"I love France, but I hate the negative vibes that I've experienced here." —Nadia Rahmania Grandis, 2018
AVANT PROPOS (KATA PENGANTAR) Prancis... mendengar namanya pertama kali adalah ketika saya masih kecil, yaitu ketika ayah bercerita bahwa beliau pernah kuliah di sana. Saat itu, saya pun juga berangan-angan untuk bisa pergi ke negara tersebut. Negara yang memiliki segalanya, baik untuk jalan-jalan, kuliah, maupun bekerja. Semasa hidup, saya benar-benar mencintai Prancis sebagai rumah kedua saya, baik sebelum maupun setelah ke sana. Pada tahun 2010, 2014 dan 2018, impian tersebut pun terwujud. Namun masing-masing tahun memiliki cerita yang berbeda. Saya ingin menceritakan sekaligus membagikan setiap detail pengalaman-pengalaman yang in syaa' Allah tidak akan saya lupakan. Selain negaranya, saya juga mencintai bahasa Prancis. Kecintaan tersebut berawal dari mengikuti kursus di Institut Français d'IndonÊsie di Bandung pada tahun 2012, yaitu dua tahun setelah saya mengunjungi negara Prancis untuk pertama kalinya. Saat itu, saya masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Setahun selanjutnya, saya diterima dan mulai kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa Prancis di salah satu universitas yang lulusannya diharapkan dapat menjadi guru, dan saya lulus tahun 2017. Lulus S1 dalam tiga tahun, delapan bulan dan 20 hari benar-benar membanggakan orang-orang tercinta di sekitar saya. Selain belajar bahasa Prancis, saya juga sangat mengagumi pernak-pernik berbau Prancis, dan alhamdulillah, koleksi pernak-pernik yang saya miliki
sekarang (baik dari toko oleh-oleh di Prancis maupun yang dijual di Indonesia) sudah cukup memenuhi kamarku. Pernak-pernik yang saya miliki sangat beragam, mulai dari stationery, gantungan kunci, stiker tembok, kartu pos, bahkan bendera Prancis. Mari kita kembali ke topik yang benar-benar akan saya ceritakan, yaitu catatan kehidupan saya selama liburan (tahun 2010 dan 2014) dan kursus bahasa tingkat mahir (tahun 2018) di Prancis. Saya akan berbagi tentang kehidupan sehari-hari, kewaspadaan dan keamanan, dan lain-lain secara terpisah. Sebab saya pikir akan rumit apabila banyak kenang-kenangan yang disatukan, mengingat bahwa pada kali ketiga kunjungan ke Prancis, tidak banyak tempat yang saya kunjungi seperti di tahun 2010 dan 2014 (it was all about mall this year, hehehe). Harapan saya adalah, semoga buku ini bermanfaat buat kalian yang akan liburan dan kursus bahasa di negaranya langsung. Saya memohon maaf apabila ada kesalahan baik secara bahasa maupun informasi yang saya dapatkan sesuai ingatan. September 2018, Penulis
Part I I've been to Paris twice dan entah kenapa kota tersebut benar-benar membuat saya rindu dan saya memiliki keinginan yang sangat kuat untuk kembali lagi ke sana. Pertama kali menginjakkan kaki di sana yaitu tahun 2010, dan kami sekeluarga (orang tua, saya dan adik) menginap selama 10 hari. Kemudian tahun 2014, saya hanya bersama ayah, disusul dengan teman ayah, Om Djedi. Waktu tinggal pun 10 hari juga, tetapi setelahnya kami bertiga pergi ke Jerman (tepatnya di kota Frankfurt dan Weimar). Tahun ini, saya dan ayah pun kembali ke Prancis, namun kali ini, tetap 10 hari di Paris (2 hari pertama dan 8 hari terakhir) dan tiga pekan di kota lain, Lyon. –§– Tahun ini, saya berencana untuk studi di Prancis, namun selalu ada yang menghambat rencana yang telah saya susun. Sebelumnya, saya pun sempat berkonsultasi di Campus France cabang Bandung mengenai persyaratan yang harus saya penuhi, yaitu CV, lettre de motivation, ijazah, transkrip nilai, akta kelahiran (ketiganya dalam bentuk terjemahan bahasa Prancis) dan juga projet d'Êtudes (rencana studi). Sebenarnya saya hanya kekurangan satu persyaratan, yaitu sertifikasi bahasa DALF C1, sebab saya sangat ingin melanjutkan pendidikan S2 di Prancis di jurusan Science du Langage dengan salah satu 1
penjurusan (yaaa, sudah ada jurusan, dijuruskan lagi untuk ilmu spesifiknya), yaitu : linguistik bahasa Prancis (Linguistique française), penerjemahan (Traduction), bahasa isyarat Prancis (Langue de signes de français) atau pengajaran bahasa Prancis sebagai bahasa asing (Didactique de Français Langue Étrangère). Jurusan-jurusan yang berkaitan dengan bahasa, linguistik, dan beberapa jurusan sosial tertentu membutuhkan sertifikat DALF C1, tetapi memiliki sertifikat DELF B2 sebenarnya sudah cukup untuk kuliah (mostly di bidang lain). Campus France Bandung pun menyarankan agar saya mengikuti ujian TCF (Test de Connaissance de Français) Tout Public di kota Jakarta, yang (katanya) mengadakannya setiap bulan. Setelah bertanya kepada bagian sertifikasi lewat e-mail, ternyata jawaban yang kudapatkan adalah TCF diselenggarakan kembali di sesi April 2018. Dalam hati saya berpikir, "Loh, katanya mereka bisa TCF kapan saja, kenapa malah sama seperti di Bandung?". Saya sudah capek-capek mengumpulkan persyaratan yang sudah ada, ternyata rencana studi saya malah diperlambat, bahkan saya sampai bilang "que mon temps soit maintenant" (semoga waktuku sekarang). Ternyata, TCF yang diadakan kapan saja merupakan jenis TCF DAP (Demande d'Admission Préalable) yang dikhususkan untuk calon mahasiswa S1 di Prancis (terutama jika calon mahasiswa akan berangkat secepatnya), sedangkan untuk jenjang S2, TCF atau DELF/DALF (keduanya berjenis Tout 2
Public) merupakan persyaratan bahasa yang harus disertakan. Tak lama kemudian, salah satu guru bahasa Inggris saya semasa SMP, Mr. C, mengirimku direct message dan ternyata publikasi saya mengingatkan beliau bahwa beliau pun tak dapat memasuki bidang linguistik karena banyak faktor (yang bahkan tidak diceritakan lewat pesan tersebut), namun beliau sangat yakin bahwa saya sangat pintar di bidang tersebut. Selain itu, beliau juga berpendapat (dengan mengutip pernyataan Noam Chomsky tentang language skills) bahwa setiap manusia hanya memiliki dua keahlian berbahasa, yaitu performances dan competences, dan sangat sulit untuk orang Indonesia untuk memiliki keduanya. Terima kasih atas motivasinya, Mr. C. :) Dengan berat hati, saya akan merencanakan studi magister di tahun(-tahun) selanjutnya. Aamiin.....
Suatu hari, saya baru saja pulang ke rumah setelah menemani nenek di rumah tante saya yang berdekatan dengan rumah saya. Saya melihat ayah pulang dari kantor lebih awal dan beliau mengajakku berbicara dan memutuskan agar saya tahun ini ke Prancis tapi hanya untuk empat minggu, dan hanya untuk kursus persiapan DALF C1. Suatu keputusan yang berat bagi saya bahkan belum mampu kuterima sesaat setelah diputuskan. Entah ada masalah apa yang membuat ayahku belum mampu membayar biaya setahun di Prancis. Sedangkan bagiku, bekerja sebelum 3
S2 malah membuatku mengesampingkan pendidikan ketimbang sebaliknya. Namun yaaaa... sudahlah... saya pahami beliau dan terima saja. Akhirnya saya pun harus ikut andil dalam mencari lembaga bahasa lewat internet. Selama bulan Maret, sambil memberikan les privat, saya juga membuat segala keperluan untuk mendapatkan Visa Schengen. Pendaftaran dilakukan oleh ayah saya, dan beliau hanya meminta saya membuat pas foto terbaru saja. Jenis visa yang saya dapatkan adalah visa tourisme. Mungkin karena visa ĂŠtudiant (visa mahasiswa) dibatasi lebih lama daripada visa tourisme (visa turis). Dalam situs TLS Contact, dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk mendapatkan visa tourisme adalah: 1. Formulir aplikasi visa untuk tinggal jangka pendek yang dapat diunduh dari situs www.tlscontact.com 2. Pas foto terbaru (dibuat sekurang-kurangnya 6 bulan sebelumnya) ukuran 3,5x4,5 cm. Foto harus berwarna dengan latar belakang putih. 3. Reservasi tiket pesawat dari atau menuju Indonesia (fotocopy) 4. Asuransi perjalanan (berupa fotocopy) 5. Reservasi hotel untuk penginapan penuh (berupa fotocopy) 6. Bank statement / pernyataan bank (dokumen asli, jika dibutuhkan atau berupa fotocopy) 4
7. Sertifikat atau surat pernyataan bekerja, berupa dokumen asli, wajib diterjemahkan apabila ditulis menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Prancis 8. Slip gaji selama tiga bulan terakhir, berupa fotocopy, wajib diterjemahkan apabila ditulis menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Prancis 9. Paspor lama (yang masa berlakunya sudah habis) dan paspor baru
Kantor TLS Contact Jakarta (foto via: Google)
Proses pendaftaran untuk janji temu (rendezvous) cukup via situs TLS Contact sambil mempersiapkan dokumen-dokumen yang telah disebutkan sebelumnya. Kemudian jika kalian sudah mendaftarkan diri, kalian akan mendapatkan surat balasan berupa tanggal dan waktu janji temu di kantor TLS Contact, yaitu beralamat di: 5
TLS Contact (lantai 3) Menara Anugerah Lingkar Mega Kuningan RT.1/RW.2, Kuningan Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan, 12950 Ketika berada di kantor TLS Contact untuk mengumpulkan dokumen dan pembayaran visa, kalian tidak diperbolehkan membawa handphone, dan harus disimpan di dalam loker yang kunci lokernya telah diberikan oleh salah satu petugas TLS Contact. Setelah menyimpan handphone di loker dan menguncinya, kalian akan ambil nomor antrian, dan ketika kalian dipanggil, kalian tinggal kumpulkan dokumen dan menceritakan sedikit (dalam artian tidak terlalu detail, dan jangan sampai curhat juga, hehe) alasan kalian pergi ke Prancis untuk apa. Visa yang saya akan dapatkan adalah visa tourisme, sedangkan visa ayah saya adalah visa business. Proses pembuatan visa biasanya berlangsung selama tujuh hingga 14 hari. Setelah membayar visa, kalian wajib masuk ke bagian biometrik (khususnya bagi kalian yang sebelumnya pernah mendapatkan visa schengen tetapi belum mengajukan lagi selama empat tahun atau lebih) untuk mencetak sidik jari (fingerprint) dan pas foto. Bagaimana jika ada kekurangan dokumen? Tergantung, sih. Jika hanya tinggal print saja, kalian cukup ke kantor JNE di lantai basement Menara 6
Anugerah untuk numpang print dokumen, kecuali jika kekurangan tersebut memerlukan tanda tangan atau tanda bukti dari tempat kerja (surat pernyataan kerja) atau fakultas kampus (untuk surat pernyataan mahasiswa). Jika kasusnya seperti itu biasanya pengurus visa membutuhkan waktu lebih lama lagi.
Visa Schengen 2018
Sekarang, bagaimana mengambil kembali paspor yang sudah diberi visa? Pemberitahuan dari TLS Contact biasanya dilakukan lewat SMS, dan dapat diambil kapanpun kita mau. Namun lebih cepat diambil lebih baik. Tinggal ke TLS Contact Jakarta dan kalian tidak perlu ke bagian pengumpulan lagi. Cukup datang ke salah satu petugas yang sebelumnya memberikan kunci loker untuk menyimpan HP, dan beliau akan memberikan amplop berisi paspor yang telah diisi dengan Visa Schengen. Selama proses pembuatan Visa Schengen, saya dan ayah mencari-cari tempat kursus yang biayanya paling murah (ya walaupun dalam rupiah tetap saja sangat mahal), serta tempat tinggal. Perjuangan tersebut 7
sedikit berbeda dengan mencari universitas di Prancis, karena tujuanku ke Prancis tahun ini adalah kursus persiapan DALF C1 (sebab di Indonesia, kursus tingkat tinggi jarang diadakan karena kurangnya peminat) dan juga kursus intensif. Sebenarnya saya ingin sekali kursus di kota Paris, namun biaya tempat tinggalnya pun mahal sekali, bahkan di pinggiran (pÊriphÊrique). Akhirnya saya memutuskan untuk kursus di Lyon, di lembaga swasta bernama Lyon Bleu International (selanjutnya disebut LBI). Alasan saya pada awalnya adalah Lyon adalah tempat ayah saya kursus bahasa Prancis sebelum kuliah S2 dan S3 (beliau mengikuti kursus di École National de Travaux Publics de l'État, atau Sekolah Pekerjaan Umum Negara). Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba... saya dan ayah berangkat ke Prancis dengan maskapai Etihad tanggal 20 April jam 00:40. Hal yang perlu diingat adalah bahwa satu jam sebelumnya, kita sudah harus berada di pesawat atau biasa disebut boarding. Jalur dengan maskapai Etihad adalah Jakarta-Abu Dhabi-Paris, begitu juga sebaliknya. Selama perjalanan, kami diberikan makanan terakhir ala Indonesia, yaitu pop mie atau biasa disebut cup noodles. Kami tiba di Abu Dhabi pukul tujuh pagi dan transit selama tiga jam. Kemudian kami berangkat menuju Airport Roissy Charles-de-Gaulle, Paris, pukul sembilan pagi, dan tiba di sana pukul dua siang waktu setempat. Perbedaan waktu Prancis dan Indonesia mulai bulan April (sebenarnya sudah berlaku sejak 8
akhir Maret) adalah kurang lima jam dari waktu di Indonesia. Jika kalian ke Prancis mulai pada bulan Oktober, waktunya kurang enam jam dari waktu di Indonesia. Comme on dit souvent, en avril on avance une heure et en octobre, on recule une heure. Setibanya di Paris, kami membawa dua koper dari bagasi, kemudian membeli tiket RER B untuk pergi menuju pusat kota Paris (karena bandara internasional Prancis berlokasi di pinggiran, yaitu Tremblay-en-France), tepatnya menuju hotel. RER (réseau express régional) adalah jaringan kereta api cepat dalam satu société bernama Régie Autonome des Transports Parisiens (RATP) yang memiliki jalur yang lebih luas. Jika kalian ingin ke beberapa tempat wisata tertentu, seperti Disneyland Paris, Château de Versailles, Parc Astérix, atau Parc des Expositions, kalian akan menggunakan RER. Hampir delapan tahun yang lalu, harga tiket RER B Aéroport CDG–Paris seharga 8,5 euro, sedangkan di tahun 2014 dan sekarang, harganya menjadi 10,30 euro. Selain RER, ada beberapa transportasi umum lainnya di sekitar Paris, yaitu, métro, bus, dan tram.
9
RER di Paris
Métro di Paris
10
Bus di Paris
Noctilien (bus malam) di Paris
11
Tramway di Paris
Métro merupakan kereta bawah tanah atau dalam bahasa Inggrisnya adalah subway, dan di Paris saat ini sudah mencakup 14 jalur dan dua jalur tambahan yaitu métro 3bis dan métro 7bis. Métro merupakan alat transportasi yang sering kami gunakan, sebab menyewa mobil dan menggunakan taksi biayanya cukup mahal. Jadi, lebih baik jalan kaki dan berpindah dengan métro. Bus di Paris ada dua, yang biasa bernama Bus (beroperasi sebelum Noctilien) dan satu lagi bernama Noctilien (bus malam yang beroperasi pukul 00:30 hingga 05:30 pagi). Tram adalah kereta yang tidak berada di bawah tanah tetapi menggunakan listrik di atasnya. Tiket transportasi dapat dibeli di stasiun métro, dan ada berbagai macam paket, dan selama kami di Paris (termasuk liburan tahun 2010 dan 2014), kami biasanya membeli satu tiket (ticket T+), membeli 12
sepaket (disebut carnet) yang isinya 10 ticket T+, dan membeli tiket Paris Visite yang berdurasi 3-5 hari. Harga tiket satuan yaitu 1,90 euro (kecuali harga satuan dalam carnet) kecuali jika kita membeli tiket satuan di dalam bus (vente Ă bord de bus), yaitu 2 euro, dan berlaku untuk setiap jenis transportasi.
jalur bus di Paris
13
Jalur peta métro, RER dan tramway
Untuk bepergian ke seluruh kota di Prancis, transportasi umum yang digunakan adalah train à grande vitesse (TGV) atau disebut juga kereta cepat. TGV tersebut berada di bawah Société Nationale des Chemins de fer Français (SNCF), seperti PT Kereta Api Indonesia. Misalnya, kalian ingin pergi ke Marseille, kalian dapat memesan tiket di kantor SNCF di stasiun kereta mana saja yang ada di Paris, atau dengan aplikasi OUI SNCF yang dapat diunduh dari PlayStore atau AppStore.
14
Hôtel Campanile, Porte de Bagnollet
Tempat tinggal kami di Paris untuk dua hari adalah di Hôtel Campanile, yaitu di périphérique (pinggiran yang mengelilingi suatu kota) Paris, sebab hotel-hotel di tengah kota harganya relatif lebih mahal, dan tujuan kami tahun ini sangat berbeda dari tahuntahun sebelumnya. Tahun 2010, kami menginap di Hôtel Modern, kemudian tahun 2014 kami menginap di dua hotel berbeda, yaitu di Pavillion Villiers untuk tiga hari pertama, dan Hôtel du Théâtre untuk 7 hari selanjutnya. Lokasi hotel Campanile pun bersebelahan dengan pusat perbelanjaan Centre Commercial Bel Est. Di sana, ada supermarket Auchan, supermarket langganan ayah saya lebih dari 25 tahun yang lalu) ada beberapa restoran seperti McDonald's (dan itu jauh berbeda dengan McD di Indonesia), Nabab, Paul, Subway, dan lain-lain; dan ada juga apotek (pharmacie) yang barang dagangannya seperti Watson's dan 15
Guardian di Indonesia, namun bedanya adalah harga salah satu produk micellar water yang saya pakai, Bioderma. Di Prancis harga Bioderma adalah setengah dari harga yang dijual di Indonesia! Saya yakin harga yang dipatok di Indonesia juga termasuk harga pajak. Namun, produk Bioderma yang diedarkan di Indonesia diimpor dari Amerika (karena tulisannya Sensibio, sedangkan CrĂŠaline yang juga sama fungsinya seperti Sensibio benar-benar asli dari Prancis) Bonne idĂŠe, non ? Namun, saya tidak berani membelinya karena saya tidak mau membawa banyak liquid di pesawat. Mungkin suatu hari nanti saya dapat membuka jasa titip yang menjual drugstore skin care yang digunakan oleh orang-orang Prancis. Selain Bioderma, ada juga Nuxe, La Roche-Posay, Caudalie, dan lain-lain.
Produk Bioderma di Prancis (sumber gambar : beautyandlechic.com)
16
Keesokan harinya, kami pergi menuju Gare de Lyon untuk memastikan apakah hari Minggu (22/04) ada pemogokan pekerja SNCF atau biasa disebut la grève SNCF. Alhamdulillah, tidak ada pemogokan, sebab jika ada... tertundalah keberangkatan kami atau bahkan harus nyubuh (berangkat pagi sekali).
Gare de Lyon Place Louis-Armand, 75571 Paris, France
Gare de Lyon adalah stasiun tersibuk ketiga di Paris yang mengurus sekitar 90 juta penumpang per tahun. Kalian dapat bepergian antarkota di Prancis seperti Lyon, Grenoble, ChambĂŠry, Dijon, Aix-enProvence, bahkan Marseille. Kalian juga bisa ke Swiss, Jerman, Italia dan Spanyol lewat stasiun ini. Gare de Lyon dibangun dalam rangka Pameran Dunia atau Exposition Universelle tahun 1900. Hal unik pada bangunan bergaya klasik ini adalah menara jam yang terinspirasi dari Big Ben di London. Selain itu, 17
stasiun ini juga memiliki restoran bernama Le Train Bleu yang menyediakan berbagai macam makanan sejak 1901 untuk para penumpang yang akan bepergian (meskipun saat ini sudah ada beberapa restoran seperti PrĂŞt, Brioche DorĂŠe, atau Montreux Jazz CafĂŠ).
berpose di dekat Gare de Lyon
18
La seule photo que j'ai devant la Tour Eiffel (The only photo I have in front of the Eiffel Tower) Alamat Menara Eiffel: Champ de Mars, 5 Av. Anatole France 75007
Kemudian, kami pergi sebentar ke Trocadéro untuk melihat Menara Eiffel. Setelah berfoto, kami pergi menuju Hôtel de Ville dan sebuah mall bernama Le BHV Marais. BHV memiliki kepanjangan: Bazar de l'Hôtel de Ville. Di sana, kami melihat-lihat banyak 19
jenama terkenal seperti Longchamp, Inès de la Fressange, Karl Lagerfeld, dan lain-lain. Ada pula toko buku yang menjual novel, tourists' guide, essay karya para sastrawan atau politikus, dan beberapa stationery lucu-lucu. Namun tujuan kami di sana hanyalah untuk makan siang di La Kantine. Makanan di La Kantine sangat beragam, ada salad campur (biasanya dengan salmon atau smoked jambon), nasi, sayur-sayuran, daging, ayam, macammacam lah! Kami memutuskan untuk makan sayur (karena saya juga sudah lama tidak makan sayur) dan kami memesan salad dan minum jus jeruk. Kopi biasanya dikonsumsi orang Prancis setelah makan siang, namun ada beberapa dari mereka yang meminum anggur merah atau vin rouge.
L'HĂ´tel de Ville de Paris Alamat: Place de l'HĂ´tel de Ville, 75004 Paris, France 20
Le Bazar de l'HĂ´tel de Ville (BHV) Marais Alamat: 52, rue de Rivoli, 75189 Paris Cedex 4 Setelah makan siang, kami kembali ke hotel dan membeli makan malam di restoran Nabab, dan kami membeli burger. Kemudian saya mengemas barangbarang untuk pergi ke Lyon esok harinya. Jalan-jalan di Paris tahun ini jauh berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebelum membahas aktivitas saya di Lyon, saya akan memberikan beberapa bons plans selama kunjungan pertama dan kedua saya. Tahun-tahun sebelumnya saya mengunjungi banyak tempat turistik. 21
Arc de Triomphe
berfoto di depan Arc de Triomphe, 2010
Berfoto menggunakan selfie stick di Arc de Triomphe
22
Arc de Triomphe (de l'Étoile) merupakan salah satu monumen di Prancis yang berlokasi di ChampsÉlysÊes bagian ujung barat, di tengah Place Charlesde-Gaulle. Sebelumnya bernama Place de l'Étoile karena di sekitarnya ada banyak jalan yang jika dilihat dari langit bentuknya seperti bintang. Bangunan tersebut dilakukan pada tahun 1806 setelah kemenangan dalam pertempuran Austerlitz dan diresmikan 30 tahun kemudian, atas perintah NapolÊon Bonaparte yang bertujuan untuk menghormati jasa tentara kebesarannya. Di tempat ini pula, warga Prancis menyaksikan perayaan Revolusi Prancis (seperti perayaan 17 Agustus di Indonesia) setiap tanggal 14 Juli, upacara untuk mengenang para tentara yang gugur dalam Perang Dunia I (setiap tanggal 11 November) dan PD II (setiap tanggal 8 Mei), di mana para veteran juga diundang. Ketiga perayaan tersebut juga disaksikan secara langsung oleh Presiden Prancis. Tempat ini juga dapat dimasuki, lho! Tiket masuknya seharga 9-12 euro, dan pada musim liburan, lebih baik kalian datang lebih pagi (setidaknya pukul 09:30, karena tempat ini sangat ramai) agar kalian mendapatkan antrian pertama. Kalian juga harus dalam keadaan fit, karena untuk memasukinya harus menaiki tangga. Di dalamnya, ada monumen PD I, pameran yang berisi desain Arc de Triomphe dan toko souvenir. Setelah itu, kalian juga bisa mengunjungi atapnya untuk memotret keindahan kota Paris. 23
Arc de Triomphe juga memiliki banyak detail, yaitu nama-nama para pejuang veteran di setiap pilarnya, beberapa plakat yang salah satunya adalah pidato Charles de Gaulle (presiden pertama Prancis di Republik ke-V), enam relief (seperti lukisan tapi dalam bentuk ukiran) yang merepresentasikan saat-saat terpenting pada Revolusi Prancis dan era Napoléon dan empat patung di setiap pilarnya. Untuk menuju ke sana menggunakan métro, kalian bisa berhenti di stasiun Charles-de-Gaulle– Étoile, yaitu di ligne métro 1 (warna kuning), 2 (warna biru tua) dan 6 (warna hijau toska). La Tour Eiffel
Berfoto di spot yang jauh dari spot utama dekat Eiffel Tower, 2010
24
Berfoto di spot foto dekat dengan Eiffel Tower, di TrocadĂŠro, 2014
Saya akan menggunakan tulisan tentang menara Eiffel yang saya buat untuk caption salah satu foto yang diunggah oleh Bianglala di jejaring Instagram. Menara Eiffel merupakan ikon global Prancis dan salah satu bangunan yang terkenal di dunia yang dirancang oleh arsitek Gustave Eiffel sebagai menara pengamatan dan penyiaran radio, serta pintu masuk Exposition Universelle atau Pameran Dunia tahun 1889. Menara yang juga disebut sebagai Wanita Besi (La Dame de Fer) dibangun dalam rangka 100 tahun 25
Revolusi Prancis (La Révolution Française), yaitu keruntuhan sistem pemerintahan monarki absolut di Prancis yang pada akhirnya menjadi republik demokratik. Saat ini, pengunjung Menara Eiffel telah mencapai lebih dari 7 juta jiwa tiap tahunnya dan lebih dari 200 juta jiwa sejak pembangunannya. Menara Eiffel terlihat sangat menarik apabila dilihat pada malam hari, tetapi tahukah kalian? Para wisatawan dilarang memotretnya pada malam hari dan bersamaan dengan publikasi foto tersebut. Seperti yang ditulis dalam Brillio.net, sebuah perusahaan yang mengelola Menara Eiffel, yaitu Société d'Exploitation de la Tour Eiffel melarang keras para wisatawan untuk berfoto (apabila tujuannya untuk dipublikasikan) pada malam hari, kecuali jika ada izin dari perusahaan tersebut, sebab lampu kerlap-kerlip merupakan karya seniman sejak 1985 yang mengadakan pertunjukkan lampu menara Eiffel, salah satunya pada perayaan Revolusi Prancis tanggal 14 Juli setiap tahunnya. Untuk menuju ke sana dengan métro, kalian bisa berhenti di stasiun Bir-Hakeim apabila ingin memasuki Tour Eiffel, atau stasiun Trocadéro apabila ingin berfoto yang memperlihatkan seluruh menaranya. Keduanya berada di jalur métro nomor 6, tetapi Trocadéro juga berada di jalur nomor 9. Selain itu kalian juga dapat menggunakan RER C yang berhenti di stasiun Champ de Mars–Tour Eiffel. Voilà le moment que j'ai attendu en 2014... Monter sur la Tour Eiffel ! Kami pergi ke sana pukul 26
tiga sore untuk berfoto di TrocadĂŠro, as I said, spot yang bagus untuk berfoto dengan Menara Eiffel. Kemudian kami berjalan kaki hingga mendekati antrian menuju lift. Ada yang menyarankan agar para turis tidak menggunakan lift dan menaiki tangga, tetapi hal tersebut tergantung kekuatan fisik seseorang. Selagi masih muda, lebih baik gunakan kaki untuk berjalan demi kesehatan tubuh, setuju gak? Hehehehe... Alhamdulillah, kami pun tiba di puncak menara Eiffel, meskipun saat itu sangat ramai oleh turis. Kami melihat kota Paris menggunakan teleskop yang biaya untuk melihatnya saja sebesar 1 euro. Kami juga berfoto dan melihat-lihat sejarah ketika dibangun hingga Exposition Universelle atau Pameran Dunia tahun 1889.
27
Poster Exposition Universelle 1889 (laplaquepublicitaire.com)
Kemudian kami turun lagi menuju lantai dua untuk membeli pop corn dan sebotol air putih. Saya duduk sambil meminum air putih dan tiba-tiba seorang turis asal Maroko (namun beliau tinggal di Lyon) mengajak saya berbicara dalam bahasa Prancis. Setelah itu, kami membeli oleh-oleh dan saya berniat membelikan oleh-oleh untuk guru bahasa Inggris saya di SMA yang juga berbahasa Prancis, yaitu Miss Amiera (et bien sรปr, diberikan kepada beliau lewat adik saya). 28
Jardin et Palais du Luxembourg
Palais du Luxembourg merupakan kantor para senat Prancis yang beralamat di 15, rue de Vaugirard (6ième arrondissement), Paris. Istana tersebut dirancang oleh Salomon de Brosse dan dibangun sejak tahun 1615 hingga 1631. Berlokasi di bagian utara Jardin du Luxembourg, istana tersebut awalnya merupakan kediaman Marie de MÊdicis, ibu kandung raja Louis XIII. Istana tersebut dijadikan gedung legislatif oleh Jean Chagrin pascarevolusi Prancis sejak tahun 1799 hingga 1805, kemudian diperluas oleh Alphonse de Gisors sejak tahun 1835 hingga 1856. Istana tersebut sejak awal republik ke-V (1958– sekarang) menjadi gedung resmi Senat Republik. Untuk menuju ke sana, kalian bisa menggunakan RER B dan berhenti di stasiun Luxembourg. Di sana, kalian bisa menghirup udara segar, dan jalan-jalan atau sambil piknik di tamannya. 29
Château de Versailles
Saya dan adik di depan gerbang Château de Versailles, 2010
Luasnya taman di Istana Versailles, 2010
Istana ini dulunya merupakan tempat tinggal utama para raja Prancis dan ditempati pada masa Louis XIV tahun 1862 hingga permulaan Revolusi Prancis tahun 1789. Berlokasi sekitar 20 km (Yvelines) dari pusat kota Paris di sebelah barat daya. Saat ini, Château de Versailles merupakan salah satu warisan budaya 30
yang tercatat oleh UNESCO. Istana tersebut beralamat di Place d'Armes, 78000 Versailles, Prancis, dan untuk menuju ke sana, kalian dapat menggunakan RER C dengan tujuan akhir stasiun Versailles–Rive Gauche. Cité des Sciences et de l'Industrie
Jika kalian pernah mengunjungi pameran sains dan teknologi di Indonesia (salah satunya seperti di Kota Baru Parahyangan), maka Cité des Sciences et de l'Industrie merupakan tempat yang tepat untuk kalian, para pecinta saintek. Foto di atas diabadikan pada tahun 2010 (sebab tahun 2014 dan tahun ini saya tidak mengunjungi tempat tersebut), ketika saya dan adik saya masih berada di jenjang pendidikan SMP dan memiliki antusias terhadap saintek. Cité des Sciences et de l'Industrie diciptakan atas permintaan presiden Prancis ketiga, Valéry Giscard d'Estaing, dan dibuka secara resmi pada tahun 1986. Berlokasi di 19e arrondissement, tepatnya di Parc de la 31
Villette, tempat tersebut bertujuan agar para penduduk Prancis, terutama anak-anak dan remaja, memiliki pengetahuan di bidang saintek, penelitian dan industri. Cimétière du Père-Lachaise
Pintu masuk utama Cimétière Père-Lachaise (sumber: Wikipedia)
Cimétière du Père-Lachaise merupakan pemakaman terbesar yang berlokasi di 20e arrondissement di Paris. Nama Père-Lachaise sendiri merupakan seorang pendeta pribadi raja Louis XIV yang bernama asli François d'Aix de la Chaise. Pemakaman tersebut telah dikunjungi oleh 3,5 juta pengunjung, yang membuat tempat tersebut adalah pemakaman yang paling dikunjungi di dunia. Ada banyak orang-orang terkenal yang dimakamkan di sana, yaitu Jim Morrisson (vokalis band The Doors), Edith Piaf, Oscar Wilde, dan lain-lain. Daftar selengkapnya ada di situs Wikipedia berbahasa Prancis dengan kata kunci: Liste des personnalités 32
enterrées au cimétière du Père-Lachaise, yang artinya Daftar orang-orang terkenal yang dimakamkan di Pemakaman Père-Lachaise). Pemakaman tersebut berlokasi hampir dekat dengan hotel yang kami tempati pada tahun 2010, jadi cukup berjalan kaki untuk pergi ke sana. Tetapi jika kalian berada jauh dari 20e arrondissement, berhentilah di stasiun métro Père-Lachaise (jalur no. 2). Sacré-Cœur de Montmartre
La Basilique Sacré-Cœur de Montmartre
Sacré-Cœur de Montmartre alias Vœu National merupakan bangunan religius di titik tertinggi kota Paris, tepatnya di puncak Montmartre, 18e arrondissement. Gereja Katolik Roma tersebut dipersembahkan untuk Yesus yang berhati suci. Bangunan tersebut dirancang pada tahun 1875 oleh Paul Abadie dan diselesaikan pada tahun 1914, namun baru dikuduskan pada tahun 1919, seusai Perang Dunia 33
I. Sacré-Cœur de Montmartre merupakan monumen yang didirikan sebagai "penjara" kekalahan Prancis pada Perang Franco-Prussian pada tahun 1870 dan meletusnya La Commune pada tahun 1871. Jika kalian mengunjungi tempat ini, kalian bisa berhenti di stasiun métro Anvers (jalur no. 2) dan untuk menaikinya kalian bisa berjalan kaki atau menggunakan funiculaire. Tetapi kalian harus berhati-hati karena ada berbagai macam modus pencopetan di sana (akan dibahas pada bab selanjutnya, beberapa paragraf sebelum saya membahas tentang Lyon).
Suatu hari pada tanggal 18 Agustus 2014, kami pergi ke Montmartre untuk kedua kalinya di tahun ini, dan kami berjalan-jalan di sekitar para seniman dan seperti biasa, saya pergi ke toko oleh-oleh untuk membeli dua poster Tournée du Chat Noir (poster yang aslinya merupakan lukisan karya Théophile-Alexandre Steinien pada tahun 1896 untuk mempromosikan kabaret Le Chat Noir di Montmartre). 34
Poster TournĂŠe du Chat Noir (sumber: Wikipedia)
Kemudian, ayah menawarkan apabila saya ingin dilukis dan saya pun menerimanya, dan kami membayar lukisan potret diri saya sebesar 30 euros (sekitar Rp.450.000,00). Cukup mahal untuk lukisan dari seorang seniman jalanan, tetapi saya sangat puas dengan hasilnya.
35
MusĂŠe Rodin
Jika kalian pernah menonton film Midnight in Paris, yang dibintangi oleh Owen Wilson, kalian pasti akan melihat salah satu adegan yang berlokasi di MusĂŠe 36
Rodin. Museum ini merupakan tempat di mana karyakarya seni Auguste Rodin (1840-1917) dipamerkan. Berlokasi di 7e arrondissement di Paris, tempat tersebut menyimpan sekitar 6.800 patung, 8.000 lukisan, 10.000 foto-foto antik, dan 8.000 objek seni lainnya. Museum ini telah dikunjungi 700.000 pengunjung setiap tahunnya, dan memiliki status bangunan umum administratif (Établissement public à caractère administratif) sejak 1993. Dua patung karya Rodin yang saya sukai di dalamnya yaitu : Le Penseur (Sang pemikir) dan Le Baiser (The kiss), sesuai foto di atas. Musée du Louvre (dan sekitarnya)
Berpose di Pyramide du Louvre, 2014
37
MusĂŠe du Louvre, yang diresmikan pada tahun 1793 dengan nama Museum central des arts de la RĂŠpublique, di Istana Louvre (tempat tinggal kuno orang-orang kerajaan Prancis), saat ini merupakan museum seni dan barang-barang antik terbesar di dunia yang paling sering dikunjungi. Berlokasi di 1er arrondissement di Paris, museum ini telah memiliki lebih dari 500.000 karya seni (terhitung sejak akhir 2016) dan pada tahun 2017 telah dikunjungi sebanyak 8,1 juta pengunjung. Salah satu karya seni yang dipajang di sana adalah La Joconde yang kita kenal sebagai Monalisa, karya Leonardo da Vinci.
La Joconde / Monalisa karya da Vinci (sumber: Wikipedia)
38
Area luar Musée du Louvre atau disebut juga Esplanade adalah tempat yang cocok untuk berfoto di sekitar les Pyramides du Louvre. Untuk masuk saja antriannya sangat panjang, dan selalu ramai pengunjung. Saya baru menyadari bahwa bulan Agustus (waktu pada foto di atas) masih termasuk libur musim panas (yaaa walaupun saat itu cuacanya dingin) dan banyak sekali turis yang berkunjung. Tidak hanya di bulan Agustus saja, tempat tersebut selalu ramai oleh para pengunjung. Les Esplanades de La Défense
La Grande Arche de la Défense
Daerah La Défense adalah salah satu tempat yang wajib kalian kunjungi ketika di Paris, terutama jika kalian rindu pergi ke mall. Terletak di dekat departemen Hauts-de-Seine, La Défense merupakan daerah perbisnisan terbesar dan yang paling utama di 39
Eropa. La Grande Arche (foto di atas) merupakan monumen sekaligus bangunan perkantoran yang dirancang oleh Otto von Spreckelsen atas inisiatif presiden François Mittérand pada tahun 1985. Pembangunan dilanjutkan oleh Paul Andreu setelah kematian von Spreckelsen tahun 1987, kemudian diresmikan tahun 1989 (dalam rangka 2 abad Revolusi Prancis) dibuka pada tahun 1990. La Grande Arche merupakan "versi modern" dari Arc de Triomphe, yang memiliki panjang 108 m, lebar 107 m dan tinggi 110 m. Untuk menuju ke sana, kalian cukup berhenti di stasiun métro "La Défense" atau "Esplanade de la Défense" (jalur 1), atau menggunakan RER A di stasiun "La Défense – Grande Arche".
Pusat perbelanjaan Les Quatre Temps (sumber : fr.wikipedia.org)
Salah satu mall yang pernah saya kunjungi di sana yaitu Les Quatre Temps, di mana ada berbagai macam butik, toko elektronik, supermarket Auchan, 40
dan lain-lain, layaknya mall di Indonesia. Di seberang mall Les Quatre Temps, terdapat toko buku FNAC, supermarket dan butik Monoprix dan hotel Hilton. Institut du Monde Arabe
(sumber: http://jaimelafrance.tourisme.fr/linstitut-monde-arabe-paris/)
Institut du Monde Arabe (disingkat IMA) adalah pusat kebudayaan Arab di Paris yang berisi pameran seni, budaya, pengetahuan dan estetika negara-negara Arab. Dibuka pada 30 November 1987, IMA terletak di 5e arrondissement, dan hampir dekat dari tempat ayah saya kuliah S2-S3, yaitu daerah le campus Jussieu (1, rue des FossĂŠs-Saint-Bernard, Place Mohammed V, 75005 Paris). Apabila kalian menggunakan mĂŠtro, kalian bisa berhenti di stasiun Jussieu (jalur 7) dan jalan 550 meter melewati rue LinnĂŠ dan rue Jussieu. Pameran-pameran yang menetap (exposition 41
permanente) berada di lantai 4 yang berisi pameran tentang perluasan Islam di India, Iran dan Turki, di lantai 5 yang pameran Arab Islam dan di lantai 7 yang berisi pameran Arab sebelum tahun Hijriah.
Suatu sore di tahun 2014, saya lupa persis pada hari apa, kami pergi jalan-jalan ke daerah 5ième arrondissement dan kami mengunjungi Institut du Monde Arabe yang saat itu sedang ada pameran sementara (exposition temporaire) kereta Orient Express yang bertujuan ke Mekkah, Saudi Arabia (pameran Il était une fois l'Orient Express pada 4 April–31 Agustus 2014, dan Hajj, le pèlerinage à La Mecque pada 23 April–17 Agustus 2014). Namun, kami hanya mengunjungi toko buku karena pameran
42
tersebut akan tutup, dan ayah saya membelikan dua buku tentang Agama Islam. Prancis merupakan negara yang memisahkan Agama dan Kehidupan (disebut laïc) sejak 9 Desember 1905. Menurut undang-undang no. 2004-228 tanggal 15 Maret 2004, penggunaan atribut keagamaan dilarang di sekolah umum dan bangunan-bangunan administratif lainnya. Agama Islam merupakan agama terbesar kedua di Prancis (menurut penelitian Pew Research Center tahun 2010, dan dari Institut national d'études démographiques/INED yang menyatakan penganut Agama Islam sekitar 5-6 juta jiwa) setelah Agama Katolik. Banyak orang Prancis (sekitar 52%) yang mengaku Katolik tetapi hanya sedikit (5%) yang practice. Selain itu 35% orang Prancis mengakui tidak memiliki agama (menurut ensiklopedia Quid tahun 2012). Musée Grévin
Pintu masuk Musée Grévin (sumber: vismavieaparis.blogspot.com)
43
Musée Grévin adalah museum patung lilin seperti Madame Tussauds, tetapi museum tersebut adalah milik Alfred Grévin dan Arthur Meyer sejak tahun 1882. Para pengrajin di museum tersebut telah membuat lebih dari 200 patung lilin orang-orang terkenal, seperti Albert Einstein, Michael Jackson, Charles Aznavour, Alfred Hitchcock, Jean Reno, Céline Dion dan lain-lain. Mudah sekali menggunakan métro menuju ke sana, kalian berhenti di stasiun métro Grands Boulevards (ligne 8 atau 9).
berfoto bersama patung lilin Jean Reno dan Charles Aznavour
Musée d'Orsay Pada tahun 2014, kami mengunjungi Musée d'Orsay untuk melihat lukisan-lukisan karya (dua di antara seluruh senimannya) Vincent Van Gogh dan Claude Monet. Namun saya tidak berani memotret apapun karena takut merusak lukisan, jadi mohon maaf saya tidak memiliki foto-fotonya. Saya hanya akan menceritakan sedikit tentang Musée d'Orsay menurut bon plan lewat internet. 44
(sumber: https://hisour.com/musee-dorsay-paris-france-6852/)
Musée d'Orsay merupakan museum nasional Prancis yang diresmikan pada tahun 1986, yang terletak di 62, rue de Lille, 75007 Paris (7e arrondissement) dan dapat dijangkau dengan stasiun métro "Solférino" (jalur 12) atau RER C di stasiun "Musée d'Orsay". Sebelum dijadikan museum, tempat ini dulunya adalah stasiun kereta api (Gare d'Orsay) yang dibangun oleh Victor Laloux dari tahun 1898 hingga 1900. Museum ini merupakan salah satu museum terbesar di Eropa, yang memiliki berbagai macam karya seni, seperti lukisan, patung, fotografi, arsitektur, dan lain-lain. Karya-karya terkenal yang dipajang di Musée d'Orsay yaitu karya Édouard Manet, Edgar Degas, Paul Cézanne, Gustave Courbet, Claude Monet, Auguste Renoir, Vincent van Gogh, Henri de Toulouse-Lautrec, Paul Gauguin, dan lain-lain. Museum ini memiliki jumlah pengunjung lebih dari 3 juta sejak 2014. Tahun 2010, Musée d'Orsay disatukan dengan Musée de l'Orangerie (yang terletak di Place de la Concorde dan dijangkau dengan métro jalur 1, 8 atau 12 di stasiun Concorde).
45
Notre-Dame de Paris (dan sekitarnya)
Notre-Dame de Paris merupakan gereja katedral keuskupan agung (gereja katolik) yang terletak di sebelah timur ĂŽle de la CitĂŠ, di 4e arrondissement. Bangunan bergaya arsitektur gotik ini mulai dibangun pada tahun 1163 dan selesai pada tahun 1345. Tempat ini, selain sebagai tempat wisata, juga digunakan untuk misa. Saat ini, jumlah pengunjung telah mencapai lebih dari 20 juta per tahun dan membuat Notre-Dame de 46
Paris sebagai monumen yang paling dikunjungi di Paris dan seluruh Eropa. Dalam sejarah Prancis, gereja ini telah menjadi saksi kedatangan Sainte Couronne pada tahun 1239, tempat persucian Napoléon Bonaparte sebagai kaisar Prancis (1804), pembaptisan Henri d'Artois (bangsawan Bordeaux) tahun 1821, serta upacara pemakaman dua presiden Prancis sebelum Republik ke-V (Adolphe Thiers & Sadi Carnot) dan tiga presiden selama Republik ke-V (Charles de Gaulle, Georges Pompidou dan François Mittérand). Dalam sastra Prancis, gereja ini merupakan latar tempat dalam novel karya Victor Hugo, dengan judul yang sama seperti tempatnya. Suatu hari di tahun 2014, setelah saya dan ayah mengunjungi Institut du Monde Arabe, kami berjalan kaki di sekitar les bouquinistes au long de Seine di mana para pedagang menjual buku-buku antik, lukisanlukisan antik, dan juga gembok untuk dipasangkan di gembok cinta atau dalam bahasa Prancis les cadenas d'amour. Kami juga memotret Notre-Dame de Paris dan sekitarnya, tetapi sayangnya saya tidak menemukan Point Zéro yang terletak sekitar 50 meter dari gereja Notre-Dame. Point Zéro merupakan titik nol yang dijadikan hitungan jarak tempuh dengan kota-kota lain di Prancis. Beberapa orang percaya bahwa ketika kita berputar di Point Zéro, kita akan kembali ke Paris di tahun-tahun selanjutnya. Namun, ketika suatu saat saya akan menemukannya, saya hanya akan memotretnya dan ikut berputar tanpa memohon, hanya sekedar ajang narsis saja, hehehehe... 47
Point Zéro des Routes de France, terletak di dekat Notre-Dame de Paris
Palais de la Découverte
Pintu masuk Palais de la Découverte
Palais de la Découverte adalah museum dan pusat kebudayaan sains di pusat kota Paris, yang 48
dibangun seluas 25.000 m2 di sayap barat Grand Palais, 8e arrondissement (dapat dijangkau dengan métro jalur 1 di stasiun akhir "Champs-Élysées–Clémenceau" atau "Franklin D. Roosevelt", atau dengan RER C di stasiun akhir "Invalides"). Tempat yang telah dikunjungi 600.000 orang per tahun ini dibuka tahun 1937, dan terisi berbagai macam pameran di bidang Fisika, Kimia, Matematika, dan Biologi. Promenades au long de Seine
Setelah itu, saya meminta untuk jalan-jalan dengan kapal di sekitar sungai Seine, atau biasa disebut Une promenade sur la Seine, dengan kapal bernama Vedettes de Paris. Layanan Bateaux-Mouches lebih jauh dari area sekitar Menara Eiffel, dan dekat Pont de l'Alma, yaitu lokasi kecelakaan Putri Diana (tepatnya di terowongan menuju Pont de l'Alma) pada tahun 1997.
49
La Grande MosquĂŠe de Paris
La Grande MosquĂŠe de Paris atau Masjid Raya Paris merupakan salah satu masjid di Prancis yang terletak di 5e arrondissement yang didirikan oleh Si Kaddour Benghabrit setelah Perang Dunia I sebagai tanda terima kasih warga Prancis kepada para 50
penembak jitu muslim yang turut serta berperang melawan pendudukan pasukan Jerman. Diresmikan oleh Gaston Domergue (presiden Prancis Republik keIV) pada tahun 1926, masjid tersebut merupakan yang tertua dari seluruh masjid yang ada di Prancis. Masjid tersebut memiliki gaya arsitektur yang kebanyakan khas negara-negara Maghreb seperti Maroko, Aljazair dan Tunisia, dan memiliki minaret atau menara setinggi 33 meter.
berpose di dalam Masjid Raya dengan minaret 33 m
51
Part II : Daily Life in France Culture Shock Saya akan menjelaskan keseharian (yang tentunya sesuai pengalaman pribadi dan beberapa sumber) yang baru saya ketahui: sejarahnya, budayanya, dan lain-lain. Saya sempat mengalami cultural shock atau dalam bahasa Prancis disebut choc culturel pada tahun 2010, hingga saat ini. 1. Faire la bise
Ilustrasi faire la bise di Prancis
Salah satu pengalaman choc culturel saya adalah ketika bertemu salah satu dosen ayah saya, monsieur Michel Menvielle pada tahun 2010. Saya dan adik saya sudah terbiasa mencium tangan ketika bersalaman dengan orang-orang yang lebih tua. Ternyata di Prancis, kami tidak perlu cium tangan, dan cukup shake hands saja. Di Prancis, mereka memiliki budaya faire la bise atau cium pipi 52
kanan dan kiri (biasanya dilakukan antarwanita atau wanita dan pria). Dalam bahasa gaul, kita biasa menyebutnya cipika-cipiki, dan di Prancis, jumlahnya tergantung pada daerah provinsi, misalnya di Paris dimulai dari pipi kanan dan dilakukan dua kali. Kalian dapat melihat persentase berapa kali cipika-cipiki di berbagai daerah di Prancis dalam situs combiendebises.com dan penduduk Prancis juga dapat vote berapa kali cium dan mulai dari pipi sebelah kanan atau kiri. 2. Faire le pique-nique
(sumber gambar: pinterest.com/lafleurdujour/)
Di Prancis, piknik merupakan salah satu aktivitas di mana orang-orang duduk di atas 53
karpet di suatu taman, salah satunya di sekitar TrocadĂŠro atau di rerumputan dekat Menara Eiffel, sambil makan ringan (dalam bahasa gaul: botram), dan seringkali dilakukan pada hari Minggu. Selain di taman, piknik juga dilakukan di area yang memiliki banyak pepohonan, di area bermain anak-anak, di pantai, dan lain-lain. Secara sosio-kultural, piknik membangkitkan rasa berbagi dan keramah-tamahan, baik antarkeluarga maupun antarteman. 3. Budaya ApĂŠro
(sumber gambar: https://fr.starsinsider.com/lifestyle/216676/laperodes-francais-en-30-chiffres-cles?)
Secara bahasa, istilah apĂŠro berasal dari apĂŠritif, yaitu aktivitas makan dan minum pembuka selera makan. Makanan yang dimakan pada aktivitas ini merupakan makanan ringan, seperti amuse-bouche, kacang-kacangan (pistachio dan kacang tanah), keripik singkong, buah-buahan, kue 54
kecil, buah zaitun atau keju. Minuman ketika apĂŠro pada umumnya adalah wine, champagne, jus buah, kopi, susu atau air mineral. Ketika minum, orang-orang melakukan toast (dalam bahasa Prancis: trinquer) dengan mengatakan: "SantĂŠ !" yang artinya "Cheers!" dalam bahasa Inggris dan bermakna agar setiap orang selalu diberikan kesehatan dalam hidupnya. 4. Toko-toko tutup di hari Minggu (dan hari libur nasional/internasional) Salah satu hal yang membuat saya heran ketika liburan di Prancis adalah, kebanyakan toko tutup di hari Minggu. Bagi orang Prancis, hari Minggu merupakan waktu istirahat sambil kumpul keluarga, menetap di rumah atau piknik di taman. Jam kerja di Prancis adalah 35 jam per pekan, artinya mereka bekerja hanya lima hari (sekitar 7-8 jam per hari), baik setiap Senin hingga Jumat atau Selasa hingga Sabtu (ada beberapa toko yang tutup setiap hari Minggu dan Senin), tergantung tokonya. Jika kalian mahasiswa di Prancis, jangan harap kalian bisa, "ah... hari Minggu waktunya belanja.", hmmm... tidak bisa. Sebisa mungkin kalian harus peka apabila salah satu atau beberapa bahan makanan habis dan kalian harus berbelanja setiap kalian tiba-tiba ingat apa yang habis. Kecuali kalian tidak makan 55
sama sekali atau numpang makan di apartemen teman kalian, hehehe... Tidak hanya di hari Minggu, kebanyakan toko tutup hari libur nasional/internasional. Salah satunya ketika saya mengalami libur 1 Mei (Hari Buruh), ada penduduk Prancis yang melakukan demonstrasi buruh (bahkan sampai terjadi vandalisme), ada yang membeli Muguet du 1er mai (Lily of the Valley) untuk diberikan kepada orang tersayang, ada pula yang menetap di rumah/apartemen. Berikut hari libur di Prancis tahun 2018 (dan saya beruntung telah merasakan dua kali hari "kejepit" di bulan Mei) :
Keterangan (service-public.fr): 1 Januari: Tahun Baru Masehi
56
2 April : Senin Paskah 1 Mei : Hari Buruh Internasional 8 Mei : Peringatan Akhir Perang Dunia II 10 Mei : Kenaikan Yesus Kristus 21 Mei : Senin Pantekosta (50 hari pascapaskah) 14 Juli : Pesta Nasional Prancis (seperti 17 Agustus di Indonesia) 15 Agustus : Kenaikan Bunda Maria 1 November : Perayaan kehormatan seluruh Santa di agama Katolik (All-Saints Day) 11 November : Peringatan Akhir Perang Dunia I 25 Desember : Natal
5. Le 14 Juillet
Seperti bahasan sebelumnya, 14 Juli merupakan hari libur nasional seperti tanggal 17 Agustus di Indonesia. Namun, di Prancis, orang-orang menyebutnya Prise de la Bastille (Bastille day), yang pada tahun 1789 merupakan akhir dari sistem pemerintahan monarki absolut (la monarchie absolue). Secara hukum, perayaan tersebut baru
57
diusulkan pada tahun 1880, hampir seabad setelahnya. Saat ini, perayaan 14 Juli dilakukan di Champs-Élysées dengan cara Parade Militer terbesar (Grand défilé militaire) di hadapan Presiden Prancis, para pejabat pemerintahan dan perwakilan asing. Pada malam hari, orangorang menonton perayaan kembang api dan kerlap-kerlip lampu menara Eiffel yang sangat artistik. 6. Pemogokan dan Demonstrasi
(sumber gambar: www.corsenetinfos.corsica)
Pemogokan kerja dan demonstrasi di Prancis sudah tidak asing lagi, sudah merupakan tradisi sejak beberapa abad yang lalu. Salah satunya ketika Prise de la Bastille tahun 1789. Tahun ini saya pernah saksikan suatu demonstrasi oleh serikat para pekerja CGT (Confédération générale du travail) di Lyon, di daerah Part-Dieu. Saat itu saya menyaksikan demonstrasi oleh kumpulan para 58
pekerja (syndicat) mengenai grève SNCF (pemogokan para pekerja di perkeretaapian Prancis). Namun saya tidak berani mendekat (meskipun penasaran) karena takut terlibat hal negatif, bahkan mencoreng nama baik pribadi. Demonstrasi sekaligus pemogokan yang seringkali dilakukan oleh warga Prancis adalah beberapa dari mereka kontra terhadap undangundang ketenagakerjaan. 7. French people and social medias
(sumber gambar: cactusweb.gr)
Jika di Indonesia, para warganet memiliki akun di setiap media sosialnya, di Prancis tentu sangat berbeda. Saya pribadi punya Facebook, Instagram, LinkedIn, Path (seluruh operating-nya inactive per 18 Oktober 2018), bahkan platform seperti Blogger dan Tumblr. Ada beberapa teman saya yang berkebangsaan Prancis yang hanya dapat dihubungi via Facebook, ada juga yang hanya via LinkedIn, dan sesuai pencarian oleh Madame Kiki Siantar Huillet (Instagram: 59
@mmehuillet), pengguna Instagram di Prancis dan Indonesia itu 1:10. Artinya, tidak banyak orang Prancis yang menggunakan Instagram. Di kalangan remaja, paling banter pun Snapchat. Dalam dunia marketing, mempromosikan barang dan jasa lewat media sosial pun pasti lewat Facebook atau Google, dua platform yang sudah pasti digunakan banyak orang. Makanan dan Minuman di Prancis Dari segi makanan, kami tetap menjaga makanan halal. Di Paris dan Lyon, ada beberapa tempat yang menurut saya sangat direkomendasikan untuk makan, yaitu: 1. PAUL Pâtisserie
Berfoto di depan toko roti dan kue PAUL La DĂŠfense
PAUL merupakan bakery sekaligus cafe di Prancis yang didirikan tahun 1889 di kota Croix, Hauts-de-France, oleh Charlemagne 60
Mayot. Saat ini, PAUL di-manage oleh Groupe Holder (berkat pernikahan cucunya Charlemagne Mayot dengan seorang pastry chef, Julien Holder), yang juga me-manage LadurĂŠe. Saya sudah mengenal dan mencicipi berbagai macam roti yang dibuat oleh PAUL, sejak tahun 2010, dan mereka memang memiliki cita rasa terbaik yang belum pernah ada di manapun. Saya sangat suka dua macam viennoiseries seperti croissant dan pain au chocolat buatan PAUL. Untuk minumannya, saya rekomendasikan chocolat chaud alias cokelat hangat, atau cafĂŠ serrĂŠ-nya (seukuran espresso).
61
Di Indonesia, saya baru melihat satu cabang, yaitu di Plaza Indonesia dan tempatnya terlihat lebih chic, sedangkan di Prancis terlihat sangat sederhana. Namun, saya tidak akan membandingkannya, karena mungkin sama saja suasananya. Semoga suatu hari nanti saya juga mencicipi viennoiseries dan kopi buatan PAUL yang ada di Indonesia. Berikut beberapa alamat toko yang berada di Paris dan juga Lyon: • Forum des Halles, 6 Rue Berger, 75001 Paris • 89-91 Rue Saint Antoine, 75004 Paris • 14 Boulevard Saint-Michel, 75006 Paris • 63 Rue Montorgueil, 75002 Paris • 78-84 Avenue des Champs-Élysées, 75008 Paris • 21 Rue de Buci, 75006 Paris • 25 Avenue de l'Opéra, 75001 Paris • 49 bis Avenue Franklin Delano Roosevelt, 75008 Paris • Les Galeries Gourmandes, 2 Place de la Porte Maillot, 75017 Paris • 1918 Place du Trocadéro et du 11 Novembre, 75010 Paris • 168 Rue Montmartre, 75002 Paris • 5 Rue du Havre, 75008 Paris 62
• • • • • • • • •
• • • • • • • •
106 Rue de Rennes, 75006 Paris 12 Rue de Dunkerque, 75010 Paris Tours Gamma, 193 Rue de Bercy, 75012 Paris Paris Gare de Lyon, Rue de Chalon, 75012 Paris 13 Rue Intérieure, 75008 Paris 7-9 Place Denfert-Rochereau, 75014 Paris 17 Boulevard de Vaugirard, 75015 Paris Centre Commercial Italie 2, Avenue d'Italie, 75013 Paris Parc des Expositions Porte de Versailles, Boulevard Lefebvre, 75015 Paris 7 Rue de la République, 69001 Lyon 5 Rue de Brest, 69002 Lyon 64 Avenue des Frères Lumière, 69008 Lyon Gare de Lyon-Perrache, 14 Cours de Verdun Gensoul, 69002 Lyon Gare de Lyon Part-Dieu, 69003 Lyon Centre Commercial La Part-Dieu, 17 Rue du Dr Bouchut, 69003 Lyon Ampère Victor Hugo, 14 Rue de Remparts d'Ainay, 69002 Lyon 2 Rue des Aqueducs, 69005 Lyon 63
•
• • •
Pôle de Commerces et de Loisirs de Confluence, 112 Cours Charlemagne, 69002 Lyon 8 Place Saint-Paul, 69005 Lyon Sève – Les Halles Paul Bocuse, 102 Cours Lafayette, 69003 Lyon Aushopping Dardilly Porte de Lyon, 9 Avenue de la Porte de Lyon, 69570 Dardilly
2. Bonne Journée
Bonne Journée (secara bahasa berarti "semoga harimu menyenangkan") merupakan salah satu boulangerie yang pernah saya kunjungi selama di Paris untuk sarapan atau hanya sekedar minum chocolat chaud. Dari seluruh cafe dan bakery yang pernah saya cicipi cokelat hangatnya, di sini bisa langsung diminum tanpa merasakan terbakarnya lidah 64
karena air panas (hangatnya lebih pas). Selain itu saya tidak merasakan panasnya coffee cup karena airnya benar-benar pas hangatnya. Saya pernah membeli minumannya di stasiun métro jalur 1 Charles-de-Gaulle–Étoile dan Bastille. 3. Brioche Dorée
Brioche Dorée didirikan oleh Louis le Duff pada tahun 1976 di Brest dan saat ini telah memiliki sekitar 300 cabang di Prancis. Toko ini menawarkan pastry, bakery dan sandwich serta aneka kopi dan jus jeruk. Di Paris, saya pertama kali mencobanya ketika 65
akan berangkat menuju Lyon, tepatnya di stasiun Gare de Lyon. Di Lyon pun juga ada di area Bellecour. Saya membeli croissant atau pain au chocolat sebagai sarapan, dan salmon sandwich sebagai makan siang. Bosan? Tentu tidak. Sebab typical lunch di Prancis itu sandwich. Kadang saya hanya memakannya setengah porsi, kemudian dilanjutkan di malam hari sebagai dîner. Jika kalian ingin aman, lebih baik memilih tuna atau salmon sandwich. 4. Ladurée
Ladurée merupakan perusahaan pastry yang didirikan di Paris pada tahun 1862 oleh Louis Ernest Ladurée. Produk yang paling terkenal di toko ini adalah macaron. Berawal sebagai boulangerie, Ladurée berlokasi di daerah perbisnisan di rue Royale, quartier Madeleine, 8e arrondissement. Toko roti Ladurée dibangun kembali dan sekaligus menjadi pâtisserie (pastry shop) setelah terjadi kebakaran di tahun 1871, dengan bantuan Jules Chéret di bagian dekorasi. Selama 66
Kekaisaran Kedua (sistem pemerintahan Prancis tahun 1852-1870), menantu pendiri Ladurée (Jeanne Souchard) menggabungkan Parisian coffee shop dengan pastry shop di perusahaan ini dan tahun 1930, Pierre Desfontaines (sepupu pendiri Ladurée) mendirikan ruang tamu (dalam bahasa Prancis: salon) sebagai lounge area Ladurée. Pada tahun 1993, Ladurée pun dibeli dan diperluas oleh keluarga Holder yang juga memanage toko roti PAUL. Mereka menghasilkan keuntungan sebesar 15,7 juta francs dan memperkerjakan 45 orang. Tiga tahun kemudian pun bertambah 140 orang pekerja dengan keuntungan 24 juta francs di mana Pierre Hermé menjadi pastry chef Ladurée sebelum memiliki perusahaannya sendiri (Pierre Hermé pâtisserie). Tidak hanya bakery dan pastry, saat ini Ladurée juga mengeluarkan produk cokelat batang (dengan nama Les Marquis de Ladurée), kosmetik (kerjasama dengan Sephora dan Albion), gantungan kunci, serta pakaian bayi (atas kerjasama dengan butik La Redoute). Tak heran, Ladurée juga menjadi salah satu oleh-oleh khas Prancis yang sering dikunjungi oleh para turis, terutama dari benua Asia dan Amerika.
67
Have I tasted it? Yes, once, and it was the BEST macarons I've ever tasted! Rasanya pas di lidah, terutama takaran gulanya. Jika dibandingkan dengan yang buatan Indonesia, Ladurée tetaplah yang terbaik meskipun saya sudah menemukan pastry di Bandung yang juga macaron-nya enak, yaitu Tortens. Bagi saya keduanya sama-sama enak. :) Alamat Ladurée di Paris: • Ladurée Siège (Kantor Pusat) : 4143 Rue de Varenne, 75007 Paris • Ladurée Paris Royale: 16-18 Rue Royale, 75008 Paris • Ladurée Paris Champs-Élysées: 75 Avenue des Champs-Élysées, 75008 68
• • • • • • • •
Paris Ladurée Paris Bonaparte: 21 Rue Bonaparte, 75006 Paris Le Macaron Ladurée Paris: 14 Rue de Castiglione, 75001 Paris Ladurée Beaugrenelle: 16 Rue Linois, 75015 Paris Ladurée Paris au Printemps: 62 Boulevard Haussmann, 75009 Paris Ladurée Paris le Bar: 13 Rue Lincoln, 75008 Paris Ladurée Paris Thé & Beauté: 232 Rue de Rivoli, 75001 Paris Ladurée Rue Cler: 47 Rue Cler, 75007 Paris Ladurée Caroussel du Louvre: 99 Rue de Rivoli, 75001 Paris
5. La Kantine BHV Marais
Tahun ini merupakan kali pertama saya mengunjungi sebuah mall di Paris bernama le 69
BHV Marais (55 Rue de la Verrerie, 75004 Paris). Selain menyediakan home deco, butik, kosmetik, parfum, toko buku, alat tulis kantor dan alat elektronik, tempat ini juga memiliki restoran bernama La Kantine. Di sana tersedia aneka salad, mini baguette, nasi, poultry and meat, keju khas Prancis, bottle juice, air mineral dan juga red wine. Saya sangat suka memesan salad dengan grilled salmon.
Again and again, sebagai seorang muslim, lebih baik mencari lauk yang berasal 70
dari laut, sebab meskipun saya lebih doyan poultry, saya khawatir jika pada saat pemotongan, pisaunya digunakan bersamaan dengan memotong daging babi, hiiiiiiyyy... jadi makan serba ikan lebih aman. Selain itu, alhamdulillah saya akhirnya mengonsumsi nasi (foto di atas) setelah tiga pekan di Lyon sebelum akhirnya membeli nasi kuning untuk berbuka puasa di KBRI Paris. 6. Printemps le Goût
Printemps le Goût merupakan restoran dan kafe yang berlokasi di mall Printemps (64 Boulevard Haussmann, 75009 Paris). Sesuai bon plan di Paris, saya sangat ingin berfoto di rooftop Printemps yang memperlihatkan menara Eiffel. Namun, makan di restoran ini bagiku sangat not-on-the-budget bagi sesama sobat kismin (ˆ_ˆv), dan tempat ini lebih pas untuk mengonsumsi kopi setelah sarapan di 71
hotel atau di stasiun mĂŠtro. Kopi seukuran espresso (sebenarnya agak besar sedikit dari espresso) dipatok sekitar 3 euro, atau setara dengan kopi Starbucks berukuran tall (kecil). Nah, daripada hanya sekedar berfoto di rooftop-nya, lebih baik memesan sesuatu meskipun hanya sekedar kopi. Semoga saja suatu hari jika salah satu relatives-ku berkunjung, saya akan mengajaknya ke tempat ini untuk ngopi. Dan jika kalian suka kopi, Printemps juga menjual biji kopi terbaik sebagai oleh-oleh. 7. Halal Restaurants that I've visited
Assiette KĂŠbab (Kebab on plate) di Kebab Vargo, Lyon
Saya bersyukur pernah menempuh pendidikan dasar hingga menengah di sekolah kerjasama Indonesia-Turki di Bandung, yang saat ini sudah sepenuhnya milik Indonesia tetapi masih ada guru-guru native dan para pembimbing pengganti wali kelas (biasa disebut aÄ&#x;abey untuk kakak laki-laki dan abla 72
untuk kakak perempuan) dari Turki. Selama itu, saya diperkenalkan berbagai macam makanan khas Turki, salah satunya adalah kebab. Kebab di sekolah saya disajikan setiap hari Jumat atau ketika sedang ada acara besar seperti Science Fair. Berikut beberapa alamat restoran halal yang pernah saya kunjungi serta mencicipi makanannya, di Paris dan di Lyon: • Restaurant Kebab Uğur Gül: 146 Rue du Chemin Vert, 75011 Paris • Le Savoureux Kebab: 74 Boulevard des Batignolles, 75017 Paris, France • Restauration Rapide L'Orient Express: 23 Rue du Faubourg Saint Denis, 75010 Paris, France • Restaurant Good Halal: 12 Boulevard de Denain, 75010 Paris • Confort Kebab: 12 Rue Confort, 69002 Lyon, France • Restaurant Kebab Vargo: 83 Cours de la Liberté, 69003 Lyon, France • Le Petit Marmaris (Restaurant Turc) : Centre Commercial Lyon Part-Dieu, 17 Rue du Dr Bouchut, 69003 Lyon, France • Class & Kebab: 45 Boulevard Marius Vivier Merle, 69003 Lyon, France (seberang mall Lyon PartDieu) 73
8. Fast Food Restaurants
Saya juga makan di restoran cepat saji jika tidak menemukan tempat lain untuk makan atau ketika sudah agak bosan dengan sandwich. Restoran cepat saji yang paling sering saya kunjungi adalah McDonald's atau orang Prancis menyebutnya MacDo. Perbedaannya dengan yang di Indonesia? Cukup signifikan. Di Prancis saya lebih sering memesan chicken burger ketimbang cheese burger, tidak ada saos sambal, dan saos tomat tidak semanis yang ada di Indonesia alias lebih asam. Untuk McCafĂŠ-nya, di Prancis terdapat paket minuman (baik cokelat hangat maupun kopi) dengan croissant, pain au chocolat atau satu macaron. Bagaimana dengan KFC (Kentucky Fried Chicken) ? Jarang sekali saya menemukan KFC di Prancis, sekalinya "bertemu" pun adanya hanya di dekat Centre 74
Georges Pompidou (beralamat di Boulevard de SĂŠbastopol, 75010 France).
31-35 Paris,
9. Frozen Food
Selain memasak pasta dengan smoked chicken, saya juga membeli frozen food yang cara memasaknya cukup hanya dipanggang di microwave atau oven, yaitu pizza atau pasta yang sudah dicampur dengan daging ikan tuna. Saya membelinya di beberapa supermarket atau minimarket seperti Franprix, Monoprix, Monop'daily dan Carrefour Bio. Pembahasan mengenai supermarket yang saya kunjungi akan saya bahas setelah pembahasan mengenai toko buku dan oleh-oleh (souvenir). Inilah salah satu gaya hidup yang mungkin kurang sehat karena semuanya serba instan, tetapi sederhana bagi saya, karena tidak mengeluarkan banyak budget. Apakah rasanya 75
enak? Bagi saya yang lapar ganas ketika kedinginan di Prancis, ya... sangat enak! Selain itu saya memang sudah terbiasa mengonsumsi aneka pasta setiap pergi makan di luar rumah. Ternyata benar, bagi kalian yang tidak terbiasa makan makanan seenak di Indonesia, alangkah baiknya jika kalian terbiasa makan seadanya dengan atau tanpa bumbu. Mungkin Prancis atau negara-negara lainnya yang memiliki empat musim adalah negara yang pas jika kalian ingin menambah berat badan, terutama yang sulit untuk berisi, hehehe... Toko Buku dan Oleh-Oleh di Prancis (both Paris and Lyon) 1. FNAC
76
Alamat FNAC di Paris: • FNAC Siège (Kantor Pusat) 9 Rue des BateauxLavoirs, 94200 Ivry-sur-Seine, France • Forum des Halles 1-7 rue Pierre Lescot Galerie Commerciale, 75001 Paris, France • Saint-Lazare 109 rue SaintLazare, Passage du Havre, 75009 Paris, France • Montparnasse 136 Rue de Rennes, 75006 Paris, France • Champs-Élysées 74 avenue Des Champs-Elysées Galerie Du Claridge, 75008 Paris, France • Gare de l'Est Place du 11 Novembre 1918, 75010 Paris, France
•
•
•
•
•
•
Gare Montparnasse place Raoul Dautry, Gare Montparnasse Niveau A Music Railway Snc, 75015 Paris, France Ternes 26-30 Avenue des Ternes, 75017 Paris, France Italie 2 30 avenue D'Italie Centre Commercial Italie 2, 75013 Paris, France Gare de Lyon Gare De Lyon Salle Des Fresques Music Railway Snc, 75012 Paris, France Beaugrenelle 5 rue Linois Cc Beaugrenelle, 75015 Paris, France Gare Paris-Nord 77
•
Bercy Village 49-53 cour SaintEmilion, Cc Bercy Village, 75012 Paris, France
•
Boulogne 5 rue Tony Garnier, Centre Commercial Les Passages De L'Hôtel De Ville, 92100 BoulogneBillancourt, France
Alamat FNAC di Lyon: • Bellecour 85 Rue de la République, 69002 Lyon, France • La Part-Dieu Centre Commercial, 17 Rue du Dr Bouchut, 69003 Lyon, France
•
•
•
Mezzanine Banlieue Niveau - 2 Coté Sud, 18 Rue de Dunkerque, 75010 Paris, France La DéfenseCNIT 2 Place de la Défense, 92800 Puteaux, France
Gare Part-Dieu Le Patio Music Railway Snc, 5 place Charles Béraudier Gare, 69003 Lyon, France Aéroport Lyon Saint-Exupéry Aéroport Lyon Saint-Exupéry, 69125 ColombierSaugnieu, France
78
FNAC memiliki kepanjangan Fédération nationale d'achats des cadres, yaitu jaringan toko retail dan hiburan internasional yang menawarkan buku Prancis dan impor, produkproduk budaya dan elektronik seperti Gramedia di Indonesia. FNAC didirikan pada tahun 1954 oleh André Essel dan Max Théret dan berpusat di Ivry-Sur-Seine. Tidak hanya beroperasi di Prancis, tetapi juga di negara lain seperti Belgia, Brazil, Italia, Maroko, Portugal, Spanyol dan Swiss. Pertama kali saya berkunjung ke FNAC yaitu ketika saya mencari buku My Little Paris dalam bahasa Prancis, karena di toko buku Kinokuniya cabang Indonesia hanya menjual buku yang sama dalam bahasa Inggris. My Little Paris : Le Paris secret des Parisiens, adalah buku yang berisi bon plan bagi penduduk Paris atau luar kota yang ingin hidup di Paris.
79
Selain di Paris, saya juga mengunjungi FNAC di Lyon, tepatnya di mall La Part-Dieu, Gare Part-Dieu dan Bellecour. Di sana saya hanya melihat-lihat buku yang ada, dan tidak seperti di Indonesia, semua buku yang dijual di Prancis tidak dibungkus plastik. Jadi saya bebas membaca buku meskipun tidak membeli asalkan saya tidak merusak buku. 2. Decitre
Alamat Decitre di Prancis : • Lyon (including Rhône areas) ! Siège Social et Service Professionnel : 16 Rue Jean Desparmet, 69008 ! 29 Place Bellecour, 69002 ! Pôle de Commerce et de Loisirs Confluence, 112 Cours Charlemagne, 69002 80
• • • •
•
•
! Centre Commercial La PartDieu, 17 Rue du Dr Bouchut, 69003 ! Centre Commercial Écully Grand Ouest, 69130 Écully ! Place Charles-Ottina, 69800 Saint-Priest Grenoble ! 9-11 Grande Rue, 38000 Annecy ! 19 Rue Sommelier, 74000 Chambéry ! 75 Rue Sommelier, 73000 Annemasse ! Chablais Parc — Centre Commercial, 3 Allée Simone Signoret, 74100 Bourgogne ! Centre Commercial Carrefour Les Bouchardes, D906, 71680 Crêches-sur-Saône Levallois-Perret ! 31 Rue d'Alsace, 92300
Decitre adalah perusahaan independent yang menyediakan buku, buku elektronik (livre numérique), mainan, alat tulis dan DVD yang berpusat di Lyon (8e arrondissement) dan hanya memiliki 10 cabang sesuai alamat yang telah saya tulis sebelumnya. Decitre didirikan pada 81
tahun 1907 oleh Henri Decitre dan saat ini diurus oleh cicitnya, Guillaume Decitre, dan saat ini telah memiliki 400 orang pegawai.
Teman saya, Barbara, merekomendasikan toko buku tersebut untuk membeli sumber bahan ajar bahasa Prancis (beliau mengajar bahasa Prancis di Belanda untuk anak-anak SMP). Saat itu juga saya langsung mencari buku "sejuta umat" pengajar bahasa Prancis yang berjudul La Classe de Langue karya Christine Tagliante (CLE International, 1994), karena buku ini menjadi salah satu sumber mengajar dosenku pada mata kuliah Telaah Kurikulum dan Perencanaan Pengajaran Bahasa Prancis. Harganya cukup mahal, tetapi jika itu bermanfaat untuk mengajar, saya pikir worth it harga dan barangnya. Selain menjadi sumber ilmu pengajaran, buku ini juga menjadi sumber para mahasiswa yang mengerjakan skripsi 82
mengenai metode permainan.
pengajaran
atau
teknik
3. Gibert Joseph / Gibert Jeune
Gibert Joseph merupakan toko buku bekas (yang tentunya masih bagus!) di Prancis yang didirikan pada tahun 1886 oleh Joseph Gibert. Tahun 1929, 14 tahun setelah meninggalnya Joseph Gibert (senior), perusahaan Gibert terbagi menjadi dua dan adik Joseph Gibert (junior), RĂŠgis Gibert, menggunakan nama Gibert Jeune untuk perusahaannya. Kedua perusahaan tersebut bersatu kembali setelah 88 tahun karena masalah ekonomi yang terjadi di Gibert Jeune. Saat ini perusahaan Gibert dipegang oleh salah satu keturunan dari pendirinya, Bruno Gibert. Saya berkunjung ke Gibert Joseph di Lyon untuk mencari buku yang saya ceritakan sebelumnya (itu pun sebelum mengunjungi Decitre). Sambil melihat-lihat, saya merasa terkesan bahwa buku bekas dijual dengan harga lebih murah. Sepekan setelahnya, saya akhirnya membeli satu buku bekas yang berjudul 83
Larousse les Indispensables: Orthographe, yaitu salah satu dari empat seri Les Indispensables lainnya yang telah dibelikan oleh ayah saya tiga tahun yang lalu di Amazon (Grammaire, Conjugaison, Difficulté du français, dan Savoir rédiger) bersamaan dengan buku latihan untuk ujian DALF C1-C2 dan salah satu seri Bescherelle, Mieux Rédiger. Harganya bisa terbilang lebih murah, sekitar 2 euros, setengah harga dibandingkan harga aslinya. Alhamdulillah... senang rasanya bisa berbelanja buku bekas meskipun hanya satu buku. Gibert Joseph Alamat di Paris: Alamat di Lyon: • 26 Boulevard Saint- 6 Rue de la Barre, Michel, 75006 Paris, 69002 Lyon France • 15-17 Boulevard Barbès, 75018 Paris, France • 21 Rue Marie-Andrée Lagroua Weill-Hallé, 75013 Paris, France
• •
Gibert Jeune (Paris) 5 Place Saint-Michel, 75005 Paris, France 15bis Boulevard Saint-Denis, 75002 Paris, France 84
4. Souvenirs Paris Par'Ici
Toko oleh-oleh yang beralamat di Rue Mouffetard no. 52 (5e arrondissement) ini merupakan salah satu toko yang pas jika kalian mau membeli oleh-oleh. Harganya lumayan besar tetapi karena toko ini memiliki akun media sosial (Instagram: @souvenirparis), saya dapat mengetahui barang-barang apa saja yang rencananya akan dibeli. Di sini, saya membeli gantungan kunci berbentuk macaron dengan huruf N (untuk saya sendiri, hehehe) dan tiga gantungan khas Paris yang tidak mainstream (gantungan menara Eiffel yang menggunakan rantai), untuk orang-orang yang masih keep in 85
touch dengan saya. Gantungan kunci seperti gambar di bawah merupakan pilihan ayah saya karena tidak mudah lepas dan kokoh.
5. Toko Souvenir sepanjang jalan Rivoli Saya tidak pernah mencatat nama-nama toko souvenir yang berjejeran di sepanjang jalan Rivoli (biasanya ke arah menuju Louvre), tetapi dua diantara sekian banyak toko yang saya kenal namanya adalah La Boutique Mazal (178 Rue de Rivoli, 75001 Paris) dan Oh LĂ LĂ Paris (alamat yang sama dengan Boutique Mazal). Saya ingat ketika pada tahun 2010, salah satu pedagang menawarkan kami souvenirs dengan 86
berkata, "Assalamu'alaikum... bagus bagus, murah murah.", di situ pun saya tertawa kecil.
Tas yang mirip dengan punya saya & charm bracelet pemberian pedagang Ooh Là Là Paris
Oleh-oleh yang paling saya ingat dan akan terus saya kenang tahun 2010 adalah shoulder bag motif letter cloud bertulisan "Paris", dan saya juga dikasih charm bracelet secara cumacuma dengan berbagai macam liontin berbentuk monumen-monumen di Paris, sebab saat itu keluarga kami membeli cukup banyak oleholeh. Di tahun 2014 pun saya menginginkan charm bracelet yang mirip tetapi lebih ringan di tangan, seharga 4 euro. Tahun ini saya tidak membelinya, dan saya telah memilih gantungan kunci macaron warna pink berinisial N (biar variasi, nggak charm bracelet melulu, hehehe). 6. Toko Souvenir di sekitar Montmartre Jika kalian pergi ke Sacré-Cœur di daerah Montmartre, sebaiknya kalian gunakan métro dan berhenti di stasiun Anvers. Namun, kalian 87
harus ekstra hati-hati, terutama orang Asia yang "terlalu" ramah kepada orang-orang lokal. Banyak sekali pencopet (pembahasan dalam bab selanjutnya) berkeliaran di sana, selain itu ada permainan tebak bola atau "gelang keberuntungan" dari imigran Afrika yang sering menipu para turis dan bayarnya bisa dibilang mencapai jutaan rupiah. Sesampainya di daerah Montmartre, ada banyak toko oleh-oleh berjejeran yang bahkan menjual barang-barang yang rata-rata hampir sama. Padahal sepengetahuan saya (itu pun ibu saya yang cerita), dilarang membuka toko dengan barang dagangan yang sama apalagi kalau sampai saingan. Selain itu, di Prancis, budaya "lihat-lihat dulu aja, mbak/mas", "saya hutang / simpan 5 sen dulu ya, mbak/mas" atau "bisa tukar / pecah uang?" terkadang menyinggung mereka atau mal vu (dipandang buruk). Selain toko-toko berjejeran yang harganya relatif murah, ada pula toko yang sedikit lebih mewah, yaitu setelah kalian naik funiculaire, yaitu Espace Montmartre (5 Rue SaintEleuthere, 75018 Paris). Banyak sekali kotakkotak berisi cokelat yang lucu-lucu, tetapi harganya relatif sih, apakah on the budget atau malah over budget. But then again, selamat dan nikmatilah berbelanja oleh-oleh di Montmartre
88
karena banyak sekali pilihan, baik di bawah maupun di puncaknya.
(sumber gambar: planeteparis.fr)
Supermarket yang pernah saya kunjungi di Paris & Lyon Here are the lists on what supermarkets I've visited. Ke pasar minggu saja saya belum pernah, bukan karena tidak mau, tetapi saya sulit menemukannya. Sekalinya ketemu pun pasti yang dijual bukan bahan 89
makanan, tetapi bouquinistes (old and antique books) dan CD musik. Now, back on the topic : 1. Monoprix
Salah satu toko favorit saya di Prancis adalah Monoprix (butik pakaian dan supermarket) atau Monop'daily (supermarket dan frozen sandwich). Di sana, saya sempat melihat-lihat harga produk perawatan kulit yang dijual. Dua di antaranya adalah shea butter hand cream dan lip balm produk Monoprix (ada juga produk non Monoprix seperti Nivea, Le Petit Marseillais, Burt's and Bees, dan lain-lain). Selain itu ada juga brumisateur (penyegar wajah berbentuk aerosol) Monoprix seperti produknya
90
Evian, yang saya beli dengan harga jauh lebih murah. Di bagian alimentation, saya biasa membeli satu liter botol susu (saya sarankan untuk membeli lait entier atau susu full cream, lait demi-écrémé berarti semi-skimmed milk, dan lait écrémé berarti skimmed milk), frozen pizza Monoprix Gourmet, dan English Breakfast tea.
!
!
! 91
2. Casino
Saya mengunjungi Casino hanya sekali, tidak menyempatkan untuk melihat-lihat ada produk makanan apa saja, yaitu tepat setelah saya membeli kebab Turki di restoran Confort Kebab, setelah "curhat" agak lama kepada pedagang kebab bahwa saya paham sedikitsedikit bahasa Turki. Saat itu, ayah saya sedang berbelanja kopi instan karena di apartemen Saxe Gambetta persediaan kopi tidak begitu banyak. Bagi saya, sama saja seperti mini market lainnya, tetapi all I know Groupe Casino ini adalah société mère toko-toko seperti Géant Casino, Casino supermarchés, Hyper Casino, Le Petit Casino, Casino Shop, dan mini market lainnya seperti Monoprix, Franprix, Naturalia, dan lain-lain.
92
3. Franprix
Like other supermarkets / minimarkets, Franprix really knows what I need in my apartment back then! Mereka punya water bottle, lait entier yang enak banget, pizza 4 keju dan juga crème dessert Bonne Maman yang super enak! Mereka juga menjual roti baguette meskipun rotinya menjadi lebih keras dalam hitungan jam. Selain itu mereka juga menjual bunga muguet du premier mai favorit meskipun tidak membeli. Melihatnya saja sudah membuat saya bahagia :) 4. Carrefour Bio
93
Di Prancis, saya lebih sering berbelanja di Carrefour Bio (semua bahan makanan tersertifikasi BIO alias serba organik dan natural) dan lebih sering melihat Carrefour Express (seperti Circle K di Indonesia). Bahan makanan yang sering saya beli adalah aneka pasta (terutama fussilli dan penne), susu (lait entier), telur, dan veloutĂŠ (seperti cream soup). Untuk Carrefour yang besarnya, saya pernah ke sana tahun 2010, jauh di tempat orang tua saya dulu menyewa rumah selama ayah masih kuliah S2-S3, yang pasti bukan di pusat kota Paris, tetapi di daerah Les Ulis. Saat itu saya hanya berbelanja buah untuk camilan.
94
Part III: Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Kota Lyon Tahun ini merupakan kali pertama saya berada di kota selain Paris, yaitu di Lyon. Lyon berada di provinsi Auvergne-Rhône-Alpes, yang juga merupakan kota terbesar ketiga di Prancis setelah Paris (di provinsi Île-de-France) dan Marseille (di provinsi Provence– Alpes–Côte d'Azur). Layaknya kota besar, keamanan merupakan hal yang harus selalu diperhatikan, sebab tahun ini merupakan tahun pertama saya kemalingan di negara yang bahkan bukan negara sendiri. Sebab selama di Indonesia, saya alhamdulillah jarang kemalingan (tetapi saya pernah dua kali kehilangan uang dengan jumlah yang besar ketika saya masih duduk di bangku SMP, dan dua kali kehilangan handphone). Jika kalian pernah membaca berbagai macam tips dari salah satu sosialita Indonesia, Kiki Siantar Huillet, di akun Instagram : @mmehuillet.tips (namun admin-nya bukan beliau, melainkan orang yang sering menyimpan tips-tipsnya yang ditulis di Insta Story Madame Kiki, yang berlangsung hanya 24 jam), beliau pernah memberikan kiat-kiat liburan di Paris, tautan Guide Michelin untuk restoran terbaik dan salah satu subtopiknya yang paling penting adalah Tipe-tipe maling di Paris. Kebanyakan dari mereka merupakan imigran dan juga mereka berumur di bawah 17-18 tahun. Yaaa... ada juga ibu-ibu, bahkan bapak-bapak. Dari ciri-ciri pakaian, mereka bergaya gypsy, ada juga 95
yang berpakaian kasual layaknya turis. Bagi yang sangat kurang tahu akan hal tersebut, ibaratnya seperti "bunuh diri" di negara orang. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika saya bagikan di buku ini. Ini bukan menurut saya, lho... saya mengambil sumber dari situs www.insidr.paris (artikel ditulis oleh Angelica Andani Widyanastiti tahun 2017) sekaligus mereformulasikan dan memberikan pendapat pribadi. Kemungkinan berlaku juga di kota-kota seperti Lyon dan Marseille, bahkan kota-kota besar lainnya. TIPE-TIPE PENCOPET DI PARIS 1. Tipe "Kehilangan Perhiasan". Biasanya si pencopet akan bertanya apakah perhiasan tersebut adalah milik kita dan ingin dibayar karena telah menemukannya. Selain itu, tipe ini juga merupakan bentuk pengalihan agar teman si pencopet akan nyolong barang kita dengan cara membuka tas kita. 2. Tipe permainan tebak bola dalam mangkuk, yang salah satunya terjadi di Montmartre. Selain melihat di mana posisi bolanya agar kita tertipu, seperti tipe pertama, ini juga bentuk pengalihan. Tidak hanya hilang uang ketika taruhan, tetapi juga kehilangan barang penting di kantong atau bawaan kita (apabila ada partnernya yang ikut mencopet). 3. Tipe Tanda Tangan Petisi. Biasanya ketika kalian menandatanganinya, mereka menutupi jumlah nominal yang harus dibayar dan setelah 96
4.
5.
6.
7.
itu, mereka akan membukanya dan meminta kalian membayar dalam jumlah yang tidak sedikit. Jadi, jangan percaya suatu petisi, apalagi yang bodong kayak gini. Tipe Penipuan Tiket Métro, yang terjadi di Porte Maillot, Gare du Nord dan Charles de Gaulle–Étoile. Para penipu ini akan melihat wajah kalian yang kebingungan mencari loket resmi dan pura-pura ingin membantu kalian, dan mereka akan memberikan tiket anak-anak yang dijual dengan harga tinggi. (Saya akan ceritakan pengalaman saya dan ayah saya ketika akan kembali ke Indonesia, karena kami terkena tipe ini #akibatsalahperhitungan) Tipe "Gelang Keberuntungan", terjadi pula di Montmartre, terutama di tangga menuju Sacré-Cœur. Mereka akan memberikan gelang kemudian meminta bayaran yang tidak sedikit. Sebaiknya kalian menghindari tipe ini ketika akan berjalan-jalan di Sacré-Cœur. Apalagi, keberuntungan datang dari Tuhan, right? Fake Taxi. Entah seperti apa (sebab saya sendiri belum pernah naik taksi) namun, sebaiknya kalian lebih baik menggunakan taksi resmi yaitu Le Cab atau Uber. Tipe yang ini nih... sering terjadi di restoran yang sedang ramai, ketika ada oknum yang ingin menanyakan arah dengan cara menutupi barang berharga yang ditaruh di atas meja.
97
Sebaiknya kalian jangan menaruh ponsel dan dompet di atas meja. Bahaya, hiks... 8. Di ATM, sebaiknya kalian menarik uang di dalam bank (kebetulan bank internasional yang juga beroperasi dan berafiliasi di Indonesia adalah HSBC), dan jangan di area luar. Ada anak-anak kecil yang ternyata sudah dididik untuk mencuri uang kita selama kita menarik uang kemudian kabur. Pencopetan di Paris sering terjadi di area di sekitar menara Eiffel, Piramida di area Musée du Louvre, Jardin de Tuileries, Pont des Arts, ChampsÉlysées (terutama di stasiun métro Charles de Gaulle– Étoile, George V dan Franklin D. Roosevelt), dan yang paling utama, di dalam métro yang padat, terlebih jika kita membawa koper. Sebaiknya simpan uang kalian secara terpisah, taruh tas di depan kalian dan tutup risletingnya, dan abaikan panggilan-panggilan orang asing, terutama yang ingin bertanya (dan akhirnya malah mencuri). Bahkan artis papan atas, Kim Kardashian, pun juga pernah kena! Saya tidak akan membuat kalian membenci Prancis, akan tetapi jika kalian pergi ke sana untuk business trip, kuliah atau jalan-jalan, sebaiknya kalian jangan berakting layaknya turis. Seperti yang dibilang oleh Madame Kiki (@mmehuillet di Instagram), pencopet akan mengincar orang-orang Asia. Yes. You heard it. Asians. Sebab mereka paling mudah blend in dengan orang-orang lokal, tidak berani 98
melawan, dan memiliki banyak uang. Yang bikin sebal adalah, di mana para pencopet tidak bisa ditahan, dan malah menjulurkan lidah, atau bahasa gaulnya melet, ke polisi-polisi di mĂŠtro dan kabur. Kalau sudah kena yaaaa, ikhlaskan saja, tetapi jika yang hilang adalah dokumen penting (such as passport and identities), kalian sebaiknya buatlah laporan ke kantor polisi bahwa kalian kehilangan dokumen penting, dan jika perjalanan kalian berlangsung cukup lama, kalian dapat membuat paspor di kedutaan setempat, namun jika masa tinggal kalian tidak lama, sebaiknya kalian membuat Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Kembali lagi ke hari pertama di Lyon. Saat itu, saya dan ayah akan pergi menuju Saxe-Gambetta, daerah tempat tinggal yang disewakan oleh Lyon Bleu International, tempat kursus persiapan DALF C1. Ketika memasuki mĂŠtro, ternyata salah satu dari mereka membuka tas saya dan mengambil tas putih, yang merupakan barang promotional purpose dari tempat saya bekerja sebagai freelance copywriter, Bianglala. Saya baru menyadari tas mulai agak ringan dan ketika dirogoh, saya pun mengumpat dalam bahasa Prancis, "MERDE !!!", dan tidak seorangpun ada yang menolong saya. Entah apakah ada kamera pengawas ketika memasuki mĂŠtro. Namun saya beruntung karena laptop saya tidak diambil, tetapi barang terpenting (Yes! It's critical!) yang hilang adalah dompet yang berisi uang sejumlah seratus dollar Amerika pemberian ibu saya, dua kartu 99
debit Mandiri dan BNI, kartu asuransi Zurich dan KTP elektronik, dan paspor. Ya. Paspor saya hilang. Konsekuensinya? Rencana ayah saya untuk mengajak saya ke Jenewa (Swiss) pun pupus, meskipun saya yakin di sana juga ada KBRI. Mungkin kasus saya adalah salah satu yang tidak beruntung, sebab kasus yang paling beruntung adalah ketika barangnya kembali ke tangan pemiliknya (ada lho yang seperti itu). Biasanya yang menemukan akan mencari nama korban di Google atau di Facebook (jika memang terjadi pada kalian, sebaiknya kalian jangan gunakan nama alay di sosial media apapun yaaa, harus nama asli sesuai identitas!). Bagi kalian yang belum tahu, polisi di sini tidak terlalu memprioritaskan penanggulangan maling di mĂŠtro walaupun ada juga beberapa maling yang sudah tertangkap. Ada juga satu kasus kemalingan di Paris, di mana salah satu penduduk asli menolong turis yang kemalingan, tetapi penolongnya malah didorong maling di rel kereta dan akhirnya meninggal, hiiiiiiyyyyyy kan seraaaaaaaaaaammm. Mau menolong malah tewas :(. Hal tersebut adalah salah satu penyebab penduduk lokal tidak berani menolong korban. Keamanan di Prancis, terutama di kota besar pun tidak seperti pada zaman ketika ayah saya yang berada di Prancis semasa studi S2 dan S3-nya. Sedihnya, kejadian tersebut berlangsung pada hari Minggu, di mana banyak toko dan kantor yang tutup, termasuk kantor polisi. Akhirnya, saya berencana untuk melaporkan hal tersebut hari Senin atau Selasa setelah 100
mengikuti kelas bahasa Prancis di Lyon Bleu International (LBI). Saya pun langsung menghubungi ibu saya untuk meminta maaf dan juga meminta tolong memblokir kedua akun bank saya, walaupun ayah saya meyakinkan bahwa kartu debit tidak dapat digunakan di luar negeri. Kemudian, saya mulai mencatat rencana setelah pulang dari Prancis selain ujian DALF C1. Saya pun baru menyadari bahwa kedua flash disk saya yang masing-masing berjumlah 16 gigabyte juga ikut raib bersama kabel OTG-nya (kabelnya sih relatif murah tapi harga dan data di dalam flash disk-nya itu....... very critical alias sangat penting). Kehilangan tersebut terjadi karena saya lupa menaruh tas di depan, malah di belakang. Seandainya saya mampu memutar balikkan waktu agar hal tersebut tidak terjadi, dan saya hanya bisa berharap agar Allah swt. membalas para pencopet tas saya dengan hukuman yang setimpal (entah seperti apa, hanya Allah yang tahu bagaimana caranya), meskipun saya masih berharap agar tas saya dapat kembali. Saya beruntung memiliki tante yang baik, yang akan memberikan lagi tas yang sama (mungkin saya juga akan menyisipkan uang seolah-olah saya membayar tasnya, hehehehehehehehe *budaya gak enakan on point). Ya Allah... mudahkanlah saya untuk ikhlas meskipun sulit, mudahkanlah jalan saya jika Engkau mengizinkan saya menemukan tas saya. Hingga akhir penulisan buku ini, alhamdulillah, saya telah mendapatkan kembali kartu debit, kartu 101
member médiathèque IFI Bandung, member The Body Shop, asuransi Zurich (saya juga kehilangan kartu tersebut), dan KTP elektronik. Just a self-reminder : Ingatlah bahwa barang masih dapat dicari, namun tidak dengan nyawa. On peut se récupérer de la perte de choses, sauf celle de la vie. Saya masih bersyukur karena jiwa dan raga (serta gawai, hehehe) ini masih dilindungi Allah swt.
Carte de Lyon, Auvergne-Rhône-Alpes, France (lesechos.fr)
102
Pekan Pertama di Lyon (23 - 29 April 2018) Hari pertama di LBI berjalan dengan lancar. Setiap hari Senin, mereka menerima murid baru, jadi setiap minggunya ada teman yang berbeda dalam satu kelas. Saya datang pukul delapan pagi untuk ujian lisan sebagai penentuan tingkatan (niveau) bahasa untuk kursus, dan alhamdulillah saya mendapatkan sedikit tambahan level B2 dan C1. Hari itu juga, saya mengikuti kursus tingkat B2 dengan beberapa orang yang sudah lama mengikuti kursus dan saat itu merupakan pekan terakhir kursus intensif tingkat B2 dan pengajarnya bernama Coralie. Saya juga mengikuti kursus privat khusus persiapan DALF C1, dan pengajar privat saya bernama Romane. Sore itu juga, pukul 18:00 waktu setempat, saya dan beberapa teman yang baru memasuki LBI mengikuti ekskursi budaya bersama salah satu pegawai LBI (beliau tidak selalu berada di lembaga tersebut, namun beliau bekerja di bawahnya) bernama Janine. Beliau mengantarkan kami dari area Foch, kemudian melewati Pont Morand dan Parc de l'Hôtel de Ville menuju Place de la Comédie, dan beliau menjelaskan tentang Opéra de Lyon, yang berlokasi tepat di belakang Hôtel de Ville de Lyon. Selanjutnya kami berjalan kaki menuju bagian depan Hôtel de Ville dan di sana, ada Fontaine Bartholdi yang berlokasi di Place des Terreaux.
103
atas: HĂ´tel de Ville de Lyon // bawah: Fontaine Bartholdi
Setelah itu, kami berjalan lagi menuju tempat di mana restoran-restoran Bouchon berjejeran. Bouchon adalah istilah bahasa Prancis yang memiliki tiga makna, namun dalam hal ini artinya adalah makanan khas Lyon. Janine menjelaskan bahwa kebanyakan makanannya mengandung babi. Untungnya beliau 104
paham akan keadaan saya yang dilarang mengonsumsi babi. Beliau juga menjelaskan bahwa makanan yang dimasak dengan anggur (vin), alkohol dalam anggur akan menguap bahkan hilang (yaaaa tetapi tetap saja, yang namanya anggur, tetap tidak dapat saya konsumsi meskipun alkoholnya hilang). Sedikit bercerita, saya menemukan jenama anggur yang bukan minuman keras alias tidak mengandung alkohol dan tidak difermentasi sama sekali, tetapi tetap gazeux seperti minuman soda, yaitu Le Petit BĂŠret, dan dapat ditemukan di 8e arrondissement de Paris (8th district of Paris).
! logo dan tampak restoran dengan makanan khas Lyon (le Bouchon) // sumber: Google
Janine juga mengenalkan Guignol, yaitu boneka tangan yang diciptakan sekitar tahun 1808 oleh Laurent Mourguet. Di Lyon, kita juga bisa mengunjungi ThÊâtre Guignol—yang diciptakan oleh orang yang telah kusebutkan, La Maison de Guignol, dan sebagainya. Namun saat itu kami hanya melihat lukisan Guignol di tembok salah satu restoran khas Lyon.
105
Laurent Mourguet dengan boneka tangan Guignol, dan lukisan Guignol di sekitar Bouchon lyonnais
Ada dua sungai yang mengalir di kota Lyon, yaitu le Rhône dan la Saône. Kami juga jalan-jalan di sekitar la Saône dan Janine menginformasikan bahwa setiap minggu pagi, ada buku-buku antik yang dijual di sekitarnya, seperti les bouquinistes au long de Seine (toko-toko buku antik di sekitar Sungai Seine) di Paris. Inilah salah satu kesamaan dengan Paris yang saya temukan di Lyon.
Sungai La Saône dan Le Rhône (sumber: grapheine.com)
106
Les Bouquinistes au long de la SaĂ´ne
Fontaine des Jacobins
107
Place Bellecour
Perjalanan kami berakhir di Place Bellecour, yaitu pusat turistik di Lyon, dan di sana ada kantor pariwisata Only Lyon (jika kalian belum tahu, "Only" merupakan kebalikan dua suku kata dari "Lyon"), dan juga patung Antoine de Saint-Exupéry, penulis buku yang telah diterjemahkan dalam berbagai macam bahasa, yaitu Le Petit Prince. Selama ini, banyak orang yang salah kaprah bahwa buku tersebut adalah dongeng untuk anak-anak. Le Petit Prince merupakan karya SEOLAH sebagai bacaan untuk anak-anak, namun buku tersebut memiliki makna filosofis dan idealis tentang kehidupan manusia dan masyarakatnya. Salah satu kutipan dalam buku tersebut adalah "On ne voit bien qu'avec le cœur, l'essentiel est invisible pour les yeux" (Seseorang hanya dapat melihat dengan hatinya, karena yang terpenting—dalam kehidupan—tidak terlihat oleh mata). Penulis yang merupakan keturunan 108
bangsawan tersebut juga berprofesi sebagai pilot dan bandar udara (aéroport) di Lyon diberi nama Antoine de Saint-Exupéry.
Patung Antoine de Saint-Exupéry di Place Bellecour, foto Antoine de Saint-Exupéry dan cover novel Le Petit Prince (1944)
Setelah selesai, saya pun jalan kaki di sekitar Bellecour, dan melihat salah satu sekolah (Institut) memasak yang dirintis oleh salah satu chef terkenal asal Lyon, bernama Paul Bocuse. Beliau meninggal 20 Januari 2018 di tempat lahirnya (Collonges-au-Montd'Or, lahir pada 11 Februari 1928) yang sekaligus restorannya, Bocuse d'Or, karena penyakit parkinson. Restorannya mendapat tiga bintang dalam Guide Michelin selama 53 tahun. Beliau merupakan murid dari Eugénie Brazier alias la mère Brazier, yang mengajarkan Monsieur Bocuse memasak, yang akhirnya memiliki gaya (style) masakan modern atau la nouvelle cuisine. Bocuse d'Or berlokasi 7 km dari Lyon, namun tahun ini saya tidak pergi ke sana mengingat biaya yang belum mencukupi. 109
Institut Paul Bocuse, dan le grand chef lyonnais Paul Bocuse
Ternyata, saya tidak salah memilih kota tempat kursus bahasa Prancis! Lyon memiliki dua tokoh terkenal yang telah kusebutkan, yaitu Monsieur SaintExupÊry dan Monsieur Paul Bocuse. Setelah ekskursi budaya, saya langsung pulang ke apartemen tetapi ayah belum pulang. Hanya dengan modal Wi-Fi untuk berkomunikasi, saya langsung menghubungi via WhatsApp dan sinyal Telkomsel di handphone saya tidak berfungsi. Sempat terjadi miskomunikasi di antara kami. Akhirnya, ayah saya terpaksa menyalakan paket data dan beliau langsung pulang. Saat itu, beliau menghubungi ibu saya karena masalah roaming (bukan untuk paket data, tetapi nomor biasa untuk telpon dan SMS). I'm sorry to make you guys doing a lot of things for me :'( Pekan pertama kursus saya lalui dengan persiapan ujian DALF C1, dan saya mempelajari susunan synthèse des documents (seperti merangkum 110
dalam bentuk teks baru, tetapi dokumen yang dirangkum berjumlah dua atau tiga), beberapa kosakata tambahan untuk memvariasikan kemampuan bahasa, dan simulasi menyimak (Compréhension Orale). Persiapan tersebut dilakukan dalam leçon individuelle atau kursus privat. Untuk kursus berkelompok, saya memiliki teman-teman dari berbagai kewarganegaraan walaupun kebanyakan dari kami adalah orang-orang suisse-allemand (Swiss-Jerman), yaitu Myriam, Jan, dan Debora. Kemudian ada Vinícius dari Saõ Paulo (Brazil), Emily dari Amerika (as in: the United States), Nikita dari Guatemala, Megumi dari Jepang, Valeria dan Nicolás dari Colombia. Setiap akhir pekan, lembaga bahasa Lyon Bleu tutup. Saya dan ayah pun jalan-jalan di sekitar Lyon dan kami pergi menuju La Basilique Notre-Dame de Fourvière. Gereja tersebut didedikasikan untuk Bunda Maria (Virgin Mary), karena telah menyelamatkan kota Lyon dari wabah penyakit pes (bubonic plague) disebarkan oleh Black Death (La Peste Noire), yang menyerang Eropa tahun 1643. Di sana pula, setiap tanggal 8 Desember, warga Lyon berterima kasih kepada Virgin Mary, dengan merayakan Fête des Lumières (Festival Cahaya), yaitu festival di mana mereka menyalakan lilin di seluruh kota Lyon. Virgin Mary juga menyelamatkan seluruh kota dari wabah kolera pada tahun 1832 dan juga serangan Prussia pada tahun 1870.
111
La Basilique Notre-Dame de Fourvière dan sekitarnya
Lagi dan lagi, kesamaan yang saya temukan di Fourvière adalah, seperti di daerah Montmartre (Paris), untuk menuju Sacré-Cœur kita bisa berjalan kaki atau dengan kereta miring yang bernama funiculaire. Begitu pula dengan kunjungan ke Notre-Dame de Fourvière, kami menuju ke sana dengan funiculaire di mana perhentian pertama berada di le Théâtre Gallo-Romain de Minimes, kemudian Saint Just. Namun saat itu, kami berhenti di Saint Just dan menggunakan bus untuk mengunjungi gereja tersebut dan sedang ada renovasi di jalur funiculaire menuju Fourvière. Selain itu, kami juga mengunjungi Institut Lumière, yaitu museum sinematografi dan fotografi yang sekaligus bekas rumahnya Auguste dan Louis Lumière. Namun ayah saya tidak ikut masuk agar saya belajar menjelajahi museum secara mandiri (saya juga pernah ke museum ketika acara sekolah, tanpa
112
dampingan orang tua, tetapi rasanya berbeda jika dilakukan hanya sendiri).
Institut Lumière dan bagian favorit saya di museum
Pekan Kedua di Lyon (30 April - 7 Mei 2018) Saya memiliki kebiasaan datang lebih pagi selama kuliah beberapa tahun yang lalu, dan hal tersebut pun juga saya lakukan meskipun ada yang membangunkan, karena harus shalat shubuh. Saya terbiasa memasang alarm pukul 3 dini hari sejak di Indonesia dan ayah saya agak kesal karena beliau pikir 113
saya mau sahur, and he was like, "Jam segitu tuh jam sahur." dan meminta saya mengubah alarm menjadi pukul 4 subuh. Berbicara tentang kehidupan agama, alhamdulillah, di sini tidak ada yang bermasalah dengan saya, dan fine-fine aja, kok. Berbeda dengan empat tahun yang lalu, di mana setiap kali bertemu dengan seorang muslim atau muslimah, beliau selalu mengucapkan salam dan saya pun menjawabnya meskipun saya tidak mengenal beliau. Hanya sekedar salam saja membuat saya seperti bagian dari persaudaraan umat muslim. Namun tahun ini, jarang sekali saya menemukan mereka, tetapi saya ingat suatu hari saya pergi menuju LBI menggunakan bus kode C14. Salah satu wanita paruh baya (wajahnya bule, btw) bertanya apakah saya ingin duduk di tempatnya. Saya menolaknya, kemudian seorang wanita muslimah memberikan tempat duduknya untuk saya. Ketika saya tiba di pemberhentian bus Foch, saya pun langsung berterima kasih kepada beliau. "Merci beaucoup", itulah yang saya katakan kepada wanita tersebut. Di negara saya sendiri, apabila seseorang tidak mengenal satu sama lain dan berpapasan, tidak ada kata salam sama sekali meskipun sesama muslim. Saya bukan menghina negara saya sendiri, tetapi keadaan di Indonesia memang jauh berbeda. Hari Senin di pekan ini pun saya datang pukul 8 pagi di LBI, namun seperti yang dikatakan oleh salah satu pegawai di sana, setiap Senin mereka menerima murid baru. Inilah salah satu perbedaan mengikuti kursus bahasa Prancis di Indonesia dan di Prancis. Di 114
Indonesia, mereka selalu membuat seorang peminat menunggu sekitar 9 orang peminat agar satu kelas terdiri atas 10 orang (I'm so sorry to be such a comparing person, tetapi sistem di Indonesia memang seperti ini). Sedangkan di Prancis (tergantung pada lembaganya), setiap pekan selalu ada tes lisan untuk penempatan level berbahasa, dan setiap kelasnya selalu memiliki murid baru dari berbagai macam kewarganegaraan. Seperti pekan sebelumnya, saya, Myriam dan Debora adalah murid baru di pekan terakhir kelas B2. Pekan ini, yang menetap di dalam satu kelas C1 adalah saya, Myriam, Valeria, Jan, Nicolås dan Debora. Murid baru pekan ini hanya ada tiga, Anna-Barbara dari suisse-allemand, Barbara dari Belanda (beliau guru bahasa Prancis di Belanda dan beliau juga mengikuti pelatihan pengajar bahasa Prancis di LBI), dan Anastasia dari Rusia. Kami mempelajari tentang Gastronomie française (kuliner Prancis), dan juga mengulang tata bahasa mengenai la pronominalisation, yaitu penggunaan kata ganti. Selain itu, beberapa di antara kami mengikuti atelier (workshop), yaitu suatu kelas pengganti hari libur. Sebab pekan ini, tanggal 1 Mei adalah Hari Buruh Internasional (Fête du Travail) di mana para pekerja melakukan demonstrasi. Lagi-lagi saya bersyukur karena mengikuti kursus di Lyon, sebab pada hari itu di Paris, beberapa bangunan benar-benar rusak parah pada saat demonstrasi. Sejujurnya saya agak takut berada di kota yang sangat saya cintai, tetapi sebisa mungkin, apabila saya memang akan kuliah S2 115
di Paris, saya benar-benar harus hati-hati, selalu mawas diri, berdo'a, dan berdzikir... Kembali lagi ke atelier, pekan ini saya mengikuti atelier approfondissement linguistique (seperti mempelajari tata bahasa, karena di situ saya memperdalam kebahasaan dengan mempelajari variasi kata kerja) dan atelier oral (untuk melatih kemampuan berbicara bahasa Prancis). Workshop-nya benar-benar seru, meskipun saat itu saya agak kurang enak badan, karena cuaca yang sangat dingin di Lyon meskipun sudah musim semi. Untungnya, pengajar saya, BÊrangère, merekomendasikan paracetamol bermerk Doliprane untuk penghilang rasa sakit kepala, sebab saat itu kepala saya benar-benar sakit, tetapi saya tidak pernah berani mengatakannya kepada ayah saya, karena saya tidak pernah mau merepotkan beliau, jadi anggaplah saat itu saya mencoba merawat diri saya tanpa mengatakan bahwa saya sakit kepada orang tua. Saya harus terus berpikir bahwa saya sehat dan baikbaik saja, meskipun harus mengonsumsi obat-obatan sebanyak dua kali sehari. Entah itu vitamin C atau obat flu (flu yang saya alami merupakan flu penyesuaian cuaca, bukan benar-benar penyakit). Tahun ini merupakan tahun pertama saya berulang tahun di Lyon, yaitu hari Rabu tanggal 2 Mei. Saya bangun untuk menunaikan shalat subuh dan ketika akan shalat, saya mendapat ucapan dari ayah sebagai ucapan pertama. Saya juga mulai mendapatkan banyak 116
notifications di handphone saya, baik di Facebook, WhatsApp dan Instagram. Saya tidak mengharapkan kado, tetapi yang membuat saya kaget adalah, saya mendapatkan mini tripod yang ayah saya belikan di toko buku FNAC (seperti Gramedia di Indonesia, karena menjual barang elektronik dan tongkat narsis atau selfie stick). Namun selama kursus, saya tidak menceritakannya kepada teman-teman kecuali ketika saya ditanya tentang aktivitas yang akan saya lakukan siang itu. Saya baru benar-benar mengungkapkannya (dengan cara memperkenalkan diri dengan kosa kata yang sesuai tingkat C1) dua hari kemudian setelah atelier approfondissement linguistique, dan Bérangère langsung kaget dan berkata, "Kok tidak bilangbilang?". Saya hanya tersenyum kecil. Pada hari Jumat, 4 Mei, kami masih membahas tentang gastronomie française, dan kami membahas salah satu menu yang disediakan di Brasserie Georges, salah satu restoran khas Lyon yang menjadi bon plan (arti aslinya "rencana yang bagus", namun di sini maksudnya adalah buku panduan para wisatawan yang isinya aktivitas-aktivitas dan makanan khas yang direkomendasikan orang-orang lokal) untuk beberapa orang teman saya. Bérangère juga memperkenalkan keju khas Lyon, yaitu Saint Marcellin dan Saint Félicien. Sedihnya saya tidak mencobanya karena jika saya berbelanja keju, keju di sini sebenarnya mencukupi satu roti baguette dan saya tak sanggup menghabiskannya. 117
Setelah pembahasan, kami melakukan apéro atau apéritif, yaitu salah satu budaya Prancis untuk makan bersama teman-teman sambil berbincangbincang. Tetapi makanan yang dikonsumsi bukanlah makanan berat, melainkan snacks and desserts untuk open up the appetite. Untuk minumannya, kebanyakan dari kami minum le vin blanc atau anggur putih dengan la crème de cassis, yaitu minuman keras yang manis, berwarna merah gelap yang berbahan dasar blackurrant. Saya dan Debora tidak mengonsumsi anggur, karena agama saya melarang meminumnya dan Debora sedang mengandung bayinya sekitar tujuh bulan. Akhirnya saya membeli infused tea dan air mineral. Setelah apéro dan atelier oral, saya makan siang di Brioche Dorée, kemudian pergi ke toko buku Decitre untuk membeli salah satu buku yang sudah lama saya butuhkan, yaitu La Classe de Langue karya Christine Tagliante (CLE International, 1994).
Kebersamaan kami ketika apéro dan Bérangère menuangkan vin blanc dan la crème de cassis
118
Esoknya, saya dan ayah mengunjungi MusĂŠe des Confluences, yaitu museum tentang kehidupan manusia, dan beberapa caption di pameran tersebut benar-benar filosofis. Intinya, banyak sekali sejarah manusia, hewan, teknologi, sains, serta kematian (di mana saya agak risih melihat ritual upacara kematian di beberapa negara tertentu, serta kalimat-kalimat filosofis yang mendeskripsikan kehidupan pascakematian). Setelah kunjungan ke museum tersebut, kami makan siang di salah satu restoran kebab yang jaraknya berseberangan dengan pusat perbelanjaan Part-Dieu dan dekat dengan stasiun kereta api Part-Dieu. Kami berbelanja makanan beku (pizza dan pasta) untuk dipanaskan di apartemen di supermarket bernama Monoprix cabang La Part-Dieu. Monoprix merupakan jenama seperti Matahari Department Store untuk bagian butik dan skin care dan Hypermart untuk bagian alimentation (makanan dan minuman). Ketika berbelanja, kami harus membawa tas belanja sendiri, karena tas belanja yang ada di tokonya (seperti kantong plastik di Indonesia) harus dibayar. Untuk tas plastik besar di sini dikenakan 0,20 euro dan tas besar yang durasi pemakaiannya cukup lama, dikenakan 0,99 euro. Cukup mahal, tetapi saya sangat bangga dengan ketegasan orang-orang Prancis agar mengurangi penggunaan kantong plastik dan tas belanja berbahan kertas.
119
MusĂŠe des Confluences dan tulisan Only Lyon
Hari Minggu kami hanya berjalan kaki untuk menghemat tiket transportasi umum. Kami terbiasa sarapan di Pomme de Pain atau Brioche DorĂŠe dan kami membeli viennoiseries favorit kami, yaitu croissant dan pain au chocolat, dinikmati dengan kopi espresso. Sebelum sarapan, untuk mendapat recehrecehan (yaitu pecahan 100 euro yang terbagi banyak, misalnya 50 euro-nya berjumlah dua pecahan, atau berupa satu pecahan 50 euro, dua pecahan 20 euro dan satu pecahan 10 euro), kami membeli demitasse (isi dua gelas) dari Starbucks yang tulisannya Lyon dan France seharga 8,9 euro. Kemudian kami berjalan kaki di sekitar Bellecour, Cordeliers, Place des Terreaux dan HĂ´tel de Ville de Lyon.
Demitasse Lyon dari Starbucks
120
Rencana awalnya kami akan pergi ke ENTPE (sekolah pembangunan umum negara), tempat ayah saya kursus bahasa Prancis untuk persiapan di Universitas Paris VII, tetapi rutenya lumayan jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki, dan akhirnya kami menikmati kopi Cappuccino di Starbucks cabang HĂ´tel de Ville. Ya. Jauh-jauh pergi ke Prancis untuk menikmati kopi Starbucks. Sebab ayah saya ingin mengerjakan sesuatu di laptopnya, dan saya hanya membuat handlettering, suatu keterampilan yang barubaru ini saya tekuni untuk salah satu merchandise di Bianglala apabila dibutuhkan. Sedikit cerita (lagi), apabila kalian membeli tumblr (tempat minum) atau cangkir-cangkir khas Starbucks, kalian tidak akan mendapatkan minuman gratis. Dibandingkan dengan di Indonesia, jika kalian membeli satu tumblr kalian akan mendapatkan satu minuman gratis. Di Prancis, mungkin adalah suatu ide yang bagus jika kalian memang tidak ingin minum kopi dan kalian hanya ingin membeli merchandise-nya. Namun, jika saya boleh review, rasa kopi di Starbucks Indonesia dan Prancis jika tidak diberi gula akan sama saja, tetapi jika diberi, rasanya sedikit berbeda. Di Indonesia, rasa cappuccino akan sangat manis jika ditambahkan satu gula putih atau gula merah, dan takaran gula di Prancis tidak sebanyak di Indonesia. Ternyata Prancis benar-benar menerapkan hidup sehat meskipun ada beberapa orang yang menganggap "BIO" pada label makanan dan minuman hanyalah sekedar label saja. 121
Pekan Terakhir di Lyon Pekan ini, seperti biasa, kami belajar kosakata dan tata bahasa (yang juga mencakupi keterampilan berbahasa) dan topik pekan ini adalah Sains dan Teknologi (berupa teks dan istilah kebahasaan, yaaa... bukan saintek beneran). Kami juga me-review kembali tentang bentuk-bentuk lampau seperti le passé composé, l'imparfait dan le plus-que-parfait agar kemampuan kami lebih berkembang. Kelas kami kedatangan satu orang Jepang (yang bahkan saya lupa namanya, hiks) dan ia dikirim ke Prancis untuk bekerja. Kemudian ada pula dua wanita Belanda yang juga mempelajari bahasa Prancis tingkat C1 (bahkan saya juga lupa nama mereka, hiks). Murid yang menetap di kelas C1 yang dipandu oleh Bérangère adalah Myriam, Jan, Nicolás, Valeria, Anastasia dan saya. Sedangkan yang telah selesai pekan sebelumnya adalah Barbara, Anna-Barbara dan Debora. Sebenarnya pekan ini memiliki dua hari libur, yaitu tanggal 8 Mei (Fête de la Victoire atau akhir Perang Dunia II) dan 10 Mei (Jeudi de l'Ascension atau Kenaikan Yesus Kristus). Namun, LBI tetap buka dan pengajaran tetap diadakan tanggal 8 Mei. Seandainya saya adalah mahasiswa di Prancis, mungkin saya akan merasakan dua kali hari kejepit pekan ini. Dalam bahasa Prancis le pont adalah aktivitas meliburkan diri di antara dua hari libur. Ya. Bulan Mei di Prancis memang banyak liburnya, bahkan tanggal 21 Mei juga 122
libur keagamaan di Prancis, yaitu Lundi de Pentecôte, atau perayaan 50 hari setelah Paskah. Pekan ini juga merupakan yang pertama kalinya saya belajar hidup sendiri di Lyon karena ayah saya pergi ke kota Chambéry untuk tugas pekerjaan di Université Savoie–Mont Blanc (USMB), yang sejak tahun 2017 bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung. Oh ya, universitas tersebut juga memiliki jurusan Didactique de FLE, dan akan menjadi salah satu pilihan untuk studi S2 saya nanti. Selain itu, ahli vulkanologis dan geologis Indonesia, Mbah Surono juga lulusan USMB, lho! Kembali ke pembahasan tentang hidup sendiri. Artinya saya harus sebisa mungkin berbelanja secukupnya (sebab saya dan ayah akan kembali ke Paris tanggal 11 Mei), semurah mungkin dan tidak menghabiskan total 100 euro yang benar-benar ludes. Saat itu, saya benar-benar memegang uang cash sebesar 120 euro, dan sebisa mungkin mendapatkan recehrecehan untuk membeli minuman di vending machine dan juga tiket transportasi umum. Jika kalian bertanya tentang mahal atau tidaknya biaya hidup di Prancis, kalian harus bertanya pada diri kalian, seperti apakah gaya hidup kalian di Indonesia. On dirait peut-être que je n'arrive jamais à manger car il y a beaucoup de nourritures non halal, mais j'y arrive quand même (Orang-orang mungkin berkata bahwa saya tidak akan bisa makan karena banyak makanan yang tidak halal, tetapi saya bisa). 123
Saya berbelanja untuk sarapan, makan siang dan makan malam sebesar 9 euros sekian di Monoprix cabang Cordeliers. Yang membuat saya kesal, saya lupa membawa tas belanja dari Monoprix yang plastiknya warna putih dan merah, dan akhirnya saya membeli satu tas belanja warna biru dan kuning yang dapat dilipat dan digunakan lebih lama. Hal tersebut terjadi karena saya lupa bahwa orang Prancis membawa tas belanja mereka sendiri, dan tidak seperti di Indonesia di mana kantong plastik sering digunakan. Selama saya sendiri di apartemen, saya memasak pasta dengan kuah veloutĂŠ (seperti soup) karena saya membutuhkan rasa gurih. Saya juga memasaknya dengan smoked chicken halal yang dibeli di Monoprix cabang La Part-Dieu. Masing-masing masakan yang saya masak ternyata mencukupi tiga kali makan dalam sehari, yang artinya saya tidak perlu membeli kebab atau makan siang lainnya di luar. Saya hanya membeli croissant dan beignet nutella sebagai sarapan. Hal tersebut saya lakukan selama tiga hari, hingga pada hari Kamis, alhamdulillah, stok pasta yang ayah saya belikan sudah hampir habis. Sejujurnya, saya sedih sekali, karena saya sudah terbiasa hidup dan berbudaya berjalan kaki di kota ini dan pekan ini saya benar-benar akan meninggalkan Lyon. Personally, kota ini bagaikan Bandung, di mana saya mampu berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh dan juga menggunakan transportasi umum dengan aman (meskipun saya mendapat perlakuan yang tidak enak ketika tiba di Lyon), ya walaupun di Bandung, 124
saya sudah cukup dilayani oleh supir yang mengantar ke manapun saya pergi. Wajah saya mungkin terlihat sangat sedih, tetapi di hadapan teman-teman saya, saya harus tetap tersenyum. Lyon va tellement me manquer :'( Je m'y attache dĂŠjĂ ...
Pada hari libur kenaikan (10 Mei), saya menetap di apartemen dan tidak pergi ke manapun pada pagi hari karena saya menunggu ayah saya kembali dari kota ChambÊry menuju Lyon dan beliau tiba pukul 10 pagi dan kami akan mencuci pakaian di laverie apartemen, dan mengeringkannya di laverie terdekat yang memiliki mesin pengering seharga 0,5–0,6 euro. Saya juga membeli satu roti demi-baguette (roti baguette dipotong setengah) untuk makan siang di apartemen, satu croissant dan satu pain au chocolat untuk sarapan terakhir di Lyon. Sorenya, saya jalan-jalan dan ayah saya menetap di apartemen. Saya mencari Les Halles Paul Bocuse, yaitu restoran yang berisi masakan-masakan Paul Bocuse. Saya sempat tersesat, tetapi alhamdulillah, saya menemukannya meskipun restoran tersebut akan tutup. Akhirnya, saya pun kembali ke Bellecour untuk sekedar jalan-jalan dan melihat Institut Paul Bocuse dari luar, sekaligus membeli brumisateur di Monoprix dengan harga yang sangat murah jika dirupiahkan.
125
Restoran "Institut Paul Bocuse", tampak luar
Place Bellecour dan hand lettering karya saya
126
Tanggal 11 Mei merupakan hari terakhir saya di kota Lyon dan jujur saja, saya agak melankolis. Saya terlihat agak murung dan sedih. Saya sempat kehilangan semangat karena kejadian hari pertama di Lyon, seolah perjalanan saya berhenti sampai di situ. Namun, beberapa orang pengikut di akun Instagram ketiga saya terus menghibur dan menyemangati saya, tetapi ketika saya terus ditanya mengenai kejadiannya, saya pasti akan marah (ibu-suri-look on point). Untungnya semangat pemberian followers saya membuat saya cepat move on, meskipun hal tersebut terus berada di pikiran saya. Saya bahkan tidak menceritakan apapun kepada teman-teman saya di LBI. Setelah kami menonton film kartun tentang kehidupan Marie Curie, kami pun bermain permainan khas Prancis selatan (tepatnya di kota La Ciotat pada tahun 1910), yaitu la pÊtanque. Secara istilah, pÊtanque berasal dari kata petanca dalam dialek Provençal dari bahasa Occitan, yang artinya kaki rapat. Cara bermainnya telihat mudah tetapi bagi ayah saya, sangat sulit. Pertama, salah satu pemain melemparkan bola kecil (sebagai goal dalam pÊtanque) yang disebut cochonnet, kemudian bola berbahan besi dilemparkan oleh pemain dan poin terbesar diberikan kepada pelempar bola yang terdekat dengan cochonnet. Namun ketika bermain, kaki harus tetap pada posisi dan tidak boleh bergerak. PÊtanque dapat dimainkan di lapangan rata yang memiliki pasir, atau di pantai.
127
Setelah bermain, kami pun berfoto bersama, dan kembali ke gedung LBI. Kami berpisah dengan Jan (ketiga dari kiri pada foto) dan satu teman kami asal Belanda (di posisi paling kiri pada foto), sedih sekali saya lupa namanya. Sesuai budaya Prancis, kami berpisah dengan cara faire la bise, dan yang tidak saya ketahui, mereka memulainya dari sebelah kiri, sedangkan saya terbiasa memulai sesuatu (apapun itu) dari sebelah kanan. Saya juga memberikan salah satu celana motif batik sebagai kenang-kenangan kepada BÊrangère dan warnanya sesuai bendera Prancis meskipun warna biru lebih dominan. Selain itu, batik merupakan sesuatu yang baru bagi beliau, karena jarang sekali motif batik dikenakan oleh orang Prancis (kecuali orang-orang di KBRI, hehehe). Atelier oral hari itu adalah atelier terakhir yang saya ikuti di Lyon, dan kami membahas tentang le 128
souvenir atau kenangan (untungnya bukan kenangan mantan, hehehe...). Kami juga membaca extrait (penggalan) dari autobiografi karya Marcel Proust berjudul À la recherche du temps perdu (In search of lost time). Sejak saat itu, saya mengenal istilah La Madeleine de Proust, yaitu sebutan untuk fenomena suatu objek atau gerakan yang memicu sebuah kenangan pada pikiran seseorang. Que j'adore cette expression... Setelah belajar, saya mengucapkan salam perpisahan kepada semua teman-teman dan juga Bérangère. Jujur saja, saya sempat menangis sedikit setelah meninggalkan LBI. Saya memang merasa nyaman di Lyon, tetapi... ada yang harus saya urus di Paris, dan di Bandung... Voilà, c'est la vie... Saya pun berjalan kaki dari daerah Foch menuju Hôtel de Ville, untuk menemui ayah di Starbucks. Kemudian kami berdua langsung pergi menuju pusat perbelanjaan La Part-Dieu untuk makan siang dan melihat-lihat tas di beberapa toko. Tas tersebut bukan untuk saya, tetapi untuk ibu saya. Namun, akhirnya kami memutuskan untuk membelinya di Le BHV Marais, di Paris. Au revoir, Lyon... Je souhaite qu'on se voie encore et encore... In chaa' Allah...
129
Part IV: BACK TO PARIS only for eight days Kami berangkat menuju Paris, dalam keadaan barang curian belum dikembalikan kepada saya, namun saya terus berdo'a agar ada sesuatu yang mungkin akan Allah berikan sebagai gantinya. Yaaa... memang sudah takdir Allah (qadarullah), bahwa saya harus mengurus (serta mencatat itinĂŠraire di carnet de voyage agar lebih tahu jika terjadi kembali) pembuatan SPLP. Selama perjalanan, saya tetap terjaga ketika ayah saya tidur. Saya mengunggah beberapa foto di Instagram, meskipun akhirnya banyak teman-teman saya yang mendadak menjadi "wartawan" (baca: kepo), baik lewat komentar maupun direct messages. Kami pun tiba di stasiun Gare de Lyon pukul enam sore waktu setempat dan membeli carnet de dix tickets atau sepuluh tiket dalam satu paket transportasi umum Paris untuk pergi ke stasiun Gare du Nord, karena hotel kami berlokasi di dekat sana. Kami membeli makan malam dan sarapan (agar tinggal ngopi di MacDonald's atau di tempat lain) di toko Relay. Toko tersebut berisi beberapa buku (namun tidak selengkap FNAC), majalah, koran, oleh-oleh dan sandwich. Kami membeli dua sandwich dan satu botol air mineral. KBRI Paris tidak buka pada akhir pekan, dan oleh karena itu, kami menghabiskan akhir pekan (12 dan 13 Mei 2018) dengan berjalan-jalan di mall Printemps, Forum des Halles, jalanan sekitar Centre 130
Georges Pompidou, Fontaine Igor Stravinsky, HĂ´tel de Ville dan seperti pada dua hari pertama, kami pergi menuju Le BHV Marais untuk menyantap salad dicampur grilled salmon (lebih baik memilih ikan karena daging lainnya, meskipun bukan babi, belum tentu aman untuk dikonsumsi), sebab sudah hampir tiga pekan saya dan ayah tidak mengonsumsi sayur-sayuran. Entah mengapa saya lebih lapar ketika di Prancis, mungkin karena cuacanya dingin dan membutuhkan banyak energi untuk menghangatkan badan, yaitu dengan banyak makan. Ini salah satu tips ala saya, terutama jika para sobat kurus sudah makan banyak tapi tidak kunjung berisi, hehehe....
Berfoto di rooftop Printemps du GoÝt sekaligus rela ngopi seharga Starbucks ukuran Tall demi foto yang bagus ˆ_ˆv
131
Printemps dan Galeries Lafayette merupakan tempat seperti mall namun kebanyakan barang jualannya merupakan barang-barang desainer ternama dan sangat mahal. Pertama kali saya mengunjungi Lafayette yaitu di cabang Montparnasse (tujuan akhir di stasiun mÊtro Montparnasse–Bienvenße) hampir delapan tahun yang lalu, sedangkan toko pusatnya saja baru saja saya kunjungi tahun ini (dan itu pun hanya sekedar window shopping). Di Printemps, saya sangat ingin melihat dan memotret menara Eiffel dari rooftopnya, salah satunya dari Printemps du GoÝt (area kafe dan restoran menengah ke atas). Setelah luntang-lantung di BHV dalam rangka mencari sepatu untuk ayah (karena bagian sol-nya sudah agak rusak), kami membeli kebab dan air mineral untuk makan malam, kemudian pulang ke hotel. Namun, dalam hitungan jam... serangan teroris kembali terjadi di Paris. Ya... kali ini bukan serangan bom seperti pada tahun 2015, tetapi terjadi penusukan yang dilakukan oleh seorang pria berumur 20 tahun yang ternyata adalah salah satu anggota teroris (ia merupakan imigran dari Russia tetapi sudah menjadi warga negara Prancis delapan tahun silam). Serangan tersebut mengakibatkan satu korban tewas dan empat korban terluka. Beruntungnya, si penyerang telah ditewaskan oleh polisi yang saat itu bergerak cepat. Padahal kami baru saja jalan-jalan bahkan melewati daerah dekat Avenue 132
de l'Opéra (2e arrondissement), untungnya pada saat kejadian berlangsung, kami telah kembali ke hotel. Nous allons bien, alhamdulillah... (informasi lebih lanjut mengenai serangan ini dapat dicari dengan keyword: L'attaque de 12 mai 2018)
Esoknya kami tidak pergi ke daerah Printemps dan Galeries Lafayette (keduanya berada di 9e arrondissement, dan dekat dengan Opéra yang berada di 2e arrondissement), tetapi kami pergi ke La Défense, untuk mengunjungi salah satu pusat perbelanjaan Les Quatre Temps CNIT dan kami luntang-lantung di beberapa toko demi sepatu ayah. Kemudian, kami pun berfoto di La Grande Arche de la Défense, dan saya membuat video pendek untuk kanal YouTube saya. Sebenarnya saya bukan YouTuber, tetapi saya suka mengunggah video yang menurut saya sangat berkesan dalam hidup. Setelah itu, kami berfoto di depan Arc de Triomphe, kemudian di daerah Montmartre (sekaligus makan siang di Daily Monop' dan membeli beberapa oleh-oleh). Montmartre tahun ini mengingatkan saya pada waktu yang saya habiskan di daerah Fourvière di Lyon, sama-sama daerah seperti desa dan sama-sama memiliki funiculaire. Entah mengapa hati ini terasa rindu terhadap Lyon meskipun saya lebih rindu terhadap Paris.
133
Okay, kali ini saya akan membahas prosedur pengajuan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) di KBRI. Yang harus disiapkan adalah: 134
1. Fotokopi Identitas Indonesia. Bisa berupa fotokopi KTP / Akta Kelahiran / Kartu Keluarga / Buku Nikah. 2. Pas foto. Lebih baik kalian membawanya dari Indonesia, ukuran 5 x 6. Namun jika kalian tidak membawanya, kalian bisa berfoto di Photomaton (untuk pas foto harganya 5 euros) dan jumlah uang yang harus dimasukkan ke dalam mesin harus uang pas, jika kelebihan makan tidak ada kembalian. 3. Fotokopi passport dan visa (recent). Dalam bentuk foto pun juga tidak apa-apa (dan dikirimkan via e-mail kepada petugas konsuler). Seperti foto visa saya pada bagian pertama buku ini. 4. Surat pernyataan kehilangan dari polisi setempat. 5. Uang 5 euros untuk biaya pembuatan SPLP. Setelah saya mengajukannya (14/05), saya hanya cukup menunggu hingga jam 3 sore waktu setempat. While waiting, saya dan ayah langsung jalanjalan ke Timberland di daerah Châtelet dan kembali ke hotel untuk makan siang. Setelah itu, kami kembali ke KBRI Paris untuk mengambil SPLP saya (plus ngobrol dengan petugas konsuler yang pernah satu almamater dengan saya ketika kuliah) dan bertemu teman satu kampus ibu saya, Om Surya, yang saat itu sedang 135
menjabat sebagai Atase Kerjasama Pendidikan dan Kebudayaan KBRI. Kami pun diajak ngopi di kafe terdekat dan kopi buatan Torréfacteur Comptoirs Richard itu enaaaaaaaaaaaak banget, saya belum pernah minum kopi seenak itu! Ya. The real Parisian coffee in a Parisian coffee shop. Le meilleur café que j'aie jamais goûté ! Esoknya, saya dan ayah pergi ke Souvenirs Paris Par'Ici, toko yang saya ceritakan di bagian kedua, untuk membeli oleh-oleh. Kemudian, kami pun ke Le BHV Marais (lagi!) untuk makan siang. Saya sempat merasa bosan karena makan di tempat yang sama, tetapi kali ini, setelah tiga minggu penantian akhirnya saya makan nasi! Ayah saya juga sambil mengerjakan sesuatu di laptopnya, saya hanya makan dan minum kopi. Setelah itu, akhirnya kami menemukan tas untuk ibu. Sebagai oleh-oleh, beliau kudu dapat yang spesial! Setelah makan, kami pergi ke kampus tempat ayah saya kuliah dulu, Institut de Physique du Globe de Paris (IPGP), untuk bertemu salah satu mahasiswa yang pernah beliau bimbing untuk skripsinya, kak Kadek. Well, saat itu dia sedang mengerjakan tesis untuk validasi Master tahun kedua. Dia di Paris hanya satu tahun (langsung M2 karena–if I'm not mistaken– study record-nya menunjukkan bahwa dia nggak perlu mengikuti Master tahun pertama). Kami juga bertemu salah satu dosen ayah yang masih mengajar di sana, dari sekian banyak dosen beliau ada yang sudah meninggal, ada yang sedang sakit dan tidak ingin 136
dijenguk (beliau tinggal di Rennes, Bretagne), ada juga yang jadi dosen di kota Brest.
Segelas kopi dari machine Ă vente Lavazza yang mengingatkan saya kepada mesin kopi di Lyon Bleu International
Di Paris, kami pun tetap menyempatkan untuk mencuci pakaian di Laverie (laundry), dan mesinmesinnya pun berjalan setelah memasukkan uang koin untuk membeli sabun bubuk kecil (padahal kami membawa sabun cuci cair dari Lyon, hiks), menjalankan mesin cuci dan mesin pengering. Selama menunggu proses pencucian, kami menikmati croissant terakhir di boulangerie terdekat sebelum puasa Ramadhan hari pertama.
137
Kami juga menyempatkan untuk jalan-jalan ke gedung aslinya UniversitĂŠ Paris VII (Paris Diderot), namun... di Prancis, orang tidak bisa masuk sembarangan demi keamanan karena serangan teroris yang pernah terjadi pada tahun 2015 bahkan tahuntahun sebelumnya.
138
Setelah dari Université Paris VII, kami kembali ke pusat kota Paris menuju Forum des Halles untuk makan siang dan minum kopi di Starbucks (sekaligus membeli demitasse Paris). As I told you before, ayah saya mengerjakan sesuatu di laptopnya, dan itu salah satu alasan kenapa kami memilih Starbucks sebagai tempat duduk ketika lagi keluar hotel.
Kemudian kami berjalan-jalan di sekitar Rue Rivoli untuk membelikan sweatshirt Université Paris warna biru dongker dan oleh-oleh lainnya untuk orangorang terdekat dan kali ini, saya tidak membeli apapun untuk teman yang masih saya hubungi, karena sudah saya belikan sewaktu saya mengunjungi Souvenirs Paris Par'Ici. Sedihnya saya tidak menemukan toko Ooh Là Là Paris, yang pernah saya kunjungi sekeluarga tahun 2010. Pedagangnya membuat saya tertawa, tetapi itulah salah satu strategi marketing terhadap para turis. Esoknya, kami pun berpuasa Ramadhan dan tahun ini merupakan puasa pertama saya di Prancis. Ya. 139
Durasinya cukup lama, yaitu 18 jam. Jika saya tetap tinggal hingga seminggu sebelum ujian DALF C1 (01/06) pun saya pasti merasakan panasnya summer seperti tahun 2010. Saya pun sempat browsing di internet mengenai jadwal iftar. Et voilĂ ...
Setelah dari Lyon, jadwal shalat yang sebelumnya sesuai di gambar karena sudah settle, kami lakukan qasr lagi (shalat Dzuhur dengan Ashar bersamaan, begitu pula shalat Magreb dan Isya), dan mungkin akan seperti itu jika saya menjadi mahasiswi di Prancis (aamiin). Saya pun browsing jadwal shalat di Abu Dhabi karena transitnya akan lebih lama ketimbang waktu berangkat. Kami tidak pergi keluar di hari pertama puasa, mata saya cukup lelah untuk siap-siap di pagi hari, jadi kami kembali tidur setelah shalat Subuh hingga jam 1 siang. Sebab jetlag pun masih kami rasakan. Sorenya, kami membeli burger untuk iftar sambil menghabiskan sisa kebab ketika sahur. 140
Selfie pertama yang saya buat di Snapchat di hari pertama bulan Ramadhan, as you can see here, I looked tired, tetapi saya insist untuk tetap berpuasa. Anggap saja saya latihan berpuasa lebih lama dari jam puasa di Indonesia.
Di hari terakhir, kami mencoba untuk jalanjalan di Paris meskipun sedang puasa hari kedua. Saya ingin menemukan Point ZĂŠro des Routes de la France, tepat di dekat Notre-Dame de Paris. Namun ketika saya tiba di sana, ternyata masih dibersihkan mas-mas cleaning service. Hiks... dengan berat hati saya tak bisa berfoto di sana sambil nge-vlog untuk berputar di titik tersebut. So, I ended up getting another photos of the Seine River and another souvenir for one of my mother's work colleague. Sebelum menuju Notre-Dame de Paris, saya dan ayah membeli biji kopi di TorrĂŠfacteur bernama BrĂťlerie des Ternes. Saya pun bersugesti agar tidak haus atau lapar karena wanginya berbagai macam biji kopi yang ada. Biji kopi Indonesia pun (tepatnya dari Sumatra) ada di sana loh! 141
Berfoto di depan TorrĂŠfacteur des Ternes dan sebelahnya ada toko roti LibertĂŠ
142
Setelah itu, saya menunggu ayah yang sedang shalat Jumat di KBRI Paris sambil duduk di koperasi KBRI. Di situ, saya pun membeli nasi kuning dan sate padang untuk berbuka puasa dan sahur. Ouiiii, enfin, ma spécialité indonésienne préférée !! Masing-masing seharga 7 euros. Cukup mahal, dan orang-orang Indonesia yang di Prancis pun makan itu hanya sesekali saja. All I know, kalau tidak makan makanan orang lokal yaaa, memasak! Sepulangnya dari KBRI, kami pun masih sempat berbelanja di RELAY, yaitu berbelanja oleholeh berupa cookies in a tin can sebanyak tiga kotak, dua pashmina untuk kedua nenek saya dan juga enam kotak coklat Maxim's. Malam harinya saya habiskan dengan mengatur bawaan di koper, selagi menunggu jam berbuka, sekaligus menonton acara favorit saya, Slam, di kanal France 3. Saya membawa cukup banyak barang dari Lyon, yaitu yang paling berat adalah dua buku bon plan Collecteur yang saya dapatkan secara cuma-cuma dari Office du Tourisme Only Lyon. Seharusnya bisa diunduh dari situs resminya, tetapi setiap kali menyambungkan akun dengan akun Google+ atau akun LinkedIn, selalu tidak berhasil. Hiks... Kami berbuka puasa cukup lama, hingga pukul 00 dini hari, kemudian tidur. Pukul 3 dini hari kami sahur, minum kopi, mandi, siap-siap ke Bandara Internasional Roissy Charles-de-Gaulle. Kami memutuskan untuk tetap berpuasa di hari ketiga 143
Ramadhan, despite menjadi voyageur. Dan sedihnya loket pukul 5 sore belum buka dan akhirnya ada imigran Arab yang membantu kita, dan saya juga melihat cara-cara orang tersebut memencet tombol pembelian tiket anak-anak for 26 euros. It was a scam, dan kami pun akhirnya cepat-cepat naik ke RER B menuju airport dan setelah tiba, kami BERUNTUNG dapat memasuki airport dengan tiket yang dibelikan imigran Arab tersebut. Turns out, beliau sedang menghadapi kerasnya hidup, jadi dengan menipu dia mendapat untung setelah membelikan tiket anak-anak dengan mesin kepada para turis. Karena pada kejadian lain, orang tidak bisa memasuki airport dengan tiket tersebut. Namun kami beruntung bisa masuk! Alhamdulillah... jadi pelajaran agar lain kali kami harus membeli tiket sehari sebelumnya. Arabnya sih kelihatan kayak dari negara Maghreb gitu, bukan Arab Saudi. Jadi hati-hati jika kalian diberi bantuan, siapa tahu itu hanya penipuan tiket.
Tampilan tiket yang dibelikan si penipu
144
Kami pun langsung check-in di airport, melihatlihat majalah di RELAY, kemudian kami membeli dua bungkus M&M's warna bendera Prancis (édition limitée) dari sebuah vending machine dekat ruang tunggu sebelum memasuki pesawat. Voilà, la dernière photo de la Dame de Fer, prise du métro, avant de rentrer en Indonésie.
145
Je dois être honnête car la France va tellement me manquer, et que je m'y attache déjà, non parce que c'est ma zone de confort, mais c'est un pays où je me teste mentalement. L'Hexagone est pour moi un grand défi pour que je sois indépendante, pour que j'apprenne à vivre dans un endroit totalement différent que ma patrie. J'espère qu'en écrivant ce livre, tous les gens de mon entourage aiment la France (pas forcément être francomanie comme moi, mais pour un nouveau défi) positivement, mais qu'ils doivent aussi être très très attentif de ce qui est négatif en France. Je souhaite maintenant que la France soit faite pour moi, surtout pour mes études supérieures et mon futur travail. À tous ceux qui rêvent de vivre en France, je vous souhaite aussi un bon courage car nous luttons ensemble pour le réaliser.
Nadia Rahmania Grandis Saya harus jujur karena saya akan benar benar merindukan Prancis, dan saya merasa sudah melekat pada negara tersebut, bukan karena zona nyaman, tetapi karena saya ingin menguji mental saya. Prancis bagi saya adalah suatu tantangan yang besar agar saya lebih mandiri, dan belajar hidup di lingkungan yang jauh berbeda dari ibu pertiwi. Saya harap dengan menulis buku ini, orang-orang di sekitar saya mencintai Prancis (bukan sebagai franco-maniac seperti saya, tetapi untuk sebuah tantangan yang baru) secara positif, tetapi juga harus memiliki kepekaan akan hal negatif di Prancis. Saya berharap saat ini agar Prancis memang tercipta untuk saya, terutama pada pendidikan yang lebih tinggi dan pekerjaan saya di masa depan. Buat kalian yang bermimpi hidup di Prancis, saya berikan semangat karena kita sama-sama berjuang meraih mimpi kita.
146
Ă€ PROPOS DE L'AUTRICE (TENTANG PENULIS)
Nadia Rahmania, adalah seorang francophile (istilah untuk pecinta atau pengagum segala hal yang "berbau" Prancis) alumni Pendidikan Bahasa Prancis di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Anak pertama dari dua bersaudara ini, memiliki hobi belanja, menulis dan fotografi. Penulis yang sering dipanggil Nara oleh temanteman sekitarnya saat ini sedang mempelajari kecantikan kulit dan make-up karena antusiasmenya terhadap produkproduk perawatan teruji klinis di Prancis, salah satunya adalah La Roche-Posay. Selain mempelajari kecantikan kulit, penulis juga mengisi waktu senggang untuk mengajar kursus privat bahasa Perancis.