Toleransi sebagai kunci dalam bernegara

Page 1

TOLERANSI SEBAGAI KUNCI DALAM BERNEGARA Karya ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai Nasional FSLN 2017 “Membangun Generasi Abad 21”

Disusun oleh: Novia Akromussolihah

PENDIDIKAN BAHASA ARAB UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBARAHIM MALANG 2017

0


A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara multikultural. Terdiri dari berbagai suku, budaya, bahasa, ras, etnis, bahkan agama. Tersebut, dapat dilihat dari awal berdirinya Indonesia sudah tampak jelas di mana para masyarakat serta pahlawan

berjuang

keras

satukan

tujuan

untuk

memperjuangankan

kemerdekaan negara Indonesia meski mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Sebuah wujud toleransi yang tinggi memang sangat ditanamkan dan tertanam sejak nenek moyang kita terhadap bangsa Indonesia. Sehingga, terwujudlah negara yang dikenal paling banyak memiliki ragam budaya suku, dan agama. Serta terciptanya kedamaian di dalamnya. Oleh sebab itu, Indonesia merdeka, berkembang, dan memiliki jati diri yang tidak dimiliki negara lain yang toleransinya sedang. Namun apakah ke depannya Indonesia tetap sejatinya Indonesia?. Sedang, Akhir – akhir ini, nilai kerukunan yang dijaga dengan baik oleh masyarakat mulai terkikis, mengalami degradasi. Semboyan bhineka tunggal ika sudah mulai luntur dalam pemahaman dan pengalaman masyarakat. Bahakan, kini disurat kabar atau media elektronik pun sering kita jumpai mengenai kekerasan yang

mengatas

namakan

agama.

Merusak

tempat

peribadatan

dan

kententraman pemeluk agama lain hanya karena permasalahan sepele (sosial). Ironisnya mereka mengeklaim tindakannya benar dan tidak merasa bersalah sedikitpun meski perbuatan tersebut sudah jelas merusak kesejahteraan dan tatanan negara. Tentunya kelompok itu bukan dari kelompok “Ahlu Sunnah Wal Jamaah�. B. Isi

1


Tasamuh berati toleransi dan tenggang rasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, toleransi diartikan sifat atau sikap toleran, dua kelompok yang berbeda kebudayaan itu saling berhubungan dengan penuh. Menurut KH. Salahuddin Wahid, toleransi ialah konsep untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama diantara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama.

1

Oleh

karena itu toleransi merupakan konsep mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama termasuk agama islam. Yang sudah semestinya diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara demi menjaga keutuhan NKRI. Toleransi merupakan hal penting yang harus tetap dijaga keutuhannya di negara ini, tidak ada satu orang pun yang boleh merusak jiwa toleransi setiap masyarakat Indonesia hanya dengan alasan agama oleh sekelompok paham radikal. Bagaimana tidak, mengingat dasar negara kita adalah pancasila dan UUD 1945. Dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu�. Dari sini sudah tampak jelas bahwasaanya negara Indonesia menghargai suatu perbedaan untuk menciptakan kesatuan Indonesia, karena sebagai mana kita tahu bahwa suatu perbedaan merupakan anugrah bukan sebagai tombak perpecahan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam toleransi beragama. Yang pertama kita dianjurkan untuk saling bertoleransi baik antar sesama muslim maupun non muslim dalam hal sosial. Misalnya, dalam hal jual beli dan memberi perlindungan satu sama lain dari bahaya. Ini sangat dianjurkan untuk saling toleransi. Yang kedua tidak diperbolehkan bertoleransi antara muslim dan non muslim dalam hal akidah. Seperti dalam sebuah perkumpulan yang hendak melaksanakan doa bersama maka kita tidak bisa melakukan doa bersama-sama namun kita bisa melakukan doa secara individu ataupun saling 1

Wahid, Salahuddin, “Balum Sepenuhnya Menjadi Indonesia� dalam Harian Kompas, 25 Mei 2012. Hal 7.

2


menyembah Tuhan satu sama lain, ini tidak dibenarkan. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi “lakum diinukum wa lii yaddiin”. Agamamu adalah agamamu dan agamaku adalah agamaku.2 Serupa dengan sabda rasulullah saw bahwasannya “man qatala dzimmiyan fanaa qasmuh”, barang siapa yang membunuh non muslim maka berhadapan dengan saya, “wa man quntu qasmuhu falam yasyum raihatal jannah”, barang siapa yang berhadapan dengan saya maka tidak akan masuk surga. Rosulullah sangat melindungi kaum non muslim yang tidak bersalah dan tidak mengganggu ketentraman umat muslim, tidak ada alasan bagi kita pula untuk tidak memperlakukan non muslim dengan baik selama non muslim tersebut tidak mengganggu akidah kita. Seiring berkembangan zaman, terutama di abad 21 ini, banyak pemahaman-pemahaman yang salah dalam mengartikan “dakwah” dan memerangi non muslim yang semestinya kita jaga kesejahteraannya. Karena mereka adalah orang-orang yang bukan termasuk dari golongan yang harus kita perangi. Berikut pembagian non muslim yang harus kita perangi ataupun tidak: 1. Kafir Mua’had yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan diantara mereka dan kaum muslimin memiliki perjanjian damai untuk tidak saling memerangi. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh dan diperangi. Rasulullah saw bersabda, “siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun” 3 2. Kafir Dzimmi yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan sebagai gantinya mereka mengeluarkan jizyah (semacam upeti) sebagai kompensasi perlindungan kaum muslimin terhadap mereka. 3. Kafir Musta’man yaitu kafir masuk ke negeri kaum muslimin dan diberi jaminan keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.

2 3

QS. Al-Kafirun: 6 HR. Bukhori: 3166

3


4. Kafir Harbi yaitu orang kafir selain tiga jenis di atas. Kaum muslimin disyari’atkan untuk memerangi orang kafir semacam ini sesuai kemampuan mereka.4 Pada nomor 4 tersebutlah peran toleransi agama baru tidak diberlakukan. Dikarenakan kafir harbi adalah kafir yang memusuhi dan memerangi orang muslim seperti halnya yang terjadi di Palestina, maka orang muslim pun wajib memerangi mereka yang mengusik urusan agama islam. Namun selain dari kafir harbi rasulullah memerintahkan kita untuk saling bertoleransi baik sesama maupun non muslim karena kafir yang tidak golongan kafir harbi tidak mengancam jiwa masyarakat muslim. Bahkan, pada zaman dahulu datanglah seorang kafir kepada rasulullah untuk meminta perlindungan dari marabahaya yang mengancam nyawanya, rasulullah pun segera menolongnya dengan menyembunyikan orang kafir tersebut di dalam rumahnya dan mengatakan kepada orang yang mencari bahwa “tidak ada orang yang datang menghampiriku”. Senada dengan perjalanan hidup rasulullah, ada seseorang yang tidak pernah masuk islam, namun dalam perjalanan hidup selalu mendukung dan menjadi pelindung bagi Nabi Muhammad. Orang tersebut adalah pamannya, yang bernama Abu Tholib. Nabi Muhammad hidup berdampingan dengan pamannya dan sangat menghargainya. Nabi Muhammad juga sudah terbiasa hidup plural. Ini adalah contoh penting soal hidup berdampingan dan sikap toleransi dalam hal sosial yang diajarkan rasulullah kepada kita. Namun, di mana ideologi luar mulai masuk ke dalam Indonesia yang diiringi dengan pemahaman-pemahaman baru maka nilai toleransi tersebut sudah sangatlah berbeda dari waktu ke waktu. Pada zaman dahulu toleransi beragama begitu tampak diperhatikan demi menjaga keutuhan NKRI seperti halnya yang digelar oleh presiden kita (dizamannya) K.H. Abdur Rahmad Wahid atau dikenal dengan sebutan “gus dur” yang memproklamirkan boleh adanya agama kong ghu chu dan tidak mengganggu para penganut agama kong ghu chu, ini dilakukan demi menjaga tali persaudaraan dan memberi kesejahteraan tiap-tiap penduduk yang sudah tertera di UUD 1945. 4

