Erupsi Volume 12

Page 1

ERUPSI Volume 12 | Desember 2016

Alcedo meninting©Aristyawan Cahyo

Jaringan Konservasionis Muda Indonesia

Goresan:

Menghargai Nilai ‘yang tak terlihat’: Pembelajaran dari Konservasi Kelelawar Oleh Sheherazade

www.tamboramuda.org

tambora.muda@gmail.com

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

1


i ha ©C

k o n t e n

ru nn as

Ad ha Putr a

GORESAN

BINCANG KONSERVASI

GRANTS

1

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

1 6 9 12 16 18

TAMU TAMBORA

VACANCY

EVENTS


G

GORESAN

Oleh e-mail

: Sheherazade - Conservation Education and Outreach Specialist - Aliansi Konservasi Tompotika (AlTo) : sheherazade.jayadi@gmail.com

Menghargai Nilai ‘yang tak terlihat’: Pembelajaran dari Konservasi Kelelawar

Bagaimana jika kamu diajak untuk peduli pada makhluk yang hidup di kegelapan malam? Bagaimana kalau dengan yang ini? ©Sheherazade

Terlihat atau tak terlihatnya makhluk hidup mempengaruhi upaya penyadaran masyarakat akan pentingnya mereka dan konservasi. Melihat makhluk hidup baik langsung atau pun tak langsung menciptakan koneksi emosional antara orang dan makhluk hidup tertentu. Dengan demikian, masyarakat cenderung lebih mudah sadar dan peduli terhadap makhluk hidup yang sering dilihatnya. Oleh karena itu,

banyak program konservasi melalui program interpretasi dan kesadaran mencoba ‘membawa keluar’ hewan-hewan yang terancam punah ke depan masyarakat. Misalnya, Aliansi Konservasi Tompotika (AlTo) di Sulawesi Tengah yang melakukan pendidikan konservasi tentang Burung Maleo ke sekolahsekolah di sana. Mereka menggunakan poster ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

1


dan gambar-gambar untuk memperlihatkan Burung Maleo dan berusaha mendekatkan hewan ini kepada para murid. Lebih jauh lagi, AlTo mengajak para murid ini untuk melihat Burung Maleo bertelur di habitat aslinya. Banyak program konservasi lain di Indonesia yang melakukan pendekatan serupa. Persamaannya, program-program konservasi tersebut masih fokus pada makhluk hidup yang terlihat. Kebanyakan makhluk hidup ini beraktivitas di siang hari, hingga lebih mudah ‘terlihat’. Konsekuensinya, masyarakat lebih terekspos dan lebih mungkin untuk sadar dan peduli terhadap makhluk hidup. Namun, bahkan untuk makhluk hidup yang terlihat, konservasi masih sulit dan menantang. Lalu, bagaimana dengan makhluk hidup lain yang terlihat pun sulit, atau tidak pernah sama sekali? Bagaimana konservasionis mencoba mengungkap nilai dari makhluk hidup yang tak terlihat ini? Dan bagaimana cara untuk untuk mengajak masyarakat untuk sama-sama menghargai nilai mereka ‘yang tak terlihat? Konservasi kelelawar adalah salah satu contoh yang tepat untuk menjawab pertanyaanpertanyaan di atas. Kelelawar mencakup dua puluh persen dari total mamalia di dunia.

2

Indonesia menjadi pusat keanekaragaman kelelawar tertinggi. Akan tetapi, kepedulian terhadap kelelawar sangat kecil. Kelelawar beraktivitas di malam hari (nokturnal), sehingga jarang sekali orang memperhatikan bahkan memedulikannya. Sarangnya pun terletak jauh dari jangkauan manusia atau dekat tapi tetap sulit terlihat. Kehidupan kelelawar di dalam kegelapan, membuatnya disangkutpautkan dengan hal mistis sehingga menciptakan persepsi jelek terhadapnya. Khusus untuk kelelawar buah, persepsi terhadapnya semakin jelek karena mereka dianggap hama yang memakan buah-buahan di perkebunan warga. Upaya konservasi, terutama penyadaran untuk melindungi kelelawar, tergolong masih sulit walaupun berbagai organisasi konservasi mencoba ‘membawa’ kelelawar lebih terlihat dan dekat kepada masyarakat. Karakteristik wajah kelelawar yang tidak seimut panda, sekeren harimau, maupun sekarismatik gajah, membuat konservasi kelelawar lebih menantang lagi. Lalu, bagaimana cara untuk membuat masyarakat lebih peduli terhadap kelelawar? Mengajak masyarakat untuk memahami dan menghargai nilai berupa jasa ekosistem kelelawar merupakan cara yang

Kelelawar memakan buah pepaya milik warga ©Sheherazade ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org


paling efektif. Berikut adalah beberapa nilai penting kelelawar yang patut dihargai oleh kita semua, yang dapat disampaikan dalam program kesadaran dan konservasi kelelawar. Memberantas hama di berbagai perkebunan

Kelelawar pemakan serangga mengonsumsi hama di berbagai macam perkebunan di Indonesia, seperti perkebunan kopi dan coklat (Maas dkk. 2016). Kelelawar membantu para petani untuk mengontrol hama yang merusak dan mengurangi produk perkebunan. Jasa penyerbukan bagi buah-buahan bernilai ekonomi tinggi

Kelelawar pemakan buah di daerah Asia dan Afrika, termasuk Indonesia, masuk ke dalam suku Pteropodidae. Hampir setengah dari 448 produk hutan di daerah tropis bergantung pada penyerbukan oleh kelelawar pteropodid (Fujita & Tuttle 1991). Di antaranya, jenis-jenis di suku Bombacaceae yang paling banyak diserbuki terutama oleh kelelawar dan buah yang dihasilkan memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Cox dkk. 1992; Fleming & Muchhala 2008; Fleming dkk. 2009; Win & Mya 2015).

ŠMerlin D. Tuttle

Penyerbukan bunga durian oleh Eonycteris spelaea ŠMerlin D. Tuttle

Proses penyerbukan bunga oleh kelelawar ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

3


p Ka

ok

Ini termasuk pete (Parkia spp.), kapok (Ceiba pentandra), dan durian (Durio spp.) (Cox dkk. 1992; Srithongchuay dkk. 2008; Stepenenraj & Isaac 2010; Kunz dkk. 2011). Upaya penyadaran dapat menjelaskan proses penyerbukan tersebut dan dampak dari akibat hilangnya kelelawar. Berkurangnya kelelawar mengganggu proses penyerbukan dan ketersediaan buah-buahan yang bernilai ekonomi tinggi. Harapannya, dengan mengetahui pentingnya jasa ekosistem kelelawar, masyarakat enggan melakukan aktivitas yang dapat mengurangi populasi kelelawar, seperti perburuan, serta perusakan habitat tempat mereka bersarang dan mencari makan.

©S h eh erazad e

Regenerasi hutan: ‘sang produsen’ oksigen

t Pe

Kelelawar pemakan buah juga membantu menyebarkan biji berbagai tumbuhan di hutan hujan tropis. Setidaknya 289 jenis tumbuhan bergantung pada kelelawar pemakan buah untuk menyebarkan biji-bijinya (Fujita & Tuttle 1991). Biji-biji ini akan tumbuh menjadi pohonpohon baru dan memastikan regenerasi hutan terus terjadi. Kemampuan biji untuk bergerminasi meningkat setelah diproses dalam sistem pencernaan kelelawar (Oleksy 2015). Kalong, kelelawar terbesar, bahkan dapat menyebarkan biji-biji di area yang luas, dan melintasi lanskap yang terfragmentasi (Cox dkk. 1992; Shilton 1999; Luskin 2010; Roberts dkk. 2012). Kelelawar mendukung keberadaan hutan yang memiliki fungsi untuk menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Selain itu, banyak pohon dan hasil hutan lainnya yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.

e© v

ebm a.com

Du

ria

n

©S he h

erazade

Proses penyebaran biji oleh kelelawar

4

ERUPSI Vol. 11 | www.tamboramuda.org


Penyerbukan bunga pisang oleh Macroglossus ©Ch’ien C. Lee

Menjelaskan bagaimana kelelawar berkontribusi pada ketersediaan hal-hal yang bernilai bagi masyarakat, dapat membuat mereka sadar akan pentingnya kelelawar. Masyarakat diharapkan menghargai nilai penting dari kelelawar, walaupun mereka ‘tak terlihat’. Kesadaran ini lah yang merupakan kunci atas kesuksesan konservasi kelelawar. Pendekatan yang sama bisa dilakukan untuk meningkatkan kesadaran atas pentingnya berbagai makhluk hidup lain yang dianggap ‘tak terlihat’. Referensi 1. Cox, P.A., Elmqvist, T., Pierson, E.D. & Rainey, W.E. 1992. Flying foxes as pollinators and seed dispersers in Paciifc Island ecosystem. Biological Report 90(23): 18-23. 2. Fleming, T.H., Geiselman, C. & Kress, W.J. 2009. The evolution of bat pollination: a phylogenetic perspective. Annals of Botany 104: 1017-1043. 3. Fleming, T.H. & Muchhala, N. 2008. Nectarfeeding bird and bat niches in two worlds: pantropical comparisons of vertebrate

pollination systems. Journal of Biogeography 35: 764-780. 4. Fujita, M.S. & Tuttle, M.D. 1991. Flying foxes (Chiroptera: Pteropodidae): Threatened animals of key ecological and economic importance. Conservation Biology 5(4): 455-463. 5. Kunz, T.H., de Torrez, E.B., Bauer, D., Lobova, T. & Fleming, T.H. 2011. Ecosystem services provided by bats. Annals of The New York Academy of Sciences 1223: 1-38. 6. Luskin, M.S. 2010. Flying foxes prefer to forage in farmland in a tropical dry forest landscape mosaic in Fiji. Biotropica 42(2): 246-250. 7. Maas, B., Karp, D.S., Bumrungsri, S., Darras, K., Gonthier, D., Huang, J.C.C., Lindell, C.A., Maine, J.J., Mestre, L., Michel, N.L., Morrison, E.B., Perfecto, I., Philpott, S.M., Sekercioglu, C.H., Silva, R.M., Taylor, P.J., Tscharntke, T., van Bael, S.A., Whelan, C.J. & Williams-Guillen, K. 2016. Bird and bat predation services in tropical forests and agroforestry landscapes. Biological Reviews 91(4): 1081-1101. 8. Oleksy, R., Racey, P.A. & Jones, G. 2015. High-resolution GPS tracking reveals habitat selection and the potential for long-distance seed dispersal by Madagascan flying foxes Pteropus rufus. Global Ecology and Conservation 3: 678-692. 9. Roberts, B.J., Catterall, C.P., Eby, P. & Kanowski, J. 2012. Long-distance and frequent movements of the flying-fox Pteropus poliocephalus: implications for management. Plos one. 10. Shilton, L.A., Altringham, J.D., Compton, S.G. & Whittaker, R.J. 1999. Old World fruit bats can be long-distance seed dispersers through extended retention of viable seeds in the gut. Proc. R. Soc. Lond. 266: 219-223. 11. Srithongchuay, T., Bumrungsri, S. & Sripaoraya, E. 2008. The pollination ecology of the late-successional tree, Oroxylum indicum (Bignoniaceae) in Thailand. Journal of Tropical Ecology 24(5): 477-484. 12. Stepehenraj, D. & Isaac, S.S. 2010. ¬Nocturnal pollinaton of Parkia biglandulosa by nectar feeding bat, Cynopterus sphinx. Current Science 99(1): 24-25. 13. Win, S.S. & Mya, K.M. 2015. The diet of the Indian flying fox Pteropus giganteus 9brunnich. 1782) (Chiroptera: Pteropodidae) in Myanmar-conflicts with local people. Journal of Threatened Taxa 7(9): 7568-7572. ERUPSI Vol. 11 | www.tamboramuda.org

5


T

TAMU TAMBORA Bincang Refleksi 40 tahun Konvensi CITES di Indonesia Oleh

: Silviana D. A. dan Nuruliawati

Indonesia sebagai negara megabiodiversitas, memiliki upaya-upaya untuk mendukung pelestarian keanekaragaman hayati miliknya. Salah satunya melalui ratifikasi terhadap Konvensi Perdagangan Internasional terhadap Spesies Terancam (Convention on International Trade on Endangered Species/ CITES). Konvensi tersebut yang dibentuk pada tahun 1978 bertujuan untuk mengatur perdagangan spesies terancam antar negara baik secara legal maupun ilegal. Indonesia telah meratifikasi CITES sejak tahun 1978 melalui Keputusan Presiden No. 43 tahun 1978. Dalam proses implementasi yang dilakukan, banyak capaian dan juga kendala yang dialami Pemerintah Indonesia. Dalam acara 40 tahun CITES di Indonesia yang diselenggarakan oleh Yayasan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, bersama dengan para pihak lainnya, bincang mengenai refleksi 40 tahun implementasi CITES di Indonesia dilakukan. Dalam acara ini, dihadirkan para narasumber yang merupakan stakeholder yang terkait dalam bidang pengelolaan dan kebijakan sumber daya alam seperti Herman Khoiron (Wakil Ketua Komisi IV DPR RI), Bambang Dahono Adji (Direktur Konservasi Keanekaragaman

6

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

Hayati - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)), Andi (Direktur Konservasi Keanearagaman Hayati Laut - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)), Sunarto (WWF Indonesia) dan Henry Subagio (Indonesian Center of Environmental Law (ICEL)). Berbicara tentang kebijakan, tentu tidak akan luput dari kata ‘peraturan’. Dalam lingkup nasional, aturan perundang-undangan yang mengatur terkait konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dimuat dalam UU No.5 tahun 1990. Realisasi atas pelaksanaan peraturan tersebut sering menuai kekecewaan, misalnya hukuman pidana yang dijatuhkan atas tindak pidana yang dilakukan. Menurut banyak pihak, hal tersebut belum menimbulkan efek jera bagi pelaku. Rata-rata hukuman yang dijatuhkan saat ini atas tindak pidana kejahatan sumber daya alam adalah 1,5 tahun. Hal tersebut merupakan salah satu hal yang mendasari untuk perlu dilakukannya revisi terhadap undang-undang tersebut. Selain itu, CITES sendiri merupakan bagian kecil dari kebijakan yang diadopsi oleh Pemerintah Indonesia. Paparan dari salah satu narasumber menyatakan bahwa, meski demikian CITES


sedikit banyak menjadi acuan bagi pemerintah untuk menjadi prioritas perlindungan. Seperti yang dipaparkan oleh Pak Andi dari KKP bahwa saat ini KKP sedang memfokuskan upaya pada biota yang terancam punah atau yang dikategorikan sebagai apendiks 1 oleh CITES. Bersama dengan LIPI, KKP akan untuk melakukan survey terkait populasi yang dicanangkan untuk dilakukan dari Sabang sampai Merauke. Paparan lain oleh WWF-Indonesia yang diwakili oleh Sunarto, menjelaskan bahwa kenyataan di lapangan, masalah perburuan terhadap satwa merupakan masalah kedua setelah perusakan habitat. Sunarto menjelaskan contohnya di Sumatera khususnya bagian tengah, perburuan yang terjadi pada satwa, khususnya mamalia besar seperti gajah, lebih banyak disebabkan oleh konflik dengan manusia. Kawanan gajah dideteksi sering memasuki ladang atau area perkebunan milik warga dan disinyalir sebagai hama perkebunan. Akibatnya adalah masyarakat menggunakan racun untuk mengurangi ancaman gajah tersebut terhadap hasil kebun mereka. Selain itu, perburuan terhadap populasi gajah di habitatnya juga lebih banyak dilakukan oleh pemburu-pemburu professional. Jika dilihat dari aturan yang ada, Sunarto juga menjelaskan, bahwa UU No.5 tahun 1990 belum terlalu banyak mengatur secara tegas terkait pelindungan habitat sehingga pencegahan terhadap kerusakan

ŠNuruliawati

yang terjadi belum maksimal dilakukan. “CITES seharusnya bukan menjadi beban, namun justru memperkuat upaya konservasi yang dilakukan oleh pemerintah� , ujarnya. Penjelasan yang lebih menegangkan dari pihak Ditreskrimsus, Sugeng, mengungkapkan bahwa pihak kepolisian sering menghadapi kasus-kasus tentang perdagangan hewan dalam jumlah besar seperti kasus penjualan 6 ton daging trenggiling pada tahun 2015. Pelaku penjualan hanya dihukum kurang dari 1 tahun dan hal tersebut tidak seimbang dengan banyaknya populasi yang diambil dari alam yang dapat berdampak pada kepunahan spesies trenggiling tersebut. Pelaku tersebut berasal dari Malaysia yang juga dibantu oleh orang Indonesia dengan cara memberikan investasi berupa uang kepada warga, untuk mencari trenggiling tersebut. Hasil tangkapan trenggiling tersebut diberikan kepada pelaku untuk selanjutnya dilelang. Adapun, kasus perdagangan satwa liar ini juga disinyalir terintegrasi dengan perdagangan barang lainnya, contohnya narkotika. Kasus terbaru yang ditemukan di Jambi, yaitu pengedar narkoba yang tertangkap bersama dengan barang bukti lainnya yaitu sisik trenggiling. Sisik trenggiling ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan sabu-sabu super, dengan pernyataan bahwa tambahan tersebut dapat menimbulkan sensasi yang lebih daripada sabu-sabu biasanya.

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

7


ŠNuruliawati

Selain itu, kasus perdagangan terhadap hewan bukan asli Indonesia, seperti gading gajah Afrika, juga banyak dihadapi. Kasus tersebut menjadi sulit ditindak ketika tidak terdapat norma khusus yang tercantum dalam UU5/90 terkait satwa bukan asli Indonesia. Sebagai contoh, penyelidikan terhadap penjualan gading gajah dalam bentuk souvenir di daerah Rawa Bening, Jatinegara. Pihak kepolisian melakukan uji DNA terhadap sampel gading di laboratorium Eijkman untuk memastikan spesies yang diperdagangkan. Hasil yang didapat bahwa gading gajah tersebut berasal dari gading gajah Afrika, yang tidak tercantum sebagai satwa dilindungi dalam PP No.7/1999. Hal tersebut membuat pihak kepolisian tak biberdaya, dikarenakan UU No.5 tahun 1990 yang dijadikan dasar penindakan kasus, hanya dapat menjerat pelaku yang melakukan tindakan penjualan hewan asli atau endemik Indonesia, baik awetan maupun masih hidup. Dalam sisi penegakan hukum lainnya, kajian yang dilakukan oleh ICEL, menunjukkan bahwa perkara TSL yang tercatat dari tahun 2011-2014, terdapat 44 putusan dengan vonis hukuman dibawah 1 tahun penjara. Selain efek jera yang belum maksimal, penegakan hukum di Indonesia belum menganut sistem pemulihan. Karena dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kejahatan sumber daya alam tersebut sangat besar, pemulihan penting untuk juga diterapkan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

8

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

Tindak lanjut terhadap revisi UU5/90 yang disampaikan oleh Wakil Komisi IV DPR RI, Herman Khoiron, menyatakan bahwa pembahasan terhadap revisi UU tersebut akan mulai dilakukan awal tahun 2017 dan semaksimal mungkin akan diselesaikan paling lambat bulan Juni 2017. Upaya lain yang dilakukan oleh pihak legislatif adalah perwakilan pemerintah Indonesia juga pernah mendatangi kantor pusat CITES dan menanyakan kekurangan dari Indonesia tentang masalah perdagangan hewan. Pihak CITES mengatakan bahwa Indonesia masih memiliki hukum yang sangat lemah dalam menangani kasus perdangan hewan. Pihak CITES memiliki anggaran untuk penanganan hukum, sehingga CITES bisa membantu Indonesia dalam peningkatan hukum. Banyaknya penjualan satwa dari Indonesia mengakibatkan Indonesia dikenal sebagai negara produsen untuk produk satwa liar. Hal tersebut bersifat miris dikarenakan berdampak pada peningkatan angka-angka kepunahan satwa dari tahun ke tahun. Harapan untuk segera terselesaikannya revisi UU No. 5 Tahun 1990 menjadi hal nyata, karena penegakan hukum yang kuat adalah salah satu langkah andil pemerintah untuk mencegah kepunahan. Karena kepunahan adalah selamanya, sehingga akan sangat disesalkan jika suatu saat satu persatu satwa di Indonesia hilang hanya karena penanganan hukum yang kurang tertata.


B

BINCANG KONSERVASI Dr. Marcus Rowcliffe, Sang Pengembang Kamera Jebak!

Profil Dr. Marcus Rowcliffe (lahir di London UK, 1967), adalah Research Fellow di Institut Zoologi dari Zoological Society of London (ZSL), suatu yayasan penelitian, pendidikan dan konservasi pelestarian satwa internasional. Penelitiannya berfokus pada proses alami yang terjadi dalam populasi satwa dengan memanfaatkan berbagai pendekatan dan metode. Dalam dunia konservasi, ia mungkin paling dikenal dari kontribusinya pada teori kamera jebak melalui pengembangan metode Random Encounter Model (REM), serta upaya penelitian pada krisis perdagangan daging satwa (bushmeat trade) di Afrika. Dalam ERUPSI edisi bulan Desember, Tambora melakukan tanya jawab singkat dengan Dr. Rowcliffe tentang pekerjaan yang digelutinya dan pandangannya terkait dunia konservasi saat ini.

Tanya-jawab

T = Tambora M = Dr. Marcus Rowcliffe T: Saat membaca publikasi ilmiah Bapak, terlihat jelas bahwa bapak mempunyai minat penelitian yang cukup luas, mulai dari etologi dan kebijakan konservasi sampai dengan metodologi penelitian yang hardcore! (sangat teoretis dan rumit!). Dari mana minat penelitian luas ini muncul dan apakah bapak pernah mengalami masalah atau kebingungan dalam memisahkan semua spesialisasi yang dimiliki oleh Bapak? M: Jawaban singkat nya adalah iya! Saya rasa cukup menantang untuk menjaga agar tetap up-to-date dengan topik penelitian yang luas, dimana saya terlibat. Saya tidak bisa ingat persisnya bagaimana saya dapat terlibat. Masalahnya adalah terdapat begitu banyak tantangan penelitian menarik di bidang Ekologi Konservasi. Fertilisasi (Perkawinan) silang antara ide-ide yang berasal dari minat yang berbeda merupakan sumber besar untuk keragaman dalam pekerjaan saya. Misalnya dalam pengaplikasian teori dan metode dalam konteks baru untuk menjawabkan isu dan pertanyaan penelitian yang sulit. Secara ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

9


keseluruhan, saya suka dengan perasaan perangkapan (kamera jebak). gembira dan kemungkinan untuk bekerja dalam penelitian yang bermacam-macam. T: Bagaimana pandangan Bapak terkait potensi aplikasi model REM pada sensor lain selain T: Dalam dunia konservasi, Bapak mungkin kamera jebak? paling dikenal dalam pengembangan model REM yang memberikan cara pertama untuk M: Menurut saya, pada prinsipnya, metode ini mengestimasi kepadatan jenis satwa dengan bisa diaplikasikan kepada sensor akustik juga, individu yang tidak dapat teridentifikasi dengan misalnya untuk survei kelelawar atau paus. menggunakan kamera jebak. Apakah Bapak bisa Generalisasi perumusan REM, yang saya sedikit menjelaskan secara singkat mengenai konsep menjelaskan tadi, merupakan satu langkah model REM ini serta bagaimana ide ini muncul? untuk mencapai aplikasi tersebut. Tantangan utama yang saya lihat adalah dalam mengukur M: Jika kita asumsikan bahwa semua parameter kecepatan satwa dan zona deteksi dari sensor lain tetap, suatu kepadatan satwa yang lebih akustik.Selain itu fakta bahwa signal akustik tinggi akan menghasilkan tingkat perangkap biasanya tidak kontinu, sehingga para peneliti yang lebih tinggi dalam penelitian kamera harus mengetahui tingkat vokalisasi (tingkat jebak. Akan tetapi, hubungan ini terdistorsi pengulangan vokalisasi) dari subjek yang diteliti. oleh variasi dalam keceptan pergerakan satwa Jadinya semua hal itu merupakan isu teknis dan luas zona deteksi dari kamera jebak. yang masih cukup rumit, tetapi itu juga berarti Hal yang menjadi pertanyaanya adalah saat bahwa masih ada banyak kemungkinan untuk kita mendapatkan banyak catatan di kamera penelitian yang menarik terkait tantangan ini. jebak, apakah ini karena ada banyak individu dalam daerah tersebut atau hanya ada sedikit T: Apakah kegagalan terbesar yang Bapak alami individu, tetapi mereka banyak bergerak di saat bekerja di lapangan? sekitar kamera dan mudah terdeteksi? Model REM menyediakan suatu rumus (atau lebih M: Saya baru saja menyelesaikan suatu survei tepatnya satu keluarga perumusan yang kamera trap dimana saya terlibat dalam mendiskripsikan hubungan antara variabel kerja lapangan. Sayangnya itu sudah jarang tersebut). Dengan demikian, jika para peneliti terjadi saat ini, tetapi saya menyadari bahwa mengetahui zona deteksi kamera jebak, tingkat saya harus lebih sering keluar ketika melihat perangkap dan kecepatan suatu jenis, maka gambar yang dihasilkan. Saya menyadari telah mereka dapat mengestimasi kepadatan untuk melakukan seluruh rangkaian kalibrasi kamera jenis tersebut. Kebutuhan REM atas informasi jebak (untuk estimasi posisi hewan di depan terkait kecepatan satwa, dulu menjadi kendala kamera), akan tetapi saya baru melihat bahwa dalam penggunaan metode ini, tetapi kami saya menyimpan alat kalibrasi terbalik! Selain baru saja mengembangkan pendekatan itu saya juga hampir mengalami kegagalan yang memungkinkan untuk memperkirakan terakhir saat kemping di hutan di Madagascar, kecepatan dari data kamera. Karena begitu, ketika suatu pohon besar jatuh dan mendarat saya berharap hal ini akan menjadi lebih baik. sekitar satu meter dari tenda dimana saya Sesungguhnya, ide model REM ini muncul sedang tidur. dari proses fertilisasi silang ide-ide yang saya menyebutkan sebelumnya. Ide tersebut T: Menurut Bapak, apakah ancaman paling tumbuh dari beberapa pekerjaan yang saya besar saat ini terhadap efektivitas penelitian di lakukan untuk membuat permodelan dampak bidang konservasi? dari perburuan terhadap populasi mangsa, dimana saya mencoba memprediksi tingkat M: Ketersediaan dana selalu menjadi masalah, perangkapan (para pemburu) terhadap tingkat dan sayangnya berdasarkan tren saat ini saya kepadatan satwa. Pada saat yang sama, kolega tidak melihat hal ini akan menjadi lebih mudah dan rekan saya Chris Carbone tertarik dengan di masa depan. Melihat ini dari sisi lain, saya pikir kamera jebak dan diantara kami menyadari penelitian konservasi mengalami resiko akan bahwa kami bisa membalik modelnya untuk dikesampingkan (untuk prioritas lain) karena mendapatkan kepadatan satwa dari tingkat kebanyakan penelitian tidak relevan terhadap

10

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org


masalah besar yang dihadapi oleh manusia. Untungnya, saya pikir sepertinya sekarang hal-hal ini sudah mulai berubah, dengan peningkatan tekanan terhadap para akademisi untuk menunjukan dampak dari upaya pekerjaan mereka. Selain itu, praktisi konservasi juga semakin terampil dalam memanfaatkan teknologi serta sadar terhadap kebutuhan (bukti) pada sistem yang mereka coba kelola. Tetapi kita masih tetap membutuhkan upaya lebih dalam bidang ini.

Bapak ingin melakukan sebelum pensiun?

M: Itu suatu pertanyaan besar! Saya mempunyai begitu banyak minat penelitian yang saya tindaklanjuti secara lambat. Mungkin ide yang saya punya sekarang tidak realistis, tapi akan benar-benar indah jika saya bisa menyelesaikan semua hal terkait minat penelitian sebelum saya pensiun. Secara khusus, saya akan sangat senang jika saya masih bisa mengamati manajemen eksploitasi (perburuan) satwa berkelanjutan oleh masyarakat lokal menjadi norma standar. T: Menurut Bapak, apakah hasil penelitian Tetapi saya khawatir, proyek ini membutuhkan konservasi cukup diimplementasikan dalam waktu lebih panjang daripada hidup saya. upaya konservasi di lapangan? T: Apakah Bapak mempunyai saran untuk M: Sepertinya saya baru menjawab sebagian anggota Tambora kami untuk mendapatkan dari pertanyaan ini. Jika menguraikan sedikit, hasil yang terbaik dari karir konservasi mereka? menurut saya memang ada ketegangan antara kebutuhan praktisi (pelaksana konservasi M: Selalu berpikir tentang dimana kegiatan yang harus merespon secara cepat terhadap penelitian anda atau tindakan konservasi masalah-masalah mendesak saat ini) dan para anda bisa mempunyai dampak positif paling peneliti (yang biasanya mempunyai sasaran besar. Selain itu bekerja sama dengan berbagai akademis untuk rentang waktu yang lebih macam orang yang melengkapi keahlian anda panjang), dan beberapa pertanyaan tidak dapat dan dengan siapa bisa bergaul dengan baik. dijawabkan dalam jangka pendek. Untungnya Akhirnya, penting untuk tidak pernah melupakan saat ini sudah ada fokus penelitian yang cukup kebutuhan untuk kegiatan berbasis konservasi besar terhadap bagaimana kita bisa membuat berdasarkan bukti ilmiah yang terbaik. keputusan konservasi paling baik meskipun ada ketidakpastian dan belajar dari hasilnya. T: Terima kasih banyak Bapak! Tetaplah Menurut saya, ini adalah bidang penelitian yang menjadi inspirasi bagi para konservasionis sangat penting untuk diawasi dan potensial muda di Indonesia! untuk dilibatkan di dalamnya. T: Apakah Bapak pernah berpikir tentang melakukan penelitian di Indonesia, dan jika ya, pada topik apa? M: Saya pernah membimbing seorang mahasiswa S3 beberapa tahun yang lalu yang bekerja di Taman Nasional Berbak di Sumatra dan meneliti potensi untuk membangun nilai biodiversitas dan memantau proses REDD+ (yang bertujuan untuk mereduksi emisi karbon melalui konservasi hutan). Sayangnya saya tidak dapat mengunjungi mahasiswanya di lapangan saat itu. Tetapi saya terbuka terhadap kesempatan untuk melakukan kerja lebih banyak di Indonesia. T: Jika Bapak tidak memiliki tangung jawab yang lain dan dana yang tidak terbatas, penelitian atau projek (juga bisa projek hobi saja) yang ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

11


V

VACANCY Lowongan Kerja Asisten Manajer – Yayasan Badak Indonesia (YABI) Batas aplikasi

:-

Yayasan Badak Indonesia sedang membuka lowongan untuk posisi Assistant Manager dengan kualifikasi sebagai berikut: Assistant Manager (Kolaborasi dari Aktivis Konservasi Badak) Kualifikasi : • Pria / Wanita • Umur maks. 30 tahun (~32 tahun dengan 2 tahun pengalaman di bidang yang sesuai) • Tingkat pendidikan S1 • Lancar berbahasa inggris • Dapat bekerja dengan target • Mencintai dunia konservasi • Dapat mengoperasikan komputer (Office, Internet, dan aplikasi lainnya) • Fleksibel, ramah, dan komunikatif • Berpengalaman menulis jurnal ilmiah/ proposal dan menyukai kegiatan serupa (menulis) • Memiliki kemampuan membuat bahan presentasi • Bersedia ditempatkan di area kerja YABI. Jika tertarik silahkan mengirimkan lamaran ke : arieftorhino@ymail.com deddywardhana@yahoo.co.id atau dikirimkan langsung ke alamat : Kantor Pusat Yayasan Badak Indonesia Perum. Bumi Indraprasta I Jalan. Bima 4 No 10 bantarjati Bogor Informasi lebih lengkap dapat dilihat dalam laman berikut : http://www.tamboramuda. org/2016/12/blog-post.html

12

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org


Let’s be A part of Coral Triangle Center! Batas aplikasi Lokasi project

: 7 – 10 Januari 2017 : Jakarta/ Bali/ Ambon

The Coral Triangle Center bertujuan untuk menarik individu yang memiliki kemampuan tinggi yang dapat membawa kemampuan dan pengalaman mereka untuk menjaga biodiversitas laut dunia. CTC menawarkan upah yang kompetitif. CTC membuka beberapa lowongan sebagai berikut : • Pelaksana Lapangan – Pemberdayaan Ekonomi Perempuan SeaNet Indonesia • Koordinator Program SeaNet Indonesia • Pelaksana Lapangan – Pasca Panen SeaNet Indonesia • Pelaksana Keuangan dan Administrasi Doctoral Researcher For SeaNet Indonesia “Aboveground biodiversity • Pelaksana Lapangan – Perikanan SeaNet patterns and processes across Indonesia rainforest transformation • Local Government Network Capacity landscapes” project Building Specialists • Marketing & Philanthropy Coordinator Batas aplikasi : 8 Januari 2016 • Fisheries Capacity Development Advisor Lokasi project : Indonesia Keterangan lebih lanjut dari lowongan yang Menginvestigasi konsekuensi dari transformasi tersedia dapat dilihat pada link berikut : hutan hujan hutan dataran rendah ke system http://www.coraltrianglecenter.org/ produksi monokultur. Fokus pada pola working-with-ctc/ biodiveritas dan fungsi ekosistem, focus utama akan berada pada penilaian jaringan inteaksi kuantitatif (pollinator-tumbuhan, host-parasite) berkaitan dengan jarring makanan hingga pola penggunaan lahan. Proyek akan berbasis di Gottingen, akan tetapi pekerjaan lapangan dikerjakan di Indonesia. Kirim aplikasi kalian sebelum tanggal 8 januari 2017! ke Prof. Dr. teja Tscharntke di ttschar@ gwgd.de dan Dr. ingo Grass di ingo.grass@agr. uni-goettingen.de Untuk info lebih lanjut dapat mengunjungi Website : http://www.tamboramuda. org/2016/12/doctoral-researcherfor-aboveground.html atau http:// www.uni-goettingen.de/de/jobannouncements/552085.html ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

13


Limiting Road Expansion Impact Project Volunteer Batas aplikasi

: Dibuka untuk jangka waktu yang lama

James Cook University Australia mencari relawan dengan digitalisasi (tracing) infrastruktur jalan di Google Earth. Anda dapat melakukan ini dari rumah dengan komputer dan koneksi internet, atau bergabung dengan kami secara pribadi di JCU Cairns Kampus. Bergabung dengan tim yang menarik peneliti JCU dalam pemetaan semua jalan di kawasan Asia-Pasifik untuk mengarahkan pembangunan masa depan terhadap hasil yang berkelanjutan! Jika Anda seorang mahasiswa ilmu alam, ini adalah pengalaman hebat bagi CV Anda! Tema Proyek: “Limiting Environmental Impacts While Optimizing Benefits of Rapid Road Expansion in the Asia-Pacific Region” yang dipimpin oleh Professor William F. Laurance, James Cook University, Cairns Prosedur aplikasi Please contact Miss Jaime Huther Email : jaime.huther@jcu.edu.au Info lebih lanjut dapat dilihat di : http://www.tamboramuda.org/2016/12/limiting-roadexpansion-impact-project.html

Tentang Dirimu Untuk Bergabung di Kompas Khatulistiwa! Batas Aplikasi

: 31 Januari 2017

Open recruitment Kompas Khatulistiwa! Posisi yang tersedia : • Educator • Medical Personel • Mountain Hiker • Photographer • Videographer • Web Designer • Graphic Designer

• Tour De Museum Guide • Art Trip Guide • Foreign Guide • Trip Leader • Socmed Admin • Marketing staff

• History Trip Guide • Heritage Camp Guide • Antropotrip Guide • Biodivesitrip Guide • Geotour Guide • Architectour Guide

Info Deskripsi masing-masing pekerjaan : http://www.tamboramuda.org/2016/12/tantang-dirimu-untuk-bergabung-dengan.html Formulir Registrasi : https://www.kompaskhatulistiwa.com/oprec/ Kontak melalui Line : https://line.me/R/ti/p/%40rbv6378m

14

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

See u in our great team! KOMPAS KHATULISTIWA Save Culture–Save Nature in Your Adventure!


BIOROCK®INDONESIA Job Vacancy (Program Officer and Admin-Finance Manager) Batas aplikasi

: 7 Januari 2017

Biorock® Indonesia memanggil putra-putri terbaik di tanah air untuk berpartisipasi dalam Rehabilitasi Terumbu Karang di Negara Tercinta! Lowongan Program Officer (Senior and Junior) dan Admin-Finance Manager. Batas waktu s/d 7 Januari 2017, namun kandidat yang memenuhi kualifikasi akan dihubungi segera tanpa mempertimbangkan batas waktu. STATUS JABATAN • Jabatan Senior Program Officer dan Junior Program Officer berstatus pegawai kontrak selama 2 tahun • Admin-Finance manager selama 1 tahun untuk terhitung sejak ditandatanganinya Kontrak Kerja. Kandidat yang tertarik dapat mengirimkan CV Resume (max 2 lembar), dan surat lamaran yang menunjukkan minat serta gaji yang diharapkan kepada Koordinator Nasional Biorock® Indonesia, Ibu P. Tasya Karissa di biorockindonesia@gmail. com dengan subject Jabatan dan lokasi , misal: Junior Project Officer di Bali. Lowongan yang dibuka: 1. Senior Project Officer, penempatan di Ambon, Maluku 2. Senior Project Officer, penempatan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta 3. Junior Project Officer, penempatan di Pemuteran, Bali 4. Admin-Finance Manager, penempatan di Bali Info lebih lanjut mengenai kualifikasi dapat dilihat di : http://www.tamboramuda.org/2016/12/ biorockindonesia-job-vacancy-program.html Website: www.biorock-indonesia.com

©http://themarinefoundation.org

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

15


G

GRANTS

Global Trees Campaign Invites Applications For 2016-2017 Students Grants Batas aplikasi

: 5 Februari 2017

“Apakah kamu mendengar lebih banyak artikel mengenai satwa liar terancam punah daripada jenis tanaman yang terancam punah? Tahukah kamu 9,600 jenis pohon terancam punah?� The Global Trees Campaign membuka beasiswa bagi mahasiswa dengan tingkat master yang fokus pada penelitian mengenai konservasi jenis pohon, serta untuk membangun jaringan global para konservasionis tumbuhan! Bagi kalian yang berminat dapat melihat tautan berikut : http://globaltrees.org/wp-content/uploads/2016/11/GTC-Student-Grant_Call-for-ProposalsFinal-2016-172.pdf bagi yang merasa layak mendapatkan beasiswa dapat mengunduh formulir aplikasi berikut http://globaltrees.org/wp-content/uploads/2016/11/GTC-Student-Grant_ApplicationFormFinal-2016-11-08.docx dan mengirimkan kembali paling lambat pada tanggal 5 Februari 2017. Info lebih lanjut dapat dilihat pada : http://www.tamboramuda.org/2016/12/global-treescampaign-invites.html

16

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

Šhttp://7-themes.com


U.S. Fish and Wildlife Service (USFWS) – Notice of Funding Opportunity (NOFO) on Combating Wildlife Trafficking Batas aplikasi

: 5 Februari 2017

Kepada rekan dan partner konservasi,

The International Affairs Program of the U.S. Fish and Wildlife Service (USFWS) mempersembahkan NOFO 2017 dalam memberantas pembajakan terhadap satwa liar. USFWS menerima proposal untuk proyek dari seluruh dunia yang bertujuan untuk membantu memberantas pembajakan terhadap satwa liar. Dimulai dari pengenalan potensi pembajakan terhadap satwa liar pada tahun 2013, Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama mengeluarkan strategi pertahanan nasional terhadap pembajakan satwa liar pada 11 Februari 2015. Pendaftar dapat mengirimkan proposal dengan berbagai tema. Prioritas akan diberikan kepada proposal yang mengangkat tema sebagai berikut : • Strengthening the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) • Good Governance and Anti-Corruption for Combating Wildlife Trafficking Africa/Asia Nexus • Social and Behavior Change Communication Framework for Combating Wildlife Trafficking • Critically Endangered Species Threatened by Illegal Trade Mohon membaca petunjuk NOFO yang kami sediakan dan lengkapi bagian SF-424 untuk bantun sipil dan SF-424b Please read our Notice of Funding Opportunity, Assistance Award Guidelines, and complete the SF-424 Application for Federal Assistance and the SF-424b lembar jaminan Non Konstruksi. Kirimkan email dengan pertanyaan kepada Daphne Carlson Bremer di CWT@fws.gov Link : http://www.tamboramuda.org/2016/12/ us-fish-and-wildlife-service-usfws.html

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

17


E

EVENTS Pengumpulan Abstrak KPPBI 3 Diperpanjang! Batas aplikasi

: 10 Januari 2016

Good News! Untuk kalian yang berminat mengikuti Konferensi Pemerhati dan Peneliti Burung Indonesia ke-3 di Bali, jadwal pengumpulan abstrak DIPERPANJANG hingga 10 JANUARI 2017! Yuk bersiap! Cek halaman http://kppbi3.org/

ATBC – ASIA PACIFIC CHAPTER MEETING 2017 Jadwal acara

: 25 – 28 Maret 2017

Registrasi ATBC Chapter Asia Pasifik telah dibuka! Ajukan abstrak kalian berupa presentasi oral atau poster pada tanggal berikut ini : 1 Januari – 15 Pebruari 2017 Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada link berikut : http://atbcmeeting.csp.escience.cn/dct/ page/70015 Please do circulate around your networks and we look forward to seeing you in Sunny Xishuangbanna! Link : http://www.tamboramuda. org/2016/12/atbc-asias-pacific-chaptermeeting-2017.html

Link : http://www.tamboramuda. org/2016/12/pengumpulan-abstrak-kppbi3-diperpanjang.html

18

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

Pulau Mutiara, Flores Timur©Zahrah Afifah


Kursus Jurnalistik “English For Journalism” Bersama University of Pennsylvania dan Coursera Jadwal acara Waktu Tempat

: Setiap Sabtu, 14,21,28 Januari dan 4 dan 11 Februari 2017 : Pukul 10.30 – 12.30 : @america, Mall Pacific Place lantai 3

Kedutaan Besar AS membuka kesempatan bagi para jurnalis atau penulis pemula mengikuti program kursus jarak jauh “English for Journalism” yang diselenggarakan oleh University of Pennsylvania dan Coursera. Selama sesi program peserta akan memperoleh pengetahuan mengenai perkembangan media cetak dan digital melalui bacaan dan pemutaran video. Program ini akan dilaksanakan pada: Pendaftaran melalui https://www.coursera. org/ dan memilih kursus English for Journalism dan memilih Free course untuk kursus bebas biaya. Peserta juga diwajibkan mendaftar pada halaman @america melalui link berikut https://docs.google.com/a/atamerica.info/ forms/d/e/1FAIpQLSdm5P1kDhzi6eDuHyY B55hAGH1FfoakhWeI7bAumCq9DhKrmw/ viewform Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi Periuza Wegner melalui e-mail WegnerPU@ state.gov atau @america di webmaster@ atamerica.info atau pada link: http://www.tamboramuda. org/2016/12/kursus-jurnalistik-english-for. html

©pinimg.com

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

19


Strena benghalensis©Chairunnas Adha Putra

Smithsonian-Mason School Of Conservation Graduate/ Professional Training Jadwal acara Tempat

: 27 Februari – 30 Juni 2017 : Front Royal, Virginia, US

The Smithsonian-Mason School of Conservation, partnership antara George Mason University dan Smithsonian Conservation Biology Institute (SCBI), dengan bangga mengumumkan jadwal kelas untuk 2017. Tema kelas : • Statistik untuk Ekologi dan Biologi Konservasi Statistics for Ecology and Conservation Biology (February 27-March 10, 2017) • Teknik non-invasif dan aplikasinya dalam endokrinologi Non-Invasive Techniques and Applications in Wildlife Endocrinology (March 13-24, 2017) • Perekama lapangan dan analisa suara suara biologi untuk penelitian dan konservasi Field Recording and Analysis of Biological Sounds for Research and Conservation (May 1-12, 2017) New Course! • Praktik Manajemen Nutrisi di Kebun Practical Zoo Nutrition Binatang Management (June 5-9, 2017) • Desain studi kamera trap dan analisis data untuk Okupansi dan Estimasi Kepadatan Camera Trapping Study Design and Data Analysis for Occupancy and Density Estimation (June 19-30, 2017) Kunjungi (http://SMConservation.gmu.edu) atau kirimkan email ke SCBItraining@si.edu untuk detail lebih lanjut mengenai setiap kelas, biaya, dan kredit yang didapatkan. Link : http://www.tamboramuda. org/2016/12/smithsonian-mason-school-of. html

20

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org


ERUPSI Newsletter Team

Achmad Ridha Junaid

Zahrah Afifah

Nuruliawati “Nuy”

Azhar Muttaqin

Putri Diana ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org

21


Gonocephalus kuhlii Š Aristyawan Cahyo

Mari bergabung dalam jaringan Tambora, kunjungi

www.tamboramuda.org

22

Tambora Muda @tamboramuda

ERUPSI Vol. 12 | www.tamboramuda.org


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.