6 minute read

• Situs Mangiran Jejak Majapahit di Tengah Hutan Saradan

Situs Mangiran

Jejak Majapahit di Tengah Hutan Saradan

Advertisement

Satu lagi situs sejarah berada di Jawa Timur. Tepatnya berada di tengah hutan yang termasuk kawasan Perhutani KPH Saradan. Namanya Situs Mangiran. Sebab, posisinya memang di Dusun Mangiran. Lebih dari seratus benda sejarah terdapat di situs tersebut. Situs yang secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Madiun itu dipercaya sebagai peninggalan dari zaman Kerajaan Majapahit. Sebagai situs tempat banyak benda peninggalan sejarah, ada banyak bahan pelajaran dapat diraih di sana.

Banyak sudah situs sejarah terdapat di Jawa Timur. Kini dikemukakan lagi salah satu lokasi situs bersejarah. Tepatnya di

Madiun. Namanya Situs Mangiran.

Lokasinya di Hutan Saradan,

Madiun. Dan situs itu dipercaya sebagai peninggalan zaman

Kerajaan Majapahit. Kerajaan besar dan terkenal di masa lalu. Lokasi situs Mangiran berada di tengah Hutan Saradan, yang secara administratif pemerintahan termasuk Dusun Mangiran, Desa

Sidorejo, Kecamatan Saradan,

Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Jika ingin berkunjung ke lokasi situs tersebut, pengunjung harus melewati kompleks penyimpanan kayu Perhutani KPH Saradan di Jalan Raya Madiun-Surabaya, tepat di depan Kantor Kecamatan Saradan. Lokasinya memang cukup mudah diakses.

Seperti dikutip detik.com, petugas di Situs Mangiran, Joko Widodo, menuturkan, masyarakat memang memercayai Situs Mangiran berasal dari zaman Kerajaan Majapahit. “Situs Mangiran memang dipercaya sebagai peninggalan Majapahit,” kata Joko Widodo kepada detik.com.

Joko Widodo mengatakan, di Situs Mangiran terdapat 114 item penemuan benda. Bentuknya macam-macam. Baik batu arca maupun batu altar. Benda-benda itu ditata di area terbuka di bawah pohon jati. Selain itu, ada juga pecahan benda perabot berbahan keramik.

“Ada sekitar 114 item yang kita catat, baik arca batu juga batu altar serta pecahan perabot keramik,” terang Joko.

Saat ini, Situs Mangiran terbuka untuk umum. Pengunjung tidak dipungut retribusi untuk masuk. Namun, pengunjung bisa memberikan donasi di kotak amal di sana.

“Kalau luas area lahan Perhutani KPH Saradan, ada sekitar 16 hektare. Untuk masuk ke Situs Mangiran tidak ada retribusi. Hanya kita sediakan kotak amal,” tandas Joko.

Ki Ageng Mangir

Situs Mangiran terletak di area hutan jati milik Perhutani. Tepatnya di Petak 19D, RPH Pepe, BKPH Petung, KPH Saradan. Situs Mangiran merupakan sebuah kawasan yang memiliki persebaran temuan arkeologi. Di sana ada Lumpang Batu, Fragmen Lumpang, Umpak, Lingga Semu, Batu Hitung, Gandik Miniatur Tiang, Batu Lesung, Batu Candi Atar, Struktur Bata, Kramik Cina, dan Sumur kuno. Berdasarkan berbagai temuan arkeologi yang ada, para peneliti mengidentifikasi bahwa situs Mangiran merupakan permukiman kuno pada abad 13 sampai 17, yaitu di masa Kerajaan Majapahit.

Konon, nama Situs Mangiran berasal dari nama Ki Ageng Mangir, penguasa sebuah tanah perdikan di zaman Kerajaan Majapahit yang

Foto: Suwarno/Kompersh KPH Saradan

bernama Mangir. Dalam sejarah tradisi sastra lisan, misteri tragedi Ki Ageng Mangir selalu mengundang pembicaraan. Dan cerita tentang Ki Ageng Mangir sering dipentaskan dalam lakon ketoprak.

Masyarakat Jawa menganggap Ki Ageng Mangir adalah tokoh sejarah yang legendaris. Bahkan ia sering dianggap sebagai Pahlawan. Sebenarnya, Mangir sendiri adalah nama sebuah tanah perdikan. Sedangkan nama asli Ki Ageng Mangir sendiri adalah Ki Ageng Wanabaya. Ki Ageng Wanabaya adalah tokoh sentral di tanah perdikan Mangir.

Di dalam sejarah, nama Ki Ageng Mangir tak bisa lepas dari nama Retno Pembayun, putri Panembahan Senopati. Menurut kisah, Ki Ageng Mangir dianggap sebagai musuh Mataram. Pembayun dikirim untuk dijadikan penjerat hati Mangir. Namun, Pembayun akhirnya justru menjadi istri Mangir, yang dikenal sebagai orang yang berani melawan Kerajaan Mataram pada abad ke-16. Hati Mangir yang kokoh sinatria justru bertekuk lutut dalam pelukan cinta Pembayun yang menyamar sebagai penari ledhek, pengamen keliling, seperti kisah-kisah asmara yang melahirkan sejarah-sejarah besar di dunia.

Sejarah Ki Ageng Mangir adalah kisah kekuasaan sekaligus kisah tragedi asmara. Kisah ini punya ending yang penuh derai air mata, karena Ki Ageng Mangir harus meninggal di tangan Panembahan Senopati (meskipun kebenaran sejarah akan terus berubah, seiring adanya bukti-bukti baru). Dikisahkan, ketika itu Ki Ageng Mangir dan Retno Pembayun yang sangat cantik menghadap Panembahan Senopati, tanpa membawa pusaka Ki Ageng Mangir yang terkenal yaitu Kyai Baruklinting dan Kyai Barukuping. Sebab, aturan menghadap raja tidak boleh membawa senjata. Di saat menghadap raja tanpa senjata itulah konon ia dibunuh.

Kisah Mangir mengundang misteri, karena hingga sekarang tetap terdapat beberapa pertanyaan yang tak pernah ada jawaban pasti. Misalnya, apakah KI Ageng Mangir mati dibunuh Panembahan Senopati dengan cara kepalanya dihempaskan ke atas batu gilang, atau dibunuh dengan tombak Kyai Pleret? Ataukah Mangir dibunuh oleh Pangeran Purubaya yang juga saudara iparnya dengan cara menusukkan tombak atau sebilah keris atas perintah Panembahan Senopati?

Di Kawasan Hutan Jati

Salah satu jejak Ki Ageng Mangir ada di Kabupaten Madiun. Yaitu Situs Mangiran yang terletak di kawasan hutan jati yang dikelola Perhutani. Situs berusia ratusan tahun itu dulu terongok begitu saja di lahan terbuka. Di situs itu banyak ditemukan artefak-artefak kuno berupa peralatan batu semisal Watu Gilang, Batu Yoni, peralatan Terakora, dan kepingan-kepingan keramik kuno.

Petunjuk untuk mencapai lokasi situs tempat benda peninggalan Kerajaan Mataram itu cukup mudah. Jika pengunjung sudah menemukan tempat penampungan kayu (TPK) Saradan yang terletak di jalur Caruban-Nganjuk, tandanya sudah dekat dengan lokasi situs. Tepat di pinggir jalan di TPK itu terdapat jalan selebar empat meter yang menjadi akses menuju lokasi situs. Jalan kecil itu dulu merupakan rute kereta pengangkut kayu peninggalan Belanda. Sebelum sampai situs, pengunjung akan merasakan sensasi

Foto : Suwarno/Kompersh KPH Saradan

Foto : Suwarno/Kompersh KPH Saradan

Ada hal yang mengancam kelestarian Situs Mangiran. Ancaman nyata beberapa situs itu, selain tak terawat, juga karena kawasan itu masuk ke dalam area jalur pembangunan tol SoloKertosono. Jika tidak ada intervensi dari Pemda, ditakutkan satu per satu situs peradaban Madiun kuno itu akan hilang.

saat melewati jembatan besi yang di bawahnya merupakan jalur kereta yang menghubungkan MadiunSurabaya.

Ketika masuk area hutan jati, hanya jalan setapak yang bisa digunakan. Di situ, ditemukan jejak Pendopo Watu Gilang peninggalan Ki Ageng Mangir. Hanya kawat berduri berbentuk segi empat sepanjang 5x10 meter yang dipasang untuk melindungi situs batu ini. Kisahnya, meski tinggal di daerah Yogyakarta, Ki Ageng Mangir diperkirakan pernah menetap atau setidaknya mampir dalam jangka waktu tertentu di Saradan. Uniknya, sejak ditemukan hingga kini, situs berupa batu berbentuk melingkar yang dulunya digunakan Ki Ageng Mangir untuk beraudiensi dengan masyarakat itu masih utuh.

Perlu Dilestarikan

Di luar Pendopo Watu Gilang, terdapat tumpukan batu yang diperkirakan peninggalan situs Kerajaan Majapahit. Situs ini terdiri dari lingga, batu lumping, umpak penyangga tiang rumah, lesung yang fungsinya untuk menumbuk padi, batu bata berukuran besar berbentuk kotak dan bulat, serta berbagai ornamen pecahan arca dan puncak candi.

Semua artefak hanya ditaruh di papan terbuka, sehingga ada sebagian yang hilang dicuri orang. Selama ini belum ada solusi untuk mengamankan berbagai situs bersejarah lantaran tidak ada tempat representatif untuk menyimpannya.

Sekitar 200 meter ke arah barat dari Pendopo Watu Gilang, ada aliran sungai yang di sampingnya merupakan sumber mata air sendang. Sendang itu merupakan salah satu Petilasan Ki Ageng Mangir. Di kawasan yang masuk Dusun Pepe, Petak 19, Caruban itu, ada pemandian abadi berukuran 1,5 meter x 2 meter yang dibangun dari batu bata dengan kedalaman air tiga meter. Dulu tempat itu difungsikan sebagai tempat mandi khusus raja. Berjarak setengah meter dari sana, sedikitnya ada tujuh buah sumur kecil berdiameter 50 cm yang hingga kini belum diketahui fungsinya.

Tetapi, ada hal yang mengancam kelestarian Situs Mangiran. Ancaman nyata beberapa situs itu, selain tak terawat, juga karena kawasan itu masuk ke dalam area jalur pembangunan tol SoloKertosono. Jika tidak ada intervensi dari Pemda, ditakutkan satu per satu situs peradaban Madiun kuno itu akan hilang.

“Situs ini harus dilindungi bagaimana pun caranya,” kata Joko Widodo.

Peran pemerintah daerah ia rasa sangat penting. Sebab, perawatan situs itu sangat penting, karena berkaitan dengan jejak sejarah. Jika jejak sejarah itu hilang, kita akan kesulitan. Sebab, manusia yang tidak memiliki sejarah sama dengan manusia yang tidak mempunyai masa lalu. • DR

This article is from: