Daypost 5 "Pemira: Pesta Demokrasi Tanpa Suara"

Page 1

PEMIRA :

PESTA DEMOKRASI TANPA SUARA

DAYPOST 5 AKSARA Edisi Januari 2018

PEMIRA 2017 BERJALAN PINCANG

MAHASISWA (MASIH) APATIS halaman 3

Dengan segala gegap gempitanya, Pemilihan Raya (Pemira) dapat dikatakan sebagai pesta demokrasi mahasiswa terbesar yang dilakukan oleh suatu instansi pendidikan sekelas universitas. Seperti halnya yang ada di Telkom University, pemilihan Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa (Presma– Wapresma) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Telkom University (BEM KEMA TEL-U) juga bisa menjadi titik acuan

ke halaman 2

PESTA RAKYAT TERPELAJAR Sebuah pesta rakyat yang dilaksanakan setahun sekali dimulai kembali. Masa dimana masyarakat terpelajar akan memilih calon pemimpin idaman mereka lagi. Antusiasme dari masyarakat dan para calon pemimpin pun sangat besar. Tak tanggung-tanggung, dari sepuluh pasangan calon yang telah mengambil formulir, lima di antaranya telah sah akan mengikuti pesta rakyat kali ini.

ke halaman 4

SALAM REDAKSI “Tuanku ya Rakyat, Gubernur Cuma Mandat�. Begitulah kiranya prinsip dari orang nomor satu di Jawa Tengah kini. Jabatan, tahta dan kekuasan tak selamanya lekang abadi. Ada masa dimana hal tersebut akan hilang silih berganti. Menjadi orang nomor satu dalam suatu kepemimpinan bukanlah suatu hal yang mudah. Banyak proses yang harus dilewati. Proses yang tidak selalu manis, namun ada yang pahit. Tak tergambarkan dan tak terdefinisikan. Oleh karena itu izinkan kami untuk sedikit mengulas suatu proses perjalanan untuk menduduki kursi nomor satu kepemimpinan yang banyak diidamkan oleh mereka agen perubahan. Terimakasih kami ucapkan atas suara yang telah diucapkan. Dan permohonan maaf apabila ada hal yang kurang berkenan. Redaksi : Dennis, Putu, Hartika, Milati, Adinda, dan Arul Layouting : Agisti, Tasha, Taufiq, dan Diba Kontributor : Seluruh Anggota UKM Jurnalistik Aksara


Fokus

PEMIRA 2017 BERJALAN PINCANG Dengan segala gegap gempitanya, Pemilihan Raya (Pemira) dapat dikatakan sebagai pesta demokrasi mahasiswa terbesar yang dilakukan oleh suatu instansi pendidikan sekelas universitas. Seperti halnya yang ada di Telkom University, pemilihan Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa (Presma– Wapresma) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Telkom University (BEM KEMA TEL-U) juga bisa menjadi titik acuan akan dibawa kemana ribuan aspirasi mahasiswa. Disisi lain, Pemira juga bisa dijadikan acuan untuk pembelajaran politik dikalangan mahasiswa. Lalu bagaimana jika Pemira yang harusnya dijadikan contoh pembelajaran politik di kampus ini berjalan dengan pincang? Bagaimana peran orangorang yang terkait di dalamnya? Tak lepas pula bagaimana peran Komisi Pemilihan Raya (KPR) dan Badan Pengawas Pemira (BPR), sebagai badan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) untuk menyelenggarakan dan mengawasi pemilihan calon Presma dan Wapresma serta calon DPM di Telkom University.

Pemira 2017

Sepi Pendaftar Pemira dikenal sebagai ajang berpolitik mahasiswa, ternyata pada tahun ini kembali dirasa kurang eksistensinya. Dapat dilihat dari jumlah pendaftar calon Presma-Wapresma dan DPM. Pada tahun 2016 kemarin, pengambilan formulir oleh calon PresmaWapresma adalah 27 pasang dan calon DPM jalur independen sebanyak 10 orang, sedangkan yang mengembalikan formulir sebanyak 3 pasangan calon (Paslon) PresmaWapresma dan 2 calon DPM jalur independen. Namun pada tahun 2017 ini, jumlah peserta yang mengambil dan mengembalikan formulir pendaftaran hanya berjumlah 2 pasang untuk calon Presma-Wapresma dan satu orang untuk calon DPM. Proses pengambilan dan pengembalian formulir pun berlangsung sepi dimana pengambil formulir baru mengambil dan mengembalikan formulir administrasi pada hari terakhir dan di jam jam terakhir pada masa pengambilan dan pengembalian berkas. Jumlah yang terpaut cukup jauh ini dapat dinilai sebagai suatu bentuk nyata penurunan minat mahasiswa pada lembaga kampus. Saat ditemui untuk dimintai pendapatnya

soal sepinya pendaftar Farid Gibran, selaku Ketua KPR hanya memberikan pendapat bahwa jumlah tersebut sudah cukup untuk melaksanakan Pemira. Hal ini juga dapat dilihat dari AD/ART Pemira itu sendiri, yang tertulis bahwasanya jumlah pendaftar memang telah memenuhi persyaratan untuk dilaksanakannya Pemira. Namun, cukup disayangkan apabila calon kandidat untuk Pemira pada tahun ini yang berjumlah dua pasang saja. Dikhawatirkan akan menjadi batu sandungan batalnya Pemira apabila salah satu pasangan calon bermasalah.

Gugurnya

Salah Satu Paslon Sementara itu, salah satu syarat untuk mencalonkan diri sebagai Presma dan Wapresma ialah mengumpulkan segala berkas yang telah ditentukan oleh KPR. Kelengkapan berkas itu sendiri akan masuk pada tahap verifikasi oleh tim KPR untuk dilihat keabsahannya.

dua pasangan calon yang mendaftar tahun ini M. Wahyu Yusran-Kurniawan Setyo Budi dan Fatur Rachman Rasyid-Ahmad Adli, terdapat kejanggalan berkas akan status surat kaderisasi dari salah satu Calon Wapresma yaitu Kurniawan Setyo Budi. Dimana yang bersangkutan merupakan mahasiswa ekstensi 2017 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, yang kemudian hari terungkap informasi bahwa surat lulus kaderisasi tersebut dibuat secara sepihak oleh Ryan Retdiwalgi selaku Presiden Himpunan Mahasiswa S1 Teknik Telekomunikasi (HMTT) 2017. Dari pernyataan KPR saat dimintai keterangan oleh reporter Aksara, mereka menyatakan jika diterimanya surat lulus kaderisasi tersebut tanpa kecurigaan karena telah mendapat konfirmasi atas pernyataan Ryan, selaku Presiden HMTT yang menyatakan bahwa surat itu sah dan valid. Pertanyaan yang sama pun telah dilontarkan beberapa kali, namun Ryan tetap kukuh atas keterangannya mengenai surat kelulusan tersebut. Permasalahan mulai terlihat menjelang H-3 pemungutan suara, Dewan Perwakilan Anggota (DPA) HMTT, melalui Pimpinan I DPA HMTT, Adi Aufarachman, mencabut surat lulus kaderisasi milik Kurniawan. Disusul pengkuan serta permohonan maaf Ryan, karena telah bertindak sepihak atas pemberian surat lulus

Dari

kaderisasi tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari Ketua KPR, Farid Gibran, bahwa sebelum paslon 1 resmi dicabut, sempat diadakan pertemuan antara Ketua DPA, Presiden HMTT, Ketua HMDT, dan paslon nomor urut 1 perihal Pemira ini. "Disana didiskusikan kalau paslon nomor urut 1 sudah kehilangan salah satu syarat adminisrasi, berarti tidak bisa lanjut, dan dari mereka resmi sah dicabut," ungkap Farid Gibran. Dihubungi mengenai hal ini, Kurniawan mengkonfirmasi bahwa hal ini benar terjadi. "Pada waktu itu saya, pihak HMTT dan HMDT mengajukan solusi bahwa surat kami mohon diterima KPR, dengan catatan HMTT mengesahi dengan tanda tangan dan materai. Namun, saran kami ditolak oleh pihak panitia KPR," jelas Kurniawan. Kurniawan juga mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan kongres dan lebih setuju jika syarat-syarat yang kurang kemarin untuk dilengkapi. Dari kejadian ini, banyak mahasiswa yang merasa kecewa dengan tindakan KPR yang terlihat dari berbagai komentar masuk di official account Line mereka, walau bentuk ketidaksetujuan sendiri tidak diungkapkan secara langsung. Pemira Desember ini akhirnya hanya dilakukan untuk memilih calon DPM, sedangkan untuk memilih calon Presma-Wapresma diadakan kongres yang diperkirakan diberlangsungkan pada Januari 2018.

2


Ommami

MAHASISWA

P

esta demokrasi telah usai digelar. Tak ada hasil berarti dari pesta politik terbesar di Telkom University. Gugurnya salah satu pasangan disinyalir menjadi sebabnya. Namun, tak hanya soal calon yang gugur, Pemira setiap tahunnya masih memiliki permasalahan yang sama. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran dan kepedulian untuk memberikan suaranya pada pesta demokrasi untuk memilih Presiden Mahasiwa dan Wakil Presiden Mahasiswa KEMA Tel-U serta Dewan Perwakilan Mahasiswa KEMA Tel-U. Masih rendahnya kepedulian mahasiswa terhadap Pemira disebabkan oleh pola pikir yang beranggapan bahwa menyalurkan hak pilih adalah perbuatan yang siasia, karena sampai saat ini mereka tidak merasakan hasil yang cukup berarti. Banyak hal yang menyebabkan kurangnya partisipasi dari mahasiswa sendiri dalam Pemira, salah satu faktor yang mempengaruhi hal ini ialah kurangnya eksistensi Pemira ditengah mahasiswa.

3

APATIS

Informasi yang Terbatas Dari tahun ke tahun euforia Pemira dirasa semakin redup kehadirannya. Kurangnya sosialisasi mengenai pelaksanaan Pemira dan penyebaran informasi mengenai berlangsungnya Pemira dari pihak KPR masih menjadi persoalan utama. Butanya mahasiswa akan rangkaian Pemira disebabkan tidak dipublikasikannya timeline rangkaian acara Pemira. Sehingga mahasiswa justru mendapatkan informasi seputar Pemira dari media kampus yang pada tahun ini pun sulit untuk mendapatkan informasi. Singkatnya waktu kampanye pun menjadi salah satu faktor meredupnya eksistensi Pemira, padahal seharusnya pada saat itulah mahasiswa merasakan secara langsung pesta demokrasi ini. Melihat dan mendengarkan janji serta visi misi yang sepertinya menjanjikan dari para pasangan calon. Setelah ditelisik seputar faktor lain, terdapat faktor yang mempengaruhi meningkatnya

jumlah mahasiswa apatis Pemira. Salah satunya ialah pudarnya tingkat kepercayaan mahasiswa kepada salah satu lembaga tertinggi mahasiswa yakni BEM KEMA Tel-U yang membuat mahasiswa semakin enggan untuk menyuarakan haknya untuk memilih pemimpin baru. Hal tersebut timbul karena kinerja BEM KEMA Tel-U pada periode sebelumnya dinilai buruk. Buruknya kinerja BEM juga dapat dilihat dari tidak adanya dukungan untuk mensukseskan Pemira. Alhasil mahasiswa yang notabenenya akan menyuarakan suaranya pun memilih diam serta acuh tak acuh terhadap hal ini.

Kongres,

Efektifkah Untuk Memilih

Pemimpin? Akibat gugurnya salah satu pasangan calon dari jumlah dua pasangan calon yang ada, Pemira ini tidak dapat dilanjutkan dengan pasangan calon tunggal. Yang pada akhirnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden KEMA TEL-U dikembalikan pada mekanisme kongres.

“

Hal ini mengundang kekecewaan cukup besar dari banyak mahasiswa Karena hal ini dianggap sebagai sebuah kemunduran dalam berdemokrasi.

“

MASIH

Kekecewaan tersebut dirasakan juga oleh mahasiswa baru yang ingin memberikan suaranya untuk pemilihan Presma dan Wapresma namun tidak dapat dilakukan karena dalam mekanisme kongres sendiri tidak seluruh mahasiswa dapat menyalurkan suaranya. Hanya peserta dengan suara penuh yang merupakan ketua lembaga dan ormawa yang memiliki hak pilih yang mana mahasiswa baru belum bisa menjadi peserta dengan suara penuh. Mahasiswa biasa hanya bisa bersuara untuk memberikan pendapat sebagai bahan pertimbangan bagi peserta dalam sidang kongres, namun tidak memiliki suara untuk memilih. Berakhirnya pemilihan Presma Wapresma pada kongres ini tentu menimbulkan banyak dampak salah satunya ialah semakin enggannya mahasiswa terlibat pada Pemira yang akan datang.


Kampusiana

PEMIRA: Awal Pembelajaran Politik Mahasiswa Masih banyak mahasiswa yang belum paham politik. Banyak yang enggan memahami dunia politik karena menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang buruk, penuh dengan kelicikan, dan lain sebagainya. Ada juga yang memang tidak peduli sama sekali terhadap politik, karena merasa politik sama sekali tidak berpengaruh terhadap hidupnya. Padahal, mahasiswa nantinya yang dapat memperbaiki sistem politik di masa depan. Oleh karena itu, perlu adanya pembelajaran mengenai politik, untuk mempertajam pemahaman mahasiswa mengenai politik itu sendiri. Lalu, darimana mahasiswa mendapatkan pelajaran awal mengenai politik? Menurut Edy Sofyan, salah satu dosen Pendidikan Kewarganegaraan Telkom University, mahasiswa penting sekali untuk paham politik agar tidak apatis, masa bodoh, dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya, tidak hanya memikirkan diri sendiri. Dan Pemilihan Raya (Pemira) menjadi salah satu bentuk nyata pembelajaran awal politik di kampus bagi mahasiswa. “Kalau secara teori, mungkin mahasiswa sudah mendapatkannya di pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sejak sekolah dasar (SD). Tapi, kalau implementasinya menurut saya Pemira merupakan hal yang tepat untuk dijadikan awal pembelajaran politik di kampus, karena Pemira merupakan miniatur dari Pemilihan Umum (Pemilu). Sangat disayangkan apabila masih banyak mahasiswa yang tidak peduli

terhadap Pemira, padahal ini bisa sebagai langkah awal mahasiswa tersebut belajar untuk memahami politik,� ujarnya. Menurutnya banyaknya mahasiswa yang kurang peduli terhadap Pemira pada tahun ini juga disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai Pemira itu sendiri. Dan juga, waktu pelaksanaan yang kurang tepat yaitu mendekati UAS, sehingga mahasiswa akan lebih fokus ke UAS terlebih dahulu. Hal inilah yang disinyalir sebagai sebab dari kurang diminatinya Pemira pada tahun ini. “Sosialisasinya menurut saya kurang makanya banyak mahasiswa yang masih belum tahu. Harusnya, sosialisasi mengenai Pemira tidak dilakukan menjelang waktu pelaksanaannya saja, tetapi juga dilakukan jauhjauh hari sebelum waktu pelaksanaannya. Ibaratnya, iklan di TV saja harus berkali-kali dulu tayang, baru bisa menyadarkan konsumen. Nah, ini pun sama. Biar melekat di pikiran mahasiswa, maka sosialisasi harus dilakukan sesering mungkin dan dilakukan jauh-jauh hari,� tambahnya. Ia berpesan bahwasanya mahasiswa harus sadar akan pentingnya politik bagi kehidupan. Jangan terus memikirkan bahwa politik itu kotor, banyak kecurangan, dan lain-lain. Justru, mahasiswa nantinya yang akan menjadi generasi penerus, bisa meminimalisir atau mengurangi kecurangan-kecurangan yang ada di dunia politik. Sehingga, dapat membangun demokrasi yang baik di masa depan.

Ragam

Anekdot

Tinggal Pilih oleh : Ilham Ananditya Hati, Tak ada kejujuran tanpa tindakan, Banyak sangkalan tanpa tindakan,

Pesta Rakyat Terpelajar Sebuah pesta rakyat yang dilaksanakan setahun sekali dimulai kembali. Masa dimana masyarakat terpelajar akan memilih calon pemimpin idaman mereka lagi. Antusiasme dari masyarakat dan para calon pemimpin pun sangat besar. Tak tanggung-tanggung, dari sepuluh pasangan calon yang telah mengambil formulir, lima di antaranya telah sah akan mengikuti pesta rakyat kali ini. Para pasangan calon melakukan kampanye besarbesaran untuk menyampaikan visi dan misi mereka. Ada yang berfokus pada lingkungan hidup, teknologi, kesejahteraan sosial, kerohanian, dan kebebasan berimajinasi. Persaingan antar pasangan calon ini cukup sengit. Ketika kampanye dialogis dilaksanakan, mereka dan pendukungnya saling berargumen satu sama lain, bahkan mulai menyerang menggunakan logical fallacy. Tiga hari sebelum masa pemilihan dimulai, ada satu pasangan calon yang dinyatakan gugur karena calon pemimpinnya terbukti merupakan panglima dari suatu geng motor. Esoknya, ada pasangan calon yang gugur lagi. Kali ini karena wakil calon pemimpinnya terbukti sering merokok di dalam lingkungan kampus. Di hari yang sama, ternyata ada lagi pasangan calon yang gugur dikarenakan calon pemimpinnya terbukti seorang penganut radikalisme. Beberapa hari berselang, ada wakil calon pemimpin yang tertangkap melakukan penyalahgunaan dana usaha sehingga dinyatakan gugur.

Universitas X, 20XX A.D. di masa depan, yang tak terlalu jauh dari masa ini.

Pasangan calon yang tersisa hanyalah satu.Antusiasme pesta rakyat pun seketika sunyi. Masyarakat terpelajar bingung dengan kondisi pesta rakyat kali ini. Banyak dari mereka yang memutuskan untuk tidak memilih, toh untuk apa memilih pasangan calon tunggal? Banyak yang bertanya, apakah ini sepenuhnya kesalahan para calon pemimpin? Lalu bagaimana dengan mereka yang punya kuasa untuk menyelenggarakan pesta rakyat kali ini? Masyarakat terpelajar bingung dengan pesta rakyat kali ini. Tak ada hasil dan terombang-ambing. Ditengah kesunyian pesta rakyat yang tak terarah ini, masyarakat terpelajar pun diajak duduk bersama oleh mereka yang mempunyai kuasa untuk membicarakan hal ini. Dan, diputuskan bahwa masa pemilihan akan diundur dua bulan kemudian. Kesempatan pun diberikan kepada mereka yang salah satu pasangannya gugur untuk memperbaiki diri dengan memilih pasangan yang baru. Masyarakat terpelajar pun sumringah, dua bulan lagi mereka akan punya pemimpin baru. Sebulan telah berlalu, namun tak ada tanda-tanda pesta rakyat akan dimulai. Tak ada satu pasangan yang mencalonkan diri kembali. Masyarakat terpelajar pun kecewa. Dan pada akhirnya mereka sadar bahwa pesta rakyat tak selamanya berakhir manis seperti janji para politikus berdasi negeri ini.

Banyak dusta yang terucap ketika hati hanya berbisik, Kata dan suara hati takkan bisa kau pungkiri. Sekeras apapun kamu mengingkari, Serapat apapun kamu menutupinya, Kecurangan adalah tindakan fana, Hanya

hidup

dalam

keraguan

ketidakpercayaan, ketidaknyamanan, dan ketidaktahuan. Benarkah

janji

itu,

atau

hanya

sekelabatan janji yang menyerakkan suara ?, Lama-lama

melunjak

tanpa

kapabilitas, makin bangga tanpa integritas. Solusi sesaat berbisik sini, mahasiswa gugur pemimpin mujur. Pemimpin puas, mahasiswa terbaring lemas.

4


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.