3 minute read
Agama Diabaikan
Demi Uang
UANG lebih penting daripada agama. Istilah ini kira-kira yang mungkin menggelayuti para “idola muda” . Salah satunya seorang selebgram yang dengan senang hati makan daging babi sambil mengucapkan basmalah. Tentu saja hal ini membuat gaduh jagat maya, tidak terkecuali para pemuka agama, karna ini bertentangan dengan agama Islam
Selebgram tersebut pun viral di media sosial. Ramairamai netizen menghujat gadis kelahiran Jakarta itu sebab ia adalah seorang muslim. Beberapa tokoh agama ikut mengecam dan marah. Pasalnya, tindakan gadis itu dinilai sebagai bentuk penistaan agama.
Kalau ditelusuri, aksi selebritas yang menistakan agama demi konten memang terus berulang. Sebut saja dua komika dari stand up comedy yang sempat mengeluarkan pernyataan yang menyinggung agama. Ada juga mantan penyanyi cilik, komedian, mantan vokalis band, dsb. Aksi tersebut terus berulang dengan dalih kebebasan berekspresi dan sebatas canda.
Zaman sekarang adalah masa kemajuan teknologi makin tinggi diikuti jaminan kebebasan tanpa batas. Walhasil, setiap orang merasa bebas menuangkan pemikirannya. Mereka boleh membuat ekspresi apa pun seolah tidak ada salahnya. Munculnya para kreator konten yang memiliki ide serba bebas ini tidak lepas, dari tempat ia dibesarkan, lingkungan serta aktivitas kesehariannya, tentu akan mempengaruhi kepribadiannya. Oleh karenanya, penistaan agama seperti ini bukan sebatas ranah individu sebab pelakunya banyak dan sudah menjadi masalah sistemis.
Kebebasan ini tidak lain dari hasil buah kebebasan barat liberalisme sebuah pemahaman yang membolehkan setiap manusia bertingkah laku sesuai dengan keinginannya tanpa ada yang mengikatnya.
PINJAMAN Dana Pribadi Pinjaman Tunai 250 Juta Tanpa Jaminan, Angsuran 4,5 Juta Selama 5 Tahun (60 Bulan), Syarat KTP, KK dan Rekening Tabungan, Uang Dimuka 2,5 Juta. Hubungi:
KESEHATAN Reproduksi menurut UU No. 36 Thn 2009 adalah merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Ruang lingkup pelayanan kesehatan reproduksi menurut International Con ference Population and Development (ICPD) tahun 1994 terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanganan infeksi menular, kesehatan reproduksi remaja dan usia lanjut, serta kesehatan reproduksi lainnya. Proses reproduksi terjadi melalui hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Kesehatan reproduksi merupakan hal yang penting karena berdampak pada kualitas hidup seseorang pada generasi berikutnya. Dalam UU RI No. 16 Thn 2019
Tentang Perubahan Atas UU No. 1 Thn 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun” Namun faktanya masih terdapat yang melakukan pernikahan dibawah umur. Terdapat bebe rapa faktor yang menjadi pemi cunya seperti faktor ekonomi dimana orang tua tidak mampu membiayai sekolah sehingga mereka menikahkan anaknya, lalu faktor pendidikan yang masih rendah yang membuat para orang tua berpikir jika kodrat perempuan adalah mengurus rumah tangga dan tidak perlu mendapatkan pendidikan yang tinggi, selain itu tradisi budaya setempat seperti perjodohan juga hal yang memicu terjadinya kasus pernikahan dini, dan faktor selanjutnya adalah seks bebas pada remaja yang menyebabkan kehamilan sehingga terjadi pernikahan dibawah umur.
Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral yang diimpikan oleh seluruh umat manusia untuk mendapatkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah dan mendapatkan keturunan yang dapat menjadi penerus di dalam keluarganya.
Namun bagaimana jika pernikahan terjadi bukan karena keinginan sendiri melainkan karena keadaan yang memaksa melakukan pernikahan tersebut bahkan pernikahan terjadi terlalu dini?
Dalam Pasal 72 UU No. 36
Thn 2009 disebutkan bahwa:
“Setiap orang berhak menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah” . Ini berarti pernikahan seharusnya terjadi karena keinginan individu tersebut, di waktu yang sudah tepat, dan bukan karena keterpaksaan agar terjadi kehidupan reproduksi yang sehat. Karena ketika terjadi pernikahan di usia dini, sangat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Belum matangnya organ reproduksi dan juga kematangan fisik dari seorang remaja perempuan akan berpengaruh terhadap resiko kehamilan dan kelahiran. Resiko anemia dan kekurangan gizi kronis ketika hamil dan pada saat nifas, resiko kematian pada saat melahirkan, lalu kemungkinan terjadinya kecacatan pada anak, kelahiran prematur, berat badan lahir yang rendah pada bayi, bahkan resiko terhambatnya tumbuh kembang sang anak juga dapat timbul ketika pernikahan usia dini terjadi.
Kematangan psikologis yang belum matang dan stabil pada usia remaja juga beresiko terhadap kekerasan dalam rumah tangga, stress, depresi hingga perceraian.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat seperti yang tercantum dalam PP RI No. 61 Thn 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi yaitu dengan adanya pelayanan kesehatan reproduksi remaja. Pelayanan kespro remaja dapat dilaksanakan melalui pemberian komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan pelayanan klinis medis.
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Kesehatan Universitas Islam Bandung 2022