4 minute read
Paguyuban
Lurah dan Pamong Nayantaka
se-DIY Minta Masa Jabatan Hingga 60 Tahun
Advertisement
YOGYA, TRIBUN - Ribuan perangkat desa se-DIY mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY untuk menyuarakan sejumlah tuntutan. Salah satunya mereka meminta masa jabatan hingga usia 60 tahun.
Pihaknya memohon para anggota DPRD DIY menyampaikan aspirasinya itu ke pemerintah pusat.
seharusnya dicederai. Upaya kami sudah menyurati Mendagri, DPR RI dan DPRD DIY,” tegasnya.
mudian disalurkan kepada masyarakat miskin. Hal ini dinilai lebih efektif ketimbang memberi bantuan dengan bentuk uang tunai. Sebab masyarakat dikhawatirkan membelanjakan komoditas lain yang tak berkaitan dengan pemenuhan kalori sehari-hari. Hal ini mengingat garis kemiskinan yang ditentukan BPS mengacu berdasarkan asupan kalori sebesar 2.100 kalori per hari.
“Yang dibutuhkan kan kalori kalau bentuknya uang bisa jadi dia bukan beli sembako, tapi beli rokok. Sudah ada kan bantuan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang Rp200 ribuan nilainya itu dikerjasamakan dengan warung-warung
PENELITI ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda menyoroti upah minimum provinsi (UMP) DIY yang sangat rendah. Menurut dia, upah murah DIY menjadi salah satu penyebab DIY masuk dalam provinsi termiskin di pulau Jawa.
“Selain faktor Covid-19, kemiskinan di Yogya ini terbentuk karena UMP DIY yang rendah sekali. Ini juga yang sama-sama kita gaungkan, untuk peningkatan pendapatan di Jogja. Ketika garis kemiskinan meningkat, pendapatannya tetap, bahkan cuma meningkat beberpa persen. Orang yang di bawah akan semakin di bawah. Nggak bisa mengejar, masuk di luar garis kemiskinan,” katanya, Rabu (25/1). Dia menyebut pendapatan yang rendah akan menciptakan kemiskinan, dan jika dinormalisasi akan menjadi kemiskinan aba- warga
Sultan menjelaskan, masyarakat miskin dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Yakni, warga lanjut lansia sehingga tidak lagi produktif serta masyarakat miskin yang bisa bekerja tetapi tidak memiliki modal usaha atau keterampilan kerja.
“Kira-kira yang umur 60 tahun lebih sampai 70 dia pendidikan mungkin hanya SD tidak punya fasilitas apa pun dia tidak bisa bekerja ya sudah dibantu wae (saja) sampai meninggal. Bantuan sosial begitu,” ucap Sultan.
Pemerintah DIY juga akan memanfaatkan tanah kas desa untuk menyejahterakan masyarakat miskin.
Misalnya, dengan membuka lahan pertanian dan peternakan di atas tanah kas desa, namun pekerjanya menyerap masyarakat miskin di sekitar desa.
“Kalau nggak punya uang, bisa pakai danais untuk menyewa tanah kas desa, dengan begitu dia bisa punya pendapatan,” ujar Sultan. (tro)
Upah Murah Dituding Jadi Penyebab
di. Itulah sebabnya ia mendorong DIY untuk mengubah formulasi UMP, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
“Dengan gaji yang meningkat relatif tinggi, akan meningkatkan daya beli. Dengan daya beli meningkat, itu sudah pasti dia berada di atas garis kemiskinan. Miris sekali kalau membandingkan dengan indeks kebahagiaan, tapi nggak dilihat dari sisi pendapatan,” ujarnya. Selain upah murah, ia menyoroti pertanian DIY. Menurut dia, petani di DIY tidak memiliki lahan yang luas. Kebanyakan lahan petak yang digarap petani kurang dari 0,5 hektare (petani gurem).
“Ketika banyak sekali masyarakat yang tergantung pada sektor pertanian, terus kemudian petaninya juga petani gurem, yang terjadi adalah kemiskinan struktural,” lanjutnya. (maw)
Para perangkat desa itu berkumpul di halaman DPRD DIY, Kamis (26/1) pagi mulai pukul 10.00 WIB. Beberapa perwakilan dari mereka menyampaikan pendapat di ruang rapat paripurna DPRD DIY.
Ketua Umum Paguyuban Nayantaka Lurah dan Pamong Desa se DIY, Gandang Hardjanata, mengatakan kedatangan para pamong desa ke DPRD untuk menindaklanjuti wacana masa kerja pamong desa disamakan dengan kepala desa/lurah. “Dengan demikian, kami menolak tegas wacana masa jabatan pamong kalurahan yang akan disamakan dengan masa jabatan lurah,” katanya di ruang rapat paripurna, Kamis siang.
Ketua Paguyuhan Dukuh Semar Sembogo, Sukiman Hadi Wijaya, menambahkan, menurutnya jabatan perangkat atau pamong desa berbeda dengan jabatan kepala desa. “Karena perangkat desa ini struktur desa, bekerja sebagai administratur. Bukan jabatan politik yang tiap periode bisa diganti. Misal lima atau enam tahun ganti kan enggak mungkin,” jelasnya. Oleh karenanya, aspirasi mereka sama yakni meminta pemerintah untuk tetap menerapkan aturan masa jabatan kerja para pamong desa sampai dengan usia 60 tahun sesuai Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pihaknya memaklumi setiap satu dasawarsa atau menjelang pemilu sudah pasti akan ada revisi atau perubahan undang-undang. “Namun demikian pamong kalurahan tidak
Penyampaian aspirasi itu disambut oleh beberapa fraksi di antaranya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP); Partai Keadilan Sejahtera (PKS); Partai Persatuan Pembangunan (PPP) serta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
“Ini saya tegaskan, untuk fraksi yang tidak hadir bukan berarti tidak mendukung. Mereka masih di atas ada tamu dari KPK,” kata Ketua DPRD DIY Nuryadi.
Nuryadi menegaskan, jajaran anggota DPRD DIY mendukung tuntutan para pamong atau perangkat desa tersebut. Ia berjanji akan meneruskan aspirasi para pamong itu ke DPR RI.
“Kami teruskan aspirasi ini sampai Jakarta. Saya bawa aspirasi ini sampai ke sana (pemerintah pusat),” pungkasnya. (hda)
Pemuka Agama di DIY
Serukan Pemilu Damai
YOGYA, TRIBUN - Indonesia memasuki tahun politik menuju Pemilu 2024. Itulah yang mendorong pemuka agama di DIY menyerukan Pemilu damai.
Wakil Katip Syuriah
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY, KH. Beny Susanto, mengatakan Pemilu tak jarang diwarnai oleh politik uang dan politik identitas. Tak jarang tempat ibadah dan tempat pendidikan justru menjadi tempat kampanye.
“Pemilu 2024 ini harus dibikin gembira, sehingga hal-hal yang merusak substansi seperti money politics , politik identitas tidak ada lagi. Terutama kampanye di tempat ibadah dan tempat pendidikan,” katanya saat audiensi dengan Tribun Jogja, Kamis (26/1).
Agar pemilu damai terwujud, komitmen penyelenggara pemilu yaitu KPU dan Bawaslu, termasuk pemerintah hingga aparat keamanan perlu merumuskan aturan tidak boleh kampanye di tempat ibadah dan tempat pendidikan. “Yang pasti untuk menjaga Kebhinekaan,” sam- bungnya. Sepakat dengan KH Beny, Formator Skolastikat SCJ Yogyakarta, Romo Stepanus Sigit Pranoto SCJ, tidak ingin tempat ibadah, dalam hal ini gereja menjadi sarana kampanye. Secara tegas melarang romo, biarawan, biarawati berpolitik praktis. “Karena dapat memecah umat, baik secara internal maupun eksternal di ruang gereja Katolik. Peran tokoh agama, ulama sangat berpengaruh supaya tidak ada adu domba dan menjaga kondusivitas,”ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Mubaligh Ahmadiyah Yogyakarta, Murtiyono Yusuf Ismail menyampaikan kekhawatiran polarisasi 2024. Apalagi selama ini isu Ahmadiyah sering diangkat jelang Pemilu. Romo Kevikepan Yogyakarta Barat, AR. Yudono Suwondo, Pr mengakui konten polarisasi akan marak di tahun politik. Sehingga pemuka agama harus bersatu untuk terus mendengungkan Pemilu damai.
“Kata-kata positif ini (pe-
TRIBUN JOGJA/ CHRISTI MAHATMA WARDHANI milu damai) harus terus didengungkan. Kita (pemuka agama) harus berani melawan arus kontras yang positif. Ajakan seprti itu harus terus digelorakan. Karena bagi kita, sebagai warga negara Indonesia penting,”terangnya. Sementara itu, Pemimpin Redaksi Tribun Jogja, Ribut Raharjo menyebut dalam kontestasi politik, edukasi kepada masyarakat penting. Sehingga proses Pemilu harus dikawal bersama-sama.
AUDIENSI - Pemuka agama di DIY melakukan audiensi ke Tribun Jogja untuk bersama-sama menggelorakan Pemilu Damai, Kamis (26/1).
Editor Senior Tribun Jogja, Setya Krisna Sumarga mengajak komunitas, forum lintas agama untuk bersama-sama mendampingi masyarakat dalam Pemilu 2024. “Karena polarisasi menjadi kegelisahan banyak orang. Tribun Network, termasuk Tribun Jogja memiliki kanal Mata Lokal Memilih, ada podcast dan lainnya yang bisa kita manfaatkan bersama untuk mengedukasi masyarakat,” imbuhnya. (maw/ ord)