Tabloid Teknokra Unila Edisi 151

Page 1

Halaman 7

Halaman 10

Halaman 11

“Fenomena mahasiswa sekarang, kalian bangga bawa map, minta dan dananya cair. Walaupun itu memang hak, tapi le­bih baik kan mandiri,” ujar Drs. Denden ­Kurnia Drajat.

Tiga Mahasiswa Unila manfaatkan Bacillus sp untuk

Tak ada yang tahu, semasa duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) 20 Jakarta, pria yang akrab disapa Wawan ini dulunya anggota geng motor.

meningkatkan kualitas hasil produksi di sektor tambak udang.

Tabloid Mahasiswa Universitas Lampung

Tetap Berpikir Merdeka !

Ilmiah Bisa,Populer juga Boleh

Teknologi,Inovasi,Kreativitas dan Aktivitas

P A

SURUT A N G

DANA KEMAHASISWAAN


2

No. 151 tahun XI Edisi November2017

KOMITMEN

Tabik Pun

Judul: Pasang Surut Dana Kemahasiswaan Ide dan Desain Retnoningayu Janji Utami

D

Wake Up !

ite­ ngah hiruk pikuk jelang pemilihan k e p a l a daerah, Lampung lebih sering dikirimi hujan. Tentunya setelah hujan beberapa hal muncul; genangan dan kemacetan. Bedanya jika genangan muncul di sepanjang jalan, sedangkan kemacetan muncul pada jam-jam rawan; pagi hari, jam istirahat dan jam pulang kuliah. Pembangunan paving masih mendominasi jalur dua Unila. Bukan hal mudah menerobos celah kemacetan di tengah pembangunan. Salah sedikit, bisa ‘nyungsep’ ke dalam galian berisi combe­ ran. Jadi serba salah dibuatnya. Perbaikan infrastruktur selalu mengorbankan kenyamanan. Itu sudah hal lumrah tapi masalah­ nya kenapa di Indonesia jarak perbaikan sering dilakukan dalam jangka waktu singkat? Misal saja jalanan arus mudik yang selalu mendapat perbaikan menjelang hari raya idul fitri. Mengapa tidak sepuluh tahun sekali diperbaiki dalam artian kualitas jalanan top cer mandra guna? Entahlah, tapi ­d engar-de­n gar Anggaran Pemerintah Belanja Daerah untuk pembangunan tak pernah menghabiskan sedikit dana. Tapi banyaknya angka tersebut malah tak ­otomatis menjamin k­ ualitas hasil perbaikan. Lupakan soal perbaikan, karena tidak akan pernah habis membicarakannya. Mari kita mene­ ngok ­Teknokra,­ ­tabloid 151 yang

Ilustrasi: Retnoningayu Janji Utami

sedang kalian baca. Kita bicarakan saja soal isi beritanya yang menohok atau iklannya yang mengundang penasaran. Sebelum­ nya, izinkan kami meminta maaf kepada kalian, duhai pembaca setia. Meski kami tak tahu apa motif utama kalian mengambil tabloid ini-pelindung dari teriknya matahari atau alas duduk- kami sadar apa yang kami lakukan ke kalian itu jahat. Terhitung sejak April, baru tujuh bulan kemudian kami bisa mengeluarkan produk kembali. Padahal ada banyak produk, mungkin, yang sudah kalian nantikan. Selama tujuh bulan itu ada hal yang lebih kami utamakan sehingga mengenyampingkan urusan redaksi. Sebenarnya apa pun itu tak boleh dijadikan alasan. Oktober lalu, Teknokra menyelenggarakan Diskusi Publik dan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional secara bersa-

maan. Acara itu mungkin juga yang menguras perhatian kami hingga sedikit melupakan bahwa kami masih punya kewajiban me­nerbitkan tabloid dan majalah. Kurang lebih dua minggu kami benar-benar menggarap tabloid 151. Di tabloid 151, bahasan utama mengangkat ihwal dana kemahasiswaan. Isu ini sering membuat dilema kebanyakan UKM. Mulai dari ketidakjelasan anggaran yang tersedia hingga sebenarnya berapa jumlah UKM yang tersedia di Unila itu sendiri. Jika menilik ke laman unila.ac.id, 38 ukm terdaftar sebagai bagian dari pengembangan mahasiswa Unila, namun jawaban berbeda jika humas Unila atau bagian BAAK yang menjawab. Diangkatnya isu ini sudah barang tentu akan me­ libatkan banyak UKM sebagai narasumber. Terkait keamanan, rupanya Unila juga belum dapat dikatakan aman. Tertangkapnya maling kotak amal di musala Fakultas Pertanian menandakan Unila masih jadi destinasi para bandit menjalankan aksinya . Soal regulasi baru Biro Umum dan Keuangan terkait pelarangan memangkal ojek online di area kampus juga yang jadi dasar pertimbangan keamanan. Hingga saat ini masih jadi polemik di sebagian driver ojek online yang masih memangkal di Unila. Seolah ingin menebus dosa, kami mengupayakan tabloid 151 bukan terbitan terakhir di tahun ini. Walau kedepan, kami se­rahkan sepenuhnya pada agenda tutup buku rektorat=

Transparansi harga tinggi

O

rganisasi. Menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mencari jati diri sekaligus mengembangkan potensi yang dimiliki. Demi mempertahankan roda organisasi agar tetap berputar dan tak stagnan, pengurus di dalamnya harus memiliki pemikiran-pemikiran yang solutif dan visioner. Berkegiatan dan berprestasi menjadi sebuah paket yang harus dimiliki sebuah organisasi untuk terus menjaga eksistensi. Demi mencapai sebuah tujuan dan hasil yang diinginkan, tentunya ada pengorbanan yang harus dibayar didalamnya. Masalah dana. Ya ada yang bilang uang bukan segalanya, tapi ‘segalanya butuh uang’. Menjadi sesuatu yang tidak dapat dipungkiri sampai saat ini. Bagi sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) berkegiatan menjadi salah satu cara agar organisasinya tetap dikenal. Dan setiap kegiatan pasti membutuhkan dana. Sebagai mahasiswa yang dianggap sudah tak pantas disuapi. Menjadi ‘peminta’ amat diharamkan bagi kami. Tapi jika itu sudah menjadi sebuah ‘hak’ akan berdosa jika tidak gunakan. Pemahaman ini yang seharusnya menjadi tamparan keras bagi para pelindung anggaran. Mengajukan dana bukan berarti mahasiswa hanya memiliki mental peminta, karena sudah seharusnya dana itu menjadi hak mahasiswa. Harusnya para petinggi kampus memberikan solusi atau wadah untuk mahasiswa dapat mencari sumber dana yang tak selalu dari uang negara. Transpansi. Menjadi harga tinggi yang tak dapat dibeli oleh prestasi. Bagi Unila, mahasiswa cukup menunaikan kewajiban mengumpulkan tropi dan penghargaan. Tanpa mencari tahu apa dan batasan hak mereka terkait dana kemahasiswaan. Menerawang dan menerka akan anggaran harus dilakukan mahasiswa ketika rumah sendiri (red. Unila) tak mau membuka pintu keterbukaan=

Kyay Jamo Adien

PELINDUNG Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., PENASEHAT Prof. Dr. Karomani, M. Si., DEWAN PEMBINA Prof. Dr. Muhajir Utomo, M. Sc., ANGGOTA DEWAN PEMBINA Dr. M. Thoha B. Sampurna Jaya, M. S., Asep Unik SE., ME., Dr. Eddy Riva’I SH., M.H., Prof. Dr. Yuswanto, SH., M. Hum, Asrian Hendi Caya, SE, Dr. Yoke Moelgini, M. Si., Irsan Dalimunte, SE., M.Si., MA., Dr. Dedy Hermawan, S. Sos., M. Si., Maulana Mukhlis, S. Sos., M.IP., Dr. H. Sulton Djasmi, M. Si., Syafaruddin, S. Sos., MA., Toni Wijaya, S. Sos., MA., Kurnia Mahardika, Ayu Yuni Antika, Fitria Wulandari PEMIMPIN UMUM Fajar Nurrohmah PEMIMPIN REDAKSI Rika Andriani REDAKTUR PELAKSANA Retnoningayu Janji Utami REDAKTUR BERITA Alfany Pratama F REDAKTUR FOTO Arif Sabarudin REDAKTUR ARTISTIK Retnoningayu Janji Utami REDAKTUR DALAM JARINGAN Ariz Nisrina (nonaktif), Kalista Setiawan KAMERAMEN Silviana, Rohimatus Salamah FOTOGRAFER Andi Saputra STAF ARTISTIK Rahmad Hidayatulloh REPORTER Tuti Nur Khomariah, Fahimah Andini PEMIMPIN USAHA Yola Savitri MANAJER USAHA Arif Sabarudin MANAJER KEUANGAN Faiza Ukhti Annisa STAF IKLAN DAN PEMASARAN Faiza Ukhti Annisa, M. G. Aji Satriantara STAF KEUANGAN Tuti Nur Khomariah KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Yola Septika STAF ANALISIS DAN PERPUSTAKAAN Alfanny Pratama F STAF PENGKADERAN DAN SDM Silviana KEPALA KESEKRETARIATAN Fajar Nurrohmah STAF KESEKRETARIATAN Kalista Setiawan MAGANG : Anggraeni P.D, Atika Fahimah Z, Danu Sasmita, Ghuffrony Rezaldhy, Inatsan Qurrota A.D., Keti Pritania, Mitha Setiana Asih, Arvina G, Astri R., Chairul R. A., M. Azwar, Meylia S., M. Aqiel, Novta T., Yoanda W. D., Anies L, Mistiani S, Muthia S, Ratih P, Windy Sevia.

MAJALAH TEKNOKRA diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung. Alamat Grha Kemahasiswaan Lt 1 Jl.Soemantri Brodjonegoro No 1 Bandarlampung 35145 Telp.(0721) 788717 Website www.teknokra.com email: ukpmteknokraunila@yahoo.co.id


No. 151 tahun XI Edisi November 2017

KAMPUS IKAM

3

kartu rusun masih wacana

Foto: Arif Sabarudin

Oleh: Windy Sevia Wulandary

Pembangunan. Dua orang pekerja sedang menata batu yang akan digunakan untuk membuat selokan di jalur dua Unila. Foto dibidik Senin (20/11).

Unila masih Menata Oleh: Faiza Ukhti Annisa

kendaraan mahasiswa dan shuttle bus. Ia mengatakan, Unila membutuhkan tiga bus yang akan beroperasi setiap 10 menit pada jam kerja dan 30 menit setelah lewat jam kerja. “Saat ini pihak universitas akan meminta coorporate social responsibility (CSR) dari Dinas Perhubungan dan perusahaan swasta untuk memenuhi kebutuhan bus” tambahnya. Menurutnya, ini adalah salah satu cara mengurangi polusi di lingkungan kampus dan dapat menaikkan peringkat green metric Unila. “Pelan-pelan kita rampungkan, 10 tahun baru bisa selesai dan menggunakan anggaran dana hingga Rp 1 triliun,” tambahnya. Ia menegaskan pembangunan ini menggunakan dana dari pemerintah pusat, bukan menggunakan dana mahasiswa. Saat dikonfirmasi kepada Koordinator pedagang, Mustain Romli (Pemilik As-Salam.net) membenarkan sudah diadakan pertemuan tahun lalu dengan pihak Unila. “Deretan-deretan sampeyan itu akan digusur setelah bangunan yang kami siapkan selesai. Saya tidak akan

biarkan bapak/ibu berhenti sehari pun, karena kalau sampeyan berhenti gak ada yang ngurusin anak sekolah. Butuh makan dari mana, belum yang punya tanggungan angsuran,” ujar Romli menirukan pernyataan Prof. Kamal kala itu. Setelah menerima surat peringatan 1, Romli bersama 80 orang pedagang lainnya menyambangi rektorat untuk bertemu Prof. Kamal, namun Kamal sedang tidak di tempat lantaran sedang ke luar negeri. “Kami kesana untuk mohon kebijakan rektor agar kami tidak digusur dulu, sesuai dengan janji awal,” jelasnya. Hal itu dibenarkan keluarga pemilik lahan, Edy Firdaus menjelaskan Unila sudah membeli tanah keluarganya senilai Rp73 miliar yang dibayar secara bertahap. Namun lahan seluas 5000 meter persegi dari pagar fakultas pertanian Unila dan lahan seluas 4,5 Ha di samping warung bu Wito masih milik ahli waris karena Unila membatalkan pembelian. “Kami ingin Rajabasa ini jadi tempat yang baik dan kami menjual tanah ini untuk fasilitas umum,” ujarnya=

Foto: Arif Sabarudin

Unila-Tek: Menindaklanjuti surat pemberitahuan No.6299/ UN26.06/TU.00/2017 tanggal 27 September 2017, Unila akan merealisasikan pembuatan lapangan parkir terpadu dan food court di tanah Unila yang bersebelahan dengan Rumah Sakit Pendidikan (RSP). Adanya surat tersebut, seluruh pedagang dan pemilik fotokopian di sepanjang jalur dua masuk kampus Unila diminta untuk mengosongkan lahan paling lambat 15 November 2017. Rencana tersebut sudah diketahui oleh pedagang dan pemilik fotokopian yang menghadiri pertemuan dengan Prof. Muhammad Kamal (Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan) di Wisma Unila pada Desember tahun lalu. Tak ingin serta merta merelokasi, untuk sementara Unila meminta agar pedagang dapat pindah ke tempat lain atau pindah sementara di lahan yang sudah diratakan dekat warung bu Wito. Koordinator Infrastruktur Unila, Kelik Hendro Basuki mengatakan lahan seluas 103.603 m2 milik Unila ini, akan dibangun RSP, student center, retail, parkir

Bercanda. Kakak beradik tengah asyik memainkan botol bekas sembari menunggu ayahnya yang sedang mengumpulkan botol bekas di sekitar Unila. Foto dibidik Senin (20/11).

Unila-Tek: Setelah 10 tahun berdiri, Rusunawa yang menurut KBBI (Rumah Susun Sederhana Sewa) Unila siap luncurkan kartu Rusun dalam waktu dekat. Lemahnya sistem pengawasan sebelumnya membuat catatan panjang kasus kehilangan. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar pembuatan kartu identitas penghuni rusunawa. Menilik konsep awal pembangunan, rusunawa merupakan program student welfare yang tidak hanya sekedar tempat tinggal namun juga untuk pembinaan mahasiwa. Sejak berdiri Rusunawa telah beberapa kali melakukan pembenahan namun selalu rusak kembali. Rusun yang kini berada langsung dibawah payung BPU (Badan Pengelola Usaha), berencana meningkatkan manajemen rusunawa. Salah satunya penggunaan kartu rusun. Kartu rusun merupakan kartu identitas yang menerangkan bahwa pemiliknya adalah mahasiswa Unila dan tinggal di rusun. Sistem kerja kartu ini ialah ketika hendak masuk ataupun keluar, mahasiswa hanya perlu menunjukan kartu rusun pada satpam rusun. Dan bagi siapapun yang tidak memiliki kartu rusun maka ia tidak bisa masuk. Program yang mulai disosialisasikan sejak 2 November ini, tidak memerlukan persyaratan yang sulit. Mahasiswa hanya perlu mengisi blanko formulir yang telah disebarkan oleh tim BPU. Tanpa menjalin kerjasama dengan pihak luar, kartu akan dibagikan secara gratis dalam waktu yang belum bisa ditentukan. Tak hanya kartu rusun, Kepala Administrasi Badan Pengelola Usaha (BPU) Epal mengatakan akan ada perbaikan dibanyak sisi. “Kami selaku badan pengelola yang baru akan melakukan pembenahan pada sistem rusun, mulai dari fasilitas, sistem pembayaran, dan kerapihan sistem parkir” ucap Epal. Perubahan selanjutnya adalah sistem pembayaran. Untuk menghindari adanya pengendapan uang, kini BPU hanya mau menerima bukti transfer dalam hal pembayaran sewa kamar. Tak sampai disitu, tim BPU sedang berupaya memperbaiki fasilitas yang ada, seperti memberikan bantuan lampu, tong sampah, dan keran air. “Perlu diketahui bahwa penyebab kurangnya air di rusun adalah karena bocornya keran air, maka dari itu kami selaku pengelola rusun akan memperbaiki keran tersebut,” Lanjut Epal. Perubahan sistem rusun ke arah yang lebih baik tentu saja sudah ditunggu-tunggu oleh para penghuni rusun, salah satunya Shandy Dwiantoro ( Hubungan Internasional ‘17 ) selaku ketua RW rusun Unila 2017. Ia menaruh harapan yang tinggi pada kepengurusan BPU yang baru agar amanah dalam mengerjakan tugasnya dan lebih semangat dalam membina warga rusun sehingga terciptanya rusun ke arah yang lebih baik lagi=

IRISAN NOKTURNAL MELANKONIA Oleh: Kalista Setiawan

Unila-Tek:Dunia sastra kembali disegarkan dengan peluncuran kumpulan cerpen Nokturnal Melankonia karya Angelina Enny. Dalam acara Bilik Jumpa Sastra, Angelina menggandeng Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Unila dan Teater Satu sebagai penyelenggara diskusi buku ‘Melankoli Perselingkuhan, Melankoli Kematian’ yang melibatkan Ahmad Yulden Erwin sebagai pembahas sekaligus kritikus sastra. Acara ini dihelat di Grha Kemahasiswaan Universitas Lampung, Sabtu (18/11). Kumpulan cerpen perdana Angelina hadir menyuguhkan enam belas cerita pendek yang mengarah pada satu tema besar dari judul buku itu sendiri; Nokturnal Melankonia, yang coba diterjemahkan Erwin sebagai wujud kesedihan, depresi, dan kisah-kisah yang berusaha diselesaikan (entah berhasil atau tidak). “Nokturanal melankonia merupakan jantung dari kesemua judul cerpen yang tersedia,” katanya. Sekitar lima tahun Angelina menggarap buku yang diterbitkan Gramedia ini sejak riset hingga penulisan kisah-kisah fiksi tersebut. Angelina mengatakan riset dan wawancara dilakukan secara mendalam dan terus-menerus. Maka, tak heran bila Angelina mengatakan cerita ini terasa begitu dekat dengan problematika kehidupan riil manusia. “Masalah tersebut sangat dekat dengan permasalahan individu masing-masing. Saya ingin mengarang dan lebih menyadari ini adalah fase yang harus kita alami,” katanya. Erwin mengatakan semua kisah tokoh dalam buku ini sarat akan pesan feminis dan filsafat yang kental. Angelina yang kini bekerja sebagai akuntan dan konsultan pajak di Jakarta merupakan alumni Fakultas Psikologi. Background tersebut sedikit banyak mempengaruhi setiap pemikiran dalam karyanya. Angelina memilih Lampung sebagai tempat peluncuran perdana bukunya karena ia ingin tempat kelahirannya di Kota Bumi sebagai tempat perdana peluncuran bukunya. Diskusi ini berlangsung dengan tanya-jawab antara penulis dan peserta diskusi. Di akhir acara, Den­ting membawakan musikalisasi puisi. Miftah Farid (D3 Teknik Arsitektur ’14) selaku ketua umum UKMBS Unila berharap kegiatan ini bisa menambah wawasan terkait penulisan sastra. “Inilah momentum bagi kita untuk mendapatkan sesuatu yang berharga dari kegiatan ini,” ujarnya=


4

No. 151 tahun XI Edisi November2017

E-parking BELUM BEROPERASI

Foto: Arif Sabarudin

Oleh : Tuti Nurkhomariyah

Simbolik. Bank Bukopin memberikan simbolik kartu parkir (RFID) kepada Unila. Foto dibidik Jumat (17/11).

LBH: Perjuangkan HAK ­PENDIDIKAN Oleh Faiza Ukhti Annisa

Unila-Tek: Juliana Manik, gadis asal Binjai, Medan ini tak me­ nyangka mimpinya menjadi mahasiswa Universitas Lampung tak jua menemui titik terang. Terombang-ambing dengan status yang belum jelas harus dialami sejak bulan Agustus lalu. Melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 26 April lalu, Juliana dinyatakan telah lolos dan diterima sebagai calon mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unila angkatan 2017. Mendapat Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebesar Rp5.050.000 per semester, Juliana yang hanya anak seorang supir ini meng­ ajukan banding UKT ke pihak dekanat FISIP Unila. Tanggal 16 Mei 2017, Juliana diwawanca-

di Unila. Baginya, semua perjua­ ngan orangtua dan dirinya untuk dapat kuliah di Unila tidak boleh berhenti begitu saja. “Saya disini ingin menagih hak saya untuk kuliah. Begitu besar harapan saya dan orangtua untuk dapat diterima di Unila. Setidaknya status saya ini harus jelas. Saya menunggu keputusan final dari Unila,” akunya. Kasus serupa tak hanya dialami oleh Juliana seorang, Ersya Febriyani gadis asal tanah Minang juga mengalami nasib sama. Dari ke­ terangannya, ia tidak terdaftar sebagai mahasiswa Unila lantaran dirinya tak melampirkan foto diri pada saat pengisian data mahasiswa. Ia tak pernah menyangka, kelalaiannya ini menjadi bume­rang­­ dalam perjalanannya menempuh pendidikan di perguruan tinggi negeri. Lujalur SN“Ini bukan masalah keuangan lus MPTN prokarena Juliana dan Ersya gak bu- gram studi tuh uang, mereka butuh kuliah,” Pendidikan Bahasa dan Sastra Indo-Kodri Ubaidillahnesia angkatan 2017 rai oleh salah satu dosen Ilmu Fakultas Keguruan dan Ilmu PenAdministrasi Bisnis, Suprihatin didikan (FKIP) Unila, tak lantas Ali. Saat itu Juliana membawa membuatnya menjadi mahasiswa berkas-berkas untuk pengajuan di kampus hijau. Nyatanya, ketika banding sesuai ketentuan Unila. pengambilan almamater dirinya Walhasil, usahanya berbuah ma­ tak mendapat­ kan itu, lantaran nis. Ketika membayar UKT ke namanya tidak masuk sebagai bank BNI cabang Medan, UKTmahasiswa baru Unila angkatan nya hanya sebesar Rp2.400.000 2017. Perjuangan mengajukan per semester. banding UKT dari Rp2.400.000 Data sudah diserahkan, membamenjadi Rp1.000.000 per semesyar uang kuliah sudah dilakukan, ter dirasa sia-sia belaka. KetidakJuliana berpikir bahwa dirinya sutahuan akan begitu banyak data dah resmi menjadi mahasiswa di yang harus diisi dari sistem inforUnila. Kemalangan harus dialami­ masi data pokok mahasiswa (sinya saat tahap akhir registrasi ondakma) Unila, menundanya untuk line mahasiswa. Merasa data yang berkuliah. “Saya waktu mengisi dicantumkan sama dengan data data itu di warnet (red. warung pokok mahasiswa yang pernah ia internet) sama temen saya. Jadi lakukan diawal, membuat Juliana saya juga kurang paham berbagai teledor dengan tidak melakukan persyaratan dan prosedur pengisave permanen diakhir pengisian. sian meski sudah ada panduan­ Hal inilah yang membuat anak nya,” akunya. kedua dari lima bersaudara itu Berjuang bukan untut menuntak mendapat Kartu Tanda Mahatut pengembalian uang, melain­ siswa (KTM) sementara dari hasil kan­­berjuang untuk menagih hak cetakan sistem sidakma Unila. memperoleh pendidikan di Unila. Tak pasrah dengan keadaan, Begitulah tujuan kedua calon maJuliana memutuskan untuk me­ hasiswa Unila ini memilih untuk ngurus permasalahan statusnya tetap berjuang. Bingung harus

meminta bantuan kemana, Juliana dan Ersya meminta bantuan ke Solidaritas Peduli Pendidikan (SPP) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung. Saat dikonfirmasi, Kepala Bagian (Kabag) BAK, Mardi Syahferi mengatakan, sudah terlambat jika ingin mengurus masalah ini. Menurutnya, data yang masuk tidak hanya sampai di Unila tapi juga dikirim ke Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). “Dari 6000 mahasiswa baru hanya mereka yang tidak registrasi, artinya salah siapa? Sedangkan jadwal sudah diperpanjang. Masalah uangnya silakan dia mengajukan pengembalian ke bagian keuangan,” terangnya. Penanggungjawab bidang Pendidikan LBH, Kodri Ubaidillah mengatakan, alasan LBH Bandarlampung memutuskan untuk mendampingi kedua calon mahasiswa Unila ini, lantaran ingin memperjuangkan hak pendidikan yang harusnya mereka dapatkan. Pihaknya sudah mengirimkan surat audiensi kepada Rektor Unila, Prof. Hasriadi Mat Akin, namun hingga kini belum ada tanggapan. “Ini bukan masalah keuangan karena Juliana dan Ersya gak butuh uang, mereka butuh kuliah,” tegasnya. Ia juga tak sepakat jika usahanya ini dibilang sudah terlambat. “Harusnya kalau ini keterlambatan, sejak lama Unila sudah mengundang mereka, bukan mereka sampai kebingungan bahkan harus sampai ke LBH,” tegas alumni Fakultas Hukum Unila ini. Kabag Keuangan, Nurhidayati mengatakan, Unila telah membe­ rikan kebijakan dengan mengembalikan 50% dari UKT yang sudah diberikan oleh calon mahasiswa yang gagal registrasi. Syaratnya dengan melampirkan alasan pe­ ngambilan UKT, slip UKT asli, no­. rekening orang tua, kartu peserta SNMPTN/SBMPTN, dan surat permohonan orang tua kepada rektor. “Syarat tersebut dapat dikumpulkan sebelum perkuliahan dimulai, saat ini sudah ada 28 orang yang dikembalikan UKTnya,” ujarnya=

Unila-Tek: Demi meningkatkan keamanan, ketertiban, serta kedisiplinan di lingkungan kampus, Unila akan memberlakukan e-parking di beberapa titik masuk area pendidikan. Untuk mendukung rencana tersebut, Bank Bukopin sebagai corporate social responsibility (CSR) memberikan 1.590 kartu e-parking kepada Unila, Jumat (17/11). Kartu e-parking ini akan diberikan kepada karyawan, tenaga didik, serta tenaga kependidikan Unila. Sedangkan kartu e-parking untuk mahasiswa masih akan dikomunikasikan kepada fakultas masing-masing, mengingat ada beberapa fakultas yang sudah menerapkan hal ini, seperti FEB, FMIPA, dan FKIP. Penerapan e-parking juga akan berlaku pada hari libur kuliah. Bagi masyarakat umum yang akan memasuki area kampus harus menunjukkan kartu identitas dan melapor ke satpam untuk meminta dibukakan portalnya. Sayangnya, e-parking ini belum dapat dioperasikan lantaran alat scanner kartunya masih dalam proses pemba­ ngunan. “Sebelum akhir tahun pembangunan diperkirakan sudah selesai dan dapat dioperasikan,” kata Sariman, Kepala Biro Umum dan Keuangan. Ia juga berharap KTM bukan hanya untuk membayar UKT atau sebagai tempat penyimpan uang saja, tetapi dapat digunakan sebagai kartu e-parking mahasiswa. “Semua yang masuk ke Unila harus memiliki e-parking, ini kan bukan jalan umum, untuk teknis masih akan dipikirkan. Saat ini kita dahulukan civitas akademika Unila,” jelasnya. Rencana tersebut disambut baik oleh mahasiswa, Riska Apriani (Matematika ’15) salah satunya. Ia merasa setuju dengan langkah Unila ini, menurutnya, dengan adanya ketetapan e-parking akan mengurangi tingkat kemalingan di kampus hijau. Lain halnya dengan Riska, meski setuju dan mendukung tindakan Unila, Haitomi (Agroteknologi ‘15) merasa akan terjadi antrean panjang saat proses pemeriksaan di pintu masuk dan keluar Unila. “Mesti bagus dan akan mengura­ ngi maling, bisa jadi rencana ini menimbulkan masalah baru, seperti kemacetan,” paparnya=

UKM HINDU GEMPUR ANGGOTA BARU oleh Kalista Setiawan

Unila-Tek: Jumat (17/11) malam, puluhan cahaya lampu ku­ ning menghiasi acara penutupan Proses Penerimaan Angkatan Baru (PPAB) UKM Hindu, di lapangan belakang rektorat Unila. Menurut Nyoman Arif Mudita (Teknik Pertanian ‘17) selaku ketua pelaksana, acara rutin tahunan ini digelar dalam rangka menjalankan tugas kaderisasi bagi anggota baru. Kaderisasi, tambah Nyoman, selain memperkuat mental juga berfungsi menjalin keakraban antar-pengurus dan anggota baru. Acara ini dihadiri oleh pengurus dan alumni UKM Hindu. Berbeda dari tahun lalu, acara yang mengambil tema Ge­ nerasi Muda Penuh Rasa Solidaritas (Gempur) ini, kini lebih menyoroti ihwal kaderisasi yang perlu diberi perhatian le­bih guna menjaga keberlangsungan roda organisasi. Se­ perti materi yang dipaparkan oleh Komang Puspa sebagai salah satu bagian dari acara. Komang menjabarkan pada pengurus dan anggota baru UKM Hindu yang hadir malam itu terkait pendidikan karakter yang harus dipupuk sejak dini guna membentuk intelektualitas, loyalitas dan integritas pengurus. Ketiga hal tersebut, menurut Komang, adalah hal basic yang wajib dimiliki pengurus organisasi. Sebelum penutupan, PPAB lebih dulu dilakukan pada 1315 Oktober 2017 di Desa Pujodadi Kecamatan Pesawaran. Sebanyak 87 anggota baru mengikuti acara PPAB tahun ini. Menurut Nyoman, terdapat peningkatan jumlah anggota baru dibanding PPAB yang digelar tahun lalu. Model pengkaderan ini dibuat dengan perpaduan materi keagamaan didalamnya. Tiap anggota dibagi beberapa tim dan dilatih kekompakannya dengan kegiatan yang bersifat outbound. Selain kekompakan, kegiatan ini juga meningkatkan rasa solidaritas. Salah satu anggota baru UKM Hindu, I Komang Edo (Pendidikan Kimia ‘17) mengatakan PPAB perlu diikuti anggota baru agar memupuk rasa kekeluargaan antar-­anggota. Acara ini ditutup dengan pagelaran seni yang dibawakan oleh pengurus UKM Hindu=


5

No. 151 tahun XI Edisi November 2017

FPPI Tingkatkan Generasi Muda Islami Oleh Kalista setiawan

Foto: Arif Sabarudin

Pantau. Pegawai PLN mengecek lampu penerangan jalan yang baru terpasang di jalur taman Beringin Unila. Foto dibidik Sabtu (18/11).

Peringatan Keras Driver Nakal

Satpam Unila

­Bebaskan Pencuri Kotak Amal

Oleh: Chairul Rahman

Unila-Tek: Berdasarkan surat edaran Biro Umum dan Keuangan Universitas Lampung No.6571/ UN26.06/TU.00/2017 tentang Larangan Parkir atau Mangkal, Unila melarang pengemudi transportasi online (red. go-jek, grab, dan go-car) memangkal atau memarkirkan kendaraannya di area kampus. Mereka (red. driver online) hanya diperbolehkan untuk mengantar dan menjemput penumpang saja. Spanduk bertuliskan aturan tersebut juga sudah terbentang di beberapa titik kampus sejak Oktober lalu. Namun, hingga Selasa (14/11), masih terdapat driver yang memanfaatkan area kampus untuk menunggu penumpang. Rizal (20) salah satu driver yang tengah memangkal di depan Grha Kemahasiswaan mengaku sudah mengetahui aturan tersebut. “Jujur saya sudah tahu, bahkan beberapa kali satpam memberi tahu langsung melalui surat edaran,” terang Rizal. Bagi Rizal dan driver lain, opsi melanggar aturan terpaksa diambil karena memudahkan mereka dalam men-

jemput dan mengantar penumpang yang berasal dari kalangan mahasiswa. “Disini (red. Unila) titik temunya (driver dan penumpang). Kemana-mana dekat, mau ke FKIP dekat, ke fakultas lain juga gitu,” katanya. Driver lain, Yogi Pratama (27), meminta solusi dari pihak kampus agar pihaknya lebih dimudahkan dalam melakukan pekerjaan, seperti menyediakan tempat memangkal. “Kita sadar apa yang kita lakukan salah, tapi ya mau gimana, kalau kita mangkal di luar kampus, dipepet-pepet angkot sama ojek pangkalan. Giliran mangkal di Unila diusir,” keluh Yogi. Komandan Satpam Unila, Safei, mengatakan maraknya ojek online yang memangkal di lingkungan kampus dianggap mengganggu kelancaran, keamanan, dan ketertiban kampus. Pertimbangan tersebut yang mendasari diberlakukannya pelarangan ­driver­ojek online memangkal di area kampus. “Harapan saya (driver) bisa bekerja sama dengan baik, patuhi aturan yang ada,”

FKIP-Tek: Sabtu (18/11) Forum Pembinaan dan Pengkajian Islam (FPPI) Fakuktas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) mengadakan Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Quran Nasional (LKTIAN) di gedung Aula K FKIP. Dari 20 peserta yang hadir, hanya 10 orang yang terpilih untuk mempresentasikan karyanya di depan juri. Berdasarkan hasil penilaian, juri memutuskan tim Muhammad Syamil Hizbi dari Institut Petanian Bogor sebagai peringkat pertama. Disusul tim Tria Sulistiyaningsih dari Universitas Negeri Sebelas Maret, sedangkan posisi ketiga diraih oleh tim Muhammad Radya Yudantiasa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain LKTIAN, kegiatan yang menjadi rangkaian dari Ajang Kreativitas dan Silaturahmi Generasi Muslim (ASIA) ini juga diisi dengan lomba da’i/da’iyah, lomba tartil qur’an, lomba cepat tepat (LCT) islam, tahfidz quran, serta cerpen islami. Kegiatan yang sudah dilaksanakan ke-10 kalinya ini, mengusung tema “Menanamkan Akhlak Quran Untuk Generasi Muslim yang Islam” yang diikuti oleh 194 peserta dari berbagai Universitas di Indonesia. Ketua pelaksana, Eko Yuwanto (Pendidikan Fisika ’17) berharap kegiatan tersebut dapat meningkatkan akhlak generasi muslim yang lebih baik di masa depan. “Di masa sekarang ini, kita tahu kalau akhlak dari generasi muslim kita itu sudah rendah,” ujar Eko mengkahiri =

Oleh: Oleh Tuti Nurkhomariah dan Fahimah Andini

ujar ­Syafei. Aturan pelarangan tersebut, tambah Safei, sudah tak bisa ditawar lagi. Melarang ojek online memangkal di area kampus merupakan win-win solution antara pihak kampus dengan driver ojek. “Kita (Unila) tidak melarang mereka untuk mengambil penumpang di Unila, kita hanya melarang berhenti atau mangkal di sini,” tambah Syafei. Kepala Bagian HTL BMNU, ­Yodhi Rahmadhani mengatakan, ­den­gan status akreditasi A, Unila berkomitmen menciptakan ling­ kungan kampus bersih, indah, nyaman dan sehat. “Karena mengganggu kenyamanan dan gak enak liatnya numpuk begitu,” ujarnya. Sejauh ini, jika masih ada pengemudi yang memangkal akan ditegur oleh satpam. Menanggapi usulan pemba­ ngunan shelter oleh pengemudi ojek online, Yodhi menyampaikan sampai saat ini belum ada wacana dari pihak Universitas, “tapi sejauh ini tidak mu­ ngkin kita bangun shelter untuk mereka,” jelasnya =

FP-Tek: Satpam Unila membebaskan ES (21) pelaku pembobolan kotak amal Musala Fakultas Pertanian (Mutan), Senin (13/11). Atas instruktur dari dekan pertanian, Prof. Irwan Sukri Banuwa, pelaku diminta untuk mengembalikan uang hasil curian sebesar Rp30 ribu, memperbaiki kotak amal musala, serta menandatangi surat permohonan maaf. “Setelah berkoordinasi dengan dekan, beliau menyarankan untuk diselesaikan secara kekeluargaan karena kejahatannya termasuk tindak pidana ringan,” kata Safei, Komandan Satpam Unila. Peristiwa pencurian terjadi sekitar pukul 23.30 ini bermula saat Falqi Aljizi (Perikanan dan Kelautan ’15) yang hendak salat merasa penasaran dengan suara berisik di dalam musala. Setelah ia memeriksa ke dalam ternyata ada seorang pria tengah memecahkan kotak amal musala. “Suara berisik-berisik saya pikir marbot lagi bersih-bersih, tapi kok malem-malem. Saya lihat ada kotak amal dipecahin sama dia. Saat saya tanya mas ngapain, dia plonga-plongo aja. Terus dia langsung lari, saya teriakin maling,” kata Falqi. Mendengar teriakan ada maling, pekerja bangunan gedung dekanat pertanian langsung mengejar pelaku sampai di depan gedung Puskom Unila. Massa yang merasa geram langsung menghajar pelaku di tempat. Beruntung ada satpam yang langsung mengamankan dan membawa pelaku ke Pos satpam. Dari tangan pelaku ditemukan uang sebesar Rp27 ribu. Setelah diinterogasi, pelaku mengaku terpaksa mencuri lantaran tidak memiliki ongkos untuk pulang. “Untuk kasus ini ya kalau bisa diselesaikan disini ya kami selesaikan. Kalau tidak bisa disini kita kirim ke sektor dan proses lebih lanjut. Dan keinginan dari adik-adik mahasiswa yang ikut menangkap pelaku ini seperti apa,” ujar Sahari, ketua regu keamanan yang bertugas malam itu =

Sumbang Sedikit Rezeki

NOSTALGIA UKM ZOOM

Unila-Tek: Mahasiswa penerima beasiswa Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidikmisi) angkatan 2017 memberikan infak kepada Panti Asuhan Busainna Bandar Lampung, Sabtu (18/11). Infak yang diinisiasi oleh Forum Komunikasi (Forkom) Bidikmisi 2017 ini, diserahkan pada saat kegiatan diklat bidikmisi di Gedung Serba Guna (GSG) Unila. Sekretaris Umum Forkom Bidikmisi 2017, Muhammad Rizky (Ilmu Adminstrasi Negara ‘15) mengatakan, setiap mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi menginfakkan uang Rp60.000 per mahasiswa dan terkumpul sebesar Rp40 juta. “Saya berharap semoga budaya infak ini tetap terjaga karena 2,5%

Unila-Tek: Jadul menjadi tema yang dipilih oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ZOOM Unila untuk merayakan hari jadi ke-20 tahun, Minggu (19/11). Sesuai tema, alumni dan pengurus harus mengenakan baju zaman dulu ketika mengahadiri acara yang digelar di Taman Beringin Unila. Perayaan ulang tahun UKM sekaligus reuni ini, diisi dengan pemotongan nasi tumpeng, pemutaran video nostalgia alumni, pesta dansa, dan bincang-bincang ringan antar pengurus dan alumni. Ketua pelaksana, Rastra Wisnu (Ilmu Komputer ’15) berharap, di usia 20 tahun ini UKM ZOOM lebih berprestasi dan menghasilkan karya yang lebih besar lagi hingga tingkat nasional maupun internasional. “Harapannya, pengurus lebih kompak, produktif, serta kreatif, supaya kita bisa bersama-sama menciptakan karya yang berdampak bagi sendiri maupun masyarakat,” ujarnya. “Semoga usia yang gak lagi remaja, UKM ZOOM lebih mandiri dan karya-karyanya dapat bersaing di kancah nasional, bahkan internasio­ nal,” harap Alumni UKM ZOOM angkatan 10, Dedy Eka Saputra. Ketua umum ZOOM , Rifki Azhari (Pend. Penjas ’14) berharap, mahasiswa yang memutuskan bergabung tidak lagi diam dan berkutat di zona nyaman, melainkan buktikan dengan karya yang dapat membanggakan Unila=

Oleh Tuti Nurkhomariyah

Oleh: Tuti Nurkhomariyah

uang yang kita dapat dari beasiswa itu bukan hak kita,” harapnya. Tim pendamping mahasiswa bidikmisi angkatan VIII, Suparman Arif, mengaku tidak ikut campur dalam program sumbangan tersebut. Ia mengatakan hanya menyutujui program yang diusulkan dan disepakati bersama. “Program ini pure yang mengurusi adalah Forkom, kami dari pihak rektorat tidak ikut campur,” jelasnya. Pemberian infak ini juga dihadiri langsung oleh Fatimah, pemilik Panti Asuhan Busainna. Panti yang berlokasi di Jalan Soerapati, Labuhan Ratu ini berdiri dari tahun 2013. Sampai saat ini, Panti ini mengasuh 70 anak, 30 diantaranya anak usia dibawah lima tahun, sisanya pelajar

yang sudah masuk sekolah. Fatimah merasa bersyukur masih ada mahasiswa yang peduli dengan anak yatim. Nantinya uang tersebut akan digunakan untuk membayar biaya sekolah anak asuhnya. “Insya­ allah untuk kebutuhan anak-anak, seperti biaya sekolah karena tahun ini anak-anak sekolah di ne­geri sedangkan tahun kemarin ikut bina lingkungan,” jelasnya. Forkom Bidikmisi Mahasiswa Unila juga memberikan infak kepada Masjid Al-wasi’i, Masjid Abdulromhan, dan Inisiasi Zakar Indonesia (IZI). “Saya ikut bangga sebagai mahasiswa bidikmisi, saya dapat ikut menyumbangkan 2,5% rezeki untuk orang yang lebih membutuhkan,” kata Rizki wahyuni (PGSD ’17) =


6

No. 151 tahun XI Edisi November2017

REPORTASE KHUSUS

PASANG SURUT DANA KEMAHASISWAAN oleh Kalista Setiawan

Ruwetnya proses pencarian dana kemahasiswaan, kerap menghambat kegiatan lembaga kemahasiswaan yang sudah diagendakan. Mau tak mau pengurus LK harus putar otak mencari sumber pendanaan lain. Berjualan makanan, mengamen, sampai menjual jasa menjadi pekerjaan tambahan demi menutup biaya yang lumayan.

Sabtu 4 Maret, di Lapangan KPA rektorat Unila, Faisal ­Ahmad Noval, anggota UKM Pramuka Unila, mendapatkan gelar lencana pramuka garuda golongan pandega yang disaksikan langsung rektor Unila, Prof. Hasriadi Mat Akin. Penyematan ini sekaligus membuka acara Lustrum VII LKA (Lokabina Karana Adhiguna) 2017 UKM Pramuka. Kegiatan tahunan ini merupakan bentuk peri­ ngatan HUT Gugus depan Ge­ rakan Pramuka Bandarlampung. Dibalik acara yang diikuti oleh perwakilan siswa

sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sampai sekolah menengah atas (SMA) se-Bandarlampung ini, tersimpan pengorbanan waktu, tenaga, ­ser­ta pikiran anggotanya. Jumlah panitia yang tak seban­ ding dengan peserta, membuat anggota UKM Pramuka Unila harus pontang-panting membagi badan demi menjamu peserta. Lelah badan, harus ditambah dengan lelah pikiran untuk menutup dana kegiatan. Dana kemahasiswaan masih jauh dari kata cukup untuk kegiatan sebesar

ini. Pasalnya dari proposal kegiatan yang diajukan ke rektorat Unila dengan besaran dana puluhan juta, hanya di acc sebesar Rp1.500.000. “Kami sampai jualan ice cream, minta sumbangan alumni, nyebar proposal ke perusahaan, untuk menutup dana kegiatan ini,” ujar Novita Ramadini (Akutansi 14), selaku ketua pelaksana kegiatan. Yang lebih disayangkan dana kemahasiswaan dari rektorat ­ baru cair dua bulan setelah kegiatan, tepatnya 4 Mei lalu. Hal serupa juga dialami UKM Mapala. Ketika memperingati hari bumi dengan menginap di pulau Tegal selama tiga hari (21-23 April) untuk memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan pantai, pelatihan pemberdayaan masyarakat dengan membuat keripik singkong, serta memberikan hiburan

bagi anak-anak disana. Sampai hari keberangkatan, dana kemahasiswaan tak juga dicairkan. “Kalau dana untuk kegiatan kunjungan ke Pulau Tegal, kita menggunakan dana kegiatan peringatan hari Air kemarin yang baru dikucurkan rektorat,” ujar Lia Mustika (Pend. Matematika ‘13), Presidium UKM Mapala. Lia mengaku dana yang dikucurkan pihak rektorat biasanya akan keluar setelah kegiatan sudah berlangsung. “Untuk dana kegiatan peringatan hari air aja hampir sekitar sebulan baru dana tersebut cair,” tambahnya. Bukan hanya dana yang lama cair, Lia amat menyayangkan ­seringnya proposal kegiatan yang sudah diajukan kepada pihak ­kemahasiswaan Unila hilang begitu saja. “Kita sudah memberikan Laporan pertanggungjawaban (Lpj) untuk kegiatan kemarin (red. hari bumi). Namun entah administrasi dibawah (red. bagian kemahasiswaan Unila) seperti apa, laporan tersebut hilang. Tahun kemarin juga pernah sempat hilang, akhir­ nya kita harus buat lagi,” tambahnya. Masalah yang sama juga dialami UKM Bidang Seni Unila. Saat mengadakan pertunjukan seni bertajuk “Waiting for Warih”

Ilustrasi : Kalista Setiawan

p a d a Senin-Selasa (15-16/5) di Taman Budaya Lampung. Kegiatan yang hampir menghabiskan dana sebesar Rp12 juta ini hanya mendapatkan kucuran dana kemahasiswaan sebesar Rp1,5 juta. Sebagai bendahara umum UKM BS, Beni

Eliya tentu kelimpungan bagaimana mencari tambahan dana untuk melangsungkan acara sebesar itu. Dari sekian banyak proposal yang disebar baik ke pemerintah dan perusahaan, ­­­UKM BS hanya memperoleh sumber pendanaan dari Pemerintah Kota Bandar Lampung Rp5 juta, Pemerintah daerah Rp3 juta, penjualan tiket peserta, dana bantuan alumni Rp2 juta, serta dana iuran pengurus.

Kurang Dana Hambat Kompetisi

Mengadakan kegiatan, mengikuti kompetisi dan mendapatkan penghargaan tingkat nasional maupun internasional, akan mendongkrak popularitas serta pe­ ringkat Unila. Hal inilah yang coba diwujudkan oleh seluruh civitas akademika Unila, tak terkecuali mahasiswa yang aktif berorganisasi. Sayangnya, dibalik semua perjuangan itu, dukungan dari pihak kampus masih dirasa kurang mendorong UKM khususnya dalam hal pendanaan. Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Unila, contohnya. Rahmalia Nurfidina (Pend. Biologi ‘14) mengatakan, Juli lalu PSM Unila mengikuti perlombaan Bali International Choir Festival 6th (BICF 6th) tanpa menggunakan dana kemahasiswaan. “PSM sudah tidak dianggarkan untuk tahun ini, karena alokasi online untuk list kompetisi tingkat internasional sudah ditutup,” ujar Rahmalia. Tak tanggung-tanggung dana yang dibutuhkan untuk megikuti kompetisi ini sebesar Rp200 juta, terhitung biaya pelatih, biaya transportasi, biaya penginapan, biaya penyewaan kostum, biaya sewa tempat latihan, serta biaya konsumsi selama disana. Untuk menutup defisit pendanaan, PSM harus mengamen, berjualan keripik, sebar proposal ke pemerintah maupun perusahaan, sumba­ ngan alumni, hingga sumbangan anggota PSM sendiri. “Kami berprestasi lewat suara dan kompetisi-kompetisi di luar. Jadi, untuk dapat menunjukkan bakat dan mengharumkan Unila kita harus berjuang, meski ya se­ perti ini,” tambah mahasiswa yang menjabat ketua PSM Unila ini. “Setelah upacara Hari pendidikan nasional (hardiknas), Wakil Rektor III mengajak kami disku-


No. 151 tahun XI Edisi November 2017

si tentang pendanaan kegiatan PSM. Menurut beliau, lebih baik dana untuk kegiatan lomba PSM diajukan langsung ke perusahaan-perusahaan yang bisa membantu,” kata Rahmalia me­ ngulang perkataan ­­Prof. Karoma­ ni kala itu. Untuk berkompetisi, UKM Penelitian pun juga mengeluhkan hal yang sama. Ruwetnya sistem administrasi mengajukan propo­ sal dirasakan oleh Toni Chaniago (Teknik Sipil ‘14). Saat mengajukan proposal pendanaan untuk penelitian karya tulis ilmiah Al-Quran dengan delegasi dua orang di bulan Mei lalu. Tertera di propo­ sal, kegiatan yang berlangsung di Universitas Negeri Surakarta (UNS) ini, membutuhkan dana Rp3 juta, namun dana tersebut belum juga dapat dicairkan sampai hari keberangkatan, Kamis (18/5). Menurut Toni, biasanya uang muka akan dicairkan terlebih dahulu, sisanya menunggu sampai Lpj disetorkan ke bagian kemahasiswaan. Meski sulit dana, ketua UKM Penelitian bertekad akan tetap berusaha mengikuti setiap kompetisi. Bagi Toni selaku ketua UKM Penelitian, ikut kompetisi menjadi tolak ukur dan prestasi dari UKM itu sendiri. Selain itu, dengan keterlibatan UKM dalam sebuah kompetisi nasional maupun internasional akan meningkatkan prestasi Unila. Masalah pendelegasian juga dirasakan UKM BS Unila saat mengikuti Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) di Universitas Halu Oleo, Kendari, 11-17 Oktober 2016 silam. Dengan lima jenis perlombaan yang akan diikuti seperti, pembacaan puisi putra, penulisan puisi, penulisan naskah lakon, penulisan cerpen, serta tari. “Dulu gak bisa kalau 20 orang yang berangkat, soalnya dananya kurang. Tapi karena kita ngo­ tot untuk tetap ikut lomba, dana seadanya kita tetap berangkat,” kenang Beni Eliya (bendahara umum UKM BS). Menurut Beni, sia-sia saja setiap UKM diwajibkan mem­ buat rancangan program kerja dan anggaran biaya per periode kepe­ ngurusan dengan masalah dana kemahasiswaan yang tak pernah menemui titik terang. “Seharus­ nya pihak rektorat sudah tahu dong anggaran biaya masing-masing UKM sesuai kebutuhannya, tapi yang cair tetap aja segitu. Misal gambaran dananya puluhan juta, mentok-mentok yang dikeluarin Rp1,5 juta paling sedikit Rp500 ribu,” keluh Beni. Ia juga merasa Prof. Karomani bapak mahasiswa kurang mengerti masalah anak-anak UKM. “Gua ingat banget dulu, pas pembinaan yang datengin dosen dari UGM, dia (Prof. Karomani) ditanya UKM apa yang paling tertinggi di Unila, dia jawab ESO, mana ada? Kan UKM itu gak ada yang tertinggi atau terendah namun dibawahi oleh forkom UKM,” protesnya. Lain halnya dengan, Mitftah Faridlmasda (D3 Teknik Arsitektur ‘13), ketua UKMBS ini mengkritisi peran Prof. Karomani yang harusnya lebih pro mahasiswa. “Okelah kalau dana kegiatan kita bisa menanganinya, namun tidak ada maintaining fasilitas dan infrastruktur dari Grha Kemahasiswan itu yang paling penting,” tagih­ nya. Menurutnya, kedekatan an-

REPORTASE KHUSUS tara anak-anak UKM dengan ­­­Prof. Karomani amat kurang. “Coba ­ tengoklah kami disini, malammalam berkunjung ke Grha kek,” tambahnya. Keluhan berbeda terdengar dari UKM Radio Kampus Unila (Rakanila). Tidak adanya anggaran dana untuk perawatan alat siaran menjadi masalah utama bagi mereka. Komputer, audio mixer, microphone, headphone, pemancar, serta antena sudah waktunya untuk diganti. “Rektorat tidak pernah memberikan dana untuk pe­ rawatan peralatan teknis siaran, jadi kami hanya mengandalkan dana kas dari sumbangan anggota dan dana hasil kerjasama untuk melakukan perawatan alat-alat siaran,” jelas Direktur Rakanila, Astra Rosita Sari (Ilmu Komunikasi ’14). “Awal tahun kami mendapatkan beberapa bantuan dari Rektorat berupa satu komputer dan satu pemancar. Ya meski jauh dari kriteria kebutuhan siaran, dengan antena yang sudah berkarat, tapi masih bisa digunain,” tambahnya. Masalah dana kemahasiswaan, Herwin Saputra (Pend. Fisika ’13) Presiden BEM Unila, menyayangkan Unila yang sudah terakreditasi A dan mengembangkan ISO, namun keterbukaan masih belum diterapkan pimpinan universitas. BEM sendiri mempertanyakan alur penetapan dana kemahasiswaan di Unila. Herwin berharap transparansi dana kemahasiswaan segera dilakukan serta dana kemahasiswaan yang dikeluarkan pun harus sesuai dengan kebutuhan. “Tidak mungkin dana kemahasiswaan tingkat universitas itu lebih kecil dari tingkat fakultas,” pungkasnya.

MIPA, Gubernur BEM FMIPA, Ardiansyah (Matematika ’13) mengungkapkan dana kemahasiswaan Rp65.949.111 diperuntukan 9% untuk Himbio, Himafi, Himaki, Himakom, Himatika, 10% untuk Natural, Anemon, Rois dan BEM, 7% untuk DPM, 5% untuk penerbitan LPM Natural, serta 3% uang perlengkapan kesekretariatan masing-masing LK. Meski ia mengeluhkan adanya ketidakjelasan struktur proposal yang harus dibuat oleh tiap LK untuk pengajuan dana kegiatan di tahun ini. “Tidak adanya SOP yang jelas dari pihak dekanat, menyulitkan mereka dalam membuat proposal sehingga harus membuat kembali proposal sesuai dengan apa yang diperintahkan,” keluhnya.

Mahasiswa harus mandiri

Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan Fisip, Drs. Denden Kurnia Drajat mengatakan, an­ ggaran untuk FISIP tahun 20172018 mencapai Rp11,3 Milyar sesuai pagu RKA-KL (Rancangan Kegiatan Anggaran Kementerian dan Lembaga) yang sudah dirancang di tahun sebelumnya. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur 50% (Rp4,8 milyar), kegiatan yang bersifat tri darma, gaji dosen kontrak d a n tena-

beda-beda, prioritas juga berbeda. Tidak ada istilah uang mahasiswa, begitu adik-adik membayar UKT dan masuk rekening Unila, sudah jadi uang negara. Setiap penggunaan satu rupiah pun harus ada pertanggungjawabanya,” aku Irwan Sukri Banuwa, dekan fakultas Pertanian. Sama halnya dengan fakultas Teknik, tercatat dari Rp65 juta dibagi kepada 13 LK per semester. “Sekarang ini dana kemahasiswaan berbasis kegiatan, jika ada yang tidak aktif akan dialih­ kan pada LK yang produktif,” ujar Panca Nugrahini, wakil dekan bidang kemahasiswaan dan alumni. Fakultas Teknik memiliki prioritas lebih dalam membantu mahasiswanya pada setiap perlombaan baik pada tingkat nasional ataupun international. “Kalau untuk lomba-lomba insyaallah kami bantu, karena itu komitmen pimpinan baik tingkat fakultas ataupun universitas” katanya. “Berapapun dana yang dibe­ rikan tidak akan pernah cukup, bekerjalah cerdas dan cermat tanpa memikirkan dana dibelakangnya. Mahasiswa harus begitu. Jika kalian tidak mempersiapkan kegiatan dengan baik, maka akan adalah buntung disitu bukan untung. Tapi jika di persiapkan dengan baik , insyaallah ada manfaat,” pesannya. Sama halnya dengan ­­ Dr. Ambya, wakil dekan bidang kemahasiswaan fakultas ekonomi dan bisnis mengatakan, FEB mengalokasikan Rp100 juta untuk kegiatan lembaga kemahasiswaan per semester. Dana tersebut nantinya akan di distribusikan oleh DPM ( D e w a n Perwakilan Mahasiswa) kepada 11 LK di FEB. Dana kegiatan bisa dicairkan melalui pengajuan proposal kegiatan sebesar 70% setelah Lpj terselesaikan barulah 30% dana sisanya bisa dicairkan. “Jika sampai waktunya dana kemahasiswaan tidak dipakai, uang akan dikembalikan ke negara,” paparnya. Lain lagi dengan fakultas hukum, wakil dekan bidang umum dan keuangan, Dr. Hamzah mengaku kecewa dengan kegiatan yang sudah diselenggarakan mahasiswa. Pasalnya dengan anggaran dana yang sudah ditetapkan, kegiatan mahasiswa dirasa kurang berdampak. “Seharusnya, kegiatan mahasiswa bisa ada pengaruhnya setelah diselenggarakan,” jelasnya.

“Pagu tambahan terkait anggaran kemahasiswaan sudah saya ajukan ke Jakarta. Jadi, dana kemahasiswaan tidak terganggu dengan dana lomba,”

Lebih paran

trans-

Dana kemahasiswaan yang semrawut ditingkat universitas, berbanding terbalik ditingkat fakultas. Gubernur BEM FKIP, Dani Windarto (Pend. Bimbingan Konseling ’13), mengatakan 8% dari UKT mahasiswa FKIP diperuntukkan sebagai dana kemahasiswaan yang akan dibagi sesuai dengan matriks program kerja yang sudah diajukan terlebih dahulu ke pihak Dekanat. Kemudian, nantinya dana kemahasiswaan akan dikelola oleh DPM Fakultas. “Dana kemahasiswaan dibagi per semester sesuai dengan matriks program kerja yang dinamakan Rancangan Anggaran Biaya (RAB). Rata-rata dana kemahasiswaan (per LK di FKIP) sekitar Rp20 juta per semester,” ujar Dani. Hal ini dibenarkan oleh Dr. Supriyadi (Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FKIP). “Lebih tepatnya Rp150-160 juta yang dibagi 8 LK di FKIP,” ujar Supriyadi menegaskan. “Pembagian ini diatur oleh DPM dengan tiga kriteria antara lain kinerja, program kerja, dan rekam jejak LK,” tambahnya. Sama halnya dengan Fakultas

Prof. Karomani

ga kontrak, pajak berkisar 11%, sehingga hak mahasiswa hanya 2-5 % dari sisa anggaran yang didapat. Dari 2-5% ini dibagi de­ngan 14 lembaga kemahasiswaan yang ada, dan didapat Rp2,5 juta per kegiatan per LK. “Fenomena mahasiswa sekarang, kalian bangga bawa map, minta dan dananya cair. Walaupun itu memang hak, tapi le­ bih baik kan mandiri,” katanya. Menurutnya, sebagai seorang mahasiswa sudah harus bisa me­ ngatur dan memutar otak untuk mendapatkan anggaran dengan cara mandiri. Bukan malah menjadi pengemis kemana-mana. Untuk Fakultas pertanian memiliki anggaran dana kemahasiswaan sebesar Rp315 juta untuk satu tahunnya. Dana ini dialokasikan untuk kegiatan kemahasiswaan, pelatihan pkm, orientasi kemahasiswaan, kompetisi dan lomba. Sebesar Rp240 juta untuk kegiatan 12 LK yang tercatat aktif. “Setiap fakultas penghasilan ber-

Unila punya aturan

Dana kemahasiswaan sendiri merupakan salah satu fasilitas atau hak UKM baik tingkat universitas maupun tingkat fakultas, demi mempertahankan roda organisasi. Standard Operational Procedure (SOP) pun harus dipatuhi mahasiswa. Kepala Sub Bagian Kemahasiswaan, Basrowi mengatakan pada awal periode perwakilan UKM harus menyerahkan terlebih dahulu matriks program kerja tiap periode kepengu-

