Quoi De Neuf !
1
3
5
Sumber gambar : Google
6
7
Sumber gambar : Google
Senin, 18 Mei 1998. Dua bus berisi 50 orang ketua-ketua dan pengurus organisasi mahasiswa di berbagai Universitas Jakarta berangkat dan menginap di gedung DPR/MPR. Mereka tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ). Malam itu juga, mereka bergadang dan berdiskusi. Memikirkan apa yang harus mereka lakukan esok hari dan menyatukan aksi-aksi mahasiswa yang terpisah-pisah.
8 10
Malam itu, Henri Basel yang merupakan Ketua Senat Mahasiswa IKIP Jakarta ditunjuk sebagai koordinator aksi, sedangkan Heru Cokro Ketua DPM UI ditunjuk sebagai koordinator lapangan dengan tanggungjawab untuk menyatukan aksi-aksi mahasiswa yang terpisah-pisah. Mereka punya keyakinan besar, sebab tadi siang Harmoko Ketua DPR Indonesia yang dikenal sangat dekat dengan Soeharto dan populer ketika ia menjadi Menteri Penerangan, justru setuju bahwa Soeharto harus mengundurkan diri. Harmoko sendiri padahal bisa dibilang orang nomor dua di Partai Golkar, 14 tahun menjabat sebagai Menteri Penerangan serta jabatan-jabatan lainnya. Banyak yang menyebutkan sebagai anak kesayangan Soeharto. Tiba-tiba saja, Wiranto yang kala itu merupakan Panglima Angkatan Bersenjata RI s e ka l i g u s M e nte r i Pe r ta h a n a n d a n Keamanan, menyebutkan bahwa apa yang disebutkan oleh Harmoko tidak konstitusional. Ucapan Harmoko tidak bisa digunakan untuk menurunkan Soeharto. Muncul info bahwa gedung DPR/MPR akan dikosongkan oleh tentara malam itu, n a m u n m e re ka te ta p m e m u t u s ka n bermalam, walau pun tidak dapat tidur karena selalu was-was dengan serbuan tentara. Selasa, 19 Mei 1998. Ribuan m a h a s i s w a d a r i b e r b a ga i ka m p u s , berdatangan ke lapangan Gedung DPR/MPR. Sempat terjadi kesalahpahaman, karena terdapat beberapa kelompok yang menolak untuk tergabung dibawah bendera FKSMJ. Kelompok Pemuda Pancasila yang dikenal sebagai “ormasnya� rezim, juga ikut berdatangan untuk mendukung Soeharto. Hampir terjadi bentrokan antara mahasiswa dan PP. Heru yang mewakili mahasiswa bertemu dengan koordinator lapangan PP, mereka mengadakan rapat darurat. Dari situ,
untuk menghindari bentrokan, maka diputuskan akan adanya garis pembatas antara massa mahasiswa dengan mahasiswa PP. Untuk menghindari peristiwa yang sama di pagi hari itu, dibuat mekanisme aksi dimana seluruh kelompok massa dikelola dalam struktur operasi aksi yang netral, tidak terlalu condong FKSMJ maupun non FKSMJ. Heru Cokro ditunjuk kembali sebagai Koordiator Jenderal. Jadi sebenarnya, tidak seperti pandangan orang pada umumnya, sebenarnya mahasiswa pun saat itu tetap saling terpecah walau memiliki musuh bersama. Mekanisme aksi tersebut lah yang justru mempersatukan mahasiswa. Mobil ber-TOA yang merupakan satu-satunya alat komunikasi untuk mencapai semua orang di gedung DPR/MPR, akhirnya bisa digunakan secara bersama dengan satu suara. Malam harinya, rapat koordinasi struktur dilaksanakan. Ada kabar bahwa di Lapangan Monas akan ada demonstrasi besar juga yang dipimpin oleh Amien Rais, seorang Ketua organisasi Muhammadiyah. Sempat ada rencana untuk bergabung dengan aksi di lapangan Monas, namun keputusan akhirnya mereka akan tetap berada di gedung DPR/MPR. Alasannya, jika terjadi sesuatu di aksi massa lapangan monas, maka mereka menjadi benteng terakhir untuk mempertahankan momentum reformasi. Diciptakan juga langkah pengamanan aksi, dan prosedur pengungsian massa jika terjadi penyerbuan oleh tentara. Mereka juga berencana untuk mendobrak ruang sidang paripurna jika usaha penggunaan ruang sidang paripurna ditolak oleh sekretariat DPR/MPR. Esoknya, rabu 20 Mei 2018. Heru bersama salah satu tim aksi bernama Ahmad menemui sekretariat DPR/MPR untuk penggunaan ruang sidang paripurna. Sekretariat tetapi tidak berani memberikan izin dan mereka diantarkan menemui Syarwan Hamid yang saat itu menjabat
9
sebagai Wakil Ketua DPR/MPR. Syarwan Hamid mengatakan, sebaiknya proses tersebut ditunda saja karena pada hari itu juga, Soeharto akan mengumumkan pengunduran dirinya. Heru terkejut, dan merasa tidak percaya. Massa mahasiswa akhirnya memutuskan untuk menunda proses tersebut sembari menunggu kebenaran pengunduran diri Soeharto. Pada hari itu, kabar aksi mahasiswa telah tersebar kemana-mana. Tokoh-tokoh nasional berdatangan ke gedung DPR/MPR untuk bergantian memberikan orasi. Aksi di monas dibatalkan, dan Amien Rais datang ke gedung DPR/MPR dan berorasi di sana. Kemunculan Amien Rais tidak seluruhnya disambut baik oleh massa mahasiswa, di antaranya ialah Hengki Irawan yang merupakan pengurus Forum Kota (Forkot), organisasi mahasiswa yang dikenal cukup radikal dalam usahanya melawan rezim. Bagi mereka, Amien tidak lebih sebagai pemimpin ormas, alumni luar negeri dan aktivis HMI. Mereka sempat memunggungi Amien Rais yang saat itu sedang berorasi, bersama beberapa kelompok mahasiswa lainnya. Amien Rais menurut Hengki, hanyalah orang yang mencuri-curi momentum politik. Sebelumnya, ia tidak pernah ngapangapain, bahkan di awal bulan Mei menurut para mahasiswa, Amien Rais masih mendukung Soeharto. Hingga sore hari, Soeharto masih juga belum juga mengundurkan dirinya menjadi Presiden. Rapat koordinasi dilakukan kembali, banyak yang mempertanyakan informasi yang disampaikan oleh Heru. Mereka akhirnya sepakat, kalau sampai besok Soeharto belum juga turun maka mereka akan menggunakan ruang sidang paripurna untuk prosesi sidang rakyat. Entah itu secara damai, atau dengan kekerasan. Pagi hari Kamis, 21 Mei 2018. Beberapa massa sudah pulang, gedung DPR/MPR kini diisi oleh massa yang lebih sedikit dibandingkan hari-hari sebelumnya. Beberapa mahasiswa terlihat mempersiapkan prosesi sidang rakyat lalu mengumpulkan mahasiswa yang menjadi tanggung jawab masing-masing koordinator. Dari jauh, beberapa wartawan tergopoh-gopoh mendatangi, mereka mengatakan akan ada pengumuman penting dari istana negara. Di pagi hari itu juga, di depan jutaan rakyat Indonesia. Setelah banyak dari menteri Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri. Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Massa mahasiswa bersorak-sorai. Sebelumnya, FKSMJ telah berkomitmen bahwa pengunduran diri Soeharto merupakan akhir dari aksi mereka. Beberapa pihak yang menolak Habibie merasa aksi belum berakhir, mengingat bagi mereka Habibie tidak lebih merupakan antek dari Soeharto. Heru menyebutkan tidak akan mengikuti aksi lanjutan, mereka diharapkan melakukan rapat koordinasi tersendiri dan memilih Koordinator Jenderal yang baru. Heru selaku Jenderal Lapangan, mengumumkan bahwa aksi pendudukan gedung ini telah berubah menjadi Pesta Rakyat. Kelompok yang menolak Habibie, telah melaksanakan rapat dan memilih seorang mahasiswa bernama Ahmad yang berasal dari Universitas Padjajaran untuk menjadi koordinator jenderal. Sedangkan, massa aksi lain khususnya dari FKSMJ pulang ke rumah masing-masing.
10
11
12
Sumber gambar : Google
(Rizky Satya)