GIS portofolio by Syarofina Az Zahra
Planning Studio : Regional Analysis Priject Study Case : Jepara Regency
TINGKAT KERENTANAN SOSIODEMOGRAFI Analisis Sosio-Demomgrafi dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi sosio-demografi per kecamatan di Kabupaten Jepara. Paa analisis ini digunakan teknik skoring dengan indikator diantaranya yaitu fasilitas, jumlah anak-anak, jumlah wanita, jumlah lansia, disabilitas, kepadatan penduduk, moralitas, tingkat pendidikan, rasio ketergantungan, gizi buruk, kemiskian dan kematian ibu. Hasil skoring dijumlah per kecamatan lalu dilakukan klasifikasi untuk mendapatkan tingkat kerentanan mulai sangat rendah hingga sangat tinggi. Temuan dari analisis ini yaitu kecamatan yang memiliki tingkat kerentanan sosio-demografi paling tinggi yaitu Kecamatan Jepara, Batealit, Kedung, Pecangaan, dan Welahan.
KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN - NSDA PERTANIAN Analisis kesesuaian lahan pertanian dilakukan untuk melakukan analisis perhitungan NSDA Pertanian Tanaman Pangan. Kesesuaian lahan pertanian dianalisi menggunakan beragam kriteria yaitu tutupan lahan, jenis tanah, kelerengan, rawan banjir, sempadan pantai dan sungai, ketinggian, jarak dari jalan, saluran irigasi, dan curah hujan. Dari seluruh kriteria yang ada dilakukan teknik weighted overlay untuk menentukan pembobotan lahan sesuai dengan tingkatan kesesuaian lahannya. Temuan dari analisis ini yaitu lokasi lahan-lahan yang sesuai untuk peruntukkan lahan pertanian dan yang tidak sesuai untuk lahan pertanian.
TINGKAT SENSITIVITAS LAHAN Analisis sensitivitas lahan dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat sensitivitas lahan di Kabupaten Jepara dengan kriteria yaitu ketinggian kelerengan, curah hujan, jenis tanah, pola guna lahan, jarak terhadap permukiman, jarak terhadap jalan kolektor, kepadatan penduduk, sempadan mata air, sempadan sungai, kawasan rawan bencana dan kawasan LP2B. Temuan dari analisis ini yaitu klasifikasi lahan di Kabupaten Jepara berdasarkan tingkatan sensitivitasnya mulai dari sangat sensitiv hingga non sensitiv. Sangat sensitiv diinterpretasikan sebagai lahan yang tidak sesuai untuk pembangunan sedangkan lahan non sensitif diinterpretasikan sebagai lahan yang paling sesuai untuk pembangunan.
EVALUASI POLA RUANG Evaluasi Pola Ruang dilakukan untuk mempertimbangkan hasil identifikasi kesesuaian lahan berdasarkan sensitivitas lahan dan kondisi pola ruang Kabupaten Jepara Saat ini. Evaluasi dilakukan dengan meng-intersect pola ruang eksisting dan tingkat sensitivitas lahan. Temuan dari evaluasi menunjukkan bahwa luasan lahan yang pemanfaatannya yang sesuai dengan tingkat sensitivitas lahannya sebesar 85% dari total luas lahan Kabupaten Jepara sedangkan 15% dari pola ruang eksiting tidak sesuai dalam pemanfaatannya ditinjau dari tingkat sensitivitas lahannya.
ANALISIS AKSESIBILITAS Tujuan dari analisis aksesibilitas yaitu untuk mengidentifikasi bagaimana tingkat kemudahan mengakses berbagai fasilitas yang ada berdasarkan radius jarak dari fasilitas tersebut. Analisis ini menggunakan weighted overlay dari 5 jangkauan fasilitas utama yaitu sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transportasi, sarana perdagangan dan jaringan jalan. Temuan dari analisis ini yaitu terlihat tingkat kemudahan aksesibilitas mulai dari area perkotaan Jepara dan beberapa titik simpul perkotaan di Kecamatan Pecangaan, Kecamatan Welahan, Kecamatan Bangsri dan Kecamatan Keling termasuk kedalam askes yang sangat tinggi. Menjauh dari simpul-simpul perkotaan mulai menurun tingkat kemudahan aksesibilitasnya hingga pada area yang sangat rendah tingkat aksesibilitasnya yaitu pada area Gunung Muria.
ANALISIS AKSESIBILITAS PERMUKIMAN Analisis aksesibilitas permukiman merupakan lanjutan dari hasil analisis aksesibilitas. Analisis aksesibilitas dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat aksesbilitas are apermukiman dengan melakukan intersect antara hasil analisis aksesibilitas dengan area permukiman. Temuan dari analisis ini menunjukkan bahwa sekitar 50% area permukiman mendapat kemudahan dalam mengakses fasilitas-fasilitas yang ada. Dapat terlihat permukiman yang memiliki aksesbilitas permukiman berada di pusat perkotaan dan sepanjang jalan kolektor.
ANALISIS SKALOGRAM Analisis skalogram merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui hierarki dari simpul-simpul perkotaan di Kabupaten Jepara. Analisis skalogram dilakukan berdasarkan pada ketersediaan fasilitas-fasilitas yang ada di simpul-simpul perkotaan. Analisis ini dilakukan dengan mengkonversi data fasilitas yang ada dengan nilai 1 dan fasilitas yang tidak ada dengan nilai 0. Temuan dari analisis ini menunjukkan tingkatan hirarki area permukiman perkotaan di Kabupaten Jepara. Dari hasil analisis skalogram ditemukan tingkatan hirarki 1 di Kabupaten Jepara yang berfungsi sebagai PKL yaitu area permukiman di Kecamatan Jepara dan Kecamatan Tahunan.
INTEGRATING GESI INTO WASH VULNERABILTY ANALYSIS
Project
Study Case : Belu Regency
TINGKAT KERENTANAN SOSIAL
Analisis kerentanan sosial dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan berdasarkan aspek-aspek sosialnya di Kabupaten Belu. Pada analisis ini kriteria yang digunakan yaitu jumlah wanita, jumlah anak-anak, jumlah lansia, jumlah wanita rawan sosial, jumlah penyandang disabilitas, jumlah fakir miskin, rasio ketergantungan, dan kepadatan penduduk. Temuan dari analisis ini yaitu tingkat kerentanan sosial per kecamatan di Kabupaten Belu dimana kecamatan yang memiliki kerentanan sosial tertinggi pada Kecamatan Tasifeto Timur. Hasil ini menandakan pada kecamatan-kecamatan tersebut banyak memiliki kelompok marjinal maupun masyarakat rentan sehingga perlu diprioritaskan dalam pelaksanaan program STBM berbasis GESI.
TINGKAT KERENTANAN SANITASI
Analisis kerentanan sanitasi dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan pada suatu daerah berdasarkan aspek-aspek sanitasi. Aspek sanitasi yang diangkat disesuaikan dengan lima pilar STBM yang diwujudkan dalam berbagai indikator, yaitu akses rumah tangga tanpa air bersih, akses desa tanpa jalan penghubung, estimasi timbulan sampah per hari, indeks risiko sanitasi studi EHRA, akses jamban sehat permanen, akses jamban sehat semi permanen, akses masyarakat menumpang jamban sehat dan akses masyarakat masih BABS. Temuan dari hasil analisis ini yaitu kecamatan yang memiliki kerentanan sanitasi tertinggi yaitu Atambua Selatan dan Kota Atambua. Hal ini menandakan pada kecamatan-kecamatan tersebut memiliki permaalahan dan kendala sanitasi yang tinggi sehingga perlu untuk diprioritaskan dalam pelaksanaan program TSBM
TINGKAT KERENTANAN KEBENCANAAN DAN LAHAN
Analisis kerentanan kebencanaan dan lahan dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan secara kebencanaan dan lahan di Kabupaten Belu. Analisis ini dilakukan berdasarkan kriteria sensitivitas geografis dan aspek kebencanaan untuk mendukung kegiatan sanitasi masyarakat. Tujuan utama dari identifikasi tingkat kerentanan untuk mengidentifikasi masalah dalam berlangsungnya kegiatan sanitasi masyarakat terutama perihal pembangunan infrastruktur. Kriteria yang digunakan yaitu indeks kerentanan kekeringan, gempa bumi, cuaca ekstrim, banjir, kelerengan, tutupan lahan dan potensi banjir rob. Temuan dari analisis ini yaitu beberapa kecamatan yang memiliki tingkat kerentanan tinggi secara kebencanaan dan lahan diatas 50% dari total luas wilayahnya yaitu Kecamatan Atambua Barat, Atambua Selatan, Kota Atambua, Lamaknen, Lasiolat, Nanet Dubesi, Raihat, dan Tasifeto Barat.
TINGKAT KERENTANAN SANITASI BERBASIS GESI SKENARIO 1
Analisis kerentanan berbasis GESI Skenario 1 bertujuan untuk melihmengidentifikasi tingkat kerentanan sanitasi berbasis GESI berdasarkan kondisi kebancanan dan lahannya. Dari hasil overlay ini didapatkan tingkatan kerentanan sanitasi berbasis GESI namun tidak berdasarkan batas administrasi kecamatan namun berdasarkan kondisi geografisnya. Temuan dari hasil overlay skenario 1 ini menunjukkan Kabupaten Belu didominasi oleh 3 tingkatan kerentanan yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kecamatan Lamaknen Selatan dan Nanaet Dubesi memiliki dominasi tingkat kerentanan rendah. Kecamatan Kakuluk Mesak dan Raihat memiliki dominasi tingkat kerentanan sedang. Kecamatan Tasifeto Barat, Atambua Barat, Atambua Selatan, Kota Atambua, dan Tasifeto Timur memiliki dominasi tingkat kerentanan tinggi.
TINGKAT KERENTANAN SANITASI BERBASIS GESI SKENARIO 2
Analisis kerentanan sanitasi berbasis GESI skenario 2 bertujuan untuk melihat tingkat kerentanan dari aspek sosial dan sanitasi dengan batasan administratif kecamatan. Pada skenario ini dapat menunjukkan tingkat kerentanan sanitasi berbasis GESI per Kecamatan. Temuan dari analisis ini didapatkan Kecamatan Atambua Selatan memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap sanitasi dan kondisi sosialnya. Selain itu Kecamatan Atambua Barat, Kota Atambua, Tasifto Barat, Tasifeto Timur dan Kakuluk Mesak menjadi prioritas kedua karena memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap sanitasi dan kondisi sosialnya. Hasil dari analisis ini dapat menjadi pertimbangan untuk perancangan program sanitasi di Kabupaten Belu untuk dapat menentukan sasaran program yang tepat berdasarkan tingkat kerentanannya.