Majalah Teknokra Edisi 216 Desember 2015

Page 1



JENDELA Laporan Utama

13

Saat LGBT Tak Lagi Malu-Malu 56

Sejarah

Jejak Jawa di Tanah Tapis Nusantara

44

Selimut Asap dari riau 29

Ekspresi

Batik Siger untuk Bumi ruwai jurai Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Salam Kami 4 Sekilas 5 Obrolan 7 Pendidikan 10 Komitmen 12 Laporan Utama 13 Kyay Jamo Adien 18 Sorotan 19 Pentas 21 Wawancara Khusus 22 Inovasi 25 Ekspresi 29 Konservasi 33 Resesnsi 36 Lifestyle 38 Esai Foto 40 Komik 42 TTS 43 Nusantara 44 Komunitas 47 Budaya 51 Kuliner 54 Sejarah 56 Opini 59 Laporan Keuangan 62 Karikatur 63 Lingkungan 64 Sisi lain 67 Kesehatan 69 Cerpen 71 Puisi 74 Bidik Lensa 76 Etos Kita 78 Cover

Judul: Saat LGBT Tak Lagi Malu-Malu Ide & Desain: Fitri Wahyuningsih & Defika Putri Nastiti

|

3


SALAM KAMI

MAJALAH TEKNOKRA diterbitkan oleh Unit Kegiatan Penerbitan mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung Alamat Grha Kemahasiswaan Lt. 1 Jl. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung 3514 Telp. (0721) 788717 E-Mail ukpmteknokraunila@yahoo.co.id Website www.teknokra.com

Dok.

Be Brave and Keep Working

T

ak terasa akhir pengurusan tahun ini telah di depan mata.Tapi kami di sini masih berkutat dengan tugas-tugas yang telah menjadi tanggung jawab kami untuk pembaca semua, oleh sebab itu kepada pembaca, kami ucapkan terima kasih untuk apresiasi kalian atas karya-karya kami di tahun ini. Dunia perkuliahan laiknya seperti seseorang yang sedang menaiki sebuah pohon, semakin ti­ nggi posisinya semakin besar pula angin yang menerpa. Di tengah himpitan tugas-tugas perkuliahan yang seperti tidak berujung, kami masih menyempatkan diri untuk menunaikan tanggung jawab kami. Berkutat dengan narasumber yang sulit ditemui, duduk berjam-jam di depan komputer hingga punggung dan mata sakit, menerjang hawa dingin malam dan nyamuk-nyamuk yang sangat mengganggu, hingga

4

|

tidak tidur bermalam-malam pun kami rasakan. Namun, kami selalu percaya bahwa proses tidak pernah mengkhianati hasil. Tidak ada hasil yang sia-sia jika dilakukan dengan segenap hati. Di pojok PKM ini kami menerima pelajaran berharga yang mungkin tidak akan kami dapatkan di tempat manapun. Dan karena itu kami memilih menjadi berani. Berani mengambil risiko apapun demi terus menghasilkan karya yang selalu kami buat de­ ngan hati. Sebagai penutup kepengurusan, kami menyajikan majalah tahunan ini ke pada pembaca tercinta. Info seputar Unila dan Lampung coba kami kemas dengan menarik dan informatif. Semoga pembaca me­ rasa senang dengan karya kami ini. Dari Pojok PKM tak henti kami mengajak pembaca untuk Tetap Berpikir Merdeka!=

Pelindung: Prof. Hasriadi Mat Akin, M.P Penasihat: Prof. Dr. Sunarto DM, SH, MH Dewan Pembina: Maulana Mukhlis, S. Sos., MIP Anggota Dewan Pembina: Prof. Dr. Ir. Muhajair Utomo, M.Sc., Asep Unik, SE. ME., Drs. M. Toha B. Sampurna Jaya, M.S., Dr. Eddy Riva’i, S.H., M.H., Ir. Anshori Djausal, M.T., M.A., Dr.Yuswanto.SH.,MH., Dr.Eddi Rifai SH.MH., Asrian Hendi Caya,SE.,ME., Dr. Yoke Moelgini M.Sc, Irsan Dalimunte,SE.M.Si,MA., Dr.Dedy Hermawan S.Sos,M.Si., Dr. Nanang Trenggono M.Si., Dr.H.Sulton Djasmi, M.Si., Syafarrudin, S. Sos. MA., Toni Wijaya S.Sos.MA, M. Burhan, Vina Oktavia, S.Pd., Yurike Pratiwi Pemimpin Umum: Faris Yursanto Pemimpin Redaksi: Hayatun Nisa F Pemimpin Usaha: Fitri Wahyuningsih Kepala Pusat Penelitian dan ­Pengembangan:

Kurnia ­

Mahardika Kepala Kesekretarian: Lia Vivi Farida Redaktur Pelaksana: ­Ayu Yuni Antika Redaktur

Pelaksana

Daring:

Khorik

Istiana,

Retno

­Wulandari Redaktur Berita: Rika Andriani Reporter: Enindita Prastiwi (Non Aktif), Ariz Nisrina, Faiza Ukhti A Redaktur Foto: ­Wawan Taryanto Fotografer: Luvita Wilya H, Ariz Nisrina Redaktur Artistik: Defika Putri Nastiti Staf Artistik: Retnoningayu JU Kameramen: Fitri Ardiani­ Redaktur Daring: Yola Septika (Non Aktif) Manajer Keuangan: Fitria Wulandari Manajer Usaha: Imam Gunawan Staf Keuangan: Yola Savitri Staf Periklanan: Riska Martina (Non Aktif), Luvita Wilya H Staf Pemasaran: Yola Septika­(Non Aktif) Staf Kesekretariatan: Fitri Ardiani Staf Analisis dan Perpustakaan: Wawan Taryanto Staf Pengkaderan dan SDM:Fajar Nurrohmah

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


SEKILAS

DIKLAT. Qadar Hasani, ketua pengelola Bidik Misi tengah menyampaikan sambutannya di pelataran Rektorat Unila. Sambutan ini menjadi awal pemberangkatan kegiatan Outbond mahasiswa Bidik Misi Unila angkatan 2013. Foto dibidik Sabtu (19/12).

Foto Wawan Taryanto

Mahasiswa Khawatirkan TOEFL Daring Oleh Retnoningayu Janji Utami

Unila-Tek: Munculnya wacana penerapan sistem daring membuat puluhan mahasiswa khawatir dalam mengikuti Test of English as A Foreign Language (TOEFL), yang merupakan syarat wisuda. Jumlah pendaftar TEOFL pun seketika meningkat begitu drastis dari biasanya. Yuniyarsih (Pend. Geografi’12) baru saja menerima hasil sertifikat tes TOEFL dengan nilai 457 setelah sepuluh hari mengikuti les di Balai Bahasa. Mahasiswa yang telah mengadakan seminar satu itu mengaku telah mengikuti les TOEFL selama kurang lebih seminggu. “Dalam satu hari saya belajar selama lima jam dengan total 23 jam pertemuan. Memang belum terlalu efektif, karena kita hanya dipersiapkan untuk menghadapi TOEFL, berbeda jika les di luar. Kalau di luar pasti lebih mahal,”

tukasnya. Bagi mahasiswa yang ingin mengikuti les TEOFL di Balai Bahasa harus membayar sebesar tiga ratus lima puluh ribu rupiah ditambah dua puluh ribu rupiah untuk tesnya. “Katanya 2016 mau pakai online. Jadi ini buat jaga-jaga aja,” tambahnya. Senada dengan Dwi Nur Kinasih (Biologi’12), mahasiswa FMIPA itu merasa khawatir dengan sistem tes TOEFL daring yang dirasa dapat mempersulit mahasiswa nantinya. “Mahasiswa Unila kan enggak semua pinter bahasa inggris. Ditambah dengan sistem daring bisa lebih menghabiskan ke waktu dan dana,” kata Dwi seusai mendaftar les Bahasa Inggris di Balai Bahasa. Kepala UPT Bahasa, Deddy Supriyadi mengatakan TOEFL menggunakan sistem daring merupakan rencana yang digagas

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

oleh Prof. Hasriadi Mat Akin yang sebelumnnya menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik. Program ini masih dalam proses, pelaksana­anya nanti harus mengacu pada pe­raturan Unila, serta harus masuk dalam perencanaan. UPT Bahasa telah mengusulkan regulasi ke rektor melalui wakil rektor yang baru. Deddy menjelaskan sejauh ini program daring yang diusulkan masih dianalisis. Deddy mengungkapkan perubahan sistem daring tersebut bermaksud memudahkan mahasiswa dalam TOEFL nantinya. Ia juga memaklumi jika sebagian mahasiswa khawatir dengan sistem daring yang belum pernah dilakukan. “Ke depan UPT Bahasa harus memiliki laboratorium berbasis komputerisasi, jika terlaksana untuk sementara waktu akan menggunakan Puskom,” paparnya.=

|

5


SEKILAS

Mahasiswa Unila Juarai Lomba Desain Oleh Khorik Istiana

Unila-Tek: Pada kompetisi desain elektronika yang diselenggarakan Institute of Electrical and Electronics Engineers Solid State Circuit Society (IEEESSCS) chapter Indonesia. Tim Elektro Unila berhasil menjadi juara tiga Embedded system, di Kota Bandung pada Selasa, (15/12). “Monitoring Baby”, alat buatan Yoshep Valentinoc (Teknik Elektro ‘13), M. Bagus Nurfaif (Teknik Elektro ’13) dan Faris Lukman Hadi (Teknik Elektro ’13) ini

dibuat untuk memonitoring perlakuan bayi. Menurut Faris, dengan alat ini orang tua dapat melakukan kontrol perlakuan bayi. “Bayi bergerak kita bisa tahu, bayi nangis kita bisa tahu, ada kameranya lagi. Jadi kita tinggal bawa smartphone plus dockingnya,” jelas Faris. Kelemahan alat ini menurut Faris masih berbentuk prototype sehingga kegunaannya masih belum praktis. Hal ini dikarenakan alat ini masih menggunakan kabel

dengan panjang tiga sampai lima meter. Selain itu ukuran docking nya juga masih dinilai cukup besar serta harganya juga tergolong mahal. Faris berharap dirinya dan Tim Teknik Elektro dapat terus berinovasi sehingga dapat menuai hasil maksimal pada tahun depan. Faris dan timnya berhasil menjadi kampiun usai menyisihkan 90 peserta. Sebelum memenangi lomba, mereka harus bersaing dengan empat finalis lainnya yang berasal dari Universitas lain. =

Foto Hayatun Nisa Fahmiyati Pedagang. Diselenggarakannya Try Out SBMPTN di GSG Unila membuat beberapa orang menjadi pedagang dadakan yang menjual ATK kepada para peserta Try Out. Foto dibidik Minggu (20/12).

6

|

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


OBROLAN SATURINDO XAVIER :

Selamatkan Flora dan Fauna dari Kepunahan

Foto Rika Andriani

Oleh Rika Andriani

S

ebagai negara tropis, yang memiliki letak geografis yang strategis, membuat Indonesia memiliki begitu banyak ragam flora dan fauna yang hidup menyebar di tiap wilayah di Indonesia. Keragamannya tersebut akan menjadi potensi berharga bagi Indonesia sendiri, jika semua pihak mampu melindungi dan mengontrol diri dalam pemanfaatannya. Semakin maraknya perburuan dan perdagangan satwa liar secara ilegal menjadi indikator bahwa di Indonesia masih banyak pihak yang tak mengerti pentingnya menjaga keberlangsungan flora, fauna, dan ekosistemnya. Undang-Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990 pasal 4, tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,

menyebutkan bahwa konservasi menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Mahasiswa menjadi bagian dari masyarakat, Keberadaannya sebagai generasi penerus bangsa berperan penting dalam pelaksanaan konservasi. Bertujuan mengajak untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitarnya, Unit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam (UKM Mapala) Unila, mengadakan seminar sebagai peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa, di Ruang Sidang Graha Kemahasiswaaan lantai 2, Sabtu (14/11). Mengusung tema Save and Protect Our Flora and Fauna, seminar tersebut menjadi usaha mahasiswa untuk menjaga satwa liar hampir punah agar dapat dinikmati generasi se­la­­n­ jutnya. Staf Bagian Fungsional Ba­

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

lai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung, Saturindo Xavier, menjelaskan fungsi pe­ ngendalian ekosistem hutan yang coba diupayakan. Tindakan nyata untuk melindungi satwa khusus­ nya di Lampung yaitu me­lakukan konservasi. Pria berperawakan tinggi dan kurus itu mengaku kesulitan untuk menyosialisasikan perlindungan satwa langka pada masyarakat. “Tidak mungkin kami keliling ke setiap desa untuk menyosialisasikan semua,” ujar Sa­ turindo. Menurutnya, mahasiswa harus ambil bagian membantu menyosialisasikan pentingnya melestarikan satwa liar yang langka ke masyarakat. Saturindo juga mengungkap bahwa masyarakat saat ini kurang sejalan dengan BKSDA. Saat di­ ajak untuk melindungi satwa liar, masyarakat malah merasa bahwa hal itu membatasi pemanfaatan sumber daya alam. Ia menambahkan, tujuan BKSDA membatasi pemanfaatan satwa supaya anak cucu dapat menikmati satwa yang hampir punah agar tidak hanya tinggal nama. Ia mengharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan materi yang didapat. Sehingga pelestarian satwa tak hanya dilakukan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi pecinta alam semata. Siapapun dapat mela­ ksanakan peran perlindungan, mulai dari tidak menjual satwa liar secara ilegal, eksploitasi secara berlebihan, serta me­ laporkan tindakan perdagangan satwa liar yang bersifat ilegal ke pihak yang berwajib. =

|

7


OBROLAN

Sastra dan Tantangan Daya Tariknnya

Foto Fajar Nurrohmah

Oleh Fajar Nurrohmah

“B

ahasa membentuk karakter, kehidupan yang kehilangan keheningan tidak akan berkualitas,” ungkap sastrawan asal Semarang, A.S Laksana dalam diskusi Wisata Seni Baca Sastra yang diadakan Teater Satu Lampung di Taman Budaya, Kamis (29/10). Bahasa memang tak pernah bisa lepas dari bahasan soal sastra. Pemilihan kata yang cerdik oleh si penulis akan membentuk sebuah bahasa dalam sastra menjadi sebuah karya seni yang cerdik, berkualitas, dan memiliki karakter yang kuat. Joko Pinurbo alias Jokpin, salah satu sastrawan Indonesia yang juga hadir dalam diskusi tersebut menambahkan bahwa seorang penulis harus mampu merenungi waktu untuk mendapatkan inspirasi dari hal-hal yang sederhana. Menurutnya, hal-hal kecil yang direnungi akan memunculkan banyak inspirasi sebagai modal

8

|

ide tulisan. Selanjutnya adalah bermain kata, Jokpin menjelaskan pemilihan kata dalam pembutan karya sastra bertujuan agar Bahasa Indonesia menjadi lebih segar ketika dibaca dan didengar, yang menjadikannya sebuah daya tarik. “Sastra adalah seni bermain kata,” ujarnya. Selain itu, ia pun menegaskan penulis-penulis pemula harus banyak membaca sebagai persiapan mengembangkan ide tulisan. “Persiapan yang baik adalah 50 persen keberhasilan,” tambahnya. Tantangan bagi penulis atau sastrawan semakin bertambah ketika permasalahan dalam ­ka­­rya sastra menjadi lebih komplek setelah bergesernya seni klasik ke era romantik di Eropa. Hasil ka­rya yang sebelumnya menekankan pada karya struktural dan non perso­ nal, berubah menjadi hasil karya personal. Lahirnya tokoh “Aku” dalam karya sastra menjadi salah

satu ciri perubahannya. Namun, menurut sastrawan Lampung, Ahmad Yulden Erwin (43), dalam karya sastra kote­ mporer “Aku” tidak selalu berce­ rita tentang penulisnya. Senada dengan Yulden, Ari Pahala Hutabarat (40) memaknai sebuah karya tidak hanya dengan satu cara. Makna sebuah karya ada dalam diri penulis. Untuk itu, perlu dicari tahu tentang siapa penulisnya. Dalam diskusi yang dipandu Iswandi Pratama itu, Ahmad Imran berpendapat bahwa salah satu fungsi sastra adalah melihat perspektif lain dari realitas. Menurutnya, manusia tidak cukup hanya memaknai realitas melalui akal. Ia juga harus menyampaikan apa yang dirasakannya dalam usaha­ nya menemukan ide penulisan, penulis mencari ide dari hal-hal kecil. “Menulislah dari apa yang kita rasakan, yang kita punyai, yang ada di sekeliling kita,” ucapnya. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Bambang Widjojanto:

Tantangan untuk Indonesia Oleh Fajar Nurrohmah Repro.

T

ingkat kemiskinan di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2013 sebanyak 28,07 juta jiwa dan meningkat menjadi 28,28 juta jiwa pada tahun 2014. Peningkatan secara signifikan juga terjadi di tahun 2015, diperkirakan tahun ini terdapat sekitar 30, 25 juta jiwa. Hal tersebut disampaikan Bambang Widjojanto dalam acara Bung Hatta Sumatera Tour 2015, di Universitas Lampung (Unila), Selasa (10/11). Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menjelaskan meningkatnya tingkat kemiskinan di Indonesia juga diikuti dengan meningkatnya utang pemerintah Indonesia. Dalam acara yang diselenggarakan Bung Hatta Anti Corup­ tion Award (BHACA) yang bekerjasama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Komunitas Integritas (UKM Koin) Unila itu, Bambang me­ ngungkapkan enam hal yang menjadi tantangan Indonesia, duatiga tahun ke depan. Pertama, tahun 2015 Pasar Bebas Asean makin tak terbe­­­n­

dung sehingga penetrasi kepentingan internasional kian kuat. Kedua, adanya serbuan kejahatan dari tujuh Transnational Organize Crime yang mengepung Indonesia. Lembaga KPK Negara lain diberikan kewenangan untuk menangani Tipikor, TPPU dan Pajak, “di Indonesia malah mau dihabisi ­kewenanganan penindakannya,” ujarnya. Ketiga, kebijakan pembangunan mendatang berorientasi pada sektor maritim. Keempat, kini kekuatan Oligarkis dan Politik Kartel menguasai sumber daya publik dengan dua cara yaitu Hegemonik (demokratis dan tanpa kekerasan) dan kekuatan koersif. Tantangan kelima yaitu tahun 2015 disebut sebagai tahun politik, karena ada Pemilihan Kepala Daerah serentak di 269 daerah. Banyak tokoh yang dikriminalisasi, Bambang memperkirakan adanya potensi penciptaan atmo­sphere of fear melalui kriminalisasi pada pihak yang kritis dan dianggap berseberangan dengan kekuasaan. Ia menambahkan lima hal yang

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

harus dilakukan untuk perbaikan paradigmatik pemberantasan korupsi. Kesatu, kejahatan korupsi adalah well organized crime, penanganan kasus harus diarahkan pada pembongkaran jaringan dan kartel kejahatan korupsi. Kedua, fokus yang utuh dan sistemik pada penanganan atas sistem yang mereproduksi kejahatan, penyelesaian akar masalah korupsi yang menjadi penyebab korupsi. Ketiga, koruptor diminta bertanggung jawab pada kerugian negara seluruh nilai kerugian berupa dampak tindak kejahatannya. Keempat, program yang ditujukan untuk membongkar kesadaran kritis masyarakat, sikap permisifisme, perilaku korup melalui program budaya anti korupsi berbasis komunitas dan masyarakat. Kelima, pengembangan komunikasi produktif dan interaktif dalam kampanye anti korupsi secara sistematik dan terstruktur. “Mulailah dari yang paling mungkin, seperti dari sendiri karena masa depan milik kita semua,” tambahnya. =

|

9


PENDIDIKAN

Bentuk Karakter Anak Bersama Alam Oleh Kurnia Mahardika Foto-Foto Kurnia Mahardika

Tak perlu seragam sekolah, tak perlu belajar di kelas dengan suasana membosankan, di ­Sekolah Alam tiap muridnya juga tak perlu terkungku dengan standar nilai seperti di sekolah formal, karena pembentukan karakter manjadi fokus utamanya.

R

atu Sri (52) sempat dibuat bingung oleh anak bungsunya. Anaknya yang duduk di kelas satu sekolah dasar itu tak bisa mengikuti pembelajaran se­ perti anak seusianya. Membaca dan menulis belum dikuasai sang anak. Setiap kali dibagi hasil ujian, putrinya kerap mendapatkan nilai di bawah standar. Bahkan gurunya tak segan mengatakan kalau anaknya bodoh. Alhasil, pada saat pembagian rapor, Sri tidak menerima rapor anaknya. Hal ini membuat Sri cukup kebingungan akan masa depan sang anak. Sadar akan hal

10 |

tersebut, Sri mencari sekolah yang tidak hanya mengembangkan sisi akademik sang anak, namun juga mentalnya. Setelah mencari-cari, sang suami merekomendasikan Sekolah Alam Lampung. Tanpa berpikir panjang, Sri langsung mendaftarkan si bungsu ke Sekolah Alam. Tak disangka, perkembangan sang anak sudah terlihat meski baru tiga bulan. Anaknya sudah mampu membaca dan menulis. Siswa di sana tidak dituntut untuk menguasai segala hal, namun dilihat apa kemam­ puan yang menonjol. Cerita itu dipaparkan oleh Sri

dengan wajah yang sumringah sambil mengingat kenangan sembilan tahun lalu. Saat ini, anaknya sudah duduk di kelas sembilan. Sri me­ngatakan, kalau anaknya tetap akan di Sekolah Alam hingga lulus SMA. “Kalau ada kuliah, saya juga mau kuliahin dia di sini,” ungkap Sri puas. Cerita Ratu Sri adalah satu dari puluhan cerita wali murid di Sekolah Alam. Sekolah Alam yang terletak di JL. Airan Raya, Desa Way Hui, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan itu berdiri sejak tahun 2003. Terdapat empat jenjang pendidikan di Sekolah

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Suasana belajar dan mengajar pada kelas PAUD di Sekolah Alam

Alam, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Konsep Green Education Subuh Tugiono, salah satu penggagas Sekolah Alam Lampung mengatakan, pada dasarnya sekolah alam sama saja dengan sekolah formal lainnya. Namun, konsep Green Education yang diterapkan menjadi keunggulannya. Sekolah Alam mengajak siswanya untuk belajar bersama alam secara universal. Artinya pembelajaran diintegrasikan secara tematik dengan alam. Hal ini juga mengacu pada kurikulum 2013 yakni tematik terintegrasi. Sekolah Alam memiliki misi menjadikan siswanya untuk berakhlak, berpengatahuan, memiliki sifat kepemimpinan,nm dan wirausaha. Masing-masing kompetensi mempunyai konsep tersendiri

agar siswa dapat mencapai kompetensi tersebut. Untuk pengembangan ahlak, sekolah alam menggunakan metode teladan. Artinya, semua kompenen sekolah harus bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya. Sedangkan untuk pengetahuan, sekolah ini mengajak siswanya untuk belajar bersama alam. Untuk menumbuhkan sifat kepemimpinan, kegiatan outbond rutin dilaksanakan. Dan untuk memupuk jiwa wirausaha siswa diajak praktik langsung dengan ahlinya. Muhammad Alif Habibi (13) mengaku betah bersekolah di Sekolah Alam. “Belajarnya beda, lebih ke alam,” ungkapnya. Habib masuk ke Sekolah Alam sejak ia duduk di sekolah dasar. Menurutnya, cara belajar di Sekolah Alam lebih menyenangkan. Siswa belajar tidak hanya dengan text book saja, namun diajak untuk mengembangkannya dengan praktik langsung ke alam.

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Hal senada diungkapkan Anisa Nur Qomariah (15). Sempat mengenyam pendidikan di sekolah formal biasa, Anisa tertarik belajar di sekolah alam. Menurutnya belajar di Sekolah Alam lebih bebas, “Tidak terlalu banyak aturan dan belajarnya nyaman,” akunya. Sesuai dengan namanya, memasuki Sekolah Alam kita akan disambut dengan rindangnya pepohonan. Tidak hanya itu, kebun-kebun sayuran tempat praktik siswa juga menjadi pembeda sekolah ini. Selain itu, Sekolah Alam juga tidak menerapkan penggunaan seragam bagi siswanya. Berbeda dengan bangunan sekolah pada umumnya. Kelas-kelas dibuat terbuka tanpa dinding-din­ ding tembok. Konsep kelas terbuka dimaksudkan agar siswanya mendapatkan udara segar dari alam. Di Sekolah Alam, belajar bukanlah se­ kedar membaca buku, namun juga membentuk karekter anak sesuai dengan visi sekolah alam. =

| 11


KOMITMEN

Saat LGBT Tak Lagi Malu-Malu

B

anyaknya komunitas-komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Trasnsgender (LGBT) yang bermunculan di Indonesia menjadi indikator bahwa keberadaannya yang masih dianggap minoritas tak bisa lagi diabaikan. Lampung juga tak luput dari eksistensi kaum LGBT, sejak tahun 2011 komunitas-komunitas LGBT makin banyak dan hingga kini makin berkembang dan terorganisir dengan baik. Melalui komunitas tersebut, kaum LGBT mencoba memperjuangkan hakhak mereka sebagai warga negara. Istilah LGBT sendiri digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa komunitas gay, karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Pada Orde Baru, eksistensi mereka semakin kentara berkat kehadiran organisasi seperti GAYa Nusantara maupun Arus Pelangi. Beberapa waktu lalu, selepas Mahkamah Agung Amerika Serikat mengesahkan pernikahan sejenis di seluruh negara bagian, diskusi tentang hak-hak LGBT kembali marak di Indonesia. Semarak foto berlatar pelangi di berbagai media sosial menjadi salah satu pemicunya. Hal

12 |

tersebut dianggap sebagai tanda dukungan pada kebijakan lega足 lisasi pernikahan sejenis. Publik Indonesia pun terdorong membicarakan isu ini secara terbuka, baik yang pro maupun kontra. Memang, status homoseksualitas sebagai gangguan jiwa sudah dihapus dari daftar Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi II tahun 1983 (PPDGJ II) dan PPDGJ III (1993) yang dirilis oleh Departemen Kesehatan. Selain itu, UU Pidana Indonesia juga relatif lebih toleran bagi LGBT, dibanding negara mayoritas muslim lainnya. Meski begitu penolakan terhadap keberadaan kaum LGBT masih mendapat banyak kecaman dari masyarakat Indonesia. Diskriminasi dan stigma buruk

soal kaum LGBT sulit dihapuskan, meski mereka melalui organisasiorganisasi yang sudah terbentuk itu aktif melakukan kegiatan-ke足 giatan sosial untuk melancarakan tujuan mereka, yaitu diterima oleh masyarakat. Meski bukan sebuah penyakit, namun LGBT merupakan perilaku menular dengan orientasi seksual yang berbeda. LGBT yang menghendaki adanya hubungan sesama jenis ini juga akan berujung pada penyakit-penyakit ke足 lamin yang berbahaya. Kaum LGBT akan bertumpu pada hak asasi manusia, ketika masyarkat menyudutkan mereka sebagai masyarakat berpenyakit. Sebagian besar pasti mengaku mereka memang terlahir seperti itu, tak ada hal coba mereka tabrak. Respon masyarakat yang cenderung negatif inilah yang menyebabkan kaum LGBT semakin bersatu untuk bersamasama memperjaungkan hak-hak yang selama ini hanya menindas kaum LGBT. Dalam penyebarannya di masyarakat, pemerintah seharusnya lebih ketat dalam me足 ngawasi hal-hal tersebut. Perilaku seksual yang menyimpang itu tak boleh merusak generasi-generasi muda Indonesia. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


LAPORAN UTAMA

Repro.

Saat LGBT

Tak Lagi Malu-Malu Oleh Faiza Ukhti Annisa, Fajar Nurrohmah

Kebutuhan untuk diakui dan mendapatkan hak yang sama di masyarakat, membuat ­mereka yang memilih menjadi Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) semakin gencar ­melakukan kegiatan-kegiatan sosial.

C

onnan (39) membenarkan posisi duduknya, air mukannya jadi lebih serius ketika membicarakan tanggapan masyarakat terhadap orangorang seperti dirinya. “Hak asasi manusia seseorang itu adalah hak yang ia dapat semenjak lahir, hak untuk menentukan jalan hidupnya untuk memutuskan menjadi gay atau lesbi adalah hak dia, jadi siapapun tidak bisa masuk ke pribadi seseorang untuk mengubah apa yang seharusnya menjadi hak dia,

termasuk negara,” ujar lelaki yang menjadi gay sejak SMP itu. Di ruang tamu berukuran 4x5 meter itu, berbalut kaus oblong, celana pendek kotak-kotak, dan newsboy cap yang menghiasi kepala,Yulius Imron Connan menceritakan awal mula terbentuknya Seroja, komunitas gay Pringsewu yang ia dirikan. Sesekali ia mencondongkan tubuhnya ke depan untuk menekankan pembicaraan. Sebelum Seroja terbentuk, Connan dan teman-teman Lesbi-

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

an, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) Pringsewu tergabung dalam kelompok bernama Ratu Sewu yang belum terorganisir. Ia tak ingin mereka hanya berkumpul tanpa keorganisasian yang jelas. Maka ia pun menggagas komunitas yang terorganisir dan memiliki tujuan yang jelas. Berada di bawah bimbingan dan pengawasan Gaya Lentera Muda (Gaylam) Lampung, Seroja pun resmi berdiri pada 9 Juni 2010. Sebulan sekali mereka rutin

| 13


LAPORAN UTAMA

Foto Faiza Ukhti Annisa

melakukan arisan sekaligus menjadi ajang berbagi pengalaman antar anggota. Mereka juga se­ ring mengikuti pawai budaya tiap tahunnya, agar lebih dekat de­ ngan masyarakat. Anggota seroja terdiri dari Waria, Gay, Laki Suka Laki (LSL) yang terdapat di tujuh kecamatan di daerah Pringsewu. Saat ini anggotanya sudah mencapai 200 orang, namun yang terdata baru 100 orang. Seroja juga terdaftar sebagai anggota dari Gay Waria Lesbi Indonesia atau disebut Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL INA). Selama ini, Seroja aktif dalam jaringan kampanye Human Im­ munodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syn­ drome (AIDS) bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan Aids (KPA). Namun, Connan menyayangkan sikap KPA Pringsewu yang tidak welcome pada

14 |

Seroja. “Mungkin mereka anti dengan kondom, kita juga anti tapi alangkah baiknya jika kita mengingatkan,” ucap Connan. Berbeda dengan KPA Pringsewu, KPA Bandarlampung lebih sejalan dengan Seroja. Connan mengatakan masyarakat selalu menjadikan kaum waria atau gay sebagai sorotan orang-orang yang terinfeksi HIV, padahal banyak dari masyarakat umum juga terinfeksi.Untuk itu Seroja bekerja sama dengan rumah singgah kesusteran Gereja Santo Yosep Pringsewu untuk menghapus stigma dan diskriminasi di masyarakat. Pria berkulit putih ini selalu mengatakan pada anggotanya untuk menjaga diri dan perilaku, karena tidak sedikit waria yang centil dan memunculkan anggapan tidak baik dari masyarakat. “Gimana kita mau diakui di masyarakat kalau kita sendiri tidak menghargai diri sendiri,” ujarnya. Menyikapi norma agama dalam masyarakat, kelahiran 18 Agustus 1976 ini mengatakan kewajibannya sebagai makhluk bertuhan selalu ia tunaikan, ia paham betul agama melarang hubungan sesama jenis, “jadi biarkan itu hanya menjadi urusan saya dengan Tuhan,” ujarnya. Connan pun mengakhiri obrolan siang itu dengan

mengatakan bahwa LGBT bukanlah sebuah penyakit yang penyelesaiannya diobati, “itu adalah perasaan yang sudah dibawa sejak lahir,” tegasnya. Ia menekankan bahwa ia dan teman LGBT lainnya hanya ingin diterima di masyarakat, terutama keluarga, minimal tidak adanya stigma dan diskriminsi. Mendapatkan hak yang sama dalam masyarakat, baik dalam pekerjaan maupun pela­ yanan masyarakat. *** Selain komunitas gay, terdapat juga komunitas Lesbian, Biseksual dan Transgender (LBT). Gendhis adalah salah satunya di Lampung. Komunitas yang beranggotakan para perempuan dengan orientasi seksual yang beragam ini, resmi terbentuk pas 24 Desember 2011. Diinisiasi oleh Rendie Arga, ketua Gaylam dan digagas oleh Eky Falax. Eky menjelaskan tujuan dibentuknya Gendhis supaya tiap anggota bisa berbagi baik masalah pribadi dan belajar mengenai isu seksualitas dan gender. Seperti Seroja, Gendhis banyak terlibat dalam kegiatan sosialisasi kondom untuk pencegahan HIV/AID berjejaring dengan KPA. Selain itu mereka sering mengadakan diskusi tentang masalah seksual dan gender, hak kesehatan seksual dan reproduksi yang berjejaring dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), melakukan sosialisasi Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. “Setahun terkahir ini,

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Anggota komunitas Gendhis LBT Lampung

Dok.

kami sedang gencar menyosialisasikan transgender perempuan ke laki-laki atau priawan,” kata Eky. Eky mengaku santai menyikapi tanggapan masyarakat terkait norma sosial. Ia merasa Gendhis memiliki kegiatan yang positif, tidak merugikan orang lain, dan selalu berusaha menunjukkan perilaku yang baik, menjaga norma dan etika dalam lingkungan. Eky menyimpulkan mereka yang kontra dengan LGBT karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman. Menurutnya, mereka ha­ nya melihat kaum LGBT adalah sebuah paham yang menular, “paham mengenai LGBT itu menular sangat tidak logis, LGBT bukan virus atau pun penyakit yang bisa menular. Ketertarikan itu pro­ sesnya tetap sama walaupun orientasinya berbeda, sama seperti orang lainnya,” tukasnya. Namun ketika ditanya mengenai norma agama, Eky merasa itu topik yang sangat sensitif dan sifatnya privasi. “Biarkan itu menjadi urusan aku dengan Tuhan, toh hidup ini kan hidupku,” ujarnya. ***

Connan tak pernah merasa ada yang salah dengan dirinya, keluarganya tak pernah membedakan dan mengasingkannya. Itu yang membuat ia lebih percaya diri. Seingatnya, sejak kecil ia tidak berperilaku se­perti perempuan dan terkesan biasa saja. Namun saat ia duduk di kelas dua Sekolah Menengah Pertama (SMP), ia tinggal seatap dengan tetangganya yang kemudian menjadi kekasih laki-lakinya. Hubungan mereka pun bertahan hingga bangku kuliah. Meski mantan kekasihnya sekarang sudah menikah dan memiliki anak, mereka tetap menjaga hubungan baik dan saling menghormati pilihan hidup masing-masing. Pria berkulit putih ini tak pernah mengerti awal mula ia menyukai sesama jenis, “kalo liat cowok yang srek nyambung ngobrol dan bikin nyaman ya saya suka,” ujarnya. Sedangkan Eky, perempuan berusia 35 tahun itu harus me­ ngalami penolakan dari keluarga­ nya yang masih kontra dengan pi­ lihannya menjadi lesbi. Hanya sang ibu yang mengerti akan pilihannya

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

tersebut. Bagi eky, ketika lingkungan keluarga terdekat sudah mendukung maka langkah yang akan dilalui akan lebih ringan. Eky juga berharap ayahnya yang telah meninggal 2005 silam dapat me­ restui apa yang ia lakukan. Eky yang sedang menjalin hubungan spesial dengan soarang perempuan, menyadari orientasi seksualnya menyukai perem­ puan ketika menginjak semester dua di bangku kuliah. Awalnya ia merasa bingung, menyadari ia berbeda dengan wanita lain. Ia mengaku tak mendapat pengaruh dari mana pun saat memutuskan menjadi lesbi. “Sewaktu remaja ke dewasa kan aku gak tahu, aku ini siapa, kok aku kayak gini, dulu tidak begitu tahu dan paham. Kemudian aku tahu, aku ternyata begini, ternyata orientasiku seperti ini,” jelas Eky. Saat ini ia tidak lagi berpikir untuk menikah, karena itu dirasa sensitif, terutama untuk pernikahan sesama jenis. Eky berpendapat, ketika dalam berhubungan yang lebih baik adalah menjalin hubungan keluarga dan bersilaturahmi. =

| 15


LAPORAN UTAMA

Mahasiswa Tolak LGBT di Kampus

Foto Wawan Taryanto

Usai menandatangani MoU tolak LGBT di kampus Unila.

T

ersebarnya isu Universitas Lampung (Unila) akan menjadi tuan rumah perayaan LGBT di media sosial menuai kecaman dari banyak mahasiswa. Kamis (3/12), Aliansi Mahasiswa Unila mengadakan aksi untuk menolak adanya LGBT di lingkungan kampus. Aksi yang digagas oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Unila (BEM U) ini menghasilkan tiga kesepakatan yang ditandatangani oleh Bambang Irawan (Presiden BEM U) dan Prof. Hasriadi Mat Akin (Rektor Unila). Kesepakatan yang pertama adalah mencegah, menolak, membubarkan, dan membersihkan gerakan dan ajaran LGBT di

16 |

Unila. Kedua, memberikan surat peringatan kepada oknum yang mengajarkan tentang LGBT di kampus, serta mengeluarkan oknum yang menyebarkan LGBT dari sivitas akademika Unila. Menurut Ayu Diah Palupi, Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM U menjelaskan setelah aksi itu BEM U akan memasang banner, dan menyebarkan pamflet untuk meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan mahasiswa tentang antisipasi LGBT. Ahmad Rio Saputra (Ilmu Administrasi Bisnis’11) mengungkapkan ia tidak sepakat dengan adanya gerakan LGBT di Unila, “dalam agama saja hal itu sudah dilarang,” jelasnya. Melalui M.

Badrul Huda selaku Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Unila, Rektor Unila menyampaikan dengan tegas, dirinya melarang komunitas LGBT melakukan aktivitas apapun di dalam kampus terutama kegiatan perayaan. Kegiatan yang diperbolehkan ialah seminar terbuka mengenai LGBT, “misalnya melihat LGBT dari tinjauan agama, sosiologi, atau psikologi ya monggo, karena ini adalah forum ilmiah,” ujarnya. Meskipun begitu, ia menganggap LGBT adalah hak masing-masing individu. Sanksi Pemecatan Ia juga akan mengantisipasi agar kegiatan seperti seminar LGBT yang pernah diselenggarakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di bulan November 2014 dan Mei lalu tidak terjadi lagi. Rektor mengatakan akan ada sanksi pemecatan bagi yang melanggar. Namun, sanksi masih harus melalui berbagai proses, mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, lalu proses persida­ ngan, dan pengajuan rekomendasi pemecatan ke kementerian. Kalau pelanggaran tergolong berat, maka baru akan dilakukan pemecatan. Sedangkan, Ikram Baadilla yang merupakan penyelenggara seminar tersebut tak mau memberikan tanggapan apapun. Dosen yang baru diangkat menjadi sekretaris jurusan Sosiologi FISIP Unila ini enggan menanggapi apapun yang membahas soal keterlibatannya dengan gerakan LGBT. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Tubuhku adalah Milikku

F

eminisme selalu dianggap sebagai awal munculnya gerakan LGBT. Ideologi yang berakar pada perjuangan kepentingan perempuan terhadap hak-haknya sebetulnya memiliki banyak aliran. Ari Damastuti dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila menjelaskan ada tiga jenis feminisme, yaitu feminisme liberal sebuah paham feminisme yang paling pertama muncul. Feminisme liberal didasari asumsi bahwa perempuan belum diakui sebagai full citizen yang membuat perempuan memperjuangkan dirinya untuk menjadi full citizen. Paham feminisme yang kedua adalah feminisme sosial, yaitu paham dengan asumsi perempuan tidak berdaya, karena tidak bisa bekerja dan menghasilkan uang

sendiri. Dan terakhir adalah feminisme radikal yang muncul karena adanya budaya patriakhi yang memperjuangkan atas tubuhnya sendiri. Menurut Ari, argumen tubuhku adalah milikku inilah yang dipakai kelompok LGBT dalam perjuangan mereka untuk dianggap normal. “Jadi bukan feminisme yang me­ nunggangi LGBT, tapi feminisme ditunggangi LGBT,” jelasnya. Ia juga mengungkapkan sejarah dari munculnya LGBT adalah karena adanya prinsip personal is political. Kesalahpahaman feminisme radikal yang menganggap tubuhnya adalah miliknya sendiri inilah yang menjadi awal kemunculan gerakan LGBT. Perjuangan akan tubuhnya sendiri ini dimaksudkan memperjuangkan hak perempuan yang saat

itu didiskriminasi oleh tindakan laki-laki.“Dulu perempuan berjuang untuk perempuan, tidak ada lakilaki berjuang untuk laki-laki,” ungkapnya. Menurutnya terdapat dua faktor munculnya LGBT yaitu kesalahan kromosom dalam tubuhnya dan pengaruh sosialnya. “Sebagai ilmuwan seharusnya kita bisa mencari solusi dan mengembalikan mereka ke fitrahnya,” tambahnya. Ia menolak adanya gerakan LGBT, menurutnya manusia diciptakan berpasang-pasangan. Ratifikasi perkawinan antar jenis di beberapa negara merupakan sebuah kesalahan dan tidak normal dari aspek fisik. “Laki-laki ya dengan perempuan, perempuan ya dengan lakilaki,” jelansya tegas =

Bukan Penyakit Tapi Bisa Menular

R

etnoriani, seorang psikolog di Rumah Sakit Jiwa Bandarlampung mangatakan LGBT bukanlah sebuah penyakit kejiwaan, hanya orientasi seksual yang berbeda. Psikolog yang juga dosen Poltekes Tanjung Karang ini mengungkapkan tiga hal yang memengaruhi hal itu. Pertama adalah faktor hormonal, yaitu terjadinya penyimpangan kromosom dalam diri seseorang. Kedua adalah pola asuh yang me­ ngalami penyimpangan pentra­nsferan model. Misalnya seorang ibu yang ingin memiliki anak perempuan tetapi ketika melahirkan ia mendapat-

kan anak laki-laki, sehingga ketika masa pertumbuhan ibunya membuat anaknya berpakaian seperti perempuan. “Seharusnya ibu menjadi model bagi anak perempuan dan ayah menjadi model bagi anak laki-laki,” tambahnya. Faktor yang ketiga adalah masalah trauma. Misalkan seorang anak yang orang tuanya bercerai, anak tersebut akan merasa ibu atau ayahnya tersakiti, maka akan me­ nimbulkan trauma tersendiri. Anak akan cenderung berpikir bahwa perempuan atau laki-laki itu jahat. Di bawah usia 12 tahun, masih ada kemungkinan untuk diperbaiki dengan terapi perilaku, tetapi kalau

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

sudah di atas 16 tahun akan sulit. Namun penyembuhan ini tergantung dari intensitas seksual dan kesadaran para LGBT untuk berubah. Sedangkan pada kasus penyimpa­ ngan kromosom sangat sulit untuk disembuhkan. Retno mengaku saat ini masih sangat sedikit para LGBT yang ingin melakukan terapi. Meski bukan penyakit, perilaku LGBT bisa menular lewat pergaulan. “Misalkan dalam sebuah kelompok perempuan sedang membicarakan sebuah baju yang bagus, maka teman yang lain juga akan ikut membelinya. Itu salah satu contoh perilaku yang bisa menular, begitu juga LGBT,” jelasnya =

| 17


KYAY JAMO ADIEN

18 |

Oleh Defika Putri Nastiti

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


SOROTAN

Foto-foto Kurnia Mahardika

JPO BUTUH PERHATIAN LEBIH Oleh Lia Vivi Farida, Ayu Yuni Antika

P

embangunan Kota Bandarlampung tiap tahun terus dikebut. Sarana dan prasarana pendukung perekonomian tumbuh dengan pesatnya. Infrastruktur menjadi salah satu komponen yang disoroti. Perbaikan jalan ibu kota dan bertambahnya fly over menjadi buktinya. Salah satu warga kota Bandarlampung, Teguh (38) mengakui terjadi perubahan dan perbaikan terhadap jalanan ibu kota. Namun, ditemui saat turun dari Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) depan pusat perbelanjaan Ramayana, Jumat (18/12) Teguh sempat mengeluh perihal kurang terawatnya JPO. “Itu sudah ada yang keropos dan karat semua. Atapnya juga ada yang bolong. Bahaya kan,” ungkapnya. Hal senada diungkapkan Wartini (46), sambil terengah-engah menaiki tangga JPO, Ibu dua anak ini menenteng dua plastik putih

belanjaannya.“Jembatan ini kurang terawat. Kadang suka ngeri kalau lewat. Takut jeblos,” tuturnya. Ia mengharapkan pemerintah serius memperbaiki jembatan di kota Bandarlampung, supaya masyarakat tidak takut dan lebih memilih melewatinya. Di kota Bandarlampung sen­ diri, JPO yang terdapat di Jalan Zainal Abidin Pagaralam, Jalan Teuku Umar, Jalan Raden Intan, dan Jalan R.A Kartini berjumlah lima JPO. Kondisinya berbeda, ada JPO yang sudah keropos dan berlubang, atap yang jebol, baliho yang sembarang dipasang, dan juga pengemis yang sering duduk di atas jembatan. Hal ini tentu membuat masyarakat tak nyaman. Bahkan masih ada saja warga yang menyeberang tanpa menggunakan JPO. Ditemui di ruangannya, Selasa (22/12), Kepala Sub Bidang Teknik, Dinas Perhubungan (Di-

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

shub) Kota Bandarlampung, Haidir, mengungkapkan bahwa Dishub hanya mengadakan JPO. Pembenahan dan renovasi di­ serahkan sepenuhnya kepada pihak pemenang lelang. Pihak Dishub berkilah, bahwa tidak ada surat masuk terkait kondisi JPO di Bandarlampung. Sehingga Dishub menilai tidak ada permasalahan. Dishub merencanakan untuk menambah jumlah JPO di beberapa titik, yaitu di depan Gedung Juang dan di daerah Mall Boemi Kedaton.“Karena kedua wilayah ini dinilai padat penyeberang jalan, sehingga diperlukan adanya jembatan penyeberangan orang,” terangnya. Menurutnya masalah pengemis menjadi tanggung jawab dinas sosial, sedangkan masalah baliho yang mengganggu jalan dan pe­rawatan JPO lainnya menjadi tanggung jawab pihak ketiga, sesuai dengan perjanjian saat Mou. =

| 19


SOROTAn

Jalan Bandarlampung Rusak Lagi Oleh Fajar Nurrohmah, Rika Andriani Foto Fajar Nurrohmah

B

eberapa ruas jalan di Bandarlampung yang telah diperbaiki beberapa bulan lalu, mulai rusak kembali. Beberapa warga pun mengeluhkan hal tersebut. Salah satunya Syaiful Bahri, menurutnya jalan fly over bypass (depan islamic center) yang belum lama dibangun sudah mulai berlubang sehingga membahayakan pengguna jalan yang melintas. “Seminggu minimal satu kali terjadi kecelakaan di situ,” kata­ nya. Ia juga mengatakan kerusakan jalan tersebut disebabkan karena banyaknya truk-truk yang melebihi muatan yang melewati jalan itu. “Tolonglah segera diperbaiki, rakyat kecil ini kan juga butuh jalan yang bagus, biar enggak was-was saat lewat,” harapnya. Hal senada diungkapkan Syifa Fauzia, menurutnya titik kerusakan tidak hanya berada di jalan bypass. Jalan arah ke Desa Way Hui, Korpri pun mengalami kerusakan. Padahal jalan itu menjadi akses para pedagang di Pasar Karang Anyar. Menangapi keluhan warga

20 |

Bandarlampung tersebut, Kepala Dinas Bina Marga diwakili sekretarisnya, Roni Witono menjelaskan, Dinas Bina Marga telah membagi beberapa Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di enam daerah yang bertanggung jawab terhadap pembangunan di daerahnya. Ketika ditemui, Roni menyampaikan bahwa beberapa titik jalan rusak di Bandarlampung sudah diperbaiki. Ia juga menjelaskan beberapa ada beberapa jalan yang bukan tanggung jawab Bina Marga, pasalnya itu adalah tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum (PU) kota Bandarlampung. “Kami hanya bertanggung jawab terhadap ruas jalan yang berada di kabupaten se-Lampung. Kalau ruas jalan kota jadi tanggung jawab dinas PU,” paparnya saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (18/12). Jalan yang sedang dalam proses perbaikan adalah jalan raya Hajimena depan PT. Budi Berlian lantaran sering banjir saat hujan tiba yang disebabkan tidak ada­ nya selokan. Hal tersebut banyak

dikeluhkan oleh masyarakat yang sehari-hari mencari nafkah di sekitar perbaikan jalan itu. Salah satunya Fahmi yang membuka bengkel tambal ban di daerah tersebut. Pria berdarah batak ini menyayangkan pengerjaan jalan yang dirasa terlalu lama. Menurutnya penghasilan berkurang semenjak perbaikan jalan yang menghalangi pengguna jalan untuk mampir di tempat usahanya. Sama halnya dengan Fahmi, Ahmad yang membuka usaha rumah makan di sekitar jalan tersebut merasa dirugikan dengan perbaikan jalan yang berkepan­ jangan. Menurutnya semenjak pengerjaan jalan, penghasilannya semakin menurun lantaran tempat usaha yang terlalu dekat dengan lokasi perbaikan jalan berdampak terhadap pelanggan yang enggan makan, lantaran debu yang selalu menghiasi pandangan. Dirinya pun berharap pengerjaan jalan bisa cepat diselesaikan supaya usahanya dapat berjalan seperti semula. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Pentas Persembahan Cinta Untuk orang tua Oleh Kurnia Mahardika Foto Kurnia Mahardika

Terimakasih ayah dan ibu kasih sayangmu padaku pengorbananmu meneteskan peluh tuk kebahagianku tuhan lindungi ayah ibuku dalam doa kuberseru

I

tulah sedikit penggalan lirik lagu berjudul Doa Seorang Anak yang membuat suasana Aula K Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) malam itu menjadi haru. Tak sedikit para penyanyi yang berkaca-kaca. Suasana tersebut hadir dalam gelaran konser kedua Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Unila, Sabtu malam (19/12). Bukan tanpa alasan suasana haru hadir di rua­ ngan tersebut, pasalnya ma­ yoritas penonton adalah orangtua dari para penyanyi PSM Unila. Lilin-lilin yang diletakkan di setiap anak tangga dan digelari karpet merah menyambut para undangan dan penonton yang masuk ke aula yang disulap menjadi ruangan konser yang cukup megah. Di dinding menuju tangga juga dihiasi dengan pajangan

foto perjalan PSM Unila selama mengikuti kompetisi, memamerkan prestasi yang telah PSM raih selama ini. Sebagai pembuka persembahan PSM Unila menyanyikan lagu Zikir, dilanjutkan Bungong Jeumpa, dan Ah Tou Porosh. Konser dilanjutkan dengan suguhan lima lagu dari tim senior. Counting Music, take o take those lips a way, Penayuhan Bedana, Sik Sik Batumanikam, dan Yamko Rambe Yamko. Tidak ketinggalan lagu bertema cinta OH Ya milik Vina Panduwinata dan Seoson Of Love yang menjadi pemanis konser malam itu. Pada penampilannya itu tim PSM Unila tempil berbeda. Penonton seolah diingatkan pada drama musical Glee. Tidak hanya terfokus pada vokalnya saja, pada bagian itu tim PSM juga melaku-

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

kan koreografi laiknya pasangan kekasaih yang sedang jatuh cinta. Gemuruh tepuk tangan penonton memenuhi aula setiap TIM PSM usai menyelesaikan lagunya. Penampilan paling mengesankan adalah saat mereka membawakan lagu Doa Seorang Anak. Lewat lagu itu, mereka seolah mengucapkan terimkasih atas pengorbanan orangtua dan berharap ayah dan ibu mereka di­ lindungi Tuhan. Menurut Muhammad Faris Adinegoro Denis (Tehnik Mesin’12), konser itu memang ditunjukan untuk orang tua tim PSM Unila. Oleh karena itu mereka mengambil tema tribute to love. Dalam setiap persiapan mengikuti lomba tak jarang anggota PSM kerap pulang malam. “ini sebagai bukti kerja keras kami kepada orang tua,” ungkapnya. =

| 21


WANSUS Aiman Witjaksono:

“Konsistensi Untuk Memperjuangkan Kebenaran” Oleh Faiza Ukhty Annisa

W

Repro.

ajahnya tak asing lagi di mata masyarakat Indonesia, ia sering muncul sebagai presenter mengisi acara berita di salah satu stasiun swasta nasional. Aiman Witjaksono yang seorang jurnalis dan pembawa berita & dialog di salah satu stasiun televisi swasta nasional, kini dipercaya menduduki posisi wartawan senior-Produser Eksekutif pada program berita di salah satu program televisi swasta nasional. Reporter Teknokra, Faiza Ukhti Annisa berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Aiman di Ball Room Gedung Yustinus 15 Universitas Atma Jaya, Jakarta, Minggu, (15/11), usai ia memberikan pelatihan menjadi presenter di acara Festival Media 2015. Berikut petikan wawancaranya: Seberapa berarti profesi jurnalis bagi Anda? Jurnalis bagi saya adalah seorang pahlawan yang harus bisa memperjuangkan kebenaran, karena memperjuangkan kebenaran bukan hal yang mudah dan memiliki risiko. Kenapa memutuskan pindah dari RCTI ke Kompas TV? Untuk meraih kebenaran ada pertimbangan-pertimbangan, dan pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari hati nurani itu adalah yang paling tinggi. Dan saya mendapatkan banyak hal di Kompas, tapi bukan berarti di tempat lain tidak. Apa liputan yang paling berkesan bagi Anda? Saya pernah dapet sanksi dari KPI, meskipun menurut saya secara jurnalistik tidak salah. Itu waktu saya wawancara sama Pak Ahok, pada waktu itu live dan Pak Ahok ngomong bahasa toilet, saya ingatkan “mohon maaf Pak kita live” sampai tiga kali. Pak ahok marah, dia bilang bodohnya kompas TV

22 |

mau wawancarainya live. Setelah itu Kompas TV mendapat sanksi. Apa liputan yang paling sulit bagi Anda? Saya mendapatkan ancaman ketika saya melakukan penelusuran ke sebuah daerah yang terpencil. Foto saya ada semua di situ, dan itu sangat aneh. Itu pasti dilakukan oleh orang yang sudah biasa melalukan hal tersebut. itu diambil dari tempat yang jauh, berbukit-bukit, dan yang saya lihat itu pengambilannya sangat sulit. Modal yang paling penting untuk dimiliki seorang presenter? Konsistensi untuk memperjuangkan kebenaran. Itu saja. Presenter itu gak perlu cakep, soal jelek banyak yang biasa aja, asal jangan mengganggu layar. Ada yang mengganggu layar, dalam artian tertentu ya. Jelek atau cakep itu gak masalah, kalau kecakepan juga bahaya, orang akan lebih liat orangnya daripada beritanya.

Tanggapan Anda mengenai program tv yang mengejar rating and share dengan berbagai cara? Ketika kita bicara soal rating and share kita tahu bahwa acara kita punya penonton, yang salah ialah cara mendapatkannya. Ada yang cara mendapatkannya dengan menganggangi orang kemudian disuruh berantem dan ada caranya misalnya yang lain bahas APBN di satu sisi ada isu ular phiton yang ditangkap warga di Ciledug. Otomatis warga Jabodetabek lihat gak? Di antara kedua ini mana yang ra­ ting sharenya bagus? Ya phiton. Pertanyaannya, apakah itu kemudian lebih berpengaruh? Tidak. Mencari itu bagaimana mencarinya, bukan bagaimana kita melihat. Kita mencari dengan cara-cara seperti itu, itul­ ah yang kemudian salah. Tapi kalo kita menunjukkan bahwa saya mau mancari berita tentang APBN yang transaksional. Orang de­ngar APBN transaksional saja sudah mengerutkan dahi, bener gak? Males dengarnya.=

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


WANSUS A.S Laksana:

“Banyak Membaca, Itu yang Paling Susah” Oleh Fajar Nurrohmah

A Repro.

.S Laksana lahir di Jawa Tengah, 25 Desember 1968. ia adalah seorang sastrawan, pengarang, kritikus sastra, dan wartawan Indonesia yang dikenal aktif menulis cerita pendek di berbagai media cetak nasional di Indonesia. A.S Laksana pernah menjadi wartawan Detik, Detak, dan Tabloid Investigasi. Ia juga mendirikan sekolah penulisan kreatif Jakarta School. Kini ia aktif menulis cerpen, bukunya yang berjudul Bidadari yang Mengembara terpilih sebagai buku sastra terbaik versi Majalah Tempo tahun 2004. Reporter Teknokra, Fajar Nurrohmah berkesempatan mewawancarai sastrawan Indonesia itu dalam acara Wisata Seni Baca Sastra yang diadakan Teater Satu Lampung di Taman Budaya, Kamis (29/10). Berikut hasil wawancaranya.

Sebelumnya Anda adalah seorang jurnalis, kenapa kemudian lebih memilih menjadi sastrawan? Saya lebih dulu menulis cerita sebetulnya, cerpen saya dimuat pas kelas 2 SMA. Saya pikir waktu itu orang bilang sastra tidak bisa untuk mata pencarian, maka kalau ditanya orang cita-citamu apa? Itu ya akan terasa susah sekali untuk menjawab menulis wong banyak orang yang bilang menulis tidak bisa untuk me­ nyambung hidup. Saya mau jadi guru Bahasa Indonesia atau menjadi wartawan, itu dua-duanya berurusan dengan karangan. Yang satu menulis me­ nyamar sebagai guru atau menulis tapi menyamar sebagai wartawan. Jadi ketika memutuskan menjadi wartawan saya hanya pengen bagaimana jari-jari saya ini akrab

dengan mesin tik, dengan komputer, bisa akrab dengan kata-kata, dan bisa bertemu orang-orang, nah rang-orang ini yang jadi su­ mber inspirasi mengenali karakter, pemikiran ini untuk dijadikan tokoh. Menyoal ideologi sebagai sastrawan, Anda bersama karya-karya Anda digolongkan sebagai sastrwan yang menganut arus surealis. Bagaimana menurut Anda? Menurut saya ya realisme, karena ketika saya kecil saya memahami apa yang diceritakan nenek saya, ibu saya. Diceritakan terjadinya rawa pening misalnya dari lidi yang dicabut oleh anak bongkok itu, saya memahaminya sebagai realitas. Di dalam pemahaman saya hal-hal yang tidak masuk

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

akal itu juga realisme. Ketika saya menulis ya, saya menulis dengan ingatan terhadap keyakinan saya tentang realitas yang disampaikan oleh cerita nenek saya, ibu saya, dan tetangga saya. Saya selalu memahami semua yang saya dapet sebagai kebenaran kenyataan. Jadi saya tidak bisa membedakan ini surealis atau realis menurut saya ya ini realis. Apakah Anda mengajarkan juga tentang arus sastra lainnya yang tak Anda pilih, atau cenderung menyamakan dengan pilihan Anda? Enggak, saya mengajarkan mereka membaca belajar dari penulis-penulis terbaik. Saya memperkenalkan aja hal-hal yang perlu dipahami oleh penulis yang nantinya membuat mereka pa-

| 23


WANSUS ham bagaimana menghasilkan tulisan yang baik, saya tidak memasukkan pikiran-pikiran saya. Tentu saja apa yang saya pikir perlu mereka lakukan agar mereka menemukan suara kepengarangan mereka sendiri dan gaya kepenulisan mereka sendiri.

Repro.

Mengutip Sapardi: kita bicara karena mendengar dan kita menulis karena membaca. Nah, bagaimana riwayat atau pilihan membaca Anda? Saya mendengar cerita yang disampaikan nenek saya, ibu saya. Saya senang mendengar cerita dari wayang, saya juga sering bolos sekolah untuk nonton wayang tapi itu bukan contoh yang baik. Mendengar cerita itu membuat saya senang, setelah bisa membaca saya bisa memilih cerita yang saya suka. Saya membaca karena itu yang paling menyenangkan bagi saya. Kebetulan sekolah saya waktu SD tidak punya perpustakaan, rak buku-bukunya dititipkan di kelas saya jadi setiap hari melihat buku, bisa meminjam buku. Ternyata membaca juga menyenangkan seperti orang mendengar. Saya sering bilang ke anak saya “kalau Kamu sudah bisa membaca kamu a k a n

24 |

bisa memilih sendiri, kalau Kamu mau mendapatkan cerita jangan menunggu malam hari ketika saya membaca dongeng kapan pun Kamu ingin mendapat cerita Kamu bisa baca. Siapa sastrawan favorit Anda? Pada waktu SMA saya menulis ulang empat novel Haming Way Lelaki Tua dan Laut, Prajurit Sweigh, Jaroslaf Haseg, John Stanbieg, Frankeln Stein karangan Marrei Selly. Dulu saya gak tau buku yang bagus seperti apa. Saya cuman berpikir pemenang nobel pasti bukunya bagus, saya dulu menemukan penilaian sendiri saya mengambil kesimpulan bahwa pemenang nobel bagus. Saya sangat suka Haming Way caranya mendiskripsikan sesuatu, c a r a m e m buat dialognya.

Dalam membuat dialog saya belajar banyak dari Haming Way. Apa kategori sastra yang baik? Cerita yang bagus cerita yang mampu membebaskan diri dari ruang dan waktu. Saya contohkan bahwa cerita-cerita mahabarata bisa dinikmati orang sampai sekarang, bahasanya sudah kuno tetapi ketika disampaikan dengan bahasa sekarang cerita itu masih bagus, universal ya seperti itu, dia diciptakan dalam konteks di dalam masyarakat tertentu tapi tetap bagus untuk masyarakat lain. Apa pendapat Anda tentang hasil sastra kotemporer Indonesia? Kalau representasi hasil sastra yg dimuat di koran-koran sekarang itu masih jelek. Wawasan redakturnya itu sendiri tidak meningkat jadi ya seperti itu te­ rus hasilnya. Apa pesan bagi penulis pemula? Banyak membaca, itu yang paling susah. Kalau dia senang membaca saya tinggal menyampaikan untuk membuat tulisan yang bagus ya hanya mengajarkan teknikteknik dasar sehingga dia tinggal mengolah yang dia punya. Perlu ketekunan untuk meningkatkan teknik menulisnya itu yang perlu ditingkatkan. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


INOVASI

Aplikasi Bertukar Pesan

Besutan Anak Bangsa Oleh Hayatun Nisa Fahmiyati

K

ini Indonesia seharusnya tak hanya menjadi pasar bagi aplikasi-aplikasi bertukar pesan besutan luar negeri, seperti BBM dari Kanada, Whatsapp dari Amerika, Line dari Jepang, dan Kakao Talk dari Korea. Karena nampaknya minat anak bangsa untuk membuat dan mengembangkan aplikasi pesan instan sendiri semakin tinggi. Kehadiran LiteBIG Messenger pada Agustus 2014 lalu menambah deretan aplikasi bertukar pesan buatan anak bangsa. Berbekal semangat nasiona足 lisme dan kemampuan di bidang Information and Technology (IT), M Tesar Sandikapura bersama dua rekan kerjanya yaitu Andrian dan Steven menciptakan LiteBIG Messenger sebagai bukti bahwa Indonesia tak seharusnya selalu kalah dengan negara lain dalam bidang IT. Awal kemunculannya di Google Play Store, LiteBIG Messenger berhasil mencapai tangga teratas sebagai aplikasi terfavorit kategori komunikasi yang hanya dalam kurun waktu satu minggu telah memiliki 5000 pengguna dari Indonesia. Saat itu, Tesar dan timnya sebetulnya hanya mencoba memasukkan aplikasi besutannya tersebut ke Google Play Store, dan tak menyangka kehadiran LiteBIG Messenger mendapat respon yang begitu positif. Setelah seminggu kemunculannya, LiteBIG Messe足 nger sempat tidak aktif selama dua minggu, karena server yang digu-

nakannya terlalu kecil untuk menampung jumlah penggunanya itu. Tesar dan timnya pun harus mengganti server dengan kapasitas yang jauh lebih besar. Aplikasi yang bisa diunduh secara gratis ini memiliki tampilan yang begitu nusantara, contohnya foto pemandangan dari berbagai daerah di Indonesia menjadi latar belakang di halaman utama, kolom obrolan, juga di header utama aplikasi ini. Hal ini menjadi ciri khasnya sebagai produk dalam negeri. Selain itu LiteBIG Messenger juga menyediakan sepuluh pilihan warna statis untuk tampilan di kolom obrolan. Menurut Tesar, tampilan aplikasinya ini sebetulnya sudah mengalami perubahan yang awalnya masih tampak begitu kaku dengan pengaturan tampilan yang terbatas. Seperti aplikasi berbagi pesan lainnya, LiteBIG Mes足 senger juga dilengkapi dengan emoji yang jumlahnya cukup banyak dan berwarna biru khas LiteBIG tampil ekspresif tak kalah dengan emoji lainnya. Selain pilihan emoji, pengg u n a juga bisa mengguna-

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

kan stiker karakter favorit yang disediakan. Aplikasi ini pada dasarnya memiliki tiga navigasi utama, yaitu Contacts, Recent Chats, dan Up足 dates. Di halaman Contacts pengguna disajikan daftar kontak yang dimiliki dan terdaftar sebagai pengguna LiteBIG Messenger. Di halaman Recent Chats akan terlihat riwayat percakapan pengguna dan grup-grup yang pengguna ikuti. Konsep news feed dapat ditemui di halaman Updates, di halaman itu pengguna dapat melihat informasi terkini seputar aktivitas pengguna lainnya. Selain itu, LiteBIG Messenger ini m e nyediakan fitur grup

Repro.

| 25


INOVASI

26 |

haan dapat memiliki server sendiri atau menggunakan server milik LiteBIG Messenger, sehingga perusahaan tak perlu khawatir data yang dikirim lewat aplikasi ini akan dicuri oleh perusahaan pesaing dari dalam maupun luar negeri. Meskipun memiliki cukup ba­ nyak kelebihan dibanding aplikasi lainnya, pengguna LiteBIG Mes­ senger masih harus mengalami kesulitan dalam penggunaannya. Sering kali, kontak LiteBIG Messen­ ger tidak sinkron secara otomatis, pengguna mesti menyegarkan kontak berkali-kali, baru kontak dapat diperbarui. Kesalahan juga sering terjadi saat pengguna baru memasang aplikasi ini.Tak jarang, pengguna yang baru memasang aplikasi ini di gawainya kesulitan melakukan registrasi. Sewaktu melakukan registrasi akun, tidak ada password yang diminta. Namun, saat mau login akun, pengguna diminta memasukkan password. Ada juga yang tidak bisa melakukan registrasi, meski sudah berulang kali mendaftar dengan nomor handphone yang berbeda. Menanggapi masih banyaknya kekurangan dari aplikasi ciptaannya itu, Tesar dan tim LiteBIG Mes­ senger sangat berterima kasih kepada para pengguna karena telah menggunakan aplikasi ini dan atas banyaknya kekurangan dari kerja aplikasinya ini, ia dan timnya akan selalu melakukan perbaikan. Aplikasi yang baru tersedia untuk Android ini akan terus dikembangkan. Tesar mengatakan timnya bakal membuat LiteBIG Messenger tersedia dalam beberapa versi, seperti Android, iOS, Web Mobile, dan PC. Sehingga pengguna iPhone,

Blackberry, Windows Phone, juga PC dapat berbagi pesan menggunakan aplikasi besutan anak bangsa ini. Selain itu, aplikasi yang sudah diunduh sebanyak seratus ribu kali ini akan dimutahirkan lagi agar selanjutnya dapat mengubah komposisi data yang dikirim dan diterima menjadi lebih kecil secara otomatis. Sehingga penggunaan data menjadi lebih hemat. Tesar mengatakan, selama ini aplikasinya ini cukup mendapat apresiasi dari pelbagai pihak, ia berharap warga Indonesia lebih memilih produk dalam negeri untuk mendukung kemajuan teknologi informasi di Indosesia. Menurutnya pemerintah juga harus mulai mendukung secara nyata karya anak bangsa, “selama ini pemerintah cenderung mendeskriditkan karya dalam negeri, menganggap remeh karya lokal. LiteBIG memang mendapat apresiasi yang baik dari pemerintah, sayangnya selama ini hanya sebatas lip service,” ujarnya. Namun, ia dan timnya tetap optimis bisa mengalahkan What­ sapp yang sudah memiliki jutaan pengguna di dunia. Itu juga menjadi target selanjutnya setelah meningkatkan pelayanan sistem. “Target di tahun depan adalah 5 juta pengguna,” tutur alumni Teknik Elektro Universitas Lampung itu.Tesar juga menambahkan, aplikasi besutannya itu begitu potensial di Indonesia, menilik Indonesia tercatat sebagai pengguna internet terbanyak ketiga di dunia. Di awal tahun 2016 nanti, LiteBIG Messenger bakal mengadakan peluncurannya secara resmi di Lampung, sebagai salah satu strategi pengenalan Lite­ BIG Messenger sendiri =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Repro.

percakapan atau group chat yang mampu menampung hingga 1000 anggota di dalamnya. Penggunanya juga tak perlu menambahkan teman yang menggunakan aplikasi ini, karena buku telepon yang ada di gawai pengguna secara otomatis terhubung dengan kontak LiteBIG Messenger, secara otomatis teman pengguna yang bergabung LiteBIG Messenger akan ditampilkan di kontak pengguna. Keunggulan aplikasi ini dengan aplikasi yang sudah ada sebelumnya adalah adanya fitur yang dapat menghapus pesan yang sudah dikirim pengguna, lewat fitur ini pengguna juga bisa menyunting pesan yang sudah dikirim. Sehingga pengguna tak perlu khawatir salah mengirim informasi atau salah dalam pengetikan. Dalam versi terbarunya yaitu LiteBIG Messenger versi 2.3.9, pengguna dapat mengirim semua jenis file, seperti documen, video, foto, audio, serta kontak teman pengguna. Kapasitas file yang bisa dikirim melalui aplikasi ini mencapai 50 MB, ini membuat pengguna tak perlu bingung mengirim file yang ukurannya besar. Selain itu, saat pengguna sedang offline atau di luar jaringan (luring), aplikasi yang dikembangkan oleh tiga developer Indonesia ini bakal menyimpan pesan pengguna sampai pengguna daring kembali. Tesar yang juga merupakan Chief of Event Orgenizer (CEO) LiteBIG Messenger mengatakan, aplikasinya itu juga dirancang khusus bagi perusahaan dalam negeri yang ingin memiliki aplikasi berbagi pesan yang keamanan datanya terjaga dengan baik. Karena perusa-


INOVASI

Mostrolibo

Robot Kapal dengan Paket Lengkap Oleh Hayatun Nisa Fahmiyati Foto Hayatun Nisa Fahmiyati

Selain bisa mengangkut sampah, Monstrolibo kini juga bisa mengukur suhu dan keasaman air sungai. Sistem auto pilot juga berhasil ditambahkan di inovasi robot kapal tersebut, selanjutnya inovasi itu akan terus dikembangkan.

K

emajuan teknologi menjadi tantangan mahasiswa untuk terus berinovasi. Menciptakan teknologi yang baru atau menjadi mahasiswa tanpa karya menjadi pilihannya. Dalam upa足 yanya menyelesaikan perkuliahan M Jerry j Suja, dan kedua teman足 nnya yaitu, Yudi Eka Putra dan An-

dri Gunawan kembali mengembangkan inovasinya yang sempat mereka ikut sertakan dalam Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) 2014. Inovasi berupa robot kapal pengangkut sampah yang mereka namai Monstrolibo yang merupakan akronim dari Monster of River and

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Litter Roboboat itu, mereka kembangkan kembali, sesuai rencana pengembangan itu selesai di bulan Agustus lalu. Robot kapalnya itu sekarang sudah dilengkapi dengan sistem w yang memungkinkan kapal bisa bergerak sendiri tanpa harus dikontrol menggunakan remot kontrol seperti sebelumnya.

| 27


INOVASI “Inovasinya itu juga bisa mengukur suhu dan ph air ­sungai, karena mereka juga menambahkan sensor suhu dan ph di inovasi robot kapalnya itu. “

Mission planner dipakai untuk menentukan titik koordinator yang akan menjadi sistem navigator bagi kapal, sehingga kapal bisa bergerak sesuai dengan titik koordinat yang sudah ditentukan. Tiga mahasiswa Teknik Elektro Universitas Lampung (Unila) angkatan 2010 itu juga menambahkan ka­ mera yang akan merekam apa saja yang ada di sungai, dan langsung bisa dilihat lewat laptop yang terhubung melalui sinyal dengan kapal tersebut. Selain itu, Jerry menjelaskan inovasinya itu juga bisa mengukur suhu dan ph air sungai, karena mereka juga menambahkan sensor suhu dan ph di inovasi robot kapalnya itu. Fungsinya agar kapal tersebut bisa mengetahui parameter keadaan sungai, kemudian data yang didapat akan diolah menggunakan Laboratory Virtual Instrumen­ tation Engineering Workbench (Lab­ view), yang merupakan perangkat lunak komputer untuk pemrosesan dan visualisasi data dalam bidang akuisisi data. Awal pembuatannya, mereka

28 |

membutuhkan waktu sebulan untuk menyelesaikan badan kapal model catamaran dengan ukuran 100x60 cm yang terbuat dari tripleks berlapis resin dan dicat kapal. Model catamaran dipilih karena dirasa akan menjaga keseimbangan dan memudahkan kapal untuk mengapung saat di sungai. Desain itu juga lebih modern dibandingkan dengan contoh robot kapal yang ada di India, yang berbentuk sampan dan terbuat dari steiro­ foam berukuran kecil. Tahap pertama selesai dalam waktu enam bulan, kapal pengangkut sampah ini menggunakan mesin kapal motor Brushless 620 KV, dengan penggeraknya yaitu motor Servo Cordi 16 Kilo, dan putaran baling-baling mencapai 6200 KV yang diatur oleh Electronic Speed Control (ESC) dan baterai Lippo 6s 20 Ampere. Dengan itu semua kapal hanya bisa bergerak dengan kecepatan yang sangat lambat dan hanya bertahan selama satu sete­ ngah jam. Jerry mengatakan dana masih menjadi kendala dalam penge­

mbangan inovasi robot kapal tersebut. Selama ini mereka menggunakan dana pribadi untuk tugas akhir mereka itu. Kapal itu juga masih memiliki banyak kekurangan salah satunya robot kapal tersebut belum bisa digunakan di arus sungai yang deras. Sampah yang bisa diangkut juga hanya sebanyak tiga kilogram. Kapal juga belum bisa mendeteksi keberadaan sampah di sungai. Sri Ratna Sulastri selaku dosen Teknik Elektro sekaligus pembina dari inovasi robot kapal itu mengusulkan agar selanjutnya robot kapal tersebut dilengkapi dengan sistem sound navigation and rang­ ing (sonar) sehingga bisa mengukur kedalam sungai. Selain itu, direncanakan pengembangan selanjutnya akan menggunakan panel surya untuk menyokong energi penggeraknya. Inovasi robot kapal tersebut akan terus dikembangkan oleh mahasiswa Teknik Elektro lainnya. Jerry dan kedua rekannya berharap robot kapal tersebut dapat bermanfaat bagi j­urusannya. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


EKSPRESI

Foto Ayu Yuni Antika

Laila Al Khusna,

Batik Siger untuk Bumi Ruwai Jurai Oleh Ayu Yuni Antika

Kini, masyarakat Lampung patut bangga dengan munculnya Batik Siger khas Lampung. Batik tulis asli yang di produksi di Lampung, dari dan untuk masyarakat Lampung.

S

ebuah rumah teduh beratap jerami, berdiri kokoh di persimpangan Jalan Bayam, Kompleks Perumahan Beringin Raya, Kemiling, Bandar Lampung. Di atas pintunya terpasang ukiran emas nan mewah bertuliskan Siger Roemah Batik. Melewati pintu kacanya, kita akan dibuat takjub dengan suguhan warna dan corak batik tulis yang dipajang rapih di rak kayu.Warna yang mencolok dengan motif gajah, payung dan perahu khas lampung tampak mendominasi. Siang itu, Sabtu 14 November, lima orang wanita duduk di kursi

kecil. Posisinya melingkar, duduk saling membelakangi. Tangan kiri mereka memegang selembar kain putih bermotif, sedangkan ta足 ngan kana yang terampil melapisi sketsa dengan malam cair yang diletakkan tepat di tengahtengah mereka. Kegiatan tersebut menjadi salah satu kegiatan rutin di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Batik Siger, milik Laila Al Khusna. Menurut nenek lima cucu ini, pendirian LKP Batik Siger tersebut, dilatarbelakangi kecenderungan masyarakat Lampung yang lebih memilih menggunakan batik

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

printing (tekstil bermotif batik) daripada batik tulis asli (yang dibuat dengan malam, baik tulis atau cap). Sebagai keturunan pe足 ngusaha batik di Solo, Laila merasa gerah akan hal tersebut. Selain itu, banyaknya anak putus sekolah dan ibu rumah tangga yang me足 nganggur di lingkungannya, membuat Laila merasa terpanggil untuk menularkan skill membatik yang ia miliki. Membuat sendiri kurikulum dan silabus untuk kursus dan pelatihan batik siger, Laila sudah berhasil meluluskan lebih dari 100 alumni yang tersebar ham-

| 29


EKSPRESI pir di seluruh kabupaten. Dengan dukungan dari masyarakat sekitar, LKP Batik Siger yang sudah berdiri sejak 2008 itu, berhasil menciptakan icon batik dengan motif khas Lampung seperti, gajah, perahu, siger, payung, dan lain sebagainya. Mendapat Penghargaan ­U pakar ti Sejak kecil, Laila memang sudah akrab dengan batik. Wanita kelahiran Solo, 17 April 1958 itu sangat mencintai batik asli Indonesia. Pengetahuan dan keahlian membatiknya, didapat dari seringnya ia melihat proses produksi batik di perusahaan sang ayah. Setelah hampir tujuh tahun mendedikasikan diri pada batik, Oktober 2014 lalu, Laila menerima penghargaan Upakarti dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Upakarti merupakan penghargaan yang diberikan pada perajin dan pengusaha kecil atas karya, jasa, pengabdian dan kepeloporannya dalam industri kecil dan kerajinan. “Bangga rasanya saat itu. Saya berharap lebih banyak lagi orang-orang yang mencintai batik,” tuturnya berharap. Membawa Batik Berkeliling Dunia Dedikasi tinggi terhadap batik tulis, membuat Laila mampu memperkenalkan batik pada masyarakat dunia. Beberapa kota seperti Kairo, Abu Dhabi, Moskow, Berlin, Iran, dan Turki sudah ia jajaki. Mengikuti seminar, workshop, lomba, menjadi pegma-

30 |

teri, hingga memberikan pelatihan pada 35 istri duta besar telah dilakoni. Pengalaman amat berkesan pun ia rasakan saat dipercaya sebagai narasumber kongres seni internasional pada 8-15 Mei 2015 di Tabriz Islamic Arts University, Iran. Dihadapan delegasi dari 50 negara di dunia, dengan bangganya ia memperkenalkan batik Indonesia yang sudah diakui dunia itu. Sejarah batik, macam motif, hingga makna yang terkandung pada tiap motif diutarakannya saat kongres. “Yang buat saya terkesan, ternyata batik tak hanya dimiliki Indonesia dan Malaysia. Bahkan Perancis pun punya,” ung­ kapnya. Mengetahui hal itu, Laila makin mantap dengan jalannya melestarikan batik. Ia tak ingin batik milik Indonesia kalah saing dengan batik negara lain. Kewajiban Moral untuk Memberikan Edukasi Anak ke dua dari delapan bersaudara ini merasa bangga Lampung bisa mempunyai batik tulis yang betul-betul diproses di Lampung, dengan memberdayakan masyarakat Lampung. Tak berlebihan rasanya harapan Laila, agar batik siger bersama tapis dan sulam usus dapat menjadi tuan rumah di Bumi Ruwa Jurai. Namun, banyak masyarakat Lampung yang belum menyadari apa definisi batik sebenarnya. “Batik itu adalah kain yang ditulis atau di cap dengan bahan malam atau lilin khusus membatik,” terangnya. Menurutnya, dengan memakai batik asli, konsumen telah memban-

Foto Wawan Taryanto

tu meningkatkan perekonomian masyarakat. Satu lembar kain batik dikerjakan oleh minimal lima orang pekerja, hal itulah yang tak disadari pengguna batik. “Bayangkan, satu potong bisa menghidupi minimal lima orang,” tegasnya. Laila merasa hal ini merupakan kewajiban moral bagi pelaku usaha batik dimanapun untuk memberikan edukasi pada masyarakat. Membatik memang tidak populer dikalanga remaja. Padahal menurut ibu tiga anak ini, masyarakat Indonesia wajib mengetahui warisan asli nenek moyangnya. Besar cita-cita Laila untuk menjadikan Kemiling sebagai sentra produksi dan penjualan batik layaknya Pekalongan dan Solo. “Meski sulit saya akan berusaha meyakinkan pemerintah, pelaku usaha, tokoh masyarakat dan semua elemen untuk mewujudkannya,” ujarnya optimis.=

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


EKSPRESI

Dimas Wahyu Saputro

Mental Sang Juara untuk Kejuaraan

Oleh Retnoningayu Janji Utami Foto-foto Wawan Taryanto

Seringnya menang dalam pertandingan badminton, menumbuhkan kecintaannya terhadap badminton. Sejak saat itu, ia selalu bertekad menjadi juara di setiap pertandingan. Hal itu juga yang membawa­ nya menjadi atlet nasiona di usia 13 tahun.

S

iang itu, Dimas sedang bersantai di rumahnya yang berada di Jalan Kihajar Dewantara No 14, Kampus Metro Lampung, setelah sehari sebelumnya ia pulang dari pertandingan badminton yang diadakan di Pekanbaru, November lalu. Ia memang tak sesibuk biasanya, cidera tumitnya yang masih dalam masa pemulihan membuatnya harus membatalkan beberapa pertandingan yang sudah ia jadwalkan. Seharusnya, bulan Desember Dimas mewakili Indonesia ke Singapur untuk bertanding di kejuaraan Junior Open 2015, juga ikut dalam Korwil di Bangka Belitung. Namun, kondisinya yang mengharuskannya beristirahat, membuatnya digantikan oleh atlet muda Indonesia lainnya. Hal itu juga membuatnya harus turun dari peringkat 17 menjadi peringkat ke 50 atlet nasional. Cideranya itu ia dapat ketika mengikuti latihan di Jakarta. Saat itu, ia yang masih berusia 15 tahun harus bermain untuk kategori usia 16 tahun dan 18 tahun, yang dalam satu harinya ia harus bermain

sampai tiga kali set. Karena terlalu memforsir diri, tumitnya pun bengkak hingga akhirnya ia harus menjalani penyembuhan awal selama enam bulan, dan beberapa bulan lagi untuk pemulihan. Meskipun begitu, Dimas memang keras kepala, tekadnya untuk selalu menjadi juara memotivasinya untuk mengikuti pertandingan di Metro untuk mewakili Provinsi Lampung dalam pertandingan yang diadakan di Pekanbaru. Dimas pun menjadi pemain yang palin muda, meski banyak yang meremekan, ia bisa membuktikan kemampuannya sebagai atlet muda dengan maju sebagai pemenang dan mewakili Provinsi Lampung ke Pekanbaru. Dalam pertandingan itu ia berhasil masuk 32 besar bertemu. Harus banyak beristirahat dibandingkan latihan sempat membuat laki-laki yang baru menginjak usia 16 tahun ini merasa bosan. Bagi Dimas, latihan sudah seperti makanan sehari-hari. Sejak kecil, setiap selesai sholat subuh ia dan ayahnya mulai berlatih, lalu dilanjutkan lagi setelah pulang sekolah. Bila dihitung, Dimas yang waktu

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

itu masih berusia tujuh tahun sudah berlatih badminton selama enam jam tiap hari. Kecintaan pada Badminton Sang ayah yang dulunya seorang atlet badminton se-Sumatra selalu mendidiknya dengan ketat dan disiplin. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini selalu diarahkan untuk menjadi atlet badminton. Kedua orangtuanya selalu yakin badminton adalah jalan yang Dimas miliki. Rasa bosan dan jengah dengan latihan yang disiplin sering Dimas rasakan. “Berat di Badminton, kalau tidak berhasil menjenuhkan,� ujarnnya. Namun, seiring berjalannya waktu, Dimas yang dulunya setengah hati untuk badminton, menjadi begitu menyenangi badminton. Di usia 10 tahun, Dimas berhasil memenangkan pertandingan tingkat provinsi, yaitu Backrie Cup. Menjadi juara membuatnya makin semangat berlatih. Katanya, ketika berakhir menjadi pemenang, dirinya selalu ingin menang dalam pertandingan selanjutnya. Hal itu menumbuhkan kecintaannya pada badminton. “Dengan Badminton

| 31


EKSPRESI saya dikenal,” itulah yang ia rasakan. Raket badminton dan shuttle cock menjadi ukiran di pintu depan rumahnya, seolah sengaja menunjukkan pada orang-orang bahwa keluargannya selalu mendukung Dimas sebagai atlet. Kepercayaan orangtuanya, membuat Dimas ingin terus membanggakan kedua orangtuanya dengan prestasi. Keringat dan waktu yang selama ini ia habiskan untuk berlatih dan mengikuti pelbagai pertandi­ ngan tak pernah sia-sia. Di usia 13 tahun Dimas berhasil menjadi atlet nasional, ia juga mendapatkan beasiswa untuk berlatih di Club Chandra Wijaya di Jakarta yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Kesem- p a t a n

32 |

itu, tak disia-siakannya. Karena tekadnya yang kuat untuk maju, pada tahun 2013 memutuskan untuk belajar badminton di Jakarta bersama atlet lainnya. Menurutnya, banyak atlet daerah yang memiliki potensi serupa dengan dirinya, sayangnya niatnya tidak kuat dan dukungan kurang membuat banyak dari mereka tidak berani keluar. Menjadi atlet nasional membuatnnya bertemu dengan banyak teman dari berbagai daerah di Indonesia. Keragaman latar belakang tersebut membuat warna tersendiri di asrama tempatnya berlatih. Selama satu setengah tahun di asrama, porsi latihan sebagai atlet nasional tentu berbeda. Jika dulu berlatih selama enam jam perhari, sekarang Dimas harus berlatih sampai delapan jam perhari. Dalam satu hari biasannya terdapat lima program dalam pelatihan. Menjadi atlet nasional juga membuat pemikirannya semakin fokus ke satu arah, yaitu badminton. Mungkin dulu harus membagi antara sekolah dan badminton, kini wa­ktunya lebih ba­ nyak dihabiskan untuk badminton. Berlatih badminton lebi h banyak tidak berar ti meni­nggalkan pelajaran sekolah. Dimas mengikuti homeschooling, dalam satu hari biasannya ia belajar dua materi pelajaran. Nantinya, Dimas akan mengikuti ujian nasional di SMA 29 Metro. Melihat teman-temannya yang bersekolah formal, terkadang

muncul keinginannya untuk kembali bersekolah dengan temantemannya, bermain dan berku­ mpul akan sangat menyenangkan pikirnya. Tapi ia juga yakin, selalu ada pengorbanan untuk suatu pencapaian yang lebih besar. Ia pun menerimannya sebagai ko­ nsekuensi dari cita-citannya. Bukan Sekadar Teknik Bermain Badminton bukan hanya tentang teknik, kesiapan lapangan pun sangat dibutuhkan bagi seorang atlet. Dalam pertandi­ngan Open se-Asia di Istora Sena­ yan, dirinnya sempat mendapatkan lawan kuat dari Vietnam. Ketidakfokusannya membuat ia harus kalah satu poin dari Vietnam. Saat berada di lapangan, satu hal yang terpenting adalah fokus. Mendengarkan perkataan orang lain hanya akan membuatnnya kebingungan. Yang harus dipercaya adalah kemampuannya sendiri. Remaja yang mengidolakan pemain asal Malaysia, Lee Chong Wei, menganggap bermain badminton itu sama halnnya seperti bisnis. Selalu ada yang spesial dari diri seseorang untuk menjadi juara. Kelebihan yang dipunyai ja­ ngan sampai dicuri lawan, hal itulah yang membuatnnya selalu mencari kesempatan untuk berlatih secara sembunyi-sembunyi dalam meningkatkan kemampuannya. Baginya berlatih sendiri akan meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi saat pertandingan. “Niat, disiplin, dan fokus,” kata atlet yang akan bermain di Pertamina Open U-18, sekitar bulan Desember sebagai pertandingan di akhir tahun 2015. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


KONSERVASI

Translokasi Kukang,

Harapan di Tengah Perdagangan Satwa Liar Oleh Retno Wulandari Foto-foto Retno Wulandari

Banyak faktor yang menyebabkan perdagangan satwa liar tetap ada. Rupanya yang menggemaskan membuat kukang menjadi satwa paling diincar dalam perdagangan satwa liar. Mampukah kukang tetap bertahan?

C

uaca semakin panas, ketika mobil rombo足 ngan konservasi kukang baru sampai di Bendungan Batutegi, Kabupaten Tanggamus sekitar pukul sebelas siang, Rabu (14/10). Rombongan pun masih harus menyeberangi waduk untuk sampai ke lokasi habituasi, yaitu di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Batutegi. Rombongan yang terdiri dari Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Tim Inter足 national Animal Rescue (IAR) Indonesia, dan beberapa wartawan, serta mahasiswa itu membawa sepuluh kukang yang dimasukkan ke dalam kadang transportasi yang terbuat dari aluminium yang diisi dedaunan agar kukang tidak terlalu stres selama perjalanan.

Translokasi kali ini akan melepasliarkan sepuluh kukang yang terdiri dari enam kukang jantan bernama Usum, Piala, Mix, Raffi, Indo, dan Alex serta empat kukang betina yaitu Lina, Binok, Kabut, dan Gisel. Mereka adalah sepuluh dari sekitar seratus kukang hasil sitaan BKSDA Jawa Barat di Serang, Banten pada November 2013 lalu. Sesampainya di lokasi habituasi pertama, enam kukang dilepaskan di dalam kandang habituasi yang berukuran 12x13 meter dan dibatasi dinding fiber plastik sebagai rumah sementara. Di dalamnya terdapat tanaman dan pepohonan agar kukang bisa tidur dan terbiasa dengan kondisi alam di sekitarnya sebelum mereka siap untuk hidup di

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

alam liar. Seorang petugas dari BKSDA memasuki kandang dengan menaiki dan menuruni tangga, hal ini dimaksudkan agar kukang tidak dapat memanjat keluar kandang nantinya. Perlahan kadang transportasi yang berisi kukang ikut dimasukkan ke kandang habituasi. Petugas pun membuka tutup kandang transportasi dari belakang dan dilakukan tanpa menumbulkan suara, agar kukang tak merasa terancam, sehingga meminimalisir kemungkinan penyera足 ngan dari kukang. Translokasi ini dilakukan siang hari saat kukang masih tertidur di kandangnya. ada tinga kandang yang disediakan di lokasi tersebut, masing-masing kandang diisi oleh dua kukang. Sore harinya, usai memasuk-

| 33


KONSERVASI kan kukang ke kandang habitusainya, rombongan konservasi kukang melanjutkan perjalanan menuju camp Talang Ajir yang harus ditempuh menggunakan kapal motor. Hujan turun cukup deras kala itu, tapi tanslokasi kukang harus terus berjalan. Kondisi bendungan yang kering mengharuskan rombongan tersebut berjalan cukup jauh untuk mencapai camp Talang Ajir. Untungnya hujan mulai reda, sehingga memudahkan rombongan untuk membawa empat kukang yang ada di dalam dua kandang transportasi. Hari pun mulai gelap, sampai di camp rombongan konservasi itu langsung membawa kukang yang tersisa ke kandang habituasi selanjutnya. Proses pelepasan kukang ke kandang habituasi kembali dilakukan. Perlahan-lahan petugas membuka tutup kandang trasnportasi dan meletakkan sebuah kayu di depannya, agar kukang mau keluar dari kandang dan memanjat ke atas pohon yang ada di dalam kandang habituasi. Cukup lama menunggu, akhirnya seekor kukang menampakkan muka dan memanjat rating, sembari mengawasi rombongan konservasi yang berada di luar kandang. Akhirnya tiga kukang lainya juga keluar dari kandang transportasi, berjalan sangat lambat menaiki kayu-kayu yang disediakan petugas menuju rantingranting pohon. Rombongan pun tetap mengawasi kukang-kukang tersebut hingga tak terlihat lagi karena tertutupi ranting-ranting pohon.

34 |

Tim Konservasi membawa kandang transportasi berisi kukang yang akan dibawa ke kandang habituasi.

Pengontrolan Kukang Kukang akan berada di kandang habituasi selama tiga bulan, petugas yang terdiri dari Oni Purwoko Basuki yang merupakan salah satu pendiri IAR dan empat warga asli Batutegi akan selalu memantau perilaku kukang. Kukang akan diberi makan satu kali setiap harinya sengan buah-buahan dan getah agar kukang dapat beadaptasi dengan cepat. Setelah tiga bulan dan kukang dianggap telah beradaptasi dengan tempat tinggal barunya, kukang siap dilepasliarkan di alam liar yang masih berada di kawan

hutan lindung Batutegi. Setelahnya kukang-kukang tersebut masih akan dipantau setiap malam, biasanya tiga orang petugas akan memantau dengan receiver yaitu alat pemantau yang akan menerima sinyal yang dikirim oleh radio collar yang dipasang di leher kukang. Sehingga petugas dapat menemukan kembali keberadaan kukang di alam. Pemantaun tetap dilakukan demi keberlangsungan kukang di alam liar. Dari hasil pantauan patugas, selama ini kukang dapat menjelajah sangat jauh dari tempat ia dilepaskan.Pasca pelapasan,

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


KONSERVASI kukang akan menjadi begitu sensitif dengan keberadaan manusia, sehingga saat mengobservasi kondisi kukang, petugas harus menjaga jarak. Petugas akan memeriksa keadaan fisik kukang, jika terdapat luka yang tidak dapat disembuhkan sendiri, maka petugas akan melakukan pertolongan, bahkan jika sudah sangat parah kukang akan dibawa kembali ke pusat rehabilitasi di Ciapus, Bogor untuk dioperasi. Selain memantau dan belajar menangani urusan medis kukang, Oni dan empat petugas lainnya juga melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Batutegi. Penyuluhan kepada masyarakat sekitar mengenai satwa liar dan pengaruhnya terhadap rantai makanan dan kehidupan di sekitarnya bertujuan

agar masyarakat tidak mengganggu apalagi menaggkap satwa liar itu. Menurut Oni kukang tidak seperti monyet yang akan langsung akarab dengan manusia, kukang tidak dekat dengan manusia. “Kukang bukanlah hama, tapi kukang juga bukan hewan yang patut dipelihara,” ujar Oni. Keberadaan Kukang di Indonesia Primata nokturnal yang termasuk dalam satwa liar yang dilindungi ini terancam punah akibat perdagangan ilegal satwa liar. Primata imut ini merupakan hewan omnivora, selain memakan buah-buahn, getah pohon, ia juga memakan serangga kecil yang hidup di malam hari. Gerakannya begitu lambat, namun jika ia merasa terancam, kukang akan

Petugas Konservasi membuka kandang transportasi agar kukang keluar dan masuk ke kandang habituasi.

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

bergerak dengan cepat. Meski menggemaskan, kukang ternyata memiliki racun yang cukup untuk membuat lawannya panas dingin. Racun tersebut terdapat di sikunya, ketika ia merasa terancam, kukang akan menjilati sikunya, giginya yang telah dilumuri racun akan menggigit lawannya. Racun kukang sebenarnya memiliki reaksi berbeda-beda tergantung pada tingat alergi si korban. Penyelamatan Kukang IAR, yayasan yang bergerak di bidang penyelamatan dan konservasi satwa liar di Indonesia ini mampu merawat dan merehabilitasi kukang hasil sitaan atau serahan dari pemilik kukang. Organisasi yang telah berdiri di Indonesia sejak Februari 2008 ini, berfokus pada upaya 3R+M yaitu rescue (penyelamatan), re­ habilitation (rehabilitasi), realease (pelepasliaran), dan monitor­ ing (pemantauan satwa pasca pelepasliaran). Kebanyakan satwa liar tersebut dititipkan oleh BKSDA untuk dirawat sebelum dapat dilepasliarkan kembali di alam. Satwa akan diperiksa dan dikarantina sebelum dilakukan tindakan selanjutnya seperti pe­ ngobatan dan rehabilitasi. Sebagai salah satu pendiri IAR dan sudah bekerja di Indonesia selama kurang lebih tiga belas tahun, Oni mengatakan pemeliharaan dan penanganan satwa liar, hasil penyelamatan maupun serahan dari instansi terkait sudah mulai berbeda, menurutnya kini pemeri­ ntah lebih peduli dengan adanya proses hukum kepada pelaku perdagangan satwa ilegal.=

| 35


RESENSI

Gejolak Batin yang Tak Terungkapkan

Oleh Fitri Wahyuningsih

Repro.

Judul : Pecundang Penulis : Maxim Gorky Penerjemah : Ahmad Asnawi Penerbit : Narasi-Pustaka Promethea Jumlah Halaman : 406 halaman

Y

evsey Klimkov, anak muda dari pedalaman desa yang tinggal bersama seorang paman pandai besi dan seorang sepupu, Yashkaanak laki-laki yang suka menyiksanya. Setiap kali melihat Yashka marah-marah, Klimkov hanya berbaring di atas tanah, meringkuk, menyiapkan tubuhnya untuk dihujani serangan membabi buta dari sepupunya, tanpa perlawanan. Pecundang penuh dengan pergulatan batin Yevsey Klimkov yang setelah lulus sekolah, dikirim ke kota untuk menjalani hidupnya sendiri. Yevsey yang dibesarkan tanpa kepercayaan diri, mula-mula bekerja pada seorang revolusioner tua yang akhirnya dibunuh pembantunya, Rayissa Petrovna yang bekerja sama dengan seorang mata-mata Czar, Dorimedont. Kematian majikannya ini yang kemudian membawa Yevsey pada gejolak batin yang lebih kuat lagi. Kematian, seperti datang dengan mudah dalam cerita yang ditulis Gorky ini. Dorimedont kerap

36 |

menyiksa Yevsey dan Rayissa mencekik pria itu suatu malam. Yevsey kemudian dibawa ke kantor polisi. Kisah sesungguhnya dimulai dari sini, ketika Yevsey dituntut menjadi lebih dewasa menghadapi kenyataan pemberontakan masyarakat Russia sedangkan dirinya dinobatkan sebagai matamata Czar yang harus mengamati mereka dan mempertaruhkan nyawanya dari para pemberontak. Meskipun pergolakan batin yevsey tidak berhenti. Ia tetap meneruskan pekerjaannya sebagai mata-mata hingga ia ditugaskan memata-matai seorang penulis. Dan pada akhirnya masyarakat menang terhadap pemerintah. Kaum revolusioner dianggap menang dan berani menampakkan dirinya di depan publik. Yevsey akhirnya menceritakan seluruh kisah hidupnya, bagaimana ia hidup di desa, menjadi seorang matamata, dan bagaimana dengan pe足 rasaannya yang campur aduk serta sifatnya yang penakut. Kisah pecundang memiliki konflik batin yang mendalam dalam diri Yevsey. Hal ini kemudian digambarkan begitu jelas oleh Gorky

ketika suasana politik menjadi semakin kacau. Sasha, mata-mata yang penuh ambisi menghabisi kaum revolusioner, menyebabkan kekacauan yang lebih besar. Matamata dibantai dan dibunuh di tempat umum.Hingga Zarubin dianiaya kaum revolusioner di depan mata Yevsey, ia bertekad akan mengejar dan membunuh Sasha. Namun, hingga akhir,Yevsey tetap tidak berani melakukan hal yang menurutnya benar dan ia justeru mati di atas rel ketera api-bunuh diri. Gorky tidak hanya berhasil menyajikan konflik yang runut tetapi juga berhasil membawakan alur cerita yang santai namun menegangkan. Hanya saja, latar belakang sejarah yang mungkin membuat novel ini kurang diminati. Penyebutan nama tokoh yang tidak sama juga membingungkan pembaca. Misalnya Yevsey yang kadang disebut Klimkov dalam deskripsi penulisnya. Kemudian penuturan sifat pecundang dalam diri Yevsey pun terkesan berteletele meskipun akhirnya karakterisasi Yevsey menjadi semakin kental. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


RESENSI

Sastra Tak Bisa Dibungkam Oleh Hayatun Nisa Fahmiyati

Judul

: Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara

Penulis

: Seno Gumira Adjidarma

Penerbit

: Bentang Pustaka

Jumlah Halaman

: 264 halaman

Jurnalisme terikat oleh seribu satu kendala, dari bisnis sampai politik untuk menghadirkan dirinya, namun kendala sastra hanyalah kejujurannya sendiri. Buku Sastra bisa dibredel, tetapi kebenaran dan kesusastraan menyatu bersama udara, tak tergugat dan tak tertahankan. juga pernah menjadi wartawan sempat merasakan sulitnya melawan periuk kekuasaan yang mendominasi kontrol pers saat itu. Bak sebuah memoar, buku ini menunjukkan banyak kejadian yang dialaminya dalam usahanya membeberkan fakta-fakta tentang peristiwa tersebut. Sebagai korban kebijakan media tempatnya bernaung kala itu, Seno tak kemudian tiarap dengan kondisinya, melalui jalur sastra ia pun menampilkan fakta-fakta itu. Dari situlah kemudian dikenal cerpen-cerpen berjudul Jazz, Parfum, dan Insiden yang isinya menyoal peristiwa Dili itu. Seno dengan gigih menggugat peran sastra di tengah masyarakat Indonesia yang diumpamakanny “masyarakat yang tidak membaca�. Tak sekadar mengisahkan susahnya menyatakan kebenaran di era represi pers masa orde baru dalam kasus Timor Timur, Seno juga memberi solusi bagaimana berita dapat disamarkan lewat

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Repro.

R

entang waktu sejarah republik kembali dibuka pada tahun 1991. Peristiwa yang kemudian dinamai Insiden Dili 1991 itu tak pelak membawa nama Timor Timur mencuat dalam jagat konstalasi politik internasional. Konflik tak berkesudahan itu membuat situasi tak nyaman berlangsung hingga tahun 1999. Lewat buku Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara, Seno Gumira Adjidarma menceritakan asal muasal terjadinya Insiden Dili itu. Ia mencoba menjelaskan dengan detil peristiwa Dili. Bukunya ini mengha­ dirkan pikiran dan keheranannya akan adanya penindasan masyarakat Dili yang dilakukan oleh oknum dan pembunuhan Gali oleh penembak misterius. Kumpulan esai yang disajikan dalam buku ini sepertinya merupakan kekesalan Seno terhadap ketidakberdayaan jurnalisme dalam mengungkap fakta kekejaman bangsa ini. Seno yang

karya sastra. Laporan harfiah, kebenaran lapangan, kerap tak dapat diutarakan dengan semestinya dengan berbagai alasana. Mulai atas nama keselamatan, keamanan, dan stabilitas negara, hingga alasan demi kepentingan umum yang ‘dangkal’ otaknya. Hal-hal seperti itu bahkan masih berlaku di era keterbukaan informasi yang sering dielukan serba kebablasan seperti sekarang, hanya dengan cara yang sedikit berbeda. Keteguhan atas prinsip yang menjadi napas utama yang menyemangati penulisnya, perlu diapresiasi dalam menghadapai zaman sekarang yang penuh kepalsusan. Semangat interasi yang menjadi nilai utama merupakan pelajaran yang bisa dipetik dalam menghadapi gelombang sejarah bangsa di masa depan. =

| 37


LIFESTYLE

Tren Makeup, Perawatan yang tak Bijak Oleh Ayu Yuni Antika

Mengikuti mode estetik agar lebih percaya diri, sejumlah remaja memilih makeup yang ternyata mem­ bawa dampak buruk. Ingin tampil cantik dalam waktu singkat malah membuat wajah rusak.

“S

38 |

pun selalu membawa peralatan makeup saat bekerja. Susu pembersih, penyegar, kapas, alas bedak, bedak, eyeliner, maskara, pensil alis, blush on (perona pipi), dan lipstik tertata rapih di dalam tasnya. Makeup memang sudah menjadi gaya hidup remaja masa kini. Layaknya rokok yang menjadi kebutuhan laki-laki, makeup memang tak bisa lepas dari aktivitas keseharian wanita berbagai kalangan. Produk kosmetik pun makin menjamur, iklannya menjanjikan wajah tampak lebih putih, bersih, dan cerah dalam waktu singkat. Selain pemakaian kosmetik, tren perawatan di klinik kecantikan sangat digandrungi tahun ini. Mengharapkan kulit wajahnya lebih bersih dan cerah, Mita Fitria Dewi

mengikuti jejak sang kakak yang melakukan perawatan di salah satu klinik kecantikan Bandar Lampung. Hasil pemeriksaan menunjukkan kulitnya bertipe kering dan berjerawat. Ia lantas dianjurkan membeli sepaket perawatan kulit wajah. Dengan 380 ribu rupiah, Mita mendapatkan krim pagi dan malam, sunblock, facial wash, dan toner. Pemakaian produk perawatan itu memang membuat wajahnya tampak lebih bersih dan cerah. Namun setelah habis, krim itu membuat

Foto Wawan Taryanto

ehari gak makeup, kayak gak mandi, mbak” Kalimat itu spontan dilontarkan Linda (20), kala membayangkan sehari saja dirinya tak menggunakan makeup. Bekerja sebagai Sales Promotion Girl (SPG) sebuah produk kecantikan, membuatnya harus berpenampilan menarik layaknya model. Pada Jumat 18 Desember, sekitar pukul 11.00 WIB itu, Linda terlihat sedang duduk bersila di lantai stan produknya.Tangan kirinya memegang kaca sedangkan tangan kanan sibuk mengusap blush on merah muda. Lipstik merah cabai pun digoreskan ke bibirnya sebagai sentuhan akhir. Sudah sejak 1,5 tahun lalu, Linda mahir bersolek. Pekerjaan yang menuntutnya memakai makeup full itu, mau tak mau membuatnya bersusah payah belajar mempercantik diri. Kemahiran Linda dalam bersolek didapat dari teman kerjanya. “Gak pernah belajar makeup, hanya lihat cara temen dandan aja,” ungkapnya. Merasa kurang percaya diri tanpa makeup, Linda

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Foto Ayu Yuni Antika

“Memang saat pertama pemakaian, kulit akan mulus. Tapi selanjutnya akan timbul flek tebal yang sulit dihilangkan,” Dr. M. Syafei Hamzah kulitnya ketergantungan. “Setelah krimnya habis, muka kembali seperti semula. Dan ada efek samping sedikit kusam,” keluhnya. Mahasiswi Fakultas Pertanian Unila, Jurusan Agribisnis 2012 ini, juga pernah mengalami efek samping saat menggunakan salah satu produk kosmetik ternama. Faktor ketidakcocokan membuat wajahnya malah berjerawat. Akhirnya ia memutuskan berhenti memakainya. Spesialis penyakit kulit dan kelamin, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung, dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK FINS DV (Fellow Indonesian Dermatovenereology) mengaku, wanita saat ini tampil mengikuti mode estetik agar lebih tampil percaya diri. Pasiennya masih didominasi remaja putri (pelajar atau mahasiswi). Keluhannya tak lain

karena efek samping penggunaan makeup dan krim dari klinik kecantikan tertentu. Syafei yang masih aktif menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Unila ini tak menampik perawatan dan penggunaan makeup remaja saat ini sudah berlebihan. Tanpa pikir panjang, mereka ingin tampil cantik serba instan. Membeli kosmetik yang tak jelas komposisinya. Cepat terbujuk ajakan teman untuk ikut perawatan di klinik kecantikan adalah keputusan yang tidak bijak. Pewarna dan bahan berbahaya seperti merkuri (Hg ; Hydrargyrum) banyak terkandung dalam kosmetik. Akibat pemakaian yang terlalu lama, beresiko memicu kanker. “Memang saat pertama pemakaian, kulit akan mulus. Tapi selanjutnya akan timbul flek tebal yang sulit dihilangkan,” terang Dr. Syafei saat ditemui di ruangannya, Jumat (18/12). Menurut Doktor lulusan Universitas Sumatera Utara (USU) itu, krim pemutih di klinik atau salonsalon tertentu, memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Akhirnya, kulit wajah belum mampu beradaptasi hingga menimbulkan iritasi, sampai mengalami dermatitis kontak (peradangan, gatal-gatal, perih dan lecet pada kulit).“Jika sudah merah, gatal, dan perih, menunjukkan kulitnya sudah mengelupas. Bisa juga merangsang timbulnya jerawat,” ujarnya Mengetahui jenis kulit sebelum memutuskan memakai makeup atau melakukan perawatan, merupakan prinsip utamanya. Apakah termasuk tipe kulit normal, berminyak, atau kering. Dalam memilih produk kosmetik, Dr. Syafei menganjurkan konsumen membeli

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

kosmetik yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Pilih kosmetik yang terdapat tulisan hipoalergenic,” tuturnya. Adanya tulisan hipoalergenic menerangkan bahwa bahan-bahan di dalam suatu produk kecantikan, jarang menyebabkan alergi bagi penggunanya. =

Tips menjaga kesehatan dan kesegaran kulit 1. Pola makan dengan menu seimbang (karbohidrat, protein, serat dan vitamin serta susu) 2. Tidur yang cukup. Jangan terlalu sering begadang. 3. Olahraga rutin membantu menjaga kesegaran kulit. 4. Banyak minum air putih serta makan sayur dan buah. 5. Kurangi makanan yang berminyak dan junkfood.

Beberapa hal yang ­dapat dilakukan setelah timbul gejala alergi: •

Begitu timbul kemerahan dan gatal, segera stop pemakaian kosmetik. Mencuci wajah menggunakan sabun bayi untuk menetralisir iritasi. Jika iritasi agak parah, dianjurkan untuk menetralisirnya dengan larutan Natrium Klorida (NaCl) . Segera ke dokter untuk mendapatkan pengobatan.

| 39


ESAI FOTO

Denyut Nadi Batik Lampung Foto-foto Wawan Taryanto

B

atik, bila kita temui kain yang satu ini di daerah Jawa tentu menjadi hal yang sangat lumrah. Berbagai motif dari tiap kota, baik di Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur semarak kita lihat. Mayoritas masyarakatnya melestarikan corak dalam kain yang telah turun temurun dibuat ini. Namun siapa sangka ternyata di Lampung juga ada batik khas Lampung. Terilhami oleh perkembangan batik Solo yang cukup banyak diminati dan diproduksi di daerah asalnya. Siger Roemah Batik menyuguhkan kearifan lokal dalam corak batiknya. Lelambang provinsi Lampung, mahkota perempuan siger dan budaya pesisir saibatin kapal layar, menjadi icon utama batik Lampung. =


ESAI FOTO

2. Nyanting. Canting digunakan untuk melapisi alur polal.

1. Mola. Proses ini merupakan tahap pertama dalam pembuatan batik yaitu menggambar pola alur batik, corak, dan alur pewarnaan.

3. Ngwarna. Warna-warna batik dituangkan pada kain dengan menggunakan kuas dan cat khusus batik.

7. Jemur. Tahap terakhir dalam proses pembuatan batik. Kain dikeringkan dan siap untuk di rapikan.

4. Melapisi. Kain batik yang telah diberi warna dilapisi dengan cairan gelas agar cat menempel dengan kuat pada kain.

6. Penyucian. Sebelum dicuci, kain direndam terlebih dahulu selama beberapa menit, kemudian dicuci tanpa dikucek. Biarkan seluruh lilin yang menempel hilang dari kain.

5. Nglorot. Merupakan proses perebusan kain batik untuk menghilangkan lilin yang menempel pada kain.


Oleh Wawan Taryanto

KOMIK


TEKA TEKI SILANG Mendatar: 1. Nama awal penyanyi yang menyanyikan lagu sakitnya tuh disini 2. Tidak tinggi 5. Merk salah satu minuman kemasan yang mengandung sari buah-buahan 6. Hari ... adalah hari yang diperingati setiap tanggal 1 Juni 9. Pasukan Penjinak Bom dan Huru Hara 10. Nama Gunung yang berada di Jambi 11. Nama salah satu danau yang terkenal di Sumatera Barat 12. Hal yang dilakukan oleh bayi saat baru lahir 15. Panggilan untuk anak laki-laki dalam bahasa Batak 17. Tidak bisa melihat 21. Nama bandara di Kota Biak 22. Hewan khas Australia 25. Lupa ingatan 27. Berhenti 28. Salah satu alat musik yang digunakan oleh group musik 29. Campuran air laut dan air tawar di sebut dengan 30. Singkong yang diolah menggunakan ragi

Oleh Defika Putri Nastiti

Menurun:

Kirimkan Jawaban Anda Ke: UKPM Teknokra Unila, Graha Kemahasiswaan Lt.1 Universitas Lampung Sertakan Fotokopi Lembar jawaban, Fotokopi KTM/KTP dan Nomor Ponsel

Raih Bingkisan Menarik Untuk 3 Pemenang DEADLINE 30 Januari 2016

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

1. Permainan tradisional yang dimainkan oleh dua orang dan menggunakan biji-bijian sebagai medianya 2. Salah satu warna yang bersifat dasar dan netral 3. Nama tarian yang berasal dari Bali 4. Ikan yang baik dan bermanfaat untuk perkembangan otak anak 5. Ikan yang hidup di air payau 7. Nama sebelum dimasak dan menjadi nasi 8. Tempat bertemunya antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi 11. Gajah mati karena (peribahasa) 12. Cairan manis pada bunga di sebut 13. Sebutan lain untuk kodok 14. Hewan yang memiliki tanduk bercabang 16. Nama salah satu media sosial 17. Burung yang dapat menirukan suara manusia 18. Mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah merupakan sifat dari 19. Tempat beribadah umat Hindu 20. Salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia 23. Alat musik yang dimainkan dengan cara di gesek 24. Kendaraan roda dua yang memiliki suara khas dan klasik 25. Tari Saman berasal dari 26. Tidak hidup

| 43


Nusantara

Selimut Asap dari Riau Oleh Fitria Wulandari Foto-Foto Fitria Wulandari

Kebakaran lahan gambut di Riau membuat kualahan warga serta pemeritah dalam mengatasinya. Berbulanbulan asap menyelimuti Riau dan daerah sekitarnya. Kesehatan dan perekonomian warga setempat pun menjadi terancam. Pasalnya, cuaca yang buruk dan pemabakaran lahan menjadi penyebab kebakaran tersebut.

44 |

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Nusantara “Selama beberapa hari mematikan api, masyarakat tidak tidur. Masyarakat kualahan, sampai ak­hirnya gak sanggup lagi membantu,” Ungkap Buyung Masri

M

asih segar dalam ingatan Buyung Masri (48), betapa takutnya ia melihat api yang membumbung lima meter hampir membakar rumahnya. Kala itu, Buyung sampai harus meminjam mobil Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), untuk mengambil air di parit Jalan Raya Bangkinang. “Selama beberapa hari mematikan api, masyarakat tidak tidur. Masyarakat kualahan, sampai akhirnya gak sanggup lagi membantu,” ungkap Buyung. Semua upaya dilakukan warga untuk memadamkan api, walau dengan peralatan seadanya.Warga Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau itu harus menghadapi kenyataan bahwa kebakaran lahan yang terjadi, menyebabkan kabut asap yang pekat selama berbulan-bulan. Jarak pandang yang hanya 50 meter dan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pun menjadi ancaman. Warga yang rumahnya berada dekat lokasi kebakaran, mau tidak mau harus mengungsi ke daerah yang lebih

aman. Langkah itu pula yang ditempuh keluarga Buyung. Takut anaknya menderita (ISPA), Ayah lima anak itu akhirnya mengungsikan anak dan menantunya ke Padang. Daerah yang sempat dikunjungi Presiden Jokowi, 9 Oktober lalu itu tampak kering dan tandus. Pasca kebakaran, yang terlihat hanya hamparan abu, daun kering, dan arang pohon sisa kebakaran hebat di Tanah Gaplingan Koperasi Pegawai Negeri (GKPN) Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Ekonomi Melemah Kabut asap yang menyelimuti Riau hampir tiga bulan lamanya itu, menimbulkan dapak negatif bagi perekonomian masyarakat. “Biasanya sebelum ada kabut asap, ramai pembeli. Namun, selama ada asap pembeli menjadi berkurang, bahkan tidak ada,” ujar Ratna. Menurutnya, tahun 2015 merupakan tahun terparah bencana asap di Riau. Wanita yang setiap hari berjualan pakaian di Pasar Senggol, Pekanbaru,

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

itu mengaku omsetnya menurun drastis. Apalagi sang suami yang tidak bekerja karena sibuk membantu memadamkan api. Mulyani (50) yang sehariharinya bekerja sebagai penjahit. Mulyani mengaku tidak ada yang memesan jahitan selama terjadi kabut asap. Untuk menopang kebutuhan sehari-hari, Mulyani terpaksa mengeluarkan uang tabungannya. “Kalau simpanan habis, ya terpaksa saya harus ngutang,” ungkapnya. Nasib serupa dialami panti asuhan anak yatim Baiturahmah Bangkinang, Desa Rimbo Panjang. Akibat asap, donatur yang sering berkunjung semakin berkurang. Ketua yayasan, Nasri Ginting terpaksa berutang untuk memenuhi kebutuhan anak panti dan menggaji guru. “Gaji guru harus tetap kita bayar. Gak apa kita hutang, yang penting anak-anak bisa makan,” akunya. Sikap Pemerintah Provinsi Riau memang menjadi salah satu daerah terparah di Pulau Sumatera yang mengalami ke-

| 45


Nusantara

bakaran hutan dan lahan. Hampir 58 juta kilometer hutan dan lahan di Riau hangus dilahap si jago merah. Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) perlindungan dan pemberdayaan pengungsi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia, Joko S. Wismoko mengatakan, peran BNPB dalam tragedi asap itu tak lain melakukan pendam­ pingan, mengedepankan peran pemerintah daerah, mengatur pendanaan serta mengerahkan personil TNI dan Mabes Polri. Sebanyak 1.250 personil dikerahkan untuk penugasan selama 14 hari. Teknologi water boom­bing dan modifikasi cuaca menjadi langkah yang terus diupayakan kala itu. Meski saat ini sudah mulai musim hujan, pembuatan kanal bloking, sumur bor dan embungembung sebagai tempat persedi-

46 |

aan air tetap dilakukan. Tujuannya untuk mengantisipasi kebakaran serupa. Sehingga kebakaran dapat ditangani dengan cepat. Sosialisasi pada masyarakat pun diberikan supaya tidak melakukan pembakaran lahan. Ia juga mengatakan, untuk daerah Riau sendiri hotspot api saat ini nol, namun titik asap masih ada. Ada 24 lahan yang masih ada titik asapnya. Meskipun begitu titik asap di Riau sudah mulai berkurang. Asap yang tersisa merupakan kiriman dari Sumatera Selatan. Karena arah angin berasal dari selatan. “Titik api saat ini paling banyak di Sumatra Selatan dan Kalimantan Tengah. Sekarang sedang difokuskan di Sumatra Selatan. Sudah dilakukan penggaraman supaya terjadi hujan,” ujarnya. Tingkat kesulitan saat mema­ damkan api yaitu di lahan gambut.

Lahan yang bergambut membuat api sulit untuk dipadamkan. “Untuk mengatasi hal itu kami mengakalinya dengan water boombing, Namun satgas darat tetap memonitor setiap ada informasi sekecil apapun, mematikan api di lahan gambut itu tidak semudah yang kita bayangkan. Api yang dimatikan menggunakan water boombing hanya mati di permukaanya saja tapi di dalamnya masih ada bara api. Sehingga bisa menimbulkan asap,” ujar Joko. Setelah kunjungannya, Presiden Jokowi langsung merevisi undangundang izin membakar lahan gambut. Hal itu sebagai upaya tidak ada lagi yang melakukan pembakaran lahan. Serta menindaklanjuti penegakan hukum sehingga menimbulkan efek jera untuk mereka yang melakukan pembakaran,” tambahnya. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Komunitas

Foto Fitri Wahyuningsih

Komunitas Biola Lampung,

Wadah Bagi Pecinta Musik Klasik Oleh Khorik Istiana

S

ebagai komunitas yang belum lama terbentuk, komunitas biola sepertinya sa­ngat diminati oleh pencinta musik klasik di Lampung. Terbukti dalam setahun, komunitas yang berdiri sejak Agustus 2014 ini sudah puluhan kali tampil di berbagai acara di kampus-kampus maupun di acara-acara pemerintahan. Teguh Wicaksono selaku ketua Komunitas Biola menceritakan awal mula terbentuknya komunitas tersebut. Berawal dari jejaring sosial Facebook, di sebuah grub bernama “Biola Indonesia”. Teguh yang saat itu sedang ada di Sema-

rang, berencana ingin pulang ke Lampung. Sebelum ia pulang, me­ lalui grub Facebook Biola Indonesia, ia menghubungi teman-teman Lampung yang juga bergabung di grub itu. “Saat itu yang merespon cuma sedikit,” katanya. Beberapa orang yang me­ respon, yaitu Vega, Kevin, Teo, Ilham, dan dirinya kemudian mengadakan janji pertemuan di gazebo beringin Universitas Lampung (Unila) pada Agustus 2014. Dari pertemuan tersebut lahirlah Komunitas Biola. Lulusan Universitas Diponegoro (Undip) Ilmu Gizi 2008 ini juga menambahkan,

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

niat awal berdirinya komunitas tersebut hanya sebagai wadah untuk bisa belajar biola bersama. ”Gak kepikiran bisa tampil dimana-mana,” ungkapnya. Komunitas Biola pun makin dikenal di Lampung, khususnya di Kota Bandarlampung. Saat ini anggota Komunitas Biola sudah berjumlah 32 orang. Mulai dari remaja hingga orang dewasa. Me­ lalui komunitas tersebut, mereka rutin bertemu tiap hari Minggu di beringin Unila untuk berlatih biola bersama. Teguh sendiri tak menyangka, anggota komunitas yang ia diri-

| 47


Komunitas

48 |

biasanya akan diajari tahap-tahap bermain biola. Dua bulan pertama, anggota baru akan diajari cara menjepit biola secara teknik dengan benar, mulai dari posisi bahu dan lengan. Minggu selanjutnya, mereka akan diajari memegang gesekan, biasanya membutuhkan waktu dua minggu. Selanjutnya, mereka belajar menggesek, baru kemudian belajar nada dan memainkan biola. Teguh berharap agar komunitas biola nantinya mempunyai seorang pelatih sendiri, agar bisa mengembangkan lagi komunitas tersebut.

Rep ro.

kan itu bisa bertambah semakin banyak. Padahal, ia mengaku tak banyak sosialisasi yang dilakukan, hanya omongan dari mulut ke mulut. Dalam komunitas ini juga tidak ada sistem perekrutan khusus, siapapun bisa menjadi anggota dari komunitas alat musik klasik satu ini. Hanya modal niat dan rajin berlatih sudah cukup untuk menjadi bagiannya. Untuk bergabung dalam komunitas ini juga tak dipungut biaya administrasi, hanya akan lebih baik punya biola sendiri, agar bisa berlatih di luar jadwal latihan bersama komunitas. Saat ini, jenis biola yang dimainkan dalam komunitas ini baru violin. Jenis lain seperti viola belum bisa dimainkan. Teguh menjelaksan perbedaan viola dengan violin adalah ukuran dan suara yang dihasilkan. Violin memiliki ukuran yang lebih besar dibanding viola dan menghasilkan suara yang lebih bass. Keunikan biola dibanding alat musik lain adalah bentuknya yang klasik. Biola juga tak seperti gitar yang bisa timbul akhord jika dimainkan. Biola hanya punya satu nada. Tidak ada pelatih khusus di komunitas ini, mereka belajar secara otodidak. Beberapa anggota memang ada yang mahir dalam membuat nada, mereka itulah yang kemudian mengajari anggota lainnya yang baru mengenal alat musik biola. Sebagian not lagu diperoleh dari google, sebagian lagi mereka membuat sendiri. Beberapa lagu yang pernah dibawakan adalah lagu dangdut iwak peyek. Untuk dapat bermain biola, anggota baru dari komunitas ini

Bent u k konsistensi Komunitas Biola adalah seringnya mendapat undangan untuk tampil. Dalam sekali tampil, para personalia membutuhkan waktu dua hingga tiga minggu untuk latihan. Para personil juga akan dibagi dalam beberapa grub, seperti biola 1,2,3, dan 4. Pembagian itu disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing personil. “Mereka yang baru belajar pasti dapat yang lebih ringan,� imbuh Teguh. Tidak ada persyaratan khusus bagi anggota yang ingin tampil di ber-

bagai event, hanya mereka yang bisa hadir dan ikut latihan untuk penampilan yang akan diikutkan. Adakalanya saat mereka tampil, mereka mendapatkan fee sebesar 500 ribu rupiah hingga satu juta rupiah, tergantung siapa yang mengundang. Berbagai kolaborasi juga pernah mereka lakukan. Seperti menggandeng Maourisio, seorang pianis asal Italia yang sudah tiga kali berkolaborasi dengan komunitas biola. Komunitas biola juga mendapat undangan untuk pentas di Pringsewu dalam festival Bambu Nusantara ke IX pada November lalu, juga undangan dari Gubernur Lampung untuk tampil berkolaborasi dengan gamolan prodi seni Unila. Bisa bermain biola sejak duduk di Sekolah Menegah Atas (SMA) membuatnya tertarik untuk bergabung dengan Komunitas Biola, Anggun yang sekarang seorang mahasiswi Politeknik Lampung bergabung dengan Komunitas biola, selain menyalurkan hobi juga sebagai pengisi waktu luangnya. Selain Anggun, Aji Wijaya, mahasiswa Universitas Darmajaya ini mengatakan tertarik bergabung dengan Komunitas Biola karena ingin mencoba alat musik yang lain. Menurutnya, biola berbeda dengan alat musik lainnya. Dirinya mengaku sudah bergabung di komunitas ini sejak November 2014. Tampil dalam gelaran seni yang diadakan Prodi Seni Tari Unila menjadi penampilannya yang kelima belas kali sebagai anggota Komunitas Biola. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Komunitas

Stand Up Comedy Lampung,

Ilustrasi Retnoningayu Janji Utami

Tak Sekadar Lucu Oleh Yola Septika

P

andai melihat peluang dalam dunia hiburan di Lampung, Bung Dolop dan kawankawan berhasil menggagas sebuah komunitas yang kemudian dinamai Stand Up Comedy Lampung (SUCL). Sebagai sebuah komunitas, SUCL konsisten menyajikan hiburan berupa lawakan bagi penikmatnya. Bagi sebagian orang yang kurang menyukai hiburan di televisi, SUCL menyuguhkan hiburan yang bisa dibilang berbeda dari acara lawakan kebanyakan di Indonesia. SUCL sendiri bertujuan untuk mengungkapkan kegelisahan dari setiap orang yang ingin me足 ngungkapkannya, kemudian dibumbui dengan lelucon. Komunitas ini juga memiliki visi dan misi untuk

Kritikan penuh pesan moral tak selalu membosankan untuk didengar, karena stand up comedy dapan menjadi wadah untuk menyampaikan kritikan sosial dengan muatan humor yang segar. memperkenalkan Lampung ke depannya. Melihat banyak dari para pemuda Lampung yang memiliki potensi untuk menghibur khalayak. Sejak terbentuk Desember 2011, SUCL yang beranggotakan sepuluh anggota, kini sudah ber足 anggota 30 komika yang siap meramaikan panggung hiburan

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Lampung. Dalam setiap open mic (baca: tampil di panggung) tema yang dibawakan bebas, tak ada batasan kecuali suku, adat, ras, dan agama (SARA). Namun beberapa tema komika seringkali mengangkat isu SARA yang bertujuan untuk mengungkapkan kegelisahan dalam bentuk guyonan. SUCL juga kerap mengadakan event rutin seperti open mic setiap Jumat di Warung Nongkrong, Bandarlampung. Pada event ini komika dan penonton bisa lebih dekat. Selain open mic, ada juga acara Stand Up Goes to School tiap seminggu sekali. Melalui acara itu, mereka menjaring siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), bagi peserta yang masuk tiga besar akan dimasukkan

| 49


Komunitas

50 |

sekitar Lampung. Seperti begal, kekerasan saat orgen dangdut, dan logat Lampung yang khas yang kemudian dikenal lebih luas oleh khalayak. Hal ini otomatis membawa Lampung lebih dikenal oleh masyarakat luas. Newendi mengaku awal ketertarikannya dengan dunia komedi adalah saat menonton beberapa video stand up comedy Raditya Dika. Sejak saat itu, Newendi mulai menulis materi untuk stand up comedy. Namun, saat itu di Lampung sendiri belum ada komunitas yang menampung kreativitasnya. Tak lama dari itu, lewat media sosial twitter, ia mendapat informasi bahwa ada kesempatan open mic dan Newendi tak menyianyiakan kesempatan tersebut. ”Itu pertama kali saya mengudara di panggung,” tuturnya “Pertama kali open mic, nge­ boom. Tapi karena udah komit, lucu nggak lucu tetap lanjut,” tuturnya. Ia ingat hingga tujuh kali ia open mic baru ada penonton yang tertawa. Tapi sampai saat itu, Newendi hanya menjadikan stand up comedy sebagai hobby. Hingga di tahun 2013, ada stand up comedy festival yang diikuti ratusan komika professional di Indonesia. Dari sanalah, Newendi bertekad untuk mendalami kancah hiburan. Meninggalkan pekerjaannya demi menjadi komika. Hingga awal 2014, ia masuk Stand Up Comedy Indonesia (Suci) 4 di Kompas TV. Di tahun berikutnya, Newendi masuk di stand up comedy academy di Indosiar dan masuk sepuluh besar. Menurutnya menjadi komika ada tantangan tersendiri yakni harus membawa

citra positif untuk Lampung.“Supaya bukan cuma begal dan Andika Kangen Band saja yang dikenal,” katanya. Saat ditemui di Warung Nongkrong, salah satu komika bernama Mufid memberikan beberapa tips, agar para komika dapat terus tampil di event. Menurutnya komika harus sering latihan dan sering manggung. “Yang paling penting manggung, karena kalau sudah menguasai panggung, apa saja enak,” tutur komika yang masih duduk di bangku kelas 2 SMA ini. Fatih Andhika, salah satu komika yang aktif di SUCL menjelaskan untuk membuat materi dimulai dari observasi pengamatan. Pada tahap itu komika dituntut untuk memiliki kejelian dan kepekaan akan lingkungan sekitar. Selain itu, komika juga dituntut untuk kritis. Hasil dari observasi ditulis, dan dicoba ke beberapa teman. Jika teman tersebut menyukai atau merasa terhibur, baru materi tersebut dikatakan layak untuk dapat dibawakan ke panggung event. “Apa yang dilakukan komunitas ini tentunya berfokus menampilkan pesan yang dibungkus hiburan. Pesan tersebut tentunya harus dibuat secara matang dalam pesan yang akan disampaikan,” tutur Fatih. Menurutnya, untuk merampungkan materi tidak ada waktu pasti. “Tergantung komika, kalau saya tergantung mood. Bisa satu minggu, kalau lama bisa satu bulan,” tuturnya. Ia mengaku kesulitan membuat materi ada di sense of humor yang tidak menentu. Fatih juga menambahkan, sebaiknya komika membawakan materi yang mengandung pesan moral agar apa yang didengar penonton dapat bermanfaat tapi tetap mengandung humor. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Repro.

ke Stand Up Nite. Selama menjalankan Stand Up Comedy Goes to School, antusias dari siswa pun beragam, beberapa bahkan ada yang melanjutkan hingga ke open mic. Acara lain yang tak kalah seru yaitu Stand Up Nite (SUN) yang dibawakan tiap setahun sekali. SUN merupakan acara akbar dari komunitas ini, karena dibawakan setahun sekali dan tentunya menghadirkan materi yang lebih menghibur. Salah satu anggota, Achan mengatakan SUCL tetap harus bertahan, karena komunitasnya itu menjadi wadah hiburan dan latihan bagi para komika yang ingin terus berkembang. Ia juga mengatakan jika i­ngin bergabung di SUCL, setidaknya sudah tiga kali open mic dan membawakan materi yang orisinil. “SUCL terbuka untuk semua kalangan dan umur. Bagi yang ingin bergabung bisa mengunjungi Warung Nongkron tiap Jumat malam untuk open mic,” jelasnya. Anchan juga menjelaskan, yang membedakan stand up comedy dengan acara lawak lainnya adalah materinya. Materi yang di bawakan di stand up comedy, menurutnya bukan sekadar lelucon belaka. Ada kegelisahan yang sama antara komika dengan penonton yang kemudian dapat terjawab. Beberapa komika asal Lampung bahkan sudah menembus televisi nasional . Membawakan tema ke-Lampungan yang khas membuat Yoyo Cedal dan Newendi Septian menjadi komika yang memiliki karakter kuat dan makin unik. Newendi biasanya membawakan materi yang mengangkat isu sosial dan keresahan lainnya yang ada di


Budaya

Begawi, Gelar Sutan untuk Pangeran Oleh Khorik Istiana Foto-foto Khorik Istiana

Begawai menjadi gelaran adat paling besar di Lampung. Bagi Lampung Pepadun, begawai merupakan adat pengambilan gelar sesuai dengan garis keturunan sang ayah.

M

alam itu Mira Olivia (24), putri sulung Sutan Bandar Mergo memakai baju putih adat Lampung dengan riasan siger berwarna perak duduk menunggu dengan cukup gelisah, senyuman tak pernah luput dari wajah Muli itu-julukan untuk gadis Lampung. Hingga yang ditunggu-tunggu pun datang. Kutamaro selaku penglaku aris memasuki rumah Sutan Bandar Mergo kemudian memasang po-

sisi kuda-kuda di depan Mira dan memegang keris yang diangkat di muka, kemudian dengan lantang ia pun menyampaikan niatnya untuk menjemput Mira. Mira dan Kutamaro pun menunggu keputusan sang sutan yang menjadi pangan tuho-orang yang paling tua dalam adat suku Kunang Lampung Abung Siwomigo. Sang Sutan pun menjawab maksud penglaku aris tersebut, kemudian kembang api pun din-

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

yalakan, menandakan bahwa muli aris nomor satu itu telah berhasil dijemput dan dibawa ke sesat-rumah adat Lampung. Waktu sudah menunjukan pukul 21.12 WIB, namun masih ada delapan muli aris yang masih di rumah masing-masing dan harus dijemput untuk dibawa ke sesat, di acara ini sesat diwakili dengan menggunakan pelataran rumah yang didekor adat Lampung karena belum adanya sesat

| 51


Budaya di Desa Negara Ratu Wates Kec. Gunung Sugih Kab Lampung Tengah itu. Akhirnya, kesembilan muli aris tiba menggunakan kendaraan khusus yang disediakan oleh tuan rumah. Semua muli aris yang masuk sesat menggunakan pakaian adat Lampung serba putih, dipadu kain tapis dan siger berwarna kuning Kembang api dinyalakan kembali, menambah meriah susana

52 |

malam itu, menandakan bahwa acara begawi akan segera dimulai. Begawi sendiri merupakan acara pengambilan gelar, dalam adat Lampung pepadun, gelar yang diambil sesuai dengan garis keturunan ayah. Alunan musik talo pun mengiringi setiap muli aris yang memasuki sesat. Mereka masuk sesuai urutan kedudukan atau tahta. Tahta yang dimaksud dalam adat Lampung ini merupakan ratu, ra-

jou, pangeran, dan sutan. Tempat duduk yang disediakan juga sudah diatur adat sesuai gelar muli aris dan mekhanai aris masing-masing. Para muli selanjutnya akan menari, diantaranya yaitu Nari Diunggak Talam. Tiap muli akan naik ke atas talam atau nampan dari kuningan, talam akan dipegangi oleh dua orang agar muli yang menari bisa menjaga keseimbangan. Selain itu mereka juga menari Ngayak Talam, kali ini muli tidak menaiki talam, mereka hanya menari di depan talam masingmasing. Semua perempuan yang hadir wajib mengenakan buhinjang atau sarung. Buhinjang yang digunakan juga berdasarkan statusnya. Seorang gadis akan memakai buhin足 jang setengah dia tas lutut, sedangkan ibu rumah tangga akan mengenakan buhinjang sampai mata kaki. Haram hukumnya bagi perempuan yang tidak menggunakan buhinjang memasuki sesat. Tempat duduk laki-laki dan perempuan pun dipisah, hal ini juga sudah diatur dalam tata adat Pe足 padun. Acara begawi itu dipimpin oleh dua tokoh adat yakni Sutan Raja dan Sutan Penyimbang Bumi, serta dipandu Sutan Bandar Mergo. Acara dimulai dengan sirih pinang atau ucapan pembukaan yang dibacakan salah satu tokoh adat, dilanjutkan dengan pembacaan panggeh Abung Siwo Migo. Panggeh yang dibacakan, merupakan panggeh yang telah dibakukan dan dibukukan oleh para tokoh adat. Para muli aris dan mekhanai aris kemudian menari dalam rangka penyambutan.

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Budaya

Muli aris yang menari juga diururtkan berdasarkan tahta, seperti para muli aris dengan gelar keluarga sutan akan menari terlebih dahulu, kemudian disusul pangeran, rajou, dan terakhir ratu. Ada 47 muli dan 47 mekhanai yang hadir, tiga diantaranya merupakan tamu dari Liwa, pakain adat yang digunakan terlihat berbeda dari muli lainnya. Setelan berwarna merah dan hitam terlihat mencolok, ditambah siger dengan bentuk berbeda menandakan mereka memiliki adat Lampung yang berbeda. Sutan Penyimbang Bumi pun memanggil mekhanai aris untuk menari Penglaku Mekhanai. Dalam setiap tarian para muli dan mekhanai aris menari di tempat terpisah. Mekhanai aris menari berpasangan. Mengakhiri malam cangget agung itu, Sutan Penyimbang Bumi juga memanggil para tuho untuk menari Penglaku Tuho. Sebelumnya, tuan rumah, Sutan

Rajo Bangsawan sudah mengadakan Nyuwak Ghuppek, yang merupakan proses pemanggilan satu kampung untuk menyampaikan niat ingin melaksanakan begawi. Kemudian, prosesi yang dilaksanakan setelah Nyuwak Ghuppek sendiri yaitu Turun Puserah Gawi, dalam hal ini seperti menurunkan berita acara untuk masyarakat bisa berembuk untuk mencapai mufakat. Mereka menentukan hari puncak atau cangget acara begawi tersebut. Menurut Sutan Penyimbang Asal, selain acara cangget agung, masih ada acara turun mandei, dalam adat seorang yang akan mengambil gelar, pada malam cangget tersebut ia sudah mendapatkan gelar pangiran. Acara turun mandei ini dilaksanakan di Lunjuk Kayo Agho. Mempelai wanita akan duduk di lunjuk kayu agho, sedangkan mempelai lakilaki akan ngingel tarian. Setelah acara turun mandei selesai, acara akan dilanjutkan

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

dengan munggah bumei. Acara ini melibatkan sutan yang mau turun tahta dan pengiran yang akan naik tahta. pangiran yang akan naik tahta akan turun dari rumahnya, diusung jepano dengan lawan nari, kemudian akan dibawa untuk memutari pusiban sebanyak tujuh kali putaran. Baru setelahnya pangiran akan diturunkan di tempat dia ngin足 gel sutan dengan lawan narinya disaksikan dengan penyimbangpenyimbang. Kemudian setelah semua prosesi itu gelarnya pun diresmikan. Dalam adat Lampung istilah untuk meresmikan gelar disebut dicacak. Acara belum usai disitu, sang Sutan akan digotong memasuki sesat untuk dinaikkan ke pepadunnya. Sutan akan turun dari pe足 padunnya dan digantikan oleh anaknya yang menerima gelar sutan. Prosesi naik tahta dan turun tahta itu disaksikan oleh para penyimbang adat. Barulah setelah itu acara begawi selesai digelar.=

| 53


Kuliner Lapis Legit Kuliner Tradisional Selalu Digemari Oleh Wawan Taryanto Foto-Foto Wawan Taryanto

Pembuatannya yang masih tradisional, bahan-bahan yang mahal, dan memakan waktu yang lama, membuat lapis legit menjadi kue yang digemari masyarakat Lampung untuk disuguhkan dalam acara-acara adat Lampung.

D

i Jawa lapis legit lebih dikenal sebagai jajanan pasar yang murah dan mudah didapat. Namun, di Lampung lapis legit merupakan kue yang memiliki harga yang cukup mahal, tak semua toko kue menjual kue lapis satu ini. Selama ini, kue dengan rasa yang begitu legit ini hanya diproduksi oleh industri rumahan. Seperti, Yuliawati (34), ibu rumah tangga yang membuka bisnis lapis legit di rumahnya. Siang itu, di halaman samping rumahnya yang beralamat di Waydadi, Sukarame, Bandarlampung, Yuli sibuk menghidupkan api dalam tungku kayu. Ia hendak membuat lapis legit pesanan pelanggannya. “Alat-alat buat lapis legit sebenernya dikit, cuma tutup tanah liat dua buah, tungku kayu, loyang, daun pisang, dan gelas yang memi-

54 |

liki bagian bawah yang rata,” jelas Yuli sembari menyiapkan adonan lapis legit. Secara teknis, pembuatan lapis legit Lampung memang cukup unik dan memakan waktu lama. Untuk membuat satu loyang lapis legit dibutuhkan waktu empat hingga enam jam, tergantung pada nyala api dan panas yang diserap tungku dan tutup tanah liat. “Yang menjadikan pembuatannya lama ya karena tiap lapis itu tipis dan harus matang secara merata,” tambah Yuli. Setelah api di tungku siap, Yuli pun mulai memanaskan tutup panci yang terbuat dari tanah liat. Setelah dirasa cukup panas, Yuli pun meletakkannya di atas loyang berisi adonan. Kemudian ia memanaskan lagi tutup tanah liat, menuangkan lagi adonan ke loyang yang

sama, dan menutupnya dengan tutup tanah liat yang sudah dipanaskan kembali. Sesekali Yuli meratakan adonan yang bentuknya cembung di tengah dengan pantat gelas. Kemudian kembali ia memanaskan tutup tanah liat, menuangkan adonan dengan hati-hati, begitu seterus­nya hingga beberapa kali. Proses itu yang membuat lapis legit berlapis-lapis. Daun pisang digunakan untuk menutup lapisan sudah matang sebelum ditutup dengan adonan lagi, ini dilakukan agar setiap lapisan matang merata. Yuli mengatakan, pembutan lapis legis seharusnya menggunakan telur itik, namun ia menggantinya dengan telur ayam. Karena jika menggunakan telur itik, pembuatan lapis legit akan sangat mahal. Sedangkan bahan-bahan lainnya

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Kuliner sama dengan resep aslinya, yakni gula, susu, vanili cair, mentega, dan sedikit tepung. “Sebenarnya, dulu memasak lapis legit itu menggunakan kayu kopi. Karena saat ini sudah mulai langka, jadi pakai kayu biasa. Namun kita dapat menambahkan minyak ambon pada adonan, supaya lapis nantinya wangi seperti dimasak dengan kayu kopi,” tambah Yuli. Lapis legit Jawa sebenarnya memiliki bahan-bahan yang serupa dengan lapis legit Lampung. Bedanya, lapis legit Jawa mengunakan kuning telur dan tepung sebagai bahan utamanya, sedangkan lapis legit Lampung menggunakan telur utuh sebagai bahan utamanya. Tepung hanya sebagai pelapis loyang agar lapis legit tidak menempel ketika ditiriskan. Dalam penggunaan susu, lapis legit Lampung menggunakan susu kental manis putih, sedangkan Jawa me­ ngunakan susu bubuk. Dengan kata lain, lapis legit Lampung me-

miliki adonan telur, sedangkan Jawa memiliki adonan bolu. Karena perbedaan bahan, rasa dan teksur antar keduanya tentu jelas berbeda. Lapis legit Lampung lebih basah dan lebih manis dibanding lapis legit Jawa. Tapi ja­ ngan salah, meski memiliki tekstur lebih basah, lapis legit Lampung cukup awet untuk disimpan dalam waktu seminggu. Begitupula dengan rasa manisnya, meski hanya gula dan susu, namun proses pembuatannya membuat lapis legit Lampung ini memiliki manis yang optimal, meski sangat manis namun tidak membuatnya kemanisan. Usai melalui proses yang begitu lama, lapis legit yang dibuat Yuli pun siap untuk diantar ke pemesan. Sebagai orang Lampung asli, Yuli cukup tahu bahwa lapis legit adalah resep tradisional milik suku Lampung. Warga asli Way Kanan itu menceritakan bahwa lapis legit merupakan kue yang dibuat oleh masyarakat Way Kanan.

Proses pembuatan lapis legit dengan tungku kayu.

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Berawal dari masyarakat Way Kanan yang dulu mayoritas adalah peternak itik. Hampir di setiap rumah memiliki itik. Mereka pun kebingungan dengan hasil terul itik yang melimpah. Mereka memutuskan membuat olahan makanan menggunakan telur-telur itik itu. “Akhirnya, muncullah lapis legit hasil olahan masyarakat Way Kanan,” kata Yuli. Mulai saat itu, masyarakat Way Kanan kerap menghadirkan lapis legit sebagai suguhan dalam banyak acara adat, seperti acara pernikahan, sunatan, hari besar agama, hingga upacara penyembahan tamu. Dari situ lapis legit secara perlahan menyebar ke seluruh Lampung, hingga dikenal seperti sekarang. Meski sudah cukup dikenal masyarakat, di Lampung sendiri, makanan tradisional ini masih bersifat home industry yang masih memiliki lingkup usaha yang kecil. “Kayaknya belum ada yang produksi massal. Meskipun ada, itu bukanlah lapis legit asli Lampung. Kalo yang asli, kebanyakan emang masih pesenan, karena pengerjaannya yang lumayan lama, dan harus memakai alat tradisional supaya rasa khasnya muncul,” ujar Yuli. Kandungan telur yang cukup banyak, membuat lapis legit Lampung memiliki kadar kalori yang tinggi. Satu iris lapis legit bisa me­ ngandung 400 kkal. Bagi yang menjalani program diet, lapis legit ini tak baik untuk dikonsumsi. Proses yang cukup lama dan bahan yang cukup mahal, membuat harganya cukup mahal. Satu loyang lapis legit setidaknya dijual 200 ribu ­rupiah.=

| 55


Sejarah

Jejak Jawa di Tanah Tapis Oleh Hayatun Nisa Fahmiyati Foto-foto Hayatun Nisa Fahmiyati

Dua patung lembu yang menarik ‘luku’ atau alat pembajak tradisional itu diletakkan di tengah ruangan lantai satu Museum Nasional Ketrasnmigrasian, seolah siap maju untuk membajak lahan pertanian. Mungkin dari satu segi memang begitu. Memutar kembali sejarah transmigrasi di Indonesia, menjadi simbol trasnmigran yang mayoritas adalah petani.

56 |

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Sejarah

K

ala itu, ketika Belanda semakin maju akibat kekayaan yang melimpah dari hasil menjajah Indonesia selama 350 tahun, Indonesia mengalami kemiskinan dan kemerosotan tingkat hidup yang sangat parah. Kepincangan tersebut menggerakkan sekelompok cendikiawan dan pemuka masyarakat Belanda untuk mendirikan gerakan yang bertujuan mendorong pemerintah Belanda untuk mengembalikan atau membayar utang budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pada tahun 1899, seorang revolusionis kolonial Conrad Theodore van Deventer menulis artikel dalam majalah De Gids, berjudul Een Eereschuld (Utang Kehormatan). Tulisannya itu berisi angka-angka konkret yang menjelaskan kepada masyarakat Belanda, bagaimana mereka menjadi negara yang makmur dan maju merupakan hasil dari kolonialisasi yang berasal dari daerah jajahannya, Indonesia. Lewat tulisannya, Deventer menganjurkan pemerintah Belanda untuk mengembalikan sebagian dari keuntungan yang diperoleh dari Indonesia. Caranya dengan menggunakan sisa anggaran belanja negara sejak tahun 1876 sebesar 176 juta Golden untuk membiayai pembangunan di Indonesia. Pada tahun 1900, pemikiran politik Deventer yang kini dikenal dengan Trilogi van Deventer itu mulai diterapkan pemerintahan Hindia-Belanda (Indonesia), tiga cara tersebut yaitu irigasi, edukasi, dan migrasi. Pemerintah HindiaBelanda pun melakukan pemindahan rakyat Jawa untuk keluar Pulau Jawa.

Bola besi empat rantai atau bola peluru dulu digunakan sebagai alat bantu pembukaan lahan untuk persiapan pemukiman transmigrasi di Provinsi Lampung pada tahun 1954 - 1964.

1905 menjadi tahun pertama pemindahan, kolonial atau sebutan transmigran di zaman kolonialisasi Belanda pertama dikirim ke Provinsi Lampung. Melalui pelbagai persiapan, pemindahan pertama berlangsung pada bulan November. Ada 155 kepala keluarga (KK) dari Desa Bagelen, Karesidenan Kedu, Jawa Tengah yang dikirim ke provinsi paling selatan di Pulau Sumatera itu. Program migrasi yang awalnya bertujuan menyejahterakan rakyat pribumi lewat pembukaan lahan mulai mengalami penyimpangan. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap, para imigran dijadikan kuli kontrak. Migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di lahan-lahan milik Belanda. Maka tak jarang banyak imigran yang melarikan diri. Pemerintah Belanda pun

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor. Kondisi tersebut membuat beberapa rakyat pribumi memberontak dan menyuarakan bahwa politik etis telah gagal dalam pelaksanaannya. Lambat laun proses migrasi semakin membaik, berkat metode selekasi yang semakin baik, serta lokasi pemukiman yang jelas, jumlah penduduk yang bermigrasi terus meningkat. Pada tahun 1930, jumlah imigran dari jawa mencapai tiga ribu jiwa. Namun, baru pada tahun 1950, masalah kependudukan baru diusahakan pemecahannya setelah pengakuan kedaulatan rakyat Indonesia. Untuk pertama kalinya, Pemerintah Republik Indonesia (RI) mengirimkan 23 KK ke Desa

| 57


Sejarah Bagelan, Gedong Tataan, Lampung Selatan pada 12 Desember 1950 yang kemudian diperingati sebagai Hari Bhakti Transmigrasi. Sejak saat itu, masalah kependudukan menjadi masalah yang diprioritaskan penyelesaian­ nya. Pelaksanaan transmigrasi diatur dalam undang-undang. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, melalui penyebaran penduduk yang seimbang demi pengembangan sumber daya alam. Penyiapan daerah penerima di­ siapkan dengan matang. Persiapan daerah penerima tidak hanya menyangkut lahan dan perumahan bagi transmigran, tapi juga prasarana perhubungan, jalan, dan fasilitas lainnya. Sarana ibadah dan sarana pendidikan telah disiapkan di pemukiman. Pertumbuhan transmigrasi ternyata mendorong pertumbuhan daerah penerima. Lampung pun se-

makin mengalami kemajuan dalam banyak bidang terutama bidang pertanian dan perkebunan. Investasi mulai berkembang sejalan dengan tumbuhnya daerah-daerah pemukiman baru. Kedatangan tenaga terampil dan produktif dalam jumlah besar langsung memutar roda ekonomi setempat. Museum sebagai Pengabadian Sejarah Museum Nasional Ketransmigrasian dibangun pada 12 Desember 2004 bertepatan dengan Hari Bhakti transmigrasi ke-54, pemba­ ngunan tersebut diinisisasi oleh Prof, Muhajir Utomo yang kala itu masih menjabat Rektor Universitas Lampung (Unila). Tujuan pembangunan itu adalah untuk mengabadikan sejarah transmigrasi di Indonesia. Menurut Eko Sunu Sutrisno selaku Kepala Bagian Pelayanan Museum Nasional Ketransmigrasian, dengan alasan historisnya,

Wayang kulit dari Jawa Timur.

58 |

Desa Bagelen dipilih sebagai lokasi pembangun. Bagunan megah berlantai dua bersimbol Siger mengkilap di bagian atas beranda akan menyapa para pengunjung saat tiba di pintu gerbang museum. Di bangian luar gedung yang bercat putih gading itu dihiasi ornamen gajah Lampung yang dipadukan ukiran khas Jawa di bagian pintu masuknya. Suasana Jawa makin terasa ketika memasukinya, selain patung lembu pembajak sawah, di lantai satu terdapat beberapa ruangan koleksi yang berisi seperangkat gamelan dan wayang golek. Berse­ belahan dengan ruang gamelan, terdapat perpustakaan yang dilengkapi beberapa komputer dan buku sejarah. Furnitur tempo dulu berupa meja tamu, lemari, serta tempat tidur terbuat dari besi ikut dipamerkan di ruangan lainnya. Museum itu juga menawarkan ruang auditorium yang ditata la­ yaknya bioskop agar pengunjung dapat menikmati film dokumenter sejarah trasnmigrasi di Indonesia. Ruangan berkapasitas 80 orang itu juga dilengkapi tempat duduk yang nyaman. Kawasan museum yang berdiri di lahan seluas 6,3 hektar itu tidak hanya diperuntukan bagi museum, terdapat juga sebelas anjungan yang tersedia, yaitu anju­ngan Bali, Jawa Timur, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Suriname. Kecuali Suriname dan Lampung, semua anjungan merupakan daerah asal warga transmigran. Museum ini merupakan satu-satunya museum transmigran yang ada di Indonesia =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


OPINI

VIRUS Repro.

BUDAYA (Pembangunan Manusia yang Berkarakter)

Muhammad Thoha Sampurna Jaya Dosen FKIP Universitas Lampung

S

ecara konseptual “kebudayaan” itu berkembang sebagai perwujudan tanggapan aktif manusia terhadap lingkungannya. Nilai-nilai, gagasan, dan keyakinan sebagai abstraksi pengalaman dalam menghadapi tantangan lingkungan hidup dalam arti luas, itulah yang kita definisikan sebagai kebudayaan. Manusia tergolong sebagai makhluk yang tata susunan jasmaninya masih umum (generalized form animal); berbeda dengan makhluk hewan (specialized form animal). Manusia masih serba canggung untuk hidup dalam lingkungan alam dalam menghadapi tantangan tertentu. Kelemahan jasmani inilah yang merangsang diri manusia untuk mengembangkan perlengkapan non ragawi (extra somatic tools), yang kemudian kita kenal sebagai kebudayaan. Dengan demikian, manusia mengembangkan kebudayaan sebagai penyambung kesederhanaan jasmaninya yang bersifat umum tersebut. Pesatnya perkembangan ilmu

dan terobosan teknologi serta makin luasnya cara pandang merupakan hasil budaya manusia yang berkembang akibat proses interaksi dan komunikasi dengan lingkungan. Manusia termasuk makhluk hidup yang tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan budaya; hal inilah yang memacu dan memicu setiap manusia untuk lebih dinamis dalam beraktivitas. Dinamika dan daya dorong, baik dari dalam maupun dari luar dirinya - bagaikan virus - yang tumbuh dan bekembang secara cepat keseluruh aspek kehidupan. Virus – secara umum - diartikan oleh sebagian mayarakat sebagai makhluk kecil yang berkonotasi negatif, namun dalam hal ini pengertian virus adalah kebutuhan untuk lebih maju, lebih berprestasi, atau lebih banyak berkarya (need for Achivement = n.Ach). Budaya Lampung dan Pembangunan Secara historis, pengguna Budaya Lampung meliputi Daerah Lampung sampai Daerah Komer-

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

ing dan Kayuagung. Pada umumnya, budaya Lampung dapat dilihat dari aspek sikap dan perilaku serta pedoman hidup yang disebut pi’il pesengiri, juluk adek, nemui nyimah, nengah nyappur, dan sakai sambaian. Pi’il pesengiri berasal dari dua kata; yakni : pi’il mempunyai makna rasa (sifat dan sikap yang dipertahankan), sedangkan pesengiri berarti nilai, harga diri atau jati diri. Hal ini berarti pi’il pesengiri bermakna pantang mundur, tidak mau tertinggal, juga dapat berarti perangai, perbuatan, dan rasa malu. Dalam era globalisasi ini, yang penuh dengan persaingan secara ketat dan adanya kecenderungan ke arah budaya materialistis dan budaya jalan pintas maka mengembangkan budaya malu merupakan filter untuk menyaring dan menghindari intevensi budaya negatif lainnya. Dalam kaitan ini, nilai-nilai Budaya Lampung di atas sesungguhnya memberikan kontribusi dan memiliki potensi untuk menggerakkan serta meng-

| 59


OPINI

60 |

Ilustrasi Retnoningayu janji Utami

gairahkan pembangunan. Namun tidak kalah pentingnya kita harus mawas diri agar pembangunan itu tidak akan memberikan dampak negatif terhadap pelestarian fungsi adat-budaya tersebut. Adalah suatu yang sangat naif dan ironis bila pembangunan tersebut menimbulkan “disintegrasi� masyarakat Lampung dengan adat-budayanya. Pembangunan merupakan perilaku mengubah lingkungan, sehingga pembangunan tersebut akan memberikan dampak terhadap lingkungan sosial-budaya. Dampak tersebut memiliki dua sisi, yakni sisi positif dan sisi negatif. Dampak positif dapat berupa peningkaan kualitas dan harkat manusia, sedangkan dampak negatif dapat berupa benturan budaya, dapat melahirkan ketegangan sosial-budaya sehingga memunculkan konflik nilai maupun norma kehidupan. Untuk itu, diperlukan strategi dan kebijakan pembangunan kebudayaan yang menciptakan suatu “virus� budaya. Virus budaya yang dimaksud adalah budaya kerja, budaya disiplin, dan budaya malu. Budaya kerja adalah suatu perilaku yang dinamis, selalu ingin berperilaku (bekerja) sebaikbaiknya dan menghasilkan indeks produktivitas yang tinggi. Indeks produktivitas tersebut tercermin dari karya-karya yang optimal dan bermutu. Proses pembangunan budaya kerja merupakan proses suatu perubahan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Budaya disiplin adalah suatu sikap dan perilaku untuk tetap

konsisten dan konstan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Konsistensi dalam mempertahankan kedisiplinan tercermin pada komitmen kita terhadap pengembangan jati diri, baik secara individu maupun kelompok. Budaya disiplin tidak hanya tercermin pada tepat waktu, tetapi juga tercermin pada aktivitas lain, seperti disiplin anggaran, disiplin kerja, disiplin berlalu lintas, disiplin bicara, maupun disiplin lainnya. Budaya malu adalah sikap, sifat, dan pola serta gaya hidup yang lebih mengutamakan martabat dan jati diri sebagai manusia menjunjung nilai dan etika dalam berkehidupan sebagai anggota masyarakat. Budaya malu dapat ditumbuhkembangkan dalam semua aspek dan aktivitas serta interaksi dengan lingkungan. Seseorang merasa malu bila gagal dalam melaksanakan tugas, malu bila melakukan penyimpangan,

dan malu bila tidak disiplin dan tidak bekerja. Jika ketiga virus budaya tersebut dapat tumbuh dan berkembang sejalan dengan proses pembangunan, maka kemudian menjadi pedoman – sebagai kompas- bagi masyarakat pendukungnya; sudah barang tentu perkembangan budaya yang negatif dapat dikendalikan secara preventif maupun kuratif. Ketiga budaya tersebut akan terwujud dalam kehidupan masyarakat Lampung secara sinergis sehingga akan terjadi perubahan sikap dan perilaku serta gaya hidup mayarakat Lampung. Mengubah sikap, perilaku dan gaya hidup tersebut tidak ada pilihan lain kecuali melalui 3 (tiga) proses koreksi, yakni (1) koreksi sikap dan perilaku dan memiliki wawasan manusia sebagai makhluk berpikir dan memiliki nurani, (2) koreksi secara alami oleh mekanisme dan sistem lingkungan itu

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


OPINI sendiri, dan (3) koreksi budaya dengan memilih budaya yang ramah dan adaptif dengan lingkungan itu sendiri. Dengan gambaran seperti di atas, pemberdayaan lingkungan budaya masyarakat harus dilakukan secara berkelanjutan dengan usaha-usaha nyata, konkrit, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Melalui proses ini diharapkan potensi masyarakat akan terkuak dan inisiatif makin tumbuh dari “dalam” untuk melakukan pemberdayaan ke arah yang positif. Bantuan dari “luar” akan bertemu dengan aspirasi dari “dalam” sehingga menghasilkan proses pemberdayaan masyarakat dengan terlibatnya parti-

sipasi masyarakat dalam menumbuhkembangkan budaya kerja, budaya disiplin, dan budaya malu dengan ciri-ciri khas masyarakat itu sendiri. Strategi pemberdayaan lingkungan mayarakat berupa keterkaitan (linkage) antarpelaku pembangunan, keterkaitan antarsektor, antarwilayah, antarlembaga yang berlandaskan visi dan misi pembangunan itu sendiri. “Ego sektoral” atau ego wilayah yang menghantui dalam pelaksanaan pembangunan harus dihindari dengan cara pandang bahwa Daerah Lampung merupakan satu kesatuan yang utuh, suatu sistem lingkungan yang terbuka. Pembangunan memberikan

Iklan

IKLAN

dampak terhadap perubahan tata-kehidupan sosial-budaya. Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Oleh sebab itu, pengembangan “tri budaya” (yang berkembangbiak bagaikan virus) akan memberikan kontribusi percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik kesejahteraan fisik maupun kesejahteraan nir-fisik. Tanpa adanya strategi dan partisipasi masyarakat di atas, perubahan sosial-budaya akibat proses pembangunan akan menimbulkan kejut budaya (cultural shock) dan kejut sosial (social shock) yang dapat melahirkan “disintegrasi” manusia dengan lingkungannya.=



KARIKATUR


Lingkungan

Kampung Hijau untuk Lampung Hijau Oleh Khorik Istiana, Yola Savitri Foto-foto Wawan Taryanto

Setahun terbentuk, Kampung Hijau di Panjang Selatan diharapkan dapat menjadi p 足 ercontohan yang berhasil dan dapat diterapkan di daerah lainnya. Menanamkan pemahaman kepada 足warganya dijadikan fokus dalam usaha pelestarian lingkungan hidup.

64 |

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Lingkungan

S

iang itu, Senin (21/11) udara panas dan debu jalanan menyelimuti hampir seluruh bagian daerah Panjang. Hal yang lumrah ditemui untuk ukuran daerah industri dan pelabuhan dagang. Namun, di tengah kegersangan Panjang, memasuki Jalan Selat Malaka III, Gang Kiter 1, Panjang Selatan suasana tampak berbeda. Pemandangan tampak segar, beberapa pohon rindang menghiasi pekarangan rumah warga. Di depan gang terpampang jelas gapura dengan plang bertuliskan Kampung Hijau. Beberapa pohon buah seperti anggur, mangga, kedondong, dan jambu air tampak berderet rimbun. Tiga kotak sampah berbeda (organik, anorganik, dan bahan beracun berbahaya) ditata rapi di setiap rumah. Gang Gliter merupakan

tempat percontohan Kampung Hijau. Berawal dari perkumpulan Rukun Tetangga (RT) se-Panjang Selatan pada 2009 yang membahas masalah perubahan iklim. Tercetus ide pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga lainnya. Rini Murtini (54) yang saat itu berinisiatif untuk membuat sebuah perkampungan hijau. Ia memberanikan diri untuk berbicara dengan Mitra Bentala, Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Beberapa proses pun dilakukan pihak Mitra Bentala untuk mengajukan wilayah gang Kiter 1 sebagai percontohan Kampung Hijau. Hingga akhirnya pemerintah Kota Bandaralampung setuju dengan pembangunan Kampung Hijau di Panjang

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Selatan. Rini yang mengaku mencintai lingkungan itu, menjadi pengelola harian Kampung Hijau yang diresmikan pada Agustus 2014 itu. Hal tersebut tak luput dari pendampingan dari Mitra Bentala. Rumahnya yang ada di Gang Kiter itu dijadikan sebagai pusat segala kegiatan Kampung Hijau. Sesuai namanya, Kampung Hijau memiliki kegiatan cinta lingkungan. Mulai dari bank sampah, Laskar Hijau, rumah belajar, menanam bunga dan menanam pohon sebagai usaha penghijauan di lingkungan sekitar. Kampung percontohan ini juga fokus pada permasalah utama yaitu sampah. Berbagai kegiatan seperti daur ulang sampah, pembuatan pupuk organik, dan bercocok tanam menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari warga Kam-

| 65


Lingkungan

pung Hijau. Sedangkan Laskar Hijau merupakan aktivitas intervensi ke anak-anak dengan menanamkan pemahaman lingkungan dengan metode sekolah lapangan. Di ruang tamu rumah Rini yang bercat hijau itu, terpajang rapi beberapa baju daur ulang sampah. Berdiri sejak 2009, rumah hijau yang dibantu Mitra Bentala dalam pengembangannya tersebut mampu bertahan dan tetap eksis hingga kini. Setiap minggu, para laskar hijau yang terdiri dari anakanak daerah sekitar berkumpul dan belajar bersama. “Dari 5 jadi 40 anak,” ujar Rini. Banyak yang dilakukan untuk mengajari anak-anak tersebut paham akan pelestarian hidup hijau Mereka diajak ke pinggir laut untuk dikenalkan bau sampah dan diajarkan memanfaatkan sampah untuk mendapat nilai ekonomis dari sampah. Selain itu, Laskar Hijau juga diharuskan membawa sampah anorganik dari rumah. Sampah

66 |

tersebut kemudian ditimbang dan dikembalikan dalam bentuk buku tabungan dengan nominal sampah tersebut. Nantinya, tabungan uang sampah itu, dibawa ke lapak sampah untuk ditukar saat sudah terkumpul cukup banyak. Para ibu rumah tangga pun diajarkan membuat kerajinan dari sampah yang dikumpulkan. Musdalifah salah satu warga Kampung Hijua, saat ditemui di rumahnya, terlihat tengah asyik membuat manisan dari jambu air. Mus membenarkan bahwa setiap minggunya selalu diadakan kumpul bersama. Ia mengaku sudah mengikut program Kampung Hijau sejak awal. Menurut Mus, sejak berdirinya Kampung Hijau, warga selalu mendukung. Melalui Mitra Bentala, Pemerintah Kota (Pemkot) turut mendukung kegiatan yang ada di Kampung Hijau dengan memberikan bantuan mulai dari pengolahan sampah (kotak sampah), bantuan mesin pencacah, tana-

man, mainan anak-anak, buku bacaan dan bibit pohon. Rini menjelaskan, meski warga Kampung Hijau sudah memiliki kesadaran untuk menghijaukan lingkungannya, bukan tanpa rintangan untuk mengajak warga terus ikut berpartisipasi dalam tiap kegiatan cinta lingkungan. “ya seperti menaruh tanaman di depan rumah dan rutin bersih-bersih,” ungkap Rini. Rini mengaku belum semua masyarakat setempat bergabung dalam gerakan Kampung Hijau. Warga pun kurang memahami bahwa inti dari dijualnya sampah tak lain untuk memelihara lingkungan, sedangkan uang hasil penjualan hanyalah bonusnya. Respon dari aparat pemerintah memang belum terasa, maka untuk memperluas jangkauan Kampung Hijau masih terasa sangat lamban. Rini merasa kurang punya kekuatan dalam menggerakkan warga. Peran pamong desa pun tidak terlihat. Rini berharap Kampung Hijau bisa diterapkan juga di daerah-daerah lain di Lampung, hingga terbentuk Lampung Hijau. Selanjutnya, tak hanya bank sampah, tetapi Kampung Hijau bisa memberikan bantuan kepada warganya dalam bentuk simpan pinjam yang akan disosialisasikan selanjutnya. “Mereka bisa meminjam uang dan nanti bisa dibayar dengan sampah misalnya. Berarti saya harus punya modal. Ada sampah yang bisa dijual ada juga sampah yang harus diperkenalkan dengan mereka,” tambahnya. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


SISI LAIN

Mengayuh Rezeki di Tengah Kota Oleh Fitria Wulandari Foto Fitria Wulandari

Sulitnya mencari pekerjaan di Bandarlampung membuat perantau asal Jawa ini harus menjadi tukang becak selama 35 tahun. Kini, di usiannya yang lebih dari setengah abad, ia masih harus mengayuh becak demi menyambung hidup.

S

enin sore (21/12), di bawah rintik hujan, seorang lakilaki tua dengan topi hitam di kepala, terlihat sedang duduk bersila dalam becaknya. Tatapannya kosong, terlihat seperti sedang melamun. Kulitnya hitam, tubuhnya kurus hingga tulang pipinya terlihat jelas. Pakde, begitu sapaan akrab Suparman. Ayah dari lima anak ini, memang sering mangkal di parkiran Pasar Tugu Bandar Lampung. Mengayuh becak sedari pagi dan baru pulang larut malam adalah rutinitasnya selama 35 tahun. Ia harus bekerja untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Saat usianya masih remaja, pakde bekerja sebagai buruh pabrik roti di Jawa. Akibat perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, membuat pakde diberhentikan. Sempat ia menganggur dan kesulitan mencari pekerjaan. Suparman merupakan perantau asal Jawa yang memutuskan pindah pada tahun 1979. Merasa kesulitan mencari pekerjaan di Bandar Lampunng akhirnya mau tidak

mau pakde memilih menjadi tukang becak. “Daripada menjadi pengangguran, lebih baik saya membecak mbak,” tuturnya lembut. Menggunakan becak bukan milik sendiri mengharuskan pakde menyetor uang stiap harinya pada pemilik becak. Pertama kali membecak tahun 1980, pakde harus menyetor uang 700 rupiah sampai 1.000 rupiah per harinya. Hingga saat ini, setiap harinya pakde harus menyisakan pendapatan membecaknya sebesar 5.000 rupiah per hari. Penghasilan yang tidak menentu membuat pakde dan anaknya harus tetap sabar dalam menghadapi kehidupan. Kesulitan membesarkan anak serta hidup serba kekurangan, tidak membuat pakde kecewa, sedih, ataupun mengeluh. “Ya, saya ndak mau mengeluh mba, buat apa? Sudah nasibnya begini, jadi pasrah terima saja keadaan,” ungkap pakde. Di usia 59 tahun, pakde semakin hari semakin merasa kesulitan mengayuh becaknya. Mudah

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

lelah, itulah yang dirasakannya saat ini. Pakde yang sudah seringkali dilarang dan di suruh berhenti bekerja oleh anak-anaknya itu, tetap saja memilih untuk bekerja. Ia yang sudah lama ditinggalkan oleh almarhumah istrinya itu, memilih hidup sebatang kara. Karena tidak mampu untuk menyewa kamar kos atau kontrakan. Ia memilih tinggal di garasi mobil salah satu temannya. Tidur tanpa kasur, selimut, dan bantal sudah menjadi hal yang biasa baginya. Meskipun sudah tua, ia tetap ingin hidup mandiri tanpa harus merepotkan orang lain. Tidak pernah ia mau berhenti bekerja. Takut menyusahkan anak, katanya. Laki-laki renta itu amat berharap dapat menikmati dan menghabiskan masa tuanya dengan berdagang di kios kecil-kecilan. Menurutnya, meskipun tak seberapa asalkan bisa menabung sedikit demi sedikit. “Karena menjadi pengangguran itu tidak enak. Membuat pikiran menjadi stress,” ujar pakde sambil ­tersenyum. =

| 67


INFO BEASISWA

Beasiswa KSE untuk Unila Oleh Ayu Yuni Antika

berian bantuan finansial pada mahasiswa yang membutuhkan. Bantuan tersebut berupa; kebutuhan hidup, buku, internet, dan lain sebagainya. Kedua, Beasiswa Unggul yang merupakan pengembangan kompetensi mahasiswa unggul dalam mengembangkan kemampuan diri, profesional, dan akademik. Pendaftaran beasiswa dilakukan secara daring melalui website KSE (karyasalemempat.org). Berikut beberapa dokumen atau persyaratan yang harus dipenuhi calon pendaftar beasiswa: • Pas foto 4x6 berwarna (2 lembar) • Foto Copy Kartu Mahasiswa • Foto Copy KTP • Form KSE • Registrasi Online (Print out data Registrasi Online masing-masing)

Repro.

B

easiswa Karya Salemba Empat (KSE) kini hadir di Universitas Lampung (Unila). KSE merupakan yayasan yang didirikan sejak 3 Otober 1998 di Universitas Indonesia (UI). Beasiswa KSE yang diberikan, Sebanyak 24 perguruan tinggi negeri di Indonesia yang beruntung mendapat kesempatan menerima beasiswa KSE. Unila termasuk universitas yang baru bergabung tahun 2015. Paguyuban KSE Unila resmi dibentuk pada 28 September 2015 lalu. Ketua paguyuban KSE Unila, Muhamad Amin Tohari (Hukum ’14) mengemukakan bahwa Paguyuban KSE merupakan kumpulan dari mahasiswa tiap fakultas yang mendapatkan beasiswa KSE. Ada dua program utama beasiswa KSE. Pertama, Beasiswa Reguler yang merupakan pem-

• • • • • • • • •

Surat Lamaran Curiculum Vitae Essay Transkip Nilai Rekomendasi Fakultas Rekomendasi Paguyuban Foto Copy Kartu Keluarga SKTM/Slip Gaji Rekening Listrik

Jika ingin memperoleh informasi lebih lanjut seputar beasiswa KSE, dapat mengubungi Paguyuban KSE Unila lewat sosial media, FB: KSE Unila, Id Line : Pagu­yuban KSE Unila, dan Twitter :­@KSE_Unila. =

Suara Mahasiswa Sampaikan keluhanmu lewat Suara Mahasiswa, dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim ke 08982252881/08978669233 atau Line @tcl200s

Redaksi hanya akan memuat SMS/Komentar yang disertai identias lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan, Nama/Jurusan/Fakultas/Angkatan. Kami mencocokkannya dengan data siakad Unila.

Rejeki Dewi Mulyani (Sosiologi ’14) 089531515xxx

Tsalisa (PAUD ’15) 085788588xxx Mohon untuk lebih diperhatikan kampus

Bhakti Persada (Pend. Ekonomi ’15) 085779239xxx

Sebaiknya mahasiswa yang datang ke

A panglima polim. Fasilitas kursi, meja, LCD,

mohon untuk lebih memperhatikan fasili-

beringin tidak memakirkan kendaraannya di

dan speaker masih kurang. Jalan menuju kam-

tas yang ada di gedung E, seperti AC yang ja-

sepanjang jalan beringin. Karena sudah jelas

pus masih rusak, tidak ada perpustakaan dan

rang hidup sehingga mengganggu kenyamanan

terpasang rambu-rambu dilarang parkir. Jika

musholah. Mohon lebih diperhatikan lagi.

dalam kegiatan perkuliahan. terima kasih.

karena tidak ada lahan parkir, sebaiknya mahasiswa berjalan kaki dari fakultasnya menuju beringin Unila. Menurut saya letak beringin pun cukup strategis. Terima kasih.

68 |

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


KESEHATAN

Alzheimer Ilustrasi Retnoningayu Janju Utam

Harga Sebuah Ingatan

S

uhanda (20) semakin sering lupa akan kejadian yang terjadi dalam hidupnya, baik yang sudah lama sampai yang baru saja terjadi. Mahasiswa semester lima yang sedang menjalani kuliahnya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Bandarlampung ini mengaku ingatannya semakin kabur sejak ia masih di semester tiga. Awalnya ia mulai lupa temantemanya di masa sekolah dulu, hal itu terjadi perlahan, mulai dari wajah teman-temannya yang mulai kabur diingatannya hingga akhirnya Suhanda tak mengingat lagi siapa nama teman-temannya itu. Laki-laki yang menggilai animasi-animasi Jepang ini juga mengalami kesulitan ketika kuliah. Ia benar-benar merasa kesulitan di mata kuliah yang mengharuskannya menghapal. Katanya, setiap kali mencoba menghapal, tak ada yang bisa ia ingat, dan selalu begitu. Kondisi itu membuat Suhanda bingung dan frustrasi, ia pun

Oleh Defika Putri Nastiti

Seperti pencuri ingatan, perlahan tapi pasti Alzheimer membuat penderitanya kehilangan memori kehidupannya. Meski belum bisa dis­ embuhkan, penderita masih memiliki kesempa­ tan menikmati hidup normal dengan perhatian orang di sekitarnya. menceritakan masalahnya kepada teman baiknya. Berkat saran dan ajakan temannya itu, Suhanda memeriksakan diri ke dokter. Ia pun melalui beberapa tes pemeriksaan, yang mendapati ia positif menderita penyakit Demnesia Alzheimer tingkat sedang. Anak yatim ini belum mengetahui secara pasti penyebab ia menderita penyakit Demensia Alzheimer itu. Sepengetahuannya, belum ada anggota keluarganya yang pernah mengidap penyakit itu. “Sedih iya, tapi ya mau bagaimana lagi sudah ketetapan yang di atas saya dapat penyakit ini, bersyukur saya mengetahuinya dari awal saat penyakit ini belum terlalu parah kalau saya tahu saat sudah parah kan lebih susah buat mengobatinya,” ujar Suhanda. Meski menghadapi kenyataan dengan tabah, Suhanda tetap merasa takut menderita penyakit yang belum ada obatnya itu. Ditambah memorinya terus terkikis, menakutkan baginya membayang-

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

kan ia akan melupakan semuanya di usia muda. Kondisi ekonomi yang lemah, membuat Suhanda tak sampai hati untuk mengatakan apa yang ia alami kepada sang ibu. “Ibu saya orang kecil yang dagang di pasar, saya gak mau membebani beliau dengan penyakit saya ini,” jelas anak semata wayang itu. Selama ini, Suhanda hanya melakukan terapi Al-Quran dan terkadang mengonsumsi obatobatan herbal untuk mencegah penyakitnya semakin parah. Ia pun sering membuat catatan-catatan penting untuk membantu dirinya untuk mengingat sesuatu. Cara ini menurutnya paling efektif karena dia berhasil mengingat dari catatan-catatan yang ia buat. Tapi yang menjadi kendala adalah dia kadang lupa menaruh buku catatannya hingga sering hilang. Si Pencuri Ingatan Fungsi otak menjadi bagian yang diserang oleh Alzheimer, sehingga

| 69


KESEHATAN

70 |

Pola hidup masyarakat yang cenderung tidak sehat, konsumsi makanan cepat saji, merokok, dan kebiasan tidak sehat lainnya dapat meningkatkan potensi kerusakan pembulu darah, termasuk otak. Faktor lainnya seperti stres juga menurunkan fungsi otak. Depresi berkelanjutan pun dapat merusak fungsi daya ingat. Fakta lain soal Alzheimer, si pencuri ingatan ini sering menyerang perempuan dibandingkan laki-laki. Meski belum diketahui pasti penyebabnya, kemungkinan perempuan menjadi pasien terbanyak karena perempuan lebih banyak yang mencapai usia lanjut dibandingkan laki-laki. Masa manopause yang dialami perempuan juga dicurigai menjadi kemungkinan penyebabnya. Saat manopause, kadar estrogen perempuan akan menurun, saat itu estrogen yang berfungsi memberi perlindungan pada kesehatan jantung dan pembulu darah tak bisa maksimal bekerja. Berbeda dengan laki-laki yang memiliki jumlah estrogen yang stabil sepanjang tahun. Butuh Dukungan Keluarga Perjalanan terakhir dari Alzheimer adalah kematian. Hasil penelitian selama ini menunjuk-

Repro.

penderitanya akan mengalami penurunan fungsi otak. Penderitanya akan kehilangan kemampuan intelektual dan sosialisasi yang cukup parah sampai sulit melakukan aktivitas sehari-hari, hingga menyebabkan kematian. Hingga saat ini penyebab alzheimer belum ditemukan, demikian pula obat untuk penderitanya. “Kita hanya bisa mencegah agar tidak mengidap penyakit tersebut,” ujar dr. Ruth Mariva. Menurut dokter saraf ini, penderita Alzheimer biasanya akan mengalami perubahan perilaku. Misalnya, bangun tengah malam dan bepergian, lupa dengan anggota keluarga serta identitas dirinya, bahkan bisa membuka baju di depan banyak orang. Beberapa tanda-tanda Alzheimer bisa dijadikan rambu-rambu waspada. Seperti, lupa akan janji, sering berbicara hal yang sama secara berulang-ulang, melakukan aktivitas sehari-hari jadi lebih lambat, sulit fokus, hingga menarik diri dari pergaulan. Semuanya kerap terjadi dan hampir setiap hari, bukan sesekali.“Kalau ada anggota keluarga yang mengalami saat ciri saja, ­sebaiknya segera melakukan pemeriksaan dan deteksi dini,” saran dr. Ruth. Ia juga menjelaskan meski dalam beberapa penelitian Alzheimer hanya menyerang mereka yang berusia lanjut, yakni 65 tahun ke atas. Namun, kini Alzheimer sudah mulai menyerang usia muda. Hingga saat ini ilmu medis belum mendapatkan jawaban pasti atas fenomena tersebut, “salah satu faktornya bisa karena pola hidup,” ujar dr. Ruth.

kan, penderita Alzheimer tidak akan mampu bertahan hidup lebih dari delapan tahun. Selama sisa hidupnya pun, penderita hanya akan menjalani hidup yang tak berkualitas. Namun, bukan tak ada harapan, penderita Alzheimer masih bisa melakukan aktivitas hidup normal dengan bantuan orang di sekitarnya. “Dukungan dari keluarga dan rekan memegang peranan penting,” kata dr. Ruth. Penderita bisa ditolong dengan beberapa penanganan, seperti terapi obat agar kemajuannya tidak memburuk. Keluarga harus berusaha mencari informasi dan membantu penderita agar memiliki hidup yang baik. Penderita Alzheimer harus terus dimotivasi untuk terus melakukan aktivitas fisik. Misalnya, berolahraga secara teratur setiap harinya. Seperti melakukan olahraga yang tidak memberatkan tubuh, senam, jogging, atau jalan cepat. Akan lebih baik lagi apabila hal tersebut dilakukan bersamasama. Karena kegiatan sosial dan berkumpul bersama orang banyak akan membuat perasaannya semakin senang. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


CERPEN

Ilustrasi Defika Putri Nastiti

Biji Apel Oleh Khorik Istiana*

G

erimis akhir pekan di bulan Desember terus membasahi tanah yang belum sempat kering karena hujan kemarin. Akhir tahun ini, Ale benar-benar merasakan kesepian yang mendalam. ayahnya baru saja pergi meninggalkannya dengan segala urusan dunia. Ini sudah memasuki malam kedua meninggalnya sang ayah. ­ Yasinan terus digelar tiap bakda Isya selama tujuh hari berturutturut. Sanak saudara yang datang terus mengucapkan bela sungkawa untuknya. Mereka mengatakan hal itu dengan sikap menyemangati, tapi nada kasihan dalam kalimat mereka tak bisa disembunyikan.  Ale tak dapat tidur, ia selalu ter-

ingat ayahnya. Sosok yang sangat ia sayangi, biasanya sebelum tidur, ayahnya akan datang untuk menyelimuti putri sulungya tersebut. Tak hanya itu, menjelang pagi ayahnya akan membangunkannya dengan sentuhan pijat di kaki Ale. Ingatan­ nya melayang-layang, membayangkan setiap kenangan-kenangan itu. Ale yang diam sedari pagi me­ ngurung diri di kamar mulai gelisah. Ada yang sedang ia pikirkan matang-matang. Pertama, yang harus ia lakukan adalah menghubungi Dhafa, sahabatnya. Tak lama ia menelpon Dhafa, untuk mengantarkannya pergi ke suatu tempat. Benar saja, selang sepuluh menit, pemilik nama Dhafa Perwira telah berada di rumah Ale.

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

Tak perlu basa-basi, Dhafa sudah biasa bermain di rumah Ale, bahkan tak segan untuk masuk ke kamar Ale. Ale yang sudah bersiap rupanya juga sudah melihat batang hidung Dhafa dari balik tirai kamarnya. Ia keluar tanpa bicara. Pergi pun tanpa pamit dengan keluarganya. Rumahnya masih ramai mengingat yasinan yang akan dilangsungkan sampai hari ketujuh wafatnya sang ayah. Helm doraemon berwarna kuning kesukaannya sudah ia raih dari atas lemari mini yang ada di ruang tengah. Dhafa telah bersiap di atas motornya yang menderu, Ale pun menyusul duduk di belakang Dhafa, menjadi seorang penumpang yang baik. Ale hanya mengarahkan Dhafa

| 71


CERPEN dengan satu kalimat.“Lampu merah Thamrin,” kata Ale singkat. Dhafa tak banya bicara, iya terus mengendarai motornya sesuai intruksi dari Ale. Sepanjang jalan Ale juga tak banyak bicara. Dhafa paham betul, sahabatnya itu sedang terpukul. Sampai di lampu merah, Ale turun dari motornya. Dhafa masih tak mengerti apa yang akan dilakukan sahabatnya tersebut. Ale berjalan menuju sebuah kantor. Dhafa hanya mengikuti Ale dari belakang sambil memacu sepeda motor dengan sangat pelan. “Ale, mau kemana kita ini?” Ale sama sekali tak mengindahkan pertanyaan Dhafa yang sejak tadi diusik rasa penasaran. Sampai akhirnya, Dhafa memutuskan menepikan motornya di ruas jalan dan mengejar Ale yang berjalan tergesa-gesa Tangannya meraih tangan kanan Ale, cengkramannya kuat membuat Ale meraung ke­ sakitan. Ale pun berusaha melepas cengkraman tangan Dhafa dengan tangan kirinya. Tapi semakin kuat Ale ingin melepas cengkraman itu, semakin kuat pula cengkraman Dhafa. Merasa usahanya tak berhasil, Ale terdiam menundukkan kepala dan menahan pilu masih saja coba ia sembunyikan dari sahabatnya itu. “Kenapa? Apa maumu?” Diam menjadi obat paling mujarab bagi Ale untuk menjawab pertanyaan dari Dhafa. Tangan kananya masih dalam cengkraman erat Dhafa, namun matanya mulai berkaca-kaca. Ale memang lebih sensitif dibanding perempuan lainnya. Melihat mata pilu berkaca-kaca itu, Dhafa pun mulai melepas tangan Ale. Ini bukan pertama kalinya

72 |

Dhafa harus melihat dan menemani Ale menangis. “Aku harus ke Kantor Polisi Dhafa,” suaranya lirih gemetar “Kantor Polisi? Memangnya ada apa?” tanyanya memburu. “Aku harus bertanggungjawab atas segala perbuatanku” “Perbuatan? Ngomongin apa sih? Gak ngerti!” “Ayah..” “Kenapa dengan almarhum ayahmu?” “Aku yang sudah mengakhiri segala penderitannya!” Entah apa lagi yang harus dikatakan Dhafa, dadanya seketika terasa begitu sesak tapi juga masih bingung.Ale pun terisak dalam pelukan Dhafa. Dari nada tangisannya, Dhafa dapat merasakan penyesalan yang amat mendalam. Seolah Ale mengatakan hal yang sebenarnya. Dhafa, lelaki yang sudah semakin dewasa itu mulai menenangkan Ale hingga tangisnya mereda. Dhafa menggiring Ale untuk duduk di bangku di tepi jalan. Mereka berdua tak memedulikan lalu lalang manusia yang makin ramai. Ale yang sudah merasa sedikit tenang mulai menceritakan kronologi kejadiannya. “Ingat, saat libur semester 3 yang lalu. Aku menelponmu untuk minta tolong antar ke terminal pulang menemui Ayah.Tapi, kita bertengkar hebat. Aku terus ngotot dan sangat kesal” ** “Aku ingin mengakhiri hidupnya!” ujar Alesia dengan ngototnya. “Siapa yang akan Kamu akhiri hidupnya?” ujar Dhafa penasaran. Suasana sedikit lengang, di luar sisa-sisa hujan yang malas turun dari

genting pun menetes, hawa dingin yang dibawa hujan sore itu masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka, menyerbu bulu kuduk dua sahabat itu. Meraka yang sudah akrab sejak bangku taman kanak-kanak itu kini terlibat adu mulut. Ale merasa hidupnya telah hancur, setelah 20 tahun hidup dengan sabar, emosi­nya kini memuncak. “Hidupmu sudah susah, jangan timpali lagi dengan kesusahan yang akan Kamu timbulkan sendiri,” kata Dhafa menasehati “Kenapa? Aku hanya ingin me­ ngakhiri hidup seseorang” “Ale... Ale..., ide gila dari mana yang ada di otakmu itu?”sahut Dhafa. Jari telunjuknya menoyor kepala Ale, membuat Ale makin menunduk. Pipi Ale pun basah karena air matanya, tangis Ale mulai terde­ngar, tidak keras namun cukup untuk mengundang perhatian seseorang. Ia terus menangis dan mengusir sahabatnya lantaran ia ingin sendiri. Dhafa yang tadinya berdiri di depan Ale pun beranjak keluar dari kamar kos itu. Dia mencoba memahami kondisi Ale, tekanan hiduplah yang sudah membuat Ale menjadi tidak waras pikir Dhafa. “Temui aku kalau kondisimu merasa baik, atau setidaknya jika ingin menjalankan aksimu butuh partner untuk berkonspirasi” ujar Dhafa di daun pintu. Memang tidak seharusnya Dhafa masuk kamar kos Ale, apalagi kalau sampai ketahuan ibu kos Ale, bisa-bisa Ale diusir dari tempat tinggalnya itu. Sepulangnya Dhafa, Ale terus berkutat dengan telepon genggam

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


miliknya. Sebuah situs internet ia buka. Diam-diam ia sudah mentranfer uang. Ada yang ia beli dari sebuah situs internet itu. ** “9 Juni itu hari lahir ayahku Dhafa, Kamu juga tau kan? Aku membuatkannya pai manis kesukaannya. Hanya dia yang makan, tak ada yang lain. Lalu dia ditemukan tak bernyawa di atas ranjangku” “Lalu apa hubungannya denganmu?” “Sangat ada. Kue yang ia makan sengaja kuberi potongan apel dan bijinya yang banyak. Sianida dari biji yang belum terkelupas adalah racun. Ayah mengalami pusing disertai sesak napas. Keluarga hanya mengira itu gejala dari penyakit ayah (cacat bawaan). Aku paling tahu keluargaku seperti apa. Kakekku dan istrinya tak akan membawa ayahku ke rumah sakit untuk berobat. Baginya sakit ayahku sudah biasa. Hingga di detik-detik kematiannya, ayahku meninggal karena makanan yang kubuat. Seperti pembunuhan be­rencana” Dhafa bingung harus berbuat apa. Tapi mulut Ale terus nyerocos sampai cerita yang akan ia sampaikan berakhir. “Aku ingin menyerahkan diri kepada Polisi” Kali ini kalimatnya mungkin sudah terputus “Tindakanmu itu tidak benar, Kamu pikir dengan mengakhiri penderitaan ayahmu di dunia ini sudah benar. Ayahmu pasti sangat kecewa dengan perbuatanmu” “Dhafa...ayahku seumur hidupnya terus dihina dan tak dianggap. Dia seperti bukan manusia yang mencoba menikmati hidup di dunia

manusia”. “Yang Aku lihat, ayahmu terus berjuang dan tetap hidup karena ingin melihatmu. Tapi putrinya ­ sendiri bahkan tak menginginkannya”. Ucapannya membuat Ale kaget. Dhafa juga berpikir, ucapan apa lagi yang harus ia katakan pada Ale, perasaan Dhafa campur aduk, ia kecewa pada Ale tapi juga tak bisa melihat Ale terus menyalahkan diri sendiri . “Apa bedanya Kamu dengan keluarga, saudara atau tetangga tak suka dengan hidup ayahmu?” “Maksutmu apa Dhafa?” “Pikirkan lagi perbuatanmu itu Ale! Harusnya Kamu yang saat ini berada di samping ayahmu, berjuang bersama-sama melawan kehidupan yang kejam. Aku tahu keluargamu. Bukankah kita sudah berteman dari kecil? Kamu tahu kenapa sampai sekarang aku selalu menjaga perasaan dengan wanita mana pun, aku hanya ingin selalu disampingmu, terus memberimu support untuk tetap berjuang melewati cobaan. Tapi rupanya, seorang Ale tak cukup kuat” Kali ini Ale cukup terpukul de­ ngan pengakuan Dhafa. Ia terus berusaha menutupi perasannya yang jelas sekali dihantui rasa bersalah. Ayahnya memang yang selama ini terus berjuang bersamanya. Sebenarnya Ale tak cukup dekat dengan ayahnya karena Ale jadi anak angkat saudara ayahnya. Ayah Ale yang dipandang menghabiskan harta benda hanya bisa merepotkan orang yang ada di sekitarnya lantaran sedikit berbeda dengan orang normal lainnya (sindrom kutukan ondine). Terus dihina dan menda-

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

pat banyak celaan. Ayahnya hidup hanya menanggung cobaan yang tak semestinya ia terima. Ale memang sudah memikirkannya berulang kali. Ia benci ibunya yang terus menghina ayahnya dan berharap ia cepat mati. Begitupun kakek-neneknya yang tak suka dengan ayahnya. Rasanya dunia memang tidak adil. Tapi yang dilakukannya juga tak benar. Ale sadar ucapan Dhafa memang benar. Ia merasa bersalah hingga air matanya mengalir terlalu deras dalam tatapan Dhafa. “Brukkkkk.....” Ale terjatuh dari kursi tempat ia belajar. Pandangannya masih kabur, badannya jelas terasa sakit kerena terjatuh dari sebuah kursi . Di meja ia melihat kalender, di tanggal 9 yang sudah ia lingkari. Hari ulang tahun ayahnya. Di tangannya masih terge­nggam bungkusan biji apel yang sudah kering dioven. Besok ulang tahun ayahnya, pai kesukaan ayahnya akan ia hidangkan, dalam benaknya terpikirkan kalau biji apel itu sebaiknya ia simpan. Ale harus segera bersiap karena sebentar lagi Dhafa harus menjemput, mereka akan pulang ke kampung halaman bersama-sama. Pertengkarannya bersama Dhafa akan hilang dengan sendirinya, mereka memang sering bertengkar, bahkan setiap saat, tapi setiap saat pula mereka terus tersenyum dan melupakannya begitu saja. Ale beranjak berdiri dari lantai, biji apel yang ia genggam ia simpan dalam kotak kecil dalam laci meja belajarnya. Berharap tak seorang pun akan menemukan dan mendapat ide gila yang sama dengannya. =

*FMIPA Biologi ‘12

| 73


Puisi Anugerah Terindah Aku hanya bisa membayangkan, Ibu muda yang harus mengurus bayi merahnya, Bayi perempuan mungil yang terisak dalam tangis, Dalam pelukan hangatnya, Dadanya yang mendekap ku, Bibirnya yang mengucap dzikir, Semua itu untuk ku, Aku putrinya.. Merindukan pelukan hangat itu, Merindukan tangan hangat yang slalu menyeka air mata ku, Mendengar suaranya membuat ku tenang, Mendengar suaranya membuat ku bertahan, Bertahan dari angin yang ingin menerpa ku, Mi, love you. Mi, love you. Apa yang bisa aku lakukan, saat melihat air mata itu, Saat mendengarnya merasa bersalah untuk kehidupan anak-anaknya, Mi, aku bahagia.. Aku bahagia menjadi putri mu.. Kehidupan yang engkau berikan lebih dari cukup untuk ku,

Pooka Terlebih dari apa pun Jiwa-jiwa dalam kekacauan Dikutuk mendung, dituntut kesenjangan Menuding! Menunjuk! Kegaduhan. Pooka, Bersembunyilah malam ini Jangan muncul petang ini Kumohon, Pooka... Kutanamkan Shamrock agar kau tak berani! Tapi Shamrock-shamrockku mati Tertindas kejahatan dan kepicikan bumi Menghitam, jenuh dan penuh kebencian. Kumohon, Pooka... Matikan saja dirimu, Akalku habis, Memikirkan jimat apa yang bisa m ­ elindungiku. Fitri Wahyuningsih FT Teknik Geofisika ‘11

Biarkan omongan orang, mi.. Biarkan mereka yang menggunjing tentang ku dan tentang kita, Bagi ku kebahagian mu adalah segalanya, Segalanya dalam hidup ku, Love you mi, Sutarti. Lia Vivi Farida FT Teknik Geofisika ‘12

74 |

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


Ruang Hampa Terbentur sudah aku didalam jalan buntu Kugedor. Kupukul. Kuhantam. Aku masih belum temukan jalan! Dimana aku sekarang? Jalan apa yang sedang kulalui ini? Yang kulihat Hanya sebuah ruang hampa

PUISI

Risau

Aku suka bercerita dan kau suka membaca Kita juga tak pernah saling sapa Aku suka hidup di malam hari dan kau lebih suka terlelap Kita tak pernah benar-benar akan bertemu Aku menyukai pelangi, sedang kau tak suka hujan Kita seperti el nino dan la nina Tak akan sama dan berbeda

Sunyi.

Tapi, Aku wanita dan kau lelaki

Sepi.

Bagaimana kalau kita jodohkan saja diri kita

Pekat.

Bagaimana kalau kita saling berdampingan

Tolong bawakan aku cahaya!

Karena perbedaan, akan menyadarkan keindahan Begitu juga dengan Kau dan Aku

Bawa aku keluar dari sini Selamatkanlah aku!

Khorik Istiana FMIPA Biologi ‘12

Defika Putri Nastiti FKIP Pend. Ekonomi ‘13

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216

| 75


Foto Luvita Wilya Hendri

Sepertinya Akan Badai

BIDIK LENSA

Nikon D3100, f/3.8, 1/40 sec, ISO-100

Aww.. Kepalaku Kejepit Nikon D3200 f/5.6 1/250 sec. ISO-100

76 |

Foto Luvita Wilya Hendri

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216


BIDIK LENSA

Hinggap Foto Luvita Wilya Hendri

Nikon D3200 f/5.6 1/25 sec ISO-200

Melewati Hujan Pasar Koga Nikon D3100 f/3.8 1/40 sec. ISO-100 Foto Wawan Taryanto

Shock Nikon D3200 f/5.6 1/10 sec. ISO-400 Foto Luvita Wilya Hendri Teknokra - Tahun

2015 Edisi 216

| 77


ETOS KITA

Tujuan Hidup Faris Yursanto Pemimpin Umum

“U

ntuk apa kita hidup di dunia ini? Apa tujuan kita dilahirkan di dunia ini? apakah untuk seseorang? apakah untuk sebuah pekerjaan? apakah untuk uang? atau apa?� Pertanyaan itu mungkin pernah terlintas di benak masing-masing manusia. Banyak dari kita sebenarnya yang tidak tahu sebenarnya apa arti kehidupan ini, dan apa tujuan kita menjalani kehidupan di dunia. Kebanyakan dari kita hanya menjalankan rutinitas, tapi tidak menetapkan tujuan yang jelas dalam menjalani kehidupan. Sesungguhnya setiap manusia adalah sama. Kita menginginkan kebahagiaan. Kita menginginkan setiap hari tidak ada masalah. Kita ingin kehadiran diri kita bisa memberikan manfaat bagi orang lain. kita ingin kehadiran kita bisa bermanfaat bagi orang lain. Tapi apa inti sari sebenarnya dari kehidupan ini. Tujuan Hidup adalah jawabannya. Tujuan hidup adalah sebuah titik fokus kemana arah kita dalam menjalani kehidupan ini. Tujuan hidup adalah alasan mengapa kita ada di dunia ini dan memberikan jalan bagaimana kita mencapainya. Kebanyakan orang gagal adalah karena mereka tidak benar-benar memusatkan perhatiannya kepada satu titik. Salah satu alasan mengapa sedikit sekali dari kita meraih apa

78 |

yang benar-benar kita inginkan adalah karena kita tidak benar-benar mengarahkan perhatian kita. Sebagian besar hanya sesekali mencoba dalam hidup mereka, sehingga tidak pernah memutuskan untuk menguasai apapun secara khusus. Mahatma Gandhi adalah contoh seorang manusia yang menjalani hidupnya berdasarkan Tujuan Hidup. Tujuan Hiduplah yang menggerakkan Mahatma Gandhi untuk terus berjuang memperjuangkan keadilan. Gandhi adalah salah seorang yang paling penting yang terlibat dalam pergerakan kemerdekaan India. Dia adalah aktivis yang tidak menggunakan kekerasan dalam setiap aksi demonstrasinya. Mahatma Gandhi mungkin bukan pemimpin dalam arti yang sebenarnya, namun dari perjuangannya sebagai aktivis politik yang mengusahakan terciptanya perdamaian dunia dimana tidak adanya kekerasan dan diskriminasi, ia telah menginspirasi banyak orang untuk berpikir dengan caranya tersebut. Ia bahkan banyak menginspirasi para aktivis politik dari generasi di bawahnya, seperti Nelson Mandela dan Martin Luther King Jr. Gandhi juga terkenal dengan ajaran-ajarannya yang menjadi prinsip perjuangannya. Salah satu prinsip perjuangannya adalah Ahimsa. Ajaran ini berasal dari kata himsa (kekerasan). Sesuai dengan

asal katanya, ajaran ini menyerukan kepada seluruh umat manusia untuk menjunjung tinggi semangat anti kekerasan dalam setiap laku kehidupannya. Pengertian ahimsa sebagai suatu sarana berarti tidak mengenal kekerasan untuk mencapai kebenaran, baik dalam wujud pikiran, ucapan maupun tindakan. Justru sebaliknya,ahimsa harus menciptakan suasana membangun, cinta dan berbuat baik kepada orang lain meskipun orang lain itu telah menyakitinya, bahkan terhadap musuhnya sekalipun. Gandhi adalah contoh nyata seorang manusia yang mempunyai tujuan hidup agar bisa bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Tujuan hiduplah yang menggerakkan Gandhi untuk terus berjuang menuntut keadilan dan kesetaraan. Perjuangan Gandhi pun tidak sia-sia, sejarah telah mencatatnya sebagai salah satu tokoh paling berpe­ngaruh di India bahkan dunia. Apapun tujuan hidup kita yang pasti kita harus bertindak. Karena tindakanlah yang bisa menunjukkan apakah kita berhasil atau tidak. Karena dengan tindakan kita bisa melihat hasil dari tindakan kita. Walaupun tindakan itu hasilnya baik atau buruk setidaknya kita sudah berani untuk mencoba. Semakin kita sering mencoba akan ada perbaikan-perbaikan dari setiap tindakan kita. =

Teknokra - Tahun 2015 Edisi 216



aneka printing


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.