasi oleh seorang dokter Puskesmas di kota Batu, Jawa Timur yang selalu datang ketika dipanggil masyarakat. Termasuk ketika suatu hari, sang dokter perempuan ini datang ke rumah Trisa kecil untuk mengobati kakeknya. Keinginannya menjadi dokter ternyata mendapat restu penuh dari orang tua. Lulus dari SMA Negeri 3 Malang ia pun mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Tahun 1982, Trisa diterima masuk FK Unair, dan ia pun memulai bab baru dalam hidupnya yaitu terpisah dari orang tua. Masa Pengabdian Masuk kuliah di FK Unair tahun 1982 dan lulus tahun 1988. Angkatan 82 merupakan angkatan pertama yang menerapkan sistim blok SKS sehingga bisa lulus tepat waktu enam tahun. Ada sekitar 60 mahasiswa angkatan 82 kala itu yang lulus pertama kali. Dan sebagaimana aturan yang ada tentang penempatan dokter yang baru lulus, di mana dokter baru lulus langsung diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan dua pilihan program Wajib Kerja Sarjana (WKS), yaitu program Inpres dan non Inpres. Dokter Trisa lantas memilih program non inpres. “Kebetulan calon suami sudah terlebih dulu bekerja di Sumatera Selatan. Jadi, pilihan saya bekerja sesuai program yang ada sekaligus mengikuti suami,” ujarnya. Mereka lantas mendaftar di provinsi yang sama. Ada yang berada di satu kabupaten, tapi di Puskesmas berbeda. Trisa mendapatkan Puskesmas kecil

hampir di ujung Ogan Komering Ilir. Meski berada di Puskesmas berbeda, semangat mereka sama, yakni segera menyelesaikan WKS sehingga bisa kembali berkumpul di Unair untuk sekolah spesialis. “Tapi, manusia berencana Allah yang menentukan. Karena alasan keluarga, akhirnya saya tetap tinggal di daerah menjadi dokter Puskesmas. Sementara teman-teman sudah mulai banyak yang kembali ke Unair untuk ikut PPDS,” kenangnya. Berkarier di Kemenkes Ketika selesai masa WKS, Trisa mengikuti suaminya dan bekerja di Kementerian Kesehatan (dulu Departemen Kesehatan). Berbagai

Dokter Perempuan Ambil Peran Pada para dokter perempuan, ia berharap agar bisa berperan besar dalam membangun manusia Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkarakter. Hal ini dapat dilakukan melalui “life cycle approach”. Maksudnya, di setiap tahapan siklus hidup, ada peran yang dapat dimainkan para dokter perempuan. Misalnya untuk dokter kandungan dan kebidanan perempuan, memastikan janin di kandungan ibu akan dilahirkan dengan sehat dan siap cerdas. “Artinya dokter bekerja bukan hanya untuk kesembuhan pasien. Kesembuhan dan kesehatan seseorang harus dinilai sebagai investasi uuntuk menjadi Sumber Daya Manusia yang hebat di masa akan datang. Dan dokter sangat bisa berperan mewujudkannya,” sambung dokter yang pada 2013-2015 lalu menjabat Director of Center for Health Intelligence, MOH ini. Naskah : Hadi Santoso Foto : Farid Rusly

2016

6

15


profil

anatomi

Dr. Arsitawati Poedji Rahardjo, dr., MA-HM Sekretaris II Komisi Lintas Kementerian (Kemenristek Dikti - Menkes) Keluarga adalah “madrasah pertama” bagi anak. Dari edukasi yang bermula di keluarga, anak-anak bisa belajar membentuk karakternya seperti yang dicontohkan oleh orang tuanya. Alur pengajaran itu benar-benar dirasakan oleh Dr. Arsitawati Poedji Rahardjo, dr., MA-HM.

A

2000, setahun setelah melahirkan putrinya melalui operasi sectio caesaria, Arsita mulai mendalami bidang Kebijakan Kesehatan sebagai mahasiswa S3 di FKM Universitas Indonesia. Pada akhir tahun 2008, Arsita diminta membantu Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud (saat ini Kemenristekdikti) untuk program penataan dan peningkatan kualitas pendidikan tinggi bidang kesehatan.

rsita mengisahkan, sejak kecil dirinya terbiasa melihat ayah dan ibunya berinteraksi dengan masyarakat di tempat praktik. Dari orang tuanya, Arsita kecil bisa mendapatkan “pelajaran paling berharga” menjadi dokter, yakni melayani dengan hati. “Pasien menjalin silaturahmi erat dengan keluarga kami. Kami hidup dalam kesederhanaan, namun terasa indah dan hangat oleh berlimpahnya rasa saling mengasihi, tolong menolong, dan tulus ikhlas dalam perbuatan,” kenang dokter kelahiran Surabaya 22 Oktober 1965 ini. Menemukan Jalan Hidup Semasa kecil, perempuan yang hobi nonton film tentang bumi dan flora fauna ini juga seringkali diajak ibunya melakukan perjalanan ke daerah pelosokpelosok untuk berceramah tentang bahaya kanker payudara dan kanker leher Rahim. Dari situ, dia bisa melihat langsung betapa ibu-ibu di kawasan pelosok, haus akan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan. “Inilah yang membuat saya merasa menemukan jalan kehidupan saya untuk kelak berbuat sesuatu bagi masyarakat,” ujar Arsita. Maka, panggilan hidup sebagai dokter pun mulai ditempuh oleh Arsitawati muda. Tahun 1983, dia diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Kala itu, ada sekitar 100 mahasiswa kedokteran yang lebih banyak prianya ketimbang perempuan. Ketika kuliah, ayahnya menjabat sebagai Pembantu Dekan II di FK Unair. Dan, itu membuatnya sekali lagi bisa melihat pelajaran kehidupan dari orang tuanya. Dia bisa melihat bagaimana ayahnya membantu para mahasiswa yang berasal dari luar kota dan terpisah jauh dari keluarga sehingga seringkali kekurangan biaya hidup sehari-hari. Ayahnya bahkan mengizinkan mereka ‘tinggal sementara’ di mushola

16

6

2016

fakultas. Serta mengupayakan beasiswa bagi mereka, serta menyediakan rumah sebagai ‘tempat transit’ bagi yang membutuhkan. “Setiap hari kami memasak lebih dari kebutuhan jumlah keluarga sebagai antisipasi mahasiswa atau siapa saja yang butuh makan. Rumah kami sederhana namun hangat dan padat dengan kehadiran mahasiswa, pasien, atau mereka yang memerlukan tempat istirahat dan bertukar pikiran dengan Ayah atau Ibu saya,” cerita istri dari Poedji Rahardjo ini. Menapaki Karier Setelah lulus Fakultas Kedokteran, Arsita dikirim Unair melanjutkan S2 dengan beasiswa ADB ke Birmingham dan Leeds. Di Inggris, dia mendalami Manajemen Pelayanan Kesehatan dan Manajemen Rumah Sakit pada akhir 1990-1992. Sepulang dari Inggris, dokter Arsita kemudian diminta Unair untuk menjadi staf di fakultas baru, yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Pada tahun

Bertahan Berkat Tiga Karakter Sukses yang dirasakan Arsita tidak didapat dengan instan. Tetapi melalui proses perjuangan panjang yang acapkali menemui kesulitan. Tetapi, dia mampu bertahan karena memiliki tiga karakter. Yakni kasih sayang, sabar, dan berpikir positif. Selain tiga karakter itu, Arsita juga merasa lebih kuat dalam menapaki karier karena dikelilingi orang-orang tercinta yang berlimpah kasih sayang dan perhatian. Yakni sang ayah, Soedoko Sidohoetomo, dr. dan ibu, Prof. Roemwerdiniadi. Sang suami, Poedji Rahardjo dan putri tercintanya. Merekalah insiprasi bagi Arsita. Karakter kuat dan inspirasi keluarga itulah yang membuat Arsita tahu bahwa seorang dokter haruslah mencintai dan menjunjung tinggi nilai profesi dokter dengan setulus hatinya dan menjalankan profesinya dengan bersungguh-sungguh dan rasa bertanggung jawab. “Bukan menjadikan profesi dokter sekadar sebagai pekerjaan untuk mencari nafkah apalagi kekayaan,” ujarnya. Arsita mengingatkan bahwa tantangan terbesar bagi dokter perempuan adalah tugas utama perempuan. Yaitu untuk mendampingi suami dan mengasuh anak. Karenanya dokter perempuan perlu memiliki kemampuan mengatur waktu yang lebih baik dibandingkan pria. Naskah : Hadi santoso Foto : dokumen pribadi


Prof. Madarina Julia, dr., MPH, Ph.D, Sp.A(K) Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UGM

Tidak sedikit mahasiswa yang ketika kuliah, sekadar asal pilih jurusan sehingga tidak punya gambaran kelak akan bekerja apa setelah lulus. Tetapi, hal itu tidak berlaku bagi Prof. Madarina Julia, dr., MPH, Ph.D, Sp.A(K). Prinsip “tak kenal maka tak sayang”, sudah ia jalankan sedari awal memilih masuk ke Fakultas Kedokteran (FK).

M

elalui orang tuanya yang berprofesi sebagai dokter, ia merasa sudah dikenalkan dengan FK sejak kecil. Sehingga, dia menjadi tahu persis kelak pekerjaannya akan seperti apa. Namun, meski orang tuanya berprofesi dokter, tidak membuat Madarina tergoda untuk bergantung pada orang tuanya. Itulah mengapa meski lahir dan besar di Yogyakarta, dia justru lebih tertarik kuliah di Surabaya yang jaraknya cukup jauh dari Yogyakarta. Jadi Anak Kos Lulus dari FK Unair di tahun 1991, dia menjadi dokter PTT angkatan kedua di Puskesmas Tambang Ulang, Kecamatan Bati-Bati, Kabupaten Tanah Laut. Madarina memilih bertugas di sana karena mengikuti sang suami yang kebetulan sudah jadi dokter PNS di Puskesmas tersebut. Lalu, di tahun 1995, dia mulai masuk PPDS Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran UGM. Dia hanya bisa memilih UGM karena pada saat itu, PPDS UNAIR belum menerima dokter pasca PTT (belum PNS).

S3 selama hampir 10 tahun. Setelah merasa publikasi saya cukup, saya mulai mengajukan kenaikan jabatan ke Guru Besar pada tahun 2010 dan SK saya keluar pada akhir 2013,” jelas profesor yang telah menghasilkan 40 karya jurnal nasional ini.

“Tahun 1996 saya diangkat jadi PNS Departemen Pendidikan Nasional di FK UGM. Saya sangat beruntung karena pada waktu itu, kuota penerimaan PNS di FK UGM lebih besar daripada jumlah orang yang melamar,” ujar profesor yang sejak muda hobi menulis ini. Perjuangan Menempuh S3 Di tahun 1998, Madarina mendapatkan tawaran untuk mengikuti pendidikan S3 di luar negeri dengan dana Center Grant Maternal Perinatal. Dia lalu berangkat ke Vrije Universiteit Amsterdam Sembari menulis untuk disertasi, Madarina melanjutkan pendidikan PPDS yang selama dua tahun off karena dirinya mengambil cuti pendidikan PPDS. Di tahun 2002, menyelesaikan pendidikan PPDS Ilmu Kesehatan Anak. Dan setahun kemudian, dia kembali berangkat ke Amsterdam untuk melanjutkan pendidikan S3. Di akhir 2006, Madarina menjadi konsultan endokrinologi Pediatri. Dan setelah menyelesaikan semua publikasi yang diperlukan, bisa mengikuti ujian terbuka di Vrije Universiteit Amsterdam pada tahun 2008. “Saya menyelesaikan pendidikan

Refleksi Tawakal Perjalanan karier panjang telah dilaluinya. “Alhamdulillah, semua likaliku kehidupan dan karier bisa saya lalui dengan baik. Saya rasa, dan seperti juga pendapat banyak orang di sekitar saya, saya banyak mendapatkan kemudahan. Saya hanya melakukan apa yang saya sukai,” ujar peraih penghargaan The Young Researcher Award 12th National Congress of Child Health and 11th Asean Pediatric Federation Conference 2002 ini. Tetapi sejatinya, kemudahan yang dirasakannya itu merupakan refleksi dari ketawakalannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Madarina menyadari, kewajibannya sebagai manusia hanyalah berusaha. Selebihnya berdoa kepada Sang Pengatur hidup. Prinsip ikhtiar dan tawakal kepada Allah SWT itu pula yang ia tularkan kepada anak-anaknya. “Pedoman hidup saya melakukan apa yang bisa kita lakukan dan serahkanlah hasilnya kepada Allah SWT, dengan demikian hidup kita jadi terasa lebih mudah,” pesan profesor yang telah menghasilkan 26 jurnal internasional ini. Melihat karier panjang yang telah ditempuhnya, Madarina berharap dokter-dokter perempuan era sekarang selalu mengedepankan ketulusan dalam bekerja. Menurutnya, kedokteran adalah bidang yang sesuai bagi wanita karena wanita bisa berprestasi dengan baik. “Hambatan utama dokter wanita hanyalah keterbatasan dalam penempatan tugas. Tetapi di luar itu saya yakin mereka dapat berprestasi sebaik dokter laki-laki. Intinya, kita harus menikmati pekerjaan kita,” sambungnya. Naskah : Hadi santoso Foto : dokumen pribadi

2016

6

17


renungan

FILOSOFI

Dr. Gadis Meinar Sari, dr., M.Kes

QUE SERA SERA…,

bukan tanda menyerah… ucapkanlah di akhir

T

ersebut adalah cuplikan tembang lawas dari album Doris Day tahun 1956… Persis seperti apa yang pernah kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Yo wis lah… pasrah opo sing arep kedaden… (ya sudahlah…pasrah dengan apa yang akan terjadi). Tetapi apakah benar kita harus menyerah sebelum kita melakukan atau berusaha maksimal untuk menyelesaikan masalah? Apakah kita merasa semua itu takdir yang memang diberikan tanpa kita bisa mengubahnya? Dalam menjalani keseharian kita selalu dihadapkan dengan masalah yang tibatiba muncul di depan kita. Bahkan di saat sedang bergulat menghadapi satu masalah, datang lagi masalah berikutnya yang tidak kalah pelik. “Dok, keluarga pasien di ruang Melati komplain lagi karena ….”,…. ”Dok, ada telpon dari sekretaris Direktur, diminta mewakili rapat ke Jakarta hari ini sampai besok,…”, … “Dok, tadi putranya kesini, katanya kena tilang karena sepeda motornya nggak pake spion”. Walaaah… tidak berselang lama telpon genggam berdering, di seberang suami berbicara: “Ma, segera pulang… ini ada telpon dari

18

6

2016

desa, Bapak lagi kritis…”. Duh Gusti… kenapa di saat rumit seperti ini malah Engkau datangkan lagi masalah lain beruntun? Ujian apa lagi yang akan Engkau berikan padaku? Itulah yang kira-kira terlontar dari mulut tanpa kita sadari. Tanpa sadar kita telah menyerah. Ini tidak boleh terjadi! Sebesar apapun masalah harus kita hadapi dan berusaha kita pecahkan. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang menjalani kehidupan dengan mulus tanpa masalah. Besar ataupun kecil pasti akan menemuinya. Hanya saja bagaimana kita menghadapinya, masing-masing orang mempunyai cara penyelesaian yang berbeda, bisa menghadapi dengan tenang atau bahkan tidak sedikit yang dengan kepanikan. Seperti yang dialami oleh petenis legendaris berikut. Adalah Arthur Ashe, pemain Wimbledon legendaris sekarat karena AIDS yang berasal dari darah yang terinfeksi virus ketika operasi jantung pada 1983. Dia menerima surat dari para penggemarnya, salah satunya ada yang

menyampaikan: “Mengapa Tuhan memilih Anda untuk mendapatkan penyakit yang buruk seperti ini?” Terhadapnya, Arthur Ashe menjawab: “Lima puluh juta anak mulai bermain tenis, Lima juta dari mereka belajar bagaimana bermain tenis, Lima ratus ribu belajar tenis secara profesional, Lima puluh ribu bertanding dalam turnamen, Lima ribu mencapai Grand Slam, Lima puluh mencapai Wimbledon, Empat mencapai semifinal, Dua mencapai final dan ketika saya menggenggam pialanya, saya tak pernah bertanya pada Tuhan, “Kenapa (harus) saya?” Jadi ketika sekarang saya sakit, bagaimana bisa saya menanyakan kepada Tuhan, “Kenapa (harus) saya?” Alangkah indah yang diungkapkan oleh Ashe…Masalah berat sekalipun dapat dihadapi dengan tenang. Memang, tidak mudah bagi kita memilah dan memilih masalah sebagai keberuntungan atau kesialan. Keduanya akan datang terus menerus kepada kita tanpa kita minta, tergantung bagaimana kita menilainya, apakah


itu sebagai suatu keberuntungan atau sebaliknya sebagai kesialan. Bila kita menganggap semua adalah keberuntungan (walau orang lain menganggap itu suatu kesialan), maka kita masih percaya bahwa Yang Kuasa masih memperhatikan kita dengan memberikan berbagai “kenikmatan” tersebut, betapa indahnya kehidupan yang kita jalani. Seperti cerita seorang sahabat, tentang seorang petani yang mempunyai seekor kuda bagus yang konon bernilai tinggi, semua orang di desa berkata “betapa beruntungnya dia”. Petanipun berkata “untung atau sial siapa yang tahu”. Esoknya kuda itu hilang, semua orang di desa berkata “betapa sialnya dia”. Tetapi petani berkata: “sial atau untung siapa yang tahu”. Besoknya kuda itu pulang membawa kuda liar dan semua orang desa berkata “betapa beruntungnya dia”. Petanipun menimpali “untung atau sial siapa yang tahu”. Ketika kuda liar itu dijinakkan, anak laki petani itu jatuh dan mengalami patah tulang kaki, dan semua orang di desa berkata, “betapa sialnya dia”. Petanipun berujar lagi, “sial atau untung siapa yang tahu”.

Keesokan harinya datanglah rombongan pasukan perang yang akan merekrut seluruh pemuda di desa tersebut. Si anak petani yang patah tulang tidak terekrut. Belakangan tersiar kabar bahwa pasukan perang kalah dan tidak ada satupun yang selamat. Semua orang di desa pun berkata, “betapa beruntungnya dia”. Dan sekali lagi petani berkata, “untung atau sial siapa yang tahu”. Yah benar… kita tidak tahu apa yang akan terjadi di depan, apakah yang akan kita temui itu menjadi suatu keberuntungan atau kesialan. Kita yang akan memformulasikannya.

Bagaimanapun semua masalah harus kita hadapi dan berupaya mencari penyelesaian sesegera mungkin. Kalaupun ada beberapa masalah datang bersamaan, cobalah menyelesaikannya dengan skala prioritas berdasar urgensinya. Agamapun mengatakan bahwa tidak ada masalah yang tidak terselesaikan oleh umatnya, semua sudah sesuai dengan takarannya. Setelah berupaya menyelesaikan… hasil akhirnya… kita serahkan sepenuhnya kepada Yang Kuasa, yang tahu apa yang terbaik bagi kita umatNya. Que sera sera, whatever will be, will be…

Que sera, sera… Whatever will be, will be… The future’s not ours to see… Que sera, sera… What will be, will be… 2016

6

19


CITO

Laporan Utama

Uniknya Breast Imaging, Mengintip Divisi Radiologi Rumah Sakit Onkologi Surabaya

20

6

2016


2016

6

21


cito

laporan utama

Anggraheny, dr., Sp.Rad

Lies Mardiyana, dr., Sp.Rad(K)

Anggraheny, dr., Sp.Rad

Ibu, Istri, dan Sebuah Kisah Tentang Perempuan “Ibu, istri, wanita yang mampu hidup secara sosial atau dalam pekerjaan, wanita yang mampu mengeluarkan segala potensi yang dimiliki serta menekan seluruh kelemahannya tanpa meninggalkan kodratnya karena ia kelak adalah madrasah bagi anak-anaknya,” adalah jawaban yang disampaikan oleh Anggraheny, dr., Sp.Rad kala ditanya mengenai apa arti perempuan seutuhnya. Dokter berparas ayu dalam balutan jilbab ini adalah salah seorang anggota tim breast imaging milik Rumah Sakit Onkologi Surabaya (RSOS). Sembilan tahun sudah, dokter yang akrab disapa Heny ini mengabdikan diri di bidang radiologi diagnostik khususnya untuk kanker payudara. Sepanjang masa pengabdiannya, ia menuturkan bahwa rasa yang paling membahagiakan adalah saat dapat membantu pasien menemukan kanker payudara sedini mungkin dan menemani proses penyembuhannya hingga tuntas. Namun sangat disayangkan, banyak halangan serta keterbatasan yang ditemui. Tak jarang pasien datang sudah dalam kondisi yang parah, hal ini diakui sangat menyayat hatinya. Fakta ini terjadi karena beberapa hal, salah satunya yaitu masih kurangnya kesadaran melakukan skrining dini sehingga pada saat tumor ditemukan sudah dalam kondisi yang ganas dengan ukuran yang cukup besar. Lantas, sebagai jalan untuk menekan kurangnya kesadaran skrining, Heny beserta tim dari RSOS rutin mengadakan edukasi kesehatan pada masyarakat, utamanya karena di Surabaya

22

6

2016

Tri Wulan Handarini, dr., Sp.Rad.

Rizkie Trisnawati, dr., Sp-R

saat ini telah tersedia alat-alat canggih guna mendeteksi sejak dini. Sebagai dokter yang mendalami breast imaging, Heny menjelaskan bahwa saat ini perkembangan di bidang payudara sudah sangat maju. Telah banyak peralatan yang dihasilkan sejalan dengan semakin banyaknya pengetahuan baru tentang payudara walaupun belum semuanya ada dan tersebar merata di Indonesia. Maka, sebagai pesan dan juga harapan untuk segenap sejawat muda yang hendak mendalami bidang radiologi diagnostik khususnya payudara, “Bila suka, tekuni betul. Saya suka bila banyak yang mendalami breast, namun disayangkan banyak yang merasa lingkup breast itu kecil padahal sesungguhnya sangat kompleks dan terkait sistem lain,” ujar Heny.

luas tentang cara SARARI atau SADARI yang benar agar perempuan dapat segera menemui dokter apabila menemukan perubahan payudara yang tidak biasa. Di bidang radiodiagnostik, Lies panggilan akrabnya menjelaskan bahwa mammografi dan USG merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk melihat kelainan dengan lebih jelas, bahkan pada beberapa kasus, mammografi mampu mendeteksi kanker payudara dini sebelum ada keluhan atau benjolan. Mammografi dapat mendeteksi mikrokalsifikasi yang merupakan perubahan yang sangat awal pada kanker payudara. Pemeriksaan lain yang tidak rutin adalah menggunakan MRI dan PETScan. Meskipun begitu, hasil MRI atau PETScan tidak boleh mengesampingkan hasil mammografi dan USG.

Naskah : Rizqy Rahmatyah (Lingua) Foto : farid Rusly

Pentingnya Kerjasama Tim Lies juga mengingatkan bahwa penanganan kanker payudara memerlukan kerjasama tim yang terpadu karena banyak faktor yang bisa memengaruhi keberhasilan penanganan kanker payudara, tentunya dengan diagnosis dini maka harapan hidup penderita menjadi lebih baik. Diagnosis kanker payudara bagi wanita merupakan vonis yang berat. Selama monitoring, Lies melihat bermacam-macam respon emosional dari pasien. Ada pasien yang positive thinking akan tetapi ada juga pasien yang memberikan respon negatif. Selama 12 tahun berkarir, pengalaman yang paling berkesan adalah ketika pasien bisa kembali melanjutkan kehidupan layaknya orang normal.

Lies Mardiyana, dr., Sp.Rad(K)

Menolong Perempuan melalui Radiodiagnostik Payudara Tidak terasa sudah 12 tahun Lies Mardiyana, dr., Sp.Rad(K) tergabung dalam tim diagnostik payudara. Dokter spesialis radiologi berusia 46 tahun ini mengaku tertarik menggeluti masalah payudara karena terkait langsung dengan perempuan. Dia menyayangkan masih banyak pasien yang baru datang ke dokter dengan kanker payudara stadium lanjut. Sering kali alasannya karena tidak ada keluhan atau nyeri. Dokter yang banyak memberikan penyuluhan tentang “Pemeriksaan Payudara Sendiri” ini merasa sangat perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat

Naskah : Lu tifta Hilwana (Lingua) Foto : farid Rusly


Tri Wulan Handarini, dr., Sp.Rad.

“Berawal dari Terbiasa” Sudah hampir enam tahun Tri Wulan Handarini menjadi staf di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Perempuan yang kerap disapa Ndari ini mengungkapkan bahwa ia menangani pasien pada hari Senin-Jumat. “Hari Sabtu dan Minggu untuk bersama keluarga,” tuturnya. Sebagai seorang wanita karier, kebersamaan bersama keluarga tetap menjadi nomor satu baginya disamping kesibukan sebagai seorang dokter. Awalnya, Ndari sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menjadi dokter. Ia mengaku nilai kimianya pada saat duduk di bangku SMA jauh lebih baik daripada nilai biologi, sehingga ia ingin menjadi seorang apoteker. Namun kemudian, ia memilih jalan untuk menjadi dokter atas permintaan sang ayah. Pada saat Ndari bertugas di daerah, yaitu di Nusa Tenggara Timur, satusatunya alat radiodiagnostik yang tersedia adalah USG. Hal ini membuatnya terbiasa menggunakan alat tersebut dan ingin lebih mendalami ilmu radiodiagnostik. Tak disangka, keputusan mendalami ilmu tersebut mengantarkannya menjadi salah satu tim breast imaging yang menangani kasus kanker pada perempuan paling banyak di Indonesia dan dunia, yaitu kanker payudara. Mengenai suka duka ketika menjadi salah satu anggota tim breast imaging, ia menyukai diskusi-diskusi bersama yang diadakan dengan multidisiplin lain untuk memberikan pelayanan yang lebih optimal kepada pasien. Menurutnya, kendala yang muncul biasanya mengenai waktu, karena perlu komitmen dari semua multidisiplin untuk berdiskusi sehingga harus menyesuaikan waktu satu sama lain. “Menjadi dokter tidak bisa bekerja sendiri, karena apa yang kita anggap benar belum tentu benar-benar tepat. Karena itu perlu diskusi dengan yang profesi keahlian yang lain, agar pasien dapat kita berikan pelayanan yang sebaik-baiknya,” urainya. Di Indonesia, ilmu tentang breast imaging masih terbilang baru saja didalami, namun perkembangannya menuju kemajuan yang pesat dengan adanya berbagai pertemuan seperti seminar maupun workshop untuk berbagi ilmu dengan pembicara ahli dari dalam maupun luar negeri. Walaupun demikian, ilmu yang terus berkembang masih terhalang dengan keterbatasan peralatan yang ada di Indonesia. Padahal, kasus kanker payudara

semakin banyak dan sudah mengalami pergeseran umur, mulai dari umur yang masih sangat muda, mengingat bahwa kanker ini belum ada tindakan pencegahan. Selain itu, pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai kanker payudara masih kurang, sehingga kesadaran untuk melakukan screening masih sedikit. “Banyak dijumpai pasien yang datang sudah dalam keadaan benjolan sangat besar, tentu saja miris melihatnya,” jelas Ndari. Untuk itu, Ndari berharap pemerintah bisa memberikan dukungan yang lebih dengan menyediakan peralatan, memfasilitasi dokter-dokter yang ingin lebih mendalami ilmu breast imaging, serta bersama tenaga kesehatan dapat saling bahu membahu untuk menggencarkan sosialisasi dan program screening sebagai tindakan pencegahan. Naskah : Faradillah Mutiani (Lingua) Foto : farid Rusly

Rizkie Trisnawati, dr., Sp-R

“Radiologi itu Seperti Detektif” Wanita merupakan sosok yang harus mampu mengatur waktunya. Seperti yang disampaikan oleh Rizkie Trisnawati, dr., SpR, wanita seutuhnya adalah mereka yang dapat membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan dengan adil. Meskipun sulit, tapi ia yakin bahwa akan selalu ada jalan keluar dalam setiap kesulitan. Salah satu contohnya adalah keterbatasan waktu. Setiap orang memiliki waktu yang terbatas, terlebih bagi seorang dokter. Waktu mereka harus terbagi antara keluarga, pasien, dan masyarakat. Namun, wanita yang sering dipanggil dengan Kiki ini tetap memilih menjadi seorang dokter. Berawal dari kekagumannya kepada dokter yang bisa menolong orang sakit, dokter yang hobi menonton drama Korea ini memulai perjalanan karier dokternya dari FK Unair pada tahun 1999. Menjadi wanita dengan rasa simpati yang tinggi membuat Kiki memilih untuk melanjutkan studi di bidang kedokteran diagnostik, yakni radiologi. Ia berkata bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih spesialisasi. Salah satunya adalah mengenali sifat dan kemampuan diri sendiri, mengingat spesialisasi adalah pendidikan jangka panjang yang akan dilaksanakan hingga akhir. Selain karena memiliki sifat simpati yang tinggi tersebut,

ia juga menyukai sesuatu yang visual. “Radiologi itu seperti detektif,” ungkapnya. Dokter yang sejak SD bisa bermain keyboard ini mengatakan bahwa seorang dokter seharusnya komunikatif kepada semua orang, khususnya pasiennya. Selain itu, mereka juga tidak boleh mudah puas, sehingga keinginan untuk belajar harus selalu ada. Pada akhirnya, mereka harus selalu ingat jika ada Allah dalam setiap keputusannya. Setelah 2 tahun menjadi spesialis, Kiki bergabung dalam tim breast imaging di RS Onkologi Surabaya pada tahun 2013. Bersama dengan tim, ibu 1 anak ini berharap jumlah pasien kanker payudara bisa berkurang, khususnya di Surabaya. “Karena saya perempuan, melihat perempuan kena kanker payudara itu sedih,” ungkapnya. Tujuan terbentuknya tim tersebut adalah untuk pelaksanaan screening dan diagnosis dini kanker payudara pada wanita. Pasien yang melakukan pemeriksaan berasal dari berbagai usia, mulai dari usia 17 tahun hingga 50 tahun. Dalam perkembangannya, ilmu radiologi selalu berhubungan dengan alat. Sehingga, semakin canggih alat yang digunakan, semakin tepat pula diagnosis yang ditegakkan. Di Surabaya, alat mamografi yang terbaru yakni digital mamografi sudah dapat ditemukan di 3 Rumah Sakit, yakni RSUD dr. Soetomo, RS Suwandi, dan RS Onkologi. Namun, alat yang lebih lengkap yakni tomosintesis dan kontras hanya dapat ditemukan di RSUD dr. Soetomo. Menurut Kiki, sudah seharusnya satu kota besar memiliki minimal 4 lokasi untuk mamografi. Beliau berharap, pemerintah dapat mengadakan screening mass di Indonesia, supaya jumlah penderita kanker payudara dapat menurun. Di luar negeri, pemeriksaan dengan mamografi sudah masuk bagian dari asuransi kesehatan masyarakat di sana, sedangkan di Indonesia, asuransi hanya berlaku untuk kuratif, bukan preventif. Hal inilah yang membuat jumlah pasien kanker payudara meningkat. Semoga, kedepannya, kesadaran pasien khususnya para wanita lebih terbuka untuk melakukan pemeriksaan 2 tahun sekali untuk wanita usia 35 sampai 50 tahun, dan 1 tahun sekali untuk wanita usia 50 tahun ke atas demi peminimalisasian jumlah pasien kanker payudara di Indonesia. Naskah : Salma Mazkiyah (Lingua) Foto : farid Rusly

2016

6

23


resensi buku

Diktat

D ua D okter

MIRA W &

L egendar y

Penikmat novel Indonesia sejati pastinya tidak asing (Marga T). Kepiawaian keduanya dalam dan juga produktivitas dalam berkarya, membuat “legendary novelist” dalam penulisan Mira Wdjaja

Mira W yang lahir di Jakarta pada 13 September 1951, sudah memperlihatkan kemampuan istimewanya dalam menulis ketika masih bersekolah dasar. Putri kelima dari produser film, Othniel Widjaja ini sering mengirim karyanya ke majalahmajalah anak ternama. Cerpen populer pertama Mira W adalah “Benteng Kasih” yang dimuat di majalah Femina pada tahun 1975, yang kala itu masih kuliah kedokteran di Universitas Trisakti. Sedangkan novel pertamanya, Dokter Nona Friska, dimuat sebagai cerita bersambung di majalah Dewi pada

24

6

2016

tahun 1977. Diikuti oleh novel keduanya, Sepolos Cinta Dini yang pada tahun 1978 dimuat sebagai cerber di Harian Kompas dan dibukukan oleh Penerbit Gramedia. Dan setahun kemudian, Mira W menerbitkan Cinta Tak Pernah Berhutang. Setelah lulus dari Kedokteran Trisakti, Mira W menjadi staf pengajar di Universitas Moestopo. Menjadi pengajar rupanya tidak menyurutkan semangatnya untuk terus menulis novel. Di tahun 1980, Mira W menulis novel “Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi” yang kemudian jadi best seller dan menjadi novelnya yang paling terkenal. Hingga tahun 1995, Mira W telah

menerbitkan lebih dari 40 novel. Dan kebanyakan telah diangkat menjadi film dan sinetron. Seperti novel Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi, Ketika Cinta Harus Memilih, dan Permainan Bulan Desember. Tahun ini, genap 40 tahun, Mira W berkarya. Sampai tahun 2015, karyanya telah berjumlah 82 buah. Terdiri atas 75 novel dan tujuh kumpulan Novelet dan kumpulan Cerpen. Bila Mira W mulai berkarya pada pertengahan tahun 70-an, Marga Tjoa malahan sudah berkarya di akhir tahun 60-an. Novelis kelahiran Jakarta, 27 Januari 1943 ini adalah pengarang Indonesia paling produktif.


Wanita

MARGA T N o v elist

dengan nama Mira Widjaja (Mira W) dan Marga Tjoa merangkai kata dan berkisah lewat novel Mira W dan Marga T pantas disebut sebagai novel roman populer di Indonesia. MARGA TJOA

Sejak kecil, Marga T telah banyak menulis. Pada usia 21 tahun, ia menghasilkan cerita pendeknya yang pertama, Kamar 27, yang kemudian disusul buku pertamanya, “Rumahku adalah Istanaku”, sebuah cerita anak-anak, yang diterbitkan pada 1969. Namanya mulai dikenal pada tahun 1971 lewat cerita bersambungnya, “Karmila” yang kemudian dibukukan dan difilmkan. Sebagai penulis, Marga T menerapkan pengandaian “teori kendi” dalam menulis. Bahwa sebuah kendi agar bisa menuangkan air untuk diminum,

tentunya harus terlebih dulu diisi dengan air. Maknanya, untuk bisa menulis, kita pun harus diisi dengan banyak wawasan melalui membaca. Maka, ia pun banyak membaca. Bahkan, rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli novel. “Masyarakat berhak memilih bacaan yang disukainya, tapi penulis tidak. Ia harus membaca tulisan siapa pun,” begitu prinsip Marga T. Marga T adalah seorang dokter lulusan Universitas Trisakti, Jakarta. Karena itulah dalam banyak novelnya Marga T memperlihatkan pengenalannya yang cukup dalam terhadap dunia medis. Hingga kini, Marga T telah menerbitkan

128 cerita pendek dan 67 buku (untuk anak-anak, novel serta kumpulan cerpen). Uniknya, meski menjadi penulis terkenal, Marga T tidak ingin terlalu dikenal masyarakat karena khawatir bahwa ia tidak bisa lagi bebas naik bus atau pergi ke bioskop. Bila Anda penggemar novel sejati, Anda pastinya sudah pernah membaca karya-karya dari Mira W dan Marga T. Karya keduanya “abadi”. Tak hanya menarik untuk dibaca, tetapi juga telah menjadi “referensi wajib” bagi para novelis era sekarang. Naskah : hadi santoso Foto : istimewa

2016

6

25


cito

laporan utama

Dee M.A. Weydemuller

Dokter Perempuan Pertama di Indonesia Terbukanya peluang bagi perempuan Indonesia untuk mengenyam pendidikan dokter, salah satunya dipengaruhi oleh Alletta Jacobs, seorang dokter perempuan pertama di Belanda. Saat melakukan perjalanan keliling dunia tahun 1912, Alletta bertemu Gubernur Jendral Alexander Williem Frederik.

26

6

2016

C

atatan hariannya mengungkapkan bagaimana ia berdebat dengan gubernur jendral agar mengizinkan perempuan masuk ke program pelatihan kedokteran.

Perdebatan panjang tersebut tidak sia-sia. Kegigihan Alletta membua sang gubernur mengeluarkan kebijakan bahwa perempuan diperbolehkan mendaftar di program pelatihan kedokteran yang kala itu disebut dengan Dokter Djawa. Namun, tidak seperti pria, calon dokter perempuan ini tidak dijamin bisa dipekerjakan di Dinas Pelayanan Medis, sehingga mereka pun harus membayar sendiri ongkos pendidikan dan akomodasinya, Untuk mendukung rencana itu, maka dibentuklah dana beasiswa non pemerintah. Akhirnya beberapa orang perempuan pun terdaftar sebagai siswa Dokter Djawa. Di Stovia, perempuan pertama yang terdaftar adalah Marie Thomas pada September 1912 (lulus 1922), sedangkan di NIAS (cikal bakal FK Unair) adalah Dee M.A. Weydemuller yang lulus pada tahun 1924. Keduanya adalah perempuan tangguh asal Minahasa. Naskah : Poppy Febriana Foto : istimewa


Soeharti Pala Brotodiwirjo, dr.

Perjalanan Melanglang Buana hingga Berpulang ke Pangkuan ibu pertiwi Soeharti adalah putri tertua dari 12 bersaudara putra dan putri pasangan R.Ng. Brotodiwirjo dan R.A. Rajiah Darmorejo. Terlahir di Madiun, tahun 1917 saat ayahnya yang berasal dari kalangan ningrat Yogyakarta menjabat sebagai Kepala Kantor Pos Madiun. Masa kecilnya bersekolah di H.I.S. dan M.U.L.O. Madiun.

S

uatu saat secara tidak sengaja dia melihat rekening pengobatan dokter Belanda di meja kerja ayahanda yang begitu tinggi, sehingga timbul tekad untuk menjadi dokter agar bisa mengobati keluarganya sendiri. Tahun 1937 Soeharti mendaftar dan diterima di Sekolah Kedokteran N.I.A.S. Surabaya. Teman wanita di kelasnya di NIAS semula ada 3 orang, seorang kemudian menikah dan yang seorang lagi dilarang bersekolah oleh orang tuanya karena ketahuan pacaran. Tinggallah Soeharti seorang diri wanita di kelasnya, semua temannya laki-laki tetapi dia tetap tegar. Setelah 5 tahun bersekolah di Surabaya, tentara Jepang datang dan NIAS ditutup. Pulang ke Madiun tidak terlalu lama karena datang panggilan ke Jakarta untuk meneruskan di Djakarta Ikadaigaku.

Berkeliling Nusantara, Menjalankan Tugas Tanggal 27 November 1945 Soeharti lulus sebagai dokter dan bekerja sebagai asisten di Bagian Chirurgi RSUP Salemba. Disamping sebagai aktivis pemuda, dia ikut mendirikan Palang Merah Indonesia / PMI, bersama Prof. Dr. Bader Djohan. Sekitar tahun 1945 – 1948 ia bekerja sebagai asisten di bagian Chirurgi RSUP Salemba. Dia juga mendapat tugas ikut dalam rombongan Hatta-Sjahrir ke Sumatera Barat dan bekerja di rumah sakit Bukittinggi serta Sawahlunto. Selanjutnya Soeharti mendapat tugas

di rumah sakit Pangkalpinang pada tahun 1956. Ia menjadi pimpinan Sekolah Perawat di Pangkalpinang dan meluluskan banyak perawat muda yang menjadi tulang punggung rumah sakit di sana. Cinta Bersemi dari Ban Kempis Secara tidak sengaja Soeharti bertemu dengan calon suaminya yang menolong menggantikan ban mobilnya yang kempis di tengah hutan. Ternyata calon suaminya ini adalah Dr. Ir. F.Y.C. Pala, seorang Belanda yang saat itu menjadi Direktur Perusahaan Timah Bangka. Mereka menikah dan Soeharti Pala dengan setia menemani suaminya kemana-mana, termasuk waktu harus meninggalkan Indonesia. Tahun 1961 Suharti Pala meninggalkan Indonesia mengikuti tugas suami ke New York dan Paris sebagai Deputy Director UNESCO Asia Tenggara. Selanjutnya dr. Soeharti Pala memutuskan menetap tinggal di negeri Belanda, tepatnya di kota Heerlen, Boslaan, sementara suami bertugas ke negara-negara Asia lainnya. Selama 30 tahun tinggal di Belanda Soeharti Pala bekerja di Universitas Kliniek Oogheelkunde di Leuven, Belgia dan selanjutnya setelah menempuh ijazah Ahli Mata dan izin praktik, beliau memimpin klinik pribadi “dr. Soeharti Pala Kliniek” 1969 – 1995. Berbagai hobi ditekuninya,

mulai dari bermain musik, melukis, mengurus taman, menyelam, bahkan menjadi pilot pesawat terbang. Semangat Hingga Akhir Hayat Sepeninggal suami tercinta tahun 1995, Soeharti Pala memutuskan pensiun bekerja dan kembali ke tanah air tercinta untuk menikmati masa tuanya. Di tanah air beliau tinggal di Villa Paradiso, kompleks Happy Valley di Cibogo Jawa Barat. Soeharti juga sering ke JawaTimur untuk menengok putranya yang mengelola Yayasan Kaliandra Sejati di Ledug Prigen, Pasuruan. Karena indahnya tempat ini beliau sering mengunjungi dan menganggap tempat itu sebagai “nirwana.” Ia juga sering berbaur dengan penduduk di sekitar Kaliandra dan beberapa kali mengadakan upacara 17 Agustus di kompleks Kaliandra. Tahun 2012 dalam usia 95 tahun Soeharti jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit di Bogor. Namun setelah beberapa hari beliau menolak untuk dirawat dan diinfus karena merasa bahwa almarhum suaminya sudah datang untuk menjemput. Selamat tinggal, “ Au Revoir Madam Pala,” semoga berbahagia bersama suami tercinta. Kami semua mengenang budi baikmu. Naskah : Prof. indropo Foto : istimewa & dokumen keluarga

2016

6

27


cito

laporan utama

Dr. Poejdi Rochjati, dr., Sp.OG

dokter perempuan penggagas kartu skor faktor risiko kehamilan Tangisan bayi yang menderu menjadi sonata yang indah bagi Dr. Poejdi Rochjati, dr., Sp.OG. Tanda kelahiran yang selalu dinantikan oleh banyak orang di dunia. Guratan senyum ibu pasca melahirkan serta keluarga besarnya menjadi ketenangan dan kebahagiaan tersendiri bagi doktor kelahiran Banjarnegara, 10 Maret 1934 ini.

K

einginannya selalu melihat senyuman itulah yang membuatnya semakin mantap untuk mendalami Spesialis Obgyn. Mengambil jurusan spesialis obgyn di Universitas Airlangga, membuat Poedji menjadi satusatunya dokter wanita diangkatannya. “Dulu waktu belajar sering jadi bahan pembicaraan karena perempuan sendiri,” ceritanya dengan lembut. Keinginan kuatnya membantu persalinan yang aman

28

6

2016

dan selamat ini dimulai sejak Ia masih menjadi dokter umum yang bertugas di bagian kandungan di RSU Palembang. Sekembalinya ke Jatim, Poedji bertugas sebagai Direktur Professional Training Center di Inspeksi Kesehatan (sekarang menjadi Dinas Kesehatan) Provinsi Jatim. “Dalam perjalanannya, saya kemudian dikirim untuk mengikuti pelatihan di Amerika selama tiga bulan,” kenangnya. Angka kematian yang juga disumbang dari proses persalinan ibu hamil ini menjadi salah satu materi dalam pelatihannya. “Saat itu, kami dilatih tentang strategi pendekatan risiko pada ibu hamil,” tutur perempuan yang pernah menjabat sebagai wakil direktur RSUD dr. Soetomo tersebut. Dari sini ia mulai mengerucutkan risiko kehamilan dalam 20 macam. Dan, risiko tersebut dituangkan dalam kartu skor. Sebuah kartu yang sekarang dikenal menjadi Kartu Skor Poedji Rochjati atau biasa disingkat menjadi KSPR. Sampai sekarang, kartu KSPR masih banyak digunakan sebagai pendeteksi risiko kehamilan yang bisa dipantau oleh pihak medis dan keluarga ibu hamil. Di usianya yang ke 82 tahun, dokter Poedji pun merasa bangga, melihat karyanya masih bermanfaat bagi orang banyak. Naskah : Emi Harris Foto : Farid Rusly


Yvonne Sarah Katini Bintaryo, dr., Sp.OT-Spine

Ukir Sejarah Spesialis Bedah Orthopaedi Perempuan Pertama di Indonesia Keberadaan dokter bedah perempuan telah memberikan pengaruh dan peranan besar dalam kemajuan kedokteran bedah di Indonesia. Namun, peran dokter bedah perempuan di Indonesia tidak akan bisa secermelang seperti sekarang tanpa adanya keberanian dari Yvonne Sarah Katini Bintaryo, dr., Sp.OT-Spine.

K

arena keberaniannya untuk menyampaikan pertanyaan yang tidak biasa di sebuah forum luar biasa, telah membukakan peluang bagi dokter perempuan untuk mengambil spesialias bedah. Kisah itu bermula pada akhir tahun 80-an. Kala itu, ‘pintu khusus’ untuk pendidikan spesialis bedah, belum terbuka untuk wanita. Wanita belum mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan spesialis bedah. Lantas, dalam sebuah forum yang dihadiri oleh beberapa orang profesor, Yvonne yang waktu itu dokter muda menyampaikan pertanyaan “mengapa perempuan tidak diberikan kesempatan untuk spesialis bedah”.

Meretas Peluang Saat itu, Prof. IP Sukarna, dr., Sp.OT yang menjawab pertanyaan dokter kelahiran Jambi 21 Agustus 1962 ini. Prof. Sukarna pula yang lantas memberinya kesempatan mendaftar Spesialis Orthopaedi setelah lulus dari kedokteran. “Prof. Sukarna berharap bisa menciptakan dokter spesialis Orthopaedi perempuan pertama untuk Indonesia. Saya jadi tambah semangat memenuhi harapan beliau. Tapi ada syarat dari Prof. Sukarna. Saya akan diterima bila sudah menikah dan punya anak agar dapat menjalankan pendidikan tepat waktu sesuai harapan,” kenang ibu satu putri ini. Maka, setelah menjadi dokter pada September 1988 kemudian berdinas dokter umum di Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan pada 1989-1992, Yvonne lalu menikah pada Juli 1991. Putrinya kemudian lahir pada Juli 1992. Ia pun lantas, mengikuti tes masuk orthopaedi

pada Oktober 1992 dan mulai menempuh pendidikan Spesialis Orthopaedi pada Januari 1993. “Pertimbangan masuk Orthopaedi karena diberi peluang dan membuka kesempatan bagi wanita untuk pendidikan spesialis bedah di Unair,” sambung dokter yang sejak tahun 1999 silam bertugas sebagai staf SMF Orthopaedi dan Traumatologi di RSUD Jombang tersebut. Perempuan Pertama Kala itu, ketika Yvonne menempuh spesialis ortopedi, di Indonesia belum ada dokter perempuan yang mengambil spesialisasi ini. Di FK Unair, semua bidang bedah (bedah umum, bedah saraf, bedah urologi, bedah plastik) juga belum ada sama sekali. Seiring bergulirnya waktu, sekarang telah ada cukup banyak dokter perempuan yang mengambil Spesialisasi Orthopaedi. “Apalagi sekarang dokter-dokter perempuan tidak harus dituntut terlebih dulu menikah dan punya anak seperti di eranya dulu”, sambung Yvonne.

Sebagai dokter dengan predikat “dokter spesialis orthopaedi perempuan pertama di Indonesia”, Yvonne mengaku senang dan bangga. “Saya bersyukur atas kesempatan mengukir sejarah kedokteran di negara tercinta Indonesia. Ini adalah anugerah dari Maha Kuasa yang diberikan pada saya dan orang tua saya,” jelas ibu dari Amanda Hilliary Erlan ini. Unggul Kualitas dan Kuantitas Dokter yang sempat mencicipi bersekolah dasar dan menengah pertama di Malaysia ini berharap, perkembangan Orthopaedi di Indonesia bisa semakin maju. Utamanya untuk dokter perempuan spesialis orthopaedi, tidak hanya unggul secara kuantitas, tetapi juga secara kualitas. Dia berharap wanita terus diberi peluang dan juga memiliki semangat untuk berjuang mencapai cita-citanya. Apalagi, kemajuan teknologi telah membuat segalanya jadi lebih mudah. Naskah : hadi santoso Foto : Farid Rusly

2016

6

29


travel

sitokin

Pesona

Korea

Korea Selatan, sebuah negara yang tidak asing lagi di telinga kita. Negara yang dipandang sebagai negara maju di Asia ini sedang mendapat banyak sorotan dari masyarakat dunia karena kemajuan dari berbagai aspek kehidupan para penduduknya. Korea Selatan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia pada awal dekade 1960-an hingga tahun 2000-an.

P

ertumbuhan ekonomi yang luar biasa ini tidak lepas dari berbagai industri yang dimilikinya. Salah satu industri yang memiliki peran besar adalah industri kreatif yang mengambil bentuk dalam industri hiburan. Sejarah dunia hiburan di Korea Selatan berawal pada tahun 700-an ketika Korea masih bernama Kerajaan Koguryo, Negara ini memiliki banyak bentuk seni yang berupa musik dan tarian yang terkenal di Asia Timur yang kemudian menjadi salah satu faktor berkembang pesatnya industri hiburan Korea Selatan. Sejarah dan kultur sebagai seorang performer seni yang mendarah daging membuat Daehan Minguk dengan mudahnya menjadi salah satu negara dengan industri hiburan yang besar. Dalam dunia hiburan Korea Selatan, wanita memiliki berbagai peran penting yang mendukung kemajuannya. Di negara ini, mereka memiliki peran yang lebih besar dibandingkan negara lain. Peran perempuan dalam industri di Korea Selatan terbagi menjadi dua, yakni sebagai ambassador dan kedua adalah sebagai konsumen. Produk hasil industri Korea Selatan banyak yang menggunakan wanita sebagai ambassador produknya. Sehingga, secara tidak langsung, keterlibatan wanita dalam mengiklankan produk Korea dapat menarik konsumen dari kalangan kaum hawa pula.

30

6

2016

Saat ini, lini industri Korea Selatan yang sedang banyak disorot adalah industri hiburan dan salah satu produknya adalah drama. Secara umum, drama memang banyak diminati oleh wanita, baik drama yang diproduksi oleh negara-negara Asia, maupun negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Namun, dalam dua puluh tahun terakhir ini, drama yang berasal dari Korea Selatan cukup menonjol dan memberikan kesan di hati para penikmatnya. Drama Korea memiliki beberapa keunggulan yang menjadikannya sebagai drama favorit bagi para wanita di seluruh dunia. Drama Korea Selatan memberikan banyak keunikan dalam ceritanya. Selain romantisme kehidupan sehari hari, drama ini juga menyajikan banyak aspek kehidupan, seperti profesi, ekonomi, kerajaan, dan lain sebagainya. Drama Korea sering mengangkat beberapa profesi sebagai latar dalam cerita mereka, misalnya saja Good Doctor yang mengangkat kisah dua orang dokter, selain itu ada pula Descendant of the Sun yang menggambarkan kisah cinta antara tentara dengan dokter. Pengangkatan cerita tentang profesi tersebut memberi banyak dampak positif bagi penontonnya khususnya perempuan yang memiliki daya imajinasi yang luas. Latar belakang cerita pada drama Korea bisa dibilang anti-mainstream karena menampilkan banyak sisi kehidupan yang jarang diceritakan.

song joong ki


lee min ho

won bin

2016

6

31


travel

sitokin

Korea berani mengangkat latar belakang kehidupan masyarakatnya yang tidak umum, namun mengemasnya dengan unik sehingga menjadi daya tarik tersendiri. Drama Korea juga ditulis dengan riset yang detail sehingga memberikan gambaran yang jelas pada para penontonnya. Seperti yang sering diperlihatkan dalam drama tentang kehidupan dokter, mereka tidak segan-segan memberi penjelasan mengenai perlakuan yang sedang dikerjakan kepada pasien. Hal ini juga dapat memberikan banyak pengetahuan baru kepada para penontonnya. Salah satu keunggulan drama Korea yang lain adalah aktor tampan yang dapat memikat hati para wanita melalui aktingnya dalam drama. Beberapa aktor seperti Rain, Kang Dong Gun, Won Bin, dan yang sedang panaspanasnya dibicarakan kaum hawa yaitu Song Joong Ki menjadi faktor melejitnya drama di dunia hiburan internasional. Selain latar belakang cerita yang kuat dan unik, drama Korea juga menampilkan berbagai produk negaranya, mulai dari makanan hingga pariwisata. Dalam drama Korea, penonton disuguhi dengan berbagai makanan khas Korea. Sebut saja toppoki, jajjangmyeon, bulgogi, kimbab, dan lain sebagainya. Hampir di setiap drama memiliki scene ketika pemeran utama ditampilkan makan toppoki di kios pinggir jalan. Berawal dari situlah, toppoki menjadi makanan yang dicari oleh masyarakat. Drama korea juga sering menggambarkan pariwisata Korea yang indah dan romantis. Seperti Namsan tower yang sering ditampilkan di seluruh drama. Terdapat pula istana Gyeonbok yang selalu dipakai dalam drama sejarah. Pulau Jeju juga tidak lepas dari lokasi pariwisata yang sering dipamerkan dalam drama. Keindahan tempat pariwisata tersebut dinilai cocok dengan kepribadian wanita yang menyukai keindahan. Industri lain yang juga sedang naik daun adalah industri musik Korea Selatan atau yang disebut dengan kpop yang sangat digemari oleh banyak kalangan. Boyband dan girlband seperti EXO, Super Junior, Big Bang, Girl Generation, 2NE1, dan lain sebagainya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Tipe lagunya yang penuh dengan semangat dan mengandung lirik yang lucu serta enak didengar berhasil memikat hati pendengarnya, khususnya para wanita. Video music dari lagu

32

6

2016

tersebut juga ditampilkan eye catching ditambah dengan dance dan visual yang tampan nan cantik dari member juga menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa. Kesenangan dalam musik Korea di Indonesia terlihat dari jumlah penonton yang hadir ketika mereka mengadakan konser di Indonesdia. Sekitar kurang dari 5 menit, tiket konser grup tersebut sudah habis terjual baik secara online maupun offline. Menurut beberapa sumber, 80% penonton konser kpop yang diadakan di Indonesia adalah wanita. Hal ini menunjukkan bahwa wanita menjadi konsumen terbesar dari kpop. Selain drama fashion adalah salah satu yang wajib dibahas. Fashion yang dibawakan dalam drama menjadi satu faktor penting kesuksesan drama Korea. Kemajuan Korea Selatan dalam dunia fashion sudah mendapat banyak pengakuan dari berbagai belahan dunia. Hal ini terlihat dari merek baju, sepatu, kosmetik, dan produk fashion lainnya yang beredar hingga ke manca negara. Misalnya saja, dalam drama, seluruh pemain khususnya pemeran utama akan menggunakan baju dan aksesoris produk Korea. Hal itu sangat berdampak bagi penikmat drama tersebut, khususnya para wanita yang memang sangat menyukai fashion. Tidak jarang dari mereka berbondongbondong mencari pakaian dengan merek yang sama dengan pemeran wanita dalam drama demi meniru fashion dari idola mereka. Seperti yang terjadi setelah penayangan It’s Okay It’s love 2015 lalu, banyak orang mencari baju hijau bermotif harimau yang dikenakan oleh Gong Hyo jin, pemeran utama wanita dalam drama tersebut. Selain baju modern, baju adat Korea Selatan juga sering menjadi incaran para wanita. Baju adat yang disebut juga dengan Hanbok berhasil memikat hati kaum hawa melalui drama yang bertemakan kerajaan. Dalam drama tersebut, mulai dari ratu hingga pelayan kerajaan terlihat cantik dan anggun ketika menggunakan hanbok dan aksesoris kepala yang kebanyakan bermotif bunga. Berawal dari situlah, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan tampilan terbaik mereka. Wanita mana yang tidak ingin terlihat cantik dan anggun? Selain baju, kosmetik dari Negara Korea Selatan adalah salah satu yang juga digandrungi oleh para wanita. Penggunaan kosmetik dalam make up di Korea memiliki khas yang minimalis dan lebih menonjolkan

kecantikan alami, sehingga, banyak remaja wanita yang mengikuti trend tersebut. Terlebih lagi, mudahnya akses internet membuat trend make up tersebut dapat diakses oleh semua orang. Saat ini, banyak tersebar video tutorial make up ala Korea yang dapat ditemukan di youtube. Make up yang ditampilkan mulai dari make up sehari-hari hingga make up ala kpop idol, sebut saja tutorial make up Girl Generation ‘I Got a Boy’ yang sudah dilihat hingga 1 juta orang. Tujuan mengikuti make up ini tidak lain adalah supaya kecantikan alami mereka bisa terpancar seperti pada orang Korea. Sekali lagi, wanita mana yang tidak ingin terlihat cantik? Tidak cukup dengan kosmetik, usaha lain yang sering dilakukan oleh wanita di Korea Selatan untuk mendapatkan tampilan yang cantik adalah dengan operasi plastik. Bedah plastik di Korea Selatan merupakan bidang spesialisasi yang sangat digemari oleh para wanita. Bahkan, saat ini terdapat banyak rumah sakit maupun klinik khusus bedah plastik di Negara tersebut. Salah satu operasi plastik yang populer dan sering dikerjakan adalah operasi kelopak mata. Mengingat populernya Korea di kancah internasional, operasi plastik tentunya banyak diikuti oleh wanita di luar Korea Selatan. Tidak jarang ada wanita yang rela mengeluarkan dana besar untuk mendapatkan kecantikan yang sempurna. Karena memang kodrat wanita adalah ingin terlihat cantik. Terakhir, Korea Selatan dan Wanita adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Negeri ginseng yang memiliki banyak romantisme dan keindahan kisah dan lokasi pariwisata yang digambarkan melalui drama ini adalah surga bagi para wanita baik untuk berlibur maupun menghilangkan penak sejenak dari aktivitas yang padat. Selain itu, dunia fashion-nya yang glamor namun cantik, anggun, dan sederhana serta artis yang tampan dan cantik membuat para wanita ingin selalu tampak menarik. Namun, di dunia ini tidak ada yang sempurna. Suatu kelebihan pasti memiliki kelemahan di salah satu sisinya, sehingga sebagai manusia khususnya wanita, mereka harus bisa menyeleksi dan memilah yang baik dan yang buruk. Tidak selamanya yang dianggap baik adalah baik dan yang buruk adalah buruk, begitu pula dengan Korea Selatan. Naskah : Salma dan Rizki (Lingua) Foto : Istimewa


kimchi

exo k

song hye kyo

Girls Generation SNSD

2016

6

33


34

6

2016

Eksplorasi

bedah rumah sakit


2016

6

35


36

6

2016

Eksplorasi

bedah rumah sakit


ulas film

I N FUSI ON

Siasat

Belanja Cerdas Mall kian menjadi surganya kaum hawa. Di sana mereka bisa melihat, memilih hingga memiliki apapun yang hendak diinginkan. Perlengkapan dari ujung kepala hingga ujung kaki termasuk kebutuhan rumah tanga, tersedia di kebanyakan pusat perbelanjaan.

B

erlama-lama di mall nyatanya tak pernah membuat bosan. Terlebih bagi para shopaholic. Sekadar menyingkap deretan baju dalam gantungan menjadi permainan seru yang berujung pada membeli salah satu atau bahkan beberapa koleksi yang tergantung tersebut. Apalagi saat banyak promo atau diskon besar-besaran yang ditawarkan, hasrat belanja pun makin menjadi. Bahkan kalau tidak benar-benar cerdas dalam menentukan kebutuhan dan keinginan, seabrek barang baru yang tidak ada dalam list belanja mendadak terbeli. Seperti sebuah anekdot yang kerap digunakan, pergi niat membeli baju, pulang bawa sepatu. Sebenarnya ada beberapa hal yang bisa dilakukan jika mulai terpengaruh dengan seabrek promo yang terus-terusan ditawarkan. Beberapa diantaranya seperti tips dan trik belanja di mall berikut ini : 1. Buat daftar belanjaan Daftar belanjaan sangatlah penting dibuat dan dibawa saat berbelanja

di mall. Ibarat peta, daftar belanjaan ini akan membantu kita supaya tidak tersesat untuk membeli belanjaan lainnya yang tidak ada dalam daftar. 2. Bawa uang tunai secukupnya Membawa uang tunai secukupnya bisa membantu kita untuk menekan keinginan dalam memiliki sesuatu. Sehingga saat mengetahui uang di dalam dompet tidak cukup, setidaknya akan menjadi alarm untuk mengingatkan berapa uang tunai yang sudah dihabiskan.

dompet, kartu kredit yang dianggap bisa menjadi solusi dalam pembayaran. Sebaiknya jangan dengan mudahnya menggesek kartu kredit, karena pembayaran ini hanya sementara. Toh setiap bulan kita tetap akan membayar tagihannya.

3. Bandingkan harga promo Promo yang ditawarkan setiap toko merupakan strategi untuk menarik minat pengunjung. Oleh karena itu, tak ada salahnya untuk tetap menghitung ulang harga barang promo dengan sebelumnya. Jika ternyata sama saja, saatnya menyesuaikan kebutuhan.

5. Stok Keinginan belanja bisa direm ketika mampu mengelola stok barang di rumah. Melakukan tabulasi stok barang maupun kebutuhan pokok di rumah bisa meminimalisir keinginan belanja tiada henti. Sehingga pengeluaran bisa dikontrol dengan baik.

4. Hindari kartu kredit Saat uang tunai menipis dalam

Naskah : Emi Harris Foto : istimewa

2016

6

37


hobi

inspirasi

Dr. Purwo Sri Rejeki, dr., M.Kes.

padukan puisi dan profesi dokter Membaca buku-buku terkait medis tentunya sudah menjadi “makanan sehari-hari” bagi para dokter sebagai upaya untuk meningkatan skill dan kompetensi. Namun, untuk membaca buku-buku berisi kumpulan puisi, rasanya tidak banyak dokter yang gemar melakukannya. Bahkan bisa dibilang langka. Nah, salah satu “dokter langka” yang gemar berpuisi itu adalah Purwo Sri Rejeki, dr., M.Kes.

38

6

2016


B

agi dokter Purwo, puisi adalah membaca puisi itu, lama-kelamaan Hadiah Tak Terlupakan cinta masa kecil. Cinta yang dokter Purwo juga tergoda untuk Selama bertahun-tahun ‘menjalin terus berlanjut hingga sekarang. mencoba menulis puisi sendiri, seperti hubungan dengan puisi’, dokter Sejak masih duduk di bangku yang ia baca di koran. Purwo telah merasakan aneka warna sekolah dasar, ia sudah menyukai “Kala itu, hanya media-media pengalaman. Namun, ada satu puisi. Termasuk juga karya sastra tertentu saja yang bisa menjadi wahana pengalaman yang menurutnya tidak lainnya seperti novel, cerpen, atau belajar menulis puisi. Karena memang, terlupakan. “Saya pernah mencetak terjemahan karya sastra yang sudah perkembangan media sosial belumlah buku puisi di hari ulang tahun saya. divisualisasikan. Kecintaannya pada sepesat sekarang,” kenang dokter yang Jadi seakan-akan menghadiahi diri “puisi dan kawan-kawannya” itu kini menjadi staf pengajar Departemen sendiri dengan kesenangan yang tak tidak muncul tiba-tiba. Tetapi karena terhingga,” kenangnya bangga. distimuli adanya kerabat keluarga Sebagai pecinta puisi, dokter yang yang berprofesi sebagai guru pada 12 Juni lalu berusia 41 tahun ini Bahasa Indonesia. gembira dengan perkembangan Untuk dokter puisi di Indonesia sekarang kelahiran Surabaya ini. Menurutnya, ada banyak ini, puisi itu unik. wahana dan event yang Di batas waktu hipoglikemi Berbeda dengan diinisiasi oleh komunitas Otakku terhenti, sel cortex cerebriku kelaparan karya sastra puisi sebagai wadah untuk Keringat dingin mulai membanjiri karena simpatisku teraktivasi lainnya. Bila mengeksplorasi tumbuh Genggaman vasokonstriksi pasikan aliran darah yang sebuah novel kembangnya puisi. bersirkulasi ke seluruh pajanan cairan interstisialku umumnya Bahkan, beberapa Huuuuuhfttt.... ditulis dengan komunitas puisi kumpulan sudah melakukan Kembali detak jantungku berirama meningkat karena SAkalimat pementasan pada Nodeku terstimulasi panjang yang acara-acara sastra Inotropiknya membentuk di tempat-tempat Kronotropiknya kisah sehingga publik. Bahkan, Terdengarkah itu, hai alamku? butuh waktu puisi juga sajak Dendangkan ayatMu wahai makhluk yang beriman lama untuk tampil di film. Dendangkan tepat di membrana tympaniku membacanya Salah satunya film Agar frekuensinya terus mengalir melalui pembuluh darahku sampai akhir yang baru saja Getarkan sentral parasimpatisku cerita, maka nge-hits, Ada Apa Buatku nyaman puisi adalah Dengan Cinta (AADC) Redamkan ambisi yang mendentum-dentum tanpa puas diri kebalikannya. 2, ada beberapa Aktivasikan lebih kencang Puisi tersusun scene di mana puisiTerkonduksi di tiap impuls saraf vagus dari kumpulan puisi indah karya Aan Ekskresikan lebih kencang asetilkolin itu kata-kata pilihan. Mansyur dibacakan oleh Biarkan memancar ke sela sela saluran cernaku Karena merupakan pemeran film. Menenangkan aku diksi (pilihan kata) Ketika seteguk air gula telah puaskan hipoglikemiku. terpilih, maka Gaya Puisi yang Dinamis kalimatnya pendek“Tiap masa ada gayanya pendek. “Yang paling sendiri. Tiap masa ada saya sukai dari puisi, dia bintangnya sendiri. Tiap masa tidak terlalu panjang, tetapi ada caranya sendiri puisi ini untuk sudah tersiratkan makna atau berkembang. Saat ini, saya melihat pesan yang ingin disampaikan. perkembangannya bagus. Tetapi Justru karena kemampatan ini, butuh memang harus di-back up lebih banyak Ilmu Faal Fakultas Kedokteran kejelian untuk mengolah diksinya agar lagi oleh banyak pihak,” sambung Universitas Airlangga tersebut. mengena tetapi indah,” sambungnya. dokter yang sudah menulis dua buku Hingga kini, dokter Purwo masih kumpulan puisi tersebut. setia mengikuti tulisan-tulisan puisi Tergoda untuk Menulis Bahkan, sambung dokter Purwo, dari beberapa sastrawan demi Layaknya orang jatuh cinta, puisi juga bisa diperkenalkan di menjaga frekuensi kesusastraannya. lulusan terbaik Program Magister acara formal. Dalam hal ini, Fakultas Dengan kesibukannya sebagai dokter, Pascasarjana Fakultas Kedokteran Kedokteran Universitas Airlangga perempuan ini masih istiqomah untuk Universitas Airlangga 2007 ini seolah pernah mengadakan sebuah acara menulis puisi. Keberadaan media tidak bisa jauh dari puisi. Saat awal yang mengombinasikan antara ilmu sosial dirasanya sangat membantu terjun menggeluti penulisan puisi, ia (scientific) dan seni (art). “Dan rasanya menyalurkan hobinya. “Meluangkan hobi membaca beberapa puisi yang itu semakin membuat kecerdasan waktu khusus sih enggak. Tetapi termuat di koran. Terutama yang seorang dokter makin lengkap,” kalau ada ide menulis, segera ditulis. bertema cinta serta mengangkat ujarnya. Biasanya saya ketik di draft email, fenomena sosial yang ditulis dengan Facebook, atau media apapun yang bisa Naskah : hadi santoso diksi yang indah. Dari kesukaan mendokumentasikan,” sambungnya. Foto : Farid Rusly

Starvasi

2016

6

39


musik

Aurikulus

Maya Hasan

Dentingan Harpa Jadi Obat Pasien di RS

Dentingan harpa Maya Hasan yang dimainkannya perlahan-lahan seperti berjalan di atas udara. Masuk dalam labirin-labirin harmoni yang seimbang.

40

6

2016

D

an akhirnya masuk ke telinga para pecinta musik di Indonesia. Meski musisi Indonesia yang piawai memainkan alat musik harpa masih terbilang langka, Maya merasa kehadirannya cukup mendapat tempat di hati pecinta musik tanah air. Semua berawal dari kerja keras. Maya tampil sebagai salah satu harpis kenamaan Indonesia yang pernah

menyabet penghargaan The Stannus Music Award, The Music Talent Award, dan The Violet Burlingham M.P.E. Award. Tak hanya itu, pemilik nama lengkap Maya Christina Hasan ini merilis album bertajuk Sea Breeze. Maya kembali menunjukkan kepiawaiannya memetik harpa dengan ikut andil dalam pembuatan album grup band papan atas, Padi. Penggemar


Padi bisa menikmati dentingan senar harpa yang dimainkan Maya lewat tembang Kasih Tak Sampai dalam album bertitel Sesuatu Yang Tertunda. Dentingan harpa Maya menambah kuat pesan lagu yang dibawakan Fadli, sang vokalis Padi. Perempuan Kuat dan Lembut Perempuan kelahiran Hong Kong, 10 Januari 1972 ini mengakui kalau dirinya ingin menjadi sosok perempuan yang kuat namun tetap lembut. Meski kini perempuan dapat melakukan banyak hal yang sama seperti kaum Adam, bukan berarti sisi kewanitaannya harus terkikis. “Analoginya, perempuan zaman sekarang harus bisa ganti ban mobil tapi tetap pakai kebaya,” imbuh musisi yang menimba ilmu harpa di Willamette University, Salem, Oregon, Amerika Serikat. Perempuan mengemban tugas yang berat. Seorang perempuan yang telah berkeluarga dan sibuk berkarir tentunya memiliki tugas ganda, yaitu di luar dan di dalam rumah. Namun, ibu dari tiga anak itu yakin Tuhan menciptakan perempuan sebagai sosok yang kuat dan mampu menghadapi itu semua.

“Bila kita menyadarinya, kita tidak akan mengeluhkan tugas-tugas yang banyak,” imbuh pendiri Maya Hasan Harp Centre itu. Kembangkan Terapi Musik Saat ini Maya sedang mengembangkan terapi musik untuk pengobatan penyakit kanker. Ia kini mencari partner untuk

Kalau riset, aku murni melakukan sendiri. Tetapi bagaimana melakukan terapi itu, perlu ada kerja sama dengan pihak lain mengembangkan jenis pengobatan tersebut. “Kalau riset, aku murni melakukan sendiri. Tetapi bagaimana melakukan terapi itu, perlu ada kerja sama dengan pihak lain,” jelasnya. Soal kerja sama dengan rumah sakit, menjadi penekanan Maya karena pernah mendapat pengalaman kurang enak saat akan memberi terapi bagi

ibu temannya yang saat itu dirawat di sebuah rumah sakit di Jakarta. “Beberapa waktu lalu, aku mencoba membantu beliau yang baru keluar dari ICU dan dipindah ke kamar perawatan biasa. Saya sudah bawa alat musik berat-berat, lha malah ditahan oleh satpam,” katanya sembari tersenyum. Tak hanya satpam yang melarang, suster juga khawatir Maya akan membuat suasana rumah sakit itu berisik. “Aku yakinkan bahwa musik saya tak akan memunculkan suara berisik,” lanjutnya tertawa mengenang peristiwa itu. Akhirnya, suster dan satpam mengizinkan dia masuk kamar pasien. Setelah mendengar musik harpa Maya, pasien yang sudah tiga hari tak bisa tidur itu tertidur lelap. Esoknya pasien boleh pulang. Pengalaman menyembuhkan pasien untuk kesekian kalinya semakin memacu Maya terus berupaya menjadikan musik sebagai penyembuh, selain penyembuhan dengan medis. Baginya, harpa tak sekadar memgeluarkan nada yang indah, tapi juga membawa ketenangan dan kesembuhan. Naskah : Emi Harris Foto : Istimewa

2016

6

41


profil

Second Opinion

“Siapa Perempuan yang Dr. Prananda Surya Airlangga, dr., M.Kes., Sp.An

S

Belajar dari Dedikasi Prof. Herlien dan Prof. Siti

ebagai pembina Komunitas Pengkaji Lingkungan Aesculap (KPLA) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang gemar menyalurkan hobi melihat alam dengan mendaki gunung atau melihat penambang lereng, Dr. Prananda Surya Erlangga, dr., M.Kes., Sp.An banyak belajar dari alam. Dari alam, dia mendapatkan petuah bahwa agar kehidupan berjalan tenang, manusia harus mengerti keadaan lingkungan alam sekitar. Namun, dalam hal belajar nilai-nilai hidup, nama Prof. Herlien H. Megawe, dr., Sp.AnK.IC, KAP dan Prof. Siti Chasnak

Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U(K)

Kagumi Perjuangan RA Kartini

A

da banyak perempuan di Indonesia yang mampu menjadi inspirasi bagi banyak orang. Baik semangat hidupnya maupun ikhtiar perjuangannya demi bangsa. Dan, salah satu tokoh perempuan paling populer di Indonesia yang dibanggakan banyak orang adalah RA Kartini. Bagi Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. Soetojo, nama Kartini merupakan simbol emansipasi wanita. Menurutnya, perempuan yang terkenal dengan kumpulan surat Habis Gelap Terbitlah Terang ini telah berjasa besar dalam mengubah nasib perempuan di Indonesia. “Di mata saya, Ibu Kartini itu seorang pejuang wanita yang telah membuka kegelapan menjadi terang benderang. Beliau itu pejuang yang telah menyamakan gender,” tegas profesor yang juga mengagumi para istri Nabi Muhammad SAW sebagai teladan perempuan yang memiliki perilaku apik dan akhlak terpuji.

Naskah : hadi santoso Foto : Farid Rusly

42

6

2016

Saleh adalah dua sosok perempuan yang sangat menginspirasi baginya. Sebagai dokter spesialis anestesi, dokter Prananda mengaku bahwa karakter dan pribadinya sebagai dokter, banyak diwarnai oleh dua perempuan yang merupakan “pendekar di bidang anestesi” tersebut. “Beliau itu guru-guru saya. Dari beliau, saya belajar tentang makna dedikasi dan pengabdian. Karena memang, dedikasi beliau sangat luar biasa. Pokoknya apapun diusahakan untuk kebaikan pasien,” tegasnya. Naskah : hadi santoso Foto : dokumen pribadi

Suwandito, dr., MS

Belajar Ketulusan Sebagai Manusia dari Bunda Theresa dan Prof. Rita

A

da dua sosok perempuan yang membuat dokter Suwandito terkagumkagum. Bukan semata karena keanggunan dan kecantikan keduanya sebagai perempuan. Tetapi juga karena kecerdasan dan kemuliaan hatinya sehingga mampu memberikan banyak kemanfaatan bagi banyak orang. “Dari luar (negeri), yang saya kagumi adalah sosok Ibu Theresa dari Calcuta yang mengabdikan hidupnya untuk untuk kemanusiaan tanpa melihat latar belakangnya. Walaupun saya tidak pernah bertemu,” ujar Suwandito. Dan, satu lagi sosok perempuan hebat yang dikagumi Suwandito adalah Prof. Nancy Margarita Rehatta. Baginya, profesor kelahiran Ampenan Mataram tersebut adalah figur luar biasa. Sebab, dari profesor yang akrab


Dikagumi Selain Ibu?” Dr. Abdurachman, dr., M.Kes

D

Teladan dari Ibunda Mukminin

i mata Dr. Abdurrachman, figur perempuan yang paling memberikan inspirasi adalah Ummahatul Mukminin atau para istri Rasulullah Muhammad SAW. Ummahatul Mukminin adalah gelar kehormatan yang dikhususkan bagi istri-istri Rasulullah SAW. Mereka disebut sebagai ”Ibu Orang Mukmin”. Mereka adalah wanita-wanita yang dipilihkan Allah untuk Rasul-Nya. Merekalah para wanita yang paling beruntung di dunia dan akhirat. Menurut dokter kelahiran Bangkalan Madura ini, sosok Ummahatul Mukminin adalah figur teladan yang memahami siapa dirinya, peranannya sebagai istri Rasulullah, dan juga tujuan hidupnya. “Bagi saya, figur perempuan yang paling menginspirasi adalah istri Rasulullah SAW Ibunda Mukminin,” ujarnya. Naskah : hadi santoso Foto : Farid Rusly

disapa Prof. Rita tersebut, dia bisa mendapatkan inspirasi bagaimana menjadi seorang dosen sekaligus guru yang seutuhnya. “Saya mengagumi sosok Prof. Rita. Beliau yang mengajak saya di tahun 2000 untuk memulai program PBL dan Ketrampilan Medik di FK Unair. Beliau juga yang mengajarkan kepada saya untuk tidak hanya sebagai dosen, tetapi bagaimana sebagai guru yang baik dan benar,” jelas Suwandito. Naskah : hadi santoso Foto : Farid Rusly

Dr. Hendy Hendarto, dr., Sp.OG(K)

Kagum Pada Keikhlasan Paripurna Prof. Poedji Rochyati

B

agi Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSUD dr. Soetomo, Dr. Hendy Hendarto, dr., Sp.OG(K), selain sosok ibu yang begitu istimewa, ada seorang perempuan luar biasa yang juga dianggapnya sebagai teladan. Adalah sosok Prof. Dr. Poedji Rochyati, dr., Sp.OG(K), figur perempuan luar biasa yang dianggapnya telah memberikan banyak pengaruh. Tidak hanya dalam karier. Tetapi juga dalam kehidupan. “Beliau istimewa karena memiliki dedikasi total pada profesi. Beliau istimewa karena keikhlasan yang paripurna, menjadikan setiap cobaan hidup menjadi keindahan untuk mendekat kepada Sang Pencipta,” ujar Hendy Hendarto. Prof. Dr. Poedji Rochyati, dr., Sp.OG(K) adalah penemu Kartu Skor Poedji Rochjati: kartu deteksi dini kehamilan risiko tinggi yang digunakan sebagai acuan nasional. Hendy berharap sosok Prof. Poedji Rochyati bisa dijadikan teladan, utamanya oleh generasi perempuan era sekarang yang memilih mendalami ilmu kedokteran. Naskah : hadi santoso Foto : Farid Rusly

2016

6

43


profil group

skeleton

Ada WA,

Komunikasi Jadi Lebih Mudah Pramoedya Ananta Toer dalam cerpen, Bukan Pasar Malam, menggambarkan kehidupan bak sebuah pasar malam. Di mana orang tidak datang berbondong-bondong dan tidak pula pergi bersamaan. Mereka datang dan pergi satu demi satu. Dan ketika ada yang pergi, satu orang baru datang mengganti. Itu siklus alamiah dalam hidup. 44

6

2016

S

iklus itu pula yang terjadi pada angkatan 70 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair). Sejak diwisuda pada akhir tahun 70-an, satu demi satu anggotanya berpisah. Melakoni kehidupan baru dan menemukan kawan-kawan baru. Toh, kehidupan baru itu tak membuat mereka lupa pada kenangan lama. Kenangan di FK Unair yang tercipta selama hampir satu dekade . Reuni Bareng Keluarga Salah satu tokoh dari angkatan 70 FK Unair, Urip Murtedjo, dr., Sp.BKL., PGD., PALL., Med. Menceritakan, acara dies natalis di kampus menjadi pencetus terjalinnya kebersamaan jilid II angkatan 70. “Setelah dies natalis, kami jadi sering mengadakan reuni temu kangen. Pernah ke Malang, ke Sarangan. Tahun ini ke Bandung. Bahkan sampai dua

kali. Karena akrab mereka minta enam bulan sekali. Berikutnya di Sumenep,� ujar Urip Murtedjo. Menariknya, ketika reuni temu kangen, mereka tidak datang seorang diri. Tetapi mengajak keluarga masingmasing. Bahkan, sebelum reuni digelar, mereka sibuk mempersiapkan dress code seperti apa yang akan dipakai selama reuni. Semisal baju batik corak desainnya bagaimana, warnanya apa, dan harganya berapa. Lantas, ada satu orang yang ditunjuk sebagai bendahara untuk mengurusi pendaftaran peserta reuni dan juga pemesanan baju. Makin Akrab Berkat Teknologi “Suasananya guyub. Meski domisili tersebar tetapi banyak yang datang. Yang terakhir di Bandung itu ada 120 alumni. Ditambah istri dan keluarga bisa 200-an. Pas di Bandung, itu yang adakan alumni Jakarta dan Bandung.


Nah, yang dari Jawa Timur ngumpul di Surabaya lalu berangkat bareng naik pesawat. Nanti di Sumenep, panitianya alumni dari Madura,” sambung bapak tiga anak ini. Perkembangan teknologi yang membuat orang tidak sekadar berkirim pesan tetapi juga bisa saling berkirim foto via ponsel, membuat jalinan silaturahmi angkatan 70 kian erat. Angkatan 70 FK UA memiliki grup WhatsApp (WA). Bila dulu, komunikasi sebatas melalui short message service (SMS), kini komunikasi menjadi “lebih berwarna” dengan adanya grup WA tersebut. Lewat grup WA itu, masing-masing dari angkatan 70, bisa membagikan informasi terbaru dari mereka plus mengirim foto-foto. “Sekarang ada WA, komunikasi jadi sangat mudah. Setiap hari kami mengirim kabar dan juga foto. Seperti bila ada yang dilantik jadi Dirut, siapa yang dapat akreditasi rumah sakitnya, siapa dapat jabatan lagi dari rektorat atau Pemprov Jatim, itu kita tahu semua. Yang paling sering itu bila ada yang ulang tahun,” kata suami dari dokter gigi Wahyuni Widayati ini.

Selalu Solid dan Kompak Ketika berkumpul, apa saja bisa jadi bahan obrolan alumni angkatan 70 FKUA. Tidak hanya bidang kedokteran, juga isu-isu politik hingga bahasan olahraga. Namun, bagi mereka, ada satu hal yang tidak boleh dilewatkan. Yakni, olahraga bareng. “Yang penting ngumpul. Kita pagi olahraga, malam silaturrahmi. Nanti ada perwakilan dari tiap kota untuk perform. Ada yang bikin games, ada yang nyanyi, baca puisi,” ujarnya. Alumni angkatan 70 FKUA memang solid dan kompak. Kebanyakan juga punya komunikasi publik yang bagus dan pandai bersosialisasi dengan masyarakat. Itu tidak lepas dari pengalaman mengabdi di daerah sebagai dokter Inpres. “Kebetulan saya di Lampung di daerah Wae Kambas. Di Inpres itu seperti pelajaran berorganisasi dan cinta tanah air. Itu yang membuat kami matang, mandiri, dan pandai bersosialisasi dengan masyarakat. Angkatan 70 juga banyak yang mendapat jabatan birokrasi. Saya di RSUD dr. Soetomo jadi wakil direktur. Ada teman-teman yang jadi dekan di

Universitas Brawijaya, UHT juga jadi direktur RS dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,” ujar pria yang berpengalaman menjabat Kepala IRD RSUD dr. Soetomo dan Ketua Forum Pers RSUD dr. Soetomo tersebut. Ada banyak pengalaman tak terlupakan di Lampung yang masih membekas segar dalam ingatan Urip. Salah satunya melakukan kegiatan vasektomi pertama di Lampung yang merupakan praktik dari hasil belajar d RSUD dr. Soetomo. Itu prestasi besar karena diakui oleh BKKBN Lampung. Ada juga aktivitas rutin setiap malam Jumat ketika Urip melakukan ceramah kesehatan yang dikemas dalam ceramah agama. Aktivitas itu membuatnya dekat dengan lurah dan tokoh-tokoh Islam di Lampung. “Pengalaman itu sangat membantu pada waktu saya di birokrasi. Terutama dalam hal negosiasi lobi. Saya sering jadi penengah. Pengalaman di Lampung membuat saya matang,” sambung pria yang juga menjabat ketua Persatuan Ahli Bedah Indonesia (PABI) dan ketua Masyarakat Paliatif Indonesia ini. Naskah : Hadi Santoso Foto : Dokumen Pribadi

2016

6

45


cito

laporan utama

Nalini Muhdi, dr., Sp.KJ(K)

Perempuan dan Perkembangan Zaman Tak dapat dipungkiri, kini perkembangan dunia semakin global dan maju. Ilmu pengetahuan dan teknologi pun terus berkembang dan ditemukan berbagai inovasi baru. Media sosial semakin gencar dan meluas di penjuru negeri, sehingga mau tidak mau setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, merasakan tuntutan untuk berkembang mengikuti kemajuan zaman.

46

6

2016

E

ra modernisasi tidak hanya seputar perkembangan teknologi dan informasi, melainkan juga tentang merebaknya peran perempuan dalam posisi-posisi yang biasanya diisi oleh laki-laki. Menurut Nalini Muhdi, dr., Sp.KJ(K), fenomena tersebut adalah peristiwa yang lumrah seperti bergantinya siang dan malam. Kehidupan ini hanyalah panggung dunia, perempuan dan lakilaki mempunyai peran yang bergantian naik dan turun panggung. Biasa saja. Ada masanya peran laki-laki lebih banyak, meskipun sekarang peran laki-laki dan perempuan itu hampir sama. Tidak seharusnya peran yang dimiliki masingmasing individu tersebut dijadikan ajang menjadi tinggi hati atau sebaliknya rendah diri.

“Ketika seorang perempuan mendapatkan posisi tertentu dalam masyarakat, harusnya perempuan tersebut segera berhenti berpikir bahwa dia adalah seorang perempuan, namun as human being,� kata Nalini. Kepemimpinan adalah hal yang mempersatukan individu, sehingga ketika perempuan diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin, hendaklah perempuan tersebut berpikir bukan hanya tentang dirinya lagi, apalagi fokus bahwa dia hanyalah seorang perempuan, namun dia harus mulai berpikir tentang orang lain. Untuk itu dia harus meninggalkan zona nyamannya (comfort zone). Perempuan yang memiliki peran dalam masyarakat sebagai pemimpin memiliki kelebihan-kelebihan diantaranya


lebih intuitif sehingga lebih susah untuk dibohongi, pandai membaca makna yang tersirat, lebih komunikatif, mempunyai keterampilan manajemen yang baik (karena terbiasa menjadi manajer rumah tangga), welas asih, dan detail oriented. Namun, perempuan juga cenderung memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, antara lain kurang asertif, menyukai hal yang personal sehingga sering terjebak pada simpati ataupun apriori yang kurang proporsional (tidak task oriented), kurang bisa mendelegasikan tugas, dan kurang kompetitif sehingga takut mengambil risiko. Selain itu, perempuan juga memiliki siklus atau ritme hormonal sehingga cenderung lebih moody. Seringkali perempuan tersandung mitos bahwa ia harus menjadi ibu yang baik, pekerja yang baik, pemimpin yang baik, segalanya haruslah baik dan sempurna, sehingga ia menyalahkan diri sendiri dan putus asa terhadap kehidupan yang dijalani ketika kenyataan tidak seperti yang diharapkan. Padahal kenyataannya, tidak ada manusia yang bisa melakukan semua hal tersebut secara sempurna. Perempuan mesti mempunyai ‘sense’ bahwa ada keseimbangan yang memerlukan prioritas berganti-ganti, ada kalanya sektor domestik memerlukan prioritas lebih, ada saatnya urusan publik atau pekerjaan lebih utama, bergantian, tergantung situasi yang dihadapi. Misalnya saja ketika seorang perempuan yang berkarir mempunyai anak balita, tentu saja anak harus menjadi prioritas utama terlebih dahulu karena masa balita adalah masa-masa penting dalam perkembangan anak. Dalam merawat anak, khususnya pada masa tersebut, usahakan agar tidak menyerahkan anak kepada orang lain terlalu banyak untuk mengejar karir atau sekolah, karena bagaimanapun, anak membutuhkan kedekatan dan kasih sayang besar dari orang tuanya, terutama ibu. Seperti tempo dalam musik, ada kalanya kita perlu melambat, ada kalanya perlu mempercepat langkah dalam mengejar karir dan merawat buah hati. Karir bisa dikejar, tapi pertumbuhan anak balita tidak bisa diulangi. “Tidak semua hal bisa kita miliki berbarengan, ada sebuah proses daya juang yang harus dijalani dengan perhitungan yang bijaksana�, ujar Nalini. Di lingkungan kita, sering dijumpai pasangan PPDS yang mempunyai anak balita sehingga akhirnya dijaga oleh orang tua ataupun mertua, bahkan terpisah diluar kota. “Hal tersebut terkesan menjadikan diri kita egois, untuk apa mempunyai anak kalau kemudian ‘dilepaskan’ ?,�. Berbeda halnya jika dibandingkan dengan perempuan

di negara maju, kebanyakan mereka cenderung memilih tidak mempunyai anak terlebih dahulu jika memang masih sibuk dengan karir. Selain itu, sistem disana memang sudah tertata baik dalam pekerjaan, sehingga perempuan yang mempunyai anak diperbolehkan cuti sampai tiga tahun setelah melahirkan, ataupun bekerja paro waktu lebih dulu, kemudian setelah anak bisa ditinggal maka mereka akan fokus kembali pada pekerjaan. Tidaklah mengherankan bahwa perempuan yang bekerja dan berprestasi di Indonesia jauh lebih berat bebannya jika dibandingkan dengan laki-laki yang bekerja, karena laki-laki di Asia, dengan stereotype yang dibangun sosiobudaya masyarakat, lebih sedikit tuntutannya di rumah. Perempuan memiliki tanggung jawab yang lebih berat karena selain dalam pekerjaan dituntut untuk profesional, di rumah pun mempunyai kewajiban sebagai ibu rumah tangga dan tuntutan untuk mengurus rumah dan keluarga. Maka semua beban menjadi tanggung jawab dirinya. Untuk itu, perlu disusun rencana masa depan saat membangun sebuah keluarga, agar nantinya antara karir ataupun keluarga tidak ada yang terbengkalai dan bisa diantisipasi. Tentu saja hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan perempuan ketinggalan zaman. Perempuan harus tetap mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi penggunaannya harus proporsional. Kini banyak dijumpai perempuan, baik ibu rumah tangga maupun perempuan yang berkarir, banyak memiliki akses terhadap teknologi dan informasi, sehingga tidak seperti dahulu, ketika kini dijumpai ibu rumah tangga yang memiliki smart phone dan media sosial lain, hal tersebut tidak lagi menjadi hal yang tabu. Tapi sebuah kenyataan pahit pula ketika kita jumpai banyak keluarga yang terlalu sibuk dengan gadget-nya masingmasing waktu berkumpul bersama. Hal ini perlu menjadi perenungan, karena penggunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IT) dan Media Sosial (Medsos) harusnya memegang prinsip tahu waktu, tempat, dan situasi, serta perlu introspeksi diri sendiri apakah penggunaannya sudah proporsional, objektif, rasional, dan ada tenggang rasa. Menurut Nalini, ketika kecanggihan IT dan Medsos tidak diimbangi dengan prioritas dan rasionalitas, akan menyebabkan perilaku adiksi, menjadikan individu tersebut tidak tahu tempat, waktu, ataupun situasi, serta mudah terpengaruh berbagai hal dari sumbersumber informasi yang tidak tepat

karena tidak menyaring informasi secara proporsional. Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa kecanggihan IT dan Medsos memberikan banyak kemudahan bagi perempuan, misalnya saja ketika memerlukan informasi bahan dan resep masakan tertentu, akan dengan mudah mencarinya karena semua sudah tersedia di internet. Bahkan Asisten rumah tangga saja saat ini jadi pinter memasak karena melihat internet. Namun sekali lagi, segala hal yang didapat haruslah disaring dengan benar, penggunaannya proporsional, dan rasional. Nalini menekankan bahwa IT dan Medsos hanyalah sebuah alat, penggunaannya bergantung pada siapa yang memakai. Diibaratkan sebagai sebuah pisau, apabila berada di tangan perampok, maka akan membuat pisau tersebut bisa-bisa menjadi alat untuk membuuh. Namun di tangan seorang dokter bedah, pisau tersebut bermanfaat untuk melakukan sebuah operasi penyembuhan. Selain itu, penggunaannya memerlukan kesiapan mental bagi individu yang berkepentingan karena perkembangan IT dan Medsos bukanlah untuk dihindari, namun dihadapi. Maka pertahanan diri sendiri menjadi hal yang penting sebagai screening terhadap informasi yang masuk, dengan penanaman pendidikan moral dan mental lewat pola asuh yang baik sehingga kelak anak mempunyai ego strength, resilience dan coping mechanism yang baik, agar anak melakukan penyaringan sendiri terhadap informasi yang masuk. Interaksi yang komunikatif, dialogis, dan intens dalam keluarga juga menjadi pertahanan yang kuat bagi seorang anak, melalui diskusi dua arah dan mengedepankan kualitas kebersamaan dalam keluarga. Pada akhirnya, perkembangan IT dan Medsos mempunyai dampak positip yang bermakna dan diperlukan fokus perhatian pada anak-anak. Anak menjadi baik atau tidak baik, sebagian besar adalah hasil dari pola asuh dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua sejak dini. Bukan sekadar melalui nasehat, namun lebih penting lewat diskusi dua arah sehingga orang tua pun mengerti pikiran anak, saling mendengarkan tanpa menyela, kemudian timbul rasa saling menghargai dan saling menghormati. Apabila orang tua, ibu terutama, tidak mendampingi secara kualitatif, anak-anak akan kehilangan arah, padahal anak adalah generasi penerus bangsa ini. Naskah : Faradillah Mutiani (Lingua) Foto : Farid Rusly

2016

6

47


love story

Takikardi

Prof. H. Muh. Dikman Angsar, dr., Sp.OG(K) dan Irmawati, dr., M. Kes.

Merajut Kekompakan dalam Perbedaan

Lagi pula tak ada cinta muncul mendadak, karena dia adalah anak kebudayaan, bukan batu dari langit. Senada dengan cukilan karya Pramoedya Ananta Toer tersebut, pun demikian dengan perjalanan awal pertemuan Prof. H. Muh. Dikman Angsar, dr., Sp.OG(K) dan Irmawati, dr., M. Kes., hingga akhirnya mereka berhasil melampaui lika liku kehidupan berumah tangga selama 41 tahun lamanya. 48

6

2016


K

esibukanlah yang mempertemukan keduanya tanpa sengaja di acara malam kesenian yang digelar saatLustrum V Universitas Airlanggadi tahun 1969. Saat itu Prof. Dikman didapuk menjadi Sekretaris Panitia Lustrum ke V UniversitasAirlangga, sedangkan dr. Irma menjadi salah satu penari yang tampil mengisi acara. Mungkin inilah yang dinamakan chemistry, meski tanpa ada comblang yang memperkenalkan mereka berdua, uluran jabat tangan perkenalan di malam itu menjadi awal dari tertautnya kedua insan yang mengaku punya kepribadian bertolak belakang ini. “Saya dikenal sebagai sosok yang pendiam, bahkan di keluarga sekali pun. Berbeda dengan istri saya yang lebih suka ngobrol,” tutur profesor angkatan 1960 Fakultas Kedokteran (FK) Unair ini. Saling Menerima Namun rupanya perbedaan tersebut menjadi satu poin yang membuat mereka bisa saling mengisi. “Saling menerima kekurangan dan mau memahami pasangan adalah satu resep untuk menjaga keharmonisan rumah tangga,” imbuh dr. Irma berbagi tips. Apa yang disampaikan ibu empat orang anak tersebut memang teruji bukan saja soal menghadapi suaminya yang pendiam, tapi juga bagaimana bisa mengatasi rentang perbedaan usia 9 tahun diantara mereka, termasuk menyelaraskan hobi keduanya yang berbeda. “Bapak (menyebut Prof. Dikman) hobi sekali membaca dan musik, di mana-mana ada buku. Awalnya sumpek, tapi lamalama ya saya bantu bereskan,” imbuhnya. Dibalik perbedaan itu ternyata keduanya kompak tentang menjadikan keluarga mereka sebagai prioritas.

Lepaskan Karier Kesamaan pemahaman ini yang membuat dr. Irma tidak berkeberatan saat harus berhenti sebagai PNS dan memilih mengasuh putra putrinya. “Saya masih meyakini bahwa perempuan sekali pun ia berkarier, kehidupan keluarga tetap harus menjadi prioritas utama. Dan ternyata istri saya pun memiliki pemahaman yang sama, sehingga ia tidak keberatan saat hasil diskusi kami berakhir dengan keputusan agar dia melepaskan statusnya sebagai PNS Staf Pengajar Farmakologi Universitas Arlangga” terang Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Keputusan itu diambil setelah dr. Irma melahirkan putra pertamanya. Buah hati memang menjadi satu karunia yang paling dinanti dari sebuah pernikahan. Pun demikian dengan Prof. Dikman dan dr. Irma. Namun, mendapatkan karunia ini

bukan hal mudah bagi mereka, kesabaran dan doa yang teruntai tanpa putus, akhirnya baru terjawab setelah tujuh tahun masa pernikahan dilalui. Kala itu Prof Dikman sedang menjalani pendidikan tambahan bidang obgyn di tiga rumah sakit di Paris, Perancis. Seperti biasa, dr. Irma dengan setia senantiasa mendampingi suami tercintanya. Ternyata di Kota Paris yang romantis ini, dr. Irma hamil. Bahagia bercampur haru pun berkecamuk menjadi satu di benak keduanya. Namun rupanya tidak cukup sampai di situ ujian kesabaran yang harus mereka lalui, dr. Irma kemudian mengalami keguguran pada musim semi di Paris. Namun, keyakinan mereka bahwa anak adalah rizki titipan Sang Khalik, akhirnya berbuah manis. Sebulan setelah keguguran, dr. Irma hamil lagi di Paris. Tak ingin kehilangan anak keduanya, mereka pun memutuskan pulang ke Indonesia, meski sebenarnya tenure Prof. Dikman belum selesai. Tahun 1982, putra pertama mereka lahir di Surabaya, setelah menunggu tujuh tahun. Tahun berikutnya dr. Irma kembali hamil anak kedua dan ketiga lahir dalam rentang masing-masing satu tahun. Keadaan dianugrahi Allah SWT anak berturut-turut selang setahun, tidak memungkinkan dr. Irma bekerja, sehingga ia memutuskan berhenti sebagai PNS Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. “Walaupun dibantu tiga asisten rumah tangga di rumah, tetap saja segala hal yang berkaitan dengan kebutuhan anak, saya handle sendiri. Makanya cukup repot juga punya 3 orang anak yang semuanya balita, dan keputusan berhenti bekerja adalah solusi terbaik yang membuat saya bisa lebih tenang karena setiap saat dapat melihat perkembangan anak-anak,” tutur dokter alumni FK Unair angkatan masuk 1969 tersebut. Terlebih saat itu kesibukan Prof. Dikman cukup padat, yang selama 26 tahun berturut-turut duduk dalam birokrasi. Tujuh tahun sebagai Wakil Direktur RSU dr. Soetomo, tujuh tahun sebagai Direktur RSUD dr. Soetomo, tujuh tahun sebagai Manager Graha Amerta dan akhirnya lima tahun sebagai Direktur RS Pendidikan Universitas Airlangga. “Praktis bapak jarang di rumah setiap harinya. Pagi berangkat ngajar di kampus, lanjutke RSUD dr. Soetomo hingga sore, lalu kembali ke rumah sebentar untuk istirahat dan berangkat lagi ketempat praktik hingga malam. Kalau saya juga sibuk berkarier, lalu bagaimana dengan anak-anak? Makanya kami sepakat untuk berbagi tugas. Bapak yang ngantor, saya menemani anak-anak di rumah,” urai dr. Irma.

Jadikan Keluarga sebagai Rujukan Utama Mereka meyakini, bahwa bimbingan dan pengawasan orang tua sangat vital bagi anak. Tumbuh kembang mereka tidak bisa dipercayakan begitu saja pada asuhan orang lain. Keluargalah yang sebaiknya menjadi rujukan untuk membentuk karakter anak, sebelum kelak mereka terjun dan berjuang dengan kerasnya kehidupan di luar sana. Ibarat pohon, bila akar dan batang sudah cukup kuat dan dewasa, dia akan dikuatkan oleh taufan dan badai. Namun jika belum maka taufan dan badai dengan mudahnya akan merobohkan mereka. Setelah sepuluh tahun berhenti bekerja, dr. Irma akhirnya kembali berkarya dengan beberapa orang rekan, merintis berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah, Surabaya di tahun 1991 setelah lulus S2 untuk mengajar Biomedik di preklinik dan hingga saat ini, masih aktif mengajar di sana. KekompakanP rof. Dikman dan dr. Irma menjalin kehidupan rumah tangga selama lebih dari empat dekade menyisakan banyak pelajaran berharga. Problematika rumah tangga tentu hanya bisa dipahami oleh pasangan suami istri yang menjalani pernikahan. Berat ringannya konflik yang bisa terjadi dalam rumah tangga bergantung pada orang-orang yang memang terlibat dalam permasalahan tersebut. Pentingnya Harmonisasi Harmonis adalah perpaduan dari berbagai karakter warna yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Warna hitam misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin dan jarang orang menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi jika berpadu dengan warna putih, maka ia akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik, akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat. Demikian juga halnya dengan rumah tangga yang merupakan perpaduan antara berbagai karakter; ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa masingmasing warna tersebut sempurna karena pasti di antara mereka memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh sebab itu, dalam berumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan harus saling berpadu mengisi kekosongankekosongan yang ada. Naskah : Poppy Febriana Foto : Dokumen Pribadi

2016

6

49




galeri

x-ray

Travel Photography dalam Bidikan

Wita Saraswati, dr., Sp.OG(K)

T

ravel photography merupakan salah satu aktifitas fotografi yang merekam area landscape, gedung, kehidupan manusia, kultur, ataupun sejarah. Travel photography tidaklah dibatasi oleh area ataupun batas Negara tertentu. Fotografi ini dapat dikerjakan oleh tenaga profesional ataupun amatir. Travel photography merupakan suatu tantangan tersendiri, karena harus mampu merekam moment dengan kondisi sinar apa adanya. Tetapi perbedaan kondisi penyinaran ini merupakan hal yang dicari para pecinta fotografi sehingga  membedakan hasil foto seseorang dengan lainnya. Hal ini pula yang membedakan wisata (tour) biasa dengan photographic tour. Pengaturan waktu akan memberikan kesan baik bila waktu makan atau istirahat disiapkan saat tour wisata biasa, sementara tour photography akan mengajak pemotret keluar hotel bahkan sejak peserta tour wisata biasa belum bangun, selain itu waktu sarapan adalah saat yang baik untuk memotret. Jadi, lupakanlah waktu sarapan yang normal bila mengikuti tour photography. Wita Saraswati, dr., Sp.OG(K) telah berhasil merekam berbagai objek landscape selama berkunjung di beberapa area di luar negeri. Rekaman gambar di kala senja terekam dengan jelas beserta bangunan khas Belanda. Nuansa musim salju dan pepohonan tanpa daun terlihat terekam kuat pada foto tersebut. Beberapa foto merekam hunian bergaya Eropa ditepi sungai di waktu senja menjelang malam. Menara Eiffel juga berhasil di foto dengan sudut pengambilan yang jeli. Sementara foto lainnya merekam suasana musim semi di Negara Asia Timur. Tampak bangunan khas Asia Timur beserta pepohonan yang tumbuh menghijau serta danau yang amat asri mengelilingi gedung tersebut. Naskah : Adityawarman Foto : Wita Saraswati, dr., Sp.OG (K)

52

6

2016


Menangkap senja di sudut Golden Temple, Tokyo, Japan. 2016

6

53


galeri

x-ray

Menara Eiffel, Paris, France yang tampak anggun di tengah dinginnya salju.

Saat salju menyelimuti lansekap Zaanze Schaan, Netherlands.

54

6

2016


Beside the River, Amsterdam, Netherlands. 2016

6

55


pojok kenangan

Korpus Alienum

Tri Hartini Yuliawati, dr. (Angkatan 1995)

Ketinggalan di Rumah Pak Lurah

S

aat itu kami sedang melakukan PPKM di desa Bangsri, kecamatan Plandaan, kabupaten Jombang, dan harus memesan kue di kota untuk konsumsi penyuluhan. Karena di rumah kos mahasiswi putri sedang tidak ada motor, maka saya dan salah satu teman kos pun berjalan ke tempat kos mahasiswa putra yang kebetulan adalah rumah pak Lurah. Sampai di kos putra, saat teman saya mengambil sepeda, saya masuk ke dalam rumah sebentar untuk koordinasi lagi. Saat saya keluar, saya sudah tidak melihat teman saya tadi. Saya tanya ke teman-teman, katanya sudah berangkat naik motor sendirian. Saya heran, tadi katanya mau berangkat bareng, kok saya ditinggal. Kala itu, salah satu mahasiswa putra yang juga melihat kejadian ini hanya berkata, “Tenang ae Yul, mengko lak yo mbalik dewe areke. Dienteni nang kene ae.� Dan ternyata benar, selang 15 menit, teman saya tadi datang, tapi sambil marah-marah. Saya bingung, yang ditinggal itu saya, kok yang marah-marah dia. Ternyata, ketika dia mengajak saya bicara, dan tidak ada yang menyahuti. Dia pun menoleh ke belakang, dan baru sadar kalau saya tidak ada di boncengannya. Dia pun langsung kaget dan khawatir, jangan-jangan saya terjatuh di jalan. Akhirnya, dia memutuskan untuk putar balik dan mengendarai motor pelanpelan mencari saya yang mungkin terjatuh, sampai akhirnya dia kembali sampai di rumah pak Lurah, dan melihat saya ada di situ. Naskah : Martha Kurnia Foto : dokumen pribadi

Eko Wahyu Agustin, dr. (Angkatan 1992)

Hampir Hanyut di Sungai saat Bolos

M

eski bertubuh mungil, saya adalah pecinta alam sejati. Itulah mengapa saat tim Wanala Unair melakukan penelitian ke Meru Betiri, Banyuwangi saya rela bolos seminggu agar bisa ikut. Untuk mencapai tempat penangkaran penyu, tim harus menempuh medan yang masih berupa hutan dengan berjalan kaki, termasuk menyeberangi sungai yang arusnya cukup deras dan ketinggian airnya sebatas dada. Karena badan saya paling kecil di antara mahasiswa yang lain, jadi meskipun yang lain sebatas dada, batas air sampai leher saya. Nah, waktu itu, sudah hampir sampai di ujung satunya, tiba-tiba saya terpeleset, ya otomatis badan saya langsung masuk dalam air semua, dan hampir terseret arus. Untungnya, saya bisa berenang, jadi saya berusaha berenang sampai ke tepi. Belum lagi, karena saat itu adalah bulan Ramadhan, maka sahur dan buka juga dilalui dalam hutan di pinggir pantai. Menu sahur dan buka menyesuaikan apa yang ada. Kalau pas dapat kerang di pantai, ya masak kerang. Kalau dikirimi ranger pucuk daun pakis, ya itu yang dimasak. Tapi, meski menu seadanya, nikmatnya tak terhingga. (Martha Kurnia)

Naskah : Martha Kurnia Foto : dokumen pribadi

Dyah Intania Sari, dr. (Angkatan 2001)

K

Lima Jagoanita Lompat Jendela Anatomi

arena jumlah mahasiwa angkatan 2001 cukup banyak, maka kuliah dan praktikum anatomi dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, kuliahnya pagi dengan praktikum siang, sementara kelompok kedua kebalikannya. Saat itu, saya masuk di kelompok dua yang jadwal praktikumnya pagi. Tak jarang, saat berangkat kuliah, saya belum sarapan, seperti hari itu. Saya berangkat tanpa sarapan, sehingga saat praktikum anatomi, perut mulai keroncongan. Namun, peraturan tetap peraturan. Mahasiswa tidak diperbolehkan meninggalkan tempat praktikum anatomi. Karena perut semakin berdentumdentum, saya pun celingak celinguk kiri kanan, kebetulan tak tampak satu orang dosen pun. Akhirnya, kami cewek berlima

56

6

2016

yang bernasib sama memutuskan curi waktu untuk cari makanan di kantin. Karena tidak mungkin lewat pintu masuk, maka kita pun melihat kesempatan bisa keluar dengan melompati jendela. Kita pun berlima selamat dan sukses keluar ruang praktikum dengan melompat jendela besar yang langsung berhadapan dengan taman. Nah, bencana besar baru terjadi saat kita kembali ke ruang praktikum. Saat kami berlima pelan-pelan masuk kembali ke ruang praktikum, juga dengan lompat jendela, ternyata sudah ditunggu salah satu dosen anatomi yang terkenal disiplin, dan “maaf� galak. Akhirnya, kami berlima pun dipanggil ke ruang dosen dan disidang. Sanksinya sih nggak masalah, malunya itu lhooo... (Martha Kurnia) Naskah : Martha Kurnia Foto : dokumen pribadi


2016

6

57


berita

inspeksi

Gelar Malam Renungan, Ajak Masyarakat Sadar Bahaya Komplikasi Persalinan

D

Peringatan Hari Kartini pada 21 April lalu digunakan Departemen Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FKUA) sebagai momentum untuk menyadarkan masyarakat, utamanya para ibu terkait bahaya komplikasi persalinan.

epartemen Obstetri Ginekologi FK UA mengadakan malam renungan di lapangan depan patung Ganesha FK UA, Kamis (21/4) malam. Kurang lebih 120 orang dari berbagai komponen masyarakat, hadir dalam renungan tersebut. Kepala Pendidikan Spesialis Obstetri Ginekologi FK UNAIR/RSU dr. Soetomo Surabaya, Dr. Hermanto Tri Joewono, dr., Sp.OG(K) mengatakan, banyak yang belum tahu bahwa RA Kartini meninggal dunia beberapa hari setelah melahirkan. Sehingga, ada kemungkinan bahwa Kartini meninggal karena komplikasi persalinan. Bisa karena perdarahan. Bisa

Penyalaan Lilin Lampion

58

6

2016

juga karena eklamsi. Itulah mengapa acara renungan tersebut diselenggarakan bertepatan dengan Hari Kartini. Rapatkan Barisan di Hari Kartini Karenanya, sambung dokter Hermanto, penting untuk menjadikan momen Hari Kartini sebagai momentum untuk mengingatkan komponen masyarakat terhadap pentingnya merencanakan saat kelahiran, mengatur jumlah dan jarak kehamilan, serta rajin periksa sebelum dan selama kehamilan. Juga melahirkan dengan tenaga terlatih di fasilitas kesehatan dan memberikan ASI. “Renungan ini ditujukan untuk

lebih merapatkan barisan dalam upaya menyelamatkan aset strategis bangsa dan pemilik masa depan, yakni ibu hamil dan janinnya. Tidak layak seorang ibu yang memberikan satu kehidupan baru dalam keberlangsungan bangsa Indonesia, tidak dapat terselamatkan,� tegas alumnus angkatan 75 FK UA ini. Acara yang diisi dengan kegiatan renungan, tiup lilin, dan juga talk show tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak. Diantaranya dari dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI). Berbagai elemen masyarakat juga hadir. Unsur pemerintah


Ibu Netty Ketua IBI Jatim dan Adriansyah, dr., Ketua Aliansi menandatangani Pakta Integritas Eclampsia Awareness Day 2016

selaku pengambil keputusan, BKKBN dan juga pihak yang concern terhadap perlindungan perempuan. Ada juga mahasiswa PPDS dan mahasiswa S2 yang peduli pada masalah ini. Tingginya Angka Kematian Ibu Menurut orang nomor satu di Departemen Obstetri Ginekologi dan PPDS1 Obstetri Ginekologi FK UNAIR tersebut, selama ini, kematian ibu di Indonesia yang diakibatkan karena persalinan, masih sangat tinggi. Angkanya memang bervariasi. Estimasinya yakni 359/100 ribu kelahiran. Bahkan, selama tiga tahun terakhir, hampir setiap hari dirinya mendapati ada ibu meninggal dunia ketika melahirkan. Ironisnya, kematian ibu melahirkan tersebut sejatinya bisa dicegah dengan melakukan upaya-upaya preventif. “Selama setahun rata-rata 60-an ibu meninggal. Kalau dibagi 52 minggu, tiap minggu satu. Kami menghadapi itu di RSUD dr. Soetomo yang secanggih ini. Ada yang bermasalah sebelumnya, dibawa ke sini sudah telat. Karena itu, alangkah baiknya kontrol dengan rutin sebelum melahirkan dan selama melahirkan, sehingga masalah dapat dicegah dan angka kematian 50 persen turun,” sambungnya. Sebenarnya, sambung dokter kelahiran Malang ini, sudah banyak upaya

Kami memandang mungkin diperlukan upaya tambahan. Bahwa dibutuhkan lebih banyak orang bergandengan tangan untuk menurunkan angka kematian ibu. yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan. Masalahnya, tidak banyak ibu-ibu yang mau melakukan upaya preventif seperti memeriksakan diri sebelum kehamilan. Kesadaran untuk melakukan itu masih sangat kurang. “Kami memandang mungkin diperlukan upaya tambahan. Bahwa dibutuhkan lebih banyak orang bergandengan tangan untuk menurunkan angka kematian ibu. Karena itu, ide dari acara ini, kita bersama-sama menggugah masyarakat menyelamatkan aset bangsa. Ibu ini aset strategis karena

dia menghadirkan kehidupan baru pemilik generasi,” sambungnya. Merangkul Kepedulian Masyarakat Upaya mengajak masyarakat untuk lebih peduli pada ancaman eklamsi terhadap keselamatan ibu, tidak hanya dilakukan pada peringatan Hari Kartini saja tapi juga pada peringatan Hari Ibu, 22 Desember. Bahkan, juga ada hari Kesadaran Eklamsi yang diperingati setiap tanggal 19 Oktober. Adapun upaya yang dilakukan mulai dari kursus calon pengantin dengan datang ke Kantor Urusan Agama (KUA) serta secara proaktif datang ke Puskesmas dan mencari ibu-ibu hamil yang berisiko tinggi untuk kemudian diajak melakukan kontrol rutin. Ada tiga tempat yang menjadi pilot project karena angka kematian paling tinggi. Yakni di Mulyorejo, Kalijudan, dan Borneh (Kabupaten Bangkalan). “Harapan kami, minimal ada percikan bagus dari acara ini sehingga ada perubahan mindset, termasuk decision maker. Ayo kita sama-sama, ndak bisa satu saja bisa selesai semua. Harus banyak yang bergerak,” pungkasnya. Naskah : hadi santoso Foto : Alvin Saputra

2016

6

59


renungan

fisiologi

TRX, The Art of Suspension Training Pelaksanaan aktivitas sehari-hari yang optimal membutuhkan performa fungsional yang adekuat. Apalagi bila kualitas hidup menjadi fokus yang ingin dipertahankan hingga usia tua. Karenanya upaya mempertahankan kemampuan fungsional merupakan hal yang penting dilaksanakan sedini mungkin.

B

erbagai jenis latihan fisik telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Secara tradisional telah dikenal jenis latihan ketahanan, penguatan, fleksibilitas, koordinasi, dan kelincahan. Perkembangan ilmu olahraga pada beberapa tahun terakhir ini berfokus pada latihan fungsional yang merupakan gabungan dari berbagai jenis latihan di atas dengan tujuan mempertahankan performa fungsional yang adekuat. source: http://anahatavi.com/wp-content/uploads/2014/01/TRX-Shutterstock-1.jpg

60

6

2016


source: http://lsa5.0.assets.s3.amazonaws.com/wp-content/uploads/2014/12/vitalitypower4u.com-TRX-Training.jpg

Fokus utama latihan fungsional ini adalah latihan penguatan. Beberapa penelitian telah membuktikan manfaat dari latihan ini pada peningkatan kecepatan berjalan, waktu reaksi, keseimbangan, kemampuan naik turun tangga, dan berdiri dari posisi duduk. (Kosmata, 2014; Gaetke dan Morat, 2015) Suspension (sling) training, yang sekarang marak dikenal sebagai TRX, merupakan salah satu bentuk

latihan fungsional. Suspension training menggunakan tahanan dari berat badan pada saat memegang handle yang ditautkan pada support yang tidak bergerak (misalnya dinding dan pintu). Jenis suspension trainer ada yang portable atau menetap (misalnya di gymnasium). Latihan ini memberikan efek aktivasi otot core, pemulihan kekuatan dan keseimbangan, sehingga dapat dilakukan oleh berbagai kelompok

usia. Tentu saja penggunaan TRX pada masing-masing kelompok usia harus didesain dengan baik untuk menghindari kemungkinan cedera. Pemilihan jenis gerakan, set, dan repetisinya merupakan hal yang harus diatur. Di bawah ini adalah beberapa gerakan latihan TRX. Naskah : Damayanti Tinduh Foto : Istimewa

BASIC USE

Single Handle Mode

Heels in TRX

Toes in TRX

Offset Foot Pesition

UPPER BODY EXERCISES TRX Chest Press & TRX Single Chest Press

TRX Atomic Push Up

TRX Chest Fly

TRX Back Row

2016

6

61


kuliner

nutrisi

Kehadiran bakso di Indonesia tak hanya menjadi pelengkap kuliner nusantara. Makanan dari gilingan daging ini begitu populer di semua umur. Hampir di semua daerah di nusantara memiliki citarasa tersendiri. Bakso semakin menegaskan diri sebagai makanan yang dekat dengan masyarakat.

62

6

2016


Kehangatan Bakso yang Menggoda

B

akso sendiri sebenarnya berasal dari China. Tepatnya di Fuzhou, pada akhir Dinasti Ming, atau sekitar awal abad ke-17. Di Indonesia, bakso bermetamorfosa menjadi ragam kuliner yang menarik. Mulai dari tawaran pedas, ukuran yang besar sampai penambahan keju dan jamur yang membuat isi mangkok menjadi semarak. Meskipun kini lebih beragam, bakso tetap pada identitasnya. Kuah yang segar dan gurih dipadu dengan kenyalnya daging bakso yang mampu mengoyang lidah. Tambahan mi, tahu, gorengan serta sayuran yang memberikan kreasi lebih menyenangkan sesuai dengan selera. Berikut pilihan bakso yang bisa menjadi destinasi kuliner Anda. Bakso Tanjung Anom Bagi warga Surabaya, bakso Tanjung Anom mewakili entitas masyarakat. Kuah yang sedap dan bakso yang cadas seperti gambaran warga Surabaya yang dekat dengan lautan. Isinya tak begitu banyak macam, tapi soal rasa dan keunggulan bakso patut menjadi perhitungan. Usaha ini pertama kali dirintis pada sekitar 1982 yang diawali di Jalan Tanjung Anom Surabaya. Awalnya usaha ini hanya berupa usaha kecil-kecilan karena tempatnya yang berdekatan dengan SMPN 4 Surabaya. Depot es teler Tanjung Anom dan bakso daging sapi ini buka mulai pukul 12.00 WIB dan tutup pukul 22.00 WIB. Untuk menu bakso sendiri para penikmat kuliner ditawarkan dalam dua varian bakso, yakni: bakso kasar dan halus. Dua tipe bakso ini diatur hingga menjadi tiga varian menu. Selesai menikmati bakso, keberadaan es teler yang sudah lumer membuat fokus Anda langsung tertuju pada mangkok yang ukurannya sama besar seperti mangkok bakso. Rasa segar langsung terasa. Ada campuran mutiara, buah nangka, alpukat, dan serutan es batu. Serta tak lupa susu kental manis yang begitu berlimpah. Bakso Damas Malang Berbekal skill saat menjadi karyawan gerai bakso Cak Man, Aryo Damas sukses membesarkan bakso miliknya sendiri yang dinamakan Bakso Damas. Bahkan, Damas hingga saat ini menjadi supplier bakso bagian dapur perusahaan tambang emas asal Amerika, PT. Freeport Indonesia. Proses yang dilalui Aryo Damas boleh dibilang cukup berliku. Dia mendirikan Bakso Damas mulai dari nol. Awalnya, Damas merupakan karyawan Bakso Cak Man tahun 1989

sampai 1993. Waktu itu, dia berjualan menggunakan gerobak keliling di sekitar Jalan Kedawung. Sembari berjualan, dia menyisihkan keuntungannya untuk modal berjualan bakso sendiri. Dengan komisi Rp 4.500 per hari, pria 41 tahun ini mengumpulkannya untuk membeli peralatan memasak bakso. Setelah panci, kompor, dan terakhir adalah sepeda kayuh (sepeda ontel), dibelinya pada tahun 1993. Damas pun mulai berjualan keliling sendiri dengan menggunakan sepeda dan rombong kecil di belakangnya. Dua tahun berikutnya, satu gerobak tambahan dimilikinya untuk ditempatkan di pinggir Jalan Soekarno-Hatta yang saat ini menjadi lokasi depotnya. Dari segi rasa, Bakso Damas memang tidak berbeda jauh dari bakso Malang pada umumnya. Meski demikian, pelanggan yang datang sampai saat ini terus meningkat. Dari beberapa pelanggan yang ditemui ternyata ada menu yang cukup populer di sini. Yaitu bakso jumbo (di Malang disebut pentol jumbo). Bakso yang satu ini berukuran kurang lebih lima kali lebih besar daripada ukuran bakso normal. Meski ukurannya besar, rasanya tetap empuk dan sedikit kenyal. Aroma dan rasa dagingnya juga terasa di lidah. Selain itu, pelanggan lebih senang memesan bakso jumbo dengan alasan lebih puas, daripada mengambil lima bakso ukuran normal. Bakso Keju Bintoro Bakso yang terbuat dari daging? Sudah biasa! Ini bakso yang unik dan memiliki rasa yang nyeleneh. Bakso dari adonan daging yang diisi dengan keju atau jamur. Kedai bakso keju dan bakso jamur Bintoro bertempat di jalan Bintoro, Surabaya. Atau untuk lebih mudahnya, kedai ini berada di belakang Rumah Sakit Darmo Surabaya. Kedai legendaris ini memang hanya terdiri dari sebuah gerobak dan beberapa meja kursi, tapi tempatnya bersih dan nyaman. Tak jarang juga orang-orang bermobil datang untuk menikmati kelezatan kuliner ini. Selain bakso keju dan bakso jamur, para konsumen juga bisa menikmati bakso isi telur puyuh, tahu putih, tahu coklat, mi putih, dan gorengan. Bakso yang sudah dipilih dan diberi kuah akan ditaburi dengan bawang goreng dan daun bawang yang membuat citarasanya makin mantap. Untuk harga, bakso keju Bintoro ini cukup ramah bagi isi dompet. Setiap baksonya dihargai Rp 2.000,-. Murah bukan? Tidak heran jika kedai ini selalu ramai dikunjungi pelanggan. Naskah : Poppy Febriana & Emi Harris Foto : istimewa

2016

6

63


reportase

PERIFER

Dr. DORA THE EXPLORER, SEPENGGAL HARAPAN DOKTER DAERAH TERPENCIL Pernah terjebak menonton film animasi Dora the explorer? Pusaran ceritanya ada pada Dora, seorang gadis kecil Amerika berdarah Meksiko, yang amat suka bertualang sekedar untuk mencari tahu sesuatu. Dengan backpack ungu di punggung dan ditemani oleh seekor kera kecil, Boots, bertualanglah dia menjelajahi tempat-tempat yang baru.

S

etiap episodenya bercerita tentang bagaimana mereka harus deal kesulitan-kesulitan yang mereka temui selama perjalanan. Kadang-kadang mereka harus menjalani ritual yang berurusan dengan Swiper, animasi seekor serigala yang hobinya muncul secara tiba-tiba mengambil barang orang lain. Untuk menghentikan aksi Swiper, Dora mesti bilang “Swiper no swiping” sebanyak tiga kali. Penonton juga diminta untuk membantu menunjukkan dimana barang curiannya disembunyikan. Dora selalu berhasil. Yah, memang kisah Dora, (namanya juga cerita anak-anak) selalu dibuat berhasil. We did it, ….we did it… Berhasil, berhasil, berhasil….yeee…. begitu yel-yel Dora dan Boots bila sukses mencapai suatu lokasi tertentu atau berhasil melakukan sesuatu. Sekarang kita bicarakan Dora yang lain. Dora yang satu ini berbeda. Dora ini bukan tokoh animasi. Yang ini real. Sejak dinyatakan lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan disumpah menjadi dokter pada tahun 2013 nama panggilannya sedikit berubah. Dokter Dora, begitu sekarang orang-orang di sekitarnya memanggilnya. Aku mau ke Indonesia Timur. Ke

64

6

2016

Maluku. Begitu tekat dokter fresh from the oven ini saat ditanya mau PTT dimana. Ada kerabatkah di sana? Tidak ada. Terus mengapa cewek macam kamu harus pergi jauh ke sana? Simple, pantainya bagus. Di sekitar Medan sini kan banyak pantai yang bagus pula kan? Iya, tapi pantai dengan kualitas bagusnya di level amat sangat banget sekali hanya ada di Maluku. Lalu mulailah dia mendaftarkan diri dan mengutak-atik kabupaten mana yang akan dipilihnya. Kabupaten Seram Bagian Timur. Mengapa? Kabupaten ini mau menerima dokter yang jumlahnya paling banyak, tujuh orang. Jadi peluang diterima PTT tentunya relatif lebih besar. Pokoknya masuk saja di Maluku dululah. Begitu pikirnya. Benar, dia diterima sebagai dokter PTT di Kabupaten Seram Bagian Timur. Berhasil,…berhasil,… berhasil…yee! 17 September 2016 jam 9 malam, petualangan Dr. Dora dimulai. Terbang dari Medan menuju ke Ambon. Lanjut dari Ambon menuju ke Bula–ibukota Kabupaten SBT melalui jalan darat dan laut. Tiba di Bula jam 11 malam. Total empat belas jam perjalanan dari Medan ke Bula. Di ibukota kabupaten ini, dia ditentukan ditugaskan di Puskesmas

Werinama. Saat itu masih belum ada jalan tembus dari Bula yang ada di pantai utara, menuju ke Werinama yang ada di pantai selatan. Maka dia harus ambil jalan memutar. Dari Bula ke Werinama ditempuh selama tujuh belas jam. Lalu untuk pertama kalinya naik speed boat. Dari Tehoru ke Werinama. Dan untuk pertama kalinya juga, dihajar ombak selama tiga jam. 25 Oktober 2013. Tibalah dia di Puskesmas Werinama. Bagaimana perasaanmu setelah tiba di Werinama? Menangis! Lho,mengapa? ‘kan sudah diniati…Iya sih, tapi jauhnya dan susahnya itu lho, kok ternyata juga ada di level amat sangat banget sekali …. Wauw, begini ternyata Indonesia kita. Mau balik kanan maju jalan pulang kampung? Tidaklah, itu hanya sindroma galau sesaat saja, begitu katanya sambil tersenyum. The life must go on, kontrak 2 tahun harus dinikmati dan diselesaikan dengan baik. Jadi, bagaimana rasanya jadi dokter di daerah dengan kategori sangat terpencil itu? Seru,… Untuk pertama kalinya dia mengaku merasa jadi dokter beneran. Sekarang tidak ada lagi guru yang meng-cover dia saat melayani pasien. Masyarakat tahunya dia adalah dokter beneran yang bisa menjadi tumpuan


harapan mereka bila sakit. Sakit apa saja. Mereka menggantungkan harapannya sepenuhnya padanya. Ini bukan perkara yang mudah bagi seorang brand new dokter. Misalnya ketika harus menangani kasus malaria. Dia sama sekali tidak pernah menangani pasien malaria selama pendidikan dokter. Dia harus membuka buku lagi mencocokkan gejala klinisnya dan memahami terapinya. Bersyukur kalau ternyata sekarang dia sudah hapal betul bagaimana menangani pasien malaria. Dia juga, sejujurnya, merasa lemah dalam urusan kebidanan dan kandungan karena dia sering membolos selama masa pendidikan dulu, tetapi karena tidak kebagian pasien mengingat banyaknya residen obgyn dan bidan yang samasama belajar di rumah sakit tempatnya menjalani koas. Bahkan untuk pertolongan partus fisiologis pun dia tidak pernah mengalaminya. Jadinya dia selalu panas dingin bila harus deal dengan kasus obgyn. Kalau sudah begini dia butuh banget konsultasi. Tidak ada dokter obgyn di daratan Pulau Seram ini, jadinya dia konsulnya ke teman dokter yang sedang menjadi residen. Untuk kasus bedah, dia pernah mendapatkan kasus yang seru. Seorang bayi usia 8 bulan, berak bercampur darah sejak 2 hari sebelum datang puskesmas. Rewel dan muntah berulang. Dari pemeriksaan fisik ditemukan masa di abdomen kiri bawah. Bising usus meningkat. Colok dubur teraba masa dan sarung tangan didapatkan darah. Secara klinis dia menduga ini bukan disenteri. Ini kasus invaginasi atau intususepsi. Untuk meyakinkan diri, dia konsul pada seorang dokter bedah di Ambon. Dokter bedah sependapat dengan kecurigaanku dan menganjurkan agar pasien dirujuk secepatnya. Ketika disampaikan pada keluarga tentang sakitnya bayi ini, keluarga menolak. Mengapa tidak setuju? Sebenarnya bukan katong seng satuju dok, tapi katong su potong sapi par biking acara potong rambut katong pung kecil ini,‌ tunggu habis acara jua, baru katong pi Ambon. (Sebenarnya bukan karena kami tidak setuju dok, tapi kami sudah memotong seekor sapi untuk acara potong rambut anak ini). Begitu alasannya. Dia mencoba menjelaskan lebih dalam lagi apa sebenarnya penyakitnya, mengapa harus segera dioperasi dan apa bahayanya bila ditunda. Bisa tidak tertolong kalau harus menunggu acara pesta usai dua hari lagi. Lagi pula apa bisa kalian berpesta pora kalau ternyata pestanya harus diakhir dengan tangis kematian? Sampai berbusa-busa dokter Dora menjelaskan. Tidak ada hasil. Dengan memandang sebelah mata, keluarga tetap minta pulang. Dia angkat tangan. Baru disadarinya kalau keterpencilan yang sudah berlangsung sangat lama juga berdampak pada ketertinggalan pola pikir masyarakat. Hidup matinya seorang bayi bisa-bisanya dijadikan taruhan untuk sebuah pesta. Wauw, begini ternyata Indonesia kita‌. 2016

6

65


reportase

PERIFER

Bagaimana dengan nasib bayi itu selanjutnya? Setelah yang ini saja dulu yah..... Sebenarnya daerah ini relatif tidak terpencil-pencil amat bila dibandingkan dengan wilayah di daerah perbatasan seperti di Kabupaten Aru atau Kabupten Maluku Barat Daya. Dua puluh tahun yang lalu koneksi dengan dunia luar hanya bisa melalui laut. Hanya ada satu kapal kayu kecil yang melayari jalur Ambon – Werinama. Frekuensinya 2 minggu sekali. Sekarang? Hanya kapalnya saja yang lebih besar. Kapal perintis Sabuk Nusantara. Jadwal sama, tetap 2 minggu sekali. Rupanya mimpi Bapak Presiden soal tol laut, di Maluku masih sebatas mimpi juga. Wahana transportasi laut di negeri maritim ini masih sangat terbatas dan tidak kunjung maju-maju. Jalan nasional lingkar Seram memang mulai dibangun. Proyek ini benar-benar sangat diharapkan menjadi backbone untuk membuka keterisolasian daerah ini. Namun sayang, dalam kurun waktu 10 tahun sejak daerah ini dimekarkan menjadi Kabupaten SBT, jalan ini belum juga tuntas. Masih ada 5 sungai besar yang memisahkan wilayah ini dengan kecamatan sebelahnya, belum ada jembatan penghubung. Mobil terpaksa harus masuk ke dalam sungai untuk melintasinya. Hanya pada musim kemarau saja sungai ini cukup aman dilalui. Pada musim hujan tunggu dulu. Kalau sedang banjir jangan coba-coba melintasi sungaisungai ini. Demikian juga bila di bagian gunung sedang mendung gelap, bisa sewaktu-waktu terjadi banjir bandang. Sopir yang terlalu nekat dan kurang perhitungan harus mau membayar harga yang mahal, mobil hanyut ke laut lepas. Tercatat sudah ada 2 mobil dalam setengah tahun ini yang hanyut terseret arus deras sungai. Hanyut ke laut Banda dan hilang. Kembali ke bayi kecil tadi. Di rumah keluarga besarnya, rupanya ada yang yang “termakan provokasi “ Dr. Dora. Bapak Kadir namanya, berperan sebagai kakek anak ini. Beliau bisa memahami penjelasan mengapa bayi ini harus segera dirujuk. Beliau yang pernah bertugas di ibukota kabupaten, ternyata cukup berpengaruh di keluarganya. Beliaulah yang membuat keputusan, pesta dibatalkan dan bayinya dirujuk ke Ambon. Butuh waktu satu hari satu malam untuk mencapai Ambon. Setiba rumahsakit rujukan, setelah menjalani tindakan resusitasi dan serangkaian pemeriksaan termasuk pemeriksaan penunjang colon in loop, diagnosis ditegakkan sebagai

66

6

2016

konsultasi hanya bisa dilakukan dengan radio komunikasi SSB. Itupun tidak seberapa luas jangkauannya. Dengan adanya jaringan telepon selular bahkan internet ini sekarang ini dia bisa konsul pada dokter spesialis atau rumah sakit rujukan dengan lebih baik. intususepsi. Kemudian dilakukanlah cito laparotomi eksploratif. Didapatkan intususepsi ileocolical dengan nekrosis ileum. Dilakukan reseksi ileum sepanjang 8 cm dan anastomosis ileoileal. Dari tempat tugasnya di Werinama, Dr. Dora mendengar kabar baik, bayi ini pulih dan membaik. Dia sangat bersyukur. Sangat bersyukur karena terbebas dari sejumlah pengandaian yang bisa berakibat fatal. Andai keluarga ini bersikukuh baru dirujuk dilakukan setelah pesta dua hari lagi, mungkin reseksinya akan lebih panjang lagi. Mungkin saja bayi jatuh dalam kondisi inoperable dan akhirnya benar-benar tidak tertolong. Atau andai mau dirujuk tetapi pas sungai banjir mengingat saat itu sedang musim hujan. Dan yang paling dia syukuri, dia tidak melakukan misdiagnosis. Bersyukur dia membuat diagnosis intususepsi, bukan disenteri. Baru disadarinya betapa mahalnya harga sebuah diagnosis yang tepat. Seperti baru lepas dari beban berat rasanya. Apalagi ketika keluarga (yang sempat bikin dia jengkel) mengucapkan terima kasih atas pemaksaannya agar bayinya segera dirujuk, betapa nikmatnya menjadi seorang dokter. Saking senangnya dia bersorak-sorak dan berseru-seru seperti Dora The Explorer,…. Berhasil, berhasil, berhasil,…yeee… Dia merasa sangat diuntungkan dengan adanya konektivitas komunikasi dengan dunia luar….dulu kata orangorang puskesmas, konsultasi hanya bisa dilakukan dengan radio komunikasi SSB. Itupun tidak seberapa luas jangkauannya. Dengan adanya jaringan telepon selular bahkan internet ini sekarang ini dia bisa konsul pada dokter spesialis atau rumahsakit rujukan dengan lebih baik. Tertolongnya pasien intususepsi ini juga salah satu hasil dari terkoneksinya daerah

ini. Begitu pengakuannya. Terus apa harapanmu Dr. Dora? Sebagai dokter yang bertugas di daerah sangat terpencil, dia mohon agar pembangunan jalan lintas Seram di wilayah kerjanya janganlah dijadikan bancakan lagi. Mohon segera dituntaskan dengan kualitas memuaskan. Dia juga berharap tol laut seperti yang digagas bapak presiden benar-benar segera ada wujudnya. Peningkatan aksesibilitas di wilayah kerjanya ini, diyakininya sangat bermanfaat dan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Misalnya bila harus dilakukan rujukan pasien, maka rujukan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan lebih aman. Dukungan informasi dan konsultasi yang memadai sangat berharga bagi dirinya untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Sentra pendidikan dokter idealnya secara proaktif tetap menjalin komunikasi dengan alumninya dan terus memberi perhatian yang memadai. Manakala para dokter yang bertugas di daerah terpencil sedang menghadapi kesulitan, mereka bisa mendapatkan pilihan dan alternatif solusi yang baik. Akan lebih bagus lagi seandainya dokter spesialis dan tim sesekali datang ke tempat mereka bertugas. Masyarakat yang tidak mampu menjangkau rumahsakit karena alasan transportasi dan biaya, bisa mendapatkan pelayanan kesehatan rujukan di kampung sendiri. Tuntas di kampung sendiri. Para dokternya juga tentunya akan memiliki kesempatan yang lebih seru lagi untuk konsultasi secara head to head dengan para pakar. Perhatian seperti ini akan membuat para dokter itu tidak lagi merasa sendirian bertugas di daerah terpencil. Dan akhirnya, seperti halnya Dora The Explorer, yang ending ceritanya selalu dibuat berhasil oleh produsernya, terbukanya isolasi dan dukungan proaktif ini bisa bikin mereka dan masyarakat di daerah terpencil, akan lebih sering lagi berseru secara rame-rame: berhasil, berhasil, berhasil …yeee…! Begitukah harapanmu dokter Dora The Explorer? Semoga benar-benar bisa segera terwujud Dok. Anyway, selamat melanjutkan tugas. Berhasil, berhasil, berhasil …yeee…! *)Seperti yang diceritakan oleh Dr. Candora Aronta Tambunan, dokter PTT di Puskesmas Werinama tahun 2013 sekarang, Kabupaten Seram Bagian Timur – Propinsi Maluku. Naskah : Agus Hariyanto Foto : Dokumen Pribadi



fashion & mode

Efloresensi

Abaya for

Your Chic Style!

model: Renata Mayangsari, dr., Sp.KK

G

amis atau abaya identik dengan busana muslim dengan model yang menyatu antara atasan dan bawahan. Untuk acara formal, Shafira mengusung koleksi gamis kombinasi tenun dengan warna yang cantik. Detail tenun pada bagian atas sangat manis dikombinasikan dengan bawahan flare warna senada. Padukan dengan style hijab yang simpel menggunakan salah satu warna busana yang tidak dominan agar tidak terkesan monoton.

68

6

2016


model : Amalia Rositawati, dr.

T

idak berhijab namun berbusana gamis? Kenapa tidak? Motif kotak-kotak kecil dengan aksen warna polos ini tampak cantik digunakan untuk acara semi formal. Namun sesuaikan dengan bentuk tubuh Anda, jika tubuh Anda tidak terlalu tinggi jangan lupa memakai high heels yaa...

2016

6

69


fashion & mode

Efloresensi

model : Kinanti Prabawaningrum, dr., Sp.KK

K

oleksi cantik gamis untuk acara formal bagi Anda yang suka dengan detail semi lace. Busana ini sangat cantik tapi tidak terkesan berlebihan karena aksen bermotif hanya pada dada dan lengan, cocok untuk acara semi formal. Gunakan hijab bermotif dengan warna senada.

70

6

2016


model : Amalia Rositawati, dr.

S

alah satu koleksi gamis casual Shafira. Warna terang seperti biru laut terlihat sangat chic dengan aksen asymmetric stripes kombinasi warna merah dan grey. Bagi Anda yang tidak berhijab busana ini dapat tetap terlihat cantik, dan bagi Anda yang berhijab, kenakan hijab pashmina atau style turban warna merah atau grey.

2016

6

71


72

6

2016

fashion & mode

Efloresensi


Formal or casual, Abaya for your chic style!

Naskah : Irmadita Citrasanti Foto : Dimas Prawira model : Amalia Rositawati, dr. Renata Mayangsari, dr., Sp.KK Kinanti Prabawaningrum, dr., Sp.KK

Wardrobe:

Shafira

Jln. RA Kartini no. 107, Surabaya Hijab Style:

Shafira

Make up and Hair Style:

MAYFA Makeup

081235565889 | 081938445889

2016

6

73


opini

kapita selekta

Sjahjenny Mustokoweni, dr., Sp.PA(K), MIAC

DOKTER PEREMPUAN DI INDONESIA Pendidikan dokter di Surabaya sebagai cikal bakal pendidikan dokter di Indonesia telah berusia 103 tahun. Dinamika sistim pendidikan kedokteran yang terjadi menghasilkan produk dokter yang secara kuantitas meningkat namun dari sisi kualitas masih banyak yang mempertanyakan.

K

esetaraan profesi di lingkup nasional masih belum tercapai, penghargaan profesi menurun seperti yang kita saksikan bersama bagaimana dokter di Indonesia mudah menjadi bulan-bulanan kriminilisasi. Lalu bagaimana dengan dokter perempuan di Indonesia? Sering saya mendapat pertanyaan dari sejawat spesialis Patologi Anatomi asing yang menjadi pembicara pada acara- acara ilmiah PA di Indonesia. Mengapa dokter Sp.PA dan residennya mayoritas sekitar 90% adalah perempuan? Apakah kaum lelaki tidak menyukai profesi PA? Dengan ringan saya jawab bahwa ini adalah potret dunia kedokteran Indonesia masa kini. Mulai S1 peserta pendidikan kedokteran sekitar 75% adalah perempuan, profesi spesialis selain Bedah dan Obgyn yang masih didominasi dokter pria, kini sebagian besar adalah dokter perempuan. Menjadi dokter perempuan di Indonesia tuntutannya tidak hanya mempunyai keterampilan dari sisi medis tetapi juga harus bisa menjadi “tokoh� dalam masyarakat sekitarnya. Pengalaman saya saat bekerja di Puskesmas tahun 80 an di salah satu kecamatan di Sidoarjo yang saat itu sebenarnya mirip dengan para sejawat yang bertugas di luar Jawa

74

6

2016

saat ini, karena saya menempati rumah dinas dengan kondisi ala kadarnya. Saya memilih tinggal di rumah dinas yang rata-rata dihindari sejawat lain karena jarak dengan tempat bekerja yang dekat sehingga bisa tepat waktu untuk bekerja. Sebagai seorang Dokter Puskesmas pekerjaan saya bukan sekedar pada hal medis melakukan diagnosis dan terapi saja, tetapi lebih banyak melakukan penyuluhan, pembinaan kader Posyandu yang semuanya ibu-ibu PKK. Perjalanan ke desa harus menggunakan sepeda motor, melalui jalan yang berlumpur dan pernah jatuh karena licinnya jalan di desa. Meski demikian, semua berjalan dengan nikmat dan alhamdulillah kedekatan yang terjalin masih terjaga hingga kini. Saat itu Puskesmas tempat saya bekerja bahkan menjadi salah satu jujugan tamu-tamu asing termasuk WHO yang ingin belajar tentang Primary Health Care di Sidoarjo. Saya jadi berfikir bagaimana dengan sejawat dokter perempuan Indonesia masa kini. Daerah terpencil yang masih sedemikan banyak, fasilitas yang tidak memadai, sementara dokter pun hanya manusia biasa yang juga mempunyai hak dasar sebagai manusia. Dokter perempuan setelah melalui pendidikan yang untuk ukuran di Indonesia adalah

yang terlama dibandingkan profesi lain, biasanya akan dihadapkan pada situasi klasik yaitu membangun rumah tangga, kemudian tentu akan mengikuti di mana suami berada. Langkah dokter perempuan untuk bekerja dalam pengabdian total kepada negara dan bangsa tidak seleluasa dokter pria, dan saya melihat potential lost yang besar dengan kecilnya peran dokter perempuan. Setelah waktu dan biaya besar yang mereka habiskan dalam masa pendidikan, sementara kita ketahui perempuan adalah mahluk unik yang mempunyai potensi besar dalam mengelola berbagai hal dengan tingkat kecermatan dan ketelitian serta ketelatenan yang tinggi. Ini adalah investasi besar yang bila dilakukan evaluasi untuk azas pemerataan dan manfaat akan menghasilkan percepatan di bidang pembangunan kesehatan yang bermakna. Negara perlu memikirkan hal ini, yang memang telah dimulai melalui program Nusantara Sehat dengan mengirimkan tenaga – tenaga kesehatan ke daerah terluar, terpencil, dan perbatasan, termasuk di dalamnya ada tenaga dokter perempuan. Mari kita pikirkan bersama. Semoga bermanfaat. Jakarta 24 Juli 2016 Untuk Majalah DOKTER ku yang tercinta


Informasi Pemasangan Iklan HERU : +62 852-3075-9500 HENRY : +62 896-8627-0561

www.majalahdokter.com majalahdokter

Catatan Editor Redaksi menerima tulisan berupa artikel, opini, laporan perjalanan (hobi, travelling, kuliner) yang sesuai dengan visi dan misi majalah ‘dokter’. Setiap naskah sebaiknya disertai dengan foto atau ilustrasi penunjang. Naskah diketik dalam MS-Word format RTF, panjang naskah 1.000 -1.500 kata. Pembaca juga dapat menyampaikan saran dan kritik tentang content rubrikasi, maupun seputar kegiatan yang berkaitan dengan majalah ‘dokter’. Saran dan kritik terbaik akan dimuat pada Rubrik Surat Pembaca yang akan hadir rutin mulai edisi mendatang.

@majalahdokter

Naskah dikirim via email ke:

redaksi.dokter@yahoo.com Redaksi berhak mengedit setiap naskah yang layak dimuat tanpa mengubah isi yang dimaksud penulis.


76

6

2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.