ERUPSI Volume 16

Page 1

a

ez

R ar

b

ERUPSI

©

Ak

Volume 16 | Tahun 2017

KONSERVASI X TEKNOLOGI

Memerangi Perdagangan Illegal Satwa Dilindungi dengan Teknologi di Genggaman Tangan Oleh Zahrah Afifah

ERUPSI Vol 16 13 | www.tamboramuda.org

1


. © Ahmad Ridha

KONTEN 2 GORESAN 10 TAMU TAMBORA 14 AKTIVITAS TAMBORA 18 EVENTS

1

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org


GORESAN Menyelisik kegunaan GPS logger, alat kepo bagi para peneliti kelelawar Sheherazade1 1

Departemen Ekologi dan Konservasi Satwa Liar, University of Florida, USA sheherazade.jayadi@gmail.com

Aktif mencari makan di malam hari membuat kelelawar sulit diamati pergerakannya oleh para peneliti. Terlebih lagi untuk kelelawar besar, seperti kalong, yang menempuh jarak yang jauh untuk mencari makan. Kondisi ini membuat penelitian mengenai pergerakan kelelawar menjadi sangat menantang. Padahal, dengan memahami pergerakan kelelawar di malam hari, kita bisa mengetahui aktivitas kelelawar saat mencari makan dan penggunaan habitatnya. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, para pakar teknologi mengembangkan sebuah alat yang dinamakan Global Positioning System logger atau sering disebut sebagai GPS logger. GPS logger bisa merekam pergerakan tiga dimensi dalam skala ruang dan waktu. Alat ini memiliki ukuran dan dimensi yang berbeda-beda sesuai dengan hewan yang akan diteliti. Berat GPS logger tidak boleh melebihi 5% dari total berat hewan agar pergerakannya tidak terganggu. Untuk kelelawar besar, berat GPS logger berkisar 20.5 g-30 g dengan dimensi 60x25x10 mm (Gambar 1) (De Jong et al., 2013; Oleksy, Racey, &

Jones, 2015). GPS logger ditempelkan pada bagian punggung kelelawar dan akan merekam lokasi geografis kelelawar pada waktu dan interval yang telah ditentukan, misalnya perekaman dimulai pada pukul 6 sore hingga 6 pagi setiap 2.5 menit. Peneliti hanya perlu datang ke sarang kelelawar, tempat individu yang dipasangi GPS logger, untuk mengunduh data pergerakannya. Pengunduhannya bisa dilakukan pada pagi dan siang hari. GPS logger akan terlepas dari punggung kelelawar dalam waktu dua minggu hingga satu bulan. Dengan memasang GPS logger pada kelelawar, peneliti dapat mengetahui penggunaan habitat dan peran ekologisnya yang penting sebagai penyebar biji dan penyerbuk bunga. Kalong Mahkota Emas, Acerodon jubatus, ternyata sangat bergantung pada hutan primer sebagai tempat bersarang dan mencari makan (De Jong et al., 2013). Informasi tersebut sangat berharga untuk perencanaan program konservasi kalong ini yang endemik Filipina dan sedang terancam punah. Berbeda dengan Kalong Lyle, Pteropus lylei, di Thailand, yang

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

2


mencari makan di daerah dengan tingkat aktivitas manusia yang lebih tinggi, seperti perkebunan dan taman (Gambar 2) (Weber et al., 2015). Selain itu, bermodal data dari GPS logger, peneliti dapat mengetahui lokasi tumbuhan yang dikunjungi oleh kelelawar. Kalong Lyle memanfaatkan buah dan bunga dari 34 jenis tumbuhan, terutama buah Ficus. Data dari GPS logger juga memungkinkan peneliti untuk melihat variasi temporal pada diet kelelawar. Sebagai contoh, Kalong Lyle memiliki diet yang lebih beragam di awal musim kering di bulan November daripada di bulan April.

“Kerja sama lintas disiplin antara konservasionis muda dengan pakar teknologi sangat diperlukan untuk mendesain GPS logger serupa dengan harga yang lebih terjangkau...”

Kegunaan lain GPS logger adalah untuk mengetahui daya jelajah kelelawar. Kalong Lyle ternyata dapat terbang hingga 23.6 Km saat mencari makan. Kalong Madagaskar, Pteropus rufus, memiliki daerah jelajah hingga 58.000 ha. Dengan kemampuan jelajah yang baik, kalong dapat terbang jauh melintasi lanskap yang terfragmentasi dan membantu menyebarkan biji untuk suksesi serta regenerasi hutan (Oleksy et al., 2015). GPS logger juga digunakan untuk memahami risiko pemaparan Virus Hendra oleh kalong pada kuda di Australia, yaitu dengan mengetahui apakah daerah jelajah kelelawar tumpang tindih dengan Referensi: distribusi kuda (Field et al., 2016). Dengan informasi yang 1. De Jong, C., Field, H., Tagtag, A., Hughes, T., Dechmann, D., Jayme, S., … Newman, diperoleh, pemilik kuda dan peneliti kelelawar dapat S. (2013). Foraging behaviour and menentukan area yang tepat untuk memelihara kuda sehlandscape utilisation by the endangered golden-crowned flying fox (acerodon ingga tidak terpapar kotoran kelelawar dan mengurangi jubatus), the philippines. PLoS ONE, risiko transmisi virus. 8(11), 1–8. https://doi.org/10.1371/jourWalaupun memiliki peranan yang penting dan potensial untuk penelitian dan konservasi, penggunaan GPS logger masih sangat jarang. Hal ini disebabkan oleh harga GPS logger yang sangat mahal mencapai USD2.000 per buah, sedangkan untuk memperoleh hasil yang optimal, dibutuhkan GPS logger dalam jumlah yang cukup banyak. Belum lagi apabila ada GPS logger yang terjatuh secara tidak sengaja sebelum merekam data. Kerja sama lintas disiplin antara konservasionis muda dengan pakar teknologi sangat diperlukan untuk mendesain GPS logger serupa dengan harga yang lebih terjangkau dan tersedia untuk mendukung penelitian dan konservasi biodiversitas yang tidak hanya terbatas pada kelelawar. Selain memfasilitasi ‘kekepoan’ peneliti, data yang dihasilkan pun akan sangat berguna untuk memahami aspek ekologi suatu jenis hewan dan tentu saja membantu dalam perencanaan program konservasi jenis-jenis yang sedang terancam punah.

3

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

nal.pone.0079665 2. Field, H. E., Smith, C. S., Jong, C. E. de, Melville, D., Broos, A., Kung, N., … Dechmann, D. K. N. (2016). Landscape Utilisation, Animal Behaviour and Hendra Virus Risk. EcoHealth, 13(1), 26–38. https://doi.org/10.1007/ s10393-015-1066-8 3. Oleksy, R., Racey, P. A., & Jones, G. (2015). High-resolution GPS tracking reveals habitat selection and the potential for long-distance seed dispersal by Madagascan flying foxes Pteropus rufus. Global Ecology and Conservation, 3, 678–692. https://doi.org/10.1016/j. gecco.2015.02.012 4. Rapp, J. (2015). Using High-Res GPS to Study Thailand’s Flying Foxes. Retrieved September 19, 2017, from http://wildlife. org/using-high-res-gps-to-studythailands-flying-foxes/#prettyPhoto 5. Weber, N., Duengkae, P., Fahr, J., Dechmann, D. K. N., Phengsakui, P., Khumbucha, W., … Newman, S. (2015). High-Resolution GPS Tracking of Lyle ’ s Flying Fox Between Temples and Orchards in Central Thailand. The Journal of Wildlife Management, 79(6), 957–968. https://doi.org/10.1002/ jwmg.904


GORESAN Memerangi Perdagangan Illegal Satwa Dilindungi dengan Teknologi di Genggaman Tangan Zahrah Afifah1 1

Perdagangan ilegal satwa dilindungi saat ini termasuk kedalam kategori kejahatan antar negara dan merupakan kejahatan yang mulai dianggap serius. Berdasarkan tingginya nilai kerugian yang dicapai, saat ini perdagangan illegal satwa menempati urutan kejahatan ke-empat terbesar setelah pemalsuan, narkoba dan perdagangan manusia (Global Financial Integrity, 2017). Berdasarkan data yang dimiliki oleh WCS tahun 2016 perdagangan illegal satwa memiliki beragam modus dan dapat berkaitan dengan jenis kejahatan lainnya. Salah satu modus perdagangan illegal satwa yang paling mudah ditemui adalah perdagangan daring (online trading) melalui media sosial. Jika kalian merupakan anak kelahiran tahun 90an pasti mengenal dan akrab menggunakan media sosial seperti Facebook dan Instagram. Hasil survey dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016 mengungkapkan salah satu media sosial yang sangat banyak penggunanya di Indonesia adalah Facebook, yakni sebanyak 54% dari 132 juta pengguna internet di Indonesia disusul dengan Instagram diposisi kedua (APJII 2016 dalam Liputan6.com). Adapun penggu-

Wildife Trade Program WCS-IP, Bogor zafifah28@gmail.com

naan media sosial ini juga dimanfaatkan sebagai lapak untuk berdagang. Salah satunya adalah satwa, baik liar maupun yang telah terdomestikasi. Perdagangan satwa sebagai hewan peliharaan secara daring nampaknya merupakan suatu bisnis yang banyak digemari. Selain karena satwa yang dijual bergengsi (prestigious), minat masyarakat untuk memiliki hewan peliharaan juga tinggi. Namun jenis satwa yang diperdagangkan tak jarang merupakan jenis-jenis yang dilindungi oleh negara (perdagangan illegal), berdasarkan adat ayang diperoleh WCS dari tahun 2015—2017, tercatat sebanyak 1000 akun Facebook dalam kurun waktu 2 tahun ditemukan menjual satwa yang termasuk kedalam kategori dilindungi oleh negara. Satwa seperti burung dan mamalia merupakan yang paling digemari untuk dijajakan di akun Facebook, baik akun pribadi dan grup. Seringkali perdagangan illegal satwa memiliki sisi pilu tersendiri, mulai dari proses pengiriman hingga sampai ditangan pembeli, seperti contoh berikut :

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

4


Gambar 1. Pengepakan satwa yang telah dibeli menggunakan kardus yang ditutup dan dilubangi [sumber : Facebook]

Tidak hanya dalam proses pengiriman, setelah sampai di tangan pembeli yang akan memelihara satwa juga tak jarang mendapat perlakuan yang terlihat menyiksa satwa : Gambar 2. Satwa yang diamankan oleh Polres Tanjung Priok pada bulan Juni 2017 [sumber : news.detik.com]

Penanganan atas perdagangan illegal satwa yang dilindungi juga telah dilakukan oleh pemerintah setempat bersama dengan mitra pendukungnya. Seperti yang ditemukan pada bulan Juni lalu, Satuan Reskrim Polres Tanjung Priok menangani 2 kasus penyelundupan reptil yang berasal dari Papua. Satwa-satwa tersebut dikemas didalam kardus dan botol kemasan air mineral untuk mengelabui petugas keamanan, akan tetapi karena kecurigaan petugas setelah dilakukan pemeriksaan fisik terhadap kardus dan tas pelaku, terungkaplah bahwa kardus tersebut berisi satwa yang dilindungi. Seperti yang dilansir oleh media Republika. co.id dan Detik.com, satwa-satwa tersebut diduga akan dijual kepada komunitas pecinta hewan di Bandung dan

5

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org


“Seringkali perdagangan illegal satwa memiliki sisi pilu tersendiri, mulai dari proses pengiriman hingga sampai ditangan pembeli...�

Jakarta. Hal tersebut tentunya berdampak terhadap populasi satwa di habitat aslinya, terutama satwa yang memiliki siklus perkembangbiakan yang lambat. Adapun masalah lainnya adalah satwa berpotensi menjadi invasif di suatu tempat jika terlepas di daerah yang bukan menjadi daerah asal dari satwa tersebut (Hill, 2017). Lalu bagaimana dengan masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam memerangi perdagangan illegal satwa dilindungi? Saat ini, masyarakat sudah lebih mudah dan leluasa dalam hal akses terhadap internet. Keperluan sehari-hari pun dapat terpenuhi hanya melalui telpon genggam dan internet. Kemudahan mengakses internet ini yang kemudian dapat digunakan untuk membantu memerangi perdagangan illegal satwa dilindungi. Hanya dengan memiliki akses internet dan memilki telepon genggam dengan program operasi Android, kamu dapat bergabung untuk membantu melaporkan perdagangan illegal satwa dilindungi di sekitarmu dengan mengunduh salah satu dari tiga aplikasi yang tersedia berikut ini. Penulis merekomendasikan 3 aplikasi pelaporan yang dapat digunakan yaitu aplikasi GAKKUM Lingkungan & Kehutanan (KLHK); Wildlife Witness (Taronga Conservation Society Australia) dan WildScan. Diantara ketiganya, Wildscan merupakan salah satu yang mudah dalam pengoperasiannya. WildScan merupakan aplikasi pelaporan keluaran Freeland yang diluncurkan pada akhir tahun 2016 lalu bersama dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. WildScan memiliki fitur identifikasi satwa yang mudah digunakan bagi orang awam yang belum mengenal satwa dilindungi sebelumnya, sehingga proses pelaporan menjadi lebih rinci dengan jenis yang tepat. Tidak hanya jenis-jenis satwa yang dilindungi, WildScan juga menampilkan jenis-jenis yang dibatasi kuota perdagangannya oleh Convention on International Trade of Endangered Species (CITES) dan status keterancaman jenis berdasarkan IUCN Red List of Threatened Species. Berikut ini merupakan beberapa cuplikan dari tampilan dan cara penggunaan aplikasi WildScan, selamat mencoba!

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

6


(kiri) Tampilan halaman muka WildScan setelah selesai diinstall.

(kanan) Penyesuaian pengaturan wilayah pelaporan, jika kita berada di Indonesia maka silahkan centang pada kolom South East Asia.

Melakukan pelaporan melalui aplikasi juga harus berhati hati ya kawula muda! WildScan memiliki jendela peringatan yang akan muncul ketika kalian akan melaporkan melalui halaman pelaporan seperti dibawah ini : (kiri) kotak pop-up peringatan ketika masuk ke halaman submit report. (kanan) pilihan metode input foto satwa yang diperdagangkan.

Bagaimana jika saya tidak mengenal jenis yang akan saya laporkan? Tidak yakin akan ketepatan nama jenis yang saya lihat? Aplikasi WildScan memiliki fitur identifikasi jenis bahkan ketika kita belum yakin jenis satwa apakah yang kita ingin laporkan, fitur identify species akan membantu kita dalam melakukan identifikasi satwa atau jika kita sudah mengetahui persis jenis yang ingin kita laporkan .

7

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org


(kiri) kotak pop-up peringatan ketika masuk ke halaman submit report. (kanan) pilihan metode input foto satwa yang diperdagangkan.

Sumber Acuan: 1.

2. 3.

4.

5.

Aminah, Andi Nur. “Ratusan Satwa Liar Diamankan di Pelabuhan Tanjung Priok”. 03 Oktober 2017. http://nasional. republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/17/06/20/oruc1g-ratusan-satwa-liar-diamankan-di-pelabuhan-tanjung-priok. Haken, Jeremy. 2011. Transnational Crime in The Developing World. City :Global Financial Integrity Hidayat, Mcohamad Wahyu. “3 Media Sosial Favorit Pengguna Internet Indonesia”. 03 Oktober 2017. http://tekno. liputan6.com/read/2634027/3-media-sosial-favorit-pengguna-internet-indonesia. Hill, Jacob. “Invasive Species : How They Affect the Environment”. 03 Oktober 2017. http://www.environmentalscience. org/invasive-species. R, Mei Amelia. “Bawa 192 Reptil, Mahasiswa Diamankan di Pelabuhan Priok”. 03 Oktober 2017. https:// news.detik .com/berita /d-3534012/ bawa- 192-reptil-mahasiswa-diamankan-di-pelabuhan-priok.

Setelah mengidentifikasi jenis satwa yang akan dilaporkan kita bisa membuka halaman submit report dan mengikuti alur pembuatan laporan selanjutnya. Setelah submit, laporan akan diterima oleh pihak Freeland. Penasaran kan? Tunggu apa lagi, unduh aplikasi nya sekarang! Selamat mencoba!

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

8


. © Bhisma Gusti

9

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org


TAMU TAMBORA Oleh Putri Diana dan Shafia Zahra Peradaban manusia kini kian canggih. Banyak terobosan baru yang ditemukan dan dikembangkan oleh para ahli, sehingga setiap aspek kehidupan manusia sekarang tidak bisa terlepas dari teknologi, termasuk dalam hal konservasi. Burungnesia merupakan salah satu penggunaan teknologi dalam bidang konservasi yang diprakarsai oleh putra bangsa Indonesia yang wajib kita dukung dan banggakan. Tambora memiliki kesempatan baik untuk dapat berdiskusi dengan Swiss Winnasis, salah satu pelopor penggerak pengamatan burung berbasis citizen science yang juga dikombinasikan dengan teknologi di Indonesia. Yuk simak keseruan diskusi kami!

Apa itu Burungnesia? Di Indonesia, Burungnesia bisa dibilang yang pertama dalam pemanfaatan teknologi dalam bidang konservasi, berbentuk aplikasi yang dapat di download bagi pengguna smart phone berbasis android secara gratis. Aplikasi ini menjadi alat bantu bagi pengamat burung dalam mengumpulkan, menyimpan dan mengelola data lapangan. Selain itu, aplikasi ini adalah media dalam menggalang kekuatan publik / amatir untuk memperkuat gerakan konservasi dan ilmu pengetahuan burung berbasis warga / voluntary. Apa latar belakang Burungnesia?

pembuatan

Indonesia merupakan negara yang sangat luas, hampir 2 juta km2, terdiri dari 13.487 pulau, 6.000 di antaranya tidak berpenghuni. Dengan kondisi geografis seperti itu, Indonesia memiliki kurang lebih 1.600 jenis burung. Di sisi lain, Indonesia masih minim tenaga peneliti profesional, sebut saja LIPI, berapa orang? Litbang, peneliti berbabis kampus, berapa? Apa mungkin mengandalkan mereka dengan kondisi geografis seperti Indonesia? Ini baru burung!

Disisi lain banyak kawasan konservasi kita di bawah naungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kita bisa melihat kondisi di Taman Nasional, hanya terdapat beberapa orang petugas untuk satu kawasan TN. Dengan kondisi hutan kita yang sangat luas, tidak banyak bisa menjaga dengan optimal, tidak banyak yang bisa meneliti dan mengeksplorasi kawasan. Anggaran negara tidak akan cukup untuk menggaji ribuan pegawai lapangan jika ingin kawasan-kawasan itu benar-benar terjaga dan terobservasi dengan baik. Kawasan-kawasan hutan Indonesia, baik yang berstatus kawasan konservasi atau bukan, seperti benda berharga yang berserakan dan tidak terawat. Solusi dari dua masalah diatas dapat dipecahkan dengan mengandalkan citizen science atau dengan melibatkan peneliti amatir dalam dunia konservasi. Salah satu harapannya adalah bagaimana kita menggerakkan komunitas, yaitu publik. Hal tersebut lah yang mendasari pembuatan aplikasi Burungnesia. Sehingga, saat kita terkendala dengan masalah keuangan

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

10


dalam mendata, marilah gotong royong menggunakan aplikasi secara bersama. Dengan prinsip citizen science, semua orang punya akses dan hak menjadi peneliti meskipun terbatas mengamati jenis di lokasi-lokasi tertentu, minimal di area sekitar rumah mereka.

-

Penanggung Jawab, Desain Sistem: Swiss Winnasis

-

Web Developer : Ahmad Yanuar

-

Android App Developer : Dani Mahardika

Pembuatan aplikasi ini terkait dengan ABI (Atlas Burung Indonesia), gerakan yang diinisiasi oleh teman-teman komunitas pemerhati burung untuk memetakan burung di seluruh Indonesia. Setiap bulannya merilis distribusi satu jenis burung. Data dari Burungnesia akan diteruskan ke ABI, karena ABI akan melakukan rilis scientific dari data yang terkumpul. Pihak Burungnesia membantu dalam aplikasi dan hal-hal di belakang layar lainnya (administrasi, server, pemrograman, maintennace, dll).

-

Photo Editor, Administrator : Waskito Kukuh W.

-

Spatial Expert : Nurdin Setyo B.

-

Evaluator : Lutfian Nazar

-

Photo Editor : Arif Budiawan

-

Administrator: Kurnia Ahmadin

Urusan konservasi dan ilmu pengetahuan tidak akan selesai kalau harus mengandalkan negara dan pemerintah, publik (komunitas) harus ambil peran aktif. Sejak kapan burungnesia Diinisiasi oleh siapa?

dibuat?

Burungnesia, dibuat tahun 2016, pertama kali dilakukan rilis (uji coba) pada bulan Juli, 2017. Kemudian, rilis resmi tampil pertama kali di Play Store pada bulan Agustus, 2017. Aplikasi Burungnesia, dibuat oleh tim Birdpacker. Ada pembagian dalam tugas dalam tim, ada yang ada programing, coding, penulis teks panduan field guide, kurasi foto, administrasi, approve user, dsb. Siapa saja yang terlibat dalam pembuatan Burungnesia? Pembuatan aplikasi ini melibatkan banyak pihak yang berkontribusi, yakni sebagai berikut:

11

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

- Kontributor foto: Swiss Winnasis, Ahmad Yanuar, Waskito Kukuh W., Nurdin Setyo B., Arif Budiawan, Alam, Syahputra, Rusman Budi P., Glady Dahmah, Happy Ferdiansyah, Deny Hatief, Edi Sopiyan, Simon Onggo, Daniel budiman, Sandy Gayasih, Asman Adi P., Shaim Basyari, Kiryono, Heru fitriadi,Afwan Fitra, Weldi Purwanto, Hary Susanto, Sigit Yudi N., Bambang Setiawan, M. Hilmi Luwes, Djumadi, Heru Cahyono, Yulia Endah, Ari Hidayat, Koestriadi Nugra P., Haryadi, Ady Kristanto, Bayu Hendra, Daru rain, Muhamad Hasbi, Kurnia Ahmadin, Budi Herawan. - Penulis text : Syahputra, Zahrotun Nisaa, Hary Susanto, Weldi Purwanto, Asman Adi P., Kurnia Ahmadin, Sigit Yudi N., Edi Sopiyan, Ari Hidayat, Daru Rain, Waskito K.W., Nurdin S. Budi, Ahmad Yanuar, Arif Budiawan, Swiss Winnasis, Lutvian Nazar. Bagaimana cara pengolahan data dari aplikasi Burungnesia? Data yang diperoleh dari aplikasi Burungnesia dalam bentuk titik ordinat lokasi akan di teruskan ke ABI dan diolah lebih lanjut. Data akan diolah dalam ben-


tuk grid bujur sangkar (1 x 1 km). Ada sekitar 14000 grid di seluruh Indonesia. Selain itu dengan file raw data yang digunakan telah terstandardisasi sehingga dapat meminimalisir kesalahan. Misalnya, sudah ada autofilling untuk nama burung, nama ilmiah, jadi tidak ada salah ketik saat input data. Bagaimana sistem kerja mode offline pada pengoperasian aplikasi Burungnesia? Namanya offline, berarti tanpa jaringan data. Karena aplikasi ini merupakan tools lapangan. Saya yakin ketika teman-teman ke lapangan, apalagi ke hutan seperti Kalimantan, Maluku, saya yakin sulit mendapat sinyal. Sehingga di buat kompatibel untuk status offline, dengan syarat GPS pada hp tetap menyala. Selama GPS menyala, data di Burungnesia dapat di pakai. Data yang disimpan di Burungnesia tersimpan di memori perangkat HP. Jadi ketika sudah mendapat sinyal internet, langsung disubmit dan akan tersimpan di server, aman. Jadi kondisi apapun bisa di pakai, dengan syarat utama pada saat penggunaan pertama kali harus online karena ada beberapa data penting, sebagai dasar yang harus di download di aplikasi agar dapat digunakan di status offline. Prestasi apa saja yang sudah dicapai oleh Burungnesia? Sejak awal Burungnesia tidak pernah memblow up aplikasi ini ke publik, diluar komunitas Burung. Jadi kita tidak pernah membuat press release ke media, mengundang wartawan. Karena hal ini merupakan urusan ilmiah, jadi tidak bisa semua orang diterima masuk begitu saja. Tidak semua yang melakukan registrasi kita terima. Kita harus paham kemampuan orang tersebut dalam melakukan identifikasi burung, agar data tidak terlalu melenceng jauh terkait validitasnya. Sampai akhir Agustus, aplikasi ini sudah di download oleh 1700 lebih pengguna, yang melakukan registrasi sekitar 925 orang dan yang mengirim data di burungnesia sekitar

200 an user. 1 user biasanya dapat mewakili 5-6 orang, karena biasanya saat melakukan pengamatan tidak dilakukan sendiri, melainkan berkelompok yang diwakili oleh satu akun user. Jadi kalau saya perkirakan, data yang masuk ke Burungnesia sudah melibatkan 1000 – 2000 orang. Dari sekian banyak orang yang mengirim data, kami sudah mendapatkan sekitar 19000 raw data mulai dari Sumatra (Aceh) sampai Papua sudah ada datanya. Dalam rentang waktu satu tahun saya rasa hal tersebut sangat membanggakan. Kita pernah membuat infografis pada tahun 2016, ada 1000 lokasi titik observasi, kalau sekarang mungkin sudah mencapai 1500 titik lokasi pengamatan. Ada 700an jenis burung yang tercatat, ada lebih dari 80 ribu jumlah individu yang terhitung dalam raw data. Untuk tahun ini datanya belum di rekap. Apakah sudah efektif pemanfaatan data oleh user Burungnesia? Sejak awal dalam FAQ aplikasi sudah dijelaskan bahwa data kita open, karena data bukan punya Birdpacker, bukan punya saya, tapi ini milik publik, jadi kalau ada yang membutuhkan data tersebut pasti akan diberikan. Sempat ada beberapa mahasiswa, ada yang dari UNPAD, UI dan IPB/ITB yang akan meneliti burung, membutuhkan data burung, misalnya list jenis burung di Jakarta. Dari Tim Burungnesia sangat welcome, dengan syarat mengirimkan surat pengantar resmi dari Universitas yang menjelaskan bahwa mahasiswa/i yang bersangkutan benar akan penelitian mengenai burung dan membutuhkan data dari Burungnesia. Karena kita harus hati-hati, jangan sampai nanti ada pemburu yang menyamar menjadi mahasiswa / NGO dan menyalahgunakan data tersebut, kan bahaya. Burungnesia akan mendapat feedback berupa pencantuman sitasi dalam penulisan ilmiah dari pihak yang meminta data. Kendala yang paling berat dalam pembuatan Burungnesia dan pengoperasiannya hingga saat ini?

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

12


Karena kita tim, kendala paling berat mungkin pada saat update daftar panduan lapangan. Kita harus menulis teks yang cukup panjang dan tidak bisa sembarangan. Karena takutnya diacu oleh banyak orang, kalau salah ada tanggung jawab scientific dan moralnya. Jadi, kita harus hati – hati. Kalau pemeliharaan data nya tidak masalah, yang penting servernya tidak down. Beberapa kali servernya down, tapi sejauh ini masalah teknis dapat diatasi.

taksa lain, komunitas di luar burung, seperti herpet, atau kupu-kupu yang membutuhkan soft coding akan diberikan free kalau tujuannya berbasis voluntary dan tidak untuk komersil, tinggal diedit sesuai kebutuhan taksanya. Sejauh ini sudah ada dari herpet, tetapi sepertinya belum optimal dimanfaatkan oleh komunitas pengamat herpet.. Soft coding akan diberikan dengan term and condition yang tidak memberatkan, tetapi untuk menjaga nilai-nilai konservasi dan ilmu pengetahuan agar tidak melenceng jauh. Silahkan menghubungi Saya.

Menurut Mas Swiss, seberapa penting penggunaan teknologi dalam bidang konservasi?

Pesan apa yang ingin disampaikan kepada para konservasionis di Indonesia

Teknologi sudah tidak dapat dibilang penting atau tidak penting tetapi sudah harus. Teknologi sekarang sudah menggunakan microchip, kalau dahulu kita bawa kamera, sudah gede, berat, dan merepotkan. Kalau sekarang kan tidak, dengan membawa seperangkat Hp sudah banyak tools kebutuhan pencatatan lapangan, seperti kamera, notes, perekam suara, GPS, geo tagging sudah komplit. Kita sudah tidak punya alasan lagi untuk tidak memanfaatkan teknologi dalam konteks burung. Sedangkan dalam konteks konservasi, teknologi sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Harapan kedepannya dari konservasi dan penggunaan teknologi Harapannya adanya sinergi dari otoritas negara sebagai pengelola kawasan hutan, penegak hukum dalam konteks law and punishmentnya, kampus dan tenaga penelitian sebagai otoritas scientificnya juga support publik yang harus sinkron. Karena konservasi tanpa adanya sinergi sangat susah. Penting adanya sinergitas karena ketika komunitas masyarakatnya mendukung konservasi dengan sangat baik, tetapi tidak ada kampus yang masuk ataupun peneliti/LIPI, sangat di sayangkan. Begitupun jika dinas atau pemerintahan tidak memberikan dukungan, misalnya melalui dana atau apapun sangat disayangkan. Harapan lainnya, kalau ada pemerhati

13

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

Ga usah lama-lama, segera buka Play Store download Burungnesia, registrasi dan kirim data. Pergi keluar, pergi dari rumah, pergi ke kampus, pergi ke pojok hutan, ke ladang, ke sawah, dll, lihat burung, amati, catat di Burungnesia. Semakin banyak data yang terkumpul, semakin cepat bagi kita menyelesaikan salah satu PR konservasi burung di Indonesia, semoga menginspirasi taksa lainnya juga. Swiss Winnasis adalah pria lulusan Fakultas Kehutanan UGM dan kini aktif sebagai salah satu Pengendali Ekosistem Hutan atau PEH di Taman Nasional Baluran. Menulis 3 buku tentang burung dan ikan karang TN. Baluran. Salah satu sukarelawan di Birdpacker.


Aktivitas Tambora Yuk! Intip Keseruan Pelatihan R Bersama DR. Aaron di Makassar Š Sheherazade Suasana pelatihan kelas R bersama Dr. Aaron

Makassar, 5 Agustus 2017. Tambora bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin telah selesai mengadakan Pelatihan Statistik R. Pelatihan ini diberikan oleh Dr. Aaron Gove, adjunct lecturer di Curtin University dan peneliti senior di Astron Environmental services. R sendiri adalah perangkat lunak statistik yang sekarang sudah banyak digunakan untuk analisis data hasil penelitian, termasuk di bidang ekologi dan konservasi. Selama tiga hari, yaitu dari tanggal 2 hingga 4 Agustus 2017, lima belas peserta dari berbagai instansi mempelajari cara menggunakan perangkat lunak R untuk menganalisis dan memvisualisasikan data. Kali ini, pelatihan berfokus pada pengolahan data ekologi, kehutanan, pertanian, dan konservasi. Beberapa contoh materi yang diajarkan seperti mengekstrak data, pembuatan boxplot, uji anova, uji t, dan penggunaan paket ‘vegan’. Peserta sangat antusias mengikuti pelatihan

yang baru pertama kali diadakan di kawasan Indonesia Timur. Peserta merupakan mahasiswa, peneliti dan praktisi muda. Selain itu, agar ilmu yang diperoleh selama pelatihan bisa disebarkan kepada mahasiswa-mahasiswa lainnya, beberapa dosen juga mengikuti pelatihan statistik R. Untuk Tambora sendiri, pelatihan ini merupakan pelatihan pertama di kawasan Indonesia Timur. Memahami statistik dan mempunyai skill untuk mengoperasikan R sangat penting bagi para peneliti dan konservasionis muda. Statistik yang reliable sangat krusial untuk publikasi ilmiah. Lebih penting lagi, hasil penelitian harus dianalisis dengan tepat karena hasil inilah yang berikutnya akan digunakan dalam menentukan kebijakan dan mendesain program konservasi. Dengan latar belakang ini, selain di Makassar, Tambora juga mengadakan Pelatihan Statistik R yang serupa di Yogyakarta pada tanggal 9-11 Agustus 2017.

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

14


15

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org


. © Achmad Ridha ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

16


©Ganjar Cahyadi 17

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org


EVENTS Seed Grant Program Siap Mendanai Penelitian Kamu! Batas aplikasi : 1 November 2017

Halo sobat Tambora!

Link

Punya projek berkaitan dengan spesies yang keberadaannya di alam sangat terancam? Atau sudah ada rencana projek dan butuh dukungan dana? Amphibian Ark membuka lowongan Seed Grant program ke-9 dengan pendanaan sampai 50 juta rupiah lho!

http://www.tamboramuda.org/2017/08/seed-grant-program-siap-mendanai.html http://www.amphibianark.org/about-us/aark-activities/aark-seed-grant/

Kuliah Online “Strategi Restorasi Hutan Tropis” Kembali Digelar! Batas aplikasi : 1 November 2017 Link https://yalesurvey. qualtrics.com/jfe/form/ SV_dapqW4nWqS7PgnH http://elti.yale.edu/events/ strategies-tropical-forestrestoration-indonesian-1 Kontak arbainsyah.ins@gmail.com

Environmental Leadership & Training Initiative (ELTI), sebuah inisiatif capacity building dari Yale University, USA, didukung oleh Yayasan Arcadia saat ini membuka pendaftaran untuk kursus online berbahasa Indonesia dengan topik “Strategi Restorasi Hutan Tropis”. Kursus ini sangat bermanfaat untuk mahasiswa, praktisi maupun profesional yang ingin mengingkatkan pengetahuan tentang ekologi dan restorasi hutan, serta teknik-teknik yang diperlukan untuk mengimplementasikannya pada bentang alam multi-guna di wilayah tropis Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Dalam kesempatan ini, ELTI memberikan beasiswa penuh dalam nilai US $1,300/peserta untuk 25 orang yang akan diterima menjadi peserta setelah melewati proses seleksi.

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

18


©Azhar Muttaqin 19

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org


MEET ERUPSI TEAM:

Ridha

Azhar

Nuy

Zahra

Arieh

©Chairunas Adha Putra ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org

20


Mari bergabung dalam jaringan Tambora, kunjungi

www.tamboramuda.org

Tambora Muda @tamboramuda

21

ERUPSI Vol 16 | www.tamboramuda.org


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.