Frc5

Page 1

FRIDAY READER’S CLUB NOVEMBER/ MUHARAM | EDISI 005 GRATIS | BULETIN JUM’AT DWIMINGGUAN

Momentum Berbenah

Tahun Baru Ajang Evaluasi Diri Semua sepakat bahwa orang beruntung adalah mereka yang selalu lebih baik setiap waktunya. Tentu saja kita tak mau waktu berlalu tanpa perubahan kualitas diri. Mari kita jadikan tahun baru kali ini sebagai momentum menuju ke arah lebih baik. Evaluasi setahun kebelakang diperlukan, agar kedepannya kita tak jatuh di lubang kesalahan yang sama. Mengawali tahun baru dengan bertobat merupakan awal yang baik.

Islam, Agama Anti Korupsi Seperti apa Islam memandang korupsi? Bagaimana pula cara ampuh yang ditempuh Rasul dan para Khalifah terdahulu dalam memberantas mental korupsi di masyarakat ketika itu.

TIDAK DIBACA SAAT KHUTBAH JUM’AT BERLANGSUNG

Rhenald Kasali: Tak Ada Jalan Pintas Raih Kesuksesan


Semangat Baru

T

ahun baru telah datang. Saatnya kita merumuskan agenda-agenda akbar untuk tahun berikutnya. Tradisi tahun baru dalam Islam tentu berbeda dengan tradisi jahiliah. Bila beberapa kelompok merayakan tahun baru dengan pesta hingga larut, sebaiknya kita tidak seperti itu. Selain tak bermanfaat, perayaan tahun baru juga tidak dicontohkan Rasul. Bahkan, sebagian ulama menggolongkan perbuatan seperti itu sebagai aktivitas siasia yang harus ditinggalkan. Banyak hal yang bisa kita lakukan selain pesta. Misalnya, kembali merenungi diri akan prestasi dan kesalahan kita setahun kebelakang, alias mengevaluasi diri. Melalui kegiatan semacam ini, kita bisa memetakan potensi diri dengan lebih baik guna menghadapi tahun baru. Sehingga kualitas hidup kita akan lebih baik

FRIDAY READER’S CLUB 2 | Friday Reader’s Club

lagi. Selain itu, kita juga bisa merencanakan agenda tahunan untuk keluarga atau menetapkan capaian-capaian pribadi, misalnya “tahun ini harus berangkat umroh bersama keluarga.� Kita juga bisa merubah tata letak meja kantor, ruang keluarga, atau sekadar merapikan penampilan agar tampak fresh. Turut mengevaluasi kualitas ibadah dan keimanan kita setahun lalu juga penting. Petakanlah hal-hal apa saja yang mebuat kita lalai beribadah, kemudian tinggalkan di tahun ini. Termasuk identifikasi kegiatan ibadah favorit kita, dan pertahankan bila perlu tinggkatkan intensitasnya sekarang. Melalui momen Tahun Baru Hijriah, FRC ingin mengajak pembaca sekalian untuk samasama mengevaluasi diri. Agar aktivitas kita kedepan bisa lebih berkualitas. Karena tahun baru bagi kami adalah semangat baru. Pengurus: M Iqbal Tawakal, Rini Mulyani Sekretariat: Jl. KH. Wahid Hasyim, Gg. Babakan Baru II No. 14, Bandung Telepon: (022) 92221085 Email: fridayreadersclub@gmail.com Facebook: facebook.com/FridayRC Iklan dan Kerjasama: 08562349700 Rekening Donasi: Bank Syariah Mandiri 703.6750.655 a.n M Iqbal Tawakal Desain dan Percetakan: L-Pro Media Solution lprostuidobdg@gmail.com


TEMA UTAMA

Mari Berbenah Diri di Tahun Baru “Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan bersiaplah kalian untuk hari `aradh akbar (yaumul hisab/ hari perhitungan). Hisab itu hanya akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia.” - Umar bin Khatab (diriwayatkan oleh Tirmidzi)

S

uatu ketika seorang sahabat hendak menjual kain hasil tenunnya. Sesampainya di pasar, kain itu diamati oleh penjual kain. “Kainmu ini bagus tapi aku melihat ada beberapa cacat disini dan disini,” kata penjual kain. Mendengar penjelasan penjual kain, ia pun termenung kemudian menangis. Melihat itu penjual kain berkata, “Sahabatku, aku mengatakan dengan sebenarnya bahwa memang kainmu ada cacatnya sehingga aku tidak dapat membelinya, kalaulah karena sebab itu engkau menangis, maka biarkanlah aku tetap membeli kainmu dan membayarnya dengan harga yang pas.” Tawaran itu dijawab, “Aku tak menangis karena kain itu. Aku menangis karena aku menyangka kain yang kubuat selama berbulan-bulan itu tak ada cacatnya. Tetapi engkau ahli kain, matamu lebih jeli dan engkau melihat cacat pada kain

Tidak Dibaca Saat Khutbah Jum’at Berlangsung | 3


miliku. Aku jadi teringat akan ibadah-ibadah yang kulakukan selama bertahun-tahun ini, aku berpikir bahwa ibadahku tak ada cacatnya. Tetapi Allah lebih mengetahui, ibadahku selama ini bisa saja banyak cacatnya. Itulah yang menyebabkan aku menangis.” Lalu bagaimana dengan ibadah kita selama satu tahun kebelakang? Bisa jadi, kita merasa telah cukup dan

baik dalam beribadah tetapi justru banyak ‘cacatnya’ dihadapan Allah. Seperti pesan Umar, hendaklah kita sering mengevaluasi diri. Hal ini membantu kita memperbaiki kualitas ibadah atau amal kita di waktu-waktu berikutnya. Tak terasa kini kita telah memasuki tahun baru 1435 H. Biasanya awal tahun merupakan momen tepat guna mengevaluasi diri. Bulan Muharam dirasa sangat

Muhasabah. Merupakan kegiatan menghitung, mengkalkulasi, serta mengingat kembali amal dan dosa yang telah kita perbuat. Dengan cara menghisab diri, kita akan mendapat gambaran tentang seberapa banyak bekal yang telah kita siapkan untuk kehidupan kekal kelak. Seperti yang Allah perintahkan; “Hai, orang-orang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (AlHasyr [59] : 18).” Dengan mengetahui kondisi amal kita, harapannya kita akan semakin giat beribadah dan mulai menjauhi maksiat/ dosa. Muhasabah merupakan langkah awal bagi kita, guna memperbaiki diri. Ibaratnya kita sedang mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk kemudian kita koreksi. Seperti yang Umar katakan, kegiatan ini menjadi semacam simulasi bagi kita untuk menghadapi yaumul hisab yang sesungguhnya kelak. Muraqabah. Setelah kita mengetahui ‘potensi’ amal kita, tahap berikutnya adalah memperbaiki. Secara bahasa, muraqabah berarti pengawasan atau pantauan. Sehingga ulama banyak mengartikan istilah istilah ini sebagai suatu keyakinan yang kuat bahwa Allah senantiasa melihat, mendengar, dan mengetahui perkara yang kita lakukan. “Kondisi ketika seseorang merasakan pantauan Allah dari segala amalan yang ia lakukan, baik yang sembunyisembunyi atau yang terang-terangan,” tambah Abdullah. Pada akhirnya, melalui sikap muraqabah ini kita akan senantiasa merasakan ‘kesertaan Allah’ (ma’iyatullah) dalam setiap aktivitas yang kita lakukan. Dengan begitu, kita akan 4 | Friday Reader’s Club


pas sebagai waktu ‘perubahan’ kearah yang lebih baik. Mengingat salah satu titik balik kemenangan Islam ada pada bulan ini. Yakni, ketika Rasul diperintahkan untuk melakukan hijrah ke Madinah. Melalui semangat hijrah, tahun baru kali ini kita hendaknya sama-sama bergegas ‘berpindah’ keadaan. Semula keadaan penuh maksiat dan lalai beribadah, di tahun ini kita

segera hijrah menuju kualitas iman dan takwa yang lebih baik. Guna menuju derajat takwa yang lebih baik, tentu kita perlu strategi. Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam Tarbiyah Ruhiyah : Petunjuk Praktis Mencapai Derajat Taqwa (2012), menjelaskan langkah sederhana mengevaluasi diri agar kualitas iman tetap terjaga. Langkah ini bisa kita aplikasikan dalam ‘program evaluasi’ akhir tahun;

bergegas meninggalkan perbuatan maksiat karena malu Allah bersama kita. Cara terbaik untuk melatih diri agar senantiasa dekat dengan pengawasaan-Nya adalah dengan menjalankan perintah-Nya sebaik mungkin. Hal ini senada dengan sabda Rasul; “Wahai ghulam, peliharalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan memeliharamu. Dan peliharalah (larangan) Allah, niscaya niscaya kamu dapati Allah selalu berada di hadapanmu (HR. Tirmidzi).” Mujahadah. Terakhir adalah optimalisasi ibadah. Berakar dari kata Al-Jihad, mujahadah berarti mencurahkan segenap upaya untuk memberikan yang terbaik. Totalitas dalam berkerja dan beribadah merupakan implementasi tertinggi bagi seorang hamba kepada Maha Pencipta. Biarlah kita yang lalai beribadah dan enggan berbuat baik terlipat bersama tahun lalu yang usang. Kita jadikan masa lalu sebagai pelajaran dan batu pijakan untuk hari ini yang lebih baik. Jihad tertinggi seperti kita maklum bersama adalah perang melawan hawa nafsu. “Mujahadah adalah cerminan ruhiyah yang sehat seorang mukmin,” imbuh Abdullah. Ia menjelaskan, tanpa adanya semangat jihad seseorang akan mudah terjerumus kedalam perbuatan maksiat. Bahkan, tak jarang terjatuh kedalam lubang maksiat yang sama selama bertahun-tahun. Tahun ini! Adalah saat yang tepat bagi kita untuk memutus mata rantai kemaksiatan itu. Apakah kita tidak malu dengan Rasulullah yang senantiasa ber-mujahadah dalam hidupnya. Aisyah meriwayatkan, suatu ketika ia melihat Rasul shalat malam hingga kakinya bengkak. “Kenapa engkau menyiksa dirimu seperti itu, bukankah sudah diampuni, seluruh dosamu yang lalu dan yang akan datang,” Aisyah bertanya. Rasul menjawab, Tidak Dibaca Saat Khutbah Jum’at Berlangsung | 5


“salahkah aku bila menjadi ‘abdan syakuran (orang yang bersyukur)?” Sungguh, teladan Rasul adalah tamparan bagi kita semua. Bagaimana mungkin, orang yang bergeliman dosa seperti kita tak mau bersungguh-sungguh dalam beribadah. Melalui sinergi muhasabah, muqarabah, dan mujahadah kita songsong tahun yang lebih baik. Masa-masa keemasan dan hari-hari terbaik dalam hidup kita. Karena bisa jadi, tahun ini merupakan kesempatan terakhir kita untuk mempersiapkan bekal kehidupan sejati di akhirat kelak. Kembali Nol Mengawali tahun baru dengan taubat, kenapa tidak? Bukankah tidak ada satupun dari kita yang luput dari dosa. Bila ‘membersihkan diri’ tak rutin kita lakukan, bukan mustahil dosa semakin menumpuk. Karena itu, ada baiknya kita mengawali tahun yang baru ini dalam kondisi terbaik. Dosa, bagi Dr. Aam Amirudin dan Muhamad Arifin Ilham, adalah perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah. “Terdapat dua faktor kenapa manusia berdosa; faktor eksternal: lingkungan yang tidak bermutu dan faktor internal: menjadi budak hawa nafsu,” tulis Aam & Arifin dalam Dzikir Orang-Orang Sukses (2008). Sebisa mungkin, kita harus menjauhi dosa. Bila terjerumus, taubat adalah satu-satunya cara bagi kita untuk kembali ke ‘titik nol’. Tentu saja kita bisa bertaubat kapan saja, tak meski selalu di tahun baru. Akan tetapi, tidak ada salahnya bila kita gunakan ‘semangat hijrah’ sebagai momentum perubahan. Sebelum langkah-langkah besar kita mulai di tahun ini, alangkah baiknya bila kita benahi diri dengan bertaubat. Lalu dari mana memulainya? Aam & 6 | Friday Reader’s Club

Arifin menjelaskan bahwa taubat dan istigfar punya korelasi kuat. “Keduanya bagaikan kepingan logam.” Ketika seseorang akan bertaubat, ia harus beristighfar. Begitu juga sebaliknya, jika seseorang sedang bertaubat sesungguhnya ia sedang bertaubat. “Taubat dan istighfar sejatinya tak mungkin dipisahkan, keduanya samasama dalam rangka dzikrullah (mengingat Allah),” tandas mereka. Sejak mula manusia pertama turun ke bumi, pelajaran pertama yang kita petik adalah taubat. Kisah Nabi Adam dan Hawa merupakan contoh terbaik bagaimana kalimat istighfar menjadi sarana bertaubat. Kisahnya bisa kita simak dalam Al-A’raf [7] : 11-31, sedangkan kalimat taubat Adam & Hawa terdokumentasi padat ayat 23; “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, pasti kami termasuk orangorang rugi.” Melalui istigfar, maka pintu-pintu taubat akan dengan mudah terbuka bagi kita. Bahkan, Rasul mengajarkan kepada kita untaian kalimat dzikir yang disebut Sayyidul


Istighfar atau istilah kita “Istigfar Pembuka Ampunan”. Dengan membuka ‘gerbang’ ampunan Allah, kita sama-sama berharap tahun ini dapat kita lalui dengan penuh keberkahan sekaligus penuh kebaikan. “Bacalah sayyidul istigfar ini pada pagi dan petang dengan kesadaran sedalam-dalamnya, pasti kita akan diberikan ketenangnan

hati,” ungkap Aam & Arifin. Mari kita mengawali tahun baru dengan mengharap ampunan dan rahmat-Nya, seraya senantiasai berdzikir mengingat keagungan-Nya. Semoga Allah memasukan kita kedalam golongnan orang-yang beruntung di yaumil akhir. Amin. Sayyidul Istigfar (silakan dibaca dengan penuh keyakinan) :

“Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tak ada yang disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang menciptakan aku dan akulah hamba-Mu. Akan kutepati janjiku (kepada-Mu) dengan seluruh kemampuanku. Aku berlindung kepadaMu dari perbuatan-perbuatan yang telah kuperbuat. Aku mengakui di hadapan-Mu anugerah yang telah engkau limpahkan kepadaku. Kuakui dosa-dosaku, ampunihan dosa-dosaku karena tiada yang dapat mengampuni dosadosaku selain Engkau (HR. Bukhari).” MI-FRC Tidak Dibaca Saat Khutbah Jum’at Berlangsung | 7


“Jangan kamu makan harta di antaramu dengan cara batil dan jangan menyuap para hakim agar kamu dapat merampas bagian harta orang lain dengan cara dosa, padahal kamu menyadarinya (Al Baqarah[2]:188).�

8 | Friday Reader’s Club


ARTIKEL

Islam Anti Korupsi

A

pakah korupsi barang baru? saya rasa tidak. Perilaku korup umat manusia telah diwariskan turuntemurun selama ribuan tahun. Bahkan, saat Rasul berdakwah pun penyakit satu ini sudah mendarah daging di masyarakat Arab Jahiliyah. Perilaku yang merugikan publik ini tentu saja sangat merugikan, selain itu hal ini juga melanggar syariat. Karena mengambil (atau menerima) harta yang bukan miliknya dengan cara tidak baik. Meski produk lama, tapi istilah korupsi baru populer awal abad 19, pasca revolusi Perancis. Ketika itu kekayaan para penguasa mulai dibeberkan, sehingga semua bentuk penyimpangan mulai terungkap. Nah, penyalahgunaan wewenang guna meraup fulus ekstra ini disebut korupsi. Secara etimologis, korupsi berasal dari Bahasa Latin coruptus dengan kata kerja corrumpre yang berarti rusak atau hancur. Sehingga wajar, bila kegiatan korupsi begitu merusak dan mampu menghancurkan stabilitas ekonomi sebuah negara sekalipun. Dalam Islam jelas perilaku macam ini dilarang. Al-

Syatibi dalam Al-Mufaqat (2003), mengatakan bahwa syariat pada hakikatnya untuk menjaga kemaslahatan umat. Sedikitnya ada lima hal yang perlu dijaga dalam syariat; Hifdz ad-Din (agama), hifdz an-Nafs (jiwa), hifdz an-Nasab (keturunan), hifdz al-Mal (harta), hifdz al-‘Aql (akal/ pikiran). “Korupsi salah satu kegiatan menyimpang, karena tidak selaras dengan visi syariat dalam perkara hifdz alMal,” ungkap Al-Syatibi. Melalui korupsi, jangankan tercipta masyarakat harmonis yang ada malah anarkis. Rasul pernah mengingatkan, “barangsiapa diantara kalian yang aku serahi suatu pekerjaan, kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum atau sesuatu yang lebih kecil dari itu, maka itu adalah ghulul (korupsi/ penggelapan) yang akan ia pertanggungjawabkan kelak di hari kiamat (HR Muslim).” Dalam hadist diatas, kita bisa lihat bahwa sekecil apapun harta yang kita ambil dari jalan yang dilarang akan dihitung sebagai dosa. Istilah ghulul dalam Bahasa Arab berarti thauqun min hadid (kalung besi) akan tetapi secara harfiah berasal dari kata ghala yang bermakna akhana

Tidak Dibaca Saat Khutbah Jum’at Berlangsung | 9


(berkhianat), sehingga sering dikonotasikan dengan perilaku korup dan menyimpang. Melalui penjelasan Rasul kita jadi terang pengertian ghulul adalah kegiatan menyembunyikan atau mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya dalam sebuah pekerjaan. Istilah modernnya disebut korupsi sedangkan pelakunya kita sebut koruptor, mirip yang kotor-kotor. Dalam fikih Islam kegiatan korupsi terbagi kedalam empat golongan besar; al-Risywah (suap-menyuap), al-Khianat (penyalahgunaan wewenang), ghulul (penggelapan), al-Muksu (pemerasan). Suap dan hadiah memang berbeda tipis, tetapi keduanya perlu diperhatikan. Para ulama membatasi pembagian hadiah terutama bagi pejabat publik; Seorang pejabat, terlebih jabatan hukum, haram menerima hadiah dari orang yang sedang terkait perkara atau urusan, baik sudah terbiasa saling memberi sebelum menduduki jabatan itu ataupun tidak. Hal ini berlandas pada sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Bukhari; suatu ketika Rasul mengangkat Ibn al-‘Atbiyah sebagai pejabat pemungut zakat. Saat hendak menyerahkan zakat, ia memisahkan sebagiannya sambil berkata, “ini zakat milik negara dan ini hadiah (untukku).” Rasul bersabda, “jika engkau benar, maka apakah jika engkau duduk di rumah hadiah itu akan datang kepadamu?” Keempat perilaku korup diatas memang sangat lekat dengan kekuasaan atau 10 | Friday Reader’s Club

jabatan. Artinya, seseorang dengan jabatan yang lebih tinggi atau memiliki kekuasaan lebih berpeluang lebih besar melakukan tindakan korupsi. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan korupsi juga dilakukan oleh masyarakat biasa. Misalkan penyalanggunaan fasilitas negara, pegawai yang mangkir, atau berbuat curang saat berdagang. Beberapa tindakan korup bahkan telah melembaga, misalkan LSM atau ormas datang ke kantor Anda lalu maksa-maksa minta uang keamanan atau bentuk pemerasan lainnya. Mereka termasuk golongan al-Muksu, tindakan mereka itu adalah kegiatan ‘korupsi’ dalam bentuk lain. Seharusnya ormasormas macam itu di audit pula keuangannya oleh auditor publik, bila perlu oleh KPK. Karena kehadiran preman berkedok lembaga seperti ini sudah sangat merugikan. Solusi Rasul Guna memberantas korupsi, Islam menyajikan perangkat aturan yang holistik. Tak cuma sistem penegakan hukum berbasis sistem semata, tapi juga melalui teladan pemimpin. Berikut ini beberapa solusi mangkus berantas korupsi di zaman Rasul; (1) Sistem gaji yang layak. Kita bukanlah robot apalagi jin, aparatur negara adalah manusia biasa yang juga perlu menghidupi keluargannya. Tentu saja “gaji yang layak” ini perlu diimbangi dengan kinerja yang mumpuni juga. Karena gaji para aparat telah “layak”


maka sudah sepantasnya mereka (2) dilarang menerima hadiah dalam bentuk apapun. Suatu ketika di Khaybar, Abdullah bin Rawahah membagikan hasil bumi kepada rakyat. Setengahnya untuk orang muslim dan separo lagi untuk umat Yahudi. Lalu seorang Yahudi datang kepadanya dan memberikan perhiasan agar bagian mereka dilebihkan. Hal ini jelas ditolak oleh Abdullah dengan lantang ia berkata, “suap kalian adalah haram dan kaum muslim tidak memakannya (HR. Imam Malik).” Rasul secara tegas melarang suap-menyuap, baik itu berupa hadiah maupun tawaran kontrak lain. “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap,” sabda Rasul (HR. Abu Daud). Dalam riwayat Imam Ahmad, Rasul pernah bersabda, “hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” Setelah gaji diatur dan dilarang menerima apapun diluar itu, maka kekayaan para pejabat publik mudah dipantau. (3) Menghitung kekayaan pejabat adalah langkah berikutnya. Hal ini berhasil dilakukan oleh Umar bin Khatab, saat menjadi khalifah ia menugaskan seseorang untuk menghitung seluruh kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatan. Jika terdapat keganjilan maka yang bersangkutan diminta membuktikan bahwa harta itu halal. Bila tak sanggup, harta yang berlebih itu harus diserahkan ke Baitul Mal

