Buku Panduan Dari Lensa OHD 1955-65

Page 1

BAHAN AJAR PENDAMPING ‘1965’

Tim Penyusun: Agung Ayu Ratih Th. J. Erlijna Razif M. Fauzi Desain: Alit Ambara

2013 Institut Sejarah Sosial Indonesia Jl. Batu Kramat No. 19, Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta 13520 E: sejarahs@gmail.com | W: http://sejarahsosial.org


LATAR G-30-S atau Tragedi 1965?

T

ahun 1965 dapat dianggap sebagai pembatas zaman dalam sejarah Republik Indonesia. Menjelang akhir tahun tersebut terjadi pergolakan politik hebat yang mengguncang kehidupan masyarakat dan menimbulkan korban tidak sedikit. Pemerintah Soeharto menyatakan bahwa Gerakan 30 September (G-30-S) yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI) bertanggungjawab atas kekacauan sosial dan politik di masa itu. Dalam buku-buku sejarah versi pemerintah yang disebut ‘tragedi nasional’ hanyalah penculikan dan pembunuhan terhadap enam jendral, satu perwira pertama, dan seorang anak perempuan yang dilakukan pasukan G-30-S. Sedangkan peristiwa-peristiwa kekerasan massal dan brutal yang terjadi di seantero negeri sejak minggu kedua Oktober 1965 atas nama penumpasan pemberontakan G-30-S tidak pernah dibahas secara terbuka, apalagi dinyatakan sebagai ‘tragedi’. Padahal operasi di bawah Komando Operasi Pemulihan Ketertiban dan Keamanan (Kopkamtib) tersebut diduga memakan korban ratusan ribu orang. Ketakutan yang ditimbulkannya meluas dan menghantui lebih dari satu generasi sampai hari ini. Dari Lensa Oey Hay Djoen 2


Selama 30 tahun lebih pemerintah Soeharto berusaha keras agar gonjang-ganjing di paruh akhir 1960an ini tidak diperbincangkan masyarakat. Pemerintah terus-menerus menyebarkan propaganda melalui berbagai media tentang kekejaman PKI dan organisasi-organisasi yang berhubungan dengannya. Orang-orang yang dianggap ‘PKI’, ‘komunis’, atau ‘kiri’, digambarkan sebagai makhluk-makhluk jahat dan teramat berbahaya yang patut diwaspadai keberadaannya. Seruan ‘Awas bahaya laten komunis!’, tanpa ada penjelasan seperti apa sosok ‘bahaya laten’ itu dan apa yang disebut ‘komunis’, sudah menjadi mantra resmi pemerintah untuk menakutnakuti masyarakat. Kiranya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dalam propaganda pemerintah mereka yang menjadi sasaran operasi pemberantasan G-30-S ditampilkan bukan sebagai manusia, tetapi sebagai demit, jejadian, atau orang-orang kesetanan. Oleh karena itu mereka layak dianiaya dan disisihkan dari kehidupan kita sehari-hari. Setelah Presiden Soeharto digulingkan pada 21 Mei 1998 muncul cerita-cerita yang berbeda tentang apa yang sebenarnya terjadi. Mereka yang menjadi korban dalam operasi penumpasan G-30-S bergantian angkat bicara. Studi-studi tentang peristiwa G-30-S maupun kekerasan massal yang terjadi setelah gerakan tersebut dilumpuhkan beredar secara luas dan terbuka. Kurikulum pengajaran sejarah di SMA mulai membuka celah bagi guru-guru sejarah untuk menyampaikan versi yang berbeda-beda tentang peristiwa G-30-S di kelas-kelas mereka. Namun, tidak banyak bahan ajar alternatif yang dapat mereka Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 3


gunakan dengan mudah untuk menjelaskan kerumitan di seputar apa yang belakangan disebut ‘Tragedi 1965’. Sementara itu para murid yang memanfaatkan kebebasan memperoleh informasi dari berbagai sumber mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis. Banyak guru menjadi kewalahan. Buku-buku paket yang ada kalau tidak memusatkan perhatiannya pada aksi G-30-S dan perdebatan tentang dalang di balik aksi tersebut, sebagian besar masih mengulang cerita-cerita yang sama dengan versi pemerintah Soeharto. Tetap tidak ada diskusi tentang kekerasan massal, para korban, dan dunia yang mereka hidupi.

Foto dan Bahan ajar baru Dari perbincangan dengan guru-guru sejarah dan anak-anak muda yang tertarik pada sejarah Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) menganggap perlu ada perubahan dalam cara pengajaran Tragedi 1965 di SMA. Sejak 2000 ISSI melakukan wawancara terekam dengan sekitar 600 korban dan mengumpulkan paling tidak 500 foto dari tragedi tersebut. Yang kami soroti dalam penelitian ini bukan hanya penderitaan para korban, tetapi juga pengalaman mereka yang menyenangkan sebelum tragedi menjungkirbalikkan kehidupan mereka. Cerita-cerita korban serta foto-foto mereka seharusnya masuk ke dalam bahan pelajaran sejarah agar tumbuh sudutsudut pandang yang berbeda tentang Tragedi 1965, agar korban dimanusiakan kembali. Para murid perlu mengenal sosok-sosok korban dan kehidupan mereka sebelum dan sesudah tragedi terjadi supaya Dari Lensa Oey Hay Djoen 4


mereka dapat membayangkan seberapa luas kerusakan sosial yang ditimbulkan tragedi ini. Kebetulan pula sejak 2007 ISSI diberi kepercayaan untuk merawat foto-foto koleksi Oey Hay Djoen, salah satu dari sekian puluh ribu orang yang menjadi korban operasi pembasmian G-30-S. Oey Hay Djoen adalah pengusaha nasional dan anggota DPRGR mewakili PKI di masa pemerintahan Soekarno. Setelah kegagalan aksi G-30-S ia ditangkap oleh penguasa militer pada 21 Oktober 1965 dan, seperti puluhan ribu orang lainnya yang dituduh terlibat G30-S, ia ditahan selama 14 tahun tanpa pengadilan. Foto-foto dalam koleksi ini sebagian besar diproduksi oleh Oey Hay Djoen sendiri, yang memang gemar memotret dan mencetak foto di kamar gelap. Dengan beragam lensa ia merekam bukan saja perUsulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 5


jalanan hidup keluarganya, tetapi juga berbagai aktifitas politik dan kebudayaan yang berlangsung antara 1955-1965. Setelah sebagian rumah mereka di daerah Rawamangun diduduki tentara pada 1965, istri Oey Hay Djoen, Jane Luyke, dengan berbagai cara berhasil menyelamatkan foto-foto berharga ini beserta klisenya dari perampasan dan penyitaan. Kami menganggap penting mengangkat foto-foto ini ke permukaan karena dari foto-foto ini kita dapat belajar memahami peristiwa-peristiwa bersejarah di seputar tegaknya Republik Indonesia segera setelah Proklamasi dikumandangkan dari sudut pandang yang berbeda. Bersama seniman grafis Alit Ambara, ISSI menyusun rangkaian foto-foto ini untuk memperlihatkan persinggungan antar dua sisi sejarah: sejarah keluarga dan sejarah bangsa, dan pengaruh yang satu terhadap yang lain. Beberapa bagian dari rangkaian foto ini disusun berdasarkan tema-tema tertentu yang tercantum di dalam Kurikulum 2006 untuk SMA/MA, khususnya untuk kelas XII. Disamping itu kami menambahkan sejumlah tema lain yang tidak secara khusus disinggung di kurikulum untuk memperluas khazanah pengetahuan para murid tentang persoalan-persoalan sosial, politik dan kebudayaan pada periode sebelum Tragedi 1965 terjadi. Kami tidak berniat menyampaikan salah satu versi alternatif tentang peristiwa G-30-S, tetapi menawarkan sebuah metode untuk secara kritis mengamati dan menganalisis peristiwa-peristiwa bersejarah dengan sumber tertentu: foto. Murid-murid akan diajak Dari Lensa Oey Hay Djoen 6


untuk memperhatikan foto-foto yang ditampilkan secara seksama, menafsirkan makna di baliknya, lalu mencoba menyusun cerita tentang foto atau rangkaian foto yang menarik perhatiannya. Para guru diharapkan mendorong murid-murid mencari bahanbahan lain yang tersedia di media-media lain untuk mengembangkan imajinasi mereka tentang peristiwa yang sedang mereka pelajari. Dengan cara seperti ini diharapkan para murid dapat mempelajari sejarah sebagai sesuatu yang hidup, bukan sekedar artefak budaya dari masa lalu, dan terbuka bagi penafsiran yang berbeda-beda. Secara umum kami berharap dengan materi ini para murid dapat beranjak dari pola berpikir yang terkotak-kotak dalam kategori-kategori besar seperti ‘PKI’, ‘tentara’, ‘rakyat’, dll. Keunikan setiap manusia diluruhkan menjadi ‘yang baik’ dan ‘yang jahat’, dan mereka yang ‘PKI/komunis/kiri’ semua jahat. Tak terlalu mengherankan. Ini adalah kelanjutan dari kampanye hitam sesudah kegagalan pemberontakan G-30-S yang mereduksi setiap anggota bangsa ini menjadi dua golongan belaka: ‘PKI’ atau ‘bukan PKI’. Selain itu, kami menawarkan pendekatan yang berbeda terhadap Tragedi 1965 ini untuk mendorong para murid menimbang peristiwa-peristiwa kekerasan lainnya dengan kepekaan dan sikap welas asih yang lebih besar dan tidak cepat membangun prasangka untuk memaklumi kekerasan yang terjadi. Namun, kami tidak ingin meneruskan tradisi melodrama yang selama ini dibangun dalam pelajaran sejarah: peperangan antara yang baik dan yang buruk dengan darah berceceran dan airmata Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 7


bercucuran dimana-mana. Sedikit sekali diantara foto-foto yang kami pilih menggambarkan penderitaan tak terperi. Yang lebih penting dalam pandangan kami adalah pada akhirnya para murid dapat memahami betapa besar kehilangan bangsa ini karena sedemikian banyak warganya diteror, dipenjarakan, disiksa, diperkosa, dibuang, dibunuh dan diberi stigma buruk sampai ke anak-cucu mereka.

Organisasi Bahan Bahan ajar ini dibuat untuk para guru dan murid SMA dan sekolah-sekolah yang sederajat maupun bagi mereka yang tertarik pada sejarah Indonesia periode 1950-65. Sebagai bahan ajar di sekolah esai foto ini dapat digunakan untuk mendampingi buku teks utama yang sudah ada. Ada dua bagian dalam bahan ajar ini. Bagian pertama akan membahas secara singkat penggambaran Gerakan 30 September 1965 menurut pemerintah Orde Baru dan menurut pendapat pihak-pihak lain, termasuk pihak korban. Murid-murid diajak untuk membandingkan dan menganalisa sumber-sumber sejarah yang berbeda, kemudian membuat penuturan-penuturan baru tentang berbagai peristiwa yang sudah mereka pelajari. Bagian kedua akan menampilkan jalinan antara sejarah keluarga Oey Hay Djoen dan sejarah nasional dengan titik tekan periode 1955-1965. Topik-topik yang diangkat di bagian ini adalah sbb.: Dari Lensa Oey Hay Djoen 8


1. Masa kecil Oey Hay Djoen di Malang, Jawa Timur 2. Perkenalan Oey Hay Djoen dengan gerakan nasionalis pasca Proklamasi Kemerdekaan 3. Keterlibatan Oey Hay Djoen dengan gerakan nasionalis kiri/sosialis 4. Upaya Oey Hay Djoen mengembangkan kegiatan usaha dan politik lewat Pemilu 1955, Badan Konstituante, Gapperon, dan PKI 5. Peran Oey Hay Djoen dalam gerakan kebudayaan yang dipimpin Lekra 6. Oey Hay Djoen dan agenda politik anti kolonialisme dan anti imperialisme Soekarno 7. Akhir perjalanan Oey Hay Djoen sebagai pejuang nasionalis dan mantan tahanan politik

Dalam kedua bagian akan ditawarkan cara-cara pemaparan masalah, daftar pertanyaan pemancing di awal pelajaran dan pertanyaan pemahaman di akhir pelajaran, tugas-tugas perorangan dan kelompok, dan tautan ke sumber-sumber lain yang relevan dengan topik-topik yang dibahas. Bahan ini terbuka untuk dikritik, diperdebatkan, dan dikembangkan bersama para pengguna bahan sepanjang keperluannya mendorong agar proses Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 9


pengajaran dan pembelajaran sejarah di Indonesia dapat bersifat semakin ilmiah, demokratis dan manusiawi. Tim Penyusun 23 November 2012

Dari Lensa Oey Hay Djoen 10


USULAN PENGGUNAAN BAHAN AJAR PENDAMPING ‘1965’

Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 11


B

ahan ajar pendamping ‘1965’ ini terdiri dari dua bagian: “Tragedi 1965” dan “Dari Lensa Oey Hay Djoen”. Bagian pertama, “Tragedi 1965” mengacu pada silabus KTSP Sejarah SMA/ MA 2006 untuk jurusan IPS, kelas XII, semester 1 dan untuk jurusan IPA, kelas XI, semester 2. Standar kompetensi yang dituju adalah S.K. 1 (IPS) dan S.K. 2 (IPA) : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru, dengan perhatian khusus pada pembahasan tentang Gerakan 30 September 1965. Bagian kedua, “Dari Lensa Oey Hay Djoen” disusun tidak sepenuhnya mengacu pada butir-butir standar kompetensi tertentu yang ada di silabus namun dapat dipergunakan untuk memperluas pembahasan tentang politik dalam dan luar negeri di masa pemerintahan Presiden Soekarno antara 1950-1965. Dalam silabus KTSP Sejarah SMA/MA 2006 untuk jurusan IPS topik-topik ini dibahas di kelas XII, semester 1 dan 2, dan untuk jurusan IPA di kelas XI, semester 2. ISSI menyarankan agar kedua bagian ini disampaikan secara berurutan karena bagian pertama dimaksudkan sebagai alat bantu untuk mempermudah guru dan murid menempatkan tokoh Oey Hay Djoen yang muncul di bagian kedua dalam konteks sejarah yang dibicarakan. Perkiraan waktu untuk masingmasing bagian adalah antara 1-2 x 1 jam pelajaran (45 menit) bergantung pada kebutuhan murid untuk melakukan penjelajahan terhadap materi yang disampaikan. Dari Lensa Oey Hay Djoen 12


Selanjutnya, di bawah ini ISSI menawarkan satu cara untuk menyampaikan bahan ajar pendamping ini. Tentunya tidak tertutup kemungkinan bagi para guru untuk menyajikannya dengan cara yang berbeda dan memberi kritik dan komentar terhadap usulan ISSI. Di bagian akhir ISSI mengusulkan sejumlah kegiatan lanjutan dan daftar bahan bacaan bagi para murid setelah mereka mempelajari bahan ajar ini. Selamat mencoba!

Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 13


TRAGEDI 1965 A. Pengantar Guru memberi penjelasan tentang bahan ajar pendamping ‘Tragedi 1965’ sebagai alat bantu untuk: mengasah kemampuan murid-murid dalam menimbang dan menganalisis berbagai sumber sejarah secara kritis; memperluas khazanah pengetahuan murid-murid tentang peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada akhir 1965.

B. Pembahasan 1965 sebagai Tragedi Penjelajahan gagasan dengan metode curah pendapat (brainstorming) Tahun 1965 sering disebut sebagai salah satu pembatas zaman dalam sejarah Republik Indonesia. Menjelang akhir tahun ini terjadi peristiwa-peristiwa politik yang mengubah jalan kehidupan bangsa dan negeri ini secara radikal.

1. Guru meminta murid-murid menyebutkan istilah atau kata-kata yang mereka ketahui berhubungan dengan ‘1965’ : Dari Lensa Oey Hay Djoen 14


1965

Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 15


2. Dari isian di lingkaran-lingkaran kecil, guru dapat mengambil sejumlah kata kunci untuk didiskusikan lebih jauh. Contoh kata-kata kunci:

kudeta

kontroversi

Gerakan 30 September (G-30-S) PKI Gerwani Komunis Lubang Buaya Kopkamtib Orde Baru

3. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan lontaran murid-murid:

• Apa yang kamu ketahui tentang Gerakan 30 September 1965? • Dari mana kamu mendengar tentang peristiwa itu? • Apa pendapatmu tentang Partai Komunis Indonesia (PKI)? Jelaskan. Dari Lensa Oey Hay Djoen 16


• Apakah kamu pernah mendengar tentang Gerwani atau Pemuda Rakyat? • Dll.

Tragedi Nasional menurut Orde Baru Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru:

1. Menjelaskan bahwa terjadi banyak perdebatan tentang apa itu Gerakan 30 September dan peristiwa-peristiwa lain yang mendahului maupun mengikutinya. Namun selama 32 tahun hanya ada satu versi yang boleh dibicarakan secara terbuka. Di sini dapat sekaligus dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan ‘kontroversi’.

2. Memaparkan tentang Gerakan 30 September menurut versi Orde Baru/pemerintah dari bahan-bahan yang sudah ada.

3. Menegaskan – sebagai kesimpulan – beberapa hal pokok yang menjadi sumber perbedaan pendapat dalam pembahasan tentang G-30-S 1965 dan peristiwa-peristiwa lain sesudahnya :

• PKI mendalangi G-30-S sebagai upaya Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 17


kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno • Sukarelawan/wati dari organisasi-organisasi Gerwani dan Pemuda Rakyat melakukan ritual bejat, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap para jendral di Lubang Buaya • Kebiadaban PKI dan antek-anteknya menimbulkan amuk massa yang terjadi sejak Oktober 1965 • Tentara di bawah Kopkamtib akhirnya berhasil menenangkan rakyat, serta memulihkan keamanan dan ketertiban umum

Dari Suara Korban: ‘Tragedi 1965’ Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru:

1. Menyampaikan bahwa gerakan Reformasi pada Mei 1998 membuka kesempatan bagi munculnya cerita-cerita yang berbeda, termasuk dari mereka yang menjadi korban dalam berbagai operasi pemberantasan G-30-S. Dapat dilanjutkan dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan pemancing berikut ini:

• Apakah ada yang tahu tentang kontroversi di seputar peristiwa G-30-S? Dari Lensa Oey Hay Djoen 18


• Apakah ada yang pernah mendengar kesaksian korban tentang kekerasan massal yang terjadi setelah G-30-S gagal merebut kekuasaan negara? 2. Memaparkan sejumlah fakta tentang aksi G-30-S dan kejadian-kejadian lain yang mengikutinya yang di masa pemerintahan Orde Baru tidak pernah dapat dibicarakan secara terbuka di dalam maupun di luar kelas-kelas sejarah.

Koran-koran milik Angkatan Darat, Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha, sejak 6 Oktober 1965 dengan gencar memberitakan bahwa para jendral yang dibawa pasukan G-30-S ke Lubang Buaya mengalami “penganiajaan jang dilakukan diluar batas perikemanusiaan” dengan menampilkan fotofoto buram jenazah yang sudah dalam keadaan membusuk. Koran-koran yang sama juga menggambarkan bahwa tubuh Letnan Pierre Tendean dimutilasi dan kedua belah ‘matanja ditjongkel’, sementara perwira yang lain kemaluannya disiletsilet dan dipotong. Kesaksian salah satu anggota tim otopsi jenazah para perwira, dr. Liem Joe Thay (dr. Arief Budianto) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia1: “Soal mata yang dicongkel. memang kondisi mayat ada yang bola matanya copot ... tapi, itu karena sudah lebih tiga hari terendam, bukan karena dicongkel paksa. Saya sampai 1 Prof. Dr. Arief Budianto (dh. Liem Joe Thay) dalam wawancara, “Meluruskan Sejarah Penyiksaan Pahlawan Revolusi”, majalah D&R, 3 Oktober 1998. Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 19


periksa dengan seksama tepi matanya dan tulang-tulang sekitar kelopak mata, apakah ada tulang yang tergores. Ternyata tidak ditemukan.� Hasil otopsi secara umum menyimpulkan bahwa seluruh anggota tubuh dalam keadaan utuh, tidak ada yang dipotongpotong. Bahkan dinyatakan bahwa empat orang dikhitan dan tiga orang tidak dikhitan. Luka-luka ringan dan berat yang didapati di sekujur tubuh ketujuh jenazah diduga merupakan akibat hantaman popor senjata, tusukan bayonet, pukulan atau benturan keras dengan batu dinding atau dasar sumur sedalam tiga lantai gedung bertingkat.2 Pihak penguasa keamanan saat itu tidak pernah memberitakan hasil otopsi di radio dan koran-koran yang mereka izinkan terbit.

2 Akademisi AS ternama, Benedict Anderson, dari Cornell University menulis ulasan hasil otopsi dalam artikel, “How did the generals die?� [Tentang Matinya Para Jendral], Indonesia 43 (April 1987): 109-34.

Dari Lensa Oey Hay Djoen 20


3. Menyampaikan bahwa aktifis-aktifis organisasi massa perempuan terbesar saat itu, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), menjadi tertuduh utama pelaku penyiksaan terhadap para perwira AD. Murid-murid diminta memperhatikan beberapa teks propaganda tentang Gerwani dan melihat foto-foto para aktifis Gerwani serta kegiatan yang mereka lakukan sebelum G-30-S terjadi. Diharapkan ada yang memberi komentar kritis terhadap paparan teks dan foto-foto ini.

4. Memaparkan kronologi singkat tentang kejadian-kejadian pada 1 Oktober 1965 sejak aksi G-30-S dimulai pada dini hari hingga aksi tersebut diakhiri pada petang harinya. Kronologi singkat ini untuk memperlihatkan bahwa pasukan Mayjen Soeharto sebenarnya dengan segera berhasil menguasai keadaan di pusat kekuasaan dan tidak ada perlawanan berarti dari pasukan G-30-S.

5. Menggambarkan bahwa operasi pemberantasan G-30-S ternyata berlanjut dan meluas ke berbagai daerah di seluruh penjuru tanah air. Berita-berita mengerikan di koran tentang penyiksaan dan pembunuhan para jendral menjadi pembenaran bagi kelompok-kelompok anti-komunis yang didukung AD untuk melakukan penyerangan terhadap siapa saja yang diUsulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 21


Dari Lensa Oey Hay Djoen 22


Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 23


anggap anggota atau simpatisan PKI, Gerwani, dan ormas-ormas lain yang sehaluan. Murid-murid dapat membaca dan berkomentar tentang beberapa kesaksian korban tentang apa yang mereka alami di awal operasi pemberantasan G-30-S

6. Menjelaskan bahwa Presiden Soekarno terus menerima laporan akan dampak memilukan dari tindak kekerasan anti-PKI di Jawa dan Bali dan berusaha mengakhiri pemberitaan yang menyudutkan PKI dan organisasi-organisasi massa yang dianggap berafiliasi dengannya, termasuk Gerwani. Ia mengundang wartawan untuk menyampaikan hasil otopsi yang menunjukkan dengan jelas bahwa pemberitaan adanya penyiletan penis dan pencungkilan mata para jendral tidak benar. Dalam pidatonya kepada Kantor Berita Antara pada 12 Desember 1965 Presiden Soekarno meminta para wartawan agar menyiarkan berita yang telah terbukti kebenarannya dan berhenti menyebarkan kisah-kisah bohong: “Apakah wartawan itu mengira, kami ini bodoh? Apa maksudnya? Mengaduk-aduk perasaan kebencian! Apa maksudnya, sekali lagi, apa maksudnya penis diiris-iris seratus kali dengan silet? ‌ Apakah bangsa kita begitu rendah martabatnya, sehingga koran-koran menulis tentang hal-hal khayalan begini?â€?3 3 Pidato Soekarno dimuat dalam Budi Setiyono dan Bonnie Triyana, ed., Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Sukarno 30 September 1965 – Pelengkap Nawaksara, 2 volume, Semarang: MESIASS, 2003, hal. 86. Dari Lensa Oey Hay Djoen 24


Hanya dua surat kabar yang menyiarkan seruan Soekarno pada 13 Desember 1965, yaitu Sinar Harapan dan Suara Islam.4 4 Lihat Benedict Anderson, “How did the generals die?”

7. Menampilkan cuplikan pidato Presiden Soekarno tentang situasi negara pasca G-30-S. Naskah pidato yang lengkap dapat digunakan sebagai bahan diskusi kelompok. Cuplikan Amanat Presiden Sukarno dihadapan wakil-wakil Partai Politik di Guesthouse Istana, Djakarta, tanggal 27 Oktober 1965 Saja mendapat kesan, bahwa sebagian daripada bangsa kita dalam amarahnja terhadap kepada orang-orang jang mendjalankan 30 September itu melupakan keselamatan negara kita dan keselamatan Revolusi kita. Terlalu sebagian daripada bangsa kita itu alam fikirannja, perasaan-perasaannja, dikonsentrirkan hanja kepada kedjadian 30 September tok. Dan djikalau kita berbuat, berpikir, bersikap demikian, kita kadang-kadang melupakan keselamatan negara dan keselamatan Revolusi. Saja mendapat kesan, bahwa sebagian daripada bangsa kita ini bersikap sebagai berikut: Kita ini mempunjai rumah, didalam rumah kita itu kita mempunjai kuweh besar, katakanlah kuweh spekkoek atau kuweh talam. Kuweh spekkoek atau kuweh talam atau kuweh getuk. Kuweh ini pada satu saát digrogoti atau dimakan oleh tikus, oleh segerombolan tikus. Kemudian kita sudah barang tentu marah kepada tikus ini, dan kita mau sedikitnja menangkap tikus ini, kalau bisa malahan membunuh tikus ini. Tetapi dalam usaha kita untuk menangkap tikus ini atau membunuh tikus ini kita berbuat satu keslahan besar. Jaitu ada golongan-golongan jang mau membakar rumah ini sama Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 25


sekali. Mau menangkap tikus atau mau membunuh tikus, seluruh rumahnja dibakar. Nah ini sudah njata satu sikap jang salah sekali. Kita dalam hendak menangkap tikus itu harus tetap menjelamatkan rumah, djangan kita merusak rumah, djangan kita membakar rumah ini. Inilah tamsil jang saja pakai untuk menggambarkan suasana dan  kedjadian- kedjadian dikalangan rakjat jang Saudara-saudara pimpin sesudah 30 September itu.

C. Diskusi

1. Diskusi dapat dilakukan bersama seluruh kelas atau dibagi dalam kelompok-kelompok untuk membahas dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

• Mengapa pihak Angkatan Darat tidak mengeluarkan hasil otopsi jenazah para korban G-30-S yang sebenarnya? • Apakah kekerasan terhadap mereka yang dituduh terlibat aksi G-30-S absah? • Apakah negara atau anggota masyarakat boleh melakukan tindak kekerasan terhadap para anggota dan simpatisan PKI dan organisasi-organisasi yang dekat dengan PKI? 2. Membaca teks pidato Soekarno secara lengkap dan membuat analisis tentang teks Dari Lensa Oey Hay Djoen 26


tersebut. Dapat menggunakan Lembar Kerja Analisis Dokumen Tertulis yang terdapat di Lampiran 1 untuk membantu murid mempelajari sumber utama. Catatan Peralihan dari Bagian I ke Bagian II: “Ya, saudara-saudara, barangkali sayalah satu-satunya Presiden sesuatu negara di dunia ini, negara yang bukan dinamakan negara Sosialis, yang menghadiri satu Kongres Partai Komunis. Nah, betapa tidak saudara-saudara! Betapa tidak hendak saya hadiri, kan saudara-saudara juga orang Indonesia, warganegara Indonesia, pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia, pejuang-pejuang menentang imperialisme yang membela kemerdekaan Indonesia ini. Saudara-saudara adalah utusan-utusan daripada sebagian Rakyat Indonesia, saudara-saudara adalah sama-sama orang-orang bangsa Indonesia. Malah saya akan berkata dalam bahasa Jawa, saudara-saudara itu, “Yo sanak, yo kadang, malah yen mati aku sing kelangan” [Ya saudara, ya keluarga, kalau mati saya ikut kehilangan.] -- Pidato Soekarno pada penutupan Kongres Nasional ke-6 PKI, 16 September1959

Sebagian besar korban operasi penumpasan G-30-S adalah pejuang-pejuang nasionalis yang dengan gigih mewujudkan kemerdekaan RI dan mempertahankan kedaulatannya sejak 17 Agustus 1945. Apakah mereka bagian dari PKI, atau organisasiorganisasi massa independen yang berhaluan sosialis/komunis, atau pribadi-pribadi pendukung setia Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 27


cita-cita Soekarno, semuanya bekerja di bidang yang berbeda-beda, bahu-membahu, untuk membangun negara-bangsa yang baru 20 tahun usianya. Inilah alasan Soekarno mencanangkan poros NasAKom (Nasionalisme, Agama dan Komunis). Karena alasan ini pula Soekarno tidak pernah tunduk pada tuntutan pembubaran PKI pada awal 1966.

Dari Lensa Oey Hay Djoen 28


Dari Lensa Oey Hay Djoen (1955-1965)

A. Pengantar

1. Guru mengingatkan para siswa dan mengulas kembali peristiwa G-30-S dan Tragedi 1965 yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya.

2. Guru menjelaskan bahwa bahan suplemen ‘Dari Lensa Oey Hay Djoen’ adalah esai foto yang dapat digunakan untuk: memperluas khazanah pengetahuan para siswa tentang peristiwa-peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia antara 1950-1965;

3. Guru menjelaskan tentang:

• Hubungan antara Soekarno dan mereka yang dikorbankan (lihat Catatan Peralihan) • Perlunya murid-murid mengenal siapa korban dan bagaimana kehidupan mereka lewat kisah tentang OHD dan keluarganya; Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 29


• Keterkaitan antara sejarah hidup OHD dengan perkembangan situasi ekonomi, politik dan kebudayaan di Indonesia yang dipengaruhi politik internasional.

B. Pembahasan

1. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan pemancing diskusi, misalnya:

• Apa yang kalian ketahui tentang peran kaum Tionghoa peranakan dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia? • Apakah kalian mengenal tokoh-tokoh dari golongan Tionghoa yang memberi sumbangsih bagi pembangunan negeri ini? • Apakah kalian pernah mendengar istilah ‘gerakan kiri’ dalam sejarah Indonesia? 2. Guru menyampaikan presentasi esai foto OHD (dapat diselingi diskusi untuk bagian-bagian yang menarik atau kurang dipahami murid)

3. Guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan faktual tentang setiap topik yang dibahas. Misalnya: Dari Lensa Oey Hay Djoen 30


• Dimanakah Malang? Apa itu Pecinan? Siapakah Karl May, Sir Arthur Conan Doyle? • Siapakah Amir Sjarifoeddin? • Apakah ada yang pernah mendengar tentang Lekra sebelumnya? (Mungkin ada yang pernah membaca karya Pramoedya Ananta Toer.) • Apakah ada yang pernah mendengar tentang Ganefo, KWAA, atau KIAPMA sebelumnya? • Apa itu DPR-GR • Apakah ada yang pernah mendengar/membaca tentang tapol atau napol? Istilah apa itu? • Apakah ada yang pernah mendengar/membaca tentang penjara-penjara yang ditempati OHD? (Salemba, Tangerang, Nusakambangan) • Apakah ada yang pernah mendengar/ membaca tentang Pulau Buru? Dimana itu? Tempat apa? Apakah masih ada sekarang

Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 31


C. Diskusi Kelompok

• Melihat foto-foto tertentu dan membuat gelembung-gelembung percakapan – kirakira apa yang dibicarakan orang-orang di dalam foto-foto tersebut? • Membandingkan suasana, sosok, cara berpakaian, mimik, tampilan gedung atau suasana kota di masa lalu dan masa kini • Mengenali atribut-atribut atau obyek-obyek tertentu di dalam foto yang tidak disinggung dalam penjelasan foto

Untuk membantu proses diskusi tentang foto dapat menggunakan Lembar Kerja Analisis Foto yang terdapat pada Lampiran 2.

KEGIATAN LANJUTAN Kegiatan-kegiatan lanjutan yang diusulkan dapat dilakukan sendiri maupun berkelompok di luar sekolah. Seandainya hasil kegiatan ini akan dipresentasikan, sebaiknya dilakukan berkelompok demi efisiensi waktu.

I. TRAGEDI 1965

1. Membaca buku Dalih Pembunuhan Massal Dari Lensa Oey Hay Djoen 32


karya sejarawan John Roosa khusus Bab I Kesemrawutan Fakta-fakta dan merekonstruksi terjadinya peristiwa G-30-S. Murid-murid dapat menggunakan diagram, foto, atau bahkan animasi apabila memiliki perangkat audio-visual yang cukup lengkap.

2. Menulis reportase alternatif tentang Gerakan 30 September berdasarkan bahan-bahan yang telah dipaparkan dan didiskusikan di kelas. Kalau ada akses ke perpustakaan, kantor Arsip Nasional, atau bahan-bahan lain dari internet, silakan dijadikan acuan pula. Reportase dapat berupa laporan khusus dengan panjang kurang lebih 300-500 kata dan usahakan memakai foto-foto bersejarah.

3. Melakukan wawancara dengan orang-orang tua di dalam keluarga atau komunitas terdekat (generasi yang lahir sebelum 1955) dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan zaman peralihan dari pemerintahan Soekarno ke Soeharto pada paruh akhir dekade 1960an. (Guru dapat membuat latihan menyusun daftar pertanyaan bersama).

4. Menulis makalah pendek dengan analisis utama penggunaan media massa untuk kepentingan propaganda. Panjang tulisan antara 1000-1500 kata dan harus dilengkapi dengan Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 33


sumber-sumber pertama yang jelas. Penggunaan foto sangat diharapkan.

5. Mempersiapkan diskusi tentang Oey Hay Djoen dengan:

• Membaca bahan-bahan tambahan tentang korban, misalnya reportase majalah Tempo tentang pembunuhan massal, atau bukubuku tentang korban yang telah diterbitkan untuk umum; • Melihat film-film tentang Tragedi 1965, seperti The Act of Killing, Forty Years of Silence, Shadow Play, Tjidurian 19, dll. dan membandingkannya dengan film produksi pemerintah, Pengkhianatan G30S/PKI; • Mempelajari bahan Oey Hay Djoen melalui DVD atau internet.

II. Dari Lensa Oey Hay Djoen

1. Mencari foto-foto bersejarah dan menulis esai foto tentang peristiwa yang digambarkan fotofoto tersebut. Sumber dapat dicari di Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, atau internet.

Dari Lensa Oey Hay Djoen 34


2. Menafsirkan kejadian-kejadian yang ada di film ‘bisu’ tentang Jakarta 1964 yang telah diunggah ke situs Oey Hay Djoen di ISSI.

3. Bagi mereka yang gemar memotret dan membuat film dapat mencoba mencari foto-foto bangunan di masa lalu dan memotret atau membuat klip film pendek bangunan-bangunan/situs-situs yang sama di masa kini. Misalnya: Universitas Res Publica dan Universitas Trisakti

4. Mewawancarai anggota keluarga atau sesepuh di komunitas tentang periode pasca Proklamasi sampai 1965 dan menulis artikel pendek tentangnya. (Guru dapat membantu membuat daftar pertanyaan bersama sebelumnya).

5. Mewawancarai korban/penyintas atau keluarganya dan membuat artikel atau klip film tentang mereka. (Guru dapat membantu membuat daftar pernyataan bersama sebelumnya)

6. Berkunjung ke situs-situs bersejarah yang ada hubungannya dengan topik-topik yang dibicarakan, misalnya: Bundaran HI, Gedung Merdeka di Bandung, museum, penjara, dll.

Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 35


LAMPIRAN 1 LEMBAR KERJA ANALISIS DOKUMEN TERTULIS

1. JENIS DOKUMEN (Pilih satu): ___ Koran

___ Peta

___ Iklan

___ Surat

___ Telegram

___ Laporan

___ Memorandum

___ Siaran Pers

___ Lain-lain

2. KUALITAS FISIK DOKUMEN YANG UNIK (Pilih satu atau lebih): ___ Kop surat menarik

___ Catatan-catatan kecil

___ Ditulis tangan

___ Cap “DITERIMA”

___ Diketik

___ Lain-lain

___ Bermeterai

3. TANGGAL DOKUMEN: _____________________________________________________ 4. PENULIS ATAU PENCIPTA DOKUMEN: _____________________________________________________ Dari Lensa Oey Hay Djoen 36


JABATAN (GELAR): _____________________________________________________ 5. UNTUK SIAPA DOKUMEN TERSEBUT DITULIS ? _____________________________________________________

6. KETERANGAN TENTANG DOKUMEN (Ada banyak cara untuk menjawab butir A-E.) A. Sebutkan tiga hal yang dinyatakan penulis dokumen yang Anda anggap penting: _____________________________________________________ _____________________________________________________ _____________________________________________________

B. Menurut Anda mengapa dokumen ini ditulis? _____________________________________________________ _____________________________________________________ _____________________________________________________

C. Apa bukti dalam dokumen yang membantu Anda untuk tahu Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 37


alasan dokumen tersebut ditulis? Kutip dari dokumen. _____________________________________________________ _____________________________________________________ _____________________________________________________

D. Sebutkan dua hal yang diungkapkan dokumen ini tentang kehidupan di Indonesia saat dokumen ditulis: _____________________________________________________ _____________________________________________________ _____________________________________________________

E. Tulislah pertanyaan ke penulis dokumen yang tentang hal-hal yang tidak terjawab dalam dokumen: _____________________________________________________ _____________________________________________________ _____________________________________________________

Diadaptasi dari bahan yang dirancang dan dikembangkan oleh Staf Pendidikan, Arsip Nasional AS, Washington, DC 20408. Dari Lensa Oey Hay Djoen 38


LAMPIRAN 2 LEMBAR KERJA ANALISIS FOTO

Tahap 1 Pengamatan A. Pelajari foto selama 2 menit. Bangun kesan keseluruhan tentang foto tersebut lalu kaji setiap hal yang ada di dalam foto. Selanjutnya, perhatikan foto dalam empat bagian dan pelajari setiap perempat sudut untuk melihat apakah ada detil-detil baru yang muncul. _____________________________________________________ _____________________________________________________

B. Gunakan tabel di bawah untuk mendaftar orang, obyek dan kegiatan di dalam foto Orang

Obyek

Kegiatan

Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 39


Tahap 2. Penyimpulan Berdasarkan observasi Anda, sebutkan tiga hal yang dapat Anda simpulkan dari foto ini. _____________________________________________________ _____________________________________________________ _____________________________________________________

Tahap 3. Pertanyaan A. Pertanyaan-pertanyaan apa yang muncul dalam pikiran Anda saat melihat foto ini? _____________________________________________________ _____________________________________________________

B. Kemana Anda dapat mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Anda? _____________________________________________________

Diadaptasi dari bahan yang dirancang dan dikembangkan oleh Staf Pendidikan, Arsip Nasional AS, Washington, DC 20408.

Dari Lensa Oey Hay Djoen 40


Daftar Bacaan Lanjutan

Buku Alam, Ibarruri Putri. Roman Biografis Ibarruri Putri Alam, Anak Sulung D.N. Aidit. Jakarta: Hasta Mitra, 2006. Anderson, Benedict. Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988. Ardi, R. Juki. Aku Bukan Jamilah. Jakarta: Gramedia, 2011. Budiardjo, Carmel. Bertahan Hidup di Gulag Indonesia. Kuala Lumpur: Wira Karya , 1997. Bustam, Mia. Dari Kamp ke Kamp: Cerita Seorang Perempuan. Jakarta: Spasi dan VHR Book, 2008. Katoppo, Aristides, Purnama Kusumaningrat, JMV. Soeparno, dan Moh. Cholil, Menyingkap Kabut Halim1965. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000. Kolimon, Mery dan Liliya Wetangterah, penyunting. MemoriMemori Terlarang: Perempuan Korban dan Penyintas Tragedi ’65 di Nusa Tenggara Timur. Kupang: Yayasan Bonet Pinggupir, 2012. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Kejahatan terhadap Kemanusiaan Berbasis Jender: Mendengarkan Suara Perempuan Korban Peristiwa 1965. Jakarta: Komnas Perempuan, 2007. Kusni, J.J. Di tengah Pergolakan: Turba Lekra di Klaten. Jogjakarta: Ombak, 2005. Notosusanto, Noegroho dan Ismail Saleh. Tragedi Nasional: Percobaan Kup G 30 S/PKI di Indonesia. Jakarta: Intermassa, 1993. Raid, Hasan. Pergulatan Muslim Komunis. Yogyakarta: LKPSM/ Syarikat, 2001. Ratih, Agung Ayu, Hilmar Farid, Th. J. Erlijna, dan M. Fauzi, penyunting. Kukuh di Jalan Kemanusiaan: Memoar Ade Rostina Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 41


Sitompul. Jakarta: Elsam, 2012. Roosa, John, Ayu Ratih, dan Hilmar Farid, penyunting. Tahun yang Tak Pernah Berakhir: Memahami Pengalaman Korban 65 - esai-esai sejarah lisan. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Tim Relawan untuk Kemanusiaan, Institut Sejarah Sosial Indonesia, 2004. __________. Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto. Jakarta: Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra, 2008. Sembiring, Garda dan Harsono Sutedjo, penyunting. Gerakan 30 September: Kesaksian Letkol (Pnb) Heru Atmodjo. Jakarta: PEC, 2004. Setiawan, Hersri. Kamus Gestok. Yogyakarta: Galang Press, 2003. __________. Memoar Pulau Buru. Magelang: Indonesia Tera, 2004. Setiyono, Budi dan Bonnie Triyana, penyunting. Revolusi Belum Selesai. Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965-Pelengkap Nawaksara. 2 jilid. Semarang: Mesiass, 2003. Soe Hok Gie. Orang-orang Di Persimpangan Kiri Jalan. Yogyakarta: Bentang Budaya, 2005. __________. Zaman Peralihan. Yogyakarta, Bentang Budaya, 1995. Sudjinah. Terempas Gelombang Pasang: Riwayat Wartawati dalam Penjara Orde Baru. Jakarta: Pustaka Utan Kayu, 2003. Sulami. Perempuan-Kebenaran dan Penjara. Jakarta: Cipta Lestari, 1999. Susanti, Francisca Ria. Kembang-Kembang Genjer. Jakarta: Lembaga Sastra Pembebasan, 2006 Siauw Tiong Djin. Siauw Giok Tjhan. Jakarta: Hasta Mitra, 1999. Tan Swie Ling. G 30 S 1965, Perang Dingin dan Kehancuran Nasionalisme - Pemikiran Cina Jelata Korban OrBa. Jakarta: Komunitas Bambu dan LKSI, 2010. Toer, Pramoedya Ananta dan Stanley Adi Prasetyo, penyunting. Memoar Oei Tjoe Tat: Pembantu Presiden Soekarno. Jakarta: Hasta Mitra, 1998. Dari Lensa Oey Hay Djoen 42


__________. Nyanyi Sunyi Seorang Bisu. 2 jilid. Jakarta: Lentera, 1997. Weiringa, Saskia. Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Jakarta: Garba Budaya, 2002. Yuliantari, Rhoma Dwi Aria dan Muhidin M. Dahlan. Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakyat 1950-1965. Yogyakarta: Merakesumba, 2008. Artikel Anderson, Benedict, “How Did the Generals Die?” Indonesia No. 43, April 1987. Budianto, Arif. Dalam wawancara. “Meluruskan Sejarah Penyiksaan Pahlawan Revolusi.” Majalah D&R, 3 Oktober 1998. Farid, Hilmar. “Mengenang Oey Hay Djoen (1929-2008)”, Mengenang 100 hari meninggalnya Oey Hay Djoen. Buklet tidak diterbitkan. Jakarta 25 Agustus 2008. Lerlerc, Jaques “Aidit dan Partai pada tahun 1950.” Prisma 11, No. 7, Juli 1982. Oey Hay Djoen. “Krisis Perusahaan Rokok”. Pantja Warna, Oktober 1953. Rochiat, Pipit. “Saya PKI atau Bukan PKI!” Majalah Gotong Royong. Perhimpunan Pelajar Indonesia, 1988. Wertheim, W.F. “Sejarah tahun 65 yang Tersembunyi.” Dalam Bonar Tigor Naipospos, penyunting. Plot TNI AD-Barat. Di Balik Tragedi ’65. Jakarta: Tapol-MIK-Solidamor, 2000. Liputan Khusus Majalah Tempo, “Pengakuan Algojo 1965”. 1-7 Oktober 2012 Sastra (karya eks Tahanan Politik dan kaum eksil) Aleida, Martin. Malam Kelabu, Ilyana dan Aku: Kumpulan Empat Cerita Pendek. Jakarta: Yayasan Darma Warga, 1998. 88 p. Aleida, Martin. Layang-Layang Itu Tak Lagi Mengepak Tinggi-Tinggi. Jakarta: Emansipasi, 1999. Aleida, Martin. Perempuan depan Kaca: Dan Dongeng dari Dunia Usulan Penggunaan Bahan Ajar Pendamping ‘1965’ 43


Lain. Jakarta: Darma Warga, 2000. 96 p. Aleida, Martin. Leontin Dewangga: Kumpulan Cerpen. Jakarta. Kompas, 2003. Aleida, Martin. Jamangilak Tak Pernah Menangis. Jakarta: Gramedia, 2004. Aleida, Martin. Dendam Perempuan dan Cerita Lain. Jakarta: Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, 2006. Kembara, A. dkk. Di Negeri Orang: Puisi Penyair Indonesia Eksil. Jakarta: Lontar and Yayasan Sejarah Budaya Indonesia, 2002. Sontani, Utuy Tatang. Di Bawah Langit tak Berbintang. Jakarta: Pustaka Jaya, 2001. Sontani, Utuy Tatang. Menuju Kamar Durhaka: Sepilihan Cerita Pendek Karya Sastrawan Eksil. Jakarta: Pustaka Jaya, 2002. Sukanta, Putu Oka. Selat Bali: Sajak-Sajak Buat Burung Camar. Jakarta: Inkultra Foundation, 1982. Sukanta, Putu Oka. Merajut Harkat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Sukanta, Putu Oka. Di Atas Siang di Bawah Malam. Jakarta: GagasMedia, 2004. Sukanta, Putu Oka. Rindu Terluka. Jakarta: Metafor, 2004 Untuk daftar pustaka yang lebih lengkap, silakan menengok situs ISSI: http://www.sejarahsosial.org/?p=38

Dari Lensa Oey Hay Djoen 44


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.