EDISI
92
XVIII/APRIL 2013
Rp 3000 ISSN 1410-7384
SUARAUSU.CO LAPORAN KHUSUS AGAR MEREKA TAK LAGI “BEDA”
PODJOK SUMATERA UTARA HIKAYAT MASJID KUNING
2 suara kita lepas
vv
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
suara redaksi
Rektor dan Hak Prerogatifnya Redaksi
M
erujuk pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) USU pasal 57 ayat (1) bahwa menunjuk sosok pengganti dekan merupakan hak prerogatif rektor. Jika sesuai janji rektor, Maret lalu seharusnya digelar pelantikan an tar waktu untuk satu kursi pejabat tinggi USU yang telah enam bulan kosong . Ialah, Dekan Fakultas Ekonomi (FE). Lamanya rektor menunjuk seorang dekan untuk memimpin FE mulai dirasa banyak pi hak. Salah satu yang benar-benar fatal adalah penandatangan ijazah lulusan FE. Arifin Lubis, Pembantu Dekan (PD) II yang merangkap Pelaksana tugas (Plt) Dekan FE tidak mau menandatangani ijazah mahasiswa FE terse but lantaran perkara statusnya tersebut. Tentang hal ini rektor hanya berkilah ten tang kesibukan beliau. Adapula masalah inter nal di FE sendiri yang agaknya juga menjadi pertimbangan rektor dalam menggunakan hak kuasanya. Ada faksi ataupun perpecahan di FE, yaitu terbentuknya kubu-kubu pendu kung calon dekan. Lebih terlihat bijak jika para petinggi dekanat mulai meretas ego dan bergegas kembali menata kehidupan FE ke depan agar lebih baik. Tak harus menunggu tumpukan lembaran ijazah mahasiswa FE untuk mene tapkan nama pemilik tangan yang harus menandatanganinya. Lagi, tentang kepala Pusat Sistem Informa si (PSI) yang sudah menjadi lembaran cerita lama. Posisi yang sekaligus merangkap Ke pala Perpustakaan tersebut sudah dua tahun kosong. Ridwan A Siregar mengundurkan diri di masa awal jabatannya. Bukannya segera mencari pengganti baru untuk kepala PSI dan Perpustakaan, Surat Keputusan (SK) rektor malah menyatakan wakil PSI dan Perpustakaan agar tetap men jalankan sistem yang sudah ada dan koordi nasi langsung pada rektorat. Satu yang masih menjadi alasan sistem ini diterapkan adalah peninjauan ulang dari pihak rektorat. Nanti nya, jika hasil peninjauan ulang kepala PSI dan Perpustakaan memang lebih baik dipisah, maka akan dipisah. Tapi, nanti. Padahal, kalau boleh kita mengingat mo mentum di bulan Mei, 2012. Prof Syahril Pasa ribu melantik Raja Bongsu Hutagalung sebagai Pembantu Rektor (PR) III di pergantian antar waktu untuk menggantikan Eddy Marlianto yang dilepas dari jabatannya terkait masalah pelanggaran moral pada Maret di tahun yang sama. Di sini, beliau menggunakan hak pre rogatifnya dengan tepat waktu dan tidak ber lama-lama. Masalah Dekan FE ataupun Kepala PSI mungkin rasa rektor tidak sepenting pejabat rektorat. Tapi faktanya tidak hanya sistem kinerja atau birokrasi yang semakin dipersu lit, mahasiswa juga demikian. SK rektor kian dinanti, harapan kosong yang hanya diberi. Seharusnya tidak ada lagi alasan terlupa atau terlalu sibuk dengan ber bagai urusan apapun itu, ini posisi strategis yang akan berdampak tragis jika tak segera diselesaikan. Segeralah pergunakan hak pre rogatif anda, Rektor USU!
TEMU RAMAH
Tiga puluh delapan anggota dan alumni pers mahasiswa SUARA USU berfoto bersama usai ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU Temu Ramah 2013. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga silaturahmi anggota dan alumni. RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU
Salam jurnalistik! Tak terasa sudah memasuki bulan ke empat di tahun 2013. Tabloid SUARA USU hadir untuk kali kedua. Diharapkan tabloid kali ini lebih baik dari segi pe nyajian berita dan tampilan dari yang sebelumnya. Edisi 92 ini, SUARA USU me nilik tentang mahasiswa-ma hasiswa Drop Out (DO) di USU pada rubrik Laporan Utama. DO hadir menjadi opsi ketika ma hasiswa ternyata tak sanggup menyelesaikan masa studinya sesuai syarat yang sudah diten tukan. Maka muncul lah otonom DO yang berbeda ditiap fakultas. Mahasiswa yang terancam DO biasanya diberikan evaluasi dan peringatan oleh pihak jurusan. Ada juga anjuran untuk maha siswa S1 yang terancam DO untuk pindah ke program DIII. Berbagai kisah tentang DO baik cerita ma hasiswa maupun prosedur yang mengaturnya telah disajikan pada rubrik ini. Rubrik Laporan Khusus meng
suara sumbang
hadirkan tentang orientasi seksual para mahasiswa USU. Kisahnya akan dikemas secara menarik dari penyandang gelar lesbian, gay, biseksual, transeksual, interseksu al, questions yang akrab disingkat LGBTIQ secara langsung. LGBTIQ pun kerap memunculkan kon troversi. Ada yang menganggap LGBTIQ sebagai penyakit atau sesu atu yang tak patut diterima dan ada juga yang mendukung adanya LGBTIQ ini. Bagaimana cara maha siswa LGBT menghadapi kehidup an sehari-hari? Kisah lengkapnya terangkum pada halaman 14-15. Ada juga cerita tentang pene rapan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dicanang kan di beberapa fakultas. Seperti Fakultas Keperawatan (Fkep), Fakultas Ilmu Budaya (FIB), dan Fakultas Ekonomi (FE). Bagaima na sistem kurikulum baru diterap kan pada setiap fakultas? Masalah pelik kepengurusan Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU yang tak kunjung berganti kepengurusan juga. Ketidaksiapan laporan per tanggungjawaban (LPJ) menjadi
alasan utama dari pihak pema 2012. Padahal, sudah seharus nya tahun ini pema dikuasai oleh kepengurusan yang baru. Tak kalah menariknya, kisah tentang pelantikan antar waktu. Sudah 5 bulan, Almarhum Jhon Tafbu Ritonga meninggal dunia. Jabatannya sebagai Dekan FE tak kunjung diisi. Nasib sama juga menghampiri jabatan ketua Pusat Sistem Informasi (PSI). Keduanya belum ada mendapatkan calon pengganti yang jelas dan siap men jabati posisi masing-masing. Ber bagai informasi ini akan dikemas secara apik lewat rubrik Ragam. Untuk rubrik Potret Budaya, ada cerita malam berinai dari adat Melayu. Sebuah prosesi yang di lakukan wanita yang akan melak sanakan pernikahan. Simak juga hikayat masjid kuning, masjid ter tua di Medan dalam rubrik Podjok Sumut. Sekian sambutan dari redaksi SUARA USU. Semoga informasi yang disajikan dapat bermanfaat dan menginspirasi kita semua. Se lamat membaca! (Redaksi)
suara pembaca
Pemira USU Kapan Pemilihan Raya (Pemira) USU diselengga rakan? Intinya, kapan Presiden Mahasiswa (Pres ma) meletakkan jabatannya. Masalahnya ini sudah lewat masa jabatan. Alasannya karena mau menga dakan kongres untuk memperbaiki Petunjuk lak sana (Jutlak) dan Tata laksana ormawa (TLO), tapi sampai saat ini hal itu belum juga terlaksana. Ganda Wijaya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2009
Dekan FE AUDIRA AININDYA | SUARA USU
Aceh pamerkan bendera baru, lambang provinsi Bah, ini yang mau jadi negara federal! Oknum tak dikenal sebarkan isu palsu Pemira USU Udah gak sabar nyalon jadi presma ya, geng?
Saya menyoroti lamanya Dekan Fakultas Ekonomi (FE) terpilih. Dengan status dekan yang masih Pelaksana tugas (Plt), ijazah mahasiswa enggak bisa ditandatangani. Ini masalah yang harus segera mendapat solusi. Fahmi Sitorus Fakultas Ekonomi 2009
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
kata kita
suara kita 3
Dilematik Golput
P
Pilkada Sumut 2013
emilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumatera Utara (Sumut) tahun 2013 menuai banyak masalah teru tama pada jumlah pemilih yang sangat minim. Dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) 10.310.872 jiwa yang terdaftar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hanya
Junita VR Sitinjak Fakultas Ilmu Budaya 2009 Sikap golput itu wajar. Keke cewaan masyarakat sudah terlanjur besar terhadap pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, serta janji-janji mereka yang tidak terealisasi. Dari semua calon yang ada ti dak ada yang dapat diharap kan merubah kondisi saat ini karena seperti pada lazimnya ketika mereka telah duduk sebagai kepala daerah maka hanya kepentingan segelintir orang yang akan diutamakan.
5.001.430 atau sekitar 48,51 persen yang menggunakan hak pilihnya. Sementara jum lah Golongan Putih (Golput) mencapai angka 5.309.000 atau 51,49 pesen seperti dilansir dari Waspada Online 15 Maret 2013. Bagaima na tanggapan mahasiswa mengenai golput pada Pilkada Sumut ini? (Hendro H Siboro)
Raymond Saptahari Fakultas Hukum 2011 Sesungguhnya pilkada kali ini bukanlah kemenangan ma syarakat Sumut, disebabkan tidak semua masyarakat me nyuarakan haknya. Memang untuk kalangan golput tidak dapat disalahkan karena diba lik itu semua pasti mereka punya alasan masing-masing. Namun, konsekuensi dari si kap golput yakni masyarakat harus siap dengan kebijakan dari kepala daerah yang ter pilih nantinya.
Chandra Elia A Tarigan Fakultas Teknik 2010 Pada dasarnya tidak setuju dengan golput. Namun, faktor waktu yang hanya satu hari dan jarak kampung halaman yang jauh dapat dikemuka kan sebagai alasan tinggi nya angka golput di Pilkada Sumut kali ini. Golput terdiri dari alasan yang beragam seperti karena faktor idealis me yang tak peduli siapapun calon yang ada. Maupun apa tis yang pesimis dengan para calon setelah melihat rekam jejaknya.
Arief Hidayatullah Daulay Kansrida Tarigan Fakultas Kesehatan Masyarakat 2012 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik 2011 Pilhan untuk golput dan memilih itu kembali ke orangnya masing-masing. Kalau sudah mengetahui manfaat dari memilih semestinya dia memilih. Negatif sekali orang-orang yang tidak memilih walaupun dia telah mengeta hui manfaat dan kegunaan dari ikut memilih. Lain halnya dengan orang-orang dikampung yang kurang mendapat sosialisasi tentang pilkada sehingga mereka tidak menggunakan haknya.
Golput itu wajar, karena merupakan pilihan sendiri. Daripada harus memaksa memilih, ke mudian akan berujung pada pilihan yang salah. Namun, angka golput yang mencapai 52 persen tidak wajar karena sangat tinggi untuk ukuran pilkada. Banyaknya golput disebabkan oleh ma syarakat sudah bosan dengan calon-calon yang ada yang dinilai tidak dapat membawa perubah an. Daripada mereka memaksakan untuk me milih dan berujung pada penyesalan.
FOTO-FOTO: ANDIKA SYAHPUTRA, HENDRO H SIBORO, WENTY TAMBUNAN | SUARA USU
konten suara kita laporan utama opini dialog ragam
2 4 8 9 10
galeri foto podjok sumut laporan khusus mozaik potret budaya
12 13 14 16 18
riset resensi iklan momentum profil
19 20 21 23 24
DESAIN SAMPUL: GIO OVANNY PRATAMA FOTO SAMPUL: SOFIARI ANANDA
Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara Penasehat: Pembantu Rektor III Universitas Sumatera Utara Pemimpin Umum: Debora Blandina Sinambela Sekretaris Umum: Sri Handayani Tampubolon Bendahara Umum: Pebri Hardiansyah Pohan Pemimpin Redaksi: Ipak Ayu H Nurcaya Sekretaris Redaksi: Audira Ainindya Redaktur Pelaksana: Hadissa Primanda Koordinator Online: Aulia Adam Redaktur: Apriani Novitasari, Cristine Falentina Simamora, Mezbah Simanjuntak Redaktur Foto: Rida Helfrida Pasaribu, Sofiari Ananda Redaktur Artistik: Gio Ovanny Pratama Reporter: Elfyanti Zega, Erista Marito O Siregar, Lazuardi Pratama, Rati Handayani, Ridho Nopriansyah, Riska Aulia Sibuea, Sri Wahyuni Fatmawati P Fotografer: Andika Syahputra, Wenty Tambunan Desainer Grafis: Icha Decory, Audira Ainindya, Yanti Nuraya S Ilustrator: Yanti Nuraya S, Wenty Tambunan Pemimpin Perusahaan: Baina Dwi Bestari Manajer Iklan dan Promosi: Maya Anggraini S Manajer Produksi dan Sirkulasi: Ferdiansyah Desainer Grafis Perusahaan: Siti Alifa Sukmaradia Staf Perusahaan: Amalia Wiliani, Sonya Citra Brastica Kepala Litbang: Izzah Dienillah Saragih Sekretaris Litbang: Malinda Sari Sembiring Koordinator Riset: Fachruni Adlia Koordinator Kepustakaan: Renti Rosmalis Koordinator Pengembangan SDM: Guster CP Sihombing Staf Riset: Fredick Broven E Ginting Staf Kepustakaan: Hendro H Siboro Staf Ahli: Yulhasni, Agus Supratman, Tikwan Raya Siregar, Rosul Fauzi Sihotang, Yayuk Masitoh, Febry Ichwan Butsi, Rafika Aulia Hasibuan, Vinsensius Sitepu, Eka Dalanta Rehulina, Muliati Tambuse, Risnawati Sinulingga, Liston Aqurat Damanik, Mona Asriati, Fanny Yulia
ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi: Jl. Universitas No. 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara 20155 E-mail: suarausu_persma@yahoo.com Situs: suarausu.co Percetakan: PT Medan Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) Tarif Iklan: Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Peristiwa (BW) Rp 800/mm kolom, Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Profil (FC) Rp 1500/mm kolom Informasi Pemasangan Iklan dan Berlangganan, Hubungi: 085373932285, 085270772526 Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email: suarausutabloid@ymail.com
DROP OUT
4 laporan utama Renti Rosmalis
A
lfred Teopilus, mahasiswa DIII Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) akan menye lesaikan kuliahnya Agustus mendatang. Awalnya, Statis tika bukanlah jurusan yang ia pilih. Sebelumnya, ia pernah mencicipi rasanya menjadi mahasiswa Fakultas Teknik (FT) Departemen Teknik Sipil tahun 2008 silam. Namun, semuanya tak berjalan lancar seperti yang ia harapkan. Saat semes ter satu dan dua, ia belum menemukan kendala ber arti dalam perkuliahannya. Semua lancar sampai ia ber gaul kembali dengan temanteman lamanya di luar kam pus. Teman SMA tepatnya. Alfred melupakan kewajiban kuliahnya. Ia larut dalam ke asyikan bermain dengan te man-temannya. Sering nong krong dan main video game. Bahkan kala itu kuliah bukan lagi hal yang wajib baginya. Melihat tingkat kehadir an diperkuliahan yang ren dah, beberapa teman kuliah nya mengingatkan. Namun, diabaikannya. Ia masih ter lena serunya bolos kuliah. Ja ngankan teman, dosen pem bimbing pun tak ditemuinya sejak duduk di semester tiga. “Setelah isi KRS (kartu ren cana studi –red) online, aku enggak lapor,” ujarnya. Mendekati akhir semester tiga, Alfred mulai merasa kha watir perihal intensitas ke hadirannya yang tidak cukup untuk mengikuti ujian. Alhasil, ia benar-benar tidak dapat mengikuti ujian dan harus rela memperoleh nilai E. Peristiwa itu membuat Alfred memantapkan niat untuk memperbaiki kuliah nya. Memasuki semester em pat, Alfred membaca buku peraturan akademik guna melihat batasan minimal satuan kredit semester (SKS) yang harus diambil. ”Saat itu aku kurang tujuh SKS lagi, niat menuhin sih. Cari aman,” katanya. Tapi tak ada tinda kan pasti yang dilakukannya. Alfred kembali tidak mengi kuti perkuliahan. Persentase kehadiran Alfred pun hanya mencapai sepuluh persen. Lagi, di semester empat Al fred tidak diijinkan mengi kuti ujian. Tidak lama setelahnya, Alfred mendapat panggil an dari bagian pendidikan. Mereka bilang ia dalam kon disi yang sulit untuk melan jutkan kuliahnya. Ia dianjur kan untuk pindah jurusan ke program DIII. Karena jauh dari orang tua, Alfred tak pernah
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
Di Balik Layar
DO Mahasiswa USU
Sejatinya, ada banyak hal yang menyebabkan mahasiswa putus studi. Tapi kembali lagi, keputusan berhenti atau tetap melanjutkan kuliah adalah mutlak pilihan mahasiswa itu sendiri. Koordinator Liputan : Renti Rosmalis Reporter : Amalia Wiliani, Erista Marito O Siregar, Rida Helfrida Pasaribu dan Renti Rosmalis
SOFIARI ANANDA | SUARA USU
PENGUMUMAN
Pemberitahuan untuk calon Drop Out (DO) mahasiswa Akuntansi DIII di ruang bagian pendidikan Fakultas Ekonomi (FE), Kamis (4/4). Pada Januari-Maret 2012, D3 Akutansi memiliki tujuh mahasiswa DO Status Tak Jelas.
