Laporan KKP PWK UGM 2016 - Urban Redevelopment based on Cultural Identity

Page 1


dari kami, PWK 2014

untuk kamu, untuk kita,

untuk yogyakarta.

iii


Urban Redevelopment Based on cultural Identity Laporan KKP YogyakartaBangkok 2016 Pimpinan Umum Muhammad Irfan Pimpinan Redaksi Ryannisa Tritama Tim Redaksi dan Konten Ni Luh Putu Hendiliana Dewi Amalia Nurul Ifa Zilda Dona Okta Permata Syadza Salsabyla Tamam Tim Layouter Farda Suisa Fadhilah Nur Latifah Sani Sulistyaningrum Noviari Tim Produksi Rizkiana Sidqiyatul Hamdani Putu Inda Pratiwi Usa Fakhri

Urban Redevelopment Based on cultural Identity ©2016 Laporan KKP PWK UGM YogyakartaBangkok

diterbitkan mandiri oleh Peserta Mata Kuliah ‘Kuliah Kerja Perencanaan’ PWK UGM 2016

Penyunting Akhir: Rizkiana Sidqiyatul Hamdani Perancang Sampul: Fildzah Husna Amalina Perancang Isi: PWK UGM Angkatan 2014


KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb, Om Swastyastu, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang atas RahmatNya kami dapat menyelesaikan URBAN REDEVELOPMENT BASED ON CULTURAL IDENTITY sebagai produk dari Mata Kuliah Kerja Perencanaan, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Tentunya dalam pengamatan, perjalanan dan penyusunan buku ini kami mendapatkan kesulitan maupun tantangan, maka dari itu ucapan rasa syukur dan terima kasih kami haturkan atas bantuan, bimbingan, dan dukungan kepada :

1. Tuhan yang Maha Segala, atas kuasa-Nya yang telah menganugerahi kami kesempatan, kesehatan, kemampuan, dan kemauan dalam menyelesaikan laporan ini. 2. Orang tua kami, yang rela mengurangi waktu untuk bercengkrama bersama kami demi memberikan dukungan dan kepercayaannya memberikan kesempatan untuk kami belajar hingga tingkat ini. 3. Tim Dosen Pengampu Mata Kuliah Kerja Perencanaan, atas berbagai kritik dan saran yang menjadi bahan pertimbangan kami. 4. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dengan sepenuh hati yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Menyadari bahwa buku ini belumlah sempurna. Maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami nantikan. Harapannya dapat menjadi masukan demi menciptakan hasil yang lebih baik. Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, dan tentunya besar harapan kami agar laporan ini dapat bermanfaat bagi Pembaca

Sleman, November 2016

KKP 2016

1


DAFTAR ISI Halaman Pembuka ....................................................................................... i Kata Pengantar ............................................................................................. ii Halaman Persembahan ............................................................................ iii Daftar Isi .......................................................................................................... iv Pendahuluan ................................................................................................... 1 Subtema 1 : Open Space ......................................................................... 4 Prolog............................................................................................................ 5 Lesson Learned ....................................................................................... 6 Sanam Luang Park ............................................................................ 6 Lumphini Park ..................................................................................... 6 Redevelopement: Alun-Alun Yogyakarta ................................... 7 Alun-alun Utara.................................................................................... 7 Alun-alun Kidul................................................................................... 17 Subtema 2 : Riverside ............................................................................ 29 Prolog......................................................................................................... 29 Lesson Learned .....................................................................................30 Kanal Khrung Kasem .....................................................................30 Sungai Baan Bua ............................................................................... 31 Redevelopement: Tepian Sungai Yogyakarta ....................... 32 Sungai Winongo............................................................................... 32 Sungai Code ....................................................................................... 47 Subtema 3 : Residential.......................................................................... 61 Prolog.......................................................................................................... 61 Lesson Learned ..................................................................................... 62 CODI-Khlong Bang Bua................................................................ 62 Kampung Jawa ................................................................................. 63 Redevelopement: Kampung-kampung Yogyakarta ...........64 Kampung Jagalan Kota Gede ...................................................64 Kelurahan Dipowinatan ................................................................84 Kawasan Notoprajan...................................................................... 98 Subtema 4 : Commercial ......................................................................119 Prolog.........................................................................................................119 Lesson Learned ................................................................................... 120 Redevelopement: Area Komersial Yogyakarta ..................... 121

iv


Kawasan Pathuk ............................................................................... 121 Kawasan Wijilan ..............................................................................137 Kawasan Prawirotaman...............................................................152 Epilog ........................................................................................................... 168 Daftar Pustaka ......................................................................................... 170

v


PENDAHULUAN Kota kini telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Kota telah sejak lama menjadi pusat distribusi barang dan jasa guna pemenuhan kebutuhan masyarakat penghuninya. Setiap wilayah pasti memiliki kota maupun kawasan perkotaan yang juga tentunya memiliki keistimewaan masingmasing. Tanpa perlu memperoleh label sebagai “kota istimewa� pun suatu kota akan selalu menjadi istimewa bagi para penghuninya. Untaian sejarah panjang perjuangan para pendahulu hingga untaian kisah hingar-bingar perkotaan terus melekat dan membentuk jati diri kota, tak terkecuali Kota Yogyakarta. Yogyakarta merupakan salah satu kota besar yang sangat popular di Indonesia. Sejak zaman dahulu, kota ini sudah dikenal dengan keistimewaanya yang tertuang dalam nilai-nilai kebudayaan. Ciri khas kebudayaan Yogyakarta ternyata mulai menarik perhatian khalayak. Segala cerita dan keistimewaan yang tersusun rapi seiring pertumbuhnya, membuat kota ini muncul sebagai salah satu kota tujuan wisata. Keberhasilannya meracik budaya yang dikembangkan menjadi pariwisata pada masa kini berhasil mengekspansi brand pariwisata Kota Yogyakarta hingga kancah internasional. Namun, seiring berjalannya waktu, Kota Yogyakarta semakin menua. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi salah satu saksi bisu perkembangan Kota Yogyakarta yang sudah berusia lebih dari dua setengah abad ini. Seolah telah menyatu, Yogyakarta dan kebudayanya menjadi satu kesatuan entitas yang tidak

terpisahkan. Namun, bersama usianya yang semakin menua ini, perkembangan terus terjadi. Daya tarik Kota Yogyakara yang sangat kuat, mampu mengundang keinginan orang-orang luar untuk turut menjadi bagian dari perkembangan Kota Yogyakarta. Akibatnya, perekonomian di kota terus tumbuh, penduduk bertambah dengan cepat, kehidupan semakin beragam namun di satu sisi, terasa kota semakin sesak. Ditengah perkembangannya yang sangat pesat, Kota Yogyakarta juga mulai beranjak berubah. Pengaruh kebudayaan globalisasi dan modernitas dalam dinamika kehidupan kota turut mempengaruhi kenampakan fisik kota dan perilaku masyarakatnya. Seiring dengan perkembanagn kenampakan fisik yang semakin meluas, modernisme pelan-pelan mulai nampak di beberapa sudut kota. Hal ini menunjukkan pertentangan dengan Kota Yogyakarta yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan dan memunculkan kekhawatiran akan tergerusnya nilai -nilai kebudayaan Yogyakarta Di lain sisi, di suatu negara ada sebuah kota yang masih menjaga nilai-nilai kebudayaan asli di tengah perkembangan kotanya yang begitu pesat yakni Kota Bangkok. Bangkok merupakan ibukota Negara Thailand. Kota yang berkembang sebagai ibukota negara ini mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan memiliki dinamika kehidupan ekonomi yang sangat tinggi pula. Perkembangan kota yang sangat cepat terjadi di Bangkok diikuti oleh pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan

Pendahuluan - 1


ekonomi, hampir sama dengan Kota Yogyakarta. Namun, di tengah peliknya kehidupan perekonomian tersebut, Bangkok tetap menjaga kebudayaannya. Kebudayaan Thailand menjadi komoditas penting dalam dinamika kehidupan di Kota Bangkok. Hal ini kemudian dikembangkan menjadi pariwisata yang juga mendukung perekonomian kota. Dengan ramuan yang tepat, brand Bangkok dengan budayanya dapat menarik banyak wisatawan internasional dari berbagai lintas negara. Sebagai wujud nyata kepedulian dan sadar akan potensi budaya yang ada, pemerintah Thailand melakukan beberapa pendekatan untuk mengoptimalisasi potensi tersebut. Salah satunya dengan melakukan urban redevelopment atau upaya perbaikan kota. Tentunya dalam konteks ini, urban redevelopment dilakukan pada lokasi-lokasi strategis untuk menunjang konservasi dan pariwisata budaya. Jika dilihat sekilas, Kota Bangkok dan Kota Yogyakarta memiliki kesamaan karakter berupa ciri khas kebudayaan yang berpengaruh pada tata ruang dan tata kehidupan di dalam kotanya. Sehingga konsep urban redevelopment yang diterapkan di Kota Bangkok cukup sesuai untuk diadopsi ke dalam konsep perencanaan Kota Yogyakarta.

Urban redevelopment merupakan suatu usaha untuk memperbaiki kembali tanpa

merubah bentuk fisik secara signifikan atau dengan kata lain merehabilitasi. Namun konsep urban redevelopment yang diangkat dalam Kuliah Kerja Perencanaan (KKP) 2016 ini lebih terfokus pada isu-isu kebudayaan Yogyakarta yang kian lama kian memudar. KKP 2016 mengangkat tema

“Urban Redevelopment Based On Cultural Identity�. Maksud dari tema ini adalah untuk mengembangkan bagian-bagian wilayah perkotaan sesuai dengan identitas budaya yang dimiliki. Tema ini terbagi menjadi empat sub tema yakni

residential area, commercial area, riverside, dan open space dengan mengambil studi kasus langsung pada beberapa kawasan di Yogyakarta yakni Kampung Jagalan, Kampung Dipowinatan, Kampung Notoprajan, Kawasan Pathuk, Kawasan Wijilan, Kawasan Prawirotaman, Sungai Code, Sungai Winongo, alun - alun utara, dan alun –alun selatan. Pemilihan sub tema dan studi kasus ini didasarkan pada aspekaspek pembentuk ruang dan kegiatan kota serta nilai-nilai kebudayaan khas yang masih dimiliki oleh masing-masing kawasan. Dengan kata lain, kawasan-kawasan ini merupakan kawasan yang memiliki ciri khas atau identitas kebudayaan yang tergambar dari kenampakan fisik dan kegiatan yang ada didalamnya. Berikut ini merupakan titik-titik studi kasus KKP 2016.

Pendahuluan - 2


Sebaran Kawasan Amatan KKP 2016

sumber foto: Dokumentasi Kelompok

Pendahuluan - 3


Bangkok Metropolitan Administration Merupakan satu-satunya organisasi di tingkat pemerintah daerah yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan kesejahteraan warga Kota Bangkok dengan beberapa dukungan keuangan dari pemerintah pusat. Di dalamnya terdapat City Planning Department yang berfokus pada rencana komprehensif Kota Bangkok meliputi perencanaan, pengendalian, pembaharuan perkotaan dan pengembangan lahan. Land readjustment adalah salah satu metode dalam mengimplementasikan rencana komprehensif kota. Salah satu project yang menerapkan metode tersebut adalah pembangunan ruang terbuka publik Taman Rama 9 yang berlokasi di

Chalerm Prakiat Rama 9 Road, Nongbon sub-district, Prawet district dengan luas sekitar 8,8 ha. Lahan ini telah dihuni dan membentuk sebuah “kampung� dengan segala budaya Thailand yang terbentuk oleh aktivitas penghuni di dalam kawasan ini, namun akses di dalamnya masih sangat minim untuk menjangkau jalan utama sehingga diharapkan dengan metode land readjustment dapat meningkatkan akses sekaligus mewujudkan livable community and open space.


Open Space PROLOG

Manusia hidup tak lepas dari alam. Kalimat sederhana inilah yang mendasari terciptanya ruang-ruang yang mendekatkan hakihat hubungan antara manusia dengan alam yang terwujud dalam ruang terbuka terutama di kawasan perkotaan. Sehingga keberadaan ruang terbuka publik ( open space) ini sangat berperan penting dalam menjaga harmonisasi antara alam dengan manusia di tengah modernisasi yang mengungkung manusia di dalam bilik-bilik bangunan megah. Berangkat dari urgensi tersebut, menjadi tantangan tersendiri bagi kami (calon) perencana kota yang saat ini berada di kawasan perkotaan Yogyakarta untuk peduli dengan kondisi ruang terbuka dan bagaimana agar dapat mewujudkan ruang tersebut tetap menjiwai nilai-nilai dan budaya yang telah melekat sebagai jati diri Yogyakarta. Berkaitan dengan hal tersebut, site yang dipilih menjadi “eksperimen� kali ini adalah Alun-Alun Utara dan Selatan Kota Yogyakarta yang menjadi ikon budaya maupun pariwisata karena merupakan bagian dari sejarah Keraton Yogyakarta. Namun dalam “bereksperimen� yang mengacu pada tema Urban Redevelopment Based on Cultural Identity menjadi sebuah keharusan untuk mengetahui terlebih dahulu filosofi dari alun-alun.

Alun-alun merupakan bagian dari Keraton, dan Keraton merupakan bagian dari penyusun sumbu imajiner Yogyakarta. Berada tepat di tengah, yang menggambarkan pusat dan berorientasi ke semua arah. Alun-alun selatan sebagai garda depan keraton dari arah selatan, alun-alun utara sebagai gerbang masuk keraton dari arah utara. Semuanya harus terhubung, tidak boleh sedikitpun ada desain yang merusak keseimbangan sumbu ini. Ketika budaya menjadi halangan dalam mengembangkan suatu kawasan, maka yang kami pelajari adalah bagaimana budaya bisa berbaur dengan pembangunan. Penjagaan keseimbangan sumbu imajiner dan keberlangsungan kegiatan di kedua alun-alun ini adalah garis besar yang akan dibahas pada sub-bab ini.

Open Space - 5


LESSON LEARNED Sanam Luang park Sanam Luang merupakan ruang terbuka hijau berupa taman rumput luas berbentuk oval, semacam “Halaman Depan� dari Grand Palace. Harmonisasi antara fungsi taman sebagai ruang sakral Kerajaan Thailand dan perannya sebagai ruang terbuka hijau. Kedua nilai tersebut benar-benar terlihat dengan harmonis terjadi di atas sebidang tanah. Kesakralan taman ini terlihat dengan bagian tengah taman yang terawat dan memang hanya digunakan pada acara-acara kerajaan seperti upacara kremasi dan lain .

sebagainya. Hijauan di keseluruhan taman ini tertata rapi, ditambah dengan fasilitas-fasilitas ramah pedestrian seperti tempat duduk dan jalur pedestrian. Fasilitas seperti Jogging Track yang melingkari lapangan rumput. Selanjutnya juga terdapat kursi kursi taman dan pohon-pohon perindang yang tersusun rapi mengikuti lingkaran Jogging Track. Pohon perindang yang ada di sekitar Sanamluang merupakan pohon yang berasal dari Indonesia.

LUMpHini park Berada di jantung kota Bangkok, Lumphini Park menjadi ruang terbuka publik berupa taman hijau seluas kurang lebih 57,6 Ha dengan danau didalamnya yang merupakan ruang terbuka favorit hingga bagi penduduk dan bahkan para turis mancanegara. Salah satu waktu yang menjadi pilihan terbaik untuk mengunjungi Lumphini Park adalah sore hari. Pada waktu ini banyak sekali masyaratkan yang beraktivitas disini. Kegiatan yang sering dilakukan di Lumphini Park adalah seperti senam aerobik, tai chi, bulu tangkis, tennis, takraw, berenang, menari dan tentunya yang menjadi favorit adalah jogging. Adapun juga terdapat penampilan musik dari musisi lokal yang ikut meramaikan kegiatan di Lumphini Park. Dapat disimpulkan bahwa memang Bangkok sukses memberikan

Situasi Aktivitas di Lumphini Park

sumber foto: Dokumentasi Kelompok

fasilitas ruang terbuka publik yang nyaman untuk digunakan oleh masyarakatkan sekitar. Harapannya dengan melihat kesuksesan Bangkok dalam menyediakan ruang publik, kotakota di Indonesia dapat memiliki ruang terbuka publik yang juga berkualitas. Untuk kesempatan ini, bisa dimulai dengan membandingkan ruang terbuka publik Bangkok dan kota Yogyakarta salah satunya adalah Alun-alun Selatan dan Alun-alun Utara .

Open Space - 6


Redevelopment: Alun-Alun yogyakarta 1. Alun-alun UTARA Gambaran Umum Alun-Alun Utara (Altar) yang dahulu digunakan sebagai tempat latihan prajurit keraton sedangkan saat ini berfungsi sebagai ruang publik dan tempat berlangsungnya acara berkala seperti “Sekaten�. Dengan lahan yang luas (230m x 230m) Altar sangat memungkinkan dijadikan sebagai tempat rekreasi warga maupun wisatawan khususnya Kota Yogyakarta yang saat ini minim ruang publik. Ditambah dengan nilai historis yang dimiliki dari

sejarahnya sehingga dapat menambah citra/daya tarik kawasan dan lokasi strategis yang dapat diintegrasikan dengan kawasan wisata Malioboro, Kilometer Nol Yogyakarta, wisata Keraton, dan kampung wisata di sekitarnya. Akibatnya saat ini terjadi banyak kegiatan komersil baik formal maupun informal di sekitar Altar. Terdapat pula fungsi lain yang ada di sekitarnya yaitu parkir, museum, koperasi, instansi, sekolah dan masjid.

Gambaran Alun-Alun Utara dan Sekitarnya

sumber foto: Google Earth 2016

Open Space - 7


Fungsi • • •

Pra Kemerdekaan Tempat latihan prajurit keraton. Tempat audiensi rakyat dengan sultan. Pasar malam dan hiburan rakyat.

• • • • •

Pasca Kemerdekaan Tempat orasi rakyat. Tempat berlangsungnya upacara. Sebagai tempat parkir bus wisata. Tempat berlangsungnya event publik. Sebagai ruang terbuka publik.

POTENsi dan ancaman • • • •

Potensi Sebagai taman (RTH/RTH-Publik) • Kota Yogyakarta dan landmark. Sebagai tempat rekreasi warga kota maupun wisatawan. Memiliki nilai historis dan filosofis sebagai daya tarik kawasan. Konektivitas yang baik dengan destinasi wisata dan komersil khas Yogyakarta. Mendukung kegiatan ekonomi lokal dan sektor informal berupa usaha kecil masyarakat.

Open Space - 8

Ancaman Melihat keberagaman kegiatan yang terjadi di kawasan Altar saat ini dikhawatirkan dapat mengurangi nilai historis dan filosofisnya jika tidak dikendalikan dengan penataan yang baik.


ANALISIS KONDISI EKSISTING

AnalisIS kegiatan

Visualisasi 3D Alun-Alun Utara dan Sekitarnya

Sumber: Olah Data Kelompok, 2016

Kegiatan yang terjadi utamanya dipicu oleh kegiatan wisata keraton dan sekitarnya yang kemudian memicu terjadinta kegiatan ekonomi sektor informal seperti pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya di sepanjang trotoar ataupun bahu jalan. Intensitas yang terjadi pun berbeda pada waktu-waktu tertentu, di pagi hari cenderung intensitas kegiatan yang rendah sedangkan siang dan malam hari lebih tinggi.

Open Space - 9


Isu-Inefektifnya fungsi ruang terbuka hijau Isu ini diangkat dari beberapa masalah yang ada di alun-alun Yogyakarta seperti berikut,  Kurangnya elemen hijau dari kuantitas maupun persebarannya, Hal ini dapat mengurangi kenyamanan berkegiatan di siang hari terutama di dalam Altar. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan pasifnya Altar sebagai ruang publik. Persebaran vegetasi berada di sekeliling Altar yang berpengaruh pada lokasi terjadinya kegiatan di siang hari.

Kondisi Alun-Alun Utara dan Sekitarnya

Sumber: Olah Data Kelompok, 2016



Fasilitas pendukung yang kurang memadai Fasilitas pendukung yang ada di alun-alun utara masih belum lengkap. fasilitas pendukung yang ada saat ini hanya toilet umum dan jalur pejalan kaki. Namun pada dasarnya fasilitas pendukung yang harus ada di alun-alun (ruang terbukan hijau publik) adalah toilet umum, jalur pejalan kaki, papan informasi, furniture, jalur difabel, jalur sepeda, dan tempat parkir sepeda. Untuk toilet umum diharapkan dapat ditambah kuantitasnya dan persebarannya. Untuk jalur pejalan kaki diharapkan dapat di desain lebih Persebaran Fasilitas Pendukung baik dan nyaman untuk sumber: Olah data kelompok digunakan. Sedangkan untuk papan informasi, jalur difabel, jalur perlu dilakukan pengadaan pada sepeda, dan tempat parkir sepeda tahap perencanaan nanti.

Open Space - 10




Kurangnya citra/daya tarik fisik kawasan Isu ini dapat dilihat dengan ruang publik. kegiatan lain fakta fakta sebagai berikut seperti parkir dan PKL Gapura seperti penanda kawasan sebagai penanda kawasan berupa gapura dan pembatas keraton ini banyak tertutupi kawasan sebagai penanda /ciri oleh sehingga kurang memberi khas fisik kawasan sebagai kesan pada kawasan Altar.

Kondisi Daya tarik fisik di Alun-Alun Utara dan Sekitarnya

Sumber: Olah Data Kelompok, 2016

 Kondisi parkir dan kegiatan informal seperti pedagang kaki lima (PKL) yang belum tertata dengan baik Hal ini dapat menyebabkan terganggunya visual fasad bangunan sebagai ciri khas Altar yang merupakan bagian dari kawasan keraton dan cukup mengganggu area pedestrian.

Persebaran Komersial dan Parkir Alun-Alun Utara dan Sekitarnya

Sumber: Olah Data Kelompok, 2016

Open Space - 11


KONsep rencana

Visi

“Integrated open space : Redesain Alun-Alun Lor menuju ruang terbuka yang inklusif – rekreatif dengan konservasi historis dan optimasi elemen hijau.” Integrasi yang dimaksudkan tidak hanya meliputi 4 aspek tersebut, tetapi juga integrasi dengan kawasan di sekitar Alun-Alun Lor yaitu kawasan wisata Malioboro, Kilometer Nol Yogyakarta, Keraton, dan kawasan wisata di sekitarnya.

Prinsip

Prinsip Rencana 

Mengoptimalkan daya tarik/citra kawasan sebagai ruang publik Terwujudnya ruang publik yang nyaman sebagai sarana rekreasi warga lokal maupun wisatawan

Tercipta ruang publik yang konservatif terhadap lingkungan dan kehistorisan Kota Yogyakarta Dapat mewadahi kegiatan ekonomi lokal warga khususnya kegiatan informal (PKL).

Open Space - 12


Rencana Detail Masalah Parkir tidak tertata PKL mengurangi visual kawasan dan mengganggu sirkulasi kendaraan maupun pejalan kaki Kondisi alun-alun utara Yogyakarta gersang Identitas fisik kawasan kurang menonjol Kurangnya fasilitas pendukung sebagai ruang terbuka hijau publik

Rencana Basement parking Penataan PKL dan jalur pejalan kaki

Penambahan elemen hijau (vegetasi) Mempertegas batas kawasan (gapura sebagai penanda kawasan) Penambahan street furniture seperti bangku, lampu, tempat sampah

INOVASI :  Peningkatan sirkulasi alun-alun utara Yogyakarta untuk mengoptimalkan integrasi bagian barat dan timur alun-alun.  Penambahan rain water harvesting, untuk mendukung keberlanjutan unsur hijau di alun-alun Yogyakarta baik untuk menyiram tanaman maupun memperindah visual dengan adanya air mancur.  Penggunaan panel surya, sebagai sumber energi alternatif untuk penerangan di alun-alun Yogyakarta.

Masalah Alun-alun Utara

Open Space - 13


1. Integrated Parking Integrated parking merupakan usulan rencana yang dapat digunakan untuk menyelesaiakan permasalah parkir yang selama ini dianggap mengurangi kualitas visual dari kawasan alun-alun utara Yogyakarta. Selain itu, dengan adanya parkir bawah tanah ini, konektivitas pusat-pusat kegiatan yang ada di sekitaran kawasan alun-alun utara Yogyakarta, seperti Masjid Gedhe Kauman, Museum Sonobudoyo, Jogja Galeri menjadi lebih baik.

Perencanaan Integrated Parking di Alun-alun Utara

Sumber: Olah Data Kelompok, 2016

2. Penataan PKL dan Jalur pejalan kaki Adanya penataan ulang PKL dengan memindahkannya kebeberapa titik yang dinilai strategis di kawasan alun-alun utara utara Yogyakarta, diharapkan dapat menyelesaikan masalah PKL yang selama ini tersebar secara kurang tertata, dan menutupi fasad-fasad bangunan yang ada di kawasan alun-alun utara Yogyakarta. Sedangkan untuk jalur pejalan kaki, adanya pelebaran, penambahan vegetasi di jalur pejalan kaki diharapkan dapat menjadikan jalur pejalan kaki lebih nyaman dan menjadi ruang kreatif bagi pengunjung yang datang.

RENCANA PKL DAN PEDESTRIAN

sumber: Olah data kelompok

Open Space - 14


3. Penambahan elemen hijau Penambahan elemen hijau pada kawasan alun-alun utara berupa penanaman rumput sebagai tutupan dari alun-alun utara Yogyakarta, dan penambahan vegetasi seperti yang sudah dijelaskan pada poin sebelumnya. Kedua hal tersebut menjadikan suasana yang ada menjadi lebih “adem� dan nyaman untuk berkegiatan.

Visualisasi 3D Penghijauan Alun-Alun Utara dan Sekitarnya

Sumber: Olah Data Kelompok, 2016

4. Mempertegas batas kawasan Menjadikan gapura yang sudah ada, lebih memiliki kesan yang besar sehingga diharapkan saat seseorang melihat dan melalui gerbang tersebut, mendapatkan kesan bahwasannya ia telah memasuki suatu kawasan tertentu, dalam hal ini kawasan keraton Yogyakarta.

RENCANA BATAS KAWASAN

sumber: Olah data kelompok

5. Street furniture Penambahan street furniture di kawasan alun-alun utara Yogyakarta, berupa tempat duduk yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk beristirahat ataupun bersantai menikmati suasana di alun-alun utara Yogyakarta, dan lampu yang berfungsi selain untuk memperindah juga sebagai penerangan. RENCANA STREET FURNITURE

sumber: Olah data kelompok

Open Space - 15


6. Panel Surya Penambahan panel surya dibeberapa titik diharapkan dapat menjadi sumber untuk kebutuhan listrik dari lampulampu yang ada di kawasan alun-alun utara Yogyakarta dan salah satu bentuk upaya penghematan energi. RENCANA PANEL SURYA

sumber: Olah data kelompok

Open Space - 16


2. Alun-alun SELATAN Gambaran Umum Alun – alun selatan (kidul) merupakan salah satu open space atau ruang terbuka hijau yang ada di Yogyakarta. Alun – alun ini berfungsi sebagai halaman belakang dari Kraton Yogyakarta yang pada sejarahnya dulu dijadikan sebagai tempat latihan para pejuang kebebasan (Prajurit Kraton) dalam menetralkan konfilk yang terjadi pada saat itu. Sekarang, Alun – alun Kidul ini berfungsi sebagai salah satu destinasi wisata Yogyakarta yang banyak mengundang para wisatawan ke Jogja karena keunikannya yaitu dua pohon beringin yang ada di tengah alun – alun konon katanya ketika para pengunjung dapat melewati kedua pohon beringin tersebut dengan mata tertutup maka keinginannya akan terkabul. kemudian suasana yang khas akan Jogja seperti

angkringan, dokar, dan warga lokal yang ramah, serta becak lampu yang sangat banyak digandrungi oleh wisatawan karena keunikannya. Selayaknya open space, Alun – alun kidul juga dijadikan sebagai tempat olahraga dan rekreasi oleh penduduk setempat sekitaran Alun – alun. Setiap pagi masih dapat kita jumpai warga yang melakukan olahraga seperti jogging di sekitaran Alun – alun. Hal ini didukung juga dari adanya alat olahraga yang tersedia di sudut Alun – alun Kidul sehingga tidak hanya jogging melainkan fitness juga dapat dilakukan. Lokasi dari Alun – alun Kidul ini berada di Selatan Yogyakarta, di dalam area Plengkung Gading, dekat dengan area Kampung Wisata Taman Sari, dan bertepatan dengan Sasono Hinggil. Bila kita tarik lebih jauh lagi

Gambaran Kawasan Alun – Alun Selatan dan Sekitarnya

Sumber: Olah Data Kelompok, 2016

Open Space - 17


maka akan ditemui Pasar Ngasem, Restaurant Bale Raos, Kampung Wisata Dipowinatan, dan Mandita Baruga (Purawisata) Yogyakarta itu

semua merupakan landmark atau lokasi yang khas yang dapat kita temui ketika ingin berkunjung ke Alun – alun Kidul.

Analisis eksisting Metode Shirvani menjadi faktor yang digunakan dalam menganalisis kondisi eksisting dari Alun-alun kidul.

RUANG TERBUKA Karakter alun-alun selatan Yogyakarta pada saat ini sebagai ruang bagian dari kawasan konservasi budaya Keraton Yogyakarta yang pemanfaatan dan pengelolaan ruang alun-alun pada saat ini lebih berorientasi kepada publik. Alun-alun selatan menjadi perlintasan bagi masyarakat sekitar baik yang tinggal didalam benteng serta masyarakat yang akan masuk atau keluar dari benteng Kraton melalui pintu selatan (Plengkung Gading). Alun-alun kidul merupakan ruang terbuka aktif yang mengundang unsur-unsur kegiatan di dalamnya yang menjadi tujuan masyarakat Kota Yogyakarta untuk melakukan kegiatan, seperti kegiatan ekonomi, olahraga, tempat bermain, sosial budaya serta menikmati berbagai atraksi lainnya yang terdapat di AlunAlun Kidul.

Pohon Beringin Alun – alun Selatan

sumber: Olah data kelompok

Dilihat secara fisik, ruang terbuka alun-alun kidul belum memiliki sistem panataan hijau yang baik. Kurangnya pepohonan dan rerumputan yang tertata menjadikan ruang terbuka ini kurang berjalan sesuai fungsinya sebagai ruang terbuka publik. Kegiatan yang ada didalamnya tidak didukung oleh elemen perkerasan sehingga terasa gersang dan tidak nyaman untuk melakukan kegiatan dalam waktu yang lama.

KONSERVASI Alun-alun Utara dan Selatan terletak dalam kawasan konservasi yang dikenal dengan nama kawasan Jeron Beteng dengan inti pelestarian adalah sumbu filosofis Kota Yogyakarta. Konservasi yang ada di Alun-alun

kidul meliputi aspek fisik dan aspek fungsi atau aktivitas didalamnya. Dilihat dari aspek fisik, keberadaan serta letak tiap komponen didalam alun-alun kidul masih terjaga dan tidak merubah karakter dasar alun-alun tersebut.

Open Space - 18


Hanya saja, perubahan yang terjadi hanya meliputi perbaikan dan penambahan yang tidak merubah kearifan lokal secara signifikan. Apabila ditinjau dari aspek fungsi kegiatan di Alun-alun kidul mengalami perubahan cukup signifikan dari masa lalu. Pada masa lalu, Alun-alun kidul memiliki kegiatan ritual dan kegiatan religi yang diselenggarakan untuk kepentingan Keraton dan dikelola oleh pihak Keraton. Sedangkan, sekarang kegiatan yang ada di

alun-alun kidul sangat beragam yang lebih berorientasi ke kegiatan publik yang bersifat rekreatif. Hal seperti ini dapat mengancam karakter budaya alun-alun kidul secara bertahap. Sehingga, konservasi dan preservasi kawasan cagar budaya alun-alun kidul harus diperhatikan dari segi pengawasan dan maintenance, terutama pada aspek fisik dan aktivitas agar tidak terjadi pergeseran yang akan menghilangkan unsur budaya.

Sirkulasi, Parkir, dan Jalur Pedestrian

Peta Sirkulasi Alun-Alun Kidul

sumber: Olah data kelompok

Sirkulasi merupakan elemen rancang kota yang secara langsung mengontrol pola kegiatan kota dengan keberadaan sistem transportasi, jalan publik, jalur pedestrian, dan lainnya. Sistem sirkulasi pada alun-alun kidul bersifat satu arah mengelilingi alun-alun. Sementara untuk sistem sirkulasi di sekitar kawasan alun-alun kidul merupakan sirkulasi dua arah yang mana sistem sirkulasi tersebut adalah jalur perkampungan sekitar. Pada sistem parkir, kawasan alun-alun kidul tidak memiliki kantong parkir khusus, melainkan kendaraan parkir di area ruang terbuka dan dipinggir jalan (parking on street). Hal tersebut sering menimbulkan kemacetan, khususnya di pagi hari. Untuk pedestrian way di kawasan ini pada umumnya mengikuti jalur sirkulasi. Dilihat dari kondisi fisik, jalur pedestrian kurang memadai. Ruang yang seharusnya digunakan untuk

Open Space - 19


pejalan kaki, namun disalahgunakan sebagai ruang bagi PKL yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki. Selain itu, pedestrian way pada area alun-alun kidul tidak

didukung oleh vegetasi yang befungsi sebagai peneduh, hal ini menyebabkan kurangnya minat para pengguna jalan untuk menggunakan pedestrian way.

Signage Signage adalah media informasi yang disediakan untuk membantu para pengguna jalan dalam menemukan suatu lokasi atau membantu dalam mengakomodasi arus pergerakan pengguna kendaraan. Pada umumnya signage tersedia pada area yang mudah dilihat oleh pengguna jalan, mudah dibaca dan dipahami, serta dapat dipercaya. Pada kondisi eksisting, signage telah tersedia di alun-alun kidul. Signage tersebut berupa

papan petunjuk jalan ke lokasi wisata terdekat, WC umum, arah kendaraan dll. Selain itu, terdapat papan informasi yang menunjukkan larangan-larangan kegiatan di sekitar alun-alun kidul, seperti, larangan parkir dan PKL. Namun, adanya signage belum bekerja secara optimal. Pada kenyataannya masih terdapat pelanggaran karena kurangnya pengawasan khusus di sekitar alun-alun kidul.

Signage Alun-Alun Kidul

sumber: Street View, 2016

Open Space - 20


PENDUKUNG KEgiatan Pendukung aktivitas dan fasilitas pendukung perlu diperhatikan guna melengkapi fungsi utama dari suatu open space. Pendukung aktivitas berupa kegiatan-kegiatan tertentu yang ada di sekitar. Sedangkan fasilitas pendukung adalah sarana prasarana yang ada guna menopang kegiatan open space. Apabila dilihat dari skala yang lebih makro, adanya alun-alun kidul didukung oleh sarana bersejarah sekelilingnya, seperti adanya Keraton Yogyakarta, Museum, Taman Sari, Sasana Hinggil, pertokoan, restoran dan adanya PKL disekitar alun-alun. Hal ini tentunya mendukung kegiatan yang berjalan di alun-alun kidul, sehingga area ini selalu ramai oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain itu, untuk melengkapi ragam kegiatan didalamnya, fasilitas pendukung sangat diperlukan. Namun, pada kenyataannya alun-alun kidul masih minim fasilitas, seperti tempat sampah, tempat duduk, lampu penerangan, serta taman bermain yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Waktu Apek Kegiatan yang berlangsung

Parkir

Peta Kegiatan di Alun-Alun Kidul

sumber: Olah data kelompok

Pagi Hari    

Siang Hari

Olahraga Perdagangan Rekreasi Tempat anak bermain

Parkir pada pagi hari lebih disisi timur dan barat dari alun-alun. Parkir-parkir tersebut disebabkan orangorang yang membeli

 

Perdagangan Tempat bersantai

Parkir tersebar, orangorang lebih memilih parkir didekat tempat yang dapat dijadikan tempat berteduh

Open Space - 21

Malam Hari   

Perdagangan Rekreasi Wisata pohon beringin  Bersantai  Tempat anak bermain Parkir cenderung berada di sepanjang jalan dan pojok jalan


PKL

Fasilitas Pendukung

sarapan. Pada pagi hari PKL berpusat di sisi barat dan timur dari Alun-alun Kidul  

Kurangnya tempat sampah Kurangnya tempat duduk

Pada siang hari PKL terdapat di sisi barat dan timur, juga sedikit tersebar disisi selatan alun-alun  Kurangnya tempat sampah  Kurangnya tempat duduk

Tabel Kegiatan yang ada di Alun-alun Selatan (Kidul)

sumber: Olah data kelompok

MASALAH

Open Space - 22

Pada malam hari terdapat PKL yang berada di trotoar dan juga menyebar di halaman alun-alun  Kurang nya penerangan  Kurangnya tempat sampah Kurangnya tempat duduk


Potensi -

-

Masalah

Lokasinya yang strategis karena terletak diantara Keraton, tempat wisata seperti Taman Sari, ada museum karena lokasinya inilah ia juga sebagai destinasi wisata baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Adanaya 2 pohon beringin yang terletak di tengah-tengah ini menjadi daya tarik pengunjung yang berkunjung kesana.

- Parkir On Street yang menimbulkan kema cetan, karena parkir tidak hanya di sisi kiri jalan tetapi sisi kanan juga ada. - Kurangnya vegetasi yang membuat alunAlun kidul terlihat gersang - Jalur pedestrian yang dijadikan tempat PKL - Kurangnya tempat sampah - Masih adanya orang yang memarkir Kendaraan motornya di atas trotoar - Kurang terawatnya fasilitas pendukung seperti tempat bermain

Dari penajabaran akar permasalahan yang ada di alun-alun kidul kami mengkerucutkan lagi masalah tersebut menjadi masalah inti ( masalah utama yang perlu ditangani) secara cepat untuk direncanakan kedepannya dalam hal design maupun penataannnya. Masalah intinya adalah:

Parkir

Signage

Ruang Bermain

Open Space - 23

Pedestrian


REncana

KONSEP CONCEPT. Sustainable development & Konservasi kawasan perkotaan Dalam perencanaannya kami melakukan rencana dengan metode Shirvani dan juga mengacu kepada misi yang akan diterapkan di Alun-alun Kidul.

MISI Misi yang ingin kami terapkan di Alun-alun Kidul adalah sebagai berikut: Misi: 1. Mewujudkan ruang terbuka hijau yang baik dan berkelanjutan 2. mewujudkan ruang yang mendukung kebutuhan dasar kehidupan masyarakat sekitar Alkid 3. mewujudkan ruang yang mewadahi kegiatan-kegiatan fisik dan sosial dari masyarakat sekitar alkid 4. menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan sejarah yang terkandung di dalam alkid

Rencana 1. Penataaan PKL 2. Peningkatan fungsi pedestrian 3. Optimalisasi penanda kawasan dan informasi ke arah Alun-alun Kidul 4. Ruang terbuka/bermain/olahraga tematik

Open Space - 24


Visualisasi Rencana 1. Landmark Alun – alun Kidul

Visualisasi Landmark Alun-Alun Kidul

sumber: Olah data kelompok

Rencana yang pertama ialah penambahan landmark pada Alun – alun kidul seperti pada gambar di atas, lokasi landmark tersebut berada di timur alun – alun. Alasan penambahan landmark tersebut ialah untuk memudahkan wisatawan dalam mengenal alun – alun ini dan menjadikan spot foto untuk para wisatawan.

2. Penambahan Alat Olahraga Rencana ini dilakukan untuk memfasilitasi warga lokal maupun wisatawan dalam berolahraga, hal ini dilakukan karena melihat pada dasarnya alun – alun ialah tempat untuk berekreasi dan bersantai salah satunya ialah berolahraga. Alat olahraga ini diberi regulasi yaitu setiap bulannya diberlakukan perawatan untuk menjaga alat agar tidak rusak dan dapat digunakan terus – menerus.

Visualisasi Tempat Olahraga di Alun-Alun Kidul

sumber: Olah data kelompok

3. Penambahan Alat Bermain Anak Rencana penambahan alat bermain anak ini sama seperti penambahan alat olahraga yaitu memfasilitasi warga lokal yang memiliki anak kecil dan para wisatawan yang membawa anaknya. Hal ini juga dapat menjadi daya tarik bagi para orang tua yang memiliki anak untuk membawa anaknya ke Alun – alun Kidul karena terdapat fasilitas taman bermain anak. Alat bermain anak ini juga diberi

Open Space - 25

Visualisasi Tempat Rekreasi

sumber: Olah data kelompok


regulasi yaitu setiap bulannya dilakukan perawatan alat agar

dapat digunakan dengan baik dan tidak cepat rusak.

4. Keseragaman PKL Rencana Keseragaman gerobak PKL dilakukan karena terdapat kerjasama antara pedagang dengan UMKM pemerintah yaitu dengan pemberian modal usaha dari pemerintah terhadap masyarakat yang ingin berdagang. Selain itu juga memberi view rapi dan suasana yang menarik kepada wisatawan yang berkunjung.

Visualisasi Pedagang Kaki Lima

sumber: Olah data kelompok

Open Space - 26


5. VISUALISASI KAWASAN RENCANA

Visualisasi Rencana Kawasan Alun-Alun Kidul

sumber: Olah data kelompok

Open Space - 27


ASIAN INSTITUTE OF TECHONOLOGY Sebuah institusi teknologi di Bangkok yang mempromosikan perubahan teknologi dan pembangunan berkelanjutan di kawasan ASIA-PASIFIK melalui pendidikan tinggi dan berbagai penelitian. AIT didirikan pada tahun 1959 dan sekarang telah menjadi lembaga yang aktif bekerja sama dengan publik dan sektor swasta di seluruh wilayah dan beberapa bagian dari universitas tinggi di seluruh dunia.


RIVERSIDE PROLOG Sungai merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kota. Pada hakikatnya, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum RTBL, sungai merupakan kenampakan alam di mana sempadan sungai tergolong dalam kawasan lindung sehingga tidak boleh dilakukan pembangunan pada kawasan sempadan sungai. Di sisi lain, meningkatnya jumlah penduduk kota yang diakibatkan oleh push and pull factors menyebabkan peningkatan kebutuhan ruang. Ruang bersifat terbatas, sehingga sebagian masyarakat menyalahi aturan dengan mendirikan permukiman di bantaran sungai. Pemerintah tidak bisa bertindak tegas karena belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan permukiman. Penyalahgunaan pembangunan permukiman di sempadan sungai menyebabkan rusaknya ekologi sungai. Masyarakat sendiri berada dalam kondisi yang rentan karena selain tidak terlindungi secara hukum, sempadan sungai juga rawan terhadap bencana seperti banjir, longsor, dan lahar dingin. Berangkat dari urgensitas tersebut, diperlukan suatu analisis dan perencanaan untuk mengatasi berbagai problematika tersebut. Sungai Winongo di Kota Yogyakarta merupakan contoh studi kasus dari masalah ini. Urban Redevelopment Based on Cultural Identity digunakan untuk memahami nilai filosofis dari sebuah sungai dengan harapan dapat digunakan landasan dalam menemukan solusi bagi masalah-masalah di atas.

Riverside - 29


LESSON LEARNED KANAL KRUNG KASEM Pada awalnya, kami mengambil studi kasus Kanal Khrung Kasem di Thailand. Kanal ini terletak di tengah kota dan terkenal dengan aktivitas pasar mengapungnya. Namun, ketika kami melakukan kunjungan ke sana (Juli 2016) kegiatan tersebut sudah dihentikan beberapa bulan oleh pemerintah karena beberapa alasan tertentu. Berikut merupakan perbedaan Sungai Winongo dan Kanal Khrung Kasem. Jika dilihat dari aspek fungsi bangunan di sekitar sungai dan kanal, dapat disimpulkan bahwa Sungai Winongo tidak dapat mencontoh penerapan praktis dari Kanal Khrung Kasem, karena kebutuhan dan tingkat kompleksitas permukiman dan komersil berbeda. Namun, terkait dengan aktivitas, menjadikan Sungai Winongo maupun Code menjadi objek wisata dengan mengadakan program “kano sungai� (mencontoh aktivitas Kanal Khrung Kasem sebelum aktivitas dihentikan pemerintah) merupakan ide yang cukup baik dan dapat diterima oleh masyarakat.

Perbedaan Sungai Winongo-Code dan Kanal Khrung Kasem Dinilai dari Beberapa Aspek Tertentu 1 2

3

4

Aspek Fungsi bangunan di sekitar Kondisi fisik sungai terhadap jalan Posisi bangunan terhadap sungai Aktivitas masyarakat

Sungai Winongo. Permukiman

Kanal Khrung Kasem Komersil

Sungai tidak sejajar dengan jalan Bangunan membelakangi sungai Menangkap ikan, menambang pasir

Kanal sejajar dengan jalan

Riverside - 30

Bangunan sungai

menghadap

Tidak ada aktivitas, namun sebelumnya sempat dilakukan berbagai aktivitas seperti pasar apung dan kano


Situasi Aktivitas Festival di Kanal Krung Kasem Sumber foto: http://www.bangkokpost.com/

Penampakkan Kanal Krung Kasem Sumber foto: https://pbs.twimg.com

BAAN BUAN Baan Buan merupakan sebuah kawasan permukiman dengan kepadatan tinggi yang terletak di Kota Bangkok. Kawasan permukiman ini juga terletak di bantaran sungai. Kondisi kawasan ini hampir mirip dengan kawasan eksisting permukiman Sungai Winongo, namun hampir semua rumah di kawasan ini menghadap ke arah sungai.

Penampakkan Baan Buan Sumber foto: Dokumentasi Kelompok

Penampakkan Sungai Winongo Sumber foto: Dokumentasi Kelompok

Kawasan Baan Buan mencanangkan program revitalisasi bangunan sekitar sungai dengan cara merenovasi rumah dan dicat dengan warna-warna mencolok untuk meningkatkan estetika. Berbeda dengan Sungai Winongo-Code, di mana bangunan dibiarkan saja dan cenderung kurang teratur. Menurut kami, hal yang dapat dicontoh dari Kawasan Baan Buan adalah pengaturan posisi bangunan sehingga menghadap sungai dan peningkatan estetika bangunan dengan cara renovasi.

Riverside - 31


REDEVELOPMENT : TEPIAN SUNGAI YOGYAKARTA SUNGAI WINONGO GAMBARAN UMUM

Kondisi GeOGRAFIS Sungai Winongo menjadi salah satu sungai utama di Provinsi DIY selain sungai Code dan sungai Gadjah Wong. Sungai Winongo merupakan sungai yang membelah 3 kota yaitu Sleman, Yogyakarta dan Bantul. Sungai ini terletak di sisi barat Kraton, sehingga menjadi batas antara ndalem beteng dan njaba (luar) beteng. Sungai Winongo terbentuk secara alami dengan sumber dari Gunung Merapi dan muara di Laut Selatan. Menurut harian Suara Merdeka

tahun 2005, sungai ini cenderung memiliki ngarai yang tinggi dan rawan terkena limpahan lahar dingin dari erupsi Gunung Merapi. Lokasi amatan kami berada di kecamatan Wirobrajan, tepatnya di sebelah selatan jematan Tamansari. Potongan sungai Winongo bagian ini memiliki kontur yang berbeda-beda. Kawasan barat maupun timur sungai memiliki ciri khasnya masing-masing.

Lokasi kawasan amatan Sumber foto: Google Earth Pro 2016 dan Olahan Kelompok

Riverside - 32


Kemudian berikut ini merupakan penggambaran lebih detail dari masing-masing titik.

1

6

2

1

5

4 2

3

3

4

5

6

Gambar (1) Seorang bapak yang sedang mencari ikan, (2) Seorang bapak yang sedang mencari pasir, (3) Kolam ikan, dan (4) Keramba. Sumber foto: Dokumen Kelompok

Riverside - 33


Kondisi EKONOMI Fungsi lahan di sepanjang bantaran kali diperuntukkan sebagai fungsi permukiman. Hal ini disebabkan oleh adanya urbanisasi penduduk yang terus meningkat. Perpindahan penduduk dari desa ke kota ini membuat jumlah penduduk di Yogyakarta semakin bertambah yang berdampak pada kebutuhan akan lahan permukiman yang kemudian ikut meningkat. Sehingga banyak masyarakat yang memilih untuk membangun rumah di sepanjang bantaran sungai karena harga lahannya yang tergolong murah. Mayoritas penduduk yang tinggal di kawasan ini merupakan penduduk bergolongan menengah ke bawah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik dan lingkungan tempat tinggal di kawasan permukiman tsb. Rata-rata penduduk yang tinggal disana memiliki pekerjaan sebagai PNS, buruh, pedagang, dan pekerja serabutan (tidak tetap). Aktivitas ekonomi yang ada pun hanya sebatas warung-warung kecil yang menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat dan warteg maupun angkringan. Selain itu di beberapa titik pada sungai ini juga terdapat aktivitas memancing mencari pasar. Dalam bentuk fisik lainnya yaitu keramba ikan dan kolam ikan yang semua itu digunakan masyarakat sebagai pekerjaan sampingan. Namun yang melakukannya tidak banyak. Terkait dengan keramba ikan, sebelum BLH melarang aktivitas ini, mayoritas masyarakat membuat banyak keramba ikan. Mereka mengaku bahwa pelarangan keramba menyebabkan penghasilan mereka menurun drastis. Di sisi lain, masyarakat mengaharapkan adanya bantuan pemerintah atau LSM terkait yang dapat memajukan ekonomi mereka melalui budidaya ikan atau program lain seperti kampung wisata .

Kondisi SOSIAL-BUDAYA Pada bagian timur sungai Winongo, terdapat larangan aktivitas keramba disepanjang sungai. Hal ini ternyata cukup berpengaruh terhadap sosial masyarakat, dimana dengan ditiadakannya kegiatan menambak ikan menyebabkan masyarakat “lari� ke perjudian, minum-minum, dll dengan alasan karena tidak ada kegiatan lain yang bisa mereka lakukan. Dikarenakan kondisi sosial yang demikian, Karang Taruna yang ada di kawasan tersebut kurang berjalan. Selain itu, telah menjalankan program “resik kali� , di mana pemerintah menurunkan petugas kebersihan untuk membersihkan sungai sebulan sekali. Masyarakat juga diberdayakan dalam program pembersihan 2 minggu sekali melalui kerja bakti.

Riverside - 34


ANALISIS SHIRVANI

LINKAGE Linkage dari kawasan barat dan timur sungai ini memiliki karakteristik yang berbeda. Dikarenakan batas pemukiman dengan sungai sangat dekat, jalan terbentuk dengan lebar hanya setengah hingga satu meter (yang membatasi sungai dengan pemukiman). Kemudian untuk akses ke pemukiman, jalan yang ada cenderung kecil dan berkontur. Namun pada bagian selatan, jalan yang ada cukup luas (sekitar 2 hingga 5 meter) dan tertata. Bagian kanan kiri jalan tidak berbatasan langsung dengan pemukiman. Sementara itu untuk bagian timur sungai, terdapat jalan yang berada di pinggir sungai.

jalan tersebut cenderung berkontur cekung. Pada jalan yang berbatasan dengan jembatan mempunyai kontur yang lebih tinggi. Jalan ini memiliki lebar yang cukup untuk menggendarai motor (sekitar 2 sampai 4 meter). Bagian utara hingga ke tengah dapat diakses dengan mudah. Namun pada bagian selatan tidak dapat diakses dengan motor karena kontur yang tinggi sehingga jalan yang terbentuk berupa tangga. Pada beberapa meter setelah kelompok rumah, terdapat jalan dengan ukuran yang hampir sama menuju ke pusat pemukiman.

SIGNAGE Di kawasan amatan terdapat beberapa papan informasi/penanda yang berfungsi sebagai pemberi arah dan informasi/himbauan dimana biasanya signage ditulis dalam konteks persuasif yang mendorong orang untuk melestarikan/menjaga sungai agar tetap bersih dan asri. Selain itu fungsi signage ini membantu masyarakat untuk

menavigasi atau memberi petunjuk arah dari jalan kota menuju taman dan beberapa bagian dari pinggir sungai dengan mudah. Namun dalam memberikan petunjuk/arah menuju dalam pemukiman cukup membingungkan karena faktor dari kondisi fisik permukiman yang padat dan organik.

Riverside - 35


Foto Papan Informasu di Kawasan Sungai Winongo Sumber foto: Dokumentasi Kelompok

Parking and Circulation Mayoritas guna lahan pinggiran sungai di Yogyakarta merupakan permukiman. Dan disana terdapat fasilitas untuk masyarakat yaitu sharing parking. Taman yang berada di kawasan amatan juga multifungsi sebagai tempat parkir kendaraan milik warga setempat.

Riverside - 36


Sirkulasi di kawasan ini masih dapat di lewati oleh kendaraan seperti motor maupun sepeda. Sedangkan mobil hanya bisa masuk sampai taman saja. Karena kondisi jalan di dalam permukiman yang kecil dan sempit.

LAND USE Guna lahan di sepanjang sungai Winongo didominasi untuk permukiman. Selain itu terdapat beberapa fungsi komersil namun pelayanan(jangkauan) hanya mencakup kawasan seperti toko kelontong, warung, laundry, dll. SSementara pinggiran sungai di peruntukkan sebagai sarana atau ruang untuk aktivitas/kegiatan, bagian sungai hanya digunakan sebagai sumber air dan aliran saja. Peta Fungsi Bangunan Sumber foto: Olah Data Kelompok

Mass AnD form Koefisien Dasar Bangunan(KDB) kawasan amatan didominasi oleh KDB sebesar 81-100%. Sedangkan Koefisien Lantai Bangunan didominasi oleh KLB sebesar 0,4-1, dengan lantai bangunan dominan yaitu 1 lantai. Selain itu bentuk dan tinggi bangunan yang berada di sepanjang pinggiran sungai berbeda-beda. Hal ini menunjukkan ciriciri pemukiman yang berada di sepanjang pinggiran sungai kota pada umumnya yang tumbuh secara organik dan memiliki kepadatan yang cukup tinggi. Posisi bangunan kebanyakan membelakangi sungai namun beberapa ada yang sudah menghadap sungai. Hal ini diakibatkan karena pandangan masyarakat yang masih menganggap sungai sebagai halaman rumah yang berfungsi sebagai tempat membuang limbah, kotor dan bau.

Riverside - 37


Peta Jumlah Lantai, KDB dan KLB Sumber foto: Olah Data Kelompok

Foto Kondisi Bentuk Bangunan di Kawasan Amatan Sumber foto: Olahan Kelompok

Pedestrian ways Jalan menuju ke taman kondisinya sangat baik karena baru saja selesai dibangun. Jalan ini merupakan jalan untuk kendaraan sekaligus untuk pejalan kaki juga. Jalannya ini cukup lebar untuk dilewati dua mobil. Selain itu di beberapa titik pinggir sungai juga terdapat jalur pedestrian dan kondisinya masih cukup bagus. Jalur pedestrian ini dilengkapi dengan beberapa perabot jalan seperti pergola, pot tanaman, kanal kecil, lampu, dan papan informasi(signages) yang mampu memberikan kesan yang baik/bagus di sepanjang jalan. Selain itu pedestrian ini juga berfungsi sebagai jogging track, salah satu fasilitas penunjang kawasan ini. Namun pedestrian way dengan kondisi yang seperti ini hanya dijumpai pada area tengah hingga keselatan pada tepi sungai Winongo bagian barat.

Riverside - 38


Foto Kondisi Pedestrian Sumber foto: Dokumentasi Kelompok

Open space Ruang terbuka yang berada di kawasan ini meliputi sungai Winongo itu sendiri, jalan dan pinggiran sungai. Selain itu juga terdapat taman yang baru saja dibangun tepatnya pada kawasan sebelah barat sungai. Taman tersebut dilengkapi beberapa fasilitas seperti alat-alat permainan untuk anak-anak, gazebo, tempat duduk dan lain-lain. Taman ini selain dapat digunakan sebagai fungsi

rekreasi, juga sering digunakan sebagai tempat parkir kendaraan warga setempet ataupun pengunjung. Namun untuk bagian timur sungai, open space yang ada hanyalah makam/ kuburan. Pada kawasan tersebut tidak terdapat open space berupa taman karena keterbatasan lahan (lahan sudah penuh dengan pemukiman penduduk).

Foto Penampakan Beberapa Fasilitas yang Ada di Taman Sumber foto: Dokumentasi Kelompok

Riverside - 39


Preservasi Menurut KBBI, preservasi adalah kegiatan untuk melestarikan sesuatu untuk tujuan tertentu. Kegiatan preservasi bisa diartikan merawat (maintain) dan membangun ulang (rebuild). Secara eksisting, preservasi di kawasan ini dilakukan oleh

pemerintah. Bentuk preservasi yang dilakukan adalah pelarangan keramba, program pembersihan sungai, pembangunan talud, dan pembangunan pedestrian di sepinggir sungai (meskipun belum semuanya).

Foto Salah Satu Keramba yang Diizinkan (kiri) dan Pedestrian Pinggir Sungai Sumber foto: Dokumentasi Kelompok

Potensi dan masalah

Potensi 1.1. Sosial masyarakat Karakter sosial masyarakat kota Yogyakarta yang guyub, rukun dan suka bergotong royong menjadi daya tarik tersendiri bagi orangorang luar. Hal ini lah yang dapat diwadahi atau pun dikembangkan menjadi potensi wisata edukasi terkait karakter masyarakat Yogyakarta, khususnya di daerah bantaran sungai winongo. 1.2. Kolam Ikan Adanya kolam ikan diatas sempadan sungai hasil inisiasi pemuda kawasan tersebut bisa lebih dikembangkan/dioptimalkan sebagai pemasukan tambahan bagi warga. 1.3. infrastruktur Infrastruktur yang ada seperti jalan inspeksi, penerangan, RTH, signage, kanal, pergola, talud, jalan masuk yang cukup besar (pada kawasan sisi barat sungai), mck dll. Hal ini tentu cukup menunjang kawasan permukiman yang ada disana. 1.4. Ruang Terbuka Adanya ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan lebih optimal. Selain dapat digunakan sebagai tempat berinteraksi sosial, ruang

Riverside - 40


terbuka juga dapat dikembangkan untuk digunakan sebagai ruang kreatif masyarakat. 1.5. Sumber Mata Air Adanya sumber mata air yang masih terjaga di kawasan amatan kami dapat digunakan sebagai pengairan untuk kolam ikan milik warga maupun kegiatan lainnya.

Masalah 2.1. Sosial Masyarakat Masih adanya masyarakat (terkhusus kalangan pemuda) yang memiliki kebiasaan kurang baik seperti minum dan judi. Pada awalnya, aktivitas ini sempat berkurang seiring dengan adanya aktivitas keramba. Namun, larangan pemerintah terkait keramba sungai membuat banyak masyarakat yang kembali ke kebiasaan buruk ini. Selain itu, masyarakat juga masih memiliki kebiasaan membuang sampah ke sungai. Hal ini terkait dengan anggapan bahwa sungai merupakan bagian belakang rumah sehingga diperlakukan layaknya “halaman belakang rumah. Hal ini berakibat pada pembuangan sampah di sungai. 2.2. Fisik Bangunan Bangunan-bangunan yang terletak di barat sungai sebagian besar menghadap membelakangi sungai. Hal ini cukup memengaruhi perilaku masyarakat terhadap sungai, sehingga masyarakat sering membuang sampah ke sungai. Selain itu, jika dinilai dari segi estetetika, hal ini kurang baik. Hal ini juga diperparah dengan kondisi sebagian besar bangunan yang kurang baik.

Foto Penampakan Kondisi Bangunan di Sekitar Sungai Sumber foto: Dokumentasi Kelompok

2.3. Sirkulasi Sempit Hal ini merupakan dampak dari kepadatan bangunan, di mana terdapat jalan yang bahkan tak dapat dilewati oleh motor. Selain itu, terdapat jalan yang curam, sehingga membahayakan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan sirkulasi udara sehingga dapat berdampak pada

Riverside - 41


kesehatan masyarakat. Di sisi lain, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran, gempa bumi, banjir, dsb evakuasi sulit dilakukan. Bangunan-bangunan di sekitar kawasan ini memiliki kepadatan hingga mencapai KDB 100%. Hal ini menyebabkan tension yang cukup tinggi pada masyarakat. Kepadatan yang tinggi juga menyebabkan pencahayaan yang kurang antar gang.

Foto Sirkulasi yang Sempit Sumber foto: Dokumentasi Kelompok

2.4. Pengolahan sampah yang belum baik Sekalipun pemerintah telah mencanangkan beberapa program kebersihan yang melibatkan masyarakat, sampah-sampah di sungai masih sering ditemukan. 2.5. Kurangnya ruang public Selain taman bermain, tidak ada lagi ruang publik bagi masyarakat. Khususnya di daerah permukiman bagian timur sungai. Hal ini disebabkan oleh kurangnya lahan yang tersedia. Sebelumnya pemerintah sudah mencanangkan program ruang terbuka publik, namun terkendala akibat keterbatasan lahan. Akibatnya, masyarakat dan anak-anak melakukan aktivitas sosial di sepanjang jalan yang mengganggu sirkulasi kendaraan. 2.6. Tidak adanya akses antar sisi sungai Jembatan penghubung antar sungai yang ada dulu karna hanya terbuat dari bambu (tidak permanen) hilang/rusak karena terkena arus banjir pada tahun 2014 silam. Sehingga akses antar sisi sungai pun tidak ada lagi. Sehingga timbul disparitas antar sisi sungai.

Riverside - 42


Konsep rencana

Rencana Fisik 1.1.

Row Housing Row Housing merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memanfaaatkan lahan permukiman seefektif mungkin. Konsepnya adalah sebuah kawasan permukiman dengan jumlah maksimal 30 unit di mana rumah-rumah tersebut tidak memiliki halaman karena keterbatasan lahan. Halaman bersifat milik bersama. Konsep ini bisa dipakai untuk mengatasi kepadatan kawasan permukiman sekitar Sungai Winongo. Hal ini berkaitan dengan kurangnya ruang jalan untuk akses sirkulasi pergerakan . Sirkulasi pergerakan ini dibutuhkan

untuk mengantisipasi bahaya yang mungkin saja terjadi seperti gempa, banjir, kebakaran, dan sebagainya. Perluasan jalan dapat memudahkan evakuasi. Untuk melakukan row housing, diperlukan “pemotongan” bangunan guna mendapatkan ruang tambahan untuk pelebaran jalan. Bangunan yang “dipotong” akan memiliki luas setengah dari sebelumnya, dan alternatif yang dapat dilakukan adalah “memindahkan bangunan yang dipotong ke atas” yang berarti menambah jumlah lantai bangunan.

1.2. Jembatan Penghubung Jembatan penghubung diperlukan untuk membuka akses sisi barat dengan sisi timur sungai. Sisi barat sungai yang sudah mulai baik kondisi lingkungannya baik dalam segi infrastruktur (terutama RTH) maupun penerapan konsep 3M-nya (mundur, munggah, madep), diharapkan dengan dibangunnya jembatan penghubung dapat membuka kemungkinan penduduk sisi timur supaya dapat mengakses RTH yang ada di sisi barat. Selanjutnya dapat mewujudkan sharing public space dimana akan memudahkan interaksi masyarakat sisi timur dengan sisi barat sehingga terjalin interaksi yang lebih antara kedua masyarakat. Interaksi yang lebih ini diharapkan dapat meningkatkan ikatan antar masyarakat dan mengantisipiasi terjadinya disparitas sosial dan segregasi. Jembatan ini dirancang berbentuk sederhana agar mudah dibangun. Direncakan terbuat dari bahan-bahan yang mudah didapat sehingga ketika terjadi kerusakan dapat segera diperbaiki. Selain itu yang terpenting bahan-bahanya harus memiliki durabilitas yang tinggi menghadapi tantangan sungai yang notabene merupakan sungai yang berhulu di gunung Merapi sehingga beresiko mengalami banjir lahan dingin dan luapan-luapan karena hujan di daerah hulu.

Riverside - 43


Sketch/Ilustrasi Rencana Jembatan Sumber gambar: M. Bagus Samudra PWK 2014

1.3. Perbaikan Ruang Terbuka Kawasan ini memiliki ruang terbuka yang dimanfaatkan untuk ruang bermain anak dan tempat berkumpul masyarakat. Namun dalam penggunaaannya masih dinilai kurang efektif karena jarang terlihat orang melakukan aktivitas di sana. Oleh karena itu,kami merekomendasikan rencana perbaikan ruang terbuka untuk meningkatkan aktivitas pada ruang tersebut.

Rencana Non Fisik 2.1.

Menggunakan Community Development Community Development adalah suatu pendekatan yang dilakukan ke masyarakat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat secara non fisik. Untuk memperbaiki sosial masyarakat perlu ada tahapan-tahapan tertentu. Tahapan-tahapan yang kami tawarkan antara lain:  Tahap Orientasi/Perkenalan Pada tahap ini, kita mendekati masyarakat dengan bersilaturahmi, menyamakan visi dan pendapat. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti mendekati tokoh-tokoh masyarakat terlebih dahulu.  Tahap Pencerdasan Tahap ini berupaya untuk mencerdaskan masyarakat bahwa sebenarnya mereka, para pemuda, dapat melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat dari sekedar minum dan judi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara campaign kecil-kecilan dengan forum

Riverside - 44


obrolan/nongkrong bareng dengan mereka, dan dapat juga membuat ilustrasi-ilustrasi yang menarik.  Tahap PengembanganPada tahap ini, kita bekerja sama dengan LSM untuk membuat program-program relevan yang meningkatkan skill masyarakat, khususnya para pemuda. Dengan ini, masyarakat akan lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Hal ini akan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. 1.4. Penyadaran kepada masyarakat Di sini, kita harus mengingatkan tentang konsep Mundur Munggah Madhep Kali (M3K), terutama di permukiman di sebelah timur sungai. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak lagi berpikiran bahwa sungai adalah tempat pembuangan, tetapi sungai adalah “halamanâ€? depan mereka, sehingga masyarakat secara tidak langsung akan memperindah pinggir sungai.

VISUALISASI RENCANA

Visualisasi Rencana Jembatan Sumber gambar: Olah Data Kelompok Sketch/Ilustrasi Rencana Jembatan Sumber gambar: M. Bagus Samudra PWK 2014 Kelompok

Riverside - 45


Visualisasi Sempadan Sungai Sumber gambar: Olah Data Sketch/Ilustrasi Rencana Jembatan Sumber gambar: M. Bagus Samudra PWK 2014

Kelompok

Visualisasi Ruang Terbuka Sumber gambar: Olah Data Kelompok Sketch/Ilustrasi Rencana Jembatan Sumber gambar: M. Bagus Samudra PWK 2014 Kelompok

Riverside - 46


SUNGAI Code GAMBARAN UMUM Sungai code merupakan salah satu sungai yang melalui wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan memiliki lokasi strategis, bagian tengah daerah pengairan sungai Code melintasi daerah perkotaan yang padat penduduk. Letak sungai ini berada di Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta. Bantaran Kali Code membujur dari Jembatan Tungkak, Jembatan Sayidan, Jembatan Juminahan, Jembatan Gondolayu, Jembatan Sarjito, Jembatan Blunyah, Jembatan Ring Road Utara, Jembatan Dayu, dan Jembatan Plumbon. Masa lampau : - Air sungai bersih dan jenih. - Sarana untuk mengalirnya air yang ada di Yogyakarta dan mengalir hingga lautan - Tempat wisata sungai bagi masyarakat Saat ini : - Keadaan sungai sudah mulai tercemar karena banyaknya permukiman di bantaran sungai dan hotel-hotel - Air sungai bewarna kecokelatan - Banyak ditemukan sampah-sampah masyarakat di sepanjang sungai Eksisting Kawasan

Peta Deliniasi Kawasan Riverside Code Sumber gambar: http://www.openstreetmap.com Kelompok

Riverside - 47


Deleniasi amatan kawasan sungai code ini dibatasi dengan batasan fisik berupa jalan: Utara: Jln. Jend Sudirman Timur: Jln. Ahmad Jazuli Barat: Jln. Kamp Jogoyudan Selatan: Jln. Kleringan dan Abu Bakar Ali Pemilihan lokasi di kawasan ini dikarenakan lokasi sungai yang berdekatan dengan titik-titik budaya Kota Yogyakarta yaitu Monumen Tugu Yogyakarta, Stadion Kridosono, dan Jln. Malioboro. Dimana kawasan riverside sungai Code ini mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih jauh lagi berdasarkan nilai budaya. Melalui perbaikan sistem yang ada di riverside sungai Code makan diharapkan sungai ini dapat dijadikan center dan menjadi suatu sistem pemukiman yang baik. ANALISIS SHIRVANI

TATA GUNA LAHAN Sungai Code adalah salah satu sungai di Yogyakarta yang hulunya dari merapi dan muaranya hingga pantai selatan. Sungai ini dimanfaatkan sebagai aliran lahar dingin dan aliran banjir. Dominansi pemanfaatan lahan pada kawasan riverside code adalah pemanfaatan lahan permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi.

Sirkulasi Pada kawasan amatan, sirkulasi kendaraan seperti motor dan sepeda masih terdapat di jalanjalan tepat di pinggir sungai yang ukuran lebarnya diperuntukan untuk pejalan kaki masyarakat. Sedangkan untuk sirkulasi jalur

Riverside - 48

Peta Guna Lahan Riverside Code Sumber : Olah Data Kelompok


Bentuk dan massa bangunan

pejalan kaki yang baik belum merata ke seluruh kawasan amatan terutama untuk kawasan Jogoyudan. Massa bangunan yang dapat terlihat, yaitu KDB didominansi pada range 81-100% dan KLB dominansi pada range 0.4-1.4 dengan jumlah lantai dominan 1 lantai.Untuk sempadan bangunan sendiri jaraknya bervariasi terdapat bagian yang hanya sekitar 0,5 meter namun juga terdapat yang berjarak lebih dari 2meter dihitung dari batas/tanggul sungai ke bangunan terdekat. Terdapat beberapa perbedaan

Foto Kegiatan Warga di Kawasan Sempadan Sungai Code Sumber : Dokumentasi Kelompok

antar bagian utara kawasan amatan dengan bagian selatan terutama dalam jarak sempadan, skala, tekstur, material, dan warna.

Ruang terbuka publik dan hijau 1.1.

Ruang terbuka publik Ruang terbuka publik pada kawasan pinggir sungai code ini belum ada secara nyata. Secara spontan, masyarakat yang tinggal di pinggir sungai code ini menggunakan jalan, sungai, dan beton pembatas sungai sebagai ruang publik sehari-hari mereka. Hal ini dibuktikan dari banyaknya 1.2.



Ruang terbuka hijau Pada beberapa titik sudah terdapat vegetasi berupa pot-pot tanaman dan

Foto Massa Bangunan di Kawasan Sempadan Sungai Code Sumber : Dokumentasi Kelompok

warga yang menggunakan daerah tersebut. beberapa lahan kecil untuk  menanam pohon pisang atau kelapa.

Riverside - 49




Kurang tersebarnya secara merata vegetasi untuk pinggir sungai

Peta Persebaran RTH Sumber : Olah Data Kelompok

Pedestrian ways Kontruksi pedestrian pada kawasan Jogoyudan masih tergolong belum bagus. Pedestrian dengan lebar 1-1,5 meter. Tak jarang pula ditemui pedestrian yang terhalang sebagian bangunan warga setempat. Sedangkan dibagian

 Adanya tanaman yang menjulur tidak merata ke sungai

Foto RTH Sumber : Dokumentasi Kelompok

Selatan sudah termasuk bagus karena konstruksi pedestrian berupa konblok dengan lebar 2-2,5 meter. Pedestrian di kawasan ini biasanya juga digunakan sebagai tempat parkir kendaraan pribadi oleh warga setempat.

Foto Kondisi Jalur Pedestrian di Kawasan Sempadan Sungai Code Sumber : Dokumentasi Kelompok

Riverside - 50


Signage Di kawasan sungai Code, signage yang sering didapati merupakan signage yang bersifat persuasif seperti

Activity support Mayoritas penggunaan ruang yang ada di kawasan Kali Code ini merupakan kawasan permukiman. Aktifitas yang dilakukan di kawasan perumahan ini hampir keseluruhannya merupakan aktifitas penduduk lokal seharihari yang pada kenyataannya cukup bergantung dengan keberadaan kali code. Beberapa aktifitas yang terjadi di kawasan Kali Code ini antara lain memancing, tambak ikan, anak-anak bermain air, serta kegiatan-kegiatan program kreatif kampung. Kegiatan yang bersifat hiburan seperti memancing dan bermain air di

menjaga kebersihan sungai dan papan-papan proyek mengingat area pedestrian dikawasan ini masih dalamtahap pembangunan. pingir sungai ini sebenarnya dapat dikembangkan agar kawasan pinggir Kali Code ini dapat hidup sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi warga, bahkan jika dikembangkan dengan baik dapat diarahkan menjadi area wisata riverside.

Foto Kegiatan Warga di Sungai Code Sumber : Dokumentasi Kelompok

preservation Proses peremajaan dan perbaikan kualitas lingkungan pada kawasan code ini masih kurang terutama pada kawasan Jogoyudan. Kawasan permukiman pada kawasan Jogoyudan masih

terlihat kumuh, namun pada kawasan gondolayu sudah dilakukan perbaikan dan peremajaan permukiman namun sayangnya dengan visual sungai yang terhalang talut pembatas.

Riverside - 51


ISU dan masalah

Rentan banjir Pada kawasan Jogoyudan talut pada pinggiran sungai setinggi 1 meter sedangkan pada kawasan Gondolayu setinggi 2 meter walaupun sudah terdapat talut namun banjir masih terkadang terjadi dari gorong-gorong yang rumah warga maupun luapan sungai.

Foto Kondisi Sempadan di Sungai Code Sumber : Dokumentasi Kelompok

Fasilitas prasarana air yang kurang memadai Kebutuhan air sumur yang disediakan disana tergolong tidak layak minum sehingga masyarakat berlangganan PDAM untuk memenuhi kebutuhan air minum, namun hanya beberapa rumah yang terinstalasi prasarana air.

Aksesibilitas dan kondisi jalan kurang baik Hal ini dibuktikan dari bebarapa jalan yang rusak dan tertutup oleh bangunan (pada daerah Jogoyudan) serta permukiman yang padat membuat jalan masuk ke daerah pinggir sungai menjadi lebih sempit.

1

3

2

2

1

3

Peta Aksesibiltas dan Foto Kondisi Jalan Sempadan Code Sumber : Dokumentasi Kelompok

Riverside - 52


Pencemaran sungai dan minim prasarana limbah Pembuangan limbah beberapa rumah terutama pada bagian jogoyudan masih berupa septic tank yang ada langsung dialirkan ke Kali Code. Hal ini membuat sungai semakin tercemar. Tak hanya itu, banyaknya sampah di pinggir sungai juga menjadi masalah utama didalam pencemaran sungai

Foto Kondisi Pencemaran Sungai Code Sumber : Dokumentasi Kelompok

Minimnya sarana seperti rth dan public space Hal ini dilihat dari padatnya permukiman di pinggir sungai code membuat masyarakat menggunakan jalan dan sungai itu sendiri sebagai tempat “public�/sosial mereka. Penghijauan yang ada di pinggir sungai code juga hanya dilakukan di beberapa titik seperti diatas/disamping talut sungai.

Foto Kondisi Ruang Publik Kawasan Sempadan Sungai Code Sumber : Dokumentasi Kelompok

Squatter settlement di pinggir sungai Permukiman pada kawasan jogoyudan dan gondolayu ini memang sudah menghadap sungai, namun rumah yang ada di pinggir sungai ini tersusun tidak teratur dan padat sehingga membuat perumahan di pinggir sungai ini terlihat kumuh.

Riverside - 53

Foto Kondisi Permukiman Sumber : Dokumentasi Kelompok


Potensi sungai code Sungai code dapat dijadikan wisata alam di kawasan perkotaan Yogyakarta. Analisis pengembangan sungai Code sebagai objek wisata terkait dengan daya tarik wisatwan berdasarkan sejumlah faktor – faktor daya tarik wisata berikut (Haryono, 1979; Merigi, 2007; Rosadi, 2009), yaitu : a. Ada sesuatu yang dapat dilihat / to see Tempat kunjungan wisata memiliki sesuatu yang bisa dilihat oleh wisatwan. Sehingga obyek atau atraksi apa saja yang bisa dilihat dan menarik bagi wisatawan perlu dikembangkan guna menarik para wisatawan baik domestik maupun manca negara. b. Adanya sesuatu yang dapat dikerjakan / to do Selain potensi yang dapat dilihat, maka wilayah obyek wisata perlu memiliki sesuatu yang dapat dilakukan atau dikerjakan oleh wisatawan seperti jalan kaki, bermain, belajar, olah raga dsb sehingga para wisatwan akan merasa betah berada di daerah tersebut yang akan mempengaruhi lama tinggal wisatawan pada obyek wisata. c. Faktor sesuatu yang dapat diperoleh / to buy Tempat kunjungan wisata sebaiknya mempunyai sesuatu yang menarik untuk dibeli seperti makanan, minuman, kerajinan atau souvenir sebagai kenangan wisatawan. Berikut potensi yang diberikan dari sungai Code:  Dapat dikembangkan menjadi kegiatan wisata Wisata yang dapat dikembangkan di Sungai Code adalah wisata ekologi dan wisata budaya atau komunitas. Hal tersebut sudah didukung dari sarana dan prasarana yang terdapat di sepanjang Sungai Code. Hampir sepanjang bantaran Kali Code terdapat jalan yang sudah dipaving dan dapat dimanfaatkan sebagai jogging track.  Dapat dikembangkan sebagai spot pemancingan atau kegiatan lain yang berbasis sumberdaya air Kegiatan lain berbasis sumber daya air sungai yang dapat dikembangkan di Sungai Code adalah seperti rafting, ski air dan kegiatan lain dengan penyesuaian atau rekayasa arus sungainya  Potensi wisata budaya yang dapat menarik wisatawan Di Kampung Sungai Code, terdapat upacara Merti Code yang diadakan setiap tahun sekali yang dapat menjadi atraksi wisata yang sanggup mengundang kunjungan wisatawan.  Wisata kuliner yang sudah mulai dirintis Wisata kuliner yang dirintis secara komunal di dekat Jembatan Gondolayu yang menjajakan nasi kucing dalam suasana angkringan di malam hari. Selain kuliner, hasil kerajinan tangan masyarakat juga dapat dijadikan potensi untuk menarik wisatawan. Hasil kerajinan

Riverside - 54


tangan masyarakat Sungai Code biasanya adalah kerajinan kulit, pernak-pernik, batik, hiasan renda, dll.  Pesona Sungai Code yang sering dijadikan setiing film nasional Setiing film nasional ini dapat dipandang sebagai ajang promosi gratis dan memperkenalkan Code secara nasional. Potensi wisata alam lingkungan Code tersebut adalah sesuai dengan hasil survey profil wisatawan ke Yogyakarta, sehingga diharapkan potensi wisata Code tersebut akan mendukung Yogyakarta sebagai kota wisata pendidikan dan budaya. .

Foto Kondisi Waktu Malam dan Siang Kawasan Sungai Code Sumber : Kanaljogja.com

Foto Kegiatan Merti Code di Kawasan Sungai Code Sumber : Kanaljogja.com dan jalanjalanjogja.com

Riverside - 55


Konsep rencana

Visi nature friendly restoration : penataan kawasan pinggiran sungai dengan mengembalikan fungsi sungai kepada fungi asalnya (restorasi) yaitu sebagai daerah aliran dan resapan air. Mengembalikan siklus alami sungai dengan mengembalikan kesehatan sungai serta menjalin hubungan harmonis antara sungai dan manusia. Perbaikan lanskap sungai dengan pertimbangan kegiatan manusia. Setelah berhasil mengembalikan fungsi sungai sebagaimana mestinya, selanjutnya dilakukan pengembangan daerah tepian air sebagai suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak fisik dan visual dengan air dan bagian dari upaya pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan sekaligus mengoptimalkan ruang sempadan sungai sejauh 10 m dari bibir sungai untuk dibangun RTHP dengan konsep riverwalk yang dapat meningkatkan kemampuan area dalam meresap air dan menyimpan air. Kemudian mengalirkanya secara perlahan untuk mengurangi beban sungai, mendukung SAH sebagai saluran drainase yang sudah ada, sekaligus menjadikan kawasan yang ramah bagi pejalan kaki. prinsip -

-

Mengoptimalkan fungsi sungai sebagai kawasan resapan air melalui konservasi sempadan sungai Mewujudkan sungai sebagai citra/orientasi kawasan perencanaan Penataan lanskap pinggiran sungai dengan konsep M3K serta penguatan material/furniture lanskap yang bercirikhaskan Yogyakarta Mampu menjadi daya tarik warga kota sebagai area rekreasi yang nyaman dan aman Mampu mewadahi kegiatan ekonomi masyarakat lokal

Riverside - 56


STRATEGI (GUIDELINES) Restorasi Sungai

-

-

-

Citra/Orientasi Kawasan

-

-

-

Area Rekreasi yang Aman dan Nyaman

-

-

-

Mewadahi Kegiatan Ekonomi Lokal

-

Deliniasi kawasan sempadan sungai kurang lebih 10 m dari tanggul sungai Redesain sempadan dengan komponen alami Penanaman kawasan sempadan sungai dengan pepohonan rindang dan berestetika Akses air sungai yang mempunyai sense bagi penggunanya Penataan kawasan permukiman sempadan sungai dengan konsep M3K (munggah, mundur,madep kali) Memaksimalkan sempadan sungai sebagai area resapan air, taman, dan ruang terbuka hijau Penggunaan batu candi dan gapura sebagai elemen penguat citra kawasan dengan ciri khas jawa Penggunaan elemen hijau sebagai unsur yang mnimbulkan efek tenang atau relax

Bike friendly Walkable, ramah pengguna pejalan kaki Tanggul sungai sebagai taman sungai dan pelindung area permukiman ketika musim penghujan terjadi Penambahan furnitur seperti gazebo, kursi taman, pencahayaan dan sebagainya, untuk meningkatkan kenyamanan bagi penggunanya Spot pinggiran sungai yang didesain untuk kegiatan komersial seperti restoran sungai (angkringan)

Riverside - 57


Kondisi Eksisting Sungai Code Pada kondisi eksisting pinggiran sungai code dibatasi oleh tanggul yang kemudian membatasi masyarakat berinterkasi dengan ekologi sungai. Sungai code mampu berpotensi menjadi tempat publik bersama dan menjadi suatu daya tarik yang khas dari permukiman pinggir sungai. Namun sangat disayangkan potensi ini kurang dioptimalkan oleh masyarakat sehingga sungai code saat ini masih dalam kondisi yang tercemar dari limbah rumah tangga dan sampah. Permukiman yang padat dan kurang tertata membuat suasana pinggir sungai menjadi terlihat kumuh. Sedangkan kondisi jalan dan aksesibilitas menuju pinggiran sungai code ini pun beberapa masih rusak dan lebar jalan yang sempit. Hal ini membutuhkan penataan dan penambahan sarana prasarana pada sungai code guna mengatasi permasalahan yang dihadapi dan meningkatkan kualitas lingkungan sehingga bisa menjadi daerah yang nyaman dan berpotensi sebagai wisata budaya “riverfront� Daerah Istimewa Yogyakarta.

Visualisasi Kondisi eksisting Kawasan Sungai Code Sumber : Olah Data Kelompok

Riverside - 58


rencana Sungai Code Berikut adalah gambaran rencana restorasi sungai Code. Sebelum dilakukan perencanaan sungai code ini terntunya juga dilakukan perbaikan dan pertambahan sarana dan prasarana yang tidak akan mencemari sungai code. Setelah itu dilakukan suatu restorasi yaitu pemulihan dan perbaikan sungai sesuai fungsinya namun juga dengan mempertimbangkan kebutuhan sarana ruang publik masyarakat sungai code. Sempadan juga diterapkan sesuai peraturan agar masyarakat merasa aman. Permukiman dipinggir sungai juga dilakukan penataan sesuai prinsip M3K (mundur, munggah, madep kali). Penyediaan vertical housing juga disediakan bagi rumah-rumah yang tidak sesuai dan terancam. Redesign pinggir sungai code juga dilakukan agar masyarakat dapat nyaman berinteraksi dan menjadi ruang publik bersama yang menarik. Selain itu, redesign ini juga ditujukan untuk menambah daya tarik sungai code sebagai riverfront yang bercorak budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ruang Terbuka hijau dan Ruang Publik Jarak aman untuk banjir Sempadan

Visualisasi Rencana Kawasan Sungai Code Sumber : Olah Data Kelompok

Riverside - 59


COMMUNITY ORGANIZATION DEVELOPMENT INSTITUTE “CODI is a public organization with a goal to build a strong societal base using the collective power of civil groups and community organizations.”

Community Organization Development Institute (CODI) suatu agency Pemerintah Thailand yang dibentuk pada 27 Juli 2000 yang merupakan gabungan dari Urban Community Development Office dan Rural Development Fund. CODI merupakan organisasi publik independent dibawah naungan Ministry of Social development and Human Securtity Thailand. Motto dari CODI sendiri adalah “Every region should be stable, every community should be strong, and the people should be happy”, Untuk mensupport dan memberdayakan komunitas melalui financial assistance, Housing development & Environmental improvement. Visi kedepannya yaitu untuk membentuk komunitas yang kuat dengan menggunakan kemampuan bersama dari kelompok komunitas. Secara umum CODI berusaha menekankan pembangunan dari pembangunan komunitasnya. CODI berperan dalam pengimplementasian proyek ambisius pemerintah Thailand, yakni Baan Mankoong (Secured Housing). Sampai saat ini tercatat terdapat 858 Proyek, 1546 Komunitas serta 90.813 rumah tangga yang elah ter-cover melalui program Baan Mankoong ini. Salah satu pendekatan partisipatif yang dilakukan adalah pembiayaan yang fleksibel, dukungan secara horizontal dan dukungan secara teknis seperti pelibatan komunitas arsitek, planners dan lain lain.


RESIDENTIAL Prolog Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan

(UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman). Pada zaman dahulu, permukiman yang ada bersifat berpindahpindah (nomaden), hal ini dikarenakan manusia pada zaman dahulu melakukan perburuan dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan. Namun seiring berjalannya waktu, manusia mulai mengenal bercocok tanam, sehingga permukiman mulai menetap dan lokasi yang bisasanya digunakan untuk bermukim yaitu berdekatan dengan sumber air. Permukiman terus mengalami perkembangan dari masa ke masa, dari masa prasejarah, masa Yunani dan Romawi, masa abad pertengahan (Medieval), masa Renaissance, masa industrialisasi, hingga kini masa modern. Kesemua masa tersebut memiliki ciri khas tersendiri, terutama dari segi pola permukiman serta arsitekturnya. Saat ini, banyak wilayah yang tengah mengalami perkembangan di berbagai sektor. Perkembangan yang terjadi tersebut akan menyebabkan wilayah menjadi lebih maju yang secara tidak langsung akan berdampak pada

jumlah penduduk yang juga akan semakin meningkat. Meningkatnya jumlah penduduk ini pastinya membuat kebutuhan akan ruang, baik itu ruang untuk bermukim maupun ruang untuk beraktivitas menjadi bertambah. Kebutuhan akan ruang ini sayangnya tidak dibarengi dengan tersedianya ruang yang layak yang dapat memfasilitasi kebutuhan manusia. Akibatnya, permukiman yang telah ada menjadi kian sesak karena tidak mampu menampung jumlah manusia yang terus bertambah. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang masih menjunjung tinggi nilai budaya. Pada era yang semakin modern ini, tentunya banyak permukiman yang juga berkembang mengikuti perkembangan zaman, namun di Yogyakarta, masih terdapat permukiman yang masih mempertahankan nilai-nilai kebudayaan yang telah dimiliki sejak zaman dahulu. Di tengah gempuran era modern, masyarakat Yogyakarta masih mampu mempertahankan nilainilai kebudayan dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, subtema residential ini mengangkat pembahasan cultural identity dengan harapan berkembangnya zaman tidak menghilangkan nilainilai kebudayaan yang telah ada atau dengan kata lain perkembangan zaman dengan nilai-nilai kebudayaan dapat berjalan dengan selaras.

Residential - 61


Lesson Learned CODI-Khlong Bang Bua

Khlong Bang Bua Sumber: Survey Lapangan

Community Organization Development Institute(CODI) suatu Agency Pemerintah yang dibentuk pada 27 Juli 2000 yang merupakan gabungan dari urban community development office dan rural development Fund. Codi Murpakan organisasi publik independent dibawah naungan Ministry of Social

development and Human Securtity Thailand. Motto dari CODI sendiri adalah “Every region should be stable, every community should be strong, and the people should be happy�, Untuk mensupport dan memberdayakan komunitas melalui financial assistance,

Housing development & Environmental improvement. Visi kedepannya yaitu untuk membentuk komunitas yang kuat dengan menggunakan kemampuan bersama dari kelompok komunitas. Secara umum CODI berusaha menekankan pembangunan dari pembangunan komunitasnya.

Program yang diimplementasikan oleh CODI adalah Baan Mankoong (Secure Housing). Program ini diluncurkan pada Januari 2003 sebagai bentuk solusi terhadap permasalahan perumahan bagi masyarakat miskin perkotaan. Bentuk dari tujuan program ini sendiri adaldah untuk merencanakan dan meningkatkan kualitas rumah, penyediaan kebutuhan dasar, keamanan tempat tinggal dan meningkatkan penghasilan masyarakat. Peran CODI sendiri adalah memfasilitasi antara komunitas dengan pemerintah lokal, NGO, proffesional dalam perencanaan proses upgrading. Setelah proses telah di finalisasi, CODI mensubsidi infrastruktur dan biaya sewa rumah langsung terhadap komunitas tersebut. Salah satu komunitas yang telah menjalankan program ini adalah Khlong Bang Bua Community. Khlong bang Bua Community merupakan komunitas pertama yang secara

Residential - 62


sukses menyepakati hasil negosiasi yang panjang dengan pemilik lahan yang mereka tempati, dalam hal ini merupakan Treasury Departement, Thailand yang tidak mungkin disepakati oleh satu komunitas saja. Khlong bang bua terdiri atas 12 komunitas didalamnya. Salah satu kesepakatanya adalah penetuan biaya sewa dengan yakni 1 Bath/ M2 setiap bulannya. Disamping rumah baru dan infrastruktur untuk komunitas tersebut, Kanal Bang bua juga menjadi lebih bersih. Dibuat suatu akses Canal Side walkway yang memudahkan

pemadam kebakaran untuk keadaan darurat. Memang point utamanya adalah goalnya tercapai, akan tetapi jaug lebih penting dari itu, pemberdayaan masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan merupakan suatu yang dapat dipetik dari program ini. Proses dalam pembunan berbasis komunitas memang membutuhkan waktu yang cukup lama akan tetapi bukan tidak mungkin untuk dilakukan. Dengan perencanaan partisipatif, tujuan pembangunan akan lebih sesuai dan tepat sasaran kepada masyarakat.

Kampung Jawa Ditengah-tengah perkotaan Bangkok yang penuh dengan gedung tinggi dan ornamen thailand yang khas, terdapat suatu kampung yang sangat familiar dan dapat menghilangkan sedikit dari kerinduan dari kampung halaman, Kota Yogyakarta. Kampung tersebut adalah Kampung Jawa. Kampung ini memiliki bentuk bangunan dan arsitektur yang menyerupai kampung-kampung jawa pada umumnya, yaitu jalan yang sempit, jarak antar bangunan yang berdekatan, arsitektur bangunan jawa, serta terdapat masjid sebagai pusat kegiatan kampung tersebut. Mayoritas penduduk di kampung ini beragama muslim. Kampung ini juga memiliki kegiatan rutin yaitu festival makanan jawa yang dapat dijadikan ajang interaksi masyarakat di Kampung Jawa ini. Walaupun masyarakat ini mayoritas merupakan keturunan jawa, hanya segelintir orang yang masih fasih berbahasa jawa atau indonesia karena bahasa thailand menjadi bahasa untuk aktivitas setiap harinya. Kampung Jawa ini merupakan pemberian dari Kerajaan Thailand pada abad ke 20 kepada masyarakat Jawa yang sudah membantu kerajaan dalam pembangunan kerjaan yang baru. Setelah pembangunan kerajaan tersebut selesai, masyarakat jawa itu menetap di bangkok dan terus berkembang hingga sekarang. Masyarakat tersebut tidak hanya membawa diri mereka sebagai keturunan jawa tetapi juga kebudayaan jawa dalam membuat tempat tinggal(papan), pakaian (sandang), dan makanan(pangan). Sealin itu, budaya islam yang sangat kental kaitanya dengan kebudayaan jawa turut muncul, seperti pengajian, maulid nabi, pembagian zakat, serta arsitektur masjid jawa yang khas.

Residential - 63


Redevelopment: KAMPUNG-KAMPUNG yogyakarta 1. KAMPUNG JAGALAN KOTA GEDE Gambaran umum

Gambar 1. Peta Deliniasi Kampung Jagalan Sumber: maps.google.com

Kota Gede atau Kuta Gede adalah sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut sejarahnya, kawasan ini disebut sebagai ‘rumah rakyat’ dengan ciri kebudayaan yang sangat khas, salah satunya ialah di Kampung Jagalan. Kampung Jagalan berlokasi di sisi barat Pasar Gedhe. Nama “Jagalan” berasal dari kata jagal yang artinya tukang potong ternak. Secara sederhana, Jagalan bermakna tempat bermukim para jagal dan keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, Kampung Jagalan juga ditempati oleh penduduk dengan profesi lain yakni pengrajin perak serta penjual makanan khas Kotagede seperti legomoro, singkong dadu, kipo, dan putri mandi. Sebaliknya,

para jagal diperbolehkan tinggal di luar kampung ini. Secara jumlah, penduduk di kampung Jagalan secara keseluruhan sebanyak 3690 jiwa yang terdiri dari 1825 laki-laki dan 1865 perempuan.(BPS,2014). Kampung Jagalan memiliki kekayaan budaya seperti Masjid Gedhe Mataram, kompleks Makam raja-raja Mataram, kesenian terbangan, keroncong, serta makanan tradisional. Oleh sebab itu, kampung Jagalan dijadikan “desa budaya” melalui SK Gubernur DIY No. 326/KPTS/1995). Makam dan Masjid Gedhe ini juga sekaligus menjadi landmark dari kawasan ini. Kampung ini juga termasuk dalam kawasan heritage atau kawasan cagar budaya

.

Residential - 64


Peta Image Of

the City Sumber: Survey Lapangan

Analisis kondisi eksisting Metode analisis yang digunakan untuk menagalisis kondisi eksistng Kampung Jagalan adalah metode analisis oleh Hamid Shirvani. Menurut Shirvani, ada 8 elemen urban design yaitu:

Land Use :

Peta Fungsi Bangunan Sumber: Survey Lapangan

Land use berkaitan dengan fungsi-fungsi kegiatan yang ada dalam suatu kawasan. Penggunaan lahan di Kampung Jagalan umumnya untuk perumahan dan komersial. Penggunaan lahan untuk komersil mendominansi di sepanjang jalan sebanyak satu layer bangunan dan kemudian didominansi oleh perumahan. Secara spesifik, sektor komersial yang berkembang di Kampung Jagalan adalah kerajinan perak yang merupakan kerajinan khas Kotagede.

Residential - 65


Building form and massing

Peta Arsitektur Bangunan (kiri), jumlah lantai bangunan (kanan) dan bangunan tradisional Sumber: Survey Lapangan

Ketinggian bangunan relatif sama yakni didominansi oleh bangunan 1 lantai. Kondisi ini sesuai dengan bangunan khas Jawa yang bertipe landed houses yang berkembang secara horizontal. Selain itu, dari segi arsitekturalnya, bangunan di Kawasan Jagalan didominasi oleh arsitektur tradisional, sesuai dengan

labelnya sebagai kawasan cagar budaya. Ciri khas budaya Jawa juga terlihat dari jarak antar bangunan yang berdekatan. Kondisi ini dikarenakan karena Kawasan Kotagede dulunya merupakan tipe permukiman Islam, yang mendapat pengaruh dari Kerajaan Mataram Islam.

Circulation and parking

Kondisi jalan di dalam kampung (kiri) dan kondisi jalan di jalan utama (kanan) Sumber: Survey Lapangan

Residential - 66


Jaringan jalan di Kawasan Jagalan dapat dikategorikan menjadi dua kelas yaitu jalan utama dan jalan lingkungan. Jalan utama berada di bagian utara, sekaligus menjadi batas kawasan yang berfungsi sebagai penghubung kegiatan-kegiatan utama di Kawasan Jagalan. Lebar utama di Kawasan ini cukup sempit yakni sekitar + 7 meter dengan sistem dua arah. Arus lalu lintas di jalan utama ini cukup tinggi karena adaya aktivitas pasar. Kendaraan berupa motor, mobil, mobil

barang, becak dan sepeda melintas di jalan ini. Sedangkan, untuk lebar jalan lingkungan rata-rata 1,5-3 meter. Dengan lebar jalan seperti itu, jalan lingkungan di Kawasan Jagalan memberikan kesan seperti lorong-lorong. Namun, kondisi parkir di kawasan ini kurang tertata. Pada jalan di bagian timur, terdapat parking on street di dua sisi sedangkan untuk kantong parkir hanya berada di depan area Masjid Gedhe dan Makam. Kondisi ini seringkali menyebabkan kemacetan.

OPEN SPACE Ruang terbuka di Kawasan Jagalan tergolong sedikit. Ruang terbuka yang ada saat ini adalah di Makam Raja-Raja Mataram, Pelataran Masjid Gede, Joglo, halaman masjid dan tanah-tanah kosong. Makam RajaRaja Mataram ini juga sekaligus sebagai obyek wisata di kawasan ini. Secara eksisting, ruang-ruang publik yang digunakan oleh masyarakat adalah joglo, dan jalan.

Peta Sebaran Ruang Terbuka(Kiri) & Parkir Komunal (Kanan) Sumber: Survey Lapangan

Residential - 67


Pedestrian ways

Kondisi Pedestrian Way Sumber: Survey Lapangan

Lebar jalan yang relatif sempit serta penggunaan lahan untuk komersil di sepanjang jalan mengakibatkan ketersediaan lahan untuk pedestrian semakin sedikit. Ruang milik jalan berubah menjadi lahan parkir untuk kegiatan komersil yakni di sekitar Pasar Kota Gede. Kondisi ini menimbulkan ketidaknayaman bagi pengguna pedestrian saat melintas karena tingginya arus lalu litas serta banyaknya parkir. Sedangkan, untuk lebar jalan yang sangat sempit di

kawasan permukiman juga menimbulkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki. Pengguna jalan ataupun pejalan kaki harus minggir atau diam sejenak untuk memberikan jalan bagi sepeda motor yang melintas, sehingga hal ini cukup mengganggu mobilitas pejalan kaki. Namun, jika dilihat dari material jalannya yang menggunakan conblock, kondisi jalannya sangat mendukung untuk pejalan kaki.

Activity support Kotagede merupakan permukiman dengan konsep tata ruang Jawa yaitu konsep Catur Gatra Tunggal yang berarti cerminan pemerintahan yang juga memperhatikan unsur sosial, ekonomi, religi, dan budaya sebagai unsur-unsur yang saling mempengaruhi satu

sama lain. Catur Gatra Tunggal berarti empat elemen yang menjadi satu kesatuan atau empat wahana ruang dalam kebersamaan tunggal (Wibowo, 2012). Elemenelemen tersebut adalah kraton, alun-alun, pasar dan masjid.

Residential - 68


PKL di Pinggir Jalan Sumber: Survey Lapangan

Diluar nilai historisnya, Kotagede juga merupakan kawasan penghasil perak di Yogyakarta. Hal ini menjadikan kotagede merupakan obyek wisata

yang menarik untuk dikunjungi. Kegiatan-kegiatan pendukung wisata banyak tersebar di Kotagede seperti, warung makan, transportasi serta tempat-tempat souvenir. Selain itu, hinterland Kawasan Jagalan juga terdapat pasar yang merupakan peninggalan sejak zaman Mataram. Disepanjang jalan besar ditemukan banyak PKL-PKL yang menjajakan makanan khususnya di sekitar parkir makam dan pasar. Hal ini terjadi karena adanya kebutuhan makan dan minum dari wisatawan masyarakat lokal yang menjadikannya ruang untuk berkumpul.

Signage Karena banyaknya kegiatan komersil di Kampung Jagalan, papan penanda/ reklame juga banyak tersebar. Sentra industri perak juga banyak menggunakan reklame untuk menarik wisatawan untuk berkunjung

Preservation

Kompleks Masjid Gede Sumber: Survey Lapangan

Preservasi adalah pelestarian bangunan dan/atau lingkungan CB dengan cara mempertahankan kadaan asli tanpa perubahan, termasuk upaya mencegah kehancuran (kebudayaan.kemdikbud.go.id ). Mengingat Kotagede merupakan salah satu kawasan cagar budaya, maka beberapa bangunan yang memiliki nilai historis tetap dijaga keasliannya. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga keaslian bangunan maupun kegiatannya sebagai

Residential - 69


contohnya area makam dan Masjid Gedhe. Analisis Kelayakan Kampung Jagalan Sebagai Kampung Wisata Menurut Maryani (1991,11) Suatu kawasan dapat dikatakan sebagai kampung wisata jika dapat memenuhi 5 hal : yakni what to see (apa yang bias dilihat), what to buy (apa yang bias dibeli), how to arrive (bagaimana cara mencapai lokasi), what to stay (apa yang bias diinapi).

a. What to see

Atraksi Wisata Kampung Jagalan Sumber: Survey Lapangan

Elemen what to see merupakan salah satu elemen terpenting yang dimiliki oleh kawasan wisata. Elemen what to see ini dapat berupa atraksi wisata maupun obyek yang dapat ditangkap oleh indera pengelihatan manusia. Selain menarik, elemen ini juga harus memiliki ciri khas dan perbedaan dengan obyek atau atraksi wisata ditempat lain sehingga membuatnya menjadi sesuatu yang unik. Elemen what to see yang dimaksudkan disini antara lain pemandangan alam, kegiatan kesenian, dan sebagainya. Kampung Jagalan pada kondisi eksitingnya memiliki

keunikan dan ciri khas budaya yang kental. Kesan unik ini tergambar dari arsitektur bangunannya yang dominan menggunakan arsitektur khas Jawa. Kondisi ini terjadi karena Kampung Jagalan merupakan salah satu kawasan bersejarah yakni peninggalan zaman Kerajaan Mataram Islam. Bukti lainnya yakni dengan adanya tempat-tempat bersejarah disekitaran kawasan ini. Latar belakang sejarah yang sedemikian berdampak pada aktivitas masyarakat yang unik dan masih berlandaskan budaya sehingga menjadi daya tarik tersendiri.

Residential - 70


b. What to buy

Kipo (kiri) dan Penjual Perak (kanan) Sumber: Survey Lapangan

Fasilitas perbelanjaan merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung suatu obyek wisata. Fasilitas perbelanjaan ini dapat berupa souvenir, kerajinaan aupun makanan yang menjadi ciri khas kawasan tersebut. Barangbarang ini sekaligus menjadi oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal dan sekaligus menyebarkan informasi lebih luas tentang kawasan ini. Kotagede secara umum merupakan sentra pengerajin

perak yang sudah sangat popular. Hasil kerajinan perak juga dipasarkan secara langsung di kawasan ini dan hal ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri. Selain itu, Kotagede secara umum memiliki makanan khas berupa kipo yang diproduksi dalam skala kecil pada tingkat rumah tangga. Hal ini menjadi pelengkap oleh-oleh maupun dinikmati langsung selama perjalanan menyusuri kampung wisata

c. How to arrive Poin penting dari kegiatan wisata atau berwisata adalah adanya pergerakan atau mobilitas manusia. Sehingga elemen aksesibilitas dan transportasi sangat penting adanya. Semakin banyak pilihan moda transportasi yang ditawarkan akan semakin baik. Untuk menuju ke Kampung Jagalan, pengunjung dapat menggunakan moda transportasi berupa sepeda motor, mobil, sepeda maupun becak. Moda transportasi berupa bus tidak dapat

Residential - 71

Moda transportasi menuju Kampung Jagalan Sumber: Survey Lapangan


menjangkau kawasan ini karena kondisi jalan yang cukup sempit. Oleh karena itu, .

tingkat aksesibilitas moda transpotasi publik di kawasan ini masih kurang

c. What to stay Keunikan budaya dan kehidupan masyarakat menjadi menarik untuk dinikmati sepanjang waktu. Seringkali wisatawan ingin benar-benar merasakan atmosfir dan suasana di kampung wisata salah satunya dengan menginap di permukiman warga. Hal ini menjadi sesuatu yang penting untuk meningkatakan daya tarik kampung wisata karena

wisatawan dapat menikmati suasana perkampungan dan kehidupan masyarakat secara real. Namun, di Kampung Jagalan ini belum terdapat guest house dan homestay yang mengakomodir kebutuhan wisatawan yang ingin menginap. Sehingga Kampung Jagalan masih memiliki kekeurangan dalamhal akomodasi pernginapan.

d. What to do

Program Jagalan Tisih Sumber: airasiafoundation.com

Perjalanan menuju tempat wisata tentunya bukan tanpa tujuan. Berwisata tentunya ada sesuatu yang dilakukan, dalam hal ini elemen what to do sangat penting keberadaannya. Selain melihat dan merasakan, suatu tempat wisata harus memiliki suatu obyek wisata dan kegiatan yang mengundang ketertarikan wisatawan. Di Kampung Jagalan ini banyak kegiatan yang dapat dilakukan salah satunya

adalah kegiatan “Jagalan Tlisih Telusur Kampung Pusaka” atau “Jagalan Tlisih Heritage Walks”. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Karang Taruna Desa Jagalan, Arsitek Komunitas Yogyakarta (ArKom Yogya) serta Air Asia Foundation dan British Council Indonesia pada bulan Maret 2015. Selain itu, wisatawan juga dapat melakukan wisata religi berupa ziarah makam di Makam Raja-Raja Mataram.

Residential - 72


Potensi dan Masalah

Kondisi Jalan yang Sempit

Kondisis Parkir

Sumber: survey lapangan

Sumber: Survey Lapangan

MASALAH a. Sirkulasi yang kurang baik Salah satu masalah utama yang terdapat di Jagalan adalah sirkulasi yang masih kurang baik. Lebar jalan yang terbatas membuat pergerakan yang terjadi menjadi terhambat. Pada beberapa area, lebar jalan memang sudah cukup tapi banyak yang masih kurang, sehingga apabila ada pengguna kendaraan yang berpapasan dengan pengguna kendaraan yang lain, maka salah satu dari mereka harus mengalah. b. Parkir Parkir menjadi salah satu masalah karena di Kampung Jagalan tidak terdapat satu area/lokasi yang dapat dijadikan sebagai kantong parkir kecuali di depan area Masjid Gedhe dan Makam. Di sisi jalan utama terdapat parkir di dua sisi yang

mengganggu sirkulasi kendaraan. Hal ini tentunya menyebabkan masalah bagi pengguna jalan lain. Lebar jalan yang tidak terlalu lebar menjadi lebih sempit dengan adanya kendaraan yang diparkirkan di tepi jalan. c. Kurangnya ruang terbuka milik publik Beberapa lahan kosong dan joglo merupakan milik pribadi namun, secara eksistingnya ada yang digunakan oleh masyarakat umum. Misalnya joglo di bagian barat makam. d. Kualitas saluran air hujan yang kurang baik di beberapa titik Saluran air hujan di kawasan ini tergolong terbuka, namun pada kondisi eksistingnya, saluran ini bercampur dengan sampah-sampah rumah tangga, khususnya di pusat kegiatan

Residential - 73


masyarakat di sekitar area makam. Hal ini dapat diakibatkan karena saluran ini memiliki lubang yang cukup besar, sehingga ada dapat menampung sampah yang masuk. Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya tempat sampah. Kasus nyata yang terlihat adalah pedagang mie ayam yang membuang sisa makanan kedalam saluran air hujan. e. Kurangnya fasilitas akomodasi wisata Kondisi jalan yang sempit membuat akses menuju kawasan ini hanya dapat dilalui oleh kendaraan pribadi maupun sepeda. Selain itu, di

f.

kawasan ini belum ada guest house maupun homestay yang menunjang kebutuhan wisatawan yang ingin menginap dan merasakan secara langsung atmosfir kehidupan di Kampung Jagalan ini. Kurangnya daya tarik Kawasan ini memiliki potensi untuk dikunjungi karena lokasinya yang berdekatan dengan obyek wisata dan adanya kearifan lokal khas Yogyakarta. Namun, kawasan perkampungan ini masih belum memiliki daya tarik yang membuat wisatawan ingin berkelilng di kampung ini.

POTENSI a. Obyek wisata Jagalan memiliki potensi wisata yang cukup baik. Adanya kompleks Makam Raja Mataram membuat Kampung Jagalan menjadi sering dikunjungi oleh wisatawan yang akan melakukan wisata religi (ziarah). Selain untuk berziarah, wisatawan yang datang juga bisa melihat bagaimana rupa

pemandian yang ada pada zaman dahulu yang terdapat dalam kompleks pemakaman tersebut. b. Kegiatan khas Potensi lain yang dimiliki oleh Kotagede secara umum adalah adanya kegiatan pembuatan kerajinan perak. Hal ini menjadi daya tarik dan menambah keunikan kampung ini.

Residential - 74


Weakness

Strengh -Adanya obyek wisata -Kondisi fisik ruang khas Jawa -Memiliki nilai-nilai historis

-Kurangnya daya tarik di area kampung -Kurangnya akomodasi pendukung wisata -Kurangnya sarana pendukung perumahan berupa RTH dan parkir

Threat

Opportunity

-Potensial untuk menjadi kampung -Pengaruh budaya modern wisata -Lokasinya berada di sentra kerajinan perak Tabel Analisis SWOT Sumber: Analisis Kelompok

Residential - 75


Rencana Leasson Learned Bangkok a. Khlong Bang Bua, CODI Kanal Bang Bua (Klong Bang Bua) berada di distrik Bang Khen dan distrik Laksi. Permukiman ini dihuni oleh sekitar 3.400 keluarga yang tinggal di 12 permukiman informal di sepanjang 13 kilometer kanal Bang Bua. Penduduk Bang Bua mayoritas bekerja sebagai pedagang kaki lima, buruh, dan pekerja upah harian. Secara ekonomi, dulunya rumah rumah yang ada di kawasan ini tergolong low income housing. (ACHR,2011) Kondisi perumahan yang ada di Bang Bua berbeda dengan kondisi eksiting di Kampung Jagalan sehingga hal positif yang dapat dipelajari dari kawasan ini adalah pengembangan perumahannya yang berbasis komunitas sehingga dapat menciptakan lingkungan yang nyaman. Selain itu, dengan adanya pendampingan dari CODI perihal penyaluran dana dari pemerintah perencanaan, pengembangan kawasan menjadi lebih terarah dan terawasi. b. Kampung Jawa Kampung Jawa berlokasi di sekitaran Sathorn, Bangkok. Kampung memiliki sebuah masjid bernama “Jawa Mosque� yang sekaligus menjadi landmark dari kawasn ini. Menurut salah satu penduuduk bernama Syarif, dahulu masjid ini didirikan di atas tanah wakaf milik Haji Muhammad Saleh, perantauan Jawa sekitar tahun 1906. Kawasan di sekitar masjid ini banyak keturunan dari perantauan orang Jawa yang sejak dulu menetap di Thailand untuk bekerja dan sampai saat ini masih menetap dan memiliki keturunan. Sampai tahun 2014, jumlah penduduk di kampung Jawa sekitar 3000 orang. (Mansoor, 2014). Kampung Jawa ini dapat menjadi percontohan untuk mempertahankan kebudayaan ditengah pengaruh budaya Thailand yang sangat kuat dan dominan.

Residential - 76


Konsep Rencana Melihat kondisi eksitingnya sebagai kawasan cagar budaya dengan segala masalah dan potensinya di atas, Kampung Jagalan direncanakan menjadi Kampung Wisata dengan konsep “Cultural Conservation

Through Tourism Development”. Upaya konservasi budaya melalui pengembangan pariwisata ini merupakan salahs atu strategi untuk menjaga kelestarian budaya lokal Kotagede khususnya Kampung Jagalan dengan menjadikannya sebuah daya tarik yang dapat “dijual” ke khalayak luas. Konsep perencanaan ini juga menuntut peran aktif masyarakat sebagai pengelola kampung dan mendapat pendampingan dari komunitas atau NGO untuk monitoring. Masyarakat sendiri mengelola kampung wisata ini dengan mebentuk sentra-sentra kegiatan yang menarik minat wisatawan seperti koperasi kerajinan perak, makanan khas, dan sebagainya. Dengan cara ini, harapannya masyarakat memiliki kesadaran untuk mengelola kampungnya dengan baik karena akan memberikan dampak positif bagi masyarakat juga. Pemilihan konsep wisata diharapkan dapat menjaga kebudayaan lokal yang ada di

Site Plan Kampung Jagalan Sumber: Analisa Kelompok

kampung ini agar tetap sustain ditengah kemajuan zaman. Daya tarik terkuat yang dimiliki dan “dijual” oleh kampung ini adalah ciri khas kebudayaan Jawa yang khas sehingga jika kebudayaannya memudar, daya tariknya juga akan ikut menurun. Jika daya tariknya menurun, maka tidak ada lagi “nilai jual” yang dimiliki oleh kampung ini sehingga akan berdampak pada perekonomian masyarakatnya juga. Selain pengembangan wisata, perencanaan kampung ini juga memperhatikan kebutuhan akan sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat. Secara rinci, perencanaan Kampung Jagalan adalah sebagai berikut :

Residential - 77


Detail rencana a. Meningkatkan daya tarik wisata

Rencana Distrik dan Rute Wisata Sumber: Analisa Kelompok

Peningkatan daya tarik wisata ini dilakukan dengan membuat klaster-klaster tertentu di dalam kampung ini. Hal ini dilakukan agar memicu keinginan wisatawan untuk menjelajahi kampung ini karena pada kondisi eksitingnya tidak ditemukan sesuatu yang dapat menarik keinginan wisatawan untuk berjalan-jalan di kampung ini. Peta diatas menggambarkan distrik-distrik wisata yang direncanakan. Dalam satu blok distrik terdapat pusatpusat kegiatan yang berupa koperasi yang menjajakan produk khas dan sekaligus sebagai showroom. Masyarakat berperan

aktif dalam hal ini. Penentuan rute wisata juga berdasarkan atas distrik-distrik yang ada. Wisatawan berkeliling kampung terutama melewati pusat-pusat kegiatan tadi. Pada distrik pagelaran, rencananakan memanfaatkan lahan joglo di sisi barat makam. Secara eksisting, area ini memiliki potensi berupa joglo yang dapat dijadikan sebagai ruang untuk pertunjukan. Area ini juga memiliki ruang yang masih cukup untuk menampung wisatawan maupun warga sekitar yang ingin beraktivitas. Area ini sekaligus menjadi titik kumpul wisatawan yang ingin melepas penat setelah berkeliling kampung.

b. Optimalisasi penggunaan ruang Optimalisasi penggunaan ruang yang dimaksudkan disini adalah menggunakan ruangruang di sekitar ruang publik dengan lebih maksimal. Secara realnya dengan penambahan pedagang-pedagang di sekitar joglo depan area Masjid Gedhe dan Makam. Pada kondisi

eksisting, joglo ini ramai digunakan oleh orang-orang untuk istrahat dan makan sehingga akan lebih baik jika kegiatannya semakin dihidupkan dengan adanya PKL-PKL. Konsep ini mengadopsi kondisi esksiting dari Wat Arun, Bangkok yang memiliki area

Residential - 78


khusus untuk pedagangpedagang di dekat area wisatanya langsung, namun bedanya area ini diisi oleh pedagang makanan, serta pedagang oleh-oleh. Kemudian, untuk permasalahan parkir, solusi yang ditawarkan adalah dengan membuat parkir-parkir komunal di beberapa titik. Hal ini adalah untuk mengurangi jumlah kendaraan yang melintas di jalan-jalan dengan lebar yang cukup sempit sehingga membuat pejalan kaki lebih c.

nyaman. Konsep ini mengadopsi konsep parkir di Kali Code yang menggunakan parkir komunal, kemudian masyarakat berjalan kaki hingga ke tempat tujuannya. Kemudian untuk parkir komunal di depan area Masjid Gedhe dan Makam tetap digunakan untuk menampung kendaraan orang-orang yang ingin berwisata ataupun berbelanja di pasar agar dapat mengurangi parking on the street di jalan.

Peningkatan kualitas jaringan air hujan

Rencana Tempat Sampah dan Visualisasi Saluran Air Hujan Sumber: Analisa Kelompok

Sarana dan prasana yang ada di kawasan ini sudah cukup baik dan memadai. Permasalahannya hanya terlihat dari kualitas saluran air hujan yang kotor akibat sampah. Oleh karena itu, rencananya sekat saluran ini buat agak sedikit rapat sehingga tidak memungkinkan bagi masyarakat untuk membuang sampah. Selain itu, penambahan tempat sampah juga dilakukan untuk mencegah perilaku yang sedemikan terulang kembali. Penambahan tempat tempat sampah juga dilakukan di sepanjang rute wisata untuk menjaga kebersihan.

Residential - 79


Visualisasi Desain

Rencana Sentra PKL di Area Parkir Masjid Sumber: Analisa Kelompok

a. Sentra PKL dan parkir masjid Area ini merupakan entrance atau gerbang utama menuju Kampung Wisata Jagalan. Pada kawasan ini berisikan ruang publik berupa joglo, foodcourt, dan pedagang oleh-oleh khas Kotagede sebagai daya tarik kawasan. Para PKL yang semula berjualan di pinggir jalan samping gerbang di relokasi ke zona foodcourt yang tersedia dengan bangunan sudah permanen. Disini juga menjadi meeting point bagi wisatawan dan terdapat parkir komunal. Parkir komunal terdiri dari parkir sepeda dan motor yang beratapkan green rooftop. Sedangkan parki mobil berada di depan joglo.

Residential - 80


b. Joglo pagelaran dan taman

Joglo Pagelaran Beserta Ruang Publik Sumber: Analisa Kelompok

Area ini merupakan ruang pagelaran yang berisikan pertunjukan seni bagi wisatawan. Area ini juga sekaligus menjadi meeting point dan ruang untuk beristirahat sejenak setelah berkeliling kampung. Area ini tidak hanya untuk wisatawan saja, namun juga untuk masyarakat dengan adanya taman dan area bermain

Residential - 81

anak. Pada bagian ruang terbuka hijau ini terdapat kawasan wahana bermain anak, joglo pementasan, dan papan-papan informasi mengenai sejarah kotagede. Joglo pementasan disediakan bagi warga setempat apabila mengadakan festival adat yang dapat dijadikan sebagai daya tarik pengunjung wisata.


c. Parkir

Salah satu sentra parkir di sisi tengah kawasan yang berdampingan dengan lapangan Sumber: Analisa Kelompok

Salah satu sentra parkir ini berdampingan dengan lapangan dan taman sebagai ruang publik. Hal ini sekaligus untuk menjaga keamanan karena penggunaan ruang publik yang cukup intens.

Salah satu sentra parkir di sisi tengah kawasan yang berdampingan dengan Taman Sumber: Analisa Kelompok

Residential - 82


KESIMPULAN Kampung Jagalan dengan ciri khas kebudayaan yang kental memiliki potensi untuk dikembangan menjadi kampung wisata hanya saja dari segi daya tarik masih kurang kuat. Dengan konsep “Cultural Conservation Through Tourism Development� dan peran aktif masyarakat, kampung wisata ini diharapkan dapat sustain dan menjaga nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki di tengah pesatnya kemajuan zaman.

Residential - 83


2. Kelurahan Dipowinatan Gambaran Umum Saat ini Kota Yogyakarta memiliki jenis wisata baru yang ditawarkan yaitu berwisata ke kampung wisata. Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta ada 12 kampung wisata yang sedang dikembangkan di Kota Yogyakarta. Kampung Wisata Dipowinatan adalah salah satu kampung yang juga dikembangkan sebagai kampung wisata. Konsep wisata live in atau rekreasi yang berbaur dengan masyarakat menjadi potensi wisata yang mendukung elemen penyedia objek daya tarik wisata (suplai) di Kampung Dipowinatan. Beberapa atraksinya antara lain adalah mengunjungi rumah – rumah keluarga Jawa dengan berpakaian adat Jawa dan ditambah dengan adanya hiburan kesenian dan sajian kuliner khas masakan Jawa. Kampung Wisata Dipowinatan termasuk ke dalam daerah administratif Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Kotamadya Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Penduduk Kampung Dipowinatan adalah sekumpulan masyarakat yang teguh dan sadar diri untuk menjaga kehidupan yang bersandarkan nilai-nilai sosialbudaya, serta berkomitmen untuk setia mempertahankan kelestarian tradisi dan budaya Jogja. Inilah

kekuatan utama kampung wisata yang berlokasi di tengah Kota Yogyakarta ini. Banyak wisatawan yang sudah berkunjung ke kampung wisata Dipowinatan khususnya wisatawan dari Ceko dan saat ini mulai dikembangkan pasar Eropa Timur lainnya. Kampung Dipowinatan yang berjumlah kurang lebih 600 kepala keluarga, dengan kepadatan penduduk sebanyak 20.080 jiwa per km2 ini diresmikan sebagai tempat tujuan wisata sejak tanggal 4 November 2006. Selain disaksikan oleh para pejabat dari instansi-instansi terkait dan masyarakat luas, peresmian Kampung Wisata Dipowinatan ini juga dihadiri oleh para tamu dari luar negeri, seperti yang datang dari Republik Ceko, Slowakia, dan Colombia. Setelah dicanangkan sebagai kampung wisata, kawasan Dipowinatan mengemban julukan baru untuk menguatkan citra pariwisatanya. Kini, orang bisa menyebut kampung ini dengan nama Dipowisata. Ketika orang sudah mulai jenuh dengan obyek wisata umum seperti kraton, pantai, atau pusat-pusat perbelanjaan, Kampung Dipowinatan menawarkan alternatif pariwisata yang unik, yakni wisata urban Dipowinatan.

Residential - 84


KONDISI EKSISTING

1.1 Tata Guna Lahan Kampung Dipowinatan yang terletak di Jalan ini didominasi oleh permukiman, sebagian kecil perdagangan berupa toko maupun warung

kelontong, serta terdapat beberapa fasilitas sosial dan fasilitas umum seperti sekolah, musholla dan lain sebagainya.

2.2 Bentuk dan Massa Bangunan a) Ketinggian Bangunan Ketinggian bangunan maksimal pada kawasan ini adalah kurang lebih 10 meter atau setara dengan bangunan 2 lantai namun tetap didomninasi dengan ketinggian bangunan 5 meter atau setara dengan bangunan 1 lantai. b) KLB Kawasan ini didominasi oleh KLB dengan kategoti rendah rendah yakni 0-1 dengan dominasi jumlah lantai bangunan 1 lantai. Hal ini mengindikasikan pembangunan permukiman di kawasan ini cenderung landed housing. c) KDB Kawasan Kampung Jogoyudan cukup padat dengan dominasi KDB kategori sedang hingga tinggi yakni 70%-100%. Hal tersebut juga mengindikasikan permukiman yang cenderung landed housing. d) GSB

GSB pada kawasan ini didominasi oleh angka 1-2 meter. Namun ada pula beberapa bangunan yang memiliki GSB kurang dari angka tersebut dan ada pula yang memiliki GSB lebih dari angka tersebut seperti bangunan yang memiliki lahan parkir besar di depannya. e) Langgam Nuansa tradisional jawa masih cukup terasa di Kampung Jogoyudan ini. Ditunjukkan dengan arsitektural bangunan yang khas masyarakat jawa, berupa bangunan dengan joglo dan ornamen lainnya. f) Material Hampir seluruh bangunan yang ada di kawasan ini bersifat permanen. Material yang digunakan adalah beton namun yang istimewa adalah masih terdapat rumah yang terbuat dari material bambu yang kemudian menjadi daya tarik wisata bagi wisatawan.

2.3 Sirkulasi, Parkir dan Pedestrian a) Sirkulasi Sirkulasi jalan yang mengelilingi dipowinatan cukup baik, hampir seluruh jalan memiliki 2 jalur. Hal ini mengakibatkan tingginya aksesbilitas yang ada diluar kampung Dipowinatan. Namun, di

dalam kampung dipowinatan jalan mayoritas berbentuk gang yang memiliki lebar 5 meter dan dilalui dua arah, sehingga kadang kala terjadi kesendatan yang diakibatkan oleh kendaraan roda 4.

Residential - 85


b) Pakir

c) Jalur Pedestrian

Kampung dipowinatan memiliki sistem parkir campuran hal ini dikarenanakan lebar jalan yang sempit di dalam kampung dipowinatan. Oleh karena itu, di sebelah utara jalan terdapat parkir bus massal untuk mengakomodasi kendaraan besar, sedangkan parkir kendaraan sedang dan kecil yang ada di dipowinatan terparkir di halaman rumah masing masing dan pinggir jalan (parking on-street).

Jalur pedestrian di jalan lingkungan yang mengelilingan kampung dipowinatan sudah memiliki aksesbilitas yang baik dan cukup teduh dan nyaman. Di dalam kampung dipowinatan tidak ada jalur pedestrian khusus. Namun, dari sudut pandang pejalan kaki, jalan yang ada di dalam kampung sangat nyaman karena memiliki lebar yang cukup sempit, teduh karena vegetasi, dan ditambah dengan bentuk fasad bangunan kampung yang membuat timbulnya rasa terarahnya jalan yang kuat.

2.4 Ruang Terbuka Ruang terbuka merupakan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga lingkungan tersebut baik secara individu atau secara kelompok. Contoh dari ruang terbuka, yaitu jalan, jalur pedestrian, taman, plaza, pemakaman, lapangan olahraga, dan lain-lain. Dari pengertian dan contoh tersebut, terdapat beberapa ruang terbuka di Kampung Dipowinatan, seperti adanya jalan yang digunakan oleh pejalan kaki, kendaraan tidak bermotor, dan kendaraan

bermotor, tidak ada jalur khusus pedestrian; terdapat pula pemakaman yang kemudian juga dijadikan salah satu objek wisata di kampung ini; adanya halaman di depan Balai RW yang digunakan sebagai ruang publik yang juga dilengkapi pula dengan panggung sebagai creative space bagi warga. Tidak terdapat taman, plaza, maupun lapangan di kampung Dipowinatan. Ruangruang terbuka kecil lainnya hanyalah halaman rumah yang jumlahnya juga tidak banyak karena kurangnya lahan.

Residential - 86


2.5 Preservasi

Jenis Rumah di Dipowinatan Sumber: Survey Lapangan

Kawasan ini tetap terjaga sebagai kawasan perumahan warga dan aktivitas yang ada di dalamnya juga berjalan seperti biasanya walaupun sudah menjadi kampung wisata. Hal ini terjadi karena wisata yang “dijual� pada kawasan ini adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh para warga. Sehingga apabila ada pergeseran kegiatan yang dilakukan warga, maka wisata yang dilakukan akan berubah dan dapat terjadi penurunan kualitas pariwisata pada kawasan ini. Kampung Dipowinatan yaitu memiliki karakteristik sebagai kampung Wisata yang ada di kota

yogyakarta, hal ini dikarenakan suasana khas budaya jogja yang ada pada kampung ini masih sangat kental, seperti merayakan hari nasional dan hari peringatan lainnya, banyak acara yang diadakan dikampung ini, sehingga banyak sekali turis luar negri ang datang untuk berkunjung ke kampung ini. Salah satu yang menjadi ciri khas budaya yang masih kental di kampung ini adalah rumah masyarakat yang masih berbentuk rumah joglo, yaitu rumah adat khas yogyakarta, masyarakat setempat di tuntut harus menjaga dan merawat rumah joglo tersebut, dan banyak juga tempat fasilitas umum seperti balai desa, perpustakaan yang memiliki bentuk semi rumah joglo.kampung.seperti Czech House yang merupakan titik kumpul dari Kampung Dipowinatan ini. Kondisi Kampung Dipowinatan sangat bersih dan tertata hal ini dilakukan karena kamupung ini selalu di kunjungi oleh banyak wisatawan sehingga untuk mendukung lingkungan yang enak dilihat oleh wisatawan.

Residential - 87


2.6 Aktifitas Seluruh aktivitas yang terjadi di Kampung Dipowinatan didominasi oleh aktivitas primer dan aktivitas sekunder penduduk. Aktivitas tersebut juga ditambah dengan adanya aktivitas pariwisata yang menjadi salah satu icon dari Dipowinatan, yaitu “Dipowisata atau Dipowinatan Kampung Wisata�. Bentuk dan karakter fisik Dipowinatan cukup tertata dengan baik dan rapi. Hal tersebut berpengaruh pada aktivitas pariwisata yang disuguhkan masyarakat kepada para wisatawan. Aktivitas pariwisata tersebut terdiri dari upacara penyembutan dengan bregodo keprajuritan, sampai atraksi seni tari klasik gaya Yogyakarta.

2.7

Upacara Adat di Dipowinatan Sumber: Survey Lapangan

Adapun pendukung aktivitas yang ada diantaranya jalan, pedestrian way, warung klontong, rumah makan, tour & travel, penginapan, lapangan, serta perpustakaan. Elemenelemen tersebut menjadi salah satu moda penggerak aktivitas yang terjadi di Kampung Dipowinatan.

Signage

Gapura Dipowinatan Sumber: Analisa Kelompok

Penandaan utama adalah gapura yang bertuliskan Dipowinatan Kampoeng Wisata yang merupakan akses utama

memasuki kawasan kampung wisata ini. Selain itu, penandaanpenandaan lainnya berupa penandaan untuk tempat makan dan atau jasa lainnya dengan ukuran yang tidak beraturan ini menjadi kerusakan pada visual kawasan ini. Sementara itu penandaan sirkulasi lalu lintas masih minim di sekitaran kawasan kampung wisata ini masih minim, dilihat dari jalan brigjen katamso yang merupakan jalan besar namun tidak ada penanda yang jelas untuk desa wisata dipowinatan ini.

Residential - 88


Potensi dan Masalah Potensi Kampung Dipowinatan atau yang juga dijuluki sebagai Kampung Dipowisata memiliki potensi yang membedakan kampung ini dengan kampung lain. Beberapa diantaranya adalah: a. Memiliki nuansa budaya jawa yang cukup kental b. Bersih dan asri, sehingga cukup nyaman untuk dikunjungi maupun ditinggali c. Memiliki elemen-elemen pendukung pariwisata seperti penginapan, tour & travel, warung kelontong, tempat makan, dan sebagainya d. Terdapat kegiatan kebudayaan yang dilakukan secara rutin e. Warga kampung Dipowinatan mampu bekerja sama dan bersinergi dalam mewujudkan kampung wisata.

Masalah Berikut masalah yang terdapat di Kampung Wisata Dipowinatan: a. b. c. d.

Nuansa budaya jawa yang semakin memudar Signage yang kurang tertata Entrance / pintu masuk berupa gang yang kurang menonjol Komunitas Kampung Dipowinatan yang ada kurang optimal

Residential - 89


Rencana Berdasar hasil analisis, potensi, dan masalah, maka dirumuskan rencana untuk Kampung Dipowinatan sebagai berikut:

RTH Publik yang Kurang Vegetasi(Kiri) dan Kondisi Kampung KDB Tinggi Sumber: Survey Lapangan

1.1 Rencana Penambahan Vegetasi Pada Kampung Dipowinatan ini, jumlah vegetasi yang ada cukup sedikit, hal ini dikarenakan lahan untuk ditanami tanaman juga sedikit, hanya di beberapa rumah, dan dilihat juga KDB pada kampung ini cukup tinggi, sehingga sulit untuk menanam tanaman. vegetasi tersebut berfungsi untuk meneduhkan jalan, penyaring debu polusi, meredam kebisingan, dan menstabilkan suhu lingkungan. Namun untuk kampong dipowinatan ini secara visual kondisi vegetasinya memang kurang. Terlihat dari ruang terbuka hijau yang di kampong ini masih minim akan vegetasi, sehingga ruang ini terlihat sangat terik. Adapun upaya untuk menanggulangi minimnya vegetasi tersebut dengan memperbanyak tanaman di setiap permukiman warna, dapat dengan menanam dengan pot untuk tanaman yang ringan. Lalu untuk mengantisipasi ruang terbuka hijau tersebut dengan cara memberikan tanaman merambat pada temboknya, hal ini juga melihat keadaan kampong yang kdb nya tinggi sehingga tanaman merambat ini sangat cocok dalam upaya tersebut. Tanaman merambat ini berupa pergola, dapat diaplikasikan pada setiap jalan atau gang pada kampong yang terasa minim vegetasinya.

Ruang terbuka hijau public yang kurang vegetasi

Residential - 90


Tanaman merambat dapat berbentuk sebuah karakter yang mencerminkan kampong dipowinatan, hal ini selain mendukung vegetasi kampong, juga dapat memperkuat karakter kampug sebagai kampong wisata, dimana karakter pola tersebut dapat berbentuk mural yang ada unsur vegetasinya. Dengan adanya peran komunitas semua bakat dan seni yang ada dapat tersalurkan. Dalam peraturan walikota Yogyakarta Nomor 06 Tahun 2010, pergola adalah salah satu alternative dalam penyediaan ruang terbuka hijau, pergola ini mampu Contoh Vertikal Garden mendorong mobilisasi masyarakat. Pergola Sumber: http://avontuur.co/walls-verticalgarden-systems-living-wall ini akan sangat mendukung kegiatan masyarakat di kampung dipowinatan. Disamping itu perpola ini dapat ditanami oleh tanaman yang edible, sehingga dapat memberikan manfaat untuk masyarakat setempat.

Porgola Pada Jalan Kampung (Kiri) dan Pergola dengan Tanaman Edible (kanan) Sumber: Survey Lapangan

Residential - 91


1.2 Rencana Ruang Terbuka Publik Before :

Tidak Ada Parkir Khusus(Kiri), Halaman Depan RW dengan Creative Space(Tengah), Halaman Rumah Warga( Kanan) Sumber: Survey Lapangan rk

Ruang terbuka yang ada di Kampung Dipowinatan terdiri dari jalan yang digunakan oleh pejalan kaki, kendaraan tidak bermotor, dan kendaraan bermotor, dengan tidak ada jalur khusus pedestrian; terdapat pula pemakaman yang kemudian juga dijadikan salah satu objek wisata di kampung; adanya halaman di depan Balai RW yang digunakan sebagai ruang publik yang juga dilengkapi pula dengan panggung sebagai creative space bagi warga. Tidak terdapat taman maupun plaza di kampung Dipowinatan. Ruang-ruang terbuka kecil lainnya hanyalah halaman rumah yang jumlahnya juga tidak banyak karena kurangnya lahan.

After : Jalan yang ada di Kampung Dipowinatan hanyalah jalan lokal, yang mana bisa dilewati oleh semua kendaraan dengan tidak ada jalur khusus pedestrian. Hal tersebut tidak terlalu menganggu aktivitas yang ada, namun harus adanya jam khusus bagi kendaraan bermotor yang melewati jalan tersebut agar tidak mengganggu aktivitas pada jam tertentu. Selain itu, perlu adanya parkir khusus bagi para pengunjung Kampung Wisata Dipowinatan.

Rencana Vegetasi Sumber: Survey Lapangan

Rekomendasi lain adalah dengan menambah beberapa vegetasi atau tumbuhan untuk membangun sistem sirkulasi yang baik serta menjadi pengatur iklim mikro. Memperbaiki dan menambah beberapa hiasan sebagai fungsi estetika untuk ruang terbuka hijau yang terdapat didepan Balai RW akan menambahkan kenyamanan, memperindah lingkungan secara lansekap,

Residential - 92


menambah keindahan arsitektural, menciptakan suasana serasi dan seimbang, juga akan menambah kreativitas dan produktivitas warga. Kombinasi antara fungsi ekologis, sosial budaya, estetika dan ekonomi juga menjadi arah perencanaan ruang terbuka Kampung Dipowinatan.

1.3 Rencana Pemulihan Gaya Bangunan

Penambahan Ayunan dan Mainan Lain untuk Meningkatkan Kreativitas dan Produktivitas Warga Sumber: Survey Lapangan

Sebagai Kampung wisata yang menawarkan atraksi berupa konsep wisata live in atau rekreasi yang berbaur dengan masyarakat, rumah-rumah tempat tinggal warga Kampung Dipowinatan menjadi salah satu elemen yang perlu diperhatikan. Seperti apa kondisi hunian warga kampung akan memberikan dampak baik secara spasial maupun sosial dalam kehidupan Kampung Dipowinatan sendiri maupun dalam konteks kepariwisataan yang ditawarkan oleh kampung.

Secara fisik, bagaimana gaya bangunan yang berada di kawasan Kampung Dipowinatan akan mempengaruhi karakter yang dibangun dalam kampung. Untuk mewujudkan Kampung Wisata Dipowinatan yang memiliki karakter spasial budaya khas Jogjakarta yang lebih kuat, maka pemulihan gaya bangunan dalam kampung ini dirasa perlu dilakukan di masa yang akan datang. Rumah Joglo Tradisional Jogja Pemulihan gaya bangunan ini Sumber: Google.com dilatarbelakangi oleh kondisi eksisting saat ini dimana banyak pembangunan dalam kampung yang seolah “melupakan� unsur budaya Jawa. Sebagai contoh, rumah-rumah warga direnovasi sedemikian rupa tanpa memasukkan unsur budaya jawa. Kondisi ini menjadi salah satu masalah karena dapat mengikis karakter yang sebelumnya telah terbentuk, yaitu kampung Dipowinatan yang merupakan representasi perkampungan dengan budaya khas Jogjakarta.

Rencana pemulihan gaya bangunan tersebut dilakukan secara berahap dan bersifat fleksibel. Maksudnya, pemulihan gaya bangunan dilakukan tidak

Residential - 93


harus secara keseluruhan merombak bangunan yang ada, namun cukup dengan penambahab bentuk-bentuk bangunan tradisional maupun ornamen-ornamen sebagai hiasan.

1.4 Rencana Komunitas Budaya Selain pembangunan fisik, diperlukan juga pembangunan non fisik agat tujuan dari pembangunan yang sudah ada dapat teroptimalkan dengan baik. Pembangunan non-fisik ini salah satunya adalah pembuatan komunitas budaya di lingkungan Dipowinatan. Komunitas ini diharapkan dapat menjaga kebudayaan Kraton Yogyakarta yang dimiliki para pendiri wisata budaya Dipowinatan agar tersalurkan ke generasi berikutnya, sehingga kebudayaan tersebut tetap ada dalam lingkungan Dipowinatan dan tetap menjadi bagian dari Dipowinatan. Selain itu, komunitas ini dapat menjadi tempat berinteraksinya warga Dipowinatan agar terciptanya iklim lingkungan yang baik dan semkain menyatukan rasa kebersamaan antar warga Dipowinatan. Interaksi ini akan memicu komunikasi yang baik antar warga yang juga dapat meningkatkan keamanan dan kenyaman lingkungan kampung. Komunikasi yang baik dapat

memudahkan penyatuan visi dan meminimalisir terjadinya konflik yang dapat terjadi di suatu kelompok. Komunitas Budaya ini tidak terkotakan dalam jenis kesenian saja. Budaya yang dimaksud bisa berupa kerajinan tangan, musik, tarian, kuliner, upacara adat, bahasa, serta budaya kraton Yogyakarta yang lainya. Target dari komunitas ini adalah anakanak dan remaja. Hal tersebut bisa menjadi bahan pembelajaran serta dapat memberikan opsi kegiatan diluar sekolah untuk mengembangkan potensi diri mereka ke arah yang positif. Selain itu, masyarakat berentang waktu tersebut memiliki tingkat kreativitasan yang tinggi sehingga perlu dipicu dan disalurkan dengan baik agar tidak menimbulkan kegiatan negatif di masyarakat. Komunitas ini juga dapat memicu masyarkat untuk mengembangkan sektor kreatif yang saat ini sudah digencargencarkan oleh pemerintah dalam menghadapi persaingan global.

Residential - 94


1.5 Rencana Perbaikan Signage Perbaikan Signage dalam rencana ini diwujudkan dalam bentuk design gapura sebagai entrance atau pintu masuk utama menuju Kampung Dipowinatan. Perbaikan signage ini dilakukan karena gapura yang ada masih kurang menonjol, sehingga berpenaruh pada karakter kawasan itu sendiri. Ilustrasi Gapura Sumber: Analisis Kelompok

1.6 Siteplan

SitePlan Kawasan Dipowinatan Sumber: Analisis Kelompok

Desa Wisata Dipowinatan direncanakan dengan menambah hijauan vegetasi, baik berupa pepohonan maupun berupa tanaman yang menjalar didinding, hal ini bermanfaat untuk menambah nilai estetika dan keindahan di sepanjang jalan yang dibatasi oleh dinding-dinding tinggi. Kemudian adanya pengubahan gapura untuk memperjelas identitas desa wisata dipowinatan. Ruang terbuka dibuat lebih hijau dan lebih mengutamakan identitas sebuah desa wisata. Dalam mewujudkan identitas desa wisata yang dimiliki, Dipowinatan direncanakan tetap menggunakan bangunanbangunan dengan gaya tradisional jawa, yaitu joglo sehingga tidak melupakan unsur budaya dalam perkembangannya.

Residential - 95


1.7 Lesson Learned Hal yang bisa kita pelajari dari Khlong Bang Bua adalah bahwa mereka memiliki kerjasama yang baik dengan pihak pemerintah/swasta/LSM/dsb, komunitas yang kuat, serta strategi pembangunan yang baik..Namun, tak dapat dipungkiri, bahwa pembangunanpembangunan tersebut juga memberikan pengaruh negatif. Pada awalnya mereka tidak memiliki komunitas. Mereka bahkan tidak peduli satu sama lain, hidup secara terpisah-pisah, tidak memiliki tabungan, tidak memiliki sistem keamanan, serta tidak memiliki project. Namun akhirnya, mereka bergabung dengan program Baan Mankong untuk meningkatkan komunitas. Dulu mereka memiliki kepercayaan bahwa mereka tidak akan pernah berubah. Mereka akan terus bergelut dengan kekumuhan dan hidup yang sulit. Tentu saja pada awalnya memang sulit. Pada saat sang pemimpin, Khum Prapaat, memberitahu mengenai program Ban Mankong tak banyak orang yang percaya bahwa mereka bisa berubah dan mendapatkan hidup yang layak. Tapi setelah melihat keberhasilan sang pemimpin yang membongkar dan membangun kembali rumahnya, masyarakat mulai percaya. Pengorbanan sang pemimpin membantu masyarakat untuk memulai program ini. Akhirnya, program berjalan selangkah demi selangkah yang bekerjasama dengan beberapa pihak, seperti ACHR dan CODI. Adanya kerjasama yang baik berpengaruh baik pula kepada perubahan di komunitas ini.

Keberanian masyarakat untuk membuka diri dan bekerjasama dengan pihak lain demi perubahan ke arah yang lebih baik merupakan salah satu hal yang dapat kita pelajari dari Khlong Bang Bua. Yang membuat komunitas ini kemudian semakin kuat adalah bahwa mereka membuat rencana mereka sendiri dan juga mengimplementasikannya sendiri. Hal ini membuat segala sesuatunya lebih mudah dikendalikan. Mereka tahu apa masalah yang benar-benar terjadi dan menjadi prioritas. Dari sini, komunitas kemudian merencanakan program-program yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Tidak hanya merencanakan, proses dalam melaksanakan program pun dilakukan oleh komunitas itu sendiri. Beberapa program, seperti pembangunan rumah dengan menggunakan bahan material daur ulang, puskesmas, septic tank, jalan, filter minyak di dapur, pengolahan air limbah, dsb. Komunitas bekerja bersamasama dan menolong satu sama lain, mendorong komunitas yang belum memulai dan masih berdiam diri, serta membangun koneksi dengan komunitaskomunitas lain. Rencana tersebut kemudian dibangun dan dibiayai oleh anggota komunitas secara kolektif, dan dengan sedikit bantuan dari CODI. Selain itu, mereka juga membagi kelompok-kelompok kecil dalam komunitas. Hal ini dirasa lebih efektif karena saat hanya para ketua yang membuat keputusan,

Residential - 96


para anggota tidak mengerti apa yang terjadi. Proses berjalan secara terpusat, pengetahuan terpusat, kekuatan terpusat, pengelolaan juga terpusat. Namun saat terbagi beberapa kelompok kecil, segala prosesnya berjalan lebih intim dan semua orang tahu apa yang terjadi dan mengambil bagian di dalamnya. Strategi pembangunan yang dilakukan di Khlong Bang Bua menyelesaikan permasalahan perumahan yang mereka hadapi. Beberapa diantaranya, adalah slum upgrading, re-blocking, land sharing, reconstruction, dan relocation. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa komunitas sangat paham permasalahan apa yang mereka hadapi. Maka solusi yang mereka buat bersama dengan pihak-pihak terkait langsung tepat mengarah kepada permasalahan tersebut. Slum upgrading yang menyelesaikan masalah kekumuhan rumah di tepi sungai, reconstruction menyelesaikan masalah rumah yang sudah tidak layak, land sharing menyelesaikan masalah lahan di Khlong Bang Bua, dsb. Namun, pembangunanpembangunan yang ada juga

memberikan pengaruh negatif. Beberapa diantaranya adalah pelebaran jalan mamantik adanya kegiatan lain seperti pedagang kaki lima yang membuat jalan tersebut berkurang fungsi dan kualitasnya untuk berjalan kaki, pembangunan rumah dengan bahan daur ulang mempunyai kualitas yang tidak cukup baik yang kemudian akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Dari sini kita bisa belajar untuk memikirkan pengaruh dan akibat-akibat yang akan terjadi dari adanya pembangunan dan memikirkan cara untuk mengatasinya. Apa yang mereka dapatkan sekarang, yang sungguh jauh berbeda dari keadaan mereka dahulu, baik spasial maupun non spasial, berasal dari diri mereka sendiri. Berasal dari komunitas ini sendiri. Ketidakpercayaan yang dulu terbangun dalam diri mereka, bahwa mereka tidak akan pernah bisa berubah, akhirnya sirna berganti dengan kepercayaan bahwa perubahan yang terjadi akan menjadi lebih baik. Maka perubahan akan terjadi apabila masyarakatnya juga mendukung adanya perubahan tersebut.

Residential - 97


3. KAWASAN NOTOPRAJAN GAMBARAN UMUM  Barat :Sungai Winongo

Kawasan Notoprajan Sumber: Survey Lapangan

Kampung Notoprajan terletak di Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta. Kampung ini tepatnya berada di sebelah barat alun-alun utara dan berbatasan langsung dengan Kampung Kauman.  Utara :Jalan RE Martadinata & Jalan KH. Ahmad Dahlan  Timur : Jalan KH Wahid Hasyim  Selatan : Jalan Letjend S. Parman

Kelurahan Notoprajan terdiri dari 8 RW, dimana terdapat 4 RW yang berbatasan langsung dengan Sungai Winongo dan menjadi fokus utama amatan kami. Kelurahan Notoprajan memiliki peruntukan lahan yang didominasi untuk permukiman, karena secara keseluruhan didalam kecamatan Ngampilan luasan penggunaan lahan yang paling besar yaitu untuk permukiman. Selain itu juga beberapa digunakan untuk jasa dan komersil. Fungsi komersil mayoritas berada di sepanjang jalan Letnend S Parman. Sebagian besar jenis tanahnya adalah regosol, dan dialiri oleh Sungai Winongo. Kampung Notoprajan termasuk kampung yang menjadi kampung wisata karena letaknya yang strategis dan dekat dengan keraton. Parkir tersedia tepat disebelah timur Kampung Notobpajan yakni Taman Parkir Ngabean. Untuk sirkulasi di dalam kampung berupa gang-gang selebar 2 meter, namun tidak semua dengan kondisi yang baik.

Residential - 98


ANALISIS KONDISI EKSISTING Dalam menganalisis kawasan ini kami menggunakan metode metode yang dilakukan oleh Shirvani dan Emilly Talent;

1) Neighborhood

Secara Administrasi pembagian Rw di kawasan ini terbagi menjadi 3 Rw Seperti pada Gambar disamping. Sedangkan secara spasial, Kondisi yang terbentuk adalah 3 Neigborhood juga akan tetapi berebda lokasi seperti pada gambar s. Hal ini dilihat melalui batas batas yang ada di kawasan tersebut dimana akses antara neigborhood yang berada ditepian sungai dibatasi oleh barrier sehingga konektivitas antara 2 lokasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa kawasan tersebut terpisah dengan jelas .

Analisis Neigborhood Sumber: Analisis Kelompok

2) Transect Transect adalah pengelompokan area dari kota ke desa ke dalam beberapa zona berdasarkan kriterianya. Transect bisa digunakan untuk mengorganisasikan elemenelemen perkotaan. Menurut Smart Code, terdapat 7 zona di dalam Transect, yaitu : 1. Rural Preserve (T1) Area alami yang harus dilindungi/dipreservasi. Contohnya, hutan dan sawah. 2. Rural Reserve (T2) Area pedesaan. 3. Sub-urban (T3) perbatasan antara kota dan desa. 4. Urban General (T4) area perkotaan yang didominasi oleh perumahan. 5. Urban Center (T5) area perkotaan yang menjadi pusat kegiatan dan memiliki guna lahan yang variatif

6. Urban Core (T6) Area ini adalah area perkotaan dengan kepadatan dan bangunan yang tinggi. Didominasi oleh guna lahan komersial, perkantoran, atau apartemen. Biasanya area ini hanya ada di kota-kota besar. 7. Special District (SD) Area ini adalah area fasilitas umum yang sangat besar seperti pendidikan, bandara, dsb Tujuan analisis transect adalah: Untuk mendesain peta zonasi baru berdasarkan transect desa ke kota

Residential - 99


Hasil delineasi eksisting transect kampung Notoprajan disamping menunjukkan bahwa kampung Notoprajan di dominasi oleh transect dengan kategori T4, atau zona perkotaan yang di dominasi oleh permukiman. Hal ini karena kampung Notoprajan dari awalnya sudah difungsikan sebagai permukiman yang berada di pinggiran Kali Winongo. Selain T4, terdapat juga area kawasan yang terklasifikasi menjadi T3, atau zona suburban dan T5, atau area perkotaan yang menjadi pusat kegiatan dan memiliki guna lahan yang variatif. Kawasan T5 berada pada pinggiran jalan utama dan di salah satu sekolah tinggi di tengah perkampungan.

Analisis Transect Sumber: Analisis Kelompok

3) Connectivity

Kondisi Jalan di Notoprajan Yang menggunakan Paving Blok Sumber: Survey Lapangan

Terdapat 3 jenis jalan pada kawasan amatan kami, yaitu: a. Jalan kolektor, jalan ini ialah jalan RE Martadinata. Disebut jalan kolektor karena jalan ini sudah mampu melayani

angkutan pengumpul dengan ciri perjalanan jarak sedang, dengan kecepatan sedang. b. Jalan lokal, jalan ini ialah jalan KH Wahid Hasyim. Disebut jalan lokal karena

Residential - 100


dilewati oleh kendaraan yang berhubungan dengan lingkungan setempat, seperti motor, dan mobil yang menuju suatu tempat di dalam kawasan. c. Jalan lingkungan, jalan ini meliputi gang-gang kecil yang menghubungkan rumah warga. Disebut jalan lingkungan karena hanya melayani kendaraan pribadi di lingkungan tersebut dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah. Kawasan Notoprajan dilewati oleh jalan KH Wahid Hasyim yang juga menjadi batas amatan di sebelah timur. Ketika akan masuk di kawasan Notoprajan, melewati jalan Munir yang menghubungkan jalan RE Martadinata di bagian utara dan

Jalan KH Wahid Hasyim di bagian timur. Jalan Munir yang menjadi jalan lingkungan bagi warga Notoprajan dan juga bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyah ini tidak begitu luas yang dimana hanya berukuran 4 meter, beraspal dengan kondisi yang cukup baik. Begitu pula di dalam kawasan perumahan Notoprajan, mayoritas dihubungkan oleh jalan yang hanya dapat menampung kendaraan sepeda motor, Karena berukuran 3-4 meter. Jalur yang bisa dilewati oleh kendaraan mobil hanya terdapat di ruas jalan Munir. Beberapa jalan lingkungan didalam kawasan Notoprajan ini berkonstruksi paving blok. Namun, tidak semua jalan didalam permukiman Notoprajan ini berkonstruksi baik. Beberapa jalan yang kondisinya mulai rusak yaitu jalan turunan menuju kearah Sungai Winongo.

4) Center

Lapangan ( Kiri) Taman Baca ( tengah ) Masjid (kanan) Sumber: Survey Lapangan

Pada kawasan Kampung Notoprajan terdapat empat center utama, yaitu berupa lapangan, masjid, pos ronda, serta tempat bermain (penitipan anak). 1) Lapangan

Residential - 101

Area ini awalnya adalah lahan kosong yang kemudian dimanfaatkan sebagai tempat bermain bagi anak-anak. Anak-anak di Kampung Notoprajan biasa menggunakan lapangan ini untuk bermain bulutangkis, sepak bola, dll.


2) Masjid

3) Tempat bermain (penitipan anak)

Di area masjid ini terdapat halaman yang menyediakan beberapa permainan untuk anak-anak, yaitu seperti slide-plasctic (lungsuran), dll. Permainan yang disediakan untuk anak ini kemudian menjadikan aktivitas di masjid cukup ramai oleh anak-anak, terlebih ketika anak-anak tersebut sedang mengikuti Taman Pendidikan AlQur’an (TPA) di masjid tersebut.

Pada kawasan Kampung Notoprajan ini terdapat tempat penitipan anak yang dilengkapi dengan permainan-permainan anak. Tempat penitipan anak ini ramai pada saat pukul 07.0016.00, yaitu saat orang tua mereka sedang bekerja. Hal ini karena sebagian besar pekerjaan orang tua dari anak-anak tersebut bekerja sebagai pegawai.

5) Edge

Jembatan sebagai Barier Sumber: Survey Lapangan

Edges diartikan sebagai batas didalam neighborhood. Suatu batas yang dapat memperjelas kawasan neighborhood satu dengan kawasan neighborhood lain. Dengan kata lain, Edges memberikan identitas yang membentuk suatu kawasan neighborhood tersebut. Edges dapat bersifat permeable (bisa ditembus) dan non-permeable (tidak bisa ditembus). Edges yang bersifat permeable disebut juga sebagai Seams. Seams

merupakan batas, namun bukan sebagai pemisah, tetapi batas yang masih memberikan ruang interaksi antar masyarakat. Contohnya adalah jalan lingkungan. Sedangkan Edges yan bersifat non-permeable disebut juga sebagai Filter. Filter juga merupakan batas, namun batas yang dimaksud adalah batas sebagai pemisah, sehingga masyarakat yang dilalui Filter menjadi sulit untuk berinteraksi. Contoh Filter yaitu sungai, jalan tol, tembok tinggi dan lapangan luas. Dengan penjelasan tersebut, Edges sering kali dikatakan sebagai problematic concepts didalam neighborhood; yaitu dimana edges sebagai pembentuk suatu neighborhood dan memberikan identitas, tetapi disisi lain dapat memisahkan neighborhood yang satu dengan yang lainnya. Struktur dan bentukan Edges akan

Residential - 102


merangsang pergerakan masyarakat didalam kawasan tersebut. Didalam kawasan Notoprajan, terdapat beberapa jalan yang dapat disebut sebagai edges. Edges yang permeable atau Seams di kawasan Notoprajan berupa jalan lokal yaitu jalan KH Wahid Hasyim di sebelah timur dan jalan RE Martadinata di sebelah utara yang juga merupakan batas kawasan amatan. Karena di sepanjang jalan ini apabila dilihat dari segi karakter dan aktifitas pendukungnya

cenderung sama. Sehingga antar kawasan di sebelah kanan dan kiri jalan masih bisa terhubung, dan bukan sebagai pemisah. Sedangkan edges yang bersifat Filter di kawasan ini yaitu berupa sungai Winongo. Sungai Winongo ini dapat dikatakan sebagai filter kuat Karena ukuran sungai yang cukup lebar. Akan tetapi, sudah diberikan perantara berupa jembatan penghubung antar kawasan Notoprajan dengan kawasan Wirobrajan sehingga dapat memperlemah filter di kawasan ini.

6) Proximity Analisis proximity di kawasan Kampung Notoprajan adalah dengan menggunakan mepertimbangkan letak center dan keterjangkauannya. Dalam hal ini, penilaian tingkat keterjangkauan center berdasarkan pada skoring tingkat walkable center tersebut untuk diakses. Skoring tingkat walkable ini berdasarkan pada kondisi fisik jalan, kenyamanan pejalan kaki untuk berjalan, dan waktu yang dibutuhkan pejalan kaki untuk mencapai center tersebut. Kriteria skoring tingkat walkable tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kondisi Jalan: - Baik: Tidak berlubang, kontur datar - Sedang:Sedikit berlubang, kontur datar/berkontur - Buruk: Banyak berlubang, berkontur

Jalan Lokal di Notoprajan Sumber: Survey Lapangan

2. Kenyamanan Pejalan Kaki: - Nyaman: Banyak vegetasi peneduh, intensitas kendaraan rendah - Kurang Nyaman: Ada vegetasi peneduh, intensitas kendaraan rendah/sedang - Tidak Nyaman: Tidak ada vegetasi peneduh, intensitas kendaraan sedang/tinggi3. Keefektifan Waktu Tempuh: - Tinggi: 0-5 menit - Sedang: 5,01-10 menit - Rendah: >10,1 menit

Residential - 103


Hasil skoring tingkat walkable centrer di kawasan Kampung Notoprajan didominasi oleh tingkat sedang, yaitu jaalan sedikit berlubang, terdapat jalan

yang berkontur dan tidak berkontur, terdapat beberapa vegetasi peneduh, intensitas kendaraan sedang, dan jarak tempuh pejalan kaki 5,01 – 10 menit.

7) Parking Titik parkir di Kampung Notoprajan berada di sepanjang jalan utama sebelah selatankampung. Parkir bertipikal parking on street di pinggir barat jalan. Moda yang terparkir di penggalan jalan ini berupa mobil, motor dan becak. Umumnya pengguna kendaraan yang parkir ini memiliki kepentingan di fasilitas pelayanan yang ada seperti puskesmas dan masjid. Dari kondisi eksisting parking

on street ini belum menimbulkan masalah yang berarti karena intensitas penggunaan jalan rendah. Masalah parkir ini bisa saja terletak pada keamanan tempat parkir karena parkir di sepanjang jalan dan tidak ada tukang parkir khusus yang mengelola. Selain itu ada pengguna kendaraan yang parkir acak-acakan dan tidak teratur sehingga menimbulkan kesan semrawut.

Kondisi Tempat Parkir Sumber: Survey Lapangan

8) Mix Pada umumnya, mix didefinisikan sebagai keberagaman baik dari segi ekonomi, bentuk sosial, pendapatan penduduk, etnis, usia, gender, dan tipe rumah yang ditempati oleh masyarakat dalam suatu kawasan neighborhood. Dalam konteks penelitian ini, tujuan pembuatan peta adalah untuk dapat menggambarkan

keberagaman penggunaan lahan di dalam neighborhood dan mengusulkan sebuah intervensi desain yang mendukung serta meningkatkan keberagaman menuju sebuah mix yang sehat. Suatu ruang mix dapat memaksimalkan kemungkinan terjadinya interaksi antar masyarakat sehingga meningkatkan kualitas sosial. Ruang mix akan mendorong

Residential - 104


interaksi sosial dalam suatu neighborhood. Sebelum menganalisis tingkat keberagaman di kawasan ini, yang dilakukan terlebih dahulu adalah mengamati fungsifungsi yang dimiliki oleh setiap bangunan. Fungsi-fungsi bangunan yang ada dapat menjadi pedoman tingkat keberagaman pada kawasan ini secara umum. Dari pengamatan dilapangan, terdapat tiga (3) kategori tingkat mix yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Mix tinggi yaitu daerah yang memiliki fungsi bangunan perumahan, komersil, perkantoran, kesehata dan pendidikan. Mix sedang yaitu daerah yang memiliki fungsi bangunan hanya perumahan dan komersil; sedangkan mix

rendah yaitu daerah yang memiliki fungsi bangunan hanya perumahan. Kawasan Notoprajan terdapat beberapa fasilitas pelayanan publik yaitu puskesmas, kantor kelurahan notoprajan, akademik aisyiah, dan komersil di pinggir jalan utama.

Analisis MIX Guna Lahan Sumber: Survey Lapangan

9) Density

Beberapa Pergola di Kawasan Notoprajan Sumber: Survey Lapangan

Density adalah kepadatan bangunan dalam suatu kawasan. Kepadatan dalam suatu kawasan dilihat dari massa bangunan dan fasilitas yang tersedia dalam neighborhood tersebut. Kepadatan pada kawasan Notoprajan dari kepadatan bangunan tampak sama satu dengan lainnya, yaitu rata – rata memiliki kepadatan tinggi. Kepadatan bangunan pinggir sungai lebih tampak lebih tinggi dibandingkan daerah yang sauh dari sungai. Hal ini dapat dirasakan dari lebar jalan yang ada di pinggir sungai lebih sempit dibandingkan dengan daerah atasnya.

Residential - 105


Lebar Jalan Jauh dari Sungai ( Kiri dan Tengah) dan Pinggir Sungai (Kanan) Sumber: Survey Lapangan

Dari gambar diatas, tampak bahwa perbedaan lebar jalan merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi tingkat kepadatan di setiap bagian Kampung Notoprajan ini. Jadi,

daerah pinggir sungai memiliki density yang sangat tinggi, sedangkan daerah jauh dari pinggiran sungai memiliki density tinggi

Potensi dan Masalah  

 

 

Masalah Kurangnya ruang terbuka hijau Kondisi jalan kurang baik sehingga kurang mengakomodir kegiatan yang ada Kondisi topografi yang beragam dan curam Kondisi persampahan di Kampung Notoprajan terutama dibantaran sungai, relatif tidak tertata akibat sampah yang mengendap dari gorong-gorong Kurangnya ruang untuk bermain anak Kurangnya tempat berkumpul

 

Potensi Letaknya yang strategis dan dekat dengan keraton Parkir tersedia tepat disebelah barat Kampung Notoprajan, yakni Taman Parkir Ngabean Warga Kampung Notoprajan sangat aktif dalam kegiatan gotong royong dalam menjaga kebersihan sungai. Kepemilikian lahan sudah dimiliki oleh pribadi.

Residential - 106


RENCANA Landasan Perencanaan Berdasarkan kondisi eksisting, Potensi dan Masalah dari Kawasan Notoprajan, terdapat beberapa hal yang dapat digaris bawahi - Kepemilikan lahan di kawasan itu telah dimiliki oleh warga - Jika dikomparasikan dengan kawasan kumuh lain, baik yang ada di Jogja maupun Bangkok , Kawasan Notoprajan ini dapat dikatakan tidak kumuh. - Permasalahan yang ada kawasan Notoprjan ini sebagian menyangkut kualitas infrastruktur yang ada di kawasan tersebut seperti persampahan, jalan

-

, dan belum teroptimalkannya lokasi strategis kawasan Notoprajan ini. Kawasan ini memiliki modal Social Capital yang baik. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan kegiatan yang ada di masyarakat masih berjalan dengan baik. Akan tetapi hubungan antar masyarakat yang saling bergantung ini tidak pada aspek ekonomi

Berdasarkan paparan tersebut, Kampung Improvement Program dirasa merupakan program yang dipilih dan mampu meningkatkan kualitas permukiman di Kawasan Notoprajan

Konsep Perencanaan; Kampung Improvement Program Definisi Kampung Improvement Program (KIP) KIP dikenal sejak zaman Belanda dengan nama Kampoeng Verhetering. Inisiasi dari program perbaikan kampung telah dilaksanakan sejak REPELITA 1. Pada Repelita V telah dilakukan di 470 kota. KIP sendiri merupakan proram perbaikan kampung kota akibat urbanisasi dan mengakibarkan kekumuhan kota. Tujuan awalnya sederhana yakni meningkatkan kondisi fasilitas perumahan dengan sasaran - Mengurangi genangan air - Pengadaan air bersih - Gangguan sampah - MCK - Fasilitas pendidikan dan kesehatan Adapun Cakupan dari KIP ini sendiri -

Bina Lingkungan Dalam hal ini berkaitan dengan perbaikan kondisi lingkungan. Bina Manusia Peningkatan kualitas hidup masyarakat Bina Usaha Peningkatan ekonomi kawasan sekitar

Residential - 107


Konsep KIP Sumber: Analisis Kelompok

Site Plan Adapun Secara Garis Besar Perencanaan Kip yang dilakukan adalah

Siteplan Kawasan Notoprajan Sumber: Survey Lapangan

Residential - 108


1) 2) 3) 4) 5)

Program Green Open Space Program Pengelolaan Sampah Program Perbaikan Jalan Program Sarana Perdagangan Program Sarana Rekreasi dan Budaya

Adapun program ini dijabarkan dalam bentuk Tabel Analisis terkait KIP No

Program

1.

Program Kampung Bersih

2.

Program Open Space

3.

Program Sarana Perdagangan

4.

Program Perbaikan Jalan Sungai

5.

Program Perbaikan Jalan Kampung

e

Program Sarana Budaya dan Rekreasi

Bina Lingkungan Pencegahan pencemaran lingkungan perwujudan udara yang bersih Perwujudan ruang terbuka yang hijau dan asri

Bina Manusia

Bina Usaha

Membentuk kader-kader peduli lingkungan dan kegiatan praktek bersama. Perwujudan sarana , ruang terbuka bagi masyarakat untuk berkegiatan

Pemberdayaan recycling sampah menjadi bahan yang lebih bernilai

-

yang untuk skala

Kesempatan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Perwujudan Ruang Peningkatan pinggiran aktualisasi diri aksesibilitas sungai yang masyarakat masyarakat lebih asri sekitar terhadap Upaya kawasan luar pencegahan pencemaran sungai Perwujudan Peningkatan Peningkatan pedestrian kualitas jalan di aksesibilitas yang baik kampung terhadap sehingga kawasan luar meningkatkan kemudahan berinteraksi anatr warga. Membentuk Sarana Peningkatan lingkungan pemberdayaan kegiatan budaya yang masyarakat menjadi sesuatu berbudaya terhadap yang bernilai terutama dikemudian hari

Residential - 109

-

Lokasi strategis kegiatan ekonomi kecil.


budaya budaya Yogyakarta dan rekreasi lingkungan kampung pinggiran sungai

dan

Tabel Breakdown Program KIP Sumber: Analisis Kelompok

1. Program Kampung Bersih Pengelolaan sampah di kawasan Notoprajan sudah cukup baik, terlihat dari kondisi lingkungan cukup bersih. Namun pengelolaan sampah di kawasan Notoprajan tetap harus ditingkatkan. Sampah yang dihasilkan tidak hanya langsung dibuang begitu saja, tetapi dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat sekitar yang nantinya dapat menghasilkan nilai yang bermanfaat kembali. Perencanaan dalam pengelolaan sampah di kawasan Notoprajan ini, menerapkan program Kampung Bersih. Program ini berbasis komunitas peduli Peta Rencana Sebaran sampah, yang dimana komunitas ini Sumber: Analisis Kelompok berasal dari kawasan Notoprajan sendiri, terdiri dari para pemuda kampung. Komunitas ini yang akan mengkoordinir seluruh kegiatan dalam pengelolaan sampahnya. Program kampung bersih juga menerapkan prinsip 3R yaitu Reduce, Reuse, Recycle. Prinsip ini telah menjadi landasan dalam upaya pengelolaan sampah secara mandiri oleh masyarakat dalam rangka mengurangi sampah dan mengambil nilai ekonomis dari sampah.

Residential - 110


Ilustrasi Bentuk Produk( Kiri) dan Ilustrasi Komposting Sumber: Google.com

Beberapa fasilitas dalam mendukung adanya program kampung bersih ini ialah penambahan kantong-kantong sampah yang sesuai dengan jenis sampah di setiap blok. Warga di kawasan Notoprajan diminta untuk memilah sampah yang dihasilkan. Sampah dipilah berdasarkan sifatnya, yakni sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang mudah diuraikan secara alami seperti sampah sayur dan buah, sampah makanan dan sampah daun. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang tidak dapat diurai oleh alam seperti sampah botol, plastik, kaca, sampah kaleng, dan kardus. Sampah tersebut kemudian di buang ke dalam kantong sampah terpisah yang telah disediakan di setiap blok sesuai dengan sifatnya. Setelah itu sampah-sampah yang berada di dalam kantong sampah dapat di pilah kembali di bank sampah. Bank sampah ini sistem pengerjaannya sama seperti bank sampah di tempat-tempat lain. Bangunan yang kosong di Notoprajan dapat di alih fungsikan menjadi bank sampah dan dikelola oleh pemuda

kampung dengan bantuan pemulung dalam memilah sampah, yang dimana juga menjadi keuntungan yang mutualisme antara pengelola dengan pemulung dalam memilah sampah yang masih bisa digunakan. Sampah-sampah yang masih berpotensi untuk digunakan kembali, dibawa ke ruang kreasi. Ruang kreasi ini dikelola oleh pemuda kampung, dan ibu-ibu PKK. Ruang kreasi ini ialah tempat untuk mengolah sampah-sampah anorganik seperti botol, plastic, kain, menjadi barang-barang kerajinan tangan. Sedangkan sampah organic dikumpulkan lalu diolah dengan metode composting untuk menjadi pupuk kompos. Pengolahan pupuk kompos ini dilakukan dengan cara sesederhana mungkin. Sampahsampah organik tersebut kemudian dipotong-potong hingga menjadi bagian-bagian kecil dengan menggunakan mesin pencacah. Setelah itu, potongan sampah organik tersebut diletakkan didalam bak penampungan, diberi cairan EM4 dan ditutup dengan rapat.

Residential - 111


Campuran tersebut dibalik setiap satu minggu sekali dan disimpan didalam bak tertutup selama kurang lebih satu bulan. Hasil pengolahan sampah organic ini nantinya berupa pupuk kompos yang dapat dijual yang akan menghasilkan nilai yang ekonomis.

pemerintah kota dalam mendukung program kampung bersih. Best practice yang diangkat dalam perencanaan pengelolaan sampah kawasan Notoprajan ini diambil dari penerapan pengelolaan sampah di setiap kelurahan yang ada di Kota Tangerang, yang dimana sudah cukup mampu bersinergi antara Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan komunitaskomunitas peduli sampah di setiap kelurahan.

Tentunya dalam pengelolaan sampah ini agar dapat berjalan dengan lancar, memerlukan stakeholder diantaranya masyarakat dengan Dinas Kebersihan DIY sebagai penyedia sarana dan alat-alat pendukung. Partisipasi masyarakat menjadi hal terpenting dalam terobosan pengurangan serta pengelolaan sampah sebagai produsen sampah itu sendiri. Adanya komunitas peduli sampah juga akan menggerakkan kesadaran bagi warga kawasan Notoprajan secara keseluruhan serta dapat meningkatkan sinergitas dengan

Ilustrasi Bank Sampah Sumber: Survey Lapangan

2. Program Sarana Perdagangan

Sebaran Sarana Perdagangan Sumber: Analisis Kelompok

Program sarana perdagangan pada Kampung Notoprajan ini dapat dilaksanakan dengan melalui Koperasi Kampung, yaitu adalah koperasi yang beranggotakan masyarakat kampung yang bermukim di kampung tersebut. Hal ini adalah bentuk dari usaha pengembangan masyarakat dalam upaya pengadaan koperasi sebagai pusat layanan kegiatan perekonomian daerah kampung tersebut yang dikembangkan secara terpadu. Dalam menjalankan usaha koperasi diarahkan pada usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun

Residential - 112


kesejahteraannya. Dalam hal ini hal yang utama yaitu adalah dalam bidang perdagangan. Program ini dapat diimplementasikan dengan: 1. Pembentukan koperasi kampung yang beranggotakan warga Kampung Notoprajan, pendirian sesuai dengan prinsip koperasi. Prinsip ini sesuai dengan yang disarankan oleh Bung Hatta, yaitu modal dari anggota dan kemakmuran untuk anggota. Bentuk koperasi serba usaha baik untuk sembako, material, dan lain-lain. 2. Tidak direkomendasikan koperasi hanya untuk usaha simpan-pinjam. Hal ini karena ditakutkan akan terjadi penyimpangan penggunaan uang yang akan beresiko menuai akibat macet dikemudian hari.

Sumber gambar: http://i391.photobucket.c 1

Ilustrasi Perdagangan Sumber: Google.com

3. Pembinaan dan penyuluhan tentang bagaimana menangani koperasi secara professional kepada warga Kampung Notoprajan. 4. Menghimbau warga Kampung Notoprajan untuk tidak menjadi warga yang konsumtif, yaitu dengan membeli barang sesuai dengan kebutuhan. Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam program koperasi kampung ini agar dapat berjalan dengan optimal, yaitu modal yang dikeluarkan untuk program yang berasal dari anggota maupun bantuan dari pemerintah, pengurus dan manager yang telah dibina dan terlatih, kemitraan yang terus berlanjut, dukungan dari pemerintah, dukungan dari anggota, dan pelayanan yang mengutamakan kebutuhan anggota.

3. Program Ruang Publik

Kondisi Eksisting Ruang Publik

Kondisi Eksisting Sumber: Survey Lapangan

Ruang publik menjadi hal yang penting di dalam mendukung kegiatan-kegiatan sosial di suatu kawasan. Tak terkecuali untuk Kampung Notoprajan. Pada Kampung Notoprajan, belum terdapat ruang terbuka publik yang mudah diakses oleh masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan kepadatan yang tinggi dari Kampung Notoprajan sehingga sulitnya mendapatkan ruang publik dan tidak memungkinkan untuk pembangunan ruang publik yang

Residential - 113


baru. Kampung Notoprajan sebenarnya memiliki lapangan yang berada dipinggir jalan Suryowijayan. Namun, lapangan yang ada saat ini dinilai belum berfungsi secara optimal karena hanya digunakan ketika acaraacara tertentu dan belum di dukung dengan fassilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan ruang publik. Untuk itu, kebutuhan akan ruang publik sangat penting untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang ada di Kampung Notoprajan. Dengan letaknya yang strategis yang berada di dekat Keraton dan wisata budaya lainnya, seharusnya Kampung Notoprajan mampu memanfaatkan hal tersebut sebagai peluang dan potensi bagi Kampung Notoprajan. Oleh karena itulah, program ruang publik ini direncanakan dengan arahan strategi penaatan Permukiman Notoprajan yaitu KIP (Kampung Improvement Program). Di dalam merencakan ruang publik ini, terdapat beberapa hal yang ditambahkan guna mengoptimalkan ruang yang sudah ada sehingga benar-benar bisa dijadikan sebagai ruang terbuka publik yang mudah dan nyaman untuk diakses oleh masyarakat setempat. Pengoptimalan yang dilakukan yaitu dengan menambah fasilitas-fasilitas pendudukung seperti tempat duduk, panggung yang bisa dijadikan sebagai tempat pertunjukkan seni, tempat belajar ataupun fungsi lainnya, serta adanya penambahan vegetasi agar ruang publik terasa lebih sejuk. Adapun beberapa desain rencana pengoptimalan ruang terbuka publik ini yaitu,

Rencana Pengembangan Ruang Publik Sumber: Analisis Kelompok

Residential - 114


Adapun rencana center untuk halaman pos ronda ini adalah menjadikan halaman ini sebagai taman bermain kecil bagi anak-anak, yaitu dengan menambahkan beberapa permainan anak seperti slide-toy, ayunan, jungkat-jungkit, dll. Diharapkan dengan adanya rencana taman bermain ini, kebutuhan ruang bermain bagi anak-anak di kawasan Kampung Notoprajan dapat tercukupi. 4. Program Rencana Jalan Sebagian besar jalan yang berada di Kawasan Notoprajan ini berada dalam kondisi kualitas jalan yang kurang baik. Selain itu masalah yang timbul juga kurangnya area resapan daerah ini. Selain karena berada di pinggir sungai winongo, Kawasan ini juga berpotensi banjir karena keadaan tersebut. Program Peningkatan kualitas jalan yang akan dilakukan di kawasan lebih mengarah pada perubahan jenis material jalan dan juga pembuatan sistem drainase di kawasan tersebut. Peningkatan Kualitas jalan dilakukan dengan membuat jalan di kawasan tersebut menggunakan paving block agar resapan air bisa langsung diserap tanah. Untuk aliran drainase yang direncanakan dalam bentuk 2 hal yakni pipa drainase langsung yang mengalir ke sungai di bawah jalan dan juga akar direncanakan Saluran rumput sebagai penampungan sementara dan mencegah pollutan semakin banyak mencemari sungai winongo.

Rencana Pengembangan Saluran Rumput Sumber: Analisis Kelompok

Rencana Visualisasi Ruang Bermain Anak Sumber: Analisis Kelompok

Residential - 115


5. Program Tepi Kali Ijo Notoprajan Kampung Notoprajan adalah salah satu kampung yang berada di pinggiran sungai Winongo. Antara tepi sungai dengan tepi bangunan perumahan di kampung ini sudah cukup baik, yaitu terdapat jalan inspeksi sebesar 1.5 meter dengan perkerasan jalan berupa conblock. Namun, masih perlunya peningkatan kualitas lingkungan di pinggir sungai dengan tujuan mengoptimalkan ruang yang ada sekaligus memberikan Rencana Skema Drainase di dampak positif bagi masyarakat. Salah Perumahan satu caranya adalah program tepi kali Sumber: Analisis Kelompok ijo Notoprajan. Program ini adalah program penghijauan di pinggir sungai Winongo dan peningkatan kualitas jalan dengan penambahan atribut jalan. Ilustrasi rencana dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Ilustrasi Rencana Tamanisasi Pinggir Sungai Sumber: Survey Lapangan

Gambar ilustrasi rencana ini berfokus pada penambahan tanaman tanaman, baik yang berfungsi sebagai pengamanan, peneduh, penghijauan, dan penghias. Tanaman yang berfungsi sebagai pengamanan atau bisa disebut sebagai barrier adalah tanaman yang di tanam langsung pada pembatas pinggiran sungai. Tanaman ini berguna untuk memberikan batasan anak-anak dalam bermain, selain itu juga hasil produksinya juga dapat dimanfaatkan untuk konsumsi masyarakat. Tanaman sebagai peneduh adalah tanaman yang ditanam di pergola ini, salah sau nya markisa. Pergola dengan tanaman ini memberikan keteduhan sekaligus buah yang dapat dikonsumsi. Tanaman sebagai penghias disini tergambar dari tanaman lavender dalam pot yang mempercantik suasana jalan pinggir sungai ini. selain itu tanaman lavender juga ampuh sebagai penghalang nyamuk, sehingga lingkungan dapat terjaga kesehatannya. Selain pada tanaman, diberikan pula akses tempat duduk dan mainan anak

Residential - 116


yaitu ayunan untuk mengoptimalkan fungsi jalan pinggir sungai ini. Jalan pinggir sungai kini tidak hanya berfungsi sebagai jalan inspeksi, tetapi juga sebagai daerah hijau kampung dan area bermain anak anak. Tanamantanaman yang ditanami di pinggir sungai serta fasilitas lainnya diharapkan menambah optimal kualitas lingkungan dan fisik dari daerah tersebut. 6. Program Sarana Budaya dan Rekreasi

Kegiatan Budaya di Notoprajan Sumber: Survey Kelompok

Festival Budaya Kampung Notoprajan sering diadakan di ruang terbuka disebelah timur Masjid Pertiwi Jalan KH Wahid Hasyim. Festival ini dapat menjadi daya tarik bagi penghuni kampung untuk berpartisipasi di dalam event, serta daya tarik bagi wisatawan untuk secara langsung melihat atraksi budaya di Yogyakarta. Ruang terbuka ini tidak selalu ramai, artinya ruang terbuka ini berfungsi hanya ketika ada suatu acara atau event tertentu. Pada hari biasa, tidak ada kegiatan yang terlihat di ruang terbuka ini. Disamping event atau festival, Kampung Notoprajan belum memiliki tempat rekreasi secara khusus. Dikarenakan lokasi Kampung Notoprajan berdekatan dengan Sungai Winongo, kampung ini memiliki potensi rekreasi yang dapat dijadikan daya tarik wisata pinggir sungai. Berikut keadaannya Selain dijadikan titik yang ramah anak, lokasi ini dapat di desain menjadi titik wisata pinggir sungai. Alternatif desain yang dapat diterapkan dilokasi ini seperti yang terlihat pada gambar berikut. Visualisasi Tempat Bermain Sumber: Analisis Kelompok

Residential - 117


UNITED NATIONS ECONOMIC AND SOCIAL COMMISION FOR ASIA AND THE PACIFIC Adalah lengan untuk pengembangan kawasan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk wilayah Asia dan Pasifik, ESCAP beranggotakan 53 pemerintah negara dan 9 anggota asosiasi, dengan lingkup geografis yang membentang dari Turki di Barat ke negara kepulauan Pasifik Kiribati di Timur, dan dari Federasi Rusia di Utara sampai Selandia Baru di Selatan. Hal ini membuatnya menjadi komisi dari PBB yang paling komprehensif di antara 5 komisi wilayah lainnya. Didirikan pada tahun 1947 dan berkantor pusat di Bangkok, Thailand, ESCAP bekerja untuk mengatasi beberapa tantangan terbesar di kawasan ini yang melingkupi bidang kebijakan ekonomi makro, pengentasan kemiskinan, pembiayaan pembangunan, perdagangan dan investasi, perkembangan sosial, hingga energi, dan berbagai isu di dalamnya yang terkait bidang ekonomi dan sosial. Dengan berbagai langkah kerja dan kebijakan yang dimilikinya, ESCAP berkomitmen kepada tujuan untuk mencapai region Asia-Pasifik yang tangguh, yang berdiri pada kesejahteraan bersama, keadilan, dan keberlanjutan. Visi dari ESCAP sendiri adalah untuk menjadi platform multilateral yang paling komprehensif untuk mendorong kerja sama antar negara anggotanya, untuk mencapai pembangunan ekonomi dan sosial yang inklusif dan berkelanjutan di Asia-Pasifik.


COMMERCIAL PROLOG Komersil merupakan guna lahan pembangkit ekonomi kota berkaitan dengan fungsinya sebagai pemenuhan kebutuhan penduduk. Area komersil merupakan alasan utama mobilitas penduduk, atau yang sering disebut dengan bangkitan. Terdiri dari perdagangan barang dan jasa, area ini menjadi pusat berbagai macam kegiatan seperti bekerja, berbelanja, makan, perbankan, dan juga hal-hal tersier seperti hiburan dan relaksasi. Bahkan, pada implementasi yang baik, area komersial dapat menjadi destinasi wisata. Area komersil di Kota Yogyakarta melayani sampai luar Provinsi DIY, hal ini berkaitan dengan hirarki kota yang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Perkembangan sektor komersil di Kota Yogyakarta memiliki dinamika yang tinggi terkait dengan arahan kebijakan dari Gubernur DIY dan Walikota Yogyakarta. Seperti contohnya pembatasan pembangunan pusat perbelanjaan modern atau mall. Hal tersebut terkait dengan preservasi budaya Kota Yogyakarta sebagai daya tarik kota. Banyak ditemukan tipologi koridor pada area komersil di Kota Yogyakarta. Tipologi ini mampu bertindak sebagai destinasi wisata dengan preservasi budaya Kota Yogyakarta sebagai daya tarik utama.

Secara fisik, tipologi ini pun mampu memicu pergerakan di dalamnya, sehingga kegiatan yang diwadahi pun dapat tersentuh secara merata oleh para pengunjung. Seperti contohnya pada koridor komersil Jalan Malioboro, Jalan Pathuk, Jalan Wijilan, dan Jalan Prawirotaman. Masingmasing dari koridor tersebut pun memiliki ciri khas yang berbeda. Perkembangan koridor komersil di Kota Yogyakarta memberi dampak positif dan negatif bagi berbagai pihak. Dampak positif tentu saja sebagai pembangkit ekonomi kota, namun di sisi lain, perkembangan koridor komersil dapat menyebabkan alih kepemilikan aset kepada investor secara berlebihan sehingga memarjinalkan masyarakat lokal atau terjadi ketimpangan kondisi sosial dan ekonomi. Selain itu, minimnya kontrol pada pengembangannya dapat menghilangkan nilai-nilai budaya yang sudah ada. Untuk meningkatkan perekonomian di Kota Yogyakarta diperlukan perencanaan dan pengelolaan koridor komersil secara tepat agar dapat meminimalisir dampak negatif di atas. Pengembangan juga dilakukan untuk menyelamatkan budaya yang mungkin akan hilang jika dibiarkan tanpa intervensi pengembangan. Hal ini pun diharapkan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan perekenomian.

Commercial - 119


LESSON LEARNED Khaosan Road adalah salah satu area komersil di Bangkok, Thailand. Khaosan Road merupakan sebuah koridor yang berisi berbagai jenis komersil mulai dari restoran, bar, pertokoan, hotel, dan lain-lain. Ditengah banyaknya budaya yang bercampur, Khaosan Road tetap bertahan dengan identitasnya, bayangan sejarah sebagai gudang beras dan mengalami perubahan dari waktu kewaktu, nilai-nilai budaya Thailand masih dapat ditemukan. Sebagai salah satu area komersil yang cukup sukses, Khaosan Road dijadikan referensi dalam rencana pengembangan kawasan komersil di Kota Yogyakarta yaitu di Jalan Pathuk, Jalan Wijilan, dan Jalan Prawirotaman. Aspek-aspek budaya dalam Khaosan Road terlihat dari fisik bangunan tradisional yang masih dipertahankan. Seperti bangunan gudang beras dan bangunanbangunan lainnya. Terdapat atribut keagamaan agama Budha yang menjadi mayoritas di Thailand yang semakin menambah kekhasan Khaosan Road sebagai bagian dari negara Thailand. Selain itu aspek budaya juga terlihat dari adanya street performance yang menyuguhkan musik ataupun tarian khas Thailand. Produk yang dijual di sepanjang Khaosan Road cukup beragam, mulai dari makanan, pakaian hingga buku dari Thailand dan negara

lainnya. Sehingga Khaosan Road dapat disebut sebagai one-stopshopping place yang mengakomodasi berbagai kebutuhan turis. Khaosan Road menggunakan konsep shared space dimana jalan utama di kawasan tersebut digunakan sebagai ruang yang dapat diakses secara bersama dan meminimalisir pemisahan antara pejalan kaki dan pengendara kendaraan. Terdapat pembagian penggunaan jalan, pada siang hari kendaraan dapat digunakan oleh kendaraan sedangkan pada malam hari hanya boleh digunakan untuk pejalan kaki. Secara umum jalan ini dapat disebut sebagai pedestrian friendly, karena cukup aman dan nyaman digunakan terutama ketika malam hari. Ruang-ruang di Khaosan Road tergolong ruang yang hidup dan termanfaatkan dengan baik. Ruang jalan dijadikan sebagai ruang kreatif yang dapat menimbulkan berbagai aktivitas. Dalam perencanaan kawasan komersil di Kota Yogyakarta dilakukan dengan mengadaptasi beberapa aspek di Khaosan Road. Seperti adaptasi dalam hal konsep shared space, jalan yang pedestrian friendly, fungsi mix use, dan lain-lain. Namun perencanaan kawasan komersil di Kota Yogyakarta juga perlu mempertimbangkan identitas dan perbedaan kondisi eksisting kedua kawasan.

Commercial - 120


Redevelopment: AREA KOMERSIAL Yogyakarta 1. KAWASAN PATHUK Gambaran Umum Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota destinasi wisata yang terkenal di Indonesia. Kota Yogyakarta memiliki banyak tempat sebagai senjata andalan yang dapat ditawarkan dan dibanggakan untuk menjadi atraksi wisata bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Tempat wisata yang

ditawarkan banyak mengandung nilai sejarah dan cerita yang unik dan kearifan lokan yang tersirat di dalamnya sehingga menjadi nilai tambah untuk menarik orang-orang dari berbagai penjuru untuk datang ke Kota Yogyakarta.

Kawasan Pathuk, merupakan kawasan pusat oleh-oleh khas kota Yogyakarta yang menjadi salah satu ciri khas dari kota Yogyakarta itu sendiri. Di kawasan ini terdapat banyak toko-toko yang menjajakan aneka makanan Bakpia dan makanan oleh-oleh yang khas Yogyakarta lainnya yang mampu menarik wisatawan untuk datang. Secara historis bakpia adalah makanan “impor” dari negeri Tiongkok yang dibawa oleh para imigran Tionghoa pada dekade awal abad ke-20. Bakpia ini konon sudah ada sejak

tahun 1930 di Yogyakarta. Bakpia menjadi kudapan khas yang dimiliki oleh keluarga-keluarga pedagang Tionghoa yang banyak menempati pusat Kota Yogyakarta sebagai menu pelengkap dari kue keranjang dan sebagai makanan ringan (snack) keluarga. Melihat latar belakang sejarahnya, bakpia memiliki nama asli "Tou Luk Pia" yang artinya adalah kue pia (kue) kacang hijau. Istilah bakpia sendiri adalah berasal dari Bahasa Tionghoa dialek Hokkian (Hanzi: 肉餅 ), salah satu Rumpun bahasa

Commercial - 121


Tionghoa yaitu dari kata "bak" yang berarti daging dan "pia" yang berarti kue, yang secara harfiah berarti roti berisikan daging. Di negeri asalnya, bakpia memiliki ukuran yang lebih besar daripada Bakpia Pathuk serta berisikan daging yang diolah, sementara Bakpia Pathuk khas Yogyakarta berisi kumbu yang terbuat dari kacang hijau. Kawasan Pathuk terletak di sisi Barat Malioboro, hanya berjarak + 400 m dari Malioboro dan juga

dilewati oleh jalan utama kota Yogyakarta menuju ke arah stasiun Tugu. Lokasinya yang strategis dinilai sebagai pemicu awal munculnya komersialisasi Bakpia di kawasan Pathok yang sudah ada sejak 1948. Dengan adanya komersialisasi tersebut, Kampung Pathuk semakin bernilai dikarenakan pesatnya industri rumah tangga yang sebagian besar bertitik tumpu pada produksi bakpia.

Commercial - 122


Analisis Eksisiting

Spasial 

Signage Dalam konteks kawasan sentra komersil, keberadaan penanda (signage) menjadi penting terkait fungsinya sebagai pemberi identitas. Di kawasan Pathuk ini terutama di jalan utama, terdapat banyak signage yang berupa papan nama toko dengan nomor dan ciri khasnya masing-masing. Untuk produsen bakpia skala rumah, signage ini biasanya berada di depan gang dan di depan rumah produksi. 

Sirkulasi, fasilitas pedestrian dan parkir Kawasan Pathuk berbatasan (dari arah RS PKU Muhammadiyah) langsung dengan jalan satu arah, atau dari Jalan Letjen Suprapto. tepatnya di sisi Timur sehingga hanya Dalam peta dibawah ini digambarkan bisa diakses dari Jalan Bhayangkara sirkulasi dari dalam ke luar kawasan:

Secara eksisting kondisi ini mengakibatkan kawasan Pathuk memiliki aksesibilitas yang tidak terlalu mudah untuk dijangkau karena memiliki pola sirkulasi yang terbatas walaupun strategis, terutama dari .

Stasiun Tugu dan Malioboro. Jalan utama yang tidak terlalu lebar juga cukup menyulitkan apabila terdapat kendaraan-kendaraan rombongan seperti bis

Commercial - 123


Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar di kawasan ini cukup baik, namun belum dapat memenuhi standar kebutuhannya mengingat kawasan ini adalah sentra komersil.

Belum terdapat fasilitas parkir umum yang memadai. Tempat parkir di kawasan ini cenderung privat milik toko-toko bakpia di sepanjang jalan.

Commercial - 124




Land use



Bentuk dan massa bangunan Kawasan Pathuk secara umum memiliki 2 tipe massa bangunan:

Commercial - 125


Area berwarna Ungu adalah bangunan-bangunan yang bermassa besar, yang sebagian besar adalah area komersil tepi jalan utama dan area khusus kompleks kantor dan asrama polisi. Dilihat dari segi bentuknya, area biru terbagi 2: kawasan komersil yang memiliki jumlah lantai 1-2, cukup besar dan sedikit mencolok warnanya.  Konservasi Unsur konservasi di kawasan baru sebatas gapura sebagai penanda kawasan sentra bakpia ini, namun belum sampai pada regulasi  Fasilitas pendukung Di area deliniasi kawasan Pathuk amatan kami, terdapat fasilitas-fasiltas pendukung seperti poliklinik asrama kepolisian, pasar, masjid, dan toko-toko kelontong yang dapat dianalisis memiliki

Area berwarna Biru Muda cenderung memiliki massa yang kecil, saling menempel, padat. Berupa permukiman kampung yang sebagian besar berada di layer belakang bangunan komersil di jalan utama. Area kuning cenderung tumbuh dengan lebih organik. Secara bentuk lebih sederhana, tipikal permukiman kampung di Yogyakarta. arsitektur bagunan atau signagesignage untuk menjaga nilai identitasnya itu sendiri.

persebaran dan keterjangkauan yang baik. Poliklinik tersebut menjadi alternatif terdekat masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan. Warung dan toko kelontong juga sudah mencukupi.

Commercial - 126


Area kawasan kami bersinggungan dengan pasar yang kemudian menjadi salah satu tempat berbelanja kebutuhan dasar masyarakat, juga menjadi salah satu

supplier bahan baku untuk membuat bakpia skala home industry. Untuk fasilitas transportasi umum, jalan di sisi Timur merupakan jalan yang dilewati rute Trans Jogja. Namun, tidak terdapat halte.



RTH Di kawasan Pathuk ini tidak banyak terdapat ruang terbuka, khususnya keberadaan ruang terbuka hijau. Kondisi hijauan di kawasan .

Hijauan di kawasan ini lebih banyak berupa pohon dan tanamantanaman warga di pekarangan yang jumlahnya tidak terlalu signifikan. Permukiman penyangga koridor

Pathuk sangat minim, bahkan cenderung gersang di jalan utamanya sehingga cenderung tidak nyaman untuk berjalan kaki

komersil Pathuk ini sebagian besar adalah kampung yang padat, yang tidak mampu memberi ruang untuk hijauan selain tanaman-tanaman hias.

Non spasial 

Ekonomi Kondisi eksisting ekonomi masyarakat kawasan pathuk dapat dikatakan cukup dinamis dan hidup; orang-orang mengunjungi toko-toko bakpia, baik peorangan, keluarga, maupun satu rombongan. Bakpia yang merupakan komoditas oleh-oleh khas kemudian mengundang

bermacam-macam orang, dan berasal dari daerah yang berbeda-beda. Kegiatan ekonomi yang berciri khas (komersil bakpia) menjadi poin utama kawasan ini dan memberi multiplier effect (efek berantai) yang cukup besar. Di pinggiran jalan utama banyak terdapat penjual jajanan keliling yang pula menyasar

Commercial - 127


wisatawan yang sedang berkunjung. Di kawasan permukiman kampung industri rumahan bakpia, geliat kegiatan juga terasa dimana banyak masyarakat membuat bakpia di terasteras rumah. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, di kawasan ini terdapat 2 tipe komersil bakpia: yaitu tipe pabrikan skala besar dan home industri. Menganalisis pasar, kedua tipe ini memiliki pangsa pembeli yang berbeda. Produsen bakpia pabrikan melakukan produksi harian yang cukup besar dan telah menggunakan teknologi mesin dalam prosesnya. Produsen bakpia pabrikan umumnya telah memiliki “label nama� yang

sudah terkenal dan legendaris. Produsen bakpia pabrikan juga memiliki toko pusat oleh-oleh untuk menjual produknya di lokasi setempat (sebagian besar berada di tepi jalan) maupun mengekspansi di penjuru lokasi lain di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Secara umum sektor ini menyasar konsumen formal: turis dan wisatawan ekonomi menengah. Sementara, bakpia-bakpia home industry lebih menyasar sektor informal: dari mulut ke mulut, dijual di pasar-pasar tanpa kemasan, cenderung tidak menjual “brand�. Kedua tipe ini memiliki telah memiliki pangsa pasarnya masing-masing, yang memang berbeda.



Sosial Secara sosial, Kawasan Pathuk secara umum memiliki 3 kelas tipologi, yaitu: masyarakat komersil tepi jalan, masyarakat permukiman kampung, dan penghuni kompleks asrama polisi. Masyarakat yang tinggal di tiap kelas tipologi (kategori) memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda. Kawasan Pathuk juga memiliki karakter penghuni yang unik, hal ini mengingat bahwa Kawasan Pathuk merupakan sentra komersil yang membutuhkan pasokan tenaga kerja. Untuk produsen bakpia skala besar yang cukup bayak menyerap tenaga kerja, sebagian besar pegawai berasal dari luar kawasan ini dan bukan warga setempat. Sementara

produsen rumahan cenderung merupakan warga lokal kampung yang sebagian besar mempekerjakan keluarga dan kerabatnya. Yang menarik adalah keberadaan industri bakpia rumahan ini kemudian menciptakan society yang unik; bahkan membuat paguyuban tersendiri untuk warga yang menjadi pengusaha bakpia. Terciptanya keterikatan dalam bentuk paguyuban merupakan perwujudan dari guyub dan persatuan yang damai dari persaingan bisnis komersil. Masyarakat masih dapat hidup berdampingan dengan damai dan memiliki interaksi sosial yang tinggi sebagai tipikal warna perkampungan Yogyakarta.

Commercial - 128


Potensi Bakpia Pathuk menjadi suatu ikon unik tersendiri yang melambangkan adanya perpaduan dua budaya Jawa dan Tiongkok sepanjang sejarah Yogyakarta yang memiliki diversitas etnis yang beragam. Kemunculan bakpia sendiri awalnya merupakan resep kue khas Tiongkok yang kemudian dibawa ke Yogyakarta oleh pengusaha makanan keturunan Tiongkok. Terdapat beberapa pengusaha Tionghoa yang pertama kali membuka usaha dagang kue bakpia di era 1945. Usaha dagang kue bakpia tersebut banyak mempekerjakan masyarakat lokal Kampung Pathuk, baik sebagai pengrajin bakpia, penyedia alat-alat produksi bakpia, petugas parkir, promosi mulut ke mulut, hingga berperan membantu penjualan bakpia ke luar Kampung Pathuk. Keberhasilan pengusaha Tionghoa di awal sejarah bakpia Yogyakarta telah memberikan sedikit banyak dampak baik bagi alih pengetahuan dan kemampuan bagi masyarakat lokal. Hingga memasuki dekade 80-90an masyarakat setempat mulai menyadari potensi produksi bakpia bagi pengembangan perekonomian rumah tangga mereka. Sehingga, pertumbuhan industriindustri rumah tangga (home based industry) semakin menjamur di kawasan Kampung Pathuk. Lebih dari itu, seiring dengan kemajuan Yogyakarta sebagai destinasi wisata, khususnya imej Kraton dan Malioboro sejak awal dulu, bakpia menjadi suatu komponen oleh-oleh yang tidak dapat dipisahkan dari tamu-tamu Yogyakarta. Sehingga, di awal tahun 1996 warga berani membentuk kelompok gerakan Paguyuban Bakpia, dengan nama resmi Paguyuban Sumekar. Inisiasi ini pun mendapatkan respon positif dari

beberapa industri besar, khususnya Pabrik Tepung Terigu Sri Boga Ratu Raya Semarang melalui pemberian sponsor dalam bentuk tepung terigu sebagai modal awal usaha masyarakat. Saat ini, Paguyuban Bakpia tersebut telah memiliki badan hukum dalam bentuk Koperasi Sumekar yang menjadi wadah peningkatan usaha dan kesejahteraan masyarakat lokal Kampung Pathuk. Lebih dari 50% masyarakat Kampung Pathuk Sanggrahan, Kelurahan Ngampilan, Kecamatan Ngampilan saat ini merupakan pemilik home industry bakpia rumahan, yaitu berkisar 60 keluarga. Bahkan banyak keluarga yang telah mampu mendatangkan sanak-saudara maupun masyarakat dari daerah lain seperti Gunung Kidul, Kulon Progo, Magelang, Bantul sebagai tenaga tambahan dalam proses produksi bakpia rumahan mereka. Terdapat persaingan yang sehat antara industri rumahan bakpia satu dan yang lain oleh masyarakat Kampung Pathuk. Masyarakat industri rumahan pun tidak merasa khawatir akan keberlanjutan produksi rumahan mereka terhadap produsen bakpia skala pabrik yang telah memiliki brand besar. Masyarakat sadar tentang pentingnya upaya manajemen dan promosi yang baik demi keberlanjutan usahanya. Namun demikian sejak awal sejarah perkembangan bakpia, masyarakat sudah memiliki nilai lokal Gethuk Tular promosi mulut ke mulut yang didasarkan prinsip percaya saling percaya antara penjual dan pembeli. Bakpia dari Kampung Pathuk dipasarkan ke banyak daerah, mulai dari lingkungan Yogyakarta seperti Kotagede, Bantul, Wates, hingga ke luar kota Yogyakarta seperti Magelang dan Semarang.

Commercial - 129


Sejak tahun 2014, bakpia yang telah disadari menjadi aset kebudayaan Yogyakarta yang unik dan atas inisiator dari warga Kampung Pathuk dibantu oleh Pemkot Yogyakarta, diadakan atraksi Bakpia Day atau Hari Bakpia setiap 15 September setiap tahunnya. Tanggal tersebut dinyatakan sebagai Hari Ulang Tahun Bakpia di mana para pengrajin bakpia Kampung Pathuk merayakannya dalam bentuk gunungan bakpia yang diarak mengelilingi Kota Yogyakarta dan dipajang di jalan-jalan. Atraksi ini dilakukan untuk mengintegrasikan bakpia sebagai barang berharga warisan budaya dan masyarakat lokal Yogyakarta yang harus lestari.

Dengan demikian, sentra industri bakpia Kampung Pathuk memiliki potensi sebagai kawasan pengembangan ekonomi kreatif Yogyakarta. Ekonomi kreatif didefinisikan sebagai konsep baru di proses produksi dengan mengintensifkan kreativitas, ide, dan inovasi yang bermodal utama dari sumber daya manusia di dalamnya. Besar harapan lebih lanjut, bahwa masyarakat mampu mempertahankan eksistensi dan kesejahteraannya melalui paguyuban home industri bakpia yang lebih mantap serta mampu meningkatkan kreasi dan inovasi bakpia sebagai keunikan Yogyakarta dan Indonesia di panggung internasional.

Commercial - 130


Masalah Keberadaan kelompok sentra industri rumahan bakpia tentunya tidak dapat dilepaskan dari kacamata keruangan. Sebagai daerah komersial, Kawasan Pathuk belum didukung oleh kualitas daya tarik lingkungan dan pola spasial yang baik sebagai sentra home industry bakpia. Secara fisik kawasan, lingkungan Kampung Bakpia Pathuk belum dilengkapi fasilitas lingkungan yang mendukung sebagai destinasi pusat oleh-oleh khas Yogyakarta. Hal ini tampak dari kontras penanda (signage) identitas kawasan sentra Bakpia Pathuk yang masih rendah. Padahal dengan mempertimbangkan potensi yang ada, khususnya sebagai destinasi pusat oleh-oleh khas Yogyakarta, pengaturan imej kawasan adalah hal yang penting. Imej atau pencitraan kawasan merupakan hal yang perlu diperhatikan terkait manfaat promosi, baik dalam skala lokal Yogyakarta maupun secara lebih luas. Terlebih

lagi, masyarakat mulai dihadapkan pada tantangan toko-toko baru bakpia yang telah menyebar di manamana dan dijalankan oleh beragam pengusaha selain masyarakat Kampung Pathuk. Masyarakat luar Yogyakarta masih sulit dalam mengenali keberadaan sentra Kampung Bakpia Pathuk. Selain itu, Kampung Bakpia Pathuk belum memiliki sirkulasi akses dan kantung parkir yang baik untuk mendukung adanya kunjungan konsumen. Padahal lokasi, Kampung Pathuk berdekatan dengan destinasi wisata utama Yogyakarta, yaitu Malioboro dan Keraton. Kualitas visual dan estetika (visibility) Kawasan Pathuk juga masih kurang. Namun demikian, permasalahan fisik yang menjadi hambatan perkembangan sentra industri bakpia Kampung Pathuk dapat diselesaikan melalui pendekatan rancang ruang.

Commercial - 131


Arahan Rekomendasi Kawasan Kampung Pathuk sebagai Sentra Bakpia Untuk melestarikan kearifan lokal yang sekaligus menjadi ikon kawasan dari salah satu kudapan olahan tradisional Kota Yogyakarta, Kampung Pathuk perlu diperbaharui kembali agar fungsi secara sosial, ekonomi dan lingkungan di dalam kawasan dapat berjalan lebih baik

dan berkelanjutan sehingga dapat memberikan banyak kebermanfaatan khususnya bagi warga Kampung. Arahan perencanaan yang mengedepankan identitas Yogyakarta ini di implementasikan secara spasial dan aspasial, yang dijabarkan sebagai berikut;

Kebijakan Spasial Revitalisasi jalur pedestrian Menciptakan jalur pedestrian yang lebih nyaman dan aman di kedua sisi jalan, sehingga membuat kecenderungan pejalan kaki untuk berkeliling Kampung Pathuk, dan tidak berpusat pada satu titik toko saja sehingga perputaran uang dan persaingan ekonomi di kawasan menjadi lebih fair. Jalur pejalan kaki yang lebih baik juga dapat menjadi media untuk mengenalkan Kampung Pathuk sebagai Kampung Bakpia dengan bakpia sebagai home based industry. Kondisi jalan utama di Kampung Bakpia yang sempit juga dapat di rekayasa dengan jalur pedestrian yang nyaman dan aman agar volume kendaraan berkurang sehingga akan lebih mengurangi kemacetan. Untuk mewujudkan pedestrian yang nyaman dan aman, pemilihan material yang tepat sangat perlu diperhatikan, namun jalur pedestrian ini harus mampu mengakomodasi setiap kalangan. Untuk meningkatkan kenyamanan, di tambahkan fasilitas vegetasi peneduh dan hijauan – hijauan di sepanjang jalur pedestrian agar jalur lebih hidup dan sehat.

Kedua jalur pedestrian di bagian utara dan selatan juga saling terkoneksi dengan zebra cross agar pengunjung dapat menyebrang dengan leluasa dari bagian utara ke selatan ataupun sebaliknya.

Commercial - 132


1.

Memperbaiki persebaran signage dengan merekayasa ukuran dan bentuk signage keseluruhan agar tetap menarik dan mengangkat identitas Yogyakarta khususnya Kampung Pathuk sebagai sentra Bakpia Persebaran signage di buat agar lebih merata dan berada di setiap jalan masuk menuju home industry di Kampung Pathuk. Pada Signage ini, dibuat beberapa penanda – penanda penting yang terletak di ujung jalan utama K.S. Tubun sebagai enterance dan setiap toko yang tidak saling menyaingi

agar persaingan pasar di kawasan ini tetap sehat. Selain itu, signage bakpia – bakpia lokal di remajakan kembali sehingga tidak terjadi penumpukan signage agar dapat memudahkan pengunjung untuk memilih bakpia dan menuju lokasi yang ingin dituju.

2. Membuat public space di ujung jalan yang didalamnya menjual oleh – oleh merchandise khas Kampung Pathuk dan Yogyakarta Public Space didirikan di ujung jalan utama di sebelah timur Kampung Pathuk dimana keadaan eksisting area tersebut adalah bangunan yang sudah tidak terpakai. Public space ini berguna sebagai tempat untk menurunkan penumpang yang menggunakan kendaraan besar seperti bus agar bus dapat langsung parkir di tempat parkir ngabean. Pada public space yang berupa taman kecil ini ini, sangat dimunculkan kesan identitas Kampung Pathuk yaitu bakpia dengan membuat replika bakpia. Disamping itu, disediakan pula ruang untuk membangun beberapa toko kecil yang menjual aneka merchandise unik yang berhubungan dengan Kampung Pathuk, Bakpia maupun identitas Kota Yogyakarta lainnya.

Commercial - 133


3. Menyediakan parkir pengunjung yang menggunakan Bus di Parkir Ngabean setelah menurunkan penumpang di Kampung Pathuk Karena sedikitnya ruang untuk parkir umum di Kampung Pathuk, maka kendaraan besar yang masuk akan semakin menambah beban di jalan utama. Perlu dilakukan sterilisasi terutama bagi kendaraan yang parkir di tepi jalan yang tidak berada di lahan parkir yang telah disediakan oleh beberapa toko. Agar lebih memudahkan, bus hanya menurunkan dan menjemput penumpang pada tempat naik turun penumpang yang telah disediakan, setelah itu bus akan parkir di Parkir Ngabean yang jaraknya tidak jauh dari kawasan. Pembatasan parkir juga dilakukan untuk membatasi strategi marketing beberapa oknum yang secara komprehensif dapat

merugikan pedagang – pedagang bakpia lainnya di Kampung Pathuk. 4. Revitalisasi Mesjid sebagai fasilitas pendukung pariwisata di Kawasan Pathuk Sebagai tempat yang dikunjungi terutama di siang dan sore hari, fasilitas ibadah yang sudah ada menjadi sangat dibutuhkan. Fasilitas umum ini dibuat senyaman mungkin agar pengunjung yang datang bisa sekedar melepas lelah pula pada fasilitas sosial tersebut.

Kebijakan Aspasial 1.

Meningkatkan performa paguyuban pengusaha bakpia melalui insentif dan kerjasama dengan pihak kendaraan konvensional Insentif yang dimaksud adalah Pengimplementasiannya dilakukan berupa insentif dana tahunan dari adalah dengan memberikan insentif pemerintah untuk kegiatan yang bagi tukang becak, maupun dikelola secara mandiri oleh 2 pengendara bus yang membawa paguyuban produsen bakpia yang penumpang ke Kampung Pathuk dan ada di Kampung Pathuk. Diharapkan berhasil membeli produk bakpia di pula dengan semakin aktifnya Kampung Pathuk itu sendiri. kegiatan paguyuban melalui Penyaluran insentif terhadap sokongan dana, maka produktivitas pembawa pelanggan tersebut dari produsen bakpia juga semakin dikelola pada paguyuban sehingga meningkat. kecurangan dapat diminimalisasi. Strategi marketing yang saat Dengan begitu, maka persaingan ini hanya menguntungkan beberapa pasar yang hanya menguntungkan pihak seperti salah satu toko dan satu pihak dapat ditekan dan para pengendara kendaraan yang keuntungan menjadi lebih didapatkan berhasil membawa pelanggan, selain secara menyeluruh. dapat dicegah dengan mengurangi Selain menangani persaingan parkir, juga kemudian diintegrasikan pasar, kedua paguyuban dengan dengan seluruh produsen bakpia di bantuan stakeholder secara bottom Kampung Pathuk. up juga menggencarkan paket wisata

Commercial - 134


bakpia di Kampung Pathuk. Paket wisata tersebut lebih mengangkat pada kunjungan home based industry bakpia bukan pada toko – toko besar di pinggir jalan utama. Paket wisata bakpia juga dapat digunakan untuk kepentingan edukasi bagi sekolah –

sekolah yang ingin berkunjung. Hal tersebut juga sekaligus dapat dikombinasikan dengan pengetahuan kebudayaan khas Yogyakarta baik kesenian maupun hasil kerajinan tangan.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016

2. Mengadakan festival tahunan “Bakpia Day” yang mempromosikan kampung pathuk Bakpia Day adalah festival dinas pariwisata akan berkolaborasi yang dikelola oleh dinas pariwisata, bersama dengan paguyuban di namun nilai yang akan diangkat Kampung Pathuk. Bakpia Day sendiri setiap tahunnya adalah sudah berjalan tiga tahun dan dapat memperkenalkan Kampung Pathuk dikatakan sebagai event besar sebagai sentra bakpia. Mengenai isi sehingga pengelolaan festival ini dari kegiatan tahunannya dapat dapat berpotensi menjadi pariwisata berbeda – beda sesuai dengan di Kota Yogyakarta sehingga akan inovasi – inovasi warga Kampung lebih baik berada dalam pengelolaan Pathuk sendiri maupun warga Kota dan pengawasan Dinas Pariwisata. Yogyakarta yang mana nantinya

Sumber : https://ytimg.googleusercontent.com/vi/QzUpZJ 2D20E/mqdefault.jpg

Sumber : http://www.jogja.co/wpcontent/uploads/2013/12/bakpia-pathok1.jpg

Commercial - 135


3. Membuat kebijakan pariwisata melalui kunjungan wajib di Kampung Pathuk Kunjungan wajib yang bekerja sama dengan tour travel local diupayakan oleh dinas pariwisata Yogyakarta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan produktivitas Kampung Pathuk. Sitem yang diadaptasi dari Kota Bangkok ini, dianggap memberi banyak kebermanfaatan dan dapat meningkatkan omset penjualan bakpia sekaligus relasi. Namun target Landmark Kawasan dari kunjungan wajib ini diperuntukkan bagi wisatawan untuk berkoordinasi. domestik maupun non-domestik dan 4. Mengadakan inovasi Bakpia Delivery yang dapat diakses 24 jam Saat ini, masih sangat sulit Kampung Pathuk. Pada dasarnya ditemukan toko bakpia yang buka 24 setiap produsen dapat memasok jam di Kampung Pathuk, salah satu produksinya dalam layanan delivery hal yang mendasari adalah bahwa bakpia ini. Harapannya, para kawasan ini bukanlah kawasan pengunjung Kota Yogyakarta komersil, walaupun komersil namun ataupun warga Kota Yogyakarta sens permukiman masih sangat sendiri akan semakin mudah untuk terasa. Sehingga akan sangat jarang mendapatkan bakpia sebagai oleh – kawasan ini hidup 24 jam, sehingga oleh khas Yogyakarta ataupun perlu dilakukan inovasi delivery makanan khas yang disuguhkan bakpia 24 jam yang dapat dikelola dalam berbagai acara maupun pula oleh paguyuban bersama didalam setiap rumah di Kota dengan home based industry di Yogyakarta.

Commercial - 136


2. KAWASAN WIJILAN Data dan Analisis Eksisting Jalan Wijilan Kami menganalisis data yang kami dapatkan dari survey lapangan dan studi pustaka menggunakan analisis komponen Shirvani yang sudah disesuaikan. Beberapa

I.

komponen yang kami gunakan adalah guna lahan, massa dan bentuk bangunan, parkir dan sirkulasi, signage, jalur pedestrian, pendukung kegiatan, dan konservasi.

Guna Lahan

Photomapping Guna Lahan Koridor Wijilan

Berdasarkan peta guna lahan diatas dapat dilihat bahwa pada Koridor Wijilan mayoritas guna lahannya adalah komersil (warna merah), mengingat bahwa kawasan ini memang dikenal sebagai sentra gudeg. Sehingga pada layer pertamanya memang didominasi oleh

II.

kios-kios gudeg. Tetapi masih terdapat juga beberapa guna lahan lain seperti permukiman, jasa, dll. Dimana guna lahan di Koridor Wijilan ini dirasa sudah sesuai dengan fungsinya sebagai kawasan sentra gudeg.

Massa dan Bentuk Bangunan 1. Setback Kawasan wijilan, memiliki set back yang tidak berinteraksi langsung dengan jalan lokal wijilan. Setback dan jalan dibatasi oleh adanya pedestrian dengan lebar 1 m. Sedangkan untuk lebar dri setback sendiri hanya sekitar 0 – 0.5m hal ini karena sebagian besar bangunan yang berada di Jalan Wijilan yang berinteraksi langsung dengan jalan tidak memiliki bentuk bangunan yang besar serta depan rumah sendiri langsung berinteraksi dengan pedestrian.

2. Orientasi Orientasi bangunan yang berada di kawasan wijilan ini semua menghadap jalan. Hal tersebut di karenakan mayorias bangunan di jalan ini berfungsi untuk perdagangan dan jasa. Dan juga luasan KDB dari masing masing bangunan berkisar antara 80 – 100% sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya kegiatan pada bagian kiri maupun kanan bangunan. Tentunya dengan adanya orientasi yang menghadap ke jalan hal ini juga memudahkan para pejalan kaki yang

Commercial - 137


melewati Jalan Wijilan dalam melakukan pergerakan. 3. KDB Koefisien dasar bangunan merupakan perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas persil atau kapling lahan. Di Kawasan Wijilan, KDB bangunan didominasi oleh angka 80%-100%. Hal tersebut dikarenakan beberapa bangunan berhimpitan dengan jalur pedestrian dan tidak memiliki ruang terbuka atau dapat dikatakan bahwa luas lantai dasar sama dengan luas persil lahan. 4. Jumlah Lantai Bangunan Bangunan di Kawasan Wijilan didominasi oleh bangunan berlantai satu. Hanya terdapat 3 bangunan yang berlantai dua. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan bangunan di Wijilan masih berjalan secara horizontal. 5. KLB Koefisien lantai bangunan merupakan perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas persil dimana bangunan berada. Berdasarkan data KDB dan jumlah lantai, KLB di Kawasan Wijilan didominasi oleh angka 0,8-1 sedangkan beberapa bangunan lain

memiliki KLB 1,6-2. Hal tersebut menunjukkan bahwa luas tanah sama dengan luas dasar bangunan sehingga dapat dikatakan bahwa pemanfaatan lahan karena faktor ekonomi tanah (mahalnya harga tanah dan keterbatasan lahan di kawasan strategis) Wijilan belum efisien. 6. Konstruksi Konstruksi bangunan pada kawasan wijilan hampir seluruhnya merupakan bangunan permanen. Namun tetap masih terdapat beberapa bangunan non permanen berupa gerobak pedagang kaki lima yang menempati trotoar atau jalur pedestrian serta ada pula pedagang gudeg yang masih berjualan dengan mendirikan tenda yang juga berada di jalur pedestrian di kiri kanan jalan. 7. Gaya Arsitektural Bangunan-bangunan yang ada di sepanjang Jalan Wijilan masih memiliki gaya arsitektural tradisional campuran dengan gaya kolonial yang dapat dilihat dari muka bangunan serta fasad. Namun banyak pula terdapat bangunan yang sudah memiliki gaya arsitektural modern.

Peta Figure Ground Peta Lantai Bangunan Warna ungu tua melambangkan bangunan berlantai dua

Peta KDB Menunjukkan nilai KDB 80%-100%

Peta KLB Warna biru muda melambangkan nilai KLB 0,8-1 sedangkan sisanya bernilai 1,6-2

Commercial - 138


III.

Parkir dan Sirkulasi

Parking on street

Jalur 2 Arah

Parking On Street yang ada di Koridor Jalan Wijjilan Peta Parkir dan Sirkulasi di Koridor Jalan Wijilan

Parkir dan sirkulasi menjadi hal vital yang perlu dilihat dalam setiap kawasan. Pada Koridor Wijilan tidak terdapat area parkir khusus sehingga para pengunjung yang datang ke kios-kios di koridor jalan ini biasanya parkir di pinggir jalan. Berdasarkan peta sirkulasi dan parkir diatas dapat dilihat bahwa hanya satu sisi yang dijadikan sebagai parking on street yaitu sepanjang sisi timur jalan. Selain parking on street di Koridor ini juga terdapat kantong-kantong parkir

informal yang terletak didepan beberapa kios. Sedangkan untuk sirkulasi di sepanjang koridor ini tergolong lancar dan relative sepi. Hal ini disebabkan karena Jalan Wijilan bukanlah jalan utama untuk menuju ke lokasi-lokasi yang biasanya banyak dikunjungi seperti Alun-Alun, Bantul, dan Malioboro. Selain itu juga pengunjug kios-kios yang ada di Jalan Wijilan juga tidak seramai di Malioboro. Pada Koridor Jalan Wijilan diberlakukan jalan dua arah dengan dua lajur tanpa pembatas.

Commercial - 139


IV.

Signage

Signage yang berfungsi secara umum serta berfungsi sebagai penanda area kawasan (1) dan signage yang berfungsi secara pribadi (2)

Signage atau penanda merupakan salah satu elemen yang ada di suatu kawasan dan berfungsi sebagai petunjuk atau media pemberi informasi. Pada koridor Jalan Wijilan, terdapat beberapa signage dengan berbagai fungsi, seperti gapura dan plang “Sentra Gudeg Wijilan� yang

berfungsi sebagai penanda area kawasan, petunjuk arah jalan, dan nama jalan. Akan tetapi, pada kawasan ini juga terdapat signage yang bersifat lebih privat, seperti plang nama toko dan rumah makan gudeg, serta adanya larangan yang bersifat personal saja.

Ukuran signage proporsional dan tertata (1), dan signage yang berukuran terlalu besar serta mengbah fasad bangunan (2)

Keberadaan penanda akan sangat berpengaruh pada kualitas kawasan, terutama dari aspek visualnya, baik secara mikro maupun makro, terkait dengan jumlah, ukuran, bentuk, dan letaknya. Jika dilakukan penataan yang baik, pendanda yang ada akan menambah keindahan,

identitas, dan kekhasan suatu kawasan. Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka signage yang ada justru akan memperburuk citra kawasan, menutupi fasad bangunan, dan cenderung mengganggu.

Commercial - 140


Beberapa penempatan signage yang kurang tepat, terhalang (1) dan tidak tertata (2)

Didekati dengan sudut pandang kualitas dan manfaat desainnya, koridor Jalan Wijilan memiliki penataan signage yang cukup baik, dalam arti signage yang ada cukup membantttidak terlalu mengganggu aspek visual kawasan.

V.

Namun, di beberapa titik dijumpai ketidaktepatan penataan signage, seperti informasi/rambu lalu lintas yang terhalang bangunan, ukuran yang kurang sesuai, pemasangan iklan yang sembarangan dan lain sebagainya.

Jalur Pedestrian

Sidewalk Barriers Bangunan

Peta Parkir dan Sirkulasi di Koridor Jalan Wijilan

Pot tanaman dan beberapa kendaraan yang menjadi barrier di jalur pejalan kaki

Pedestrian way atau jalur pejalan kaki juga menjadi salah satu fasilitas pendukung yang penting dalam sebuah area komersil seperti Koridor Jalan Wijilan. Pada kawasan amatan ini tersedia jalur pejalan kaki pada sisi kiri dan kanan jalan. Hanya saja kondisi dari pedestrian way yang ada dapat

dikatakan kondisinya cenderung buruk. Hal ini dikarenakan ukuran dari pedestrian way nya hanya selebar 1 m kurang lebih, belum lagi terdapat banyak barriers yang semakin membuat tidak nyaman bagi para pejalan kaki. Barriers ini biasanya berupa pot tanaman atau bahkan motor-motor yang parkir di atas

pedestrian way.

Commercial - 141


VI.

Pendukung kegiatan 1.

Kraton Yogyakarta dan AlunAlun Kidul Kompleks Keraton Yogyakarta khususnya Alun-Alun Kidul merupakan sarana rekreasi yang menjadi tujuan warga Yogyakarta bahkan dan bahkan dari luar daerah. Terutama malam hari, kompleks ini menarik banyak pengunjung setiap harinya, hal ini dapat menguntungkan bagi Jalan Wijilan karena letaknya yag dekat dengan kompleks tersebut. 2. Jalan Malioboro Sebagai destinasi wisata tingkat internasional, Jalan Malioboro merupakan daya tarik wisata utama Kota Yogyakarta. Sama seperti Kompleks Keraton, Jalan Malioboro dapat menguntungkan Jalan Wijilan karena jaraknya yang berdekatan. 3. Regulasi Jalan Wijilan sebagai Sentra Gudeg Yogyakarta Dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2015 – 2025 di Pasal 20 menetapkan

Sentra Gudeg Wijilan sebagai salah satu obyek pembangunan daya Tarik wisata belanja. Sentra Gudeg Wijilan termasuk dalam kategori Usaha Mikro Kecil Menengah. Di Indonesia UMKM saat ini dianggap sebagai cara yang efektif dalam pengentasan kemiskinan. UMKM telah diatur secara hukum melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Perkembangan Jalan Wijilan telah disesuaikan dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta Tahun 2012-2029 terhadap status keberadaan kawasan cagar budaya yang terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kawasan Penyangga Alam dan Budaya Perdagangan dan Jasa yang juga di atur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 yang menyebutkan bahwa kawasan keraton merupakan Kawasan Cagar Budaya (KCB) sehingga bangunan-bangunan di kawasan tersebut wajib di preservasi.

Commercial - 142


VII. Konservasi

Bangunan bergaya kolonial di koridor Jalan Wijilan

Konservasi dalam konteks urban design adalah usaha perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal dan urban places yang mempunyai ciri khas. Koridor Jalan Wijilan bukanlah suatu wilayah

yang baru saja tumbuh, namun telah terbentuk sejak lama dan telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Hal ini juga berpengaruh pada style bangunan yang ada di koridor Jalan Wijilan.

Bagunan dengan arsitektur tradisional yang masih eksis hingga saat ini

Bangunan-bangunan baru dengan unsur modern berpotensi untuk merubah identitas dan citra kawasan ini. Bangunan yang ada di koridor Jalan Wijilan saat ini mulai bergeser dengan masuknya bangunan-bangunan baru yang meninggalkan ciri bangunan khas Jogja padahal kawasan ini terhitung dekat dengan Kraton Jogja yang dapat disebut sebagai pusat

kebudaaan Jogja. Bangunan yang ada sejak dulu teridentifikasi menjadi 2 kelompok, yaitu bangunan tradisional perkampungan Jogja dan bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda. Sehingga, dapat dikatakan konservasi yang ada di kawasan ini belum berjalan dengan baik, dan jika tidak dikendalikan akan menghilangkan ciri khas dan makna kultural yang ada didalamnya.

Commercial - 143


Gudeg merupakan komoditas utama kegiatan perdagangan di Jalan Wijilan

Selain dari bangunannya, gudeg juga dapat dipandang sebagai suatu konoditas yang perlu mendapatkan upaya konservasi. Bukan saja karena gudeg adalah makanan tradisional khas Jogja, lebih dari itu, makanan ini telah memiliki sejarah yang panjang dalam kehidupan masyarakat Jogja dan merupakan komotidas yang memiliki potensi pengembangan yang cukup tinggi baik untuk konsumen lokal maupun pelaku pariwisata. Berbeda degan konservasi bangunan yang belum terlihat upayanya, dorongan untuk konservasi gudeg ini justru telah ada dengan penetapan koridor Jalan Wijilan sebagai sentra gudeg.

Kendati demikian, adanya sentralisasi ini tidak dibarengi dengan tumbuhnya inovasi cara berjualan ataupun inovasi komoditas gudeg itu sendiri, sehingga menumbuhkan kompetisi dan perkembangannya cenderung stagnan. Dari analisis di atas dapat dilihat bahwa Jalan Wijilan memiliki potensi yang begitu besar untuk dikembangkan sebagai koridor komersil. Hal ini utamanya didukung dari sudah adanya rekognisi dari pemerintah yaitu berupa penetapan Jalan Wijilan sebagai Sentra Gudeg Yogyakarta. Permasalahan yang dihadapi adalah sepinya pengunjung harian akibat daya tarik yang kurang.

Commercial - 144


Lesson Learned Khao San Road untuk Jalan Wijilan 1. Ramah Pejalan Kaki Kehidupan Khao San Road yang berputar dari pagi ke malam hingga pagi lagi tidak lepas dari pergerakan manusia dan kendaraan yang melintasi ruas jalan tersebut. Pada pagi dan siang hari kendaraan bermotor diperbolehkan melintas untuk satu arah yakni dari Barat ke Timur. Namun kendaraan bermotor yang diperbolehkan pun dibatasi hanya hingga roda 4 berupa mobil dan taksi. Jalan dengan lebar urang lebih 15 meter tersebut tidak memiliki batas rumaja. Namun di kanan kirinya

dimanfaatkan untuk pedagang kaki lima dan sebagainya yang menngelar dagangan. Kemudian di siang hari pun para pejalan kaki akan bercampu dengan kendaraan yang melintasinya. Mulai pukul 17.00 hingga 1.00 malam, kendaraan bermotor dilarang untuk melintas sama sekali. Hal ini berkaitan dengan adanya night market di sepanjang jalan. Pada rentang waktu tersebut, para pejalan kaki pun dapat lebih leluasa untuk menyusuri jalan sembari berbelanja atau sekedar menikmati suasana malam.

Suasana Jalan Khao San pada siang hari

Suasana night market di Jalan Khao San pada malam hari

Commercial - 145


2. Heterogenitas Komoditas Di sepanjang Jalan Khao San, komoditas yang dijual sangat beragam, meskipun dapat dilihat corak yang sama. Bangunan komersial yang ada menyediakan beragam komoditas barang dan jasa. Seperti restoran, pub, toko kelontong, toko pakaian, hingga apotek, serta hotel dan penginapan. Contohnya ketika night market, meskipun terdapat beragam komoditas yang

dijual, namun cenderung mengerucut kepada komoditas berupa pakaian dan makanan/minuman. Pada malam hari pun komersil yang lebih aktif cenderung merupakan pedagang kaki lima yang ada di sepanjang pinggir jalan. Ada pula pedagang yang malah berjualan di tengah jalan dan bercampur dengan kerumunan pejalan kaki.

Commercial - 146


3. Festival Night Market Khaosan Road hidup selama 24 jam setiap harinya. Di pagi hari, Khaosan Road berfungsi sebagai jalan pada umumnya yang berfungsi untuk mewadahi mobilitas moda transportasi. Namun, tidak semua moda transportasi bisa melewati Khaosan Road, melainkan hanya tuktuk, taksi, dan mobil. Selain sebagai jalan, Khaosan Road pada pagi hari juga masih berfungsi sebagai area komersil untuk melayani wisatawan, berupa operator wisata dan warung makan. Khaosan Road menjadi lebih ramai ketika malam hari. Sebagai salah satu destinasi wisata malam hari di Bangkok, Khaosan Road menjadi pilihan yang menarik bagi pedagang. Mulai dari pedagang pria hingga wanita memenuhi Khaosan Road dan mulai membuka lapak

mereka di jalur pejalan kaki. Jalan utama ditutup untuk kendaraan bermotor dan berubah fungsi menjadi jalur pejalan kaki. Semakin malam, Khaosan Road semakin ramai. Suara musik dari bar memenuhi setiap sudut jalan membuat kawasan ini seperti festival. Ada yang menikmati dentuman musik, ada yang mencari makanan, ada juga yang berjalan kaki dan berbelanja. Selain itu, Khaosan Road juga menjadi salah satu tempat untuk festival tahunan di Thailand, yakni Thai New Year yang dikenal dengan istilah Songkran Festival. Festival tersebut dirayakan setiap 1315 April di setiap tahunnya. Songkran festival dirayakan dengan perang air. Baik tua maupun muda turut berpartisipasi dalam festival tersebut dengan saling memercikkan air.

Commercial - 147


4. Tertutupnya Ciri Budaya Asli Selain keunggulan yang dimilikinya, Khaosan Road juga memiliki kelemahan. Kawasan yang dulunya merupakan pasar beras tersebut kemudian berkembang pesat selama 20 tahun terakhir. Khaosan Road menjadi kawasan komersil yang menjadi destinasi wisata para backpacker. Selain murah, kawasan ini juga menyediakan kehidupan malam bagi para

wisatawan, baik dalam maupun luar negeri. Khaosan road memiliki banyak bar. Musik memenuhi setiap sudut jalan. Area tersebut kemudian dikenal sebagai pusat untuk menari dan berpesta. Hal tersebut menyebabkan Khaosan Road seolah-olah kehilangan ciri-ciri khas asli budaya Thailand ditunjukkan dengan adanya banyak bar, music berbahasa inggris, serta banyaknya wisatawan luar negeri.

5. Sistem Drop-Off Dengan adanya sistem

pedestrian only yang diterapkan pada malam hari dengan night market yang notabene merupakan salah satu daya tarik utama dari Jalan Khao San itu sendiri, ditambah dengan tidak adanya area parkir kendaraan di sekitarnya, maka pengunjung yang ingin datang pun harus menggunakan kendaraan umum untuk menuju ke

Jalan Khao San tersebut. Pengunjung dapat memanfaatkan kendaraan umum yang tersedia dan dapat memenuhi kebutuhan seperti angkutan/bus umum, tuk-tuk, taksi, atau perahu yang melintas Sungai Chao Phraya yang berada tidak jauh dari Jalan Khao San dan kemudian melanjutkannya dengan berjalan kaki.

Commercial - 148


Rencana Jalan Wijilan dari hasil analisis pada bagian sebelumnya memiliki satu masalah utama yaitu kurangnya daya tarik, hal ini kami coba tingkatkan dari segi fisik pada utamanya serta non-fisik. Rencana ini berfokus pada pengembangan daya tarik serta kenyamanan. Tiga konsep besarnya adalah ramah pajalan kaki, integrasi sirkulasi, dan vibrant.

1. Ramah pejalan kaki Fokusnya adalah pada revitalisasi trotoar. Bagaimana menjadikan Jalan Wijilan nyaman untuk pejalan kaki, dengan tempat duduk, penerangan, dan vegetasi perindang. Untuk memfokuskan pada pejalan kaki juga diberlakukan pembatasan kendaraan bermotor di atas jam 4 sore.

2. Integrasi sirkulasi Merupakan integrasi jaringan transportasi umum dan

parkir dengan tempat-tempat rekreasi di sekitarnya yaitu Alunalun Kidul dan Jalan Malioboro. 3. Vibrant Dalam hal ini merupakan upaya mem-branding Jalan Wijilan dengan menciptakan suasana yang hidup. Dibentuk dengan kerjasama komunitas, yaitu pengadaan festival dengan menunjukan budaya Yogyakarta seperti tari-tarian dan musik. Selanjutnya dengan diversifikasi jenis jualan di sepanjang Jalan Wijilan, gudeg tetap menjadi komoditas utama namun jenisnya dilengkapi seiring dengan tokotoko kuliner tradisional Jawa. Yang terakhir dengan klasterisasi jenis jualan yaitu gudeg dibagian utara dan jualan lain seperti angkringan di bagian selatan.

Commercial - 149


Berikut merupakan pentahapan dari rencana Jalan Wijilan selama 5 tahun: No

Kegiatan

Tahun

Tahap Kegiatan

0

Pembebasan lahan

1

Revitalisasi Trotoar

Pembersihan

hambatan

trotoar Pembongkaran trotoar Pelebaran trotoar Pembuatan detail fasad bangunan

2

Fasad

Sosialisasi Pembangunan

Fasad

bangunan Penambahan pohon 3

Vegetasi

Penataan vegetasi Pemeliharaan vegetasi

4

Penerangan Jalan

Penambahan lampu jalan Instalasi

lampu

hias(umum)

Commercial - 150

1

2

3

4

5


Arahan

penggunaan

pernak-pernik

lampu

pada lapak pedagang Sosialisasi pedestrianisasi Penambahan rambu 5

Sirkulasi

Penetapan lokasi parkir Penyediaan

transportasi

terintegrasi Menjalin

kerjasama

dengan musisi lokal 6

Festival

Mengadakan mini-concet rutin Mengadakan

festival

makanan tradisional Penentuan

klaster

di

koridor Jalan Wijilan 7

Klasterisasi

Pembuatan Peta kluster di koridor Jalan Wijilian Sosialisasi Penempatan kios-kios FGD

dengan

perkumpulan/ persatuan 8

Inovasi

gudeg di Yogyakarta Penyusunan

kerjasama

dengan komunitas lain

Commercial - 151


3. KAWASAN PRAWIROTAMAN GAMBARAN UMUM

Lokasi Secara administratif, Kampung Prawirotaman termasuk di wilayah Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta. Posisinya berada kurang lebih 5 km dari pusat Kota Yogyakarta, dan berjarak Âą1,2 km dari Alun-alun Selatan. Di bagian Barat berbatasan dengan Jalan Parangtritis, di bagian Timur berbatasan dengan Jalan Sisingamangaraja, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Menukan. Di Kampung Prawirotaman terdapat tiga penggal jalan utama yang masing-masing diberi nama Prawirotaman I, Prawirotaman II, dan Prawirotaman III. Jalan Prawirotaman yang dikenal

secara umum sebagai kawasan wisata bagi para turis adalah Jalan Prawirotaman I, disebabkan karakternya sebagai koridor komersil yang memang nampak lebih menonjol dibanding jalan yang lain. Di jalan ini terdapat berbagai macam fasilitas pendukung kegiatan wisata bagi para turis seperti jasa penginapan, agen tour dan travel, artshop, kafe, restoran/bar, dan tempat penukaran uang. Meskipun secara sekilas memiliki fungsi dan pola bangunan yang serupa, baik penggal jalan Prawirotaman II maupun Prawirotaman III kondisinya belum sevariatif atau seramai Jalan Prawirotaman I.

Zooming/Inset

Peta Inset Jalan Prawirotaman Sumber : Google Maps

Commercial - 152


Sejarah Kampung Prawirotaman Sebelum beralih menjadi kawasan wisata dengan ragam fungsi komersil maupun jasa yang ramai dikunjungi para turis, Kampung Prawirotaman sempat dikenal luas sebagai Kampung Batik. Banyaknya lokasi usaha pembuatan batik sempat mewarnai kehidupan masyarakat di kampung ini. Barulah sekitar tahun 1970-an, trademark itu mulai meredup akibat beberapa faktor, salah satunya pencabutan subsidi mori (kain bahan) dari pemerintah yang secara finansial mengurangi

keuntungan para pembatik. Pergeseran tren busana tradisional Jawa ke busana modern, juga peralihan antara batik yang dikerjakan secara konvensional dengan batik printing yang cenderung lebih cepat dan mudah diproduksi, turut menjadi alasan utama yang menyebabkan budaya membatik hilang dari Kampung ini. Perlahan-lahan, Kampung Prawirotaman pun mulai berubah menjadi sentral wisata berbasis komersil dan jasa-jasa seperti yang kita kenal saat ini.

Sosial dan Budaya Secara umum, Kampung Prawirotaman memiliki kondisi sosial dan budaya yang tidak jauh berbeda dengan kampung-kampung lain di Yogyakarta. Masyarakat setempat masih suka bersikap ramah dan berlaku hangat dengan para pendatang, atau saling berkumpul di pekarangan rumah warga. Hanya saja,

tradisi kehidupan masyarakat Jawa yang khas seperti suka bergotong royong dan melestarikan budaya/kesenian daerah sudah tidak terlalu kental di kampung ini. Hal ini paling terlihat di bagian koridor jalan utama, dimana corak aktivitas manusia dan pelaku kegiatannya sudah banyak mengalami perubahan.

Commercial - 153


Analisis Kondisi Eksisting

Analisis Fisik Ruang Dalam analisis ini, kondisi fisik kawasan Prawirotaman akan diidentifikasi dan dianalisis menggunakan delapan elemen perancangan kota oleh Hamid Shirvani. Delapan elemen tersebut terdiri dari elemen Tata Guna Lahan (Land Use), Bentuk dan Massa  Tata Guna Lahan

Bangunan (Building and Mass Building), Ruang Terbuka (Open Space), Pendukung Kegiatan (Activity Support), Sirkulasi dan Parkir (Parking and Circulation), Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways), Konservasi (Conservation), dan Penanda (Signages).

Mayoritas penggunaan lahan (fungsi bangunan) di tepi Jalan Prawirotaman I didominasi oleh komersil dan jasa, dengan fungsi permukiman di layer berikutnya. Dominasi ini membentuk koridor ekonomi yang cukup kuat. Fungsi komersilnya pun cukup beragam, seperti kafe, restoran, minimarket, hingga warung-warung kelontong. Selain itu, masih terdapat fungsi lain seperti sekolah yang jumlahnya sedikit. Sedangkan pada Jalan Prawirotaman II, dominasi yang terbentuk adalah fungsi jasa dan permukiman. Koridor ini seperti

melengkapi fungsi koridor Jalan Prawirotaman I, dengan menyediakan lebih banyak fungsi penginapan. Ada pula pasar tradisional yang terletak di bagian ujung barat, tepatnya di tepi Jalan Parangtritis. Dilihat menurut persebarannya, baik fungsi komersil maupun jasa di kedua penggal jalan tersebut tersebar secara acak dan tidak mengumpul. Penggunaan fungsi yang campuran pun masih terlihat sedikit. Hal ini mempengaruhi sebaran aktivitas dan penggunaan ruang yang berbeda pada jam-jam tertentu.

Commercial - 154




Bentuk dan Massa Bangunan

Bentuk dan massa bangunan di Kawasan Prawirotaman tergolong bervariasi. Banyak restoran dengan gaya bangunan semi terbuka, namun tidak sedikit pula bangunan yang padat dan tertutup rapat. Koefisien dasar bangunan (KDB) di tepi koridor  Ruang Terbuka

menunjukkan intensitas yang tinggi, yakni sebesar >80%, dengan jumlah lantai dominasi sebesar 1-2 lantai. Untuk KLB rata-ratanya sebesar 0,81,6 (dinilai menggunakan range 0,8), dengan pola bangunan memanjang mengikuti jalan utama.

Commercial - 155


Persediaan ruang terbuka di Kawasan Prawirotaman masih tergolong sedikit. Beberapa diantaranya hanya berupa lapangan di depan sekolah yang tidak bisa diakses secara bebas. Ada pula sebuah lahan terbuka tidak jauh dari gapura masuk, namun memiliki kondisi fisik yang tidak memadai sekaligus tidak dapat diakses secara 

bebas karena dilingkupi oleh pagar pembatas. Di samping itu, di kawasan ini juga terdapat beberapa ruang terbengkalai yang tidak digunakan dan sebenarnya memiliki potensi untuk direvitalisasi/dikembangkan. Salah satunya terletak di tengah kawasan (bekas rumah), dan yang lain berada di ujung Jalan Prawirotaman II (bekas gedung).

Konservasi

Ditinjau dari sudut pandang konservasi, hampir secara keseluruhan bangunan di sepanjang koridor Jalan Prawirotaman sudah beralih menjadi fungsi komersil/jasa dengan gaya arsitektural modern. Bangunan bercorak Jawa sudah banyak hilang dan lokasi pembuatan kerajinan batik sudah hampir habis, terhitung tinggal dua buah galeri

(hanya berfungsi sebagai showroom) yang masih berdiri hingga saat ini. Selain itu, persebaran vegetasi sebagai salah satu komponen lingkungan di kawasan ini juga masih terhitung sedikit. Persebarannya pun kurang teratur sehingga nampak kurang harmonis dengan kepadatan bangunan yang ada.

Commercial - 156




Pendukung Kegiatan

Selain keberadaan fasilitas umum seperti tempat ibadah dan semacamnya, dalam konteksi ini, fungsi jasa (terutama penginapan) di Kawasan Prawirotaman II juga dapat berlaku sebagai pendukung kegiatan. Hal ini bisa berlaku mengingat fungsi koridor Jalan Prawirotaman I sebagai area komersil perlu didukung dengan adanya fungsi tempat singgah bagi para wisatawan, terutama turis asing



yang hendak transit di kawasan ini. Selain menambah atraksi bagi kawasan, integrasi antara keduanya (Prawirotaman I dan II) dapat menciptakan hubungan yang bersifat komplementer. Di sisi lain, keberadaan fasilitas pendukung kegiatan yang cenderung sederhana seperti tempat sampah atau TPS justru masih terbilang kurang.

Sirkulasi dan Parkir

Jika dilihat menurut arus pergerakannya, sirkulasi di koridor Jalan Prawirotaman I sudah tergolong baik. Hal ini didukung oleh pemberlakuan arus kendaraan satu arah dari barat ke timur. Hanya saja, dimensi jalan yang tergolong sempit ditambah banyaknya kendaraan yang parking on street menjadikan kawasan ini tidak cukup ramah, khususnya bagi pejalan kaki. Apabila

kondisi yang sama tetap dipertahankan, ruas jalan yang ada dimungkinkan akan sulit menampung pergerakan internal koridor akibat pemadatan fungsi komersil di sepanjang jalannya. Tempat parkir yang tergolong minim (dan hanya dimiliki oleh pihak privat) menjadi salah satu faktor utama fenomena parking on street tersebut.

Commercial - 157


Jika dilihat menurut konektivitas antar-koridor, prasarana jalan yang menghubungkan antara Prawirotaman I dan Prawirotaman II



masih terbilang kurang. Hal ini mengakibatkan interaksi antarkoridor belum terlalu kuat.

Jalur Pejalan Kaki Secara keseluruhan, kondisi ruang bagi pejalan kaki di koridor Jalan Prawirotaman tergolong buruk. Tidak ada jalur khusus seperti trotar atau garis penanda, lebar jalan yang terbilang sempit untuk berbagai pengguna jalan, kurangnya tumbuhtumbuhan peneduh, desain jalan yang tidak estetis, serta banyaknya kendaraan yang terparkir di bahu jalan membuat aktivitas para pejalan kaki cukup terganggu. Selain mengurangi kelancaran dan kenyamanan pengguna jalan, hal ini juga membahayakan kondisi para pejalan kaki. Secara tidak langsung, daya tarik kawasan ini pun ikut menurun.



Signages Signage atau penanda yang

sangat mudah dikenali dari kawasan ini adalah gapura masuk Kawasan Prawirotaman yang berlokasi di perbatasan jalan bagian barat. Selain

itu, ada pula penanda berupa plang berderet yang menunjukkan keberadaan jasa-jasa penginapan (terletak di ujung gang), serta identitas toko di beberapa muka bangunan. Penanda lain adalah arahan parkir kendaraan di beberapa area komersil, juga penanda nama jalan di gang-gang kecil. Secara umum, signage tersebut memiliki desain yang formal serta tidak terlalu menonjolkan identitas kawasan, hanya gapura masuk dan nama gang yang masih menyertakan aksara Jawa di bagian tulisannya.

Commercial - 158


Analisis Kegiatan Analisis kegiatan di kawasan ini dilakukan menurut waktu penggunaan dan pelaku kegiatannya. Hal ini berfungsi untuk melihat optimalitas pemanfaatan ruang terutama di bagian koridor jalan. Sebuah ruang yang baik tentu akan mendukung kelancaran kegiatan di

atasnya. Selain itu, penggunaan ruang yang campuran dan beragam dapat mendukung optimalisasi pemanfaatan ruang yang terbatas. Meski demikian, hal tersebut dapat juga berdampak buruk apabila pemanfaatan ruang yang terjadi tidak berkesinambungan atau tidak teratur.

Analisis Kegiatan Berdasar Waktu Ditinjau dari segi waktu, malam, seperti kafe atau bar. Walau koridor Jalan Prawirotaman terlihat demikian, beberapa jenis kegiatan memiliki tingkat keramaian paling juga mendominasi di waktu-waktu tinggi di malam hari. Hal ini terjadi yang lain seperti ditunjukkan pada karena kegiatan yang didukung tidak tabel berikut : terlalu jauh dari kegiatan wisata Dimensi Waktu Jenis Kegiatan Pagi hari Kegiatan warga banyak memusat di area pendidikan (Pengamatan dilakukan dan pasar, koridor komersil belum begitu ramai pukul 07.00-08.00 walaupun kafe dan restoran rata-rata sudah membuka WIB) tempat usahanya. Siang hari

(Pengamatan dilakukan pukul 12.00-13.00 WIB)

Sore hari

(Pengamatan dilakukan pukul 17.00-18.00 WIB) Malam hari

(Pengamatan dilakukan pukul 21.00-22.00 WIB)

Seperti halnya pada pagi hari, kegiatan warga masih banyak memusat di area pendidikan. Hanya saja pasar sudah tidak begitu ramai. Usaha restoran dan jasa travel mulai dikunjungi dengan intensitas yang masih relatif rendah. Area pendidikan mulai sepi ditinggalkan, jenis kegiatan mulai beralih ke kafe dan restoran. Pusat kegiatan malam (bar) mulai banyak dikunjungi wisatawan asing. Jenis kegiatan malam (kafe, bar) ramai dikunjungi wisatawan dengan intensitas keramaian yang sedang hingga tinggi. Kegiatan masyarakat yang bersifat lokal sudah sepi terlihat.

Potret analisis kegiatan di koridor Jalan Prawirotaman menurut dimensi waktunya Sumber : Dokumentasi kelompok

Commercial - 159


Analisis Pelaku Kegiatan Ditinjau menurut pelaku kegiatannya, terdapat beberapa perbedaan yang cukup mencolok antara wisatawan asing dengan masyarakat lokal. Wisatawan asing rata-rata memilih berkegiatan di kafe, bar, restoran, serta beberapa lokasi kegiatan jasa seperti agen tour and travel, dan tentunya di sekitar area penginapan. Sedangkan masyarakat lokal cenderung berkegiatan di area pendidikan, pasar, dan tentunya di area permukiman warga. Hanya kafe dan restoran yang terlihat ramai dikunjungi pengguna yang berbeda, baik wisatawan asing maupun pengunjung dari masyarakat Jogja sendiri. Hal tersebut wajar saja terjadi melihat fungsi yang didukung memang memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Masyarakat lokal tentu relatif enggan mengunjungi lokasi usaha seperti bar dan restoran, mengingat kebutuhan mereka lebih

mengarah pada aktivitas sehari-hari seperti mengenyam pendidikan dan bekerja yang rata-rata mengambil setting di luar kawasan. Sedangkan wisatawan asing relatif lebih sering mengunjungi tempat-tempat komersil dan jasa sesuai kebutuhan/tujuan utama mereka, yakni travelling atau berwisata. Selain itu, belum nampak adanya interaksi yang kuat antara masyarakat lokal dengan para wisatawan di Kawasan Prawirotaman. Hal ini terjadi karena ruang interaksi yang ada masih sangat kurang, baik dari segi jumlah maupun optimalitas peruntukannya. Ruang-ruang yang ada belum mampu mengakomodir kepentingan dari pelaku yang berbeda, tidak seperti layaknya kampung wisata yang cenderung mengarahkan keduanya untuk saling berinteraksi. Hal ini dapat menjadi potensi sekaligus masalah bagi Kawasan Prawirotaman.

Commercial - 160


POTENSI DAN MASALAH Berdasarkan hasil analisis kondisi fisik dan jenis kegiatan di kawasan (koridor jalan) Prawirotaman yang telah dilakukan, terdapat beberapa masalah maupun potensi yang masing-masing telah teridentifikasi untuk menjadi peluang pengembangan lebih lanjut. Masalah yang ada tentu harus dicarikan solusinya, serta potensi yang ada tentu harus ditingkatkan lagi agar Kawasan Prawirotaman dapat memberi manfaat secara optimal, baik untuk masyarakat lokal maupun bagi para wisatawan yang datang.

Masalah Kawasan Berikut adalah beberapa permasalahan yang terjadi di Kawasan Prawirotaman : 1. Sirkulasi dan Parkir Fungsi bangunan pada kawasan ini didominasi oleh jasa dan komersil, sehingga intensitas kendaraan yang melewati kawasan ini cukup tinggi ditambah dengan adanya parkir on-street di sepanjang jalan. Keadaan tersebut tidak diimbangi dengan lebar jalan yang ada, sehingga sirkulasi di kawasan ini cukup terhambat. Tidak adanya pembagian lajur yang jelas antara pedestrian dan jalan menyebabkan rendahnya tingkat keamanan bagi para pejalan kaki. Keterbatasan lahan parkir juga merupakan permasalah di kawasan

ini. Belum adanya kantong parkir dan keberadaan lahan parkir privat, belum mampu menampung para pengunjung yang ada. Akibatnya, banyak ditemui parkir on-street di kawasan ini. Parkir on-street akan menjadi permasalahan jika lebar jalan yang ada cukup sempit. 2. Kurangnya Ruang Terbuka Publik dan Vegetasi Kawasan Prawirotaman memiliki intensitas bangunan yang cukup padat, yaitu dominasi KDB lebih dari 80%. Hal inilah yang menyebabkan kurangnya ruang terbuka publik. Selain itu, minimnya jumlah vegetasi juga menjadi permasalahan di kawasan ini. Sebagai kawasan penunjang pariwisata, ruang terbuka dan vegetasi sangat diperlukan. Ruang terbuka dan vegetasi, selain berfungsi dalam menjaga kelestarian lingkungan, dapat digunakan sebagai touristattraction pada kawasan ini. 3. Belum adanya integrasi antara Prawirotaman I dan II Prawirotaman I dan II memiliki karakteristik yang sama. Namun, Prawirotaman I cenderung memiliki intensitas kegiatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Prawirotaman II. Sebagai kawasan

Commercial - 161


yang terpadu, diperlukan integrasi antar Prawirotaman I dan Prawirotaman II. 4. Minimnya fasilitas pendukung kegiatan pariwisata Sebagai kawasan dengan dominasi fungsi pendukung pariwisata seperti penginapan dan komersil yang berupa restoran, beberapa fasilitas pendukung masih belum terpenuhi dengan baik. Minimnya distribusi tempat sampah dan toilet umum menjadi permasalahan di kawasan ini. 5. Identitas kawasan Sejarah kawasan Prawirotaman dimulai dari perkampungan dimana penghuninya merupakan produsen batik. Seiring perkembangan waktu, dengan dicabutnya subsidi dari pemerintah, kawasan ini berubah menjadi kawasan pendukung pariwisata yaitu berupa jasa penginapan. Identitas kawasan sebagai kampung batik seharusnya tetap dilestarikan, mengingat hal tersebut dapat menjadi touristattraction di kawasan ini. Dibangunnya jasa dan komersil dengan arsitektur modern, perlahan membuat identitas jawa di kawasan ini semakin terdedgradasi. Diperlukan aturan yang jelas mengenai fasad bangunan, dan signage/street furniture yang dapat mempertahankan identitas kawasan Prawirotaman.

Potensi Kawasan Ketika membicarakan perkembangan Prawirotaman, kita tentu bertanya-tanya. Hal apa yang menyebabkan kawasan ini dapat menjadi seperti keadaannya

sekarang? Berikut adalah sejumlah potensi yang dimiliki oleh kawasan ini: 1. Sejarah sebagai kampung batik Menilik sejarah Prawirotaman adalah suatu hal yang menarik dilakukan. Satu hal yang tidak boleh luput kita pahami adalah, pada sekitar tahun 60-70an, Kampung Prawirotaman terkenal sebagai kampung produsen batik. Namun sayangnya, karena situasi sosial ekonomi pada tahun 70-an, usaha batik di kampung ini mulai meredup. Seiring dengan berkembangnya aktivitas pariwisata di Yogyakarta, Prawirotaman mulai beralih identitasnya menjadi kampung yang menawarkan pondokan-pondokan penginapan yang biasanya disediakan di rumah-rumah bekas lokasi produksi batik tersebut. 2. Lokasi strategis Salah satu alasan mengapa Kampung Prawirotaman sangat diminati sebagai alternatif tempat tinggal wisatawan adalah karena lokasinya yang strategis. Berjarak kuranglebih 5 km dari pusat kota, dan memiliki keterjangkauan yang baik terhadap kawasan wisata lain seperti Kraton Ngayogyakarta dan Jalan Malioboro. 3. Fungsi bangunan: Jasa pendukung pariwisata Di sepanjang Kampung Prawirotaman, mudah kita temui adanya usaha-usaha yang menawarkan barangdanjasa yang dibutuhkan oleh wisatawan. Tidak hanya hotel maupun penginapan yang terdapat di kawasan ini, namun juga bar, kafe, penyedia jasa tur, persewaan mobil, dan toko oleh-oleh menjadikan kawasan ini surganya wisatawan dengan budget murah.

Commercial - 162


RENCANA KAWASAN

Konsep dan Strategi Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting hingga ditemukan masalah dan potensi yang ada, rencana pengembangan kawasan pun disusun. Hal ini dilakukan untuk mengurangi masalah dan meningkatkan potensi tersebut supaya ruang (koridor) Jalan Prawirotaman dapat berfungsi secara optimal. Konsep Rencana : Shared Space

Street Secara garis besar, pada perencanaan kawasan Prawirotaman ini kami mengambil konsep Shared Space Street seperti yang diterapkan di Khao San Road, Bangkok. Shared Street merupakan konsep dimana ruang jalan pada sebuah kawasan digunakan secara bersama baik pengendara mobil, sepeda motor, sepeda maupun pejalan kaki tetapi tetap mengedepankan atau memprioritaskan pejalan kaki. Di Khaosan Road sendiri pada pagi hari jalannya dapat dilewati oleh kendaraan seperti mobil dan sepeda motor dan aktivitas komersilnya belum terlalu ramai sehingga jumlah pejalan kakinya juga masih cukup sedikit. Sedangkan pada sore menjelang malam hari, jalan sudah dipenuhi oleh para pejalan kaki yang berkunjung dan akses untuk kendaraan besar seperti mobil ataupun taksi ditutup. Aktivitas komersial dan jasa pada malam hari juga lebih ramai dan ditengah jalan banyak pedagang-pedagang yang berjualan. Untuk konsep rencana shared space street di kawasan Prawirotaman sendiri kami juga mengambil beberapa regulasi atau aturan dari Khaosan Road. Aturan tersebut adalah seperti pada pagi sampai sore hari, kendaraan boleh melewati Jalan Prawirotaman tetapi

harus mengedepankan pejalan kaki dan tidak boleh parking on street, pada sore sampai malam kendaraan tidak boleh lewat dan jalan hanya dikhususkan untuk pejalan kaki saja.  Strategi Penerapan : Infill, Revitalisasi Konsep tersebut diterapkan dengan dua strategi utama, yakni infill (dilakukan untuk menambahkan fungsi ruang kosong yang masih ada) dan revitalisasi (perubahan fisik untuk mengoptimalkan fungsi yang sudah ada, yakni fungsi jalan dan bangunan).  Siteplan dan Visualisasi Rencana Agar konsep rencana tersebut dapat diterapkan dengan jelas dan terarah, dibuatlah penjabaran dalam bentuk peta sekaligus visualisasi (3D) dari rencana yang sudah dirumuskan. Rencana tersebut dijelaskan menurut beberapa aspek seperti pada bagian analisis sebelumnya, yakni menggunakan elemen perancangan Teori Shirvani.  Sirkulasi Sirkulasi di Jalan Prawirotaman dijadikan satu arah menuju timur, sedangkan Jalan Gerilya yang berada di selatan Jalan Prawirotaman juga ditetapkan satu arah menuju barat sehingga didapatkan sirkulasi memutar. Dengan begitu potensi crowding di koridor komersil dapat diturunkan.  Parkir Karena parkir on street di Jalan Prawirotaman tidak dibolehkan maka dibuat sebuat tempat parkir di ujung kiri Jalan Prawirotaman. Parkir tersebut dibangun di area yang tadinya sebuah gedung besar yang tidak terpakai. Tempat parkir ini memiliki basement untuk parkir kendaraan besar seperti mobil dan

Commercial - 163


bus wisata, lantai dasar untuk parkir motor.  Pedestrian Karena konsep yang digunakan adalah shared street, maka untuk ruang pedestriannya tidak dipisahkan levelnya dari jalan. Dalam aspek kenyamanan pejalan kaki, akan

ditempatkan street furniture yang mendukung seperti tumbuhan peneduh, pergola, tempat sampah, dan tempat duduk pada beberapa titik. Berikut adalah peta rencana sirkulasi, parkir, jalur pedestrian beserta visualisasinya :

Arus kendaraan searah Arus kendaraan dua arah Rencana penambahan jalan

Rencana penambahan tempat parkir umum Rencana revitalisasi Jalan Prawirotaman (jalan utama)

Visualisasi rencana pembangunan tempat parkir

Visualisasi rencana revitalisasi Jalan Prawirotaman dengan menggunakan konsep shared street

Commercial - 164




Tata Guna Lahan Tata guna lahan di kawasan ini akan direncanakan mix used dengan dominasi fungsi perdagangan. Untuk mendukung nilai budaya dan identitasnya, akan ditepatkan juga rumah-rumah batik yang berisi galeri dan tempat pembuatan batik.  Bentuk dan Massa Bangunan Untuk memberikan ruang jalan yang lebih luas, bangunan yang ada pada layer 1 diharuskan memiliki setback kurang lebih 1 meter dari jalan dan jika membutuhkan ruang lebih besar maka dapat menambahkan jumlah lantai bangunan, tentu dengan memperhatikan keserasiannya dengan jalan.  Ruang Terbuka Rencana ruang terbuka akan diletakkan di tengah kawasan dan akan menyambungkan Jalan Prawirotaman dengan Jalan Gerilya sehingga terdapat integrasi diantara keduanya. Ruang terbuka tersebut akan berisi tempat duduk beserta tempat duduk yang dapat dipakai

pengunjung untuk beristirahat. Terdapat juga angkringan-angkringan kecil dan sebuah ruang kreatif untuk para seniman menjual ataupun memamerkan hasil seni mereka. Di ruang terbuka tersebut dapat dijadikan sebuah panggung atau tempat saat ada event-event budaya tertentu.  Konservasi Prawirotaman yang memang memiliki lokasi yang bersejarah yaitu dahulunya merupakan kawasan industri sehingga tempat-tempat pembuatan batik yang masih ada saat ini haruslah dijaga agar tidak hilang. Selain itu pada ruang terbuka yang direncanakan akan disediakan sebuah ruang kreatif untuk menampung seniman-seniman yang membuat barang-barang atau lukisan-lukisan tradisional khas Yogyakarta. Berikut adalah peta rencana tata guna lahan, bentuk dan massa, ruang terbuka, dan konservasi beserta visualisasinya :

Rencana penambahan ruang kreatif sekaligus berfungsi sebagai ruang publik yang menghubungkan dua koridor

Rencana penanaman vegetasi di tepi jalan sebagai peneduh bagi pejalan kaki sekaligus menambah harmonisasi ruang

Commercial - 165


SEBELUM

SESUDAH

SESUDAH

SESUDAH

Visualisasi rencana pembangunan ruang kreatif dan penambahan vegetasi di tengah kawasan



Signages Signage yang berupa street furniture seperti lampu, papan nama jalan, papan penunjuk jalan, ataupun gapura diharuskan memakai desain yang ditetapkan yaitu desain yang dipakai di kota Yogyakarta. Untuk signage pada bangunan-bangunan komersil yang ada disesuaikan

dengan tema atau desain bangunan tersebut.  Pendukung Kegiatan Pendukung kegiatan yang direncanakan berupa toilet umum yang eksistingnya cukup sulit ditemukan. Pendukung kegiatan lain adalah ruang terbuka, tempat sampah, dan tempat duduk yang ada untuk tempat beristirahat.

Commercial - 166


Masterplan Rencana :

- Penambahan variasi fungsi bangunan dan penandanya - Penambahan lokasi kerajinan batik sebagai ciri khas kawasan

Rencana :

- Pembangunan ruang kreatif di lahan bekas rumah tidak terpakai - Penambahan jalan akses yang menghubungkan kedua koridor Rencana : - Redesain jalan dengan konsep shared street menjadi lebih ramah pejalan kaki - Penambahan vegetasi - Penambahan street furniture dan fasilitas pendukung kegiatan wisatawan

Rencana : - Pembangunan tempat parkir di bekas gedung tidak terpakai

Rencana : - Perbaikan gapura

Rencana : - Perubahan arus jalan - Revitalisasi jalan - Penambahan vegetasi

Kondisi jalan yang direncanakan

Persimpangan jalan

Ruang terbuka publik - ruang kreatif yang ramah bagi pejalan kaki

Kondisi jalan dan bangunan nampak atas dan Kondisi jalan yang direncanakan

Commercial - 167


Penutup Dengan segala hiruk-pikuk perkembangan kota seiring dengan perjalanan zaman, nilai kebudayaan yang menjadi salah satu intisari kehidupan manusia akan dapat terus melekat dalam setiap sudut citra kota. Tentunya dengan upaya-upaya pelestarian dan dengan penyesuaian supaya tercipta keselarasan. Kota Yogyakarta dengan keistimewaan budayanya pun dapat tetap menjaga entitas tersebut. Dengan rancangan dan rencana yang kami buat untuk beberapa kawasan yang memiliki unsur budaya yang kental dan khas di empat macam bagian penting kota yakni residential area, commercial area, riverside, dan open space, tentunya harapan kami untuk Kota Yogyakarta di masa mendatang adalah dapat mempertahankan karakteristik budayanya, di samping pesatnya pertumbuhan kota. Perekonomian dapat berkembang dan memajukan kesejahteraan kota seiring dengan semakin mantapnya identitas budaya yang terjaga. Karena kehidupan sebuah kota tidak melulu soal ekonomi. Kebersahajaan identitas dan kekayaan budaya yang terjaga akan semakin mewarnai sosial masyarakat. Dengan kehidupan sosial yang terjaga pun akan dapat membawa pada kesejahteraan non-materiil bagi masyarakatnya. Dan kemajuan kota akan seimbang untuk terciptanya sebuah kota yang berhati nyaman.

Yogyakarta, November 2016 Penulis

Penutup - 168


Jogja bukan hanya sekedar kota, ia adalah sebuah kenyamanan, kedamaian, dan cinta. -Anonim

Penutup - 169


Daftar Pustaka Andayani, Theresia. 2014. Ruang Terbuka Hijau Terkendala Pembebasan Lahan. Dalam http://jogja.tribunnews.com/2014/11/27/ruang-terbuka-hijau-terkendalapembebasan-lahan Anonim. 2006. Bang Bua Canal Community Network in Bangkok : The redevelopment of 12 canal-side communities along Klong Bang Bua. Dalam http://www.codi.or.th/downloads/english/Baanmankong/ Canal_side/Bang%20Bua%20Story%20March%202006 Anonim. 2011. Baan Mankong (Secure Housing)Community Upgrading Programme of the Community Organisation Development Institute (CODI), Thailand. Dalam http://mhupa-ray.gov.in/wpcontent/uploads/2011/11/Anju%20Docs/111128%20Baan%20Mankong%20Klong% 20Bang%20Bua%20Case%20Study.pdf Anonim. 2012. One of The Top Open Spaces in Bangkok. Dalam https://www.tripadvisor.com/ShowUserReviews-g293916-d3350387r138995544-Benjakitti_Park-Bangkok.html Anonim. 2013. In Desperate Need of Open Spaces and Fresh Air. Dalam http://www.thaivisa.com/forum/topic/619385-bangkok-is-in-desperate-needof-open-spaces-and-fresh-air/ Anonim. 2013. Laporan dari Thailand - Keramahan Khas Indonesia ala Kampung Jawa di Tengah Kota Bangkok. Dalam http://news.detik.com/berita/2182890/keramahan-khas-indonesia-alakampung-jawa-di-tengah-kota-bangkok Anonim. 2013. Penataan ALun-Alun Utara Jogja Segera Dimulai. Dalam http://www.jogja.co/penataan-alun-alun-utara-jogja-segera-dimulai/ Anonim. 2015. Peluncuran “Jagalan Tlisih Telusur Kampung Pusaka” Sebagai Upaya Inovatif Melestarikan Sejarah. Dalam http://www.airasia.com/id/id/pressreleases-2015/march/ peluncuran-jagalan-tlisih-telusur-kampung-pusaka-sebagai-upaya-inovatifmelestarikan-sejarah.page Anonim. 2016. Prawirotaman Kampung Hadiah dari Keraton. Dalam http://www.njogja.co.id/kota-yogyakarta/prawirotaman/ Archer, Diane. 2010. Empowering the urban poor through community-based slum upgrading: the case of Bangkok, Thailand. Dalam http://www.isocarp.net/Data/case_studies/1648.pdf Asian Coalition for Housing Rights. 2008. A Conversation About Upgrading at Bang Bua. Dalam http://www.achr.net/upload/downloads/ file_13122013115706.pdf Badan Lingkungan Hidup. 2013. Mewujudkan Sungai Winongo Asri-1. Dalam http://blh.jogjaprov.go.id/2013/01/mewujudkan-sungai-winongo-asri-1/ Bhatkal, Tanvi, and Paula Lucci. 2015. "COMMUNITY-DRIVEN DEVELOPMENT IN THE

SLUMS: Thailand’s experience." Boonyabancha, Somsook. 2005. "Baan Mankong: Going to scale with “slum” and squatter upgrading in Thailand." Environment and Urbanization 17.1 (2005): 21-46. Community Organizations Development Institute (public organization), Community Act Network, dan Asian Coalition for Housing Rights. 2012. BAAN MANKONG at KLONG BANG BUA community guidebook. Dalam http://www.achr.net/upload/downloads/ file_13122013125418.pdf Community Organizations Development Institute (public organization). 2012. Baan

Mankong: Thailand’s City-wide, Community-Driven Slum Upgrading and Community Housing Development at National Scale. Dalam http://www.polsci.chula.ac.th/pitch/urbansea12/bmk.pdf

Daftar Pustaka - 170


Haryono, Azis Yon. Identifikasi Pola-Pola Fisik Kawasan Untuk Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman Bantaran Sungai Winongo Yogyakarta. Dalam https://www.academia.edu/5157303/IDENTIFIKASI_ POLA_POLA_FISIK_KAWASAN_UNTUK_PENINGKATAN_KUALITAS_KAWASA N_PERMUKIMAN_BANTARAN_SUNGAI_WINONGO_YOGYAKARTA Hidayah, Kurniatul. 2016. RTH Kota Kurang 2 Persen. Dalam http://jogja.tribunnews.com/2016/05/03/rth-kota-kurang-2-persen Indratno, Albertus. 2016. Benar-Benar Terjadi! 6 Kampung Ini Hanya Ada di Kawasan Kotagede. Dalam https://gudeg.net/read/8867/benar-benar-terjadi-6kampung-ini-hanya-ada-di-kawasan-kotagede-2.html Jansuttipan, Monruedee dan Sam Nathapong. 2015. Seeds of Change : The New Parks Brightening Up Bangkok. Dalam http://bk.asia-city.com/city-living/news/newparks-green-spaces-bangkok Jirasak Montip. International Tourists’ Opinions On Choosing Accommodation On Khao San Road. Master Of Arts Degree In Business English For International Communication, Srinakharinwirot University May 2009 Kasdi,Aminudin. 2013. Penyusunan Pedoman Revitalisasi Cagar Budaya. Dalam http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/wp-content/ uploads/2013/06/Aminuddin-Kasdi-MASUKAN-PENYUSUNAN-PEDOMANREVITALISASI-BCB.pdf Kim. 2009. Mengunjungi Komunitas Wong Jawa di Jantung Kota Bangkok, Thailand . Dalam http://www.jpnn.com/berita.detail-16980 Koordinator Statistik Kecamatan Banguntapan. 2015. Kecamatan Banguntapan dalam Angka 2015. Bantul: BPS Kabupaten Bantul Razak, Abdul Hamied. 2015. Airasia Kucurkan Rp965 Juta untuk Jagalan Tlisih. Dalam http://www.harianjogja.com/baca/2015/03/30/aksi-sosial-airasia-kucurkanrp965-juta-untuk-jagalan-tlisih-589720 Sheng, Yap Kioe. 2012. "Housing the poor in Asia’s globalized cities." Planning Support

Tools: Policy Analysis, Implementation and Evaluation. Proceedings of the Seventh International Conference on Informatics and Urban and Regional Planning INPUT2012: Proceedings of the Seventh International Conference on Informatics and Urban and Regional Planning INPUT2012. FrancoAngeli, 2012. Skaburskis, A., 2006. New Urbanism and Sprawl A Toronto Case Study. Journal of Planning Education and Research, 25(3), pp.233-248. Sophon, Prachakporn. 2006. Social Capital and the Government Housing Program: A Case Study of Baan Mankong Program in Bangkok. Faculty of Economics, Thammasat University Yusdani. The Life Of Javanese Moslems In Sathorn Bangkok Thailand. International Journal of Business, Economics and Law, Vol. 9, Issue 5 http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/08/menelisik-sejarah-kampung-bakpiapathuk-yogyakarta dikunjungi pada 18 Juni 2106 pukul 14.04 http://www.kompasiana.com/wardhanahendra/asyiknya-belanja-bakpia-25-langsung-dipabriknya_5516f086a33311817aba7f3d dikunjungi pada 18 Juni 2016 20.32 http://www.jogjakota.go.id/news/BAKPIA-PATHOK-JOGJA-CINDERAMATA-YANGMENGHIDUPI dikunjungi pada 18 Juni 2016 pukul 22.40 http://www.kompasiana.com/wardhanahendra/asyiknya-belanja-bakpia-25-langsung-dipabriknya_5516f086a33311817aba7f3d dikunjungi pada 18 juni 2016 pukul 21.07 http://bakpia25.com/content/article/proses-produksi dikunjungi pada 19 juni 2016 pukul 07.00 http://travel.kompas.com/read/2014/01/03/0713066/Bakpia.Buah.Tangan.Toleransi.dan.A kulturasi dikunjungi pada 19 juni 2016 pukul 07.00 http://www.bakerymagazine.com/2013/10/01/epfm-kampung-pathuk-sentra-pembuatanbakpia-di-yogyakarta/ dikunjungi pada 19 juni 2016 pukul 07.20 https://ia801302.us.archive.org/0/items/DinamikaKampungKotaPrawirotaman/buku%201 %20dinamika%20kampung%20kota.pdf http://www.njogja.co.id/kota-yogyakarta/prawirotaman/

Daftar Pustaka - 171



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.