36 minute read

E. Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Sekolah (PTS

E. Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)

PROPOSAL

Advertisement

PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH (PTS)

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM PERANCANGAN

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI MELALUI IHT DAN

SUPERVISI AKADEMIK DENGAN TEKNIK K.A.S.I.H. DI SMAN

15 KOTA TANGERANG

Disusun Oleh:

Nama : WAHYU WIJAYANTI, M.Pd. NIP : 196609221990032003

Unit Kerja : SMA Negeri 15 Kota Tangerang

DIKLAT CALON PENGAWAS SEKOLAH

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROVINSI BANTEN

TAHUN 2021

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan dunia yang kompleks, mencakup berbagai aspek yang saling berkaitan seperti tujuan, peserta didik, pendidik, sumber belajar, sarana prasarana pendidikan, metode dan media pembelajaran, sistem penilaian. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila persoalan penyelenggaraan pendidikan harus dirancang dengan sistematis agar dapat mencapai hasil yang diinginkan.

Pembelaajaran di kelas harus bisa diselenggarakan guru dengan inovatif dan siswa aktif. Pemilihan metode yang bisa melayani kebutuhan dan gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik perlu diterapkan juga. Dengan pemilihan metode, model dan teknik yang tepat peserta didik akan mendapat pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna. Maka dalam proposal PTS ini penulis menyampaikan metode pembelajaran berdifersiasi.

Dalam penjelasan Tomlinson (2001:1), pada pembelajaran berdiferensiasi yang mengandung makna bahwa mencampurkan semua perbedaan untuk mendapatkan suatu informasi, membuat ide dan mengekspresikan apa yang mereka pelajari. Dengan kata lain bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan pelayanan guru untuk peserta didik yang beragam agar memperoleh kesempatan untuk meraih konten, memproses suatu ide dan meningkatkan hasil belajar. Sehingga peserta didik bisa mengikuti pembelajaran lebih efektif.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam pembelajaran berdiferensiasi seorang guru harus konsisten dan proaktif dalam mencari jalan untuk membantu peserta didik belajar dalam mencapai atau meraih proses pembelajaran di kelas sehingga sesuai kebutuhnya. Sebagai contoh, apabila guru memberikan tugas membaca kepada peserta didik, guru harus mengetahui tingkat level kemampuan membaca peserta didik, sehingga memberikan tugas membaca sesuai dengan tingkat level

membaca peserta didik tersebut dan juga bisa mengaitkannya dengan ketertarikan dari peserta didik tersebut. Sejalan Pendapat Hollads (2005: 3) bahwa pembelajaran berdiferensiasi tidak menambah beban peserta didik dalam belajar tetapi justru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan merangsang anak untuk terus belajar sehingga akan membantu anak dalam mencapai kesuksesan dalam belajar.

Berdasarkan kenyataan di atas, maka pembelajaran sebagai implementasi pendidikan bukan sekedar proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik atau sumber belajar pada lingkungan tertentu, melainkan sebagai proses kognisi dan internalisasi sehingga peserta didik memperoleh tambahan wawasan dan pengetahuan serta mampu mengembangkan sikap dan perilaku yang benar dan baik. Karenanya, penyelenggaraan pendidikan harus dilaksanakan dengan tata kelola yang tepat sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal. Tata kelola yang tepat memungkinkan potensi dan sumber daya pendidikan dapat dielaborasi secara efektif dan efisien dengan pembelajaran berdiferensiasi.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Pasal tersebut secara tegas mengedepankan kepentingan peserta didik sebagai bagian penting dari komponen pendidikan. Dalam kajian filosofisnya, peserta didik dipandang sebagai manusia seutuhnya yang unik, dimana mereka dipandang sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban. Dalam pendidikan, hak-hak peserta didik haruslah lebih dikedepankan daripada kepentingan lainnya. Peserta didik sebagai individu yang unik memiliki bakat, minat, kemampuan, dan gaya belajar yang berbeda. Setiap peserta didik harus mendapatkan layanan pendidikan masal untuk peserta didik secara individual (mass education of individual) bukan pendidikan individual bagi peserta didik masal (individual education of the mass)

agar dapat berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing. Teori tentang metode pembelajaran dengan pelayanan siswa berdasar gaya belajar mereka.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka Pembelajaran Berdiferensiasi bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Kepedulian guru terhadap peserta didik dalam memperhatikan kekuatan dan kebutuhan peserta didik yang pada dasarnya menjadi fokus yang perlu diperhatikan dalam Pembelajaran Berdiferensiasi. Profil pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar peserta didik. Pembelajaran Berdiferensiasi mengharuskan pendidik mencurahkan perhatian dan memberikan tindakan untuk memenuhi kebutuhan khusus peserta didik.

Pembelajaran Berdiferensiasi memungkinkan guru melihat pembelajaran dari berbagai perspektif. Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan proses siklus mencari tahu tentang peserta didik dan merespons belajarnya berdasarkan perbedaan. Ketika guru terus belajar tentang keberagaman peserta didik, maka pembelajaran yang profesional, efesien, dan efektif akan terwujud. Memahami peserta didiksecara terus menerus membangun kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik, mengamati, menilai kesiapan, minat, dan preferensi belajar. Menggunakan semua preferensi tentang bagaimana peserta didik mendemonstrasikan preferensi belajarnya (isi, proses, produk dan lingkungan belajar).

Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan penyesuaian terhadap minat, preferensi belajar, kesiapan peserta didik agar tercapai peningkatan hasil belajar. Pembelajaran Berdiferensiasi bukanlah pembelajaran yang individual. Namun, lebih cenderung kepada pembelajaran yang mengakomodir kekuatan dan kebutuhan belajar peserta didik dengan strategi pembelajaran yang independen. Saat guru merespon kebutuhan belajar peserta didik, berarti guru mendiferensiasikan pembelajaran.

Pembelajaran berdiferensiasi pada hakikatnya pembelajaran yang memandang bahwa siswa itu berbeda/beragam dan dinamis. Oleh karena itu, sekolah harus memiliki perencanaan tentang pemberajaran berdiferensiasi, antara lain: (1)

mengkaji kurikulum saat ini yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan Peserta didik; (2) Merancang perencanaan dan strategi sekolah yang sesuai dengan kurikulum dan metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik; (3) menjelaskan bentuk dukungan guru dalam memenuhi kebutuhan peserta didik; (4) mengkaji dan menilai pencapaian rencana sekolah secara berkala.

Sejalan dengan pendapat Tomlinson dan Eidson (2003) menyatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi pada jenjang sekolah dasar dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang secara proaktif melibatkan peserta didik selama prosesnya, serta memandang kelas-kelas sekolah dasar sebagai kelas yang memadukan berbagai kesiapan, minat, dan bakat belajar siswa. Sedangkan konsep pembelajaran berdiferensiasi, tomlinson (2000) menyatakan terdapat empat karakteristik utama pembelajaran berdiferensiasi yang efektif, yaitu: (1) pembelajaran merupakan konsep dan prinsip memberilkan dorongan; (2) penilaian berkelanjutan terhadap kesiapan dan perkembangan belajar peserta didik dipadukan ke dalam kurikulum; (3) digunakannya pengelompokan atau klasifikasi secara fleksibel berdasar gaya belajar siswa visual, akhirnya peserta didik secara aktif bereksplorasi di bawah bimbingan dan arahan guru.

Setiap siswa memiliki karakteristik gaya belajar masing-masing menurut De Poter dalam bukunya Tutik Rachmawati dan Daryanto yang berjudul Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang Mendidik terdapat 3 modalitas (tipe) dalam gaya belajar, yaitu Visual, Auditori dan Kinestetik. Pelajar visual belajar melalui apa yang mereka lihat. Auditori belajar dengan cara mendengar dan kinestetik belajar lewat gerak dan menyentuh. Dalam kenyataannya, setiap orang memiliki ketiga gaya belajar tersebut, tetapi kebanyakan orang cenderung hanya menggunakan salah satu dari ketiga gaya tersebut yang lebih mendominasi.

Berdasarkan karakteristik pembelajaran berdiferensiasi di atas, pembelajaran literasi hendaknya dilaksanakan berdasarkan kondisi awal peseerta didik, bukan berdasarkan apa yang harus dicapai peserta didik. Dalam merencanakan pembelajaran berdiferensiasi, guru harus memahami secara mendalam peserta

didik, baik dalam hal kesiapan belajar, minat, maupun gaya belajar atau profil belajarnya. Setelah diadakan IHT tentang pembelajaran berdiferensiasi untuk Guru SMA N 15 Kota Tangerang diharapkan guru bisa melaksanakan perancangan pembelajaran berdiferensiasi berdasar gaya belajar siswa visual, auditori dan kiestetik. Selanjutnya kegiatan supervisi akademik bisa dilakukan dengan Teknik K.A.S.I.H. (Kooperatif, Aktif, Sistematis, Inovatif dan Humanis).

Adapun tujuan dari supervisi akademik menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multi tujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memperhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya.

B. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan dunia yang kompleks, mencakup berbagai aspek yang saling berkaitan seperti tujuan, peserta didik, pendidik, sumber belajar, sarana prasarana pendidikan, metode dan media pembelajaran, sistem penilaian. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila persoalan penyelenggaraan pendidikan harus dirancang dengan sistematis agar dapat mencapai hasil yang diinginkan.

Pembelaajaran di kelas harus bisa diselenggarakan guru dengan inovatif dan siswa aktif. Pemilihan metode yang bisa melayani kebutuhan dan gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik perlu diterapkan juga. Dengan pemilihan metode, model dan teknik yang tepat peserta didik akan mendapat pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna. Maka dalam proposal PTS ini penulis menyampaikan metode pembelajaran berdifersiasi.

Dalam penjelasan Tomlinson (2001:1), pada pembelajaran berdiferensiasi yang mengandung makna bahwa mencampurkan semua perbedaan untuk mendapatkan suatu informasi, membuat ide dan mengekspresikan apa yang mereka pelajari. Dengan kata lain bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan pelayanan guru untuk peserta didik yang beragam agar memperoleh kesempatan untuk meraih

konten, memproses suatu ide dan meningkatkan hasil belajar. Sehingga peserta didik bisa mengikuti pembelajaran lebih efektif.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam pembelajaran berdiferensiasi seorang guru harus konsisten dan proaktif dalam mencari jalan untuk membantu peserta didik belajar dalam mencapai atau meraih proses pembelajaran di kelas sehingga sesuai kebutuhnya. Sebagai contoh, apabila guru memberikan tugas membaca kepada peserta didik, guru harus mengetahui tingkat level kemampuan membaca peserta didik, sehingga memberikan tugas membaca sesuai dengan tingkat level membaca peserta didik tersebut dan juga bisa mengaitkannya dengan ketertarikan dari peserta didik tersebut. Sejalan Pendapat Hollads (2005: 3) bahwa pembelajaran berdiferensiasi tidak menambah beban peserta didik dalam belajar tetapi justru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan merangsang anak untuk terus belajar sehingga akan membantu anak dalam mencapai kesuksesan dalam belajar.

C. Rumusan Masalah dan Pemecahannya

Penelitian ini untuk menganalisis sejauh mana terdapat “Peningkatan Pengelolaan Pembelajaran melalui IHT Pembelajaran Berdifernsiasi dan Supervisi Akademik dengan Teknik K.A.S.I.H. Dalam melaksanakan Pembelajaran Berdiferensiasi (PB) melalui Supervisi Teknik K.A.S.I.H.(Kooperatif, Aktif, Sistematis, Inovatif, Humanis) dapat meningkatkan prestasi peserta didik dan melayani peserta didik sesuai gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik dengan kebutuhannya sehingga guru mampu meningkatkan kompentensi pengelolaan pembelajar berdiferensiasi dengan baik dan benar. Oleh karena itu, guru di tuntut untuk inovatif baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Berkaitan dengan hal tersebut maka lebih lanjut dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kompentensi pengelolaan guru dalam pembelajaran berdiferensiasi melalui Bimlat dan supervisi akademik dengan teknik

K.A.S.I.H. ?

2. Bagaimana prestasi peserta didik dengan pembelajaran berdiferensiasi melalui Bimlat dan supervisi akademik dengan teknik K.A.S.I.H. ?

Pembelajaran berdiferensiasi (PB) dari sudut pandang perbedaan kelas tradisional dengan kelas berdiferensiasi disikapi sebagai dasar perencanaan dan penilaian yang dilakukan di akhir pembelajaran dalam rangka mengetahui siapa yang menguasai materi sehingga penilaian dapat dilakukan secara terus menerus, dan asesmen dilakukan untuk memahami bagaimana merancang pembelajaran agar lebih responsif. Pembelajaran Berdiferensiasi dengan tujuan memfasilitasi gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik lebih menonjolkan kecerdasan kelompok daripada kecerdasan klasikal. Guru yang dapat membantu memecahkan masalah peserta didik merupakan guru yang dapat berinteraksi kepada peserta didik dan sebaliknya. Sejalan dengan hal ini dibutuhkan guru yang inovatif di sekolah. Adapaun penilaian PB dalam komponen pembelajaran berdiferensiasi, yaitu: (1) isi, meliputi apa yang dipelajari peserta didik; (2) proses, (3) produk, dan (4) lingkungan belajar.

D. Tujuan

Adapun tujuan IHT Pembelajaran Berdiferensiasi dan Supervisi Akademik dengan Teknik K.A.S.I.H. adalah sebagai berikut: (1) penyelenggaraan dan pengelolaan pembelajaran berdiferensiasi dapat melayani peserta didik secara utuh sesuai dengan karakter, gaya belajar dan potensi/kemampuan belajar; (2) mengakomodasi kemajemukan potensi peserta didik penyelenggara dengan pembelajaran berdiferensiasi secara efektif dan bermakna; (3) supervisi teknik “Kooperatif, Aktif Sistematis, Inovatif, Humanis (KASIH)” terhadap guru dapat meningkatkan kemampuan pengelolaan guru dalam pembelajaran berdiferensiasi sehingga peserta didik terlayani secara utuh dari kemajemukan potensi peserta didik; dan (4) peningkatan kemampuan Guru membuat metode pembelajaran yang bervariasi.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis, diharapkan dapat menghasilkan sintesis tentang kompentensi pengelolaan guru dalam pembelajaran khususnya Pembelajaran Berdifernsiasi (PB) dan dengan supervisi akademik teknik K.A.S.I.H.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini secara praktis, memiliki manfaat bagi beberapa instansi terkait, yakni:

a. Untuk Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri di Kota

Tangerang, hasil penelitian di harapkan dapat digunakan sebagai dasar peningkatan mutu pendidikan berdasarkan klasifikasinya belajar cepat, sedang dan lambat dalam rangka menentukan faktor internal dan eksternal. b. Bagi guru-guru SMA Negeri di Kota Tangerang, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai dasar mengembangkan keprofesionalan dalam pelaksanaan tugas. c. Pengawas Sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional kepala sekolah dan guru.

F. Hipotesis Tindakan

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam mengembangkan pembelajaran berdiferensiasi sebagai berikut:

1) Berpusat pada peserta didik, artinya, pembelajaran direncanakan dengan cermat dan strategis dengan berdasar pada upaya memahami siswa secara utuh, serta menempatkan gaya, intelegensi, kemampuan awal, dan berbagai cara belajar siswa sebagai dasar pelaksanaan pembelajaran (Gregory dan Chapman, 2002: 35).

2) Berpusat pada kurikulum, artinya tidak mengubah konsep dan tujuan kurikulum dan menekankan kreativitas dalam menyelaraskan perangkat pembelajaran. 3) Diferensiasi materi pembelajaran, artinya materi pembelajaran yang diberikan tidak bersifat sama rata untuk semua peserta didik. Disesuaikan dengan gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik. 4) Walaupun materinya beragam tapi tiga hal yang terkait dengan konten, tentang apa yang dipelajari, proses bagaimana siswa mendapatkan informasi mengenai apa yang dipelajari produk bagaimana siswa mendapatkan hasil belajar harus sama pada masing-masing siswa.

Contoh perancangan pembelajaran berdiferensiasi mata pelajaran Sosiologi kelas XII, materi Perubahan Sosial dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Langkah-langkahnya : 1) Guru mengelompokkan siswa berdasarkan gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.

2) Guru menyampaikan materi secara umum tentang Perubahan sosial di masyarakat. 3) Guru memberikan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan dasar yang dimiliki masing-masing siswa, terkait materi tersebut. 4) Selanjutnya guru memberikan sumber belajar untuk masing-masing kelompok siswa melalui:

a) Memberikan materi ajar dalam bentuk slide presentasi powerpoint yang berisi gambar-gambar perubahan sosial di masyarakat, bagi siswa dengan gaya belajar visual. b) Memberikan bahan ajar berupa video yang berisi narasi tentang perubahan sosial di masyarakat bagi siswa dengan gaya belajar auditori.

c) Memberikan bahan ajar berupa game tentang perubahan sosial di masyarakat pada siswa dengan gaya belajar kinestetik.

d) Mengizinkan siswa untuk mengunjukkerjakan berbagai jenis kemampuan belajar. e) Memberikan lebih banyak waktu bagi peserta didik untuk berpikir ketika mempelajari sesuatu. f) Menggunakan peta konsep selama pembelajaran. g) Membimbing peserta didik agar mereka mampu mendalami suatu topik. h) Mendiferensiasi proses/aktivitas pembelajaran, guru dapat melihat cara-cara alternatif dan bermakna untuk menyediakan pijakan belajar bagi siswa. i) Menggunakan banyak tugas untuk beberapa peserta didik dan membiarkan proses belajar tetap terbuka untuk beberapa siswa lain. j) Menggunakan berbagai cara yang dapat digunakan siswa untuk mendemonstrasikan aktivitas belajarnya.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Differentiated Instruction (Pembelajaran Berdiferensiasi/PB) dalam penjelasan Tomlinson (2001:1), merupakan pembelajaran beragam atau variatif untuk menciptakan suatu kelas yang beragam dengan memberikan kesempatan dalam meraih konten, memproses suatu ide dan meningkatkan hasil setiap peserta didik, sehingga murid-murid akan bisa lebih belajar dengan efektif. Hal ini senada dengan pendapat (Arends, 2008:123) bahwa guru akan memulai mengajar berdasarkan kebutuhan, kesiapan (di mana posisi peserta didik), minat dan kemudian menggunakan banyak model mengajar dan penataan instruksional untuk memastikan bahwa peserta didik meraih prestasinya.

Hal tersebut bisa juga dengan mengubah isi dari kurikulum dan strategi pembelajaran yang diberikan guru kepada peserta didik atau disebut sebagai Differentiated of instruction dan juga menggunakan metode student- center (metode pengajaran berpusat pada anak dan sesuai dengan kebutuhan anak) sejalan dengan pendapat (McLeskey dan Waldron, 2000:150). Dalam penjelasan Tomlinson (2001:1), pada pembelajaran diferensiasi berarti mencampurkan semua perbedaan untuk mendapatkan suatu informasi, membuat ide dan mengekspresikan apa yang mereka pelajari.

Differentiated of instruction adalah modifikasi kurikulum di mana semua anak bisa belajar dalam satu kelas dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Pendekatan ini dilakukan dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas dengan berbagai kemampuan anak yang berbeda dalam kelas tersebut. Maksud dari differentiated itu sendiri adalah setiap anak mempunyai standar kurikulum yang berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhannya. Hal ini dimaksudkan bahwa guru harus memodifikasi isi, proses/cara berpikir (the thinking process) dan produk yang harus dikerjakan sebagai evaluasi, berdasarkan karakteristik anak, tingkat

kesiapan anak, interest atau kesukaan anak, kecerdasan majemuk (mulltiple intelegences), pemberian instruksi dan pembelajaran atau materi yang berbedabeda sesuai dengan tingkat kemampuan anak, memperdalam pemahaman, dan melibatkan kerja kelompok. (Hollas, 2005:2).

Menurut Gregory dan Chapman (2007:2) mengungkapkan hal-hal yang mendukung pandangan atau filosofi mengenai pembelajaran diferensiasi adalah sebagai berikut: (1) semua peserta didik pada dasarnya memiliki kekuatan dalam bidang-bidang tertentu; (2) semua peserta didik memiliki bidang yang butuh untuk dikuatkan; (3) setiap otak peserta didik adalah unik seperti suatu sidik jari (fingerprint); (4) tidak ada kata terlambat untuk belajar; (5) ketika memulai suatu topik yang baru, peserta didik membawa dasar pengetahuan mereka sebelumnya dan pengalaman dalam belajar; (6) emosi, perasaan, dan sikap berpengaruh pada belajar; (7) semua peserta didik dapat belajar dengan cara yang berbeda-beda pada waktu yang berbeda-beda pula.

Banyak guru yang belum bisa membayangkan bagaimana pendekatan pembelajaran diferensiasi ini dikarenakan sudah bertahun-tahun lamanya melakukan suatu proses pembelajaran satu arah dan berpusat hanya pada guru. Dengan menggunakan strategi diferensiasi dan memberikan kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dilihat dari kesiapan, minat dan gaya belajar peserta didik maka diharapkan kebutuhan peserta didik akan terpenuhi, peserta didik akan bisa belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Model pembelajaran diferensiasi ini bukan suatu model pembelajaran yang baru. Model pembelajaran ini diperlukan suatu kesadaran dan juga kerja keras yang sungguh-sungguh dalam menganalisis data informasi yang didapat dari peserta didik di kelas, kemudian data tersebut digunakan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan dalam memberikan pembelajaran kepada peserta didik yang akan disesuaikan dengan kemampuan serta digunakan dalam mengubah sesuatu yang perlu diubah juga memberikan hal-hal yang lebih diperlukan bagi peserta didik masingmasing.

Pembelajaran diferensiasi bukanlah pembelajaran individual Seperti halnya yang terjadi pada perkembangan pendidikan pada tahun 70an, bahwa jika ada murid yang memiliki tingkat perbedaan kemampuan dalam kelas, maka dalam belajar sesuai dengan kemampuannya, anak tersebut akan ditarik dari kelas dia berada dan akan diberikan pembelajaran individual sesuai dengan kemampuannya yang berada di ruangan lain atau terpisah dari kelasnya tersebut. Berbeda dengan pembelajaran diferensiasi, bahwa anak- anak yang memiliki perbedaan kemampuan tersebut, akan diberikan kesempatan untuk belajar, tidak dipisahkan oleh karena level kemampuannya tetapi berfokus pada makna belajar itu sendiri dan juga kekuatan dari setiap peserta didik. Model pembelajaran dalam mengajar, terkadang guru akan mengajar pada “whole class” atau kelompok besar, terkadang kelompok kecil dan terkadang secara individual dalam satu kelas. “Differentiated Instruction”: Solusi Pembelajaran 343 pembelajaran diferensiasi, akan ahli dalam memeimpin kelas dan dengan cepat menanggulangi masalah ini. Dibandingkan dengan guru yang menggunakan pendekatan satu center (guru menjadi pusat pembelajaran), pada guru yang menerapkan pembelajaran diferensiasi akan mengatur dan memonitor kelas.

Pada Pembelajaran diferensiasi kelompok tidak homogen tetapi bersifat fleksibel (Flexible Grouping) pada kelas yang menerapkan pembelajaran diferensiasi, kelompok yang dibentuk akan bersifat fleksibel, di mana murid yang memiliki kekuatan dalam bidang tertentu akan bergabung dengan teman yang lain dan bekerjasama dengan teman-temannya. Murid yang kuat dalam hal tertentu belum tentu memiliki kekuatan yang sama dalam bidang lain. Misalnya, mungkin murid tersebut akan memiliki kekuatan dalam memahami suatu bacaan, belum tentu dalam memulis, ia akan bisa menulis dengan ejaan yang benar atau menuliskan kalimat dengan tepat, atau dalam hal matematika, mungkin murid tersebut akan mengalami kelemahan dalam berhitung dan lain-lain.

Dalam kelompok yang bersifat fleksibel tersebut, guru akan pahambahwa mungkin ada beberapa murid yang dalam mengerjakan tugas baru kerjanya lambat dan kemudian akan diberikan penjelasan untuk mempercepat kerjanya sambil

yang lain belajar tetapi dilakukan dengan perlahan-lahan. Dalam pembelajaran diferensiasi, kelompok akan selalu diubah-ubah berdasarkan kebutuhan dan pengalaman belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi adalah proaktif dan berdasar pada asesmen Pada kelas yang menerapkan pembelajaran diferensiasi, kita harus berpikir bahwa murid- murid memiliki kebutuhan belajar yang beragam dan berbeda satu dengan yang lainnya. Guru harus proaktif menemukan dan melakukan perencanaan dengan berbagai cara untuk bisa mengekspresikan bagaimana murid- muridnya bisa belajar.

Dalam kelas diferensiasi, guru akan memperhatikan 3 elemen penting dalam pembelajaran berdiferensiasi di kelas yaitu (1) Content (input) yaitu mengenai apa yang murid pelajari, (2) Proses yaitu bagaimana murid akan mendapatkan informasi dan membuat ide mengenai hal yang dipelajarinya, product (output), bagaimana murid akan mendemonstrasikan apa yang sudah mereka pelajari. Ketiga elemen tersebut di atas akan dilakukan modifikasi dan adaptasi berdasarkan asesmen yang dilakukan sesuai dengan tingkat kesiapan murid, ketertarikan (interest) dan learning profile. Terdapat 3 elemen penting yang akan dilakukan diferensiasi, antara lain sebagai berikut:

1. Content/Konten berhubungan dengan apa yang akan murid-muird ketahui, pahami dan yang akan dipelajari. Dalam hal ini guru akan memodifikasi bagaimana setiap murid akan mempelajari suatu topik pembelajaran.

Misalnya, guru akan mengajarkan matematikan yang mana tujuan objektifnya adalah murid-murid bisa membaca waktu. Bagi anakanak yang tingkat kesiapannya sudah siap dan mengerti akan konten yang akan dipelajarinya, hal ini tidak menjadikan masalah bagi murid untuk belajar hal yang sama sesuai dengan konten yang sudah ditentukan. Bagi tingkat kesiapannya belum memahami mengenai konten tersebut, guru perlu melakukan modifikasi dan adaptasi berdasarkan tingkat kesiapan murid tersebut.

2. Process/proses merupakan cara murid mendapatkan informasi atau bagaimana ia belajar. Dalam arti lain adalah aktivitas murid dalam

mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan berdasarkan konten yang akan dipelajari. Aktivitas akan dikatakan efektif apabila berdasarkan pada tingkat pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan murid. Murid akan bisa mengerjakan dengan sendirinya dan berguna bagi diri mereka sendiri.

3. Product/produk merupakan bukti apa yang sudah mereka pelajari dan pahami. Murid-murid akan mendemostrasikan atau mengaplikasikan mengenai apa yang sudah mereka pahami. Produk akan merubah murid dari “consumers of knowledge to producer with knowledge”.

Pembelajaran diferensiasi adalah model pembelajaran yang berpusat pada murid Dasar pemikiran pembelajaran diferensiasi adalah bahwa murid- murid adalah berbeda dan pengalaman belajar akan lebih efektif apabila belajar itu menyenangkan, relevan (sesuai dengan kondisi) dan menarik (interesting). Guru dalam kelas yang diferensiasi akan memahami kebutuhan dari masing-masing muridnya untuk membantu murid meningkatkan tanggungjawab pada perkembangan mereka sendiri. Dalam kelas diferensiasi, peserta didik harus aktif dan mengevaluasi keputusan yang mereka lakukan serta melatih peserta didik dalam bertanggung jawab juga berbagi dengan teman lain pada saat mereka bekerja kelompok dengan berbagai variasi kelompok. Dalam hal ini juga mengajarkan mereka untuk menyiapkan kehidupan mereka sendiri.

Sedangkan hakekat kemampuan pembelajaran menurut Gagne, Briggs, & Wager (1992: p. 11) pembelajaran (instruction), 1992: p. 11) merupakan seperangkat peristiwa eksternal yang diatur dan dirancang secara sengaja untuk mendukung proses belajar internal. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran perlu dipertimbangkan sejumlah tahapan belajar (events of learning) yang mesti dilewati agar bisa mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Secara umum mereka membagi pembelajaran atas beberapa tahapan yakni: (1) menarik perhatian peserta didik melalui rangsangan tertentu, (2) menginformasikan tujuantujuan pembelajaran, (3) mengingatkan kembali materi yang sudah dipelajari, (4) menyajikan materi secara jelas, (5) memberikan panduan belajar, (6) meminta

diperlihatkan kinerja, (7) menyediakan umpan balik tentang ketepatan kinerja, (8) menilai kinerja belajar, (9) meningkatkan retensi dan transfer. Yusufhadi Miarso (2004: p. 528) menjelaskan bahwa pembelajaran atau kegiatan instruksional adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Ini berarti pembelajaran sebenarnya lebih banyak terkait dengan pendayagunaan lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat membuat peserta didik bisa belajar.

Pendapat ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang lebih bersifat motivasional terhadap individu-individu pebelajar. Sedangkan pembelajaran menurut Romiszowski (1990: p. 14) adalah suatu proses yang terarah kepada tujuan (goal-oriented) yang kurang lebih sudah direncanakan sebelumnya. Ini berarti kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang terencana, disengaja, dan senantiasa memiliki tujuan tertentu. Menurut Reigeluth (1983: p. 14), pembelajaran sebagai suatu ilmu atau kiat memiliki tiga komponen utama dalam teori pembelajaran yakni metode, kondisi, dan hasil.

Metode pembelajaran adalah berbagai cara-cara yang berbeda-beda untuk mencapai hasil yang berbeda-beda di bawah kondisi yang berbeda pula. Kondisi pembelajaran adalah faktor-faktor yang mempengaruhi efek dari metode. Inovasi dalam konteks pendidikan dan pembelajaran berhubungan dengan pengetahuanpengetahuan baru yang berhubungan dengan suatu mata pelajaran tertentu, metode atau strategi pembelajaran baru, strategi mengorganisasikan bahan pelajaran, strategi penyampaian, dsb. Semua itu merupakan bentuk-bentuk inovasi dalam pembelajaran yang terkait langsung dengan profesi guru.

Para guru dalam menyikapi suatu inovasi nampaknya beragam, ada yang langsung menerimanya, ada yang meneliti lebih dahulu dan memutuskan untuk menerimanya untuk dirinya sendiri, ada yang berinteraksi dengan sistem terlebih dahulu kemudian mempertimbangkan untuk menerima inovasi tersebut, namun tidak sedikit pula yang menolak inovasi tersebut. Proses keputusan inovatif menurut Rogers (1995: p. 16) melewati lima tahap yaitu: (1) tahap pengetahuan,

(2) tahap persuasi, (3) tahap keputusan, (4) tahap implementasi, dan (5) tahap konfirmasi.

Keinovatifan berkaitan erat dengan cepat atau lambatnya seseorang dalam mengadopsi suatu inovasi tertentu. Kecepatan seseorang untuk menerima inovasi sangat berbeda-beda dari satu individu dengan individu lainnya. Misalnya para guru dalam suatu sekolah bisa menerima inovasi strategi pembelajaran yang berbeda-beda. Guru yang satu mungkin akan segera menerima dan mengimplementasikan inovasi tersebut segera setelah inovasi itu diperkenalkan. Sementara guru yang lainnya barangkali agak lambat dalam menerimanya karena masih mempertimbangkan banyak hal. Perkembangan teknologi pendidikan yang begitu pesat, khususnya yang berkaitan dengan temuan-temuan baru dalam strategistrategi pembelajaran mutakhir, media pembelajaran mutakhir (multimedia), cara-cara belajar yang lebih efektif, dan sebagainya telah menantang para guru untuk menentukan sikapnya, apakah segera menerima dan memperbahaharui strategi-strategi pembelajaran yang telah dilaksanakan selama ini, atau harus tetap mempertahankan pola-pola lama yang dianggap lebih baik.

Sebagai pengelola pembelajaran yang baik guru hendaknya tidak boleh ketinggalan zaman dengan berbagai temuan baru tersebut. Ia harus bisa mengadopsi dan mengintegrasikan temuan-temuan tersebut dalam prakteknya. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, guru dianggap sebagai pemuka pendapat (opinion leader) karena dianggap mengetahui hal-hal baru lebih awal dibandingkan dengan masyarakat kebanyakan dan pikiran-pikiran atau pendapatnya tentang sesuatu yang baru sering dirujuk oleh masyarakat sebagai hal yang baik. Dalam kaitan dengan itu maka semakin inovatif seorang guru terhadap temuan-temuan baru, harusnya ia menjadi semakin kreatif dalam mengelola kegiatan pembelajarannya. Semakin kreatif ia mengelola pembelajarannya maka dapat dipastikan bahwa semakin efektif pula hasil yang diperolehnya.

Oleh karena itu, diduga ada keterkaitan antara tingkat keinovatifan guru, yaitu derajat penerimaan guru terhadap suatu inovasi dengan kemampuan mengelola pembelajarannya. Hakikat kemampuan pembelajaran menurut Gagne, Briggs, &

Wager (1992: p. 11) pembelajaran (instruction), 1992: p. 11) berarti sebagai seperangkat peristiwa eksternal yang diatur dan dirancang secara sengaja untuk mendukung proses belajar internal. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran perlu dipertimbangkan sejumlah tahapan belajar (events of learning) yang mesti dilewati agar bisa mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Secara umum mereka membagi pembelajaran atas beberapa tahapan yakni: (1) menarik perhatian siswa melalui rangsangan tertentu, (2) menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, (3) mengingatkan kembali materi yang sudah dipelajari, (4) menyajikan materi secara jelas, (5) memberikan panduan belajar, 6) meminta diperlihatkan kinerja, 7) menyediakan umpan balik tentang ketepatan kinerja, (8) menilai kinerja belajar, (9) meningkatkan retensi dan transfer.

Guna lebih memahami konsep pembelajaran berdiferensiasi, tomlinson (2000) menyatakan ada empat karakteristik utama pembelajaran berdiferensiasi yang efektif, yaitu: (1) pembelajaran merupakan konsep dan prinsip memberilkan dorongan, (2) penilaian berkelanjutan terhadap kesiapan dan perkembangan belajar siswa dipadukan ke dalam kurikulum, (3) digunakannya pengelompokan secara fleksibel dan konsisten, dan (4) peserta didik secara aktif bereksplorasi di bawah bimbingan dan arahan guru.

Berdasarkan karakteristik pembelajaran berdiferensiasi di atas, pembelajaran literasi hendaknya dilaksanakan berdasarkan kondisi awal peserta didik, bukan berdasarkan apa yang harus dicapai peserta didik. Dalam merencanakan pembelajaran berdiferensiasi, guru harus memahami secara mendalam peserta didik, baik dalam hal kesiapan belajar, minat, maupun gaya atau profil belajarnya. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam mengembangkan pembelajaran berdiferensiasi sebagai berikut:

1. Berpusat pada peserta didik

Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajarn yang berpusat pada siswa. Artinya, pembelajaran direncanakan dengan cermat dan strategis dengan berdasar pada upaya memahami siswa secara utuh, serta menempatkan gaya, intelegensi, kemampuan awal, dan berbagai cara

belajar siswa sebagai dasar pelaksanaan pembelajaran (Gregory dan Chapman, 2002: 35).

