Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 99

Page 1

EDISI

99

XIX/OKTOBER 2014

Rp 3000 ISSN 1410-7384

SUARAUSU.CO

DIALOG TIM HORAS:

SAAT ASA TERJERAT DANA

RAGAM LANGKAH TERSENDAT FAKULTAS PALING BARU DI USU


2 suara kita lepas

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

suara redaksi

Penanganan Tanggung-tanggung

Terhadap Fakultas Bontot Redaksi

L

agi, USU punya fakultas baru. Baru tiga tahun lalu Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi jadi fakultas paling bungsu di USU. Kini, Progam Studi Ilmu Kehutanan resmi jadi adik bontot 14 fakultas lain. Ia resmi menyandang nama Fakultas Kehutanan, yang kita singkat jadi Fahuta, pada 10 September lalu. Perjuangannya tentu tak mudah. Diajukan sejak 2011 ke Senat Akademik (SA), tapi baru 2013 disetujui. Pun itu masih tunggu Surat Keputusan Rektor. Hingga akhirnya resmi diizinkan berdiri sendiri. Masalah Fahuta selesai? Tentu saja tidak. Ia memang fakultas baru, tapi harta benda benar-benar belum ada. Untung, gedung tempatnya beraktivitas kini adalah hibah Fakultas Pertanian yang dulu ialah indungnya. Administrasi pun masih numpang nama ke fakultas abangannya itu. Mengapa? Sebab, meski telah terbentuk hampir dua bulan, Fahuta masih belum punya jajaran pimpinan. Seperti dekan dan wakil-wakilnya. Ia masih dikelola ketua dan sekretaris program studi lama. Sampai kini, belum jelas kapan Fahuta akan segera berfungsi normal selayaknya sebuah fakultas. Tentu di gedung baru, dan dipimpin jajaran dekanat yang lengkap. Mereka benar meminta semua daftar kebutuhan itu ke rektorat. USU ASRI sudah tahu perkara ini, dan akan segera mewujudkan permintaan dua gedung dan satu laboratorium dari Fahuta. Tapi segera yang dimaksud adalah setelah mereka tahu kapan dana akan cair untuk proposal ini. Kapan itu? Belum ada yang tahu. Dengan segala kekurangan sebagai sebuah fakultas, kita tentu harus mendukung Fahuta untuk segera bisa berdiri dan berjalan. Tapi, tidakkah aneh melihat kelahiran fakultas terbaru ini? Ia memang tak lahir dalam semalam, tapi bisa dibilang cukup cepat diasese dari berbagai pos: dewan pertimbangan fakultas (DPF), SA hingga Rektor. Padahal belum punya apa-apa. Akreditasi pun masih B. Wakil Rektor I Prof Zulkifli Nasution, yang asalnya memang dari Kehutanan, pernah bilang pada SUARA USU, “Kehutanan memang terlahir sebagai fakultas.” Inikah sebabnya proses lahir fakultas ini begitu singkat? Mengingat departemen lain, seperti Arsitektur sudah begitu lama mengajukan proposal jadi fakultas sendiri. Tapi tak pernah terdengar kabar tindak lanjutnya oleh rektorat. Alasan Kehutanan dijadikan fakultas pun hanya karena dianggap memang tak sesuai dinaungi FP bila ditinjau dari kurikulum. Tak cukup, sebetulnya. Tapi, karena sudah sah, semoga saja kehadiran Fahuta bisa lebih memajukan USU. Kelengakapan atributnya sebagai fakultas harus segera ditindaklanjuti, sebab akan berpengaruh pada target USU mengejar akreditasi A di 2017 nanti.

DISKUSI

Suasana diskusi sejumlah Mahasiswa USU bersama tiga Anggota Tim Penyusun Renstra 2014-2019 dan RJP USU 2014-2039 Himsar Ambarita, Prof Irmawaty dan Luthfi Hakim di gedung sekretariat SUARA USU, Selasa 8 Oktober. Selain itu, diskusi ini diikuti oleh UKM dan Pema se-USU. YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Salam Jurnalistik!

S

etelah rehat panjang pasca-menerbitkan tabloid edisi 98 Juni lalu, SUARA USU kembali hadirkan tabloid edisi 99. Seperti komitmen kami, edisi ini kami hadirkan dengan penyempurnaan di segala sisi untuk Anda, pembaca setia kami. Rektor Prof Syahril Pasaribu dan 42 guru besar USU keluar ruangan dari rapat Senat Akademik (SA) yang membahas pemilihan anggota Majelis Wali Amanat periode 20142019 pada 29 September. Aksi keluar ruangan tersebut terjadi karena adanya silang pendapat terhadap tata tertib pemilihan anggota majelis tertinggi universitas itu. Tata tertib itu ditetapkan oleh MWA periode 2009-2014 lewat Peraturan MWA Nomor 02 Tahun 2014. Simak rubrik Laporan Utama untuk kronologis lengkapnya.

Kemudian Laporan Khusus kali ini menyajikan informasi tentang penjuangan atlet paralimpiade di Sumatera Utara yang tak diganjar dengan fasilitas dan bonus setimpal. Seringkali untuk vitamin dan dana latihan pun mereka sediakan sendiri. Bahkan ‘dana apresiasi’ dalam setiap perlombaan yang dimenangkan pun jumlahnya tak seberapa. Konsep baru transportasi USU yaitu sepeda kampus rencananya akan dirilis tahun depan. Ada pula cerita jaket almamater 2013 dan 2014 yang tak kunjung usai. Pun cita-cita rektorat untuk adakan jaket almamater 2014 di awal ajaran baru tak terwujud. Setelah terpilih menjadi Presiden Mahasiswa USU, Brilian Amial Rasyid pun mulai susun kabinet. Di antara semua masalah di atas, ada Ilmu Kehutanan yang mendapat angin segar, resmi menjadi fakultas. Jangan lewatkan cerita lengkapnya di rubrik Ragam!

suara sumbang

Kemendikbud belum sahkan nama-nama Anggota MWA. Kapan lagi MWA punya ketua? Enggak terbentuk lah panitia pemilihan rektor kami, Tulang! Presiden Baru, Kabinet Baru Jangan lupa aja kalau kam itu wakilnya kita rakyat jelata. Ralat Byline dalam Laporan Utama Story II adalah koordinator liputan Mutia Aisa Rahmi, reporter adalah Ridho Nopriansyah, Yulien Lovenny Ester G, dan Febri Ramania. Sayfrizal Helmi dalam Ragam ‘Koordinasi Kabur Legislatif-Eksekutif’ seharusnya Syafrizal Helmi.

Berhenti sebentar di rubrik Potret Budaya. Akan dibahas tuntas tentang salah satu prosesi dalam rangkaian pernikahan adat Melayu. Makan Beradab. Makan ini tak sekadar berhadap-hadapan. Ada makna dan tujuan dalam setiap prosesinya. Silakan baca hingga tuntas. Di halaman terakhir kami perkenalkan Reza Pahlevi. Lelaki pengguna bahasa Esperanto, bahasa yang disebut-sebut sebagai bahasa dunia. Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2012 ini akan bercerita mengenai prestasi dan pengalamannya. Tak jauh-jauh dari dunia bahasa Esperanto. Sekian kata pengantar dari Redaksi SUARA USU. Semoga informasi yang kami berikan dapat bermanfaat dan membawa perubahan bagi diri sendiri dan kampus USU kita. Sampai ketemu di tabloid edisi selanjutnya, tabloid edisi khusus untuk menggenapkan seratus edisi tabloid SUARA USU. Selamat membaca! (Redaksi)

suara pembaca Duduk di Lantai

Kalau belajar di Sastra Jepang kelasnya digabung, jumlah mahasiswanya aja 63 orang. Kursinya enggak sampai segitu, makanya enggak cukup. Kami mesti datang pagi-pagi biar bisa dapat kursi. Kalau enggak, duduk di lantai. Annisa Amalia Fakultas Ilmu Budaya 2012

Musala FKM

Musala di FKM enggak ada. Pun musala kecil di samping perpustakaan fakultas hanya untuk mahasiswa perempuan dan tidak sebanding dengan jumlah mahasiswanya. Jadi bagi mahasiswa yang pria harus pergi salat ke musala FKep. Agi Nurhayati Fakultas Kesehatan Masyarakat 2013


SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

kata kita

suara kita 3 ­

Perppu, Desas-desus Pencitraan, dan Manuver Politik

Sang Presiden

J

umat dini hari, 26 September silam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sahkan UndangUndang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hasilnya, kepala daerah dipilih oleh DPR. Dengan kata lain pilkada langsung dihapuskan. Pengesahan tersebut menimbulkan pro kontra di antara masyarakat. Ada yang sepakat namun tak sedikit yang menghujat. Tiga hari berselang, Presiden SBY mengeluarkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang (Perppu). Pertama, tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Perppu kedua terkait penghapus kewenangan DPRD untuk melaksanakan pilkada. Itu berarti pilkada langsung tetap diadakan. Lagi-lagi, ada yang sepakat dan menghujat. Lalu bagaimana dengan tanggapan mahasiswa USU sendiri? Teks dan foto: SOFIAH

Wahyudi Setiawan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi 2012

Martha M Sihombing Fakultas Kedokteran 2013

Saya setuju dengan dikeluarkannya perppu ini. Berarti SBY masih mempertahankan demokrasi. Sehingga rakyat bisa menggunakan haknya lagi. Dalam hal ini SBY benar, karena dia masih ingat bahwa dia dipilih rakyat.

Saya setuju dengan adanya perppu ini. Karena pemimpin suatu daerah harus dikenal rakyat. Jika DPR yang memilih, bisa saja terjadi money politic. Lebih baik dikembalikan ke masyarakat lagi. Walaupun terlihat sebagai pencitraan. Tapi ini sudah benar.

Ade Ismail Abdillah — Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2011 Saya tidak setuju dikeluarkannya perpu oleh SBY. Karena jika pilkada secara langsung lagi, pasti banyak mengeluarkan biaya untuk kampanye. Secara otomatis, yang bersangkutan akan berusaha mengembalikan duitnya lagi. Dan pilkada secara langsung akan menyebabkan pertentangan dalam masyarakat. Jadi lebih baik perppu ini enggak usah dibuat. Biar saja kepala daerah dipilih DPR. Yang menilai skill-nya kan DPR. Kalau masalah pencitraan wallahu alam-lah. Enggak ada yang tahu pasti itu pencitraan atau bukan.

Billy C Manurung Fakultas Teknik 2012 Saya enggak setuju dengan adanya perppu ini. Karena enggak tegak pendirian. Masa sudah ada keputusan, tapi mau diganti lagi. Sepertinya sih ini trik supaya namanya kembali baik, agar terkesan mendukung rakyat.

konten

suara kita laporan utama opini dialog ragam

2-3 4-7 8 9 10-11

Laspita Sinaga Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan 2014 Baguslah perppu ini dibuat. Karena pemimpin harus dipilih rakyat. Kalau DPR yang memilih, bisa terjadi korupsi. SBY enggak salah membuat perppu ini, tapi dia tidak konsisten. Meskipun begitu, sudah cukup bagus karena ada usahanya untuk mengembalikan demokrasi. Biar saja menjadi urusan Bapak SBY tentang kabar pencitraannya.

galeri foto podjok sumut laporan khusus mozaik potret budaya

12 13 14-15 16-17 18

riset resensi iklan momentum profil

19 20 21-22 23 24

DESAIN SAMPUL: YANTI NURAYA SITUMORANG ILUSTRASI: AULIA ADAM

Diterbitkan Oleh: Pers Mahasiswa SUARA USU Pelindung: Rektor Universitas Sumatera Utara Penasehat: Wakil Rektor III Universitas Sumatera Utara Pemimpin Umum: Gio Ovanny Pratama Sekretaris Umum: Guster CP Sihombing Bendahara Umum: Mezbah Simanjuntak Pemimpin Redaksi: Aulia Adam Sekretaris Redaksi: Erista Marito Oktavia Siregar Redaktur Pelaksana: Apriani Novitasari Koordinator Online: Lazuardi Pratama Redaktur Cetak: Ridho Nopriansyah, Sri Wahyuni Fatmawati P Redaktur Foto Cetak: Wenty Tambunan Redaktur Artistik: Audira Ainindya Redaktur Online: Rati Handayani Redaktur Foto Online: Andika Syahputra Reporter: Febri Rahmania, Tantry Ika Adriati, Arman Maulana Fotografer: Yulien Lovenny Ester G Desainer Grafis: Yanti Nuraya Situmorang, Anggun Dwi Nursitha Ilustrator: Yulien Lovenny Ester G, Arman Maulana Pemimpin Perusahaan: Ferdiansyah Sekretaris Perusahaan: Maya Anggraini S Manajer Iklan dan Promosi: Ika Putri Agustini Saragih Manajer Produksi dan Sirkulasi: Yayu Yohana Desainer Grafis Perusahaan: Amelia Ramadhani Staf Perusahaan: Indra P Nasution Kepala Litbang: Renti Rosmalis Sekretaris Litbang: Fredick BE Ginting Koordinator Pengembang­an SDM: Shella Rafiqah Ully Koordinator Kepustakaan: Mutia Aisa Rahmi Koordinator Riset: Santi Herlina Staf Pengembangan SDM: Amanda Hidayat Staf Kepustakaan: Sofiah Staf Ahli: Tikwan Raya Siregar, Liston Aqurat Damanik, Shahnaz A Yusuf, Bania Cahya Dewi

ISSN: No. 1410-7384 Alamat Redaksi, Promosi dan Sirkulasi: Jl. Universitas No 32B Kampus USU, Padang Bulan, Medan-Sumatera Utara 20155 E-mail: suarausu_persma@yahoo.com Situs: www.suarausu.co Percetakan: PT Medan Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) Tarif Iklan: Rubrik Ragam (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Opini (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Potret Budaya (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Dialog (BW) Rp 800/mm kolom, Rubrik Riset (FC) Rp 1200/mm kolom, Rubrik Momentum (BW) Rp 800/mm kolom, Halaman Iklan (BW) Rp 500/mm kolom, Rubrik Profil (FC) Rp 1500/mm kolom Informasi Pemasangan Iklan dan Berlanggan­an, Hubungi: 085762303896, 085763407464 Redaksi menerima tulisan berupa opini, puisi, dan cerpen. Untuk opini dan cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan. Tulisan dapat dikirim ke email suarausutabloid@ymail.com


4 laporan utama

Cerita MWA USU yang Baru SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Silang Pendapat

di Akhir September Koordinator Liputan: Maya Anggraini S Reporter: Lazuardi Pratama, Wenty Tambunan, Amanda Hidayat, dan Maya Anggraini S

Wawancara

Ketua Senat Akademik Prof Chairul Yoel berkomentar lebih lanjut perihal perkara MWA di ruang SA, Jumat (3/10). Prof Yoel bilang pemilihan anggota MWA tak salahi aturan. YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Maya Anggraini S Aksi keluar ruangan Rektor Prof Syahril Pasaribu dan 42 anggota SA lainnya pada Rapat Pemilihan Anggota MWA murni karena perbedaan persepsi. Pun, dua kubu terbentuk karenanya.

H

ari itu, 29 September lalu. Prof Badarud din berangkat kerja ke USU lebih awal pukul 07.00 pagi. Namun kali ini tujuannya beda. Bukan ruangan kerja Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), melainkan ruang Senat Akademik (SA) di lantai tiga Biro Rektor USU. Ia harus mengikuti rapat SA dengan agenda pemilihan anggota Majelis Wali Amanat (MWA). Sebab, Dekan FISIP ini juga anggota SA periode 2014-2019. Mereka akan memilih anggota MWA dari dua

perwakilan, satu dari anggota SA sendiri, dan satu lagi dari kalangan masyarakat. Sesampainya di sana, rapat belum mulai. Badar mengambil tempat duduk dekat pintu masuk dan keluar ruang SA. Tak lama kemudian, rapat pun dimulai, tepat pukul 09.00 WIB. Ada 91 anggota SA yang hadir. Seharusnya 94 orang hadir, namun kata Prof Chairul Yoel, Ketua SA, tiga lainnya berhalangan. “Katanya sih lagi naik haji,” timpalnya. Seingat Badar, sekitar pukul 11.00 WIB suasana tibatiba ricuh. Saat pembahasan tata tertib dimulai, terjadi silang pendapat terkait mekanisme pemberian suara. Harusnya, untuk pilih anggota MWA dari SA, peserta rapat diberi delapan suara. Sedangkan untuk pilih anggota MWA dari wakil masyarakat, peserta rapat pu-

nya sembilan suara. Aturan ini ada pada Peraturan MWA Nomor 02 tahun 2014 pasal 8. Namun, pasal ini membuat bingung peserta rapat. Pendapat terbagi dua. Sebagian orang menganggap peserta rapat boleh memilih nama berbeda untuk delapan suaranya. Sebagian lagi beranggapan sebaliknya, peserta rapat boleh memilih nama yang sama untuk delapan suara. Salah satu orang yang berpikiran begini ialah Rektor Prof Syahril Pasaribu. Di tengah kericuhan itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prof Azhar Maksum yang saat itu juga tergabung dalam forum bilang kalau Arifin Nasution, notulen cum Sekretaris SA, melemparkan ke forum agar penjelasan tentang tata laksana peraturan tersebut diambil secara mufakat atau

ditunda sebentar. “Lebih dari setengah suara yang ada di forum sepakat untuk voting,” ungkap Azhar. Rapat masih berlangsung saat Badar memutuskan pergi ke kamar mandi, setelahnya ia kembali masuk. “Saya pilek waktu itu,” ujarnya sambil tersenyum. Saat masuk kembali itulah, Prof Syahril dan 41 orang lain bersiap keluar dari ruangan. Badar tak langsung mengikuti 42 orang itu. Ia duduk sebentar, menganalisis keadaan, berusaha mencerna keputusan yang benar. Dan akhirnya memilih ikut keluar. Tepat pukul 14.00 WIB, 43 orang memutuskan keluar ruangan, termasuk Badar dan Azhar. Tersisalah 48 orang di dalamnya. Tapi rapat masih berlanjut. Hal ini dibenarkan ketua SA Prof Chairul Yoel. “Setelah keberatan, Rektor USU memutuskan keluar dari ruang-

an,” katanya. Meski, ditinggal 43 anggota rapat, peserta yang tersisa masih kuorum. Rapat berlanjut hingga pukul 16.00 WIB. Sisa peserta rapat yang masih bertahan memilih nama-nama yang dilampirkan, yaitu delapan orang dari senat dan sembilan orang dari wakil masyarakat. Terpilihlah 17 orang. Mereka antara lain delapan orang dari wakil SA ada Prof Abdullah Afif Siregar, Prof Hakim Bangun, Prof Harmein Nasution, Nurlisa Ginting, Syafruddin Kalo, Prof T Keizerina Devi, Prof Urip Harahap dan Prof Zul Alfian. Sembilan orang dari wakil masyarakat adalah Prof Chairuddin P Lubis, Chairulsyah Siregar, Panusunan Pasaribu, Nurdin Lubis, Razali Ishak, Rustam Effendi Nasution, Prof Sutomo Kasiman, Timin Bingei Purba Siboro, Tinah Bingei Tanoto. “Tujuh belas orang inilah


Cerita MWA USU yang Baru SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

FOTO ILUSTRASI: YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

nama-nama yang sudah di-bawakan kertasnya ke Mendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan –red),” katanya.

Beda Individu, Beda Perspektif Prof Yoel mengaku tak mungkin salah persepsi tentang tafsiran peraturan pemilihan anggota MWA itu. Sebab ia juga tergabung dalam anggota MWA periode lalu. “Saya anggota MWA dan kami yang buat peraturan MWA tersebut,” tambahnya. Dalam peraturan sudah tertera, setiap anggota SA memiliki delapan suara untuk pemilihan anggota MWA mewakili SA dan sembilan suara untuk calon anggota MWA wakil masyarakat, masing-masing menggunakan nama berbeda. Peraturan Pemerintah (PP) hanya meng atur bahwa proporsi lebih lanjut diatur di peraturan MWA. Dasarnya hanya dua, statuta USU dan Peraturan MWA. “Salah persepsi itu kan biasa. Nah, yang kita ambil suara persepsi yang sesuai dengan peraturan MWA,” pungkasnya. Badar beda pendapat dengan Yoel, ia sepakat dengan pendapat kedua. Bagaimanapun pendapat pertama merupakan sistem yang Badar nilai tidak sehat. Dia mencontohkan, “kalau saya nyalon-kan diri, maka saya harusnya milih diri sendiri, semuanya ya untuk saya. Tapi tidak dengan peraturan MWA, suara saya harus saya bagikan ke calon lainnya,” jelasnya. Istilahnya, “jadi ragu deng

an diri sendiri,” tambah Prof Badar. Dosen Fakultas Farmasi, Prof Urip Harahap yang juga anggota MWA terpilih juga menganggap wajar bila terjadinya perbedaan persepsi. Sebab dalam sebuah rapat tentu perbedaan persepsi ialah hal biasa. Menurutnya, aturan MWA yang disampaikan panitia saat rapat sudah benar. “Itu pandangan individual (subyektivitas –red) saya,” ungkap Urip. Di sisi lain, Dekan Fakultas Keperawatan (FKep) Dedi Ardinata memilih keluar ruangan setelah akhirnya diputuskan untuk dilakukan pemungutan suara untuk menentukan mekanisme pemilihan anggota MWA. “Ini seperti ketika Anda punya rumah, Anda bikin peraturan setiap orang bisa masuk. Tapi tidak dijelaskan dari pintu mana bisa masuk. Suatu ketika teman Anda masuk lewat jendela. Yang salah siapa?” Itulah analogi yang disampaikan Dedi. Ia bilang bagaimanapun saat itu tidak seharusnya dilakukan pemungutan suara. Penundaan rapat dipi kir Dedi lebih tepat, hingga ada penjelasan terkait peraturan MWA. Menanggapi hal itu, Prof Yoel tegaskan pemungutan suara sudah jelas diatur dalam Statuta USU, jika tidak tercapai kesepakatan maka harus mutlak musyawarah mufakat, jadi tak ada persoalan dalam hal ini. Tata laksana yang di-jalankan sesuai dengan peraturan. “Sudah jelas prosedurnya,” kata Prof Yoel. “Yang forum butuhkan adalah one man one vote bukan one man one multivote,”

lanjutnya. Badar beri pandangan lain. Ia bilang mekanisme pemilihan anggota MWA merupakan celah pada peraturan MWA. PP Nomor 16 tahun 2014 tentang Statuta USU Pasal 26 yang diterjemahkan ‘asal’ ke Peraturan MWA adalah bentuk demokrasi mayoritas tirani. Keputusan diambil secara kekuasaan dan digunakan dengan sewenang-wenang. Pun tentang komposisi anggota MWA, ada 21 orang yang harusnya menduduki kursi MWA. Sebelas orang menjadi perwakilan masyarakat. Delapan orang menjadi perwakilan SA. Sedangkan pemilihan MWA sekarang menghasilkan tujuh belas anggota MWA, sembilan orang unsur masyarakat dan delapan orang unsur SA. Dua di antaranya akan diisi oleh pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) dan alumni yang diisi oleh Ketua Ikatan Alumni USU (IKA-USU). Terkait alumni yang mewakili mahasiswa itu adalah Tengku Erry Nuradi, Wakil Gubernur Sumatera Utara. Dua orang lagi temasuk Rektor USU sekarang dan Kemendikbud otomatis menjadi anggota MWA. Laporan mengenai pemilihan anggota MWA ini sudahdiantarkan ke Kemendikbud 6 Oktober lalu. “Mengenai sah atau tidaknya biar menteri yang memutuskan,” tandas Prof Yoel. Pandangan lain juga datang dari Prof Azhar hingga akhirnya memutuskan keluar ruangan saat itu. Selain

laporan utama 5 sistem pemilihan peraturan MWA yang bermasalah, ada juga poin yang tidak tuntas pada peraturan ini. Poin yang dimaksud adalah pengertian masyarakat yang tak ada pada Peraturan MWA No 2 Tahun 2014 Pasal 8 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengusulan, dan Pemberhentian Ketua, Sekretaris dan Anggota MWA. Itu yang membuatnya menduga wakil masyarakat yang menjadi anggota MWA sekarang mempunyai kepentingan untuk USU. “Tidak tahulah kapasitasnya,” ucapnya sambil tersenyum. Terkait ini, Prof Syahril tak berkomentar banyak, ia malah mengalihkan jawaban ke divisi hubungan masyarakat (humas). “Ya sudahlah, tanya humas saja, saya sudah sampaikan semua sama dia,” sambutnya. Humas menyampaikan dalam siaran pers rektor bahwa keputusan rektor untuk meninggalkan rapat dalam pemilihan MWA sudah sesuai aturan. Dalam Peraturan MWA No 02 Tahun 2014 telah mengatur tentang suara setiap anggota SA sebagaimana Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (2). Akan tetapi, terdapat perbedaan dalam prosedur pelaksanaan penggunaan suara sebagaimana diuraikan, maka semestinya secara hukum tindakan SA adalah menunda rapat sampai mendapatkan penjelasan dari MWA sebagai organ USU. “Bukan memaksakan pemilihan suara yang dapat membentuk norma hukum yang baru,” kata Prof Syahril dalam siaran persnya. Hal ini merupakan norma hukum yang memberikan dan merupakan hak suara kepada setiap anggota SA sebanyak 9 suara (untuk memilih anggota MWA wakil masyarakat) dan 8 suara (untuk memilih anggota MWA wakil SA). Ketentuan prosedural tentang tata cara penggunaan suara diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan huruf c untuk memilih anggota MWA wakil masyarakat dan Pasal 8 ayat (2) huruf b dan c untuk memilih anggota MWA wakil SA. Rektor menyampaikan tidak satu pun kata atau frasa tersebut menetapkan bahwa nama calon anggota MWA yang dipilih harus nama yang berbeda. “Misalnya Pasal 8 ayat (1) huruf b menetapkan bahwa setiap anggota SA yang hadir dapat memilih maksimal 9 (sembilan) nama calon anggota MWA wakil masyarakat,” kata Prof Syahril. Pasal ini tidak menjelaskan bahwa sembilan nama calon anggota MWA terse-

but ke sembilannya harus nama calon yang berbeda, sehingga terjadi kekosongan hukum yang menimbulkan interpretasi apakah 9 nama calon tersebut harus nama yang berbeda atau dapat terdiri dari satu atau lebih nama calon yang sama. Pun Badar saat itu mencurigai salah satu anggota MWA yang hampir tak pernah ikut rapat. “Contohnya Si Tinah, meskipun enggak pernah datang rapat dia jadi anggota MWA.” Tinah Bingei Tanoto adalah istri pemilik Tanoto Foundation, Sukanto Tanoto. Tinah menjadi anggota MWA periode lalu, dan kembali mendapat kursi MWA periode ini. Selain ia, masih ada Timin B Bingei Purba Siboro, istri dari pemilik perusahaan rokok Sumatera Tobacco Trading Company (STTC). Juga Edwin Bingei Purba Siboro di periode sebelumnya. Perihal Peraturan MWA tentang pengertian masyarakat Prof Yoel mengatakan memang tidak ada. Karena bukan masyarakat biasa, tapi anggota MWA wakil masyarakat. “Kalau kita membuat pengertiannya mau berapa lembar dipakai? Akan banyak defenisi nanti,” katanya. Prof Yoel mengakui Tinah Bingei memang jarang datang rapat. Tetapi dia adalah orang penting yang ikut membantu USU, baik dari segi pembangunan, pendidikan maupun kemampuan mahasiswa. “Diamendaftar jadi anggota SA dan tergolong dari wakil masyarakat,” ungkap Prof Yoel. Dikutip dalam Sumut Pos bahwa adanya kubu-kubu tertentu dalam pemilihan MWA lalu. Anggota senat yang keluar rapat diduga berasal dari kubu Rektor USU, sedangkan angggota senat yang tetap melanjutkan diduga berasal dari kubu Prof Chairuddin P Lubis. Dedi membantah adanya kubu-kubu tertentu seperti yang dimaksud Sumut Pos. Ia bilang yang ada hanyalah kubu-kubu yang terjadi alamiah seperti perbedaan pendapat. “Kebetulan ajanya itu,” timpalnya. Berbeda dengan Dedi, Prof Yoel akui adanya indikasi kubu-kubu. Namun, ia tak mempersoalkan hal itu, karena tugas SA memfasilitasi dan melaksan akan amanah. Prof Yoel juga meminta agar terjadinya kubu-kubu tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. “Saya tak bikin kubu, tapi kalau mau buat ya silakan. Sama juga kayak di MPR, apa persoalannya?” katanya.


6 laporan utama

Cerita MWA USU yang Baru SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Dari Penantian Teken Menteri

hingga Pesta Pemilihan Rektor Baru Kendala

Koordinator Liputan : Yulien Lovenny Ester G Reporter : Fredick BE Ginting, Rati Handayani, Ika Putri Agustini Saragih, dan Yulien Lovenny Ester G Yulien Lovenny Ester G

Dua surat dikirim ke Kemendikbud. Salah-satunya penentuan nasib anggota Majelis Wali Amanat (MWA). Setelahnya, MWA punya tanggung jawab lebih.

H

ari itu Somad Hasibuan berjualan seperti biasa. Digantungnya koran di bawah kayu atap toko. Su dah pukul 10.00 pagi ketika pria pengendara sepeda motor berhenti di sebelah toko. Matanya awas melihat headline surat kabar Sumut Pos edisi Selasa, 30 September. Edisi hari itu. Rektor USU WO. 42 Guru Besar Tinggalkan Sidang. “Eh, apa ini? Kok WO (walk out–red)?” tanyanya. Sebentar ia terdiam. “Berapa eksemplar kau jual?” “Sepuluh.” “Kuambil lima.” Uang Rp 12.500 diberikan pada Somad. Kemudian pergi. Kecipratan rezeki juga dirasakan Adek, penjaja koran di pintu satu. Di hari yang sama, Adek kedatangan pembeli. Laki-laki berkemeja dengan kartu pengenal yang dibalik. Tak kelihatan namanya. “Bang, ada berita pemilihan MWA? Koran apa aja, Bang?” tanyanya. “Ada, Bang. Analisa, Waspada, Tribun, Orbit, Sumut Pos.” Tak lama, laki-laki itu membeli surat kabar yang disebutkan, masing-masing tiga eksemplar. Selang beberapa jam, datang pembeli lain. Laki-laki berkemeja, tetap dengan kartu pengenal terbalik. Yang diminta tak beda, tiga eksemplar untuk tiap surat kabar. Tak hanya sehari, pembeli silih berganti di dua hari selanjutnya. Tetap dengan order yang sama. Adek sampai menambah oplahnya, kurang lebih 36 eksemplar terjual. Somad perkirakan pembeli adalah orang rektorat USU. “Tahu dari pakaian,” ujarnya. Pun Adek akui hal

TOLAK BERKOMENTAR Rektor Prof Syahril Pasaribu menolak berkomentar lebih lanjut perihal perkara MWA di halaman depan Biro Rektorat, Selasa (21/10). Saat pemilihan Majelis Wali Amanat, 43 anggota Senat Akademik termasuk rektor keluar ruangan yang berlangsung ricuh pada rapat SA, Senin (29/9) lalu.

LAZUARDI PRATAMA | SUARA USU

yang sama. Namun, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) Bisru Hafi tak terlalu perhatikan hal tersebut. “Mungkin aja beli untuk lihat lowongan pekerjaan,” kata Bisru. Sehari sebelumnya terjadi perbedaan pendapat dalam rapat Senat Akademik (SA) terkait pemilihan anggota MWA hingga 43 orang di antaranya memilih keluar ruangan, termasuk Rektor Prof Syahril Pasaribu. Saat ditemui, Prof Syahril enggan berkomentar. “Tanya kan saja sama humas.” Saat para penjaja koran kebanjiran rezeki, 43 anggota SA yang keluar ruangan mengajukan surat kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perihal pemilihan anggota MWA. Berisi laporan bahwa pemilihan anggota MWA 29 September melanggar peraturan mekanisme pemilihan, yaitu Peraturan MWA No 02 Tahun 2014 Pasal 8 Ayat 1 dan 2. Keputusan ini dituangkan dalam surat atas

nama Rektor USU. Prof Alvi Syahrin, Sekretaris MWA periode 2009-2014 bilang tak masalah kalau me reka mengirim surat untuk Kemendikbud. Karena keputusan ada pada Kemendikbud. Menanggapi hal itu, Prof Chairul Yoel, Ketua SA, bilang yang penting adalah SA sudah laksanakan tanggung jawabnya. “Kita laksanakan sesuai peraturan.” Ada satu surat lagi yang disampaikan ke Kemendikbud, dibawa oleh Sekretaris SA Arifin Nasution 6 Oktober lalu. Isinya laporan hasil pemilihan anggota MWA. Bedanya, surat ini berisi hasil rapat dan nama anggota MWA terpilih. Ada tujuh belas nama, delapan wakil SA dan sembilan wakil masyarakat. “Tinggal tunggu jawaban Pak Menteri,” sahutnya. Bisru tak tahu terkait surat ini. Tidak ada laporan pengiriman kepada rektor. Padahal, seharusnya ada surat tembusan yang ditujukan pada rektor.

Prof Yoel bilang ada tembusan yang dikirimkan untuk USU oleh Sekretaris SA. Selain itu, tembusan untuk MWA dan dewan guru besar sudah diberikan setelah pengiriman ke menteri.

MWA Kini, Tak Lagi Sama Statuta USU resmi berubah menjadi Perguruan Tinggi Negara-Badan Hukum (PTNBH) Februari lalu, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 16 Tahun 2014. Kini terdapat beberapa modifikasi dalam MWA. Statuta adalah peraturan dasar pengelolaan yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di universitas. Dalam statuta disebutkan MWA ialah organ universitas yang menyusun dan menetapkan kebijakan umum universitas. Beranggotakan 21 yaitu menteri, rektor, wakil dari SA, dan wakil masyarakat. Prof Yoel bilang mekanisme pemilihannya pun beda. Dulu, pemilihan sem-

bilan nama wakil masyarakat dilaksanakan dengan pengajuan nama berbeda, sedangkan delapan wakil SA diajukan dengan satu nama saja. Sekarang, pemilihan sembilan wakil masyarakat dan delapan wakil SA dengan cara mengajukan masing-masing sembilan dan delapan nama berbeda. Ini sesuai dengan Peraturan MWA No 02 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengusulan, dan Pemberhentian Ketua, Sekretaris, dan Anggota MWA yang dikeluarkan Juni silam. Pun tugas dan wewenang MWA lebih rinci. MWA bertugas untuk menetapkan kebijakan umum USU, mengangkat dan memberhentikan rektor, melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan USU serta mena ngani penyelesaian tertinggi atas masalah di USU. “Dulu kami mengawasi, tidak serinci ini,” ujar Prof Alvi. Tugas lain MWA adalah membina jejaring dengan pihak luar USU, bersama rek-


Cerita MWA USU yang Baru SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

tor melakukan penggalangan dana dan menyusun serta menyampaikan laporan tahunan pada menteri. Anggota MWA berhak memberikan pertimbangan, usulan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana jangka panjang (RJP), rencana strategis (renstra), rancangan kerja dan anggaran tahunan (RKAT) serta pengelolaan USU.

Tak Ada Unsur Mahasiswa di MWA USU Ada 21 orang yang duduk di kursi MWA. Sebelas orang perwakilan masyarakat. Dua di antaranya diisi oleh pihak Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) dan alumni—Ketua Ikatan Alumni USU (IKA-USU). “Mahasiswa itu diisi alumni,” cerita Prof Sutarman, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Sutarman bilang USU punya aturan sendiri terkait peletakan mahasiswa dalam badan MWA. Prof Alvi bilang hal itu berdasarkan PP Nomor 16 Tahun 2014 tentang Statuta USU. Komposisi MWA dapat diatur lagi dalam peraturan MWA. Artinya Peraturan MWA Nomor 02 Tahun 2014 tetap jadi penentu. Janter Ronaldo Purba, mahasiswa Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2012 sekaligus Ketua Front Mahasiswa Nasional Ranting USU menganggap ini adalah kemunduran. Mengurangi esensi demokratis kampus yang harusnya punya perwakilan dari seluruh civitas akademika USU. “Mahasiswa itu objek dari kebijakan di USU, harusnya dilibatkan,” katanya. Ia sayang-

kan USU tak beri kursi MWA untuk mahasiswa. Prof Alvi bilang bukan berarti mahasiswa tak dapat duduk di MWA. Ketetapan MWA memasukkan mahasiswa sebagai wakil masyarakat. Sebab masa kuliah mahasiswa strata-1 (S1) hanya empat tahun sedangkan anggota MWA punya masa jabatan lima tahun. Tapi Janter tak lihat ada masalah jika posisi mahasiswa berganti sebanyak lima kali dalam satu periode MWA.. Seperti MWA Universitas Indonesia (UI). Termaktub dalam Statuta UI. UI masukkan mahasiswa sebagai unsur MWA. Saat ini diwakili oleh Mohammad Amar Kaoerul Umam, Mahasiswa Fakultas Hukum UI 2010. Pada praktiknya, ia punya dua peran di MWA, pertama dalam rapat paripurna untuk mengambil keputusan. Kedua, advokasi kepentingan mahasiswa ke rektorat. Amar pun tak main-main, ia punya tim yang persiapkan setiap aspirasi mahasiswa dengan matang sebelum dibawa ke rapat paripurna MWA. Di sisi lain, menurut Amar selain sebagai stakeholder terbesar, mahasiswa juga berperan dalam penetapan kebijakan kampus. Karena, MWA tak hanya bisa melihat masalah dari ‘atas’, ada mahasiswa yang tahu kenyataan di lapangan. “Enggak perlulah anggota MWA lain blusukan,” tambahnya. Amar menilai kondisi USU saat ini sebagai keadaan yang tak biasa. Yang mengkhawatirkan adalah jika mahasiswa tak sadar bahwa ini adalah

Riset Laporan Utama

masalah. “Yang sekarang jangan diam, setidaknya ada yang diwariskan ke generasi selanjutnya,” tegasnya. Namun, Amar optimis tetap ada jalan untuk memperjuangkan unsur mahasiswa di MWA. Pertama, buat kajian perlu tidaknya mahasiswa di MWA. Meliputi kajian yuridis, historis, antropologis, dan sosiologis. Lalu, sosialisasi ke publik tentang keadaan sekarang. Kemudian ajak tokoh untuk utarakan opini tentang ini. Selanjutnya, sampaikan aspirasi mahasiswa berdasarkan kajian sebelumnya ke rektorat. “Terakhir, PP tentang statuta bisa digugat ke Mahkamah Agung untuk dibatalkan pada poin tidak adanya wakil mahasiswa sebagai unsur anggota MWA.” Menanggapi Amar, Presiden Mahasiswa Brilian Amial Rasyid sepakat. Ia bilang Pemerintahan Mahasiswa (Pema) USU akan bahas masalah ini. Namun dalam waktu dekat pihaknya akan laksanakan rapat kerja terlebih dahulu. Sebenarnya, kekhawatiran serupa pernah juga dilontarkan Wakil Presiden Mahasiswa Abdul Rahim. Lagi-lagi Prof Alvi masih belum sepaham. Menurutnya, mahasiswa USU belum bisa signifikan menjalankan tugas dan wewenang MWA. Sebab mahasiswa adalah orang yang masih dibina. Mahasiswa menyamakan tugas menetapkan kebijakan USU dengan penyampaian aspirasi. “Ini menetapkan kebijakan tertinggi. Bukan bilang saya perlu ini, saya perlu itu,” terangnya. Mahasiswa bisa sampaikan aspirasi lewat SA.

laporan utama 7

Ilustrasi foto | WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Pun kriteria menjadi anggota MWA dinilai tak dapat dipenuhi mahasiswa. Kriteria utama seperti komitmen, kemampuan, integritas, prestasi, wawasan, dan minat terhadap pengembangan USU. Hal itu sebenarnya tak menutup peluang mahasiswa jadi anggota MWA. Prof Alvi menekankan jika ada mahasiswa yang memenuhi kriteria tersebut, dapat menjadi anggota MWA lewat jalur wakil masyarakat. “Silakan bersaing dengan calon lain.” Namun, Janter tetap menganggap mahasiswa—elemen mayoritas—harus diberi wadah untuk turut menyusun kebijakan. Tidak menjadi objek tanpa dilibatkan dalam penyusunan kebijakan. “Tidak demokratis,” imbuhnya. Prof Alvi merasa ada atau tidak mahasiswa di MWA jelas beda. Dijadikannya mahasiswa salah satu unsur artinya mahasiswa otomatis jadi anggota. Beda jika mahasiswa masuk lewat jalur masyarakat, harus bersaing dengan calon lain dan tak otomatis masuk. MWA membuka peluang

Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 500 mahasiswa USU. Sampel dipilih secara accidental dengan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Dengan tingkat kepercayaan 96 persen dan sampling error 4 persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa USU. (Litbang) 1.1. Apakah Anda pernah mendengar atau tidak per- nah tentang Majelis Wali Amanat (MWA)?

2.2. Apakah Anda tahu atau tidak tahu tentang pe milihan MWA 2014-2019?

3. Jika tahu, dari mana informasi tersebut Anda dapatkan?

4. Apa tanggapan Anda tentang pemilihan MWA 2014-2019?

mahasiswa jadi anggotanya, namun tetap tak ada mahasiswa yang daftarkan diri dan berhasil jadi anggota. Jika sosialiasi jadi kambing hitam, kata Prof Alvi, mahasiswa harusnya lebih proaktif mencari informasi. Janter tak sepaham. “Terbukti dalam MWA sekarang tidak ada mahasiswa dan tak pernah ada sosialisasi.” “Enggak rasional,” lanjutnya. Di UI, info pemilihan anggota MWA sangat terbuka. Disebar di twitter, website hingga grand launching rekrutmen calon anggota MWA ke tiap fakultas. Lalu diadakan Pemilihan Umum Raya (Pemira) Anggota MWA UI Wakil Unsur Mahasiswa oleh Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM)— perkumpulan organisasi mahasiswa di UI. Ini terjadi tiap tahun, sebab anggota MWA wakil unsur mahasiswa akan berganti tiap tahun dan dipilih kembali. Amar bilang yang lebih penting ialah syarat menjadi anggota MWA harus diperjelas dan dibuat dengan nilai yang terukur.

*** Mei 2015 masa jabatan Rektor Prof Syahril Pasaribu akan berakhir. Dalam Pe-raturan MWA No 03 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Wakil Rektor dalam Pasal 5 Ayat 1 bahwa pemilihan rektor diselenggarakan paling lama lima bulan sebelum jabatan rektor berakhir. SA menargetkan keputusan menteri tentang hasil pemilihan anggota MWA segera ditetapkan. Setelahnya, MWA periode lalu dan periode sekarang akan rapat bersama. Memilih ketua dan sekretaris untuk membentuk panitia pemilihan rektor. Hal ini membuat surat keputusan dari menteri jadi kian penting, sebab Ketua dan Sekretaris MWA harus segera ada agar bisa membentuk panitia pemilihan rektor baru. “Bulan Januari harus sudah pemilihan,” tutup Prof Yoel.


8 opini

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

DOKUMENTASI PRIBADI

AUDIRA AININDYA | SUARA USU

MPMU Itu Penting! Hadi Mansyur Peranginangin Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas USU Periode 2014-2015 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2011

I

nilah lembaga ‘DPR’-nya mahasiswa. Di USU disebut Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) setingkat universitas dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas (MPMF) untuk tingkat fakultasnya. Berdiri dengan tugas utama mengawal semua program kerja (progja) dan kinerja pemerintahan mahasiswa (pema)—di beberapa universitas disebut dewan mahasiswa (dema), senat mahasiswa (sema) dan badan eksekutif mahasiswa (BEM)—MPMU hadir secara ‘transparan’. Tak cukup bersinar untuk muncul di permukaan la-iknya pesona pema. Keberadaan MPMU hanya dianggap formalitas

pelengkap organisasi dalam sistem pemerintahan di kalangan mahasiswa. Seakan mengambil peran anak tiri. Dominasi pema menenggelamkan peran kunci dalam pembentukan aturan dan regulasi. Kondisinya makin kompleks tatkala ada yang jadi akar masalah sehingga peran MPMU kurang maksimal. Satu, mahasiswa tak paham apa itu MPMU. Dua, tak banyak mahasiswa yang tertarik dengan dunia legislatif. Tiga, kurang optimal peran legislatif mahasiswa. Semuanya bisa saja terjadi dikarenakan minimnya pengetahuan akan kelegislatifan itu sendiri. Tak paham yang menyebabkan tak maksimal.

SURAT DAN PENDAPAT Jalan Universitas No. 32 B, Kampus USU, Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara suarausutabloid@ymail.com

087748580282

Pers Mahasiswa SUARA USU

@SUARAUSU

Redaksi menerima tulisan berupa Opini, Puisi, dan Cerpen. Untuk Opini dan Cerpen, tulisan maksimal 5000-6000 karakter. Tulisan harus disertai foto dan identitas penulis berupa fotokopi KTM atau KTP. Tulisan yang telah masuk menjadi milik redaksi dan apabila dimuat akan mendapat imbalan.

Ini kontras sekali dengan legislatif sesungguhnya. Ibaratkan kampus ini miniatur Indonesia, maka MPMU ibarat dewan perwakilan rakyat (DPR). Satu kursi DPR bisa direbut oleh ribuan orang, beda sekali dengan MPMU. Jangan harap mahasiswa berjubel-jubel berebutan kursi MPMU. Bahkan orang-orang yang ditunjuk mewakili kelompok aspirasi mahasiswa (KAM) untuk duduk di kursi MPMU seperti enggan! Sebagai lembaga legislatif, MPMU harusnya berperan banyak dalam kegiatan kemahasiswaan. Ada tiga peran strategis yang dapat dimainkan yaitu, legislasi, kontrol, dan anggaran. Untuk itulah MPMU harus punya sistem yang kuat serta mesin organisasi yang solid. Sebagai pembuat regulasi, MPMU juga menyusun peraturan. Peraturan yang dibuat dilaksanakan oleh lembaga eksekutif—pema—yang langsung bersentuhan dengan mahasiswa. MPMU yang kemudian mengontrol pema dalam menjalankan perannya. MPMU sebagai lembaga legislatif tertutupi eksistensinya oleh lembaga eksekutif, karena merekalah yang berhubungan langsung dengan mahasiswa. Hal ini tidak boleh diabaikan dan dibiarkan terus terjadi karena nantinya MPMU tidak bisa menjaga ritme pergerakan mahasiswa. Di balik itu semua, saya pikir ada penyebab utamanya. Perjalanan MPMU USU secara umum memang sedang dalam kondisi yang tidak cukup baik. Di tataran tingkat nasional, MPMU USU saat ini masih dihadapkan pada permasalahan belum menemukan format gerakan bersama. MPMU

saat ini belum tergabung di dalam wadah Ikatan Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (IL2MI). Sedangkan di tataran internal kampus, MPMU dihadapkan pada minimnya sumber daya manusia untuk terlibat di dalamnya. Bagaimanapun, anggota MPMU dituntut untuk sensitif dalam mendengarkan keluhan mahasiswa. Serta aktif menuangkan pemikiran untuk menyusun kebijakan yang akan diberlakukan. Tidak ideal apabila ada anggota MPMU bersikap pasif dan cenderung acuh tanpa memberikan kontribusi. Namun, kesan lemah yang terjadi ditutup oleh Pema USU sebagai pengeksekusi aspirasi. Ini yang menjadikan pamor MPMU semakin ‘tenggelam’. Agar peran MPMU dapat bangun dari ‘tidur panjang’-nya, sudah saatnya kepengurusan MPMU merumuskan kembali format gerakan apa yang akan diambil. Kemudian yang tak kalah penting adalah mengambil peran strategis dalam kapasitasnya sebagai kekuatan oposisi ekstraparlementer baik di birokrasi kampus maupun negara. Pun memulai menjalin hubungan baik dengan lembaga legislatif dan mahasiswa. Dengan demikian harapannya adalah lembaga legislatif benar–benar menjadi lembaga mahasiswa yang dapat menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan mahasiswa, bukan sekadar nama. Pun mahasiswa dan lembaga eksekutif harus mengetatkan pengawasan tentang kinerja MPMU. Untuk itu, mulai pedulilah pada MPMU. MPMU itu penting!


SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

dialog 9

Tim Horas: Saat Asa Terjerat Dana

S

ejak tahun 2012 lalu, Tim Horas sudah menjadi wakil USU dalam ajang Shell Ecomarathon Asia di Malaysia. Kala itu, Tim Horas masih terdiri atas satu tim yaitu delapan orang dari bensin, namun seiring berjalannya waktu Tim Horas membagi nya menjadi dua tim; delapan orang di tim diesel dan delapan orang dalam tim etanol.

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Biodata: Nama: Himsar Ambarita

Tempat dan Tanggal Lahir: Simalungun, 10 Juni 1972 Riwayat Pendidikan: -SDN 47 Pematangsiantar (1980-1986) -SMPN 3 Tiga Balata (1986-1989) -SMAN 3 Pematangsiantar (1989-1991) -S1 Teknik Mesin USU (1991-1997) -S2 Teknik Mesin ITB (1997-2001) -S3 Muroran Insitute of Technology, Jepang (2003-2007)

Sudah sejauh mana persiapan Tim Horas menuju Shell Eco-marathon Asia 2015?

Apa target Tim Horas di Shell Eco-marathon Asia 2015?

Rintangan apa yang dihadapi oleh Tim Horas dalam mencapai target tersebut?

Bagaimana solusi yang dilakukan?

Bagaimana tanggapan anggota tim terhadap biaya keberangkatan ditanggung masing-masing? Apa harapan tim untuk Shell Eco-marathon Asia 2015?

Shell Eco-marathon Asia merupakan sebuah ajang tahunan guna memacu semangat generasi muda untuk menciptakan energi yang lebih efisien. Pada tahun 2013, Tim Horas mendapatkan juara pertama dalam urban konsep bensin di Surabaya. Di tahun 2014, Tim Horas kembali memboyong juara pertama di urban konsep etanol dan juara kedua di kelas diesel di Manila. Sepanjang tiga tahun mengikuti

Shell Eco-marathon Asia, Tim Horas sudah melakukan banyak hal untuk menaklukan tantangan yang disediakan. Tanpa terkecuali untuk Shell Eco-marathon Asia 2015 di Manila nanti, Tim Horas harus menghadapi beberapa tantangan untuk mencapai target yang telah mereka canangkan. Simak wawancara reporter SUARA USU Amelia Ramadhani dengan Himsar Ambarita selaku Pembimbing Tim Horas.

Secara teknis persiapan Tim Horas sudah mencapai 80 persen. Dua mobil baru yang akan digunakan untuk kelas diesel dan etanol sudah melewati masa perakitan. Bedanya, mobil untuk Shell Eco-marathon Asia 2015 ini dibuat menjadi lebih ringan sehingga pergerakan dari mobil lebih dinamis karena desainnya yang berbeda. Setelah tahun lalu menang di Manila, Tim Horas kini lebih mengenal medan pertandingan. Saat ini tim sedang melakukan uji emisi, juga sedang menyesuaikan jumlah pembakaran bahan bakar dengan yang telah ditargetkan. Sedangkan untuk persiapan internal anggota masih belum banyak, baru tahap pencarian sponsor.

Tahun lalu Tim Horas sudah berhasil meraih juara pertama pada urban konsep etanol dan juara kedua di urban konsep diesel. Berdasarkan hasil tahun lalu, Tim Horas menargetkan untuk meraih juara pertama dalam kedua konsep. Caranya dengan menaikkan target pencapaian jarak tempuh dengan bahan bakar yang sama. Tahun lalu Tim Horas hanya menarget 100 km/1 liter diesel dan 200 km/1 liter etanol, sedangkan untuk tahun ini tim menaikkan target menjadi 250 km/1 liter etanol dan 150 km/ 1 diesel. Dengan menaikkan target dan melakukan pengujian yang lebih lama tim optimis mendapat juara pertama untuk kedua konsep urban. Sejak pertama kalinya Tim Horas mengikuti Shell Eco-marathon Asia 2011 lalu, permasalahan yang dihadapi sebagian besar berada dalam lingkaran yang sama. Kekurangan dana. Secara keseluruhan, mulai dari proses pembuatan mobil dari perakitan, pengujian serta pemasang an bodi sampai biaya pengiriman mobil, akomodasi anggota juga pembina selama di Manila. Untuk itu, Tim Horas membutuhkan lebih dari Rp 500 juta.

Surat permohonan dana untuk ikut Shell Eco-marathon Asia 2015 sudah diajukan kepada rektorat. Biasanya Tim Horas dapatkan Rp 20 juta untuk sekali kejuaraan. Seperti tahun-tahun sebelumnya dana rektorat akan cair setelah berakhirnya kompetisi. Selain itu, pembicaraan kerja sama dan pengiriman proposal kepada badan-badan serta industri yang memungkinkan untuk cair. Saat ini Tim Horas juga dalam masa pengiriman proposal kepada sponsor tetap, seperti Deli Tire dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) TIRTANADI. Sementara itu, tim juga sudah mengirimkan proposal ke Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) I, PTPN II, PTPN III dan PTPN IV. Jadi untuk saat ini tim harus gunakan uang pribadi untuk biaya keberangkatan serta akomodasi, untuk pengiriman mobil tim akan manfaatkan dana sponsor. Tentu anggota sangat kecewa dengan keputusan ini. Tapi bagaimanapun juga hanya itu yang bisa dilakukan. Menggunakan uang sendiri saat tiket murah akan meringankan beban anggota. Untungnya mereka berpikir jauh ke depan. Tim berpikir kalau Tim Horas harus tetap mengikuti kejuaraan 2015 nanti, soal harga tiket kita berharap rektorat akan menggantinya seperti tahun lalu walaupun setengah harga.

Tim berharap banyak sponsor yang mau bekerja sama sehingga bisa menutupi kekurangan dana. Selain itu, tim mengharapkan sumbangan dari alumni dan Gubernur Sumatera Utara serta dana rektorat cair secepatnya. Bagaimanapun keadaannya, Tim Horas harus berangkat ke Manila dan mengikuti kejuaraan 25 Februari hingga 1 Maret 2015 mendatang. IKLAN


10 ragam

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Langkah Tersendat Fakultas Paling Baru di USU Wenty Tambunan

Fakultas Kehutanan, atau kita singkat saja jadi Fahuta, kini sudah berdiri sendiri. Ia siap mandiri. Tapi, gedung dan pimpinan saja belum ada.

L

ima belas tahun lalu, Program Studi (Prodi) Ilmu Keperawatan, Psikologi dan lmu Kehutanan lahir di USU. Setelah Prodi Psikologi dan Prodi Ilmu Keperawatan jadi fakultas tahun 2007 dan 2009 lalu. Tinggal Prodi Ilmu Kehutanan dalam naungan Fakultas Pertanian (FP). Menyusul, 2011 lalu Ilmu Kehutanan mengirimkan proposal pengajuan menjadi fakultas ke rektorat. November 2013, dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Senat Akademik (SA) tentang izin pembukaan fakultas. Namun, Ilmu Kehutanan tak lantas ada, masih harus kantongi SK rektor. Tepat 10 September lalu Ilmu Kehutanan resmi jadi fakultas. Namun, lagi-lagi tak bisa jadi fakultas utuh. Ilmu Kehutanan butuh gedung. Satusatunya gedung yang digunakan selama ini ialah pemberian FP. Sekretaris Prodi Ilmu Kehutanan Luthfi Hakim menyadari hal itu, namun ia bilang Ilmu Kehutanan punya target. Paling tidak awal tahun depan pembangunan akan dimulai dan penyelesaiannya butuh waktu tiga tahun. “Untuk sementara di sini (FP –red) dulu,” kata Luthfi. Sebelumnya Ilmu Kehutanan sudah ajukan proposal pengadaan gedung di Kampus II Kwala Bekala sejak tahun lalu. Devin Defriza Harisdani, Ketua Tim

Pelaksana USU ASRI benarkan adanya pengajuan proposal tersebut. Dua gedung kuliah dan satu laboratorium (lab) dengan anggaran Rp 45 miliar. Devin bilang itu masih kurang. Belum ada perencanaan listrik, akses jalan bahkan parkiran. Luasnya juga tak spesifik. “Dikerjakan nanti saat dananya keluar. Tapi enggak tahu kapan keluar.” Hingga kini Ilmu Kehutanan belum miliki pimpinan fakultas. Tentu ini berdampak dengan kegiatan administrasi yang masih dilakukan di FP. Marisi Intan Siahaan, mahasiswa Ilmu Kehutanan 2010 merasa waktu dan proses birokrasi dapat lebih singkat kalau sudah ada dekan. Tidak perlu bolak-balik ke FP. “Pun birokrasinya jadi enggak lama, kan yang diurusin Kehutanan aja.” Menurutnya keberadaan dekan adalah penting. Dekan akan berpikir untuk kemajuan dan perkembangan ‘anak’ dan ‘rumah’. “Enggak ada dekan, kayak tak fakultas,” celetuk Marisi. Wakil Rektor (WR) I Zulkifli Nasution berkomentar normatif. Struktural pimpinan fakultas tidak begitu penting dibahas sekarang. Juga masih menunggu keputusan rektor, yang sekarang atau yang baru. “Segala yang dibuat buru-buru hasilnya tidak baik.” Luthfi tak komentar banyak. “Itu wewenang rektorat,” katanya. Ilmu Kehutanan menunggu hasil keputusan. Ketua Senat Akademik Prof Chairul Yoel mengatakan pengesahan pimpinan fakultas tetap di tangan rektorat. Namun, SA-lah yang merekomendasikan nama setelah membahasnya terlebih dahulu. “Saya belum lihat proses pemilihannya,” sahutnya. Luthfi bilang ada yang sedang dikejar, yaitu pengalihan bagian akademik

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

PLANG

Sejumlah mahasiswa beraktivitas di lorong gedung Fahuta, Sabtu (11/10). Gedung Fahuta yang baru mulai dikerjakan awal tahun 2015 di Kampus II USU Kwala Bekala.

seperti nilai mahasiswa, penambahan pegawai yang ditentukan oleh rektorat, dan menghitung dana Ilmu Kehutanan yang akan masuk ke kas sendiri, misalnya biaya lab.

Persiapan Pengajuan Akreditasi Saat menjadi prodi, Ilmu Kehutanan mengantongi akreditasi B. Kini setelah menjadi fakultas, Ilmu Kehutanan tidak punyai akreditasi. Ilmu Kehutanan sedang mempersiapkan data dan bukti untuk diajukan kepada Badan Akreditasi Nasional-Perguruan

Tinggi (BAN-PT). Data yang dikumpulkan dari tiga tahun lalu. Siti Latifah, Ketua Prodi Ilmu Kehutanan, bilang yang dikejar adalah visi misi, sumber daya mahasiswa, lulusan mahasiswa, dan data seminar. “Optimis dapat A.” Mahasiswa Ilmu Kehutanan 2010 Ferry Aulia Hawari sedikit kecewa membawa keluar akreditasi Ilmu Kehutanan yang B, padahal sudah menjadi fakultas. “Bingung juga nantinya di dunia pekerjaan, akreditasi yang selalu menjadi pertanyaan beberapa perusahaan. Padahal sudah menjadi fakultas,” ungkapnya.

‘Kerikil’ Pertama Pema USU yang Baru

Shella Rafiqah Ully

Pemilihan kabinet Pema USU tidak baik-baik saja. Mulai dari formasi hingga pelantikan yang tak dihadiri Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU). Laman Facebook ‘Mpmu Universitas Sumatera Utara’ update 14 Oktober lalu. Postingan paling atas berisi klarifikasi tentang lima hal. Poin satu dan dua berisi pemberitahuan akun resmi MPMU USU. Yang jadi sorotan ialah poin tiga hingga lima. Intinya, MPMU USU tak pernah berikan ucapan selamat atas pelantikan kabinet Pema USU, sebab MPMU belum terima pemberitahuan resmi pelantikan kabinet Pema USU, dan belum terima daftar kementerian serta program kerja (progja) Pema USU. Ketua MPMU Hadi Mansyur Peranginangin membenarkan. “Kita tidak terima undangan.” Kabinet Sinergis dan Kontributif Pema USU 2014 telah resmi dilantik 11 Oktober lalu. Brilian Amial Rasyid, presiden mahasiswa (presma) be-

narkan MPMU tak terima undangan, ia bilang ada kesalahan teknis panitia. “Tapi sudah dikomunikasikan,” sanggah Brilian. Hadi benarkan presma sudah jelaskan perihal undangan yang tak sampai. Namun, ia merasa tak bijaksana MPMU tidak diundang dengan alasan teknis. “Undangan MPMU di urutan ke berapa hingga bisa selip,” ujarnya, “semoga bukan unsur kesengajaan.” Resmi dilantik, sebelas menteri, seorang sekretaris jenderal (sekjen), seorang bendahara umum yang mendampingi presma siap gerakkan Pema USU setahun ke depan. Pemilihan orang-orang ini tak sembarang. Habiskan waktu sebulan hingga akhirnya mereka terpilih. Brilian bilang benar-benar pasang target dan kenali calon menteri. Kabinetnya adalah orang yang punya peran. Misal, Gubernur Fakultas Ilmu Budaya 2013 Benry Gunawan Sitorus dipercaya sebagai sekjen, Staf Departemen Kajian Kontemporer Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI) Ad-Dakwah Achmad Fadhlan Yazid diserahkan tanggung jawab Menteri Komunikasi

dan Informasi, sedangkan Menteri Pendidikan dan Litbang, M Riki Efendi ialah Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Inkubator Sains. Fadhlan bilang kepercayaan publik perlu dikembalikan. “Untuk itu presma butuh orang sesuai pengalaman dan keahliannya.” Sayang, proses penjajakan tak matang. Kabinet yang dirancang dengan dua belas kementerian mendadak hanya sebelas. Kementerian Agama dihapus jelang satu hari pelantikan. Alasannya, tugas pokok dan fungsi kementerian ini hanya sedikit, pun bisa ditambahkan dalam Kementerian Pengembangan Sumber Daya Manusia. “Kan enggak harus ada,” kata Brilian. Tak Ada Kontrak Politik Pelantikan kabinet telah usai. Sayang, tak ada kontrak politik atau perjanjian hitam di atas putih yang ‘menyandera’ kabinet untuk tetap menemani Brilian hingga akhir. Brilian bilang, “kita hanya minta ketegasan dan komitmen lalu lihat realisasinya.” Brilian tak khawatir jika anggota pema selesaikan studi sebelum kepengurusan pema habis. Meski

ia berharap semua anggota punya komitmen kuat. “Kalau memang tak ada, kita ganti.” Dalam tata laksana organisasi mahasiswa (TLO) pun tidak mencantumkan sanksi apa yang akan diterima anggota pema apabila wisuda sebelum masa kepengurusan berakhir. Namun, Gubernur Fakultas Teknik Iqbalsyah Pasaribu beri pendapat lain. Tak ada kontrak politik atau perjanjian yang mengikat berarti pema tak belajar dari pengalaman. Terlebih banyak dari angkatan 2010. “Memang waktunya tamat.” Pun perbaikan TLO-nya dilakukan dalam kongres mahasiswa yang akan dilaksanakan di akhir kepengurusan Pema USU. “Rencananya emang nanti,” jelas Brilian. Hal ini disayangkan Iqbal dan mahasiswa Fakultas Hukum 2011 Denny Dendi. Menurut mereka, kongres perbaikan TLO di akhir kepengurusan membuat pema jadi tak punya panduan, bahkan Denny bilang, “kalau bikinnya di akhir yang jalankan penerusnya, seandainya dibikin di awal bisa langsung dijalankan.”


SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Jaket Almamater Jatuh (Lagi) di Lubang yang Sama Amanda Hidayat

Pembagian jaket almamater 2013 belum tuntas, kini tiba pula saatnya memikirkan pengadaan jaket almamater 2014.

S

alah satu sudut ruang Biro Administrasi Kemahasiswaan (BAK) dipenuhi karung goni. Ada delapan goni besar dan tiga goni berisi setengah. Isinya jaket almamater 2013 yang harusnya dibagikan, kini dikembalikan. Jaket almamater itu rusak. Lambang USU lepas, kancing rusak, bendera merah putih tak ada, serta ukuran tak pas. Hindun Pasaribu, Kepala BAK tak tahu kapan jaket almamater tersebut datang. Ia tak di tempat saat dikembalikan. Laporan pengembalian yang harusnya ada, tak ditemukan. Pun stafnya tak punya. Pada 1 Oktober lalu, Wakil Rektor (WR) III Raja Bongsu Hutagalung keluarkan surat edaran tentang pembagian jaket almamater 2013, dan di hari yang sama, pendistribusian ke fakultas dilakukan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sudah bagikan jaket almamater 6 Oktober lalu. Dekanat sampaikan ke departemen yang diteruskan ke komisaris tingkat (komting) tiap jurusan. “Kami langsung nyuruh komting untuk ambil,” ujar Wakil Dekan (WD) III Kerista Sebayang. Edy Saritua Sihotang, mahasiswa FMIPA 2013

Sepeda Kampus,

membenarkan. Sayangnya, saat pengukuran tak ada ukuran S dan M. “L paling kecil, jadinya kebesaran,” ungkap Edy. Kerista sengaja minta ukuran paling kecil L. “Belajar dari yang dulu, kalau S atau M tak muat,” katanya. Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), hingga Kamis (23/10) belum selesai membagikannya. WD III Edward mengaku tak ada batas waktu untuk pengambilan. “Kalau mau ambil masih boleh,” kata Edward. Dekanat FISIP akan terus sosialisasikan lewat departemen agar mahasiswa cepat ambil jaket almamater. Tapi Edward tak bolehkan mahasiswa yang belum lakukan pengukuran mengambil jaket almamater. “Yang sudah ukur tapi belum ambil kan banyak. Yang diminta sesuai jumlah yang ngukur.” Kerista sudah antisipasi dengan lebihkan permintaan. Tahun ini, ada 49 jaket sisa, termasuk 17 yang rusak. “Yang rusak dikembalikan ke BAK.” Jaket almamater yang rusak tak sedikit, karenanya rektorat akan kembalikan untuk diperbaiki. Namun, Hindun tak tahu kapan waktunya. “Kan masih ada yang lagi masa pembagian.” Di Tabloid Mahasiswa SUARA USU Edisi 97, Bongsu bilang ada enam jaket contoh yang diserahkan ke fakultas agar tak terjadi kekeliruan ukuran. Ini evaluasi dari pengadaan jaket almamater 2012. Solusi ini pun belum dilaksanakan. ***

ragam 11

Jaket almamater 2013 hampir selesai. Tapi, rektorat masih punya tugas, pengadaan jaket almamater 2014. Cita-cita WR II Prof Armansyah Ginting agar pengadaan jaket almamater 2014 selesai di awal ajaran baru tak tercapai. Dalam surat edaran WR III, fakultas harus mengirim jumlah dan ukuran paling lambat 30 September, tapi hingga kini belum terkumpul seluruhnya. Fakultas Ilmu Budaya (FIB) belum serahkan jumlah jaket almamater ke BAK, tapi pengukuran sudah dilakukan. “Pengukuran memang sudah, tapi saya belum terima laporannya,” kata Yuddi Adrian Muliadi, WD III FIB. Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) beda lagi, mahasiswa tak lakukan pengukuran, tapi FEB sudah kirim jumlahnya ke BAK, sebanyak 865 potong, sesuai jumlah mahasiwa FEB 2014. Sejak 2012, FEB hanya memprediksi ukurannya, Saparuddin, staf WD III FEB yang katakan. Pun BAK tak punya timeline pengerjaan. “Tak ada yang terganggu, juga belum tahu kapan ditender,” kata Hindun. BAK sudah antisipasi kemungkinan penyebab lama pengadaannya nanti, tapi Hindun tak jelaskan lebih lanjut. BAK tidak antisipasi kemungkinan salah ukuran. Pasalnya BAK tidak memberikan contoh jaket. Solusi dari WR III pun Hindun mengaku tak tahu, sebab WR III tak pernah mengatakan hal itu kepadanya.

Konsep Baru Transportasi di USU Anggun Dwi Nursitha

Bus kampus sudah, kini sepeda kampus menyusul. Seratus sepeda diluncurkan awal tahun depan. Persiapannya sudah jauh-jauh hari dilakukan. SEPERTI biasa Trimayanti br Depari memilih berjalan kaki untuk menuju Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dari belakang Tembok USU. Karena kalau ia naik bus kampus, harus memutar dulu. Dan ia hanya perlu jalan lurus untuk tiba di FIB. “Bus kampus tak menjadi transportasi yang efektif,” jelasnya. “Sepeda kampus? Baguslah,” komentarnya saat tahu USU akan adakan sepeda kampus. Sepeda dan bus kampus mulai dipikirkan konsepnya sejak tahun 2012. Setelah bus kampus terealisasi Maret 2013, giliran sepeda kampus yang masuki tahap perealisasian. Ketua Tim Pelaksana USU ASRI Devin Defriza Harisdani bercerita bahwa konsep yang diusung adalah bicycle sharing, berarti program mencari pengguna sepeda sebanyak mungkin. Ia bilang sepeda kampus adalah salah satu cara untuk kurangi emisi gas buang dengan sediakan fasilitas nonmotorized transport (NMT). Selain itu, sepeda kampus dibuat untuk transportasi mahasiswa dengan cakupan lebih dekat. Dimulailah pertama kali dengan menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk sosialisasi ke tiga belas fakultas. Satu fakultas yang tidak turut serta ialah Fakultas Kedokteran (FK) karena punya akses langsung keluar kampus. Kemudian program studi pascasarjana, dengan pertimbangan perkuli-

ahan dilakukan di sore hari. Peserta FGD ialah mahasiswa dan dosen. Saat FGD dilakukan pengumpulan data dengan melibatkan peserta FGD. Tujuannya untuk mempertajam program bicycle sharing. Materi yang dibahas tentang keamanan, letak stasiun sepeda, desain dan perlengkapan seperti boncengan dan keranjang. Devin bilang datanya masih dalam tahap penggodokan. Hasilnya—keluar November nanti—akan membentuk konsep dan teknis sepeda kampus nanti. USU akan menerima seratus unit sepeda yang diberikan sebagai hibah oleh United States Agency for International Development (USAID) dan The Indonesia Clean Energy Development (ICED) serta akan diuji coba pertama kali. Jika tanggapannya positif dan programnya berhasil, akan ada penambahan sepeda lagi. Devin menjelaskan peminjaman untuk penggunaan sepeda dilakukan sesederhana mungkin. “Cukup menunjukkan KTM (kartu tanda mahasiswa–red), sepeda siap pakai,” ungkapnya. Begitu juga dengan pengembaliannya. Pengguna akan diberikan waktu tiga puluh menit. Jika lebih akan dikenakan denda. “Inikan konsepnya bicycle sharing bukan bicycle rental, jadi tiga puluh menit itu cukup,” jelas Devin. Lidya Octavyana Situmorang, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat 2010 merasa senang dengan adanya sepeda kampus. Namun, sepeda kampus harus dipersiapkan dengan matang. Baik konsep maupun teknis pelaksanaannya nanti. “Jangan seperti bus kampus yang kadang sopirnya nyebelin dan kadang enggak ramah,” tutur Lidya.

Tri berpikir jika sepeda kampus terealisasi ada hal-hal yang harus diperhatikan. Misalnya, becak ugal-ugalan di kampus USU yang dapat mengganggu pengguna sepeda kampus. Selain itu, sepeda kampus akan berjalan lancar jika dibarengi dengan penekanan jumlah transportasi yang masuk ke USU lebih sedikit.

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

ARAHAN

Puluhan peserta touring sepeda kampus mendengarkan arahan dari ketua panitia di depan Gedung Biro Rektor, Minggu, 19 Oktober. Sepeda Kampus USU direncanakan launching Desember mendatang.


12 galeri foto

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Kampung Pengrajin Tikar Purun

N

amanya Purun. Ia tumbuh di air menyerupai rumput liar. Disulap menjadi suatu kerajinan tangan dalam bentuk tikar. Butuh waktu seminggu untuk membuatnya. Prosesnya pun cukup rumit dan bertahap.

TANAMAN Purun Sebagai Bahan Utama

Kerajinan tangan ini sudah biasa dilakukan ibu rumah tangga di Kampung Suka Beras, Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Sejak tahun ‘50-an hingga sekarang. Hasilnya, saat ini Kampung Suka Beras terkenal dengan penghasil tikar purun. (Wenty Tambunan)

PROSES Penjemuran dengan Matahari

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

DIGILAS Ban Truk Agar Lebih Kusut

DITUMBUK Agar Lebih Gepeng YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

PROSES Anyam

LEMBARAN Tikar Tradisional Siap Dijual WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU


podjok sumut 13

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

KONSER

Mini konser di sebuah rumah makan Jalan dr Mansur, Selasa (17/6). Alunan musik menjadi daya tarik tiap tempat cafe mansur malam hari.

Jalan dr Mansur

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Jalan Menuju Masyarakat Digital Society Audira Ainindya

Mulai yang murah hingga yang mahal ada. Hiburan hingga wisata kuliner pun ada. Semuanya, ramaikan Jalan dr Mansur.

A

rliani dan Kesuma punya ritual khusus. Setiap malam, kakak-beradik ini senang jalan-jalan di sekitar Jalan dr Mansur. Sekadar ngobrol, nongkrong atau membeli penganan. Jarak Jalan dr Mansur dengan kampus dan tempat tinggal mereka tak terlalu jauh. Apalagi penganan yang ditawarkan di sepanjang dr Mansur pun beragam. Selain bersama kakaknya, Arliani juga kerap menghabiskan waktu ngobrol ngalor-ngidul bersama teman-teman kampusnya. “Banyak pilihan,” timpalnya. Tombang Romario Simangunsong memang tak terlalu senang nongkrong. Tapi ia memanfaatkan dr Mansur sebagai tempat pasokan kebutuhan makannya. Tak perlu khawatir akan kehabisan pilihan menu, atau tempat makan yang sudah tutup. Apalagi ia kerap selesai berkegiatan menjelang pukul dua dini hari. Pun fasilitas wireless fidelity (wi-fi) yang ditawarkan oleh hampir semua tempat usaha di Jalan dr Mansur, Tombang sering gunakan untuk mengerjakan tugas kuliah dan praktikumnya. “Paling pesan minum aja, asal dapat wi-fi,” ungkap Tombang. Tombang, Arliani, dan Kesuma adalah segelintir pengunjung langganan warung-warung di Jalan dr Mansur. Mereka mahasiswa dan

alumnus USU. Letak Jalan dr Mansur tepat di depan kampus USU. Pun sekolah tinggi dan SMA ada di sekitarnya. Tak heran, pengunjung Jalan dr Mansur kebanyakan mahasiswa dan pelajar sekolah. Saat hari menjelang gelap, mahasiswalah yang lebih banyak berkegiatan di sana. Sejak berdiri Maret 2014, Moorkov’s Warung dan Café tak pernah sepi pengunjung. Sastra Tamboen, Kapten Moorkov’s Warung dan Café sebutkan besaran 260 juta untuk jumlah omzetnya per bulan. Sastra bilang, bermacam fasilitas seperti free wi-fi, live music, nonton bareng (nobar) sudah menjadi standar umum yang harus dimiliki. Karenanya ia dan kawan-kawan di Moorkov’s harus memutar otak agar kafe ini miliki daya tarik lebih dibanding tempat lain. Moorkov’s akan dirombak dan ditransformasikan. Menunya diubah dengan lebih banyak pilihan penganan ringan dan makanan penutup, interior yang dilengkapi karya seni seperti ilustrasi atau air brush. Serta tema yang diubah jadi superhero—Marvel’s. Feri Gunawan, Manajer Moorkov’s, cerita akan ada spot baru khusus pecinta komik. “Sekarang banyak yang datang karena penasaran tempatnya atau cuma buat foto aja,” kata Feri. Juga fasilitas karaoke serta nobar film Hollywood. Lain halnya dengan Warung Mie Aceh Triboy. Warung Mie Aceh Triboy tak perlu renovasi besar-besaran. Sejak berdiri tahun 1999, warung ini gunakan konsep dan menu yang sama. Walau tak punya wi-fi, warung ini tetap ramai. Kisaran harga Rp 8.000 hingga Rp 20.000 memang disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa. “Target pasarnya

mahasiswa,” kata Faisal, manajer Warung Mie Aceh Triboy. Tak hanya kualitas cita rasa makanan yang jadi pilihan. Arliani, Kesuma, dan Tombang sepakat bahwa kenyamanan juga penting, terutama pemanfaatan wi-fi. Arliani bilang sekarang penggunaan wi-fi sudah jadi bagian dari gaya hidup. “Nongkrong gitu aja di tempat makan buat check in atau update di media sosial,” ujar Arliani. Sejalan dengan yang disampaikan Muhammad Tito, Kepala Seksi Penyiaran Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Medan. Tito bilang populasi di Jalan dr Mansur yang kebanyakan mahasiswa berdampak dengan banyaknya penggunaan wi-fi. Pun Tito mendukung sekali tempat makan atau area publik di kawasan dr Mansur memiliki wi-fi. “Ini membantu program pemerintah untuk ‘melek internet’,” pungkas Tito. Tahun lalu, Jalan dr Mansur mendapat gelar digital society dari PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

(Telkom) Wilayah Telekomunikasi (Witel) Sumut-Barat. Digital society adalah masyarakat serba digital di mana merupakan kumpulan orangorang yang ‘melek’ soal teknologi dan informatika. Digital society ini juga merupakan program nasional guna mendorong terciptanya kawasan yang ramah dengan teknologi. Terpilihnya Jalan dr Mansyur karena dianggap menjadi pusat kuliner dan kawasan pendidikan secara langsung. Oleh sebab itu, Telkom menyediakan akses full hotspot wi-fi di sekitar Jalan dr Mansur. Pun, Tito bilang ada halhal yang perlu diperbaiki. Misal, pengawasan untuk kafe dengan wi-fi 24 jam agar menuju program internet sehat. Hingga kini belum ada program pemerintahan Kota Medan memberikan public wi-fi di kawasan Jalan dr Mansur, seperti yang ada di Taman Ahmad Yani, dan Lapangan Merdeka. Namun, Kominfo Medan mengapresiasi ramainya kawasan Jalan dr Mansur dalam pemanfaatan wi-fi ataupun tempat bertemu guna menciptakan komunikasi. Dosen Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Lita Sri Andayani turut memberikan pendapat. Lita bilang tuntutan gaya hidup masyarakat sekarang— pengguna gadget dan membangun lingkungan pergaulan—menjadi salah satu penyebab Jalan dr Mansur seramai sekarang. Tanpa sadar Jalan dr Mansur hadir memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Namun, menurutnya ada hal yang harus diperhartikan: waktu, kesehatan, dan akademis—terkhusus mahasiswa. Segi waktu bisa berarti positif apabila nongkrong bertujuan untuk menghindari stres, kelelahan bekerja atau untuk bersosialisasi sesuai waktu. “Ritme orang kelelahan berbeda-beda tapi sejam dalam seminggu sudah cukup.” Dari sisi kesehatan, penganan yang ada harus dipilih sesuai kandungan gizi. “Di dr Mansur banyak yang merokok pula,” pungkas Lita. Untuk sisi akademis, kawasan digital yang disandang Jalan dr Mansur dapat dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas kuliah atau mencari informasi via wi-fi.

IKLAN


14 laporan khusus

WAWANCARA

Perjuangan Atlet Paralimpiade Sumut, Prestasi Dibalas Diskriminasi SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Nurtani Purba, atlet difabel saat diwawancarai di ruang latihan National Paralympic Commite, Sumut, Senin (12/10). Kondisinya yang sedang hamil membuatnya tak ikut serta dalam pertandingan ASIAN GAMES di Korea Selatan. YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Perjuangan Atlet Paralimpiade Sumut

Prestasi Dibalas Diskriminasi Koordinator Liputan Reporter

: Arman Maulana : Apriani Novitasari, Yanti Nuraya Situmorang, Mutia Aisa Rahmi, dan Arman Maulana

MUTIA AISA RAHMI| SUARA USU

FOTO BERSAMA

Arman Maulana

Meskipun tak memiliki fisik sempurna, mereka bertahan. Tak hanya sekadar bertahan, mereka bergelimang medali. Tetapi, sudahkah mereka mendapat perhatian?

S

ekitar tahun 2004 lalu, Nurtani Purba mendapat ajakan untuk bergabung dengan kelompok atlet paralimpiade dari seseorang. “Namanya Pak Ismiadi, beliau yang dulu menawarkan saya untuk

menjadi atlet angkat beban,” ujarnya. Pak Ismiadi adalah salah seorang pengurus National Paralympic Committee (NPC). NPC sendiri merupakan organisasi yang menaungi atlet-atlet difabel. Nur meyakini, bahwa dirinya dapat melakukan sesuatu yang membanggakan, setidaknya untuk dirinya sendiri. Berbekal keyakinan itu dirinya memutuskan untuk menjadi seorang atlet paralimpiade pada cabang olahraga (cabor) angkat berat. Nur kemudian mengikuti pemusatan latihan daerah (pelatda) guna

mempersiapkan kejuaraan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di Palembang tahun 2004, kejuaraan yang hanya diikuti atlet difabel. Hasilnya, Nur mendapatkan prestasi yang cukup membanggakan. Sejak saat itu, berbagai negara telah disambangi Nur untuk mengikuti berbagai kejuaraan, sebut saja Filipina, Laos, Myanmar, Malaysia, hingga Dubai. Walhasil, antara rentan 2005 hingga 2013 ia mampu mengumpulkan empat medali perak dan satu emas di kejuaraan yang sama , yaituAseanParalympicGames.

Anggota komunitas paralimpiade foto bersama seusai latihan di ruang latihan National Paralympic Committee, Sumut, Senin (12/10). Senin-jumat merupakan rutinitas latihan mereka di Jalan Stasiun Teladan, Medan Kota. Di kejuaraan terakhir di Dubai ia bahkan berhasil membawa Indonesia lolos kualifikasi kejuaraan atlet paralimpiade dunia yang akan diadakan di Brazil 2016 mendatang dengan menempati peringkat keempat dunia. Dari segi prestasi, Nur merupakan salah satu atlet andalan Sumatera Utara (Sumut), prestasi mentereng mulai dari tingkat nasional sampai internasional membuatnya menjadi anak emas. Nur bahkan bisa dibilang lebih unggul dari atlet normal Sumut lainnya di kejuaraan kelas manapun.

Hal tersebut diakui Nirwana Syahputra, pelatih atlet paralimpik cabor angkat berat. Akan tetapi, di kesehariannya Nur tetaplah seorang istri dan juga ibu. Profesinya sebagai atlet membuatnya tak memiliki penghasilan tetap. “Seharusnya ada, tapi hingga sekarang tak pernah diterima,” jelas wanita yang sedang mengandung itu. Jadilah, para atlet ini sering bergantung pada bonus yang berhasil ia peroleh dari kejuaraan yang diikuti. Tak hanya soal gaji. Nur


Perjuangan Atlet Paralimpiade Sumut, Prestasi Dibalas Diskriminasi SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014 juga permasalahkan soal fasilitas dan sarana latihan. Pasalnya, fasilitas yang digunakannya selama ini tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Misalnya saja alat yang digunakan untuk angkat berat, seharusnya alat yang digunakan adalah alat khusus untuk atlet penyandang difabel. Namun yang ada hanya alat untuk atlet normal. Selain itu, kondisi ruang latihan juga sempit penuh dengan alatalat fitness membuatnya tidak nyaman. Permasalahan lain juga datang dari asupan makanan untuk para atlet, khususnya cabor angkat berat. Nur mengharapkan adanya bantuan dari pemerintah untuk menyediakan multivitamin khusus untuk atlet yang memang menjadi asupan tiap hari bagi para atlet. Anggaran untuk vitamin yang biasa disebut ‘puding’ oleh para atlet ini cukup besar, harganya dapat mencapai jutaan rupiah. “Ada yang ratusan ribu, tapi itu paling hanya cukup untuk satu minggu saja,” ujar Nur. Cerita hampir sama datang dari Bahder Johan Harahap, atlet paralimpiade dari cabor tenis meja ini juga merasakan hal yang sama. Awalnya Johan tertarik dengan imingiming dari Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0275 Tahun 2010 tentang Persyaratan dan Mekanisme Pengangkatan Olahragawan dan Pelatih Olahraga Berprestasi Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dirinya juga berniat untuk menjadi PNS karena menganggap profesinya sebagai atlet tidak akan bertahan lama. “Pengin juga punya penghasilan tetap, jaminanlah istilahnya,” tandasnya. Kekhawatiran akan masa pensiun dan jaminan masa tua selama ini memang menjadi semacam momok tersendiri bagi atlet. Hal itulah yang dirasakan oleh Johan. Permasalahan-permasalahan seperti yang di alami Nur juga kerap dirasakan Johan, bedanya hanya di alatnya saja. Untuk tenis meja sendiri, peralatan dasar seperti meja saja masih dari hasil sumbangan. Senada dengan Nur, Johan juga permasalahkan soal perbedaan bonus yang diterima antara atlet paralimpik dengan atlet normal. Peraih medali perunggu di Peparnas tahun lalu ini mengatakan kalau perbedaan bonusnya sampai dua kali lipat. “Kalau yang normal itu seratus juta, kami paling cuma dapat lima puluh,” ujarnya.

Macam lagi cerita dari Roslinda Manurung, atlet paralimpik cabor tenis meja ini bercerita kalau dirinya pernah dialihkan ke cabor catur pada Asean Paralimpik Games di Myanmar 2013 lalu. Alasannya sederhana, saat Pelatnas ia pernah iseng bermain catur dengan atlet catur lain, hasilnya malah Roslinda menang dari atlet tersebut. Pertandingan tersebut pun terlihat oleh pelatih catur, singkat cerita, jadilah turun surat keterangan yang menyatakan Roslinda dialihkan ke cabor catur. Sementara itu, sebagai pelatih atlet paralimpik cabang angkat berat Nirwana juga menyuarakan hal yang sama. Ia bilang kalau kebutuhan asupan gizi atlet sangatlah penting, terutama atlet angkat berat. Karena selama latihan, atlet banyak mengeluarkan energi. Sementara pemerintah tidak mengeluarkan anggaran untuk itu. Jadilah para atlet menggunakan dana pribadi untuk memenuhinya. Nirwana sering membantu atlet untuk mengatur cara pemenuhan kebutuhan asupan gizinya. Misalnya untuk puding, dibutuhkan sekitar 20 butir putih telur setiap harinya, pastinya akan mengeluarkan biaya besar apabila membelinya eceran. Nirwana mengakalinya dengan cara menawarkan atlet untuk membelinya dari tukang jamu. “Penjual jamu kan hanya butuh kuning telurnya, sedangkan kita (atlet -red) butuh putih telurnya,” jelasnya. Nirwana pun mengaku kecewa sebab fasilitas yang ada masih di bawah standar. Pun sebenarnya Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumut sudah sering datang untuk meninjau, ihwal penambahan fasilitas di

tempat latihan. Tetapi, nyatanya tidak terealisasikan sampai sekarang. Parahnya lagi, Nirwana mengatakan kalau KONI dan Dispora Sumut tidak mau tahu perkembangan atletnya. “Tahunya kalau ada event aja, siapkan anak-anak (atlet -red),” ujarnya. Untuk itu, ia mengaku hilang koordinasi antara dirinya, atlet, dan pengurus. Berbeda dengan Muhammad Syahli, asisten pelatih atlet peralimpik cabor tenis meja mengatakan tidak memiliki masalah dengan asupan gizi atletnya. Hal itu karena tenis meja memang bukan olahraga berat. Tetapi, lagi-lagi fasilitas menjadi masalah untuk menunjang prestasi atlet. Dua tahun yang lalu cabor tenis meja pernah mendapat tambahan bet, pukulan pingpong. Namun yang diterima Syahli tak sesuai dengan yang pernah diminta sebelumnya. “Betnya palsu dan sudah kedaluwarsa, jadi kalau mukul bola, bolanya enggak mantul,” imbuhnya. Bahkan, untuk meja saja dihibahkan oleh Abdillah, Wali Kota Medan periode 2000-2008. Hal itu berkat hubungan baik antara pelatih cabor tenis meja, M Ridwan dengan Abdillah. Dan yang paling mengecewakan Ridwan adalah perbedaan bonus yang diterima atlet paralimpiade dengan atlet normal. “Kasihanlah, fisik mereka kan kurang dari yang normal, masa bonus pun dibedakan,” pungkasnya. Jika dilihat dari segi prestasi, atlet paralimpiade Sumut sebenarnya memiliki prospek yang lebih bagus dibanding atlet normal Sumut. Hal tersebut disampaikan langsung Ketua NPC Sumut, Zulkifli. “Atlet difabel Sumut dapatkan peringkat 3 seIndonesia,” tegasnya.

laporan khusus 15 Buktinya saja, saat Peparnas dua tahun lalu di Riau, altet paralimpiade menyumbangkan 26 medali emas, 18 perak dan 9 perunggu dan menempatkan atlet paralimpiade Sumut di posisi empat nasional. Begitu juga dengan kejuaraan tingkat internasional seperti Asian Paralympic Games yang dilaksanakan di Myanmar tahun lalu, atlet paralimpiade mampu menyumbangkan 14 emas, 13 perak, dan 17 perunggu. Medali itu terdiri dari cabang olahraga atletik, angkat berat, catur, dan tenis meja serta renang. “Setiap pertandingan, atlet paralimpiade Sumut selalu menyumbangkan medali,” ungkap Zulkifli. Sama halnya dengan para atlet, Zulkifli menyayangkan pemerintah tak memperhatikan atlet paralimpik dengan baik. Mulai dari peralatan latihan yang berkarat sampai bonus atlet yang sering tersendat. Dirinya mengatakan kalau atletnya sering berlatih dengan peralatan seadanya dan kurang layak untuk atlet paralimpik Sumut yang sudah punya prestasi. Sementara itu, bantahan datang dari Mazrinal, Kepala Bagian Olahraga Rekreasi Dispora Sumut. Ia mengatakan kalau perhatian pemerintah sudah tinggi terhadap atlet paralimpik Sumut, terutama pada atlet peraih medali. Perhatian yang dimaksudkan Mazrinal berupa pemberian bonus, pengajuan diri sebagai PNS, bahkan rumah bagi para atlet. Mengenai anggaran pembinaan, Mazrinal mengatakan memang ada dana yang dikucurkan untuk atlet paralimpiade. Dana tersebut disalurkan melalui KONI, namun dananya terbatas. “Jumlahnya saya kurang tahu karena KONI yang berurusan soal anggaran,”

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

LATIHAN

Kumpulan atlet difabel berlatih angkat besi di ruang latihan National Paralympic Committee, Senin (12/10). Walaupun difabel, atlet paralimpiade ini berlatih dengan menggunakan peralatan latihan atlet normal.

ungkap Mazrinal. Sehubungan dengan ini, Ketua Harian KONI Sumut John Ismadi Lubis membenarkan kalau memang tidak ada anggaran untuk gaji bulanan para atlet paralimpiade. Melainkan adanya uang program pembinaan prestasi (PPI) yang diterima atlet saat melakukan pelatihan menjelang kejuaraan. Biasanya pelatihan dilakukan selama dua tahun sebelum kejuaraan, Untuk bonus, John mengatakan memang terdapat perbedaan antara atlet paralimpiade dengan atlet normal. Namun, dirinya membantah jika itu dianggap tindakan diskriminasi terhadap atlet paralimpiade. John menjelaskan kalau perbedaan bonus terjadi karena perbedaan tingkatan kejuaraannya. Dijelaskan John, Peparnas yang diikuti atlet paralimpiade merupakan pekan olahraga cabang biasa yang setara dengan pekan olahraga pelajar, pekan olahraga wartawan, pekan olahraga pegawai negeri serta pekan olahraga remaja, sedangkan PON adalah puncaknya. Untuk sampai di PON ada beberapa tahap yang harus dilalui atlet, mulai dari seleksi di tingkat kabupaten/kota, lalu naik ke tingkat provinsi, kemudian mengikuti prakualifikasi dan barulah ditetapkan menjadi atlet PON. Untuk itulah, bonus yang diterima atlet PON dengan Peparnas berbeda. “Perjuangannya (atlet PON –red) berat dan seleksinya ketat,” tutur John. Ditambah John, Peparnas hanya bisa diikuti difabel, sedangkan PON bisa diikuti masyarakat umum termasuk difabel. Sebelumnya, untuk sarana dan prasarana di tahun 2009 lalu, KONI pernah lakukan perbaikan di kantor NPC. Namun, untuk sekarang sudah tidak dianggarkan lagi. Hal itu karena bila KONI menganggarkan sarana dan prasarana biayanya bisa sangat tinggi sebab pengajuan dari masing-masing cabang olahraga biasanya tinggi. Permasalahan yang terjadi apabila anggaran yang diminta tak sesuai dengan dana yang cair dari pemerintah. “Kalau gitu siapa yang mau nomboki? Pasti KONI kan,” ujar John. Terakhir, John berharap harusnya ada peraturan daerah yang jelas tentang kewajiban pemerintah memberi bantuan agar lebih jelas seperti Jakarta. “Yang ada sekarang kan tergantung mampunya pemerintah karena enggak ada aturan itu,” pungkasnya.


16 mozaik

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

cerpen

Tongkat Sang Renta Dewi Annisa Putri Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2014

S

eorang pria tua duduk termenung, tak menghiraukan hujan yang sedari tadi tak berkompromi. Tak tampak sedikit pun kalau ia akan beranjak, menghindari hujan. Padahal ia sedang duduk di emperan toko. Ia hanya duduk diam, sesekali menghela napas. Matanya menerawang. Tak terlihat ekspresi apapun dari wajahnya, hanya matanya yang mengungkapkan ia gusar. Hujan berhenti. Ia sadar lalu beranjak pergi. Tertatih ia melangkah dengan mengandalkan tongkat kayu. Tongkat itu yang sehari-hari menjadi temannya. Diberikan pemilik toko baik hati yang menjadi tempat lelaki tua itu biasa duduk. “Supaya enggak susah-susah bawa tongkat kayu yang lama, sudah rusak”. Itu kata pemilik toko baik hati beberapa tahun lalu. Rumahnya jauh, itu sebabnya ia harus naik angkutan umum. Selagi menunggu di pinggir jalan, beberapa orang yang lewat menghentikan langkah sejenak, memberinya uang. Aneh sekali. Ada yang menggenang, nyaris jatuh. Air mata. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya jatuh. Namun lelaki tua itu segera menghapusnya. Mengenakan ujung bajunya yang sudah usang. “Harusnya aku membalas budi mereka,” batinnya. Tapi tak banyak yang bisa dilakukan si lelaki tua. Badannya ‘mati sebelah” sejak bertahun-tahun lalu. Bisa jalan saja sudah syukur sekali rasanya. ***

Esok. Saat matahari sedang bersemangat menyinari Bumi. Terik sekali. Lelaki tua itu kembali duduk di emperan toko. Pemilik toko baik hati menghampirinya dengan senyum. “Silakan diminum dulu, Pak,” ujarnya. Segelas es teh disodorkan. “Terima kasih, tapi aku bawa minum dari rumah,” sahut lelaki tua itu. Pemilik toko baik hati tersenyum. “Anakku yang membuatnya. Dia manis sekali,” sambungnya. “Anda pasti bangga sekali.” “Ya, tentu saja. Tapi usiaku mungkin tak lama lagi, aku tak punya banyak waktu untuk membahagiakan anak-anakku.” Wajah lelaki tua itu sendu sekali. Dahinya mengerut, menahan air mata agar tak jatuh. Hanya tak ingin kelihatan cengeng. Tak perlu waktu lama, dengan segera lelaki tua itu bertutur pada pemilik toko baik hati. Ditemani segelas es teh dan sebotol teh panas. “Aku masih punya keluarga. Namun, selama ini bukan aku yang mencari nafkah. Keluargaku tak sampai hati makan dari hasil mengemis. Tak ada yang mau menerima hasil keringatku. Pakailah untukku sendiri kata mereka.’ Lelaki tua menarik napas sejenak. Mengisi rongga paru-parunya yang sempat kosong. “Istriku kerja untuk makan seharihari. Juga untuk sekolah anak-anak. Keadaan itu yang terkadang membuatku merasa sangat berdosa. Aku berhutang banyak pada anak dan istriku karena tidak mampu bekerja untuk membahagiakan mereka.”

“Aku tak sanggup membelikan boneka beruang untuk putri kecilku, sepatu bola untuk putraku, atau pun gaun untuk anak gadisku.” Lama-lama yang terdengar hanya sayup suara angin. Dan suara burung gelatik dari toko burung di sebelah. Pemilik toko baik hati masih diam, mendengarkan. Senyumnya masih ada. ***

Setahun kemudian. Pemilik toko baik hati sedang di toko. Bersiap-siap membuka toko-nya dan mempersiapkan kebutuhan toko. Hari masih pagi, namun pemilik toko baik hati sudah melamun. Pikirannya melayang ke kejadian setahun lalu. Teringat pada lelaki tua yang setiap hari duduk di emperan tokonya. Mengharapkan rezeki dari belas kasihan orang. Tak banyak yang diterimanya. Hanya ribuan, tak jarang recehan. Sudah setahun pemilik toko baik hati tak bertemu dengannya. Tak tahu ke mana. “Tapi, kalau ia tak menafkahi keluarganya, kemana uang hasil mengemis itu selama ini?” batinnya. Masih pagi. Toko pun belum sepenuhnya dibuka. Tapi sudah ada tamu. Mengusik lamunan pemilik toko baik hati. Wanita dengan rok merah muda. Cantik sekali dengan kemeja sifon krem. “Anda pemilik tokonya?” tanya wanita itu. Masih pagi, dan ada yang bertanya tentang kepemilikan tokonya. Pemilik toko baik hati hanya diam. Terpaku. “Anda pemilik tokonya?” tanya wanita itu, lagi. Hening. “Ada pesan yang ingin kusampaikan,” sahutnya. “Apa? Apa aku mengenalmu?” tanya pemilik toko baik hati. “Anda pasti mengenal ini.” Wanita itu mengulurkan sebuah tongkat kayu. Pemilik toko baik hati terdiam. Rasa-rasanya ia mengenalnya. “Ayah saya yang menitipkannya pada saya. Ia juga menitipkan ini.” Wanita itu mengulurkan amplop cokelat. Pemilik toko baik hati menerimanya, lalu memeriksa isinya. Paket umrah. Untuk berdua. “Dari Ayah saya, untuk Anda dan istri Anda yang sudah baik sekali padanya di tahun-tahun terakhir hidupnya,’’ jelas wanita itu. “Ayah saya sudah duluan menunaikan ibadah haji, dan sudah duluan bertemu Tuhan. Uangnya dari apa yang ia kumpulkan bertahuntahun ini. Dari depan emperan toko Anda.” Pemilik toko baik hati diam. Masih pagi. Toko pun belum sepenuhnya dibuka. Tapi kabar gembira bisa datang kapan saja. Dari siapa saja.

ARMAN MAULANA | SUARA USU


SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

sorot

Marmitu

Tradisi Minum yang (Harusnya) Jadi Pemersatu Ferdiansyah Dulunya, orang Batak menenggak tuak untuk menghangatkan tubuh dan membuat rileks. Kini, orang minum tuak demi mengejar kesenangan diri semata. “Yok, marmitu kita!” seru teman saya, Hendrik Raja Silitonga. Itu pertengahan tahun lalu. Saya tengah menginap di rumahnya di daerah Lubuk Pakam, Deli Serdang. “Kau aja yang minum tapi, aku nengok-nengok aja. Penasaran,” jawab saya. Tak lama kami langsung menuju pakter tuak— kedai tuak atau yang biasa disebut lapo tuak. Tiba di sana, kami duduk di sisi ujung pakter, terpisah dari pengunjung lain yang duduk di deretan tengah. Pakter-nya memuat delapan meja makan. Teman saya lantas memesan segelas tuak. Saya sedikit menutup hidung. Baunya menyengat. Asam, seperti tapai basi. Jangan bayangkan suasana pakter kondusif. Di deretan tengah bapak-bapak berumur 40-an asyik mengobrol perihal politik. Ada dua pemuda yang bermain gitar dan bernyanyi dengan volume keras di sisi paling dalam ruangan. Kami, hanya menonton televisi sambil sesekali mengamati mereka. Kesemuanya ngobrol dengan logat Batak yang kental. Kebiasaan minum tuak memang identik dengan orang Batak. Tuak sendiri ialah minuman khas Batak yang dibuat dari nira—air pohon aren. Tak lantas diminum, nira harus difermentasi dulu untuk menjadi tuak. Masyarakat Batak telah mengenal tuak sejak lama. Namun tak jelas sejak kapan. Ada literatur yang menyebutkan sewaktu Marco Polo mengunjungi Sumatera tahun 1290, bangsa Batak sudah gemar minum tuak. Ada pula legenda Batak yang

si poken

mencantumkan pohon bagot atau aren sebelum masa penciptaan manusia. Marmitu sendiri merupakan bahasa Batak. Berasal dari penggalan kata ‘mar’ dan ‘mitu’. Kata ‘mar’ sama dengan imbuhan ‘ber-‘ atau memiliki makna ‘melakukan’. Sedangkan ‘mitu’ diambil dari singkatan ‘minum tuak’. Jadilah marmitu berarti kegiatan meminum tuak bersama-sama. Marmitu awalnya lebih dekat dengan budaya Batak Toba. Dulunya, orang-orang Batak Toba biasa marmitu setelah selesai melakukan acara atau kegiatan yang dikerjakan beramai-ramai. Misal, setelah panen di sawah atau usai upacara adat. Tujuannya, menghilangkan kepenatan dan menghangatkan tubuh. Daerah Toba beriklim cukup dingin. Budayawan Warisman Sinaga menjelaskan pada saya kalau marmitu mirip tradisi sake di Jepang. “Sama-sama sakral,” ujarnya. Parmitu—sebutan bagi orang yang marmitu—selalu menggunakan tuak takkasan, yakni tuak murni tanpa campuran. Warisman bilang parmitu pasti tahu beda tuak takkasan dengan tuak campuran. “Sekali tenggak aja langsung terasa sampai ke ubun-ubun, tapi hangat bukan langsung mabuk,” katanya. Namun bagaimanapun juga, justru inilah yang mengeratkan pergaulan orang Batak. Tapi di sisi lain, ada banyak hal yang membuat nilai marmitu bergeser. Dimulai dari dampak mabukmabukkannya. Lihat saja lapo sekarang, tidak hanya tuak yang dijajakan, banyak minuman keras lainnya. Tentu saja berefek pada masyarakat sekitar. Musik keras di lapo, suara-suara teriak, ketawa, nyanyian, hingga ribut-ribut pascamabuk tentu mengganggu. Orang Batak harusnya tetap bangga akan marmitu. Tapi, tidak juga melupakan esensi marmitu demi kesenangan diri semata.

mozaik 17 puisi Sajak Tertimbun Tanah Piki Darma C Pardede Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2013

ARMAN MAULANA | SUARA USU

Ini hari sudah pagi Membuatku terpaksa terbangun Memaksa meneguk secangkir kopi hitam pekat Aku mulai berpikir Membuat kata-kata indah pagi ini Inspirasiku buyar Tiada terlintas dalam nalar Tak satupun aksara dapat terpapar Dalam diam dan membingung Kulihat dia, suarakan propaganda Semua mata hendak mencibirmu Semua bibir hendak melototimu Akan kubebaskan, kau kubebaskan Sajakku, ingin kubacakan Untuk mereka perdengarkan Kini kau bebas Jutaan mata memburumu Membuntuti setiap langkah Meracuni, membiarkanmu mati tak bermakna Hati-hati wahai sang penyair Sindiran pedas melayang menyiangi nurani Tak mampukah kata indah meratakan hatinya yang kumuh? semua dibungkam, diam dan kelam Sajakku kali ini akan mati Sajakku mati, tertimbun tanah Kini tiada berarti semua meludah Hembusan napasmu hilang sudah Seperti selaput dara yang akan pecah

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU


18 potret budaya

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Makan Beradab

tAK sEKADAR bERHADAP Shella Rafiqah Ully

Menurut resam Melayu, teradat sejak dulu. Bila tepung tawar berlalu, makan nasi hadap-hadapan menunggu. Sanak keluarga berkumpul, bersama juadah sudah diatur. Kedua pengantin tersenyum simpul, melihat keluarga saling bertutur.

R

uangan balairung Istana Maimoon hari itu tampak semarak. Warna kuning pertanda kebesaran dan kejayaan Melayu tampak mencolok. Berbagai jenis makanan khas Melayu dihidangkan dalam tampilan menarik di atas dua meja sepanjang lima meter. Ijab kabul baru saja selesai dilaksanakan. Tampak raut lega di wajah kedua mempelai Tengku Aldilla Syahira dan Reza Nageubry. Saat itu kedua mempelai dan kedua keluarga sedang duduk berhadap-hadapan di depan sajian. Sebentar lagi, dengan dipandu Mak Inang—bidan pengantin—Aldilla dan Reza akan menjalankan salah satu prosesi perkawinan budaya Melayu. Makan nasi hadap-hadapan. Adalah Tengku Ismail, Wakil Ketua Himpunan Telangkai Pelestari Adat Melayu, salah satu paguyuban orang Melayu di Medan, sedang menjelaskan prosesi yang sedang berlangsung. Di depan mereka ada nasi ulam dalam wadah besar. Dihias sedemikian rupa, lengkap dengan bumbu rempah serta potongan ayam betina yang sengaja disembunyikan di dalam nasi. Bunga-bunga plastik aneka warna ditancapkan di atasnya. Tujuannya menjalin silaturahmi dan interaksi antar-anggota keluarga. “Kesempatan untuk dua keluarga bertutur sapa,” katanya. Uniknya, pantang bagi anggota keluarga yang belum menikah turut hadir dalam ritual makan beradab. Sebab dinilai masih belum punya pengalaman. “Tujuan kumpul ini kan untuk berbagi pengalaman kepada pengantin. Nah, kalau belum nikah apa yang mau dibagi?” jelasnya.

REPRO DOKUMENTASI PRIBADI | YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Mak Inang mulai bersuara. Kedua pengantin diharuskan mengikuti komando Mak Inang. “Silakan cabut bunga warna hitam!” Mak Inang mengejutkan. Spontan keduanya terpaku dengan tangan terhenti di udara. Sontak, mereka semua tertawa saat sadar tak ada bunga warna hitam yang tertancap di sana. Ternyata Mak Inang berusaha mencairkan suasana. Setelahnya, prosesi yang sebenarnya berlangsung. Perintah pertama, merebut satu bunga berwarna kuning. Selanjutnya, merebut bunga warna kesukaan ma-sing-masing dan yang terakhir adalah merebut sebanyakbanyaknya bunga yang ada. Tengku Ismail mengatakan tiga prosesi pencabutan bunga mempunyai makna berbeda. Merebut satu bunga yang ditentukan untuk memastikan kedua pengantin tidak buta warna. Merebut bunga dengan warna kesukaan agar keduanya tahu warna kesukaan ma-sing-masing. Sedangkan yang terakhir, “maknanya jangan menyianyiakan kesempatan apa pun,” papar

Tengku Ismail. Prosesi cabut bunga selesai. Mak Inang kembali ajukan instruksi. Kali ini, kedua pengantin merebut ayam yang disembunyikan dalam nasi ulam. Keduanya harus membenamkan tangan dan mencari potongan ayam yang disebar. Katanya, potongan ayam yang ditemukan adalah pertanda kehidupan ke depannya. “Kalau laki-laki dapat kepala artinya pemimpin rumah tangga. Kalau perempuan dapat paha perlambang kesuburan,” jelas Tengku Ismail. Kini tiba pada prosesi terakhir. Aldilla dan Reza bersulang-sulang sebanyak tiga kali dan bergantian meminumkan air putih. Yang diminum tak boleh air lain selain air putih. “Air itu bening dan keduanya bisa sebening air putih.” Makan beradab atau makan hadap-hadapan bertujuan mempererat hubungan dua pengantin dan keluarga. Pun makan beradab menjelaskan adab seorang istri melayani suami serta tanggung jawab suami terhadap istri. “Menunjukkan halusnya budi pekerti orang Melayu,” tambah Tengku Ismail.

Bukan Syirik, Cuma Semiotik Rozanna Mulyani, dosen Sastra Melayu di Fakultas Ilmu Budaya pernah melakukan penelitian terhadap ritual makan beradab. Kala itu, dirinya meneliti ritual makan beradab pada masyarakat Melayu di prosesi Aceh Tamiang. Rozanna ceritakan setiap prosesi sama adanya. Namun yang disesalkan masyarakat melayu Aceh Tamiang adalah prosesi mencari ayam dalam timbunan nasi ulam. Masih tak bisa diterima jika tiba-tiba perempuan yang mendapat kepala dan akhirnya dipercaya memimpin rumah tangga. Pun demikian dengan Tengku Ismail. Dirinya jelaskan bahwa adat Melayu cukup dekat dengan Islam sehingga jika terlalu diikuti dikhawatirkan akan syirik. Namun, Rozanna sendiri tak sepakat ini dianggap syirik ataupun sebagainya. Ia bilang semuanya adalah ilmu semiotik yang menandakan keakraban. Bukan hanya saat perebutan ayam di dalam nasi tapi juga keseluruhan. “Semuanya punya makna di setiap prosesi makan beradab,” terangnya. IKLAN


riset 19

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

i s a s i l a e R nggu

Menu

s u p m a K a d e p e S di 2015

Setelah bus kampus kini USU ASRI sedang rancang program sepeda kampus. Niat awalnya untuk mengurangi penggunaan gas buang di Kota Medan. Karena penyumbang gas buang terbesar adalah transportasi. Rencananya sepeda kampus ini akan mulai direalisasikan tahun 2015 mendatang. Untuk permulaan, akan diluncurkan 150 sepeda. Setelahnya akan dilihat sejauh mana tingkat apresiasi dan partisipasi mahasiswa USU. Namun, sejauh mana mahasiswa USU mengetahui perihal ini? Apakah mahasiswa antusias dan merasa membutuhkan sepeda kampus? Jajak pendapat ini dilakukan dengan melibatkan 500 mahasiswa USU, sampel diambil secara accidental dengan mempertimbangkan proporsionalitas di setiap fakultas. Kuisioner disebar dalam rentang waktu 8-13 Oktober 2014. Dengan tingkat kepercayaan 96 persen dan sampling error 4 persen, jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa. (Litbang)

1. Apakah Anda tahu atau tidak tahu tentang program sepeda kampus? a. Tahu b. Tidak tahu

27.70 % 72.30 %

2. Apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan adanya program sepeda kampus? a. Setuju b. Sangat Setuju c. Tidak Setuju

61.70 % 34 % 4,3 %

Alasan :

61,70%

a. b. c. d. e.

Bagus Menambah Fasilitas USU Mempermudah Mahasiswa Mengurangi Polusi Udara Tidak Jawab

11.60 6.80 17.60 42 22

% % % % %

72,30% 42%

3. Apakah jumlah 150 sepeda yang direncanakan menurut Anda cukup atau tidak cukup? a. Cukup b. Tidak Cukup

25.30 % 74.70 %

74,70%

4. Apakah Anda akan menggunakan atau tidak menggunakan sepeda kampus? a. b. c. d.

Ya Tidak Belum Tahu Tidak jawab

32 17.20 40.80 10

% % % %

40,80%

5. Bagaimana pendapat Anda dengan sistem pemakaian lebih dari 30 menit kemudian setelahnya bayar? a. Setuju b. Tidak Setuju

Alasan

36.20 % 63.80 %

63,80%

a. Agar Mahasiswa Bertanggung Jawab 27 % b. Harusnya Gratis 34 % c. Waktunya Kurang Efektif 4% d. Untuk Pemasukan Perbaikan Sepeda 16 % e. 30 Menit Terlalu Cepat 3 % f. Tidak Jawab 14 % g. Memberikan Kesempatan Untuk yang Lain 2 %

:

34%

6. Bagi Anda yang mempunyai kendaraan pribadi, apakah Anda akan menggunakan atau tidak menggunakan sepeda kampus? a. Ya b. Tidak c. Tidak jawab

35 % 59 % 6%

59%


20 resensi

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Karya Tanding yang Masih Bermain di Imajinasi

WENTY TAMBUNAN | SUARA USU

Judul Penulis Tahun Terbit Penerbit Halaman

: Murjangkung, Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu : AS Laksana : 2013 : GagasMedia : 216 halaman

Renti Rosmalis

Murjangkung hadir bukan didongkrak popularitas si Bidadari yang Mengembara yang dapatkan penghargaan sastra terbaik dari Majalah Tempo. Ia berdiri sendiri justru untuk kalahkannya.

D

alam kata pengantar Murjangkung, AS Laksana katakan, sembilan tahun adalah waktu yang sia-sia jika tak ada perubahan apapun. Yang ia maksud adalah perubahan antara buku kumpulan cerpen pertamanya dengan yang sekarang. Penghargaan sebagai karya

sastra terbaik Majalah Tempo tahun 2004 yang diperoleh buku Bidadari yang Mengembara tampaknya jadi tantangan tersendiri bagi AS Laksana. Ia tak punya pilihan lain selain hadirkan karya yang lebih baik. Melalui Murjangkung, AS Laksana ingin hapuskan bayang-bayang karya lama di ingatan pembaca.

Mana yang lebih baik bukan jadi masalah ketika menyantap cerita AS Laksana. Sama. Ia hadirkan keliaran imajinasi dalam setiap cerpennya. AS Laksana mampu memainkan ide cerita hingga kita tak mampu menebak permainan seperti apa yang sedang dimainkan. Kehidupan ia buat sesuka hatinya, namun tetap kaya imajinasi dan tak sederhana. Tak salah jika ia dianggap pendongeng yang mahir meramu humor dan tragedi. Murjangkung berisi dua puluh cerpen yang miliki tema berbeda. Mulai dari cerita yang nyaris benar seperti dongeng, atau tentang hantu yang bercerita hingga roh yang tertukar. Semuanya tak biasa. Tapi jangan salah, ini bukan cerita fantasi yang hadirkan makhluk aneh. Hanya tak biasa saja. Cerpen dengan judul Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut misalnya. Cerpen yang akhirnya dipilih menjadi judul buku ini menceritakan tentang negeri antah-berantah yang belum menemukan kakus. Isinya banyak pemabuk, pemimpinnya bernama Murjangkung yang disebut-sebut seperti bayi raksasa. Saling merebut kekuasaan lewat sindiran dan ludah orang sakti. Masalah muncul diakibatkan negeri ini tak punya kakus hingga banyak penyakit bermunculan, dan orang-orang mati karena sakit. Cerita ditutup dengan dibuatnya tugu untuk mengingat kematian Murjangkung. Dibuatlah patung serupa singa memeluk dunia. Antah-berantah itu disebut Lapangan Banteng. Dari semua cerita, inilah yang bisa dibilang hampir seperti dongeng, tapi bukan dongeng yang mampu ditebak. Dongeng yang cerdas. Cerpen yang kedua, judulnya Otobiografi Gloria. Kali ini ditulis oleh hantu yang merasuki raga penulis bernama AS Laksana. Melalui AS Laksana ia ceritakan kisahnya, bagaimana ia sebelum lahir hingga mati. Sebenarnya cerita yang satu ini lebih menarik dan memiliki akhir mengejutkan. Tak heran jika di blog buku Murjangkung cerpen ini menjadi favorit pilihan pembaca, AS Laksana sendiri yang bilang. Begitu juga untuk cerita selanjutnya. Semua memiliki daya

tarik masing-masing. Cerita sederhana dibungkus jadi cerita menarik seperti cerita anak laki-laki bandel yang menjadi anak emas ayahnya yang tegas. Hingga masalah-masalah rumit dalam kehidupan mampu ia ceritakan dalam humor, bukan tragedi. Kebanyakan cerpen memiliki tokoh yang berganti-ganti. Kadang dari sudut pandang orang pertama, kadang sudut pandang orang serba tahu, atau bahkan bercampur. Saat menggunakan sudut pandang orang ketiga, si aku bisa saja muncul. Atau sebaliknya, saat si aku sedang bercerita, narator cerita masuk membuat jalan cerita jadi lebih jelas. Mungkin ini yang membuat kumpulan cerpen ini tak cukup menguras emosi. Pembaca tak langsung menyatu dengan tokoh yang ada di dalamnya. Pembaca layaknya orang yang sedang mendengar dongeng dari si narator. Tak perlu menyatu dengan tokoh untuk menikmati cerita yang dihadirkan. Sama sekali tak mengurangi kenikmatan dalam membacanya. Sehingga membuat buku ini lebih ringan dan menghibur. Untuk penggunaan diksi, penyusunan kalimat, alur cerita dan hal dasar lainnya sudahlah. Tak perlu dibahas. AS Laksana bahkan mampu menjelaskan detil cerita tanpa harus mendeskripsikannya lewat kalimat yang panjang. Ia fokus pada jalan cerita, tak begitu kuat pada setting. Murjangkung bisa dibilang hadir lebih baik dari buku sebelumnya. Dari segi jumlah cerita yang dihadirkan, keragaman cerita hingga bagaimana buku ini dikemas. Jika buku-buku AS Laksana bertahan dengan gaya desain seperti yang sebelumnya, mungkin pembaca yang belum mengenalnya tak langsung tertarik membaca. Murjangkung mampu memenuhi kebutuhan pembaca dari berbagai kalangan. Begitulah Murjangkung hadir sebagai teks fiksi yang mampu membuka keran imajinasi para pembacanya. Cerita yang tak rumit, tak punya penyelesaian namun menghadirkan akhir yang membuat semuanya menjadi selesai, cerita sederhana yang kerap terjadi dalam kehidupan sosial. Semua cerita mampu memberikan rasa khas seorang AS Laksana. Tanpa tahu identitas penulisnya, pembaca akan langsung tahu, siapa penulisnya.


SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

iklan 21


22 iklan

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014


momentum 23

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

SUARAUSU.CO 22 Agustus 2014

13 September 2014

Turunkan Emisi Gas dan Macet, USU Buat Sepeda Kampus

LEPAS BALON

AULIA ADAM | SUARA USU

Rektor USU Prof Syahril Pasaribu dan Presiden IMT-GT Prof Adnan Husein melepaskan balon sebagai tanda resmi dibukanya rangkaian Versity Carnival IMT-GT 2014 di Stadion Mini, Jumat (22/8). Perhelatan IMT-GT 2014 di USU ini berlangsung 22-27 Agustus lalu. (Aulia Adam) 13 September 2014

Akreditasi A,

Target Terdekat Renstra USU 2015-2019 Tim Penyusun Rencana Strategis (Renstra) USU 2015-2019 jadikan akreditasi A sebagai rencana yang akan diwujudkan 2017 mendatang. “Kita hilangkan multiversitas, hilangkan pagar-pagar antarfakultas di USU, gunakan fasilitas untuk bersama, dan jika memungkinkan kita punya dosen nonPNS,” jelas Prof Dwi Suryanto, anggota Tim Penyusun Renstra USU 2015-2019, Sabtu (13/9). Katanya, dengan dapatkan akreditasi tertinggi nasional, maka pengakuan internasional tentang kualitas USU akan datang. Himsar Ambarita, pembimbing Tim Horas USU sepakat, menurutnya mahasiswa juga berperan besar tingkatkan akreditasi. Hal ini bisa diwujudkan dengan mahasiswa yang aktif mengikuti perlombaanperlombaan tingkat nasional. (Renti Rosmalis)

Program sepeda kampus yang diusung USU ASRI diharapkan dapat mengurangi emisi gas buang alat transportasi dan turunkan angka kemacetan di Medan. “Fungsinya hampir sama dengan Lintas USU,” ujar Devin Defriza Harisdani, Ketua Tim Pelaksana USU ASRI, Sabtu (13/9). Siti Hardianti Ahmad Panjaitan, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat 2012 setuju dengan peluncuran sepeda kampus untuk kurangi emisi gas buang di Medan. Ia berharap USU sediakan sepeda yang cukup karena peminat sepeda akan lebih banyak dibanding bus kampus. Untuk peluncuran pertama, hanya disediakan sekitar 150 sepeda. “Kita lihat dulu realisasinya, kalau memang perlu ditambah akan ditambah,” katanya Devin. (Tantry Ika Adriati) 13 September 2014

Rektor: Pemilihan Anggota MWA “Tirani Mayoritas”

Rektor Prof Syahril Pasaribu mengatakan pemilihan anggota MAjelis Wali Amanat (MWA) dalam rapat Senat Akademik (SA), Senin (29/9) adalah “tirani mayoritas”. Didasarkan pada persepsi sebagian anggota SA yang berpendapat delapan atau sembilan suara anggota SA untuk nama berbeda. “Kelompok yang menguasai 51 persen suara saja di SA akan dimungkinkan kuasai seratus persen anggota MWA wakil SA dan wakil masyarakat,” dikutip dari siaran pers oleh rektor. Prof Chairul Yoel, ketua SA tidak ingin menanggapi hal tersebut. “Press release itu kan cuma opini tertentu saja,” tandasnya. Sebelumnya, dalam rapat pemilihan delapan anggota MWA wakil SA dan sembilan anggota wakil masyarakat Prof Syahril dan 42 anggota SA lainnya walk out. Mereka kecewa karena keputusan rapat adalah memaksakan voting untuk perbedaan persepsi tersebut. Sementara 48 anggota sisa yang hadir memutuskan untuk melanjutkan rapat. (Lazuardi Pratama) 11 Oktober 2014

Pelantikan Kabinet USU 2014

10 Oktober 2014

Prodi Kehutanan Resmi Jadi Fakultas Program Studi (Prodi) Kehutanan resmi menjadi fakultas sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor tentang Pembentukan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara tertanggal 10 September 2014. Kini ada beberapa hal yang dipersiapkan, ujar Sekretaris Prodi Kehutanan Luthfi Hakim, Kamis (10/10). Rencana Strategis dan Rancangan Kegiatan juga Anggaran Tahunan 2015 menjadi prioritas. Pun penyusunan struktur pimpinan fakultas. Luthfi bilang paling lama awal tahun depan gedung baru Fakultas Kehutanan (Fahuta) di Kwala Bekala harus sudah direalisasikan. Fahuta akan miliki satu prodi dengan empat peminatan, yaitu Manajemen Hutan, Silviculture, Teknologi Hasil Hutan, serta Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata. (Sri Wahyuni Fatmawati P)

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

Presiden Mahasiswa Brilian Amial Rasyid membacakan SK kabinet Pema USU di Gelanggang Mahasiswa, Sabtu 11 Oktober. Sebelas kabinet yang terpilih akan merintis Pema USU yang sempat vakum. (Yulien Lovenny Ester G) IKLAN


24 profil

SUARA USU, EDISI 99, OKTOBER 2014

Reza Pahlevi

Satukan Dunia Lewat Esperanto Lazuardi Pratama

Reza Pahlevi satu dari seratus ribu orang di dunia yang mengerti bahasa Esperanto. Satu dari seratus orang di Indonesia sekaligus satu dari lima orang di Kota Medan. Awalnya iseng terjemahkan lirik lagu.

K

ongres Esperanto di Tokyo dan Himeji, J­epang pada akhir Mei lalu tidak pernah dilupakan Reza hingga saat ini. Total hampir tiga ratus orang Esperantis—pengguna Esperanto—dari seluruh dunia ikut. Reza jadi salah satu pembicara mere­presentasikan Indonesia di sana, di samping representatif dari ­Jepang, Polandia, Argentina, dan lainnya. Yang ia bicarakan: pasang surut Esperanto di Indonesia dicampur sedikit perkenalan budaya Sumatera Utara. Reza diterbangkan ke Jepang oleh Indonezia Esperanto-Asocio (IEA), asosiasi Esperanto untuk Indonesia. Selain jadi pembicara, ia diajak berkunjung ke klub-klub Esperantis di sana, sekadar mengobrol kondisi Esperanto di tempat masing-masing. “Tidak ada sekat antarbudaya di sana, walaupun dari berbagai ne-gara, semuanya berbahasa Esperanto,” kata Reza. Pertemuan Reza dengan Esperanto dimulai saat ia SMA. Waktu itu tahun 2009, ia gemar berselancar di internet. Kadang mencari lagulagu Barat. Grup musik Pink Martini, salah satu yang ia temukan. Tapi Reza lupa lagu apa yang waktu itu ia cari dan hendak terjemahkan ke bahasa Indonesia. “Google Translate mendeteksi itu bahasa Esperanto,” kata Reza. “Tapi sebenarnya itu bahasa Latin.” Esperanto ialah bahasa buatan. Ludwig Lazarus Zamenhof menciptakannya pada 1887 di Kota Bialystok, Polandia. Di masa itu, Zamenhof lelah karena hidup di tengah-tengah masyarakat yang multibahasa, ada bahasa Rusia dan Jerman. Oleh sebab itu, Zamenhof menciptakan bahasa yang netral dan mudah dipelajari. Esperanto relatif mudah untuk dipelajari. Reza bilang, hanya perlu

Biodata Nama: Reza Pahlevi

Tempat, tanggal lahir: Medan, 6 Januari 1993

Pendidikan: -SD Negeri 060878 Medan (1998-2004) -SMP Negeri 1 Medan (2004-2007) -SMA Negeri 3 Medan (2007-2010) -Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Politik (2012-sekarang)

Prestasi: -Kongres Esperanto Kansai ke62 di Himeji, Jepang -Kongres Esperanto Kantoa ke63 di Tokyo, Jepang

waktu sebulan untuk menguasainya. “Belajarnya otodidak saja, dari browsing-browsing di internet,” ujar Reza. Contoh tata bahasa Esperanto, setiap ujung kata yang berakhiran huruf ‘o’ adalah kata benda. Sementara kata yang berakhiran huruf ‘a’ adalah kata sifat dan huruf ‘e’ adalah kata keterangan. Misalnya kata esperanto, yang artinya ‘orang yang berharap’. Atau contoh kalimat seperti ‘Esperanto estas facila’ yang berarti ‘Esperanto itu mudah’.

Komunitas yang Terbatas Belajar Esperanto sejak 2009 membuat Reza ikut nyemplung ke komunitas Esperantis. Setahun berikutnya, ia mulai berinteraksi dengan teman-temannya di luar negeri. “Latihan Esperantonya ya sekalian ngomong sama mereka,” kata Reza. Tahun 2010 ia bertemu dengan Heidi Goes, salah seorang pegiat Esperanto dari Belgia dan Ilia Sumilfia Dewi dari Jakarta. Mereka kopi darat di Medan

YULIEN LOVENNY ESTER G | SUARA USU

setelah awalnya berinteraksi lewat jejaring sosial Facebook. Pernah Heidi bilang, “dulu tahun 1920 ada loh komunitas Esperanto di Indonesia, kenapa kalian sekarang enggak buat lagi?” ujar Reza menirukan Heidi. Pertanyaan itu membuat Reza dan Esperantis lainnya di Medan membentuk komunitasi Esperanto bernama Aurora Movado. “Anggotanya kira-kira sepuluh oranglah, tapi itu berganti-ganti terus dari yang kutemui 2010 lalu,” tambahnya. Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU 2012 ini mengakui, belum banyak orang yang kenal Esperanto. Sampai saat ini, teman-teman Esperantis Reza juga kebanyakan dari pendekatan personal ataupun yang penasaran. Ini juga sebabnya mengapa hanya segelintir orang yang mau belajar Esperanto. Ada Aiko, salah seorang Esperantis di Kota Medan. Ia pertama kali kenal Esperanto dari membaca blog dan status Facebook Reza soal Esperanto. Aiko penasaran, sebab Esperanto mirip bahasa Spanyol. Ia menyatakan ketertarikannya lewat komentar. Reza pun menyambut baik. Akhirnya lewat beberapa pertemuan berupa diskusi selama dua bulan, ia dapat berbahasa Esperanto. “Saya pernah ikut di kongres IEA di Bogor, di situ diajarin juga

Esperanto. Susah ngerti-nya, malah sama Bang Reza lah saya bisa sampai seperti ini,” kata Aiko. Menurut pemetaan Reza, Esperantis di Medan jumlahnya kurang lebih lima belas orang. Sementara di Indonesia hanya kira-kira seratus orang lebih. Untuk ukuran internasional, menurut situs Ethnologue: Languages of the World, situs yang berisi statistik tentang bahasa-bahasa di dunia mengatakan jumlah penutur Esperanto diperkirakan seratus ribu sampai dua juta orang. Kondisi Indonesia yang kepulauan menyebabkan setiap gerakan Esperantis sporadis sehingga tidak efektif. Reza dan teman-temannya kini bermimpi membuat semacam gedung sekretariat sekaligus museum Esperanto di Medan. Keinginannya adalah memperbanyak Esperantis di Kota Medan. Karena Kota Medan juga sama seperti di Polandia zamannya Zamenhof: multibahasa. Ia mencontohkan penggunaan bahasa Inggris dan ­Indonesia. Bahasa Inggris kini dinilai le­bih superior daripada bahasa ­Indonesia. Sehingga berpengaruh pada pelbagai aspek, se­perti barang yang menggunakan bahasa ­Inggris bisa lebih tinggi nilai­nya. “Di situlah bahasa Esperanto berperan sebagai bahasa yang netral,” tandas Reza. IKLAN


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.