Krisis

Page 1




MailBOX http://www.majalahrevieweekly.com

Kirimkan surat pembaca Anda ke alamat: Redaksi Majalah Review Weekly, Pertokoan Golden Road, Blok C27 No. 67, BSD - Tangerang Selatan 15320 Email: redaksi.majalahreviewweekly.com

Pemimpin UMUM: Bambang Aji setiady Pemimpin redaksi: budi kusumah Redaktur Eksekutif: latihono sujantyo Redaktur: ratna nuraini, sri wulandari, kukuh bhimo nugroho reporter: Setyo Adhi Nugroho, Gading Putra redaktur foto: dahlan rebo pahing

membuat harga daging turun. Kasihan rakyat karena sekarang harga-harga barang kebutuhan pokok justru naik. Cover: erbhayu

Menteri Kok Beda Pendapat SAYA kecewa dengan harga daging sapi yang sejak Lebaran lalu masih tetap tinggi. Belum lagi ikut pula naik harga daging ayam. Sementara pemerintah seperti kebingungan mengambil langkah untuk menurunkan harga keduanya. Bahkan yang membuat saya heran, bagaimana bisa Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian berbeda kebijakan terkait impor sapi. Menteri yang satu bakal kembali membuka lebar keran impor, sementara menteri lainnya tak sepakat. Menteri Perdagangan Thomas Lembong menyatakan bakal membuka lebar-lebar keran impor sapi potong. Jumlahnya sekitar 200 ribu-300 ribu. Tujuannya untuk memukul para penimbun agar harga sapi hancur karena persediaan sapi melimpah pasca impor. Sedangkan Menteri Pertanian tak sepakat impor, karena menganggap stok sapi di dalam negeri masih mencukupi untuk kebutuhan sampai akhir tahun. Stok sapi nasional saat ini jumlahnya 198 ribu ekor. Entahlah, kebijakan mana yang nanti bakal diputuskan oleh Presiden Jokowi. Sebagai rakyat, saya hanya berharap kebijakan terbaik yang bakal diambil. Yang penting adalah harga daging bisa segera kembali normal. Syukur-syukur malah bisa turun. Semoga Presiden Jokowi benarbenar bisa membuat kebijakan yang

4

REDAKTUR DESAIN: erbhayu prananta Desain & layout: ade moh sofyan, yayan taryana

unit usaha

Suwandi, Vila Mutiara, Bogor

pemimpin perusahaan: Bambang Aji setiady marketing: Arief Nazarudin, Celline Agatha

Rizal Ramli Oke Juga

alamat redaksi dan usaha: Pertokoan Golden Road, Blok C27 No. 67, BSD, Tangerang Selatan, BANTEN 15320 Telp: 021-538 3063

DI TENGAH kondisi saat ini yang serba menekan, saya merasa terhibur juga dengan dipilihnya Rizal Ramli menjadi Menko Kemaritiman dan Sumber Daya. Seolah muncul hiburan baru dengan kritikan-kritikan pedasnya terhadap koleganya di kabinet. Bayangkan saja, Wapres Jusuf Kalla saja sempat sewot. Belakangan, Rizal ditugaskan oleh Presiden Jokowi untuk membereskan masalah lambatnya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Jika Menko sebelumnya gagal, mudah-mudahan Rizal Ramli tak seperti itu. Begitu dipercaya presiden, Rizal ternyata bergerak cepat. Dia tampaknya segera mempelajari masalah keruwetan di Tanjung Priok. Saya senang ketika dia menyatakan bakal membabat habis mafia di sana. Termasuk berani menghadapi backing para mafia tersebut. Jika saat ini dwelling time 5 hari lebih, Rizal Ramli dan tim bentukannya menyatakan sanggup membuatnya tinggal 2,5 hari pada Oktober nanti. Hebat betul, membereskan semuanya hanya dalam sebulan. Mudah-mudahan saja apa yang dijanjikan bakal terealisasi. Menurut saya, Rizal Ramli harus membuktikan bahwa dirinya juga bisa bekerja. Tak cuma pandai melontarkan kritik yang sudah jadi trade mark-nya selama ini. Selamat bekerja Pak Rizal Ramli.

SAYA bukan ekonom dan bukan pula pengamat ekonomi. Tapi saya merasa sedih jika kini rupiah makin lemah dan tembus angka 14 ribu per dolar AS. Katanya hal itu disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi banyak negara di dunia. Entahlah. Cuma yang saya rasakan, hargaharga barang kebutuhan pokok sekarang menjadi sangat mahal. Mulai dari cabe, telor ayam, bumbu, sayur-mayur, apalagi daging ayam dan sapi. Saya melihat berita di televisi, katanya kondisi krisis seperti sekarang ini, bisa berlangsung sampai Oktober atau bahkan bisa lebih lama lagi. Waduh, sepertinya masyarakat yang bakal terjepit dengan kondisi ini. Saat ini saja sudah berat, apalagi jika bakal berlangsung sampai beberapa bulan ke depan. Mudah-mudahan pemerintah mampu membuat langkah antisipasi agar masyarakat tak makin susah. Saya kira pemerintah dan para ekonom bisa mengambil strategi terbaik dalam menghadapi krisis ekonomi ini. Semoga mereka bisa.

Putri Maesaroh Petukangan, Jakarta Selatan

Kholilah Citayam, Bogor

penerbit: PT INDOPUBLIK MANDIRI

SuratMingguini

Aduh, Rupiah 14 Ribu

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015



reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

Contents

headline LaporanUtama 9 krisis Indonesia dan Malaysia, dua negara serumpun dengan performa ekonomi terburuk di Asia. Jika salah langkah mengatasi masalah ekonomi, bom krisis bisa meledak.

Bisnis

Makro

18 bau tak sedap A350 XWB Kisruh pembelian pesawat baru A350 XWB

30 Menunggu Jurus Kepret RR

oleh Garuda masih terus berlanjut. Benarkah ada succes fee di balik pembelian itu?

Rizal Ramli mendapat tugas khusus membenahi dwell time di Tanjung Priok. Yakin bakal jadi 2,5 hari?

32 Bukan Bentrok Tapi Beda Kebijakan

20 dunia malam makin gairah 21 Ada Tomy di Baja 22 Dari Indonesia, Terbesar di Dunia

Sisipan 24 Mengobati Sakit BPJS Kesehatan

Animo masyarakat menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan cukup besar. Namun sejumlah persoalan tengah merundungnya. Mampukah ditemukan solusi jitu?

Keuangan 36 sementara perbankan kita masih aman Pertahanan perbankan nasional masih kuat kendati rupiah anjlok hingga level Rp 14.000 Rp 16.000 per dolar. Tapi entah jika perekonomian semakin memburuk.

38 panen raya bisnis duit

Pasar Modal 42 pasar belum aman Hati-hati, pasar masih menunggu The Fed. Investor sebaiknya main pendek saja.

44 Semester II, masih akan kinclong 46 mereka yang terhempas dolar



editorial

K

Tak Cukup dengan Optimisme

risis itu masih jauh. Kondisi ekonomi sekarang dibanding tahun 1998, sungguh jauh berbeda. Itulah kallimat-kalimat yang didengungkan pemerintah di hari-hari ini. Ada upaya untuk meyakinkan sekaligus menenangkan masyarakat dalam menghadapi situasi yang terjadi sekarang. Buktinya indikator fundamental negara, seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, hingga neraca perdagangan masih lebih baik daripada yang tercatat 1998. Suara seperti itu terus menerus dikumandangkan oleh Presiden, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia serta sebagian pengamat ekonomi. Seperti pemadam kebakaran, memang. Mereka kompak mengatakan, tak ada krisis. Nilai tukar dolar boleh di atas Rp 14 ribu, bahkan mungkin sebentar lagi menjadi Rp 15 ribu. Tapi itu, kata mereka, tidak hanya dialami oleh Indonesia. Sejumlah negara lain pun ikut merasakan penderitaan serupa. Akan halnya tingkat inflasi, juga lebih baik. Pada 17 tahun lalu, hingga Agustus tingkat infasi sudah mencapai 54,5%. Sekarang, hingga Agustus 2015 tingkat inflasi “baru� mencapai kisaran 7%. Lantas pertumbuhan ekonomi, di tahun 1998 Indonesia mengalami minus 14%. Sebaliknya, sekarang ekonomi masih tumbuh positif 4,7% pada semester I-2015. Kemudian dari sisi neraca perdagangan, Indonesia masih memiliki surplus US$ 1,33 miliar pada Juli 2015, dua kali lipat dibandingkan Juni yang hanya menorehkan surplus US$ 530 juta. Sektor perbankan, yang paling rawan dalam menghadapi gejolak ini, juga dalam keadaan baik-baik saja. Masih sehat dengan kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di kisaran 2,6% dan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 20%. Angka itu cukup aman jika melihat batasan NPL

8

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) yang berada di bawah 3% untuk NPL dan minimal 8% untuk CAR. Cadangan devisa yang dikempit BI pun masih aman. Taruhlah, BI melakukan intervensi pasar demi menstabilkan nilai tukar rupiah di hari-hari ini, tapi sisa cadangan devisanya masih besar, masih di atas US$ 100 miliar. Hanya saja pemerintah melupakan munculnya ancaman PHK akibat penguatan dolar. Pelemahan rupiah, yang menyebabkan daya beli turun dan biaya produksi naik, telah menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja yang dahsyat. Puluhan ribu karyawan kini telah kehilangan pekerjaaannya. Sudah terkena pedang PHK, masyarakat juga dihadapkan pada tingginga harga kebutuhan pokok. Seperti beras, cabai, daging, tempe-tahu, semua harga naik tanpa bisa dicegah. Ada memang operasi pasar yang dilakukan Bulog, tapi itu tak banyak menolong. Buktinya, harga-harga kebutuhan pokok kini masih di langit. Itu sebabnya, pemerintah tidak bisa terus-menerus menenangkan masyarakat. Untuk menurunkan sentimen negatif akibat ancaman krisis, Presiden Joko Widodo dan para menterinya harus bekerja lebih keras lagi dan segera merealisasikan anggaran belanja yang saat ini masih kecil. Jangan terlena oleh kondisi perekonomian yang, katanya, punya fundamental kuat. Dan pertumbuhan yang—walaupun di bawah target—masih bagus. Kita harus ingat ketika terjadi krisis 1998, Ketika itu, sebelum bencana terjadi, Indonesia dianggap salah satu negara ajaib dengan pertumbuhan yang begitu tinggi. Berbagai lembaga internasional pun melontarkan berbagai pujian untuk negeri ini. Tapi apa yang terjadi? Seketika, perekonomian negeri ini terjerembab dalam kubangan krisis. Jadi, waspadalah. n bk

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


Indonesia dan Malaysia, dua negara serumpun dengan performa ekonomi terburuk di Asia. Jika salah langkah mengatasi masalah ekonomi, bom krisis bisa meledak. TEKS Latihono Sujantyo dan Kukuh Bhimo Nugroho Foto Dahlan Rp, Riset

reviewweekly 03 Tahun Tahun V V | 31 31 Agustus-6 Agustus-6 September September2015 2015

9


Pertumbuhan ekonomi melambat: Pengusaha harus rela melepas dolar AS.

S

aat ini, di Indonesia sedang banyak berita besar. Yang paling mencuri perhatian besar publik adalah jebloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Setahun lalu, setiap 1 dolar AS masih dihargai Rp 11.000, tapi kini si mata uang hijau telah melampaui nilai Rp 14.000. Diperkirakan, pelemahan ini akan terus berlangsung hingga akhir tahun 2015. Sebuah ramalan mengerikan bahkan memperkirakan, dolar AS akan menembus Rp 15.000. Prediksi ini bukan sesuatu yang

10

Selain nilai tukar rupiah yang terus melemah, tingkat suku bunga dan kredit macet juga naik, serta dana panas milik asing banyak yang ke luar dari Indonesia. reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


mustahil. Sebab, dalam setahun terakhir, banyak sentimen negatif yang menerpa bisnis keuangan. Selain nilai tukar rupiah yang terus melemah, tingkat suku bunga dan kredit macet juga naik, serta dana panas milik asing banyak yang ke luar dari Indonesia. Sejak awal tahun hingga saat ini, rupiah sudah terdepresiasi sebanyak 12%. Ekonom LIPI, Latif Adam bilang, 10% saja rupiah melemah dalam setahun, Indonesia bisa dikatakan sudah berada di ambang krisis. Banyak hal yang membuat rupiah terkapar berhadapan dengan dolar AS. Dari eksternal, rupiah tertekan imbas depresiasi yuan terhadap dolar AS dan capital outflow karena sebagian pelaku pasar masih yakin The Fed bakal menaikkan suku bunga pada September ini. Dari dalam negeri, rupiah dihajar jatuh tempo utang luar luar negeri, repatriasi laba perusahaan asing, dan masih tingginya impor yang mengakibatkan transaksi berjalan (current account) digerogoti defisit. Para pebisnis juga punya andil dalam pelemahan rupiah. Sejak mata uang rupiah terjun bebas hingga menjauh dari asumsi APBN-P 2015 sebesar Rp 12.500 per dolar AS, banyak pengusaha yang panik. Mereka memborong dolar AS karena khawatir ‘si hijau’ terus menguat terhadap rupiah. Apalagi setelah Bank Sentral China sengaja mendepresiasi yuan. Dan, gara-gara rupiah tersungkur, panic selling pun membakar bursa saham Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok ke level 4.100. Tepatnya, Senin 24 Agustus 2015, indeks ditutup pada level 4.163,729, atau merosot 3,97%. Ini merupakan level terendah indeks sejak Desember 2013 lalu. Investor asing memang lebih khawatir dibandingkan investor domestik. Sebab, jika rupiah terkoreksi, imbal hasil mereka dalam denominasi rupiah akan turun. Inilah yang membuat investor asing lebih memilih melepas saham. Akibatnya, tanpa ada sentimen negatif dari domestik sama sekali pun, aksi jual asing jauh lebih besar dari aksi jual pemodal domestik. Untungnya sehari kemudian, pemerintah turun melakukan operasi pasar dengan membeli kembali (buyback) saham BUMN dan surat utang negara (SUN). IHSG pun langsung terangkat 1,56% menjadi 4.228,5. Tampaknya, rencana pemerintah mengguyur dana sebesar Rp 10 triliun ke bursa menjadi angin segar bagi pelaku pasar. Tapi, rebound di hari itu tak sepenuhnya dikatrol jurus-jurus otoritas. Sebab, dalam waktu bersamaan, sebagian besar bursa regional ditutup di zona hijau setelah Bank Sentral China (PBoC) untuk kelima kalinya sejak November 2014 memangkas suku bunga guna mendorong perekonomian mereka. Di Asia, hanya bursa China dan Jepang yang melemah, mengikuti pergerakan Wall Street sehari sebelumnya yang juga turun.

MENYERANG ASIA Selama beberapa pekan ini, pasar finansial Asia memang disundut sentimen negatif yang menakutkan. Yang utama adalah rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuan sehingga dolar AS menjadi kuat. Berbarengan dengan itu, pertumbuhan ekonomi China melambat lebih awal dari perkiraan. Terakhir, Bank Sentral China memangkas nilai mata uang yuan. Sejak rencana The Fed ingin menaikkan suku bunga acuan

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

Masalah Ekonomi yang Dihadapi Indonesia Eksternal n Pertumbuhan ekonomi global lebih melambat n Harga ekspor komoditas masih turun n Potensi gejolak di pasar keuangan masih tinggi Internal n Realisasi stimulus fiskal belum secepat perkiraan n Volatilitas pasar keuangan domestik cukup tinggi n Sejumlah kendala struktural

11


dan Bank Sentral China mendevaluasi yuan pada 11 Agustus lalu, semua mata uang Asia melemah. Berdasarkan data Bloomberg, sejak awal tahun hingga 24 Agustus 2015, ringgit Malaysia melemah 18%, rupiah Indonesia 12%, dan baht Thailand 7,6%. Hanya peso Filipina yang berforma lumayan, yakni melemah 4,6%. Demikian pula halnya dengan pasar saham. Dalam periode itu, bursa saham China turun 16,91%, Thailand 10,47%, Malaysia 9,7%, dan Filipina turun 5,61%. Khusus untuk Indonesia, jika dihitung sejak awal Januari 2014, penurunan IHSG sudah mencapai 19,3%. Saat ini, Malaysia dinilai sebagai negara dengan performa terburuk di Asia. Hal itu bisa dilihat dari pergerakan mata uang mereka. Rabu pekan lalu, ringgit terdepresiasi hingga 0,8% menjadi 4,2485 per dolar AS, level terendah dalam 17 tahun terakhir. Bahkan, pemangkasan tingkat suku bunga acuan China untuk kali kelima sejak November, gagal mengangkat performa ringgit. Ringgit terpuruk antara lain disulut skandal keuangan yang menyeret nama Perdana Menteri Najib Razak sehingga tensi politik di Negeri Jiran itu mendidih. Najib dituding menerima uang sebesar US$ 700 juta dari 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang sedang terjerat utang besar, meskipun belakangan Komisi Antikorupsi Malaysia atau MACC mengumumkan bahwa dana tersebut bukan berasal dari 1MDB. Ringgit semakin jeblok setelah International Petroleum

Para pencari kerja: Perbanyak stimulus fiskal sehingga roda perekonomian berjalan.

12

Investment Co, perusahaan investasi asal Abu Dhabi, akan menarik rencananya untuk membantu restrukturisasi utang 1MDB senilai US$ 3,5 miliar. Jika itu terjadi, 1MDB akan sulit menyelesaikan utangnya sehingga akan meningkatkan risiko investasi Malaysia. Kondisi yang terjadi di Negeri Jiran ini tentu saja mengkhawatirkan. Sebab, bukan apa-apa, Malaysia adalah mitra dagang penting Indonesia. Tak hanya itu saja, Bank Sentral Malaysia juga merupakan salah satu pemegang obligasi pemerintah Indonesia yang cukup besar. Bukan mustahil, untuk menopang ringgit, Bank Sentral Malaysia akan menjual asetnya. Salah satunya obligasi, termasuk Indonesia. Skenario yang sama juga bisa dilakukan Thailand yang juga mengempit obligasi pemerintah Indonesia. Jika ini terjadi, Indonesia bisa masuk pusaran krisis ekonomi.

BISA MELEDAK Mengkhawatirkan, tentu saja. Apalagi, Indonesia sedang mengalami masalah kompleks di dalam negeri. Perekonomian tumbuh melambat, daya beli masyarakat merosot, dan koordinasi antarkementerian/lembaga begitu buruk. Belum lagi utang luar negeri yang terus membengkak—baik penambahan utang baru maupun lantaran depresiasi rupiah—sehingga semakin meyakinkan pasar bahwa ada kemungkinan besar krisis 1998 terulang. Betul, awal krisis 1998 jauh lebih parah ketimbang kondisi saat ini. Saat itu, cadangan devisa di Bank Indonesia (BI) hanya US$ 17,4 miliar. Sedangkan sampai akhir Juli 2015, cadangan devisa di brankas BI masih sebesar US$ 107,6 miliar. Pada krisis 1998, nilai rupiah terhadap dolar AS merosot sampai 73%, sementara saat ini rupiah terpangkas 12%. Begitu pula rasio utang luar negeri terhadap PDB tahun 1998 mencapai 60%, sedangkan sekarang ini 31%. Jadi, kalau dibandingkan dengan kondisi tahun 1998, memang jauh berbeda. Namun, jika politik terus gaduh, hukum hanya dipakai sebagai alat kekuasaan, serta deregulasi dan debirokratisasi yang menghambat dunia usaha tak segera dilakukan, niscaya mata uang Garuda bisa terperosok sampai ke level Rp 15.000-Rp 16.000 per dolar AS. Ini namanya bom krisis akan meledak. Tentu, kita tak ingin ini terjadi. Itulah sebabnya, langkah Presiden Jokowi mengajak pengusaha dan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi masalah ekonomi, patut disambut baik. Tapi ini pun harus dibarengi langkah konkret pemerintah dengan memperbanyak stimulus fiskal kepada dunia usaha yang sedang tercekik pelemahan rupiah dan pasar yang anjlok. Dengan stimulus fiskal, beban pengusaha menjadi lebih ringan sehingga mereka tidak mengurangi jumlah karyawannya. Jika karyawan tetap bekerja, daya beli masyarakat akan tumbuh sehingga bisa membantu menggerakkan roda ekonomi nasional. Tapi, pengusaha pun harus rela melepas dolar AS yang mereka pegang, sehingga mata uang Paman Sam itu tetap tersedia di dalam negeri dan perekonomian nasional bisa terbantu. Sebab, pada triwulan II-2015, transaksi berjalan Indonesia masih defisit sebesar US$ 4,477 miliar. Kalau pemerintah, pengusaha, dan masyarakat saling bergandengan tangan, niscaya Indonesia bisa membendung krisis ekonomi. n

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


Dag Dig Dug Menunggu The Fed

Gedung The Fed: Ketidakpastian pasar keuangan.

B

enarkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya (Fed rate) pada 16-17 September ini? Entahlah. Semua masih berupa terkaan. Gubernur The Fed, Janet Yellen belum mengeluarkan pengumuman kapan Fed rate akan naik. Sejak tahun lalu, The Fed memang berencana ingin menaikkan Fed rate dari level 0,25% karena melihat perkembangan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang membaik. Rencana ini telah membuat investor panik. Tapi pasar pun kemudian mereda saat keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) atau Komite Pasar Terbuka menyebutkan Fed rate tidak akan naik dalam waktu dekat. Begitulah seterusnya, sampai pelaku pasar terus menebaknebak kapan sebenarnya Fed rate akan naik. Kondisi ini telah membuat pasar keuangan di dunia terombang-ambing tak menentu, sehingga mata uang di berbagai negara, termasuk rupiah terus menerus tertekan. “Rupiah tertekan karena kondisi eksternal, seperti kekuatan AS dan statement Fed rate akan naik. Kalau jelas Fed rate naik, situasi kami harap akan lebih stabil,� ujar Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia. Bisa dimaklumi jika pasar uang dan saham—terutama di Asia—terguncang. Maklum, selama periode 2009 hingga 2012, banyak dana dari stimulus moneter tahap I, II, dan III di AS) yang mengalir deras ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Akibatnya, pasar modal dan pasar utang negara (SUN) menjadi begitu aktif. Sebelum program stimulus diluncurkan, pada Desember 2008, The Fed memangkas suku bunga acuan hingga mendekati nol persen sebagai reaksi atas krisis finansial.

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

Sejak itu, suku bunga bertahan di level tersebut demi mendongkrak perekonomian AS di tengah resesi. Kini, perekonomin AS mulai siuman setelah tidur cukup panjang. Inilah yang membuat The Fed ingin menaikkan Fed rate. Tapi seperti dikemukakan di atas, bos The Fed, Janet Yellen, belum mengeluarkan keputusan yang konkret. Dan, lagi-lagi, yang harus menjadi korban adalah rupiah dan mata uang dari negara lain. Nilai rupiah yang terus merosot, jelas telah merugikan Indonesia. Harga kebutuhan pokok menjadi naik, karena sebagian besar masih impor. Perusahaan-perusahaan di sektor konsumer juga terkena getahnya. Maklum, sebanyak 50%60% bahan baku perusahaan-perusahaan tersebut berasal dari luar negeri. Barang-barang elektronik pun terkena imbasnya. Sektor lain yang terkena dampaknya adalah farmasi atau kesehatan dan otomotif, karena sebagian besar bahan bakunya harus impor. Selain itu, sektor properti dan konstruksi juga akan ikut terpukul akibat kenaikan bahan baku. Tak hanya itu. Proyek infrastruktur yang menjadi andalan pembangunan juga bisa kalang kabut, karena sebagian besar bahan baku proyek harus diimpor. Akibatnya sudah bisa ditebak, defisit neraca perdagangan masih menjadi ancaman untuk beberapa tahun ke depan. Kini, kita sedang menunggu kapan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya. Kalau benar tanggal 16-17 September ini, ancaman krisis bisa segera selesai. Tapi kalau mundur lagi sampai Desember atau tahun depan, kondisi perekonomian bisa gawat. Ketidakpastian yang timbul akan sangat besar, dan rupiah semakin merana. n

13


Mereka Mulai Bertumbangan Akibat pertumbuhan ekonomi melambat, PHK terjadi di berbagai sektor usaha. Pengangguran bakal bertambah. TEKS Latihono Sujantyo Foto Dahlan Rp

S

alah satu menteri yang sedang pusing di tengah lesunya perekonomian dunia dan nasional adalah Hanif Dhakiri. Menteri Tenaga Kerja ini pusing lantaran mulai banyak perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerjanya karena alasan perekonomian

Buruh pabrik garmen: PHK tidak bisa dihindari.

14

tumbuh lambat. “Selama tujuh bulan pertama tahun ini sudah ada sekitar 30.000-an pekerja yang dirumahkan. Sebagian besar pekerja itu berasal dari sektor manufaktur, terutama garmen,” kata Hanif. Hanif tak salah. Lihat saja di Cimahi, Jawa Barat, sejak tiga bulan ini, sejumlah perusahaan tekstil dan garmen mulai mengurangi jumlah pegawainya, baik berupa PHK maupun penghentian kontrak. Menurut data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, saat ini di Cimahi sudah terjadi PHK terhadap sekitar 850 pegawai tekstil dan garmen. Di seluruh Jawa Barat jumlahnya bahkan sudah mencapai 6.000-7.000 pegawai. Ketua Apindo Jawa Barat Dedy Widjaja mengatakan, PHK terjadi karena pabrik tutup dan pengurangan produksi besarbesaran akibat kondisi ekonomi saat ini. “Pembeli dari dalam negeri tidak ada. Kami terpaksa ekspor. Tapi kami tidak berdaya mengatur harga internasional,” tutur Dedy. Tak hanya sektor tekstil dan garmen yang melakukan PHK. Sektor usaha lain yang terpaksa merumahkan karyawannya adalah alas kaki, pertambangan, jasa minyak dan gas, semen, dan otomotif. Data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengungkapkan, sejak Januari 2015, industri sepatu Indonesia telah melakukan PHK secara bertahap terhadap 11.000 buruh mereka. Sektor pertambangan lebih parah lagi. Bisnis di sektor ini pada kuartal I-2015 sampai minus 2,32%. Akibatnya, mereka melakukan PHK terhadap ribuan pekerjanya. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyebutkan, PHK di industri ini terjadi karena perusahaan mengurangi volume produksi demi meminimalisir kerugian akibat merosotnya harga batubara di dunia. “Langkah efesiensi sulit dilakukan, makanya banyak karyawan dirumahkan,” kata Pandu P. Sjahrir, Ketua Umum APBI. Industri semen pun tak kalah memprihatinkan. Beberapa waktu lalu, PT Indocement Tbk terpaksa melakukan PHK terhadap sejumlah karyawannya karena turunnya produksi. Corporate Social Responsibility (CSR) Management PT Indocement, Aditya Punawarman menyatakan, penurunan produksi semen, selain karena penurunan harga semen atas kebijakan pemerintah pusat sebesar Rp 7.000-Rp 10.000 per sak, juga diakibatkan masuknya semen impor dari China. Banyaknya sektor usaha yang melakukan PHK terhadap karyawannya, lantaran lemahnya daya beli masyarakat dan anjloknya harga ekspor. Itu terjadi karena perekonomian berjalan lambat. Pada kuartal II-2015 ini, perekonomian nasional hanya tumbuh 4,67%, lebih rendah dibandingkan kuartal I sebesar 4,72%. Kondisi ini, tentu saja akan membuat target pembangunan terganggu, antara lain target tingkat kemiskinan 10,3%, tingkat penggangguran 5,6%, dan rasio gini 0.40. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka pengangguran sepanjang bulan Februari hingga Agustus 2014 bertambah 0,09 juta orang dari 7,15 juta orang menjadi 7,24 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah karena kondisi ekonomi yang sedang meriang. n

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


Ingat, Utang Sudah Lampu Kuning Semakin dolar AS menguat, semakin besar pula utang yang harus dibayar oleh pengusaha dan pemerintah. TEKS Latihono Sujantyo Foto Dahlan Rp

I

rwan Nimara tertunduk lemas. Pengusaha yang punya utang dalam dolar AS ini seakan tak bertenaga. Dia sudah menghitung tambahan utang yang harus dibayarnya pada awal September nanti, karena semakin tingginya nilai dolar AS. “Pusing saya,� katanya. Irwan tak sendiri. Masih banyak pengusaha nasional yang kini tercekik karena memiliki utang dalam mata uang dolar AS. Maklum, menguatnya dolar AS dan melemahnya rupiah seperti yang terjadi hari-hari ini akan membuat jumlah utang luar negeri dalam dolar AS meningkat. Semakin kuat dolar AS, semakin besar utang yang harus dibayar oleh pengusaha, termasuk pemerintah. Lihat saja, dolar AS saat ini sudah menembus Rp 14.000 per dolar AS. Nah, sudah bisa dibayangkan, berapa tambahan yang harus dikeluarkan pengusaha dan pemerintah untuk membayar utang dolar AS. Padahal dalam APBN-P 2015, rupiah diasumsikan berada pada Rp 12.500 per dolar AS. Menurut catatan Bank Indonesia, sampai akhir kuartal II2015, jumlah utang luar negeri swasta sudah mencapai US$ 169,7 miliar, naik dibandingkan kuartal I-2015 sebesar US$ 165,3 miliar. Sedangkan utang luar negeri pemerintah hingga akhir kuartal II-2015 sebesar US$ 134,6 miliar. Repotnya, hanya sedikit swasta yang menggunakan hedging (lindung nilai) atas utang luar negerinya. Padahal, salah satu penyebab ekonomi Indonesia dilanda krisis ekonomi, sosial, dan politik tahun 1997/1998, karena banyaknya korporasi yang tidak

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

menerapkan hedging atas utang luar negerinya. Di tahun 1997/1998, banyak perusahaan swasta yang memiliki utang luar negeri yang cukup besar. Di saat dunia dilanda krisis moneter, Indonesia ikut terkena imbasnya. Saat itu, nilai tukar rupiah terus melemah. Semula rupiah berada di level Rp 2.500 per dolar AS. Saat krisis, rupiah tenggelam hingga sempat menyentuh level Rp 16.000 per dolar AS. Perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS tentu saja sempoyongan. Utang yang semula kecil dengan cepat membengkak. Akibatnya, sebagian perusahaan tersebut harus gulung tikar. Tak hanya utang luar negeri swasta yang bikin cemas. Utang luar negeri pemerintah pun demikian. Apalagi, bila melihat rasio pembayaran utang luar negeri terhadap penerimaan transaksi berjalan atau debt to service ratio (DSR), yang sudah 56,08%, naik dibanding akhir tahun lalu yang hanya 46,48%. Dengan DSR di atas 50%, bagaimana prospek pemerintah membiayai utang luar negerinya? Sebab, bukan apa-apa, wajah ekspor kita ke depan masih muram, karena 70% barang yang diekspor adalah komoditas primer yang harganya sedang anjlok. Ditambah lagi, kondisi perekonomian global tidak bagus, terutama China yang menjadi andalan utama ekspor Indonesia. Berdasarkan analisa future market Bank Indonesia, penurunan harga ekspor komoditas Indonesia tahun ini bisa 11%, lebih dalam dibanding sebelumnya yang diperkirakan 5%. Kalau ekspor tertekan, otomatis DSR meningkat. Kalaupun di tahun depan ekonomi global membaik, Indonesia belum bisa langsung menikmati hasil ekspor komoditas primer. Sebab, yang kita ekspor bukanlah komoditas jadi, tapi komoditas bahan baku. Jadi, ada jeda waktu untuk menikmati hasilnya. Semua ini, tentu saja sangat mengkhawatirkan. Bila tim ekonomi pemerintah dan korporasi tak mahir mengelolanya, utang itu bisa berubah menjadi malapetaka. Kita tentu tak ingin. n

15


Bergerak Mengamankan Ekonomi Berbagai langkah ditempuh pemerintah untuk mengatasi perlambatan ekonomi dan guncangan di pasar uang serta pasar saham. Apakah akan berhasil? TEKS Latihono Sujantyo dan Kukuh Bhimo N. Foto Dok. Review, Riset

Aktivitas di Bursa Efek Indonesia: Operasi pasar saham.

16

Bank Indonesia dengan semua instrumennya sudah bergerak. Otoritas Jasa Keuangan dengan semua instrumennya juga sudah bergerak. Menteri koordinator dan menteri-menteri lain sudah berupaya.” Kalimat itu disampaikan Presiden Jokowi seusai mengunjungi masyarakat korban lumpur Lapindo di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa pekan lalu. Ia ingin mengingatkan masyarakat bahwa pemerintah tengah bekerja untuk mengatasi perlambatan ekonomi. “Masyarakat harus optimistis supaya bisa memengaruhi sentimen pasar,” katanya. Di hari itu juga, pemerintah turun melakukan operasi pasar dengan membeli kembali (buyback) surat utang negara (SUN) dan saham BUMN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia langsung terangkat 1,56% menjadi 4.228,5. Sehari sebelumnya indeks ditutup 4.163,729, atau merosot 3,97%. Ini merupakan level terendah indeks sejak Desember 2013 lalu. Pemerintah memang sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 10 triliun untuk membeli kembali saham-saham perusahaan BUMN di bursa dan SUN. Tampaknya, anggaran sebesar itu semacam tonikum bagi bursa. Selain operasi pasar saham, Bank Indonesia (BI) akan merealisasikan kerjasama pertukaran mata uang atau bilateral currency swap arrangement (BCSA). Sejak 2009, BI dan The People’s Bank of Cina (PBoC) telah menandatangani BCSA. Dengan sistem barter mata uang ini, transaksi dagang antara Indonesia dengan China dapat dilakukan dalam mata uang rupiah dan yuan. Langkah serupa juga dilakukan BI dengan Bank of Japan dan Bank of Korea. Memang, masih banyak pengusaha Indonesia yang enggan menggunakan mata uang rupiah atau yuan dalam transaksi perdagangan dengan pengusaha China. Nah, dengan

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


Masyarakat harus optimistis supaya bisa memengaruhi sentimen pasar.

didevaluasinya mata uang yuan, ada harapan penggunaan BCSA akan meningkat. Dan yang lebih penting lagi, permintaan terhadap dolar AS bisa ditekan, tidak kencang seperti sekarang. Saat ini, BI telah mendapat komitmen BCSA dengan China senilai US$ 15 miliar, dari Jepang senilai US$ 22 miliar dan Korea Selatan US$ 10 miliar. Persoalannya, program ini tidak bisa berjalan dengan cepat dan masih butuh negosiasi lagi. “Kami sedang berkomunikasi dengan sejumlah bank sentral,” kata Agus Martowardojo, Gubernur BI. Tak hanya itu. Pemerintah juga sudah berhasil mengidentifikasi persoalan-persoalan kenapa perekonomian nasional berjalan lambat. Misalnya, hingga Juni 2015, realisasi belanja APBN baru 33% dari target Rp 1.319 triliun. Belanja modal hanya 11% atau Rp 30 triliun. Realisasi belanja APBD juga minim. Sekitar Rp 273,5 triliun atau 42% dana pusat yang ditransfer ke daerah masih disimpan di perbankan. Belanja modal pemerintah daerah yang direalisasikan masih di bawah 15%. Itulah sebabnya, di semester II ini, pemerintah akan all out mempercepat belanja modal dan belanja barang. Ditargetkan, pada akhir Desember tahun ini, realisasi belanja modal dan barang tidak kurang dari 95%. Dalam merealisasikan belanja modal, Menteri Keuangan Bambang PS Brojonegoro akan memberikan reward and punishment kepada pemda. Pemda yang mampu merealisasikan belanja modal tepat waktu diberikan reward, sedangkan yang tidak mampu diberikan punishment. Pada tahun anggaran berikut, pemda yang terlalu banyak menyisakan belanja modal dana perimbangan dari pusat dikurangi. Dengan cara ini, pemda dipaksa untuk lebih kreatif dan bekerja keras. Memang, dalam situasi perekonomian berjalan lambat, APBN harus menjadi lokomotif penggerak sektor-sektor ekonomi yang lain. Berbagai proyek infrastruktur unggulan yang didanai APBN diharapkan bisa berdampak terhadap para pelaku ekonomi. Dengan langkah ini, roda perekonomian bisa berlari lebih kencang di semester II ini. n

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

Antre membeli bensin:Menumbuhkan konsumsi masyarakat.

Turunkan Saja Harga BBM

J

ika tidak ada halangan, mulai September ini, PLN akan menurunkan tarif dasar listrik. Penurunan itu berkisar Rp 11 sampai Rp 19 per kilowatt hour (kWh), atau lebih besar ketimbang penurunan pada Agustus yang hanya Rp 1 – Rp 2 per kWh. Salah satu alasan PLN menurunkan tarif listrik lantaran harga minyak dunia terus mengalami penurunan. Seperti diketahui, turunnya tarif listrik didasarkan pada tariff adjustment yang mengikuti tiga variabel makro, yakni harga minyak mentah Indonesia (ICP), kurs, dan inflasi. Kalau PLN berani menurunkan tarif listrik, bagaimana Pertamina dengan harga bakar minyak (BBM)? Sudah banyak yang mengusulkan agar pemerintah bersedia menurunkan harga BBM, terutama premium. Maklum, harga minyak mentah saat ini berada di bawah US$ 40 per barel. Betul, penurunan itu tidak akan terlalu signifikan lantaran nilai tukar terhadap dolar AS sedang melemah. “Tidak drastis, tidak apaapa. Idealnya saat ini harga premium per liter Rp 6.000. Ini dengan asumsi harga minyak US$ 40 per barel dan kurs Rp 14.000. Dengan harga ini badan usaha masih tetap untung dan tidak perlu ada subsidi,” kata Kurtubi, anggota Komisi VII DPR. Menurut Kurtubi, harga minyak yang cukup rendah ini bakal bertahan dalam satu tahun depan. Pasalnya, pasokan minyak dari negara anggota OPEC maupun non-OPEC masih cukup melimpah. Apalagi, tidak ada tanda-tanda negara penghasil minyak akan mengurangi produksinya. Sayangnya, baik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Pertamina belum tergugah. Kata mereka, sampai akhir tahun ini harga BBM tidak akan diturunkan. Tujuannya untuk menutup kerugian Pertamina sebesar Rp 12,5 triliun. Padahal, menurut banyak analis, penurunan harga BBM dan tarif listrik itu dapat menumbuhkan konsumsi masyarakat. Paling tidak, dampaknya mengamankan pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Hembusan anginnya pun bisa memberikan sentimen positif bagi pasar modal dan pasar uang. n

17


bisnis pesawat

Bau Tak Sedap A350 XWB Kisruh pembelian pesawat baru A350 XWB oleh Garuda masih terus berlanjut. Benarkah ada succes fee di balik pembelian itu?

j

TEKS Sri Wulandari foto dahlan rebo pahing

uni 2015 lalu, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memesan 90 unit Airbus dan Boeing, di Paris Air Show. Nilai pemesanan Garuda Indonesia untuk 60 pesawat Boeing dan 30 pesawat Airbus mencapai US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 266,3 triliun. Angka tersebut merupakan rekor pembelian pesawat terbesar yang pernah dilakukan Garuda. Direktur PT Garuda Indonesia Muhammad Arif Wibowo menyebut, rincian pembelian pesawat itu, 60 unit pesawat dari Boeing dibeli senilai senilai US$ 10,9 miliar, terdiri atas 30 unit B787-900 Dreamliners seharga US$ 7,7 miliar dan B373 MAX 8 seharga US$ 3,2 miliar. Sedangkan 30 unit pesawat baru A350 XWB berasal dari Airbus berharga US$ 9 miliar. Sebanyak 24 unit pesawat baru tersebut senilai US$ 1,85 miliar setara dengan Rp 24,6 triliun akan datang pada 2017. Komposisi pendanaan untuk pembelian pesawat baru tersebut berasal dari Bank of China (BoC) Aviation sebesar US$ 44,5 miliar. Selain

18

itu, 80% dari transaksi pembelian pesawat memakai skema operating lease. Namun, proporsi tersebut akan menyesuaikan dengan kondisi keuangan perseroan dalam tiga tahun mendatang. Mengapa Garuda berambisi membeli pesawat baru? Arif bilang, adalah untuk merespons permintaan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno agar Garuda menambah jumlah armada menjadi 450 unit dalam lima tahun ke depan. Saat ini, Garuda hanya punya 169 pesawat. Sebanyak 22 unit di antaranya adalah pesawat wide body untuk penerbangan jarak jauh dan sisanya narrow body untuk keperluan rute pendek atau sedang. Direncanakan, hingga 2025 mendatang, manajemen Garuda memiliki 53 unit pesawat wide body dan 80 pesawat narrow body untuk mendukung operasional. Akankah mulus rencana Garuda tersebut? Itu yang masih jadi tanda tanya. Sebab, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli yang belum lama dilantik meminta agar Garuda membatalkan pembelian pesawat Airbus A350 XWB. Tentu saja, Rizal pu-

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


bisnis pesawat nya alasan. Kata dia, pesawat jenis tersebut hanya cocok untuk rute jarak jauh, seperti Jakarta-Amerika dan Jakarta-Eropa. Sementara rute internasional yang akan diterbangi oleh Garuda Indonesia tidak menguntungkan. Ini bisa membuat Garuda merugi karena tingkat keterisian penumpangnya hanya 30%. Oleh karena itu, ketimbang mengembangkan bisnis penerbangan rute internasional, lebih baik Garuda membeli pesawat Airbus A320 dan memilih fokus menguasai bisnis penerbangan domestik dan regional Asia. Jadi pembelian pesawat itu terkesan mubazir. Tak pelak lagi, kisruh terjadi. Utamanya antara Rizal dengan Rini diam-diam terjadi perang dingin. Rini sempat menjelaskan bahwa rencana pembelian pesawat baru itu, murni aksi korporasi (Garuda) dan merupakan bagian dari ekspansi Garuda di rute penerbangan internasional dan domestik. Apalagi, Garuda sedang mengembangkan usaha sehingga penanganan harus dilakukan secara menyeluruh. Karena itu, tidak boleh ada pihak yang mencampuri urusan bisnis Garuda Indonesia. Menurut Rini, kinerja Kementerian BUMN ada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, bukan di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. “Jadi, jangan ada yang mencampuri Garuda di luar Kemenko Perekonomian,” kata Rini.

DICURIGAI BERBAU MARK UP Banyak pihak yang menilai, sesungguhnya alasan Rizal masuk akal. Sebab, jika dipaksakan membeli pesawat, maka Garuda bisa bangkrut. Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Masardi menyebut, Rini seperti memaksakan Direksi Garuda membeli pesawat jenis besar Airbus A350. “Saya mendesak segera dibentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menelaah motivasi di balik pembelian ini. Pasti harga pesawat besar, dan pasti ada succes fee dalam jumlah besar. Itulah sebabnya perlu menyelidiki dugaan korupsi di balik kasus ini,” jelas dia.

Sebab bukan rahasia lagi terkadang broker-broker pesawat dan perusahaan finance jika menawarkan produk ke BUMN sering potong kompas ke Menteri BUMN. Sementara Ketua Umum FSP BUMN Bersatu Arief Poyuono menyebut pembelian pesawat itu memang layak dicurigai berbau mark up. “Sebab bukan rahasia lagi terkadang brokerbroker pesawat dan perusahaan finance jika menawarkan produk ke BUMN sering potong kompas ke Menteri BUMN,” ujarnya. “Sikap Menteri Rini yang blingsatan terkait usulan Rizal kepada Jokowi pasti ada sesuatu yang tidak beres dalam pembelian tersebut,” sambungnya. Betulkah ada succes fee di balik pembelian tersebut? Entahlah. Tak jelas ada atau tidaknya. Karena pada akhirnya Rini bilang, Garuda memang sudah melakukan penandatangan Letter of Intent (LoI) dengan produsen pesawat Airbus. Tetapi dalam LoI itu tidak ada komitmen apapun, bahkan bisa dibatalkan. “Bahwa Garuda ada intensi untuk melakukan lease order, ya. Jadi belum ada apa-apa, dalam arti belum ada komitmen. Pada industri penerbangan, pemesanan pesawat butuh waktu 3-5 tahun, jadi harus masuk dalam daftar tunggu leasing,” ujar Rini. Kata Rini lagi, ada 33 wide body Garuda, di mana 23 wide body bakal habis masa berlakunya dalam waktu 5 – 10 tahun ke depan. Karena itulah, Garuda harus memikirkan penggantinya. “Kita order Airbus dan Boeing terakhir pada 2007, ini perlu dimengerti,” jelas Rini lagi. Jadi, perlukah membeli pesawat baru untuk Garuda? n

Pesawat Airbus jenis A350 XWB: Dicurigai berbau mark up.

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

19


bisnis bebas pPN

Dunia Malam Makin Gairah Dunia hiburan malam dibebaskan pengenaan PPN. Bisnis ini tampaknya bakal semakin bergairah. TEKS Sri Wulandari foto dahlan rP

Hiburan malam: Sangat menguntungkan.

20

B

agi Anda penggemar dunia malam, berbahagialah. Sebab, tak lama lagi pemerintah akan menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terdapat delapan jenis jasa kesenian dan hiburan yang tidak kena PPN. Salah satu, di antaranya diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya. Peraturan Menteri Keuangan tersebut telah diundangkan dan mulai berlaku pada 13 September 2015. Sontak, PMK yang baru diundangkan ini menimbulkan kehebohan. Pasalnya, dunia hibur­ an--terutama dunia malam--termasuk salah satu bisnis yang tumbuh berkembang di kotakota besar dan ladang mengeruk uang. Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Malam Adrian Maulite mengakui hal tersebut. Beberapa waktu silam, dia mengatakan berbisnis di hiburan malam memang sangat menguntungkan. “Karena yang datang rata-rata tamu mancanegara yang mayoritas mereka tinggal di Jakarta. Ini yang kami lihat peluangnya,” ujarnya. Pajak yang dihasilkan juga lumayan besar. Di Kabupaten Tuban, misalnya pada 2014, Pendapatan Asli daerah (PAD) dari tempat hiburan malam mencapai Rp 211.175.000. Di Tuban terdapat 11 tempat hiburan malam yang sudah memiliki izin. Sementara di Jakarta, realisasi penerimaan pajak hiburan tahun 2012 sebesar Rp 368,72 miliar, sedangkan 2013 sebesar Rp 393,26 miliar. Asal tahu saja, selama ini hasil pemajakan atas jasa kesenian dan hiburan dikelola oleh pemerintah daerah sebagai PAD dengan tarif yang bervariasi, disesuaikan dengan kebijakan pemerintah daerah masing-masing. Sebagai contoh di Jakarta. Untuk pajak hiburan berupa diskotik, karaoke, klab malam, panti pijat, dan mandi uap dan spa, dikenakan tarif sebesar 20%. Sementara atas objek tersebut di Surabaya dikenakan dengan tarif sebesar 35%, sedangkan di Pekanbaru mencapai 40%. Pengenaan tarif pajak yang bervariasi tersebut dimungkinkan asalkan dipungut sesuai UU PDRD karena penyelenggaraan hiburan dan kesenian dapat dikenakan pajak daerah dengan tarif sampai dengan 75%. Pelaksana Harian Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Teguh Budiharto menyebut, hiburan dunia malam tidak lagi dikenakan PPN, karena menghindari dua kali pemajakan atas obyek yang sama (double taxation). “Maka atas jasa kesenian dan hiburan tidak dikenai PPN sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah,” ujarnya. Oh, begitu. n

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


bisnis Baja

Tomy Winata

Ada Tomy di Baja Kebutuhan baja yang tinggi di Indonesia menarik minat Artha Graha untuk terjun di bisnis ini. Fluktuasi dolar terhadap rupiah yang memengaruhi penjualan baja pun diabaikan.

B

TEKS Sri Wulandari foto riset

isnis baja dirundung pilu. Pertumbuhannya tak lagi bisa diprediksi seiring dengan fluktuasi dolar AS terhadap rupiah yang jelas sangat memengaruhi nilai penjualannya. Selama ini, pertumbuhan konsumsi baja nasional mencapai 8% per tahun. Namun, dengan rontoknya rupiah, bisa jadi pertumbuhan konsumsi baja nasional stagnan. Di tengah kondisi seperti ini, mencuat kabar Artha Graha Grup, kelompok usaha milik Tomy Winata terjun di industri baja. Melalui anak usahanya, PT Artha Metal Sinergi yang didirikan setahun lalu, Tomy akan menggandeng perusahaan baja asing guna mendirikan perusahaan patungan yang akan membangun pabrik baja. Mengapa Artha Graha tertarik dengan bisnis baja? Felix Effendi, Chief Executive Officer PT Artha Metal Sinergi menjawab, bahwa Indonesia saat ini tengah gencar membangun infrastruktur. “Ini potensi besar, maka kami masuk industri baja,” katanya. Asal tahu saja, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada akhir tahun lalu jumlah industri logam di dalam negeri sebanyak 325 unit. Total produksi baja kasar mencapai 13 juta ton. Sementara, untuk konsumsi baja nasional mencapai 9,2 juta ton dengan 3,8 juta ton di antaranya impor. Nilai impor produk baja secara keseluruhan, mulai dari produk hulu, intermediate, dan hilir baja, mencapai US$ 13,4 miliar. Impor meningkat US$ 10,7 miliar atau setara dengan 22 juta ton besi baja dari tahun sebelumnya. Konsumsi baja nasional diperkirakan akan tum-

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

buh pada kisaran 3% - 6% setiap tahunnya. Sayangnya, dengan kapasitas produksi baja nasional yang mendekati 10 juta ton per tahun, tingkat utilitas baru mencapai 35% - 40% akibat melemahnya kondisi baja global. Suplai besi baja produksi dalam negeri belum memenuhi semua kebutuhan pasar domestik, sehingga beberapa jenis barang tersebut masih diimpor. Industri hilir besi baja nasional tumbuh lebih cepat dibanding dengan industri hulu dan menyebabkan suplai bahan baku domestik untuk industri intermediate dan hilir masih belum mencukupi. Kondisi tersebut merupakan salah satu penyebab hadirnya produk baja impor yang cukup besar. Kebutuhan baja akhirnya lebih banyak disuplai dari China. Ketika pemerintah tengah menggenjot proyek pembangunan infrastruktur, maka dibutuhkan pasokan baja dalam jumlah besar. Peluang inilah yang akan dibidik oleh Artha Graha. “Kami melihat pangsa pasar domestiknya sangat besar. Kami ingin menjadi salah satu major player di sini,” ucap Felix. Penandatanganan kerjasama dengan mitra asing­ nya ini dilakukan awal September, dengan bentuk join venture. Nilai investasinya mencapai miliaran dolar AS. Pada tahap awal, Artha Metal akan membangun pabrik baja hilir jenis baja konstruksi di Pulau Jawa pada akhir 2016. Target penyelesaian pembangunan tahun 2018. Industri baja yang akan dibangun ini merupakan industri yang terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir yang akan dirampungkan dalam waktu lima sampai tujuh tahun. Untuk tahap awal, produk yang dihasilkan yaitu baja konstruksi. n

21


bisnis PROFIL

Lakshmi

Mittal

Dari Indonesia, Terbesar di

Dunia

Hijrah dan kerja keras membuat Lakshmi dikenal sebagai pengusaha baja super sukses. Berawal dari pabrik baja yang yang nyaris mati di Sidoarjo, kini bisnis bajanya menggurita di seluruh dunia. TEKS Sri Wulandari foto ilustrasi

22

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


D

alam dunia industri baja, nama Lakshmi Mittal atau juga dikenal sebagai Lakshmi Niwas Mittal bertengger di urutan pertama. Dia menjadi pengusaha baja terbesar di dunia, dengan jumlah kekayaan pribadi mencapai US$ 45 miliar. Simbolisasi kesuksesan Lakshmi yang kini bermukim di London, Inggris dan berkali-kali dinobatkan sebagai pria terkaya di London itu adalah saat dia membeli rumah termahal dalam sejarah, Kensington Mansion, senilai US$ 128 juta. Tak cuma itu saja, dia juga menikahkan putrinya, Vanisha pada 2012, dengan sebuah pesta pernikahan paling mewah di abad 20. Konon untuk pesta itu, dia menghabiskan dana US$ 50 juta. Pesta pernikahan Vanisha dirayakan selama 5 hari berturut-turut di Palace of Versailles, Hotel Bristol dan Jardin-des-Tuileries. Para tamu yang berjumlah sekitar 1.200 orang disediakan tempat menginap di Hotel Intercontinental di Paris selama pesta berlangsung. Undangannya yang berbahan perak setebal 21 halaman itu disertai cendramata berupa giok dan berlian. Tapi tahukah Anda, kerajaan bisnis Lakshmi justru dibangun di Indonesia pada 1976 silam? Ketika itu, Mohan, ayah Lakshmi mengajak keluarganya bermigrasi ke Calcutta, India. Di kota barunya ini, Mohan mendapat peluang mengubah nasib membuat usaha di bidang baja. Dan, inilah, rupanya awal Lakshmi berhubungan dengan usaha yang kini membesarkan namanya Lakshmi yang lahir pada 2 September 1950 di Rajasthan menempuh pendidikan di St. Xavier’s College Calcutta. Di sela-sela waktunya belajar, dia membantu usaha ayahnya. Lakshmi membuktikan, bahwa pendidikannya tak sekadar teori. Ia pun lantas terlibat lebih jauh dengan usaha keluarganya di bisnis baja. Dia pun berpikir untuk mengembangkan usaha ayahnya tak hanya di India saja, tetapi meluas hingga ke manca negara. Ketika dia meraih gelar Bachelor of Commerce Degree setamat kuliah, Lakshmi memutuskan hijrah dari Calcuta. Pertimbangannya karena India mengenakan pajak yang tinggi, hampir 97% serta adanya pembatasan kuota. Dengan membawa istri dan anaknya yang baru berumur 1 tahun, Lakshmi menuju Waru Sidoarjo, Surabaya. Di sini, dia mempunyai saudara perempuan yang menikah dengan warga Indonesia keturunan India dan bekerja di bidang tekstil. Lakshmi melihat adanya peluang bisnis di Indonesia. Dia lalu membeli sebuah perusahaan yang nyaris bangkrut di Indonesia, Andra Steel, dan mengubah namanya menjadi Mittal Steel dengan bantuan Nur Saidah, wanita setempat yang kini menjabat sebagai pimpinan dari PT Ispat Indo, sebuah pabrik baja di bawah naungan Mittal Corporation. Selama 13 tahun, pabrik baja itu dikelola Lakshmi dengan kerja keras. Daerah Waru yang dulunya terbilang terpencil, perlahan menjadi

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

bisnis PROFIL maju. Pabrik yang kondisinya kembang-kempis itu kemudian digarap menjadi pabrik yang sehat, dengan kapasitas produksi 60.000 ton per tahun. Seiring waktu berjalan, pabrik itu mengalami peningkatan, sehingga mampu memproduksi baja 700.000 ton per tahun. “Banyak orang bekerja keras. Karena itu, jika ingin sukses kita harus bekerja lebih keras dan mendedikasikan diri pada tujuan yang ingin kita capai,� begitu katanya.

PECAH KONGSI Sayang, di saat usahanya tengah menanjak, pada 1994, terjadi perbedaan pendapat yang membuat usaha itu pecah. Lakshmi lantas memilih jalan membesarkan usahanya sendiri, tanpa melibatkan keluarga. Ia kemudian dibantu oleh istrinya, Usha. Dan, berkat tangan dinginnya bisnis Mittal Steel semakin berkembang dan merambah 17 negara. Ia juga menemukan sejumlah inovasi pengembangan usaha baja yang membuat pabriknya menjadi yang terbesar di dunia dengan jutaan ton produksi. Pada 1994 pula, dia hijrah ke Trinidad dan Tobago. Di negara kepulauan yang terletak di pantai timur Amerika Tengah itu, ia mengakuisisi perusahaan baja milik pemerintah setempat, Iscoot, yang harganya jatuh. Dengan dibantu tim manajemen yang diterbangkan dari India, perusahaan baja itu jadi sehat kembali. Lalu, Lakshmi melakukan ekspansi ke Meksiko. Dia mengakuisisi Sicartsa, perusahaan baja milik pemerintah, yang dirundung masalah dengan harga hanya US$ 220 juta, padahal nilai investasinya mencapai US$ 2,2 miliar. Nama perusahaan dia ubah menjadi Mittal Steel Lazaro Cardenas, dan menjadi tulang punggung produksi baja Kelompok Mittal Steel di seluruh dunia. Produksinya mencapai 6,7 juta ton per tahun. Sukses di Meksiko, dia mengakusisi perusahaan serupa di Kanada, Jerman, Irlandia, Inggris, Amerika Serikat, Kazakstan, dan Polandia. Di London, dia mendirikan kantor pusat dari seluruh jaringan usahanya. Dia juga mengakuisisi pabrik baja terbesar di Eropa, Arcelor, yang berlokasi di Luksemburg. Pabrik raksasa ini sebelumnya dimiliki bersama antara Pemerintah Prancis, Belgia, dan Spanyol. Pada 2006, dia mendirikan holding company dengan nama Arcelor-Mittal. Sebagaimana dilansir dari Time, Selasa (18/8), perusahaannya kini menjadi perusahaan baja terbesar di dunia dan menempatkan dirinya sebagai chief executive officer. Tak heran jika ia kemudian dianugerahi berbagai predikat dari berbagai lembaga dan media di dunia. Dari Majalah Fortune Eropa, ia diberi predikat European Businessman of the Year 2004. Selain itu, ia juga digelari the Willy Korf Steel Vision Award di 1998 oleh American Metal Market and PaineWeber’s World Steel Dynamics atas dedikasinya dalam industri baja. Majalah Forbes, New York, menempatkan Lakshmi Mittal di peringkat keempat orang terkaya di dunia. n

23


Animo masyarakat menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan cukup besar. Namun sejumlah persoalan tengah merundungnya. Mampukah ditemukan solusi jitu? TEKS RATNA NURAINI Foto Dahlan RP, Riset

24

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


Kartu BPJS Kesehatan

B

adan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mulai beroperasi pada 1 Januari 2014 tengah “meriang”. Belakangan, perannya di tengah masyarakat cenderung menuai kritik tajam. Salah satu persoalan yang mengemuka belakangan adalah perkiraan bahwa badan itu terpaksa menanggung mismatch antara premi peserta yang masuk dan klaim untuk peserta yang dikeluarkan sebesar Rp 5 triliun - Rp 6 triliun pada 2015. “Tahun lalu sampai Juni masih mismatch, kalau Juli saya tidak hafal persis, tapi tentu kita harus menggunakan data yang audited. Diprediksikan akan ada mismatch Rp 5 triliun,” ujar Fachmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan. Fachmi menuturkan, persoalan itu muncul lantaran lebih banyak peserta sakit yang melakukan klaim daripada peserta sehat yang membayar premi. “Karena ini program baru, belum semua orang masuk, masih banyak yang sakit ada insurance effect,” katanya. Direktur Komunikasi dan Kelembagaan BPJS Kesehatan, Purnawan Basundoro me-

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

ngemukakan hal sama. “Akhir tahun, proyeksinya masih ada mismatch,” tukasnya. Mismatch juga terjadi hingga akhir 2014. Di mana BPJS Kesehatan mencatat klaim untuk peserta tercatat Rp 42 triliun, sedangkan premi yang masuk dari peserta terdaftar hanya Rp 40 triliun. Mismatch agaknya memang membuat BPJS Kesehatan “merasa tidak sehat”. Itulah sebabnya, pada triwulan pertama 2014, beredar kabar BPJS Kesehatan berencana menaikkan premi. Usulan kenaikan premi bagi penerima bantuan iuran (PBI) itu mencapai angka Rp 27 ribu. Alasannya, besaran iuran Rp 19.225 per jiwa yang selama ini digunakan berpotensi menimbulkan defisit anggaran dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional ini. Meskip u n

25


telah sesuai perhitungan, angka itu masih akan dihitung lagi. “Memang dianggap masih relevan. Namun BPJS tetap akan mencoba menghitung lagi, dari angka yang pasti itulah yang akan diusulkan ke DJSN,” demikian disampaikan Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum BPJS Kesehatan Taufik Hidayat. Terjadinya mismatch atau ketidakcocokan antara premi dengan layanan kesehatan, menurut Taufik, memang harus disikapi. Untuk menanggulangi persoalan

Demokrat, Dede Yusuf, mengingatkan agar BPJS melakukan beberapa tahapan terlebih dulu, sebelum akhirnya menaikkan premi. “Menaikkan premi adalah langkah yang paling ringkas dan terakhir,” tandasnya. Langkah yang harus didahulukan oleh BPJS, menurut Dede, adalah melakukan evaluasi internal terhadap kinerja dan pelayanan selama ini. “Masih banyak potensi yang bisa dibenahi untuk menutupi defisit yang mendera BPJS Kesehatan. Salah satunya adalah pengawasan terhadap risiko, pengawasan, dan kepatuhan para nasabah. Manajemen, pelayanan, sosialisasi, dan penyuluhan harus diaudit dulu,” tegasnya.

Mendaftar BPJS

itu, sambung dia, pihaknya tidak mungkin mengurangi manfaat. Memang Taufik sempat menekankan bahwa peningkatan premi, diharapkan bisa berbanding lurus dengan pemberian pelayanan yang lebih baik. Namun, kontan rencana itu menuai kritik tajam dan tentangan dari sejumlah pihak, termasuk dari internal otoritas. Adalah Menteri Kesehatan Nila F Moeloek yang menyatakan penolakan atas rencana kenaikan premi BPJS Kesehatan. Dia mengingatkan, hal tersebut jelas akan membebani masyarakat. “Tapi tentu kita harapkan orang miskin tambah turun, seperti di Sulawesi Selatan ini, ternyata yang bisa membayar mandiri sudah ada,” jelasnya. Kritik juga disampaikan sejumlah anggota dewan yang terhormat. Mereka menilai, niatan BPJS Kesehatan itu terlalu terburu-buru. Anggota Komisi IX Fraksi Partai

26

Belum dicairkan sampai sekarang karena mekanisme pencairannya, aturannya masih dibuat. Bila semua hal tersebut sudah dibenahi, tapi hasil perhitungan defisit, Dede mengaku baru legawa, bila BPJS menaikkan preminya. “Setahu saya, banyak nasabah tak rutin membayar premi,” kata Dede. Kritik dari prespektif berbeda juga pernah dilontar terkait BPJS Kesehatan. Badan itu dituding hanya memikirkan profit (keuntungan). Bahkan diungkapkan

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


Pengamat Kebijakan Sosial Maftuchan, di Jakarta, awal Agustus, ada upaya-upaya—baik di dalam maupun di luar—untuk menggagalkan jaminan sosial secara sistematis. Diketahui, BPJS Kesehatan merupakan transformasi PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero) dalam memberi jaminan kesehatan. Peserta BPJS adalah peserta PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, dan program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Namun Maftuchan justru menilai, rumitnya sistem BPJS lantaran transformasi yang terjadi itu belum maksimal. “BPJS memang masih sedikit rumit, karena tranformasinya setengah

hati,” jelas dia. Menurutnya, diperlukan perbaikan yang maksimal agar pemberlakuan pelayanan kesehatan bagi masyarakat itu dapat berjalan dengan baik. “Tidak sesuai semangat jaminan sosial nasional. Tranformasi yang terjadi enggak mengubur budaya tradisi hal-hal yang sebelumnya berjalan,” tambahnya.

ASA DI TENGAH KEMELUT Kendati belum bisa dipastikan korelasinya, tapi seharusnya kini pihak BPJS Kesehatan boleh bernapas lega. Pemerintah telah memutuskan untuk memberikan sun-

Pasien di Rumah Sakit

tikan dana sekira Rp 5 triliun, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). “Pemerintah melalui APBN-P disetujui DPR, sudah ada dana cadangan Rp 5 triliun dalam bentuk PMN,” ucap Direktur Komunikasi dan Kelembagaan BPJS Kesehatan Purnawarman Basundoro. Kini, menurut Purnawarman, APBN-P tersebut sudah dikeluarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP). Hanya memang, sambungnya, tinggal menunggu pencairan saja yang masih dibuat aturannya oleh Kementerian Keuangan. “Belum dicairkan sampai sekarang karena mekanisme pencairannya, aturannya masih dibuat,” jelas dia. Ya semoga saja, suntikan dana tersebut bisa bermanfaat. Tidak saja bagi BPJS, tapi khususnya seluruh rakyat Indonesia. n

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

27


WASPADA MUDARAT TERULANG Pelayanan BPJS Kesehatan bisa dikatakan masih mencerminkan masalah di sejumlah lini. Khususnya lini pelayanan. Jangan sampai terulang persoalan masa lalu. TEKS RATNA NURAINI Foto Dok. Review

W

ajah Ati—begitu ibu muda itu biasa dipanggil—tampak gundah. Sudah tiga hari ini dia mondar-mandir mengurus persyaratan jaminan kesehatan bagi sang ibunda yang tengah tergolek lemah di ranjang sebuah rumah sakit ternama di Jakarta Pusat.

Bukannya memperoleh ketenangan sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, hari demi hari justru dilalui Ati dengan perasaan yang kian galau. Betapa tidak, kala menanyakan kejelasan penggunaan BPJS Kesehatan, keterangan yang diperoleh dari petugas BPJS dan pihak rumah sakit tempat ibundanya menjalani perawatan selalu berbeda. “Pihak BPJS mengatakan bahwa ibu saya yang menderita penyakit berkelanjutan di-cover oleh BPJS. Tapi, pihak rumah sakit mengatakan jenis perawatan yang diterima ibu saya tidak di-cover oleh BPJS,” katanya. Baik pihak BPJS maupun pihak rumah sakit, menurut Ati, memiliki alasan tersendiri untuk menerima atau menolak orang tuanya yang sakit. Pihak BPJS menerima untuk menjamin biaya perawatan ibundanya, sambung dia, karena penyakit pasien diidentifikasi sebagai penya-

Suasana di rumah sakit

28

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


kit berkelanjutan. Sedangkan pihak rumah sakit menolak, Ati menjelaskan, dengan alasan ibunya belum genap melampaui masa tenggang rentang perawatan. Dituturkan Ati, ibunya memang sebelumnya baru saja usai menjalani perawatan di rumah sakit tersebut. “Tapi karena penyakit kambuh, ibu saya terpaksa dilarikan lagi ke rumah sakit ini. Pihak rumah sakit juga yang memutuskan untuk kembali merawat inap ibu saya. Tapi entah kenapa, persoalan asuransi kesehatannya menjadi masalah,” tuturnya. Ati bukanlah warga “biasa” di negeri ini. Kebetulan dia adalah satu dari 75 ribu warga negeri ini yang mengantungi gelar doktor. Ati juga merupakan tenaga pengajar di Fakultas Komunikasi di salah satu universitas swasta ternama di Ibu Kota. Lantaran itulah, Ati pun langsung menangkap adanya ketidakberesan dalam sistem yang ada. “Ada persoalan antara mereka, bahkan mungkin terkait sesuatu yang ditutupi. Tapi apapun persoalan antara mereka, pelayanan serupa ini jelas potensial berdampak negatif bagi masyarakat luas,” katanya.

ANIMO TINGGI Memang kekhawatiran Ati itu sangat beralasan. Sebab diketahui, pada 2014 saja peserta BPJS Kesehatan telah mencapai 142 juta orang. Dan pada 2015, jumlah peserta diprediksi bakal meningkat hingga menjadi 168 juta orang, dengan 30 juta orang merupakan pekerja penerima upah (PPU). Jumlah itu menunjukkan betapa besarnya animo publik terhadap BPJS Kesehatan. Tapi persoalannya, agaknya badan itu juga belum bisa beranjak dari kekurangan yang ditunjukkan para “pendahulunya”, pengelola jaminan kesehatan di negeri ini. Yakni, tentang pemberian pelayanan bagi publik. Jajak pendapat yang dilakukan Kompas di 12 kota, beberapa waktu lalu, menunjukkan bahwa dari 592 responden, sebanyak 53,5% telah mengikuti BPJS Kesehatan. Keikutsertaan itu dengan komposisi, lebih dari 60% pegawai negeri sipil dan pensiunan. Namun begitu, dari 317 responden yang menjadi peserta program JKN BPJS Kesehatan, ternyata hanya 39,1% yang menyatakan puas terhadap layanan BPJS. Sedangkan sebanyak 42,9% responden pengguna layanan BPJS Kesehatan lainnya masih menyatakan tidak puas. Ketidakpuasan tersebut berdasarkan pada pengalaman mereka dalam berbagai hal. Mulai dari kerumitan prosedur untuk mendapatkan layanan sejak pendaftaran keanggotaan hingga saat pemeriksaan. Diketahui, peserta BPJS tak bisa bebas memilih fasilitas kesehatan (faskes) karena program JKN menggunakan pola rujukan berjenjang. Pasien diharapkan berobat terlebih dahulu ke faskes tingkat pertama, seperti puskesmas, klinik, ataupun dokter keluarga. Jika kemudian dibutuhkan layanan lebih lanjut dari dokter spesialis, pasien akan dirujuk ke faskes yang tingkat layanannya lebih tinggi. TERJEBAK MASALAH KLASIK Masalah lain juga muncul lantaran masih sedikit faskes

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

yang bekerja sama dengan BPJS. Hal ini kerap mengakibatkan antrean panjang pasien untuk mendapat pelayanan kesehatan. Bahkan, antrean panjang pun terjadi ketika warga hendak mendaftarkan diri sebagai peserta di kantor cabang BPJS Kesehatan. Data BPJS Kesehatan menyebutkan, pada triwulan I-2015, ada 14.619.528 kunjungan di faskes tingkat pertama. Dari data itu, 2.236.379 kunjungan dirujuk dari pelayanan primer (puskesmas) ke tingkat pelayanan sekunder (rumah sakit). Sebanyak 214.706 kunjungan di antaranya merupakan rujukan nonspesialistik. Itu berarti seharusnya kasus itu tak perlu dirujuk dan bisa diselesaikan di faskes tingkat pertama atau primer. Salah satu penyebab munculnya kasus rujukan nonspesialistik adalah kapasitas sumber daya manusia di faskes tingkat pertama belum memadai. Tingginya angka rujukan yang tidak perlu itu mengakibatkan penumpukan pasien di rumah sakit sebagai tingkat layanan sekunder, yang sampai kini masih terjadi. Pelayanan menjadi terganggu karena panjangnya antrean, sementara sumber daya manusia di rumah sakit terbatas. Jika demikian kondisi yang ada saat itu, lantas apa bedanya dengan yang ada di masa lalu. Jangan-jangan, masalah pelik di lingkup asuransi kesehatan yang belum ditemukan solusinya di masa lalu pun terulang saat ini. Aduhh.... n

29


makro Dwell time

Terminal Peti Kemas: Menolak kita kepret.

Menunggu Jurus Kepret RR Rizal Ramli mendapat tugas khusus membenahi dwell time di Tanjung Priok. Yakin bakal jadi 2,5 hari?

P

TEKS Kukuh Bhimo Nugroho foto dahlan rebo pahing

residen Jokowi ternyata cerdik. Dia memberi tugas khusus Rizal Ramli, Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, membereskan persoalan masa tunggu bongkar muat atau dwell time di Pelabuhan Tanjung Priok. Rizal agaknya harus membuktikan dirinya mampu menyelesaikan persoalan rumit, tidak sekadar mengritik para koleganya di kabinet. “Beliau (Presiden Jokowi) memberikan tugas secara khusus kepada Menko Kemaritiman untuk

30

memperpendek dwell time, yang sebelumnya masih di atas lima hari. Beliau berikan batas waktu, pada Oktober diharapkan sudah bisa 3-4 hari,” kata Pramono Anung, Sekretaris Kabinet. Tugas khusus ini lumayan berat, mengingat Indroyono Soesilo, Menko sebelumnya, ditarget 4,7 hari. Hal yang perlu dicatat, saat ini dwell time sekitar enam hari. Bandingkan dengan Singapura yang hanya sehari, atau Malaysia dua-tiga hari. Dan RR, panggilan akrab Rizal Ramli, berusaha memenuhi tantangan itu. Pada Senin pekan lalu, ia

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


makro Dwell time telah memamaparkan tujuh jurus mengatasi dwell time. “Masalahnya memang cukup rumit. Terlalu banyak pihak yang berkepentingan. Insya Allah pekan depan kami mulai benahi,” katanya yakin. Adapun jurus pertama adalah memperbanyak jalur hijau bagi barang-barang ekspor impor yang telah memenuhi syarat dan ketentuan. Sementara jalur merah bagi barang yang dicurigai bermasalah, akan diupayakan ditekan sampai tingkat paling minimal. “Kedua, meningkatkan biaya denda bagi (pemilik) kontainer yang telah melewati masa simpan di pelabuhan,” ujarnya. Ternyata selama ini, tarif denda yang berlaku hanya Rp 27.500 per hari per kontainer ukuran 20 kaki. Wajar jika banyak pengusaha yang memilih menyimpan barang di pelabuhan, dibanding membayar sewa gudang di luar pelabuhan yang dipastikan jauh lebih mahal dan keamanan tak terjamin. Ketiga, membangun jalur kereta api sampai ke lokasi loading dan uploading peti kemas. Tujuannya, arus barang akan lebih cepat dan murah, serta bisa diharapkan mengurangi beban jalan dan kemacetan arus lalu lintas. Sejak dulu, menurut RR, Pelindo II dan PT Kereta Api Indonesia ribut terkait rencana tersebut. “Kalau ada penolakan, kita kepret,” katanya. Keempat, meningkatkan sistem teknologi informasi dalam pengelolaan terminal peti kemas. Bakal mempermudah pengusaha mengetahu posisi peti kemasnya secara detil dan akurat. Kelima, menambah kapasitas crane (derek). Dan keenam, penyederhaan peraturan dan perizinan. Menurut Rizal, agar barangnya bisa masuk, seorang importir harus mengurus 124 izin dari 20 departemen, kementerian, atau lembaga. “Bayangkan saja dari Kemenperin ada 44 izin yang didapatkan. Kadang-kadang ganti menteri izinnya nggak dihapus, disatukan diintegrasikan ke izin yang lain. Kami ingin sederhanakan supaya jadi 20 izin saja,” ujarnya. Sedangkan jurus pamungkas tak lain memberantas mafia. “Yang tidak kalah penting, kami juga akan memberantas mafia yang selama ini bermain di pelabuhan. Mereka inilah yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membuat Tanjung Priok menjadi pelabuhan yang lamban, tidak efisien, dan berbiaya tinggi,” ungkapnya. Rizal mengaku tak takut jika harus melawan back­ing para mafia. “Saya sadar betul risikonya pasti ada. Saya siap menghadapi siapa pun mereka. Itulah sebabnya saya menggandeng KSAL bahkan Panglima TNI untuk memberantas para mafia,” tegasnya.

Targetkan 2,5 Hari Sehari setelah menyebut tujuh jurus mautnya, RR membuat pernyataan mengejutkan. Ia menuding PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II selaku operator Pelabuhan Tanjung Priok justru diuntungkan dengan menumpuknya kontainer yang menyebabkan leletnya dwell time.

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

“Pelindo II memang senang juga kalau kontainernya itu tetap di situ karena bayar kan? Walaupun murah, tetapi hitungan dari salah satu tim kami itu, Pelindo II dapat Rp 1 triliun kalau lama,” kata Rizal. Oleh sebab itulah, Rizal berencana menaikkan tarif denda bagi kontainer yang telah melewati masa simpan di pelabuhan, dari Rp 27.500 per hari per kontainer. “Jadi kita akan ubah pricing-nya, sistem biayanya, supaya kita akan naikkan sehingga importir ini punya insentif. Jangan terlalu lama lah kita simpan di pelabuhan. Keluarkan secepat-cepatnya daripada biayanya mahal banget,” ujarnya. Richard Joost Lino, Direktur Utama Pelindo II, setuju jika pemerintah menaikkan tarif denda agar aset pelabuhan bisa digunakan dengan benar. Hal itu juga akan membuat pengusaha berpikir panjang jika bermaksud menyimpan barangnya di gudang pelabuhan. “Saya kira spirit-nya benar, supaya kalau orang gunakan (gudang di pelabuhan) itu ya memang itu pilihannya dia, walaupun dia harus bayar mahal,” katanya. Guna mengejar tenggat yang diberikan presiden pada Oktober, Rizal Ramli membentuk gugus tugas atau task force untuk menyelesaikan persoalan dwell­ ing time. Dia menunjuk Ronnie Higuchi Rusli, mantan pejabat di Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Ekuin) sebagai ketua task force. Ronnie bakal dibantu dua penasehat, yaitu Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Marsetio dan Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono, yang juga mantan Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan. Tak hanya itu. “Mereka nanti akan dibantu lagi oleh dua jenderal polisi, dua jenderal TNI Angkatan Laut, dan dua jenderal TNI Angkatan Darat bintang dua,” kata Rizal. Ronnie sendiri begitu percaya diri. Berani pasang target 2 hari hingga 2,5 hari. Kata kuncinya, memastikan proses perizinan pre-clearance dilakukan online. Proses pre-clearance selama ini memang menjadi biang keleletan. Dari total 5,5 hari, pre-clearance memakan waktu 3,6 hari. Diikuti custom clearance 0,6 hari dan post-custom clearance 1,3 hari. Kita tunggu saja hasil gebrakan RR. n

Rizal Ramli, Menko Kemaritiman dan Sumber Daya

Jadi kita akan ubah pricing-nya, sistem biayanya, supaya kita akan naikkan sehingga importir ini punya insentif. Jangan terlalu lama lah kita simpan di pelabuhan. Keluarkan secepat-cepatnya daripada biayanya mahal banget. 31


makro Impor sapi

Bukan Bentrok Tapi Beda Kebijakan Menteri Pertanian tak sepakat dengan rencana Menteri Perdagangan mengimpor 200 ribu hingga 300 ribu sapi. Ini bukan bentrok.

M

TEKS Kukuh Bhimo Nugroho foto dahlan rebo pahing

elentingnya harga daging sapi telah membuat para pejabat terkait kelimpungan. Rencana Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengimpor 200 ribu hingga 300 ribu sapi pada kuartal IV 2015, justru ditentang koleganya di kabinet, Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Menteri Lembong yang baru saja dilantik pada 12 Agustus, rupanya ingin segera mengatasi persoalan melentingnya harga daging sapi. Caranya, kembali membuka lebar keran impor hingga akhir tahun. Jumlahnya tak main-main, antara 200 ribu hingga 300 ribu ekor. Kebijakan Lembong ini berbeda jauh dengan Rahmat Gobel, Mendag sebelumnya. Gobel justru memangkas impor sapi di kuartal III hingga hanya 50 ribu ekor dari 250 ribu ekor di kuartal II. Sementara di kuartal I, tercatat impor 97.618 ekor dari target 100 ribu ekor. Soal pemangkasan, Gobel berdalih, permintaan daging sapi terbesar berpusat di Jakarta dan Jabar, sementara daerah bisa mandiri memenuhi kebutuhannya sendiri. Kini, Lembong justru melihat pentingnya kembali memperbesar impor. “Pesan utama, kami siap untuk guyur pasar supaya yang timbun-timbun stok ini juga berpikir dua kali, karena ketika kita guyur ke pasar, harga akan anjlok dan yang timbun itu akan mengalami kerugian finansial cukup berat,” paparnya sembari mengatakan sudah berbicara dengan Mentan. Uniknya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman

ternyata tak sepakat dengan impor 200 ribu hingga 300 ribu sapi. Menurut dia, stok sapi nasional saat ini jumlahnya 198 ribu ekor dan cukup untuk tiga hingga empat bulan ke depan. Namun, Menteri Amran menolak jika disebut telah terjadi bentrok kebijakan dengan Menteri Lembong. “Nah ini, ini bukan bentrok. Ini memang harus dijelaskan (ke publik),” ujar Amran. Menurut Amran, rencana Menteri Lembong itu sejatinya ditujukan untuk stok triwulan I-2016. Sebab, sapi yang bakal diimpor adalah sapi bakalan atau sapi yang belum siap potong. Toh, Amran menggarisbawahi, pihaknya tetap akan mengkaji rencana tersebut. Sebab, impor 200 ribu hingga 300 ribu ekor sapi belum tentu sesuai dengan kebutuhan dalam negeri. Joni Liano, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo), berharap pemerintah tak terlalu memaksakan impor sapi bakalan. “Yang jelas enggak bisa memaksakan impor sapi yang banyak. Tulang punggung kita juga ada di sapi lokal,” katanya. Dari Australia, Simon Caen, Ketua Dewan Eksportir Ternak Australia (ALEC), menyambut baik naiknya Lembong menggantikan Gobel. Dia berharap agar ekspor sapi Australia ke Indonesia kembali meningkat signifikan. n

Sapi Impor: Eksportir Australia sambut baik naiknya Lembong.

32

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


makro Organisasi pengusaha

Pelayaran niaga: Rebutan berbagai kepentingan.

Tarung Sengit Dua Nakhoda Rapat Umum Anggota INSA gagal memilih ketua umum periode 2015-2019. Harus tetap berorientasi bisnis.

I

TEKS Kukuh Bhimo Nugroho foto dahlan rebo pahing

gnasius Jonan, Menteri Perhubungan, agaknya memiliki feeling tajam terkait keberadaan Asosiasi Pengusaha Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau Indonesian National Shipowners’ Association (INSA). Di akhir sambutan, saat membuka Rapat Umum Anggota (RUA) ke-16, Jonan wanti-wanti agar anggota INSA tetap fokus pada bisnis. “INSA adalah organisasi pengusaha, sehingga orientasi organisasi ini harus tetap berorientasi pada bisnis. Tidak pada tujuan yang lain,” kata Menhub Jonan, pada Kamis (20/8), di Jakarta. Pesan itu agaknya terkait dengan strategisnya peran INSA di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Maklum saja, Jokowi telah mematok target Indonesia menjadi poros maritim dunia, termasuk mencanangkan program Tol Laut. Posisi strategis inilah yang dikhawatirkan bakal membuat INSA menjadi rebutan berbagai kepentingan. Dan entah terkait dengan pesan Menteri Jonan atau tidak, proses pemilihan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) INSA untuk periode 20152019 ternyata berakhir deadlock. Ketua umum baru pengganti Carmelita Hartoto yang menjabat periode 2011-2015, tak berhasil ditetapkan dalam RUA. Pada proses pemilihan itu, muncul dua kandidat yang sama-sama pernah menjabat ketua umum. Yakni incumbent Carmelita Hartoto melawan Johnson W Sutjipto, mantan Ketua Umum DPP INSA periode 2008-2011. Sebanyak 754 anggota berhak memberikan suara. Hasilnya, 386 suara mendukung Johnson yang juga Presiden Direktur PT

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

Salam Bahagia, 363 suara buat Carmelita, Presiden Direktur PT Andhika Line, dan 5 surat suara dinyatakan tidak sah. Menurut Lolok Sudjatmiko, Ketua Panitia Pelaksana RUA ke-16, deadlock terjadi karena ketua sidang pleno tak mengesahkan hasil pemungutan suara. “Ada keberatan dari pihak Ibu Carmelita Hartoto tentang surat suara yang tidak sah yang sudah disepakati oleh para saksi, tetapi fisiknya hilang,” kata Lolok, di Kantor DPP INSA, Selasa pekan lalu. Terkait kekosongan pucuk pimpinan, menurut Lolok, bakal ditunjuk caretaker ketua umum dan tak akan dilakukan RUA lanjutan atau RUA Luar Biasa. “Kami berharap ada rekonsiliasi antara kedua belah pihak,” katanya. Sementara itu, Capt. Bobby Reynold Mamahit, Dirjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, menyatakan menyerahkan sepenuhnya kepada INSA untuk menyelesaikan persoalan internalnya. “Kami tidak akan ikut campur sedikit pun. Kami serahkan sepenuhnya kepada INSA. Siapa pun yang menjadi ketua, pasti 100 persen kami dukung,” ujarnya. Saut Gurning, pengamat maritim asal ITS Surabaya, mengatakan bahwa masyarakat membutuhkan INSA yang kuat, karena sejauh ini telah membuktikan diri menjadi pelopor bangkitnya industri maritim di negeri ini. Ia yakin, anggota INSA bakal mampu menyelesaikan permasalahannya. “Saya yakin, soliditas anggota INSA cukup baik dan mungkin terbaik di kalangan asosiasi sektor maritim kita,” katanya. n

33


makro Pembangkit listrik

Pembonceng Proyek Listrik 35.000 MW Proyek listrik 35.000 megawatt senilai Rp 1.127 triliun menarik minat banyak investor lokal dan asing. Berpotensi jadi ‘bancakan’ elite tertentu. TEKS Kukuh Bhimo Nugroho foto dahlan rebo pahing

34

Lima Tahun 35.000 MW: Dulu regulasinya banyak yang ruwet.

M

enko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli ternyata punya banyak pendukung dalam hal mengkritisi proyek listrik 35.000 megawatt (MW). Perlambatan pertumbuhan ekonomi saat ini, banyak diyakini berpotensi besar bakal menghambat mega proyek Presiden Jokowi ini. Djaserman Purba, anggota Komite II DPD RI, mengatakan bahwa target pembangunan proyek ini dapat terealisasi dengan asumsi pertumbuhan ekonomi mencapai 6%-7%. “Saat ini Menteri Keuangan menyatakan pertumbuhan ekonomi hanya 4%. Kalau ini terjadi di 2016, apakah program ini akan berlanjut?” katanya, pada Rabu pekan lalu. Maklum, proyek yang diharapkan final di 2019 ini, nantinya bakal memerlukan alat maupun perlengkapan yang harus didatangkan dari impor. Padahal saat ini saja, nilai rupiah mencapai angka Rp 14 ribu per dolar AS. “Dengan kondisi itu, harga anggaran Rp 1.100 triliun yang dianggarkan (un-

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


makro Pembangkit listrik tuk proyek ini) akan membengkak. Apakah ini memungkinkan lagi?” tanyanya. Tak hanya senator yang mengkritisi, tapi juga anggota DPR. “Program itu ambisius dan terkesan tidak rasional. Komisi VII sendiri melihat rencana tersebut bukanlah hal yang baru karena masa SBY juga sudah ada. Jadi bukan hal baru lagi seperti diklaim pemerintah,” kata anggota Komisi VII DPR itu. Sementara Kurtubi, anggota Komisi VII lainnya, memaparkan bahwa kondisi kelistrikan Indonesia memang memprihatinkan, karena kapasitasnya masih sangat rendah. Akibatnya, banyak wilayah harus mengalami pemadaman listrik bergilir. Bahkan, sekitar 20% rakyat belum bisa menikmati fasilitas listrik. Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), konsumsi listrik per kapita Indonesia pada 2012 hanya sebesar 733 kWh, sedangkan Malaysia di angka 4.313 kWh per kapita. “Bahkan rencana pengadaan listrik 35.000 Mega Watt yang menjadi visi Presiden Joko Widodo masih kurang untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam jangka panjang,” kata Kurtubi.

Bancakan Elite Mega proyek kelistrikan yang diberi nama ‘35.000 Mega Watt Listrik untuk Indonesia’ diresmikan Presiden Jokowi pada awal Mei lalu, di Goa Cemara, Pantai Samas di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. “(Selama) 70 tahun Indonesia merdeka hanya membangun 50.000 MW. Ini lima tahun, 35.000 MW. Kenapa saya optimis dan saya meyakini ini bisa dilakukan, karena memang regulasinya dulu banyak yang ruwet,” kata Presiden Jokowi. Selain diharapkan bisa memecahkan kurangnya pasokan listrik, proyek ini juga bakal mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab bakal menyerap 620 ribu tenaga kerja secara langsung dan 3 juta tenaga kerja secara tidak langsung, di seluruh Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) sudah menetapkan 109 proyek yang masuk dalam program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW. Dari 109 proyek pembangkit berdaya total 36.585 MW, 74 proyek berkapasitas 25.904 MW, di antaranya akan dikerjakan dengan skema pengembang listrik swasta (independent power producer/ IPP) dan 35 proyek lainnya berdaya 10.681 MW dikerjakan PLN. Untuk mengerjakan sebanyak 109 proyek tersebut, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 1.127 triliun. Dari jumlah ini, sebesar Rp 512 triliun dikerjakan PLN dan Rp 615 triliun oleh swasta. Angka Rp 615 triliun inilah yang membuat banyak investor lokal dan asing berdatangan. Pada saat pencanangan program oleh Presiden Jokowi misalnya, saat itu telah dilakukan penandatangan kontrak kerjasama dengan sejumlah investor lokal dan asing, salah satunya UPC Renewables dari Amerika Serikat. Bahkan, Robert O’Blake, Duta Besar AS yang

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

hadir, mengaku gembira perusahaan AS bisa berkontribusi pada penyediaan energi di Indonesia. “Kami berharap perusahaan Amerika lainnya seperti General Electric juga akan terlibat dalam proyek-proyek terkait lainnya. Misalnya untuk menyediakan turbin yang menjadi andalan mereka. Meskipun mereka belum mengumumkan, tetapi saya yakin mereka akan bisa berperan banyak untuk mewujudkan listrik 35.000 Mega Watt itu,” kata O’Blake.​ Contoh lainnya, pembangunan proyek PLTU Mulut Tambang, di Meulaboh, Aceh, yang direncanakan berkapasitras 7.785 MW dan merupakan bagian dari proyek 35.000 MW. Beberapa investor lokal yang menyatakan minat di antaranya PT ABM Investama Tbk, PT Indo Tambangraya Megah Tbk dan PT Delma Mining. Sedangkan perusahaan yang sudah terlibat adalah PT Adaro Energy Tbk, PT Pesona Khatulistiwa Nusantara, dan PT Bukit Asam Tbk. Banyaknya investor yang bakal terlibat ini dikritisi oleh Yenny Sucipto, Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Dia mempersoalkan penunjukan langsung yang dipergunakan dalam proyek ini. Pasalnya, mekanisme penunjukan langsung membuka celah ‘permain­ an’ sejumlah pemangku kepentingan, mulai dari BUMN dengan investor, hingga para elite politik di negeri ini. Berdasar hitungan Fitra, sepanjang 2015 telah terjadi 16 kali penunjukan langsung untuk pengadaan barang dan jasa proyek ini. “Dari mekanisme penunjukkan langsung ini, yang sempat kami hitung, nilainya mencapai Rp 143 triliun. Dari mekanisme tersebut, kami melihat, terbuka ruang untuk kongkalikong,” kata Yenny, pada Minggu (19/4). Marwan Batubara, pengamat energi dari IRESS mengatakan, Rizal Ramli melontarkan kritik karena proyek berpotensi terhambat perizinan, pembebasan lahan, komitmen, dan investor. Hal yang paling dikhawatirkan adalah mark up dalam pembiayaan proyek. “Rizal ingin berhati-hati karena dikhawatirkan banyak pihak membonceng proyek ini. Alih-alih memenuhi kebutuhan masyarakat justru menjadi ‘bancakan’ elite tertentu,” kata Marwan.n

Yenny Sucipto, Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra)

Dari mekanisme penunjukkan langsung ini, yang sempat kami hitung, nilainya mencapai Rp 143 triliun. Dari mekanisme tersebut, kami melihat, terbuka ruang untuk kongkalikong. 35


keuangan Perbankan

Sementara Perbank Pertahanan perbankan nasional masih kuat kendati rupiah anjlok hingga level Rp 14.000 Rp 16.000 per dolar. Tapi entah jika perekonomian semakin memburuk.

S

TEKS bastaman foto Riset

uasana perbankan di Tanah Air benar-benar kalang-kabut. Walaupun beberapa bankir masih berusaha bersikap tenang, tapi mereka tak mampu menutup-nutupi kerisauan hatinya. Soalnya, permintaan penundaan cicilan kredit mulai melonjak belakangan ini. Permintaan itu tak hanya datang dari sektor pertambangan, tapi juga dari industri modern seperti otomotif, elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu, perkebunan dan perdagangan. Pelambatan ekonomi serta meroketnya nilai tukar dolar dianggap sebagai penyebab meningkatnya permintaan penundaan cicilan kredit. “Debitor yang kesulitan terutama yang menggunakan bahan baku impor,” ujar seorang bankir swasta. Dan, ia pun tidak kaget bila belakangan ini perusahaan tahu dan tempe mulai menjerit. Para pengusaha kecil (UMKM) yang bermain di industri pangan berbasis terigu dan minyak goreng juga mulai linglung. Makanya, tidak kaget bila pada semester I – 2015 kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di tangan nasabah sudah mencapai 2,46% dari total kredit. Meningkat dibandingkan posisi awal tahun yang masih sekitar 2,16%. Keadaannya semakin mencemaskan, ketika Eko B Supriyanto, Direktur Biro Riset Infobank, menyebutkan ada 14 bank yang NPL-nya sudah di atas 5%. “Kredit macet sudah menjadi ancaman yang serius,” ujarnya. Eko memang tak bermaksud menakut-nakuti. Ia hanya ingin mengatakan bahwa NPL perbankan berpotensi meningkat di bulan-bulan mendatang, mengingat kelesuan ekonomi dan pelemahan rupiah semakin parah. Dan runyamnya, melesatnya kurs dolar ini tak hanya membuat para nasabah sempoyongan, tapi

36

Antre di Bank: Aman, asal masyarakat dan dunia usaha tidak panik.

juga mulai mengancam industri perbankan. Maklum, selama semester I, utang valas perbankan tumbuh 15,53% menjadi US$ 31,7 miliar. Ini mengerikan. Sebab, 61% di antaranya merupakan utang jangka pendek. Nah, kalau kurs dolar terus menguat, beban bank tentu akan semakin berat. Apalagi, ya itu tadi, angka NPL diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pelambatan perekonomian dunia. Daya beli masyarakat juga diperkirakan bakal semakin anjlok, terutama selelah puluhan ribu orang terkena PHK. Itu sebabnya, beberapa kalangan mencemaskan tensi perbankan bakal meningkat jika nilai tukar rupiah makin terpuruk. Tapi, Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, menampik kekhawatiran itu. Dari uji ketahanan (stress test) yang dilakukan oleh OJK dan Perbanas terhadap 110 perbankan di Tanah Air, hanya

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


keuangan Perbankan

kan Kita Masih Aman Saya tidak khawatir karena kondisi sekarang berbeda dengan krisis moneter 1998. Yang penting, masyarakat dan dunia usaha tidak panik.

empat bank kecil (BUKU I) yang berpotensi bakal terganggu oleh gejolak kurs. “Alhamdulillah, daya tahan perbankan kita masih oke dalam menghadapi gejolak nilai tukar, bahkan hingga rupiah di level Rp 14.000 per dolar,” ujar Muliaman.

BELUM TERTEKAN Muliaman mungkin benar. BRI mungkin bisa jadi contoh. Sunarso, Wakil Direktur Utama BRI, mengatakan bahwa BRI telah melakukan stress test dengan asumsi rupiah anjlok ke level Rp 16.000 per dolar. Hasilnya, NPL bank yang fokus di sektor pembiayaan UMKM ini hanya naik sedikit dari 2,2% saat ini menjadi 2,5%. “Ini karena BRI fokus di UMKM dan tak banyak memberikan kredit valas,” katanya. Daya tahan BII terhadap gejolak nilai tukar juga lumayan tangguh. Seperti dikatakan Thilagayathy Na-

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

dason, Direktur Keuangan, CAR dan NPL bank milik Maybank Malaysia ini masih cukup aman seandainya kurs rupiah terpuruk ke level Rp 14.500 per dolar. Dalam waktu dekat, BII akan melakukan stress test dengan asumsi kurs rupiah Rp 16.000 per dolar. “Saya tidak khawatir karena kondisi sekarang berbeda dengan krisis moneter 1998. Yang penting, masyarakat dan dunia usaha tidak panik,” ujarnya. Tingginya daya tahan perbankan nasional juga diungkapkan Fithra Faisal Hastiadi, Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat FEUI. “Level banking pressure indek (BPI) perbankan kita masih berada di bawah 0,5,” ujarnya. Ini, lanjut Fithra, menandakan perbankan kita belum tertekan dan kemungkinan terjadinya systemic default relatif kecil. Berbeda dengan krisis 1998, dimana sejumlah bank gulung tikar. Ketika itu BPI menunjukkan angka 1,16. Daya tahan perbankan saat ini juga lebih baik dibandingkan krisis 2008, dimana saat itu BPI mencapai 0,82. Setidaknya ada enam variabel ekonomi yang dipakai dalam menghitung BPI, yakni nilai tukar riil, indeks harga saham gabungan (IHSG), pertumbuhan lending economic index (LEI), pertumbuhan multiplier uang, pertumbuhan ekspor, serta pinjaman antar bank (interbank callmoney). Nah, berdasarkan variabel-variabel tersebut ternyata tensi perbankan kita masih normal. “Beberapa indikator makro ekonomi secara umum juga mendeskripsikan dasar yang kuat untuk menopang kinerja ekonomi tahun 2015,” ujar Fithra. Syukurlah. Tapi, kendati perbankan nasional dinilai masih cukup kuat menghadapi gejolak moneter, bukan berarti para bankir dan petinggi OJK boleh berleha-leha. Sebab, jika perekonomian tidak kunjung membaik dan suku bunga tetap tinggi, maka potensi bank untuk default cukup besar. Apalagi, krisis kali ini menghantam pengusaha UMKM. Jika katup penyelamat ini hancur, perbankan nasional bakal menghadapi masalah NPL dari kredit bermotor, perumahan, barang elektonik, dan lainnya. n

37


keuangan Bisnis Duit

Panen Raya Bisnis Duit Menjelang pengumuman kenaikan suku bunga The Fed, transaksi valas di money changer dan bank meningkat tajam. Untung yang diraih pun naik berlipat.

G

TEKS bastaman foto Dahlan Rp

ejolak yang terjadi pada nilai tukar rupiah sangat memusingkan para petinggi di Bank Indonesia (BI). Lihat saja, untuk mengerem laju pelemahan rupiah, bank sentral telah menghabiskan ratusan juta dolar. Akibatnya, pundi-pundi cadangan devisa pun terus menyusut. Namun, ibarat kata pepatah, di balik musibah pasti ada berkah. Dan, itulah yang kini dinikmati perbankan dan money changer. Itu sebabnya, seperti dikatakan seorang pengelola money changer, fluktuasi rupiah adalah momen yang ditunggu-tunggu para pedagang valas. Maklum, di saat rupiah ajrut-ajrutan, perusahaan money changer mampu meraup untung lumayan besar. Dalam sehari, nilai transaksinya tak kalah dengan yang dicapai sebuah kantor cabang bank. Apalagi di tengah menguatnya dolar terhadap mata uang lainnya, transaksi di money changer bisa naik hingga 50%. Lihat saja yang terjadi di PT International Valas yang berlokasi di Puri Indah Raya, Jakarta. Ketika kurs rupiah terpuruk ke level Rp 14.000 per dolar, omzet perusahaan meningkat tajam. Jika di hari-hari biasa omzetnya hanya sekitar Rp 140 juta per hari, sepekan terakhir naik 200% menjadi Rp 420 juta. “Hampir 70% transaksi didominasi oleh dolar Amerika,” ujar Ayu, pegawai PT Internatinal Valas. Angka tersebut, menurut Ayu, belum tentu dapat diraih jika fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar stabil. Alhasil, keuntungan yang didapat International Valas pun makin jumbo. Dalam beberapa hari terakhir, pedagang valuta asing bukan bank (PVABB) ini mampu mengantongi keuntungan Rp 1,2 juta – Rp 1,5 juta per hari. Keuntungan sebesar itu di diraih lantaran International Valas mengambil margin Rp 40 – Rp 50 dari setiap dolar.

FAKTOR THE FED Manisnya fluktuasi nilai tukar rupiah – dolar juga dirasakan Tri Tunggal Money Changer. Bahkan perusahaan penukaran uang di kawasan Blol M Plaza, Jakarta Selatan ini, berhasil meraih kenaikan omzet hingga 300%. “Dalam dua atau tiga hari terakhir pembelian dolar oleh masyarakat naik secara signifikan,” ujar Yohanes Budi,

38

Manager Tri Tunggal Money Changer. Tak hanya money changer, keuntungan besar juga dinikmati perbankan. Maklum, dengan tingkat volatilitas yang tinggi, potensi untuk mendapatkan keuntungan ikut membesar. Hanya saja, menurut seorang bankir swasta, potensi besar itu tidak bisa dimanfaatkan maksimal oleh bank. Seperti diketahui, dua pekan lalu BI membatasi pembelian valas dari semula US$ 100.000 menjadi US$ 25.000. Si bankir tadi menuturkan, sebelum mengalami flutuasi seperti sekarang, pergerakan rupiah terhadap dolar amat tipis. Tahun lalu, misalnya, rupiah hanya terdepresiasi sebesar 1,7%. Tapi, sekarang, dari awal tahun hingga pekan lalu, nilai mata uang RI itu telah tergerus 13%. Faktor inilah yang membuat keuntungan bank dari transaksi valas meningkat tajam. “Apalagi sepekan terakhir nilai tukar mengalami fluktuasi hebat,” ujar si

Money Changer: Berkah di balik pelemahan rupiah

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


keuangan Bisnis Duit bankir tadi. Besarnya peluang untuk meraih keuntungan dari transaksi valas memang menggiurkan. Sebagai contoh Bank Syariah Mandiri (BSM). Tahun lalu, transaksi valas di anak perusahaan Bank Mandiri ini mencapai Rp 12 triliun atau tumbuh 30% dibanding dengan 2013. Sementara fee based income dari transaksi valas mencapai Rp 19,6 miliar. BNI juga termasuk agresif menjaring fee based income dari transaksi valas. Hingga semester I – 2015, transaksi jual beli valas di bank BUMN ini mencapai US$ 2 miliar. Meningkatnya pembelian dolar oleh masyarakat, terutama menjelang rencana kenaikan suku bunga The Fed, September depan, diyakini akan mendorong volume traksasi valas. Apalagi di bulan tersebut banyak korporasi membutuhkan valas untuk membayar kewajibannya yang jatuh tempo. n

Tempat Pencucian Duit Haram

P

edagang valuta asing alias money changer ternyata tak melulu sebagai tempat penukaran uang. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mensinyalir, beberapa money changer dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan kejahatan. Mulai menjadi kedok bisnis haram, sarana pengiriman uang haram ke luar atau pun ke dalam negeri, hingga membantu pengiriman valas melalui perbatasan. Modus yang paling sederhana, uang hasil kejahatan “dicuci� di money changer, lalu dibawa ke negeri jiran secara fisik. Modus ini bisa berjalan lancar karena Bea Cukai tidak memiliki kewenangan untuk menggeledah atau pun menanyakan asal-usul uang seseorang yang hendak ke luar atau masuk wilayah Indonesia. Celakanya lagi, dalam UU No. 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, uang dengan jumlah di bawah Rp 100 juta yang dibawa ke luar atau masuk tidak harus dilaporkan. Maraknya money changer abal-abal juga dituding punya andil besar terhadap meningkatnya pengiriman uang secara fisik ke luar atau ke dalam wilayah Indonesia. Tidak seperti money changer resmi yang terdaftar di BI, money changer abal-abal tidak memberikan laporan ke bank sentral. Jadi, jangan kaget bila pada 2013 PPATK menerima 3.461 laporan pembawaan uang tunai (LPUT) dari Bea Cukai atau tumbuh 70% dibanding 2012. Tahun lalu, ketika nilai tukar rupiah mulai berfluktuasi hebat, LPUT yang diterima oleh PPATK mencatat kenaikan 4.928,6% n

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

39


keuangan valas

Rupiah Tertekan, Terus Tertekan Rupiah diperkirakan masih akan tertekan hingga suku bunga The Fed naik. Tapi mengapa BI pede memasang target rupiah di level Rp 13.000 – Rp 13.400 per dolar? TEKS bastaman foto Dok. Review

F

rustasi. Tampaknya, hanya kata itu yang paling cocok untuk menggambarkan kondisi mental para petinggi pemerintah dan otoritas moneter. Betapa tidak? Berbagai cara sudah dilakukan agar rupiah tidak terus-menerus ditekuk dolar. Hasilnya? Nol. Dolar Amerika terus mengamuk dan mata uang kebanggaan RI tetap berada di jalur merah. Lihat saja, dalam sepekan, rupiah melemah 2% lebih ke level Rp 14.128 per dolar. Itu kurs tengah BI pada hari Kamis (27/8). Lantas, bagaimana nasib rupiah pekan ini? Masih sulit dipastikan. Tapi ada yang memperkirakan, September ini rupiah bakal jatuh hingga Rp 14.500 per dolar. “Kondisinya sudah sangat mencemaskan, karena rupiah telah kehilangan kepercayaan masyarakat,” ujar seorang analis. Ia memang tidak asal ngomong. Buktinya, sejumlah usaha yang dilakukan pemerintah dan BI tidak membuahkan hasil positif. Mulai dari kewajiban memakai rupiah dalam setiap transaksi, membatasi pembelian dolar hingga maksimal US$ 25.000, hingga pemerintah mengiba kepada masyarakat untuk segera menjual dolar mereka. Begitu pun strategi mempertahankan suku bunga tinggi, tak merangsang pemilik uang untuk menyimpan hartanya dalam rupiah. Yang terjadi malah likuiditas ketat dan dolar tetap mengalir ke luar. Buntutnya, justru sejumlah perusahaan terancam bangkrut dan kredit macet perbankan makin menggunung. Nah, agar tidak terbentur depan-belakang, ada yang menyarankan BI memangkas suku bunga acuan. Sasarannya, agar sektor riil bisa terselamatkan. Tapi usul tersebut rasanya sulit dilakukan saat ini. Sebab, seperti pernah disampaikan Janet Yellen, Ketua Dewan Gubernur The Fed, kenaikan The Fed rate kemungkinan besar terjadi di September ini. Jadi, apabila BI rate dipangkas – seperti yang dilakukan The People’s Bank of China, arus dana asing yang ke luar dari Indonesia akan semakin deras. Dan ini jelas mem-

40

buat rupiah makin tertekan. Kemungkinan suku The Fed naik semakin kuat setelah Dennis Lockhart, pejabat The Fed negara bagian Atlanta, menyatakan bahwa The Fed rate tetap akan naik tahun ini. Meskipun tak menyebutkan waktunya, pernyataan Lockhart itu mendorong para investor kembali menyerbu dolar. Padahal, sebelumnya pasar berspekulasi bahwa The Fed tidak akan jadi menaikkan suku bunganya karena tingkat inflasi yang rendah dan melesunya perekonomian China. Gejolak yang terjadi pada pasar finansial terus belanjut setelah Paman Sam merilis kenaikan CB consumer confidence dari 90,9 menjadi 92,8. Penjualan rumah baru juga meningkat. Data yang bagus ini semakin memperkuat keyakinan para pemilik duit bahwa The Fed rate bakal naik. “The green back semakin kuat karena data ekonomi Amerika sesuai dengan ekspektasi pasar,” ujar Agus Chandra, Research and Analyst Monex Investindo Future.

BI RATE NAIK? Selain fokus pada langkah yang akan diambil The Fed, para pelaku pasar juga aktif mengamati perubahan yang terjadi pada mata uang yuan. Seperti diketahui, untuk mengatasi pelambatan ekonomi China, The

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


keuangan valas

The green back semakin kuat karena data ekonomi Amerika sesuai dengan ekspektasi pasar.

People’s Bank of China berencana mendevaluasi yuan secara bertahap hingga 25%. Dan, dua pekan lalu, yuan telah didevaluasi sebesar 1,9%. Jika The People’s Bank of China kembali mendevaluasi yuan dan memangkas tingkat bunganya, maka hal itu akan merugikan posisi rupiah. Sementara itu tak ada sentimen positif dari dalam negeri yang bisa diandalkan. Sektor riil masih menjerit-jerit karena suku bunga yang tak kunjung turun. BI pun terpaksa memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,0% - 5,4% menjadi 4,7% - 5,1%. Turunnya angka ini disebabkan lambannya investasi swasta dan pemerintah. “Penyerapan anggaran tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya,” ujar Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia. Anehnya, kendati suasana cukup mencekam, otoritas moneter begitu percaya diri. Sikap itu tercermin dari revisi nilai tukar rupiah dari Rp 13.000 – Rp 13.200 menjadi Rp 13.000 – Rp 13.400 per dolar. Nah, sikap optimistis Gubernur BI inilah yang menjadi perhatian pasar. Menurut seorang analis, angka itu kurang rasional. Alasannya, di kala BI rate menclok di 7,5% seperti sekarang ini, rupiah sudah berada di level Rp 14.120 per dolar. Jadi, mestinya nilai tukar yang dipatok BI lebih

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

tinggi dari itu. Lantas, kenapa kurs dolar di patok di level Rp 13.000 – Rp 13.400? Para analis menangkap sinyal, BI akan mengerek suku bunga acuannya agar rupiah bisa berada di kisaran itu. Dan kenaikan ini kemungkinan besar dilakukan jika The Fed benar-benar mengerek suku bunganya September ini. Masalahnya, jika BI rate naik, sektor riil bakal makin macet dan perekonomian melambat. Itu sebabnya, banyak yang tak yakin BI rate akan naik. Berdasarkan itulah, kalau tidak ada kejadian besar, Ariston Tjendra dari PT Monex Investindo Future memprediksi pekan ini rupiah akan bergerak di kisaran Rp 13.975 – Rp 14.050 per dolar. Namun peluang rupiah untuk menguat cukup kuat dengan kembalinya investasi asing ke pasar modal. “Meredanya kekhawatiran pasar terhadap perekonomian China akan mendorong investor masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar Ariston. Trian Fathria, Research and Analyst Divisi Treasury BNI, punya pandangan lain. Ia justru melihat rupiah berpeluang melemah kembali. Soalnya, data Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika di kuartal II 2015 membaik ke level 3,2%, dari kuartal sebelumnya sebesar 2,3%. “Jika ekspektasi ini benar, rupiah bisa melemah lagi,” ujar Trian. n

41


pasar modal IHSG

Pasar Belum Aman

Sejauh ini pun, penurunan pasar lebih dipicu oleh ketidakpastian keputusan suku bunga The Fed. Jika sudah pasti naik atau tetap bertahan di level 0-0,25%, ya tidak ada masalah lagi di pasar. Nah, karena ada pertanyaan besar inilah, Kiswoyo memprediksi, dalam sepekan ke depan, IHSG punya support di 4.100 dan resistance 4.700. Saat indeks mengalami penguatan, kemungkinan besar pemerintah yang direpresentasikan oleh emiten BUMN tidak melakukan buy back saham. Sebaliknya, jika IHSG turun dalam, akan terjadi buy back saham. Oleh karena itu, kalaupun IHSG alami penurunan akan tertahan dan tidak akan sedrastis sebelumnya. Pasar juga sudah mendiskon rupiah di kisaran Rp 14.000. Kecuali, jika rupiah kembali melemah ke atas Rp 14.200 per dolar AS yang akan berpengaruh negatif

Hati-hati, pasar masih menunggu The Fed. Investor sebaiknya main pendek saja. TEKS Ahmad Munjin foto ilustrasi, riset

s

etelah terhempas cukup dalam, mendekati level 4.100, indeks harga saham gabungan akhirnya bangkit kembali. Pada penutupan pasar hari Jumat (28/8), IHSG berhasil bertengger di 4.446. Itu berarti indeks bukan hanya rebound, melainkan melompat jika dibandingkan dengan posisi sepekan sebelumnya, yang hanya berada di 4.335. Tapi jangan bertenang diri dulu. Sebab, jika melihat pola pergerakannya,�Penguatan ini bersifat sementara,� kata Kiswoyo Adi Joe, analis saham dari PT Investa Saran Mandiri. Yang dituggu pasar sekarang adalah sentimen dari kenaikan suku bunga The Fed. Investor menunggu kepastian suku bunga bank sentral AS itu. Jadi, yang dicermati pasar bukan pertumbuhan ekonomi AS yang mencapai 3,7% pada kuartal II-2015. The Fed sendiri masih terlihat ragu-ragu sehingga pasar juga bingung. Oleh sebab itu, pasar berposisi wait and see. Jadi, fokus pasar saat ini adalah suku bunga The Fed.

42

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


pasar modal IHSG ke pasar. Artinya, pelemahan tersebut akan berbuntut pada gejolak bursa saham. Sebab, Rp 14.200 merupakan resistance psikologis. Level itu bisa jadi pemicu IHSG untuk turun lagi. Hanya saja, biasanya ada perlawanan dari aksi buy back saham. Di sisi lain, jika rupiah menguat ke 13.800-an per dolar AS akan berpengaruh positif ke bursa saham. Dalam situasi ini, jangan beli saham saat mengalami lonjakan seperti saat ini. Saat terjadi lonjakan, justru waktunya jualan saham. Belilah saham saat IHSG mengalami penurunan dalam. Itupun bermain pendek saja karena ada faktor ketidakpastian.

MAIN PENDEK SAJA Untuk saham-saham pilihan, Kiswoyo merekomendasikan saham PT Perusahaan Gas Negara (PGAS), PT Unilever Indonesia (UNVR) dan PT Indofood Sukses Makmur (INDF). Alasan saham-saham tersebut dipilih karena ketiga efek tersebut belum mengalami kenaikan signifikan. Saham tersebut masih punya level rendahnya sehingga masih punya tenaga penguatan. Itupun untuk jangka pendek. Jika The Fed sudah pasti menaikkan suku bunga baru berani bermain agak panjang. Beli saham-saham tersebut saat IHSG mengalami penurunan. Tommy Yu, praktisi dan pengamat pasar modal dari Jsxpro.com, juga punya pendapat yang sama. Kata dia, sejak akhir April 2015, IHSG memiliki tren menurun. IHSG terus membentuk penurunan demi penurunan sampai mencapai terendahnya di level 4.111 pada Senin, 24 Agustus 2015. Hal ini diprediksi akan terus berlanjut bila tidak ada sentimen positif dari dalam maupun luar negeri yang dapat menjadi penggerak IHSG untuk bisa bangkit kembali. Rencana The Fed menaikkan suku bunga, perlambatan perekonomian China dan melemahnya rupiah masih memberikan tekanan yang berat bagi IHSG. Adapun, rebound yang terjadi pada 2-3 hari terakhir ini, menurut Tommy, hanyalah technical rebound dan bersifat sementara saja. Setelah mencapai targetnya, IHSG diperkirakan akan kembali melemah dan turun. Jadi, diharapkan para trader (jangka pendek) ataupun investor (jangka panjang) tetap waspada.

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

IHSG 27/08 4,430.63

21/08

28/08

4,335.95

4,446.20

25/08 4,228.50

24/08 4,163.73

CLOSE 26/08 4,237.73

Investor atau trader dapat membeli saham-saham yang telah terkoreksi cukup dalam seperti saham perbankan dan konstruksi. Bila diulas secara teknikal, IHSG masih memiliki ruang untuk penguatan selama beberapa hari ke depan ini. Dilihat dari indikator, Stochastic Slow telah mencapai jenuh jual, crossing dan saat ini bergerak naik. Untuk menghitung target kenaikan IHSG, tools yang digunakan untuk menghitung target adalah dengan menggunakan Fibonacci Retracement. Diperkirakan target IHSG adalah pada level kisaran 4.550-4.650. Saran untuk investor atau trader untuk saat ini adalah dengan melakukan trading jangka pendek saja. Jangan terlalu agresif dan memanfaatkan momentum kenaikan ini. Dalam kondisi seperti ini dapat membatasi posisi portofolio dengan 3040% saham dan 60-70% cash. Investor atau trader dapat membeli sahamsaham yang telah terkoreksi cukup dalam seperti saham perbankan dan konstruksi. Beberapa saham pilihan yang cukup baik adalah PT Bank Tabungan Negara (BBTN), PT Bank Central Asia (BBCA), PT Bank Mandiri (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Pembangunan Perumahan (PTPP), PT Wijaya Karya (WIKA), dan PT Adhi Karya (ADHI). n

43


pasar modal Saham BCA

Semester II, Masih akan Kinclong Berkat kredit konsumsi, BCA berhasil meningkatkan kinerjanya. Target laba bersihnya masih belum dikoreksi. TEKS Ahmad munjin foto Dahlan Rp

s

udah sejak tahun lalu dolar mengamuk dan bisnis bank pun mulai goyang. Akibatnya, di banyak bank, kredit macet meningkat sementara laba bersih makin menciut. Tak terkecuali Bank Central Asia alias BCA. Hanya saja, penurunan kinerja yang dialami oleh BCA tidak parah. Kredit bermasalahnya (Net Performing Loan/NPL) hingga Juni 2015, tercatat hanya 0.7%. Jauh dari yang dipatok Bank Indonesia. Sementara laba bersihnya mencapai Rp 8,5 triliun. Perolehan tersebut mengalami kenaikan sebanyak 8,8% dibandingkan periode yang sama 2014 sebesar Rp 7,9 triliun. Keuntungan bersih itu diperoleh BCA dari pendapatan operasional, yang naik 14,2% menjadi Rp 22,6 triliun di semester I-2015. Ini berarti meningkat dibandingkan di periode sama di tahun sebelumnya yang sebesar Rp 19,8 triliun. Wajar, memang, karena pada semester I itu BCA berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp 347,1 triliun. Jadi, kendati sedang dalam pelambatan ekonomi, bank ini mampu meningkatkan penyaluran kreditnya sebesar 8% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Menariknya, pertumbuhan kredit ini lebih banyak disalurkan ke sektor non korporasi. Seperti di sektor kredit konsumen, misalnya, tumbuh 9,2% secara year on year (YoY) atau menjadi Rp 96,4 triliun di semester I-2015. Pencapaian ini dapat terjadi lantaran BCA menawarkan produk konsumer di level yang kompetitif. Segmen konsumer

44

reviewweekly reviewweekly 03 Tahun 02 V | Tahun 31 Agustus-6 V | 24-30 September Agustus 2015


pasar modal Saham BCA

khususnya didukung dari portofolio KPR yang mengalami peningkatan sebanyak 7,7% menjadi Rp 56,9 triliun di akhir Juni 2015. Portofolio kredit kendaraan atau KKB mengalami peningkatan sebanyak 11,6% menjadi Rp 30,5 triliun. Sementara penyaluran kredit komersial dan UKM mengalami kenaikan sebanyak 8,3% menjadi Rp 137,5 triliun. Sedangkan kredit korporasi tercatat mengalami kenaikan sebanyak 6,4% menjadi Rp 113,2 triliun di akhir Juni 2015. Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) pun bagus. LDR BCA berada di level 75,7%, dan rasio kecukupan modal (CAR) tercatat berada di level 19% pada akhir Juni 2015. Walhasil, dampak dari ekspansi jaringan dan pelemahan nilai tukar rupiah serta adanya peningkatan biaya tenaga kerja mampu diimbangi dengan terjaganya margin bunga bersih. Sehingga perseroan dapat mempertahankan profitabilitasnya.

HATI-HATI HARGA SUDAH TINGGI Di semester II ini diprediksi kinerja BCA tidak akan pudar oleh pelambatan ekonomi. Kalangan analis memperkirakan perseroan akan meraih laba bersih Rp 17,84 triliun. Itu sebabnya, kendati sahamnya sudah masuk ke dalam kategori mahal, BBCA (kode sahamnya) masih dipertimbangkan untuk diakumulasi. BBCA, seperti saham lainnya, bergerak begitu fluktuatif. Tahun ini harga puncaknya adalah Rp 15.125 pada awal April lalu. Kemudian menurun seiring turunnya IHSG. Namun, penurunan sahamsaham bank ini hanya bersifat sementara seiring keluarnya investor asing. “Meski pertumbuhan terbatas, kita masih optimistis saham-saham bank akan berada di atas harga sekarang nantinya,” kata seorang analis.

reviewweekly 03 02 Tahun V | 24-30 31 Agustus-6 Agustus September 2015 2015

Meski pertumbuhan terbatas, kita masih optimistis sahamsaham bank akan berada di atas harga sekarang nantinya. Tengok saja ketika indeks menguat di hari Kamis dan jumat pekan lalu. Harga saham BCA ikut terbang. Ini membuat,” BBCA menjadi terlalu tinggi secara teknikal,” kata Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah, research analyst dari PT Reliance Securities. Indikator stochastic memang masih menunjukkan potensi penguatan. Hanya saja, potensi penguatan tersebut sudah mulai terbatas karena sudah mendekati area overbought ( jenuh beli). Begitu juga dengan indikator momentum The Relative Strength Index (RSI) yang menunjukkan potensi penguatan tapi terbatas. Oleh sebab itu, pemilik saham BBCA harus sudah mulai hati-hati. Sebab, biasanya, jika penguatan terlalu tinggi, akan disusul dengan konsolidasi atau mengalami koreksi di hari berikutnya. Arah berikutnya, saham BBCA punya support di Rp 12.500 dan resistance di Rp 13.400 yang sekaligus merupakan resistance dari tren bearish-nya. Jika resistance tersebut ditembus, BBCA masuk kembali ke tren bullish jangka panjangnya. Dengan kondisi teknikal itu, saya rekomendasikan sell on strength untuk saham BBCA. “Bisa jual di harga resistance,” kata Lanjar. Jadi, biar aman, silakan profit taking. n

45


pasar modal Saham rugi

Mereka yang Terhempas Dolar Harga saham emiten yang punya beban utang dolar, sudah terdiskon. Kini tinggal mempertimbangkan beli atau tidak. TEKS Ahmad Munjin Foto ilustrasi, Riset

46

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015


pasar modal Saham rugi

n

ilai, tukar rupiah, yang terkapar hingga di atas Rp 14 ribu per dolar AS, telah membuat sejmlah emiten menggelepar. Terutama emiten yang memiliki kewajiban valuta asing dan berpenghasilan rupiah. Salah satu contohnya adalah emiten properti terbesar di Indonesia PT Pakuwon Jati Tbk. Pada semester I 2015, Pakuwon membukukan laba bersih sebesar Rp 755,28 miliar atau menurun 16,61% bila dibandingkan dengan laba bersih pada periode yang sama tahun 2014 yaitu sebesar Rp 905,73 miliar. Penurunan itu disebabkan rugi kurs yang sangat besar yaitu Rp 162,69 miliar. Padahal periode yang sama tahun 2014 perseroan masih membukukan keuntungan kurs sebesar Rp 9,27 miliar. Entah, berapa besar kerugian yang dialami perusahaan setelah dolar menclok di atas Rp 14 ribu. Contoh lainnya adalah dua perusahaan telekomunikasi, Indosat dan XL Axiata. PT Indosat Tbk (ISAT), perusahaan operator telekomunikasi yang mayoritas sahamnya dimiliki Ooredoo Group (Qatar), mengalami rugi bersih hampir Rp 455,6 miliar pada tiga bulan pertama tahun ini. Risalah keuangan ISAT periode triwulan I 2015 tercatat total pendapatan sebesar Rp 6,093 triliun atau naik 5,5% dibandingkan Rp 5,773 triliun pada periode sama tahun sebelumnya. Kontributor utama masih pendapatan seluler sebesar Rp 4,902 triliun dan sisanya dari non-seluler sebesar Rp 1,122 triliun. Namun, beban juga meningkat—salah satunya-gara-gara rugi selisih kurs sebesar Rp 717,6 miliar. Sementara periode sebelumnya Indosat mencatat laba kurs sebesar Rp 805 miliar. XL Axiata Tbk juga sami mawon. Makanya perseroan berencana merestrukturisasi utang valas senilai total US$ 1,5 miliar. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi dampak rugi bersih dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Perseroan memiliki dua cara untuk merestrukturisasi. Pertama, mengkonversi utang ke rupiah dan selanjutnya memperpanjang tenor. Sebanyak 62% utang valas tersebut telah dilindung nilai (hedging), sementara sisa 38% direncanakan akan dilunasi sesuai jatuh tempo atau dipercepat. EXCL menargetkan mampu mencapai debt to EBITDA di bawah 2 kali dalam periode dua tahun ke depan. Berbeda dengan emiten yang telah melakukan hedging, pelemahan nilai tukat rupian nyaris tak berpengaruh pada kinerja perusahaan. Seperti yang dilakukan oleh Tower Bersama, Lippo Karawaci dan Kawasan Industri Jababeka.

SUDAH TERDISKON Lantas bagaimana dengan nasib saham-sahamnya? Yuganur Wijanarko, Kepala Riset HD Capital berpendapat, kerugian emiten akibat kenaikan nilai tukar dolar AS sudah terdiskon oleh pasar dengan penurunan saham-sahamnya. Apalagi, orang sekarang, sudah berpatokan pada kurs rupiah di kisaran Rp 14.000 – Rp 14.500 per dolar AS dalam setahun ke depan.

reviewweekly 03 Tahun V | 31 Agustus-6 September 2015

Akan tetapi, pemodal harus hati-hati dengan sentimen baru dari China. Lihat saja, PT Multipolar Corporation (MLPL) yang turun dari Rp 1.100 yang merupakan level tertingginya sekarang masih di level Rp 400-an. Karena itu, penurunannya sudah lebih dari 50%. “Hampir semua saham, sekarang kondisinya seperti itu. Karena sudah terdiskon, saya rekomendasikan beli untuk MLPL,” kata Yuganur. Dalam sebulan ke depan, target harga saham ini diperkirakan akan mencapai Rp 480 dengan support Rp 420. Analis ini juga merekomendasikan saham PT Garuda Indonesia (GIAA) dengan Price to Earnings Ratio (PER) 12 kali dan Return on Equity (RoE) 6%. Dalam sebulan ke depan, GIAA punya support di Rp 330 dan resistance di Rp 400. Dari sisi harga minyak, Garuda diuntungkan karena harga avtur turun tajam. Di sisi lain, utang dolar AS-nya juga banyak. Tapi, soal penguatan dolar AS itu sudah terdiskon. Karena itu, untuk sahamnya tak masalah. Rekomendasi beli juga untuk saham PT XL Axiata (EXCL) dengan support di Rp 2.900 dan resistance di Rp 3.300. Saham PT Lippo Karawaci (LPKR) punya PER 15 kali dengan RoE 8% direkomendasikan beli dengan support di Rp 1.010 dan resistance di Rp 1.200 per saham dalam sebulan ke depan. Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah, research analyst dari PT Reliance Securities, punya pendapat serupa. Kata dia saham PT Multipolar Corporation (MLPL) punya support di Rp 400 dan resistance di Rp490. “Saya rekomendasikan trading buy untuk MLPL,” katanya. Untuk saham PT Garuda Indonesia (GIAA), masih bearish baik untuk jangka panjang maupun jangka menengah. Disarankan wait and see terlebih dahulu dengan support di Rp 315 dan resistance di Rp 350. Saham PT XL Axiata (EXCL) trennya masih bearish untuk jangka panjang. Untuk jangka menengah, saham ini sudah keluar dari tren bearish-nya dan sedang membentuk tren bullish jangka pendek. Ada kemungkinan EXCL masih akan menguat terbatas dengan support di Rp 2.850 dan resistance di Rp 3.420. “Saya rekomendasikan hold untuk EXCL dan mulai distribusi atau direalisasikan keuntungannya di harga tinggi, sell on strength,” kata Lanjar. Saham PT Lippo Karawaci (LPKR), tren jangka panjangnya masih sideways. Hanya saja, saham ini punya peluang untuk menguat ke area overbought. Momentum RSI-nya masih cukup baik karena baru keluar dari area oversold. LPKR berpeluang besar bergerak menanjak ke area overbought. Saham LPKR punya support di Rp 990 dan resistance di Rp 1.100 yang merupakan resistance dari tren bearish-nya. n

47


pasar modal Saham untung

Emiten yang Menuai Berkah Ada berkah yang melimpah. Sayang, harga CPO sedang turun TEKS Ahmad Munjin Foto ilustrasi

B

anyak yang menderita karena rupiah melemah. Tapi di samping mereka ada yang bahagia. Terutama emiten yang bergerak di bidang komoditas atau mereka yang mengantungi pendapatan dalam dolar AS. Misalnya, PT Tower Bersama Infrastruktur yang telah merestrukturisasi utang valasnya. Sementara itu, PT Astra Agro Lestari (AALI) dan PT BW Plantation (BWPT) diuntungkan karena faktor ekspor komoditas Crude Palm Oil (CPO)-nya. Kedua emiten ini terdongkrak oleh permintaan di sektor konsumsi yang masih tinggi. Hanya saja, baik AALI dan BWPT masih tertekan negatif oleh pelemahan harga CPO. “Jadi, dua emiten ini punya plus-minusnya,” kata William Surya Wijaya, analis PT Asjaya Indosurya Securities. Kelebihan dua emiten ini, punya kelebihan produksi yang mumpuni. Apalagi, BWPT punya landbank yang cukup besar.

48

Dari pergerakanya, ketiga saham itu sebenarnya cukup atraktif. Yang agak berat tantangannya adalah BWPT. Sebab, emiten ini terkait banyak hal seperti isu rights issue-nya dan lain-lain. Lalu, soal harga sahamnya yang turun ke bawah harga rights issue. Begitu juga dengan kejelasan apakah BWPT benar sudah dibeli asing atau tidak. Namun, jka dilihat secara keseluruhan, ketiga saham itu masih cukup oke untuk jangka menengah hingga panjang di atas 8 bulan. Sebab, TBIG bergerak di lini bisnis menara yang dibutuhkan industri telekomunikasi. Begitu juga dengan AALI dan BWPT yang produknya adalah CPO yang sangat dibutuhkan karena produk turunannya adalah minyak goreng. Karena itu, saham-saham tersebut akan sangat bagus jadi pilihan untuk time period jangka menengah panjang. Di pasar ekspor, AALI juga cukup berperan. BWPT unggul dari sisi land bank. “Saya rekomendasikan beli untuk saham-saham tersebut,” kata William. Hanya saja, pembelian AALI dana BWPT harus mempertimbangkan harga CPO Berbeda dengan TBIG yang tidak tergantung dengan faktor lain. Sebab, TBIG independen dan berposisi sebagai penyuplai. Target harga TBIG tidak menutup kemungkinan kembali ke atas Rp 8.000

reviewweekly reviewweekly 03 Tahun 02 V | Tahun 31 Agustus-6 V | 24-30 September Agustus 2015


pasar modal Saham untung untuk jangka menengah-panjang (di atas 8 bulan). Ini adalah target harga yang realistis harus dicapai oleh TBIG. Sebab, harga saham TBIG pernah hampir mencapai Rp 10.000. Apalagi, secara fundamental, kebutuhan terhadap menara masih sangat tinggi. Meskipun, kinerja kuartal II-2015 tergerus juga oleh nilai tukar. Hanya saja, dengan restrukturisasi utangnya, ke depan keuangan emiten akan lebih baik dan sehat. Target harga untuk BWPT sebenarnya cukup tinggi. Kemungkinan harga saham BWPT kembali ke kisaran harga rights issue di Rp 400-an. Sementara itu, target harga AALI, kalau harga CPO stabil dan terus menanjak, seharusnya berada di atas Rp 20.000 untuk 8 bulan ke depan.

TBIG BOLEH, KOMODITAS JUGA OKE Cuma harga CPO di pasar internasional ini harus diperhatikan benar. Memang, kata Robert Hendrik Liembono, pengelola portal BEI5000.com, Astra Agro Lestari (AALI) menjual produknya dalam denominasi dolar AS. Seharusnya, saat dolar AS menguat tajam, AALI pun diuntungkan. Masalahnya, harga CPO dalam denominasi dolar AS pun mengalami penurunan. Jika melihat grafik, saat dolar AS menguat, harga CPO menunjukkan tren sebaliknya. Oleh sebab itu, hasil kali penjualan AALI dan BWPT dengan harga CPO juga turun. Apalagi, penurunan harga CPO jauh lebih signifikan dibandingkan penguatan dolar AS. Itulah yang menjadi alasan mengapa saat dolar AS terus menguat, harga saham AALI terus melemah. Dalam beberapa hari terakhir, harga saham AALI dan BWPT mengalami kenaikan. Ini seiring harga minyak dunia yang mulai rebound seiring rilis Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang 3,7% berada di atas ekspektasi dan rilis awal di level 2,3% pada 30 Juli 2015. Oleh karena itu, harga CPO juga diharapkan rebound. Apalagi, AS sendiri sekarang sudah merupakan penghasil minyak, yang sangat memengaruhi harga komoditas. Pada saat yang sama, sumber energi terbarukan juga berkembang. “Menurut saya, yang lebih kuat berpengaruh pada harga komoditas termasuk CPO adalah data China. Jika data ekonomi China dilaporkan buruk, harga komoditas juga akan turun lagi,� kata Robert. Dari sisi penguatan dolar AS, PT Tower Bersama Infrastructur (TBIG) paling diuntungkan. Sebab, emiten ini menjual produknya sepenuhnya dalam dolar AS. Saat dolar naik, penjualan TBIG tetap dalam dolar AS tidak terpengaruh faktor lain di luar dolar AS. Makanya, kalau hanya memperhatikan faktor penguatan dolar AS,

reviewweekly 03 02 Tahun V | 24-30 31 Agustus-6 Agustus September 2015 2015

Jika melihat grafik, saat dolar AS menguat, harga CPO menunjukkan tren sebaliknya. Robert hanya memilih TBIG. Saham ini, kata dia, bisa ditransaksikan untuk short term. Sebab, kondisi fundamentalnya jauh lebih bagus dibandingkan AALI dan BWPT. Sejauh ini pun, meski TBIG turun tapi cukup bertahan dibandingkan saham lain karena industri telekomunikasi masih bagus. TBIG untuk jangka pendek bisa mencapai Rp 8.000-Rp 8.500. Untuk AALI dan BWPT pun direkomendasikan beli. Hanya saja, rekomendasi ini hanya berlaku bagi investor yang siap mengempit dua saham itu minimal satu tahun. Sebab, harga sahamnya saat ini sudah super murah. Apakah harganya masih bisa turun, dalam kondisi pasar saat ini, tentu masih bisa menukik. Jadi, saat beli harus siap mental untuk di-hold minimal satu tahun. Atau, pembelian dilakukan secara bertahap. Dalam setahun ke depan, AALI ditargetkan di Rp 20.000. Sementara target harga BWPT di Rp 400 untuk setahun ke depan. n

49


FOTO dahlan rp

Iveco 682 Masuk Pasar Indonesia

I

veco, perusahaan transportasi dunia, bersama PT Chakra Jawara, meluncurkan truk heavy duty Iveco 682, yang handal baik untuk angkutan di jalan raya (on-road) maupun off-road seperti di pertambangan. Peluncur­ an dilakukan di pameran otomotif Gaikindo Indonesia

FOTO riset

Lippo Makin Ekspansif Bisnis Kedai Kopi

Lippo Group melalui MAXX COFFE kian ekspansif me­ rambah bisnis kedai kopi di Indonesia. Sejak mulai terjun pada April 2015, Lippo Group menargetkan bakal men­

Yi Jia Merambah Pasar Indonesia

FOTO sri wulandari

akhirnya Yi Jia International asal negeri Tirai Bambu, memasuki pasar Indonesia ditandai dengan mendapat­ kan Lisensi MLM (SIUPL-S) yang dikeluarkan oleh Aso­ siasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Menurut

50

International Auto Show (GIIAS) 2015, di ICE Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu pekan lalu. Menurut Teophilus Bambang Wira, Direktur Utama PT Chakra Jawara, peluncuran Iveco 682 menandai se­ makin gencarnya PT Chakra Jawara untuk masuk ke pa­ sar on-road. Selama ini, anak perusahaan PT Tiara Marga Trakindo itu, lebih berkonsentrasi pada produk off-road untuk memasok kebutuhan transportasi perusahaan-pe­ rusahaan pertambangan. “Kami selama ini untuk on-road hanya 5%. Dengan peluncuran Iveco 682, kami berharap persentasenya naik menjadi 25%-30%,” ujarnya. Marco Quantara, Manajer Produk Iveco untuk Aus­ tralia, Selandia Baru, Asia Tenggara, dan Jepang menga­ takan, Indonesia merupakan pasar truk paling men­ janjikan di Asia Tenggara. “Kami yakin bahwa pasar truk Indonesia akan tertarik pada truk baru kami ini yang te­ lah terbukti secara kualitas, daya tahan, serta kehandal­ an. Dan yang paling penting adalah efisiensi biaya yang merupakan keunggulan dari produk Iveco,” katanya. n dirikan gerai-gerai baru di seluruh penjuru Tanah Air. “Sampai akhir tahun ini, kami akan melakukan ekspansi 80 gerai ke seluruh Indonesia,” kata Geoffry Samuel, Head of Marketing MAXX COFFEE. Guna mendukung langkah ekspansif itu, MAXX COFFE memanfaatkan bisnis properti Lippo Group yang tersebar di berbagai daerah. Gerai-gerai MAXX COFFEE bakal ha­ dir di berbagai properti yang dimiliki Lippo Group. Salah satu kelebihan MAXX COFFE adalah menghadir­ kan berbagai varian kopi terbaik asal Indonesia. “Saat ini, kami sudah menghadirkan kopi Aceh Gayo, Kintamani, dan Flores. Ke depan, kami akan menghadirkan anek kopi dari berbagai daerah di Indonesia,” kata Geoffry sembari menye­ but strategi harga kompetitif, yakni 20%-30% lebih murah dibandingkan merek-merek yang telah lebih dulu hadir. n pendiri Yi Jia, Guo Bingting, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat menarik. Dia yakin bisnisnya akan ber­ kembang pesat di Indonesia, Selama ini, Yi Jia memasarkan produknya lebih dari 20 anak perusahan di seluruh dunia, dengan produk men­ cakup kosmetik, perhiasan, wisata, e- commerce, investasi, properti, manajemen keuangan, pendidikan dan produk hi-tech lainnya. Di Indonesia, Yi Jia akan fokus pada pro­ duk kecantikan bermerek Maione dan air kesehatan. Sebelumnya, kata Guo Bing Ting, produk kosmetik ini dibawa ke Indonesia oleh para konsumen yang ada di Malaysia, Singapura dan Thailand. “Tingginya peminat di Indonesia menjadikan kami berminat dan tertarik untuk mengembangkan bisnis ini di Indonesia,” katanya. Target Guo, produk kosmetik Maione akan memiliki distributor service center (DSC) hingga 52. Saat ini mere­ ka baru memiliki 13 DSC yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. n

reviewweekly 03 Tahun IV | 31 Agustus-6 September 2015




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.