2. Berpusat pada kurikulum

Pembelajaran berdiferensiasi tidak mengubah konsep dan tujuan kurikulum. Pembelajaran ini lebih menekankan kreativitas dalam menyelaraskan perangkat pembelajaran.

3. Diferensiasi materi pembelajaran

Diferensiasi materi pembelajaran berarti materi pembelajaran yang diberikan tidak bersifat sama rata untuk semua peserta didik. Oleh sebab itu, guru harus mampu menyeleksi materi pembelajaran sesuai dengan minat, pengetahuan awal, dan gaya belajar peserta didik. Sedangkan upaya mendiferensiasi materi pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut:

a. menggunakan sumber belajar yang beragam berdasar gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik. b. menyediakan waktu untuk berbicara secara kelompok, c. mengizinkan siswa untuk mengunjukkerjakan berbagai jenis kemampuan belajar, d. melakukan pembelajaran berdasar kerja kelompok, e. memberikan lebih banyak waktu bagi siswa untuk berpikir ketika mempelajari sesuatu, f. menggunakan peta konsep selama pembelajaran, g. mengizinkan siswa mengikuti pembelajaran berdasar gaya belajar siswa, h. membimbing peserta didik agar mereka mampu mendalami suatu topik, i. memulai dan mendesain pembelajaran berdasarkan apa yang ingin peserta didik ketahui, j. menargetkan beragam gaya belajar dan multipelintelegensi, dan k. diferensiasi pendekatan pembelajaran.

Adapun mendiferensiasi proses/aktivitas pembelajaran, guru dapat melihat cara-cara alternatif dan bermakna untuk menyediakan pijakan belajar bagi siswa. Oleh sebab itu, cara-cara dibawah ini dapat digunakan guru untuk mendiferensiasi pendekatan pembelajaran yaitu:

a. mengembangkan tugas dalam beberapa cara berdasar gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik, tetapi tetap memiliki satu tujuan

yang sama; b. mengelompokan siswa dengan berbagai cara; c. menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi; d. menciptakan pelayanan berdasar kelompok gaya belajar siswa; e. memberikan tugas yang bervariasi dan membiarkan proses belajar selalu terbuka untuk semua siswa; f. mengizinkan siswa untuk menciptakan tugasnya sendiri; g. menggunakan berbagai cara yang dapat digunakan siswa untuk mendemonstrasikan aktivitas belajarnya; h. menciptakan tugas yang kaya dan disesuaikan dengan gaya siswa visual, auditori dan kinestetik;

Dalam rangka menciptakan produk dan forma yang berdiferensiasi, berikut beberapa cara yang digunakan:

a. Menggunakan tugas dan materi sesuai dengan gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik. b. Menciptakan dan menggunakan rubrik untuk menilai pembelajaran. c. Mengizinkan peserta didik menggunakan berbagai cara untuk mendemonstrasikan capaian belajarnya. d. Mengelompokkan siswa berdasar gaya belajar siswa visual, auditori dan kinestetik.

e. Mengizinkan peserta didik untuk menentukan dan menciptakan sendiri kegiatan investigasinya, f. Menyediakan keesempatan bagi peserta didik untuk menyelesaikan tugas secara mandiri ataupun dalam kelompok,

g. Menyediakan tugas yang beragam, namun tetap memiliki kesamaan target akhir, h. Menggunakan kecerdasan majemuk yang dimiliki peserta didik, i. Diferensiasi strategi dan sumber-sumber belajar, j. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang secara alamiah bersifat inklusi. Artinya, pembelajaran ini senantiasa menggunakan beragam strategi pembelajaran yang secara intensif mengembangkan seluruh kemampuan peserta didik. Pembelajaran eksplisit merupakan pembelajaran yang menyatakan pengetahuan, keterampilan, dan strategi yang hendak dicapainya secara jelas, langsung, dan bertujuan.

Yusufhadi Miarso (2004: p. 528) mengatakan bahwa pembelajaran atau kegiatan instruksional adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Ini berarti pembelajaran sebenarnya lebih banyak terkait dengan pendayagunaan lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga dapat membuat siswa bisa belajar. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang lebih bersifat motivasional terhadap individu-individu pembelajar. Sedangkan pembelajaran menurut Romiszowski (1990: p. 14) adalah suatu proses yang terarah kepada tujuan (goal-oriented) yang kurang lebih sudah direncanakan sebelumnya. Ini berarti kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang terencana, disengaja, dan senantiasa memiliki tujuan tertentu.

Tujuan-tujuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran bisa dibuat oleh siswa sendiri, atau oleh pihak luar seperti guru, sekolah, atau pengembang kurikulum dan menjadi acuan bagi kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang sistematis dan terstruktur. Menurut Reigeluth (1983: p. 14), pembelajaran sebagai suatu ilmu atau kiat memiliki tiga komponen utama dalam teori pembelajaran yakni metode, kondisi, dan hasil. Metode pembelajaran adalah berbagai cara-cara yang berbeda-beda untuk mencapai hasil yang berbeda-beda di bawah kondisi yang berbeda pula.

Pengklasifikasian dapat meningkatkan kemampuan guru dalam berinovatif di sekolah yang pada akhirnya peserta didik terlayani dengan utuh sesuai kebutuhan peserta didik. Sejalan pendapat di atas maka perlu adalah evaluasi terhadap pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas agar peningkatan mutu dapat terkontrol dengan baik. Dalam rangaka membantu guru mengembangakan kemampuannya memcapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi peserta didik sehingga kualitas akademik yang dilakuan oleh guru semakin meningkat. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan maka perlu adanya supervisi terhadap guru yang mempunyai makna secara etimologi supervisi berasal dari ata super dan vision yang masing-masing kata itu berarti kepemimpinan dan potret. Jadi secara etimologis, supervisi berarti protret dari kepemimpinan dalam hal ini kepala sekolah.

Model pembelajaran Visual, Auditori, Kinestetik (VAK) adalah model pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan alat indra yang dimiliki siswa. Pembelajaran dengan model pembelajaran Visual, Auditori Kinestetik (VAK) adalah suatu pembelajaran yang memanfaatkan gaya belajar setiap individu dengan tujuan agar semua kebiasaan belajar siswa akan terpenuhi.

Model pembelajaran visual auditory kinesthetic (VAK) merupakan model pembelajaran yang mengoptimalkan tiga gaya belajar yang berupa visual, auditori, dan kinestetik. VAK merupakan tiga modalitas yang dimiliki oleh setiap manusia. Ketiga modalitas tersebut kemudian dikenal sebagai gaya belajar. Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana seseorang dapat menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (Shoimin, 2014: 226).

Russel (2011: 40) menjelaskan model pembelajaran V.A.K yaitu suatu model pembelajaran dengan memanfaatkan potensi/gaya belajar yang dimiliki dengan cara melatih dan mengembangkan secara optimal gaya belajar agar hasil belajar meningkat.

Adapun potensi yang harus dikembangkan sebagai berikut:

1. Visual (Belajar dengan cara melihat)

Gaya belajar ini mengakses citra visual yang diciptakan maupun diingat misalnya warna, hubungan ruang, potret, mental, dan gambar menonjol. Belajar menggunakan indra mata melalui, mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Seorang siswa lebih suka melihat gambar atau diagram, suka pertunjukan, peragaan atau menyaksikan video. Bagi siswa yang bergaya visual, yang memegang peranan penting adalah mata atau penglihatan.

Dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak dititik beratkan pada peragaan atau media, ajak siswa ke objekobjek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya dipapan tulis.

Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar visual misalnya lirikan mata ke atas bila berbicara dan berbicara dengan cepat. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerrti materi pelajaran. Siswa cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Siswa berfikir menggunakan gambar-gambar di otak dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)

Auditori merupakan gaya belajar melalui cara mendengar,menyimak, berbicara, presentasi, mengemukakan pendapat,gagasan, menanggapai, dan berargumentasi. Seorang siswa lebih suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat, dan instruksi (perintah) verbal. Alat perekam sangat membantu pembelajaran pelajar tipe auditori.

Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar auditori misalnya lirikan mata ke arah kiri atau kanan, mendatar bila berbicara dan sedang-

sedang saja. Untuk itu, guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori mencerna makna yang disampaikan melalui tone, suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara, dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori. Anak-anak seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Dalam merancang pelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri pembelajar, carilah cara untuk mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Suruh mereka menerjemahkan pengalaman mereka dengan suara. Mintalah mereka membaca keras-keras secara dramatis jika mereka mau. Ajak mereka berbicara saat mereka memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri.

3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Kinestetik merupakan gaya belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran. Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Seorang siswa lebih suka menangani, bergerak, menyentuh dan merasakan atau mengalami sendiri gerakan tubuh (aktivitas fisik). Bagi sisiwa kinestetik belajar itu haruslah mengalami dan melakukan. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar kinestetik misalnya lirikan mata ke bawah bila berbicara dan berbicara lebih lambat. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Visual, Auditory, Kinesthetic (VAK) adalah model pembelajaran yang mengoptimalkan pada tiga gaya belajar yaitu visual, auditori, dan kinestetik.

Menurut Pidarta (2009) supervisi merupakan bantuan dari para pimpinan sekolah, yang tertujuan kepada perkembangan keprofesional guru terhadap sekolah lainnya dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Satori (2004) supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar-mengajar yang lebih baik. Sedangkan pendapat (Suhertian, 2000) menjelaskan bahwa supervisi merupakan kunci akhir dalam memberikan layanan dan bantuan.

Sejalan beberapa pendapat di atas supervisi dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan layanan dan pembinaan yang direncanakan oleh pengawas sekolah yang dilakukan secara sistematis untuk membantu para guru dan pegawai baik secara individu atau kelompok dalam usaha memperbaiki pembelajaran atau melakukan tugasnya secara efektif. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaranuntuk mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989, Glickman, et al; 2007). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi.

Tujuan supervisi akademik adalah (1) membantu guru mengembangkan kompetensinya, (2) mengembangkan kurikulum, dan (3) mengembangkan kelompok kerja guru. Supervisi akademik merupakan salah satu (fungsi mendasar (essential function) dalam keseluruhan program sekolah. Hasil supervisi akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi pengembangan profesionalisme guru. Kemampuan mengajar guru menjadi jaminan tinggi rendahnya kualitas layanan belajar.

Kegiatan supervisi menaruh perhatian utama para guru, kemampuan supevisor membantu guru-guru tercerimin pada kemampuannya memberikan bantuannya kepada guru. Sehingga terjadi perubahan perilaku akademik pada muridnya yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu hasil belajarnya. Kegiatan supervisi di sekolah dilaksanakan secara menyeluruh meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kurikulum, sarana, prasarana, dan hubungan sekolah dengan masyarakat. Mengingat begitu luas dan rumitnya kegiatan supervisi maka perlu disusun norma pelaksanaannya karena bagaimanapun lengkap sarana, alat-alat, dan guru, bila tidak ada pengadministrasian dan supervisi yang baik tentu tidak akan tercapai tujuan secara efektif dan efisien. Dalam rangka mewujudkan kemampuan guru maka perlu Bimlat, dalam kegiatan IHT secara efektif dan efisien.

Adapun pelaksanaan supervisi yang dilakukan kepala sekolah dapat berupa kunjungan kelas, pertemuan pribadi dan rapat rutin. Kunjungan kelas secara terancana dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru. Pertemuan pribadi pada waktu yang telah disepakati anatara sekolah dengan guru untuk memecahkan masalah yang bersifat khusus di laksanakan dengan cara berdialog langsung dengan guru. Sedangkan rapat rutin dimaksudkan untuk membari bantuan secara umum melalui pertemuan secara berkala.

Pelaksanaan supervisor di sekolah terhadap Ibu/Bapak guru oleh kepala sekolah seharusnya berlandaskan kepada prinsip-prinsip supervisi. Adapun prinsip-prinsip supervisi yang harus diperhatikan pelakasanaan supervisi pendidikan perlu menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Dengan cara memahami dan menguasai dengan seksama tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga pendidikan profesional yang harus melaksanakan kegiatan pengajaran dan pendidikan. Jika sikap supervisor memaksakan kehendak, menakut-nakuti, perilaku negatif lainnya, maka akan menutup kreativitas bagi guru. Jika sikap supervisor hanya seperti itu, maka ia belum mengetahui tugas pokok fungsi sebagai seorang seorang supervisor. Proses pelaksanaan supervisi memiliki beberapa prinsip, diantaranya (Dodd, 1972):

1. praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah; 2. sistematis, artinya dikembangan sesuai perencanaan program supervisi yang matang dan tujuan pembelajaran; 3. objektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrumen; 4. realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya; 5. antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi; 6. konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam mengembangkan proses pembelajaran; 7. kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan guru dalam mengembangkan pembelajaran; 8. kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih, dan asuh dalam mengembangkan pembelajaran; 9. demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademik; 10. aktif, artinya guru dan supervisor harus aktif berpartisipasi; 11. humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor; 12. berkesinambungan (supervisi akademik dilakukan secara teratur dan berkelanjutan oleh Kepala sekolah); 13. terpadu, artinya menyatu dengan program pendidikan; 14. komprehensif, artinya memenuhi ketiga tujuan supervisi akademik di atas.

Sejalan dengan prinsip-prinsip di atas dalam rangka rencana mengembangkan sekolah di SMA Negeri 15 Kota Tagerang menggunakan supervisi teknik K.A.S.I.H.

B. Temuan Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Iskandar (2008) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pembelajaran dengan keinovatifan guru dengan kontribusi relatif sebesar 20,12%. Hubungan ini juga bersifat linear sehingga dapat diprediksi bahwa, maka makin baik pula kemampuan mengelola

pembelajarannya. Hal ini makin tinggi tingkat keinovatifan guru mengandung makna bahwa guru dituntut untuk inovatif dalam proses pembelajaran dan memberikan pelayanan secara utuh yaitu belajar tuntas sesuai dengan kebutuh peserta didik serta minat dan bakatnya. Hal ini pula guru harus paham dengan keaneka ragaman perserta didik dan menyadari bahwa peserta didik memiliki keunikan dan keragaman dalam menerima pebelajaran di kelas maupun di luar kelas.

Mujito (2020) menjelaskan tingkat kebutuhan peserta didik tidak sama antara satu dengan yang lainnya, apabila dilihat dari perkembangan usia sehingga kebutuhan perkembangan peserta didik dapat terpenuhi dengan baik. Hal ini berkaitan erat dengan perkembangan religius yang dimiliki oleh peserta didik. Apabila perilaku keagaman dilakukan secara terus menerus dan penuh minat akan membentuk suatu rutinitas perilaku yang sulit untuk ditinggalkan.

Berbagai penelitian di berbagai fakultas oleh Mayes dan Marison dalam Jeffrey bahwa banyak guru tertarik dengan pembelajaran online namun Bates dan Sangra menambahkan begitu pula sebaliknyaan pembelajaran online sangat butuh pembelajaran langsung unutk memberikan feedback antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran dengan pengembangan teknologi dengan kombinasi pembelajaran tatap muka maka dapat dihasilkan suatu pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.

Pembelajaran ini seimbang antara tatap muka dengan pembelajaran online yaitu dengan menggunakan multimedia yang dimuat dalam komputer, handphone, konfeksi video dan media tekonologi yang lainnya. Tenaga pengajar dengan peserta didik dapat melakukan komunikasi sekalipun dengan jarak dan tempat yang berbeda dan juga peserta didik dapat dilengkapi dengan pembelajaran tatap muka yang memungkingkan terdapat permasalahan dalam materi pembelajaran online. Konsep Blended Learning merupakan konsep pembelajaran hybrid yang memadukan pembelajaran tatap muka, online dan offline namun akhir ini berubah menjadi blended learning. Blended artinya campuran atau kombinasi sedangkan learning adalah pembelajaran. Pendapat pula dinyatakan oleh Graham

bahwasannya blended learning merupakan perpaduan atau kombinasi dari berbagai pembelajaran yaitu mengkombinasikan pembelajaran tatap muka (face to face) dengan konsep pembelajaran tradisional yang sering dilakukan oleh praktisi pendidikan dengan melalui penyampaian materi langsung pada siswa dengan pembelajaran online dan offline yang menekankan pada pemanfaatan teknologi.

Mulbar (2017) menjelaskan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran mengalami peningkatan seperti meningkatnya perhatian peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Peserta didik menjadi lebih aktif untuk bertanya kepada guru atau menganggapi pertanyaan dari guru, peserta didik lebih aktif berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan, dan meningkatnya keaktifan peserta didik untuk mengumpulkan informasi terkait materi pada pembelajaran. Keaktifan guru dalam proses pembelajaran mengalami peningkatan dibandingkan ketika guru menerapkan model pembelajaran sebelum penelitian. Interaksi antara guru dan peserta didik mengalami peningkatan karena guru dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan serta lebih memperhatikan peserta didik yang memerlukan perlakuan khusus dalam belajar agar peserta didik tersebut ikut aktif terlibat dalam belajar.

Hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan dimana rata-rata hasil belajar peserta didik mencapai ketuntasan individu yaitu memenuhi KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah dan ketuntasan klasikal tercapai yang ditandai dengan minimal 80% peserta didik memenuhi KKM, yaitu 70. Hal tersebut tercapai pada Siklus II dengan rata-rata hasil belajar peserta didik meningkat menjadi 81,5 dengan ketuntasan klasikal 86,67%. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya sebaiknya berfokus pada heterogenitas peserta didik denganmenerapkan strategi pembelajaran diferensiasi. Heterogenitas peserta didik adalah masalah yang kurang mendapatkan perhatian oleh guru. Banyak permasalahan-permasalahan yang dialami oleh peserta didik selama ini tidak mendapatkan perhatian sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar peserta didik.

C. Kerangka Pikir

Determinasi kemampuan guru dalam proses pembelajaran berdifernsiasi melalui IHT dan Supervisi Akademik K.A.S.I.H. mengalami peningkatan seperti meningkatnya perhatian kemampuan guru dalam mengikuti proses pembelajaran berdiferensiasi sehingga mengakibatkan peserta didik menjadi lebih aktif untuk bertanya kepada guru atau menganggapi pertanyaan dari guru. Siswa lebih aktif berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan, dan meningkatnya keaktifan siswa untuk mengumpulkan informasi terkait materi pada pembelajaran. Determinasi kemampuan guru dalam IHT Pembelajaran Berdiferensiasi melalui Supervisi akademik dengan Teknik K.A.S.I.H. mengalami peningkatan dibandingkan ketika guru menerapkan model pembelajaran sebelum penelitian. Interaksi antara guru dan siswa mengalami peningkatan karena guru dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan serta lebih memperhatikan siswa yang memerlukan perlakuan khusus berdasarkan klasifikasi dalam belajar agar siswa tersebut ikut aktif terlibat dalam belajar dan mengalami peningkatan hasil belajar.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penelitian dirancang akan dilakukan pada guru pada SMA Negeri 15 Kota Tangerang dengan setting supervisi akademis pada proses pelaksanaan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi. Terhadap guru tersebut pada awalnya dilakukan kunjungan kelas untuk melihat pembelajaran berdifernsiasi guru pada kondisi awal penelitian yang ditindaklanjuti dengan pembinaan berupa tanya jawab dan diskusi antara peneliti dengan guru, setting ini untuk membuat perencanaan kebutuhan pendampingan. Peneliti akan mengarahkan tema diskusi pada perlunya mengembangkan Bimlat dalam pembelajaran berdifernsiasi. Dari hasil diskusi pada tiap guru inovatif di sekolah maka akan diadakan Bimlat lanjutan yang difasilitasi oleh peneliti. Pada pembinaan tersebut, temuan-temuan di lapangan dan hasil diskusi kelompok dibahas, keterampilan mengembangkan IHT Pembelajaran Berdiferensiasi melalui Supervisi Akademik dengan teknik K.A.S.I.H. melalui rancangan pembelajaran berdifernsiasi yang disepakati. Hasil rancangan pembelajaran berdifernsiasi tersebut kemudian dilaksanakan di kelas mereka dengan diamati oleh guru-guru lain.

Hasil pengamatan kemudian didiskusikan, dibahas kelebihan dan kekurangan, bagaimana mengatasi kekurangan dan menguatkan kelebihan, refleksi pembelajaran berdifernsiasi dibuat untuk selanjutnya dan sebagai dasar rancangan perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus berikutnya. Peneliti berperan sebagai nara sumber dan aktif mendampingi para guru untuk memastikan para guru melakukan kegiatan pembinaan profesi. IHT Pembelajaran Berdiferensiasi melalui Supervisi Akademik K.A.S.I.H. yang merupakan ajang untuk mengasah keterampilan mengembangkan kemampuan guru.

This article is from: