
4 minute read
Who's Bubbling
from Scuba Holic #22
Angelina Pane adalah salah seorang pendiri Animal Friends Jogja. AFJ merupakan Organisasi Non Profit di Jogja yang berkomitmen meningkatkan kepedulian terhadap hewan melalui edukasi proaktif di komunitaskomunitas, advokasi, kampanye, penyelamatan, dan bekerjasama dengan organisasi serta komunitas lain. Semenjak didirikan hingga sekarang, AFJ terus berusaha untuk mengurangi penderitaan dan populasi berlebih melalui perawatan medis, sterilisasi, adopsi untuk hewan terlantar dan tersiksa, serta mengedukasi anak kecil dan orang dewasa mengenai kepedulian hewan dan konservasi alam. Di tengah sibuknya Angelina Pane atau yang akrab disapa Mbak Ina, tim Scuba Holic beruntung memperoleh kesempatan untuk bertemu dan wawancara langsung dengan Mbak Ina.
Angelina Pane
Advertisement
Sadarkan Kepedulian terhadap Satwa melalui Animal Friends Jogja
by: NR Novika
Bagaimana awal mula terbentuknya Animal Friends Jogja (AFJ)?
AFJ ini dibentuk oleh enam orang pendiri yang awalnya beberapa belum saling kenal. Kami bergerak sendirisendiri, karena saat itu di Jogja masih belum ada Organisasi Non Profit yang bergerak di perlindungan dan kesejahteraan hewan. Sampai kemudian kami dipersatukan oleh JAAN (Jakarta Animal Aid Network) yang ternyata sama-sama tempat kami berkonsultasi.
Berbicara mengenai hewan, hingga kini masih banyak terdapat peragaan lumba-lumba keliling yang sering disebut dengan sirkus lumba. Bagaimana menurut Mbak Ina mengenai kegiatan tersebut?
Manusia saja kualitas hidupnya kalau lagi keliling menurun, apalagi satwanya? Mereka pasti merasa lebih nyaman tidur di rumah daripada di tenda, demikian juga yang dirasakan satwanya. Bayangkan
Who's Bubbling
saja mereka yang tadinya punya habitat sendiri kemudian dipaksa hidup di kurungan selama satu bulan penuh.
Waktu surat edaran penghentian sirkus lumba keliling keluar, hanya BKSDA Jogja yang menuruti. Jadi memang tidak ada sirkus lumba keliling waktu itu. Tapi tiba-tiba ada lagi dan pihak penyelenggara sirkus mengaku pedoman peragaannya sudah disahkan. Bagaimana mungkin disahkan tanpa sepengetahuan kami para aktivis terkait perumusan draft-nya? Sedangkan draft tersebut menurut kami benar-benar konyol, seolah hanya pesanan dari mafia sirkus. Poin-poin yang diperbolehkan untuk peragaan itu memang menunya sirkus ini, seperti lumba-lumba itu bisa bermain bola. Hanya lompat lingkaran api saja yang dihapuskan, lainnya tetap boleh. Ini kan aneh. Mau membuat press release seperti apa, itu jelas melanggar pedoman kesejahteraan hewan satwa, terutama untuk lembaga konservasi.

Sudah ada berapa sirkus lumba yang masih digelar di Indonesia yang pernah Anda temui dalam tiga tahun terakhir?
Memang ada beberapa perusahaan yang sampai saat ini masih menggelar sirkus lumba, seperti Ancol, Taman Safari, dan Wersut Seguni Indonesia. Nah, kalau Wersut Seguni Indonesia ini biasanya berpindah, dari Magelang mereka lalu ke Jogja. Selanjutnya ke Surabaya. Dari Surabaya terus pindah ke Kediri. Kebanyakan penonton mereka itu masyarakat lokal. Mereka membodohi para orang tua yang anaknya menderita autis dengan berkata bahwa berenang bersama lumba-lumba bisa menyembuhkan anaknya. Padahal belajar dengan kucing pun juga bisa menunjukkan respon yang sama. Hanya saja karena mereka jarang bertemu lumba-lumba, jadi pihak penyelenggara bisa menarik biaya yang mahal di mana-mana. Banyak sekali orang tua yang terperdaya. Mereka sampai nonton tiga kali.
Bagaimana tindakan temanteman Animal Friends Jogja (AFJ) menanggapi kegiatan sirkus lumba ini?
Beberapa pihak yang berhubungan sudah kami kirimkan surat, termasuk Dinas Pendidikan Yogyakarta dan PAUD, karena memang target mereka siswasiswi PAUD dan TK. Tapi eenggak ada balasan sama sekali. Padahal Menteri Pendidikan saja sudah memberi respon dan sempat mengundang teman-teman JAAN untuk diskusi. Teman-teman di Balikpapan juga sudah beraudiensi dengan Dinas Pendidikan setempat mengenai penolakan sirkus lumbalumba yang ada di sana. Kami pernah menanyakan seseorang yang kebetulan beliau adalah salah satu pengajar. Ternyata mereka ini dipaksa untuk membawa murid ke sirkus. Ketika saya tanya mana surat dari Dinas Pendidikan, ternyata enggak ada dan undangannya melalui telepon saja. Jadi secara tidak resmi. Ya kita tidak tahu perjanjian antara pihak sirkus dan kepala sekolahnya itu bagaimana. Biasanya sih tiket gratis.
Waktu kami sempat ngobrol dengan BKSDA, kami mendapati bahwa ternyata ada beberapa persayaratan di dokumen penyelenggara sirkus yang tidak dipenuhi, termasuk nomor tagging. Padahal itu merupakan salah satu persyaratan yang penting. Kalau enggak ada nomor tagging darimana kita tahu itu lumba-lumba dapat darimana. Berarti kan dia tidak terdaftar.
Bagaimana dengan proses edukasi ke masyarakat pada awalnya hingga saat ini?
Di awal, kami berenam memakai dana pribadi untuk masuk ke acara di kampung-kampung. Target kami ke anak-anak dengan harapan orang tuanya juga ikut mendengarkan pada saat acara berlangsung. Karena jika langsung menargetkan orang tua, mereka cenderung menganggap sepele. Berbeda dengan anak kecil yang cenderung lebih antusias. Sering kami ajak anak-anak yang berumur 8-9 tahun pertama kali berdekatan dengan hewan seperti kucing dan anjing. Karena selama ini para orang tua banyak yang

mendoktrin kalau ada anjing lempar batu saja. Padahal anak-anak ini sebenarnya juga ingin menyayangi dan berdekatan dengan mereka, tapi sudah dilarang di awal. Sewaktu edukasi kita juga enggak melulu ngomongin satwa, tapi kita juga ngomongin tentang buang sampah di tempatnya, memilah sampah melalui games dan program “Temanku Alam dan Satwa”. Karena kita semua berhubungan. Harus ada penghargaan dengan kehidupan lain.
