Kerjasama Antar Daerah; Rapid Assessment Report

Page 1

NSLIC/NSELRED Program undertaken with the financial support of the Government of Canada provided through Global Affairs Canada

National Support for Local Investment Climate/ National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development

LAPORAN

RAPID ASSESSMENT Potret Singkat Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (KAD) Di Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tenggara

A Project implemented by



KATA PENGANTAR

Laporan rapid assessment ini merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh proyek National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) untuk mengkaji pelaksanaan kerjasama antar daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara sebagai upaya mengidentifikasi hambatan-hambatan pertumbuhan ekonomi di kedua daerah tersebut. Sebagai langkah awal, NSLIC/NSELRED bersama Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kerjasama antar Daerah (LEKAD) telah melakukan rapid assessment (RA) terhadap kapasitas KAD di kedua provinsi wilayah kerja NSLIC/NSELRED pada bulan Juli 2018. Melalui penelitian normatif, tim telah menghimpun berbagai data dan informasi tentang kondisi eksisting pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah (KAD) oleh pemerintah daerah dan para pihak terkait. Hasil penelitian menunjukkan peta situasi penerapan KAD yang mengacu pada landasan hukum, norma, prosedur dan kebiasaan di kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Selain itu, juga diperoleh informasi dan data pendukung yang dibutuhkan untuk penyusunan modul, pelatihan dan pendampingan penerapan KAD, termasuk keterkaitan dengan kebijakan dan regulasi daerah. Selaku pimpinan proyek, Kami ucapan terima kasih kepada pemerintah daerah, para pihak dan tim konsultan yang telah berkontribusi dalam rapid assessment terkait kerjasama antar daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Besar harapan Kami, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya terkait penguatan kerjasama antar daerah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi regional yang berkelanjutan.

Dr. Rino A. Sa’danoer Direktur Proyek

ii


RINGKASAN

Kajian Rapid Assessment diselenggarakan dalam rangka memperoleh potret tentang kapasitas KAD di provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Hasil kajian diperlukan sebagai bahan penyusunan intervensi program sesuai kebutuhan penguatan kapasitas di daerah terkait. Temuan di Gorontalo menunjukkan, bahwa kerjasama daerah (KSD) sejak tahun 2012 tidak lagi mendapat perhatian yang cukup oleh pemerintah provinsi. Hal ini tercermin pada struktur kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang baru diterapkan berikut kebijakan lain yang menempatkan KSD sebagai unsur pembantu bidang (sub bidang). Kelemahan payung regulasi dan kebijakan dibebani oleh keterbatasan pemahaman tentang bagaimana melakukan perencanaan KSD, khususnya kerjasama antar daerah (KAD) secara efektif. Pihak DPRD melalui komisi II berpeluang memperbaiki keadaan ini melalui penyusunan PERDA tentang penyelenggaraan KSD. Motivasi ini terbangun seiring adanya inisiasi kerja sama pemprov dengan pihak swasta untuk membangun RS. Ainun Habibie, di Kota Gorontalo. Kebutuhan pemanfaatan KSD, khususnya KAD ditegaskan oleh para pelaksana teknis ASN dan pemangku kepentingan dari sektor swasta dan akademisi dan berharap melalui program NSLIC/NSELRED dapat dilakukan berbagai upaya penguatan. Sektor yang berpotensi kuat untuk digarap bersama di Gorontalo adalah pariwisata. Melalui pengembangan pariwisata diyakini banyak daerah yang akan memperoleh manfaat, sekaligus menjadi pintu masuk terhadap upaya menyinergikan secara lintas sektor, seperti peternakan (sapi), pertanian (kelapa dan jagung) dan perikanan (perikanan tangkap dan budi daya). Provinsi Sulawesi Tenggara belum memiliki pengalaman pembinaan KAD terhadap kabupaten dan kota terkait. Keterlibatan pemprov Sulawesi Tenggara pada KSD, khususnya KAD kewilayahan terbatas pada inisiasi Badan Kerjasama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) yang bersifat konsultatif dan bukan action oriented untuk membangun kekuatan daya saing secara kewilayahan. Keberadaan PERDA tentang penyelenggaraan KSD yang dilengkapi dengan perangkat Biro Kerja sama memposisikan Sulawesi Tenggara pada kapasitas KAD yang lebih baik dibandingkan provinsi Gorontalo. Namun kelemahan utamanya terletak pada SDM dan perencanaan sehingga KSD tetap dipandang kurang berperan dalam praktek pembangunan daerah. Melalui optimisme swasta dan masyarakat dan potensi pariwisata yang dapat menjadi faktor perekat KAD, berpeluang mendorong iii


pelaksanaan KAD. Kesiapan dan keterbukaan Biro Kerja Sama untuk memperkuat kapasitasnya dan sekaligus melakukan pembinaan terhadap kabupaten/kota di wilayahnya menjadi modal penting untuk keberhasilan pelaksanaan KAD di provinsi Sulawesi Tenggara ke depan.

Gambar 1. Kapasitas KAD Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara Gorontalo

Sulawesi Tenggara

Regulasi 10 9 8

Swasta dan Masyarakat

7 6 5

Kebijakan

4 3 2 1 0

SDM

Perencanaan

Kelembagaan

iv


DAFTAR SINGKATAN

ASN Aparatur Sipil Negara BKPRS Badan Koordinasi Pembangunan Regional Sulawesi DF District Facilitator KAD Kerja Sama Antar Daerah KS Kerja Sama KSD Kerja Sama Daerah LEKAD Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kerja Sama Antar Daerah LPPM Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat MoU Memorandum of Understanding NSEL/RED National Support for Enhanching Local/ Regional Economic Development NSLIC National Support for Local Investment Climate OPD Organisasi Perangkat Daerah Permendagri Peraturan Menteri Dalam Negeri PKS Perjanjian Kerja Sama PP Peraturan Pemerintah RA Rapid Assessment RPJMN/D Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah RTRW/N Rencana Tata Ruang Wilayah/Nasional SETDA Sekretariat Daerah SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah Sulteng Sulawesi Tengah Sultra Sulawesi Tenggara UHO Universitas Halu Oleo, di Kendari UNG Universitas Negeri Gorontalo UU Undang Undang

v


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

ii

Ringkasan iii Daftar Singkatan v BAB 1 PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang

1

1.2. Tujuan

2

1.3. Ruang Lingkup Kajian

2

1.4. Sasaran

3

1.5. Metodologi

6

BAB II HASIL KAJIAN

13

2.1. Rapid Assessment Provinsi Gorontalo

13

2.1.1. Kapasitas Regulasi

13

2.1.2. Kapasitas Kebijakan

14

2.1.3. Kapasitas Perencanaan

16

2.1.4. Kapasitas Kelembagaan

17

2.1.5 Kapasitas SDM

18

2.1.6 Kapasitas Pasar

20

2.2. Rapid Assessment Provinsi Sulawesi Tenggara

21

2.2.1. Kapasitas Regulasi

21

2.2.2. Kapasitas Kebijakan

23

2.2.3. Kapasitas Perencanaan

24

2.2.4. Kapasitas Kelembagaan

25

2.2.5. Kapasitas SDM

26

2.2.6. Kapasitas Pasar

28

2.3. Potret Kapasitas KAD di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara BAB III Penutup

29 31

3.1. Kesimpulan

31

3.2. Rekomendasi

34

Lampiran 37

vi


DAFTAR TABEL

Tabel.1. Daftar Narasumber dan Mitra Diskusi Provinsi Gorontalo

4

Tabel.2. Daftar Narasumber dan Mitra Diskusi Provinsi Sulawesi Tenggara

5

Tabel 3. Nilai Pembobotan Dimensi Regulasi

7

Tabel 4. Nilai Pembobotan Dimensi Kebijakan

8

Tabel 5. Nilai Pembobotan Dimensi Perencanaan

9

Tabel 6. Nilai Pembobotan Dimensi Kelembagaan

10

Tabel 7. Nilai Pembobotan Dimensi SDM

11

Tabel 8. Nilai Pembobotan Dimensi Pasar

12

Tabel 9. Hasil Pembobotan Kapasitas Regulasi

13

Tabel 10. Hasil Pembobotan Kapasitas Kebijakan

14

Tabel 11. Hasil pembobotan Kapasitas Perencanaan

16

Tabel 12. Hasil Penilaian Kapasitas Kelembagaan

17

Tabel 13. Nilai Pembobotan Kapasitas SDM

18

Tabel 14. Hasil Pembobotan Kapasitas Pasar

20

Tabel 15. Hasil Pembobotan Kapasitas Regulasi

22

Tabel 16. Hasil Pembobotan Kapasitas Kebijakan

23

Tabel 17. Hasil Pembobotan Kapasitas Perencanaan

24

Tabel 18. Hasil Penilaian Kapasitas Kelembagaan

25

Tabel 19. Hasil Penilaian Kapasitas SDM

27

Tabel 20. Hasil Pembobotan Kapasitas Pasar

28

Tabel 21 Indikator Relevan pada Kapasitas KAD Provinsi Gorontalo

31

Tabel .22. Indikator Relevan pada Kapasitas KAD Provinsi Sultra

33

vii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kapasitas KAD Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara

iv

Gambar 2. Sasaran Interview dan Diskusi

3

Gambar 3. Kapasitas KAD Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara

29

Gambar 4. Kapasitas KAD di Provinsi Gorontalo 2018

32

Gambar 5. Kapasitas KAD di Provinsi Sulawesi Tenggara 2018

33

viii


BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) adalah proyek kerjasama antara Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dan Pemerintah Canada melalui Global Affairs Canada (GAC) dengan fokus pada perbaikan iklim usaha bagi Koperasi dan UMKM dan memperkuat kapasitas Pemerintah Daerah dalam pembangunan ekonomi lokal dan regional. Proyek ini bertujuan memberikan penguatan kapasitas kepada para pihak di 10 kota/ kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Gorontalo. Kelima wilayah di Sulawesi Tenggara tersebut adalah Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Wakatobi. Sedangkan di Provinsi Gorontalo meliputi Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwatu. LEKAD diberi tugas sebagai konsultan Proyek NSLIC/NSELRED untuk mendukung penguatan Kerja Sama Daerah (KSD), khususnya juga Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di wilayah kerja proyek NSLIC/NSELRED. Beberapa kegiatan utama yang didukung oleh LEKAD adalah (1) penyusunan modul pemahaman dasar kerja sama antar daerah (KAD), (2) tools perencanaan KAD, (3) pendampingan teknis dalam penerapan KAD, dan (4) pendampingan regulasi/kebijakan dalam mendukung penerapan KAD. Sebagai langkah awal, LEKAD diminta untuk melakukan rapid assessment (RA) terhadap kapasitas KAD di kedua wilayah kerja NSLIC/NSELRED. Melalui kegiatan RA tersebut dihimpun data dan informasi tentang situasi dan kondisi pelaksanaan KSD, dan khususnya juga KAD yang telah dilakukan. Sebelum kunjungan kelapangan tersebut, telah dilakukan pertemuan anggota tim untuk persiapan dan pengorganisasian kegiatan penyusunan modul KAD. Dari kunjungan lapangan ke dua provinsi tersebut diharapkan akan diperoleh potret tentang kapasitas pelaksanaan KAD, sekaligus untuk memperkaya informasi dalam persiapan penyusunan modul dan pelatihan KAD yang akan direncanakan kemudian. Laporan ini terbagi atas tiga bagian pembahasan utama, yaitu pertama disampaikan pengantar laporan yang berisi ringkasan, pendahuluan, latar belakang berikut maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan. Pembahasan kedua, menjelaskan metodologi kajian yaitu Laporan Rapid Assessment

1


terkait aspek-aspek yang relevan dengan kapasitas KAD di suatu daerah. Tim peneliti memilih enam (6) aspek penting yang berpengaruh pada kapasitas KAD, yaitu regulasi, kebijakan, perencanaan, kelembagaan, Sumber Daya Manusia (SDM), dan Pasar. Penjelasan tentang pembobotan dari ke enam komponen yang berpengaruh pada kapasitas KAD daerah ini dapat disimak dalam pembahasan metodologi tersebut. Pembahasan ketiga, masuk ke dalam penjabaran hasil kajian RA di provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara (Sultra). Masing-masing aspek yang menjadi komponen kapasitas KAD di nilai berdasarkan hasil wawancara, diskusi dan sumber sekunder lainnya dengan mekanisme pembobotan. Dari hasil pembobotan dapat ditemukan seberapa besar kapasitas dari masing-masing aspek yang dibahas. Di setiap akhir pembahasan ditutup dengan kesimpulan tentang potret kapasitas KAD. Guna memperoleh potret kapasitas KAD secara menyeluruh, maka kedua hasil kajian dari masing-masing daerah digabung dalam satu tampilan grafik. Tampilan melalui grafik radar dipilih agar diperoleh visualisasi yang lebih jelas. Selain kesimpulan, di akhir laporan disampaikan pula rekomendasi atas dasar temuan RA. Dokumentasi selama pelaksanaan kegiatan saat di Gorontalo dan Kendari juga melengkapi laporan ini.

1.2. Tujuan Tujuan dari kegiatan adalah sebagai berikut : 1. Memotret kapasitas KAD di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara; 2. Memperoleh data dan informasi dasar yang dibutuhkan untuk menyusun strategi pendampingan Kerja sama Antar Daerah; 3. Mengidentifikasi permasalahan, hambatan/kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Koordinasi, Kerja sama Antar Pihak dan KAD; 3. Menyiapkan rekomendasi bagi langkah-langkah tindak lanjut yang diperlukan.

1.3.

Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian secara keruangan, yaitu meliputi Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Kabupaten dan Kota yang terkait dalam wilayah provinsi tersebut pada kajian RA ini tidak ditelaah secara khusus, melainkan secara umum untuk diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan. Kurun waktu pelaksanaan kegiatan RA dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu kunjungan ke kota Gorontalo (provinsi Gorontalo), sejak tanggal 22 sampai 25 Juli 2018. Kajian lapangan dilanjutkan dengan kunjungan tahap kedua di kota Kendari (provinsi 2

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


Sultra) dimulai dari tanggal 26 hingga 28 Juli 2018. Tahap ketiga, yaitu dari tanggal 30 Juli hingga 4 Agustus 2018 digunakan oleh Tim LEKAD untuk menyelesaikan laporan hasil kajian.

1.4. Sasaran Para pelaku sebagai narasumber primer meliputi unsur-unsur yang dikenal dengan pentahelix (minus unsur media), seperti dapat disimak pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Sasaran Interview dan Diskusi

Bappeda

SKPD

Setda

Publik

Swasta

Universitas

Asosiasi

LPPM

Masyarakat

Media

Anggota DPRD

Diskusi bersama unsur dari media pada kajian Rapid Assessment (RA) ini tidak diagendakan secara khusus, karena input dari sektor swasta dianggap telah cukup mewakili sektor non-pemerintahan secara umum. Di samping itu, pendapat akademisi sering pula telah merangkum kebutuhan dari masyarakat secara umum. Para pelaku sebagai narasumber primer meliputi unsur-unsur yang dikenal dengan penta-helix (minus unsur media), seperti dapat disimak pada gambar berikut ini: Laporan Rapid Assessment

3


Tabel.1. Daftar Narasumber dan Mitra Diskusi Provinsi Gorontalo NO NAMA

INSTANSI

JABATAN

Bappeda Provinsi Gorontalo

Kasubid Dunia Usaha, Industri dan ESDM

Senin, 23 Juli 2018 1

Max Moerad, SE

2

Tity Iriani Datau, STP

Kasubid Kelautan, Perikanan dan Parawisata

3

Nur Ayin Tuna, SST

Kasubid Pertanian dan Pangan

4

Ir. Aryanto Husain, MMP

Mantan Kepala UPT Kerjasama

5

Dr. Ir. Nancy Lahay

Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo

6

Novita Bokings, SH

7

Bayu Prilli Adyasah Husa, SH

Biro Hukum Setda Provinsi Kabag Bantuan Hukum Gorontalo Kasubag Ligasi dan Non Ligasi

Kepala Dinas

Selasa, 24 Juli 2018 8

Rahmat Pomalingo

Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo

Kepala Dinas

9

Achmad Monoarfa

Kadin Kota Gorontalo

Ketua KADIN Kota

10

Daryatno Gobel, S.IP

DPRD Provinsi Gorontalo

Ketua Komisi II (Ekonomi dan Keuangan)

11

Boby Rantow Payu, S.Si, ME

Dosen

12

Dr. Fachrudin Zain Olilingo, M.Si

Universitas Negeri Gorontalo

13

Syarif, Dewi & Henry

NSLIC/NSELRED Gorontalo

Dosen Consultants & Supporting

Tim RA berkesempatan menemui kepala dinas pertanian kabupaten Gorontalo untuk menggali data dan informasi terkait potensi kerja sama kewilayahan yang melibatkan Pemkab Gorontalo. Pertemuan yang penting juga meliputi diskusi dengan anggota dewan DPRD provinsi Gorontalo yang membahas peluang penguatan regulasi/kebijakan dan kelembagaan di provinsi Gorontalo. Pembahasan bersama Bappeda dan unsur SETDA pemprov Gorontalo banyak menggali kondisi eksisting kebijakan dan kelembagaan untuk penilaian kapasitas KAD. Diskusi dengan akademisi yang berpengalaman memfasilitasi KAD di Gorontalo, khususnya inisiasi Kerjasama Utara – Utara (Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara) 4

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


menjadi bahan penting dalam memotret dinamika pemanfaatan KAD dalam menyinergikan sektor pembangunan secara kewilayahan.

Tabel.2. Daftar Narasumber dan Mitra Diskusi Provinsi Sulawesi Tenggara NO

NAMA

INSTANSI

JABATAN

Ir. Robert Maturbong,MSi

BAPPEDA Prov Sultra

Sekretaris

Dr. Harmin Ramba

Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara

Biro Kerjasama

2

Dra. Herawati Muchlisi

Dinas Pariwisata

Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif

3

Rahman

Asita Provinsi Sulawesi Tenggara

Ketua

Kamis, 26 Juli 2018 1

Jum’at, 27 Juli 2018 4

Prof.DR.Ir. H. I Gusti Ray Sadimantara, M.Agr Universitas Haluoleo

Kepala Badan Kemitraan Global

5

Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si

Dekan Fakultas Pertanian

6

Dr. Eng. Lukas Kano Mangalla, ST, MT

Sekertaris Badan Kerja sama Global

7

Hasmina Tari Mokui

Kepala Pusat Studi Amerika, Asia dan Oceania

8

Dr. La Aba, S.Si, M.Si

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat

9

Nurrhasniati

DF Kota Kendari

10

NasrudinKasim

11

MuhidinMa’mun

12

Jafar

13

Kiki Sriyanti

NSLIC/NSELRED District Facilitators

DF Kota Baubau DF Kab Wakatobi DF Kab Bombana DF Kab Konawe Selatan

Gambaran umum tentang pelaksanaan KAD di provinsi Sulawesi Tenggara berikut Laporan Rapid Assessment

5


dinamika pelaksanaannya diperoleh dalam pertemuan dengan Sekretaris Bappeda.

1.5. Metodologi Rapid Assessment (RA) yang dilaksanakan ini termasuk jenis penelitian deskriptifnormatif yang bersifat eksploratif. Kajian bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan atau status fenomena, khususnya terkait pelaksanaan KAD di wilayah program NSLIC. Dalam penelitian normatif ini meliputi penyerapan fakta-fakta yang mengacu pada landasan hukum, norma, prosedur dan kebiasaan yang digunakan. Dalam hal ini tim RA menggali dan mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan kerja sama daerah, khususnya KAD. Pengumpulan data dalam kajian ini menggunakan teknik: (1) dokumentasi, (2) Observasi dan (3) wawancara dan diskusi. Di samping itu, hasil observasi lapangan selama proses RA oleh tim di kaji berdasarkan pengalaman empirik yang pernah dilakukan. Dalam menganalisis data, digunakan analisis deskriptif kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk meneliti status suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada kurun waktu tertentu. Melalui analisis dan penilaian tentang berbagai komponen yang berpengaruh pada kapasitas KAD dilakukan pembobotan secara sistematis. Untuk memperjelas sekaligus melengkapi potret situasi dan kondisi KAD, maka dianggap perlu untuk membandingkan kedua wilayah kajian satu sama lainnya sebagai benchmarking. Masing-masing komponen yang berpengaruh pada kapasitas KAD ditentukan melalui pengelompokan isu dan aspek yang relevan dan kemudian dikelompokkan secara sistematis. Dalam hal ini pembobotan dilakukan menggunakan pendekatan Analitycal Hierarchy Process (AHP). AHP adalah metode yang sering digunakan untuk memecahkan suatu situasi yang komplek tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarkis, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Berikut adalah komponen yang berpengaruh pada kapasitas KAD di daerah, yaitu: 1. Regulasi Landasan hukum yang dimiliki oleh daerah menjadi faktor penting bagi pelaksanaan KAD di daerah. Keberadaan produk regulasi, seperti Regulasi Pusat (Pemerintah), PERDA (Pemprov dan Pemkab/Pemkot) dan atau landasan hukum lain yang menjadi acuan kerja sama daerah. Regulasi Pusat yang dimaksud adalah berupa UndangUndang (UU), Peraturan Pemerintah (PP) dan petunjuk teknis pelaksanaannya yang relevan (seperti contohnya: Peraturan Menteri). Saat ini acuan hukum bertumpu pada 6

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Kerja Sama Daerah. Sedangkan petunjuk teknis pelaksanaannya masih mengacu pada Permendagri Nomor 19, 22 dan 23 Tahun 2009 yang masih merupakan bagian dari petunjuk teknis pelaksanaan, yaitu PP Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. Pelaksanaan secara penuh aturan dari pusat perlu diperhatikan dalam rangka mencapai tertib administrasi. Keberadaan PERDA tentang Kerja Sama Daerah menjadi telaah penting terkait potret kapasitas regulasi daerah. Hal ini akan memperlihatkan kekuatan pelaksanaan kerja sama yang diinisiasikan, direncanakan dan dilaksanakan di setiap daerah. Keberadaan payung hukum kerja sama merupakan salah satu faktor utama pelaksanaan KAD yang efektif. Keberadaan landasan hukum lain yang dapat menjadi payung hukum dari kegiatan KAD adalah berupa Kesepakatan Bersama (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Dalam pembobotan, maka keberadaan PKS dipandang lebih utama dibandingkan bila kerja sama dilakukan hanya berlandaskan MoU. Berbagai bentuk ikatan kerjasama yang dituangkan dalam MoU atau hingga ke Perjanjian Kerjasama ini dapat terjadi pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Tabel 3. Nilai Pembobotan Dimensi Regulasi BOBOT Tidak

TIDAK

1.

Bertumpu pada regulasi pusat

2

0

2.

Memiliki PERDA Tentang Kerja Sama Daerah

3

0

3.

Memiliki PKS dengan Daerah/Pihak ketiga

2

0

4.

Memiliki Kesepakatan Bersama (MoU) dengan Daerah/Pihak ketiga

1

0

5.

Penerapan payung regulasi penganggaran KAD

2

0

Bila seluruh indikator terpenuhi, maka total bobot nilai adalah 10 Sesuai pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan, maka kerja sama mengacu pada peraturan dan perundangan yang terkait, khususnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Kerja Sama Daerah. Petunjuk teknis pelaksanaannya yang terkait, masih menggunakan Permendagri Nomor 19, 22 dan 23 Tahun 2009 sambil menunggu terbitnya Permendagri yang merujuk pada PP No. 28 Tahun 2018 Tentang Kerja Sama Daerah yang baru. Laporan Rapid Assessment

7


Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa PERDA Kerja Sama Daerah merupakan landasan kuat untuk daerah dapat melaksanakan kerja sama antardaerah, dengan pihak ketiga dan Luar Negeri. Keberadaan PERDA sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kerja sama daerah. Perjanjian Kerja Sama (PKS) merupakan penguatan legal dari inisiasi kerja sama yang dibangun antarpihak. Kesepakatan Bersama adalah ikatan awal dan dipandang sebagai ikatan tahap pertama di saat kerja sama dibangun. Menerapkan payung regulasi yang dapat menjamin keberlanjutan KAD kewilayahan, khususnya dalam aspek penganggaran merupakan isu klasik yang sangat berperan terhadap keberadaan KAD kewilayahan. Melalui penerapan payung hukum yang jelas, maka daerah tidak ragu untuk melakukan inovasi pembangunan kewilayahan (lintas daerah). 2. Kebijakan Kebijakan daerah biasanya tertuang dalam bentuk program yang mengarahkan kegiatan untuk menjalankan maksud, tujuan dengan capaian sasaran tertentu. Kebijakan memperlihatkan konsistensi tujuan berdasarkan kemampuan daerah. Oleh sebab itu menelaah kebijakan yang relevan dengan kerja sama daerah menjadi hal yang penting. Ruang lingkup kebijakan pusat maupun daerah yang relevan dengan pelaksanaan KAD perlu diperhatikan dan menjadi pertimbangan analisis untuk memperoleh gambaran umum tentang kapasitas kebijakan daerah.

Tabel 4. Nilai Pembobotan Dimensi Kebijakan BOBOT

Ya

Tidak

1.

Adanya konsistensi program KSD

3

0

2.

Terpayungi RPJMD

3

0

3.

Akuntabilitas program KAD

2

0

4.

Melaksanakan Program Pusat

2

0

Bila seluruh indikator terpenuhi, maka total bobot adalah 10 Konsistensi program kerja sama daerah memperlihatkan keseriusan pemerintah daerah dalam memanfaatkan KSD sebagai salah satu instrumen pembangunan daerah. Perhatian yang berkesinambungan terhadap kerja sama ditandai dengan perhatian terhadap permasalahan dan solusi yang diambil. Keselarasan paradigma 8

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


pembangunan KAD di antara pemangku kepentingan sangat dibutuhkan agar tidak terjadi ketimpangan dalam membangun kebersamaan. Seluruh pihak hendaknya memberikan perhatian dan upaya yang sama terhadap kegiatan bersama untuk mencapai hasil yang diharapkan. RPJMD sebagai payung dari berbagai kegiatan kerja sama daerah harus secara jelas memberikan arahan pelaksanaan. Terintegrasinya kegiatan kerja sama daerah di dalam dokumen perencanaan menjadi faktor penting dalam penilaian kapasitas perencanaan daerah. Di dalamnya termasuk seluruh sektor yang terlibat dan berperan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini tercermin dalam RPJMN/D, RTRWN/D dan produk perencanaan lainnya, seperti Rencana Kerja Sektoral. Akuntabilitas kebijakan kerja sama tercermin dari pertanggung jawaban terhadap berbagai kegiatan yang relevan kepada publik. Menerima dan menjalankan program dari pusat (seperti misalnya program transmigrasi) memperlihatkan salah satu indikator kekuatan kapasitas daerah dalam melakukan salah satu bentuk kerja sama daerah. 3. Perencanaan Aspek perencanaan menjadi penting untuk diperhatikan sebagai komponen dari kapasitas KAD. Mengingat pengelolaan KAD berada pada dimensi non-struktural, maka paradigma, teknik dan pola perencanaannya pun memiliki karakteristik yang berbeda dari pola perencanaan di dimensi struktural. Tabel 5. Nilai Pembobotan Dimensi Perencanaan BOBOT

Ya

Tidak

1.

Proses perencanaan bersama (penta-helix)

3

0

2.

Pemanfaatan tools perencanaan KAD

3

0

3.

Perencanaan KAD terakomodasi dalam Renja OPD/SKPD

4

0

Bila seluruh indikator terpenuhi, maka total bobot adalah 10 Proses perencanaan KAD yang benar harus melibatkan unsur publik, swasta, masyarakat, akademisi dan media dengan mempertimbangkan aspek kompetensi dan bukan status formal. Kontribusi yang produktif harus dikedepankan dan bukan sekedar aspek keterwakilan. KAD merupakan pendekatan yang memiliki prinsip dasar pelaksanaan yang bersifat a.l. partisipatif, pemberdayaan, berbasis saling menguntungkan, pemanfaatan jejaring dan seterusnya. Oleh sebab itu pemanfaatan pendekatan perencanaan formal (konvensional) tidak cocok digunakan. Penggunaan tools perencanaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar KAD menjadi sebuah Laporan Rapid Assessment

9


keniscayaan. Kesepakatan pembagian peran yang tertuang dalam rencana aksi dari sebuah KAD perlu mendapat dukungan dari dokumen formal daerah terkait. Hal ini untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai yang telah disepakati bersama (budgeting). Masuknya kegiatan di dalam s di daerah terkait menunjukkan komitmen daerah dalam kerja sama. 4. Kelembagaan Kelengkapan dan kesiapan Institusi pelaksana kerja sama perlu menjadi bagian dari penilaian terkait kapasitas kelembagaan KAD. Keberadaan institusi – baik administratif maupun teknis - yang menangani kerja sama daerah dapat dilihat sebagai salah satu tolok ukur. Selanjutnya, posisi kelembagaan dalam struktur tata pemerintahan daerah juga mencerminkan kuat atau tidaknya fungsi koordinasi dan efektifitas kinerja kelembagaan. Kapasitas kelembagaan pada sektor swasta, perguruan tinggi dan masyarakat, dapat dinilai melalui seberapa besar peran dan pengaruh lembagalembaga, seperti Asosiasi, Lembaga Pengabdian Masyarakat dari Perguruan Tinggi dan LSM terhadap inisiasi dan pelaksanaan KAD.

Tabel 6. Nilai Pembobotan Dimensi Kelembagaan BOBOT Ya

Tidak

1.

Adanya Biro Kerja Sama atau Instansi lain dengan Tupoksi KSD

3

0

2.

Keberadaan TKKSD yang proaktif

3

0

3.

Fungsi KSD terintegrasi di masing-masing SKPD/OPD

2

0

4.

Keberadaan Lembaga KAD yang efektif

2

0

Bila seluruh indikator terpenuhi, maka total bobot adalah 10 Adanya Biro Kerja Sama atau instansi lain yang membidangi Kerjasama Daerah (KSD) menjadi komponen penting dalam pelaksanaan kerja sama, khususnya yang terkait dengan aspek administrasi pemerintahan, dokumentasi, dan koordinasi. Seorang pejabat eselon II yang mengepalai Biro Kerja Sama diharapkan memiliki legitimasi yang cukup untuk melaksanakan koordinasi di daerah. Keberadaan Tim Koordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD) sebagai arahan pusat belum tentu berfungsi sesuai dengan tupoksi yang melekat di dalamnya. Oleh sebab itu, 10

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


penilaian tentang efekifitas lembaga menjadi penting. Selain koordinasi kerja sama dalam konteks administratif, maka koordinasi yang bersifat sektoral (dinas terkait) dan perencanaan (Bappeda) perlu diperhatikan. Hal ini akan berdampak pada sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan secara umum. Keberadaan lembaga KAD yang efektif sebagai pengelola kerja sama antardaerah menjadi aspek penilaian penting. Performance yang melekat pada lembaga tersebut, menunjukkan salah satu unsur kapasitas kelembagaan. 5. Sumber Daya Manusia (SDM) Aspek SDM menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan dari banyak sektor pembangunan termasuk dalam konteks kerja sama daerah. Indikator kapasitas SDM pusat dan daerah tercermin pada ketersediaan ASN yang membidangi KSD, ketersediaan Akademisi berpengalaman, keberadaan KAD yang berjalan efektif dan keberadaan perbaikan/penguatan suatu pola KAD yang semakin berjalan efektif dalam kurun waktu tertentu.

Tabel 7. Nilai Pembobotan Dimensi SDM BOBOT Ya

Tidak

1.

Ketersediaan ASN yang menguasai aspek hukum

2

0

2.

Ketersediaan ASN yang menguasai perencanaan KAD

2

0

3.

Ketersediaan Akademisi lokal berpengalaman

2

0

4.

Fasilitator Penerapan KAD yang efektif

2

0

5.

Fasilitator Pengembangan KAD yang efektif

2

0

Bila seluruh indikator terpenuhi, maka total bobot adalah 10 Ketersediaan ASN yang membidangi dalam menerjemahkan dan mengimplementasikan peraturan dan perundangan yang ada perlu menjadi perhatian. Ketersediaan yang memiliki know how dan skill perencanaan KAD menjadi salah satu tolok ukur kapasitas SDM dalam pelaksanaan KAD di daerah. Keberadaan fasilitator profesional yang mampu menghantarkan kepada pelaksanaan KAD yang efektif patut menjadi salah satu indikator kapasitas SDM yang di teliti. Indikator kapasitas SDM lainnya dapat ditelaah melalui keberadaan fasilitator yang mampu mendorong KAD untuk melakukan pengembangan secara inovatif. Laporan Rapid Assessment

11


6. Pasar Kesiapan dan komitmen dunia usaha dalam memanfaatkan KAD sebagai instrumen penguatan komunikasi pembangunan dapat dilihat sebagai bagian dari kapasitas pasar. Di samping itu, seberapa besar keterbukaan dan optimisme dunia usaha dalam memandang KAD sebagai sebuah cara untuk menyinergikan berbagai potensi daerah untuk memperoleh iklim usaha yang lebih kondusif secara perwilayahan perlu menjadi pertimbangan.

Tabel 8. Nilai Pembobotan Dimensi Pasar BOBOT Ya

Tidak

1.

Ketersediaan Personal yang membidangi KS pada asosiasi dunia usaha

2

0

2.

Komunikasi pembangunan oleh Asosiasi

2

1

3.

Potensi dan optimisme Pengembangan KAD dari sektor swasta dan masyarakat

3

1

4.

Keterlibatan dunia usaha dalam inisiasi dan perencanaan KAD

3

0

Bila seluruh indikator terpenuhi, maka total bobot adalah 10 Peran asosiasi dari sektor swasta, masyarakat dan akademisi sebagai salah satu unsur penting KSD perlu mendapat perhatian. Keberadaan personal yang membidangi kerja sama patut menjadi salah satu tolok ukur kapasitas. Kuatnya pengaruh asosiasi atau LSM berdasarkan komunikasi yang baik dengan PEMDA menjadi modal penting terwujudnya komunikasi pembangunan yang menghasilkan program-program yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan masyarakat (konsensus antara pemda dan swasta). Hubungan yang harmonis atau disharmoni perlu menjadi perhatian dalam penilaian kapasitas dari aspek pasar. Latar belakang historis, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan dalam konteks perwilayahan dapat menjadikan KAD relevan untuk di bangun. Optimisme unsur terkait untuk memanfaatkan KAD sebagai instrumen percepatan pembangunan menjadi indikator basis komitmen para pelaku dalam menjalankan KAD.

12

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


BAB II HASIL KAJIAN

2.1. Rapid Assessment Provinsi Gorontalo 2.1.1. Kapasitas Regulasi Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas regulasi di provinsi Gorontalo.

Tabel 9. Hasil Pembobotan Kapasitas Regulasi BOBOT Ya

Tidak

1.

Bertumpu pada regulasi pusat

2

0

2.

Memiliki PERDA Tentang Kerja Sama Daerah

0

0

3.

Memiliki PKS dengan Daerah/Pihak ketiga

2

0

4.

Memiliki Kesepakatan Bersama (MoU) dengan Daerah/Pihak ketiga

1

0

5.

Penerapan payung regulasi penganggaran KAD

0

0

Total Nilai

5

Penjelasan penilaian: Point 1. Bertumpu pada regulasi pusat Seluruh KSD yang dilakukan oleh pemerintah provinsi Gorontalo mengacu peraturan dan perundangan yang berlaku, dalam hal ini Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah (sejak UU 22 Tahun 1999 hingga UU 23 Tahun 2014), Peraturan Pemerintah terkait, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah yang kini telah berubah menjadi PP No. 28 Tahun 2018 Tentang Kerja Sama Daerah, Peraturan Menteri yang terkait sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya, yaitu Permendagri No. 19, 22 dan 23 Tahun 2009). Jawaban: YA ; bobot nilai: 2

Laporan Rapid Assessment

13


Point 2. Memiliki PERDA Tentang Kerja Sama Daerah Pemprov Gorontalo belum memiliki PERDA Kerja Sama Daerah. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 3. Memiliki PKS dengan Daerah/Pihak ketiga Pemprov Gorontalo banyak melakukan kerja sama, terutama dengan pihak ketiga (swasta). Payung kerja sama dilakukan dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Jawaban: YA; bobot nilai: 2 Point 4. Memiliki Kesepakatan Kerja sama dengan daerah lain Pemprov Gorontalo menggunakan pola kesepakatan kerja sama (MoU) dengan daerah lain, diantaranya melalui Badan Koordinasi Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS). Jawaban: YA; bobot nilai: 1 Point 5. Menerapkan payung regulasi penganggaran KAD KAD yang melibatkan provinsi Gorontalo tidak di dukung dengan kepastian penganggaran, baik dari kabupaten/kota yang terkait maupun dari pemprov Gorontalo. Seluruh kegiatan masih teralokasi dalam OPD dan dipertanggungjawabkan pada masing-masing OPD. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 2.1.2. Kapasitas Kebijakan Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas kebijakan di provinsi Gorontalo. Tabel 10. Hasil Pembobotan Kapasitas Kebijakan BOBOT Ya

Tidak

1.

Adanya konsistensi program KSD

0

0

2.

Terpayungi RPJMD

3

0

3.

Akuntabilitas program KAD

0

0

4.

Melaksanakan Program Pusat

2

0

Total Nilai 14

5 Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


Penjelasan penilaian: Point 1. Adanya konsistensi program KSD Pemprov. Gorontalo tidak menjalankan program KSD secara berkesinambungan dan terarah dengan target capaian yang telah dipayungi dalam dokumen perencanaan daerah. Kebutuhan kerja sama lebih bersifat insidentil yang sewaktu-waktu datang dan hilang kembali. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 2. Terpayungi RPJMD Di dalam RPJMD kerja sama daerah telah mendapat perhatian. Sebagai contoh, Pemprov. Gorontalo turut serta dalam kerja sama BKPRS yang juga menandai bahwa keterlibatannya dipastikan memiliki payung kegiatan KAD yang dalam hal ini melekat pada Bappeda sebagai leading sector. Program yang secara explisit terkait langsung dengan KSD tidak terdapat dalam dokumen perencanaan sebagai sebuah kebijakan dari pemprov Gorontalo. Telaah RPJMD 2017-2022 menunjukkan, bahwa KSD tidak mendapat perhatian yang berarti dari pemerintah daerah. Hal ini sekaligus memperlihatkan lemahnya payung kebijakan terhadap kerja sama daerah sebagai salah satu cara menyinergikan berbagai potensi untuk menjawab permasalahan disparitas dan tumpang-tindih pembangunan, khususnya dalam konteks kewilayahan. Jawaban: YA; bobot nilai: 3 Point 3. Akuntabilitas program KAD Seluruh kerja sama daerah di provinsi Gorontalo yang dilakukan belum mengacu pada sebuah sistem pertanggung jawaban publik yang transparan. Evaluasi yang minim dan terbatas membebani aspek akuntabilitas. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 4. Melaksanakan program Pusat Pemprov Gorontalo menjalankan program KSD dari pusat, terutama di bidang transmigrasi. Fasilitasi Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi bersama pemprov Gorontalo menjalankan program transmigrasi di Kabupaten Gorontalo. Hal ini menandakan pelaksanaan program pusat terkait KSD di bidang transmigrasi. Jawaban: YA; bobot nilai: 2

Laporan Rapid Assessment

15


2.1.3. Kapasitas Perencanaan Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas perencanaan KAD di provinsi Gorontalo.

Tabel 11. Hasil Pembobotan Kapasitas Perencanaan BOBOT Ya

Tidak

1.

Proses perencanaan bersama (penta-helix)

0

0

2.

Pemanfaatan tools perencanaan KAD

0

0

3.

Kegiatan kerja sama terdapat dalam Renja OPD/SKPD

4

0

Total Nilai

4

Penjelasan Penilaian : Point 1. Proses perencanaan bersama (penta-helix) Proses perencanaan di dominasi oleh sektor publik, dan bila terkait swasta maka hanya bersama pihak yang berkepentingan secara langsung. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 2. Pemanfaatan tools perencanaan KAD Perencanaan dipastikan tidak menggunakan tools yang sesuai dengan kebutuhan perencanaan KAD, karena tidak terdapat produk perencanaan yang relevan. Prinsip dasar perencanaan KAD meliputi a.l., aspek partisipatif, pemberdayaan para pelaku kunci, perolehan faktor perekat berbasis saling menguntungkan dsbnya. Tools perencanaan KAD dengan demikian berbeda dengan pendekatan perencanaan konvensional yang biasa digunakan di sektor publik. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 3. Kegiatan kerja sama terdapat dalam Renja SKPD/OPD Karena bidang kerja sama saat ini ditangani oleh masing-masing OPD, maka kegiatan terkait kerja sama dipastikan telah masuk dalam Rencana Kerja pada OPD yang melakukan kerja sama. Jawaban: YA; bobot nilai: 4 16

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


2.1.4. Kapasitas Kelembagaan Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas kelembagaan KAD di provinsi Gorontalo.

Tabel 12. Hasil Penilaian Kapasitas Kelembagaan BOBOT Ya

Tidak

1.

Adanya Biro Kerja sama atau instansi lain dengan Tupoksi KSD

0

1

2.

Keberadaan TKKSD yang proaktif

0

1

3.

Fungsi KSD terintegrasi di masing-masing SKPD/OPD

2

0

4.

Keberadaan Lembaga KAD yang efektif

2

0

Total Nilai

4

Penjelasan Penilaian : Point 1. Adanya Biro Kerja Sama atau instansi lain dengan tupoksi KSD Pemprov Gorontalo tidak memiliki Biro Kerja Sama atau institusi lain dengan tupoksi KSD. Pada SOTK yang lama terdapat sebuah UPT di bawah Bappeda yang membidangi KSD. Namun melalui evaluasi berdasarkan ketentuan PP No. 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah, maka lembaga tersebut ditiadakan. Efektifitas koordinasi di dimensi struktural sangat dipengaruhi oleh pejabat dengan tingkat eselon tertentu yang diberi kewenangan. Untuk koordinasi lintas lembaga dibutuhkan pejabat eselon II yang mampu menjalankan perannya dalam konteks direktif – koordinatif. Di Pemprov Gorontalo tidak ada institusi dengan perangkat eselon II yang tersedia untuk bidang KSD. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 2. Adanya lembaga TKKSD yang PROAKTIF Pemprov Gorontalo telah melaksanakan arahan Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 dengan membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD). Namun keberadaan lembaga ini belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Lembaga ini tampak sebagai institusi yang terbentuk hanya berdasarkan legitimasi formal dan belum berfungsi secara optimal. Hal ini ditandai dengan peran koordinasi yang minim dan dominasi pengelolaan Laporan Rapid Assessment

17


oleh Biro Hukum di SETDA pemprov Gorontalo. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: Point 3. Fungsi KSD terintegrasi di masing-masing SKPD/OPD Selain pengelolaan KSD dalam konteks administratsi pemerintahan, maka peran sektor sangat menentukan dalam KSD. Di pemprov Gorontalo kerja sama melekat pada setiap OPD yang melakukannya dan disesuaikan dengan kebutuhan OPD terkait. Jawaban: YA; bobot: 2 Point 4. Keberadaan Lembaga KAD Pemprov Gorontalo juga tergabung dalam lembaga KAD kewilayahan , seperti Teluk Bone dan Teluk Tomini. Melalui lembaga KAD tersebut, maka pemprov Gorontalo berada dalam platform komunikasi pembangunan yang berpeluang untuk dijadikan instrumen sinkronisasi serta membangun sinergi lintas pelaku/sektor/daerah. Namun keberadaan lembaga KAD dipandang belum efektif. Jawaban: TIDAK; bobot: 0 2.1.5 Kapasitas SDM Ketersediaan SDM merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan pelaksaaan KAD. SDM dari sektor publik maupun swasta harus mampu mengelola kerja sama agar berjalan efektif. Secara umum, kondisi SDM di provinsi Gorontalo belum terpenuhi.

Tabel 13. Nilai Pembobotan Kapasitas SDM BOBOT Ya

Tidak

1.

Ketersediaan ASN yang menguasai aspek hukum

2

0

2.

Ketersediaan ASN yang menguasai perencanaan dan pelaksanaan KAD

0

0

3.

Ketersediaan Akademisi lokal berpengalaman

2

0

4.

Fasilitator Penerapan KAD yang efektif

0

0

5.

Fasilitator Pengembangan KAD yang efektif

0

0

Total Nilai

4

Penjelasan Penilaian : 18

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


Point 1. Ketersediaan ASN yang menguasai aspek hukum ASN di Biro Hukum pada SETDA pemprov Gorontalo membidangi dan mengelola aspek hukum dan administrasi kerja sama daerah. Pengalaman sejak gencarnya pemanfaatan KSD sebagai salah satu kebijakan strategis provinsi Gorontalo telah menghasilkan kapasitas SDM yang cukup di bidang ini. Jawaban: YA; bobot: 2 Point 2. Ketersediaan ASN yang menguasai perencanaan dan pelaksanaan KAD Kemampuan ASN yang menguasai perencanaan dan pelaksanaan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan KSD, karena mengintegrasikan dan menyinergikan berbagai sektor pada dimensi struktural bukanlah hal yang sederhana. Melihat produk dan performance KSD yang selama ini dilaksanakan terindikasi bahwa aparatus di provinsi masih belum menguasainya. Jawaban: TIDAK; bobot: 0 Point 3. Ketersediaan Akademisi lokal berpengalaman Provinsi Gorontalo memiliki UNG dan Universitas Muhammadiyah sebagai perguruan tinggi lokal yang intens mendampingi PEMDA dalam berbagai kegiatan pembangunan. Salah satu pendampingan KAD yang dilakukan oleh dosen UNG adalah di wilayah KAD Utara – Utara yang melibatkan provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Jawaban: YA; bobot nilai: 2 Point 4. Fasilitator Penerapan KAD yang efektif Keberadaan fasilitator baik secara individu maupun lembaga berperan penting dalam pelaksanaan KAD yang efektif. SDM yang dimaksud harus menguasai penerapan KAD sehingga membawa dampak terhadap target-target jangka pendek (pelayanan maupun pembangunan) dan penguatan daya saing daerah dalam jangka panjang. KAD yang efektif harus dapat menyuguhkan hasil jangka pendek, menengah dan panjang. Jadi KAD bukan semata-mata berorientasi jangka panjang, namun juga hasil jangka pendek yang terukur. Gambaran seperti di atas belum dapat ditemui di provinsi Gorontalo. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 5. Fasilitator Pengembangan KAD yang efektif Fasilitator KAD hendaknya mampu melakukan penguatan (Scalling-up) terhadap lembaga KAD yang sudah berdiri. Inovasi dan berbagai terobosan dalam pemanfaatan KAD sudah menjadi aspek yang melekat pada konsep pengembangan KAD. Untuk penguatan daya Laporan Rapid Assessment

19


saing perwilayahan dibutuhkan inovasi yang berkelanjutan. Kelemahan pada aspek pengembangan menandakan kelemahan kapasitas SDM. Potret KAD di provinsi Gorontalo menunjukkan masih belum adanya fasilitator yang dapat mendorong pengembangan KAD, sehingga yang semula dinilai kurang berdaya atau stagnan menjadi lebih efektif. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 2.1.6 Kapasitas Pasar Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas pasar terkait pelaksanaan KAD di provinsi Gorontalo.

Tabel 14. Hasil Pembobotan Kapasitas Pasar BOBOT Ya

Tidak

1.

Ketersediaan Personal yang membidangi KS pada asosiasi dunia usaha

2

0

2.

Komunikasi pembangunan oleh Asosiasi

0

1

3.

Potensi dan optimisme Pengembangan KAD dari sektor swasta

3

1

4.

Keterlibatan dunia usaha dalam inisiasi dan perencanaan KAD

0

0

Total Nilai

5

Penjelasan Penilaian : Point 1. Ketersediaan Personal yang membidangi KS pada asosiasi dunia usaha Asosiasi di Gorontalo, seperti KADIN, ASITA, PHRI dan seterusnya sudah lazim memiliki bidang kerja sama sebagai salah satu bidang yang tercermin dalam struktur kelembagaan. Dengan demikian alokasi personal dan pengalaman tentang pengelolaan kerjasama dapat terkonfirmasi. Jawaban: YA; bobot nilai: 2 Point 2. Komunikasi pembangunan oleh Asosiasi Pihak swasta di Gorontalo mengeluhkan minimnya partisipasi dan penglibatan mereka dalam berbagai rencana dan kegiatan yang menjadi kebijakan PEMDA. Banyak 20

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


permasalahan yang harus diselesaikan sendiri tanpa dukungan fasilitasi PEMDA, bahkan secara sporadis tampak adanya pembatas (mis-komunikasi) antara Eksekutif dengan Asosiasi. Peran moderatif PEMDA yang seharusnya digunakan dalam berkomunikasi dengan pihak swasta masih sering terbebani dengan pola koordinatif direktif yang biasa digunakan pada dimensi struktural. Jawaban: TIDAK ; bobot nilai: 0 Point 3. Potensi dan optimisme Pengembangan KAD dari sektor swasta Sektor swasta sangat optimis dan menilai bahwa ke depan pemprov Gorontalo perlu memanfaatkan pola KAD sebagai instrumen penguatan daya saing daerah. Narasumber dari pihak swasta dan masyarakat memahami keuntungan yang dapat diperoleh melalui KAD terhadap kegiatan usaha dan kepentingan masyarakat. Dalam wawancara dan diskusi muncul sektor pariwisata yang dinilai potensial menjadi perekat KAD di Gorontalo. Jawaban: YA; bobot nilai: 3 Point 4. Keterlibatan dunia usaha dalam inisiasi dan perencanaan KAD Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan KAD dibutuhkan partisipasi yang kuat di antara stakeholders. Kepemilikan (ownership) dari program dan kegiatan yang dilakukan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Hal ini menyangkut komitmen para pelaku itu sendiri dalam melaksanakan dan sekaligus menjamin terwujudnya kerja bersama. Di Gorontalo, penglibatan unsur swasta dan masyarakat lebih sebagai obyek dan bukan sebagai subyek di dalam konsep KAD. Oleh sebab itu keterlibatan dunia usaha dalam perencanaan masih membutuhkan penguatan. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0

2.2. Rapid Assessment Provinsi Sulawesi Tenggara 2.2.1. Kapasitas Regulasi Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas regulasi di provinsi Sulawesi Tenggara.

Laporan Rapid Assessment

21


Tabel 15. Hasil Pembobotan Kapasitas Regulasi BOBOT

Ya

Tidak

1.

Bertumpu pada regulasi pusat

2

0

2.

Memiliki PERDA Tentang Kerja Sama Daerah

3

0

3.

Memiliki PKS dengan Daerah/Pihak ketiga

2

0

4.

Memiliki Kesepakatan Bersama (MoU) dengan Daerah/Pihak ketiga

1

0

5.

Penerapan payung regulasi penganggaran KAD

0

0

Total Nilai

8

Penjelasan penilaian: Point 1. Bertumpu pada regulasi pusat Seluruh KSD yang dilakukan oleh pemerintah provinsi Sultra bersandar pada peraturan dan perundangan yang berlaku, dalam hal ini Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah (sejak UU 22 Tahun 1999 hingga UU 23 Tahun 2014), Peraturan Pemerintah terkait, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah yang kini telah berubah menjadi PP No. 28 Tahun 2018 Tentang Kerja Sama Daerah, Peraturan Menteri yang terkait sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya, yaitu Permendagri No. 19, 22 dan 23 Tahun 2009). Jawaban: YA ; bobot nilai: 2 Point 2. Memiliki PERDA Tentang Kerja Sama Daerah Pemprov Sultra telah memiliki PERDA Kerja Sama Daerah. Jawaban: YA; bobot nilai: 3 Point 3. Memiliki PKS dengan Daerah/Pihak ketiga Pemprov Sultra banyak melakukan kerja sama, terutama dengan pihak ketiga (swasta). Payung kerja sama dilakukan dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Jawaban: YA; bobot nilai: 2 Point 4. Memiliki Kesepakatan Kerja sama dengan daerah lain Pemprov Sultra menggunakan pola kesepakatan kerja sama (MoU) dengan daerah lain, di antaranya melalui Badan Koordinasi Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS). 22

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


Jawaban: YA; bobot nilai: 1 Point 5. Penerapan payung regulasi penganggaran KAD Pola penganggaran masih bertumpu pada SKPD terkait dan dipertanggungjawabkan pada masing-masing SKPD. Hal ini menunjukkan kelemahan pengelolaan oleh Badan KAD yang sangat membutuhkan kepastian penganggaran untuk melaksanakan program secara berkesinambungan. Hal ini tidak terwujud di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 2.2.2. Kapasitas Kebijakan Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas kebijakan di provinsi Sultra.

Tabel 16. Hasil Pembobotan Kapasitas Kebijakan BOBOT Ya

Tidak

1.

Adanya konsistensi program KSD

3

0

2.

Terpayungi RPJMD

3

0

3.

Akuntabilitas program KAD

2

0

4.

Melaksanakan Program Pusat

2

0

Total Nilai

8

Penjelasan penilaian: Point 1. Adanya konsistensi program KSD Pemprov. Sultra secara umum program KSD secara berkesinambungan. Peran Biro Kerja sama sebagai pusat pengelolaan kerja sama sangat signifikan dalam mengkoordinasikan SKPD terkait. Jawaban: YA; bobot nilai: 3 Point 2. Terpayungi dalam RPJMD Pemprov. Sultra turut serta dalam kerja sama BKPRS yang juga menandai bahwa keterlibatannya dipastikan memiliki payung kegiatan KAD dalam RPJMD dan dalam hal ini Laporan Rapid Assessment

23


melekat pada Bappeda sebagai leading sector. Jawaban: YA; bobot nilai: 3 Point 3. Akuntabilitas Program Pelibatan perencanaan KSD, dan pada khususnya KAD masih didominasi oleh pengendalian sektor publik tanpa banyak mengaktivasi pemberdayaan unsur swasta, masyarakat dan media. Pelibatan perguruan tinggi terbatas pada kebutuhan konsultasi dan narasumber yang pada gilirannya belum mampu mengangkat status produk perencanaan sebagai hasil konsensus multistakeholder. Dengan demikian aspek akuntabilitas masih membutuhkan perbaikan. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 4. Melaksanakan program Pusat Pemprov Sultra menjalankan program KSD dari pusat, terutama di bidang transmigrasi. Fasilitasi Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi bersama pemprov Sultra menjalankan program transmigrasi di Kabupaten Sultra. Hal ini menandakan pelaksanaan program pusat terkait KSD di bidang transmigrasi. Jawaban: YA; bobot nilai: 2 2.2.3. Kapasitas Perencanaan Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas perencanaan KAD di provinsi Sultra.

Tabel 17. Hasil Pembobotan Kapasitas Perencanaan BOBOT Tidak

1.

Proses perencanaan bersama (penta-helix)

0

0

2.

Pemanfaatan tools perencanaan KAD

0

0

3.

Kegiatan kerja sama terdapat dalam Renja OPD/SKPD

4

0

Total Nilai

24

Ya

4

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


Penjelasan Penilaian Point 1. Proses perencanaan bersama (penta-helix) Tidak ada wilayah KAD yang telah teridentifikasi dilakukan melalui pemberdayaan penta helix. Dominasi sektor publik masih berperan dalam perencanaanya. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 2. Pemanfaatan tools perencanaan KAD Proses perencanaan masih menggunakan pendekatan yang lazim digunakan pada dimensi publik. Pola moderatif dan komunikasi pemberdayaan potensi lokal menjadi kekuatan wilayah belum diterapkan. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 3. Kegiatan kerja sama terdapat dalam Renja OPD/SKPD Walaupun koordinasi kerja sama berada pada Biro kerja sama, namun sektor terkait mengintegrasikan program kerja samanya ke dalam penganggaran dalam Rencana Kerja SKPD. Jawaban: YA; bobot nilai: 2 2.2.4. Kapasitas Kelembagaan Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas kelembagaan KAD di provinsi Sultra.

Tabel 18. Hasil Penilaian Kapasitas Kelembagaan BOBOT Ya

Tidak

1.

Adanya Biro Kerja Sama atau instansi lain dengan Tupoksi KSD

3

0

2.

Keberadaan TKKSD yang proaktif

3

0

3.

Fungsi KSD terintegrasi di masing-masing SKPD/OPD

2

0

4.

Keberadaan Lembaga KAD yang efektif

0

0

Total Nilai

Laporan Rapid Assessment

8

25


Penjelasan Penilaian : Point 1. Adanya Biro Kerja Sama atau instansi lain dengan Tupoksi KSD Pemprov Sultra memiliki Biro Kerja sama yang dipimpin oleh pejabat eselon II. Jawaban: YA; bobot nilai: 3 Point 2. Keberadaan TKKSD yang proaktif Melalui koordinasi Biro Kerja Sama, TKKSD di provinsi Sultra sudah berjalan sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku. Jawaban: YA; bobot nilai: 3 Point 3. Fungsi KSD terintegrasi di masing-masing SKPD/OPD Fungsi KSD sesuai SOTK daerah yang diberlakukan sejak 2017 di Pemprov Sultra, maka juga melekat pada setiap SKPD sesuai kebutuhan. Jawaban: YA; bobot nilai: 2 Point 4. Keberadaan Lembaga KAD yang efektif Pemprov Sultra turut serta dalam beberapa inisiasi KAD regional, di antaranya adalah BKPRS. Namun hingga saat ini kinerja lembaga ini masih sering dipertanyakan. Kecuali sebagai media koordinasi bagi pemprov terkait, platform KAD ini belum mampu menghasilkan perencanaan jangka menengah dan panjang dengan capaian penguatan daya saing regional. Masing-masing kabupaten dan kota memiliki persepsi yang berbeda, di mana harapan akan intervensi pusat menjadi alasan utama bagi ddaerah terkait sehingga mereka bersedia untuk bergabung. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 2.2.5. Kapasitas SDM Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas SDM dalam koteks KAD di provinsi Sulawesi Tenggara.

26

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


Tabel 19. Hasil Penilaian Kapasitas SDM BOBOT Ya

Tidak

1.

Ketersediaan ASN yang menguasai aspek hukum

2

0

2.

Ketersediaan ASN yang perencanaan KAD

0

0

3.

Ketersediaan Akademisi lokal berpengalaman

0

0

4.

Fasilitator Penerapan KAD yang efektif

0

0

5.

Fasilitator Pengembangan KAD yang efektif

0

0

Total Nilai

2

Penjelasan Penilaian : Point 1. Ketersediaan ASN yang menguasai aspek hukum Kerja sama daerah telah lama dilaksanakan di lingkungan pemprov Sultra. Sejak masa jabatan Gubernur H. Fadel Muhammad telah banyak dilakukan kerja sama daerah, khususnya dengan pihak ketiga. ASN dilingkungan SETDA, khususnya Biro Hukum telah terbiasa menangani KSD. Jawaban: YA; bobot nilai: 2 Point 2. Ketersediaan ASN untuk perencanaan KAD Meskipun provinsi Sultra memiliki sejarah pemanfaatan KSD yang cukup panjang, namun SDM yang memiliki kapasitas dalam menyusun perencanaan KAD di nilai belum mencukupi. Hal ini dapat dilihat melalui bagaimana proses dan produk perencanaan KAD disusun dan belum dapat memperlihatkan perannya sebagai bagian dari konsep percepatan pembangunan daerah. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 3. Ketersediaan Akademisi lokal berpengalaman Universitas Negeri Halu Oleo (UHO) banyak melakukan kerja sama dengan daerah di wilayah provinsi Sultra, namun tidak pernah memfasilitasi KAD di wilayah ini. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 4. Fasilitator Penerapan KAD yang efektif Pemanfaatan fasilitator untuk membangun KAD masih terbatas pada jasa konsultasi dan narasumber yang bersifat sporadis dan tidak berkelanjutan. Laporan Rapid Assessment

27


Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 Point 5. Fasilitator Pengembangan KAD yang efektif Tidak teridentifikasi keberadaan fasilitator yang berhasil melakukan scalling up terhadap KAD kewilayahan yang ada di wilayah ini. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0 2.2.6. Kapasitas Pasar Berikut adalah hasil rekapitulasi pembobotan yang dihitung berdasarkan penjumlahan dari nilai masing-masing indikator yang relevan dengan kapasitas pasar terkait pelaksanaan KAD di provinsi Sultra. Tabel 20. Hasil Pembobotan Kapasitas Pasar BOBOT Ya

Tidak

1.

Ketersediaan Personal yang membidangi KS pada asosiasi dunia usaha

2

0

2.

Pemanfaatan konsensus antara publik dan swasta

2

1

3.

Potensi dan optimisme Pengembangan KAD dari sektor swasta

3

1

4.

Keterlibatan dunia usaha dalam inisiasi dan perencanaan KAD

0

0

Total Nilai

7

Penjelasan Penilaian : Point 1. Ketersediaan Personal yang membidangi KS pada asosiasi dunia usaha Asosiasi di Sultra, khususnya ASITA memiliki bidang kerja sama yang intens mengurusi kerja sama. Alokasi personal dan pengalaman yang cukup tentang pengelolaan kerja sama dapat terkonfirmasi. Jawaban: YA; bobot nilai: 2 Point 2. Komunikasi pembangunan oleh Asosiasi Komunikasi pembangunan, seperti dicontohkan yang terjadi di sektor pariwisata oleh ASITA berjalan baik. Pihak swasta dapat partisipasi dan memberikan input yang konstruktif dalam berbagai rencana dan kegiatan yang kemudian menjadi kebijakan PEMDA. Jawaban: YA ; bobot nilai: 2 28

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


Point 3. Potensi dan optimisme Pengembangan KAD dari sektor swasta Pihak swasta telah terbiasa melakukan kegiatan yang tidak terpaku pada wilayah administratif, namun sesuai fungsi. Paket pariwisata –misalnya- melintasi beberapa daerah administratif dan membangun pola destinasi sesuai dengan potensi kewilayahan. Pada wawancara dan diskusi digarisbawahi potensi besar pariwisata untuk menjadi perekat KAD di Sultra. Jawaban: YA; bobot nilai: 3 Point 4. Keterlibatan dunia usaha dalam inisiasi dan perencanaan KAD Dalam inisiasi KAD kewilayahan dengan keterlibatan pemprov Sultra masih belum banyak melibatkan para pihak diluar sektor publik. Hl ini mengingat orientasi pemda yang masih terbatas pada aspek pelayanan publik dan bukan pada pembangunan secara keseluruhan. Jawaban: TIDAK; bobot nilai: 0

2.3. Potret Kapasitas KAD di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara Potret dari kedua kapasitas KAD antara provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara dapat disimak pada grafik radar berikut ini: Gambar 3. Kapasitas KAD Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara Series 1

Series 2

Regulasi 10 9 8

Pasar

7 6 5

Kebijakan

4 3 2 1 0

SDM

Perencanaan

Kelembagaan

Laporan Rapid Assessment

29


Grafik di atas memperlihatkan, bahwa kapasitas KAD di provinsi Sultra rata-rata lebih baik dibandingkan provinsi Gorontalo. Namun pada aspek SDM ternyata posisi provinsi Gorontalo sedikit lebih baik dibandingkan Sultra. Hal ini disebabkan karena Gorontalo telah memiliki pengalaman pemanfaatan KSD lebih banyak dan lebih beragam dibandingkan Sultra terutama dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Pada aspek perencanaan, kedua provinsi ini berada pada posisi yang sama rendahnya. Di sisi lain, provinsi Sultra lebih unggul dalam aspek regulasi, kebijakan, kelembagaan dan pasar dibandingkan Gorontalo. Di kedua provinsi, pemanfaatan KAD kewilayahan masih merupakan hal baru. Pengalaman Gorontalo yang terlibat dalam kerjasama Utara – Utara masih minim. Hal ini diperlihatkan melalui tidak adanya perhatian yang cukup dalam konteks penganggaran. Kelemahan perangkat daerah semakin membuat inisiasi berjalan lamban. Berkaca dari pengalaman kerjasama Utara – Utara bahwa salah satu kendala terletak pada proses institusionalisasi dari kesepakatan yang sudah dibangun bersama (melembagakan konsep yang dibuat). Tanpa dukungan pendanaan yang jelas, maka kerja sama terancam hanya berhenti dalam tatanan konsep. Hasil pemotretan kapasitas KAD pada kedua daerah kajian diatas menunjukkan kebutuhan intervensi pendampingan di seluruh aspek yang relevan terhadap penguatan kapasitas KAD. Masing-masing daerah membutuhkan strategi pendampingan tersendiri yang di sesuaikan dengan skala prioritas dan kearifan lokal wilayah.

30

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 1. Pada era kepemimpinan H. Fadel Muhammad yang menjabat sebagai Gubernur Provinsi Gorontalo selama satu dekade (2001-2011) telah banyak melakukan upaya terobosan melalui pola kerja sama bisnis dengan pihak ketiga. Namun sejak kepemimpinan Gubernur H. Rusli Habibie pada tahun 2012, maka pendekatan kerja sama daerah mengalami stagnasi bahkan ada gambaran antiklimaks. Kerja sama tidak lagi dianggap sebagai salah satu instrumen strategis pembangunan daerah dengan alasan banyak kerja sama yang tidak berjalan sesuai harapan. Salah satu puncak kebijakan yang menguatkan pendapat ini adalah adanya likuidasi UPT Kerja sama dan Layanan Internasional. Hal ini juga merujuk pada pada PP Nomor 18 tahun 2016 berimplikasi pada munculnya puluhan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baru dan justru lembaga yang menangani kerja sama secara khusus ditiadakan. Keterbatasan know how dan skill perencanaan dan pelaksanaan menambah beban pemanfaatan pendekatan KSD secara umum. Berbagai kendala dan hambatan pelaksanaan KSD di Gorontalo. Kompilasi pembobotan dari indikator yang relevan terhadap kapasitas KAD untuk provinsi Gorontalo sebagai berikut:

Tabel 21 Indikator Relevan pada Kapasitas KAD Provinsi Gorontalo No

Aspek Pengaruh

1

Regulasi

5

2

Kebijakan

5

3

Perencanaan

4

4

Kelembagaan

2

5

SDM

4

6

Pasar

5

TOTAL

Bobot

25

Catatan: Bobot tertinggi per aspek = 10; Total bobot dari 6 aspek bila terpenuhi = 60 Laporan Rapid Assessment

31


Dari total bobot yang diperoleh dapat disimpulkan, bahwa saat ini kapasitas KAD Gorontalo berada pada posisi 45% dari total kapasitas ideal. Aspek perencanaan, kelembagaan dan SDM di urutan terbawah di antara aspek yang lain. Aspek regulasi, kebijakan dan pasar masih dalam posisi setengah dari kapasitas yang ideal. Berikut adalah tampilan grafik radar hasil kompilasi pembobotan seluruh indikator kapasitas KAD untuk provinsi Gorontalo:

Gambar 4. Kapasitas KAD di Provinsi Gorontalo 2018 Regulasi 10 9 8

Pasar

7 6 5

Kebijakan

4 3 2 1 0

SDM

Perencanaan

Kelembagaan

Seluruh aspek yang terkait kapasitas KAD perlu mendapat perhatian serius, terutama SDM, kelembagaan dan perencanaan yang disusul kemudian dengan regulasi, kebijakan dan pasar. Akan menarik apabila dalam waktu dekat dapat dilakukan RA di Kabupaten/Kota terkait. Hal ini penting untuk mengidentifikasi daerah mana yang berpotensi mengambil peran sebagai champion di provinsi Gorontalo. Informasi ini dibutuhkan untuk menyusun strategi intervensi kegiatan yang tepat, terarah dan terukur guna mendukung perolehan target capaian yang disepakati, khususnya dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif. 2. Kompilasi pembobotan dari indikator yang relevan terhadap kapasitas KAD untuk provinsi Sulawesi Tenggara digambarkan sebagai berikut:

32

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


Tabel .22. Indikator Relevan pada Kapasitas KAD Provinsi Sultra No

Aspek Pengaruh

1

Regulasi

8

2

Kebijakan

8

3

Perencanaan

4

4

Kelembagaan

8

5

SDM

2

6

Pasar

7

TOTAL

Bobot

37

Catatan: Bobot tertinggi per aspek = 10; Total bobot dari 6 aspek bila terpenuhi = 60

Dari total bobot yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa saat ini kapasitas KAD Sultra berada pada posisi 60% dari total kapasitas ideal. Aspek SDM dan perencanaan masih tergolong tertinggal dan membutuhkan penguatan melalui pelatihan dan pendampingan yang intensif. Berikut adalah tampilan grafik radar hasil kompilasi pembobotan seluruh indikator kapasitas KAD untuk provinsi Sulawesi Tenggara:

Gambar 5. Kapasitas KAD di Provinsi Sulawesi Tenggara 2018 Regulasi 10 9 8

Pasar

7 6 5

Kebijakan

4 3 2 1 0

SDM

Perencanaan

Kelembagaan

Laporan Rapid Assessment

33


3.2. Rekomendasi Keberadaan PERDA tentang penyelenggaraan KSD dan Biro Kerjasama sebagai perangkat daerah memberikan landasan yang cukup kuat untuk pengelolaan KSD yang efektif. Sebagai payung hukum, maka PERDA menjadi pedoman penyelenggaraan KSD dalam berbagai bentuk, termasuk KAD kewilayahan. Sesuai tupoksi Biro Kerjasama, maka perlu mempersiapkan konsep penguatan kapasitas baik secara internal, maupun untuk keperluan pembinaan dan pengawasan di kabupaten/kota terkait. Semangat dan motivasi yang tinggi dari Biro Kerja Sama untuk dapat mendorong pemanfaatan KAD kewilayahan perlu ditindaklanjuti dengan membangun program pendampingan bersama. Berbagai kegiatan pelatihan, kajian, penyusunan pedoman dan pendampingan ke daerah perlu disusun bersama Biro Kerja Sama. Pembagian peran antara NSLIC/NSELRED dan Biro Kerja Sama perlu disepakati dengan segera. Berikut adalah rekomendasi yang dapat disampaikan sebagai bahan pertimbangan: 1. Menyusun konsep strategi pendampingan 2018-2020 untuk provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pemerintah provinsi. 2. Melakukan koordinasi dan penguatan regulasi/kebijakan di tingkat K/L, khususnya Kementerian Dalam Negeri a.l. untuk memperoleh pedoman penyelenggaraan tata kelola KAD yang baik. 3. Melakukan koordinasi dan penguatan kapasitas di tingkat provinsi, khususnya melalui Biro Kerja Sama untuk Sulawesi Tenggara 4. Melakukan koordinasi dan kerja sama yang erat dengan DPRD terkait, khususnya untuk provinsi Gorontalo dalam penyusunan PERDA tentang Penyelenggaraan KSD. 5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan penguatan kapasitas dalam bentuk pelatihan, khususnya dalam konteks perencanaan, kelembagaan dan SDM. 6. Melakukan kajian untuk mendukung KAD kewilayahan, seperti a.l. terkait faktor perekat KAD untuk wilayah potensial tertentu di Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. 7. Menyusun pedoman tools perencanaan KAD sesuai dengan kebutuhan di daerah. 8. Melakukan pendampingan kepada daerah untuk penyusunan konsep KAD kewilayahan di kedua wilayah kerja NSLIC yang terpilih. Usulan wilayah KAD untuk Sulawesi Tenggara: Kota Baubau dan sekitarnya untuk kerja sama pariwisata; Untuk Gorontalo: Kota Gorontalo dan sekitarnya untuk kerja sama pariwisata. 34

Potret Singkat Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tenggara


9. Melakukan diseminasi secara periodik terkait progress dan capaian inisiasi KAD kewilayahan di Gorontalo dan Sulawesi Tenggara. Diseminasi juga perlu dilakukan pada tingkat nasional sebagai pembelajaran bagi daerah lain. 10. Melakukan kajian potret kapasitas KAD (Rapid Assessment) pada setiap kabupaten/ kota di wilayah program NSLIC/NSELRED untuk menyelaraskan strategi pendampingan baik ke pusat, provinsi maupun kab/kota yang terkait.

Laporan Rapid Assessment

35



LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN

DOKUMENTASI RA PROVINSI GORONTALO

Konsultasi dan Wawancara bersama Sekretaris Bappeda Provinsi Gorontalo

Diskusi Tim LEKAD bersama Staff Bappeda


DOKUMENTASI RA PROVINSI GORONTALO

Diskusi Tim LEKAD bersama Dinas Pariwisata Prov. Gorontalo

Foto bersama usai diskusi di Bappeda Provinsi Gorontalo


DOKUMENTASI RA PROVINSI SULTRA

Diskusi bersama dengan Tim Universitas Halu Oleo

Foto bersama dengan Tim Universitas Halu Oleo


NSLIC/NSELRED Project: World Trade Center (WTC) 5, 10th floor Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920, Indonesia Tel: +62 21 5262282, +62 21 526 8668 www. nslic.or.id

NSLIC Project

@NslicNselred


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.