4 minute read

• Ketika LMDH Mandiri di Sindangbarang Panen Udang Vaname

Melalui tambak Udang, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cianjur memberikan peluang usaha bagi masyarakat di sekitar hutan. Lembaga Masyarakat

Desa Hutan (LMDH) Mandiri

Advertisement

Cianjur pun merasakan kontribusi

Perhutani yang besar ketika mereka melakukan panen farsial klaster tambak udang, Jumat, 22

April 2022. Panen farsial tersebut dilakukan di RPH Cipandak, BKPH

Sindangbarang, KPH Cianjur. Wakil Administratur Perhutani

KPH Cianjur wilayah Selatan,

Hendra Siswanto, hadir di kegiatan tersebut. Turut hadir pula sejumlah pemangku kepentingan. Di antaranya adalah Kepala Bagian

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH) Sindangbarang, Soip; dan

Ketua LMDH Mandiri, Ahmad Alih

Junaedi; beserta anggota. Acara tersebut berlangsung dengan tetap menerapkan protokol kesehatan

Covid-19. Administratur/KKPH Cianjur,

Ahmad Rusliadi, yang diwakili oleh

Hendra Siswanto, menyampaikan, dalam pamanenan secara farsial, Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH) Mandiri di Cianjur melakukan panen farsial klaster tambak udang. Ada hal yang membanggakan dari aktivitas panen tersebut. Kontribusi Perhutani sangat besar dirasakan LMDH Mandiri melalui tambak udang tersebut. Tentu, diharapkan bantuan Perhutani itu sebaliknya juga akan memberikan dampak positif yang memberikan konstribusi kepada Perhutani, selain juga menambah penghasilan pendapatan bagi LMDH Mandiri atau masyarakat di sekitarnya.

kegiatan yang dilaksanakan adalah panen penjarangan. Ia berharap, kegiatan di hari itu berdampak positif.

“Semoga Pelaksanaan pemanenan ini memperoleh dampak positif yang memberikan konstribusi kepada Perhutani, juga menambah penghasilan pendapatan bagi LMDH Mandiri atau masyarakat sekitarnya,” ujar Hendra.

Sementara itu, Ketua LMDH Mandiri, Ahmad Edih Junaedi, menyampaikan, pihaknya berharap, dengan adanya pemanenan farsial ini akan kian meningkatkan kehidupan masyarakat. Menurut dia, Perhutani sebagai mitra LMDH sudah banyak membantu dalam pelaksanaannya.

“Terima kasih kepada Perum Perhutani KPH Cianjur yang telah memberikan kepercayaan kepada LMDH Mandiri dalam kegiatan Kemitraan Kehutanan untuk pengelolaan tambak udang.

Foto: Kompersh KPH Cianjur

Semoga kerja sama ini terus berlanjut,” pungkasnya.

Udang Vaname

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah spesies udang yang berasal dari Samudera Pasifik Timur. Tepatnya mulai dari negara bagian Sonora Meksiko, hingga Peru Utara. Nelayan setempat biasa menangkap Krustasea kaki putih ini untuk dikonsumsi karena ketersediaanya sangat berlimpah.

Berdasarkan data dari badan pangan dunia, FAO, udang vaname mulai dilirik untuk dibudidayakan setelah pengembangan akuakultur terus meningkat pada tahun 1940. Pemuliaan intensif dan pemeliharaan udang vaname pertama kali dilakukan oleh seorang peneliti Prancis di Tahiti pada awal tahun 1970, termasuk spesies Penaus lainnya, misalnya Penaeus japonicus, Penaeus monodon, dan Penaeus stylirostis. Spesies udang Penaeus vannamei dan Penaeus stylirostis kemudian dipindahkan dari habitat aslinya di Samudera Pasifik ke pantai Pasifik Barat Laut Amerika Serikat, Hawaii hingga Venezuela dan Brasil. Proses itu berlangsung hingga akhir tahun 1970 dan awal 1980.

Pengenalan terhadap udang vaname ke Asia baru dimulai tahun 1978. Ketika itu, udang vaname dikenalkan ke Filipina. Selanjutnya, di tahun 1988 udang vaname dikenalkan ke Daratan China. Namun, dari uji coba pertama ini hanya China Daratan yang mampu memertahankan produksi udang vaname dan mulai jadi komoditas industri.

Di Indonesia, budi daya udang vaname mulai resmi pada tahun 2001, setelah terbit SK Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2001. Langkah ini diambil pemerintah setelah terus menurunnya produksi udang windu (Penaeus monodon) sejak tahun 1996. Pada tahun 2004, perkembangan pesat budi daya udang vaname dapat mengalahkan udang windu dengan capaian produksi global mendekati 1.116.000 t.

Saat ini, udang vaname hampir menguasai pasar udang seluruh dunia. Tahun 2016 saja produksinya mencapai 53% dari total produksi krustasea yang dibudidayakan secara global. Pencapaian tersebut tentu karena keunggulan dari

Berdasarkan data dari badan pangan dunia, FAO, udang vaname mulai dilirik untuk dibudidayakan setelah pengembangan akuakultur terus meningkat pada tahun 1940. Pemuliaan intensif dan pemeliharaan udang vaname pertama kali dilakukan oleh seorang peneliti Prancis di Tahiti pada awal tahun 1970.

udang vaname sendiri yang jauh lebih mudah dipelihara dan tahan terhadap penyakit.

Perilaku Udang Vaname

Udang vaname adalah hewan penghuni laut tropis dengan suhu air di atas 20 derajat Celcius. Siklus hidupnya dimulai dari telur – mysis – post larva – juvenil – dewasa – telur. Ketika bertelur, udang vaname lebih menyukai laut terbuka. Namun pada stadia post larva, mereka akan bermigrasi ke pantai atau muara hingga tumbuh menjadi udang muda dan siap kembali ke laut sampai dewasa.

Udang vaname bersifat nokturnal. Artinya, udang vaname akan lebih aktif bergerak pada malam hari untuk mencari makan. Mereka lebih menyukai suasana yang gelap dan redup saat makan. Jika terkena kejutan cahaya, udang vaname akan melompat dan diam berlindung di dasar air. Sebab itu, udang vamame ini biasanya diberi pakan pada sore atau malam hari. Sementara di siang hari pemberian pakan hanya secukupnya saja.

Sebagian besar hewan krustasea adalah kanibal. Mereka memangsa sesama jenisnya saat kondisi lemah atau saat proses ganti kulit (molting). Namun, pada udang vaname, kanibalisme yang terjadi sangat rendah sehingga kelangsungan hidupnya cukup tinggi.

Spesies udang ini selain suka membenamkan diri dalam lumpur, juga sering melayang dalam air. Mereka termasuk hewan rakus bersifat karnivora yang suka makan krustase yang lebih kecil semisal Amphypod dan Polychaeta.

Pada budi daya udang vaname, pertumbuhannya dipengaruhi oleh frekuensi molting dan peningkatan laju pertumbuhan. Dimana keduanya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan makanan yang berkualitas. Pada tahap larva, molting terjadi setiap 40 jam dengan suhu air sekitar 28 derajat Celcius. Setelah beratnya mencapai 1-5 gram maka proses molting terjadi setiap 4-6 hari sekali. Namun frekuensi ganti kulit pada udang vaname selanjutnya akan menurun seiring bertambahnya ukuran tubuh.

Udang Vaname dianggap tahan terhadap serangan penyakit. Namun, bukan berarti udang vaname terbebas dari penyakit sama sekali. Pada kondisi lingkungan dan makanan yang buruk, penyakit yang sering menyerang adalah virus white spot syndrome virus, taura syndrome virus, infectious myo necrosis virus, vibrio dan terakhir ada early mortality syndrome. • DR/Cjr/DR

Foto: Kompersh KPH Cianjur

This article is from: