ERUPSI Vol 17: Desember 2017

Page 1

Leucopsar rotshchildi ©Zahrah Afifah

ERUPSI Volume 17 | Desember 2017

KONSERVASI X BUDAYA GAYA HIDUP

&

Warna-warni Pendidikan Konservasi di Indonesia Sheherazade & Arista Setyaningrum

ERUPSI Vol 13 17 | www.tamboramuda.org

1


Cemara Kecil, Karimunjawa ©Azhar Muttaqin

KONTEN

GORESAN TAMU TAMBORA SOSOK Q&A EVENT FUNDING TRAINING JOB VACANCY

2 29 38 40 43 44 45 45

Odorrana hosi©Ganjar Cahyadi 1

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


GORESAN Warna-warni pendidikan konservasi di Indonesia Sheherazade1 dan Arista Setyaningrum2 1

Mahasiswa S2 Departemen Ekologi dan Satwa Liar, University of Florida; sheherazade.jayadi@gmail.com 2

Pendidikan konservasi masih belum menjadi prioritas dalam upaya konservasi biodiversitas di Indonesia. Padahal pendidikan konservasi sangat krusial untuk menciptakan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi dan alam. Kesadaran ini akan meningkatkan dukungan dan keterlibatan masyarakat dalam konservasi, bahkan mereka dapat menjadi pemeran utama, sekaligus mengurangi konflik manusia dan satwa yang sering terjadi. Untuk itu, mari kita belajar warna-warni pendidikan konservasi di Indonesia dari lembaga dan program berikut. Aliansi Konservasi Tompotika (AlTo) adalah yayasan LSM konservasi yang bekerja di kawasan kepala burung Tompotika, kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah untuk melindungi hewan-hewan yang sedang terancam punah dan hutan sebagai habitat mereka. Selain monitor dan survei populasi

Education and field facilitator, PILI green-network; setyaningrumarista@gmail.com

hewan hingga patroli perburuan, AlTo merupakan salah satu lembaga konservasi di Indonesia yang memprioritaskan pendidikan konservasi melalui program kampanye kesadarannya. AlTo percaya bahwa sukses jangka panjang upaya konservasi bergantung pada masyarakat yang mengenal dan menghargai warisan alam. Kampanye kesadaran AlTo dilakukan setiap minggu ke sekolah-sekolah (SD-SMA) di seluruh kawasan kepala burung Tompotika, Kabupaten Banggai. Staf AlTo menjelaskan mengenai materi konservasi yang sedang menjadi tema semester itu, seperti burung Maleo, penyu, kelelawar, atau hutan, kurang lebih 30 menit. Dengan bantuan poster yang menarik dan cara penyampaian materi yang penuh dengan humor, membuat kegiatan kampanye kesadaran AlTo selalu ditunggu dan disenangi oleh para murid. Kampanye kesadaran ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

2


diakhiri dengan pembagian stiker (terbuat dari kertas daur ulang) bergambar burung Maleo dan bertuliskan pesan singkat: Selamatkan Maleo, jangan ambil telur atau dagingnya. Jumlah sekolah yang dikunjungi oleh AlTo setiap bulannya sekitar 30 sekolah dengan lebih dari 1000 murid. Bayangkan selama beberapa tahun berapa jumlah murid yang telah mengikuti kegiatan kampanye kesadaran ini? Kalau kamu berkunjung ke kawasan tempat AlTo ada, kamu akan sering menemukan stiker Maleo atau penyu tertempel di pintu atau jendela rumah warga. Selain kampanye kesadaran, AlTo juga melakukan kegiatan lain untuk target yang berbeda. Ini sangat cerdas. Pendidikan konservasi bukan serta merta datang dan menjelaskan mengenai pentingnya alam dan hewan-hewan. Program pendidikan konservasi membutuhkan perencanaan yang matang, mulai dari memahami demografi masyarakat, sikap dan pendapat mereka tentang konservasi, hingga hal-hal yang mereka peduli dan menurut mereka menarik. Informasi ini sangat penting untuk merancang program pendidikan konservasi yang tepat. Untuk masyarakat secara keseluruhan, AlTo mengadakan festival konservasi setiap tahunnya untuk merayakan konservasi dan keterlibatan masyarakat dalam upaya perlindungan maleo dan penyu. Festival berlangsung sekitar satu minggu dan diadakan di enam desa. Di desa, kegiatan semacam ini menjadi hiburan (berhubung di desa hiburan sangat jarang), sehingga mereka sangat senang dan menyambut kegiatan ini. Kegiatan yang penuh humor, asik dan

3

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

Gambar 1. Staf AlTo menjelaskan ‘Kenapa harus peduli dengan burung Maleo?’ kepada murid SD


mendidik, seperti musik dan drama konservasi, juga sangat menarik minat masyarakat untuk datang. Seni Akhir kampanye, Para murid menjadi elemen utama dalam festival AlTo. Gambar 2.

sedang mengangkat stiker Selamatkan Penyu

Salah satu dampak positif dari upaya pendidikan konservasi ini adalah penurunan perburuan telur burung Maleo. Dahulu, telur burung Maleo masih sering dijual di jalan-jalan desa, sekarang menemukan satu pun sangat sulit. Kalau kamu berkunjung ke daerah Tompotika dan berencana membeli telur Maleo, anak kecil hingga yang sudah tua, akan berkata “So te ada tolor maleo, so dilarang itu� (telur maleo tidak ada yang jual lagi, sudah dilarang). Hebat bukan? Tempat bertelur burung Maleo di Libuun, Desa Taima, menjadi tempat terbaik untuk konservasi in situ maleo di Sulawesi. Perburuan telur maleo yang dulunya banyak di tempat ini, sekarang sudah tidak ada. Konsorsium UNILA-PILI (Universitas LampungYayasan Pusat Informasi Lingungan Indonesia) melalukan pendidikan konservasi di Desa Pesanguan, yaitu sebuah desa penyangga kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Di desa ini kawasan hutan hujan dataran tinggi terpenting Sumatra hanya berjarak sejengkal. TNBBS sejak 2004 ditetapkan UNESCO sebagai The Tropical Rainforest Heritage of Sumatera yang berarti kelestariannya adalah sebuah harta dunia. Pandangan dunia tentang kawasan konservasi ini sangat tinggi namun berbanding terbalik dengan pemahaman masyarakat awam di sekitarnya. Banyak

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

4


masyarakat yang menganggap hutan harus diman- Gambar 3. faatkan secara maksimal tanpa memperhitungkan kerusakan habitat yang terjadi sehingga ditemukan Drama burung beberapa lokasi perambahan. Ada ­beberapa alasan Festival AlTo masyarakat merambah kawasan taman nasional salah satunya adalah ketidaktahuan akan fungsi ekosistem dan status kawasan. Upaya untuk merehabilitasi hutan dilakukan dengan restorasi berbasis masyarakat yang mana masyarakat terlibat aktif mulai dari perencanaan hingga monitoring. Sembari merehabilitasi hutan yang rusak, masyarakat diberi edukasi tentang pentingnya hutan, ekosistem, kelestarian alam dan hal-hal berbau konservasi lainnya. Memberi edukasi tidak melulu berbentuk seminar atau kelas, banyak makna tentang konservasi yang tersampaikan sembari minum kopi di pelataran atau sembari menonton tv. Mulai dari orang tua sampai anak-anak adalah target dari pendidikan konservasi. Terus menerus masyarakat diingatkan akan pentingnya kelestarian alam sehingga muncul kesadaran dalam diri mereka sendiri untuk menjaga lingkungan tempat tinggal mereka. Jika orang tua lebih luwes diajak ngobrol sambil ngopi, anak-anak membutuhkan lebih banyak energi. Pendidikan konservasi diberikan sembari bermain.

5

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

Maleo

di


Menciptakan permainan-permainan sederhana yang menarik minat mereka akan lingkungan. Untuk lebih mencapai target yang lebih luas, pendidikan konservasi untuk anak-anak melibatkan Dinas pendidikan melalui sekolah SD dan SMP Pesanguan. Setiap Sabtu mereka mendapat tambahan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan konservasi yang dikemas dengan permainan dan pembelajaran kreatif. Di luar jam pelajaran mereka diajak melakukan perawatan langsung di demplot koleksi tanaman restorasi di wilayah Resor Way Nipah TNBBS. Dengan antusias mereka mencocokkan jenis tanaman dengan buku identifikasi. Tak berhenti di jenis tumbuhan, mereka diajak juga untuk melakukan pengamatan burung dan serangga. Reaksi-reaksi lucu anak-anak saat pertama menyentuh teropong dan berhasil mengidentifikasi jenis tanaman dan hewan sangat istimewa. Ekspresi bahagia dan takjub dengan apa yang mereka lakukan sendiri, sebenarnya yang mereka lihat bukanlah jenis baru yang baru pertama kali mereka lihat namun kali ini mereka mengetahui namanya, ciri-cirinya dan fungsinya adalah sesuatu yang baru bagi mereka. Anak-anak adalah generasi penerus yang akan melanjutkan kehidupan di desa ini, pada merekalah Kegiatan edukasi nantinya setiap usaha konservasi akan dilanjutkan. Gambar 4.

Konsorsium UNILA-PILI

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

6


Jika saat ini orang tua berhasil berhenti menebang kayu di hutan dan menanam kembali hutan yang rusak, merekalah nantinya yang akan terus merawat, menjaga dan menjamin hutan itu akan pulih kembali. Kedua lembaga dan program ini memberi contoh yang baik dan menjadi inspirasi untuk dapat diikuti oleh lembaga konservasi lain di Indonesia, atau bahkan kamu, konservasionis muda, sebagai individu. Misalnya, kamu bisa memasukkan kegiatan edukasi sebagai bagian penting dalam penelitian kamu. Di awal penelitian, kamu bisa menjelaskan mengenai penelitian yang kamu lakukan, pentingnya apa sih, kepada masyarakat. Akan sangat lebih baik kalau selama penelitian kamu tinggal bersama masyarakat karena selagi kamu penelitian kamu bisa dekat dan secara tidak langsung memberikan edukasi. Di akhir penelitian, kamu bisa membuat poster sederhana mengenai apa yang kamu temukan dari penelitianmu. Masyarakat sangat tertarik loh. Mereka punya rasa penasaran yang tinggi, seperti kita! Pendidikan konservasi tidak hanya penting, tetapi juga sangat asyik.

Gambar 5. Kegiatan edukasi Konsorsium UNILA-PILI

7

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


Anak-anak adalah generasi penerus yang akan melanjutkan kehidupan di desa ini, pada merekalah nantinya setiap usaha konservasi akan dilanjutkan ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

8


GORESAN Konservasi di Era Digital : Citizen Science Ahmad Baihaqi1 dan Putri Diana2 1 Education& Outreach Yayasan KEHATI; Mahasiswa Prodi Magister Biologi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Nasional; BScC Indonesia; baihaqifabiona5@gmail.com

Research assistant, Urology Department, RSCM; Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI; putridiana93@gmail.com

2

website. Saat ini, penggunaan internet dan GIS (Geographic Information System) memungkinkan citizen scientist mengumpulkan data ekologi, berbasis data lokasi dan mengirimkannya secara elektronik ke database pusat. Meningkatnya perkembangan dan penggunaan ponsel pintar juga menyebabkan revolusi dalam perkembangan citizen science. Penggunaannya yang mudah, memiliki banyak kemampuan teknologi pintar, seperti kemampuan GPS (Global Positioning System), memungkinkan citizen science lebih mudah dalam tagging lokasi pengamatan. Selain itu, ponsel pintar merupakan teknologi mobile, yang membantu citizen science untuk memasukkan data ketika koleksi data dilakukan, Website pun telah menjadi andalan dalam dan memudahkan untuk mensubmit foto perkembangan citizen science. Hampir hasil pengamatan (Dickinson et al., 2012; semua proyek terkait citizen science memiliki Roy et al., 2012) situs web untuk mempromosikan dan men- Apa yang Dimaksud dengan Citizen jelaskan proyek yang dijalankan. Sebagian science? besar data yang dikoleksi, dibagikan melalui Kemajuan teknologi dalam komunikasi terutama internet, selama dekade terakhir merupakan salah satu alasan berkembangnya citizen science. Peluang yang diberikan oleh perkembangan tersebut, sangat menarik dan memungkinkan terjadinya inovasi (Roy et al., 2012 ). Mungkin tidak disadari, bahwa beberapa kegiatan yang sering dilakukan oleh masyarakat seperti: mengamati, memotret, mencatat dan membagikan ke dalam bentuk tulisan di blog mengenai keanekaragaman hayati disekitar kita, seperti di lingkungan rumah, sekolah, kampus, taman, serta ruang terbuka hijau (RTH) lain, merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seorang citizen scientist.

9

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


Pada bulan Juni 2014, istilah citizen science masuk ke dalam Oxford English Dictionary (OED). Hal ini merupakan berita bagus bagi para peserta, praktisi, dan pendukung perpaduan antara penelitian ilmiah dan pendidikan sains. Terlebih lagi, definisi OED sesuai dengan yang mereka inginkan, yang secara tidak resmi menentukan istilah citizen science sejak penggunaannya secara luas pada pertengahan tahun 1990-an. OED menyatakan bahwa citizen science adalah kata benda yang mengacu pada “karya ilmiah yang dilakukan oleh anggota masyarakat umum yang seringkali bekerjasama dengan atau di bawah arahan ilmuwan profesional dan institusi ilmiah. Praktisi sains mungkin lebih menyukai definisi tersebut, akan tetapi lebih memilih definisi yang lebih spesifik, seperti definisi citizen science menurut Program Development and Evaluation kelompok di Cornell Lab of Ornithology, yaitu sebagai “Keterlibatan sukarelawan dan profesional dalam penelitian kolaboratif untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah baru.� Awal Mula Citizen science Penggunaan istilah citizen science muncul pada tahun 1994 dari tenaga pendidik di Lab of Ornithology ketika memikirkan nama untuk Lab (Cornell Lab), mengumpulkan kumpulan proyek Lab yang berkembang pesat meliputi jumlah individual data yang berfokus pada burung (Bonney, 1996). Dimulai pada tahun 1960-an dengan Nest Record Card Program, proyek-proyek ini dirancang untuk mengumpulkan data yang akan membantu peneliti mempelajari biologi dan ekologi burung di Amerika Utara. Proyek tersebut dibangun berdasarkan tradisi keterlibatan masyarakat dalam penyelidikan sejarah alam yang dimulai sejak abad ke-17 (Miller-Rushing et al., 2012). Citizen science Saat Ini Terdapat tiga bentuk citizen science yang berkembang saat ini. Bentuk pertama adalah citizen science, istilah tersebut sering digunakan untuk mendeskripsikan proyek untuk volunteer yang sebelumnya sudah atau belum menerima training sebagai peneliti, koleksi data dapat digunakan untuk mengatur riset sains. Saat Cornell Lab of Ornithology mulai menggunakan istilah tersebut, upaya pengumpulan data publik relatif sedikit jumlahnya. Sebagian besar proyek yang ada hanya terfokus pada pemantauan kualitas air di danau dan sungai. Dua puluh tahun kemudian, proyek pengumpulan data yang dilakukan oleh volunteer berjumlah ribuan bahkan ratusan ribu peserta. Proyek yang dijalankan oleh citizen science meliputi banyak bidang, mulai dari dari burung di daerah urban hingga arktik, penyebaran spesies tanaman invasif, dan dari kualitas air hingga polusi suara. Beberapa proyek didorong untuk menghasilkan sebuah hipotesis atas sebuah pertanyaan penelitian atau gejala alam melalui proses pengumpulan data.

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

10


Dalam Lost Ladybug Project, partisipan di seluruh Amerika Serikat kepik dan mengunggah foto tersebut ke website proyek. Foto tersebut memungkinkan ahli entomologi Universitas Cornell melacak distribusi dan kelimpahan spesies kepik, termasuk beberapa spesies yang sangat langka. Selain itu, proyek lainnya, JellyWatch, yang diselenggarakan oleh Monterey Bay Aquarium, menghimbau bagi siapapun yang melihat ubur-ubur, cumi-cumi, atau organisme khas pantai atau laut, untuk dapat mengunggah informasi dan foto biota tersebut ke dalam website resmi proyek. Laporan ini membantu para ilmuwan mengeksplorasi potensi penyebab terjadinya ledakan populasi ubur-ubur, memeriksa efek pada ekosistem laut, dan mengidentifikasi konsekuensi dari aktivitas pariwisata, industri, dan perikanan. Selain itu, untuk CoCoRahs (Community Collaborative Rain, Hail, dan Snow Network), partisipan di seluruh negeri memantau jumlah dan waktu curah hujan yang terjadi di tempat tinggal mereka. Informasi yang mereka kumpulkan dapat membantu menilai bahaya yang ditimbulkan oleh meningkatnya tingkat aliran sungai. Nilai ilmiah dari jenis proyek citizen science adalah menghasilkan pengetahuan baru dengan mengumpulkan dan menganalisis data dalam jumlah yang besar serta mudah diukur dengan jumlah publikasi yang berkembang pesat berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh relawan. Ringkasan keadaan saintifik untuk penelitian tentang ekologi disediakan oleh (Dickinson et al., 2012) dan daftar makalah sains yang diterbitkan tersedia di www.citizenscience.org . Perkembangan internet juga telah memungkinkan bentuk kedua dari citizen science, yaitu crowdsourcing. Pada tahun 2007, misalnya, sebuah proyek bernama Galaxy Zoo mulai mendaftarkan masyarakat untuk mengklasifikasikan gambar ruang yang ditangkap oleh Teleskop Luar Angkasa Hubble. Pada tahun pertama proyek ini, lebih dari 150.000 orang mengklasifikasikan lebih dari 50 juta gambar, sebuah tugas yang tidak akan pernah dapat dicapai para ilmuwan dengan sendirinya. Proyek citizen science yang berfokus pada transkripsi data, manajemen, dan interpretasi cepat menjadi popular, karena proyek baru dikembangkan untuk mengeksplorasi permukaan bulan, model iklim bumi menggunakan historic ship logs, dan untuk menjelajahi dasar laut. Peserta dalam proyek ini, walaupun tidak mengumpulkan data mereka sendiri, berkontribusi pada penemuan ilmiah dengan membantu menganalisis data yang tidak dapat dikelola dengan baik. Seperti pengumpulan data proyek citizen science, transkripsi data dan proyek klasifikasi juga menghasilkan makalah ilmiah dalam jumlah yang besar. Proyek pengelolaan data yang dijalankan oleh Citizen science Alliance, sekarang telah menghasilkan lebih dari 50

11

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


www.citizenscience.org

www.cocorahs.org

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

12


artikel yang diulas oleh masyarakat tentang berbagai topik, mulai dari galaksi hingga samudra (Smith et al., 2013). Jenis ketiga dari citizen science berfokus pada proyek berbasis masyarakat dengan penekanan regional atau lokal. Sering disebut “Community science”, proyek dalam kategori ini melibatkan data yang dikumpulkan oleh Komite namun biasanya memiliki tujuan untuk pengelolaan lingkungan atau ekokultural. Sering dikembangkan oleh anggota masyarakat yang menghubungi ilmuwan untuk mendapatkan bantuan, proyek berbasis masyarakat dapat menghasilkan hasil yang bagus. Misalnya, Proyek Indikator Lingkungan, Oakland Barat memberdayakan orang-orang yang tinggal di lingkungan yang sangat miskin untuk mengumpulkan data kualitas udara dan data kesehatan yang mendokumentasikan tingkat polusi udara mempengaruhi penduduk setempat (Proyek Indikator Lingkungan Oakland Barat 2013). Namun konsep lain tentang citizen science digambarkan oleh Alan Irwin dalam bukunya 1995 Citizen science: A Study of People, Expertise, and Sustainable Development. Berbeda dengan definisi citizen science sebagai keterlibatan relawan dan profesional dalam penelitian kolaboratif, tujuan citizen science yang dijelaskan oleh Irwin untuk membawa publik dan sains semakin dekat, untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya “citizen science” yang lebih aktif, dan untuk melibatkan masyarakat lebih dalam dalam isu-isu yang berkaitan dengan risiko dan ancaman lingkungan. Citizen science di Indonesia Citizen science di Indonesia sudah mulai terlihat berkembang sejak tahun 2014. Terdapat beberapa kegiatan dan gerakan yang mengajak anggotanya untuk menjadi seorang citizen scientist. Mengenalkan pada masyarakat bahwa kita semua, baik awam maupun seorang yang ahli bisa membantu mendata dan menyebarkan informasi dalam aspek keanekaragaman hayati Indonesia. Terdapat beberapa contoh citizen science telah berkembang di Indonesia, baik dalam bentuk sebuah gerakan, kegiatan yang datanya dibagikan dalam web dan perkembangan pesatnya melalui penggunaan aplikasi yang dapat di download melalui App Store. Berikut merupakan penjelasan dari beberapa perkembangan citizen science di Indonesia. ●

Biodiversity Warriors

Biodiversity Warriors (BW) adalah gerakan anak muda yang diinisiasi oleh Yayasan KEHATI untuk melakukan perubahan dengan menjadi ksatria penyelamat dan penjaga keanekaragaman hayati di Indonesia. Gerakan yang merangkul anak muda untuk memopulerkan keanekaragaman hayati, baik dari sisi keunikan, manfaat, potensi, serta pelestariannya melalui aksi nyata di lapanganan dan dunia maya

Cinnamon

13

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


berbasis web. Gerakan ini mendorong anak muda dengan rentang usia 17 – 30 tahun untuk mendaftarkan dirinya dan bergabung di laman resmi www.biodiversitywarriors. org. Saat diluncurkan pertama kali, 18 Juni 2014 sebanyak 25 mahasiswa terpilih dari lima Perguruan Tinggi (Universitas Nasional, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan Institut Pertanian Bogor) menjadi perintis gerakan BW. Setelah 3 tahun berjalan, 1.808 warriors telah terdaftar menjadi anggota. Terdapat hadiah bagi warrior yang aktif menggunakan fitur yang terdapat dalam web dengan mengunggah jurnal kegiatan (dalam bentuk artikel, foto, atau video), serta mengisi katalog popular keanekaragaman hayati. Dengan menggunakan sistem poin, warrior yang dapat mengumpulkan 1.000 poin dapat mengikuti seleksi untuk mengikuti kegiatan petualangan yang diadakan oleh Yayasan KEHATI. Sebanyak 10 orang Biodiversity Warriors terpilih akan berpetualang ke daerah-daerah yang memiliki kekayaan atau keunikan keanekaragaman hayati. Luweng Jomblang, Taman Nasional Way Kambas, Ekowisata Mangrove Pandan Sari merupakan lokasi petualangan di tahun pertama hingga tahun ke tiga. Warrior yang terpilih mengikuti journey akan mendapat pelatihan mengenai biodiversitas, konservasi, jurnalistik dan fotografi dari ahlinya. Selain itu, para warriors juga dapat saling berbagi pengalaman kepada para pemuda dan masyarakat setempat untuk mengenalkan dan melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia. Tidak hanya itu, setelah mengikuti journey, para warriors diharapkan dapat menerapkan kegiatan tersebut di daerahnya tempat tinggalnya. Selama tiga tahun berjalan, sudah cukup banyak kegiatan yang dilakukan oleh BW yang berkolaborasi dengan komunitas pegiat lingkungan bahkan instansi pemerintah, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI), NGO (Non-Governmental Organization) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sekolah alam, kelompok pecinta alam, baik di sekolah maupun di kampus, kelompok pengamat keanekaragaman hayati di kampus, dan media massa. Kegiatan tersebut diantaranya: petualangan, kegiatan Cap(Na)ture serentak di 10 kota di Indonesia, termasuk di Jakarta dan Purwokerto, Biodiversity warriors Go To School, Small Grant Project (SGP), partisipasi dalam kegiatan Eco Music Camp, kemah Keanekaragaman Hayati, Global Tiger Day Campaign, Festival Panen Raya Nusantara (PARARA), Festival Desa, dan Hello Nature. Kegiatan Cap(Na)ture yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2015, berhasil menerbitkan sebuah buku berjudul “Geledah Jakarta, Menguak Potensi Keanekaragaman Hayati Ibu Kota”, dan hasil pengamatan tersebut yang berupa data

n-banded Kingfisher ©Achmad Ridha Junaid ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

14


burung, kupu-kupu, herpetofauna, dan jamur dipublikasi dan dipresentasikan secara oral dalam Seminar Nasional Biologi yang diadakan oleh Fakultas Biologi Universitas Nasional. Sampai saat ini, BW sudah berhasil menulis dan menerbitkan tiga buah buku. Pada tahun 2015, bekerjasama dengan Komunitas Peta Hijau Jakarta, Fakultas Biologi Universitas Nasional (UNAS), BScC Indonesia, Jakarta Birdwatcher Society (JBS) dan Indonesia Wildlife Photography (IWP) menyusun buku Geledah Jakarta, Menguak, Potensi Keanekaragaman Hayati Ibu Kota. Pada tahun 2017, bekerjasama dengan Chevron, Pondok Pesantren Ekologi Ath-Thaariq, dan Fakultas Biologi Universitas Nasional (UNAS) menyusun buku Tumbuhan Obat dan Satwa Liar: Keanekaragaman Hayati di Lingkungan Pondok Pesantren Ekologi Ath-Thaariq, Garut, Jawa Barat. Masih di tahun 2017, bekerjasama dengan Prodi Magister Biologi, Sekolah Pascasarjana dan Fakultas Biologi Universitas Nasional, Pertamina EP Asset 3 Tambun Field, Komunitas Alipbata dan Save Mugo menyusun Potensi Keanekaragaman Hayati Muara Gembong (2017). Saat ini, BW bekerjasama dengan Rumah Sakit Kanker Dharmais, Prodi Magister Biologi, Sekolah Pascasarjana dan Fakultas Biologi Universitas Nasional sedang menyusun buku Upaya Menuju Green Hospital melalui Program Keanekaragaman Hayati di Lingkungan Rumah Sakit Kanker Dharmais. Di samping itu, pada tahun 2015, BW bekerjasama dengan Mahasiswa Pecinta Alam STACIA Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menyusun poster burung-burung di Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Tahun 2016, bekerjasama dengan Komunitas Transformasi Hijau (TRASHI) menyusun poster infografik dan papan informasi keanekaragaman hayati Hutan Kota Krida Loka, Senayan, Jakarta Pusat. Tahun 2017, bekerjasama dengan Prodi Magister Biologi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Nasional, Pertamina EP Asset 3 Tambun Field, Komunitas Alipbata dan Save Mugo menyusun leaflet Kaenakaragaman Burung di Muara Gembong. Saat ini, bekerjasama dengan Sekolah Alam Cikeas, BScC Indonesia, Prodi Magister Biologi, Sekolah Pascasarjana dan Fakultas Biologi Universitas Nasional sedang menyusun leaflet dan papan informasi Keanekaragaman Hayati di Sekolah Alam Cikeas. Bagi teman-teman yang ingin berkolaborasi dan tertarik bergabung dengan BW, dapat menghubungi Nadia (085718928640) sebagai koordinator BW Indonesia. â—?

Burungnesia

Burungnesia merupakan contoh perkembangan citizen science dengan pemanfaatan teknologi terkini. Dengan

15

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


coding yang disusun sedemikian rupa, dapat menghasilkan aplikasi yang bertujuan sebagai alat batu bagi pengamat burung dalam mengumpulkan, menyimpan, dan mengelola data lapangan. Aplikasi tidak berbayar ini memiliki rating yang sangat baik yaitu sebesar 4.9, telah sukses di download lebih dari 1700 pengguna melalui App Store. Melalui penggunaan media aplikasi, kita dapat menggalang kekuatan publik/amatir untuk memperkuat gerakan konservasi dan ilmu pengetahuan burung berbasis warga/voluntary. Fitur dalam aplikasi ini dapat memudahkan amatir untuk mengamati burung, didalamnya terdapat panduan identifikasi fotografis (200+ jenis, 450+ foto dan akan terus bertambah), kemudahan dalam mencatat jenis burung, geo-tagging otomatis untuk merekam lokasi pengamatan, ekspor data lapangan dalam format .csv. Aplikasi ini dapat di gunakan dalam mode offline (saat koneksi data lemah) dengan syarat semua file yang dibutuhkan harus di download terlebih dahulu pada saat login awal secara online. Swiss Winnasis merupakan salah satu tokoh yang dikenal dalam pembuatan aplikasi Burungnesia. Pembuatan aplikasi ini terkait dengan proyek Atlas Burung Indonesia (ABI) yang dikerjakan oleh tim Birdpacker (sukarelawan pemerhati burung). Data yang terkumpul dari aplikasi, akan diolah secara saintifik oleh tim Birdpacker untuk menghasilkan peta distribusi jenis burung di Indonesia dan infografis data burung di Indonesia. Dengan menggunakan aplikasi ini, Anda sudah membantu upaya konservasi dan ilmu pengetahuan burung di Indonesia! Silahkan baca FAQs dalam aplikasi untuk lebih jelas. â—?

bambuNusa

bambuNusa merupakan contoh aplikasi perkembangan citizen science dengan pemanfaatan teknologi untuk bidang tumbuhan, khususnya bambu. Berawal dari kebingungan menjawab pertanyaan tentang data bambu yang dimiliki Nusantara oleh para investor yang ingin membuat industri bambu, akhirnya muncul ide untuk membuat sistem aplikasi survey yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ponsel pintar. Aplikasi berbasis android ini pun dibuat untuk memetakan dan inventarisasi bambu di Indonesia. Sejak launching 22 Agustus tahun 2016, aplikasi bambuNusa sudah sukses di download oleh 500 - 1000 orang, dengan pengguna yang berhasil registrasi sebanyak 566 orang dan yang aktif berkontribusi memasukkan data bambu kurang lebih sebanyak 70 orang. Aplikasi ini merupakan bagian dari Banten Creative Community memiliki rating yang baik, yakni sebesar 4.8. Sekitar 1500an data sudah terkumpul melalui aplikasi ini. Fitur yang terdapat dalam aplikasi ini dapat memudahkan pengguna untuk melakukan survei rumpun Egretta garzettaŠAchmad Ridha Junaid ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

16


bambu secara detail, di dalamnya terdapat beberapa fitur, yaitu: Foto bambu (rumpun tampak depan, samping, horizontal, rebung, pelepah buluh bambu, daun bambu, kuping pelepah, ruas, percabangan, bunga, buah), foto surveyor, klasifikasi (lanskap, pagar hidup, perkebunan/ tanaman liar), detail (nama lokal, diameter batang, panjang ruas, tinggi rumpun, jumlah batang, jumlah rebung, nama pemilik dan nomor telp). Setiap data yang masuk akan diverifikasi dan diidentifikasi oleh staf ahli bambu. Terdapat hal yang menarik dari penggunaan aplikasi ini, aplikasi ini menerapkan sistem reward yang dapat ditukarkan berdasarkan poin yang terkumpul. Setiap pengguna yang berhasil mengunggahdata rumpun bambu, akan diverifikasi dan akan mendapat poin. Poin tersebut bisa ditukarkan dengan uang yang akan ditransfer ke rekening pengguna yang bersangkutan atau ditukar dengan produk bambu yang telah kami hasilkan di Akademi Bambu Nusantara, seperti: rumah, alat transportasi, furnitur, alat makan, minum, pakaian, alas kaki, tas, topi, peralatan ibadah dan lain-lain Mukoddas Syuhada, ST., MT.IAI, merupakan penemu aplikasi bambuNusa. Penjelasan mengenai aplikasi bambuNusa, manfaat bambu, dan hal menarik lainnya tentang bambu dapat kita ketahui melalui tulisan beliau yang dapat dibaca melalui aplikasi bambuNusa pada bagian fitur berita, ataupun melalui laman blog pribadi beliau ( www. bamboeindonesia.wordpress.com ). Keluaran data bambu yang terkumpul sejauh ini digunakan sebagai media promosi saat presentasi di KLHK. Hambatan Citizen science Beberapa hambatan kerap kali ditemui dalam mengembangkan citizen science, seperti: • Jumlah lalu lintas web (web traffic) yang tidak mudah di prediksi. Oleh karena itu, penting memastikan bahwa server dapat mendukung web traffic. Membutuhkan perawatan rutin, bahwa website dan database dapat berjalan dengan baik. • Membutuhkan pendanaan yang cukup tinggi untuk perkembangan apps. • Membutuhkan ponsel pintar dengan kualitas yang baik. • Mempertahankan pendanaan untuk pengembangan infrastruktur, terutama cyber infrastructure. • Mempertahankan prinsip bahwa data yang dikoleksi oleh citizen science harus divalidasi oleh orang yang ahli, metode pengambilan data harus di desain sedemikian rupa agar terstandar • Selain itu masih terdapat sekelompok kecil masyarakat

17

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

Referensi 1.

Bonney, R. 1996. Citizen Science: A Lab Tradition. Living Bird 15(4):715. 2. Dickinson, J., J. Shirk, D. Bonter, R. Bonney, R Crain, J. Martin, T. Phillips, and K. Purcell. 2012. The Current State of Citizen Science as a Tool for Ecological Research and Public Engagement. Front Ecol Environ 10(6):291-297. 3. Miller-Rushing, A., R. Primack, and R. Bonney. 2012. The History of Public Participation in Ecological


Research. Front Ecol Environ 10(6):285-290. 4. Roy, H.E., Pocock, M.J.O., Preston, C.D., Roy, D.B., Savage, J., Tweddle, J.C. & Robinson, L.D. 2012. Understanding Citizen Science & Environmental Monitoring. Final Report on behalf of UK-EOF. NERC Centre for Ecology & Hydrology and Natural History Museum. 5. Smith, A., S. Lynn, and C. J. Lintott. 2013. Human Computation and Crowdsourcing: Works in Progress and Demonstrations. Technical Report CR-13-01, Association for the Advancement of Artificial Intelligence, Palo Alto, CA. 6. West Oakland Environmental Indicators Project. 2013. Air Quality. www.woeip.org/air-quality.

yang tidak memiliki akses internet. • Mempertahankan antusiasme masyarakat untuk menjadi citizen scientist. Harapan Citizen science di Masa yang Akan Datang Citizen science, dengan menggunakan kemampuan banyak mata, baik bagi awam maupun ahli diharapkan dapat: Menemukan organisme langka, melacak gerakan, mendeteksi penurunaan spesies, mendeteksi ledakan peristiwa (misalnya ledakan populasi suatu jenis satwa/tanaman). Adanya kesinambungan antara warga dengan proyek sains, sebuah kolaborasi dan kemitraan strategis tercipta untuk mendapatkan data dan melakukan pengembangan sains dalam jangka panjang.

Minahasa UtaraŠAzhar Muttaqin ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

18


GORESAN Antara Rencana dan Realita: Peran Pendidikan Konservasi di Indonesia Puspita Insan Kamil1 dan Prescillia Rindang Putri2 1

Public Outreach, Komodo Survival Program; puspita.kamil@live.com

2

Mahasiswa S2 Departemen Ekologi dan Satwa Liar, University of Florida; rindangputri90@gmail.com

Tak Kenal Maka Tak Sayang Istilah pendidikan konservasi (atau, edukasi konservasi) telah sering kita dengar dalam berbagai kesempatan: konferensi, program, atau laporan kegiatan. Namun hal yang lebih krusial namun jarang dibahas adalah: apa sebenarnya pendidikan konservasi? Berangkat dari akar kata “pendidikan�, menurut Carr (2013), terminologi pendidikan tidak dapat digeneralisasikan dalam sebuah definisi yang rigid, namun konsepnya dapat dipahami sebagai sebuah proses yang melibatkan pembelajaran, pembelajar, pengajaran, dan institusi. Empat elemen tersebut penting untuk menjadi fokus dalam perancangan pendidikan, misalnya saja, pembelajaran berarti akuisisi akan sebuah pengetahuan, kemampuan, disposisi, atau kualitas yang tidak dimiliki sebelumnya. Dalam perancangan edukasi, setiap elemen penting untuk “direncanakan�, misalnya: pengetahuan seperti apa yang harus dipahami oleh siswa dengan karakter budaya tertentu, siapa yang harus mengajar dan dalam situasi (institusi) seperti apa? Tokoh lainnya, Benjamin Bloom (bersama Krathwol & Masia,

19

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


1956) mendefinisikan bahwa pembelajaran seseorang harus melibatkan tiga domain yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Paling mendasar yang harus diubah adalah aspek kognitif (pemikiran-red.), melibatkan enam proses: mendapatkan pengetahuan → pemahaman → aplikasi → analisis → sintesis → evaluasi. Taksonomi Bloom ini paling umum ditemukan diaplikasikan oleh psikolog pendidikan dalam perancangan kurikulum (yang saat ini kebanyakan terbatas di sekolah internasional). Jadi secara definisi, proses pendidikan harus mampu membuat target sampai pada tahap mereka dapat mengevaluasi perilaku mereka (aplikasi) sesuai dengan pengetahuan yang diajarkan, bukan hanya memberi pengetahuan saja. Jika pembaca tertarik, Crowe, Dirks, dan Wanderoth (2008) membuat artikel tentang Blooming Biology Tools sebagai cara mengaplikasikan taksonomi Bloom untuk pengajaran biologi. Pendidikan konservasi berarti sudah harus mampu membuat target pendidikan bukan hanya mengaplikasikan ilmu konservasi yang diajarkan, namun juga mengevaluasi performa aplikasi mereka. Sebuah buku dari Jacobson, McDuff dan Monroe (2006) dalam proses perancangan edukasi konservasi, proses PIE (planning-implementation-evaluation) harus diterapkan; melibatkan desain spesifik dari tujuan pendidikan dan penjangkauan, audiens target yang spesifik, memilih konten dan media yang tepat, serta mengevaluasi hasilnya. Kini berlanjut ke pertanyaan selanjutnya: benarkah pendidikan konservasi akan memiliki dampak? Agar Ilmu Pendidikan Konservasi Berkembang: Pengukuran Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, evaluasi adalah proses penting dalam perancangan pendidikan (serta bagian dari target pendidikan itu sendiri), sebab evaluasi memberikan umpan balik apakah program pendidikan yang dirancang memang berdampak, bukan sekedar program “numpang lewat”. Evaluasi ini juga akan membantu berkembangnya ilmu pendidikan konservasi dan membantu program lain di masa mendatang. Pertanyaan apakah dampak pendidikan konservasi merupakan realita, juga hanya dapat dibuktikan dengan pengukuran. Sayangnya, penulis menemukan bahwa artikel empiris mengenai praktek pendidikan konservasi yang komprehensif dan diukur secara mendalam (khususnya kuantitatif) khususnya dalam konteks Indonesia hingga saat ini, hampir nihil. Beberapa temuan seperti di Malaysia mengenai hubungan pendidikan turisme dan konservasi hutan dilakukan dengan metode kualitatif (Bhuiyan, Islam, Siwar, & Ismail, 2010) atau terbatas pemaparan mengenai pendekatan edukasi konservasi secara visual (Nekaris, 2016). Keterbatasan dalam metode kualitatif (yang tidak dikonversi menjadi kuantitatif dengan parameter yang

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

20


ketat) adalah isu replicability-nya, atau kurang dapat direplikasi dalam konteks lain, dan tidak menjelaskan kekuatan efek dari variabel atau faktor yang berpengaruh dalam pendidikan konservasi. Meski evaluasi pendidikan konservasi tidak mudah, namun ada cara sederhana untuk memulainya. Hal yang paling umum dilakukan menggunakan pre dan post-test (metode pengukuran identik sebelum dan sesudah program dilakukan). Dr. Rick Kool (2000) dalam artikelnya menyampaikan pada umumnya variabel yang dievaluasi melalui cara ini adalah variabel yang sederhana seperti menghitung dalam angka yang merepresentasikan perubahan dan melihat perubahan jangka pendek yang seringkali tidak bisa digunakan secara langsung untuk melihat perubahan perilaku audiens dari sebuah program pendidikan konservasi. Perubahan sikap adalah yang paling umum diukur dengan pre dan post-test. Contohnya adalah studi dari Hassan, dkk (2017) yang mengukur perubahan sikap siswa sebelum dan setelah mengikuti program pendidikan konservasi penyu di Malaysia. Contoh metode lain yang sedang berkembang dikembangkan oleh Gareth Thomson dan Jenn Hoffman bernama Outcome-based Evaluation. Metode evaluasi ini dikenal efektif digunakan dalam menjawab apakah program pendidikan dalam melihat pengaruh, keuntungan dan perubahan dari subjek penerima program (seperti siswa ataupun masyarakat lokal) yang dilakukan menjawab kebutuhan penggunanya (McNamara 1999). Metode ini berdasarkan dari model logika program (Program Logic Model) yaitu melihat hubungan logic antara tiap komponen yang terlibat (data awal (input), aktivitas yang dilakukan, hasil (output), outcomes (objectives – tujuan/hasil segera), impact (goals – tujuan utama/akhir) dan mengukur keberhasilan program dalam tiap komponen dengan indikator yang bersifat measureable atau dapat dihitung. Dengan indikator yang mudah untuk dihitung, program pendidikan dapat terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Studi kasus: Komodo dan Columbia Evaluasi program pendidikan konservasi yang sudah dilakukan menggunakan pre dan post-test oleh penulis adalah pengukuran program pendidikan konservasi menggunakan pendekatan antropomorfik pada siswa kelas 4 sampai 6 SD di daerah konflik biawak komodo (Varanus komodoensis) di daerah Flores Utara (Kamil, Purwandana, & Ariefiandy, 2017). Pendekatan antropomorfik yang digunakan adalah menyisipkan cerita di antara presentasi dan film ilmiah tentang biawak komodo bahwa komodo juga memiliki kehidupan “selayaknya” manusia dan berhak untuk hidup dengan tenang di hutan. Meski dalam penjabaran cerita agak “menyalahi sains” (komodo hidup soliter

21

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


Himantopus leucocephalus ©Achmad Ridha Junaid ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

22


dan tidak memiliki keluarga), namun pendekatan ini membuat siswa lebih dapat mengingat makanan utama dan habitat komodo dengan lebih baik, serta memiliki pengetahuan lebih baik tentang perilaku yang dapat mendukung keberlangsungan hidup komodo. Kesimpulan tersebut didapatkan dengan merancang kuesioner singkat yang dapat diisi dan dipahami anak-anak mengenai beberapa parameter yang diberikan sebelum dan sesudah program pendidikan.

Akses informasi juga dapat merupakan mediator pendidikan konservasi

Salah satu program yang dapat kita lihat dan pelajari datang dari Columbia, yaitu Corporación Comunitaria Serraniagua. Program ini merupakan suatu program penjangkauan yang bertujuan untuk menghubungkan pemilik lahan lokal dengan biodiversitas dengan di Serranía de los Paraguas. Wilayah ini merupakan wilayah koridor yang penting untuk satwa yang terdapat di hutan-hutan dekat dengan Taman Nasional Tatamá. Program ini sudah berlangsung selama lebih dari 15 tahun dengan strategi pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal. Sebagian besar masyarakat lokal mengelola tanahnya dalam sektor agrikultur, oleh karena itu pencetus program ini, Caesar Franko memulai dan mendorong pendekatan dalam sektor agrikultur yang berkelanjutan, membantu masyarakat dalam mendapatkan harga yang lebih baik dengan sistem yang berkelanjutan, mengembangkan cara-cara alternatif dalam praktek agrikutur yang berkelanjutan. Organisasi ini juga menggunakan pendekatan yang mengindahkan budaya lokal dan etika konservasi yang tinggi. Outcomes dari program yang diterapkan oleh organisasi ini adalah perubahan sikap dan kesadartahuan masyarakat lokal bahwa praktek agrikultur berkelanjutan dapat memberikan nilai pasar yang cukup baik. Meskipun pemilik lahan menyerahkan sebagian lahan milik mereka untuk kegiatan konser- Referensi vasi, mereka tidak merasa dirugikan. Masyarakat Serranía 1. Bhuiyan, M. A., Islam, R., Siwar, C., & Ismail, S. M. (2010). Educational de los Paraguas dibantu dengan organisasi Corporación Tourism and Forest Conservation: Diversification for Child Education. Comunitaria Serraniagua dan peneliti lokal saat ini bekerja Procedia Social and Behavioral sama dalam mendukung konservasi wilayah koridor satwa Sciences, 7, 19-23. liar dalam lahan yang mereka serahkan. 2. Bloom, B. S., Krathwol, D. R., & Seberapa Penting Pendidikan Konservasi? Hingga saat ini penulis belum menemukan studi longitudinal yang membuktikan dampak jangka panjang pendidikan konservasi terhadap perilaku seseorang di masa mendatang (catatan: studi longitudinal adalah studi yang datanya diambil berkali-kali dalam periode tertentu, dan dalam jangka waktu yang lama, misal setahun sekali selama 20 tahun). Tapi sebuah studi life story menemukan adanya korelasi antara pengalaman masa kecil bersinggungan dengan alam (baik buatan maupun hidupan liar) dengan sikap pada masa dewasa (Wells & Lekies, 2006). Aktivis lingkungan ditemukan juga memiliki pengalaman

23

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

Masia, B. B. (1956). Taxonomy of educational objectives: The Classification of educational goals. New York: D. McKay. 3. Carr, D. (2003). Making Sense of Education: An Introduction to the Philosophy and Theory of Education and Teaching. London: Routledge. 4. Crowe, A., Dirks, C., & Wenderoth, M. P. (2008). Biology in Bloom: Implementing Bloom’s Taxonomy to enhance student learning in biology. Life Sciences Education, 7, 368-381. 5. Hassan, R., Yahya, N. K., Ong, L. M., Kheng, L. K., Abidin, Z. Z., Ayob, A., & Jainal, A. M. (2017). Public Awareness


6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Program and Development of Education Toolkit for Green Sea Turtle Conservation in Sarawak, Malaysia. International Journal of Environmental & Science Education, 12(3), 463-474. Jacobson, S. K., McDuff, M. D., & Monroe, M. C. (2015). Conservation Education and Outreach Techniques. Oxford: Oxford University Press. Kamil, P. I., Purwandana, D., & Ariefiandy, A. (2017). The Story of Modo: Using Mixed Design Approach for Komodo Dragon Conservation Education in North Flores. International Conference on Education Culture and Humanities. Ruteng: STKIP Santo Paulus. Kool, R., & Kelsey, E. (2005). Dealing with despair: The psychological implication of environmental issues. Third World Environmental Education Congress. Turin, Italy. Kidd, A. H., Kidd, R. M., & Zasloff, R. L. (1995). Developmental factors in positive attitudes toward zoo animals. Psychological Reports, 76, 71-81. Matsuba, M. K., & Pratt, M. W. (2013). The making of an environmental activist: A developmental psychological perspective. In M. K. Matsuba, P. E. King, K. C. Bronk, & (Eds.), Exemplar methods and research: Strategies for investigation. New Directions for Child and Adolescent Development (pp. 59-74). San Fransisco: JosseyBass. McNamara, C. (1999). Basic Guide to Outcomes-Based Evaluation in Nonprofit Organizations with Very Limited Resources. www.managementhelp.org/evaluatn/outcomes. Nekaris, K. I. (2016). The Little Fireface Project: Community conservation of Asia’s slow lorises via ecology, education, and empowerment. Ethnoprimatology, 259272. Thomson, G., J. Hoffman and S. Staniforth (n.d.). Measuring the Success of Environmental Education Programs. Ottawa: Canadian Parks and Wilderness Society and Sierra Club of Canada. Wells, N. M., & Lekies, K. S. (2006). Nature and the Life Course: Pathways from Childhood Nature Experiences to Adult Environmentalism. Children, Youth and Environments, 16(1), 1-25.

pernah mendapat pendidikan lingkungan dan pengalaman langsung di alam bebas pada masa lalu (Matsuba, 2013). Yang menarik, tidak harus pengalaman langsung berinteraksi dengan hewan liar, interaksi dengan binatang di kebun binatang dapat menjadi interaksi berarti bagi anakanak yang terbatas aksesnya dengan hidupan liar (Kidd, Kidd, & Zasloff, 1995). Temuan-temuan tersebut menjadi sebuah harapan bahwa program pendidikan konservasi yang direncanakan belum tentu akan sia-sia: mungkin saja satu di antara puluhan peserta pendidikan konservasi akan melakukan hal yang signifikan di masa mendatang untuk konservasi. Perlu dicatat bahwa pendidikan konservasi seharusnya tidak terbatas pada kurikulum yang kaku, dan mengajar dengan bahasan yang rumit. Akses informasi juga dapat merupakan mediator pendidikan konservasi. Program pendidikan konservasi sering ditargetkan pada masyarakat yang terkena dampak langsung dari interaksi dengan satwa liar, namun program yang diberikan adalah 10 menit presentasi dengan Microsoft Powerpoint. Menurut penulis, ketersediaan informasi mengenai tata kelola lingkungan wilayah target itu sendiri adalah hal yang penting untuk memastikan pendidikan konservasi bisa mencapai tahap evaluasi yang dilakukan secara mandiri oleh target pendidikan. Penulis berpendapat bahwa ada banyak sekali yang terjadi pada tahapan perkembangan hidup manusia, bahkan saat sudah dewasa, manusia tidak berhenti berkembang. Kita akan terlalu naif jika mengatakan bahwa satu pendidikan konservasi dapat membentuk seseorang menjadi sosok yang pro-konservasi. Ada faktor pengalaman, kepribadian, norma sosial, peer group, dukungan, dan lainnya. Contohnya saja, penulis memiliki pengalaman bahwa pendidikan konservasi pertama yang ia dapatkan pada usia 2 tahun berasal dari sebuah buku cerita lumba-lumba yang terkena jerat nelayan liar, serta dari diskusi dengan temanteman semasa kuliah. Berbagai faktor tersebut juga yang sering kali terjadi ketidakcocokan aplikasi sebuah program yang diadaptasi dari luar negeri tanpa penyesuaian dengan budaya lokal di Indonesia. Hal yang bisa kita lakukan adalah memastikan perencanaan dan eksekusi matang sebuah pendidikan konservasi hingga mungkin akan memiliki dampak bagi peserta pendidikan konservasi, dan memastikan bahwa dampak itu memang ada melalui pengukuran yang baik.

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

24


GORESAN Katamu, Kamu Seorang Konservasionis? Akbar Reza Tenaga Pendidik Lab Ekologi dan Konservasi, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

Pernah melihat gambar atau video sebuah sedotan sepanjang 10 cm tersangkut di dalam hidung seekor penyu? Atau burung Albatros yang perutnya penuh dengan serpihan sampah plastik? Oke, sebelum bicara soal itu, yuk kita mainan hitung-hitungan sederhana. Umur sedotan ratarata 20 menit belum akhirnya dibuang1. Sedotan memang terlihat receh, tapi coba bayangkan bahwa saat ini ada 7.6 milyar manusia dan jika 1% saja menggunakan sedotan, artinya ada 76 juta buah sedotan digunakan setiap harinya. Jika asumsi panjang sedotan 25 cm, lalu kita iseng ngejejerin sedotan tersebut, maka sedotan tersebut bisa berjejer dari kutub utara sampai kutub selatan (tapi pakai asumsi bumi datar ya, maksudnya tidak ada pegunungan dan lainlain, bukan komunitas bumi datar itu lho ya). Selanjutnya, jika 1% saja dari 76 juta tersebut tidak didaur ulang dan akhirnya terbawa ke lautan, artinya ada 760 ribu sedotan masuk ke laut setiap harinya. Bayangkan jumlahnya dalam satu tahun? Maka jangan heran jika sedotan termasuk 10 sampah plastik yang sering ditemui di laut. Dan hitungan di atas hanya menggunakan asumsi konsumsi yang hanya 1% dan juga recycling ratenya yang hanya 1%. Juga, itu baru sedotan, kita belum bahas botol dan kantung

25

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


plastik, juga sampah plastik lainnya. Kristiyanto2, analis dari KEMENKO KEMARITIMAN dalam paparannya pada International Symposium on Marine Plastic Debris Pollution menyebutkan bahwa sampah kantung plastik yang masuk ke lautan Indonesia setara dengan 715 pesawat airbus A380, sebuah pesawat besar bertingkat dua dengan kapasitas 500-800 penumpang. Lalu muncul pertanyaaan, jangan-jangan kita yang menisbahkan diri seorang konservasionis, ternyata gaya hidup kita justru bertolak belakang dengan konservasi dan membahayakan spesies di sekitar kita, khususnya yang berada di lautan. Apalagi jika berbicara lautan, sampah kita yang berada di lautan Indonesia bisa saja akhirnya ditemukan di Australia karena terbawa arus. Dalam penelitian lain3 di kawasan Arktik yang sangat terpencil dan jauh dari kawasan padat penduduk, Obbard dan peneliti lainnya mengebor lapisan es menggunakan ice core dan menemukan hingga 234 partikel plastik per m-3. Berdasarkan hasil rangkuman dari 671 penelitian yang telah dipublikasi, lebih dari 70% dari sampah yang ada di laut adalah plastik4. Terlebih lagi, berdasarkan hasil penelitian Eunomia research & consulting pada tahun 20165, 80% sampah plastik yang masuk ke ekosistem laut berasal dari darat (land-based sources). Jambeck dkk6 melakukan penelitian terkait input sampah plastik ke laut dari 192 negara-negara pesisir pada tahun 2010 dan diperkirakan rata-rata 8 juta ton sampah plastik masuk ke laut pada tahun tersebut. Jumlah tersebut setara dengan bobot 1.3 juta gajah afrika. Coba deh bayangkan gajah afrika sebanyak itu berenang di laut dan setiap tahunnya bertambah? Dan sayangnya Indonesia meyumbang 1,2 juta ton, nomor dua setelah China. Lalu apa sih dampaknya sampah plastik terhadap berbagai hewan yang akhirnya memperburuk upaya konservasi spesies? Secara umum ada 2 “interaksi� utama antara sampah plastik dan organisme yaitu entanglement (terjerat) dan ingestion (tertelan). Berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh Bergmann dkk7 pada tahun 2015, terdapat lebih dari 300 spesies tercatat dalam kasus entanglement dan/atau ingestion. Beberapa grup hewan laut yang tercatat paling sering dalam kasus entanglement adalah sebagai berikut: 100% penyu (7 dari 7 spesies), 67% anjing laut (22 dari 33 spesies), 31% paus (25 dari 80 species) dan 25% seabirds (103 dari 406 spesies). Adapun untuk kasus ingestion terdiri dari: 100% penyu (7 dari 7 spesies), 36% anjing laut (12 dari 33 spesies), 59% paus (47 dari 80 spesies), dan 40% burung laut (164 dari 406 spesies). Apabila hewan laut terikat atau terkait oleh sampah plastik, hewan tersebut dapat terikat hingga mati. Sebagai contoh, penyu yang terjerat pada sampah plastik atau jaring nelayan sehingga tidak dapat mengambil udara untuk

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

26


bernapas. Selain itu, hewan yang terjerat sampah plastik “Penyebab kematian akan kesulitan mencari makan dan menghindari predator, atau kelelahan sehingga menyebabkan kelaparan dan Magellanic penguin tenggelam. Selain terjerat, hewan yang menelan sampah (Spheniscus plastik juga dapat mengalami efek yang mematikan. Hal ini magellanicus) akibat umumnya disebabkan oleh saluran pencernaan yang tertutup atau terluka akibat sampah plastik yang tertelan. Hal lubang di dinding ini dapat menyebabkan kematian karena hewan menjadi lambung akibat tidak fit sebab kurang nutrisi dan mengalami infeksi saluran sedotan yang tidak pencernaan. Sebagai contoh, penelitian dari Brandao dkk8 mengungkapkan penyebab kematian Magellanic penguin sengaja tertelan�, (Spheniscus magellanicus) akibat lubang di dinding lambung Brandao et al. 2011 akibat sedotan yang tidak sengaja tertelan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Stephanis et al9 yang menemukan 7.8 kg Referensi sampah plastik dan diduga menyebabkan kematian seekor 1. Mallos, N. 2012. https://oceanconpaus sperma karena merobek saluran pencernaannya. servancy.org/blog/2012/10/05/ Menyongsong tahun 2018, yuk kita buat resolusi untuk hidup yang less plastic! Tabiat-tabiat jahiliyah semacam buang bungkus permen sembarangan, pakai sedotan padahal tidak benar benar butuh, beli air minum kemasan berlebih padahal bisa membeli tempat minum yang bisa dipakai bertahun-tahun, menggunakan kantung plastik secara berlebih padahal bisa menggunakan kantung belanja atau sekedar memasukkan barang yang kita beli ke dalam tas, serampangan memilih kosmetik yang mengandung microbead plastik, dan gaya hidup lainnya yang bertolak belakang dengan jiwa seorang konservasionis harus kita coba berangus. Satu lagi, jangan sebut diri kita konservasionis kalau tidak pernah merasa bersalah atas jejak sampah plastik yang kita buat. Jangan sampai kita teriak-teriak selamatkan penyu, cintai paus, lindungi terumbu karang tapi sampah plastik yang kita gunakan justru membahayakan hidup mereka. Bahwa ternyata gaya hidup kita memperburuk upaya konservasi. Masih mau berplastik ria?

2.

3.

4. 5. 6. 7. 8.

9.

27

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

the-last-straw-reduce-yourplastic-footprint-and-hydratetrash-free/ Kristiyanto. 2017. Regulating Plastic-Bags in Indonesia: Challenges and Opportunities. International Symposium on Marine Plastic Debris Pollution Obbard et al. 2014. Global warming releases microplastic legacy frozen in Arctic Sea ice. Earth's future Tekman et al. 2017. Litterbase : online portal for marine litter Eunomia research & consulting. 2016. Jambeck et al. 2015. Plastic waste inputs from land into the ocean. Science Bergmann et al. 2015. Marine anthropogenic litter. Springer Brandao et al. 2011. Marine debris ingestion by Magellanic penguins, Spheniscus magellanicus (Aves: Sphenisciformes), from the Brazilian coastal zone. Marine pollution buletin Stephanis et al. 2013. As main meal for sperm whales: Plastics debris. Marine pollution buletin


Pteropus alectoŠWahyudi Madia ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

28


TAMU TAMBORA "Plastic Epoch"

Medium: Photoshop (digital painting)

Ketika Biodiversitas menjadi Komoditas Ganjar Cahyadi Kurator Museum Zoologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Gedung Labtek V C, Jalan Let. Jend. Purn. Dr. (HC) Mashudi No.1 Jatinangor km 20.75, Kabupaten Sumedang 45363, Indonesia. Telepon: +6222-7798600 ext. 125, Email: ganjar@sith.itb.ac.id

Fakta yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara megabiodiversitas sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Apakah hal itu masih berlaku saat ini? Menjadi pertanyaan yang penuh tantangan untuk dijawab kedepannya. Pembukaan lahan yang masif dan ekstensif oleh para pemodal bisnis untuk dijadikan perkebunan, perumahan, dan sebagainya menyebabkan kerusakan dan fragmentasi lahan hutan sebagai habitat alami biodiversitas tersebut. Selain itu, tekanan yang datang dari aktivitas perdagangan satwa dan tumbuhan baik untuk makanan maupun peliharaan juga tidak bisa dianggap sepele dan turut mempengaruhi kestabilan populasi biodiversitas tersebut di habitat alaminya. Secara langsung dan tidak langsung hal tersebut menyebabkan populasi biodiversitas menurun di alam, bahkan kepunahan lokal beberapa spesies di suatu daerah sudah terjadi. Hilangnya biodiversitas di alam berarti hilang pula peranannya sebagai salah satu penyedia jasa ekosistem, dan itu pasti berdampak buruk, baik langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan manusia, meskipun kadang dampak tersebut tidak terasa sekarang. Mari kita ambil contoh kecil saja misalnya dengan 29

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

melihat gambaran keragaman burung Indonesia di perkotaan. Pasar Burung Sukahaji di Bandung merupakan salah satu pasar burung terbesar di Indonesia. Kita dapat menemukan berbagai jenis burung dari seluruh Indonesia bahkan burung yang diimpor dari negara dan benua lain. Selain itu, burung yang jarang ditemukan penampakannya ketika melakukan survei di habitat alami bahkan bisa ditemukan sedang dipajang dalam sangkar penuh hiasan. Pengamatan yang dilakukan selama kurang lebih tiga jam di pasar burung tersebut, didapati 96 spesies dari 42 famili burung dengan jumlah individu sekitar 1303 ekor, termasuk tiga spesies burung yang tidak dapat diidentifikasi sampai ke tingkat spesies. Angka tersebut tidak termasuk Passer montanus (Burung gereja) dan Collocalia linchi (Burung walet linchi) serta beberapa individu burung merpati yang dibiarkan terbang bebas diluar sangkar. Dari jumlah tersebut, sekitar 45% spesies burung didominasi oleh burung paruh bengkok (Psittacidae) yang dijumpai paling banyak (11 spesies), diikuti oleh jalak-jalakan (Sturnidae) sebanyak delapan spesies, burung kicau dari famili Muscicapidae sebanyak tujuh spesies, burung cucak-cucakan (Pycnonotidae) dan kelompok merpati (Columbidae) masing-masing 6 enam spesies serta burung


bondol-bondolan (Estrildidae) sebanyak lima spesies. Sebanyak 55% sisanya terdiri dari famili dengan 1-4 spesies burung yang dapat dijumpai (Gambar 1). Jumlah individu yang paling banyak dijumpai adalah burung bondol jawa Lonchura leucogastroides (159 ekor), diikuti oleh burung merpati (Columba livia), burung kenari (Serinus canaria), burung gemak tegalan (Turnix sylvatica), dan lovebird (Agapornis fischeri) masing-masing sebanyak 149, 121, 109, dan 94 ekor . Dilihat dari komposisi burung berdasarkan famili yang dapat dijumpai di pasar burung, burung hias yang memiliki warna bagus dan burung kicau dengan suara merdu merupakan burung yang umum dijual. Dilihat dari jumlah individu, burung yang banyak dijumpai merupakan burung yang relatif mudah untuk dikembangbiakkan dan sebagian memiliki suara yang bagus dan bulu yang indah. Namun, bondol jawa yang paling banyak dijumpai merupakan burung yang bergerak dalam kelompok besar sehingga dapat dengan mudah didapat dalam jumlah besar dalam sekali jaring.

habitat (59.4%), perdagangan (28.4%) dan hal lain seperti interbreeding serta predasi oleh spesien alien (12.5%). Tiga belas spesies diantaranya memiliki tren populasi yang meningkat karena spesies burung tersebut dapat beradaptasi dengan baik dengan cara memanfaatkan sumber daya dari kerusakan habitat akibat deforestasi. Namun, hal ini tidak akan berlangsung lama karena burung tersebut lebih mudah terekspose dan lebih mudah diburu. Sebanyak 30 spesies lainnya memiliki tren yang stabil karena dianggap tidak adanya bukti penurunan atau ancaman berarti, meskipun terdapat 3 spesies burung yang mengalami kepunahan lokal dan enam spesies lainnya belum diketahui karena populasi global belum terhitung namun termasuk ke dalam spesies yang umum dijumpai (Gambar 2). Sebagai tambahan, berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999, dari 96 spesies burung yang dijumpai, hanya 9.38% spesies burung yang dilindungi di Indonesia sedangkan sisanya belum dilindungi. Berdasarkan status

Dilihat dari status konservasinya, sebanyak 81 spesies burung (84.4%) masuk ke dalam daftar merah IUCN dengan kategori Risiko Rendah (Least Concern) dan sisanya terbagi ke dalam status yang lebih tinggi, bahkan dijumpai burung yang masuk ke dalam status terancam punah (CR) yaitu jalak putih (Acridotheres melanopterus) dan jalak bali (Leucopsar rothschildi). Dari 81 spesies tersebut, 32 spesies diantaranya mengalami penurunan tren populasi karena kerusakan

Gambar 1. Persentase famili burung berdasarkan spesies yang dapat dijumpai di Pasar Burung Sukahaji Bandung.

Gambar 2. Persentase status konservasi spesies burung yang dapat dijumpai di Pasar Burung Sukahaji Bandung. Keterangan: CR=Critically Endangered; EN=Endangered; LC=Least Concern; NT=Near Threatened; VU=Vulnerable; UN=Belum diketahui; ↑= Populasi meningkat; ↔= Populasi stabil; ↓= Populasi menurun.

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

30


perdagangan CITES, hanya 18% spesies yang masuk ke dalam Appendix I atau II, sedangkan spesies lainnya belum masuk ke dalam daftar tersebut (NC) (Lampiran 1). Bagaimana biodiversitas itu sangat berperan dalam kehidupan manusia? Salah satu manfaat dari biodiversitas dalam hal ini burung sangat berkaitan dengan kehidupan manusia serta kelangsungan proses yang terjadi di ekosistem. Burung memiliki berbagai macam peran di alam. Burung bisa bertindak sebagai penyerbuk bunga, penyebar biji, pemakan serangga, dan pemakan bangkai. Peran tersebut dapat dinikmati oleh manusia misalnya untuk mendapatkan berbagai macam buah-buahan ataupun keseimbangan populasi serangga terutama yang dianggap sebagai “hama�. Berdasarkan hasil pengamatan, burung yang dijumpai setidaknya dapat dikelompokkan menjadi 10 peran yang didasarkan pada cara makannya di alam. Burung frugivora-insektivora dan burung pemakan serangga memiliki persentase perjumpaan yang lebih tinggi (masing-masing 23%) dibandingkan dengan yang lainnya. Spesies burung frugivora-insektivora kebanyakan berasal dari famili Pycnonotidae (5 spesies), Sturnidae (4 spesies), dan Muscicapidae (3 spesies) sedangkan pemakan serangga sebagian besar berasal dari famili Cicticolidae (4 spesies) (Gambar 3; Lampiran ). Dapat diduga bahwa keempat famili tersebut merupakan komoditas yang sering dijumpai di

pasar burung karena memiliki suara yang bagus sehingga menarik konsumen. Dari paparan tersebut dapat dilihat bahwa peran-peran yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan alam seakan terkurung dan lama kelamaan akan hilang. Ini berarti, jasa ekosistem yang dapat diberikan oleh burung tersebut lama kelamaan akan hilang pula seiring berpindahnya populasi dari alam ke pasar burung. Eksploitasi berlebihan terhadap populasi burung yang menjadi komoditas semakin mempercepat hilangnya semua peran tersebut. Selain itu, para pemburu bersifat tidak pandang bulu, menangkap semua yang mereka bisa dapatkan meskipun spesies tersebut bukan komoditi yang umum dan bukan spesies burung yang dikenal banyak orang. Hal ini diperburuk dengan minimnya pengetahuan tentang makanan atau perilaku burung tersebut sehingga meningkatkan tingkat kematian burung. Suatu hal yang sia-sia. Bisa dibayangkan berapa banyak pestisida yang perlu disiapkan jika burung pemakan serangga punah , padahal pestisida juga bisa merugikan karena serangga yang biasa menjadi penyerbuk tanaman ikut menghilang Apa yang bisa kita lakukan? Mengingat perdagangan burung peliharaan merupakan salah satu bisnis yang mungkin menjanjikan, dan bagi sebagian orang ini merupakan pekerjaan utama mereka maka kita juga tidak bisa langsung semena-mena

Gambar 3. Peran dari spesies burung yang dapat dijumpai di Pasar Burung Sukahaji.

31

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


melarang praktik bisnis ini. Beberapa hal yang bisa kita lakukan misalnya adalah tidak memelihara burung atau hewan lainnya jika memang tidak memiliki passion dan komitmen dalam merawat peliharaan tersebut yang tentunya sesuai dengan kaidah kesejahteraan hewan. Hal lainnya adalah tidak mengikuti tren yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Jika kita memang suka untuk memelihara apapun, lakukan itu dengan sepenuh hati sehingga kebutuhan hewan tersebut terpenuhi, apalagi jika bisa mengembangbiakkan spesies tertentu yang memiliki nilai tinggi secara konservasi. Hal tersebut akan sangat berguna bagi kelangsungan hidup biodiversitas yang ada. Suatu tantangan terutama bagi konservasionis untuk membuat pendekatan yang sesuai dan dapat menarik orang lain. Penelitian dan pengembangan data ilmiah untuk membuat suatu keputusan sangat diperlukan. Selain itu, kerjasama dengan pemerintah sebagai pemangku kebijakan sangat diperlukan, revisi peraturan pemerintah yang mengatur perdagangan dan perlindungan biodiversitas harus segera dilakukan sebelum biodiversitas tersebut hilang akibat perburuan atau kerusakan habitat akibat deforestasi. “The future of all known life will depend much more on humanity than on any other force” -G. C. Daily- “Kalau bukan kita, siapa lagi?”

Bisa dibayangkan berapa banyak pestisida yang perlu disiapkan jika burung pemakan serangga punah Referensi 1.

2. 3.

4. 5.

6.

Chivian, E. dan Bernstein, A. 2010. How Our Health Depends on Biodiversity. Retrieved from: http://digitalcommons. imsa.edu/eco_disrupt/10 Daily, G.C. 2005. Why biodiversity matters. Conserving biodiversity. Washington, DC: The Aspen Institute. Tabur, M.A. dan Ayvaz, Y. 2010. Ecological importance of birds. In: 2nd International Symposium on Sustainable Development, Sarajevo. http://eprints.ibu.edu.ba/id/ eprint/601. Downloaded on 25 July 2017. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2017-1. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 25 July 2017. UNEP-WCMC (Comps.) 2014. Checklist of CITES species. CITES Secretariat, Geneva, Switzerland, and UNEP-WCMC, Cambridge, United Kingdom. http:// checklist.cites.org. Accessed on 25 July 2017. Wielstra, B., Boorsma, T., Pieterse, S.M., de Longh, H.H. 2011. The use of avian feeding guilds to detect small-scale forest disturbance: a case study in East Kalimantan, Borneo. Forktail Vol. 27: 55–62.

Rhacophorus reinwardtii©Ganjar Cahyadi ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

32


TAMU TAMBORA

"Plastic Epoch"

Medium: Photoshop (digital painting)

Kearifan Lokal: Belajar dari masyarakat lokal di Kampung Monana dan Yatan Subkorwil 2 Mappi, Ekspedisi NKRI Koridor Papua bagian Selatan 2017 Ekspedisi NKRI Koridor Papua bagian Selatan tahun 2017 merupakan kegiatan yang diadakan oleh Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) bekerja sama dengan Tim Ahli yang terdiri dari akademisi maupun orang – orang yang ahli di bidangnya. Tujuan dari kegiatan ini melakukan pendataan mencakup keamanan, pengabdian kepada masyarakat, dan penelitian potensi wilayah Papua bagian selatan. Bidang penelitian dalam kegiatan ini dibagi menjadi penelitian Flora Fauna, Kehutanan, Sosial Budaya, Potensi Bencana, dan Geologi.

Priscil Hioe Jaringan Konservasionis Tambora Muda Asisten Penelitian bidang Flora Fauna Subkorwil 2 Mappi

Priscil tergabung dalam tim penelitian Flora Fauna, merupakan anggota Subkorwil 2 Mappi yang dipimpin oleh Komandan Subkorwil (Dansub SK) 2 Mappi, Kapten Infanteri Pardol. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada Ekspedisi NKRI Koridor Papua Bagian Selatan tahun 2017 yang telah mendanai seluruh kegiatan, Dansub SK 2, Tim Ahli Bidang Penelitian Flora Fauna atas masukan dan ilmu yang telah diberikan, dan anggota tim Flora Fauna SK2 Mappi (Komandan Tim Penelitian Flora Fauna SerdaSuwarno, BharatuSayedi, Ganjar, Wiwit, Rani, Herlin, Safira, Reta, Samuel, Anggi, Luther) yang telah bersama penulis mengambil sampel di lapangan.

Konservasi adalah kata yang cukup tabu. Sering terdengar bagaimana berbagai kepentingan berbenturan dengan segala kebutuhan berdalihkan kesejahteraan manusia di kawasan konservasi. Namun, tidaklahdemikiandengan yang teramati di KabupatenMappi yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Merauke.

33

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

Lokasinya yang terpencil dan jauh dari perkembangan cukup menggambarkan bagaimana masyarakat, tanpa sentuhan banyak ilmu pengetahuan modern, memiliki kearifan lokal dalam menjaga lingkungannya tetap lestari. Dua kampung, KampungMonanadanKatanmenjadi fokus penulisdalam cerita kali ini.


Penulis memilih melakukan kajian di Kampung Monana dan Yatan karena kedua lokasi tersebut paling menggambarkan keragaman kondisi lingkungan dan masyarakat adat di Kabupaten Mappi. Selain itu, kedua lokasi juga menggambarkan bagaimana masyarakat di Kabupaten Mappi memiliki kearifan lokal dalam menjaga lingkungannya tetap lestari. Konservasi: Bagian dari Kearifan Lokal Masyarakat Kampung Monana

Praktek Konservasi dalam Masyarakat Adat Kampung Monana Sebetulnya, beberapa kelompok masyarakat di Indonesia sangat menghargai alam tempat tinggalnya. Contohnya seperti di Kampung Monana. Salah satu hal yang paling berpengaruh terhadap kelestaria nalam kampung ini adalah adanya hutan adat yang masih dijaga.

Sungai dan rawa yang harus dilalui selama 5 jam untuk mencapai lokasi penelitian, Kampung Monana (foto oleh Ganjar Cahyo A.)

Perjalanan terekstrim. Itulah hal pertama yang terpatri dalam ingatan penulis. Kunjungan ke Kampung Monana, Distrik Nambioman Bapai dilakukan pada tanggal 24 – 29 September 2017. Pagi-pagi penulis da ntimmenuju ke Dermaga Kampung Mur, lalu pada pukul 11 pagi perjalanan menggunakan belang (perahu kayu bermesin) pun dimulai. Kampung yang penulis tuju termasuk kedalam salah satu tempat yang cukup terpencil. Belum ada jalan darat sebagai akses ke sana. Salah satu dampak positifnya adalah kekayaan alam masih sangat terjaga akibat minimnya gangguan. Sepanjang perjalanan kami, banyak hewan-hewan eksotis yang dapat ditemukan. Beberapa kali terdengar suara burung Kakatua yang bersahutan dari arah hutan di sepanjang sungai. Sesampainya di Pelabuhan Kampung, kami disambut hangat oleh masyarakat dan tetua adat, Tete Nor. Semalam kami tinggal, dan keesokan harinya dimulailah perjalanan penuh makna di Kampung Monana.

Bagian hutan kampung yang dapat diakses oleh warga. Terdapat jalan setapak yang biasa digunakan warga untuk mengakses hutan (foto oleh Ganjar Cahyo A.)

Menurut Tete Nor, Kepala Adat Kampung Monana yang menemani kami selama di Kampung Monana, wilayah adat di kampung dibagi berdasarkan 3 marga suku, yaitu Hutan Adat Komkaimu, Yagayaimu, dan

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

34


Kawagaimu. Ketiga suku tersebut merupakan suku asli yang berasal dari Kampung Monana. Hutan dianggap sebagai warisan milik tiap suku. Hutan adat masing – masing suku dapat dibagi lagi ke dalam 2 bagian. Bagian utama adalah hutan terlarang, yang tidak dapat dimasuki oleh siapapun kecuali kepala suku. Bagian lain adalah tepi hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki marga sesuai pembagian warisan adat.

oleh pendahulu adat tersebut pasti dipilih karena ada manfaat tertentu. Menjadi penelitian yang menarik bila penulis dapat lebih lama tinggal di sana untuk mempelajari lebih lanjut.

Hal tersebut mirip dengan konsep mengenai zonasi program Man and Biosphere olehUNESCO yang menyatakan bahwa cagar alam terdiri dari zona inti, zona buffer, dan zona pemanfaatan. Zona inti merupakan zona yang tidak dapat dimasuki secara bebas, sedangkan zona buffer merupakan zona peralihan yang dapat dimanfaatkan secara tradisional dan penelitian. Zona pemanfaatan merupakan bagian yang bebas untuk digunakan dan dikonversi menjadi apapun. (Indrawan et al., 2012). Betapa uniknya, suatu sistem yang diterapkan oleh masyarakat adat sudah memiliki prinsip yang sama dalam hal perlindungan hutan secara berkelanjutan. Hal unik lainnya pada masyarakat lokal di Kampung Monana, tetua adat secara turun temurun mempercayai bahwa ada tuan tanah / nenek moyang yang merupakan ‘penghuni’ daerah tersebut dan akan marah bila bagian hutan adatnya dimasuki. Bahkan berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, pernah ada orang yang memaksa masuk ke wilayah adat tersebut kemudian terbakar ketika kakinya baru menginjak bagian hutan yang dimaksud. Akhirnya, seluruh anggota masyarakat mematuhi untuk tidak masuk ke wilayah terlarang atau zona inti sehingga kelestariannya tetap terjaga. Bagaimanapun juga, apabila kita renungkan, pasti ada suatu alasan mengapa secara turun temurun bagian hutan tersebut dijaga. Penulis tidak diizinkan untuk melihat bagian hutan terlarang secara langsung, namun masihmendapat kesempatan untuk mengunjungi pinggir hutan yang masih bebas dimanfaatkan oleh masyarakat. Penulis menduga di wilayah yang ditetapkan

35

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

Salah seorang warga yang menjadi guide kami. Beliau bekerja sebagai pemburu sedang menunjukkan kulit kayu Pohon Lawang yang baunya seperti minyak kayu putih. Bagi masyarakat lokal, hutan adalah mata pencaharian utama.

Kampung Yatan : Cermin lain wajah kearifan lokal KampungYatanberbedadenganKampung Monana. Secara lokasi geografis, Kampung Monana lebih sulit ditempuh karena harus melewati rawa dan sungai untuk dapat sampai ke sana. Kampung Yatan sudah dilalui jalan raya utama, sehingga efek fragmentasi cukup terasa. Masyarakat kampung ini juga


sudah tidak mengenal hutan adat. Ketika penulibertemu dengan Tete Clement, Kepala adat Kampung Yatan, beliau menceritakan bahwa pembagian hutan berdasarkan adat sudah tidak digunakan sejak lama, tepatnya sejak ada pemerintahan masuk. Sekarang, zonasi yang digunakan berdasarkan pembagian wilayah dari pemerintah (tidak dapat diketahui kapan pastinya terjadi, karena tidak ada pencatatan resmi di pemerintahan kampung. Hasil wawancara Penulis dengan Tete Clement).

Jalanan Kampung Katan yang merupakan jalan utama penghubung kampung ke Kota Keppi, Kabupaten Merauke (foto oleh Priscil Hioe)

Menurut beliau, seluruh wilayah hutan dapat dengan bebas untuk dimasuki dan dimanfaatkan. Pada beberapa kesempatan, penulis sempat bertemu dengan petani kulit pohon Gambir. Warga di kampung tersebut suka sekali berburu di dalam hutandananak-anak kecil juga terbiasa bermain ke hutan dengan tujuan yang sama yaitu untuk berburu kadal atau burung. Kebebasan tiap orang untuk masuk ke seluruh penjuru hutan dapat berdampak negatif. Sebagai contoh, pada musimkemarau tahun 2015, terjadi kebakaran hutan yang diduga terjadi akibat ada yang membakar bagian hutan. Tete Clement menggambarkan kondisi ini sangat buruk, bahkan menyebabkan kekeringan di wilayah yang didominasi oleh hutan dan rawa-rawa. Kebakaran selesai dengan adanya bantuan pemerintah dalam memadamkan api. Dalam hal ini, pemerintah menjadi komponen penting dalam pengawasan terhadap hutan. Padahal pada beberapa kasus di tempat lain, seringkali terjadi konflik antara pemerintah dengan masyarakat di sekitar wilayah konservasi. Wilayah ini memang bukan taman nasional, namun menjadi

Hutan Kampung Katan (foto oleh Priscil Hioe) ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

36


suatu perenungan:“Bila masyarakat diuntungkan, bukan tidak mungkin pembentukan suatu wilayah konservasi akan didukung penuh oleh mereka�. Berdasarkan hasil pengamatan pada masyarakat kedua kampung, penulis dapat menyimpulkan dua hal. Pertama, gaya hidup berbasis konservasi dapat dibangun lewat kesadaran mengenai ecosystem value bagi kehidupan kita. Secara tidak langsung, pendahulu di Kampung Monana telah menetapkan suatu bagian hutan yang tidak dapat disentuh, yang berdampak pada adanya bagian hutan yang tetap terjaga sampai saat ini. Kesadaran tersebut yang perlu dimiliki oleh tiap komponen masyarakat. Baik di tempat terpencil seperti Kampung Monana, maupun di kota besar, bila semua pihak sadar betapa lingkungan yang lestari akan memberi manfaat bagi hidup kita (misalnya sebagai sumber oksigen, keindahan, fungsi ekonomi, dll), maka secara otomatis masyarakat akan menjaga lingkungan tersebut. Menjadi pekerjaan rumah bagi orangtua, pendidik, pemerintah, dan lembaga terkait untuk memunculkan dan meningkatkan kesadaran ini. Tentunya cara menjaga lingkungan akan berbeda-beda dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat, contohnya pada Kampung Yatan pendekatan yang dilakukan berbeda dengan di Kampung Monana yang

Christmas Tree WormŠAkbar Reza

37

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

masih menggunakan peraturan adat. Hal kedua yang dapat dipelajari adalah mengenai sinergi antara masyarakat dan lembaga terkait dalam menciptakan lingkungan yang sustain. Masyarakat Kampung Monana telah berhasil melakukan pembagian wilayah pemanfaatan tanpa terjadinya konflik antarmasyarakat. Zonasi adat yang dijaga oleh tetua adat berhasil menjaga hutan di kampung itu tetap lestari. Di Kampung Yatan, konflik masyarakat – pemerintah tidak terjadi. Mereka saling membantu dalam menyelamatkan hutannya yang sempat terbakar, yang menjadi mata pencaharian di kampung itu. Tentu konflik dapat dihindari, bila semua pihak sadar atas pentingnya menjaga lingkungan, selain itu tentu semua pihak harus dapat memperoleh manfaat yang sama. Dengan kata lain, tidak ada pihak yang dirugikan. Menjadi pertanyaan besar bagi pengambil kebijakan, apakah kebijakan yang diambil sudah menguntungkan semua pihak terkait, atau hanya menguntungkan sebagian pihak saja? Gaya hidup yang bersifatberkelanjutantentunyadapat dibangun berlandaskankebutuhan masyarakat, tetapiapakah praktik ini dapat dilaksanakan pada masyarakat yang lebih modern?


SOSOK

"Plastic Epoch"

Medium: Photoshop (digital painting)

Santai sejenak bersama Patricia Ranieta Laksmi Datu Bahaduri Executive Officer, Forum Harimau Kita (FHK) datubahaduri@gmail.com

Hi teman Tambora! Dalam rubrik “SOSOK� kali ini, teman kita Laksmi berkesempatan untuk berbincang dengan Patricia Ranieta, seorang pembawa acara sebuah tayangan yang tak asing lagi bagi kamu. Yup, Jejak Petualang! Laksmi bertanya kepada Rani, sapaan akrabnya, tentang perjalanan hidupnya, serunya menjadi host Jejak Petualang, dan tentunya gaya hidup ramah lingkungan ala Rani. Lebih banyak tentang Rani dalam rubrik ini. Simak ya! Sosok kita yang satu ini lahir pada tanggal 2 Agustus 1993 di Jakarta. Rani tinggal di Bekasi bersama orang tuanya, namun sejak SMP memutuskan untuk bersekolah di Jakarta. Setiap hari Rani memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum untuk menuju ke sekolah. Dari pengalaman itulah kecintaan Rani terhadap traveling dimulai. Selama perjalanan dari rumah ke sekolah tersebut Rani dapat melihat dan menemui kejadian dan suasana berbeda-beda setiap harinya. Berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang baru yang menjadi hal yang sudah jarang dijumpai. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas, Rani memutuskan untuk kuliah Jurusan Komunikasi di London School of Public Relation, Jakarta. Dari Jurusan Komunikasi yang Rani pilih, secara tidak langsung jurusan ini mengajarkan bagaimana cara

berkomunikasi yang efektif dan menarik. Rani dapat menyampaikan dan menginformasikan ilmu yang dia miliki dengan cara yang mudah dipahami dan komunikatif. Di sela-sela kesibukan menyelesaikan studi akhir di London School of Public Relation, pada semester 8 Rani mendapatkan kesempatan untuk bekerja sebagai news anchor di MNC TV. Tidak terhenti menjadi news anchor dan membacakan berita di studio, justru dari pengalaman menjadi news anchor tersebut, selalu ada keinginan dari Rani untuk bisa mencoba membawakan sebuah acara di luar ruangan dengan tema yang berbeda-beda. Lulus dari London School of Public Relation, dan mendapatkan predikat ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

38


Best Student, Rani mendapatkan kesempatan untuk menjadi presenter sebuah program televisi “Jejak Petualang”, di mana program televisi tersebut berupa tayangan dokumenter yang berisi liputan yang berupa fenomena maupun hal menarik meliputi alam, kebudayaan, kearifan lokal serta eksplorasi yang ada di seluruh Indonesia. Jejak Petualang membawa Rani ke tempat-tempat terindah yang dimiliki Indonesia. Namun dari tempat yang Rani kunjungi, kadang-kadang Rani menemukan atau menjumpai pengunjung yang masih kurang paham arti menjaga lingkungan dan menghargai alam, atau mungkin mereka tidak mengerti apa itu menjaga lingkungan. Salah satu pengalaman Rani mengunjungi desa di pedalaman Kalimantan Barat, Rani mendapati desa tersebut memiliki hasil bumi yang melimpah dan alamnya yang begitu indah. Rani dan tim Jejak Petualang mendapati desa tersebut banyak sampah di mana-mana. Dari apa yang Rani lihat dan cermati, bersama tim Jejak Petualang Rani berusaha memberikan edukasi ke masyarakat desa untuk mencoba menjaga pentingnya lingkungan dan memanfaatkan alam, supaya hasil bumi yang dihasilkan akan terus terjaga. Pada saat pengambilan gambar, Rani bersama tim juga harus terus memberikan contoh yang baik ke masyarakat desa. Di daerah pesisir, Rani juga berbagi pengalaman mengenai pengelolaan sampah dan bagaimana caranya menjaga hasil laut ramah lingkungan. Salah satu caranya dengan tidak menggunakan bom sebagai salah satu cara menangkap ikan. Lewat tayangan Jejak Petualang yang Rani bawakan, Rani membawa misi untuk meningkatkan kepedulian orang lain terhadap lingkungan. “Sebagai seorang host dan juga pencinta lingkungan, saya berharap pesan berupa kebiasaan dan gaya hidup ramah lingkungan ini tidak hanya sampai sebagai sebuah tayangan di mata khalayak, namun juga bisa diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari”, ujar Rani. Misi tersebut tentunya didukung dengan pengalaman Rani dan jajaran prestasi lainnya di dunia komunikasi. Selama kuliah Rani sering mengikuti lomba-lomba news 39

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

presenter. Dari lomba-lomba yang Rani telah ikuti, Rani selalu keluar sebagai pemenang, namun yang paling membuat Rani paling berkesan bukan hadiahnya, tapi komentar dan masukan dari para juri yang membuat pengalaman dan pengetahuan Rani menjadi berkembang. Pada tahun 2015 pula, Rani sempat mengikuti pemilihan Wajah Femina untuk memperkaya ilmu presenting dan menambah koneksi, pun dalam pemilihan tersebut Rani menjadi pemenang untuk kategori Best Presenting di Wajah Femina 2015. Kecintaan Rani akan alam bebas dan lingkungan, membuat Rani untuk selalu berusaha untuk menjaga lingkungan dimulai dengan hal-hal kecil dan menerapkan pada kehidupan sehari-harinya. Contohnya, selain selalu menggunakan transportasi umum yang sudah Rani lakukan sejak lama yang diyakini dapat membantu mengurangi emisi, Rani juga selalu berusaha membuang sampah pada tempatnya. Saat kuliah Rani juga terlibat dalam kegiatan pecinta lingkungan. Dari kegiatan kampus yang diikuti tersebut Rani belajar lebih banyak dan lebih mengetahui mengenai lingkungan dan bagaimana bisa menjaga lingkungan dengan membiasakan hidup disiplin terhadap diri sendiri. Rani memiliki moto hidup, yakni “Kalau kita selalu disiplin untuk menjaga lingkungan, orang sekitar kita akan mengikuti apa yang kita lakukan”. Sekaligus menutup rubrik SOSOK kali ini, Rani berpesan kepada teman-teman Tambora: “Indonesia itu indah sekali, sayang sekali jika teman-teman tidak sempat melihat keindahan karena ketidakpedulian menjaga kebersihan lingkungan. Mulai sekarang, sebelum menyesal dan keindahan mulai rusak, alangkah lebih baiknya jika kita mulai menjaga lingkungan, supaya keindahannya tetap ada, tetap bisa dinikmati dan dibanggakan. Mulai dari hal kecil, karena dari yang kecil lama-lama akan menimbulkan dampak yang besar. Semangat!”.


Q&A Kenal lebih dekat dengan IMPACT! bersama Muhammad Ichsan, Founder IMPACT IKL UNPAD Nuruliawati Newsletter Editor, Tambora Junior Researcher, Wildlife Policy, WCS Indonesia Program nuruliawati@wcs.org

Pemuda merupakan salah satu ujung tombak dari konservasi. Pergerakan tongkat estafet perjuangan dari masa ke masa akan selalu dilakukan dari masa ke masa, dari satu generasi ke generasi lainnya. Dalam hal ini, pembekalan hal-hal mendasar terkait konservasi perlu dibangun, terutama sejak mengenyam bangku pendidikan. Menyadari bahwa kurikulum pendidikan formal tidak semerta-merta mewadahi lebih banyak muatan terkait konservasi itu sendiri, banyak wadah-wadah inovasi yang bermunculan guna memfasilitasi pembekalan ilmu terkait konservasi yang lebih mendalam. Pada tingkat universitas, salah satu yang menarik adalah IMPACT (Independent Marine Protected Animals Community), sebuah kelompok studi khusus biota laut yang digagas oleh para mahasiswa Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran (IKL FPIK UNPAD). Beruntung sekali, teman Tambora memiliki kesempatan untuk berbincang langsung dengan salah satu pendiri nya yaitu Muhammad Ichsan. Ichsan, begitu sapaan akrabnya, saat ini bekerja sebagai Sharks and Ray Officer, Wildlife Conservation Society. Simak bincang kami dalam rubrik QnA ini ya!

Pada saat itu, mengapa merasa perlu untuk mendirikan IMPACT? Apa misi mulia yang mendasari berdirinya IMPACT?

Pada saat itu di tempat kami belajar belum ada komunitas mahasiswa yang mewadahi keilmuan yang spesifik mengenai biota laut yang dilindungi. Saat itu jurusan kami masih baru dan masih mencari bentuk yang sesuai. Sebagai informasi saya merupakan angkatan ke 3 di Ilmu Kelautan UNPAD. Oleh karenanya untuk memfasilitasi mahasiswa yang tertarik di bidang konservasi biota laut dilindungi, komunitas ini didirikan sebagai wadah bertukar pikiran dan diharapkan membentuk jaringan yang kuat di dunia profesional. Kalau dilihat, IMPACT memiliki 3 pilar yang mulia yaitu Awareness, Research, dan Education. Apa saja kegiatan unggulan IMPACT di masing-masing pilar yang menjadi fokus utama tersebut?

Awareness: Campaign Media sosial, live campaign di berbagai event (Bandung ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

40


CFD), pembuatan Video watch?v=EXRvv9nfI44)

(https://www.youtube.com/

Education: berbagai pelatihan dan workshop di bidang biota laut dilindungi. (Stranded mammals workshop, Shark ID workshop) Research: Sejauh ini IMPACT melakukan penelitian menggunakan data sekunder untuk berbagai paper dan bahasan. Kami juga mengadakan sesi diskusi untuk mahasiswa yang melakukan penelitian tugas akhir yang berhubungan dengan biota laut dilindungi. Untuk penelitian secara mandiri oleh komunitas sedang dalam tahap perencanaan. Semakin hari, IMPACT semakin melebarkan sayapnya. Sampai saat ini, kerjasama yang dibangun oleh lembaga lain sudah sejauh mana?

Kami berusaha membangun berbagai jaringan di ranah pendidikan dan professional dengan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan eksternal, selain itu kami juga rutin mengadakan kunjungan ke berbagai lembaga yang bergerak di bidang konservasi (WWF, TNC, CI, PSPL, Seaworld, dsb). Namun sejauh ini IMPACT bersifat mandiri dan tidak terafiliasi dengan lembaga manapun. Untuk tipe kelompok studi, apakah sulit untuk mengajak mahasiswa – terutama mahasiswa tingkat awal – untuk turut terlibat dalam isu konservasi laut?

Komunitas ini walaupun belum memiliki badan hukum atau dibawahi institusi, namun berada dalam lingkungan Ilmu Kelautan UNPAD, dimana sudah memiliki sistem kaderisasi sejalan dengan tahap-tahap kaderisasi Himpunan mahasiswa. Himpunan mahasiswa sendiri mendukung berbagai aspek dalam perekrutan anggota contohnya pengenalan komunitas kepada mahasiswa baru. Problema SDM apakah pernah dihadapi oleh IMPACT? Terutama dalam hal regenerasi organisasi.

Menurut saya suatu komunitas tidak harus terpaku ke dalam jumlah anggota, dan mengedepankan komitmen dan kerja yang konkret. Inilah yang fokus kami bangun di komunitas ini. Kesulitan tentu saja ada, terutama jika pengurus, anggota, alumni sedang dalam proses menyelesaikan tugas akhir maupun sedang belajar atau bekerja di luar kota / negeri. Momen tersulit di IMPACT dan sulit dilupakan?

Momen tersulit adalah ketika saya mendirikan komunitas ini. Ketika itu saya dibantu teman-teman seangkatan yang memiliki visi yang sejalan. Tentu saja untuk hal keorganisasian kami harus memulai dari nol, dimana kami banyak belajar dari berbagai kesalahan dan kekurangan. Kesulitan terbesar lebih kepada meyakinkan orang-orang disekitar 41

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

Kesulitan terbesar lebih kepada meyakinkan orangorang disekitar kita bahwa komunitas ini memiliki tujuan yang mulia dan bukan merupakan idealisme buta


kita bahwa komunitas ini memiliki tujuan yang mulia dan bukan merupakan idealisme buta. Hal lain adalah seiring berjalannya waktu, teman-teman seangkatan pendiri komunitas mulai menghilang satu persatu, saya maklumi hal tersebut karena sampai saat ini bantuan dan dukungan tetap berdatangan baik secara langsung maupun tidak. Selain jajan micin bersama, apa hal lain yang disukai dan sering dilakukan oleh teman-teman IMPACT di luar kegiatan formal kelompok studi?

Nothing, micin is the best. Menurut Bapak pendiri, apa pondasi yang kira-kira perlu dibangun dalam sebuah kelompok studi atau organisasi pemuda berbasis konservasi lingkungan?

Pemuda adalah kaum yang dinamis dan memilki idealism yang tinggi, hal tersebut perlu disertai dengan komitmen yang kuat serta perencanaan yang matang dan berkelanjutan dalam berbagai aspek organisasi. Harapan Ichsan terhadap IMPACT saat ini dan titipan pesan bagi kelompok studi berbasis konservasi lainnya

Pada dasarnya konservasi adalah melindungi sesuatu yang berharga sehingga bermanfaat untuk jangka panjang. Pada prakteknya usaha konservasi sendiri seringkali menemui berbagai hambatan dan seakan menemui jalan buntu. Oleh sebab itu karena bidang ini adalah salah satu bidang yang menuntut komitmen dan kerja keras. Saya pribadi berpesan pada teman-teman yang menekuni bidang ini untuk tetap yakin dan percaya bahwa usaha kita akan membuahkan hasil, juga dengan memperkuat kolaborasi sehingga usaha yang kita lakukan dapat memberikan IMPACT yang nyata. Nah, buat kalian yang masih penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang IMPACT, kalian dapat mengikuti update kegiatan-kegiatan IMPACT di FB (IMPACT IKL UNPAD) dan juga Instagram (@impact.unpad)

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

42


EVENT

Deadline APCRS 2018 Diperpanjang! Batas aplikasi : 31 Januari 2018 Kami mengundang partisipan untuk mendaftarkan abstrak yang dapat dibawakan dalam bentuk presentasi oral dan poster dengan tema : Asia Pacific Coral Reef Symposium “Coral Reefs of Asia-Pacific : Working together amids contemporary challenges” Topik abstrak yang dapat kalian submit antara lain : •

Biodiversity and Evolution of Coral Reef Organisms

Response to Stressors: Anthropogenic

Coral Reef Restoration: Research to Reality

Marine Protected Areas and Coral Reefs

Citizen Science for Reef Management

Natural

and

Dan masih banyak topik menarik lainnya yang dapat diikuti! Informasi lebih lanjut dapat membuka website dibawah ini : http://www.tamboramuda.org/2017/12/ buruan-deadine-abstrak-apcrs-2018.html https://apcrs.org/abstracts/

43

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

Karimunjawa©Azhar Muttaqin


FUNDING Ayo Kita Dukung Pungky, Sang Penggiat Lingkungan Muda! Hi Tambs! Pernah dengar sosok inspiratif bernama Pungky Nanda Pratama? Pegiat lingkungan muda yang mendedikasikan dirinya untuk mengajar tentang pendidikan lingkungan dan konservasi di sebuah desa kecil berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat Sumatera? Bukan cuma itu, Pungky juga menginisiasi kegiatan keren bernama The Jungle Library Project dan kegiatannya telah di publikasikan di Mongabay! Simak juga video dan website www.junglelibrary.com untuk melihat cerita dan informasi lainnya tentang The Jungle Library Project Saat ini Pungky sedang mengadakan pengumpulan dana untuk keberlanjutan aktivitasnya lho! Yuk ikut bantu Pungky untuk pendidikan lingkungan dan konservasi yang lebih baik! Informasi lebih lanjut terkait funding silahkan klik link dibawah ya! http://www.tamboramuda.org/2017/12/ayo-kita-dukung-pungky-sang-pegiat.html https://www.gofundme.com/environmental-education-in-sumatra www.junglelibrary.com

https://news.mongabay.com/2017/01/how-one-conservationist-is-sparking-a-young-revolution-in-indonesia/ ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

44


TRAINING Pelatihan Online Gratis dari Reef Resilience Network

Ingin meningkatkan kesadaran tentang sebuah isu untuk memajukan upaya konservasi Anda? Strategic Communication Mentored Online Course oleh Reef Resilience Network dapat membantu anda berkomunikasi secara efektif untuk mencapai tujuan konservasi anda Pelatihan online selama tiga minggu ini dilengkapi dengan latihan langsung, webinar, dan kuis interaktif serta dilengkapi dengan bimbingan dari mentor dan manajer lainnya loh! Pelatihan ini gratis dan terbuka untuk siapa saja, tentunya disesuaikan untuk manajer dan praktisi terumbu karang. Jelajahi modul komunikasi untuk menyelinap maju ke barisan depan guys! Klik link dibawah ini untuk modul1 dan informasi2 lebih lanjut http://www.tamboramuda.org/2017/12/pelatihan-online-gratis-dari-reef.html http://www.reefresilience.org/communication/

1

http://www.reefresilience.org/strategic-communication-mentored-online-course/

2

JOB VACANCY Banyak Lowongan di Tasikoki Waildife Rescue Center! Pusat Penyelamatan Satwa Liar Tasikoki berada di Bitung, Sulawesi Utara, Indonesia. Visi utama pusat penyelamatan ini adalah untuk menanggulangi perdagangan ilegal satwa yang dilindungi. Beberapa kegiatannya antara lain menyelamatkan dan memelihara satwa yang disita dari perdagangan ilegal, serta berbagai macam kegiatan kampanye kesadaran. Beberapa satwa di dalamnya antara lain anoa, babirusa, buaya, primata, dan beberapa jenis burung. Tasikoki memiliki tempat yang sangat asri dan nyaman. Saat ini Tasikoki membuka lowongan pekerjaan sebagai berikut : - Health and husbandry coordinator - Husbandry coordinators birds, primates, reptiles - Guest liaison officer - Education officer - Security coordinator Informasi lebih lanjut silahkan klik link dibawah ini http://www.tamboramuda.org/2017/12/banyak-lowongan-di-tasikoki-wildlife.html http://www.tasikoki.org/jobs/

45

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


Calotes versicolor©Zahrah Afifah

MEET ERUPSI TEAM:

Ridha

Azhar

Arieh

Nuy

Zahrah

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org

46


Mari bergabung dalam jaringan Tambora, kunjungi

www.tamboramuda.org

Tambora Muda @ tamboramuda

47

ERUPSI Vol 17 | www.tamboramuda.org


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.