Poetry Prairie 1st Edition

Page 1


Untuk Alvira & Aditya

Tumbuh Tubuh Puisi Penggal-penggal kata Potongan-potongan suara Patahan-patahan irama Merasuk ingin masuk dalam pekat pikir Mengenal kesunyian yang menyaring sinar pagi Tumbuhlah dalam jiwa kerontang! Tubuh puisi tumbuh di ladang hijau, Seharum tanah kita berpulang

Poetry Prairie Publishing


Ironi Rahim

Siti Fadhila Zanaria Kau terlahir jadi ironi. Ya, kamu ironi benar. Nama yang pas buat perempuan muda yang karena malu membuang benalu dalam rahim, aku. Sepasang tangan yang memungut dan memandikan aku dengan nasib buruk buat dijadikan alibi menampung belas kasih di sebuah pondok reot dengan papan bertulis 'Panti Kasih Ibu' yang aduh, salah menulis kata iba sebagai ibu. Aku dan benalu yang tak tahu-menahu kenyang iba, tapi wanita paruh baya yang mengaku ibu belum sekalipun sendawa memakan tawa kami. Kami dirawat buat tumbuh subur jadi parasit. Sampai suatu malam aku yang kelaparan, akibat tak cukup pandai jadi pengemis dimarahi ibu panti dan hanya boleh minum sisa keringat siang tadi. Terpaksa aku menodong mata belati kearah seorang mucikari. Hei, kau itu? Ah, kita berjumpa Ironi! Aku menusuk tepat di bawah perutmu dan kau mengerang persis suara bayi di tong sampah belasan tahun dulu. Mungkin, kau tak sempat memberiku nama. Perkenalkan, Namaku Rahim. Tapi, kau sial aku bukan orang penyayang!


Attendrata

Dani Kisai 1 di antara dedaun cahaya merabas bersama embun dan sulur rindu yang rimbun 2 aku memandang hijaunya lautan hijau kebiruan yang dalam, mungkin sedalam matamu dimana rinduku paling batu pernah karam dan pada angin yang tak henti bergumam,”puan, wajahmu bertebaran” 3 pada sumur hatimu aku terus menimba “seberapa dalamkah luka,” kamu bertanya padahal, aku tak mengambilnya lebih dari yang kau punya “seperti cinta yang mencair itukah di genangan timba sajak terakhir?” puan, sungguh semata aku hanya penimba tak tahu sebab pun jawabya : hanya menimba saja 4 ini malam yang buta dan segenap gelap bagi desember yang terlelap


lalu remah cahaya itu mengantarkan aku padamu dari pulau yang jauh pernah kutempuh jarak ribuan cinta 5 ada yang rapuh di tiap sujud subuh riwayat titik embun tumbuh sebelum cahaya menyentuh tubuh pepohon dan bebunga sebelum matamu yang lindap purna terbuka, nyala 6 puan, tak ada apa pun di tubuh januari selain hujan pertama dan selebihnya benih nafas sunyi Kumai, 2014


Di Kebun Raya Cibodas

Alex R. Nainggolan -buat asrina 1. memetik bunga yang tumbuh di hatimu alangkah sulitnya berulangkali, tak tergapai pagi terasa sunyi perjalanan kita makin jauh rentang jarak membelenggu jelma jadi penjara dingin seperti pelukan udara gede-pangrango hinggap di getah dekap tertenung di halimun gunung kabut yang terkulum menyimpan segenap renung tak bisa kuusir dengan lekas seperti warna hari yang membuka pagi seperti getah matahari yang mengintip di celah mendung enggan tertampung 2. "tak ada yang mampu menduga akan sebuah pagi," lirihmu sunyi lalu kau jalani pagi yang mati suri di sela jemari sementara, matahari mengirimkan kabar cahaya yang penuh sekat ujung rumah yang terbelah dihantam ombak dan kau menangis, membetulkan dengan sia-sia masa lalu yang mengendap di kerah kemeja. menghardik berkas ingatan yang kerap menyembul


ah, barangkali ini cuma rasa yang lirih. instrumen sentimen dari hati yang pipih lalu kau menari. tubuhmu basah tapi tak mau rebah di atas tanah tetapi, kekasihku; pernahkah kaubayangkan tubuhku gemetaran sedang menunggumu di suatu tempat kita berjanji seperti di cibodas ini? dengan dingin yang meranggas di sela jemariku? dan terasa benar waktu makin ciut, mengerut, menggapai takut kita tak pernah bisa damai sejenak maka, sebagai lelaki yang lemah pulang ke rumah aku terus menunggumu di ujung jalan itu meski umpatmu terus mengembang menjelma jadi kembang taman di musim hujan terkulai lepai, jatuh di selokan "berikan aku sebuah lagu, yang pernah kauingat." barangkali tentang sepotong kenangan tentang kita yang masih hangat-hangatnya bercinta hanya kejanggalan yang tumbuh lebat jejak berkelebat asmara kita yang ditempuh penuh derita tak kunjung sembuh ah, kau bersikeras untuk tetap bernyanyi! siulanmu mirip dengan kidung bersenandung penuh dengung melulu diselingi sepi dan, kutanya-tanya siapa dirimu sesungguhnya, kekasih? tapi cuma kejenuhan yang singgah


sementara hujan tak kunjung datang apakah aku terserang amnesia? seberapa banyak kukenal dirimu, bukan sekadar nama, harum tubuh, atau lingkar mata? dapatkah kaujelaskan barang sebentar? pernah ingin kugelar tikar, di ruang tamu sekadar menukar bayang-bayang lalu yang datang pernah kubayangkan wajahmu warna-warni mirip pelangi datang menyambar, penuh dengan getar yang berdenyar tapi yang hinggap cuma ilustrasi hitam putih juga kenangan gelap yang menyeruak serupa semak lebat kau memenuhi rongga kepalaku kemudian tertidur "biarkan aku bernyanyi..." engkau ingin tetap berjaga dalam tidur meski cuma hitam putih yang datang menyerpih terasa perih... 3. cuma dedaunan pohon-pohon kekar menahan akar menggelepar di setiap getar cakap yang penuh debar berkecambah, cinta kita teraba murung menangis dalam setiap relung waktu yang tertenung kelok jalan kebun teh rimbun daun kejauhan yang hijau tatapan mata perempuan


sengat ruap hujan kenangan dalam tahun yang berjalan ah, betapa ingin kupetik engkau berulang kali agar tetap ranum dan matang di korneaku merampas setiap genang remang acap membuat lubang di pembuluh tubuhku yang kerap meriang lantaran kangen yang berkarat ingin kembali kupetik bunga cahaya dalam dirimu mengurai setiap serat cahaya matahari pagi yang dingin supaya engkau lekas mekar tumbuh di sudut hatiku yang gelap di hati yang pengap di taman cibodas hujan melingkar di atas kepala awan jenuh engkau yang penuh seperti juga derita kecil dalam tubuhku kerap gemetaran menanti sesuatu ah, ingin kupetik bunga itu; segera! -Kebun Raya Cibodas, 2 April 2005/ Poris Plawad, 2013-


Lobotomy

Terra Gabriela They sung me to bed. Anesthetic lullaby Dark, steady stillness. They stripped me down To my skull. The lobe Quivered from the attention. I was awake when I was asleep. Eyes bulging between the lids Yet the world seemed dead to me. Something I need not to own. A memory I need not to protect. I need not to, I need not to! No more, red threads Thin as hair, zig-zag. Made its way in and out Of skin. Needle puncturing Along the baby scar. Terra, 2014


I Will Sing the Ballad of a Man Who Went to War

Walter Pinem I saw him fighting on a battlefield Bathed with tears, sweat and blood of hopes Then he walked to the sun that would never shine again With a heart of woman he long admired “Who is God?”, he asked to himself With a cross around his neck He’d sometimes wished he’d been born as a rascal Who at least has self-confidence greater than his Fought for himself, on a battlefield he made For his land, love, and liberty of himself For the love he never felt before Continued praying for himself “May God be good . . .”, he said Down on knees, bow down with hopes Looked up and stared to the sky Hope he’d been given strength to fight himself In a nowhere land, found a Queen without a King At that time the war for himself began And the people stood and stared, no help but support For a man who fought for himself A man who fought with himself For the woman he long admired, with whom he will stay forever


If They Were Birds

I Gede Pande Bayu Pratama Everybody’s dreaming they could be a bird Flapped their wings and flew high touching the sky No worries, fears or tears Just freedoms It makes no sense since it was just a dream No, it wasn’t just a dream Some people got theirselves like a bird when they were starting to open their eyes A bird without wings, trapped in a narrow cage But why do they need wings whereas they don’t have to fly in the cage? Why are there still many tears and sorrows? And why do they still need freedoms whereas they are safe in the cage? There is no free bird that cares to their cage Not even if it’s made of gold The dream comes true already, but life is still too rough and confusing to live The ignorant ones would die slowly at their palaces, called cage


For More Works & Order The Book Email: poetryprairie@yahoo.com Mobile. 08111624452

www.poetryprairie.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.