4 minute read
Rakyat Perlu Diajak Bicara
JAKARTA, TRIBUN - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) buka suara soal rencana perubahan sistem pemilihan umum (pemilu) seiring masuknya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui pernyataan yang diunggahnya melalui akun Facebook pribadinya, SBY mempertanyakan efektivitas pelaksanaan pemilu tahapannya sudah mulai berjalan, namun berpotensi berubah di tengah jalan akibat putusan MK.
“Informasinya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memutus mana yang hendak dipilih dan kemudian dijalankan di negeri ini. Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tibatiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan? Ini tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam Pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini” tulis SBY, dikutip Minggu (19/2). SBY juga mempertanyakan kegentingan apa yang dikejar sehingga sistem pemilu perlu diganti di tengah berlangsungnya Pemilu 2024. SBY kemudian memberikan contoh terjadinya pergantian sistem pemilu di tengah Pemilu saat kegentingan pada tahun
Advertisement
Munculnya Gugatan Ganti Sistem Pemilu di MK
SUDAH BERJALAN
Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono buka suara soal rencana perubahan sistem pemilihan umum (pemilu) seiring masuknya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
SBY juga mempertanyakan kegentingan apa yang dikejar sehingga sistem pemilu perlu diganti di tengah berlangsungnya Pemilu 2024.
Gugatan itu diajukan oleh sekelompok orang, termasuk warga sipil dan pengurus PDI Perjuangan.
1998 silam. “Apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara kita, seperti situasi krisis tahun
1998 dulu misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan?” tulis SBY.
Menurut SBY, peluang mengubah sistem pemilu terbuka lebar. Hanya saja, ia berpendapat sebaiknya sistem proporsional yang saat ini digunakan diubah pada waktu yang tepat. SBY mengistilahkannya dengan “masa tenang”, yang dilakukan dengan musyawarah, alih-alih mengambil jalan pintas dengan mengajukan gugatan ke MK.
SBY meyakini sistem pemilu di Indonesia bisa disempurnakan dan ditata lebih baik, bukan sekadar dari proporsional terbuka atau tertutup semata. Menurutnya, dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan dalam sistem demokrasi yang sehat, ada semacam konvensi yang bersifat tertulis maupun tidak. Ia menilai lembaga negara eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak boleh begitu saja memakai kekuatan berlebih untuk melakukan perubahan mendasar, terlebih menyangkut hajat hidup masyarakat.
“Jika kita hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan. Ada yang menggunakan sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal,” tulisnya.
Parpol
Gugatan mengenai sistem pemilu diajukan ke MK. Salah satu pemohon gugatan itu adalah pengurus PDI Perjuangan, Demas Brian Wicaksono. Selain itu, pemohon juga terdiri atas lima warga sipil, yakni Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Mereka meminta MK mengabulkan gugatan yang diajukan
Delapan Partai Menolak
AGENDA sidang gugatan sistem pemilu di MK saat ini sudah memasuki tahap mendengarkan penjelasan dari pihak terkait. Terbaru dari sidang tersebut, Munathsir Mustaman mewakili Partai Garuda menolak sistem proporsional tertutup karena akan terjadi kemunduran dalam perpolitikan dan kehidupan bangsa Indonesia. Sebab, masyarakat tidak memilih langsung caleg seperti halnya yang berlaku saat ini, melainkan ditunjuk oleh parpol sebagaimana sebelum Pemilu 2009.
Delapan dari sembilan partai menyatakan menolak penggunaan sistem proporsional tertutup, yakni Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PPP, PAN, PKS dan Demokrat. Praktis hanya PDIP yang mendukung penggunaan sistem proporsional tertutup. Dari luar parlemen, dukungan untuk menggunakan sistem proporsional tertutup datang dari Partai Bulan Bintang (PBB).
Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra bahkan sempat mendaftarkan dirinya sebagai pihak terkait dalam uji materi UU Pemilu. Yusril pun sempat menyatakan persetujuannya terhadap sistem proporsional tertutup di hadapan Jokowi saat menghadiri Rakernas PBB di Jakarta Januari lalu.
Presiden Jokowi sudah membantah kabar dirinya mendukung sistem proporsional tertutup atau yang dikenal dengan sistem pemilu mencoblos partai. “Ndak, ndak, ndak, ndak, ndak Saya bukan ketua partai,” kata Jokowi di ICE BSD, Tangerang Selatan, Jumat (17/2).
Jokowi menegaskan pemilihan sistem pemilu merupakan kewenangan pimpinan partai politik. Dia merasa bukan dalam posisi menentukan sistem tertentu. Dia menyampaikan setiap sistem memiliki kekurangan dan kelebihan. Jokowi mendorong para pimpinan partai untuk berdiskusi mana sistem terbaik.
“Kalau dilihat terbuka itu ada kelebihan, ada kelemahannya. Tertutup ada kelebihan ada kelemahannya. Silakan pilih. Itu urusan partai,” ucapnya. (tribun network/git/den/dod) dan mengubah sistem proporsional pemilu terbuka menjadi tertutup.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan mengungkapkan alasan pihaknya ingin pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup karena Pasal 22E ayat 3 UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota legislatif adalah partai politik (parpol). “Dengan demikian, amat terang dan jelas, parpol lah yang terlibat sangat aktif. Tidak hanya berperan serta, namun juga berkompetisi sebagai konsekuensi logisnya maka parpol yang seharusnya memiliki dan diberikan kewenangan untuk menentukan formasi tim, pasukan-pasukan terbaiknya dalam ajang kompetisi pesta demokrasi,” kata Arteria saat memberikan keterangan uji materi di hadapan majelis hakim MK, Kamis (26/1).
Menurut pihaknya, parpol memiliki kewenangan untuk menentukan kader terbaik yang akan bertarung di pemilu. Atas dasar itu, menurutnya, sangat relevan jika parpol juga memiliki hak untuk menentukan kader yang bakal menduduki kursi legislatif. (tribun network/git/den/dod)
Proses Coklit Terkendala Gangguan Sistem dan Sinyal Internet
KULON PROGO, TRIBUNPetugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) di Kabupaten Kulon Progo telah melakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) terhadap lebih dari 30 persen dari total 347.839 daftar pemilih dalam pemilu 2024. Persentase itu didapatkan setelah pantarlih resmi dilantik pada 12 Februari 2023.
“Setelah pagi dilantik, pantarlih langsung melakukan coklit di sore harinya. Sepekan dilantik, persentase coklit setidaknya 30-35 persen dari total keseluruhan 347.839 pemilih yang akan disasar,” kata Yayan Mulyana, Ketua Divisi Perencanaan, Data dan Informasi, KPU Kulon Progo, Minggu (19/2). Dalam pelaksanaannya, lanjut Yayan, coklit telah menyasar sejumlah tokoh dan masyarakat sesuai di wilayahnya masing-masing.
“Ada yang jumlahnya satu TPS rata-rata 268 (pemilih) di Kulon Progo. Kalau yang paling tinggi, ada 295 pemilih dan paling rendah 150 pemilih,” ucapnya. Adapun coklit kepada to- koh pemerintahan meliputi mantan Bupati Kulon Progo, Sutedjo; Sekretaris Daerah (Sekda) Kulon Progo, Triyono; Ketua DPRD Kulon Progo, Akhid Nuryati; dan Kepala Kesbangpol, Budi Hartono. Sementara, tokoh masyarakat ada Wasiludin, yokoh Nahdlatul Ulama. Disebutkan Yayan, terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan coklit selama sepekan berlangsung. Pertama, pantarlih belum terbiasa dengan penggunaan aplikasi e-coklit. Kedua, server di KPU RI mengalami gangguan karena e-coklit diakses oleh pantarlih di seluruh Indonesia. Ketiga, kaitannya dengan sinyal.
“Ada beberapa tempat di Kulon Progo yang jaringan internetnya kurang bagus, sehingga petugas terpaksa harus menginput data berkali-kali ke dalam e-coklit," katanya
Pada Sabtu (18/2) kemarin, KPU Kulon Progo telah melakukan pencocokan. Dari 1.300 pantarlih, ada 143 pantarlih yang kurang lancar di aplikasinya. Hal ini jadi fokus bagi KPU Kulon Progo untuk membenahinya. (scp)