.
2
12
KOMITMEN
No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
Tabik Pun
9 12 9
3 6
K
ertas putih yang awalnya bersih, mulai terisi dengan goresan tinta peristiwa jejak lini masa pada tiap lembarannya. Akhirnya, ketika lembaran itu penuh, lembaran kertas baru lainnya siap ditarik untuk menorehkan setiap pergerakan lini masa lainnya. Begitu seterusnya, hingga muncul perkataan “Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, tiap awal pas tiada akhir”. Namun, bukankah perpisahan atau akhir adalah awal baru pertemuan dengan orang yang berbeda? Berkaitan erat dengan lini masa yang kita rasakan, beberapa bulan kedepan juga akan diselenggarakan pemilihan kepala negara baru. Tak hanya itu, kepengurusan Rektor Universitas Lampung pun akan mengalami perubahan. Diskusi siapa yang akan mengajukan diri dalam laga pemilihan Rektor nantinya, turut menjadi isu yang ramai diperbincangkan. Tak ayal bagi UKPM Teknokra sendiri, yang sudah terlebih dahulu membuka lembaran baru di awal Februari lalu. Dengan warna yang
L i n i Masa tak pasti sama dengan para pendahulu kami. Namun, kami akan berusaha menyuguhkan cita rasa yang tak jauh berbeda dari resep turun temurun nenek moyang. Agar olahan informasi dapat disajikan secara nikmat dan diterima baik di kalangan civitas akademika. Mulai dari generasi lama maupun baru. Menginjak usia 42 tahun, yang kini tak lagi dianggap muda. Sebagai media kampus utama, kami terus berusaha untuk menjadi pribadi yang independen dan tak tebang pilih dalam menentukan informasi. Titik terang dari pemaparan informasi yang jelas dan faktual, menjadi sebuah sasaran yang harus dipenuhi. Komitmen dalam mencari dan menyajikan informasi yang akurat, relevan dan berimbang, pun sudah menjadi landasan teguh yang harus kami patuhi. Namun tak jarang, kami juga masih sering terbentur kendala. Baik dalam mengulik fakta kebenaran dari beberapa narasumber, yang turut bungkam. Maupun be-
berapa intervensi yang sudah kami rasakan. Sampai, keterbatasan sumber daya manusia yang terkadang menghambat kinerja. Lewat tabloid Teknokra Edisi 154, kami menorehkan berbagai tinta hitam putih dari berbagai peristiwa yang sudah terjadi selama beberapa awal bulan di tahun 2019. Mulai dari laporan utama terkait peristiwa nahas yang dialami teman sesama satu atap universitas, dan berbagai peristiwa lainnya yang sudah kami rangkum di dalam 12 halaman ini. Cetakan karya pertama dari kepengurusan yang baru ini, juga merupakan langkah awal kami dalam berlayar mengarungi dan mencatat segala pergerakan lini masa Universitas Lampung. Membuka pikiran dan mata civitas akademika khususnya mahasiswa, dengan sudut pandang yang berbeda dalam menyimpulkan berbagai informasi. Dari pojok PKM, tiada hentinya kami menyuarakan untuk Tetap Berpikir Merdeka ! =
D
Menilik Tragedi Apnea
3
imas Yuliantoro (Perikanan dan Kelautan ‘17) bernasib tragis saat menjadi asisten dosen mata kuliah Widya Selam. Berawal, ketika Dimas berhasil mencapai target menahan nafas dalam teknik renang apnea, ia pun hendak meningkatkan capaian tersebut. Namun, takdir berkata lain. Dimas ditemukan tidak bergerak di kolam renang kedalaman 1 meter. Tingkat pengawasan dari pihak dosen pengampu dan pengawas kolam renang pun dipertanyakan. Bagaimana mungkin, seorang mahasiswa yang memiliki track record pernah menjadi peserta renang melewati Selat Sunda dan menjabat sebagai seorang asisten dosen mata kuliah Widya Selam ini meninggal saat berenang? Apalagi dosen mengaku sudah bersertifikat POSSI dan PADI yang seharusnya paham terkait penyelaman. Masih terdapat ketidakjelasan terkait kronologis kejadian yang sebenarnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan berbagai kronologis yang dirasa simpang-siur. Ditambah, beberapa pihak baik dari jurusan maupun pihak pengawas kolam renang yang masih bungkam terkait kronologis sebenarnya. Menilik Kolam Renang Unila, sertifikasi resmi baik nasional maupun internasional pun belum pernah disematkan. Namun berdasarkan segi ukuran, kolam renang Unila mengacu standar internasional. Sedangkan peralatan keselamatan di kolam renang kurang memadai. Ketersediaan tabung oksigen hingga alat P3K masih belum tersedia. Mohan Tesera selaku koordinator kolam renang mengatakan hanya ada tiga buah ban air. I Gede Swibawa selaku Kepala Badan Pengelola Usaha juga mengaku, belum ada pelatihan penyelamatan bagi 12 life guard (pengawas) kolam renang. “Jika ada kegiatan seperti praktikum, biasanya yang bertanggung jawab dan lebih mengerti itu kan dosen pe- nanggung jawab. Kita kan hanya memfasilitasi saja,” tutur Gede. Tragedi Dimas, sudah seharusnya menjadi rambu kuning. Unila harus segera berbenah diri. Tak hanya sekedar fasilitas dan prasarana penunjang lainnya. Kolam renang sebagai salah satu usaha komersial Unila, perlu ditingkatkan dari segi pengawasan keselamatan. Pihak Jurusan Perikanan dan Kelautan pun juga harus mengevaluasi diri. Prosedur praktikum dalam perkuliahan, perlu dipertegas dengan adanya Standard Operational Procedure (SOP). Serta harus adanya peningkatan kualitas wawasan baik dari dosen, instruktur hingga asisten dosen. Agar, tidak terjadi lagi kejadian nahas yang dirasakan seperti Dimas Yuliantoro. UKPM Teknokra Unila turut berduka cita atas kepergian teman kami satu almamater universitas. Selamat Jalan Dimas, semoga amal perbuatanmu diterima di sisi-Nya =
6
Judul :
Rambu Kuning Tragedi Apnea Ide :
Kalista Setiawan Desain :
Chairul Rahman Arif
PELINDUNG Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. PENASEHAT Prof. Dr. Karomani, M.Si. DEWAN PEMBINA Dr. M. Thoha B.sampurna Jaya, M.S. ANGGOTA DEWAN PEMBINA Prof. Dr. Muhajir Utomo, M.Sc., Asep Unik SE., ME., Dr. Eddy Riva’i SH., M.H., Ir. Anshori Djausal, M.T., M.A., Prof. Dr. Yuswanto, SH., M.Hum , Maulana Mukhil, S.Sos., M.IP.,Asrian Hendi Caya, SE., ME., Dr. Yoke Moelgini, M.Si, Irsan Dalimunte, SE., M.Si., MA., Dr. Dedy Hermawan, S. Sos., M.Si., Arif Sabarudin, Retnoningayu Janji Utami. PEMIMPIN UMUM Alfanny Pratama PEMIMPIN REDAKSI Tuti Nurkhomariyah REDAKTUR BERITA Fahimah Andini, Faiza Ukhti Annisa REDAKTUR ARTISTIK Chairul Rahman Arif, Rahmad Hidayatullah REDAKTUR DALAM JARINGAN Mitha Setiani Asih, Andi Saputra (Non-Aktif) KAMERAMEN Shandy Dwiantoro, Nofia Mastuti, FOTOGRAFER Ria Shinta Maya STAF ARTISTIK Andi Saputra (Non-Aktif), Windy Sevia Wulandary REPORTER Siti Haliza, Nabila Syarifa (Non-Aktif), Yoanda Widia Dita (Non-Aktif), Indah Ari Kusmiati PEMIMPIN USAHA Kalista Setiawan MANAJER OPERASIONAL Chairul Rahman Arif, Faiza Ukhti Annisa STAFF IKLAN DAN PEMASARAN Shandy Dwiantoro STAFF KEUANGAN Windy Sevia Wulandary KEPALA PUSAT DAN PENGEMBANGAN Silviana STAFF LITBANG Mitha Setiani Asih, Ria Shinta Maya KEPALA KESEKRETARIATAN Rohimatus Salamah STAFF KESEKRETARIATAN Nofia Mastuti
Oleh : Chairul Rahman A
n jamo Ses Adien y, Adie Kya Kyay,
MAGANG Halfa N, Adela, Zhurvia M, Idhar F, Dian Pertiwi, Dini P, Hafifah A, Reinisa A.P, Indah A.K.Ronaldo D.P, Rifqa A.Z, Sri Ayu I.M, Aghnia N.A, Banjar D, M. Akbar K.S, Adzra A.I, Dhea C.S, Yola M.
KAMPUS IKAM No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
Green Metric Unila Targetkan TPST 3R
3
Oleh: Faiza Ukhti Annisa
Unila-Tek: Kejar target Top Ten Green Metric University Unila akan membangun Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) reduce, reuse, recycle (3R) tahun ini. Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Hasriadi Mat Akin saat upacara bulanan Aparatur Sipil Negara (ASN) Unila, Kamis (17/01). Ia mengatakan, Unila mendapat hibah sebesar 5,5 Miliar dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pembangunan TPST akan dimulai setelah proses tender selesai. Salah satu pengusung TPST 3R, Ika Kustiani mengatakan Unila akan membuat TPST 3R sebagai Unit Pelaksana Tugas (UPT) tersendiri. Ini dilakukan lantaran belum adanya unit khusus yang menangani sampah. “Peraturan rektor terkait sampah juga belum ada, sehingga pengelolaan sampah belum
terintegrasi dan banyak kantin liar yang membuang sampah sembarangan,” jelasnya. Ia juga menambahkan, dalam satu hari Unila bisa menghasilkan 20 m³ sampah. Sedangkan, Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di belakang Perpustakaan hanya mampu menampung sebanyak 5m³. Sampah tersebut biasanya langsung dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir di Bakung tanpa dikelola. Menurut survei internalnya, Ika dan tim menemukan banyak sampah organik, plastik dan kertas. Ia optimis dengan adanya TPST 3R Unila dapat mengurangi pembuangan sampah ke TPA hingga 80% bahkan menuju bebas sampah. “Kita bisa menghasilkan pupuk dari sampah organik, sampah plastik bisa diubah menjadi minyak dengan proses pirolisis. 95% sampah biomasa ini bisa di-
Foto: Ria Shinta Maya
Pembangunan food court Universitas Lampung tepat bersebelahan dengan shuttle bus kampus. Nantinya, menjadi tempat pusat kuliner mahasiswa, Selasa (12/3). ubah menjadi energi dan pupuk, bisa menjadi listrik dan biogas,” jelasnya. Untuk menuju bebas sampah diperlukan komposter, biodigester, gasifier, dan pirolisis. Namun, dana yang tersedia baru mampu untuk menyelesaikan pembangunan dan komposter. Sedangkan alat lainnya akan di-
beli secara bertahap. Warih Winardi (Teknik Mesin ‘14), mengeluhkan letak pembuangan sampah di wilayah Fakultas Teknik yang membawa bau tak sedap dan mengganggu mahasiswa. “Sampahnya banyak dan tidak diolah. Jenisnya sampah basah,” paparnya. Ia mendukung pembangu-
nan TPST di lingkungan FT jika dikelola dengan benar. Menurutnya, Unila bisa bekerjasama dengan mahasiswa dalam pengelolaan TPST. “Teknik kimia dan teknik mesin punya alatnya, memang mahal tapi kalau bisa berjalan pasti lebih hemat dan jadi lab untuk mahasiswa teknik,” ujarnya =
Potret Buram Fasilitas Kolam Renang Unila Oleh: Silviana
Unila-Tek: Sejak dibangun tahun 1993, Kolam Renang Unila dibuat dengan mengacu ukuran standar internasional. Namun, sayangnya fasilitas yang diberikan masih minim dan banyak yang rusak. Hal itu disampaikan oleh Kordinator Pengurus Kolam Renang Unila, Mohan Tesera. Mohan pun bercerita tentang fasilitas kolam yang sudah tidak layak, mulai dari kamar bilas tak ada pintu, kolam renang anak tak ada wahana, serta lantai kolam yang rusak sehingga banyak melukai pengunjung. “Ini memang nggak layak fasilitasnya. Kenapa kalau yang lain cepat ditanggulangi, tapi kok kolam renang ini nggak. Lantai kolam pun belum pernah diperbaiki sejak pertama kali kolam dibangun,” ungkapnya. Mohan berulang kali mengusulkan renovasi fasilitas kolam renang namun tak juga ada perbaikan. “Kita ini kan nggak punya hak mengelola uang, harus nunggu dari pihak Unila dulu,” ujarnya. Pantauan Reporter Teknokra Kolam Renang Unila memiliki 4 arena berenang. Kolam utama berada tepat di depan tribun dengan ukuran 50x25 m dan kedalaman 5 m. Dengan fasilitas delapan lintasan renang, star block pada kedua sisi kolam, dan papan lompat. Di bagian tengah
kolam terlihat bayang-bayang hitam pada lantai kolam lantaran ditambal semen karena rusak. Terlihat juga, pelampung ban di tiga titik pos pengawas kolam. Serta, tribun yang kotor karena banyak sampah dari pengunjung. Sedangkan, di sisi lain terdapat kolam yang digunakan untuk belajar renang dengan ukuran 10x25 m. Serta, kolam lainnya berada di belakang tribun dengan kedalaman 50 cm dan 75 cm yang tak ada wahana bermain. Terdapat juga fasilitas dua kamar ganti untuk laki-laki dan dua kamar bilas perempuan yang terletak di depan pintu masuk dan di belakang tribun. Kondisi kamar ganti terlihat warna cat-nya sudah luntur, lantai kotor, atap bolong, dan daun pintu yang sudah tidak terpasang, serta kayunya yang sudah mulai keropos. Ditambah pula, dua tempat kamar bilas outdoor untuk sekadar mandi dan dilengkapi kantin untuk pengunjung. Mohan pun mengatakan, yang baru diperbaiki tampilan luar berupa plang nama. “Harapannya ditambah untuk permainan anak supaya tidak terlihat gersang di situ,“ harapnya. Tak hanya fasilitas, kolam renang yang dibuka sejak pukul
07.30 WIB pastinya perlu pengawas yang memenuhi standar. Namun Kolam Renang Unila belum memenuhinya. Hal tersebut diakui Mohan. Ia mengatakan life guard (red.pengawas) di kolam renang belum pernah mendapat pelatihan secara khusus. Ia meyakinkan semua life guard-nya memiliki kemampuan menyelam dan penyelamatan secara otodidak. “Mereka itu nggak cuma teori, tapi langsung praktik,” tegasnya. Salah satu pengawas Kolam Renang Unila, Mazami mengaku belum pernah mendapat pelatihan apapun selama sepuluh tahun bekerja. “Enggak, nggak pernah tapi saya dulu nya sering cari ikan di sungai sampai nyelam-nyelam waktu masih di Ogan Ilir dulu,” kata Mazami saat di temui Reporter Teknokra, Rabu (6/3). Salah satu pengunjung, Dewa Ayu Rini (Pend. Bahasa Inggris ’12) mengaku cukup sering berenang di Kolam Renang Unila. Menurutnya pengawasan kolam masih kurang. Senada dengan Dewa, Fitri (35) warga Gunung Terang mengeluhkan kondisi kolam untuk anakanak. “Cuman kayanya perlu di tambah fasilitas lain aja, terutama untuk kolam anak-anak ini biar nggak panas,” kata Fitri
saat ditemui Reporter Teknokra bersama anaknya. Kepala Badan Pengelola Usaha, I Gede Swibawa mengatakan fasilitas Kolam Renang Unila sudah standar internasional berdasarkan ukuran, dan akan melakukan renovasi pada bulan Ramadhan mendatang. “Menurut dosen penjaskesrek (red. Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi) Kolam Renang Unila sudah standar internasional dan bisa digunakan untuk perlombaan tapi kalau fasilitasnya belum,” jelasnya. Akbar Sigartama Indra Putra (Headcoach Amatragis Swimming School dan Coach Jaka Utama Swimming Club) mengatakan kolam renang yang memenuhi standar internasional harus memiliki panjang 50 m, dan lebar 25 m. Sedangkan, star blok di Kolam Renang Unila baru
memenuhi standar nasional belum internasional. Sedangkan untuk fasilitas penunjang kolam seperti kolam pendinginan, kamar ganti pria dan wanita, ruang pemanasan atlet dan ruang TM (Technical Meeting). Kolam juga harus memiliki standar untuk tipe pemula dan yang sudah berpengalaman. Menurut Akbar, jumlah life guard harus sesuai dengan luas dan lebar kolam serta rata-rata pengunjung setiap hari. Life guard juga harus duduk pada kursi yang tinggi agar lebih mudah pemantauannya. “Seorang life guard juga harus memiliki sertifikat dan dari pihak operator dan manajemen harus memberikan pelatihan keterampilan secara berlanjutan,” jelas Akbar saat dihubungi via whatsApp =
Saya
hari ini 23.00
Hai, Apa kabar?
|Ketik pesan
SUARA MAHASISWA
Sampaikan keluhanmu lewat sms mahasiswa dengan format Nama_Jurusan/Angkatan_Komentar. Kirim Ke Tuti : 085312307785 (WA) Silakan kirimkan kritik, saran, dan pertanyaan anda ke alamat surel Teknokra : ukpmteknokraunila@yahoo.co.id
4
KAMPUS IKAM No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
Tiga UKM Kecewa Tak Dilibatkan Acara Rektorat
Foto : Ria Shinta Maya
Oleh: Ria Shinta Maya
Oleh: C. Ronaldo
Kepadatan penumpang bus kampus Universitas Lampung (Unila), pada pukul 16.00 WIB, Selasa (12/3). Sampai saat ini, Unila hanya menyediakan 9 bus untuk mobilitas civitas academica.
PG Paud Akan Pindah ke Metro Oleh: Ria Shinta Maya
FKIP-Tek: Program Studi Pendidikan Guru (PG) Paud Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) yang berada di kampus A Polim direncanakan pindah ke kampus B Metro. Hal ini membuat banyak mahasiswa PG Paud mengeluh. Muhammad Tobi (PG Paud ’17) merasa keberatan dengan rencana pemindahan kampus, karena jaraknya terlalu jauh dari kampus induk. “Apa lagi saya mahasiswa UKM PSM yang sering latihan waktu malam. Kalau dipindahkan ke Metro bagaimana mahasiswa yang berorganisasi. Apalagi saat ini mahasiswa dituntut untuk aktif,” ujarnya.
Selain jarak yang terlalu jauh dengan kampus induk, menurut Ranu Nibras Idham (PG Paud ’18) akan menyusahkan mahasiswa dalam beradaptasi dengan lingkungan baru. “Jika harus pindah akan menyusahkan karena dari awal sudah nyaman dengan suasana Polim seperti yang di tempati saat ini,” jelasnya. Kepala Program Studi PG Paud, Ari Sofia menyatakan bahwa pemindahan PG Paud ini masih proses perencanaan oleh pihak kampus. “Jika memang nanti harus dipindahkan kita hanya bisa mengikuti, karena setiap keputusan pasti sudah melalui perencanaan yang matang,” jelasnya.
Dekan FKIP, Prof. Patuan Raja mengatakan pemindahan dilakukan untuk memperdayakan kembali kampus A sesuai dengan fungsi utamanya. “Kampus A yang berada di Panglima Polim itu sebetulnya bukan kampus melainkan tempat melaksanakan kegiatan, seperti kegitan nasional,” kata Prof. Patuan Raja saat ditemui di ruang kerja, Senin (25/2). Ia menambahkan, fasilitas yang ada di kampus B Metro sudah memadahi dibanding kampus A Polim. Nantinya akan ada penambahan fasilitasi pada kampus B Metro berupa rumah susun sederhana sewa (Rusunawa)=
Mahasiswa Berprestasi Harapkan Apresiasi Oleh: Ria Shinta Maya
Unila-Tek: Setelah tercabutnya Peraturan Rektor No. 3 Tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Sanksi pada Kamis (4/10/2018) lalu, membuat mahasiswa yang berprestasi tidak mendapatkan dana insentif dari rektorat. Saipul Anwar (Kehutanan ’17) juara tiga dalam ajang Asian English Olympic 2019 mengaku tidak mendapatkan dana insentif dari rektorat. Bahkan dia harus menggunakan uang pribadi saat lomba. “Saat itu pihak rektorat belum membuka penerimaan proposal, jadi belum bisa mengajukan proposal, sehingga saat berangkat
lomba (11-15/2) saya hanya menggunakan uang UKM dan uang pribadi,” keluh Saipul Anwar salah satu anggota English Society (ESo). Senada dengan Saipul, Nirwanda Sayni (Administrasi Publik ‘17) juara dua dalam ajang Asian English Olympic 2019 mengharapkan Unila kembali memberikan dana insentif. “Kita sangat berharap supaya pihak rektorat memberikan reward sebagai bentuk apresiasi bagi mahasiswa berprestasi seperti tahun-tahun yang lalu,” ungkapnya. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Karomani menyatakan bahwa pihak kampus
selalu memberikan reward kepada mahasiswa berprestasi, akan tetapi setelah dicabutnya Peraturan Rektor No. 03 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pemberian Penghargaan dan Sanksi, maka pemberian reward kepada mahasiswa berprestasi tidak ada lagi. “Mari kita kaji bersama duduk bareng untuk mendiskusikan hal tersebut. WR 3 selaku bapak mahasiswa akan selalu siap satu kali dua puluh empat jam untuk mendengarkan semua keluhan anak-anaknya. Jangan sampai mengambil keputusan yang salah,” kata Prof. Karomani saat di temui di ruang kerjanya=
NGEKHIBAS 1. Katanya kolam renang Unila berstandar Internasional? Pikirin dong fasilitasnya!
3. Mahasiswa Papua diusir? Teganya demi komersil!
2. Mahasiswa tenggelam, semua bungkam? Takut nama baik prodinya jelek yah!
4. Udah kompre masih ujian? Godok terus sampai mateng!
Unila-Tek: UKM PSM, Rakanila, dan UKMBS kecewa atas keputusan senat yang tak lagi mengundang ketiga UKM untuk mengisi kegiatan Unila seperti, acara wisuda, peringatan 17 Agustus dan pengukuhan guru besar. Ketiga UKM tersebut sudah tak dilibatkan sejak acara wisuda pada periode Januari 2019 lalu. Mereka digantikan oleh Prodi Pend. Musik dan Magister Pend.Bahasa Daerah. Ketua Umum UKM Rakanila, M. Tri Andeni (Ilmu Pemerintahan’16) merasa kecewa atas keputusan senat tanpa mempertimbangkan pendapat UKM. “Seharusnya minta masukan dari ketiga UKM agar tak ada yang kecewa,” tegasnya. Hal senada disampaikan Naufal Andre Riyantama (Teknik Elektro ‘16) selaku Pengurus PSDM UKM PSM. “Kita bisa berkolaborasi antara mahasiswa UKM dengan mahasiswa seni sehingga tidak ada pihak manapun yang merasa dikecewakan,” katanya. Menurut Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Prof. Karomani, putusan tersebut adalah hasil rapat senat terbatas sehingga ia tak diundang. “Kita minta diadakannya rapat pleno tanggal 11 Maret mendatang agar bisa memberikan masukan di rapat mendatang,” ujarnya=
Mahasiswa Inginkan Fasilitas Penitipan Helm Oleh: Alfanny Pratama F
Unila-Tek: Masih maraknya terjadi pencurian helm di parkiran Unila. Mahasiswa menginginkan adanya fasilitas penitipan helm. Dimas Haryo (Hubungan Internasional ’17) mengaku pernah kehilangan helm di parkiran Unit Pelayanan Teknis (UPT) Balai Bahasa Unila. Ia mengharapkan adanya penitipan helm di satpam supaya aman. “Nggak ada respon dari satpam saat saya kehilangan helm. Dalih satpamnya, nggak mungkin ngatur semua helm mahasiswa. Malah nyalahin saya karena teledor padahal saya udah dikaitkan di dalam jok motor supaya tak ilang,” ujarnya. Sama halnya yang dirasakan Adelia Pradita (Agroteknologi ’16) yang juga mengharapkan ada tempat penitipan helm. Agar lebih aman dan tidak terkana air hujan. “Saya malah dua kali hilang helm, salah satunya hilang parkiran UPT Balai Bahasa jenis helm Bogo. Kalau dibawa kelas juga udah banyak bawaan buku. Jadi males, mendingan kalau ada penitipan helm gratis di satpam lebih enak dan aman,” ujarnya. Komandan Satpam Unila Safe’i mengatakan dibuatkan tempat penitipan helm untuk proses ke depannya, sehingga parkir Unila akan lebih aman lagi. “Lokasi, dana, tempat, dan petugas yang menjadi syarat untuk diadakan tempat penitipan helm. Selain itu, saya mohon jadilah polisi diri sendiri dan taat aturan parkir yang sudah ditentukan,” tuturnya=
Mahasiswa Papua Keluhkan Tempat Tinggal Oleh: Sri Ayu Indah Mawarni
Unila-Tek: Kepala Badan Pengelola Usaha (BPU) Unila, I Gede Swibawa menghimbau penghuni Rusunawa untuk segera pindah sebelum awal semester genap karena akan dilakukan renovasi. Namun, sampai saat ini renovasi belum terlaksana. Sehingga masih banyak mahasiswa yang tinggal di Rusunawa. Mereka adalah mahasiswa yang berasal dari luar Lampung seperti Papua. Salah satu mahasiswa asal Papua, Yulince Dawapa (PG PAUD ’18) mengaku belum pindah dari Rusunawa lantaran ia meminta waktu perpanjangan tinggal sampai dana beasiswa turun. Ia juga mengaku, himbauan tersebut memberatkan mahasiswa Papua karena selama ini mahasiswa asal Papua tidak membayar sewa. Sedangkan jika indekos mereka harus membayar sewa. “Saya keberatan jika disuruh pindah, karena kalau di Rusunawa ini gratis. Kalau pindah itu bayar sendiri kosan-nya,” ujarnya. Menanggapi hal tersebut, Gede beralasan dengan adanya pergantian mahasiswa setiap tahun, mahasiswa yang berasal dari luar Lampung dapat lebih berinteraksi dengan orang lain. “Kalau di Rusunawa kan itu-itu saja temannya, harapannya dengan program ini mereka lebih memperbanyak jaringan sosial di masyarakat,” jelasnya=
KAMPUS IKAM No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
Hutan Mangrove Wadah Pusat Penelitian Oleh: Sri Ayu Indah Mawarni
Unila-Tek: Universitas Lampung mendapat hibah tanah seluas 50 hektare (Ha) dari pemerintah Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur pada 2005 silam. Tanah seluas 50 Ha tersebut kini sudah mencapai 700 Ha dan dimanfaatkan untuk penanaman mangrove oleh Unila yang dibantu masyarakat setempat. Penanaman tersebut berguna sebagai penahan abrasi pantai dan juga sebagai pusat penelitian atau konservasi. “Setiap tahunnya ditanami mangrove agar menjadi tempat yang berguna untuk masyarakat sekitar dan juga tempat konservasi,” jelas Endang Widiastuti sebagai penanggung jawab. Selain mangrove, terdapat 41 macam burung lokal dan non lokal yang hidup di daerah pantai. “Burung-burung juga banyak berdatangan kesana,
Oleh: Nofia Mastuti
sekitar 41 macam burung yang nampak itu dari Australia yang singgah di sini karena di sana sedang musim panas,” tambahnya. Menurut-nya saat ini terdapat rumah baca Lampung Mangrove Center (LMC) sebagai tempat belajar untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Himpunan Mahasiswa Jurusan Perikanan (HIMAPIK) ikut melakukan penanaman mangrove pada awal perkuliahan lalu. HIMAPIK dibantu Siswa Pecinta Alam (Sispala), dosen, Saka Wira Kartika, dan warga setempat menanam 2000 bibit mangrove yang diperoleh dari balai mutiara hijau. Ekadana Putra Sembayang (Budidaya perairan ’16) mengatakan, tujuan penanaman 2000 mangrove itu untuk menahan abrasi dan melindungi tambak. “Kemarin di sana bekas daerah yang terkena
abrasi pantai, tadinya rumah tapi akibat adanya abrasi jadi tidak layak ditinggali. Tujuan kami, ingin ada mangrove di sana supaya tidak abrasi dan juga melindungi tambak-tambak. Takutnya jika dalam waktu dekat tidak segera ditanami mangrove, daerah itu akan terkena abrasi selanjutnya,” jelasnya. Rektor Unila, Prof. Hasriadi Mat Akin berharap hutan mangrove bisa untuk internasionalisasi Unila sekaligus mengembangkan perekonomian masyarakat. “Kita kerja sama luar negeri banyak di situ, jadi kita internasionalisasi Unila itu mendatangkan orang asing untuk bekerja membangun database. Jadi kalau orang mau belajar hutan mangrove, Unila sudah banyak ahlinya dengan membuat pusat riset di situ, sekaligus mengembangkan ekonomi masyarakat di sana,” tuturnya=
Toilet Rusak, Pengurus LK FKIP Mengeluh Oleh: Alfanny Pratama F
FKIP-Tek: Toilet yang terletak di belakang Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung mendapatkan keluhan dari mahasiswa yang aktif di Lembaga Kemahasiswaan Fakultas (LK-F). Lantaran, kondisi toilet yang rusak dan tak terurus. Salah satunya, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Seni (HMJPBS) Yanto Wibowo (P. Bahasa Perancis ’17) mengatakan kondisi toilet sangat tidak terurus. Akibatnya, seluruh pengurus HMJPBS tak pernah lagi menggunakan fasilitas mahasiswa tersebut. ”Sumber air tidak memadai, adanya kotoran di dalam wc, dan kurang terjaganya kebersihan. Padahal penunjang kegiatan mahasiswa kalo rapat saat izin ingin ke buang air kecil tidak kejauhan,
Himasylva Aktif Kembali
5
sehingga tak menyita waktu yang lama,” ujarnya. Pantauan Reporter Teknokra Sabtu sore (2/2/19), jumlah toilet terdapat dua untuk pria dan wanita. Keduanya sama-sama memprihatinkan, air tidak mengalir, tidak ada gayung, lantai dan dinding kotor, serta terdapat tinja yang sudah mengering di kloset. Tidak layaknya kondisi toilet di PKM-FKIP, Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Unila, Ghani Fadhil Rabbani (Pend. Fisika ’17) mengaku sudah berulang kali membicarakan permasalahan toilet di PKM-F. Namun belum ada hasil yang jelas dari dekanat. “Inginnya adanya tindak lanjut dari aspirasi mahasiswa khususnya toilet ini. Selain itu, lingkungan PKM-FKIP menjadi kumuh karena menjadi tempat penumpukan atap bangunan dan kayu sisa reha-
pan pembangunan gedung, serta rerumputan yang amat tinggi,” ungkapnya. Tak ada hasil dari dekanat, Ghani pun bergerak bersama LK se-FKIP melalui Forum Lingkar Sosial akan ada Clean Up Day untuk membersihkan dan menjaga lingkungan FKIP. “Tentunya harus adanya peran dari pihak dekanat juga untuk bersama-sama mahasiswa menjaga kebersihan,” tambahnya. Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan FKIP, Supriyadi mengatakan akan memperbaiki toilet mahasiswa pada periode tahun ini. “Kalo perbaikan toilet Pusat Kegiatan Mahasiswa FKIP memang belum, jangankan fasilitas mahasiswa, semua lini bila ada masalah akan diatasi itu sudah kewajiban saya. Tapi, perlu peran juga mahasiswa untuk menjaga fasilitas,” jelasnya=
Foto: Ria Shinta Maya
Setiap sore, lapangan belakang Gedung Rektorat Universitas Lampung menjadi tempat berbagai aktivitas dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Mereka harus berbagi tempat diskusi, rapat, dan latihan, Selasa (12/3).
FP-Tek: Setelah 2 tahun sempat nonaktif tanpa kegiatan, Himpunan Mahasiswa Jurusan Kehutanan (Himasylva) kembali aktif menjadi organisasi tingkat Fakultas Pertanian. Aji Mandala Putra (Kehutanan ’16) selaku Ketua Umum Himasylva menerangkan bahwa penyebab Himasylva non aktif sangat kompleks. “Sebelumnya Himasylva tidak di non-aktifkan secara kelembagaan. Jadi Himasylva tidak dibekukan. Tapi tidak keluarkan izin untuk melaksanan kegiatan sehingga tidak dapat berkegiatan,” jelas Aji. Menjadikan Himasylva yang harmonis, berintegritas, intelektual, informatif, dan berdikari guna mewujudkan rimbawan profesional yang beradab, merupakan visi yang ingin digapai Aji dan kawan-kawan Himasylva. Sedangkan misi mereka antara lain, melakukan penguatan internal Himasylva dan mewujudkan keharmonisan di Himasylva. Serta dapat meningkatkan kapasitas anggota Himasylva terkait keilmuan di bidang kehutanan. Aji yang saat ini meneruskan estafet kepemimpinan mengaku, merasa diberi amanah yang sangat besar. “Sempat tidak yakin dengan diri saya. Tapi rekan-rekan saya menguatkan saya. Sehingga, saya terus maju. Dan juga abang dan mbak saya di Jurusan Kehutanan tidak pernah lelah untuk membimbing saya,” tutur Aji. Ia berharap, Himasylva bisa kembali menjadi wadah penampung aspirasi seluruh mahasiswa Kehutanan Unila. Selain itu, dapat mengembalikan kejayaan Himasylva dan meningkatkan akreditasi jurusan. Rafikal Cahya Utama (Kehutanan ‘16) bertekad bersama kawan-kawan Himasylva untuk merubah semua prosedur dan kegiatan yang dirasa kurang baik. “Semua keburukan lama siap kami tinggalkan sehingga pihak jurusan acc kami untuk aktif kembali,” jelasnya. Dr. Melya Riniarti selaku Ketua Jurusan kehutanan berharap, Himasylva sebagai salah satu kunci penting dalam mencapai visi Jurusan Kehutanan yaitu menjadi program studi kehutanan terbaik ke-5 di Indonesia. “Tentunya saya selalu menerangkan bahwa Himasylva itu semua kegiatannya harus berujung pada visi jurusan. Banyak hal yang harus dilakukan maka perlu menyamakan presepsi,” ujar Melya=
Mahasiswa Matematika Kembali Diuji Lepas Sidang Komprehensif Oleh: Nofia Mastuti
FMIPA-Tek: Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unila akan membentuk peraturan baru terkait pengujian ulang oleh 3 dosen penguji. Bagi mahasiswa yang telah melakukan sidang komprehensif. Peraturan tersebut dibuat lantaran, ada seorang mahasiswa yang tidak mampu menjawab saat ditanya dasar-dasar ilmu matematika. Ketua Jurusan Matematika, Prof. Wamiliana mengatakan mahasiswa yang telah melakukan sidang komprehensif sudah dikatakan lulus dan mendapat nilai A, namun meraka harus di uji kembali oleh 3 dosen. “Saat ini sudah 3 orang dosen yang bersedia untuk menjadi penguji bidang Matematik, Statistik, dan Matematika Dasar,” ujarnya. Sejak pertengahan Desember lalu, Wamiliana telah melakukan pengujian ulang kepada 18 mahasiswa yang telah melakukan sidang komprehensif. Menurutnya, penerapan peraturan seperti ini bukan menjadi penghalang mahasiswa untuk lulus cepat. “Kami ingin menerapkan quality first. Saya melatih mereka agar siap saat ditanya ketika melamar kerja,” tutur Wamiliana. Jurusan Matematika juga memberikan sertifikat kelulusan pendamping ijazah kepada mahasiswa. “Kami selama ini tidak ada alat untuk memonitor kemampuan mereka. Sementara yang baru lulus ini, kita akan mengeluarkan surat terkait kemampuan lain diluar ilmu matematika. Seperti bahasa inggris atau pernah mengikuti forum ilmiah nasional. Saat ini, sedang di data siapa saja yang pernah seminar,” jelas Wamiliana. Anita Rahma Sari (Matematika’15), awalnya mengaku kurang setuju. Namun setelah merasakan pengujian, ia mengaku merasa tak terbebani. “Awalnya saya kurang setuju karena saya mengira tes nya itu di kasih langsung berapa soal, lalu langsung saya kerjain detik itu juga. Ternyata kita nemuin dosen perhari,” tuturnya. Hal senada pun dirasakan Nurlita Widowarti (Matematika’15). “Jadi lebih tahu detail salahnya dimana. Selain itu juga bisa membantu mahasiswa agar menjadi lebih baik, matang dan lebih tahu,” ungkap Nurlita=
REPORTAS
No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
RAMBU KUNING TRAGEDI APNEA Oleh : Kalista Setiawan dan Silviana
Tingkat pengawasan dari pihak dosen pengampu dan pengawas kolam renang pun dipertanyakan. Bagaimana mungkin, seorang mahasiswa yang memiliki track record pernah menjadi peserta renang melewati Selat Sunda dan menjabat sebagai seorang asisten dosen mata kuliah Widya Selam ini meninggal saat berenang? Apalagi dosen mengaku sudah bersertifikat POSSI dan PADI yang seharusnya paham terkait penyelaman.
P
eristiwa nahas pada awal Maret (1/3) lalu, yang menimpa salah satu mahasiswa (Perikanan dan Kelautan ’17) Dimas Yuliantoro, masih menyaratkan duka mendalam. Khususnya bagi keluarga korban, teman angkatan, jurusan hingga civitas academica Universitas Lampung (Unila). Berawal, saat korban masih bertugas menjadi asisten dosen mata kuliah Widya Selam. Saat itu, ia berniat menantang diri untuk melakukan teknik renang gaya apnea di Kolam Renang Unila. Namun, akhir tragis menimpa dirinya. Korban ditemukan tenggelam di kedalaman 1 meter dengan jarak
50 meter. Sebelum melakukan renang tersebut, Dimas sempat meminjam fin dan masker. Ia juga sempat diberi peringatan oleh rekannya. Namun, Dimas meyakinkan diri bahwa ia bisa melakukan hal itu. Selang 15 menit kemudian, akhirnya Dimas ditemukan sudah tidak bergerak di kedalaman 1 meter oleh salah satu pelajar SMP. Korban segera diangkat ke tepi kolam dan diberikan CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) oleh salah satu pengawas kolam renang. Menurut keterangan Cesar Rio selaku dosen mata kuliah Widya Selam, denyut nadi korban sudah tidak ada saat diperiksa. “Jadi, pada saat pertolongan pertama, itu dari
petugas kolam terlebih dahulu, baru saya. Karena itu kejadian sangat cepat mbak, langsung di angkat. Saya cek nadi dan napasnya udah nggak ada,” terangnya saat di temui di ruangan dosen Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Rabu (6/3). Saat diberikan CPR, korban sempat memuntahkan sisa makanan dari dalam perutnya, namun tetap tidak sadarkan diri. Ia juga menambahkan, korban sempat dibawa ke Rumah Sakit Bintang Amin agar mendapat penanganan medis lebih lanjut. Menurut keterangan Irwan Sukri Banuwa (Dekan Fakultas Pertanian) setelah peristiwa tersebut, ia langsung diberitahu bahwa Dimas
sudah tiada. Irwan segera berkoordinasi dengan Safe’i selaku Kepala Satpam, Sariman selaku Kepala Biro Umum dan Keuangan Unila, Ir. Siti Hudaidah selaku Kepala Jurusan Perikanan dan Kelautan, Eko Effendi selaku Sekretaris Jurusan Perikanan dan Kelautan, Cesar Rio selaku dosen mata kuliah Widya Selam dan Irfan Lazuardi selaku instruktur mata kuliah Widya Selam untuk segera mengurus administrasi rumah sakit hingga prosesi pemakaman jenazah. Sebagai tanda prihatin, Fakultas Pertanian menurunkan empat unit mobil untuk mengantarkan rombongan beserta jenazah ke rumah duka. Tiga unit mobil dekanat dan 1 ambulance beserta masing-masing
2 sopir. Irwan mengatakan, tiap mobil diberikan uang perjalanan dan makan sekitar satu juta. Serta lima juta untuk prosesi pemakaman. Selain itu, Irwan juga menuturkan bahwa biaya belasungkawa pun turut diberikan kepada pihak keluarga. “Untuk biaya itu, kami tidak ingin memberitahukan karena sifatnya pribadi,” ujar Irwan. Awalnya, pihak keluarga ingin mengajukan autopsi jenazah untuk mengetahui penyebab kematian korban yang sebenarnya. Namun, menurut Irwan hal ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Sehingga, autopsi jenazah pun dibatalkan. Pukul 20.00 WIB, jenazah pun langsung diantarkan ke rumah duka di Fajar Bulan, Lampung Barat.
Foto : Ria Shinta Maya
6
SE KHUSUS Lisensi Penyelaman Syarat Wajib yang Harus Dimiliki Selam sendiri terdiri dari tiga jenis. Antara lain skin diving (penyelaman permukaan), free diving (penyelaman bebas tanpa alat bantu selam) dan scuba diving (penyelaman dengan menggunakan alat bantu selam). Menurut Jimmy Khadafi (Wakil Ketua Lampung Dive Club), renang apnea sendiri merupakan teknik selam free diving (penyelaman bebas) yang tidak perlu menggunakan alat selam seperti fin, pelampung, dan masker. “Seharusnya, untuk melakukan open water (red. renang dengan teknik) perlu didampingi oleh instruktur atau setidaknya rescue diver (red. penyelam penyelamat),” jelas Jimmy. Jimmy juga menjelaskan, risiko belajar sendiri tanpa pengawasan ahli jauh lebih besar. Apalagi korban dirasa masih belum siap untuk melakukan teknik tersebut. Instruktur yang mendampingi pun harus memiliki diving license. Lisensi ini bisa didapatkan dari mana saja baik internasional maupun lokal dengan para instruktur yang melatihnya. Untuk mendapatkan lisensi seperti CMAS (Confederation Mondiale des Activities Subaquatiques), POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia), PADI (Professional Association Of Diving Instructors) maupun SSI (Scuba School International), rata-rata para diver (penyelam) harus melakukan pelatihan selama empat hari berturut-turut. Mulai dari pengetahuan dasar, keselamatan, teknik penyelaman, praktek dua kali di kolam dan dua kali open water di laut. Sedangkan Dive Master (red. tingkatan lisensi tertinggi) sendiri memerlukan waktu pelatihan 10-15 hari. Nantinya para diver yang telah melakukan pelatihan serta pengujian akan mendapatkan lisensi penyelaman bersertifikat dan kartu identitas. “Ibarat SIM, lisensi ini juga ada peringkat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Antara bintang satu hingga empat,“ tutur Jimmy menambahkan. Lebih lanjut, Ir. Siti Hudaidah (Kepala Jurusan Perikanan dan Kelautan) mengatakan, setiap dosen pengampu mata kuliah Widya Selam harus memiliki sertifikat. Cesar Rio (Dosen Widya Selam) juga mengaku bahwa ia memiliki diving license jenis POSSI. Sedangkan Irfan Lazuardi (Instruktur Widya Selam) pun juga dikatakan telah memiliki diving license jenis PADI. “Itu sudah syarat wajib bagi kami para pengajar khususnya mata kuliah Widya Selam,” jelas Rio. Pemberian CPR Harus Tepat Teknik CPR sendiri merupakan teknik kompresi dada dan pem-
berian napas buatan untuk orangorang yang detak jantung atau pernapasannya terhenti. Setelah melakukan CPR pada korban, penyelamat (rescue) harus mengisi form terkait kondisi tubuh korban yang nantinya harus diberikan kepada tenaga medis rumah sakit. CPR sendiri, bukanlah teknik yang memastikan korban akan selamat. Namun, setidaknya akan menyadarkan korban yang mengalami black out (pingsan) dan memperpanjang masa kesadaran korban hingga mendapatkan penanganan medis yang tepat. Dugaan Jimmy, Dimas mengalami hiperventilasi (red. pernapasan berlebihan atau bernapas dengan intensitas cepat) saat mengalami panik di dalam kolam renang. Maka dari itu, Dimas akhirnya black out. “Saat diberi CPR lalu korban sudah muntah, seharusnya ia sudah sadar. Jika ia dibaringkan kembali, maka air akan masuk lagi ke paru-paru,” tutur Jimmy. Respon korban saat ia bisa memuntahkan baik air maupun sisa makanan, maka korban dinyatakan sudah sadar. Sebaiknya ketika korban tersadar, posisi kepala korban harus segera ditengadahkan. Lebih lanjut, Jimmy menuturkan teknik CPR sendiri harus dilakukan oleh tenaga professional yang sudah bersertifikat dan memiliki First Aid Card. “Untuk melakukan teknik CPR, kalau ia bukan dokter, bukan tenaga medis atau tidak memiliki kartu first aid, maka bisa berbahaya. Lebih baik segera telepon medis untuk penanganan yang lebih tepat,” ujar Jimmy. Menindaklanjuti kejadian nahas yang dialami Dimas, Jimmy sangat menyayangkan kurangnya tingkat pengawasan yang diberikan. Baik dari pihak kolam renang maupun penanggung jawab mata kuliah tersebut. “Dosen penanggung jawab haruslah menjadi pengawas utama, maka dari itu para instruktur harus memiliki diving license dan first aid card,” harap Jimmy. Secara terpisah, Irwan juga mengatakan rencananya akan mendiskusikan kembali terkait perencanaan penambahan dosen dan instruktur mata kuliah Widya Selam. “Peningkatan jumlah dosen dan instruktur nantinya diharapkan dapat meningkatkan pengawasan lebih. Tentunya mereka harus bersertifikasi. Agar kejadian ini tak terjadi lagi,” tutur Irwan. Sarana Prasarana Prodi Ilmu Kelautan Masih Terbatas Widya Selam atau Selam Dasar, merupakan salah satu mata kuliah dasar di Jurusan Perikanan dan Kelautan. Terdiri dari dua Sistem Kredit Satuan (SKS), yaitu perkuliahan dan praktikum. Mata kuliah ini dapat diambil di semester dua (genap), dengan pra-syarat telah
No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019 lulus mata kuliah renang di semester satu (ganjil). Hingga saat ini, mata kuliah Widya Selam sendiri telah diikuti oleh 35 mahasiswa angkatan 2018 dan 34 mahasiswa angkatan 2017. Jumlah dosen pengampu beserta instruktur ahli sebanyak 3 orang, dan memiliki 7 orang asisten dosen. Esti Harpeni (Dosen Penanggung Jawab Prodi Ilmu Kelautan) mengatakan bahwa, penerimaan mahasiswa baru untuk prodi Ilmu Kelautan sendiri baru bisa terlaksana pada tahun 2017. Terhitung pada 2016 Surat Keputusan (SK) mengenai pengesahan prodi ini baru diresmikan bulan Agustus. Menurut Esti, pembelajaran Widya Selam sangat diperlukan bagi penelitian mahasiswa prodi Ilmu Kelautan. Seperti pengambilan sampel biota laut, terumbu karang, dan lain sebagainya. “Untuk pengambilan underwater, tentu saja mereka harus memiliki
“
“Tentu saja kita berharap, untuk sarana dan prasarana pendukungnya bisa dibantu dilengkapi. Agar mahasiswa sendiri tidak merasa terlalu berat, terkait dana praktikum untuk penyewaan alat,” harap Esti mengakhiri sesi wawancara. Pengawasan dan Keamanan Kolam Renang Unila Masih Kurang Menurut keterangan Mohan Tesera (koordinator kolam renang) pengawasan di kolam renang sudah cukup ketat, di setiap sisi kolam ada 3 life guard yang selalu memantau pengunjung yang sedang berenang. Mohan juga menuturkan, pada saat kejadian terdapat 2 dosen, 7 asisten dosen dan 36 mahasiswa ilmu kelautan 2018 yang sedang melakukan praktikum. “Kita ambil hikmahnya aja. Jadi nggak bisa main-main, harus ada safety bener harus ada pengawa-
7
pernah mendapatkan pelatihan CPR dan keselamatan lainnya. Kolam Renang Unila juga belum memiliki tabung oksigen atau peralatan medis yang lengkap. Gede mengatakan, untuk pengawasan dan keamanan sendiri sebenarnya bukan termasuk tanggung jawab penuh pihak Unila. “Kalau mahasiswa mau ada praktikum atau apa, itu kan ada dosen penanggung jawabnya yang lebih berpengalaman,” tutur Gede. Berbanding terbalik dengan penuturan Gede, Jimmy mengatakan standar kolam renang yang baik seharusnya menyediakan peralatan keselamatan yang cukup. Seperti ketersediaan pelampung, ban, tabung oksigen, kotak P3K dan lain sebagainya. Setidaknya, informasi kontak tenaga medis harus terpampang dalam banner yang ukurannya besar. Selain itu, pelatihan CPR atau terkait penanganan penyelamatan untuk para life guard di kolam re-
Jangan sampai terulang lagi. Saya lagi cari tau penyebabnya, apa masalah di kolam renang itu.
Kedepan tidak bisa saya lepaskan. Pengawas kolam renang akan di beri pelatihan, mungkin selama ini tidak pernah terpikir
kemampuan penyelaman. Paling tidak menyelam tanpa bantuan alat (red. free diving). Jika mereka tidak memiliki kemampuan itu, maka mereka akan kesulitan untuk pengambilan sampel,” tutur Esti. Keterbatasan ketersediaan peralatan selam, membuat mahasiswa saling bergantian menggunakan alat saat praktikum. Namun Esti mengatakan, hal ini tidak terlalu menjadi kendala bagi prodi Ilmu Kelautan sendiri. Tergolong prodi baru, Esti pun mengaku sarana dan prasarana prodi Ilmu Kelautan khususnya untuk mata kuliah Widya Selam masih terbatas. Untuk alat selam seperti peralatan SCUBA diving, tabung selam, regulator dan fin (kaki katak), Prodi Ilmu Kelautan harus menyewa dari komunitas Anemon FMIPA Unila. Sedangkan untuk compressor (red. pengisi tabung selam), mereka juga bekerja sama dengan Polinela. “Sampai saat ini, alat-alat selam milik Anemon tergolong lengkap. Sehingga kami biasanya menggunakan untuk kebutuhan praktikum,” tutur Esti. Untuk tempat praktikum sendiri, Jurusan Perikanan dan Kelautan sudah menjalin kerja sama dengan Kolam Renang Unila. Sehingga, untuk kebutuhan praktikum mereka tak perlu membayar sewa alias gratis.
san,” kata Mohan saat ditemui di kolam renang, Kamis (4/3). Sementara itu, Mazami pengawas Kolam Renang Unila, mengaku belum pernah mendapat pelatihan apapun selama 10 tahun bekerja. Ia mengaku hanya mendapatkan pengalaman menyelam saat masih berada di kampung halaman Ogan Ilir Sumatra Selatan. “Enggak, nggak pernah tapi saya dulunya sering cari ikan di sungai sampai nyelam-nyelam waktu masih di Ogan Ilir dulu,” jelasnya saat di temui Reporter Teknokra, Rabu (6/3). Menurut I Gede Swibawa (Kepala Badan Pengelola Usaha), Kolam Renang Unila belum bersertifikasi resmi baik nasional maupun internasional. Namun berdasarkan segi ukuran, Kolam Renang Unila dirancang mengacu pada standar internasional. Gede juga mengatakan, Kolam Renang Unila memiliki satu koordinator dan 12 life guard yang bekerja secara bergantian (shift). Sedangkan peralatan renang, baru memiliki 3 buah pelampung ban. “Bulan Ramadhan ini, rencananya Kolam Renang Unila akan melakukan rehabilitasi. Seperti perbaikan kamar bilas, pengurasan kolam renang, perbaikan tribun dan lain sebagainya,” jelas Gede. Ia juga mengaku bahwa 12 life guard yang ada, memang belum
“
nang perlu diberikan. “Life guard pun lebih baik, juga bersertifikasi. Agar nantinya, mereka lebih siap jika terjadi kejadian yang tak terduga,” harap Jimmy. Mengenai kejadian nahas ini Rektor Universitas Lampung, Prof. Hasriadi Mat Akin menyampaikan duka yang mendalam. Ia mengaku belum mengetahui secara pasti kronologi kejadiannya, karena pada saat kejadian ia sedang berada di luar kota. “Saya sangat menyayangkan terjadinya kehilangan mahasiswa terbaik kita. Saya kira, dia belum bisa berenang ternyata justru dia instrukturnya. Kenapa kok bisa jadi seperti itu yang jadi pertanyaan besarnya dan saya juga belum mendapat secara resmi laporan kejadian yang sebenarnya,” ujar Hasriadi saat di temui di ruangannya. Ia juga menambahkan, akan lebih memperhatikan pengawasan dan keselamatan di kolam renang. Mengingat Kolam Renang Unila juga diperuntukkan untuk umum. Sehingga keselamatan pengunjung merupakan tanggung jawab Unila. “Jangan sampai terulang lagi. Saya lagi cari tahu penyebabnya, apa masalah di kolam renang itu. Kedepan tidak bisa saya lepaskan. Pengawas kolam renang akan di beri pelatihan, mungkin selama ini tidak pernah terpikir,” tuturnya mengakhiri perbincangan =
8
INOVASI
No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
Rawat Kandungan Lewat Aplikasi T
im mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unila membuat aplikasi perawatan ibu hamil. Aplikasi yang bernama Kasih Ibu ini memberikan pengetahuan kepada ibu dalam menjaga kandungannya. Salah satu perancang aplikasi, Aris (Ilmu Komputer ’15) mengatakan kegunaan aplikasi untuk memberikan pengetahuan tentang perawatan ibu hamil berupa keluhan kehamilan dan beberapa tips untuk ibu hamil merawat kandungan. Selain itu, terdapat juga fitur untuk mendeteksi penyakit anak, pencarian lokasi bidan, serta arti nama. Aris mengaku ide muncul ketika ibunya Brian Arnesto Sitorus (Ilmu Komputer ’15) mengalami kanker rahim, kurangnya pengetahuan akan penyakit saat masa kehamilan membuat ibunya tidak menyadari hal tersebut. Padahal penyakit ini
bisa didetekasi sejak dini. “Dari situlah Brian dan saya membuat aplikasi ini,” ungkapnya. Aris tak sendirian, ia beserta temannya Brian dan Putra Prabowo (Ilmu Komputer ’16) saling bekerja sama mengembangkan ide dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), “Kita lakukan perbaikan dalam penulisan PKM. Untungnya pada tahun 2017 PKM ini didanai dan lolos Pimnas,” kata aris. Aplikasi yang dibuat bulan April sampai Agustus ini menelan biaya sekitar Rp 7,2 juta. Tahapan pembuatan aplikasi ini, seperti perencanaan, pengumpulan data, implementasi atau pembuatan aplikasinya dan pengujian oleh dokter spesialis anak dan kandungan dari Fakultas Kedokteran (FK) Unila. Tiga sekawan tersebut mengaku kesulitan dalam pengumpulan data karena mereka tidak ada basic Ilmu Kedokteran, se-
hingga kesulitan dalam menganalogikannya. Saat ini belum ada pesaing atau kompetitor yang sama persis dengan aplikasi kasih ibu yang berbasis android ini, kebanyakan aplikasi tentang kesehatan ibu hamil dan anak adalah berbasis website. Menurut Aris, aplikasi ini masih kurang menarik dari segi tampilan. “Tampilan itu yang paling utama. Namanya juga cuma empat bulan tanpa perencanaan yang matang,” tutur Aris. Pengunduh aplikasi ini sudah mencapai kurang lebih 163. Cara mengakses aplikasi ini sangatlah mudah, terlebih dahulu install aplikasi di play store. Setelah ter-install buka aplikasi dan ikuti langkahnya sesuai dengan panduan. Sedangkan, untuk fitur mendeteksi penyakit anak, pengguna hanya memilih opsi ya atau tidak. Salah satu pertanyaannya seperti ‘Apakah anak anda
Ilustrasi : Windy Sevia
Oleh: Tuti Nurkhomariyah
mengalami gejala demam?’. Isi semua pertanyaan yang terdapat pada aplikasi sesuai gejala yang dialami anak, jika semua sudah maka akan muncul hasil deteksi penyakit anak. Lalu, fitur keluhan ibu hamil, pengguna hanya memilih sesuai dengan kondisi yang dialami, seperti usia kandungan dan keluhan yang dirasakan. Setelah selesai maka akan muncul hasil deteksi dari keluhan ibu hamil. Tak hanya itu, untuk fitur pencarian lokasi bidan. Pengguna akan ditunjukan lokasi bidan dan rumah sakit terdekat yang masih sekitar Bandarlampung dengan mengiku-
ti arah latitude dan longitude. Sebelum lolos Pimnas, Aris dan kedua temannya ini berniat mendaftarkan aplikasi ini ke Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) pengembangan produk inovasi teknologi yang sudah masuk pada kategori prototype dan fase pra-komersial. Bahkan sempat ingin didaftarkan hak cipta. Namun semua itu tidak terlaksana. Mereka sekarang lebih fokus dalam menyelesaikan study. Aris berharap semoga aplikasi ini berguna bagi masyarakat yang membutuhkan, “Saat ini saya hanya ingin fokus pada kuliah saya dan lanjut S2,” jelasnya=
ARTIKEL TEMA P ertentang an T e n ag a P end id ik Dari Barak
B
aru-baru ini Kemendikbud menetapkan keputusan untuk bekerjasama dengan TNI dalam rangka memajukan kualitas pendidikan Indonesia di daerah terluar, tertinggal dan terdepan (3T). Kemendikbud dalam hal kerjasama ini menetapkan anggota tentara untuk menjadi guru yang mengajar di daerah 3T. Kemendikbud menjelaskan bahwa keputusan ini dibuat karena miris melihat keadaan pendidikan di daerah 3T yang lebih banyak jam kosong yang disebabkan oleh keterbatasan jumlah guru yang mengajar. Keputusan Kemendikbud untuk bekerjasama dengan TNI dalam mengatasi keterbatasan guru di daerah 3T adalah suatu keputusan yang salah. Banyak pihak yang mempertanyakan tentang keputusan Kemendikbud terkait kerjasamanya dengan TNI. Ada tiga hal yang dianggap menjadi kesalahan fatal dalam keputusan Kemendikbud yaitu peraturan perundang-un-
Galang G. Ramadhan (Pend. Bahasa Indonesia 2016)
dangan yang mengatur tentang tugas TNI, ketidakberpihakkan Kemendikbud terhadap tenaga kerja guru dan lulusan yang melahirkan calon guru, juga terhadap kualitas pengajaran para anggota TNI. Hal pertama yang sangat fatal dalam keputusan Kemendikbud ini ialah pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Sebab keputusan yang dilakukan oleh Kemendikbud ini didasarkan tanpa perintah presiden yang pada umumnya berupa Peraturan Presiden (Perpres). Presiden Joko widodo selaku panglima tertinggi TNI haruslah terlebih dahulu memberikan komando kepada TNI dalam bentuk Perpres sebagai tugas tambahan kepada TNI untuk membantu mengajar selain dari tugas-tugas TNI yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Sebab TNI diciptakan negara pada dasarnya sebagai alat kea-
manan negara dengan tujuan untuk menjaga dari serangan pihak luar. Maka seharusnya TNI lebih fokus pada pelatihan-pelatihan perang dan segala persoalan yang merujuk pada keamanan negara. Tanpa komando Presiden seharusnya tentara tak bisa bekerja sama dengan Kemendikbud untuk menjadi guru pengajar di daerah 3T. Kemudian hal kedua adalah ketidakberpihakkan Kemendikbud pada Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pengajar yang berlimpah. Jika kita melihat lagi pada kenyataannya bahwa masih banyak sekali tenaga pendidik di Indonesia. Mulai dari guru-guru honor dengan gaji kecil, maupun mahasiswa-mahasiswa baru yang telah dididik untuk menjadi calon guru. Seharusnya dengan melihat kenyataan yang ada tentang Sumber Daya Manusia yang melimpah, ada baiknya jika Kemendikbud membuka CPNS atau program lainnya untuk para guru yang ingin mengajar di daerah
3T. Sehingga dengan begitu Kemendikbud telah memberikan jalan bagi para guru honor dan calon guru untuk mendapatkan kehidupan yang layak juga memanfaatkan Sumber Daya Manusia yang ada dengan lebih efisien. Kemudian yang terakhir, apakah mutu dan kualitas para TNI dalam mengajar dapat dipertanggungjawabkan di kemudian hari? Bahkan untuk masyarakat sipil yang ingin menjadi guru saja haruslah mengikuti berbagai training cara mengajar yang baik dan benar, harus mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk mendapatkan sertifikat mengajar. Mahasiswa saja bahkan berjibaku lebih dulu dalam proses mengajar. Mengajar juga bukanlah hal yang mudah. Guru-guru haruslah menyiapkan terlebih dahulu rancangan pembelajaran sebelum aktivitas belajar mengajar di mulai, menyesuaikan isi kurikulum dengan materi yang diajarkan, juga menyesuaikan materi yang diajarkan dengan lingkungan para siswa. Guru-guru yang mendapatkan pembelajaran mengenai perancangan pembelajaran saja masih banyak yang salah dalam prakteknya mengajar di dalam kelas. Terlebih lagi 4 ketrampilan guru seperti pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian haruslah
dipahami dan ditanam dalam jiwa seorang pendidik. Maka dengan segala hal yang cukup rumit dipahami oleh para “guru” itu sendiri apakah sanggup dilakukan oleh para TNI yang tak pernah memiliki pengalaman soal itu. Jikapun keputusan Kemendikbud ini tetap dilakukan, maka ada baiknya jika para tentara hanya ditempatkan sebagai guru cadangan pada pembelajaran semacam “bela negara”, pramuka, olahraga dan pendidikan kewarganegaraan. Itupun statusnya sebagai guru cadangan dan tanpa gaji tambahan sebagai seorang tentara. Sebab jika para tentara yang mengajar juga diberi tambahan gaji karena ia membantu mengajar maka, ditakutkan menimbulkan kecemburuan sosial bagi para guru. Maka ada baiknya dan akan lebih bijaksana lagi jika Kemendikbud mengkaji ulang terkait keputusannnya menggandeng TNI sebagai guru di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan. Mari pertimbangkan lagi terkait Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pendidik kita yang berlimpah dan rela dibayar murah untuk menghidupi keluarganya juga untuk membuat ijazahnya jadi tak sia-sia =
APRESIASI No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
9
HARJO
Mike Fena Firdania Perpajakan ‘17
N
ina berlari secepat kilat sesaat setelah mendengar mbah Harjo tertabrak mobil di simpang Malioboro. Saat itu mbah Harjo baru saja selesai membereskan sisa dagangannya dan sedang dalam perjalanan menuju sebuah masjid di pinggiran ruko untuk sholat ashar. Lelaki tua dengan badan tinggi besar dan jenggot putih lebat itu mengayuh sepeda tuanya dan menyusuri jalanan yang cukup riuh. Ketika ia hendak belok ke arah yang berlawanan, tanpa disadari sebuah truk dari arah belakang menghantam dirinya dan sepeda tuanya. Kecelakaan itu membuat riuh orang-orang disepanjang jalan yang melihat mbah Harjo terkapar tak berdaya dengan darah segar yang mengucur di pelipis dahinya. Suara klakson kendaraan pun membuat ricuh sore hari itu. Ridwan, salah satu pedagang batik dari tanah Minang yang berjualan di pasar Beringharjo dan akrab dengan mbah Harjo itu ikut meny aksikan kejadian dan langsung membawanya ke rumah sakit terdekat. Mbah Harjo yang akrab disapa mbah Jo itu dikenal oleh para pedagang sebagai seorang penjual tembakau dan kinangan. Ia dikenal sebagai sosok pekerja keras dan tak mudah menyerah. Meski usianya sudah menginjak kepala tujuh, semangatnya tetap membara seperti seorang pujangga pencari cinta. Terlebih ia dikenal sebagai pribadi yang supel dan senang bercanda. Tiga puluh menit sebelum mbah Harjo terserempet mobil, Nina baru saja pulang dari Madrasah Tsanawiyah dan bergegas untuk pergi ke pasar Beringharjo untuk membantu mbah Harjo. Gadis remaja berambut cokelat kemerahan, bermata hitam dan suka menggigit kuku itu berjalan dengan ceria sembari menyenandungkan lagu-lagu pop di sepanjang perjalanan menuju pasar. Namun, baru separuh perjalanan, tiba-tiba Yu Mirna, tetangga kakeknya berjualan, menghampirinya dengan terengah-engah, keringat di sekitar dahinya mengucur bak tetesan hujan di kaca jendela. “Nduk, si mbah Nduk..” kata perempuan berdarah Bugis yang tak mam-
pu melanjutkan perkataannya itu. “Ada apa Yu Mirna? Si mbah kenapa?” Tanya Nina sambil mengguncang kedua bahu Yu Mirna meminta penjelasan. “Si mbah keserempet mobil di simpang Malioboro. Sekarang sudah dilarikan ke Rumah Sakit Muhammadiyah” kata yu Mirna, ia mengucapkannya dengan begitu pelan dan hati-hati. Nina yang mendengar kabar itu langsung terkulai lemas. Dengkulnya bergetar, tangannya bergetar, pikirannya pun berkelebatan pada hal yang tidak-tidak. Sementara Yu Mirna berusaha menenangkan Nina. Nina menahan tangis dan sesak di dalam dadanya. Ia masih setengah tak percaya bahwa mbah Harjo mendapati kecelakaan itu. Bayangan wajah mbah Harjo, lelaki tua yang mau menerimanya seperti seorang keluarga itu menyergap pikirannya. Ia kemudian berlari ke persimpangan jalan untuk menghadang angkutan umum dan menuju rumah sakit. Sementara Yu Mirna Ia tinggalkan begitu saja di pinggir jalan. Beberapa saat kemudian, Nina sampai di koridor rumah sakit dengan keringat mengucur di pelipis wajahnya yang pucat. Ia menoleh ke sana-ke mari mencari perawat yang berjaga, namun tak terlihat seorangpun di bagian penerimaan. Tak lama kemudian, seorang perawat berbadan tinggi besar menghampirinya. “Maaf, ada yang bisa dibantu mbak?” kata seorang lelaki itu kepada Nina. “Saya mau tanya mas. Dimana ya ruangan korban kecelakaan yang sore tadi terjadi di simpang Malioboro? Orangnya sudah tua, berjenggot putih dan ……” belum sempat meneruskan perkataan, si perawat tersebut langsung mengarahkan Nina menuju kamar rawat mbah Harjo. Di sepanjang lorong rumah sakit, Nina berjalan sambil terus berdo’a. Sesampainya ia di dalam ruangan, dilihatnya lelaki tua renta tanpa daya itu masih belum sadarkan diri. Pada sisi kanannya, terlihat Ridwan sedang duduk, sambil menatap jauh ke arah luar jendela. Nina pun menghampiri Ridwan lalu menumpahkan
tangisnya yang sedari tadi ia tahan. “Si mbah gak papa to, Mas?” tanya Nina pada Ridwan terbata-bata karena sesenggukan menangis. “Dah, gak papa. Tadi si mbah banyak yang bantuin kok. Kamu gak usah panik” Jawab lelaki berkumis tipis, yang sebentar lagi berkepala empat, namun belum menikah itu. Nina menghela nafas, ia pandangi wajah mbah Harjo sambil memegangi kedua tangannya yang keriput, kasar, dan hitam akibat paparan sinar matahari. Dan pada bagian siku dan sekitar lengannya terdapat goresan-goresan dan luka memar. Lamunan Nina pergi pada peristiwa beberapa tahun silam. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. Seluruh keluarganya meninggal dunia akibat gempa yang terjadi pada tahun 2006 di Bantul. Hanya Nina yang selamat dari peristiwa itu. Ia pun harus menerima kenyataan pahit bahwa tak ada satupun keluarga yang ia miliki lagi saat itu. Hari terus berlalu, untuk menghidupi dirinya, ia harus mampu menghasilkan uang. Dengan itu ia melakukan segala macam pekerjaan dengan terus berjualan bunga duka setiap harinya setelah pulang sekolah. Bunga duka itu ia dapatkan dari perkebunan milik pak Umar, yang juga seorang pedagang sate Madura di pasar Beringharjo. Nina ingat, saat itu hari minggu. Ia berjualan keliling ke sekitar pasar Beringharjo membawa sebakul bunga yang terdapat sekat didalamnya. Saat itu belum ada seorang pun yang mau membeli dagangannya. Namun, ketika ia sampai di pinggiran jalan pintu masuk pasar, ia bertemu mbah Harjo yang terlihat duduk menyila sambil menyulut gulungan tembakau. “Pinten, dek?” (berapa, dek?) Tanya mbah Harjo pada Nina yang berjalan pelan menyeret kakinya yang mulai berat. “Mung selangkung, Pak secantinge” (dua puluh lima ribu saja, Pak per cantingnya) jawab Nina yang tak cukup fasih berbahasa jawa halus itu, karena keluarganya sendiri merupakan keturunan Aceh. Melihat gadis kecil itu berke-
liling namun belum berkurang sedikitpun dagangannya, mbah Harjo merasa iba dan akhirnya Ia membeli secanting bunga duka itu dan berbincanglah mereka di tengah hiruk pikuk keramaian pasar. Nina bercerita tentang kehidupan yang menimpanya, tentang keluarganya yang hilang dan meninggal akibat musibah itu. “Kalo saya bisa milih, saya memilih untuk ikut mereka, Mbah” katanya sambil tertawa kecil, namun matanya tampak merah dan basah. “Hus! Segalanya itu sudah diatur sama yang di atas. Kita cuma umatnya. Gak berhak mengatur nasib hidup dan mati seseorang, Nduk cah ayu” kata mbah Harjo sambil menepuk bahunya yang tak bidang itu. Mbah Harjo pun bercerita tentang kehidupan yang menimpanya. Istrinya meninggal saat melahirkan anak bungsunya. Sementara anak-anaknya tak pernah memperdulikan nasib sang ayah. Mbah Harjo pun selalu merasa menjadi benalu bagi sang anak. Hal itu pula yang membuatnya lebih memilih menua seorang diri. Kejadian itu terus berulang beberapa kali, sampai pada suatu ketika mbah Harjo menawarkan bagaimana jika Nina tinggal bersamanya dan membantunya berjualan kinangan. Nina memang tak memiliki siapa-siapa lagi, dan akhirnya ia memilih untuk tinggal dengan mbah Harjo. *** Nina tertidur pulas di sisi ranjang rumah sakit. Beberapa saat kemudian ia terbangun, sebab jari tangan mbah Harjo yang terasa bergerak-gerak di sela rambutnya. “Walah,, mbah bikin kamu jadi bangun ya?” tanya mbah Harjo sambil tersenyum lemas dengan nafasnya yang terlihat agak sesak. Nina makin menangis melihat kondisi mbah Harjo seperti itu. “Mbah gak papa to, mbah?” tanya balik Nina, yang bahkan ia sendiri belum menjawab pertanyaan dari mbah Harjo. “Mbah gak papa, kamu gak usah sedih Cah ayu. Jelek nanti” jawab mbah Harjo sambil menyentil hidung Nina yang tampak mungil.
Ilustrasi : Chairul Rahman Arif
EMBAH
Mendengar jawaban mbah Harjo dan melihat kondisi nya yang terlihat baik-baik saja, Nina akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah untuk menyiapkan dagangan esok hari. *** Pagi saat Nina hendak pergi ke pasar, rintik hujan turun. Terdengar begitu keras karena menghantam dedaunan yang lebat dan kering. Namun hal itu tak mengurungkan niatannya untuk berdagang. Ia membawa payung lusuh yang tak begitu lebar dengan tangannya yang mungil. Kemudian ia pergi ke pasar, dengan membawa bunga duka yang akan ia jual bersandingan dengan kinangan milik mbah Harjo. Setelah menjajakan dagangan di pasar, ia pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi mbah Harjo. Entah mengapa perasaannya tak menentu saat itu. Dengan terengah-engah ia berlari menyusuri jalanan yang sedang ramai-ramainya. Kini ia telah sampai di depan pintu ruangan mbah Harjo dirawat. Terlihat beberapa orang paruh baya menangis sesenggukkan di kursi panjang tepat di depan ruang tunggu itu. Mereka adalah anak-anak mbah Harjo yang datang. Melihat keadaan yang membingungkan itu, akhirnya Nina masuk ke dalam dan melihat orang-orang di dalam yang berhamburan dengan tangis. Mbah Harjo telah tiada. Nafasnya sesak, dan terjadi pendarahan di kepalanya semalam, yang membuatnya kehilangan oksigen dan menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya. Nina tak mampu berbuat apapun, ia hanya menangis dan terkulai lemas. Ridwan, yang telah datang lebih dulu pun memeluknya sambil memberikan surat yang ditulis mbah Harjo sesaat sebelum kematiannya. “Nina, cah ayu.. jangan marah pada Tuhan.. semua yang terjadi memang seharusnya terjadi. Kamu bisa melewati ini semua, Nduk. Tetaplah berbahagia.. “ Isi surat itu menumpahkan seluruh tangis Nina yang pilu. Sementara anak-anak mbah Harjo hanya mendapat penyesalan, karena telah menelantarkan dirinya=
10
Life Style
No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
Usung Tumbler Kurangi Sampah Plastik
Ilustrasi : Chairul Rahman
Oleh: Alfanny Pratama Fauzi
S
etiap akhir pekan, Swita Enjelina Simamora (Sosiologi’15) melakukan kegiatan rutinitasnya, yakni olahraga lari. Segala persiapan ia lakukan, memakai bahan pakaian yang meresap keringat, sepatu, dan earphone untuk mendengarkan musik . Tak lupa hal wajib yang harus dibawa, yakni membawa botol minum sendiri atau akrab disebut tumbler. Alasan mahasiswi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) itu selalu membawa tumbler agar tidak repot membeli air mineral setelah olahraga. Selain itu, upaya Swita untuk ikut meminimkan penggunaan sampah. Sebab, Ia merasa prihatin dengan rusaknya lingkungan akibat sampah plastik yang sering disepelekan. “Dengan menggunakan tumbler air yang kita minum lebih terpercaya dan higienis. Supaya kota Bandarlampung tidak menjadi kota besar terkotor lagi dengan mengurangi sampah plastik, sehingga kualitas pH tanah tidak rusak dan enak dilihat,” ucapnya yang masih mengucur keringat di
dahinya. Berbagai botol minuman kini memang beragam jenisnya di pasaran. Mulai dari variasi warna, jenis bahan tumbler, bentuknya, dan keunikan lainnya. Hal itu untuk menarik para pembeli. Swita saat membeli hanya mempertimbangkan warna kesukannya. Sedangkan, simbol-simbol tumbler kurang jadi perhatiannya. Padahal, itu hal yang penting untuk menentukan botol minum yang baik digunakan. “Saya beli tumbler beberapa bulan yang lalu karena suka warnanya natural dan cerah-cerah. Tumbler saya sudah teruji bisa tahan air panas dan dingin karena liat simbol sendok dan garpu di bagian bawah tumbler, kalau yang lain belum tahu,” katanya. Lain halnya, Muhammad Agung Sujadi (Pend. Sejarah ’14) mengaku tahu cara memilih tumbler yang baik untuk kesehatan. Ia mengerti
beb e rapa simbol yang ada pada tumbler, merek yang bagus, serta jenis bahannya. Namun, Ia tak mengutamakan itu saat
membeli tumbler. “Memang saat ini kalau cewe memilih botol berdasarkan keimutannya, kalau saya cowo yang penting ada aja. Masih jarang orang yang mementingkan kesehatan,” tuturnya. Perawatan tumbler pun merupakan hal yang penting. Supaya dapat tahan lama dan kebersihannya dapat terjamin. Agung selalu mencuci dengan sabun dan merendem dengan air panas sehabis pakai. Melihat sudah banyak mahasiswa yang menggunakan botol minum membuat Putri Winda Sari
(Founder Gajahlah Kebersihan) merasa senang. Sebab, mengurangi penggunaan plastik, sehingga lingkungan tidak penuh sampah plastik yang susah terurai. Banyaknya jenis tumbler, Putri menyarankan saat membeli tumbler perlu melihat simbol angka satu sampai tujuh di dalam logo segitiga. Alasannya beberapa jenis botol justru berisiko tinggi mengancam kesehatan karena mengandung bahan kimia yang berbahaya. “Produk tumbler yang aman bersimbol angka 5 karena berbahan Poly Propylene. Angka 1 berbahan Polyethylene Terephthalate hanya dapat dipakai 1, 2, dan 3 kali cukup aman untuk digunakan 2-3 hari. Sedangkan angka 2, 3, 4, 6, dan 7 cukup berbahaya mencemari air yang dikonsumsi,” ujar wanita penggiat kampanye lingkungan. Sedangkan untuk cara merawat, biasanya Putri selalu rajin mencucinya, botol dibiarkan terbuka untuk menghilangkan bau menyengat, hindari mencuci tumbler plastik pakai air panas. Lalu usahakan mempunyai dua tumbler supaya bisa bergantian =
ZONA AKTIVIS
Bentuk Jiwa Kemanusiaan Lewat KSR Unila
Dok.
Oleh: Ria Shinta Maya
B
eberapa bulan lalu (22/12/2018), Anak Gunung Krakatau mengalami longsor pada lereng di sebelah barat daya seluas 64 ha. Hal ini menyebabkan terjadi gelombang tsunami setinggi 12 meter di titik longsor. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana ini menyebabkan 453 orang tewas, 14.059
orang luka-luka, dan sekitar 40 ribu orang mengungsi. Di Lampung tercatat sebanyak 128 orang tewas, 4.008 orang luka dan 8.173 orang mengungsi. Melihat hal ini, beberapa mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Korp Sukarela (UKM KSR) PMI Unit Unila turut membantu dalam evakuasi korban, khususnya di Lampung
Selatan. Dalam mengevakuasi korban bencana tsunami, UKM KSR mengirimkan tim kesehatan yang telah memiliki sertifikat pelatihan nasional, dan sudah terlatih dalam evakuasi bencana. “Tim kesehatan yang dikirim dari KSR bukan sembarangan. Tim tersebut memiliki kriteria atau persyaratan tersendiri,” kata
Ketua Umum UKM KSR periode 2018, Gregorius Verli Giga Winarno (Pend. Fisika ’14). Tidak hanya itu, UKM KSR juga melakukan penggalangan dana sejak 27 Desember 2018 hingga 13 Januari 2019. Total dana yang terkumpul sebesar Rp24,8 juta. Dana tersebut tidak langsung dibagikan, namun dibelanjakan untuk 40 paket sembako, dan 70 seragam sekolah. Selain melakukan kegiatan sosial, UKM yang berdiri pada 29 April 1992 ini sering melakukan kegiatan seperti donor darah. Bahkan UKM KSR menjadikan Unila sebagai lumbung darah tertinggi di Bandar Lampung. KSR juga konsisten dalam progam kerja Hotline Donor Darah, dimana KSR mempunyai database pendonor siaga yang siap mendonorkan darahnya saat dibutuhkan. UKM yang sudah berusia 16 tahun ini merupakan cabang dari PMI di perguruan tinggi dengan tujuan sebagai wadah dalam menyalurkan segala bentuk bantuan kepada masyarakat. Saat ini hasil kerja UKM KSR sudah
diakui tingkat universitas bahkan nasional. “Kita selalu mengikuti Temu Bhakti KSR Perguruan Tinggi Se-Indonesia, Gladian Relawan, dan Temu Karya Relawan Nasional serta mengikuti Pelatihan Nasional,” jelasnya. Terdapat lima divisi UKM KSR yaitu Divisi Pendidikan dan Pelatihan, Divisi Pengabdian Masyarakat, Divisi Transfusi Darah, Divisi Kesekretariatan, dan Divisi Kewirausahaan. “Untuk menjadi bagian dari KSR tidak ada syarat khusus, hanya modal kemauan karena kita organisasi sukarela yang akan membentuk jiwa kemanusiaan,” papar Verli. Verli menjelaskan keinginan terbesar UKM KSR adalah menjadikan Unila sebagai kampus siaga bencana yang berbentuk Unit. “Unila tidak hanya ada KSR saja, akan tetapi ada Unit tersebut. Sehingga jika terjadinya bencana maka kita dapat terjun langsung kelapangan. Selama ini KSR menyikapi bencana harus melalui beberapa kordinasi sehingga memperlambat cara kerja,” ujarnya =
POJOK PKM No. 154 XIX Bulanan | Edisi Maret 2019
Ekspresi
11
KAMPANYE
Pendekar Bersenjata Penjepit Kayu
Pembasmi sampah Oleh: Mitha Setiani Asih
D
ua keping kayu berukuran satu meter berbentuk penjepit dan kantong plastik hitam (trash bag) selalu digenggam pada masing-masing tangannya. Alat tersebut menjadi senjata Yongki Lesta Agustiansyah (Sosiologi ’16) untuk membersihkan sampah plastik di Universitas Lampung. Kegiatan tersebut rutin dilakukannya setiap weekend dengan menghasilkan rata-rata 10 kg sampah. Satu demi satu, sampah plastik yang berada di pelataran Gedung Serba Guna (GSG) Unila terkumpul. Setelah trash bag terisi penuh, mahasiswa Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini selalu menimbang bobotnya dan langsung diangkut menggunakan motor ke tempat pembuangan akhir yang berada di belakang Gedung Perpustakaan. “Biasanya jumlah yang didapatkan sedikit, hanya 10 kg atau lebih. Kadang kita membasmi tumpukan sampah hingga mencapai 200 kg. Mengangkut sampahnya juga menggunakan motor sendiri,” kata lelaki yang kerap disapa Yongki. Ia mengaku mulai tertarik turun lapang untuk memungut sampah sejak semester satu. MulanyaYongki tidak mau memungut sampah, karena sering melihat temannya memungut sampah sendiri di seputaran Kesekretariatan Judo Unila. Akhirnya, ia tergerak untuk ikut memungut sampah. “Selama saya memungut sampah saya tidak tahu tujuan saya memungut sampah. Saya penasaran dengan teman saya yang juga memungut sampah puluhan kg,” jelas lelaki yang acap kali menggunakan hoddie ketika memungut sampah. Kebiasannya memungut
sampah, membuat Yongki sering dijuluki pemulung oleh pemulung lain. “Biasanya pemulung merasa saya saingan mereka. Namun saya meninggalkan sampah yang masih memiliki nilai jual. Saya tidak mau mengambil rezeki orang lain,” ujarnya. Menurut Yongki, permasalahan sampah ini belum mendapat perhatian dari seluruh lapisan masyarakat. Masih banyak masyarakat membuang sampah pada aliran air seperti sungai. Bahkan, dahulu ia pun pernah melakukannya. “Dahulu orang tua meminta saya membuang sampah ke rawa, saya pikir sampahnya hilang. Namun saya salah, ternyata sampah yang saya buang bukan menghilang tetapi hanya berpindah
tempat,” ungkapnya.
Tak hanya itu, banyak masyarakat juga menghilangkan sampah dengan cara dibakar. Padahal sampah plastik yang dibakar tidak hilang, tetapi membentuk dioksin yang dapat menyebabkan kanker. “Seperti lilin yang dibakar, sampah plastik yang dibakar tidak hilang tetapi membentuk gas dioksin yang menyebabkan kanker. Hal seperti itu belum banyak yang tahu. Gas dioksin dipakai selama perang Vietnam sebagai senjata biologis yang dapat menyebabkan kanker mandul, mutasi gen, dan cacat,” jelasnya. Sebagai pemuda peduli alam, Yongki juga melakukan diet sampah dengan selalu membawa kantong plastik dan botol minum (tumbler). Ia juga berharap masyarakat sekitar lebih memperdulikan alam lagi. “Hal terburuk yang bisa manusia lakukan pada alam adalah membuang sampah pada tempatnya, namun hal baik yang bisa manusia lakukan adalah dengan diet sampah,” ujar lelaki yang suka makan pedas ini =
Alfanny Pratama Fauzi
Pemimpin Umum “Kata yang berjanji senantiasa lenyap bagai asap. Kata-kata adalah senjata! Aku menang berkat kata-kata!” ujar Putri Sulung dalam Lakon Lear Asia karya Rio Kishida Ingar-bingar kampanye saat ini tak terlepas dari kata-kata. Hal itu, upaya mendapatkan sebuah kepercayaan dari rakyat guna peroleh takhta. Seperti yang dilakukan Putri Sulung yang selalu memberikan kata-kata indah ke Raja Lear. Tak disangka, itu hanyalah muslihat supaya dapat melengserkan ayahnya dari singgasana. Begitulah kampanye, semua tawarkan kata-kata indah untuk jagoannya. Mulai dari slogan, visi-misi, dan ucapan janji dari tim pemenangan kedua kubu seolah-olah mereka menjanjikan nasib kehidupan yang lebih baik. Akibatnya, nasib masyarakat dipertaruhkan dalam kata seperti yang di sampaikan dalam sajak Subagio. “Kita takut pada momok karena kata Kita cinta kepada bumi karena kata Kita percaya kepada tuhan karena kata. Nasib terperangkap dalam kata” Subagio Terlebih lagi, mereka yang mencalonkan diri sebagai pemimpin pastinya sudah berlatih dan membeli buku tentang retorika, seperti “Bicara Itu Ada Seninya” Oh Su Hyang habislah rakyat termakan kata-kata ditambah lagi sembako dan uang tunai. Namun, kalangan rakyat intelektual guru besar, dosen, dan guru tak mudah terpercaya. Begitu pun mahasiswa, tak ternganga lagi melihat retorika. Alhasil, mereka berusaha korelasikan data dan kata untuk mengkritisi calon pemimpin. Merekalah, yang mampu cara mengolah data tersebut, guna menyodorkan berbagai permasalahan bangsa dari sisi yang masih kurang. Sekaligus, memberikan solusi dan saran. Supaya dipertimbangkan untuk calon pemimpin. Patut disayangkan memang, bukannya menyodorkan malah berbondong-bondong secara prematur langsung mendeklarasikan pilihan mereka. Hal itu membuat riskan para pengajar kampanye di kelas. Padahal sudah jelas aturan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara harus netral, pilihan mereka ditentukan saat dibilik suara saja. Begitu pun mahasiswa sembunyikanlah pilihannya, janganlah menciderai marwahnya yang harus menghindari politik praktis, supaya saat mengkritisi tidak dijuluki tunggangan oposisi. Serta, kajian-kajian yang dihasilkan dapat dipercayai. Semua kubu pastinya sudah menyiapkan Tim Kampanye yang terbaik. Seperti kata orang-orang “Maling akan lebih pintar dari yang korban kena curi”. Maka, mereka akan terus mati-matian untuk mencari cara meraup suara dengan cara apapun seperti memalsukan data, menyerang lawan dengan berita hoax, serta black campaign. Rakyat tak butuh deklarasi pilihan kalian para akademisi dan mahasiswa. Tetapi, berikanlah rakyat kajian-kajian intelektual dan ilmiah secara independen dan kepentingan rakyat! Supaya tak lagi rayakan pemilu ala Wiji Tukul. “Pemilu oo.. pilu, pilu hari itu aku akan mengibarkan hak ku tinggi, tinggi akan kurayakan nasi hangat dengan sambel bawang dan ikan asin,” Wiji Tukul Nasib rakyat dipertaruhkan, lebih baik atau buruk. Sebab, semua kata-kata indah dapat ditarik lagi dengan beribu dalih nantinya “Lidah yang menjulur, kata-kata dapat ditarik ulur,” Lakon Lidah, Dwi Satria Yuda= Tetap Berpikir Merdeka!