Abdullah bin Abdul Aziz al Jibrin, Tadzhib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, 2002, hal. 232-234

4


Kini

bisa

kita

lihat

maraknya

berita

tentang

hal-hal

yang

mempermasalahkan urusan toleransi dari segi sosisal, padahal sudah jelas perintah-perintah yang memperbolehkan dan mengharuskan untuk menjaga kerukunan dan bertoleransi dalam hal sosial bukan akidah. Seperti adanya pengeboman oleh seorang teroris yang bernama Amrozi di Bali dan pendemoan mengenai pemilihan gubernur di DKI Jakarta yang meluas hingga menutup jalan raya utama. “demo yang berlebihan sehingga menutup jalan umum dan menggelar jamaah sholat jumat di bundaran HI jelas tidak dibenarkan, yang pertama karena menyusahkan orang lain dan yang kedua sholat jumat harus dilaksanakan di masjid tempat pemukiman dengan dihadiri minimal 40 penduduk asli yang menetap” ujar KH. Marzuqi Mustamar. Sehingga dari kalangan Ahlu Sunnah Wal Jamaah lebih memilih jalan ketidak setujuannya dengan mendoakan “jika memang itu takdir Allah untuk menjadi pemimpin maka jadikanlah pemimpin yang adil dan mensejahterakan rakyat dan semoga segera diberi hidayah oleh Allah”. 5 Mengingat, firman Allah “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang dimuka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman?”6 Hal yang sama juga dilakukan oleh Umar bin Khatab (sahabat nabi) ketika menjadi khalifah. Ketika berkunjung ke palestina kemudian masuk ke dalam gereja mendengar adzan ashar beliau keluar untuk melaksanakan shlat diluar gereja. Ketika ditanya beliau menjawab “saya khawatir kalau umat islam mendatang akan merebut gereja ini menjadi masjid dengan alasan bekas shalatnya Umar”. Jika sampai sekarang masyarakat masih belum bisa membedakan antara toleransi dalam hal akidah dan dalam hal sosial maka seiring waktu yang terus berjalan hancur pula lah tatanan negara ini. Bagaimana tidak, jika non muslim di Indonesia khususnya Jawa tidak diberlakukan dengan baik dan tidak diberi perlindungan maka akan mengancam nyawa orang-orang muslim di Bali dan luar negeri (khususnya para TKI dan TKW) yang notaben penduduknya non

5 6

Pengajian rutin KH. Marzuki Mustamar di PP. Sabilurrosyad QS. Yunus: 99

5


muslim. Mereka akan mendapat perlakuan semena-mena oleh kaum non muslim dengan dasar melihat dari kaum mereka diberlakukan buruk di Indonesia. Jika itu memang terjadi maka, kita sama saja dengan mengasingkan dan membunuh kaum muslimin yang dari golongan kita sendiri dengan cara tidak langsung. C. Penutup Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ketahui dan simpulkan bahwa tinggi randahnya sikap toleransi dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Mari kita berupaya berpikir lebih mendalam untuk ke depannya dalam menafsirkan apapun yang kita terima terlebih dahulu sebelum bertindak terutama mengenai pemahaman-pemahaman baru yang sebelumnya belum kita ketahui sumbernya. Indonesia mampu berdiri karena adanya keberagaman, kesejahteraan, dan rasa toleransi yang tinggi (menghargai satu sama lain). Tanpa itu semua tidak akan tercipnya suatu negara yang damai ini. Karena negara akan tercipta keharmonisannya karena adanya toleransi.

6


Daftar Pustaka Abdullah bin Abdul Aziz al Jibrin, Tadzhib Tashil Al „Aqidah Al Islamiyah, 2002. Wahid, Salahuddin, “Balum Sepenuhnya Menjadi Indonesia” dalam Harian Kompas, 25 Mei 2012. Pengajian rutin KH. Marzuki Mustamar di PP. Sabilurrosyad QS. Al-Kafirun: 6 QS. Yunus: 99 HR. Bukhori: 3166

7


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.