7 minute read

Varian Kopi Siap Saji di Indonesia: Manfaat & Risiko

Oleh Dian Herawati

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Advertisement

Fakultas Teknologi Pertanian, IPB University

Kafein pada kopi dipercaya mampu merangsang sel-sel syaraf dan produksi endorfin sehingga membuat peminumnya bersemangat, lebih fokus, dan memiliki perasaan positif. Cita rasa kopi yang menyenangkan juga menjadi salah satu alasan mengapa penikmat kopi betah berlama-lama meminum kopi. Kesukaan minum kopi semakin bertambah dengan ditemukannya berbagai khasiat kesehatan di balik kenikmatan secangkir kopi. Berbagai komponen bioaktif yang terdapat pada kopi diketahui memiliki fungsi kesehatan, antara lain: sebagai antioksidan, antiinflamasi, antidiabetes, dan lain sebagainya. Namun demikian, pada kondisi tertentu kopi dapat memberikan risiko terhadap kesehatan, seperti pengaruh kafein bagi orang yang sensitif, adanya kontaminan kimia pada kopi, dan penggunaan ingridien tertentu pada racikan/ formula minuman kopi.

Minuman kopi diolah dari biji kopi sangrai melalui proses penyeduhan (ekstraksi). Kemudian, seduhan kopi diracik lebih lanjut menjadi minuman kopi yang sangat bervariasi jenisnya. Setiap varian minuman kopi ini memiliki karakteristik cita rasa dan komposisi yang berbeda. Di Indonesia, varian minuman kopi siap saji sangat berkembang pesat. Setidaknya, faktorfaktor yang menyebabkan banyaknya varian kopi ini adalah kombinasi dari jenis dan asal biji kopi, pengolahan pascapanen, tingkat sangrai, jenis penyeduhan (kopi artisan), dan teknologi proses (kopi pabrikan). Lantas, bagaimana cara memilih varian minuman kopi yang memenuhi ekspektasi cita rasa dan memberikan manfaat bagi kesehatan. Untuk itu, tulisan ini akan menyajikan keunikan varian minuman kopi yang ada di Indonesia yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memilih minuman kopi bagi konsumen, produsen, dan pembuat kebijakan pangan.

Varian biji kopi (jenis, daerah, dan pascapanen)

Biji kopi komersial utama di Indonesia ada dua jenis, yaitu kopi Robusta (Coffea caniphora) dan kopi Arabika (C. arabica), dan hanya sebagian kecil berasal dari kopi jenis Liberika (Coffea liberica var. Liberica) dan Excelsa (Coffea liberica var. Dewevrei). Produksi kopi Robusta dan Arabika tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dengan daerah penghasil utama Aceh (Gayo), Sulawesi Selatan (Toraja), Jawa Barat (Pangalengan dan Garut) untuk kopi Arabika dan Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, dan Jawa

Timur untuk Robusta. Kopi-kopi dari berbagai daerah tersebut diolah dengan berbagai jenis pascapanen di antaranya full washed, semi washed, natural dan honey. Kopi yang berasal dari daerah dan jenis olahan yang berbeda ini juga memberikan karakteristik yang berbeda pada cita rasa dan komposisi minuman yang dihasilkannya.

Secara umum, kopi Arabika memiliki karakteristik cita rasa yang unggul jika dibandingkan dengan kopi Robusta karena kopi Arabika memiliki rasa

(asam, pahit, manis) dan aroma yang kaya, serta cenderung ringan/mild.

Sementara Robusta memiliki rasa yang didominasi rasa pahit yang kuat dan bertahan lama di lidah. Pada praktiknya, kopi Arabika dan Robusta sering dicampur untuk mendapatkan kopi dengan rasa, aroma, dan body yang kuat dan lebih berimbang.

Rasa pahit yang kuat pada biji kopi

Robusta disebabkan oleh kadar kafein yang tinggi, yaitu sekitar 2x lebih tinggi dari kopi Arabika. Meminum kopi

Robusta diyakini lebih efektif dalam mengusir rasa kantuk dan meningkatkan konsentrasi. Penyuka kopi Robusta di Indonesia jumlahnya tidak sedikit yang dapat dilihat dari kecenderungan produksi Robusta dengan jumlah mencapai sekitar 90% dari total produksi kopi nasional. Untuk orang yang menyukai kopi tetapi memiliki masalah dengan asupan kafein, maka konsumsi kopi Arabika dapat dijadikan alternatif pilihan.

Varian tingkat sangrai kopi

Biji kopi (kopi beras) disangrai dengan menggunakan mesin penyangrai, di mana selama penyangraian akan terjadi perubahan warna, aroma, dan rasa kopi. Level kopi sangrai komersial biasanya dikenal dengan light, medium, dan dark. Level-level seperti (light to medium, medium to dark, dan lainlain) dibuat oleh penyangrai untuk menghasilkan kopi dengan karakteristik tertentu.

Salah satu reaksi utama pada penyangraian kopi adalah reaksi

Maillard, di mana reaksi ini menghasilkan berbagai senyawa aroma dan pigmen melanoidin yang berwarna cokelat. Ada satu kekhasan reaksi

Maillard pada biji kopi yaitu melibatkan asam klorogenat, sehingga jumlah klorogenat menurun drastis selama penyangraian. Asam klorogenat ini adalah komponen bioaktif penting pada kopi yang berperan sebagai antioksidan dan antidiabetes. Namun demikian, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penurunan asam klorogenat selama penyangraian disertai dengan pembentukan senyawa baru yang juga berperan sebagai antioksidan sehingga, kopi sangrai tetap mengandung antioksidan yang diperlukan oleh tubuh.

Reaksi Maillard juga menghasilkan hasil samping akrilamida yang merupakan kontaminan kimia utama pada kopi sangrai. Batas toleransi konsumsi akrilamida tidak ditetapkan oleh regulator pangan karena senyawa tersebut termasuk ke dalam senyawasenyawa probable human carcinogen

(2A) oleh International Agency for Research on Cancer. Namun demikian, European Commission menetapkan benchmark level untuk akrilamida pada kopi sangrai adalah maksimum 400 μg/kg. Upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku usaha adalah menekan kandungan akrilamida pada produk kopi dengan memitigasi faktor-faktor yang memengaruhinya. Kopi Robusta cenderung memiliki kandungan akrilamida lebih tinggi dari kopi

Arabika untuk sangrai light dan medium.

Selanjutnya, jika dilihat dari tingkat sangrai maka kandungan akrilamida kopi sangrai adalah sebagai berikut light > medium > dark.

Di Indonesia, kopi yang disangrai gelap adalah kopi untuk produksi kopi bubuk yang dijual secara massal (pabrikan) dan kopi untuk penyiapan espresso/espresso-based beverages. Ciri biji kopi yang disangrai gelap adalah warnanya cokelat tua/kehitaman dan nampak berminyak/oily di permukaannya. Kopi yang disangrai light atau medium biasanya digunakan untuk seduhan manual (manual brewing).

Karakteristik kopi sangrai yang disukai dan level akrilamida dapat menjadi pertimbangan bagi penyangrai dalam menentukan tingkat sangrai kopi.

Varian kopi seduhan panas (hot brew

)

Kedai kopi (café) modern menyajikan konsep minuman kopi siap saji, yaitu kopi yang diseduh dan atau diracik langsung dari biji kopi sangrai di hadapan konsumen. Kopi siap saji ini dibuat dengan menggunakan metode penyeduhan panas baik secara manual maupun menggunakan mesin espreso.

Penyeduhan secara menual biasanya menggunakan kopi single origin dari kelas mutu kopi specialty Arabika atau fine Robusta. Karakteristik yang dicari dari kopi-kopi jenis ini adalah karakteristik khas dari masing-masing kopi sehingga tingkat sangrai kopi yang dipilih biasanya dari level lightmedium dan diseduh dengan air tanpa ingridien lain. Variasi kopi seduh manual dapat dibagi menjadi seduh pour over (V60, chemex, kalita dan flat bottom), immersion (Aeropress dan French press) dan dan syphon. Di antara variasi seduh manual, metode V60 adalah metode yang paling banyak diminati karena ciri khas dari hasil seduhan ini adalah lembut tetapi kaya cita rasa. Pada prinsipnya, penyeduhan V60 dilakukan dengan cara menuangkan air panas (suhu sekitar 93°C) pada lapisan kopi bubuk di atas kertas saring. Air akan menetes melewati bubuk kopi, kemudian ditampung pada server.

Dengan kombinasi jenis biji kopi, proporsi air dan bubuk kopi, waktu penyeduhan, suhu penyeduhan, kualitas air, dan ukuran bubuk kopi yang tepat, seorang penyaji kopi (barista) dapat memunculkan rasa manis atau rasa asam yang lebih intensif pada seduhan

V60. Hal baik yang dapat diperoleh dari penyeduhan manual adalah seduhan ini sangat jarang dikonsumsi bersama gula ataupun ingriden lain. Konsumsi kopi bersama gula dengan jumlah gula berlebih dapat meningkatkan risiko obesitas dan diabetes mellitus.

Kopi espreso disiapkan dengan cara mengekstraksi kopi sangrai gelap dengan gilingan halus dengan menggunakan mesin espresso yang bekerja dengan suhu dan tekanan tinggi, yaitu suhu 92°C dan tekanan 9 bar. Dari hasil ekstraksi ini akan didapatkan seduhan yang sangat pekat dengan kandungan komponen (rasa, aroma, dan komponen bioaktif) dan krema kopi lebih banyak dibandingkan seduh manual.

Espreso dapat dikonsumsi secara langsung ataupun diracik menjadi espresso-based beverages. Espresso-based beverages di Indonesia berkembang sangat pesat beberapa tahun belakangan ini dengan munculnya varian baru berupa es kopi susu gula aren di samping varian klasiknya (cappuccino, latte, americano, dan lain-lain). Kopi susu gula aren memiliki karakteristik cita rasa yang kaya berasal dari perpaduan seduhan kopi, susu, dan gula aren sehingga sangat digemari. Namun demikian, konsumen perlu memperhitungkan konsumsi produk ini dalam batas yang wajar untuk menekan risiko obesitas dan diabetes mellitus type 2. Gula aren berbentuk granula mengandung kadar gula (sukrosa, glukosa, dan fruktosa) tidak kurang dari 80% sehingga kontribusinya terhadap asupan gula cukup signifikan jika kopi susu gula aren dikonsumsi berlebih.

Varian kopi seduhan dingin (cold brew)

Seduhan dingin (cold brew) adalah metode baru untuk menikmati sensasi berbeda dari seduhan kopi. Karakteristik sensori yang lembut, ringan, dan lebih manis menjadikan seduhan lebih menyegarkan. Untuk kadar komponen bioktif seperti kafein dan asam klorogenat, cold brew berada di antara seduh manual dengan panas dan espreso.

Cold brew dapat disiapkan dengan metode perendaman atau saring tetes dengan waktu 8-10 jam, pada suhu suang atau suhu dingin. Kopi cold brew dapat langsung disajikan atau didinginkan di refrigerator singkat untuk lebih lanjut diracik dengan ingridien lain sebagai minuman siap saji di hari yang sama. Kopi cold brew yang disajikan sebagai pangan siap saji dapat memberikan manfaat kesehatan sepanjang penggunaan ingridien seperti gula dapat dibatasi.

Sekarang bagaimana jika kopi cold brew disimpan dalam waktu lama di refrigerator atau diolah lebih lanjut menjadi pangan olahan yang bersifat awet. Tentu hal ini akan membawa manfaat dari sisi ekonomis, namun ada risiko yang sangat perlu dipertimbangkan dari sisi mutu dan keamanannya. Kopi cold brew yang disimpan dalam waktu lama tanpa proses pengawetan yang memadai akan memiliki keasaman dan etanol yang lebih tinggi serta gula yang lebih rendah karena aktivitas khamir.

Risiko keamanan kopi cold brew yang perlu lebih diwaspadai sebetulnya adalah dalam bentuk minuman siap minum (ready to drink beverages) yang dikemas hermetis. Nilai pH cold brew yang lebih besar dari 4,6 dan kondisi hermetis berisiko terhadap kontaminasi

Clostridium botulinum. Oleh karena itu, produsen ready to drink kopi cold brew perlu menerapkan praktikpraktik sebagai berikut: menerapkan pemanasan yang cukup, menurunkan pH di bawah 4,6, menjamin proses aseptis, menambah pengawet, dan mengombinasikan praktik-praktik tersebut. Selain itu, peran regulator juga diperlukan untuk mengawasi keamanan pangan ready to drink kopi cold brew. Dengan demikian, manfaat baik dari konsumsi kopi dapat dioptimalkan dan risiko kesehatan dapat ditekan.

Referensi:

Herawati, D.; Giriwono, P. E.; Nur, F.; Dewi, A.; Kashiwagi, T.; Andarwulan, N. Critical Roasting Level Determines Bioactive Content and Antioxidant Activity of Robusta Coffee Beans. Food Sci. Biotechnol. 2019, 28, 7–14. https://doi.org/10.1007/s10068-018-0442-x. Yulianti, Y.; Andarwulan, N.; Adawiyah, D. R.; Herawati, D.; Indrasti, D. Physicochemical Characteristics and Bioactive Compound Profiles of Arabica KaloEnrekang with Different Postharvest Processing. Food Sci. Technol. 2022, 42, 1–10. https://doi.org/10.1590/ FST.67622.

Herawati, D.; Giriwono, P. E.; Dewi, F. N. A.; Kashiwagi, T.; Andarwulan, N. Three Major Compounds Showing Significant Antioxidative, α-Glucosidase Inhibition, and Antiglycation Activities in Robusta Coffee Brew. Int. J. Food Prop. 2019, 22 (1), 994–1010. https://doi.org/10. 1080/10942912.2019.1622562.

Schouten, M. A.; Tappi, S.; Angeloni, S.; Cortese, M.; Caprioli, G.; Vittori, S.; Romani, S. Acrylamide Formation and Antioxidant Activity in Coffee during Roasting – A Systematic Study. Food Chem. 2021, 343 (June 2020), 128514. https://doi.org/10.1016/j. foodchem.2020.128514.

EU. Commission Regulation (EU) 2017/2158: Establishing Mitigation Measures and Benchmark Levels for the Reduction of the Presence of Acrylamide in Food. Off. J. Eur. Union 2017, L 304 (315), 24–44.

Angeloni, G.; Guerrini, L.; Masella, P.; Bellumori, M.; Daluiso, S.; Parenti, A.; Innocenti, M. What Kind of Coffee Do You Drink? An Investigation on Effects of Eight Different Extraction Methods. Food Res. Int. 2019, 116 (October 2018), 1327–1335. https://doi. org/10.1016/j.foodres.2018.10.022.

Kwok, R.; Lee Wee Ting, K.; Schwarz, S.; Claassen, L.; Lachenmeier, D. W. Current Challenges of Cold Brew Coffee—Roasting, Extraction, Flavor Profile, Contamination, and Food Safety. Challenges 2020, 11 (2), 26. https://doi.org/10.3390/challe11020026.

This article is from: