Poetry Prairie Literature Journal #4 - Dunia Bawah Laut

Page 1


Poetry Prairie Literature Journal #4

Puisi Pilihan Narasi Dari Laut – Ahmad El-Rama Dialek Rindu Biota Laut – Muhtarudin Nyanyian Terumbu Karang – Rana Rafidha Salsabilla --Ahmad El-Rama Narasi Dari Laut Kehidupan di Kedalaman Yang Asin Amalina Dwi P. Batas Bawah Laut Andromeda der Rosen Enigma Bawah Samudera Aryakala Lautan Teka-Teki Dyah Sekar Purnama Ratri Belajar Menyelam Eka Pratiwi Ketenangan Dari Dunia Laut


Euis Fajriyah Havana, Maafkan Aku Berpaling Faisal Yudha Nugraha Bawah Laut Biru Fetra Ardianto Senyuman Manis Si Laut Biru M. Abdul Rasyid Dunia Bawah Laut M. Lutfi Pesona Laut Kita, Nusantara M. Ridlo Laut Belit M. Zaenul Muttaqin Kalam Yang Karam Muara Mimpi Matroni Muserang Ombak Pantai Lombang M. Iqbal MF Sajak Ikan Kecil Tetesan Doa di Pantai M. Sabil Alam di Bawah Air


Mulia Sabrina Air Atau Udara Air Yang Asin, Air Yang Hilang Nurul Anisa Sang Sayembara Rahmat Hidayat Di Mana Lagi Ikan Ratinie Fatmawati Palung Mariana Ridhafi Ashah Atalka Kwatrin Tentang Laut Rima Dwi Oktiana Membaca Laut Arus Senantiasa Setia Sio Marris Juliana Hutasoit Buih-Buih Cinta Siti Aisah Eloknya Mustika Laut Tony Sisa-Sisa


Ulfah Musyfah Harmoni Laut Biru Ussy Sara Sapaan Laut Wahyu Fathur Rozaq Demersal-Pelagis Zen AR Perempuan Panaongan Pesisir Pasongsongan



Narasi Dari Laut

Ahmad el-Rama


Puisi Pilihan NARASI DARI LAUT lihatlah...! kehidupan apa yang masih bermuara pada gelombang selain badai yang ribut atau suara payau nelayan sambil melempar sauh ada keanehan di dalam yang biru sebuah ketenangan sejak beribu tahun yang lalu tempat ikan-ikan bermigrasi sejauh mata memandang ikan-ikan berlayar membelah dada samudra kadang terpelanting jatuh lalu lumat di cerca ragibnya badai gelombang di bibir pantai sedang agitasi Tuhan telah sempurna meracik luka pada fragmen hatiku di tempat yang sama kembali ikan-ikan mati di bawah terik yang cemas tapi tetap saja laut tak pernah sepi


ikan diberi kehidupan ikan memberi kehidupan laut memberi tujuan ketika pelabuhan tak lagi jadi persinggahan ikan juga memberi kematian dan membiarkan laut menjadi kuburan sebagai jalan kepulangan terakhir kepada Tuhan aku tanyakan :sempatkah ikan-ikan tertidur dan bermimpi besok laut akan surut dari tepi kulihat laut membungkuk di tubuh bumi lalu separuh pulau melandai-landai dan rembulan berkaca-kaca di kebiruan yang gamang kususuri malam lautan penuh simpang-nama ikan jatuh dari kerangka puisi seperti cumi-cumi tertangkap-menikam mata melumuri kehitaman laut tersemburat dari tubuhmu


lalu kepada Tuhan aku katakan :tubuhku, lautan kutekur mimpi kutukar sepi ketika langkah kakiku patah di persimpangan segala puisi

~Ahmad El-Rama~


Dialek Rindu Biota Laut

Muhtarudin


Puisi Pilihan DIALEK RINDU BIOTA LAUT Polip-polip seolah berkedip Mengintip cahaya menembus ruang lautan Menghinggapi terumbu karang Mata biota laut berkerlap kerlip Dari balik anemon yang bergoyang Saling bersenggama memadu cinta Warna warni makhluk berpelita memesona mata Penyu-penyu tanpa malu mencumbu terlampau rindu Dari petualangan mengarungi samudera Menjelajah lautan berarus mesra Tak tampak duka di mata kepiting tanpa capit Koral menjepit liang di atas pasir berkilauan Anak ikan berwarna belang malu-malu tampak dan hilang Di antara rerumpun tentakel menari-nari menghibur diri


Dari kedalaman nun jauh sisik-sisik mengilap saling bersenggolan Ikan-ikan bertamu menyapa kawan-kawan baru Di balik barisan bukit karang, dihias bias cahaya mentari menembus batas lautan Tawa haru mengenang bahagia dari ocehan tanpa suara Refleksi cahaya dengan air berarus Membentuk pelangi di atas dunia bawah laut Anemon tak terhitung mencubit ikan badut Batu-batu saling rindu dengan karang Pasir memendam cinta bagi ular berwarna indah jua gurita berlengan di kepala Obrolan gerak-gerik surga dasar lautan yang memesona

~Muhtarudin~


Nyanyian Terumbu Karang

Rana Rafidha Salsabilla Rachman


Puisi Pilihan NYANYIAN TERUMBU KARANG Kuhempaskan tubuh ini, melayang Menari kalahkan tarian ombak pasang Terus kumelayang kalahkan air laut garang Aku terus merekam aneka kisah tak berbilang Penerangku sayup-sayup soroti terumbu karang Kulihat mereka bergoyang-goyang Menggelinding, peluk pasir lautan nan lengang Dan mulai kudengar nyanyian terumbu karang Nanana, huhuhu, lang leng lang Nyanyian itu terdengar amat garang Terus kugenggam lautan, kudengarkan ia berdendang Begitu terasa gamang Nanana, huhuhu, rang reng rang Bukan lirik biasa ia ulang-ulang Dua puluh enam detik lalu terkenang Bersahutan tangisan dengan sorak penuh riang Terumbu karang nyanyikan kisah malang Meski ia tak lagi punya hutang Laut, langit dan ikan pun telah akui dengan girang Bila terumbu karang selalu berbaik hati tanpa berang


Sedang takdir menjelma suratan sumbang Dua puluh enam detik lalu tubuh lainnya menghilang Larut dalam tarian air laut nan lengang Bola berdembum itu berhasil menghancurkan kisah lautan karang Nyanyian itu kembali mengadu pincang Siluet lukisan laut nampak remang-remang Kala tangan-tangan durhaka itu menyerang Menyita pengabdiannya pada lautan sang Maha Penyayang Terumbu karang terus bernyanyi dan berguncangguncang Ia murka, teramat garang Mencabik penghuni lautan karang Buat mereka tercengang Sebab terumbu karang mengenang Sebab terumbu karang menangis dan marah kepada tangan-tangan curang Yang hancurkan kebahagiaan terumbu karang Takkah kau kasihan, duhai ciptaan paling istimewa sang Maha Penyayang?

Sendangagung, 14 November 2016 ~Rana Rafidha Salsabilla Rachman~


Kehidupan di Kedalaman yang Asin

Ahmad el-Rama


KEHIDUPAN DI KEDALAMAN YANG ASIN pulang dari laut rambut pirangmu memaduku di bawah kuntum bulan di tengah gelombang amuk badai terbentang membungkus lambung bumi tubuh kerontangmu merapaliku dimana sejauh mata berlayar ikan-ikan -tetasi, cumi-cumi, bandeng cakalang, gabus, kenduy, kakapbertasbih kepada Tuhan oo....sang adikarya jagad kepada laut kukabarkan :ikan punya banyak lakon dalam hidup seperti adalah satu-satunya alasan mereka harus mati ketika terhempas ganas gelombang tubuh gelisah pasrah di tengah-tengah pasir keterasingan terkadang ikan-ikan menantang gelombang tak peduli kemanakah seling-siul badai menerompanya


tak peduli ia harus mati di perut penikmatnya ketika lapar mengendap diam-diam di sela-sela kebiruan lautmu oo......sang maha lestari lautmu yang gagah ada pesona yang terbingkai keabadian ketika ikan-ikan kecil memutar-mutar di antara rerimbun karang atau ikan terbesar pun melompat bersama mencabik langit di antara reruntuk imaji dan andai kepada Tuhan aku nisbatkan ;aku jatuh cinta pada lautmu aku ingin seperti mereka bebas sebagaimana jiwanya di pojok april masih dalam sejauh mata berlayar kutemukan nama ikan-ikan yang ramai -tetasi, cumi-cumi, bandeng cakalang, gabus, kenduy, kakapmasih menyibukkan diri laut tak pernah sepi hidup tak pernah berhenti berganti sejalan skenario Tuhan hakiki


aku ingin seperti mereka bergumul terkapai-kapai mengapung-ngapung menuju jazirah mimpi di tengah lautan di tengah buritan angin payau yang entah keindahan tetap saja klasik kehidupan tetap saja punya ritus waktu tempat ikan-ikan dihidupi oleh cinta-Mu cinta memang jamuan kudus bagi-Mu yang paling tinggi oo...pangeran abtina segala hidup di laut di bumi berserah diri di bawah lutut agung-Mu

~Ahmad el-Rama~


Batas Bawah Laut

Amalina Dwi P.


BATAS BAWAH LAUT Punggung senja berbisik pada malam yang lelah datang, cahayanya membius lentera alam terhenti atas kegelapan Perlahan biru legam laut terngiang jelas, lekuknya ombak terlampau silau Bulan menghibur gembira kawan laut yang berduka Ketika kawannya tertatih pulang, tergesa bersua untuk bercerita Aku baru saja bertemu manusia… Mereka di atas batas laut, menyeka peluh demi jaringnya yang semakin kecil Olehnya jaring itu dicekung-cembungkan menggoreskan luka sayat dalam tubuh kecil tanpa dosa Lalu tubuh berlari, turun mencari karang pelindung Lantunan syair-syair penyair akan sejuknya dingin laut mengudara Berpeluh dalam perih, terusap kebahagiaan atas kemerdekaan batas bawah samudera Berpaut pada borgol janji laut, gita syahdu terpampang terang sampai permukaan Suara tabu menggaung, pasir berdesis riang, menyela ombak yang lewat tanpa permisi


Batas bawah laut tak ingkar janji Tubuh terlanjur sadar, mencari samudera lari-lari sampai lelah, hingga pasir mulai gerah Sajaknya terbawa sampai penghujung malam Ribuan kalimat terlontarkan, patah kata-kata mengartikan sendu untuk dunia di atas sana Kami dari batas bawah laut melagukan nasib Tentang balada perambah samudera tanpa rakit

24 November 2016 (Something Left Unspoken) ~Amalina Dwi P.~


Enigma Bawah Samudera

Andromeda der Rosen


ENIGMA BAWAH SAMUDERA Fajar menyingsing, penghuni laut bangun dari pertapaan Gelombang bersuar mengusir keasingan Pasir pantai yang tersungkur jauh menerjang Terumbu karang persembunyian ikan-ikan dan hewan transparan Kepiting krustasea dan biota lainnya berburu sarapan Tarian dan sejenis musik, ganggang menari-nari deburan ombak mengiringi Anemon tak mau kalah serta alga dengan kelentikan khasnya Sungguh eksotis yang kepagian, menjelma istana bawah laut Estetika sempurna di bawah samudera, antara pegunungan lembah tua Berlarian para bayi dalam gendongan induknya, keberuntungan menyertai kalian Rantai makanan tersaji kompleks melenyapkan rasa khawatir Mereka punya dunia sendiri, mereka punya cara sendiri Tak perlu caci maki apalagi senjata api


Sungguh... Tak perlu kau usik wahai tangan-tangan serigala berbulu domba Kegaranganmu cukup di darat saja Dunia bawah laut tempat penghuni para dewa Titik keseimbangan ada di dalamnya

~Andromeda der Rosen~


Lautan Teka-Teki

Aryakala


LAUTAN TEKA-TEKI Menyelam sedalam yang aku bisa Bak memahami teka-teki Beribu warna menyayat pandanganku Akulah ahli selam terkemuka Ilmuku menjawab jutaan pertanyaan tentang lautan Samudera demi samudera sudah aku gapai Hingga suatu hari Aku terenyuh Mencari akal sehat Membaca lembar teori Sebuah dinding membran Tak bisa kucerna Ini bagai khayalan Kehidupan bermil-mil bawah laut Laksana mimpi, tak pernah kusaksikan Hingga aku menyadari Ilmuku seperti lantunan lirik tanpa warna musik apapun Tak bermakna Di bawah aliran ada aliran tersembunyi Pertemuan dua hal berlawanan Asin dan tawar menjalin dinding bersama Lautan memang dalam, tak seperti diriku Tak seperti apa yang kutahu


Ini seperti aku menemukan Segar di dalam garam Ini sebuah naungan Tuhan Membawaku sedalam ini Mencari pemahaman Hingga menuju jawaban Hingga aku mengimani firman Tuhan itu Menakjubkan Bagaimana keabadian firman-Nya terjaga Hingga detaknya bisa menempuh jawaban di abadku Di mana di abad penyampai Tidak secanggih itu Hingga aku memahami Lautan memiliki teka-teki sendiri Dalam membawaku kepada Sang Agung

~Aryakala~ *Puisi ini terinspirasi dari kisah nyata seorang oceanografer dan ahli selam, Mr. Jacques Yves Costeau yang memeluk Islam ketika berhasil menemukan sebuah sungai di dasar lautan. Ia mencari jawaban atas fenomena tersebut hingga ia dipertemukan oleh seorang profesor muslim yang menjelaskan fenomena tersebut dengan menggunakan surat Ar-Rahman ayat 22 dan surat Al-Furqon ayat 53.


Surga Biru

Asti Iryanti Putri


SURGA BIRU Surga biru Niscaya tak mampu ditiru Siklus sempurna Sang Agung Memulai pagi dari tepi Lamun menikmati santapan mentari Melambai menenangkan arus Menyejukkan karang Mengundang pelangi lautan Warna warni tubuh mungil berkeliaran Bermain dalam lekukan tubuh karang Capit nakal merobek dasar Terbenam aman dari raksasa lapar Pertunjukan schooling tuna Ratusan berpadu menari indah Berputar meliuk lentur seirama Anggun lagi mempesona Lumba lumba menyapa menyembur manja Cium aroma nikmat mengangkasa Tak ada celah bagi lapar Mungkin miskin berdosa Surga Biru Angin meninggikan ombak Mengantar sampan sang paruh baya Mencari nafas bertaruh nyawa


Riuh kepakan ekor menjadi tanda Akan kembali dalam rupa bangga Sadar esok tak lagi serupa Sebentar keringat menjadi lamunan Beton mengeluarkan asap ego penguasa Meludahi alam menyiksa nelayan Sejahtera hanya sampai mimpi Kaya tak kunjung jadi Dengarlah jeritan sakit Seperti kulit tertusuk duri Tangisan para penghuni Mengharap penguasa berhati Sepanjang hari hanya sembunyi Karang saja terlihat tegar Semua ingin membenamkan diri Pelangi rupanya hampir mati Seruan kami Bahagialah bersama Tanpa melupakan etika Wahai penguasa nan manusia Kami rindu para pecinta

~Asti Iryanti Putri~


Belajar Menyelam

Dyah Sekar Purnama Ratri


BELAJAR MENYELAM Aku ingin menjadi duyung Terhempas dan bebas oleh tarian gelombang Terlelap dalam belaian hidrostatis Turut membiru dalam lautan biru cemerlang Insang dan ekor menjadikanku bukan manusia Aku rindu menjadi terumbu karang Yang indah tanpa bersolek Berwarna tanpa perlu memulas gincu Menjadi jantung bagi kehidupan sarat Dicintai bagai kekasih yang jarang bertemu Aku mau menjadi penyu Ia adalah saraf yang memijarkan rasa Melayang di atas kemolekan Tanpa getar dan gentar Samudera menjadi miliknya sendiri Aku adalah penyelam pemula Laut dalam adalah pantangan Koral dan ikan adalah anugerah Jangan tarik aku ke atas dan lupakan saja Aku sudah hilang dalam partikel air asin

~Dyah Sekar Purnama Ratri~


Ketenangan Dari Dunia Laut

Eka Pratiwi


KETENANGAN DARI DUNIA LAUT Laut, Tujuh puluh satu persen indah kehidupan di permukaan bumi Tempat pemilik insang-insang hidup Memberi manfaat bagi yang berfikir Engkaulah objek permata bagiku Indah menjuntai ke tepi pantai Tempat manja mentari bangun Juga tempat mentari pulang ke peradaban Kulihat, gurita-gurita bermain dengan tentakelnya merasa seakan ia tak pernah tersaji di piring Hiu berenang kilat merasa seakan siripnya 'kan menua bersamanya para lumba berlomba-lomba meloncat tinggi seakan ia pasti akan mengitari seluruh samudera Terlihat, para nelayan dan pemburu mempersiapkan jaring dan tombak Duniamu melahirkan mutiara yang sekarang di etalase Aliran angin di atasmu membuat keluarga nelayan makan Aliran air di dirimu, mendinamikakan oksigen dan kehidupan Itulah takdir Tuhan


Dulu di sini, ada karang dan tumbuhan bermekaran Dulu di sini ikan berenang tanpa sesak Dulu di sini butir pantai permata Dulu di sini banyak tukik gontai Walaupun dulu dan sekarang berbeda Tetap terlihat cantik bagiku Di dirimulah terdapat ketenangan bila penat Ombak merangrai Spesies air bertelur

~Eka Pratiwi~


Havana, Maafkan Aku Berpaling

Euis Fajriyah


HAVANA, MAAFKAN AKU BERPALING Gadis bergaun putih itu menyusuri reruntuhan megalitikum Havana Rambut panjangnya yang tergerai menari indah di balik puing-puing tua Menyelami kamar-kamar peradaban Sembari memejamkan mata Kilauan cahaya mentari Bone menembus ketenangan laut Olele Gadis kecil tersenyum dalam belaian ikan-ikan yang berdansa Disaksikan koral-koral Petrosia Lignosa sang Salvador Dali Surga tersembunyi penuh kenangan Tangan lelaki paruh baya menariknya perlahan Membawanya naik ke tepian Sebelum lelap teramat dalam Dalam pelukan cinta sang laut lestari Mata gadis bergaun putih itu terbuka Kembali menatap indah Havana Perlahan menjauh dengan mata berkaca Dalam buaian kenangan akan kampung halaman


Laut Olele, Tunggu ia akan segera pulang Kembali bersenda gurau dengan jutaan biota Semoga lestari tetap terjaga

~Euis Fajriyah~


Bawah Laut Biru

Faisal Yudha Nugraha


BAWAH LAUT BIRU Aku berenang-renang di pinggir pantai Mencumbu ombak dan pasir yang silih memberi salam Aku rasakan hangat mentari ditepis sang awan Cahaya yang menusuk lautan Aku berenang-renang tak tahu lagi Ini hanya keterbatasan pandangan Kakiku menari-nari di deburan ombak Namun tak bisa lebih jauh Ada apa, Ada apa, Selanjutnya aku Ingin melihat para ikan raksasa Raksasa yang hidup di bawah laut Sehingga aku sadar betapa kecilnya aku Mereka bilang itu hanya impian Cerita para pelaut yang gagal berlayar Raksasa yang hidup di bawah laut Berenang bersama paus dan monster laut Menghangatkan diri di dalam arus Aku percaya ada kehidupan Nyanyian merdu sang pegulat laut Semua ikan dari seluruh dunia Bertemu di satu bawah laut

~Faisal Yudha Nugraha~


Senyuman Manis Si Laut Biru

Fetra Ardianto


SENYUMAN MANIS SI LAUT BIRU Anganku terdampar ke seluk-beluk keindahan merangkai biru nan luas mata memandang Mengarungi luas-dalamnya kata yang tersimpan mencoba mengelilingi tiap sudut arti maknanya mencari sebuah jalan di persimpangan penuh misteri Untuk pecahkan rahasia mutiara tersembunyi Suara ombak pemecah karang memangggil namaku Mengajakku hadir menenmani indahnya rahasia Bersamanya coba habiskan tiap detik waktu Menyusuri kemegahan cipta tangan Tuhan Elok di mata nan jatuh jadi pujaan permata Bilik lain dari titik keindahan dunia Sambutan manis menyapaku dalam birunya Berikan aku pencerahan lain yang menyatu Telusuri terumbu karang yang menawan nan eksotis Jelajahi luas hamparan biru pemanja mata Rumput laut mengayun menari menyambutku Kerang-kerang cantik menghiasi suasana Bintang laut bersantai menikmati hari ini


Kepiting laut mencoba menyapa si kuda laut Barisan penyu siap pula berlari mengintari samudera Ubur-ubur melayang di laut seraya menari Kawanan ikan badut melemparkan tawa candanya Lumba-lumba terbang raih arti kebebasan Cinta dan rasa berpadu dalam harmoni Yang dirahasiakan agar utuh lestari maknanya Dalamnya laut biru bukan pembelenggu rasa takut Kalah rasa itu dengan mahakarya yang kuasa Diciptakan untuk suatu titik keindahan Sebagai permata mutiara yang tersembunyi Pantaslah matahari senja tenggelam dipeluknya Hilang dalam kehangatan biru yang ia berikan Si penyimpan berjuta rahasia keindahan dunia Terpaut nyata kemegahan yang tercipta dari cinta Titip rinduku pada pesona kemegahanmu “Senyuman manis si laut biru”

~Fetra Ardianto~



Pesona Laut Kita, Nusantara

Muhammad Lutfi


PESONA LAUT KITA, NUSANTARA Pulau-pulau ini berdiam diri Mengisyaratkan kedekatan Mengisyaratkan rindu pada hujan Yang menyemai setiap bulan Garis laut yang jauh tak terbatas Berdetak tenang Mendorong setiap perahu dari layar nelayan Hanya berteman dengan angin dan senja Rumput laut dan karang terpaku pada dasar samudra Menggoyangkan nyiur hijau di dasar samudra Tanpa angin dan hanya dengan doa Mereka melahap gelembung-gelembung pada ikan tuna

Surakarta, 22 Oktober 2016 ~Muhammad Lutfi~


Dunia Bawah Laut

M. Abdul Rasyid


DUNIA BAWAH LAUT Alam samudra… Dirimu membentang bagaikan sebuah lukisan Keindahanmu merayap di pelupuk mata setiap insan Menembus ke dalam relung jiwa yang mendambakan sebuah kebahagiaan Menyimpan seribu misteri kehidupan yang tak dapat dipecahkan Menyelimuti terumbu karang yang memberi tempat segala penghidupan Ikan-ikan kecil menari dan bersukaria menikmati kejernihan alam yang kau berikan Mutiara-mutiara nan indah berkilau dalam kerang-kerang yang memberi perlindungan Sungguh harmonis, tenang tiada kejahatan Saling memberi, saling menghidupi, penuh kasih sayang Bervariasi bentuk dan rupa tak menjadi penghalang dari berbagai macam keragaman Duniamu sungguh indah memikat seluruh jiwa yang ada dalam genggaman


Bunga-bunga menghiasi taman-taman yang tak memiliki udara kehidupan Sangatlah besar keagungan-Nya dalam menciptakan surga di alam lautan Pasir-pasir putih selalu setia menjadi dasar sebuah pijakan Gulungan-gulungan ombak senantiasa menjadi benteng pertahanan Bintang-bintang tetaplah menjadi penerang dalam kegelapan di dasar lautan Hiu-hiu jadilah penjaga dari segala macam kejahatan Gurita dalam kehidupan malam, tutuplah mata segala pencemaran Lestarilah engkau sampai akhir penghidupan Wahai pesona penghapus lara dalam kesedihan

~M. Abdul Rasyid~


Laut Belit

Muhammad Ridlo


LAUT BELIT Uap uap meluap ke udara Memecah amis darat Mengirimkannya pada surya Yang sedang bermanja-manja Sambil menikmati hidangan laut. Air-air bercakap sana-sini Mencari insang yang berenang Atau karang-karang yang berlubang Ibu air kerepotan mengejar anaknya Yang masih kecil dan sulit diatur Tangan-tangan berkaret tiba Ikan ikan kepahitan Karang-karang menerima kenyataan pahit Matahari melirik sedikit Tapi belum sempat mampir dalam masalah Dasar laut, dasar harus bersuara Bercerita pada surya yang adil sepertinya Bahwa dasar laut harus tetap gelap Sehingga akan tenang di dalam sana Tanpa ada yang mengusik karena ketakutan. ~Muhammad Ridlo~


Kalam Yang Karam

M. Zaenul Muttaqin


KALAM YANG KARAM Ada masa sulit ketika aku tidak bisa menggubah katakata Untuk rindu yang membusur menuju silam Sebebas pemandangan maha luas Bagaimana masa kecil seseorang berenang di tempat ini Lidahku mampu mengecap keagungan yang sama Ketika ombak bernyawa mendekap tawa anak umur belasan Yang bermimpi meniup matahari dari kediamannya Lalu melepasnya pada semesta dataran tandus bertuah Yang tidak belajar menjaring hikayat Ikan-ikan tidak menangis meski saudaranya direbut mata kail Bisa saja anaknya, bisa saja ibunya Mereka tetap berlari riang menuju perairan antahberantah Aku tidak ingin mendaratkan kata-kata Namun aku leluasa bersua dengan masa kecilku Ingin merunduk lebih lama sambil bersyukur Tiba-tiba aku sudah berdiri di pinggir kapal Yang menyeberangkan bintang tengah malam menuju subuh


Lumba-lumba bersiul menyalami udara, entah salam tangis atau bahagia Mengarungi ritme yang mereka kenal baik Daripada dengkur mabuk para penumpang Kedua kali, ribuan kali Lautan membimbingku untuk tunduk bersyukur

Jember, 20 Oktober 2016 ~M. Zaenul Muttaqin~


Muara Mimpi

M. Zaenul Muttaqin


MUARA MIMPI Tatapanmu menyamar dalam perangai ikan Yang diam-diam mengawasiku penuh tanya Tubuhnya berkilau menantang sekat yang diterobos matahari Aku ingin mengenalimu kembali lebih dekat bersama mereka Lalu menjajakan cerita dalam selimut rumput Akan kusergap keheningan karang sampai bayangmu terperangkap Mataku enggan berbatasan memandang langit bawah Langit yang tidak tuli, gaduh yang berirama Juga oase endapan surga Tanpa kacamata penghalang doa Buih sedang menungguku Sambil merayu rambut pantai dengan bisik sisirnya Pernah kau selami waktu bersamaku Bersenyawa dalam warna jernih lautan Jika saat ini sekali lagi Tubuhmu mungkin tidak bernisan

Jember, 17 Oktober 2016 ~M. Zaenul Muttaqin~


Ombak Pantai Lombang

Matroni Muserang


OMBAK PANTAI LOMBANG setetes ombak menyeretku ke tengah samudera menyelami karang-karang jiwa memaknai laut yang membara lantaran bibirnya tempias ke dasar bahaya di tepi bulu alismu, Uliefa aku menaiki perahu waktu gelombang menerpa gerimis menyapa cemara yang mengganti bulu matamu tak henti-henti aku elus menerangi lampu cakrawala dan menemani langit senja ombak pantai lombang kadang kau datang dengan tenang kadang kau datang dengan perkasa dan aku tak peduli pada penjaga dan penguasa yang menyeretmu ke ladang sengsara


wajahmu putih, tubuhmu biru kau pelihara ikan-ikan tongkol putih yang segar dan terkenal enak semoga kau tak mati ditelan ambisi ombakmu seputih ikan-ikan cemaramu sehijau karapan

Battangan, Januari, 2016 ~Matroni Muserang~


Sajak Ikan Kecil

Muhammad Iqbal MF


SAJAK IKAN KECIL Aku anak pantai yang bermain dengan ombak masa lalu Ikan-ikan kecil membuatku lepas tertawa Dari tarian sirip-sirip rindu Melambai seolah larut sepanjang pantai kenangan Hai, bawah laut Bolehkah aku berenang ke urat nadimu Menyelam pada kedalaman yang berkelipkan cahaya mutiara Bersemayam di antara asin batu-batu Aku akan tetap menjagamu Sebab, mungkin hiu-hiu bergigi dinas mengancam Pungutannya membuatmu terpaksa berdarah Lagi sengketa antar wilayah Lalu meranjaumu hingga luka bernanah Kami hanya ikan kecil lemah Dari sekian pulau yang usang Walau hati kami terluka karena terpaksa Meledakkan laut demi terbebas dari taring-taring ganas Hingga kujadikan alasan agar lepas 28 November 2016 ~Muhammad Iqbal MF~


Tetesan Doa di Pantai

Muhammad Iqbal MF


TETESAN DOA DI PANTAI Pantaiku, Ombak pagi sudah hampir menelan bulan Ziarah kepiting-kepiting kecil Bergegas sembunyi kemudian muncul kembali lagi Seperti waktu yang terus terulang-ulang Dalam tadabbur alam Kusaksikan sang Ilahi Di pantai hati berpasirkan dzikir Dari tetesan doa burung-burung Sembari menadahkan tangan memohon ampun Tersujud kepala di tepian sepertiga malam Mengalunkan nafas yang tersedu-sedu Di kedalaman lautan tasbih qalbu Deraian resah qalbuku mengisak Tangis yang tiada tepian di ujungnya Namun tetesan itu membuat mata jernih Ketika memandang laut yang luas Hamparkan mentari yang berenang kilauannya di lautan hati.

28 November 2016 ~Muhammad Iqbal MF~


Alam di Bawah Air

Muhammad Sabil


ALAM DI BAWAH AIR Ingin kuberlari ke bawah air hanya untuk mengagumi keindahanmu Namun tangan emas itu ingin melihatmu dengan cara mereka Tidakkah mereka ingat kau bukanlah pajangan dari Tuhan Kau ciptakan rumah untuk biota laut yang membutuhkan tempat bersandar Tapi apa balasan mereka? setan uang itu hanya merusak seluruh ekosistemmu tanpa peduli tidak ada masa depan bagimu untuk kuperlihatkan pada anak cucu kini kau tertutup minyak yang ditumpahkan di atas kepalamu mereka tidak sadar siapa sebenarnya yang mengisi perut mereka sekarang alam di bawah air sudah hampir musnah oleh tangan itu besok atau lusa mungkin mereka ingin tidur dengan ikan dan terumbu karang

~Muhammad Sabil~


Air Atau Udara

Mulia Sabrina


AIR ATAU UDARA “Daratan terlalu kejam!”, dia berkata “Udara terlalu menyesakkan!”, dia mengaku Maka berpelukanlah pada kami, yang menyampaikan salam dari deburan obak selatan Membawa pergi kapalmu tiap malam dan mengembalikannya di petang Kami adalah yang teramah, ketika daratan memukulmu dengan tangannya yang kasar Kami hanya terlalu diam dan tenang, serta biru Ya biru! Riak kami menyanyikan lagu cinta untuk para kekasih dengan kemerduan surga Kami menyanjungmu untuk menemukan dunia baru Yang lebih bersahaja, yang membawamu pada ketenangan dari dasar Ketika kamu berfikir kamu sedang bermimpi, maka jangan pernah bangun dari guyuran sejuk air kami Matamu akan ditujukan pada sebuah pintu dengan keindahan bahari Yang tidak dapat kamu tolak, kecuali kamu menangis Seperti kembali ke rumah, seperti kamu telah selamanya menari bersama ikan-ikan Dan menciumi kulit mereka yang licin


Jadi mungkin kamu sudah ada di rumah, hanya sejengkal di bawah kakimu, yang membuat tubuhmu basah dan mengambang Jadi mungkin kamu sudah di rumah, bermalam dalam batu karang yang meninabobokan Dan kamu mendengar suara paus saling mencumbu, dan lumba-lumba berteriak membangunkanmu Dan kamu jatuh cinta lagi, dengan biru Ya biru! Yang menenangkan, yang melenakan kamu Jadi kamu sudah benar-benar di rumah, dengan desiran air yang masuk ke paru-parumu Ketika daratan mulai memukulimu Maka kamu bisa pulang, bercerita pada dunia bawah lautmu Hingga tertidur dengan kedamaian Karena kamu hanya perlu berenang, bukan bernapas

~Mulia Sabrina~


Air Yang Asin, Air Yang Hilang

Mulia Sabrina


AIR YANG ASIN, AIR YANG HILANG Aku adalah air, yang asin, seperti keringatmu Ibuku adalah batu karang, yang terjal, yang terkikis Ayahku adalah rumput laut, yang lembut, yang terjejak Kakakku adalah kerang di dasar laut, yang diam, yang beku Adikku adalah bintang laut, yang bodoh, yang tidak punya otak Temanku adalah para putri duyung yang berkilau, yang bersinar Kekasihku adalah para putra duyung, yang gagah, yang angkuh dan mencampakanku Dan aku mengambang, pada setiap cerita yang disampaikan kepakan sirip ikan yang amis Berjuta-juta luka di badan mereka karena goresan jala, namun manis Lalu kemarin aku mendengar bahwa tangis bibi paus membuat seisi lautan berduka, karena anaknya hilang, hanya tersisa tombak yang tenggelam dengan suka Setiap sore aku akan pergi ke daratan, menjadi serakah sesekali mengintip para kaki suci Katanya, kata mereka


Mereka berlarian, tebaran pasir menempel, tersapu gelak-tawa Aku menari, dengan satu-dua gerakan kaku, menatap senja dari bawah Ketika hendak menyampaikan salam pada burung camar, aku melihat dia terbang rendah Lalu terjun bebas dari dahan, memeluk tubuhku, aku mencicipi amis darahnya Aku mencari penyebabnya, dan sepasang kaki suci menghampiriku Meriakkanku dengan kasar, dia mengambil temanku, bangkai camar itu, di punggungnya ada selongsong besi hitam panjang Dan sepasang kaki suci itu menghampiriku, mengencingiku, meludahiku, meracuniku Jadi aku pulang, dengan tangis dan warnaku yang tak lagi biru Aku bercerita pada ibu, pada ayah dan pada saudara-saudaraku Namun aku ternyata lupa akan sesuatu, mereka sudah lebih dulu menjadi diam, dengan bercak hitam di hati mereka, yang diinjak para kaki suci Katanya, kata mereka


Esoknya, aku harus mengantar bibi paus ke tepian, menyaksikan dia berhenti menangis, memeluk batu karang yang dikira anaknya Aku menyurut, tanpa mengucapkan selamat malam untuk kekasihku para putra duyung Aku tidak lagi asin, aku menghilang

~Mulia Sabrina~


Sang Sayembara

Nurul Anisa


SANG SAYEMBARA Aku bingung mencari arah Dimana hidup yang lebih berguna Aku bertanya, dimana dunia yang damai itu? Sang sayembara berkata, Carilah dunia laut! Aku terpaku, apa hebatnya dunia di sana Bukankah tak ada bedanya dengan dunia ini? Sang sayembara berkata, Lebih kejam mana manusia yang memakan sesama Atau pemangsa laut yang memangsa buruannya Belajarlah dari hukum laut, ikan bebas mendapatkan air Sedangkan kita sesak akan udara panas yang memenuhi dada Memang benar apa yang dikata Namun tidakkah laut berada di bawah daratan? Sang sayembara berkata, Memang apa yang salah? Bukankah pohon tak akan hidup tanpa akar Bukankah kita tidak bisa berjalan tanpa kaki Tak semua yang ada di bawah itu lemah Kita tak perlu merasa kalah walau kita di bawah Kita tak akan jadi pecundang walau kita ada di bawah


Lalu aku menjawab Bagaimana mungkin aku dapat hidup di sana tanpa udara? Sang sayembara berkata, Aku tak menyuruhmu hidup disana Bangunlah dan belajarlah dari dunia laut Laut bagaikan kehidupan yang penuh akan misteri Semakin dalam kau terjerumus semakin kegelapan akan memelukmu Di sisi lain lihatlah yang dia miliki kejutan keindahan yang tersembunyi Laut akan mengajarimu arti kehidupan jika kau mau Tapi bagaimana kau tahu tentang semua ini? Sang sayembara berkata, Entah apa yang sebenarnya kau cari Tersesat mencari sesuatu jawaban Yang sebenarnya tinggal kau tanya dalam diri

~Nurul Anisa~


Dimana Lagi

Rahmat Hidayat


DIMANA LAGI 1. Kalau tidak di matamu, dimana lagi aku temukan kebebasan. Kalau tidak di matamu dimana lagi aku tahu makna kedalaman. Luas, biru, dalam, hamparan lautan di mana segala rahasia malam tersimpan. Mimpi, doa, harapan juga kenangan berdebur, mengantar perahu sampai seberang 2. Kucelupkan penaku ke dalam matamu lalu, kugoreskan kata-kata yang karam. Di sanalah kau menjelma ikan, bersemayam terkadang keluar-masuk, mengintip malam. Aku tahu, matamu adalah sajadah bagi nelayan, segala rukuk dan alif yang khusyuk ditegakkan, menghunjam palung, menghunus bulan. Layarnya kibar, bergelombang seperti lambai panggilan.

Yogyakarta, 15-11-16 ~Rahmat Hidayat~


Ikan

Rahmat Hidayat


IKAN 1. Aku tidak ingin mengawang, tapi biarlah larut tenggelam agar tahu segala muasal tempat aku pulang atau tinggal. Semakin tinggi, semakin tak tampak di pandang. Aku ingin menjadi sesuatu paling rahasia paling dasar layaknya ikan-ikan. Mereka lebih mengerti makna kesunyian 2. Dari jauh, sekedar yang aku tahu bahwa laut berwarna biru tapi rahasia matamu, tidak sesederhana itu. Maka aku ingin menjadi ikan, menelusuri rindu hatimu yang karam. Diam-diam, lewat kesunyian, aku bersemayam di palung hatimu. Menyelundup dalam nafasmu, mengikuti arah ombak impianmu.

Yogyakarta, 15-11-2016 ~Rahmat Hidayat~


Palung Mariana

Ratinie Fatmawati


PALUNG MARIANA Engkau ciptakan warna-warni bak pelangi menghias sunyi Dari monster berangas yang menguasai lambung laut Mutiara menjadi panorama indah mulia Bahkan kerling ubur-ubur dengan cahaya berpendar, kabur Ribuan keunikan penguasa laut yang menjelma Serupa jiwa-jiwa cerdik menghardik lentik Di sini kita berjuang; di palung paling dalam Yang tak ‘kan pernah mati oleh penjara dunia Dengan penjagaan hati penuh suka Tuhan menyatukan kehidupan di sepanjang penghayatan Dari ombak yang menggelegak memekak sukma Suara gesekan bumi dan aktiviti riak sejati menjadi nyanyian sepi Tertampung mengisi kesunyian dalam gelap Mariana Sebagai tuntutan pancaroba Hingga akhir dunia

Punggol, 23 Oktober 2016 ~Ratinie Fatmawati~


Kwatrin Tentang Laut

Ratinie Fatmawati


KWATRIN TENTANG LAUT Di laut segalanya tersimpan Ikan dan terumbu karang arus dan gelombang Perahu-perahu berlayar mengibarkan bendera hijau Menyeka nagin mengharap hujan Di laut segalanya tersimpan Gerak dan bahasa diam cinta dan kerinduan Sejak semula ia senantiasa menyimpan rahasia Sifatnya adalah bungkam dan bergelora Untuk menggoda cahaya Ia tampakkan pasirnya yang beraneka warna Ia pakai lipstik birunya yang purba Juga ia kedipkan batu karang dengan bungabunganya yang indah Maka dengan sisa tenaga Dan potongan tongkat Musa kubelah ia Kuhancurkan kersik dan batu karangnya Untuk mengambil mutiara di kedalamannya 2016 ~Ridhafi Ashah Atalka~


Membaca Laut

Rima Dwi Oktiana


MEMBACA LAUT Telah kuselami lautan dari kedua bola matamu, bersama perahu doaku yang berlayar menghantar segala, bersama tenangmu yang menyimpan ribuan kenangan, bersama ikan-ikan, menyapa sukma dalam bahasa rindu ; Rahim keabadian Lautanku adalah buih-buih masa lalu, yang menampung rahasia doa bebatuan. Agar sampanku berlayar dengan lancar di tengah kelucak gelisah sampai lunas menyisir kehidupan pada riak ombak, hingga mencium bibir pantai Dirimu yang selalu merentang tabah dengan luas tak bertepi, mengisyaratkan janji pada musim pasang nanti. Bahwa sampanku akan berpulang menuju hatimu. Karena membaca laut ; Membaca dirimu.

Pondok Pena, 27 November 2016 ~Rima Dwi Oktiana~


Arus Senantiasa Setia

Rima Dwi Oktiana


ARUS SENANTIASA SETIA Arus senantiasa setia Tak pernah berbalik arah melakoni takdirnya Arus senantiasa setia Mengalir dari hulu Hingga ke hilir Membawa bongkahan doa-doa Menuju laut yang merindu Arus senantiasa setia Menyapa nelayan dan ikan Di bibir pantai Engkau menepi Arus senantiasa setia Kepada aroma air pasang Yang diusung rasa senang orang-orang Arus senantiasa setia Berdzikir kepada langit ; Dzikir yang memantik hati

Pondok Pena, 27 November 2016 ~Rima Dwi Oktiana~


Buih-Buih Cinta

Sio Marris Juliana Hutasoit


BUIH-BUIH CINTA Karena buih yang berkumandang Renyah dalam diam hangatnya nafas yang sudah jadi prasasti ribuan tahun lamanya Jauh bahkan ketika aku belum ada Bebas, lepas Riak ombak yang gemuruh janjikan damai yang tak kunjung datang Ketika ia tiba dan kau tiada Sungguh, elokkah para ikan yang menari? terumbu yang tumbuh seteru Hingga karang menyatu dalam anganmu Telah hilang bersama badai Di bibir pantai tertulis namamu Yang tidur bersama ribuan plankton Mimpikan para lumba yang berlomba Menggelayut manja si kuda laut Demi neptunus penguasa samudera Dewa-dewi penghuni surga Dan aku musuh para malaikat


Ketika air menjadi batas kewarasanku Dan kau lupakan, apa itu cinta Terhanyut bersama derasnya lautan lepas Dengan damai dan girang Kukulum janji manismu Meninju setiap saraf sadarku Seperti lautan yang cantik dan indah Yang ternyata hanya sedangkal mimpi buruk Mungkin jawaban dari doa seribu duyung tak pernah ada Diseret badai yang tak kunjung reda Tapi.... Kau pernah ada, dalam spektrum cahaya alpha dan omega Walau air mata hambar terasa Kau akan tetap tertawan Ini bukan puisi cinta Yang selalu ada akhir, ini adalah kebinasaan Jiwa yang hilang dan lenyap Untukmu dariku yang tak bernama ~Sio Marris Juliana Hutasoit~


Eloknya Mustika Laut

Siti Aisah


ELOKNYA MUSTIKA LAUT

Desir pasir berderai lembut Diterjang ombak pecah berderai Daun kelapa mendayu-dayu merdu Melambai-lambaikan kepada sang pencipta Alunan-alunan indah dasar laut Terdengar mesra bercampur dengan gejolak ombak yang menggebu-gebu Batu-batu karang yang murni dan utuh Menambah keelokan tempat yang menawan Indahnya batu karang Ikan-ikan dan mutiara cahaya Memancarkan betapa hebatnya sang pencipta Dalam menciptakan alam bawah laut ini Mustika laut memang menawan hati Melihat saja hati sudah terpikat Insan di dunia pun berburu untuk mendapatkannya Kecantikannya sungguh tidak ada duanya Sungguh hebat kuasa sang pencipta..

~Siti Aisah~


Sisa-Sisa

Tony


SISA-SISA Ke mana perginya ingatan? Jika kautanya begitu, aku pun tidak tahu. Yang aku tahu, ia pernah merumah di dasar palung yang gagal menenggelamkanmu. Seperti sisa-sisa bercak waktu yang menempel pada karang-karang: begitu mesranya mereka bergumul, sementara kerang-kerang tergamit oleh lengan yang biasa memainkan fonem kehidupan. Sampan-sampan telah karam dan mereka masih berkecupan! Apa kau tahu akan buih yang dihempaskan bersama napas terakhir seekor paus yang telah lama membuat rumah di atas kepalaku? Benar. Ia sudah lama tak berkabar, tetapi aku tahu ia tidak terdampar. Ia mati kesepian. Seperti apakah sepi yang berkali-kali mengambil wujudmu dalam kedip kapal yang berlalu? Aku ingin menyebutmu riak, aku ingin menyebutmu ombak. Tetapi kau sudah sebatas penghabisan di dasar palung sekarang.


Palung yang gagal menenggelamkanmu seperti sisasisa bercak dan napas terakhir paus yang malang. Kesepiankah, akhirnya kurasa? Kemana perginya ingatan? Jika kautanya begitu, aku pun tidak tahu. Aku telah gagal lupa bahwa kau pernah menguburnya rapat-rapat di celah-celah tubuhku untuk kemudian berlayar pergi menjadi secarik ufuk samudra yang tak akan pernah mampu kurengkuh. Pada akhirnya, aku hanya palung; sementara kau: sisa-sisa kemustahilan yang tidak perlu.

~Tony~


Harmoni Laut Biru

Ulfah Musyfah


HARMONI LAUT BIRU Muka bumi rupawan yang bahkan tak terjamah insan Kuasai dunia atas seolah-olah bukti ia makhluk terpintar Itu baru remah-remah dari keindahan planet biru Bahkan tak satu napas pun berhasil menjajaki setapak bumi Dataran terhuni hanya potongan kecil Masih ada dunia bawah laut yang dikepalai raja-raja Gerombolan penghuni laut yang bahkan tak terbayangkan Jelajahi dan sapulah keindahan warna alam di bawah air biru Di sana ikan kecil bergerombolan Berenang dengan gagah berani seolah mereka pasukan terkuat di muka bumi Adu cepat dalam pacu balapan ketika predator menerjang Di sana anemon laut menari-nari Berlomba menyombongkan tarian dan kostum terbaiknya Membentuk paduan warna yang indah tiada tara


Di dalamnya bergantung si kuda laut Ikan badut pun tak enggan bertetangga dengannya Begitulah harmoni laut biru yang disaksikan hutan karang Tiram dan kerang tak pernah membenci pasir Meski ia kelilipan pasir dasar laut Ia jadikan bencana itu sebagai cambuk kebaikan Hingga lahirlah mutiara yang siapapun akan tertawan karenanya Tak ada makhluk yang dihiraukan Plankton tak pernah diabaikan Bahkan hiu pun ikut ambil peran Meski pasukan ikan kecil selalu menghindari keganasannya Tak pernah mereka mengelak dari panggilan hiu Karna tanpanya hiu takkan bertahan Dan begitulah kodrat alam Begitulah harmoni laut biru yang luput dari penglihatan

Bandung, 19 November 2016 ~Ulfah Musyfah~


Sapaan Laut

Ussy Sara


SAPAAN LAUT Deru ombak mengerling rindu Jarak-jarak berdatangan ke Arafuru Mengencani Laut Banda Memeluk Bunaken yang malu-malu Melalui sajak temuilah mutiara oceania Frekuensi salam dolphinidae Mungkin tak kau rasai seiring ultrasonik yang amat tinggi Tatkala acropora rosaria digoda anemone fish 750 koral Wakatobi menanti dicumbui Empat juta hektar terbilang Raja Ampat Menjadi surga perimbuhan alam Ada harta karun samudera Dituturkan oleh iris-iris yang memandang kagum Menyelami kemolekan dia Birunya yang terbentang jangan kau jadikan merah Karangnya yang menyebar jangan kau marah Rindumu yang berujar jangan merusak Bencimu yang hadir bukan pasal Maka, jamahlah samudera sebagaimana engkau hidup karenanya ~Ussy Sara~


Demersal-Pelagis

Wahyu Fathur Rozaq


DEMERSAL – PELAGIS Panjang sekali jalan yang kulalui Aku berbekal letih, dan aku tahu benar akan berakhir pedih Kering tak berdaya di meja makan orang kota Membantu jaring nelayan yang terhimpit kaum elit. Demersal hingga pelagis, Bukan! Bahkan pesisir hingga daerah kering berpasir Menjadi saksi dari cerita ikan yang terbuang, Seperti akresi dari buah cinta sang ombak pasang. Duniaku gelap dan terang dengan batas pasti di antara kedua sisi Duniamu terang tapi hampa tanpa esensi Kami tak pernah berebut tahta Neptun memberi kami bahagia Kami tak pernah melakukan propaganda Neptun menjamin kami tetap bahagia Dan engkau? Jaring kecilmu bukan karena kail besarnya, Jala lebarmu selalu menghimpit laju nelayan kecil itu, dan seterusnya. Engkau akan mati tanpa rasa bangga, Tapi kami akan terus bernyanyi di antara demersal dan pelagis.


Bukan apa-apa, kami hanya punya satu Neptun, Entah denganmu wahai nelayan pelamun.

~Wahyu Fathur Rozaq~


Perempuan Panaongan Pesisir Pasongsongan

Zen A.R


PEREMPUAN PANAONGAN PESISIR PASONGSONGAN aku masih perempuan penyabar yang membuktikan cinta lewat kepul tungku. suamiku adalah lelaki kekar yang berharap mengabarkan bahwa ikan-ikan telah terjaring. anakku lahir sebagai anak nelayan yang malu dibilang bodoh dan miskin. #sebagai istri yang tak mengenal alam selain dapur, sumur, dan kasur cabe dan bawang tak tumbuh di tanah ini. padi dan jangung memilih daratan lain. oleh karena ikan-ikan kabur menyeberangi pulau jauh untuk bertelur, aku jadi ragu apakah perahu-perahu itu benar-benar berlayar sampai tertambat lagi sebuah jangkar. suamiku, pada laut yang menyimpan maut, aku ingin bertanya muasal pasang dan surut. pada mata sedalam laut, kau tangkap ikan bersisik lumut: menelan matahari di siang hari, dan menelan bulan di malam hari. memang aku tahu, ikan bersirip gelombang itu berendam di air garam. tapi, kenapakah ikan tak pernah asin? di atas perahu kau kibarkan layar. tiang menusuk bintang bagai bulu mataku. gelombang menggesek air yang bergambar bunga karang di dasar. dan di


tengah bahtera itu, kau berhenti bertanya arah angin, hanya biru langit dan air laut berombak menuju geladak kau biarkan berdebur ke dadamu. memang aku tahu, langit selalu bertaut pada laut. adakah laut mengalami maut, suamiku? #sebagai ibu, sudah kupohonkan doa kepadamu, sepanjang hayat manusia terbayang dirimu, terkenang dhemar kambheng itu. sebuah kapal melintas di depanku. mungkin itu kapal yang dulu membawamu meninggalkan ibu, ladang, sungai, hutan kecil di belakang rumah, juga perahu ayahmu. kini, engkau perantau. aku memujamu dengan api ini, anakku, sebab aku tahu rahasia pendar damar pada sumbu kapas yang napasnya terdengar. di atas sekerat daun lontar dan jelantah itu, suluh damar menjadi kompas bagiku; dan kusulut ia bagi jiwamu, agar nyala dan terangnya meresap ke dasar hatiku. bila api menggeliat di udara, ia melarut jiwa. kau pasti bahagia di sana. dan bila ia mati, kusulut lagi, mati lagi; gerimis bening tumbuh di mataku, memadamkan segala sukmamu. bagiku, kau adalah api itu, anakku. api yang berkobar di aliran darahku, sumsum tulang, dan detak jantungku. garis nasib yang kau ikuti lajunya adalah


perpanjangan sumbu yang kau sulut di rahimku dulu. karena itu, aku menjagamu tak mengenal waktu. #kita adalah kematian; seketika pantaiku disulap jadi ziarah tanpa rimbun kemboja kelak, di pemakaman ini ruh-ruh akan tumbuh seperti pohon. akar-akarnya berserabut dan menghunjam dalam tanah. amal-amalnya jadi batang dan getah meleleh, bagai cinta yang mencair. lihatlah, bungabunga di ujung ranting, kelopaknya mekar ke langit: ada yang ceria, ada yang derita. kelak, suatu pagi di pemakaman ini, ruh-ruh kita tumbuh. kita akan bertemu, mengenang permainan dadu, buku, dan kisah yang tak selesai. kita berjanji akan melanjutkannya nanti bersama ular yang meliuk dalam api, atau burung-burung yang bertekukur dalam cahaya. ya, kelak pemakaman ini akan menjadi hutan rimbun, yang ditumbuhi ruh-ruh kita.

2016 ~Zen AR~


© Poetry Prairie - 2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.