16 minute read
C. Menelaah Struktur dan Apek Kebahasaan Cerita Pendek
Amanat Unsur
Kutipan cerpen Simpulan dan bukti
Advertisement
C. MENELAAH STRUKTUR DAN ASPEK KEBAHASAAN
CERITA PENDEK
Di dalam teks cerita pendek, tentu hal ini tidak akan pernah lepas dari struktur maupun aspek kebahasaan dari sebuah teks.
Sebuah teks dikatakan berhasil apabila memenuhi persyaratan terkait adanya struktur dan aspek kebahasaan dari sebuah teks.
Adapun materi mengenai struktur dan aspek kebahasaan dari teks cerita pendek (cerpen) akan dipaparkan dibawah ini. 1. Struktur Teks Cerita Pendek Dalam pembuatan teks cerpen siswa harus mengetahui tentang kerangka atau struktur dari sebuah cerpen. Adapun struktur cerpen itu terdiri dari abstraksi, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, koda.
76 Buku Siswa SMP/Mts Kelas IX
a. Abstraksi
Abstraksi adalah ringkasan dari sebuah cerita. Abstraksi merupakan inti dari cerita yang akan dikembangkan menjadi beberapa rangkaian kejadian. Abstraksi juga bisa disebut sebagai gambaran awal dalam cerita. Abstraksi bersifat opsional yang mana dalam sebuah cerpen, kita boleh tidak menggunakan abstrak
b. Orientasi
Orientasi adalah hal-hal yang berhubungan dengan suasana, tempat dan waktu yang ada dalam cerita tersebut. Biasanya orientasi tidak hanya terpaku pada satu tempat, suasana dan waktu. Karena dalam sebuah cerita terdapat banyak kejadian dan tokoh yang berbeda-beda.
c. Komplikasi
Komplikasi merupakan rangkaian kejadian-kejadian yang berhubungan dan ber risikan tentang sebab akibat kejadian sebuah cerita. Dalam struktur ini kamu bisa menentukan watak atau karakter dari tokoh cerita. Watak atau karakter dari tokoh dapat muncul karena kerumitan permasalahan yang mulai terlihat.
d. Evaluasi
Evaluasi yaitu struktur dari konflik-konflik yang terjadi dalam cerita yang mengarah pada titik klimaks atau puncak permasalahan dan mulai mendapatkan gambaran penyelesaian dari konflik tersebut. Struktur ini merupakan struktur yang sangat penting. Karena struktur ini sangat menetukan menarik tidaknya suatu cerita. Dalam struktur ini penulis dapat menyajikan konflik-konflik yang mampu mebuat hati pembaca terbawa suasana. Sehingga pembaca lebih menghayati dan menjiwai karakter yang ada dalam cerita ini.
e. Resolusi
Resolusi merupakan penyelesaian dari evaluasi. Biasanya resolusi sangat dinanti-nati oleh pembaca, karena pada struktur ini pengarang memberikan solusi mengenai permasalahan yang dialami seorang tokoh atau pelaku dalam cerita.
f. Koda
Koda ialah nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari suatu cerita. Koda merupaka hikmah yang terkandung dalam cerita. Koda biasanya dapat diketaui setelah pembaca semua cerita dalam cerpen yakni dari permulaan hingga ahir dari cerita. Koda dapat berupa nasehat, pelajaran dan peringatan bagi pembacanya.
Mengidentifikasi Struktur Cerita Pendek
Beri keterangan isi setiap paragraph dari cerpen berjudul “Sebuah Kehidupan” untuk mendapatkan gambaran alur cerita. Isi Cerpen Tentang Setiap hari hujan turun begitu deras. Sederas air mata yang jatuh di kedua pipiku. Entah mengapa seakan hidup ini begitu melelahkan untuk dijalani, tapi kaki ini masih bisa untuk terus melangkah. Begitu bosan telinga ini mendengar ocehan kedua orangtua yang selalu menuntutku untuk melakukan ini dan itu, dengan alasan yang selalu sama. Ku langkahkan kaki ini pergi meninggalkan rumah, untuk menenangkan hati dan pikiranku. Terkadang aku bingung dengan apa yang ku lihat. Orang jahat selalu bahagia, kenapa orang baik tidak? Orang jahat selalu di atas, kenapa orang baik ditindas? Apa hidup tak seadil yang aku kira? Hidup ini memang sulit.
Isi Cerpen Ku berjalan terus menyusuri jalan kehidupan ini, banyak sekali nilainilai kehidupan yang ku dapat. Di lorong jalan ku temui seorang gadis kecil berusia 10 tahun bersama adik laki-lakinya yang masih berusia 5 tahun. Ku langkahkan kaki ini menuju mereka, ku bertanya kepada gadis kecil itu. “Kami di sini mencari Ayah dan Ibu, kami pergi dari panti karena kami rindu Ayah dan Ibu.” air matanya kembali mengalir, begitu pun denganku. Ternyata mereka tinggal di sebuah Panti Asuhan yang tak begitu jauh dari lorong yang mempertemukan kita. Mereka pergi mencari ayah dan ibunya, mereka merindukan orangtuanya tetapi mereka tak pernah tahu harus ke mana mencarinya. Setibanya di panti memang benar, ibu panti kesusahan mencari mereka berdua. Ku lihat kegelisahan di raut wajahnya yang sudah menua. Betapa pilunya kehidupan mereka ini, mereka masih bisa tersenyum ketika hatinya mempertanyakan di mana ayah dan ibunya berada. Dan ketika itu aku menangis dan hatiku begitu sakit “Tak bersyukurnya aku. Yang masih punya ayah dan bunda yang begitu memperhatikan aku, namun aku masih saja menyakiti hati mereka dengan keegoisanku. Tentang
“Santi, terima kasih kamu sudah mengantarkan Rani dan Reno pulang. Ibu khawatir dengan mereka, takut terjadi apa-apa.” Tersenyum dan aku mulai berkata. Dan setelah hari itu, hari-hari selanjutnya aku mendatangi panti selama 4 kali dalam seminggu. Betapa bahagianya aku bisa melihat Rani dan Reno tersenyum, tertawa gembira saat aku menemani harihari mereka. Mulai dari menemani mereka belajar, bermain, mengajari mereka salat dan menemani mereka sampai tertidur pulas. Mungkin inilah yang dinamakan nilai dari Sebuah Kehidupan. Sebaik apa pun hati kita, bila kita tidak pernah memberikan kebahagiaan untuk orang lain maka, percumalah semuanya. Ketika kita lahir, kita menangis dan orangorang di sekeliling kita tersenyum. Maka, jalanilah hidup kita sebaik mungkin sehingga pada waktu kita meninggal nanti, kita tersenyum dan orang-orang di sekeliling kita menangis.
Menyimpulkan Struktur
Isi struktur berikut sesuait isi teks cerita pendek “Sebuah Kehidupan”. Abstraksi
Orientasi
Komplikasi
Evaluasi
Resolusi
Koda
Pertanyaan Telaah Struktur dan Isi Cerpen
1) Bagaimana pendapatmu dengan alur (plot) cerita pendek berjudul “Sebuah Kehidupan”, mudah diikuti atau aliran ceritanya tersendat-sendat? Mengapa hal tersebut bisa terjadi? 2) Cerpen berjudul “Sebuah Kehidupan” dapat memberikan pelajaran yang serius. Dapatkah kamu menangkap pesan itu? 3) Cerpen berjudul “Kantor Pos dari Surga” dapat memberikan pelajaran yang serius untuk siswa. Dapatkah kamu menangkap pesan itu?
2. Aspek Kebahasaan Teks Cerita Pendek
Adapun aspek kebahasaan yang digunakan dalam teks cerita pendek (cerpen) di antaranya: a. Memuat kata sifat yang mendeskripsikan pelaku seperti penampilan fisik juga kepribadian tokoh yang diceritakan dalam cerpen, seperti misalnya sosoknya tinggi atau perawakannya gagah, rambutnya beruban dan sifat tokoh lainnya. b. Memuat kata keterangan untuk mendeskripsikan latar waktu tempat dan suasana, sebagai contoh misalnya: di pagi hari yang cerah, di kebun bambu yang rimbun dengan dedaunan dan lain sebagainya. c. Menggunakan kalimat langsung dan juga tidak langsung untuk penulisan dalam percakapan di dalam cerpen. d. Bisa menggunakan gaya bahasa yang bersifat konotasi seperti misalnya: pucuk langit, memanggang bus, bajing loncat dan mulut terminal. e. Penggunaan majas, diantaranya majas simile, metafora, personifikasi, dan seterusnya. f. Penggunaan pertanyaan retoris sebagai teknik melibatkan pembaca, “Pernahkah tinggal di rumah apung di sungai?” g. Bahasa yang digunakan tidak baku dan tidak formal. Bisa menggunakan gaya bahasa Perbandingan, pertentangan, pertautan maupun perulangan.
Contoh Teks Cerita Pendek Tikus Berdasi Membawa Kesengsaraan Karya: Dewi Umi Rohmatun
Tikus berdasi, semua orang pernah mendengar istilah tersebut. Tikus berdasi tak lain adalah orang-orang yang biasa melakukan penggelapan dana untuk menggemukkan perutnya. Nah, di sebuah keluarga yang dikepalai oleh Pak Bowo seorang pegawai yang sangat bijak, tetapi entah kenapa salah satu anaknya ada yang sangat gila dengan harta. Ternyata anaknya terjerat menjadi tikus berdasi. Hal tersebut membuat Pak Bowo mersa malu karena memiliki anak yang menjadi tikus berdasi.
Banyak sekali orang yang tidak mau menerima kesengsaraan, karena kesengsaraan itu sangat menyakitkan. Tetapi ditengah kesengsaraan pasti terdapat kenikmatan yang dapat dirasakan oleh keluarga Pak Bowo. Kenikmatan itu sifatnya sementara tapi mereka sangat menikmatinya.
“Pak, apakah ada hari libur saat ini?” Tanya Pinkan anak bungsu Pak Bowo.
“Ooo… Ada, nak. Gimana?” jawab ayahnya.
“Kita berlibur yuk, Pak. Sekali-kali liburan sebelum ujian”. Pinta Pinkan.
Pak Bowo menyetujui permintaan Pinkan. Pinkan bahagia mendengar hal tersebut. Suatu hari, mereka berlibur ke suatu tempat yang dinamakan Negeri Surga. Tempat itu diberi nama sedemikian rupa karena sangat indah memesona. Pinkan bertanya ke ayahnya.
“Pak, kok Mas Dika tidak ikut kita liburan?”
“Masmu baru ada urusan di kantornya”. Jawab Pak Bowo.
“Ahh.. setiap hari kok urusan muluk yang dikerjakan. Kapan Mas Dika ada waktu buat Pinkan. Nggak pernah!” jawab Pinkan kesal.
Pingkan merasa kesal terhadap kakaknya. Tetapi, ia masih merasakan suasana yang sangat romantic dengan keluarganya di Negeri Surga. Pinkan memang type cewek yang suka bau-bau romantic gitu jadi ya liburannya ketempat yang nuansa romantic juga. Hal yang dirasakan Pinkan sama dengan yang dirasakan oleh Bu Selly ibunya. Di Negeri Surga mereka asik menikmati suasana dan makan makanan yang dibawanya dari rumah. Tiba-tiba, sesuatu yang besar terjadi……
Brakk… suara terdengar dari belakang mereka. Suara apakah itu? Batin Pinkan dalam hati. Pinkan mencari-cari sumber suara tersebut. Tetapi tak menemukan dari mana asal suara itu. Pinkan penasaran.
Lalu ia pergi meninggalkan ayah ibunya untuk mencari suara tersebut. Tiba di sebuah taman dekat gubuk kecil yang tak jauh dari tempat mereka berlibur, disana ada Mas Dika, kakaknya. Pinkan tambah penasaran ni kenapa Mas Dika mendadak mengikutinya berlibur.
“Lhoh.. Mas Dika kok disini. Kata ayah mas sibuk ada urusan”, Tanya Pinkan pada kakaknya.
“Lhoh.. Iya memang sih, Dek tadi ada urusan tapi sebentar sih”, jawab Mas Dika.
“Lalu, kok kamu tau kalau kita sedang disini? Apa Ijah memberitahumu?”
“Tidak, bukan Ijah tapi Reno, Bosku di Kantor”.
“Ooo… Begitu”. Jawab Pinkan.
Tiba-tiba saat mereka berbincang-bincang, ayahnya datang menghampiri. Ayahnya marah kepada Dika mengapa dia datang dengan membuat keresahan keluarganya. Dika menceritakan semuanya pada ayahnya bahwa dia ada urusan penting di kantornya dengan Bos Reno. Dia menceritakan pada ayahnya bahwa ada masalah yang terjadi di kantornya. Tak lama kemudian Rian menelpon Dika. Rian adalah anak sulung Pak Bowo. Ia pekerja kantoran juga tetapi ia sangat tegas berbeda dengan Dika yang rada kalem. Rian menceritakan bahwa ada seseorang yang sedang mencari Dika. Sepertinya segerombolan petugas KPK. Dika merasa ketakutan dan panic. Dika langsung bergegas untuk menemui bosnya.
Tiba-tiba dijalan ia dicegat oleh sekelompok orang. Dimana orang tersebut adalah bosnya dan anak buahnya.
“Untung kamu bos yang mencegatku, kukira petugas KPK”. Kata Dika.
“Iya, Dik. Aku hendak mencarimu tadi”, jawab Bos Reno.
“Untung saja kita ketemu disini, ada hal yang harus aku bicarakan”. Lanjut Dika.
“Ayo sekarang kamu ikut aku”. Jawab Bos Reno.
“Kemana Bos?”
“Sudah ayo ikut saja nanti kau juga akan tahu”. Tak lama kemudian mereka pergi ke suatu tempat dan tiba di rumah Bos Reno. Di sana suasananya sangat sepi. Lalu, Dika menceritakan semuanya apa yang telah ia alami. Bahwasanya ada segerombol petugas KPK yang datang di rumahnya. Petugas itu menanyakan tentang keberadaan Dika. Disana Dika juga merasa ketakutan. Begitu juga bosnya. Mereka takut ketahuan. Tetapi bagaimanapun juga saat berada di rumah, Dika dan Rian harus tampak biasa saja.
Ketika Dika sampai dirumah, ia ditanya ayahnya. Kenapa ia buru-buru pulang saat bertemu Pinkan. Pinkan terpaksa memberitahu ayahnya bahwa tadi ia bertemu Dika. Suara gubrakan itu Dika yang membuatnya. Ayahnya menanyakan padanya, “Mengapa kau melakukan itu?” Tanya Pak Bowo. “Tidak apa-apa, yah”. Jawab Dika. Saat ditanya ayahmya, Dika merasa biasa saja karena ayahnya tidak boleh tahu apa yang sebenarnya ia lakukan selama ini. Bu Selly heran, mengapa Dika akhir-akhir ini sering memberikan sesuatu yang lebih kepada setiap anggota keluarga. Bukannya dia itu hanya pekerja kantoran yang biasa-biasa saja. Yang sedang-sedang saja. Ibunya juga berpikir panjang, apakah Dika naik pangkat? Sehingga memiliki pengghasilan yang lebih disbanding biasanya. Hal itu sangat mengejutkan. Tetapi keluarga tetap baik-baik saja. Hal itu terus dilakukan oleh Dika untuk menutupi semuanya. Tetapi Pinkan tidak tinggal diam. Ia mencari tahu sesuatu tapi ia tidak menemukannya. Pinkan tidak mau berhenti berusaha sebelum ia menemukan sesuatu. Hal itu terus dicarinya. Pinkan bingung mondar-mandir di dalam rumah, entah ia sedang mencari apa. Seluruh anggota keluarganya bingung dengan sikap Pinkan. Pingkan seperti orang linglung. Malam harinya. Saat semua orang yang ada di rumah itu sedang tidur, Dika sedang pergi keluar bersama Rian kakaknya, Pinkan mulai beraksi. Ia beraksi kembali mencari sesuatu tentang Dika dikamarnya.
Alhasil, tak lama kemudian saat Pinkan hendak berhasil mencari sesuatu yang ia cari, Dika tiba-tiba datang. Pinkan merasa gugup.
“Apa yang kau lakukan disini?”, Tanya Dika.
“E..emm..anu..Kak”, Pinkan bingung menjawabnya.
“Anu apa?”
“Itu Kak tadi ada tikus yang masuk ke kamar. Terus aku berusaha untuk mengusirnya. Tetapi, aku gagal untuk mengusir karena tadi Kak Dika mendadak masuk ke dalam”. Jawab Pinkan dengan gesitnya.
“Oohh.. tikus tah.. Aku kira kamu nyari apa Dek”. Jawab Dika.
“Iya, Kak. Hanya tikus dan bukan apa-apa”.
Walau usaha Pinkan malam ini gagal pasti suatu harinya Pinkan akan berhasil. Pinkan adalah sosok yang cerdas, baik hati, patuh, dan sangat cantik.. Lalu, keesokan harinya semua anggota keluarga sedang kumpul untuk sarapan. Setelah selesai sarapan, Dika dan Rian mulai berangkat ke kantor tempat dimana ia bekerja. Kemudian Pak Bowo juga berangkat
-ke kantor. Di kantor Dika dan Rian merasa biasa saja sikapnya sama seperti ketika di rumah.
Sore harinya, setelah mereka pulang dari kantor dan seluruh keluarga berkumpul. Datanglah segerombol petugas KPK. Petugas itu datang lagi untuk mencari orang-orang yang telah menggunakan dana kantor untuk mengemukkan dirinya. Saat itu petugas menyebut nama Dika, ia sangat panic. Sementara Pinkan, saat dirumah sendiri ia menemukan sesuatu yang dicarinya. Alhasil sesuatu itu ketemu juga. Ternyata, secara tak terduga yang Pinkan cari itu adalah bukti tentang mengapa petugas KPK itu mencari-cari kakaknya. Seluruh keluarga, hanya diam termenung termasuk Pinkan. Seluruh anggota keluarga tidak menyangka bahwa Dika dan Rian telah melakukan semua ini. Dika yang hanya diam dan penurut justru ia melakukan hal seperti ini. Begitu juga dengan Rian. Rian dalam hal ini hanya karena bujukan Dika, sedangkan, Dika hanya diajak oleh Bosnya. Hal itu membuatnya menyesal seumur hidup. Keluarga Pak Bowo hanya bias menerima keadaan, ia harus merelakan kedua anak lakilakinya untuk pergi ke pengadilan untuk disidang dan ke kantor polisi.
Sifat penurut yang dimiliki Dika itu yang bisa membuatnya celaka dan justru malah membuatnya sengsara. Selain itu, ia juga tak seharusnya untuk nurut termasuk sama bosnya. Kini Dika hanya pasrah dan menyesal seumur hidupnya. Dika secara tak sadar telah menjadi anggota tikus berdasi di kantornya dan menjadi orang lain di dalam keluarganya. Keluarganya itu tergolong keluarga yang bijak dan baik. Tetapi, karena perbuatan kedua anak laki-lakinya, justru keluarga Pak Bowo tidak mau mendongakkan kepalanya ke atas karena sangat malu.
Contoh Teks Cerita Pendek Seragam AK Basuki
Malam itu saya belajar bersamanya. Teplok yang menjadi penerang ruangan diletakkan di atas meja, hampir mendekat sama sekali dengan wajahnya jika dia menunduk untuk menulis. Di atas amben, ayahnya santai minum kopi. Ibunya, seorang perempuan yang banyak tertawa, berada di sudut sembari bekerja memilin sabut-sabut kelapa menjadi tambang. Saat-saat seperti itu ditambah percakapan-percakapan apa saja yang mungkin berlaku di antara kami hampir setiap malam saya nikmati.
86 Buku Siswa SMP/Mts Kelas IX
Itu yang membuat perasaan saya semakin dekat dengan kesahajaan hidup keluarganya. (1)
Selesai belajar, dia menyuruh saya pulang karena hendak pergi mencari jangkrik. Saya langsung menyatakan ingin ikut, tapi dia keberatan. Ayah dan ibunya pun melarang. Sering memang saya mendengar anak-anak beramai-ramai berangkat ke sawah selepas isya untuk mencari jangkrik. Jangkrik-jangkrik yang diperoleh nantinya dapat dijual atau hanya sebagai koleksi, ditempatkan di sebuah kotak, lalu sesekali digelitik dengan lidi atau sehelai ijuk agar berderik lantang. Dari apa yang saya dengar itu, proses mencarinya sangat mengasyikkan. Sayang, Ayah tidak pernah membolehkan saya. Tapi malam itu toh saya nekat dan sahabat saya itu akhirnya tidak kuasa menolak. (2)
“Tidak ganti baju?” tanya saya heran begitu dia langsung memimpin untuk berangkat. Itu hari Jumat. Seragam coklat Pramuka yang dikenakannya sejak pagi masih akan terpakai untuk bersekolah sehari lagi. Saya tahu, dia memang tidak memiliki banyak pakaian hingga seragam sekolah biasa dipakai kapan saja. Tapi memakainya untuk pergi ke sawah mencari jangkrik, rasanya sangat-sangat tidak elok. “Tanggung,” jawabnya. (3)
Sambil menggerutu tidak senang, saya mengambil alih obor dari tangannya. Kami lalu berjalan sepanjang galengan besar di areal persawahan beberapa puluh meter setelah melewati kebun dan kolam gurami di belakang rumahnya. Di kejauhan, terlihat beberapa titik cahaya obor milik para pencari jangkrik selain kami. Rasa hati jadi tenang. Musim kemarau, tanah persawahan yang pecah-pecah, gelap yang nyata ditambah angin bersiuran di areal terbuka memang memberikan sensasi aneh. Saya merasa tidak akan berani berada di sana sendirian. (4)
Kami turun menyusuri petak-petak sawah hingga jauh ke barat. Hanya dalam beberapa menit, dua ekor jangkrik telah didapat dan dimasukkan ke dalam bumbung yang terikat tali rafia di pinggang sahabat saya itu. Saya mengikuti dengan antusias, tapi sendal jepit menyulitkan saya karena tanah kering membuatnya berkali-kali terlepas, tersangkut, atau bahkan terjepit masuk di antara retakan-retakannya. Tunggak batang-batang padi yang tersisa pun bisa menelusup dan menyakiti telapak kaki. Tapi melihat dia tenang-tenang saja walaupun tak memakai alas kaki, saya tak mengeluh karena gengsi. (5)
Rasanya belum terlalu lama kami berada di sana dan bumbung baru terisi beberapa ekor jangkrik ketika tiba-tiba angin berubah perangai. Lidah api bergoyang menjilat wajah saya yang tengah merunduk. Kaget, pantat obor itu justru saya angkat tinggi-tinggi sehingga minyak mendorong sumbunya terlepas. Api dengan cepat berpindah membakar punggung saya! (6) “Berguling! Berguling!” terdengar teriakannya sembari melepaskan seragam coklatnya untuk dipakai menyabet punggung saya. Saya menurut dalam kepanikan. Tidak saya rasakan kerasnya tanah persawahan atau tunggak-tunggak batang padi yang menusuk-nusuk tubuh dan wajah saat bergulingan. Pikiran saya hanya terfokus pada api dan tak sempat untuk berpikir bahwa saat itu saya akan bisa mendapat luka yang lebih banyak karena gerakan itu. Sulit dilukiskan rasa takut yang saya rasakan. Malam yang saya pikir akan menyenangkan justru berubah menjadi teror yang mencekam! (7) Ketika akhirnya api padam, saya rasakan pedih yang luar biasa menjalar dari punggung hingga ke leher. Baju yang saya kenakan habis sepertiganya, sementara sebagian kainnya yang gosong menyatu dengan kulit. Sahabat saya itu tanggap melingkupi tubuh saya dengan seragam coklatnya melihat saya mulai menangis dan menggigil antara kesakitan dan kedinginan. Lalu dengan suara bergetar, dia mencoba membuat isyarat dengan mulutnya. Sayang, tidak ada seorang pun yang mendekat dan dia sendiri kemudian mengakui bahwa kami telah terlalu jauh berjalan. Sadar saya membutuhkan pertolongan secepatnya, dia menggendong saya di atas punggungnya lalu berlari sembari membujuk-bujuk saya untuk tetap tenang. Napasnya memburu kelelahan, tapi rasa tanggung jawab yang besar seperti memberinya kekuatan berlipat. (8) Saya langsung dilarikan ke puskesmas kecamatan. Seragam coklat Pramuka yang melingkupi tubuh saya disingkirkan entah ke mana oleh mantri. Tidak pernah terlintas di pikiran saya untuk meminta kepada Ayah agar menggantinya setelah itu. Dari yang saya dengar selama hampir sebulan tidak masuk sekolah, beberapa kali dia terpaksa membolos di hari Jumat dan Sabtu karena belum mampu membeli gantinya. (9) “Salahmu sendiri, tidak minta ganti,” kata saya setelah saya sembuh. “Mengajakmu saja sudah sebuah kesalahan. Aku takut ayahmu marah nantinya. Ayahku tidak mau mempermasalahkan seragam itu. Dia lebih memilih membelikan yang baru walaupun harus menunggu beberapa minggu.” Kami tertawa.