2 minute read

Bina rohani

Next Article
resensi BUkU

resensi BUkU

Meneladani Rasul (lagi)

Oleh MUHAMMAD SAFRODIN

Advertisement

Agama apapun di dunia ini pastilah disebarkan dengan dakwah. Dengan cara yang berbeda namun tujuannya sama. Yakni, ingin mengajak umat untuk ikut agama tersebut sebanyak mungkin. Ada yang memakai kekerasan, tipu melihat, hingga dengan kebaikan. Dalam Islam, tentu kita sepakat bahwa agama ini disebarluaskan dengan cara yang baik. Tak ada satu pun ayat Alquran yang membolehkan pemaksaan terhadap ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW, apalagi jika disertai kekerasan. Karena hal itu bertolak belakang dengan misi Islam yang pada dasarnya menginginkan perubahan kearah lebih baik. Kebaikan tentu harus melalui jalan yang baik pula.

Mereka yang tak setuju dengan Islam akan berpendapat sebaliknya. Islam adalah identik dengan kekerasan, mengangkat pedang, perang, dan sebagainya. Mereka mengklaim bahwa Alquran menghalalkan peperangan demi agama. Memang benar bahwa beberapa ayat Alquran bercerita mengenai perang, akan tetapi bukan berarti Islam haruslah berperang. Kuat dugaan, adanya anggapan seperti itu disebabkan terlalu sempitnya dalam memahami teks tanpa dikaitkan dengan konteks zaman dan pelajaran sesunguhnya yang bisa diambil dari ayat tersebut.

Kondisi ini tentu membuat Islam semakin ditakuti. Terutama bagi mereka yang baru mengenal Islam atau bagi yang imannya lemah. Bisa jadi mereka malah menjauhi dan tidak tertarik lagi dengan Diin al Islam. Dalam hal ini mereka akan mencari agama alternatif yang menurutnya lebih humanis dan fleksibel. Cara berdakwah seperti ini hanya akan memperkeruh citra Islam dan gagal guna membumikan ajaran Nabi Muhammad SAW.

Pemaknaan keliru mengenai ayat-ayat perang dan semacamnya tak hanya menghinggapi kaum non-Islam tetapi juga sebagian orang Islam sendiri. Dengan embel-embel Islam terkadang mereka menghalalkan darah kaum yang dianggapnya kafir. Dalam pandangannya orang kafir layak dimusnahkan dan bahkan bernilai jihad. Pada perkembangannya kelompok ini sering disebut sebagai “teroris”. Di Indonesia, kelompok ini telah menghabiskan nyawa ratusan orang tak bersalah sebagaimana yang terjadi di Bali beberapa tahun silam. Saat ini para pelaku sudah tertangkap dan dieksekusi, akan tetapi mereka sama sekali tidak menyesal dengan perbuatannya. Mereka bersikukuh perbuatannya adalah benar, jalan dakwah dan Islami. Benarkah Nabi Muhammad SAW sebagai satu-satunya suri teladan yang sempurna bagi kita, mengajarkan demikian?

Ada kisah menarik yang patut diteladani dari Baginda Rasulullah SAW mengenai kearifan dakwah Islam. Suatu saat datang kepada Nabi lelaki yang ingin memeluk Islam. Setelah mengucap dua kalimah Syahadat lelaki tersebut berujar,”Ya Rasul, sesungguhnya hamba ini selalu berbuat dosa tetapi payah untuk meninggalkannnya.” Rasul pun menjawab, ”Maukah engkau berjanji untuk sanggup berkata jujur?” Lelaki yang kesohor karena kejahatannya itu menyanggupi janji Rasul. Ia pun pulang. Singkat cerita, suatu saat lelaki tersebut hendak melakukan kejahatan. Akan tetapi di tengah perjalanan ia ingat untuk selalu berkata jujur apa pun yang terjadi. Sampai akhirnya, ia urungkan niat berbuat jahat karena takut ketahuan sewaktu ditanya Rasul mengenai perbuatannya. Andai berbohong maka berarti ia telah mengkhianati janji Nabi. Lelaki itu hanya bisa berkata dalam hati betapa pesan sederhana Rasul mengandung hikmah yang sangat agung. Dan akhirnya, ia menjadi salah satu sahabat Nabi yang taat.

Di sinilah kebesaran Islam. Islam bukanlah agama sangar yang membuat bulu kuduk berdiri. Islam adalah agama yang toleran, manusiawi, dan ramah. Dakwah bi alHikmah sebagaimana yang dicontohkan Nabi akan membuat Islam kian merasuk ke sanubari manusia mana pun. Persoalan akan lain jika dakwah Islam haruslah membom, merusak kafe, memukul, membunuh dan semacamnya. Wallahu a’lam.

muhammad safrodIn mahasiswa jurusan kpI uIn sunan kalijaga

This article is from: