
3 minute read
ESSAY
Saatnya Kita Membuka Mata Hati Terhadap Realita
Oleh : Faradhila Azahrah
Advertisement
Tahun baru telah dilewati bersama, bercampur dengan suka dan duka antar sesama. Lembaran baru akan dibuka dan 2020 menutup ceritanya dengan meninggalkan ribuan nyawa dalam sejarah pedih lainnya. Musuh yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, namun membunuh diam-diam membuat duka mendalam pada dunia, serta diikuti konflik baru yang muncul menghiasi tahun kelam ini.
Namun, apakah semua itu terasa buruk? 2020 mungkin dapat disebut masa kelam abad 21, tetapi tentu saja mati satu tumbuh seribu. Di balik duka tersimpan makna, hidup memang tidak akan pernah hanya menyajikan kisah indah dan bahagia selamanya, di sana kita mengenal rasa susah dan senang. Tanpa tahu rasa sakit, bagaimana kita bisa tahu rasa bahagia? Piano mungkin indah didengar dengan memainkan tuts putihnya, tapi bagaimana dengan tuts hitam yang ditekan beriringan? Akankah menjadi sebuah melodi yang indah?
Tentu! Begitu pula kita hidup, di balik rasa sakit dan pedihnya tahun lalu, selalu terselip kebaikan kecil di sana. Membuatnya sedikit getir namun tidak begitu buruk. Bagaimana rasanya menutup tahun lalu dengan kembang api seperti tahun-tahun yang lalu? Tentu saja rasanya tetap berbeda. Tidak seramai itu, berdiam diri di rumah sambil menonton televisi ataupun menatap dari balkon. Cukup sepi ya? Apapun itu, adalah yang terbaik untuk memutus kisah pandemi tak tampak ujungnya ini.
Awal 2021 sudah cukup meriah dengan munculnya kabar varian baru virus corona. Disusul oleh beberapa bencana alam dan juga kecelakaan pesawat yang tak diduga-duga, akankah 2020 part 2 sungguh terjadi? Namun pelbagai kabar baik juga tentu saja berdatangan. Vaksin virus corona telah ditemukan dan didistribusikan ke pelbagai negara di dunia, pemilihan president baru Amerika serikat dan penghapusan kebijakan Trump yang dinilai kurang pantas, serta perubahan-perubahan kecil yang terjadi pada diri kita. Sadarkah bahwa 2020 telah merubah pribadi dan diri kita? Jika dibandingkan dengan 2019 akan sangat terasa, secara tidak langsung pandemi dunia ini memupuk diri setiap individu untuk lebih memberikan rasa empati juga tekanan batin yang bukan main.
Dengan perubahan pola hidup dan cara bersosialisasi, tanpa adanya kontak fisik secara langsung, setiap individu dipaksa untuk menghindari pertemuan langsung. Segala hal pun berlangsung secara digital, mulai dari kegiatan sekolah, kantor, jual-beli, bermain, menonton dan lainnya. Dengan interaksi fisik yang minim, semua ini demi memutus rantai corona yang merajalela. Bahkan 2021 pun kondisi ini masih bertahan, walau beberapa sekolah dan kantor telah kembali buka, tetap saja pembunuh tiada pandang bulu ini sangatlah beresiko.
Suka duka 2020 jika diceritakan tidak akan ada habisnya, setiap orang akan menceritakan kisahnya masing-masing, berselang-seling dengan tawa dan air mata di setiap ucapan yang dia berikan. Pandemi belum berakhir, kesadaran masih minim, dan seakanakan Indonesia sungguh kacau balau akhirnya. Kapankah kita dapat berjabat tangan dan berpelukan kembali jika kesadaran diri sendiri saja masih kurang? Semua hal selalu dimulai dari diri sendiri. Jangan mengingatkan orang lain, kalau kita sendiri masih berjalan keluar rumah tanpa menggunakan masker dan rajin memakai hand sanitizer.
Marilah kita ambil hikmahnya, memang sangat berat yang kita lalui ini. Tidak bisa hanya diam dirumah, kita butuh makan. Anak-anak, istri juga suami pun tetap butuh makan dari tangan pemerintah. Pendidikan tidak boleh putus dan roda perekonomian harus stabil. Semuanya harus tetap selalu bergerak, jika keadaan terus begini, bisa mati kita semua.
Tapi dengan kondisi ini, kita diajarkan oleh-Nya bahwa hidup itu tidak pernah mudah, hidup tidak akan selalu simpel dan apa adanya. Harus ada darah, keringat dan air mata untuk mencapai yang namanya keberhasilan dan kebahagiaan. Berakit rakit kehulu, berenang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenangsenang kemudian. Terima kasih sebesar-besarnya atas jasa dan nyawa yang kalian pertaruhkan di baris terdepan, wahai perawat, dokter, relawan, wartawan, dan setiap orang yang telah berkontribusi demi keselamatan bangsa.