mendapat teguran. Di sini ia tinggal di kos-kosan, jadi semua kegiatannya tak dapat langsung dipantau orang tua. Saat orang tuanya diberitahu perihal tersebut, tak pelak
amarah pun harus diteri manya. Meski begitu ia tak kehilangan dukungan orang tua untuk melanjutkan kuli ah di program DIII Statistika. Namun luput dari Drop
Out (DO) tak dialami Roy Candra. Setahun yang lalu ia adalah mahasiswa Departe men Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) 2008. Namun, sekarang ia
tak lagi menyandang status mahasiswa. Bersama 8 orang temannya dari departemen yang sama, ia diputuskan DO tahun 2011. Ia pernah dipanggil pihak departemen saat kuliah di semester dua. Roy diberitahu oleh teman-teman sekelas nya untuk menghadap ke pi hak departemen. Sebenarnya Roy tahu tujuan dari pemang gilannya tersebut. Masalah indeks prestasinya (IP) yang rendah. Bahkan ia diperin gati melalui kartu hasil studi (KHS) untuk meningkatkan IP di semester depan. Meski telah mendapatkan perin gatan, tak ada tekad baik yang ditunjukkan olehnya. Roy datang ke kampus, na mun ia tak mengikuti kelas. “Ya kuliah cuma seadanya aja, enggak sepenuh hati,” ujarnya. Peringatan diabaikan, pe rubahan tak juga ditunjukan. Surat evaluasi pun dilayang kan oleh fakultas pada Roy. Ia diberitahu bahwa kondisi IP dan intensitas kehadirannya tidak memungkinkan untuk melanjutkan kuliahnya. Untuk menghindari DO tersebut Roy diberi pilihan yaitu bermohon untuk pindah ke program DIII atau mengundurkan diri. Ma hasiswa yang DO tidak mem peroleh transkip nilai, sedang kan jika mengundurkan diri atau pindah bisa memperoleh transkip nilai. Namun kedua tawaran ini tidak dihiraukannya. Saat itu ia merasa kuliah bukanlah hal penting baginya. Akhir nya ia pun DO. Kekecewaan keluarga harus diterimanya, Ayahnya bahkan sulit untuk memercayainya lagi. Sementara Santo, ter paksa berhenti kuliah untuk membantu orang tuanya. Se hari-hari ia bekerja dengan berdagang sawit milik keluar ganya. Bukan keputusan yang gampang saat ia memilih un tuk bekerja. Saat itu ia tengah berstatus mahasiswa Departe men Ilmu Administrasi Negara FISIP 2010. Saat semester satu dan dua ia masih kuliah sep erti biasa. Absensi yang bagus, dan IP cukup 2,9. Namun, saat memasuki semester tiga ia mulai melihat keadaan eko nomi keluarganya yang mem buruk. Saat itulah ia putuskan untuk berhenti kuliah dan bekerja membantu orang tua. “Ekonomi keluarga merosot, ke depannya nanti bakal ada biaya lain yang dibutuhkan,” jelasnya. Sebelum keputusan ini ia ambil, ia pernah mencoba mengikuti seleksi beasiswa, “Ya enggak jebol beasiswanya, mau gimana lagi,” sesal Santo. Semester tiga mulai ber langsung, bersamaan dengan itu ia mulai meninggalkan
DROP OUT
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013 kuliah. Tak ada laporan yang diberikannya ke pihak de partemen maupun fakultas. Ia menghilang begitu saja. Pulang ke kampung hala man di Rantau Prapat dan akhirnya bekerja. Saat keputusan berhenti ia pilih, keluarganya sangat menyesalkan keputusan tersebut. Namun, keputusan nya sudah bulat dan tak bisa diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk keluarganya. Setahun berhenti kuliah, tahun 2012 Santo pun meni kah. Karena keputusan terse but, istrinya juga mening galkan kuliahnya. Bahkan sebulan lalu ia pun dikaru niai seorang anak. Tahun lalu ia ada mendapat kabar dari teman kampus nya bahwa ia dipanggil ba gian pendidikan. Ia jelas tahu maksud dari pemanggilan tersebut. Yaitu untuk pemba hasan kejelasan kuliah yang telah hampir dua semester ia tinggalkan. Pemanggilan tersebut tak dipenuhi karena memang tak ada lagi niatnya untuk melanjutkan kuliah. Ia lebih memilih membantu ke luarga dan membina keluarga barunya. Sekarang, telah terhitung empat semester kuliah telah Santo tinggalkan. Untuk itu ia tahu bahwa ia telah di DO. Lain lagi cerita Ghani (bukan nama sebenarnya). Tahun 2011 lalu, Ghani lulus Seleksi Nasional Masuk Per guruan Tinggi (SNMPTN) di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Departemen Sastra Jepang.
Ia mengikuti perkuliahan dengan baik pada tahun per tama. Hingga memasuki se mester dua, adik kelasnya saat SMA sering belajar un tuk ikut ujian SNMPTN ber sama Ghani. Ini membuat ia pun tertarik untuk kembali mengikuti ujian SNMPTN. Akhirnya pada Mei 2012 Ghani mengikuti ujian SNMPTN lagi. Banyak yang meragukannya termasuk orang tuanya sendiri. Ibu Ghani sempat terkejut me ngetahui pernyataan Ghani dan menanyakan alasannya untuk ujian ulang. “Sebenar nya enggak ada masalah sih, hanya iseng,” jawab Ghani. Isengnya berbuah hasil, ia lu lus di Fakultas Psikologi (FPsi) USU. Lulus di FPsi, kuliah di FIB pun ditinggalkannya. Ghani memulai perkuliah an baru di bangku FPsi tanpa surat pengunduran diri atau surat penundaan kegiatan aka demik (PKA) yang dikirimnya ke FIB. Tanpa Ghani ketahui, ia masih berstatus mahasiswa aktif di FIB sampai sekarang. Saat PD (Pembantu Dekan) I FIB Husnan Lubis mengecek portal USU di usu.ac.id Jumat (5/4) lalu, ia masih melihat nama Ghani tertera sebagai mahasiswa aktif dan belum DO hingga akhir semester genap 2012/2013. Artinya, sekarang Ghani berstatus ma hasiswa aktif di dua fakultas berbeda. “Setahu saya enggak ada yang boleh kayak gitu,” kata Husnan. Ia menambah kan hal ini termasuk kelemah an sistem informasi USU yang
belum bisa mendeteksi hal-hal seperti ini. Pun demikian, nama Ghani masuk kategori mahasiswa akan dievaluasi keberhasilan belajarnya akhir semester ini. Sebab terhitung hingga akhir semester genap Juni nanti, mahasiswa tahun 2011 harus lulus 45 Sistem Kredit Semes ter (SKS). Sedangkan Ghani hanya lulus 36 SKS, yaitu SKS yang lulus semester pertama dan kedua. *** Dalam buku Peraturan Akademik Program Sarjana USU yang dikeluarkan rektor, DO terdiri dari dua penyebab umum. Pertama, DO karena evaluasi belajar, meliputi ab sensi, beban SKS dan IP yang tidak mencukupi. Kedua, DO status tidak jelas (STJ), ter untuk mahasiswa yang ti dak mengikuti perkuliahan selama dua semester bertu rut-turut atau lebih tanpa me ngajukan PKA. Tercatat dari data Biro Administrasi Akademik, rentang tahun 2008 hingga 2011, DO dengan sebab eva luasi belajarlah yang paling mendominasi. Tahun 2008 ada 425 mahasiswa DO, lalu tahun 2009 sebanyak 514 orang. Kemudian 745 ma hasiswa DO tahun 2010, dan 438 mahasiswa tahun 2011. Dari data tersebut, FT dan Fakultas Pertanian (FP) men jadi fakultas dengan jumlah mahasiswa DO tertinggi. Na mun, tahun 2010 dan 2011 lalu adalah puncaknya. Tahun 2010,
laporan utama 5
YANTI NURAYA S | SUARA USU
ada 183 mahasiswa FT yang DO dan 145 mahasiswa di FP. Se mentara tahun 2011, sebanyak 156 mahasiswa FP dan 92 Ma hasiswa FT yang DO. Pembantu Rektor (PR) III Raja Bongsu Hutagalung mengatakan, ada banyak fak tor yang menyebabkan putus studinya mahasiswa. Namun mayoritasnya, faktor utama mahasiswa DO adalah ulah dari mahasiswa itu sendiri. Hal ini diamini Pembantu Dekan (PD) I Fakultas Ke dokteran Gigi (FKG) Zulkar nain. Ia sering mendapati mahasiswa yang datang ke kampus tapi malah seharian di kantin. “Ketika ditanya ke napa tidak masuk, alasannya terlambat,” katanya. Menurut Bongsu, bagai mana pun faktor tersebut, peran dosen pembimbing
SOFIARI ANANDA | SUARA USU
DATA DO
Rekapitulasi mahasiswa undur diri, Drop Out (DO), Mutasi, Penundaan Kegiatan Akademik (PKA) dan Aktif Kuliah Kembali (AKK) bulan Januari sampai Maret 2012, Jumat (5/4). Dari lima tahun terakhir, jumlah DO tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan total jumlah 1.341 mahasiswa.
sangat diperlukan jika ini ter kait masalah beban SKS atau intensitas kehadiran. “Lah, pas dia minta tanda tangan KRS periksa dulu IP-nya, terus periksa juga beban SKS yang diambil,” jelas Bongsu. Bongsu melanjutkan, jika terdapat keganjalan lang sung tanyakan apa masalah mahasiswa tersebut. “Saya dulu sempat juga enggak mau kuliah lagi, tapi saya konsultasi ke biro konsultasi mahasiwa,” kenangnya. Zulkarnain misalnya, ta hun lalu menerima laporan 13 orang mahasiswanya ter kena DO evaluasi dan tiga orang STJ. Untuk itu, maha siswa tersebut ditawarkan beberapa pilihan meliputi permohonan mengundurkan diri, pindah ke program DIII atau memberikan surat per janjian untuk memperbaiki diri. Mereka akan dibimbing oleh dosen pembimbing un tuk menentukan beban SKS yang akan diambil. Namun, menurut PD I FMIPA Marpongahtun, pe ran dosen pembimbing aka demik (PA) hanya sekadar memberi masukan kepada mahasiswa asuhnya yang bermasalah. “Peran dosen PA untuk masalah DO itu tidak ada,” ujarnya. Muhammad Tarmuzi, Pembantu Dekan (PD) I FT sepakat dengan hal ini. Ia mengaku pihaknya bahkan tidak melakukan peringatan terhadap mahasiswa yang terancam DO. “Mahasiswa sudah dewasa, tentu sudah mengerti,” katanya. Meskipun begitu, Bongsu mengatakan mahasiswa tetap dituntut untuk lebih aktif dalam mencari penyelesaian terhadap masalah-masalah akademik yang dihadapinya, seperti merasa sulit beradap tasi, absen dan IP. Ia merasa bahaya apabila mahasiswa membiarkan dirinya terlarut dalam masalah. Akhirnya ia akan kehilangan arah dan DO akan terjadi.
6 laporan utama
DROP OUT
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
Antara Pilihan dan Kebuntuan Koordinator Liputan : Pebri Hardiansyah Pohan Reporter: Malinda Sari Sembiring, Riska Aulia Sibuea, Sonya Citra B dan Pebri Hardiansyah Pohan
RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU
Peraturan
Buku peraturan akademik program Sarjana Universitas Sumatera Utara. Buku yang berisi peraturan-peraturan yang diberikan kepada setiap mahasiswa ketika mendaftar ulang sebagai mahasiswa baru
Aturan mengenai Drop Out (DO) beragam di tiap universitas. Di USU prosedurnya di serahkan pada pihak fakultas. Ragam masalah DO mahasiswa dikembalikan lagi pada tiap aturan tersebut. Pebri Hardiansyah Pohan
D
irektorat Jen dral Pendi dikan Tinggi (Dirjen Dikti) tidak mengatur sistem pencabutan status mahasiswa bagi perguruan tinggi. Alhasil, USU menga tur sendiri sistem pencabu tan status mahasiswanya. Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Rektor No. 1023/J05/SK/PP/2005. Di dalamnya ada dua hal yang menjadi sebab mahasiswa DO, yaitu dengan evaluasi ke berhasilan belajar dan status tak jelas (STJ). Ada beberapa hal yang
termasuk ke dalam kategori evaluasi keberhasilan bela jar. Pertama, mahasiswa yang aktif kuliah, namun indeks prestasi (IP) di bawah angka dua. Maka akan dilakukan evaluasi mengenai keberha silan belajarnya. Kedua, setiap dua semes ter akan diadakan evaluasi jumlah satuan kredit semes ter (SKS) yang lulus, misalnya pada semester dua maha siswa diwajibkan lulus mini mal 22 SKS, semester empat 45 SKS, semester enam 72 SKS dan semester delapan 96 SKS. Apabila jumlah SKS tersebut tidak tercapai, maka akan dilakukan evaluasi. Ketiga, mengenai masalah kehadiran. Apabila kurang dari 80 persen tiap semes ternya, maka mahasiswa ti dak diperkenankan untuk ikut ujian akhir semester. Sementara itu yang ter masuk kategori STJ adalah mahasiswa yang tidak mengi kuti perkuliahan selama dua semester berturut-turut
atau lebih tanpa mengajukan PKA. Mahasiswa dengan kate gori STJ akan dinyatakan DO tanpa ada evaluasi. “Macammacam alasannya, kebanyak an itu mahasiswa baru yang ngulang SPMB lagi, jadi USU ditinggalkannya,” jelas Ke pala Biro Administrasi Aka demik melalui Bisru Hafi, Kepala Humas USU. Sistem pada SK Rektor tersebut sama diterapkan di semua fakultas. Namun, mahasiswa dengan kategori evaluasi keberhasilan belajar akan dinyatakan DO setelah melalui beberapa prosedur. Sistem evaluasi ini berbeda di tiap fakultas. Di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) misalnya, pihak fakultas akan segera mem beri peringatan saat ada ma hasiswanya yang memeroleh indeks prestasi kumulatif (IPK) atau absensi yang ber masalah. Mahasiswa yang tidak datang selama dua semes
ter akan dihubungi pihak fakultas. Ketika mahasiswa tersebut tidak bisa dihubungi lagi, pihak fakultas akan membuat laporan ke rek torat bahwa ia tidak aktif lagi seperti dijelaskan Pembantu Dekan (PD) I FKG Zulkar nain. Untuk mahasiswa yang gagal ujian, maka diadakan ujian remedial. Ada ujian remedial satu, ujian reme dial dua sampai ujian grand remedial. “Itu jika maha siswanya betul-betul parah,” ujarnya. Dalam pemutusan masa studi mahasiswa, Fakultas Matematika dan Ilmu Penge tahuan Alam (FMIPA) juga mengikuti prosedural dari peraturan akademik USU. PD I FMIPA Marpongahtun menjelaskan sebelum memu tuskan masa studi akan ada evaluasi untuk mahasiswa yang biasanya dilakukan pada semester genap. Jumlah minimal SKS yang lulus, IPK yang tidak memenuhi syarat
dan kehadiran adalah penye bab dari pemutusan. Namun sebelum itu, ma hasiswa akan dipanggil dan akan berkonsultasi ke bagian akademik fakultas. Akhirnya akan ada sebuah perjanjian dengan tanda tangan di atas materai. Baik perjanjian un tuk segera menyesaikan masa studi dengan tenggat waktu tertentu, hingga perjanjian agar di semester selanjutnya, mahasiswa akan lebih baik keberhasilan akademiknya. Sementara pada Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dikatakan PD I FIB Husnan Lubis banyak mahasiswa yang tidak bisa dihubungi dan akhirnya DO dengan STJ. “Kebanyakan ya mahasiswa yang enggak aktif lagi. Mereka pun udah jarang konsultasi sama kita (bagian akademik -red) jadi kita gak bisa pastikan apa penyebab mereka DO,” jelas Husnan. Husnan mengaku banyak solusi pihak fakultas yang bisa ditawarkan kepada ma hasiswa yang terancam DO
DROP OUT
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013 hasiswa yang sudah habis masa studi misalnya, fakultas akan memberikan dispensasi memperpanjang masa stu dinya dengan membuat per janjian terlebih dahulu, dan mempertimbangkan berapa lama ia bisa menyelesaikan studinya. Ada juga tawaran untuk memberikan kelas simultan. Bahkan kalaupun pada se mester genap, mahasiswa gagal mata kuliah semester ganjil, Husnan mengatakan akan dibuka kelas simultan mata kuliah semester ganjil tersebut. Fakultas Ekonomi (FE) menerapkan dua opsi untuk mahasiswa yang dianggap ti dak mampu lagi menjalankan perkuliahan. Mengundurkan diri atau DO. Namun untuk mahasiswa SI diperkenan kan memilih program DIII, seperti yang tertuang dalam keputusan rektor tersebut. Selain itu, jika dibutuhkan akan ada pemanggilan orang tua mahasiswa tersebut. Tu juannya selain agar maha siswa tersebut bertanggung jawab terhadap perkuliahan nya, juga untuk mengetahui kemauan mahasiswa terse but. “Sebenarnya apakah dia yang ingin kuliah atau orang tuanya,” kata Fahmi. Pembantu Rektor (PR) I Prof Zulkifli Nasution menga takan bahwa sistem DO di USU tidak fleksibel. “Ada hal-hal tertentu, tapi bukan fleksibel namanya,” tegas Zulkifli. Misalnya apabila ada ma hasiswa yang seharusnya DO, dan sebelumnya sudah membuat perjanjian akan se lesai pada tanggal yang telah ditetapkan. Namun ternyata
ditemukan bahwa kesalahan bukan terdapat pada maha siswa itu melainkan karena dosen pembimbingnya, maka akan diberi kelonggaran un tuk menambah masa studi hingga tanggal yang ditentu kan. Menilik aturan DO Ins titut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, PR I IAIN Prof Hasan Asari meng aku peraturan DO di kam pusnya tidak begitu ketat. Penggunaan sistem yang be lum berbasis teknologi infor masi menjadi alasan sulitnya menyaring mahasiswa yang akan DO. “Sampai sekarang masih ada aja mahasiswa yang se mester 13 bahkan 14,” kata Hasan. Hasan menjelaskan pro sedur evaluasi hingga kepu tusan DO juga diterapkan di IAIN. “Namun dalam penera pannya, kasus per kasus itu berbeda penanganannya se tiap mahasiswa, sebab kita tidak bisa asumsikan setiap masalah itu sama,” kata Hasan. Untuk itu, pihaknya akan menanyai permasalahan ma hasiswanya, lalu akan cross check lagi ke dosen pem bimbing akademik (PA). Apa bila kasusnya dipandang per lu kehadiran orang tuanya, maka orang tua mahasiswa tersebut akan dipanggil juga. Hal tersebut, menurut Hasan, akan lebih baik dan lebih berhati-hati hingga akhirnya dianggap mahasiswa terse but tidak mampu mengikuti perkuliahan lagi. Namun, jika seorang ma hasiswa yang hendak DO ma sih mau menyelesaikan kuli ahnya, maka pihaknya akan
memberi ruang bagi maha siswa tersebut. Diungkapkan Hasan ma hasiswa DO di IAIN lebih banyak terjadi karena ma salah IP-nya yang rendah. Pasalnya, hal tersebut lebih gampang terdeteksi oleh pegawai. Masa studi juga menjadi salah satu penyebab maha siswa DO di IAIN SU. Hasan menceritakan ada kasus di
Dosen PA pun harus berinteraksi dan punya quality time dengan mahasiswa didiknya Rosmiani mana mahasiswa yang su dah skripsi namun pada saat penelitiannya ia lalai menger jakannya, hingga akhirnya dikeluarkan. “Ada kasus berlebihan masa studi, tapi dengan jumlah yang sangat sedikit,” tambah Hasan. Hasan menjelaskan, selain hal akademis, penyebab lain mahasiswa DO di kampusnya yaitu karena pelanggaran tata tertib. Tata tertib IAIN sendiri diatur dalam Kepu tusan Rektor IAIN SU No. 264 Tahun 2012. Di dalamnya termasuk juga pelanggaran moral dan keagamaan. Tapi, ia tak tahu pasti jumlah mahasiswa yang su dah DO. “Tapi sepertinya pasti ada lah setiap tahun,” katanya. Faktor Diri Sendiri dan
laporan utama 7 Lingkungan Rosmiani, PD II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) adalah dosen PA Nicko (bukan nama sebenarnya), mahasiswa Departemen So siologi FISIP 2006. Semes ter dua, Nicko datang sambil mengajukan surat pengajuan PKA. Katanya, ia ingin kerja. Kepada Rosmiani, Nicko meng aku bahwa ia seorang yang kurang mampu. Ia pun cuti se lama satu semester. Semester tiga ia kembali. Namun bukannya kuliah, Nicko malah mengajukan su rat PKA kembali. Rosmiani mulai curiga. Penampilan Nicko, tak seper ti orang kurang mampu. Ia juga tak jarang muncul di kampus. Akhirnya Rosmi ani memanggilnya kembali. “Kamu sebenarnya ada apa sih?” tanya Rosmiani. Rosmi ani mulai mendekati Nicko secara personal. Dari cerita Nicko, Rosmi ani mengetahui bahwa orang tua Nicko adalah seorang pengusaha. “Dengan begitu, berarti dia sebelum kuliah sudah ada masalah di keluar ganya,” simpul Rosmiani. Sebagai sosiolog pendidik an, Rosmiani memaparkan se bab lain enggannya mahasiswa kuliah dilihat dari sisi sosial nya. Mahasiswa tersebut bisa jadi salah pilih jurusan, karena pada saat mendaftar ia hanya ingin sekadar lulus. Ujungnya, ia tidak bisa mengikuti pelaja ran hingga tak menyukai juru san tersebut. Kemudian, mahasiswa tersebut tidak bisa berinter aksi dengan teman-temannya di kampus sehingga setiap informasi dari kampus tidak ia dapatkan. Ada juga kasus
mahasiswa yang berbeda lingkungan sosial. “Waktu di kampung dia orang yang biasa saja, ketika sampai di Medan, dia terkejut dengan keadaan metropolitan ini,” tutur Rosmiani. Rosmiani menambahkan, menurutnya ada tiga pelaku yang mendorong keberhasil an mahasiswa. Faktor kemau an mahasiswa menjadi faktor terpenting, seberapa besar kemauan ia untuk berkuliah. “Jangan-jangan dia kuliah karena orang tuanya yang menyuruh dia kuliah, ter lebih kalau itu pilihan orang tuanya,” kata Rosmiani. Lalu yang kedua, keluarga sebagai institusi sosial terke cil yang paling berpengaruh dengan psikologis dan emo sional mahasiswa tersebut. Jika seorang anak di rumah baik dan ditanamkan nilainilai baik maka kemana pun anak itu melangkah pasti akan tetap baik. Kemudian lingkungan uni versitas. Ada banyak aspek yang bisa dilihat di universi tas. Ada lingkungan perteman an mahasiswa tersebut di kampus, apakah ia bergaul dengan teman-teman yang berperilaku buruk dan bukan orang yang bernilai budi luhur atau malah mahasiswa keba likannya. “Ada juga masalah dosen ‘killer’,” kata Rosmiani. Solusi terbaik masalah ini dijelaskan Rosmiani, mahasiswa mau berkon sultasi dengan dosen PA-nya masing-masing. “Dosen PA pun harus berinteraksi dan punya quality time dengan mahasiswa didiknya.” Dari sanalah si dosen bisa menge tahui masalah-masalah ma hasiswanya.
Riset Laporan Utama Berikut adalah grafik jumlah mahasiswa yang drop out selama lima tahun terakhir serta penyebabnya. Grafik ini tidak memerhatikan jumlah mahasiswa se-USU. Data dihitung untuk mahasiswa program sarjana (S1) dan diploma (D3). Data ini diperoleh dari Bagian Akademik, Badan Pusat Administrasi. (Litbang)
Persentase Penyebab DO per Tahun dari tahun 2008 hingga 2012
8 opini
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
Politik Orang Pintar
Realitas Pemilu di Kampus Rafyq Alkandy Ahmad Panjaitan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2012 DOKUMENTASI PRIBADI
M
ahasiswa dapat di katakan sebagai se seorang yang punya inteligensi tinggi di dalam masyarakat. Po tensi yang besar dan perlakuan yang istimewa merupakan salah satu keun tungan mahasiswa untuk bergerak ak tif, sayang sekali bila tidak digunakan dengan maksimal. Mahasiswa sejatinya bukan hanya penting bagi negara tapi juga bagi masyarakat di sekitarnya.
YANTI NURAYA S | SUARA USU
Saya tidak terlalu setuju dengan istilah agent of change (agen perubah an) untuk mahasiswa, karena itu menggambarkan bahwa peranan ma hasiswa hanya sebagai agen dalam perubahan. Seolah mahasiswa hanya alat untuk perubahan itu, bukannya se bagai pencetus perubahan. Mahasiswa yang mempunyai idealisme seharus nya berpikir dan bertindak bagaimana mengembalikan kondisi negara men jadi ideal. Karena itu mahasiswa ditun
SURAT DAN PENDAPAT Jalan Universitas No. 32 B, Kampus USU, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara
suarausutabloid@ymail.com
087868869549
Pers Mahasiswa SUARA USU
@SUARAUSU
Redaksi menerima tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksi mal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan.
tut bukan hanya menjadi agen perubah an, melainkan pencetus perubahan ke arah yang lebih baik. Lantas pertanyaannya adalah jika orang yang dianggap memiliki in telektual yaitu mahasiswa sudah ti dak mampu lagi membuat perubahan, negeri kita akan menjadi apa? Orangorang di birokrasi yang seenaknya me nyelewengkan kekuasaan itu adalah produk kampus, di mana asal mula kepribadian perilaku politik berasal. Bila kita ingin merubah sistem yang ti dak lagi sesuai dan akhlak pejabat kita, marilah memulainya dari kampus. Di dunia politik, lewat perilaku politik kita dapat menentukan seorang pemimpin. Indonesia adalah negara demokratis. Dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945 setiap warga nega ra berhak memilih dan dipilih. Pe milihan umum (pemilu) dalam negara demokrasi merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digaris kan konstitusi. Salah satunya prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berke daulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan. Dari prinsip pemilu tersebut ter gambar bahwa pemilu merupakan kegiatan politik yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kekua saan. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat se cara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations (hubungan publik), komuni kasi massa, lobi dan kegiatan lainnya. Meskipun agitasi dan propaganda di negara demokrasi sangat dikecam, na mun dalam kampanye pemilu, teknik tersebut banyak dipakai oleh para kandidat atau politikus melalui komu nikasi politik. Di kampus, perilaku politik sudah mulai ditanamkan ketika menyandang status mahasiswa. Kampus adalah miniaturnya negara. Lembaga-lem baga politik negara ada imitasinya di kampus. Maka tak salah jika kita men jadikan kampus sebagai alur pergan tian agency (pelaku) politik di sebuah negara. Di kampus mahasiswa belajar bagaimana menyelenggarakan sebuah kegiatan-kegiatan politik contoh pemi lu Pemerintahan Mahasiswa (pema). Walau tidak semegah kegiatan politik negara, tapi cukup untuk mengindika sikan bahwa mahasiswa akan menjadi pelaku politik ketika lulus nanti di ma syarakat. Melaksanakan pemilu di kampus berarti memberi sinyal bahwa sistem
ini akan terus berjalan dan para par tisipator akan terus berganti. Namun, sangat aneh ketika sebuah proses pemilu tidak bisa dilaksanakan de ngan baik di arena kaum intelektual. Bila membicarakan kaum intelektual pasti sudah tidak ragu lagi dengan kualitas, kapabilitas dan integritasnya dalam mengelola sebuah sistem. Tapi nyatanya, malah menjadi lebih buruk. Hanya menjalankan sistem yang ada pun tidak bisa. Jika manusia yang se dang diolah di kampus tidak mampu dan tidak berakhlak. Apa jadinya bila manusia tersebut masuk ke masyara kat dan menebar virus-virus mismoral. Sebenarnya apa indikator yang me nyebabkan keraguan kita dengan andil politik mahasiswa sekarang? Tidak tegasnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) kampus adalah salah sa tunya. KPU sama sekali tidak bisa me ngontrol para kandidat dengan baik. Mereka seenaknya mengeluarkan as pirasi tanpa ada etika di dalam kehidup an yang demokrasi ini. Melakukan berbagai macam pelanggaran seperti membuang surat suara. Kedua, tidak adanya kesakralan akan peristiwa ini. Semua orang yang berpartisipasi dalam pemilu kampus terlihat main-main. Baik KPU dan para kandidat. Seakan tak ada bedanya di dalam dan di luar kampus. Para kan didat dan Kelompok Aspirasi Maha siswa (KAM) yang berkampanye tidak menunjukkan wibawa seorang akti vis kampus. Menggunakan kata-kata pasaran dan tertawa saat kampanye. Bagaimana mungkin mahasiswa ter tarik dengan demokrasi di kampus. Sangat riskan ketika orang pintar yang menyandang kaum intelektual ti dak bisa melaksanakan proses pemilu dengan baik dan benar. Jangankan se bagai pencetus perubahan, mencon tek sistem yang sudah ada pun tidak bisa. Seharusnya mahasiswa mampu menunjukkan bahwa politik orang pintar dalam pemilu di kampus lebih baik daripada di luar kampus. Political behaviour (perilaku politik) maha siswa sangat memprihatinkan. Mereka yang nantinya akan menjadi produk bangsa ini ke depannya tidak mampu memaknai kesakralan pemilu. Kita sudah bisa melihat hasil produk perguruan tinggi di negeri ini. Pejabat, pemimpin para elite bangsa yang tersandung kasus korupsi, de moralisasi, tidak menghayati sebuah kemerdekaan dan jabatan politik yang dipegangnya. Mari memahami bahwa “kita adalah bahan yang akan menjadi produk negara”. Negara ini butuh generasi cerdas dan ber akhlak.
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
dialog 9
Tumbuhkan Minat Bertanam
Lewat Medan Berkebun Di Indonesia terdapat gerakan sosial bernama Indonesia Berkebun yang tersebar di 27 kota di seluruh Indonesia, salah satunya adalah Kota Medan. Di Medan, gerakan ini disebut Medan berkebun.
Berdiri sejak Oktober 2011, Medan Berkebun menggunakan konsep urban farming, yaitu konsep berkebun atau bertani di kawasan perkotaan dengan memanfaatkan lahan-lahan yang menganggur, maupun
lahan sisa yang sering dianggap negative space untuk kota. Simak wawancara reporter SUARA USU Izzah Dienillah Saragih dengan Koordinator Lapangan Medan Berkebun, Muhammad Fikri Ridho.
RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU
Biodata Nama: Ahmad Fikri Ridho
Tempat dan Tanggal Lahir: Pematang Siantar, 27 April 1992
Pendidikan: SD Swasta RA Kartini, Tebing Tinggi 1997-1999 SD Swasta Eria, Medan 1999-2003 SMP Negeri 3 Medan 2003-2006 SMA Negeri 2 Medan 2006-2009 Ilmu Tanah Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU 2009-Sekarang Jabatan: Koordinator Lapangan Medan Berkebun
Apa yang melatarbelakangi Medan Berkebun dibentuk? Kegiatan apa saja yang Medan Berkebun lakukan?
Mengapa gerakan sosial ini dilakukan dengan berkebun serta apa tujuannya?
Apa perbedaan berkebun biasa dengan Me dan Berkebun?
Dimana saja lahan ga rapan yang dikerjakan di Medan?
Bagaimana Medan Berkebun memadukan pergerakannya dengan media sosial?
Bagaimana respons masyarakat terhadap Me dan Berkebun?
Bagaimana caranya bergabung dengan Medan Berkebun?
Awalnya, gerakan ini bermula dari Jakarta Berkebun yang selanjutnya bertransformasi men jadi Indonesia Berkebun. Karena gerakan Indonesia berkebun itu melibatkan kota-kota besar di Indonesia, maka termasuklah Medan yang notabene kota metropolitan juga.
Menyebarkan kembali semangat masyarakat untuk kembali berkebun. Negara kita negara agraris tapi apa-apa impor. Nah, semangat berkebun itu dituangkan dalam kegiatan seperti praktik belajar tanam bersama, school farming, dan sebagainya. Contoh event terakhir ialah tanam tuktuk pada 24 Maret lalu. Lomba menanam bawang merah ini diselenggarakan seren tak di 27 kota lainnya yang ada gerakan berkebun juga. Movement itu dimulai dari hal yang kecil dan bermanfaat bagi banyak orang. Berkebun itu ter masuk budaya dan tradisi masyarakat yang sudah hilang, lantas terpikir kenapa tidak memu lai dari sesuatu yang memang sudah mengakar di masyarakat? Terlebih berkebun bermanfaat sekali bagi masyarakat. Medan berkebun punya misi, 3E yaitu ekologi, edukasi, dan ekonomi. Ekologi yaitu pemanfaatan lahan kosong menjadi lahan terbuka yang dapat mendukung ge rakan penghijauan serta dapat dijadikan lahan berkumpul. Edukasi yaitu memberikan pen didikan pada publik terutama anak muda untuk peduli lingkungan. Dan terakhir, ekonomi yaitu menciptakan ketahanan pangan kota yang berkelanjutan agar tidak tergantung dengan barang impor. Medan Berkebun dilakukan dengan fun-farming. Jadi selain untuk memanfaatkan lahan ko song, berkebun juga sebagai sarana rekreasi. Di kota-kota besar, ada namanya happy index, yaitu indeks yang berkenaan dengan tingkat stress masyarakat di suatu kota. Nah ini salah satu cara meningkatkan happy index masyarakat. Selain itu, lahan yang kami olah berpindahpindah tergantung lahan yang dipinjamkan.
Kami pernah menggarap lahan di kompleks perumahan, misalnya di komplek Taman Setia budi dan juga di sekolah-sekolah, misalnya di SMA Dharma Pancasila. Untuk menggarap lahan ini, kami menunggu pinjaman dari para pemilik tanah. Misalkan kita dipinjami lahan X yang kosong, empat bulan setelah ditanami, si pemilik mau menggunakan lahan itu. Maka kita ha rus pindah, cari lahan baru. Tetapi saat ini sedang tidak ada lahan yang dikerjakan, karena belum ketemu lahan yang cocok. Dengan media sosial, orang bisa lihat kegiatan apa saja yang kita lakukan. Atau berbagi ceritacerita unik dari kegiatan berkebun kita. Sehingga orang jadi tertarik dan mau bergabung. Le wat media sosial juga Indonesia Berkebun mendapat apresiasi dari perusahaan multinasional besar dunia, Google Inc dengan menyabet gelar “Google Web Hero 2011” karena mampu meng gunakan media sosial dan internet untuk perubahan.
Ada yang memandang sebelah mata, karena banyak anggapan misi penghijauan adalah tu gas pemerintah, bukan masyarakat. Kemudian ada juga yang sepele karena yang kita tanam adalah sayuran, padahal di pasar banyak. Tapi sebagian lagi merespons positif dengan ikut ke giatan kita. Ataupun kalau memang tidak bisa berpartisipasi, bisa kasih donasi. Ada juga yang meminjamkan lahan atau teman-teman dari komunitas lain yang mengajak gabung Medan Berkebun untuk bikin kegiatan. Medan berkebun terbuka untuk semua kalangan dan umur, tapi saat ini anggotanya ada ma hasiswa dan orang-orang pekerja, ada pegawai atau orang kantoran. Untuk penggiat, ada seki tar 20 orang. Kalau mau menjadi sahabat berkebun, silakan saja datang ke event-event Medan Berkebun yang selalu kita bagi di media sosial. Kami berharap agar masyarakat Medan bisa bersama-sama menghijaukan kota, dan menjaga ketahanan pangan dengan cara sederhana, yaitu berkebun. Di halaman pun, kita bisa bertanam. Maka, maksimalkan setiap lahan yang kita punya untuk bertanam.
10 ragam
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
Menanti ‘Ketuk Palu’ Sang Rektor
Beberapa kursi kosong terjadi belakang nyulitkan Adli melanjutkan karirnya. an ini. Ketegasan rektor sangat diperlu- Sebab, salah satu persyaratan yang kan untuk memenuhi kekosongan ini. dibutuhkan untuk melamar pekerjaan Ridho Nopriansyah
N
ovember 2012 silam, Adli menanggalkan status mahasiswanya. Maha siswa Fakultas Ekonomi (FE) program ekstensi tahun 2010 ini hanya perlu menerima surat keterangan tanda lulus (SKTL), transkripsi nilai serta ijazah. Namun untuk ijazah, ia mengalami kesulitan. Agar bisa menggunakan ijazah, ia ha rus mendapatkan tanda tangan dekan. Tapi pasalnya, pengganti Dekan FE Alm Jhon Tafbu Ritonga belum juga dikukuhkan sang rektor. Menjelang akhir tahun, Adli mena nyakan hal ini ke bagian kemahasiswaan perihal penandatanganan dekan. Tapi ia tak mendapatkan solusi. Januari 2013, Adli kembali mena nyakan hal sama. Lagi-lagi ia belum mendapatkan kepastian. Ketiga kalinya, Adli menjumpai bagian kemahasiswaan (4/4) lalu. Ia berharap mendapatkan jalan keluar. Namun, ia harus pulang tanpa hasil lagi. “Tidak ada solusi yang diberikan. Saya bosan,” ungkap Adli. Rektor USU Prof Syahril Pasaribu memang telah mengangkat Pembantu Dekan (PD) II FE Arifin Lubis sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dekan FE. Ken dati demikian, Arifin enggan menan datangani ijazah. “Setahu saya, karena status Plt dekan, makanya beliau eng gak mau,” tandas Adli. Hal ini me
adalah adanya ijazah. Adalah hak prerogatif rektor menunjuk sosok pengganti dekan se perti tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) USU pasal 57 ayat (1). PD I FE Fahmi Natigor Nasution menegaskan FE per lima Maret saja Plt Dekan FE sudah menjabat selama empat bu lan. Menurutnya, adanya faksi atau pun perpecahan di FE menjadi salah satu alasan lambannya pengentasan masalah ini yaitu terbentuknya kubukubu pendukung calon dekan. Semen tara, sesuai pasal 57 ayat (5), setiap calon dekan harus mendapat duku ngan tertulis sekurang-kurangnya dua puluh persen dari jumlah dosen fakultas. “Kalau ada faksi, turunkanlah bala bantuan,” tegas Fahmi. Menanggapi kekosongan dekan ini Prof Syahril mengaku belum menun juk siapa yang akan mengisi kursi Dekan FE. “Tapi segera, kemungkinan bulan ini sudah beres,” tegasnya. Namun hingga berita ini diturun kan, Prof Syahril belum juga mengang kat Dekan FE. Sebabnya rektor kerap kali memiliki jadwal sibuk. “Akhir Ma ret ini saya juga mau umroh,” tambah Prof. Syahril Pasaribu. Di sisi lain, Ahmad Ridwan Siregar, Kepala Perpustakaan dan Pusat Sistem Informasi (PSI) juga sudah lama me ninggalkan jabatannya. Suharwinto, Wakil Kepala PSI menyatakan koor dinasinya dengan atasan jadi tidak
SOFIARI ANANDA | SUARA USU
PERGANTIAN
Pelantikan Pembantu Rektor (PR) III Raja Bongsu Hutagalung, Jumat (4/5) tahun lalu.
semulus sebelumnya. Dahulu semua koordinasi dilakukan dengan Ridwan. Namun SK Rektor menyatakan PSI berkoordinasi langsung ke biro rektor. Kini, ia mengaku jadi sulit mengatur waktu dengan pihak rektorat. Sementara itu, untuk urusan per pustakaan diserahkan kepada Djonner, Wakil Kepala Perpusataan. Rektor mengaku tidak menempatkan Kepala PSI yang baru, karena pada konsepnya perpustakaan dan PSI berada pada satu sistem. “Kalau sudah ada kepala per pustakaan, tidak perlu lagi ada kepala PSI,” kata Prof Syahril. Padahal, rektor pernah bergerak cepat untuk mengisi kursi Pembantu
Rektor (PR) III yang ditinggalkan Eddy Marlianto karena diberhenti kan Maret tahun lalu. Raja Bongsu Hutagalung, PR III yang menjabat saat ini pun dihubungi langsung oleh rektor dan selang satu hari, ia pun langsung dilantik pada 4 Mei 2012. (Tabloid SUARA USU edisi 88) Suharwinto menambahkan, se sungguhnya diperlukan ketegasan yang cepat dari rektor supaya posisiposisi strategis seperti dekan dan Ke pala PSI diisi secara jelas. Tidak bisa ditunda dan membiarkan masalah semakin berlarut-larut. “Dengan SK, akan jelas siapa memimpin siapa,” tegasnya.
tapkan fokus utama kompetensinya. Di FE sendiri kompetensinya adalah menerapkan KBK sejak tahun ajaran 2011/2012 dengan kompetensi Enterpreneurship (kewirausahaan). Peng ubahan kurikulum tidak akan meng akibatkan berubahnya mata kuliah di FE. Dengan kata lain tidak akan ada penambahan ataupun pengurangan mata kuliah. ”Hanya saja bobot mata kuliah itu yang berubah,” jelas Fahmi. Nancy Mayriski Siregar, mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) 2009 mengaku setuju diterapkannya sistem KBK di FE. Menurutnya, dengan pengerucut an pembelajaran KBK, mahasiswa jadi lebih spesifik kemampuannya. Misalnya mata kuliah bahasa Inggris yang beban awalnya tiga sistem kredit semester (SKS) menjadi dua SKS dan ada dua mata kuliah tambahan seperti praktik bisnis. “Dengan begitu kecil kemung kinan untuk tidak terbahasnya materi seperti yang sering terjadi sebelumnya, di mana ada materi yang belum terba has karena kendala waktu,” ujarnya. Namun, menurut Nancy kekurangannya tidak semua mahasiswa FE yang akan menjadi wirausaha. Sedangkan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) baru menerapkan KBK di awal
2013. Berbeda dengan FKep dan FE, Pembantu Dekan (PD) I FIB Hus nan Lubis mengaku ada perevisian mata kuliah yang diserahkan kepada departemen. Mereka menyepakati ilmu komunikasi sebagai mata kuli ah tambahan yang diwajibkan di tiap departemennya. Dan tak ada mata kuliah yang dihapus. Terkait penerapannya yang tak serempak Pembantu Rektor (PR) I Prof Zulkifli Nasution angkat bicara. Prof Zul bilang tak mudah mengadap tasi KBK. USU telah menyiapkannya sejak tahun 2003 dengan melakukan pelatihan-pelatihan. Menurut Prof Zulkifli, penerapan KBK yang tidak serentak disebabkan beberapa fakultas yang sulit dalam menentukan kompetensinya seperti Fakultas Pertanian (FP). “Apabila ditetapkan kompetensinya kelapa sawit pada mahasiswa, maka mere ka akan mempelajari segala sesuatu tentang kelapa sawit. Namun nyata nya, setelah lulus mahasiswa malah mengolah karet,” ungkapnya. Berbeda dengan Fakultas Kedok teran (FK) yang cepat dalam menerap kan KBK, apabila ditetapkan kompe tensi jantung pada mahasiswa, maka
KBK dan Lika-Liku Penerapannya
Penerapannya telah dicanangkan sejak 2006 silam oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Namun, akibat kendala teknis fakultasfakultas di USU sendiri tak serempak memberlakukannya. Apriani Novita Sari dan Amalia Wiliani Septina Sari Nasution, mahasiswa Fakultas Keperawatan (FKep) 2012 tengah menyimak materi dan prak tik menentukan derajat Edoma dan Asites yang diberikan dosen mereka. Saat itu mereka sedang briefing un tuk dibagi ke dalam kelompok kecil. Setengah jam berlalu, Septi bersama 14 teman satu kelompoknya masuk ke dalam kelas-kelas kecil bersama Iwan Rusdi, dosen pembimbing untuk praktik pada hari itu (Kamis, 28/3). Sebelum praktik, Iwan kembali menjelaskannya. Setelah paham, satu persatu mahasiswa melakukan prak tik itu sampai berhasil, dan tak bo leh ada yang salah. Kelas yang mere ka ikuti adalah kelas tutorial yang merupakan implikasi dari penerapan sistem KBK yang telah diterapkan se
jak 2010 lalu. Septi merasa sistem KBK yang diterapkan sangat bagus, karena ma hasiswa dipaksa untuk mengeluarkan pendapat dan kritis di kelas. “Itu juga dinilai, kalau enggak mau ngomong nilainya berkurang,” katanya. Ia mengaku kesulitan yang diala minya hanya pada ujian skills lab akhir semester, karena mahasiswa diharus kan menghapal 14 praktik yang telah dipelajari tanpa salah. “Apabila salah dianggap tidak lulus,” tambahnya. Sejauh penerapannya yang telah berjalan dua tahun lebih, FKep melalui PD I-nya Erniyati mengaku tidak ada kendala yang berarti. Hanya perihal fasilitas seperti alat laboratorium dan ruangan yang masih kurang. Tapi Erni mengaku hal tersebut perlahan-lahan dapat mereka atasi. Senada dengan Septi, Erni sepakat bahwa KBK memang menuntut keak tifan mahasiswa dalam perkuliahan. “Semua itu (keefektifan mata kuliah –red) menitikberatkan pada pendeka tan mendasar,” tambah Erni. Sementara itu, untuk menerapkan KBK di Fakultas Ekonomi (FE) PD I FE, Fahmi Natigor mengaku hal pertama yang harus dilakukan adalah mene
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
setelah lulus mahasiswa tersebut akan menjadi seorang dokter ahli jantung. “Di belahan dunia lain jantung manusia kan tetap sama,” tambahnya. Ia menilai fakultas lah yang ber peran dalam menentukan kompe
tensi yang ingin mereka tuju. “Butuh pemikiran, namun tidak ada yang be lum menerapkan, hanya saja sedang dipelajari,” kata Prof Zulkifli. Prof Zulkifli mengatakan KBK merupakan suatu keharusan untuk
setiap fakultas menerapkannya. KBK dinilai memiliki kelebihan dalam pengintegrasian kurikulum satu mata kuliah. “KBK bukan materi na mun pemikiran,” ungkap Zul. Ia berharap semester depan
ragam 11 semua fakultas sudah dapat menerap kan KBK. Namun, apabila ada fakultas yang belum menerapkannya, mereka akan dipanggil kembali ke rektorat, kemudian diberikan pemahaman, serta pelatihan kembali.
Menunggu Akhir Pema USU Masa jabatan para pejabat Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU sudah menjauhi garis akhirnya. Harusnya kini mereka telah berikan tongkat estafet pada penerusnya. Namun, mereka masih sibuk ‘berlari’ di lingkaran mereka sendiri. Rati Handayani
S
udah satu tahun tiga bulan Mitra Akbar Nasution me nyandang gelar Presiden Mahasiswa USU. Harusnya, Desember tahun lalu ia su dah melaporkan pertanggungjawa bannya selama menjabat. Namun, hingga saat ini laporan pertang gungjawaban (LPJ) tersebut tak juga diserahkan pada Majelis Permusya waratan Mahasiswa Universitas (MPMU). Padahal, jika merujuk Tata Lak sana Ormawa (TLO) bab IV tentang Pemerintahan Mahasiswa Universi tas pasal 15 ayat 5, jelas disebutkan bahwa masa jabatan kepengurusan pema adalah satu periode kepengu rusan yakni satu tahun. Alhasil, Maret ini jadi targetnya tahun ini. Tapi tetap saja niat terse but tetap tak terlaksana. Mitra me ngaku lalai. Ia merasa pihaknya perlu melakukan kongres terlebih dulu un tuk merubah TLO April ini, sebelum melaksanakan LPJ. Ia merasa kongres ini perlu dilakukan karena pihaknya perlu masukan dari gubernur-guber nur pema sekawasan. Kongres sendiri sesungguhnya juga direncanakan berlangsung Ma ret lalu, tapi batal karena kendala IKLAN
persiapan seperti dana dan tempat pelaksanaan kongres yang baru bisa diadakan April ini. “Dalam kongres itu akan diundang gubernur sekawasan USU, Himpunan Mahasiswa Departe men dan Unit Kegiatan Mahasiswa,” jelasnya. Tak hanya masalah kongres yang belum dilaksanakan, di ujung kepeng urusannya Pema USU kembali ke hilangan anggotanya 20 Februari lalu. Mereka adalah sekretaris jen dral (sekjen), menteri olahraga dan menteri internal yang juga wisuda, menyusul ketujuh rekannya, yang juga meninggalkan kursi jabatannya Oktober tahun lalu. Menyangkut hal ini, Mitra tak melakukan reshuffle terhadap anggo tanya tersebut. Ia bilang tak ada lagi program kerja (progja) yang harus mereka laksanakan, dan penggantian mereka dirasa tanggung mengingat LPJ yang akan dilaksanakan perte ngahan April mendatang. “Kalau nambah-nambah buat CV (curruculum vitae -red) aja, eng
Jika MPMU melihat Pema USU tak berjalan, maka panggil presidennya dan ya sudah, bentuk KPU baru M.Rikwan E.S Manik
ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU
SEKRETARIAT PEMA
Sekretariat Pema USU, Kamis (5/4). Laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang seharusnya diserahkan kepada MPMU pada Desember 2012 lalu masih belum terlaksana sampai sekarang.
gak usahlah. Nanti menjabatnya dua minggu aja terus kongres, percuma,” paparnya. Selain itu, meskipun telah me ninggalkan jabatannya, para pejabat Pema USU yang telah wisuda terse but dikatakan Mitra tetap memberi kan LPJ mereka. “Karena tak mungkin menteri yang baru yang akan mem pertanggungjawabkan kinerja men teri yang sebelumnya,” tambahnya. Pun untuk LPJ secara keseluruhan belum rampung. Dari delapan bidang yang ada, dua di antaranya belum ada laporan sama sekali. Ditemui di tempat berbeda, M Ibnu Sina Lubis, Ketua MPMU meng aku hingga saat ini belum mengeta hui perkembangan LPJ Pema USU. Meskipun ia tak pernah berusaha memberikan surat peringatan kepa da pihak pema, dan hanya mengan dalkan komunikasi secara lisan. Ia bi lang tanggapan pihak pema baik-baik saja, dan ia yakin Pema USU paham akan kewajibannya menyerahkan LPJ tersebut. “Enggak mungkin mereka diingatkan terus,” katanya. Ia menambahkan sesungguhnya tak ada syarat khusus pelaksanaan LPJ ini. “Namun harusnya dilak sanakan di akhir periodesasi dan setidaknya telah dilaksanakan Janu ari 2013 lalu,” katanya. *** Ketua Umum Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) periode 1997-1998 dan 1998-1999, M. Rik wan E.S Manik Rikwan coba ka sih solusi mengenai polemik yang mendera Pema USU saat ini. Ia me ngatakan harusnya Pema USU me naati TLO yang sudah ada. Selain itu,
LPJ harus segera dilaksanakan agar kaderisasi untuk periode selanjutnya tidak terlalu lama. “Jadikan saja pelak sanaan kongres itu menjadi catatan untuk periode selanjutnya,” jelasnya. Selain itu, kongres perubahan TLO seharusnya dilaksanakan dalam masa jabatan sehingga bersifat konstitusional. Karena kalau dilak sanakan di luar masa jabatan yang seharusnya, disebut inkonstitusional. Ia mengatakan akan lebih baik jika diprogramkan di awal dan harusnya ditetapkan dengan Surat Keputusan MPMU. Rikwan menambahkan organisasi dibangun dengan prinsip demokra tis serta check and balance. Dalam penerapan check and balance ini lah peran MPMU sebagai legislatif mengawasi eksekutif. Harusnya ma hasiswa USU mengetahui apa yang dikerjakan oleh pema dan MPMU ha rusnya punya media untuk memberi tahukan kepada semua mahasiswa apa apa yang telah dilakukan pema. Kalau kegiatan pema tak berjalan, MPMU bisa membuat mosi tidak per caya kepada presiden dan presiden dapat dimakzulkan lewat sidang. “Jika MPMU melihat Pema USU tak berjalan, maka panggil presidennya dan ya su dah, bentuk KPU baru,” ungkapnya. Sementara itu, Pembantu Rek tor (PR) III Raja Bongsu Hutagalung mengaku tidak banyak tahu menge nai progja yang sudah terealisasikan. Namun ia tahu memang tidak banyak aksi yang dilakukan Mitra. “Soal ma salah-masalah di kampus ya harus dibicarakan. Kami sifatnya membantu bukan untuk mencampuri. Apa yang bisa dibantu ya biar dibantu,” jelas nya.
12 galeri foto
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
2
1 Menjemur cangkang Mengupas kulit ari
Andika SyaHputra | SUARA USU Andika SyaHputra | SUARA USU
3
Sampah Seharga Emas
M
ungkin kulit telur hanyalah sampah, yang dibuang begitu saja saat ia dipisahkan dengan si telur. Namun sesungguhnya kulit telur bisa disulap menjadi ragam karya seni, seperti kaligrafi rohani, lukisan wajah, lukisan bangunan, serta logo atau lambang. Tak tanggung-tanggung harga jualnya bahkan sebanding dengan harga emas, berkisar Rp 400 ribu hingga ratusan juta rupiah. Terlebih lukisan kulit telur ini tahan lama dan tidak rusak walaupun terkena api. (Sofiari Ananda)
4 Membuat sketsa Rida Helfrida Pasaribu | SUARA USU
5 Lukisan setengah jadi andika syaHputra | SUARA USU
6
Menempel cangkang telur
Memamerkan lukisan kulit telur ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU
sofiari ananda | SUARA USU
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013 Aulia Adam
B
angunan ini terletak di Jalan Yos Sudarso kilome ter 18, Kecamatan Medan Labuhan, Medan. Puluhan makam mengelilingi hala man muka serta kanan-kirinya. Warna bangunan ini didominasi oleh warna kuning dan hijau. Pintu utamanya dibuat dari dua bilah kayu yang diukir dengan ciri khas Tionghoa. Terdapat banyak relief yang diolah dari liukanliukan yang biasanya ada di bangunan Timur Tengah, India dan Spanyol. Di puncak bangunan terdapat kubah segidelapan. Ialah masjid Al-Osmani dengan tampilannya kini. Mesjid ini memiliki sebuah hikayat awal mula pendiriannya. Dahulu, sekitar tahun 1854, Tuanku Sultan Osman Perkasa Alam sedang gundah gulana. Sebabnya, sudah 126 tahun lebih kerajaannya yang dibangun di Kampung Alai belum punya tempat beribadah. Maka saat itu, ia meng hubungi kerajaan seberang di Kali mantan untuk memesan kayu-kayu ulin guna mendirikan masjid. Konon, kayu-kayu yang dibawa dari Kalimantan itu tersohor kekuat annya. Warnanya hitam, dan rayap pun tak bisa memakannya. Melalui Sungai Deli yang berjarak sekitar 200 meter dari Kesultanan Deli, kapalkapal tongkang membawa kayu-kayu impor itu. Perlu waktu yang cukup lama un tuk mentransfer kayu-kayu tersebut. Transportasi air adalah satu-satunya cara tercepat kayu-kayu itu bisa tiba di Kesultanan Deli. Hal tersebut berpengaruh pada lamanya masjid dibangun. Kayu-kayu itu dijadikan pondasi, disusun sejajar mengikuti tekstur tanah. “Sehingga tidak berpengaruh kalau dilanda gempa,” ungkap Ahmad Fahruni Ketua Badan Kemakmuran Masjid (BKM) Al-Osmani tentang sejarahnya masjid ini. Dengan kayukayu yang sama pula, dibuatlah sebuah mimbar. Dalam hitungan beberapa ta hun, rumah panggung khas melayu berukuran 16x16 meter hadir sebagai tempat beribadah tepat di depan istana. Ia diberi nama masjid Al-Os mani sesuai dengan nama penggagas nya, Tuanku Sultan Osman Perkasa Alam. Genap 18 tahun setelah diba ngun, Sultan Deli ke-VIII Tuanku Sultan Mahmud Perkasa Alam putra Tuanku Sultan Osmana Perkasa Alam berinisiatif melakukan pemugaran pada bangunan asli masjid. Ia merasa bangunan tersebut harus lebih megah dan diperluas. Maka pada 1870-1872, ia memanggil arsitek dari Jerman, GD Langereis untuk mengonsepkan sebuah bangunan megah. Kesultanan yang berhubungan baik dengan bangsa Belanda yang menjajah pada masa itu cukup dipermudah untuk mendapatkan bahan-bahan material dari Eropa dan Persia. Langereis menggabungkan berbagai unsur dari beberapa negara ke dalam arsitektural masjid Al-Os mani. Mulai dari bentuk pintu, relief dan warna kuning hijau yang men dominasi. “Kuning melambangkan ciri khas budaya Melayu, sementara
podjok sumut 13
Hikayat Masjid Kuning Ia punya hikayat yang tak boleh sembarang orang ceritakan. Tabu, katanya. Inilah kisah tentang masjid tertua di Medan.
AULIA ADAM | SUARA USU
MASJID KUNING-HIJAU
Masjid Al-Osmani di Jalan Yos Sudarso Kilometer 18,5, Kecamatan Medan Labuhan, Senin (18/3). Di pelataran masjid ini terdapat makam pendirinya, Tuanku Sultan Osman Perkasa Alam.
hijau melambangkan keislamian suku Melayu. Bahwa, suku Melayu dahulu nya adalah identik dengan Islam,” jelas Fahruni. Langereis pun menambahkan em pat pilar utama di setiap sudut masjid berbentuk persegi tersebut. Keempat pilar difilosofikan sebagai empat sifat utama Nabi Muhammad SAW. Yakni, shiddiq (benar), tabligh (menyampai kan), amanah (dapat dipercaya) dan fathonah (cerdas). Sama halnya seperti kubah segidelapan. “Kalau segidepalan ini masih sama. Masih melambangkan empat utama sifat nama dan empat utama sifat mustahil nabi,” jelas Fah runi. Luas Al-Osmani juga diperlebar menjadi 26x26 meter. Sehingga dapat menampung 500 jamaah lebih.
“
Kuning melambangkan ciri khas budaya Melayu, sementara hijau melambangkan keislamiannya Konon, campuran bahan material pembangunan masjid tersebut tidak lah biasa. “Kabarnya bahan bangunan ini dicampurkan dengan garam, kapur dan putih telur,” kata Fahruni. “Di beberapa bagian dindingnya memang selalu seperti melepuh-lepuh. Padahal sudah dikikis dan digantikan dengan bahan baru, tapi tetap saja begitu. Mungkin karena bahan-bahan itu, wallahualam, (hanya tuhan yang tahu, -red).” Namun, hingga kini Al-Osmani
KOKOH
Mimbar yang merupakan satu-satunya peninggalan asli Masjid Al-Osmani dari tahun 1854. Terbuat dari kayu ulin yang ditransfer langsung dari Kalimantan.
sendiri telah dipugar berkali-kali. Tapi tak banyak yang diganti. Hanya diberi cat, dipasang keramik dan langit-langit kayunya yang diganti plafon. “Maklum lah, kayu kan punya masanya sendiri. Takut pula kita kalau menimpa jemaah,” tambah Fahruni. Terakhir kali dipugar November 2012 lalu, masjid ini dicat ulang dan kembali diperluas menjadi 60x60 me ter. Selain lekak-lekuknya yang masih dipertahankan, mimbar pun masih berdiri kokoh di samping mihrab, menjadi saksi bisu perjalanan panjang sang masjid pertama di Kota Medan. Bangunan dan Sejarah yang Di lindungi Setelah salat zuhur di masjid AlOsmani, Fadhillah Mahmud berniat berziarah ke makam almarhumah Ibunya. Ia tidak membawa apa-apa, tidak seplastik kembang, tidak pula sebuah buku Yassin. Ia hanya berniat menunaikan salat di Al-Osmani. Setelah salat, mendadak ia merasa rindu dengan sang Ibu yang mening gal tiga tahun lalu. Untungnya, makam sang ibu dekat. Masih ada di pelataran masjid Al-Osmani. Beberapa makam terlihat usang dimakan usia. Ukurannya tak biasa. Misalnya makam Tuanku Sultan Os man Perkasa Alam. Di sekitarnya ada makam lainnya yang ukurannya lebih kecil. Bahkan nisannya hanya ong gokan batu lonjong yang ditancapkan
AULIA ADAM | SUARA USU
tidak terlalu tegak. Makam-makam lainnya adalah tempat persemayaman terakhir warga sekitar. Salah satunya makam ibunda Fadhillah. Fahruni menjelaskan, pada dasarnya masjid Al-Osmani memang dibuat untuk melayani masyarakat. Tak hanya menyediakan tempat se bagai pemakaman masyarakat sekitar, Al-Osmani juga biasa digunakan sebagai tempat akad nikah. Karena usianya yang sudah lebih dari 150 tahun dan memiliki sejarah panjang sejak zaman Sultan Deli keVII, Masjid Al- Osmani dikategorikan sebagai Benda Cagar Budaya (BCD) bersifat bangunan peribadatan yang harus dilindungi sesuai Undang–Un dang Cagar Budaya Tahun 1992. Oleh karena sejarah yang panjang dan intim dengan Kesultanan Deli, Fahruni menekankan bahwa sejarah sang masjid hanya bisa dikisahkan oleh BKM Masjid yang langsung dapat perintah dari Sultan Deli Medan saat ini, Tuanku Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam. “Hal ini dibuat supaya cerita sejarah masjid ini tak melen ceng-lenceng kalau dari banyak pihak. Kita kan harus menjaga keaslian budaya juga,” tambahnya.
14 laporan khusus Guster C P Sihombing
K
amar itu dicat putih bersih. Kira-kira beru kuran 3x4 meter. Dihiasi berbagai jenis boneka, dari jenis Barbie, tokoh-tokoh Disneyland, Tweety, hingga miniatur-mi niatur sepatu wanita. Bone ka-boneka itu milik Fahmi (bukan nama sebenarnya) saat ia masih Sekolah Dasar (SD). Sekitar tahun 1990-an silam, ia mengaku mendapat kan semua koleksi mainan itu dari orang tuanya. Ruang lingkup pertemanannya juga kebanyakan perempuan. Alhasil, waktu Sekolah Menengah Pertama (SMP) ia merasa ada hal yang berbeda dengan teman sejenis. Ada perasaan suka dalam dirinya. Namun, ia mencoba melawan perasaannya dengan berpa caran dengan lawan jenis ke tika Sekolah Menengah Atas (SMA). Bukan sebagai pelar ian, tapi karena kasih sayang. “Sempat sekitar enam bulan aku jalan dengan perem puan. Pertama kali emosi percintaan itu memang dimu lai dengan perempuan,” ka tanya. Sekarang Fahmi sudah duduk di semester delapan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU. Ia mengaku menutupi jati dirinya dari keluarga. Demi nama baik keluarga katanya. Ia mulai terbuka saat SMA. Namun, ia tidak mengingat pada siapa dia awalnya cerita “Aku sih merasa untuk apa ditutupin ke teman-teman, kita kan udah sama-sama de wasa,” terangnya. Bicara mengenai penye bab kecenderungan orientasi seksualnya, dia mengaku ti dak bisa menyalahkan 100 persen karena didikan orang tua. Bisa jadi karena dia yang terlalu manja. Beda cerita, Eva (bu kan nama sebenarnya) me ngagumi sesama perempuan sebelum SD. Ia suka memer hatikan, melindungi, dan ti dak menyukai teman-teman perempuannya diganggu orang lain. Kebiasaan ini ber lanjut hingga kini, sebagai mahasiswa FISIP 2008. Ia menolak disebut seba gai lesbian. “Seksualitas itu cair, itu hanya identitas,” kata Eva. Dirinya sendiri pun tidak dapat menerima apa yang terjadi padanya yang ber beda dari orang lain. Ada dua alasan yang membuat nya tidak menerima dirinya sendiri, yakni dosa dan malu pada masyarakat. Saat SMP, ia sempat me nyatakan perasaannya pada seorang teman perempuan dan ia mendapatkan hasil
Agar Mereka Tak Lagi “Beda” SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
Agar Mereka Tak Lagi “Beda”
Koordinator Liputan: Guster C P Sihombing Reporter: Aulia Adam, Fredick Broven E Ginting, Sofiari Ananda, Guster C P Sihombing. Mereka sama seperti kita, namun dalam dirinya ada sesuatu yang ‘beda’. Perbedaan itu membuat mereka harus termarginalkan dari lingkungan, bahkan keluarganya sendiri. yang tak ia harapkan. Malah, sempat beredar isu-isu nega tif tentang dirinya saat itu. Keluarganya pun mengeta hui apa yang sedang ia per gumulkan. “Kalau memang suka perempuan, nggak ada yang bisa merubah. Termasuk Ayah. Jadi, kalau kamu tetap gitu, malunya sama masyara kat,” ujar Eva menirukan ayahnya. Keluarganya meng anggap apa yang terjadi pada Eva adalah aib. Lain pula dengan Edison Franky Suwandika Butar-Bu tar mahasiswa FISIP 2010. Dika, begitu sapaannya kala itu sedang kuliah, di mana satu kelompok di kelas itu sedang mempresentasikan topik kepribadian. Lama kelamaan, mereka mulai membahas homoseksual dan menyatakan itu sebagai suatu penyimpangan. Merasa tak terima, dua teman Dika, yang tahu benar kehidupan nya berkomentar. Mereka membeberkan fakta. Tak tinggal diam, Dika pun berkomentar homosek sual adalah sesuatu yang ala mi dan merupakan pilihan. Dengan segenap keberanian, Dika membeberkan kalau ia adalah seorang homoseksual atau gay ke seluruh kelas. Seisi kelas kaget bahkan ada yang bisik-bisik. Setelah itu, di luar dugaan, tak ada dis kriminasi yang diterimanya dari seisi kelas. Keluarga Dika tak ada yang tahu tentang hal ini, ha nya adiknya yang tahu kare na mereka tinggal bersama di Medan sedangkan keluarga lainnya di kampung, Bagan Batu. Saat itu adiknya masih SMA. Untuk memberitahu adiknya ia memasang strate gi khusus. Ia mencari bukubuku yang berhubungan dengan lesbian, gay, biseksu al, transgender, interseksual, dan questions (LGBTIQ) dan disebar di kos-nya. Adiknya mulai membaca buku-buku tersebut. Walaupun adiknya merasa enggan, tapi Dika me nyuruh adiknya untuk mem bacanya saja. Mulai dari situ, ia tak langsung memberitahu
adiknya. Ia pasang strategi selanjutnya. Setiap skype-an dengan “pacar”-nya yang su dah dipacarinya selama tu juh bulan di Jakarta, Dika se lalu membiarkan laptopnya terpampang. Agar adiknya sadar, hingga melihat dan bingung. “Kok abang skype-an sama cowok?” “Iya, dia pacar abang,”
“Berarti abang suka sama cowok?” kata Dika meniru kan adiknya ketika itu. “Iya,” kata Dika, mem benarkan. Dika mendapat pengertian dan pemakluman dari adiknya, buku-buku yang sudah dilahap adiknya, membuat ia paham abangnya sama dengan orang lain. “Bahkan sekarang jadi te man curhat aku,” katanya sam
bil tertawa. Ia juga berkisah tentang beberapa teman yang ia pu nya. Ia bilang, kebanyakan teman-teman LGBTIQ yang dikenalnya di USU cende rung tertutup dan tidak terbuka. Padahal, ia punya teman-teman LGBTIQ di se tiap fakultas. “Tapi kayaknya enggak ada yang terbuka kali lah. Mereka cuma cerita ke
ILUSTRASI FOTO: RIDA HELFRIDA PASARIBU | SUARA USU
Agar Mereka Tak Lagi “Beda” SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
orang-orang tertentu aja,” tambah Dika. Terkait LGBTIQ Meutia Nauly, psikolog yang juga Ketua Departemen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi mengatakan itu bukan gang guan mental. LGBTIQ meru pakan naluri atau orientasi yang berbeda dalam diri se seorang dan LGBTIQ adalah orientasi seksual yang meru pakan hak setiap orang, di mana berkaitan dengan kro mosom dan hormon. Meutia menjelaskan bah wa kaum LGBTIQ menjadi sebuah penyimpangan jika hal tersebut dijadikan seba gai gaya hidup, terutama di kalangan remaja. Remaja yang cenderung masih labil dan masih dalam masa pen carian jati diri rentan terje rumus untuk melakukan pe nyimpangan. Peran keluarga menurut Meutia sangat penting dalam mengawasi anak-anaknya ke tika memasuki tahap remaja. Orang tua harus mampu mengontrol dan mengarah kan anak-anaknya untuk ber perilaku yang sesuai norma. “Orang tua harus waspada. Kita hidup dalam norma-nor ma yang ada,” ungkapnya. Lina Sundarwaty seorang sosiolog memandang dari perilakunya, positif atau negatif sikap LGBTIQ ini tergantung dari konstruksi sosial dan orientasi pribadi mereka. Jika dikonstruksi negatif secara berlebihan, maka mereka akan mengang gap segala yang mereka laku kan tetap dipandang negatif. Hasilnya mereka membuat komunitas dengan kultur, norma dan perlakuan sendi ri dan kemudian meminta pengakuan, baik secara in formal maupun formal yakni perlindungan secara hukum. “Tujuannya untuk merom bak pelabelan masyarakat dengan mengabsahkan ke beradaannya jadi tidak di anggap menyimpang,” jelas nya. Atau secara positif yakni melakukan aktivitas-aktivitas positif sebagai pembuktian bahwa mereka tak seburuk yang masyarakat kira. Sebaliknya, bagi masyara kat yang mengagungkan hak asasi manusia, LGBTIQ hal yang wajar dan merupakan hak individu. Semua konsep tual yang secara sosiologi tidak bisa ditentukan. “Tapi realitasnya masyarakat pu nya nilai. Acuannya adalah norma yang ada pada ma syarakat,” ungkapnya. *** Tahun 2011 silam, Dika mengikuti sebuah pelatihan tentang pluralisme. Pela tihan tersebut digagas oleh sebuah Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) berna ma Aliansi Sumut Bersatu (ASB). Di dalam pelatihan itu Dika diedukasi tentang kebe ragaman yang ada di Indo nesia. Tentang diskriminasi yang dialami perempuan, kelompok agama minoritas, dan LGBTIQ. Beberapa hari mengikuti pelatihan tersebut, Dika kian tertarik mengenai isu plura lisme. Singkat cerita, akhir nya ia bergabung dengan ASB dan terjun menjadi akti vis. Kini ia menjadi volunteer Bagian Advokasi dan Peneli tian. ASB sendiri adalah se buah LSM yang bergerak untuk mengadvokasi dan mengampanyekan kasus-ka sus mengenai diskriminasi yang ada di Medan. Mereka sering mengadakan pela tihan-pelatihan dan semi nar edukasi terkait perihal tersebut. Tujuannya agar masyarakat lebih mengerti masalah-masalah pluralisme tersebut dan mulai bersi kap tidak diskriminatif pada kaum minoritas. Salah satu program yang pernah mereka buat adalah membentuk kelompok dis kusi. Namanya Rumah Bela jar Pluralisme. Selain diskusi, mereka sering mengadakan nonton bersama dan bedah film sembari menyelipkan pesan-pesan moral menge nai pluralisme. Orang-orang yang ter gabung dalam kelompok dis kusi tersebut hanya diisi oleh kaum LGBTIQ. Tak ada femi
nis, ataupun orang-orang beragama minoritas. Jadilah mereka lebih mengerucut kan pembahasan mengenai hak-hak LGBTIQ. Namun, menurutnya tidak ada hasil yang menonjol.
Benar atau salah itu relatif. ASB hanya ingin menyadarkan masyarakat bahwa kaumkaum minoritas itu sebenarnya punya hak yang sama dengan masyarakat umum Dika Sepemahaman Dika, ia menilai hal ini disebabkan karena tidak adanya peno lakan yang terlalu terasa di Medan. Pasalnya, LGBTIQ yang ada di Medan tidak termasuk ke dalam LGBTIQ dengan tingkat kesadaran radikal. “Jadi sebenarnya ada tiga tingkat kesadaran LGBTIQ,” ungkap Dika. Pertama adalah magis. Tipikal ini adalah LGBTIQ yang masih bingung dengan identitasnya. Mereka masih terjebak dengan stigma ma syarakat yang menganggap
laporan khusus 15 LGBTIQ bukanlah suatu hal yang wajar. Kedua, naif yakni LGBTIQ yang sebenarnya telah mengakui identitasnya namun tidak terlalu peduli pandangan masyarakat seki tar. Sementara yang ketiga adalah radikal, yakni kaum minoritas yang sadar bahwa mereka punya hak yang sama dengan mayoritas dan beru saha menyuarakan tindakantindakan diskriminatif yang mereka rasakan. “LGBTIQ di Medan adalah orang-orang di tingkat ke sadaran yang pertama dan kedua. Sehingga masyarakat di sekitar mereka tidak ter lalu menampakan penolakan seperti di kota-kota besar pada umumnya,” kata Dika. Dika yang telah terbuka tentang identitasnya sebagai gay merasa penerimaan ter hadap LGBTIQ harus dimulai dari keluarga dan masyara kat sekitar. “Yang menjadi tujuan ASB bukanlah membenarkan ke beradaan LGBTIQ. Karena, benar atau salah itu relatif. ASB hanya ingin menyadar kan masyarakat bahwa kaum-kaum minoritas itu sebenarnya punya hak yang sama dengan masyarakat umum,” papar Dika. Sebenarnya menurut Dika, adalah penting untuk para LGBTIQ memahami di rinya sendiri lebih dulu. “Is tilahnya coming in, terbuka pada diri sendiri lebih dulu,” ungkapnya. “Kasarnya, kalau dia udah coming in, kapan pun coming out-nya eng
gak masalah lah. Kalau udah ngerasa mapan, pasti dia le bih terbuka.” Pasalnya, ketika seorang LGBTIQ masih tidak yakin pada dirinya dan belum co ming in, hal ini dapat menye babkan tindakan menjurus kriminal. “Misalnya ada se seorang yang masih belum coming in, lantas dia disuruh keluarganya menikah. Se mentara dia tidak bahagia dengan pernikahannya dan akhirnya bunuh diri,” kata Dika. Lina mengatakan peneri maan lingkungan terhadap LGBTIQ dipandang dari dua sisi. Dari sisi humanis, me reka juga punya hak hidup hingga harus diperlakukan sama. Begitu juga dalam hal bekerja. Jangan sampai mere ka kehilangan ruang untuk dapat pekerjaan yang wajar. Ketakutannya mereka bera lih ke pekerjaan yang tidak layak dan halal. Mereka tetap manusia yang jika didiskrimi nasi akan semakin membe rontak. Dan jika diperlaku kan wajar, mungkin akan tumbuh kesadaran. “Tapi, LGBTIQ juga harus beradap tasi dengan masyarakat luas,” tutupnya. Mutia menambahkan setiap orang dalam berma syarakat terutama kaum LGBTIQ harus diterima dan dihargai sejauh mereka tidak melanggar hukum yang ber laku. “Jangan didiskriminasi, itu hak dia. Kalau sopan, kok harus di pinggirkan,” ucap nya.
YANTI NURAYA S | SUARA USU
16 mozaik cerpen
M
anda sebenarnya tidak pernah percaya pada reinkarnasi tapi kehadiran lelaki itu jelas membuatnya ragu. Bagaimana mungkin ada dua orang yang sangat mirip sifatnya sedang mereka bukan anak kembar. Lelaki pertama itu adalah seorang pelukis yang jatuh cinta kepada Manda. Ruang kerjanya dipenuhi dengan lukisan wajah Manda. Lukisan Manda tertawa, tersenyum, menangis, tidur bahkan saat melo tot. Lelaki itu benar-benar terob sesi pada Manda sampai pameran lukisan perdananya hanya dipenuhi lukisan wajah Manda seorang. Lelaki itu bernama Handi. “Kenapa objek lukisan Anda sama semua, Mas?” tanya seorang wartawan waktu itu. “Karena wanita dalam lukisan itu adalah warna dalam hidup saya, tanpa dia hidup saya suram,” “Apakah dia kekasih Anda?” Bibir tipis Handi tersenyum datar sebab dirinya tak bisa memas tikan jawaban wartawan itu. Manda tidak pernah suka kepadanya. “Laki-laki norak! Aku muak de ngan obsesi besarnya terhadapku!” Manda benar-benar membencinya. Pun kalau bertemu Manda meludah di hadapan Handi. Itu yang paling lembut, satu kali Manda pernah menggila menyiramkan semangkuk bakso panas ke wajah Handi saat ia menyapanya di kantin. Kebencian itu membuat Manda melakukan sesuatu diluar kendalinya. Hari itu adalah malam pengu kuhan anggota Mapala angkatan 17. Tenda-tenda berukuran sedang berjajar rapi di pinggir sungai. Ang gota-anggota sudah terlelap. Manda duduk sendiri di pinggir sungai Tangkahan. Suara air yang deras me nyatu dengan gemerisik dedaunan di sekitarnya, menciptakan simfoni indah nan menyejuk kan. Handi datang mendekati Manda. Lelaki ini sudah tebal muka. Handi menyapa Manda tapi ia sudah bisa memastikan jawabannya. Diam. “Aku minta maaf kalau kamu merasa terganggu, tapi sungguh lukisan-lukisan itu aku buat karena kamu menjadi inspirasiku. Aku benar-benar tidak tahu harus melukis apa selain wajahmu karena hanya itu satu-satunya objek yang berada dalam pikiranku,” Handi mencoba menjelaskan. Manda diam saja. “Kalau kamu serius minta maaf, berdiri di tengah sungai itu.” Handi kaget. Matanya membe lalak mendengar pinta Manda. Tapi mata Manda jauh lebih membelalak saat menangkap ekspresi ketidak sediaan Handi. Handi menyerah. Ia menggulung celananya agar tak basah lalu berjalan ke tengah sungai.
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
Reinkarnasi Putri Rizki Ardhina Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2010
Tiba-tiba Manda menolaknya dari belakang. Ia limbung lalu terjatuh ke sungai. Tangannya menggapai-gapai ke atas mencari pegangan. Kepalanya hilang timbul mencari udara. Manda berkecak pinggang dan tersenyum sinis kepada Handi yang semakin jauh terbawa arus. Kebenciannya terhadap Handi telah membutakan mata hatinya. Manda tak merasa bersalah sampai seorang penduduk datang keesokan paginya ke tempat mereka berke mah. “Ada mayat! Ada mayat!” Seluruh anggota Mapala berkum pul. Ketua mereka, Kak Gun dengan sigap memeriksa anggotanya. Satu anggota hilang yaitu Handi. Rasa was-was memenuhi hati mereka sampai mayat Handi dibawa ke ha dapan mereka. Semua histeris, sebab tak ada yang menyangka Handi lah yang dikabarkan oleh penduduk tadi. Manda ketakutan, tapi ia yakin tak ada yang melihatnya. Sampai seseorang membisikinya, “Tidak ada yang salah dari rasa cinta seseorang, itu urusan hatinya dan kamu tidak perlu membunuhnya.” Manda berpa ling dan melihat sahabatnya Nita di belakangnya. Nita melihatnya! Ia menyuruh Nita tetap diam. Ia tidak ingin masa mudanya dihabiskan di balik jeruji. Namun penye salan
membayanginya beserta kejadian malam itu hadivr dalam mimpi-mim
pinya. Sampai lelaki kedua datang. Ia mendaftar sebagai anggota baru Ma pala angkatan 18. Wajahnya sangatsangat tampan. Dengan wajah khas Eropa dan rambut hitam, lelaki ber nama Dian itu tampil bak pangeran. Ketampanan tak selalu membawa mujur. Dian malah harus menderita. Teman-teman lelakinya tidak mau dekat dengannya sebab merasa sangat minder jika harus bersanding dengan Dian. Dian juga harus men derita karena tidak seorang wanita pun berani mendekatinya. Karenanya Dian sedikit bicara, jarang senyum dan terlihat kaku. Tetapi Manda cu kup beruntung dekat dengan Dian. Kini Manda harus kembali ke Tangkahan. Berat sebenarnya bagi Manda namun ditahannya perasaan itu karena ia tak ingin dicurigai sebagai penyebab kecelakaan Handi. Manda mengangkat ranselnya yang cukup berat. Hampir saja dia oleng kalau bukan tangan Dian menahan nya dari belakang. Manda berterima kasih padanya, sebagai gantinya Dian meminta Manda duduk bersamanya selama perjalanan. Bus yang mereka naiki sedikit menggila, supirnya minum pil koplo dicampur tuak agar tak mengantuk saat berkendara. Dian memegangi dadanya berulang kali seperti menahan
rasa sakit yang teramat menyiksa. “Aku punya sakit jantung dari kecil, setahun lalu aku menjalani operasi cangkok jantung. Aku tidak kenal siapa pendonor jantung itu. Yang aku tahu setelah itu hidupku banyak berubah. Dulu aku paling benci seni tapi kini aku suka melu
kis, begitupun dengan gayaku yang dulu begitu klimis tapi kini sedikit urakan,” cerita Dian. Ia sedang mencerna kata-kata Dian dan yakin bahwa ada sosok Handi dalam tubuh Dian. Tapi bagaimana mungkin seseorang yang telah mati kemudian terlahir kembali menjadi manusia baru. Bus berhenti tepat saat ma tahari terbenam. Malam itu setelah mendirikan tenda semuanya terti dur lelap. Suasana keesokan pagi itu sangat sejuk. Matahari menyembul malu-malu dari balik bukit, caha yanya menimpa riak-riak sungai yang menjadikannya seperti kristal mengambang. Manda merenggang kan tubuhnya di pinggir sungai. Dicelupkannya jemari kakinya ke sungai yang dingin itu. Masih sepi. Anggota lain masih tidur. Seseorang datang dan duduk di sampingnya. Dian. “Pagi,” sapanya hangat. Manda tersenyum. “Kok cuma nyelup-nyelupin kaki aja? Enggak mau berenang sekalian?” pancingnya. Manda ter tantang, ia berdiri lalu menggulung kaki celananya. Manda berkecak pinggang sambil tersenyum ke arah Dian seolah menantangnya balik untuk berenang bersama. Dian mengayunkan tangannya, memper silakan Manda masuk duluan. Tepat selangkah Manda me masukkan kakinya ke sungai, Dian mendorongnya. Manda tak dapat menyeimbangkan badan karena kepalanya yang duluan masuk ke sungai yang deras. Saat ia berusaha naik ke permukaan, kakinya keram karena dinginnya air. Tangannya menggapai-gapai mencari pe gangan. Kepalanya hilang-timbul mencari udara. Persis seperti saat Handi tenggelam. Ia sempat melihat sosok Dian yang berkecak pinggang dengan senyum dendam. Kalau saja Manda tahu bahwa pemilik jantung cangkokan Dian itu adalah Handi, kalau saja Manda sadar bahwa memori Handi hidup dalam diri Dian, kalau saja… Dan arus sungai yang deras tak lagi menyem bulkan kepala Manda, sekarang riaknya tak lagi bersuara. Bung kam.
YANTI NURAYA | SUARA USU
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
sorot
mozaik 17 puisi
Pengotakan Mandailing dan Batak Satu etnik, tapi tidak sama. Salah sebut saja, mereka tidak terima. Baina Dwi Bestari
S
aya memang bukan orang Mandailing atau Batak. Tapi pertanyaan ini mulai muncul ketika saya duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, saya punya te man dekat bermarga Batubara. Saya yang saat itu masih kecil ‘seenaknya’ memang gilnya dengan sebutan orang Batak. Dan ia sangat tidak terima. “Mandailing itu beda sama Batak!” katanya. Bukan hanya dengannya dan sekali itu saja. Ada beberapa orang dan beberapa kali lagi saya mengalami hal itu. Contohnya saja, dengan teman saya di sekolah menengah per tama yang bermarga Lubis. Pernah juga ter cetus saya kepadanya bahwa ia orang Batak. Dan dengan tegas ia menolak pemahaman saya itu. Tapi, dari beberapa kejadian yang saya alami, saya tidak mendapatkan jawaban yang pasti tentang perbedaan antara Mandailing dan Batak. Penolakan yang dilakukan oleh bebera pa teman saya menimbulkan pertanyaan dalam diri saya yang sama sekali belum mengerti. “Apa bedanya? Logatnya sama, bahasanya pun sama?” Dari pertanyaan-pertanyaan yang ter lontar, jawaban yang didapat pun selalu tidak memuaskan. “Pokoknya beda!” Padahal, jika dikaji lagi memang tidak ada perbedaan signifikan antara Mandailing dan Batak. Jika didasarkan pada bahasa yang ber beda, hal itu wajar saja terjadi karena akultu
si poken
rasi dan perbedaan daerah tempat tinggal atau berkembangnya suatu suku. Misal saja Jawa. Berdasarkan penyebaran nya, bahasa Jawa terbagi menjadi beberapa macam. Ada bahasa jawa Madiun yang digu nakan di daerah Jawa Timur Mataraman atau bahasa Jawa Tegal digunakan di Kota Tegal dan masih banyak lagi macamnya. Dialek yang digunakan untuk tiap bahasa khusus suku ini saja sudah berbeda-beda. Sama halnya Mandailing dan Batak. Mandai ling lebih tersebar di daerah Mandailing Natal, Padang Lawas dan perbatasan Sumatera Barat sedang Batak lebih tersebar di daerah Danau Toba. Jadi, wajar saja jika ada sedikit perbedaan bahasa maupun dialek. Dan bukanlah suatu hal yang tepat jika bahasa dijadikan alasan pengo takan antara Mandailing dan Batak. Tapi, pengotakan ini sebenarnya bukan hal yang baru. Anggapan bahwa Mandailing bukan Batak sudah tercetus sejak tahun 1922. Ketika itu terjadi perdebatan di Medan tentang hak orang muslim yang mengaku sebagai Batak un tuk dikuburkan di tanah Mandailing di Sungai Mati, Medan. Mahkamah Syariah Deli memu tuskan hanya orang Mandailing yang berhak dikuburkan di tanah wakaf tersebut. Peristiwa tersebut dianggap sebagai satu pengukuhan terhadap perbedaan antara Mandailing dan Batak. Mungkin, yang benar adalah Mandailing memanglah bukan berasal dari Batak. Tapi, kenyataan bahwa Mandailing merupakan satu etnik dengan Batak tidak dapat dipungkiri. Karena Batak merupakan representasi dari suku-suku sejenisnya seperti Angkola, Toba dan lainnya.
Entah
Nyimas Cintya Nike Infrila Fakultasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2012 Ketika kalian dihadapkan akan pilihan mun dur atau bertahan Ketika kalian diberi amanah untuk memper tahankan tapi ingin meninggalkan Ketika kalian ingin berlari tetapi garis finis tidak tampak Ketika kalian tidak pernah menjadi aku Saat langit membelah jiwamu, kegelapan menyertai ragamu, keletihan membawamu terjatuh, keputusasaan menghancurkan kobar an semangatmu Kamu masih tetap membisu melihat fiksi ini Tak bergeming Tak berkutik Dan tak berubah Aku bukan pujangga layaknya dia yang kau puja Aku bukan putri layaknya dia yang kau damba Aku bukan majikan yang bisa memerintahmu berlutut di hadapanku saat ini juga Aku, bukan dia Entah berapa banyak lukisan yang akan ter cipta jika kubiarkan rasaku melukis Entah berapa banyak nada berbunyi jika kubi arkan alunan hatiku bernyanyi Entah..Entah..Entah Entah berapa lama jejakmu mampu kuhapus Entahlah Aku bosan terjebak Aku lelah terperangkap Aku takut terperosok Aku masih tetap menjadi aku Bukan dia bukan kalian bukan mereka Tapi aku tidak lagi menjadi aku ketika aku berdiri di hadapanmu Kau layaknya cerminan keegoisan terdahsyat yang pernah kutemukan Dan saat aku berdiri dihadapanmu Aku bercermin dan mendapati hal baru Aku telah menjadi kau Keegoisan
AUDIRA AININDYA | SUARA USU
18 potret budaya
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
Malam Berinai
Harapan dan Doa dalam Sebuah Inai Awalnya ia diharapkan menjadi kekuatan gaib. Namun, seiring perkembangan zaman ia menjadi pertanda seorang telah menikah. Gio Ovanny Pratama
M
alam itu, 14 Desember 2010 adalah hari bahagia untuk Mira Mabrura. Ia akan melak sanakan prosesi malam beri nai. Walaupun sebelumnya ia pernah menyaksikan prosesi malam berinai, namun kali ini ada sesuatu yang spesial. Jan tungnya berdegup kencang sebab malam ini ia lah pengantin yang akan diinaikan. Setelah didandani, Mira duduk di pelamin an. Para tamu dan sanak saudara telah ber kumpul untuk mengaji dan berdoa bersama, kemudian melantunkan marhaban sambil diiringi prosesi tepung tawar. Prosesi tepung tawar pun selesai, kemu dian sebagai salah satu keharusan dalam malam berinai, Mira diharuskan menari. Dua gadis dan tiga jejaka telah siap menyambut Mira untuk menari. Mereka berbaris memben tuk banjar, satu banjar pria dan satu banjar perempuan. Kemudian, Mira bergabung me lengkapi jumlah ganjil perempuan. Musik akordion mulai dialunan, lalu terde ngar syahdu mengiringi tarian mereka. Mira dan penari lainnya mulai menarikan sembilan tarian wajib melayu. Namun, Mira hanya menari dari tari pertama sampai tari ketiga saja, Kuala Deli, Mak Inang dan Serampang Dua Belas. Sebab tak semua tarian dilakukan dengan jumlah tiga pa sang. Ada yang hanya dua pasang bahkan hingga tersisa satu orang saja. Tibalah saat tari piring, yang tersisa tinggal seorang pria. Ia menari dengan membawa bakul berisi enam atau tujuh piring kecil berisikan inai yang akan diusapkan ke pengantin wanita. Setelah tari-menari, Mira dibawa ke kamar pengantin untuk dipakaikan inai pada kuku dan punggung tangan, kemudian kuku kaki. Cara memakai inai cukup sederhana, dengan meng usapkan tumbuhan inai yang telah ditumbuk. Inai diusapkan oleh saudara ibu dan saudara perempuan pengantin yang sudah balig. Malam berinai dilakukan di rumah keluarga pengantin perempuan dan hanya satu malam. Tujuannya untuk memberitahu tetangga bahwa sang pengantin sudah ada yang memiliki dan sudah siap untuk menikah, sekalian pamit dengan orang tuanya, sebab pengantin wanita akan meninggalkan rumah dan akan dibawa ke rumah pengantin pria. Prosesi malam berinai sebenarnya terdiri atas tiga tahap. Inai curi, inai kecil dan inai besar. Inai curi dilakukan oleh teman dari pe ngantin wanita, sedangkan inai kecil dan besar sudah mulai melibatkan pihak keluarga. Herlina Ginting, Sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menjelaskan Inai curi dilakukan tiga hari sebe lum pembacaan akad pernikahan. Di malam hari saat pengantin wanita tertidur, teman-temannya datang mengusapkan tumbuhan inai pada kedua tangan dan kaki. Ketika si pengantin wanita bangun esok paginya, ia akan terkejut melihat tangan dan kakinya sudah berwarna merah
SUMBER: ANTARA FOTO
kecokelatan. “Oleh karena dilakukan pada saat pengantin wanita tertidur, makanya dinamakan inai curi,” ungkapnya. Tahap berikutnya adalah inai kecil dan besar. Inai kecil dilakukan dua hari sebelum akad pernikahan dan pengantin hanya meng gunakan pakaian biasa. Sedangkan, inai besar dilakukan pada malam sebelum akad perni kahan pengantin, kemudian pengantin pria dan wanita sudah menggunakan pakaian adat pernikahan, lalu duduk di pelaminan. Pada inai besar semua kerabat, teman-teman dan undangan sudah bisa menyaksikan prosesi ini. Prosesi dari malam berinai memiliki makna filosofis tersendiri. Herlina berpendapat tradisi malam berinai sendiri telah ada sejak ma syarakat melayu memiliki kepercayaan yang dianut semasa itu, animisme yaitu percaya pada roh-roh nenek moyang. Menurut kepercayaan mereka, berinai memberi kekuatan gaib, supaya mereka langgeng, kuat dan bertenaga. Sehingga pengantin yang diinaikan bisa membangun rumah tangga yang baik, “Mereka mampu meng elakan dan menjauhkan segala sihir dan roh jahat yang mengganggu,” jelas Herlina. Warna merah pada inai diartikan sebagai kekuatan yang memberikan keberanian. Inai yang diusapkan pada kedua tangan dan kaki dipercaya menjadi sumber utama mobilitas dan kekuatan manusia.
“
Enggak inai itu lagi yang kita anggap sebagai suatu pemberi kekuatan, tetapi karena itu merupakan bagian dari kebudayaan maka itu tetap ada
Sebenarnya, beberapa daerah juga memi liki malam berinai yang mirip dengan tradisi budaya Melayu, namun dengan nama yang ber beda. Di Aceh disebut bohgaca, di Minangkabau terkenal dengan malam bainai, di Palembang dikenal dengan berpacar, sedangkan di Be tawi disebut dengan malem pacar. Walaupun beragam namanya, namun makna dan tujuan nya tetap sama. Sebab tradisi itu berasal dari rumpun budaya yang sama.
Kepraktisan yang Mengikis Budaya Kemajuan zaman dan modernisasi membuat tradisi malam berinai mulai terkikis dari keaslian nya. Malam berinai yang sejatinya dilaksanakan selama tiga malam berturut dipersingkat menjadi hanya satu malam saja. Herlina menyebutkan banyaknya waktu yang dibutuhkan membuat masyarakat lebih memilih untuk melaksanakan malam berinai lebih singkat dan cepat. Menurut Herlina, masyarakat sekarang tak lagi memegang pepatah biar lambat asal selamat, akan tetapi sekarang masyarakat sudah banyak yang beranggapan boleh cepat asalkan tepat sasaran dan tujuan utamanya tercapai. “Biarlah cepat tapi harus tepat, yang penting tujuan utamanya tercapai,” jelasnya. Walaupun begitu, malam berinai masih dilakukan, namun inai curi jarang dilakukan. Biasanya langsung ke inai besarnya. Menanggapi hal ini, Mira mengaku tidak pernah tahu ada tiga tahapan dalam malam berinai. Menurutnya, malam berinai yang hanya ia lakukan satu malam sudah turun temurun di keluarganya. Berdasarkan nilai filosofisnya. Malam berinai tidak lagi diartikan sebagai pemberi kekuatan gaib. Karena perkembangan agama, berinai diartikan sebagai pertanda seorang gadis telah memiliki suami guna menghindar kan dari fitnah. “Enggak inai itu lagi yang kita anggap sebagai suatu pemberi kekuatan, tetapi karena itu merupakan bagian dari kebudayaan maka itu tetap ada,” tutup Herlina.
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
riset 19
Layanan Elektronik Perpustakaan USU
Sudahkah Dimanfaatkan Mahasiswa? 54.88 %
P
Jika pernah, berapa kali Anda faatkannya dalam seminggu? a. 1-3 kali b. 4-6 kali c. Tidak Tentu
meman(08.30 %) (06.32 %) (85.38 %)
65.29 % 2. Pernahkah Anda memanfaatkan layanan E-Journal perpustakaan? a. Pernah (34.71 %) b. Tidak Pernah (65.29 %) Jika pernah, berapa kali Anda kannya dalam seminggu? a. 1-3 kali b. 4-6 kali c. Tidak Tentu
memanfaat(16.25 %) (01.87 %) (81.88 %)
BERBAGAI SUMBER
erpustakaan USU memberikan tiga layanan elektronik yang dapat dimanfaatkan mahasiswa seba gai penunjang kegiatan akademisnya di kampus. Layanan tersebut adalah catalogue, E-Journal, dan USU E-Repository. Catalogue merupakan layanan untuk mencari judul-judul buku yang tersedia di perpustakaan. Sementara E-Journal berfungsi untuk mengakses hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa atau dosen universitasuniversitas luar negeri. Sedangkan USU E-Repository dapat digunakan untuk mengakses hasil penelitian atau skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa atau dosen USU. Sudahkah mahasiswa memanfaatkan dengan optimal ketiga layanan elektronik perpustakaan tersebut? Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 461 mahasiswa USU. Sampel berasal dari stambuk 2008 sampai 2012 dan diambil secara accidental dengan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 96 persen dan sampling error 4 persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh pendapat mahasiswa USU. (Litbang)
1. Pernahkah Anda memanfaatkan layanan catalogue perpustakaan? a. Pernah (54.88 %) b. Tidah Pernah (45.12 %)
56.62 % 3. Pernahkah Anda memanfaatkan la yanan USU E-Repository? a. Pernah (43.38 %) b. Tidak Pernah (56.62 %)
27.98 % 4. Secara umum, apa saran Anda untuk ketiga layanan perpustakaan tersebut? a. Tingkatkan kualitas (27.98 %) b. Lebih sering diupdate (13.23 %) c. Layanan lebih dipermudah (09.33 %) d. Lebih dipublikasikan dan disosialisasikan (01.09 %) e. Tingkatkan pelayanan petugas perpustakaan (03.04 %) f. Tidak Menjawab (12.15 %)
Jika pernah, berapa kali Anda faatkannya dalam seminggu? a. 1-3 kali b. 4-6 kali c. Tidak Tentu
meman(11.50 %) (11.00 %) (77.50 %)
20 resensi
SUARA USU, EDISI 92, APRiL 2013
Cermin Kehidupan Sang Avonturir Judul : Menggenggam Dunia, seri Rumah Dunia Pengarang : Gol A Gong Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Tahun terbit: 2011 Tebal : 215 halaman Harga : Rp 40.000,-
ANDIKA SYAHPUTRA | SUARA USU
Mimpi adalah satu langkah menuju kesuksesan. Hidup menjadi seorang petualangan membuatnya sadar akan ketertinggalan di tanah tercintanya. Membangun wadah untuk menciptakan generasi cerdas mendatang adalah mimpi terbesarnya. Dan membaca adalah jawabannya. Apriani Novitasari
G
ol A Gong kembali menu lis novel petualangan, setelah novel bestsellernya Balada si Roy. Beda nya, pada novel tersebut, ia menceritakan pengalamannya dengan menjelma menjadi tokoh bernama Roy. Sementara pada buku ini, ia keluar dari tokoh tersebut dan menjadi dirinya sendiri. Kali ini Gong muncul sebagai tokoh utama dalam sebuah novel autobiografi nya, Menggenggam Dunia. Ini adalah sebuah novel yang melatarbelakangi semua keinginan, angan-angan dan impian Gong saat ia masih kecil hingga berdirinya Rumah Dunia. Gong lahir di Purwakarta, namun tumbuh dan berkembang di Serang, Banten. Beruntung Gong terlahir dari orang tua seorang pendidik, yang mengerti pentingnya membaca se buah buku. Membaca sangat memba wa dampak besar dalam kehidupan nya. Gong menemukan hidupnya dari membaca, sumber imajinasi dan mo tivasinya. Membaca adalah salah satu batu lompatan Gong menjadi seorang penulis terkenal seperti sekarang. “Lewat katalah aku hidup. Hidup lewat katalah yang aku tiupkan kepada orang-orang putus asa. Aku hidup di mana-mana, di setiap sudut kota di Indonesia lewat novel-novelku”. Begi tulah yang dikatakan Gong, seperti
yang tercantum di sampul novel. Sejak kecil Gong sangat hobi mem baca buku. Bahkan saat berusia 11 tahun setelah tangannya diamputasi, Gong sangat rajin membaca buku saat di rumah sakit. Maka setelah keluar dari rumah sakit banyak informasi baru yang ia dapat. Gong pun menjadi perpustakaan berjalan untuk temantemannya. Gong menjadi seorang penulis juga tak jauh dari hobinya membaca buku, walaupun cita-cita Gong pada awalnya ingin menjadi seorang guru. Membaca adalah hal yang paling di tekankan Gong dalam novel ini, aktivi tas yang mempunyai banyak manfaat
para turis luar negeri tak pernah pa nik bila berada ditempat asing, karena mereka tahu rambu-rambu petunjuk jalan di mana mereka berada saat itu, dan itu semua mereka dapatkan dari membaca. Berbeda 180 derajat dengan orang Indonesia yang cende rung cepat panik jika berada di tempat yang tidak dikenal. Kecintaan Gong pada Banten se bagai tempat ia dibesarkan menim bulkan sebuah impian dan cita-cita mulia untuk membuat Banten seperti dahulu yang jaya dan makmur, dengan orang-orang yang kritis, cerdas dan berani melawan kebatilan, terutama pada wilayah seninya. Saat semua
“
Lewat katalah aku hidup. Hidup lewat katalah yang aku tiupkan kepada orang-orang putus asa. Aku hidup di mana-mana, di setiap sudut kota di Indonesia lewat novel-novelku seperti menambah ilmu pengetahuan dan menemukan hal-hal baru. Satu hal lagi yang diyakini Gong bahwa dengan membaca kita dapat menggenggam dunia. Satu bukti yang mendukung keya kinan Gong tersebut, yaitu saat dia mengunjungi delapan negara asia yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, India, Nepal, Bangladesh, Laos, Myanmar dan Pakistan selama hampir dua tahun. Banyak pengalaman yang dialami Gong waktu itu, satu yang tertanam jelas di otaknya adalah kebiasaan membaca orang-orang di negara yang ia kunjungan sangatlah luar biasa. Di mana-mana mereka membaca, di bus, kereta, bahkan restoran. Ia berpikir
orang tak peduli dengan kehidupan orang lain, Gong datang dengan impi annya mencerdaskan pemuda Banten walaupun bukan berasal dari Banten, Gong sangat peduli dengan kemajuan kota tersebut. Kekhawatiran Gong pada genera si muda Banten akan seperti dirinya saat remaja yang mengalami kesu litan untuk belajar jurnalistik, sas tra dan film menimbulkan semangat Gong bersama teman-temannya un tuk mencoba membangun sebuah warna organisasi anak muda berna ma Cipto Mudan Banten. Kemudian ia mengadakan pelatihan jurnalis tik, menerbitkan tabloid pelajar dan kampus bernama Banten Pos, tabloid
remaja bernama Meridian dan tabloid keluarga bernama Kaibon. Sosok Gong juga digambarkan se bagai pemuda yang berani. Beberapa kali Gong dilarang menerbitkan tab loid sebagai wadah pembelajaran pemuda, namun dicekal karena diang gap tidak sah, namun tak membuat semangatnya luntur. Keinginan Gong untuk mencerdaskan pemuda Banten masih sangat melekat di hatinya, maka kala ia membeli tanah di belakang rumahnya untuk membangun Rumah Dunia. Rumah bagi mereka yang ingin belajar. Benyak kegiatan yang dilaku kan di Rumah Dunia, seperti menulis, membaca, mendongeng, belajar sas tra, film dan jurnalistik. Gong yakin dengan membaca dan menulis mereka akan menjadi kritis dan cerdas, asalkan punya wa dah. Maka dari itu Gong mendirikan Rumah Dunia pada 3 Maret 2002 untuk mengubah pikiran masyara kat Banten yang selalu menggunakan otot ketimbang otak. Tak ada kekurangan yang berarti pada novel ini. Hanya saja alur pada novel ini adalah maju mundur, se hingga sedikit membingungkan. Mi salnya, pada bab 6 diceritakan bahwa Gong cuti dari kerjanya karena ingin mengelilingi dunia, namun pada bab 8 dikisahkan posisi Gong yang baru lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Serang dan putus asa ketika tidak diterima Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STIS). Selain itu ada beberapa pemborosan kata seperti TKI Indonesia, seharusnya cu kup TKI saja. Namun, setiap bab yang disajikan cukup relevan, bahasa yang digunakan ringan dan sampulnya juga menarik, selain warna yang tidak mencolok, gambar buku terbang juga menarik perhatian, seoalah menyirat kan bahwa dengan buku kita dapat mengetahui dunia ini.
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
iklan 21
22 iklan
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
momentum 23
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
SUARAUSU.CO 19 Maret 2013
25 Maret 2013
FP Menangi Piala PR III
JK Imbau Mahasiswa Tanamkan Jiwa Wirausaha
Jusuf Kalla dalam seminar nasional bertajuk Peran Pemimpin dan Peran Ekonomi Kerakyatan dalam Membangun Bangsa di Politeknik Negeri Medan mengimbau mahasiswa untuk menanamkan jiwa kewirausahaan dari sekarang, mengingat ini adalah modal sistem perekonomian kerak yatan yang saat ini sedang dijalankan Indonesia. Karena inti ekonomi kerakyatan adalah menciptakan nilai tambah suatu barang yang bisa dibuat dan dinikmati seluruh masyarakat Indonesia. (Ipak Ayu H Nurcaya)
WENTY TAMBUNAN | SUARA USU
Pembantu Rektor (PR) III Raja Bongsu Hutagalung me nyerahkan Piala Pembantu Rektor (PR) III kepada penjaga gawang Fakultas Pertanian (FP) usai pertandingan yang ber langsung di Stadion Mini USU, FP keluar sebagai pemenang setelah mengalahkan kesebelasan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di pertandingan final dengan skor 2-1.
Pelatihan Jurnalistik Metro TV on Campus
4 April 2013
(Wenty Tambunan)
19 Maret 2013
FP Menang, Suporter Adakan Konvoi
Setelah mengalahkan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poli tik (FISIP) pada tanding final Piala Pembantu Rektor (PR) III, puluhan suporter Fakultas Pertanian (FP) mengadakan konvoi keliling USU, Selasa sore. Dalam konvoi tersebut para suporter mengendarai motor di mulai dari Stadion Mini me ngelilingi USU dan berakhir di FP. Beberapa suporter mem bawa atribut seperti bendera, topi caping, poster, terompet dan drum. (Audira Ainindya)
SUASANA pelatihan jurnalistik Metro TV On Campus di Pendopo USU. Pada pelatihan ini, Pemimpin Metro TV Putra Nababan memberikan materi tentang tv berita dan ilmu dasar jurnalistik. (Sofiari Ananda)
Menkominfo: Tahun 2045, Indonesia Negara Maju
Edaran Jadwal Pemira USU Tidak Resmi
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring, dalam kuliah umum Peluang Sumatera Utara Menjadi Cyber Province di Auditorium USU menyatakan pemerin tah menargetkan tahun 2045 Indonesia akan menjadi negara maju. Pasalnya, tahun 2045 perekonomian Indonesia diprediksi akan semakin kuat. Saat ini, Indonesia menempati posisi kedua dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dunia dengan 6,23 persen tahun 2012 walau krisis moneter melanda dunia. “Eropa saja nanya apa resep kita,” tambahnya. (Ridho Nopriansyah)
Presiden Mahasiswa Mitra Akbar Nasution menyatakan edaran jadwal Pemilihan Raya (Pemira) USU akan diadakan pada 6 Mei mendatang, yang ditempel di majalah dinding tiap fakultas bukan dari Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU. Pasalnya, edaran tersebut tidak menggunakan logo Pema USU. Tapi pihak Pema USU tidak tahu dan tidak berusaha mencari tahu siapa pihak yang menyebarkannya. “Kalau kami mau, mereka bisa dibawa ke ranah hukum,” katanya. (Baina
22 Maret 2013
SOFIARI ANANDA | SUARA USU
5 April 2013
Dwi Bestari)
24 profil
SUARA USU, EDISI 92, APRIL 2013
Januasri Grace Sidabutar
Sahabat Air, Pecinta Politik Baginya, menemukan air seolah menemukan udara. Namun pengalaman sebagai atlet justru membuatnya punya mimpi, kelak jadi politikus.
SOFIARI ANANDA | SUARA USU
Debora Blandina Sinambela
T
akut dan bangga. Pera saan itu muncul saat Januasri Grace Sidabutar, akrab disapa Jeje, berada di antara 570 peserta re nang di bibir pantai Turki. Ini peng alaman pertamanya ambil bagian di kejuaraan open water sepuluh kilometer di luar negeri. Ia lihat kiri kanan, peserta dari bebagai negara tampak mantap. Nyalinya sempat ciut, ia jadi peserta termuda dengan usia 13 tahun. Bahkan panitia sempat tak kasih izin tanding karena khawa tir ia tak sanggup.
IKLAN
Rasa cemasnya ternyata ditang kap oleh Silvester, atlet renang asal Belanda. “Yang penting saat situasi ini adalah fokus, berenang secepat mungkin, kamu pasti bisa,” kata Sil vester meyakinkan. Kemudian pani tia memberikan aba-aba start. Akhirnya Jeje finis di posisi empat dalam kejuaraan yang diselenggara kan oleh Federation Internationale de Natation (FINA) tahun 2007. Kemampuan renang Jeje telah ada sejak kecil. Saat usia empat tahun, Jeje kerap ikut abangnya ke kolam renang di Pematang Siantar. Abangnya men jalani terapi air karena punya ketakut an besar terhadap air. Rasa penasa
rannya muncul dan lompat ke dalam kolam yang dalamnya satu meter. Merasa mulai tenggelam, ia berusaha menggerakkan kaki dan tangan, men contoh orang-orang di sekitarnya dan berhasil menepi. Ini awal ia tertarik dengan renang. Dalam dua minggu, empat gaya re nang berhasil dikuasai. Naiborhu, ibu Jeje membenarkannya. Bahkan sem pat heran melihat Jeje bisa mengua sai empat gaya dalam waktu singkat. “Sejak itu saya sadar kalau dia punya bakat renang,” kata Ibunya. Bagi Ibunya, kemampuan renang tak lepas dari keberanian dan ke mandirian mencoba hal-hal baru dan ini terdapat dalam diri jeje. Melihat bakat ini, Ibunya memberi Jeje pelatih renang serta mengikutkannya di se jumlah kejuaraan renang antar seko lah, daerah dan provinsi. Medali per tama yang ia raih yaitu saat duduk di kelas satu Sekolah Dasar (SD) dalam lomba renang antar sekolah. Setelah bergelut di dunia renang selama beberapa tahun, sempat ter cetus niat ingin berhenti berenang, namun, ibunya memberi tawaran supaya ikut open water. Renang yang arenanya lautan atau danau. Awal tahun 2007, ia pertama kali uji kemampuan open water sepuluh kilometer di Danau Toba. Tak ada yang menyangka dengan usia paling muda ia berhasil finish di posisi lima. Sejak itu pertandingan open water di dalam dan luar negeri kerap ia ikuti. Jeje merasa ada esensi lain yang ia rasakan saat di open water. “Ada kebebasan yang tak ada batas,” ung kapnya. Namun risiko dan tantangan dalam open water cukup besar. Selain risiko kesasar, lautan luas juga mem buat atlet frustrasi. Ketika muncul niat menyerah, maka ia teringat pesan ibunya. “Ke tika kamu tidak menyelesaikan per tandingan, maka percayalah itu akhir dari segala perjuanganmu selama ini. Itu pesan Bunda yang selalu aku ingat,” ujar Jeje. Berkat kepiawaiannya berenang ia telah melalang buana hingga ke per airan Filipina, Lautan Turki, Lautan Oman, Perairan Kepulauan Seribu,
Selat Makassar, dan Perairan Batam.
Terinspirasi dari Renang Sebagai atlet renang yang setiap hari harus latihan bahkan sering tan ding ke luar kota, Jeje terpaksa me ninggalkan bangku sekolah. Di sini lah peran ibu yang membantunya tetap fokus menyelesaikan sekolah. Untuk beberapa pelajaran, ibunya membantu mengajari di rumah. Bah kan tak jarang meminta pihak sekolah memberi les tambahan buat Jeje. Menyeimbangkan sekolah dan re nang tidak mudah. Apalagi di tengah kondisi fisik yang kelelahan, ia harus tetap belajar. “Jangan pernah tinggal kan sekolahmu demi atletmu. Kalau disuruh milih, kamu harus tetap pilih sekolah. Ini yang selalu ibu pesan ke aku,” kata Jeje. Pesan ini lah yang se lalu ia tulis dan baca sebelum tidur. “Kalau ingat ibu, pasti ingat belajar,” ujar Jeje. Kini, Jeje tengah menempuh pen didikan pada Departemen Ilmu Poli tik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poli tik (FISIP) USU. Ketertarikannya dengan dunia politik tak jauh karena pengalam an sebagai atlet renang. Selama ini banyak politik-politik kotor yang ia rasakan sebagai atlet. Misalnya gaji mereka sering dipotong dan sering kena pungutan liar. Kalau baru pulang tanding dari luar negeri, beberapa pi hak selalu meminta bayaran dengan bermacam alasan. “Banyak politisasi di belakang olahraga ini,” tegas Jeje. Ibunya juga mendukung pilihan anaknya, Ia menilai pemerintah ha nya memerhatikan atlet selama ma sih bisa berprestasi. “Setelah itu tidak ada lagi, bahkan gak peduli,” kata ibu Jeje. Sudah 14 tahun Jeje berkecimpung dalam dunia renang. Saat ditanya apa keinginan terbesarnya, ia berharap kelak jadi juara pertama olimpiade. Namun ia buat target akan fokus di dunia renang dalam lima tahun ke de pan. Setelah itu ia ingin fokus di du nia politik. “Saya ingin buktikan kalau politik sebenarnya tidak sekotor apa yang dipikirkan orang-orang,” pung kas Jeje.
Biodata Januasri Grace Sidabutar Pematang Siantar, 19 Januari 1994 TK Kalam Kudus Pematang Siantar SD Kalam Kudus Pematang Siantar SMA 4 Pematang Siantar
Prestasi Juara 3 Gaya bebas Olimpiade Olahraga Nasional (200 meter-2003) Juara 3 Gaya Bebas Olimpiade Olahraga Internasional Turki (200 meter-2007) Juara 2 Gaya Kupu-kupu Olimpiade Olahraga Internasional Turki (200 meter-2007) Juara 3 open water Internasional Filippina (10 kilometer-2011) Juara 3 open water SEA GAMES (10 kilometer-2011) Peringkat 5 open water Olimpiade London (10 kilometer-2012) Juara 3 Seleksi Tim Nasional (10 kilometer-2013)