(negara). Lantas apa yang terjadi bila pejabat itu tak bisa mengembalikan harta ke Baitul Mal? (4) Hukuman setimpal siap menanti bagi pelaku korup. Hukuman ini pada dasarnya sebagai bentuk pencegahan (zawaiir), sehingga tidak ada korupsi-korupsi berikutnya. Dalam Islam para pelaku korup seperti ini mendapat hukuman berupa tasyhir atau pewartaan (ketika itu diarak keliling kota), lalu disita hartanya (istilah sekarang dimiskinkan), dan mendapat hukuman kurungan (untuk beberapa kasus mendapat hukuman mati). Melalui hukuman setimpal seperti ini diharapkan menjadi shock terapy bagi para pelaku. Sehingga orang lain akan berpikir sejuta kali sebelum korupsi. (5) Terkahir adalah teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi baru berhasil bila pemimpinnya memberi contoh yang terbaik. Teladan yang dimaksud adalah pribadi yang bersih dari korupsi dan penuh amanah dalam menjalankan tugas. Bukan sekadar pribadi yang ‘anggun’ di depan televisi, apalagi cuma untuk kejar citra belaka. Para pemimpin hendaknya berbekal takwa, disamping keterampilan memimpin. Karena takwa menjaga seseorang dari pebuatan menyimpang. Bahkan Khalifah Umar pernah berkata, “apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang.” MI-FRC

Tidak Dibaca Saat Khutbah Jum’at Berlangsung | 11


SENGGANG

Rhenald Kasali :

Sukses adalah Proses

S

iapa tak kenal Prof. Rhenald Kasali Ph.D? Pengusaha sekaligus akademisi ini dikenal lewat buku-buku bestsellernya. Tak cuma itu, ia dikenal sebagai wirausahawan sukses yang banyak memotivasi orang lain untuk ikut sukses. Melalui buah karyanya, orang banyak belajar bahwa menjadi kaya bukanlah tujuan utama. Bagi Rhenald, sukses bukanlah dilihat dari kekayaan yang mereka miliki. Tetapi sejauh mana ia bisa bermanfaat bagi orang lain. Apa saja resep sukses ala Rhenald Kasali? Kemauan untuk Mandiri Kemandirian adalah pokok bagi setiap wirausahawan. Tak banyak orang yang mau ‘mandiri’. “Karena kemandiri adalah sebuah pilhan,” kata 12 | Friday Reader’s Club

Rhenald. Jika Anda ingin menjadi seorang pengusaha, berarti Anda harus mau untuk mandiri. Kemauan ini tak bisa datang begitu saja, diperlukan usaha, kerja keras, dan kerja cerdas. Pasalnya, kemampuan untuk hidup mandiri tidak dimiliki oleh setiap orang. Ada orang yang sudah terlatih untuk mandiri ada juga yang tidak. Para perantau misalnya, sedari muda mereka sudah terbiasa hidup mandiri. Jadi jangan heran, bila orang yang merantau lebih banyak punya usaha sendiri daripada mereka yang tidak. Tak Ada Jalan Pintas “Ini adalah ‘penyakit’ selalu ingin mendapat sesuatu serba cepat, padahal tidak ada yang instant dalam kesuksesan semuanya membutuhkan proses.” Banyak training, buku,


atau seminar-seminar yang dilankukan dengan tagline ‘cepat kaya’. Meski tidak sepenuhnya keliru, tapi Rhenald tidak sependapat dengan hal itu. Untuk resep yang satu ini, Rhenald sangat tegas. Baginya, kesuksesan sangat jauh dari prinsip ‘memang lotre’ alias serba instant. Tidak ada ceritanya orang sukses yang tidak berproses. Perjalanan inilah justru yang membuat seseorang semakin mantap meraih kesuksesan. “Ada yang bilang bisa sukses dalam kurun dua bulan, dua minggu, dua hari, bahkan dua menit!” Hal itu terang-terang ditolak Rhenald. Apalagi bila niat awalnya sudah ingin kaya. “Wah, repot bila sudah niatnya seperti itu,” tambahnya. Proses dan perjalanan menuju kesuksesan itulah yang hakiki. Kaya itu ada sebagai akibat kita bersungguhsungguh menekuni satu usaha. Bukan tujuan utama dalam berwirausaha. Resiko dan Peluang Seorang wirausahan sukses tak pernah bermain diarea ‘aman’. Semakin beresiko sesuatu maka hal itu akan semakin menarik bagi mereka yang berjiwa wirausahawan. “Jika ia sudah nyaman dengan zona aman, ya itu sih karyawan.” Rhenald menuturkan, biasanya semakin tinggi resiko yang akan dihadapi oleh seorang pengusaha maka semakin besar peluang dia untuk sukses. Misalkan, usaha resort didaerah terpencil, buka usaha ponsel di Papua, atau sekadar jualan kopi dan minuman saat

demo berlangsung. Tidak banyak orang yang mau membuka usaha didaerah terpencil karena terlalu beresiko. Padahal bila kita jeli, usaha yang dilakukannya akan membuka peluang pasar baru yang lebih luas. Sama halnya ketika sedang terjadi demo di kota besar. Orang-orang biasanya akan menutup warung atau toko karena takut terjadi penjarahan. Tapi, bagi penjual kopi keliling resiko seperti ini adalah peluang emas. Mengubah Sudut Pandang Rhenald berkisah tentang seorang buta yang hidup dipinggiran kota New York. Dia duduk di depan sebuah bangunan dengan secarik kertas bertuliskan, “I’m Blind Please Help!” Banyak orang berlalu lalang, tapi tak satu pun memberinya uang. Hingga seorang wanita datang kepadanya, mengambil kertas orang buta itu dan mengganti tulisannya. Setelah tulisan itu diganti, banyak orang yang membantu orang buta itu. Rezeki mengalir begitu saja, tentu orang buta itu kaget. Ia kemudian menanyakan kepada wanita yang mengganti tulisannya itu. “Apa yang kau tuliskan di kertasku?” tanya orang buta. “This is beautifull day, but I cant see,” bisik wanita itu. “Seseorang yang hanya fokus pada kekurangan dirinya akan sulit meraih kesuksesan,” tegas Rhenald. Gunakan semua potensi yang Anda miliki sekarang, jangan melihat apa yang kurang adalah

Tidak Dibaca Saat Khutbah Jum’at Berlangsung | 13


sikap optimis para pengusaha sukses. Saat Anda melihat ada kekurangan dalam diri Anda tak perlu cemas. Bersemangatlah, karena Anda masih punya sesuatu yang lain. “Mulailah dari hal yang Anda miliki dan bersyukur atas hal itu.” Seperti kisah seorang buta itu. Kesalahan fatal yang ia lakukan adalah mengeluhkan atas kondisi yang ia miliki. Dengan mengubah sudut pandang, kita akan

melihat dunia dengan cara yang lebih baik. Begitu juga dalam kesuksesan. Banyak orang besar di dunia ini yang senantiasa melihat sesuatu dengan ‘nada’ positif. Hal ini akan melahirkan optimisme dalam menjalani kehidupan. Tentu orang seperti ini, seolah tak punya ‘beban’. Setiap rintangan yang ia hadapi, akan dilalui dengan semangat juang dan keikhlasan. MI-FRC

Edisi Depan

Sempurnakan dengan Sunnah Apa yang ada di benak kita bila mendengar ibadah sunnah? Biasanya, sebagian orang akan berpikir bahwa ‘ibadah sunnah tidak dosa bila ditinggalkan’. Karena memang kerangka berpikir kebanyakan orang terbiasa dengan pengertian tentang sunnah yang keliru. Padahal, ibadah sunnah memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Makna ‘pelengkap’ pada ibadah ini sangatlah dalam. Temukan ‘pengertian’ baru tentang ibadah sunnah di edisi berikutnya.

Pembaca yang budiman. FRC adalah buletin komunitas rintisan. Dukungan Anda adalah semangat kami untuk terus berkarya. Jadilah yang pertama di halaman Facebook kami! Dukung kami dengan meng-klik tombol LIKE di halaman Facebook kami;

facebook.com/FridayRC 14 | Friday Reader’s Club

e ik L /FridayRC




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.