3 minute read

HOT READS

Next Article
VIEW

VIEW

SELF DIAGNOSED:

Di tengah kemajuan teknologi dan banyaknya informasi mengenai mental illness, kita dihadapkan dengan fenomena “romanticizing mental illness”. Melalui berbagai media, kita melihat banyaknya musik, kutipan, film, bahkan buku yang mengindahkan mental illness sehingga banyak orang yang merasa bahwa apa yang tertera sangat menggambarkan keadaan dirinya. Fenomena ini disebut juga dengan “efek Barnum”. Efek Barnum adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menganggap bahwa ‘suatu deskripsi yang dituliskan untuk umum dan dapat berlaku untuk semua orang’ adalah deskripsi yang akurat tentang diri mereka dan seolah dibuat hanya untuk mereka. Efek barnum ini dipengaruhi oleh self diagnose dari banyaknya informasi yang ada di internet maupun di kehidupan sehari-hari masyarakat. Namun, apa yang dimaksud dengan self diagnose ini? Menurut Dr. Ade, psikiater Rumah Sakit Provinsi Jawa Barat menjelaskan bahwa self diagnose adalah proses mendiagnosis suatu kondisi medis dalam diri sendiri yang oleh informasi di sekitarnya. Mengikuti fenomena romanticizing mental illness yang sedang marak terjadi, Dr. Ade mengatakan “saya memandang hal ini dari

Advertisement

Photo by : K. Mitch Hodge

sisi berbeda, saya rasa ini adalah hal yang bagus karena secara stigma orang terhadap mental illness menjadi berkurang, bahwa orang telah menyadari jika mereka merasakan gejala mental illness mereka akan berusaha mendapatkan pertolongan. Namun, jika mereka langsung menghubungkan gejala tersebut dan menyimpulkan apa yang terjadi pada mereka, itu akan membuat orang di sekitarnya tidak nyaman dan malah menimbulkan stigma baru,” jelas Dr. Ade Dr. Ade menyampaikan bahwa peran media sangat mempengaruhi self diagnose ini, tetapi hal ini juga tergantung pada pengguna dari sosial media tersebut. Self diagnose ini merupakan hal yang baik apabila dilanjutkan dengan konsultasi kepada ahli medis yang dapat mengkonfirmasi. Faktor penyebab self diagnose lainnya kemudian dijelaskan oleh Dr. Ade “ada banyak faktornya, mulai dari cara mereka nteraksi dengan orang lain ataupun diri mereka sendiri, pengalaman yang mereka alami, cara mereka dididik dalam keluarganya, bahkan genetik juga bisa mempengaruhi. Tidak menutup kemungkinan seorang pencemas, orang tuanya pasti pencemas juga. Cara pola asuh juga bisa mempengaruhi. Misalnya pola asuh yang keras dalam keluarganya sehingga

Analisa Manfaat dan Bahaya yang Perlu Diketahui

menyebabkan anaknya menjadi penuh keraguan atau kecemasan, atau pola asuh keluarganya biasa saja sehingga menyebabkan anaknya menjadi tidak mudah cemas.” Dampak buruk yang akan terjadi jika kita terus menerus melakukan self diagnose adalah kepanikan yang tidak perlu, bahkan dapat berlanjut pada konsumsi obat yang salah. Namun, menurut Dr. Ade, self diagnosed ini letak permasalahannya bukan pada dampak baik atau dampak buruk, melainkan seberapa besar ia ingin diperhatikan. Karena orang yang crying for help dengan seeking attention memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Dari sinilah kita dapat membedakan mana orang yang benar-benar mengalami mental illness dengan yang tidak. Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi self diagnosed adalah konsultasikan kepada dokter atau ahli medis yang bersangkutan. “Menurut pendapat saya, dalam gangguan jiwa itu tidak ada yang perlu disembuhkan karena tidak ada rusak dalam hal fisik secara organ tubuhnya. Yang bermasalah adalah daya adaptasinya terhadap lingkungannya yang mana daya adaptasi ini bisa dilatih kok dan bisa kita stimulasi ulang dengan baik. Ketika konsep dalam dirinya kita perbaiki, saya yakin ia akan membaik. Psikiater pun biasanya menyebut dengan kata pulih (recovery) karena memang kita memperbaiki apa yang ada dalam dirinya bukan menyembuhkan,” jelas Dr. Ade. Masyarakat mungkin masih bingung dengan perbedaan psikiater dan psikolog. Mereka bingung harus konsultasi kemana bila mereka merasa tidak nyaman. Mereka juga bingung harus mencari fakta dari informasi yang mereka dapat kemana. Dr. Ade menjelaskan perbedaan psikolog dan psikiater terletak pada pendidikan yang mereka ambil. Lalu perbedaan lainnya adalah psikiater boleh memberikan resep obat sedangkan psikolog hanya mmeberikan treatment berupa terapi. “Perihal datang kemana, saya rasa tidak ada masalah mau datang ke psikolog atau psikiater karena kita masih dalam ranah kesehatan jiwa. Yang penting adalah mereka mendapatkan edukasi dan konfirmasi. Kalau mereka sudah mengalami gangguan saya rasa lebih baik langsung ke psikiater,” kata Dr. Ade Self diagnosed yang baik akan membuat kita lebih aware terhadap mental illness. Self diagnosed yang baik dilakukan dengan kesadaran kita untuk memilih informasi yang baik, benar, dan terpercaya.

This article is from: