2 minute read

Peran LPPOM dalam Ekosistem Halal Indonesia

Sepanjang tahun 2022, ada 15.273 pelaku usaha yang mengajukan permohonan pemeriksaan halal melalui

LPPOM MUI. Angka ini naik 48% dari tahun 2021 yang berjumlah 10.337 pelaku usaha. Sementara jumlah permohonan pada tahun 2022 mencapai

Advertisement

15.333 dan jumlah produk 297.308.

LPPOM MUI juga terus mengupayakan percepatan pemeriksanan sertifikasi halal. Pemerintah sudah mengatur lama waktu sertifikasi halal dalam

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39

Kebutuhan produk pangan halal di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan tuntutan konsumen. Hal ini juga didukung regulasi wajib halal yang dicanangkan dalam Undang-Undang No. 33 tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Dalam hal ini, peran LPPOM MUI ditegaskan menjadi salah satu Lembaga

Pemeriksa Halal (LPH) di Indonesia.

Merespons hal tersebut, LPPOM MUI terus beradaptasi dan berinovasi terhadap situasi yang ada.

“Hal ini dilakukan guna mendorong perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah produknya, sehingga dapat bersaing secara nasional dan melaju ke kancah global,” kata Direktur Utama

LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si, dalam kegiatan Media Gathering LPPOM

MUI pada 16 Januari 2023 lalu di Rumah

Kenangan, Senopati, Jakarta. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian

Perayaan Milad LPPOM MUI ke-34.

Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Jaminan Produk Halal. Pada Pasal 72 dan 73 disebutkan bahwa pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan untuk produk yang diproduksi di dalam negeri dilakukan selama 15 hari (kerja) sejak penetapan LPH diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dengan maksimal waktu perpanjangan 10 hari (kerja). Sedangkan untuk produk luar negeri selama 15 hari (kerja), dengan waktu perpanjangan 15 hari (kerja).

Untuk memudahkan pelaku usaha dalam proses sertifikasi halal, LPPOM MUI meningkatkan pelayanan melalui pengembangan sistem sertifikasi online CEROL-SS23000 secara berkelanjutan, integrasi dengan Si-Halal BPJPH, penggunaan sistem informasi, komunikasi dan teknologi lebih baik, serta program pengembangan SDM. Fri-35

Peningkatan Daya Saing

Industri Pengolahan Kakao

Indonesia memiliki potensi yang besar pada industri pengolahan kakao. Hal ini dapat dilihat dari adanya 11 industri pengolahan kakao antara (intermediate) dengan kapasitas 739.250 ton/tahun, 900 industri pengolahan cokelat dengan kapasitas 462.126 ton/tahun, dan 31 artisan cokelat/bean to bar dengan kapasitas 1.242 ton/tahun. Direktur

Jenderal Industri Agro Kementerian

Perindustrian RI (Kemenperin), Putu

Juli Ardika mengungkapkan bahwa pihaknya proaktif untuk mendorong kemitraan antara industri pengolahan kakao dengan para petani dalam rangka menjaga keberlangsungan produksi kakao di Indonesia serta meningkatkan mutu dan produktivitas bahan baku.

Selain itu, Kemenperin memacu peningkatan hilirisasi dan nilai tambah produk melalui diversifikasi produk dan pengembangan fine flavour cocoa berdasarkan indikasi geografis. Salah satunya adalah pengembangan cokelat artisan dengan pendekatan bean to bar.

“Saat ini pangsa pasar cokelat artisan baru mengisi sebesar 2% dari konsumsi cokelat dalam negeri, yang saat ini masih didominasi oleh cokelat industrial dan konfeksioneri. Cokelat artisan berpeluang dapat mengisi pangsa sampai dengan 10% di Indonesia,” papar

Putu dalam Siaran Pers Kementerian

Perindustrian beberapa waktu lalu.

Bahan baku cokelat artisan merupakan biji kakao premium yang terfermentasi dengan baik dengan harga sebesar Rp50.000 per kg atau

43% lebih tinggi nilainya dari biji kakao yang dibeli oleh industri. Tentunya hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani kakao dan keberlangsungan kakao di Indonesia. Fri-35

This article is from: