6 minute read
Perbaikan Tunggu Finalisasi Desain
Sambungan dari Hal 12
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BBPJN 5.2 DKI JakartaJawa Barat, Adrianto Putra Prasetyo mengatakan, pihaknya masih menunggu desain tersebut diserahkan, baru bisa melakukan lelang proyek perbaikan.
Namun dia memastikan, bahwa perbaikan di underpass tersebut, bakal dilakukan di bulan ini.
“Mulainya Maret ini, tapi waktunya belum bisa kami pastikan kapan,” tegasnya kepada
Radar Bogor, kemarin. Mengenai perbaikan, kata dia, nantinya sambungan besi tersebut akan diganti dengan box beton. Lalu ditutup kembali dengan beton. Adrianto menyebut, perbaikan akan dilaksanakan secara bertahap. Pihaknya akan memperbaiki sebagian lajur terlebih dahulu secara parallel, dengan ruas jalan sebelahnya. Oleh karena itu, akan ada penutupan sebagian lajur saat proses pembangunan berlangsung. Dia memprediksi, penutupan akan berlangsung selama 2-3 minggu di setiap sisinya.
“Saat pertemuan dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor beberapa waktu lalu, kami sudah berkoordinasi dengan Wakil Wali Kota, Dinas Perhubungan, dan Dinas PUPR mengenai rencana ini. Tidak akan ditutup total, melainkan sebagian jalan saja,” jelasnya. Adrianto belum dapat menyebut target penyelesaian pekerjaan. Namun, untuk mempercepat pengerjaan proyek, pihaknya akan mengerjakan perbaikan pada waktu siang dan malam hari.
Saat ini, kata dia, undepass sudah dipasangkan rambu dan rumble strip, agar pengendara mengurangi kecepatan dan berhati-hati ketika melintas. “Kami berikan sebagai langkah preventif. Selain itu kami juga memantau setiap hari, jika ada pergeseran maka akan kami perbaiki,” janjinya. (fat/c)
Smartphone Bimbing Tunanetra Asal Bandung Jadi ASN
Sambungan dari Hal 12
DI umur ke-18 tahun, Galih mulai merasakan ada yang berbeda dengan matanya.
Kemampuan melihatnya menurun drastis saat itu. Upaya pemeriksaan pun dilakoninya. Kala itu, dokter memvonisnya terkena retinitis pigmentosa.
“Saat itu tahun 2006, saya dinyatakan akan terus mengalami penurunan daya lihat secara bertahap. Dokter bilang itu tidak bisa dicegah, dan belum ada operasinya,” tutur Galih.
Meski begitu, dia tetap melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Galih berkuliah di Program Studi Sastra Inggris, Universitas Padjajaran. Namun karena kondisi matanya yang semakin memburuk, akhirnya dia berhenti saat menjajaki semester 5.
Tak menyerah dengan keadaan, Galih mempelajari huruf braile, dan kembali berkuliah di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS). Kegigihannya, membawa Galih berhasil meraih gelar D4, Kesejahteraan Sosial. “Waktu masih bisa melihat, saya bercita-cita menjadi seorang akuntan. Tapi setelah tidak bisa melihat, saya pasrahkan karier saya kepada Allah,” ucap dia.
Di satu waktu, Galih mendapat informasi, mengenai ruang bagi kaum disabilitas menjadi ASN, melalui berita-berita yang sedang didengarnya di dunia maya.
Dirinya pun tertarik dan penasaran. Dengan bantuan smartphonenya, Galih terus menggali informasi dan peluang.
“Ternyata di Jawa Barat ada peluang yang sesuai dengan jurusan saya, yaitu menjadi analis kemasyarakatan di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Saya langsung daftar. Semua proses saya pelajari dari internet,” terangnya. Galih mengaku, memiliki strategi khusus untuk melalui berbagai tahapan seleksi. Dia berusaha memaksimalkan nilai, pada tes-tes yang berkaitan dengan hafalan. Semua tahapan pun berhasil dilaluinya dengan lancar. Galih lolos menjadi ASN di Kecamatan Bogor Selatan.
Tak hanya itu, Galih mendapat tempat spesial saat foto bersama, di momen pengambilan sumpah ASN. Dia bersebelahan langsung dengan orang nomor 1 dan 2 di Kota Bogor. Satu hal yang terus dipegang olehnya hingga saat ini, bagi Galih, di setiap kesulitan pasti ada solusi. Asalkan manusia mau terus berusaha, mengantisipasi dengan terus belajar dan berlatih. (fat/c)
BOT yang dimulai 25-30 tahun ke depan.
“Tahun ini. Dikerjakan dua tahap, dan konsepnya, kondisi Terminal Baranangsiang tidak dikosongkan atau dipindah- kan,” ucap dia. Sedangkan, Dedie menyebut lama pekerjaan perbaikan Terminal Baranangsiang akan memakan waktu selama tiga tahun.
“Untuk pekerjaan awal yang depan dikosongkan, terminal dipindahkan ke belakang. Pembangunan depan beres, baru yang belakang dibangun,” tandas dia. (ded/c)
Sambungan dari Hal 12
Bukan soal kenangan yang tentu belum bisa hilang dari ingatan. Tapi kisah bagaimana mereka yang hidup, harus susah payah bertahan, di tengah kondisi yang serba terbatas saat ini. Keterbatasan fisik dan juga finansial. Kisah kali ini datang dari Nurna Mayasari (Maya). Hidup dia berubah drastis pascabencana tanah longsor Gang Barjo pada Oktober 2022 lalu. Beban berat mesti dipikulnya, di tengah duka sepeninggal empat anggota keluarga.
Ayahnya hingga saat ini belum bisa berjalan, karena mengalami patah tulang pada kedua kakinya. Kondisi itu pun diperparah dengan diabetes yang diidap sebelumnya.
“Sudah menjalani operasi 2 kali tapi belum bisa berjalan. Karena itu juga dia tidak bisa bekerja,” tutur Maya kepada Radar Bogor, Selasa (7/3).
Pun dengan Adik Maya, Adelia. Dia mengalami luka berat. Adelia sempat dirawat selama dua minggu di ruang ICU, dan menjalani perawatan 23 hari di RSUD Kota Bogor. Ginjalnya yang bermasalah karena reruntuhan, membuatnya sempat cuci darah sebanyak 5 kali.
Keretakan pada seluruh area panggul, membuatnya harus menepi dari sekolah selama berbulan-bulan. Hingga saat ini pun, Adelia masih harus menjalani rawat jalan, berjuang untuk kepulihan.
“Pengobatannya tidak bisa memakai BPJS karena disebabkan bencana alam. Setiap mau berobat kami harus minta Surat Keterangan Tidak Mampu dari kelurahan dan ke Dinas
Kesehatan agar bisa mengajukan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda),” keluh Maya. Meski begitu, Maya tetap harus mengorek dalam sakunya, untuk menebus obat dan berbagai keperluan kedua anggota keluarganya. Padahal, dia sudah tak bekerja karena harus mengurus anaknya yang masih kecil. Rumah orang tuanya yang hancur, tertimbun tanah longsor yang kini sudah rata dengan tanah. Pemerintah
Kota (Pemkot) Bogor pun sudah memberi peringatan, agar warga tak kembali membangun rumah di lokasi itu. Keluarga Maya pun kehilangan tanah dan rumahnya sekarang. Namun, sudah enam bulan sejak kejadian, belum juga ada kejelasan dari pemkot, mengenai status tanah dan rumahnya. Maya berharap, ada solusi dan opsi yang diberikan kepada mereka. “Sejauh ini belum ada informasi tentang kelanjutannya seperti apa. Santunan yang diberikan digunakan unruk berobat. Roda perekonomian kami lumpuh. Saya berharap ada solusi tempat tinggal,” lirihnya. Sementara, Maya tinggal bersama mertuanya di Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, sembari merawat Adelia. Ayah Maya tinggal bersama anggota keluarga yang lain. (fat/c)
Bebaskan Lahan
Bekas Longsor
Sambungan dari Hal 12 infrastruktur permukiman hingga membuang puing-puing baik bangunan dan tanah bekas longsoran. Kedepan, pemkot berencana membebaskan empat bidang tanah yang terdampak bencana longsor di Gang Barjo.
“Jadi bukan lagi melakukan rehabilisasi rumah di sana, tetapi bagaimana mengembalikan atau menjaga kawasan di sana, bukan ke arah hunian tetapi melakukan land banking atau penghijauan,” kata pria yang kerap disapa Hutri. Sehingga untuk rumah yang masuk kategori rusak berat, dijelaskan Hutri, pemkot akan mencoba melakukan pendekatan kepada pemilik lahan, terkait rencana alih fumgsi bangunan menjadi taman. Sebab berdasarkan catatan, ada empat rumah dari 72 yang terdampak longsor, yang mengalami rusak berat.
“Empat rumah rusak ini yang masuk land banking, dan memang kondisinya saat ini sudah hancur,” terang Hutri. Sebelum dilakukan pembebasan lahan, kata dia, tentunya pemkot harus melakukan beberapa persiapan.
Mulai dari penelitian atas tanah, hingga feasibility study (FS).
“Perencanaan (land banking) harus berbasis anggaran, rencananya tahun ini di anggaran perubahan, jika disetujui kita akan coba lakukan penelitian tanah dan juga FS,” ucap dia. Hutri berharap, rencana alih fungsi lahan eks bencana longsor Gang Barjo dapat terealisasi, pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2024. “Kemarin juga komunikasi dengan pak lurah, akan coba dilakukan skenario pendekatan dengan warga (pemilik lahan),” ucap dia. (ded/c)
Gelontorkan Rp250 M
Untuk Pesantren
JAKARTA–Pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 250 miliar untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Pesantren pada 2023. Anggaran ini disiapkan melalui skema Dana Abadi Pesantren yang bersumber dari Dana Abadi Pendidikan. Alokasi anggaran ini dibahas bersama dalam rapat koordinasi percepatan penggunaan Dana Abadi Pesantren antara Kemenag dengan LPDP Kemenkeu.
Sekjen Kemenag Nizar Ali menyambut positif langkahlangkah percepatan yang dilakukan LPDP beserta tim Kemenag untuk merealisasikan Dana Abadi Pesantren. Apalagi, sudah ada regulasi yang menjadi payung hukum, dan keberadaannya juga sudah ditunggu kalangan pesantren.
“Di satu sisi, Dana Abadi Pesantren ini merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren. Di sisi lain, kalangan pesantren juga sudah menunggununggu kapan Dana Abadi Pesantren ini bisa diwujudkan,” kata Nizar.
Dirjen Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani menambahkan, skema penggunaan Dana Abadi Pesantren 2023 sepenuhnya akan dialokasikan untuk pembiayaan beasiswa gelar atau non gelar, untuk jenjang S1, S2, dan S3, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi kalangan pesantren.
“Oleh karena Dana Abadi Pesantren bersumber dari Dana Abadi Pendidikan, maka peruntukannya hanya untuk fungsi pendidikan, bukan untuk yang lainnya, semisal dakwah atau pemberdayaan masyarakat, sebagaimana fungsi yang dijalankan oleh pesantren selama ini. Bahkan untuk dukungan pelaksanaan atau manajemen pun tidak dibolehkan, karena aturannya memang demikian,” tegas Ramdhani.
Sementara, Direktur Beasiswa LPDP Dwi Sularso menyambut baik dan mendukung percepatan penggunaan
Dana Abadi Pesantren. “Pihak Kemenag tentu lebih memahami kebutuhan apa yang diperlukan oleh pesantren. Hal-hal yang bermuara pada kebutuhan untuk menyiapkan generasi Indonesia unggul dan andal, yang memiliki komitmen kebangsaan, tentu akan kita dukung sepenuhnya, termasuk dari warga pesantren,” ujar Dwi Sularso.
Sebagai tindak lanjut, tim Kemenag dan LPDP akan membahas langkah-langkah teknis, utamanya dengan melengkapi dokumen yang diperlukan, agar beasiswa khusus untuk kalangan pesantren ini dapat segera dibuka pada 2023. (jpg)