7

rusan ke pihak rektorat. Setelah itu, untuk berbagai macam program kegiatan, ketua pelaksana kegiatan harus menyerahkan proposal permintaan bantuan dana terlebih dahulu ke bagian administrasi. Proposal tersebut akan dikaji ulang apakah sesuai dengan sistematika yang ditentukan. Kemudian, proposal akan di­ serahkan kepada Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni. Proposal yang telah disetujui WR III, selanjutnya akan diserahkan ke bagian Kepala Sub Bagian Lembaga Penalaran Minat dan Bakat terkait dana bantuan yang disetujui. Pencairan dana akan dikeluarkan sebesar 75% dari dana yang disetujui, sebelum kegiatan berlangsung. Setelah itu, pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan harus memberikan laporan pertanggung jawaban kegiatan, baru sisa dananya akan diberikan. Bentuk proposal dan laporan pertanggung jawaban berupa softcopy yang dimasukkan dalam CD dan 2 rangkap hardcopy (1 untuk administrasi dan lainnya akan diberikan kembali sebagai bukti kegiatan). Menangani keluhan mahasiswa, wakil rektor bidang kemahasiswaan dan alumni, ­ Prof. Karomani, menjelaskan per UKM mendapatkan jatah dana kemahasiswaan sekitar Rp7,8-8 juta per tahun. Dana tersebut, akan diestimasikan sesuai dengan pengajuan rancangan anggaran atau matriks program kerja setiap UKM. “Makanya, ketika ada proposal kesini, saya tidak bisa misalnya ini (merujuk pada proposal) Rp5 juta, yah sekali proposal habis dong, tinggal Rp2-3 juta sekian. Nanti datang lagi proposal, berarti satu semester cuma 2 kali kegiatan, gak bisa begitu. Paling kalian itu dikasih Rp800 ribu dan maksimal Rp1 juta. Kenapa dikasih dikit-dikit gitu, supaya jangan habis,” paparnya. Untuk mekanisme anggaran dana kemahasiswaan sendiri, Prof. Karomani mengatakan dimulai dari pengajuan anggaran dana yang dibutuhkan untuk k­ emahasiswaan dilanjutkan dengan rapat perencanaan dengan tim kemahasiswaan, kemudian diusulkan ke bagian tim perencanaan dan terakhir diusulkan ke bagian keuangan. Untuk menutupi kekurangan dana pada setiap kegiatan UKM, Prof. Karomani menganjurkan untuk berwirausaha maupun mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). “Mindset itu kita buka, menjadi semacam role model dalam universitas, bahwa mahasiswa harus menjadi wirausahawan muda,” pungkasnya. Pagu tambahan juga sedang diusulkan Prof. Karomani terkait anggaran penambahan dana bagi perwakilan UKM yang mengikuti lomba, khususnya tingkat internasional. Pasalnya, tahun ini anggaran dana tersebut tidak direncanakan. Prof. Karomani turut menyayangkan mahasiswa yang dituntut mendapatkan me­ dali emas baik tingkat internasional maupun nasional untuk pencapaian top ten university, namun anggaran dana Unila kurang memadai. “Pagu tambahan terkait anggaran kemahasiswaan sudah saya ajukan ke Jakarta. Jadi, dana kemahasiswaan tidak terganggu dengan dana lomba,” jelas prof. Karomani =


8

No. 151 tahun XI Edisi November2017

LIFESTYLE

Hisap Racun Aneka Rasa Oleh: Rohimatus Salamah

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menobatkan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi rokok terbesar ketiga setelah China dan India. “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, serta gangguan kehamilan dan janin” hanya sebatas peringatan tanpa ancaman berarti bagi pecinta rokok.

Sensasi yang ditimbulkan dari hisapan rokok memberikan kenikmatan yang istimewa, terlebih kandungan nikotin yang menimbulkan efek ketagihan membuat perokok semakin kecanduan. Tahun 2003 di Bangkok, Hon Lik, seorang pecandu rokok konvensional yang menderita infeksi pernafasan berhasil menemukan dan mematenkan e-ciggaret sebagai rokok elektrik yang populer de­ngan nama vaporizer atau vape. Vape sendiri sebuah alat elektronik yang terdiri dari driptip, atomizer (tangki) dan batrai yang dirangkai guna mengubah cairan liquid menjadi uap beraroma yang dapat dihisab oleh mulut. Vape ini memiliki sensasi yang sama dengan rokok biasa. Di Indonesia sendiri, rokok elektrik baru masuk di tahun 2010. Meski belum ada rekomendasi dari BPOM yang menganjurkan para pecinta rokok biasa beralih ke rokok elektrik, kini sudah banyak perokok me­ngonsumsi vape ini. Salah satunya, Haidar Bani ­Abdillah (Teknologi Hasil Pertanian ’15). Menjadi seorang vaper

sejak enam bulan terakhir, membuat mahasiswa ini semakin penasaran untuk mencoba varian aroma lainnya. Kepercayaan diri pun dirasa bertambah ketika menghisab rokok elektrik ini. “Kerenlah diliatnya. Karena asap yang dihasilkan itu kan lebih banyak, terus juga karena mahal ­ mungkin ya. Jadi kesannya wah keren tuh rokoknya mahal. Jadi kan makin pede,” akunya. Sampai saat ini, mulai banyak perokok konvensional yang beralih ke vape, meski hanya sekadar mencoba atau mengurangi resiko kematian dibandingkan dengan mengons­umsi rokok tembakau. Tapi, l­agi-lagi semua itu harus didukung dengan isi dompet si pemakai. Bukan hanya

mahal alatnya, biaya untuk membeli varian aroma pun tak murah. “Yang boros itu ganti kapas,

kawat, sama liquid-nya. Alatnya aja saya beli­­ Rp1.5 juta. Belum lagi harus keluar Rp 170.000/ bulan buat beli liquid de­ ngan dua varian aroma,” curhatnya. Alasan itulah yang membuat Bani kembali menjadi perokok konvensional. Lain halnya dengan Ageng ­ Kuncoro Mahardika (Teknologi Hasil Pertanian ’14). Pria yang sudah merokok sejak duduk di bangku sekolah mene­ ngah pertama (SMP) ini, mengaku mencoba vape dengan tujuan ingin berhenti merokok. “Rasanya itu ya lebih dapet di rokok itu (red. rokok tembakau). Sedangkan kalau aku lagi nyobain vape itu tetep masih bawa rokok biasa. Jadi belum bisa nemuin kalau vape ini bisa beneran buat aku berenti ngerokok,” jelasnya. Ba­ginya, vape hanya sebatas pengganti rokok konvensional bukan untuk membuat

seseorang berhenti merokok. Hal ini dibenarkan oleh Ahli Faal dari Poliklinik Unila, dr. Khairun Nisa Berawi. Ia mengungkapkan, bahan kimia dan nanopartikel yang ditambahkan dalam liquid bersifat karsinogenik, sehingga memicu penyakit kanker 10 kali lipat dibandingkan rokok biasa. Ditambah lagi pemanasan dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan keracunan hingga overdosis. Selain itu, perisa atau ba­ han baku penghasil aroma juga memicu penyakit paru obstruktif seperti asma, bronkitis, dan ­emfisema. “Sebenarnya tersimpan b ­ ahaya mengancam dibalik uap menyegarkan yang keluar dari batang vape. Sehingga ini akan sangat berbahaya terutama bagi penderita asma,” ungkapnya. Dosen fakultas kedokteran Unila ini juga mangatakan, keamanan dan keefektifan rokok elektrik belum dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Menurutnya, berhentilah menyakiti dan membahayakan orangorang yang ada di sekitar kita dengan tidak merokok =

RESENSI

GIE dan Surat-surat yang Tersembunyi Oleh: Muhammad Aqiel

P

GIE dan Surat-surat yang Tersembunyi Tanggal Terbit

: 13 Dec 2016

ISBN

: 9786024242329

KPG

: 591601289

Kategori

: Biografi & Otobiografi,

Ukuran

: 160x230 mm

Seri TEMPO Jumlah Hlm

: 117 halaman

Format

: Soft Cover

Penerbit

: KPG

Harga

: Rp 50.000,-

ena ­adalah senjata Gie, c a t a t a n hariannya yang terangkum ­dalam buku catatan ­­­ se­ orang demonstran (1983)-masih ­terus dicetak dan dibaca oleh para aktivis ­mahasiswa hingga sekarang. Namun ada beberapa tulisan Gie yang belum pernah dipu­ blikasikan, kemudian Tempo mencoba menggalinya. Terbitlah Buku yang berjudul, “Gie, dan Surat-surat yang Tersembunyi,” seri buku Tempo yang diangkat dari liputan khusus Majalah Berita Mingguan Tempo edisi Oktober 2016. Tulisan-tulisan yang belum ­pernah dipublikasikan itu ternyata tersimpan di antara tumpukan dokumen milik Yosep Adi Prasetyo. Ketua Dewan Pers yang akrab disapa Stanley itu, mendapatkan naskah-naskah tersebut dari ­­Arief Budiman, k­ akak kandung Gie. Sebagian dokumen itu, yang merupakan koleksi artikel Gie di berbagai media massa, telah ­terbit dalam buku Zaman Peralihan (1995).

Namun sangat disayangkan dari total 90 surat yang selamat dan disimpan, hanya ditampilkan enam surat cuplikan dari buku ini lantaran selama ini Arief Budiman melarang Stanley menerbitkan surat-surat itu. Sosok kritis Gie dapat tergambar dari keenam surat itu ialah suratnya kepada Thung Hok Jang (3 Januari 1966), ia prihatin melihat golongan intelektual yang dari lahir sampai mati selalu bernasib malang. Golongan itu adalah golongan intelektual dalam arti sebenar-benarnya, ­disini ia ambil contoh-Mochtar Lubis yang sepanjang hidupnya selalu berpihak pada kebenaran namun selalu menjadi mangsa permainan politik dengan M.T Zen, Hokgie “curhat” tentang perilaku para pejabat serta pembunuhan ­massal pada tahun 1966-1968 akibat tragedi G-30-S/PKI. Dikenal sebagai “Pengkritik Bung Besar”, Muak terhadap perilaku korup, Gie kerap mengancam Sukarno dan para menterinya. Menuding sebagai penghianat kemerdekaan, Hok-gie geram karena menyaksikan sosok pengemis yang kelaparan padahal hanya berjarak dua kilometer dari istana. Bagi dia, istana merupakan pusat pesta dan kemewahan.

Banyak orang mengira Gie adalah sosok yang kaku, terlihat dari sikapnya untuk urusan kemanusiaan dimana ia tampak serius dan risau akan orang-orang yang tertindas. Bahkan teman akrabnya, Herman Lantang, khawatir dengan kondisi Gie atas perlawanannya terhadap rezim Soekarno. Seperti aksi pada 23 Februari 1966, Gie tak pernah takut meski harus berhadapan dengan ­ todongan senapan di segala penjuru, ketika itu demo berujung pada keributan sampai akhirnya Arief Rahman ditembak di tempat. Hal yang membuat buku ini bertamba menarik, ada kolom ­­tulisan Budiman Sudjatmiko yang mengatakan bahwa Gie sebagai sosialis yang kesepian, dengan kritikannya dia berusaha untuk menyampaikan permasalahan yang terjadi di bangsanya. “Tapi melalui kekritisannya itu saya melihat dia frustasi dengan kritika­ nnya yang tidak mampu mengubah keadaan,” ujarnya. Bagi­ ­Budiman, Gie memiliki ide yang telah melampaui zamannya. Tapi yang patut disesali, Gie tidak bisa menyelesaikan perjalannya ­sebagai manusia politik yang paripurna padahal dia memiliki ide

yang visioner dan kritis. Sementara itu, tak hanya pemikiran-pemikiran Gie yang ­ terpampang dalam buku ini, perjalanan hidup Gie mulai dari kisah asmara dengan Nurmala Kartini Panjaitan, Maria, sampai kedekatannya dengan Luki, wartawan senior di Media Indonesia, menambah kesan cerita tonil yang agak flamboyan dari buku tersebut. Gie menarik karena ia sosok yang jujur dan puritan, ia juga dikenal cerewet sekaligus hangat, sehingga mudah dicintai oleh teman-temannya, semua itu dikemas dalam tema yang saling berkaitan; cinta, gunung, dan sinema. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan Soe Hok Gie, buku ini menampilkan cerita yang dikemas secara menarik dari buku sebe­ lumnya, “Catatan Seorang Demonstran”. Paling tidak kita bisa melihat surat-surat yang belum pernah dipublikasikan juga tanggapan teman akrabnya pada Gie semasa ia masih hidup. Meski surat yang dipublikasikan tidak semua, harapannya ada kelanjutan dari seri buku tempo yang mengulas penerbitan surat-surat Gie tanpa disunting dan disensor sama sekali=


No. 151 tahun XI Edisi November 2017

9

SENI

Restu Ditolak!,!! Sebambangan Bertindak Oleh: Yola Septika

“Teret teret teret teret teret teret teret teret…” suara musik dari mulut seseorang dibelakang panggung mengiringi langkah mekhanai (red. bujang Lampung). Matanya me­ nyapu sekeliling dengan tangan yang bergerak menirukan jurus bela diri. Itu ia lakukan lantaran takut ada yang melihat dirinya sedang berbincang dengan pujaan hatinya yang terhalang tembok. .. Tok.. Tok.. Sayang.. Sayang koh.. ini Kyay menyabangimu duhai cintaku,” laki-laki itu setengah berbisik dengan logat Lampung yang begitu kental. “Sebentar Kyai, adek belum pakai cedal,” sambut mulie (red. gadis Lampung) yang berada disebrang tembok. “Cedal itu apa dek?” tanya pemuda yang bernama Mat Shaleh ini. “Celana dalam Kyai”. Sontak gelak tawa penonton memenuhi gedung F1 FKIP, Jumat (17/11) siang. Itulah potongan adegan dalam pertunjukan komedi mahasiswa pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Unila. Pertunjukan ini merupakan bagian dari penilaian mata kuliah Seni Pertunjukan Indonesia (SPI). Skenario yang ditulis oleh Ega (Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia ‘14) ini, mengangkat adat masyarakat Lampung yang dikenal dengan Sebambangan (red. larian). Ega mengatakan, banyak kesulitan untuk menyampaikan kearifan lokal dalam sebuah pertunjukan. Mulai dari melakukan survey langsung ke lokasi yang masyarakatnya masih menganut adat tersebut, sampai bagaimana menulis naskah yang dipadukan dengan gaya Bahasa anak zaman sekarang. Mat Shaleh digambarkan sebagai mekhanai yang memiliki perawakan tubuh kurus, kulit agak gelap, dengan kopiah yang menghias jambul rambut tipisnya. Sarung lusuh ikut membalut tubuh kecilnya. Pemuda ini begitu mencintai tetangganya, Rohidah. Setiap Sabtu malam, ia terus me­ nyambangi kekasihnya itu dibalik tembok kamarnya. Tak mendapatkan restu dari kedua orangtua, bukan berarti membuat kedua insan yang sedang dimabuk asmara ini memutuskan cintanya. Di penghujung malam, Shaleh mengutarakan keinginannya untuk menikahi Rohidah. Rohidah pun menginginkan hal yang sama. Bagi mereka menikah adalah solusi terbaik untuk penyakit yang tengah menghantui mereka. Penyakit yang membuat mereka resah setiap malam. Penyakit rindu yang selalu menghantui tidurnya. Jelas, Mat Shaleh tak masuk kriteria menantu idaman ­Sofian, abak Rohidah. Menurut Sofian, masih banyak pemuda di Lampung yang lebih pantas bersanding dengan putrinya. Terlebih lagi ia tak sudi jika Mat Tobi’i yang akan menjadi besannya. Secara Mereka adalah rival untuk memperebutkan kursi sebagai gubernur Lampung. “Kalau niku masih dekat-dekat dengan mekhanai dekil itu, mending niku minggat dari rumah ini. Di provinsi Lampung ini masih banyak laki-laki yang kaya dan rupawan yang bisa niku dapetin. Bisa dongkrak martabat keluarga,” perintah Sofian

Foto: Rika Andriani

“Tok

pagi itu kepada Rohidah. Dihadapkan dengan dua pilihan antara keluarga atau cinta, Rohidah hanya bisa menangis dan tak dapat menjawab petuah abaknya. Di rumah keluarga Mat Tobi’i, waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Kini lampu sorot menerangi sebuah setting ruang tengah yang memilik televisi 14 inch, kursi panjang, meja, dan segelas kopi. Duduklah di sana laki-laki berbadan tambun, jambangan dan memakai kaus oblong serta sarung. Mat Tobi’i tengah menonton televisi. Sebuah sapu digenggamnya. Kalau televisi mulai mengeluarkan bunyi anomali, dipukulnya pakai sapu dari titik di mana ia duduk. Saat adegan ini, tokoh berusaha mengkritik pemerintah lewat tayangan korupsi yang sering muncul dalam pemberitaan di televisi. Mat Tobi’i selaiknya komika pada acara stand up comedy, memunculkan interaksi ke penonton sekaligus menyampaikan sebuah keresahan tentang permasalahan negeri. Juga soal manusia yang menggilai jabatan, tak pernah merasa puas dan kurang bersyukur. Mat Tobi’i kemudian ingin menyalonkan diri jadi gubernur Lampung. “Korupsi-korupsi mulu berita di tivi. Pening pala saya! Entah kapan korupsi ini hilang. Harusnya saya ini nyalon gubernur Lampung. Lihat badan gede subur gini, kalau saya jadi gubernur Lampung, weh, udah bener-benerlah bagus Lampung ini. Tapi kenapa ya masalah-masalah korupsi ini tak hilang-hilang? Harusnya kan bisa saya benahi. Tapi kalau gak diginiin, enggak dikorupsi maksudnya, rugi weh!” Mat Tobi’i duduk sambil berinteraksi kepada penonton. Kalimat cerdas yang berusaha disampaikan penulis skenario ditengah panasnya atmosfer politik menjelang pemilihan gubernur Lampung, 2018 mendatang. Jumat malam Soleh menemui Rohidah. Selain tak betah di rumah karena mendengar suara aneh dari kamar orang tuanya, Soleh juga ingin menyampaikan hal genting pada kekasihnya. “Ada yang mau Kiyay diskusiin sama Adek. Soal

NGEKHIBAS 1.Dana kemahasiswaan seret? Gimana kegiatan mau lancar!

2.Gagal registrasi gagal jadi mahasiswa Unila? Sistem masih butuh dikaji tuh!

3.Pedagang bakal direlokasi? Harus sudah jadi tuh retailnya!

4.Maling dibebasin? Yakin gak bakal balik!

hubungan kita, Dek. Cinta kita!” ucap Soleh meyakinkan. Singkat cerita, percakapan malam itu diakhiri dengan ajakan Soleh untuk sebambangan. Dalam masyarakat Lampung, sebambangan memiliki arti menculik gadis. Alasan utama sebambangan dilakukan karena tiada restu dari orang tua kedua belah pasangan. Maka dilewatilah oleh Soleh dinding yang telah lama menjadi penghalang bertemunya mereka. Masih dalam satu frame yang sama, Sofian dan Saripah tengah melakukan dialog intim, beberapa penonton saling menatap satu sama lain kemudian terkekeh melihat adegan tersebut, dimana Sofian lupa ingatan bagaimana cara memakai sarung. Soleh dan Rohidah menjinjing hati-hati sebuah koper ke luar rumah melewati dinding. Suara kaleng biskuit yang terjatuh mengagetkan Sofian dan Saripah yang sedang di ruang tengah. Mereka berlari mencapai kamar Rohidah dan tak menemukan putrinya di dalam sana. Kepergian Rohidah dari rumah sekaligus mengantarkan sebuah surat pada Sofian. Pun dengan Mat Tobi’i yang mendapatkan surat dari anaknya, Mat Soleh. Dari sanalah, mereka tahu Soleh dan Rohidah menginginkan pernikahan dengan atau tanpa restu dari kedua orang tuanya. Pergilah Mat Tobi’i dan Siti ke kediaman Sofian. “Kalau begini, tak ada pilihan lain selain kita menikahkan mereka,” ujar Sofian. Bertemulah mereka ke rumah ketua adat. Disaksikan ketua adat, hubungan mereka direstui. Berdamailah kemudian Mat Tobi’i dan Sofian yang telah lama bersitegang. Penonton memberi standing aplause berkali-kali untuk pertunjukan Sebambangan ini. Drama komedi tersebut berhasil memberi pesan, nilai, sekaligus budaya dalam waktu bersamaan. Yang menarik kemudian bagaimana mengemas secara apik dan dapat diterima oleh perkembangan zaman. Menyajikan kisah roman picisan dibalut kearifan lokal dalam sebuah pertunjukan drama komedi menjadi hal yang cukup menantang untuk mengedukasi tradisi lokal disesuaikan dengan gaya hidup pemuda zaman sekarang =

SUARA MAHASISWA Sampaikan keluhanmu lewat SMS Mahasiswa, dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 089683243446 (Alfany) atau 082182017827 (Retno)

Silahkan kirimkan kritik,saran, dan pertanyaan anda ke alamat e-mail Teknokra ukpmteknokraunila@yahoo.co.id


10

No. 151 tahun XI Edisi November2017

INOVASI

Tingkatkan Performa Udang dengan Bakteri Lokal B Oleh: Tuti Nurkhomariyah

dar mikrobiologi di dalam cawan petri. Pembiakkan ini dilakukan selama tujuh hari. Setelah tumubuh, terlihat Bacillus sp. yang mengelompok di cawan petri. Kemudian dikembangbiakkan lebih banyak lagi dengan molase. Bacillus sp. dapat diaplikasikan dengan cara dihomogenkan ke dalam akuarium yang berisi 30 udang. Penelitian ini terbagi ke dalam empat perlakuan pembanding. Keempat akuarium diberikan kadar Bacillus yang berbeda. Akuarium pertama untuk kontrol dan diberi label A. Di dalam akuarium A, tidak diberi perlakuan apa pun, dalam kata lain tak ada Bacillus yang dicampurkan ke dalam akuarium A. Akuarium kedua atau akuarium B diberi Bacillus dengan kadar lima part per million (ppm) atau bagian per sejuta. Akuarium C dengan kadar 10 ppm dan 15 ppm untuk akuarium D. Setelah diberi­kan kadar yang berbeda, setiap dua hari sekali dikontrol menggunakan alat spectrophotometer untuk melihat pertumbuahan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian, kelangsungan hidup, dan Feed Conversion Ratio (FCR) dari udang yang hidup di setiap akuarium. Sedangkan untuk kualitas air, digunakan parameter berupa suhu, pH, salinitas, DO dan amoniak (NH3). Pertumbuhan bobot mutlak perlakuan B dengan 50 ppm tertinggi pertama, disusul C kemudian D. Akuarium A menempati urutan terakhir. Pada laju pertumbuhan harian paling tinggi pada perlakuan akuarium B dan C. Beberapa kendala sempat dialami Ayu dkk. Tapi yang paling berarti ketika listrik yang sering padam selama penelitian. Hal ini membuat suhu ruangan berubah dan akan sangat berpengaruh ter­hadap tumbuh kembang Bacillus sp. selain itu, apabila listrik padam maka sistem pertukaran air akan berhenti yang berakibat pada sistem pernapasan udang terganggu karena kurangnya kan­dungan oksigen. Di ajang nasional, penelitian ini lolos Pekan Mahasiswa Nasional (Pimnas) dan menjadi juara pertama kategori poster terbaik. Hefi berharap penelitiannya tidak berhenti sampai disini, dia ingin meneliti dalam skala masal dengan tambak yang lebih besar bahkan menginginkan untuk mematen­kannya produk timnya=

KOMUNITAS

Berkesenian

Sekaligus Berpenghasilan Oleh: Arif Sabarruddin

Gerakan tangan begitu piawai memainkan tombak berukuran satu meter. Sembari mendengar alunan musik tradisional, sembilan anak didik Sanggar Seni Sangsaka terus mengikuti gerakan tari rawa jurai sang pelatih.

M Foto: Arif Sabarruddin

Ilustrasi: Kalista Setiawan

eberapa penelitian pada Bacillus sp. menunjukkan bahwa bakteri berbentuk batang ini memiliki senyawa antimikroba berupa polipeptida dan protein. Kedua senyawa ini dipercaya ampuh meningkatkan laju pertumbuhan dan produktivitas berbagai jenis hewan ternak yang lingkup hidupnya di air. Tiga mahasiswa asal FP (Fakultas Pertanian) dan FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) memanfaatkannya untuk meningkatkan kualitas hasil produksi di sektor tambak udang. Ketiganya ialah Ayu Novitasari (Perikanan dan Kelautan ’13), Ricky Nur Iskandar (Perikanan dan kelautan ’13) dan Hefi Afizena Elvazia (Pendidikan Biologi ’13). Penelitian yang digarap sebagai ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ini membutuhkan waktu tiga bulan terhitung sejak Februari 2017. Pengujian skala mikro ini dilakukan Ayu dan tIm di Laboratorium Budidaya Pe­ rikanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tahapan awal dimulai dari mempersiapkan media tanam untuk tumbuh-kembang Bacillus sp., mengadakan akuarium sebagai wadah hidup anakan udang sekaligus media penelitian berlangsung, memilah calon bakteri berkualitas terbaik, perbanyakan dan isolasi B ­ acillus sp., pemberian bakteri ke dalam akuarium sesuai dengan kadar parameter, pendataan hasil secara berkala dan penulisan dalam bentuk makalah. Ketersediaan Bacillus sp. kode D.2.2. dari Lampung Timur cukup melimpah sehingga Ayu dkk. mengandalkannya pada uji ini. Perbanyakan Bacillus sp. memanfaatkan media agar Sea Water Complete (SWC) untuk perbanyakan sekaligus penyimpanan (stock). Setelah seminggu di­ biakkan, diambil dua bor gabus untuk kemudian dijadikan molase yang campurannya berupa ampas tebu. Selain memangkas anggaran, molase ini juga ramah lingkungan dan digemari Bacillus sp. Dalam setiap elenmayer, komposisi molase yang digunakan adalah 200 ml. Selain molase, media Bacillus sp. terdapat komposisi lain juga ditambahkan, yaitu lima gram tepung kedelai, dua gram tepung ikan, 200 gram ­sodium dan 300 ml air laut. Bakteri dibiakkan dengan teknik khusus sesuai stan-

enatap penuh keta­ jaman seolah tak ingin sedikitpun ada gerakan yang luput dari pandang. Tangan dan kaki harus bergerak seirama, salah-salah tombak akan mengenai teman disampingnya. Meski terbilang muda, anak berusia belasan ini terus berusaha menghafal garakan demi gerakan tari tradisional, mulai dari tari sunda, jawa, hingga Lampung. Beginilah kegiatan rutin di Sanggar seni yang telah berdiri sejak 25 Januari 2005 itu. Abdullah Hermi (47), pendiri Sanggar seni ini mengatakan, nama sangsaka terinspirasi dari bendera kebesaran tanah

air ‘merah putih’ yang memiliki makna satu kekuatan. “Nama ini diambil karena mewakili tari nusantara dimana sanggar seni ini mempelajari seluruh tarian yang ada di Indonesia,” akunya. Ingin ‘mandiri’ itulah prinsip yang terus dianut pria yang pernah belajar seni (teater, seni rupa, tari) di Padepokan Bagong. Hal itu dibuktikan dengan kegiatan memproduksi sendiri segala macam alat penunjang tari, seperti kipas, topeng, siger, tongkat dan masih banyak lagi. Sanggar yang beralamt di PKOR Way Halim tepatnya di gedung Sessat ini, memiliki 60 orang murid dengan 12 orang pelatih. Anggotanya mulai dari pelajar, mahasiswa, sampai pekerja. Untuk biaya pelatihan, setiap orang ditarik iuran Rp5.000 untuk setiap pertemuan dan membayar Rp25.000 setiap bulannya sebagai uang kas. Belajar, belajar dan belajar sangat ditekankan di dalam sanggar seni tari ini, bagi Hermi hidup dikesenian harus telaten dan terus berlatih. Jangan pernah bosan untuk mencoba hal baru, itulah yang menjadi kunci kesuksesannya sampai saat ini. “Kalau sudah ahli berkesenian, rezeki akan datang dengan sendirinya dari bakat yang kita miliki,” ungkapnya.

Sebagai pelatih nari, Lia (21) merasa begitu banyak manfaat, pengalaman, serta pelajaran yang ia dapatkan dengan tergabung dalam sanggar seni ini. “Tak hanya mengembangkan karakter, disini juga kita dapat berprestasi dibidang seni tari,” katanya. Sangsaka sendiri mendapatkan respon yang baik dari orang tua anak didik sanggar. Menurut orangtua, dengan menaruh anak di sanggar, selain terhindar dari hal-hal negatif, anak dapat ikut melestarikan tari tradisional yang sudah mulai dilupakan. “Dengan mengembangkan karakter anak sejak dini maka anak akan mengenal lebih baik berbagai macam budaya yang ada di Indonesia,” ungkap Ana Rosianaulandari, orang tua murid. Selain itu, sanggar seni Sang­ saka­ ­­ mengajarkan anak un­­tuk­ berkesenian sekaligus berpeng­ hasilan. “Disini pengem­ bangan karakter dan motivasi anak terus digali. Jadi tidak hanya fokus terhadap pentas. Pentas itu wajib tetapi namun sangsaka seperti sekolah bagi anak-anak dimana anak-anak ditekankan untuk belajar lebih dalam mulai dari nol salam pemahaman seni,” tambahnya =


No. 151 tahun XI Edisi November 2017

POJOK PKM

EKSPRESI

Belajar dari Kesalahan Oleh Alfanny Pratama

Nakal tak mesti menghambat kesuksesan. Menjadi geng motor tak melulu berakhir penyesalan. Bangkit dan berkarya serta tekad yang kuat untuk berubah menjadi kunci kesuksesan yang tak terkalahkan dengan masa lalu yang kelam.

T

idak ada kata terlambat. Stigma inilah yang sudah dibuktikan oleh Prof. Irwan Sukri Banuwa. Pria kelahiran Jakarta 56 tahun silam ini tak pernah menyangka, hidupnya yang sekarang berbanding terbalik dengan masa remajanya. Tak ada yang tahu, semasa duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) 20 Jakarta, pria yang akrab disapa Wawan ini dulunya anggota geng motor. Balapan liar, berkelahi, modifikasi motor menjadi dunianya kala itu. Semua itu dilakukan sekadar untuk menyalurkan hobinya di dunia balap. Di saat teman sebayanya tengah asyik ­mengukir prestasi, Wawan lebih memilih h i d u p bebas d i jalanan. Sekolah baginya hanya

sebatas menyenangkan orangtua bukan untuk berlomba mencetak nilai yang membanggakan. Walhasil, setiap pembagian rapor selalu saja ada warna merah yang menghias nilainya. Liar, nakal, dan susah diatur kata yang tepat untuk menggambarkan sosoknya kala itu. Nasehat dan petuah orang tuanya hanya sebatas dongeng menjelang tidur. Tak pernah sekali pun ia mempedulikan nasehat mereka. Kerasnya hati seorang anak berubah ketika melihat ibunya, Nuraini Syukur menangis lantaran tak kuat melihat tingkahnya. Hanya bisa diam dengan rasa sesak di dada melihat orang yang telah melahirkannya berlinang air mata tak mampu berbicara. Baginya senakal-nakalnya seorang anak pasti tak akan mampu melihat airmata ibunya. Wawan hanya dapat bersimpu meminta maaf di hadapan ibunya sembari berjanji tidak akan kembali ke geng motornya. Lepas dari seragam putih abuabu, Wawan memIlih untuk kuliah di Universitas Lampung. Dirinya berhasil diterima di jurusan i l m u tanah fakultas pertanian. Menjadi mahasiswa indekos menuntut Wawan menjadi pribadi yang mandiri. Tak ingin anaknya kesepian dan kembali ke jalanan, ayah Wawan menitipkan dirinya kepada sahabatnya, yang tak lain orangtua Prof. Wan Abbas Zakaria. Pertemuan itu membawa keduanya menjadi sahabat sampai saat ini. Wawan tak menampik, s a h a b a t pertamanya k e t i k a menginjakkan kaki di kampus hijau telah mengubah dunianya. Bertolak belakang memang,

Prof. Wan Abbas yang terkesan baik, pintar, rajin ibadah dan tak neko-neko. Harus berhadapan dengan Wawan yang berbanding seperseratus dejarat dengannya. Justru dengan sifat yang berbeda ini, melah membuat Wawan sadar dan terketuk hatinya untuk berubah menjadi pribadi seperti sahabatnya itu. belajar, mengerjakan tugas, diskusi mata kuliah, menjadi rutinitas yang mengisi persahabatan mereka. Dengan ketekunan dan kerja keras, kedua pemuda ini berhasil mendapatkan beasiswa supersemar dan tak lagi meminta biaya kuliah kepada orang tua. “Ini salah satu teman yang membawa saya ke budaya yang baik dan meninggalkan kenakalan dulu. Walaupun masih diam-diam balapan di jalan,” kenangnya dengan tawa lepasnya. Berprestasi di bidang akademik. Tak membuat Wawan puas begitu saja. Aktif berorganisasi untuk menambah link dan softskill menjadi pilihannya. Kuliah yang selalu bicara tentang pertanian, menantang dirinya mengenal politik dengan bergabung ke Senat mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). Bahkan, Wawan dapat menjabat Ketua Umum BPM periode 1983-1985. “Organisasi dan akademik bisa sama baik asalkan saling bersinergi sehingga saling support tak ada satu pun yang menjadi beban. Bukan karena nilai akademik jelek yang disalahkan organisasinya,” pesannya. Bagaikan menyelam sambil minum air, ayah dari empat orang anak ini mendapatkan tulang rusuk yang menjabat sebagai sekretaris di oraganisasinya, yakni Ir. Andre Widayanti. Sungguh jodoh terkadang orang berada di sekeliling kita, pikirnya. Kebahagiaan bertambah ketika prosesi wisuda Unila tahun 1994, nama Wawan dipanggil rektor sebagai lulusan terbaik Unila. Perasaan bangga yang tiada tara dirasakan kedua orangtuanya. Anaknya yang dulu dikenal liar telah berubah menjadi sosok yang mengharumkan nama keluarga. Hasil tersebut, membuat Wawan memutuskan untuk melanjutkan pendidikan magister dan doktor di Institut Pertanian Bogor (IPB). Meski sudah menjadi dekan, dosen yang sudah banyak memublikasikan buku maupun hasil penelitian di jurnal nasional ini tak pernah meninggalkan hobinya. Sampai saat ini motor gede selalu setia menemaninya=

Yola Savitri

Procrastinator Tunda, tunda, nanti, nanti, prokrastinasi. Kerjakan sekarang, jangan lengah sampai lalai…. Tak jarang mahasiswa mengeluhkan tugas yang menumpuk seolah tak ada habisnya. Namun, sadarkah kita kapan tugas tersebut diberikan serta kapan tenggat waktu pengumpulannya? Belum lagi mahasiswa yang mengaku sedang berjuang dengan skripsinya, mengeluh kapan wisuda, sudah hampir dua digit semester berada di bangku kuliah. Namun, kemana waktu yang sia-sia hanya untuk mengeluh dan menunda? Tim Urban dalam talkshow TED TALKS; Inside the Mind of a Master Procrastinator menceritakan tentang kewajibannya menyelesaikan tesis sebanyak 90 halaman yang harus selesai dalam tenggat waktu setahun. Awalnya, ia berencana untuk mencicil pekerjaan tersebut, kenyataannya pada beberapa bulan di awal tahun ia tak mengerjakan satu kata pun. Sampai ia tersadar deadline hanya tersisa 72 jam. Alhasil tesis dikerjakan hanya dalam waktu kebut tiga malam de­ ngan hasil yang begitu buruk. Tidak hanya terjadi dalam lingkup akademik, fenomena prokrastinasi kerap terjadi di segala aspek kehidupan, hanya saja kita kerap menyepelekannya. Perilaku sengaja menunda suatu pekerjaan dengan berbagai alasan, menggantikan pekerjaan penting yang menjadi tanggung jawab dengan pekerjaan lain yang kurang bermanfaat, serta penyanggahan akan tanggung jawab menyelesaikan sesuatu tepat waktu me­ rupakan gejala prokrastinasi. Istilah ini hanya akrab di telinga sebagian orang saja. Bahkan istilah prokrastinasi maupun prokrastinator-orang yang melakukan prokrastinasi- belum terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Istilah tersebut merupakan serapan dari kata procrastinate, procrastination, dan procrastinator yang dapat ditemukan di Oxford, Cambridge serta Meriam and Webster dictionary. Dengan definisi sebuah tindakan penundaan terhadap suatu pekerjaan, prokrastinasi memerlukan lebih dari sekadar pemahaman kebahasaan untuk mendeskripsikannya. Sebuah penelitian di tahun 2005 mengkategorikan perilaku prokrastinasi ke dalam 2 tipe; prokrastinasi aktif dan prokrastinasi pasif. Dimana prokrastinasi aktif merupakan tindakan sengaja menunda pekerjaan namun sadar akan tenggat waktu yang ada. Sementara prokrastinasi pasif adalah perilaku prokrastinasi dimana seseorang tidak dapat mengatur waktu dengan baik serta tidak mampu mengambil keputusan yang tepat dan cepat dalam mengerjakan se­ suatu. Mulailah hargai waktu, terus berpacu se­ irama waktu, jangan biarkan waktu yang mengejar kita lelah hingga kita tersadar. Ia tak lagi mau menunggu kita yang tertinggal. Tetap berpikir merdeka!

11



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.