Laporan Analisis Kerentanan Sanitasi Berbasis GESI di Kabupaten Belu

Page 1

Kabupaten Belu

2020

Cover

oleh Syarofina Az Zahra


Kabupaten Belu

2020

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................................................. 2 BAB I PROFIL WILAYAH KABUPATEN BELU .................................................................................................... 4 1.1

Gambaran Geografis dan Administrasi Wilayah ........................................................................ 4

1.2

Gambaran Demografi........................................................................................................................... 6

1.3

Gambaran Ekonomi .............................................................................................................................. 9

1.3.1

Sosial ................................................................................................................................................. 9

1.3.2

Ekonomi ........................................................................................................................................... 9

1.4

Kondisi Sanitasi Eksisting ................................................................................................................. 12

1.4.1

Air Limbah .................................................................................................................................... 12

1.4.2

Persampahan............................................................................................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................................... 14 2.1

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi

Total Berbasis Masyarakat ............................................................................................................................ 14 2.2

Gender Equality and Social Inclusion (GESI) .............................................................................. 14

2.3

Kerentanan Sosial ............................................................................................................................... 15

2.4

Kerangka Analisis ................................................................................................................................ 17

2.4.1

Kerangka Berpikir ...................................................................................................................... 17

2.4.2

Indikator ........................................................................................................................................ 18

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................................. 19 3.1

Analisis Kerentanan Sosial Kabupaten Belu .............................................................................. 19

3.2

Analisis Kerentanan Sanitasi Kabupaten Belu .......................................................................... 22

3.3

Analisis Kerentanan Kebencanaan dan Lahan ......................................................................... 26

3.4

Overlay Analisis Kerentanan ........................................................................................................... 30

3.4.1

Overlay Skenario 1 .................................................................................................................... 31

2


Kabupaten Belu

3.4.2

2020

Overlay Skenario 2 .................................................................................................................... 31

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................................................. 34 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................................. 36

3


Kabupaten Belu

2020

BAB I PROFIL WILAYAH KABUPATEN BELU 1.1

Gambaran Geografis dan Administrasi Wilayah Kabupaten Belu adalah salah satu kabupaten dari enam kabupaten/kota di Provinsi

Nusa Tenggaran Timur (NTT), yang terletak didaratan timor. Kabupaten belu berada di bagian paling timur dan berbatasan langsung dengan Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) dan memiliki luas wilayah sebesar 1,284.94 km2 atau 128.494 Ha dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : 

Utara

: Selat Ombai

Selatan

: Kabupaten Malaka

Timur

: Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL)

Barat

: Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU)

Kabupaten Belu terbagi atas 12 kecamatan, 69 desa dan 12 kelurahan. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Tasifesto Barat dengan luas wilayah 224.19 km2 atau 17.45% dari luas total Kabupaten Belu. Sedangkan kecamatan dengan wilayah terkecil yaitu Kecamatan Atambua Barat dengan luas wilayah 15.55 km2 atau 1.21% dari luas wilayah Kabupaten Belu.

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Tabel 1.1 Luas Kecamatan di Kabupaten Belu Jumlah Desa/ Luas Wilayah Kecamatan Kelurahahan (km2 ) Raimanuk 9 179.42 Tasifesto Barat 8 224.19 Kakuluk Mesak 6 187.54 Nanaet Duabesi 4 60.25 Kota Atambua 4 24.90 Atambua Barat 4 15.55 Atambua Selatan 4 15.73 Tasifeto Timur 12 211.37 Raihat 6 87.20 Lasiolat 7 64.48 Lamaknen 9 105.90 Lamaknen Selatan 8 108.41 Total 81 1,284.94 Sumber : Kabupaten Belu dalam Angka 2020

Persentase (%) 13.96 17.45 14.6 4.69 1.94 1.21 1.22 16.45 6.79 5.02 8.24 8.44 100.00

4


Kabupaten Belu

2020

Gambar 1.1 Peta Administrasi Kecamatan Kabupaten Belu Sumber : Badan Informasi Geospasial, 2020 Keadaan topografi Kabupaten Belu bervariasi antara ketinggian 0 sampai +- 1500 mdpl. Keadaan wilayah Kabupaten Belu merupakan daerah datar perbukit-bukit hingga pengunungan. Terdapat 8 sungai yang berada di Kabupaten belu yaitu Sungai Motabuik dan Luradik di Kecamatan Tasifeto Barat, Baukama , Baukoek dan Motamuru di Tasifeto Timur, Welulik dan Malibaka di Lamaknen dan Talau di Kota Atambua. Daerah Kabupaten Belu umumnya memiliki rata-rata suhu sebesar 27.6 oC dengan curah hujan rata rata selama 5 tahun terakhir sebesar 209 mm/bulan. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Belu didominasi oleh kawasan lindung sebesar 32% dan kawasan budidaya lahan kering sebesar 16%. Penggunaan lahan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang menuntut adanya permintaan jumlah lahan untuk pembangunan infrastruktur, permukiman dan fasilitas perdagangan lainnya. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk dan berkaitan dengan tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

5


Kabupaten Belu

Tabel 1.2 Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Belu Penggunaan Lahan Luas (Ha)

(%)

Sawah Lahan Basah

12,814.20

9.97

Sawah Tadah Hujan

5,015

3.9

Lahan Kering

20,802.38

16.19

Perkebunan Rakyat

5,954.46

4.63

Kolam/Empang/Rawa

62.46

0.05

Tambak

100

0.08

Padang Pengembalaan

10,390.21

8.09

Hutan Lindung

41,272.04

32.12

Hutan Produksi Tetap

970.85

0.75

Hutan Kota

406

0.32

Hutan Bakau

779.7

0.6

Lahan Tidur

10,775.6

8.39

Semak Belukar dan Alang Alang

11,639.88

9.06

Lahan Pekarangan dan Permukiman

7,511.22

5.85

Jumlah

128,494

100

2020

Sumber : RPJMD Kabupaten Belu Tahun 2016-2021 1.2

Gambaran Demografi Penduduk Kabupaten Belu berdasarkan laporan registrasi penduduk tahun 2019

adalah sebanyak 226,039 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 0.7%. Rasio jenis kelamin tahun 2019 adalah 101 yang berarti jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama. Kepadatan Penduduk di Kabupaten Belu tercatat sebesar 176 jiwa/km2. Jumlah penduduk paling banyak yaitu Kecamatan Kota Atambua sebanyak 31,727 jiwa sedangkan yang paling sedikit yaitu Kecamatan Nanaet Dubesi sebanyak 5,082 jiwa. Tabel 1.3 Data Kependudukan per Kecamatan No.

Kecamatan

Jumlah Penduduk (Ribu)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

1.

Raimanuk

17,704

99

2.

Tasifesto Barat

26,044

116

3.

Kakuluk Mesak

22,889

122

4.

Nanaet Duabesi

5,082

84

5.

Kota Atambua

31,727

1274

6.

Atambua Barat

24,305

1563

7.

Atambua Selatan

26,752

1701

8.

Tasifeto Timur

26,764

127

9.

Raihat

15,215

174

6


Kabupaten Belu

10.

Lasiolat

7,449

116

11.

Lamaknen

13,195

125

12.

Lamaknen Selatan

8,913

82

226,039

176

Total

2020

Sumber : Kabupaten Belu dalam Angka 2020

230000 225000 220000 215000 210000 205000 200000 195000 190000 2015

2016

2017

2018

2019

Jumlah Penduduk

Gambar 1.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Belu Tahun 2015-2019 Sumber : BPS Kabupaten Belu , 2020 Dalam lima tahun terakhir jumlah penduduk Kabupaten Belu terus mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan sebesar 2.5%. Jika melihat dari piramida penduduk Kabupaten Belu menggambarkan piramida penduduk expansive dimana mayoritas penduduk yaitu anak dan usia muda. Hal ini dapat menyebabkan bonus demografi bagi Kabupaten Belu. Hal tersebut dapat menguntungkan karena banyaknya usia produktif, namun perlu diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja yang memadai. 70-74 60-64 50-54 40-44 30-34 20-24 10-14 0-4 -15000

-10000

-5000

0 Laki2

5000

10000

15000

Perempuan

Gambar 1.3 Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Sumber : Kabupaten Belu dalam Angka 2019

7


Kabupaten Belu

2020

Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk di Kabupaten Belu dalam 20 tahun kedepan akan terjadi penambahan penduduk sekitar 18% dari jumlah penduduk tahun 2019 dengan laju pertumbuhan sebesar 0.84%. Proyeksi Penduduk Kabupaten Belu Tahun 2019-2039 280000 270000 260000 250000 240000 230000 220000 210000 200000 Kabupaten Belu

2019

2024

2029

2034

2039

226039

234749

244467

255255

267184

Gambar 1.4 Proyeksi Penduduk Kabupaten Belu Tahun 2019-2039 Sumber : Olahan Penulis, 2020 Pada proyeksi penduduk per kecamatan di Kabupaten Belu Tahun 2019-2039, terdapat dua kecamatan yang mengalami pengurangan jumlah penduduk yaitu Kecamatan Atambua Barat dan Atambua Selatan. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan sebelumnya sebesar -1.6% dan 0.5%. Laju pertumbuhan negatif bisa disebabkan karena jumlah kematian lebih tinggi dari jumlah kelahiran pada tahun tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit menular mematikan pada suatu daerah. Kecamatan Tasifeto Barat memiliki laju pertumbuhan tertinggi diantara kecamatan lainnya sehingga pertumbuhan penduduk dalam 20 tahun kedepan cukup melunjak. Hal tersebut tentunya perlu menjadi perhatian untuk mempersiapkan lonjakan jumlah penduduk baik dari segi kesiapan lahan permukiman, ketersediaan fasilitas umum dan pelayannya serta kesiapan kesempatan kerja.

8


Kabupaten Belu

2020

Proyeksi Penduduk per Kecamatan 2019-2039 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0

2019

2024

2029

2034

2039

Gambar 1.5 Proyeksi Penduduk Kabupaten Belu per Kecamatan Tahun 2019-2039 Sumber : Olahan Penulis, 2020 1.3

Gambaran Ekonomi

1.3.1

Sosial Ditinjau dari segi budaya dan antropologis, penduduk Kabupaten Belu dalam susunan

masyarakatnya terbagi atas empat sub etnik yang besar , yaitu Ema Tetun, Ema Kemak, Ema Bunak dan Ema Dawan Manlea.

Masing-masing etnik tersebut mempunyai bahasa dan

praktek budaya yang saling berbeda satu sama lain dan kesamaan dilain segi. Ditinjau dari ketenagakerjaan di Kabupaten Belu, persentase masyarakat bekerja terhadap angkatan kerja sebesar 92.81% dengan persentase laki-laki 93.56% dan perempuan 91.73%. Status pekerjaan utama masyarkaat didominasi oleh pekerjaan buruh tidak tetap atau buruh tidak dibayar, buruh atau pegawai dan berusaha sendiri. Ditinjau dari segi pendidikan di Kabupaten Belu, angka partisipasi murni pada jenjang SD yaitu 96,23%, jenjang SMP 63.56% dan jenjang SMA sebesar 54.40% Dari segi kemiskinan, jumlah penduduk miskin dalam lima tahun terakhir mengalami kenaikan namun secara persentase penduduk miskin konstan pada 15%. 1.3.2

Ekonomi Nilai PDRB Kabupaten Belu atas dasar harga berlaku 2010 pada tahun 2019 mencapai

4.48 triliun rupiah. Secara ini nominal, nilai PDRB ini mengalami kenaikan sekitar 340 miliar rupiah dibandingkan dengan tahun 2018 yang mencapai 4.14 triliun rupiah. Naiknya nilai PDRB ini dipengaruhi oleh produksi di seluruh lapangan usaha yang relatif meningkat dan adanya inflasi. Berdasarkan harga konstan 2010, angka PDRB juga mengalami kenaikan dari 2.81 triliun

9


Kabupaten Belu

2020

rupiah pada tahun 2018 menjadi 2.96 triliun rupiah pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan selama tahun 2019 Kabupaten Belu mengalami pertumbuhan ekonomi sekitar 5.38%, sedikit lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan PDRB ini disebabkan oleh meningkatnya produksi di sebagian besar lapangan usaha, tanpa dipengaruhi inflasi. Nilai PDRB per kapita Kabupaten Belu atas dasar harga berlaku sejak tahun 2015 hingga 2019 senantiasa mengalami kenaikan. Pada tahun 2015, PDRB per kapita tercatat sebesar 14.98 juta rupiah kemudian mengalami kenaikan hingga tahun 2019 mencapai 20.37 juta rupiah. Selama lima tahun terakhir (2015-2019) struktur perekonomian Kabupaten Belu didominasi oleh lima kategori lapangan usaha, diantaranya : pertanian, kehutanan dan perikanan, jasa pendidikan, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan kontruksi. Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Belu pada tahun 2019 dihasilkan oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu mencapai 21.88%. Selanjutnya lapangan usaha jasa pendidikan sebesar 16.03% dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor sebesar 13.75%. Diantara lima lapangan usaha yang mendominasi perekonomian di Kabupaten Belu, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan peranannya berangsur-angsur menurun. Salah satu penyebab menurunnya lapangan usaha tersebut karena berkurangnya luas lahan pada lapangan usaha tersebut. Lambatnya kenaikan harga produk lapangan usaha tersebut dibandingkan produk lain juga menjadi penyebab turunnya peranan lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Belu selama 2019 dipercepat oleh adanya kegiatan kepariwisataan bertaraf nasional dikawasan perbatasan sehingga mendorong kategori penyediaan akomodasi dan makan minum. Rasio elektrifikasi perumahan di Kabupaten Belu juga turut menyumbang pertumbuhan ekonomi di tahun 2019. Peningkatan belanja pemerintah daerah turut mendorong peningkatan perekonomian di kategori jasa lainnya, administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial.

10


Kabupaten Belu

2020

Tabel 1.4 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Belu Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah), 2015-2019 Kategori A B C D

E

F

G

H I J K L M,N

O

Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

P

Jasa Pendidikan

Q

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

R,S,T,U Total

Jasa Lainnya

2015

2016

2017

2018

2019

728,288.10

790,635.20

848,308.70

913,210.10

980,192.90

109,743.90

118,948.70

120,522.70

119,363

115,772.60

34,217

37,778.30

41,897.10

45,890

49,295.20

1,546.70

2,046.70

2,303.00

2,678.10

2,698.30

766.6

857.8

891.7

968.7

1,025.20

250,920.40

288.864.5

323,795

358,962.80

397,125.30

418,767.50

465,441.60

499,207.90

552,572.50

608,052.90

149,433.60

167,670.60

183,264

197,245.60

211,667.40

11,138.20

12,712.50

14,851.50

16,992.40

18,438.30

137,122.70

145,524.80

156,496.30

167,539.60

177,924.50

172,463.30

196,599.30

218,316

234,080.90

247,200.60

81,075

90,872.10

97,049.10

103,858.80

104,290.90

2,137.70

2,405.30

2,606.20

2,793.90

2,975.70

362,744.30

417,984.30

475,186.30

538,552.60

593,098.60

457,866.50

524,571.20

592,487.20

658,402.70

718,148.50

66,528.5

75,457

84,131.4

94,185.5

104,273.9

101,738.1

113,150.2

123,357

134,763.7

149,065.5

3,086,498.1

3,451,520.8

3,784,671.2

4,142,061.4

4,480,616.4

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Belu Menurut Lapangan Usaha 20152019

11


Kabupaten Belu

2020

Tabel 1.5 PDRB Perkapita Kabupaten Belu, 2015-2019 PDRB per Kapita (Ribu Rupiah)

2015

2016

2017

2018

2019

ADHB 14,981 16,438 17,770 19,176 20,368 ADHK 11,529 11,962 12,474 12,991 13,441 Pertumbuhan PDRB per kapita 3.59 3.76 4.28 4.14 3.46 ADHK 2010 Jumlah Penduduk 206 210 213 216 220 (ribu orang) Pertumbuhan Jumlah 1.72 1.71 1.56 1.49 1.85 Penduduk (persen) Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Belu Menurut Lapangan Usaha 20152019 1.4

Kondisi Sanitasi Eksisting Pada saat ini prasarana pengolahan air limbah domestik di Kabupaten Belu perlu

perhatian yang serius. Kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran paling besar menurut data BPS di Kabupaten Belu adalah limbah yang berasal dari rumah tangga. 1.4.1

Air Limbah Berdasarkan

hasil studi EHRA yang dilakukan di Kabupaten Belu terhadap 1000

responden pada 4 cluster, didapatkan 67% menyalurkan tinja ke tangki septick, 10% ke cubluk atau lubang tanah, 22% merasa tidak tahu dan sisanya menyalurkan tinja ke drainase, kolah atau sawah ataupun kebun.

Secara umum di Kabupaten Belu kepimilikan tangki septick

suspek aman sebesar 60% dan penggunaan tangki septick yang tidak aman sebesar 40%. Di Kabupaten Belu juga belum ada IPAL Komunal dan belum adanya armada sedot tinja serta IPLT yang belum berfungsi. Pengolahan akhir tinja juga belum ada sistem dan cakupan pelayanan yang terpusat (off site). Ditinjau dari aspek pendanaanya, anggaran untuk sanitasi masih terbatas, belum adanya investasi dari sektor swasta juga belum optimalnya penggalian pendanaan dari masyarakat. Belum adanya lembaga pemerintah atau perusahaan daerah yang mengelola layanan ini serta tenaga profesional dalam pelayanan sanitasi. Di Kabupaten Belu juga belum ada regulasi yang mengatur tentang layanan dan pengelolaan air limbah domestik. Dari peran masyarakat dan dunia usaha dalam persoalan sanitasi sendiri masih minimnya sektor usaha yang berkecimpung penuh dalam bidang penglolaan limbah domestik. Masih minimnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan serta masih minimnya sarana pengelolaan air limbah.

12


Kabupaten Belu

2020

Berdasarkan hasil skoring dan pembobotan dari studi EHRA didapatkan enam program prioritas dalam kegiatan air limbah. Berdasarkan urutan prioritas yaitu pembangunan MCK++, pembangunan jamban individual, IPAL Komunal/ Septic tank Komunal, IPLT, IPAL industri menengah dan pasar serta tangki penampung air limbah untuk industri kecil, dan arisan jamban. 1.4.2

Persampahan Berdasarkan hasil studi EHRA yang dilakukan terhadap sampah di Kabupaten Belu

didapatkan sebanyak 85% sampah yang dihasilkan tidak dilakukan pengolaan , hanya 15% yang telah dilakukan pengelolaan terhadap sampah.

62% pengelolaan sampah rumah

tangga dilakukan secara dibakar, 18% dibuang ke lahan kosong atau hutan dan sisanya dibuang ke tps, didaur ulang atau dibuang ke dalam lubang. Pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat masih sangat terbatas pada pengumpulan dari rumah tangga ke TPS terdekat kemudian diangkut menuju ke TPA dilakukan oleh petugas. Saat ini Kabupaten Belu memiliki 69 TPS dengan kapasitas 1 m3 , 7 buah kontainer dengan kapasitas 6 m3 yang tersebar di 10 kelurahan dan 2 desa. Ditinjau dari ketersediaan armada pendukung , Kabupaten Belu memiliki alat angkut berupa 3 unit dump truk, 2 unit (Pemerintah Kabupaten Belu, 2012) Arm Roll dan 5 unit motor pengangkut sampah. Saat ini belum ada pemilahan sampah mandiri oleh masyarakat.

Masyarakat berperan dalam

pengelolaan sampah dengan mengurus dan berkontribusi melalui pembayaran retribusi. Permasalahan dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Belu yaitu belum optimalnya TPA dikarenakan masih kurangnya sarana dan prasarana pendukung TPA . Keterbatasan peralatan alat angkut yang dimiliki dan jumlah personil yang kurang sehingga masyarakat banyak yang belum menikmati layanan sampah. Berdasarkan hasil skoring dan pembobotan dari studi EHRA didapatkan beberapa program prioritas dalam pengelolaan persampahan. Urutan program prioritas diantaranya penyuluhan dan kampanye pengurangan sampah dari sumbernya, pengadaan sarana angkut sampah, pengadaan jembatan timbang, pelatihan 3R bagi aparat pengelola persampahan, dan studi kelayakan pengelolaan limbah padat medis.

13


Kabupaten Belu

2020

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Sanitasi total berbasis masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM adalah pendekatan

untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku dan kebiasaan individu atau masyarakat.

STBM memiliki lima pilar dalam

penyelenggaraannya , yaitu : 1. Stop Buang Air Besar Sembarangan ; Pembudayaan perilaku buang air besar sehat serta penyediaan dan pemeliharaan sarana buang air besar yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan. 2. Cuci Tangan Pakai Sabun ; Pembudayaan perilaku cuci tangan dengan air bersih dan sabun secara berkelanjutan dan penyediaan dan pemeliharaan sarana cuci tangan dan ketersediaan air bersih. 3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga ; Pembudayaan perilaku pengolahan air layak minum dan makanan yang aman dan bersih serta penyediaan dan pemeliharaan tempat pengolahan air minum dan makanan rumah tangga yang sehat 4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga ; Pembudayaan perilaku pemilahan sampah rumah tangga, melakukan prinsip 3R dan penyediaan dan pemeliharaan sarana dan sistem pembuangan sampah rumah tangga. 5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga. Pelaksanaan pemisahan saluran limbah cair rumah tangga , penyediaan penampungan limbah cair rumah tangga serta pemeliharaan saluran pembuangan dan penampungan limbah cair rumah tangga. 2.2

Gender Equality and Social Inclusion (GESI) Kesetaraan gender dan inklusi sosial merupakan sebuah konsep yang membahas relasi

kuasa yang tidak setara yang dialami oleh orang-orang atas dasar gender, ketidakmampuan (kemiskinan dan disabilitas ), usia, lokasi, kasta/etnis, bahasa dan agen atau kombinasi dari dimensi-dimensi tersebut.

GESI fokus pada pengurangan kesenjangan dan memastikan 14


Kabupaten Belu

2020

persamaan hak, peluang, akses dan menghormati semua individu tanpa memandang identitas sosial mereka (Susanti, 2018). Jika suatu program menerapkan pendekatan GESI, program tersebut harus mempertimbangkan dan memasukkan analisis ketidaksetaraan dan ketidakadilan berbasis gender, ketidakmampuan, usia, lokasi, kasta, etnis dan bahasa. Penerapan GESI khususnya dalam kegiatan sanitasi total berbasis masyarakat memiliki tiga hal utama yang perlu dipertimbangkan, yaitu1 : 1. Enabling Environment Adanya regulasi, kebijakan, sumber dana, sumber daya serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan serta pelaku pembangunan sanitasi di semua tingkatan memahami GESI dan hubungannya terhadap program sanitasi. 2. Demand Pemicuan dan promosi perubahan perilaku sanitasi dilakukan secara inklusif dan berkesetaraan

gender

dan

pengembangan

komitmen

masyarakat

dengan

memerhatikan norma dan budaya yang ada untuk meningkatkan kesetaraan gender dan inklusi sosial. 3. Supply Peningkatan kapasitas wirausaha sanitasi untuk dapat menyediakan fasilitas yang dapat digunakan oleh semua kelompok dan memperkuat jaringan pasar sanitasi untuk menjangkau daerah terpencil. 2.3

Kerentanan Sosial Kerentanan telah muncul sebagai konsep utama dalam memahami kondisi sebuah

sistem atau kecenderungan rusak oleh bahaya yang secara umum merupakan ancaman dari luar.

Terdapat dua tipe kerentanan yaitu kerentanan fisik dan sosial. Kerentanan fisik

didasarkan dari faktor alam dan menekankan kemungkinan paparan risiko yang terjadi akibat bencana alam. Sebaliknya kerentanan sosial merujuk kepada kondisi sebelum bencana termasuk kondisi sosial, ekonomi, politik dan institusi. Faktor-faktor sosial pada suatu daerah dapat memperbesar efek kerusakan dari bahaya dan ancaman yang ada. Faktor-faktor ini dapat berfungsi sebagai proksi dari ketidaksetaraan sosial seperti kemiskinan, status sosialekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, rendahnya infrastruktur publik dan standar hidup

1

Persentasi Materi Webinar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Yang Berkesetaraan Gender dan Inklusif (STBM GESI) oleh Yayasan Plan Internasional Indonesia, 2020

15


Kabupaten Belu

2020

yang buruk. Faktor-faktor tersebut secara kolektif menentukan kerentanan sosial (Lee, 2014) . Kerentanan sosial tidak hanya menentukan kepekaan lokal terhadap dampak eksternal tetapi juga mempengaruhi kapasitas untuk mengatasi perubahan lingkungan. Berdasarkan kebanyakan studi penelitian terkait kerentanan sosial, kerangka indikator kerentanan sosial didasarkan pada kapasitas tangap bencana. Lee (2014) dalam penelitiannya mengusulkan empat dimensi untuk kerangka indikator dari kerentanan sosial yaitu karakteristik demografi, karakteristik sosial dan ekonomi dan pengembangan komunitas serta infrastruktur publik.

Kebanyakan peneliti mempertimbangkan dimensi-dimensi tersebut

karena mereka termasuk dimensi krusial yang mempengaruhi kapasitas tanggap bencana secara individual. Tabel 2.1 Integrasi Faktor-faktor dari kerentanan sosial Jenis Human Capital

Deskripsi Faktor-Faktor Karakteristik Demografi

Indikator Penduduk Wanita Penduduk sesuai Umur Kepadatan Penduduk Angka Kelahiran Angka kematian bayi Rumah tangga dengan penyandang disabilitas Status ekonomi dan sosial Penduduk Miskin Pendapatan

Social Capital

Hubungan dengan Kerentanan Sosial Kerentanan Bertambah Kerentanan Bertambah Kerentanan Bertambah Kerentanan Bertambah Kerentanan Berkurang Kerentanan Bertambah Kerentanan Berkurang Kerentanan Bertambah Kerentanan Berkurang

Persentase penduduk 25tahun keatas dengan pendidikan dibawah diploma/sarjana

Kerentanan Bertambah

Angka pengangguran

Kerentanan Bertambah

Pengembangan Penduduk yang bekerja di Masyarakat sektor primer Kekuatan hubungan sosial

Kerentanan Bertambah Kerentanan Berkurang 16


Kabupaten Belu

Sumber daya publik , penyediaan dan keamanan publik

Infrastruktur publik dan sumber daya yang dimiliki penduduk dan aman

Persentase rumah sewa

Kerentanan Bertambah

Infrastruktur publik dan sumber daya yang dimiliki penduduk

Kerentanan Berkurang

Kualitas dan harga rumah Persentase rumah lama (tua)

2020

Kerentanan Berkurang Kerentanan Berkurang

Sumber : Yung-Jaan Lee, 2014 2.4

Kerangka Analisis

2.4.1

Kerangka Berpikir Dalam melakukan Analisis Kerentanan Sanitasi berbasis GESI di Kabupaten Belu,

peneliti melakukan tahapan-tahapan analisis yang diuraikan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Analisis Sumber : Olahan Penulis, 2020 17


Kabupaten Belu

2.4.2

2020

Indikator Indikator untuk analisis ini dirumuskan berdasarkan hasil kajian dari penelitian oleh Lee

(2014) serta olahan penulis yang disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian.

Analisis

Analisis Kerentanan Sosial

Analisis Kerentanan Sanitasi

Analisis Kerentanan Kebencanaan Lahan

Tabel 2.2 Indikator Analisis Indikator Satuan Data Jumlah Penduduk Wanita Jumlah Penduduk Anak-anak Jumlah Penduduk Lansia Jumlah Penyandang Disabilitas Jumlah Wanita Rawan Sosial Jumlah Fakir Miskin Jumlah Balita dengan Gizi Buruk Rasio Ketergantungan Kepadatan Penduduk Akses Rumah Tangga Tanpa Air Bersih Akses Desa Tanpa Jalan Penghubung Estimasi Timbulan Sampah Per Hari Indeks Risiko Sanitasi Studi EHRA Akses Jamban Sehat Permanen Akses Jamban Sehat Semi Permanen Akses Masyarakat Menumpang Jamban Sehat Akses Masyarakat Masih BABS

Per Kecamatan

Sumber

Kabupaten Belu Dalam Angka 2019

Bobot 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11

Per Kecamatan

World Food Programme 2014

12.5 12.5

Portal Persampahan PUPR

12.5

Studi EHRA 2016

12.5 12.5 12.5

monev.stbm.kemkes.go.id

Indeks Kerentanan Kekeringan Indeks Kerentanan Banjir Per inarisk.bnpb.go.id Indeks Kerentanan Gempa Kabupaten Bumi Indeks Kerentanan Cuaca Ekstrim Kelerengan tides.big.go.id/DEMNAS/ Tutupan Lahan Webgis.menlhk.go.id Potensi Banjir Rob Olahan penulis Sumber : Olahan Penulis, 2020

12.5 12.5 16 14 14 14 14 14 14

18


Kabupaten Belu

2020

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1

Analisis Kerentanan Sosial Kabupaten Belu Analisis

kerentanan

sosial

merupakan

salah

satu

metode

analisis

untuk

mengidentifikasi tingkat kerentanan pada suatu daerah berdasarkan aspek-aspek sosialnya. Hal ini dilakukan untuk mendukung keberlangsungan program STBM yang berbasis GESI agar dalam pelaksanaan program dapat lebih tepat sasaran kepada daerah-daerah yang lebih rentan dari lainnya. Prinsip utama GESI yaitu “No one left behind� dimana pentingnya melibatkan kaum-kaum termarjinalkan dalam suatu penerapan program mulai dari perencanaan hingga akses pelayanannya. Kaum-kaum yang termarjinalkan serta masyarakat yang rentan terhadap suatu permasalahan pembangunan daerah inilah yang menjadi indikator dalam analisis kerentanan sosial. Setiap kecamatan di Kabupaten Belu memiliki kondisi sosial yang berbeda-beda sehingga dalam menentukan prioritas penanganannya diperlukan beragam indikator yang dapat menggambarkan hal tersebut. Dalam hal ini digunakan metode pembobotan yaitu mengubah angka absolut menjadi angka skoring yang kemudian dipetakan . Berdasarkan riset data peneliti terhadap indikator-indikator analisis kerentanan sosial di Kabupaten Belu didapatkan hasil berikut : Tabel 3.1 Data Absolut Kondisi Sosial per Kecamatan di Kabupaten Belu Sumber : BPS Kabupaten Belu , 2019

Kecamatan

Atambua Barat Atambua Selatan Kakuluk Mesak Kota Atambua Lamaknen Lamaknen Selatan Lasiolat Nanaet Dubesi Raihat Raimanuk Tasifeto Barat Tasifeto Timur

11358

10289

744

Jumlah Wanita Rawan Sosial 0

11919

11335

762

26

45

244

13280 15397 5019

11719 14613 4443

1759 1203 1055

0 0 68

69 21 92

3180

2966

622

102

11829 1616 2175 7178 11371 11700

11118 1559 1991 6890 11595 10546

2354 265 2651 1072 1381 1720

37 67 237 88 98 197

Jumlah Wanita

Jumlah AnakAnak

Jumlah Lansia

Jumlah Penyandang Disabilitas

Jumlah Fakir Miskin

47

562

Jumlah Gizi Buruk Balita 514

Rasio Ketergantungan

Kepadatan Penduduk (per km2)

51.51%

1563

391

62.67%

1701

3,354 2,249 1,326

419 115 226

59.39% 64.59% 73.60%

122 1274 125

105

1,022

281

84.81%

82

88 14 169 132 110 83

613 827 588 9,149 1,412 2,048

8 104 339 318 0 292

78.71% 86.96% 72.46% 72.23% 66.21% 65.51%

116 85 174 99 116 127

19


Kabupaten Belu

2020

Dari data absolut kemudian diubah dalam bentuk persentase untuk memudahkan dalam mengklasifikasi tingkatan per indikator. Setelah dilakukan pengubahan kedalam bentuk persantase, dibuatlah kategori baru yang dinyatakan dalam bentuk range dari sangat rendah hingga sangat tinggi pada setiap indikator.

Gambar 3.1 Peta Tingkatan Indikator Analisis Kerentanan Sosial per Kecamatan Sumber : Olahan penulis, 2020 Dari hasil range tiap indikator di masing-masing kecamatan dilakukan pembobotan pada setiap range, yaitu sangat rendah = 1, rendah = 2, sedang = 3, tinggi = 4, sangat tinggi

20


Kabupaten Belu

2020

= 5. Hasil dari pembobotan ini kemudian dijumlah per kecamatan sehingga mendapatkan total skor pembobotan untuk analisis kerentanan sosial. Tabel 3.2 Skoring Indikator Analisis Kerentanan Sanitasi Kecamatan

Jumlah Wanita

Jumlah AnakAnak

Jumlah Jumlah

Wanita

Lansia

Rawan Sosial

Jumlah

Jumlah

Penyandang

Fakir

Disabilitas

Miskin

Jumlah Gizi Buruk Balita

Rasio

Kepadatan

Ketergan-

Penduduk

tungan

(per km2)

Total skor

Atambua Barat

4

4

2

1

2

1

5

1

5

25

Atambua Selatan

4

4

2

1

2

1

4

2

5

25

Kakuluk Mesak

5

4

4

1

2

2

5

2

1

26

Kota Atambua

5

5

2

1

1

2

2

2

4

24

Lamaknen

2

2

2

2

3

1

3

4

1

20

Lamaknen Selatan

1

1

1

3

3

1

3

5

1

19

Lasiolat

4

4

4

1

3

1

1

4

1

23

Nanaet Dubesi

1

1

2

2

1

1

2

5

1

16

Raihat

1

1

5

5

5

1

4

3

1

26

Raimanuk

3

3

2

2

4

5

4

3

1

27

Tasifeto Barat

4

4

3

3

4

1

1

3

1

24

Tasifeto Timur

4

4

5

5

3

3

3

2

1

30

Sumber : Olahan Penulis, 2020

Gambar 3.2 Peta Skoring Tingkat Kerentanan Sosial di Kabupaten Belu Sumber : Olahan Penulis, 2020

21


Kabupaten Belu

2020

Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Kerentanan Sosial di Kabupaten Belu Tingkatan Kerentanan Sosial Sangat Rendah

Kecamatan Nanaet Dubesi Lamaknen Selatan

Rendah

Lamaknen Kota Atambua

Sedang

Lasiolat Tasifeto Barat Atambua Barat Atambua Selatan

Tinggi

Kakuluk Mesak Raihat Raimanuk

Sangat Tinggi

Tasifeto Timur Sumber : Olahan Penulis, 2020

Berdasarkan tabel dan peta diatas maka dapat dilihat berbagai tingkat kerentanan sosial di Kabupaten Belu berdasarkan kecamatannya. Kecamatan yang memiliki kerentanan sosial tertinggi yaitu Tasifeto Timur. Selain itu Kecamatan Atambua Barat, Atambua Selatan, Kakuluk Mesak, Raihat dan Raimanuk memilki tingkatan kerentanan sosial yang tinggi. Hal ini menandakan pada kecamatan-kecamatan tersebut banyak memiliki kelompok marjinal maupun masyarakat rentan sehingga perlu untuk diprioritaskan dalam pelaksanaan program STBM berbasis GESI. 3.2

Analisis Kerentanan Sanitasi Kabupaten Belu Analisis

kerentanan

sanitasi

merupakan salah

satu

metode analisis

untuk

mengidentifikasi tingkat kerentanan pada suatu daerah berdasarkan aspek-aspek sanitasi. Aspek sanitasi yang diangkat disesuaikan dengan lima pilar STBM yang diwujudkan dalam berbagai indikator. Dalam setiap indikator dapat merepresentasikan keterkaitan dengan berbagai pilar STBM. Tabel 3.4 Hubungan dan Keterkaitan Indikator dengan Lima Pilar STBM Keterkaitan dengan Hubungan dengan Indikator Pilar STBM Kerentanan Sanitasi Akses Rumah Tangga Tanpa Air Bersih Pilar 1, Pilar 2, Pilar 3 Bertambah Akses Desa Tanpa Jalan Penghubung

5 Pilar

Bertambah

Estimasi Timbulan Sampah Per Hari

Pilar 4

Bertambah

22


Kabupaten Belu

Indeks Risiko Sanitasi Studi EHRA

5 Pilar

Bertambah

Akses Jamban Sehat Permanen

Berkurang

Akses Jamban Sehat Semi Permanen Akses Masyarakat Menumpang

2020

Pilar 1

Jamban Sehat

Bertambah

Akses Masyarakat Masih BABS Sumber : Olahan Penulis, 2020 Berdasarkan hasil riset peneliti terhadap indikator-indikator dalam analisis kerentanan sanitasi didapatkan hasil berikut : Tabel 3.5 Data Absolut Kondisi Sanitasi per Kecamatan Kabupaten Belu akses

Estimasi Timbulan Sampah

Kecamatan

Water

IRS EHRA

Atambua Barat Atambua Selatan Kakuluk Mesak

53.11

0

60762.5

258.00

53.11

0

66880

287.00

40.5

0

57222.5

256.50

Kota Atambua

53.11

0

79317.5

Lamaknen Lamaknen Selatan

40.52

22.22

42.75

Lasiolat

% Akses JSP

% Akses JSSP

% Akses Sharing

% Akses BABS

81.56

12.68

4.91

0.85

78.91

12.67

5.86

2.56

55.82

19.2

11.86

13.13

287.00

50.75

30.05

13.11

6.09

22282.5

229.56

18.87

45.57

19.38

16.18

0

32987.5

229.56

15.82

33.13

11.76

39.29

41.89

0

18622.5

229.14

25.93

39.46

18.12

16.49

Nanaet Dubesi

43.27

0

12705

227.75

20.16

23.21

0.77

55.87

Raihat

45.07

0

44260

233.33

17.35

42.13

16.2

24.33

Raimanuk

38.58

11.11

38037.5

228.11

25.29

39.97

4.03

30.7

Tasifeto Barat

47.6

0

65110

234.50

38.9

25.51

20.72

14.88

Tasifeto Timur

40.05

0

66910

235.67

39.33

38.3

19

3.37

Sumber : World Food Programme 2014, Portal Persampahan PUPR, Studi EHRA 2016 dan monev.stbm.kemkes. go.id Dari data absolut kemudian diubah dalam bentuk persentase untuk memudahkan dalam mengklasifikasi tingkatan per indikator. Setelah dilakukan pengubahan kedalam bentuk persantase, dibuatlah kategori baru yang dinyatakan dalam bentuk range dari sangat rendah hingga sangat tinggi pada setiap indikator.

23


Kabupaten Belu

2020

Gambar 3.3 Peta Tingkatan Indikator Analisis Kerentanan Sanitasi per Kecamatan Sumber : Olahan Penulis, 2020 Dari hasil range tiap indikator di masing-masing kecamatan dilakukan pembobotan pada setiap range, yaitu sangat rendah = 1, rendah = 2, sedang = 3, tinggi = 4, sangat tinggi = 5. Namun untuk indikator akses jamban sehat permanen dan akses jamban sehat semi permanen dilakukan pembobotan dengan range yang berbeda yaitu sangat tinggi = 1, tinggi = 2, sedang = 3, rendah = 4, sangat rendah = 5. Hasil dari pembobotan ini kemudian dijumlah per kecamatan sehingga mendapatkan total skor pembobotan untuk analisis kerentanan sanitasi. 24


Kabupaten Belu

2020

Tabel 3.6 Skoring Indikator Analisis Kerentanan Sanitasi Kecamatan

Water

akses

Estimasi Timbulan Sampah

IRS EHRA

% Akses JSP

% Akses JSSP

Atambua Barat

5

1

4

3

1

5

5

1

25

Atambua Selatan

5

1

5

5

1

5

5

1

28

Kakuluk Mesak

1

1

4

3

2

5

3

2

21

Kota Atambua

5

1

5

5

3

3

4

1

27

Lamaknen Lamaknen Selatan

1

5

1

1

5

1

5

2

21

2

1

2

1

5

2

3

4

20

Lasiolat

2

1

1

1

5

1

5

2

18

Nanaet Dubesi

2

1

1

1

5

4

1

5

20

Raihat

3

1

3

1

5

1

4

3

21

Raimanuk

1

3

2

1

5

1

1

3

17

Tasifeto Barat

4

1

4

1

4

4

5

2

25

Tasifeto Timur

1

1

5

1

4

2

5

1

20

% Akses Sharing

% Akses BABS

Total Skor

Sumber : Olahan Penulis, 2020

Gambar 3.4 Peta Skoring Tingkat Kerentanan Sanitasi Kabupaten Belu Sumber : Olahan Penulis, 2020

25


Kabupaten Belu

2020

Tabel 3.7 Klasifikasi Tingkatan Kerentanan Sanitai di Kabupaten Belu Tingkatan Kerentanan Sosial

Kecamatan Lasiolat,

Sangat Rendah

Raimanuk Kakuluk Mesak Lamaknen Lamaknen Selatan

Rendah

Nanaet Dubesi Raihat Tasifeto Timur

Sedang

Atambua Barat

Tinggi

Tasifeto Barat Atambua Selatan

Sangat Tinggi

Kota Atambua Sumber : Olahan Penulis, 2020

Berdasarkan tabel dan peta diatas maka dapat dilihat berbagai tingkat kerentanan sanitasi di Kabupaten Belu berdasarkan kecamatannya. Kecamatan yang memiliki kerentanan sanitasi tertinggi yaitu Atambua Selatan dan Kota Atambua. Selain itu Kecamatan Atambua Barat,

dan Tasifeto Barat memilki tingkatan kerentanan sanitasi yang tinggi. Hal ini

menandakan pada kecamatan-kecamatan tersebut memiliki permasalahan dan kendala sanitasi yang tinggi sehingga perlu untuk diprioritaskan dalam pelaksanaan program STBM. 3.3

Analisis Kerentanan Kebencanaan dan Lahan Analisis

kerentanan

kebencanaan

dan

lahan

merupakan

metode

untuk

mengidentifikasi tingkat kerentanan secara kebencanaan dan lahan di Kabupaten Belu. Analisis ini dilakukan berdasarkan kriteria sensitivitas geografis dan aspek kebencanaan untuk mendukung kegiatan sanitasi masyarakat. Tujuan utama dari identifikasi tingkat kerentanan ini adalah untuk menklarifikasi kemungkinan masalah dalam berlangsungnya kegiatan sanitasi masyarakat

terutama perihal pembangunan infrastruktur. Dalam melakukan analisis

kerentanan kebencanaan dan lahan digunakan indikator-indikator sebagai berikut :

26


Kabupaten Belu

2020

Tabel 3.8 Indikator Analisis Kerentanan Kebencanaan dan Lahan Indikator

Sumber

Tingkat Kerentanan

Indeks Kerentanan Kekeringan

inarisk.bnpb.go.id

Indeks Kerentanan Gempa Bumi

inarisk.bnpb.go.id

Indeks Kerentanan Cuaca Ekstrim

inarisk.bnpb.go.id

Indeks Kerentanan Banjir

inarisk.bnpb.go.id

Kelerengan

tides.big.go.id/DEMNAS/

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang

Tutupan Lahan

webgis.menlhk.go.id Tinggi

Sangat Tinggi

Potensi Banjir Rob

Sangat Rendah Sangat Tinggi

Atribut 0 - 0.163 0.164- 0.327 0.328-0.492 0.493-0.655 0.656-0.819 0-0.196 0.197-0.393 0.394-0.589 0.590-0.785 0.786-0.982 0-0.184 0.185-0.368 0.369-0.552 0.552-0-736 0.737-0.92 0-0.12 0.12-0.241 0.242-0.361 0.362-0.481 0.482-0.602 < 5% 5-15% 15-25% 15-45% >45% Permukiman, Tanah Terbuka, Awan Pertanian Lahan Kering, Perkebunan Belukar Rawa, Hutan Lahan Kering Sekunder, Hutan Mangrove Sekunder hutan Rawa Sekunder, Hutan Tanaman Hutan Lahan Kering Primer Hutan Mangrove Primer Hutan Rawa Primer >5 <=5

Skoring 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3

4

5

1 5

Sumber : Olahan Penulis, 2020

27


Kabupaten Belu

2020

Gambar 3.5 Peta Tingkatan Indikator Analisis Kerentanan Kebencanaan Lahan Sumber : Olahan Penulis, 2020 Dari indikator-indikator tersebut dilakukan proses weighted overlay pada sistem informasi geografis (SIG) untuk mendapatkan tingkatan kerentanan kebencanaan dan lahan di Kabupaten Belu. Maka didapatkan tingkat kerentanan kebencanaan dan lahan di Kabupaten Belu sebagai berikut :

28


Kabupaten Belu

2020

Gambar 3.6 Peta Skoring Tingkat Kerentanan Kebencanaan dan Lahan Kabupaten Belu Sumber : Olahan Penulis, 2020 Hasil dari analisis kerentanan kebencanaan dan lahan di Kabupaten Belu didapatkan 52.62% dari luas Kabupaten Belu termasuk kedalam tingkat kerentanan tinggi dan 41.11% termasuk kedalam tingkat kerentanan rendah. Dari hasil analisis ini juga ditemukan kondisi kebencanaan dan lahan di Kabupaten Belu hanya masuk kedalam 4 kategori kerentanan yaitu sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Tabel 3.9 Luas Kabupaten Belu per Tingkat Kerentanan Kebencanaan dan Lahan Tingkat Kerentanan Luas (Ha) Persentase Sangat Rendah

4,234.3

3.30%

Rendah

52,826.69

41.11%

Sedang

0

0%

Tinggi

67,615.93

52.62%

Sangat Tinggi

3,817.08

2.97%

Sumber : Olahan Penulis, 2020

29


Kabupaten Belu

Tabel 3.10

Persentase Luas Kecamatan di Kabupaten Belu per Tingkatan Kerentanan Kebencanaan dan Lahan

Sangat Rendah Kecamatan

Rendah

Sedang

%

Luas (Ha)

%

0.8

0.05%

386.07

24.83%

0

0.00%

371.08

1236.8

6.45%

2.11

Lamaknen

Tinggi

Sangat Tinggi

Total

Luas (Ha)

%

Luas (Ha)

%

Luas (Ha)

%

0

1022.99

65.79%

145.14

9.33%

1168.88

100%

23.59%

0

1000.86

63.63%

201.06

12.78%

1202.68

100%

11766.2

61.39%

0

4734.6

24.70%

1427.32

7.45%

6162.24

100%

0.10%

279.35

13.48%

0

1628.74

78.60%

161.9

7.81%

1791.50

100%

118.53

1.19%

3958.07

39.87%

0

5722.48

57.65%

127.44

1.28%

5850.51

100%

Lamaknen Selatan

420.4

4.16%

5083.16

50.31%

0

4589.82

45.42%

11.08

0.11%

4601.36

100%

Lasiolat

65.04

1.01%

2733.65

42.52%

0

3616.76

56.26%

13.03

0.20%

3630.35

100%

Nanaet Dubesi

195

2.20%

1376.65

15.54%

0

7265.55

82.03%

20.34

0.23%

7286.71

100%

Raihat

85.6

1.05%

1595.75

19.54%

0

6200.37

75.94%

283.27

3.47%

6484.43

100%

864.2

5.24%

7339

44.54%

0

7715.74

46.83%

557.98

3.39%

8274.22

100%

198.46

0.90%

6428.31

29.22%

0

14777.9

67.17%

597.02

2.71%

15375.66

100%

1047.3

4.72%

11509.4

51.92%

0

9340.08

42.13%

271.5

1.22%

9612.01

100%

Atambua Barat Atambua Selatan Kakuluk Mesak Kota Atambua

Raimanuk Tasifeto Barat Tasifeto Timur

Luas (Ha)

2020

%

Sumber : Olahan Penulis , 2020 Dari hasil analisis didapatkan beberapa kecamatan yang memiliki tingkat kerentanan secara kebencanaan dan lahan diatas 50% dari total luas wilayahnya , yaitu Kecamatan Atambua Barat, Atambua Selatan, Kota Atambua, Lamaknen, Lasiolat, Nanaet Dubesi, Raihat, dan Tasifeto Barat . Tentunya kecamatan-kecamatan tersebut memerlukan perhatian lebih terutama dari kondisi geografis, lahan dan kondisi kebencanaan terhadap kegiatan sanitasi seperti pembangunan infrastruktur dan lainnya. Selain itu hasil analisis ini juga dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam manajemen risiko kegiatan sanitasi masyarakat dari aspek kebencanaan dan lahan. 3.4

Overlay Analisis Kerentanan Setelah dilakukannya tiga tahapan analisis kerentanan yaitu kerentanan sosial, sanitasi

dan kebencanaan dan lahan dilakukan teknik overlay untuk menentukan tingkat kerentanan sanitasi berbasis gesi di Kabupaten Belu. Pada teknik overlay ini dibuat dua skenario yaitu (1) overlay analisis kerentanan sosial dan sanitasi dan (2) overlay analisis kerentanan sosial, sanitasi dan kebencanaan dan lahan. Tujuan dari skenario ini untuk melihat berbagai skema kerentanan dari hasil analisis yang sudah dilakukan.

30


Kabupaten Belu

3.4.1

2020

Overlay Skenario 1

Pada tahapan overlay skenario satu bertujuan untuk melihat tingkat kerentanan dari aspek sosial dan sanitasi dengan batasan administratif kecamatan. Pada skenario ini dapat menunjukkan tingkat kerentanan sanitasi berbasis gesi per kecamatan.

Gambar 3. 7 Tingkat Kerentanan Sanitasi Berbasis Gesi di Kabupaten Belu Skenario 1 Sumber : Olahan Penulis, 2020 Berdasarkan dari hasil overlay berikut dapat dilihat

bahwa Kecamatan Atambua

Selatan memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap sanitasi dan kondisi sosialnya. Selain itu Kecamatan Atambua Barat, Kota Atambua, Tasifto Barat, Tasifeto Timur dan Kakuluk Mesak menjadi prioritas kedua karena memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap sanitasi dan kondisi sosialnya. Hasil dari analisis ini dapat menjadi pertimbangan untuk perancangan program sanitasi di Kabupaten Belu untuk dapat menentukan sasaran program yang tepat berdasarkan tingkat kerentanannya. 3.4.2

Overlay Skenario 2 Pada tahapan overlay skenario dua ini

bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat

kerentanan sanitasi berbasis gesi berdasarkan kondisi kebencanaan dan lahannya. Dari hasil

31


Kabupaten Belu

2020

overlay ini akan didapatkan tingkatan kerentanan sanitasi berbasis gesi namun tidak berdasarkan batas administrasi kecamatan namun berdasarkan kondisi geografisnya.

Gambar 3.8 Tingkatan Kerentanan Sanitasi Berbasis Gesi di Kabupaten Belu Skenario 2 Sumber : Olahan Penulis, 2020 Berdasarkan dari hasil overlay berikut dapat dilihat bahwa dalam satu administratif kecamatan dapat memiliki berbagai tingkat kerentanan sesuai dengan kondisi kebencanaan dan lahan yang berbeda-beda. Hasil dari overlay ini menunjukkan Kabupaten Belu didominasi oleh tiga tingkatan kerentanan yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Kecamatan Lamaknen

Selatan dan Nanaet Dubesi memiliki dominasi tingkat kerentanan rendah. Kecamatan Kakuluk Mesak dan Raihat memiliki dominasi tingkat kerentanan sedang. Kecamatan Tasifeto Barat, Atambua Barat, Atambua Selatan, Kota Atambua dan Tasifeto Timur memiliki dominasi tingkat kerentanan tinggi.

32


Kabupaten Belu

2020

Tabel 3.11 Persentase Luas Kecamatan di Kabupaten Belu per Tingkatan Kerentanan Sanitasi Berbasis Gesi Skenario 2 Sangat Rendah Kecamatan

Atambua Barat Atambua Selatan Kakuluk Mesak Kota Atambua Lamaknen Lamaknen Selatan Lasiolat Nanaet Dubesi Raihat Raimanuk Tasifeto Barat Tasifeto Timur Kabupaten Belu

Luas (Ha)

%

0

Rendah

Sedang

Luas (Ha)

%

0

101.38

6.52%

0

0

484.58

0

0

0

Luas (Ha)

Tinggi

Sangat Tinggi

Total

Luas (Ha)

%

Luas (Ha)

%

Luas (Ha)

%

374.65

24.09%

1077.00

69.26%

1.97

0.13%

1555.00

30.81%

6.90

0.44%

984.25

62.57%

97.27

6.18%

1573.00

5245.01

27.97%

13464.49

71.80%

44.50

0.24%

0

0.00%

18754.00

0

477.35

19.17%

304.52

12.23%

1704.83

68.47%

3.3

0.13%

2490.00

0

0

3957.65

40.37%

5835.77

59.52%

10.75

0.11%

0

0.00%

9804.17

0

0

6095.6

99.44%

33.82

0.55%

0.21

0.00%

0

0.00%

6129.63

0

0

2717.3

42.76%

3629.60

57.12%

7.33

0.12%

0

0.00%

6354.23

0

0

5958.69

98.90%

44.61

0.74%

21.70

0.36%

0

0.00%

6025.00

0

0

22.73

0.28%

7779.57

96.28%

278.23

3.44%

0

0.00%

8080.53

0

0

5326.72

41.47%

7517.22

58.53%

0.04

0.00%

0

0.00%

12843.98

0

0

37.59

0.17%

6409.53

29.39%

15360.38

70.44%

0

0.00%

21807.50

0

0

27.37

0.13%

11534.22

54.57%

9575.00

45.30%

0.41

0.00%

21137.00

0

0

30452

100%

56934.9

100%

29064.22

100%

102.95

100%

128494

Sumber : Olahan Penulis, 2020 Tabel 3.12 Persentase Luas Tingkat Kerentanan Sanitasi Berbasis Gesi Skenario 2 Kabupaten Belu Tingkat Kerentanan Luas (Ha) Persentase Sangat Rendah

0

0%

Rendah

30452

25.67%

Sedang

56934.9

46.38%

Tinggi

29064.22

24.33%

Sangat Tinggi

102.95

2.62%

Sumber : Olahan Penulis, 2020

33


Kabupaten Belu

2020

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam melakukan analisis kerentanan sanitasi berbasis gesi dilakukan tiga analisis utama yaitu analisis kerentanan sosial, analisis kerentanan sanitasi dan analisis kerentanan kebencanaan dan lahan. Berdasarkan hasil analisis kerentanan sosial dapat dilihat kecamatan yang memiliki kerentanan sosial tertinggi yaitu Tasifeto Timur. Selain itu Kecamatan Atambua Barat, Atambua Selatan, Kakuluk Mesak, Raihat dan Raimanuk memilki tingkatan kerentanan sosial yang tinggi. Hal ini menandakan pada kecamatan-kecamatan tersebut banyak memiliki kelompok marjinal maupun masyarakat rentan sehingga perlu untuk diprioritaskan dalam pelaksanaan program STBM berbasis GESI. Berdasarkan hasil analisis kerentanan sanitasi dapat dilihat kecamatan yang memiliki kerentanan sanitasi tertinggi yaitu Atambua Selatan dan Kota Atambua. Selain itu Kecamatan Atambua Barat, dan Tasifeto Barat memilki tingkatan kerentanan sanitasi yang tinggi. Hal ini menandakan pada kecamatan-kecamatan tersebut memiliki permasalahan dan kendala sanitasi yang tinggi sehingga perlu untuk diprioritaskan dalam pelaksanaan program STBM. Berdasarkan hasil analisis kerentanan kebencanaan dan lahan dapat dilihat beberapa kecamatan yang memiliki tingkat kerentanan secara kebencanaan dan lahan diatas 50% dari total luas wilayahnya , yaitu Kecamatan Atambua Barat, Atambua Selatan, Kota Atambua, Lamaknen,

Lasiolat, Nanaet Dubesi, Raihat, dan Tasifeto Barat .

Tentunya kecamatan-

kecamatan tersebut memerlukan perhatian lebih terutama dari kondisi geografis, lahan dan kondisi kebencanaan terhadap kegiatan sanitasi seperti pembangunan infrastruktur dan lainnya. Setelah dilakukannya tiga tahapan analisis kerentanan yaitu kerentanan sosial, sanitasi dan kebencanaan dan lahan dilakukan teknik overlay untuk menentukan tingkat kerentanan sanitasi berbasis gesi di Kabupaten Belu dengan dua skenario. Hasil overlay skenario satu dapat dilihat bahwa Kecamatan Atambua Selatan memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap sanitasi dan kondisi sosialnya. Selain itu Kecamatan Atambua Barat, Kota Atambua, Tasifto Barat, Tasifeto Timur dan Kakuluk Mesak menjadi prioritas kedua karena memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap sanitasi dan kondisi sosialnya Hasil overlay skenario dua menunjukkan Kabupaten Belu didominasi oleh tiga tingkatan kerentanan yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Kecamatan Lamaknen Selatan dan Nanaet Dubesi memiliki dominasi

tingkat kerentanan rendah. Kecamatan Kakuluk Mesak dan Raihat memiliki dominasi tingkat 34


Kabupaten Belu

2020

kerentanan sedang. Kecamatan Tasifeto Barat, Atambua Barat, Atambua Selatan, Kota Atambua dan Tasifeto Timur memiliki dominasi tingkat kerentanan tinggi. Dari hasil analisis yang sudah dilakukan , peneliti dapat memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut, yaitu : 1. Dalam merencanakan program sanitasi berbasis gesi di Kabupaten Belu penting untuk mempertimbangkan tiga aspek yaitu kondisi sosial-demografi, kondisi sanitasi dan kondisi geografis masing-masing daerah atau kecamatan untuk mennetukan sasaran daerah prioritas program. 2. Dari hasil overlay skenario 1 , Kecamatan Atambua Selatan dapat menjadi prioritas utama sasaran program sanitasi berbasis gesi karena setelah peninjauan aspek sosial dan sanitasinya memiliki skor paling tinggi. Hal ini menandakan pada Kecamatan Atambua Selatan memiliki banyak permasalahan sanitasi dan sensitivitas sosial yang perlu ditangani dibandingkan kecamatan lainnya di Kabupaten Belu. 3. Dari hasil overlay skenario 2, Kecamatan Atambua Selatan kecamatan yang memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi yang paling luas diantara kecamatan lainnya. Kecamatan Atambua Selatan dapat menjadi prioritas utama sasaran program sanitasi berbasis gesi karena memiliki banyak permasalahan maupun risiko dari segi sosial, sanitasi dan kebencanaan dan lahan. 4. Kecamatan Atambua Barat, Kota Atambua , Tasifeto Timur dan Tasifeto barat dapat menjadi prioritas kedua sasaran program sanitasi berbasis gesi karena hasil

dari

overlay skenario 1 dan 2 memiliki tingkat kerentanan yang sama yaitu kerentanan tinggi. 5. Kebiasaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) perlu diiringi dengan ketersediaannya supply sanitasi terutama pada daerah terpencil dan sulit terjangkau. Pada masa pandemi ini ketersediaan fasilitas sanitasi terutama sarana Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) menjadi hal yang perlu disiapkan di berbagai tempat untuk mencegah penularan Covid-19.

35


DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Belu, 2020. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Belu Menurut Lapangan Usaha 2015-2019, Kabupaten Belu: Badan Pusat Statistik Kabupaten Belu. Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Belu, 2017. Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) 2017-2021 Bidang Cipta Karya Kabupaten Belu, Kabupaten Belu: Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Belu. Lee, Y.-J., 2014. Social Vulnerability Indicatros as A Sustainabel Planning Tool. Environtmental Impact Assessment Review, Volume 44, pp. 31-42. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Kabupaten Belu, 2012. Memorandum Program Sanitasi Kabupaten Belu , Kabupaten Belu: Pemerintah Kabupaten Belu. Santo, F. E., Utomo, S. & Sir, T. M. W., 2019. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Sistem Komunal Pada Perumahan Kodim 1605 Belu. Jurnal Teknik Sipil, 8(1), pp. 57-68. Susanti, E., 2018. Impelementasi Isu GESI dalam Penelitian DRPM Ristekdikti, s.l.: Simlitabmas.

36


LAMPIRAN

37


38


39


40


2

41


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.