3 minute read
Kampus sebagai Pusat Kearifan
KAMPUS SEBAGAIPUSAT KEARIFAN
Pergumulan dosen dan mahasiwa dengan berbagai disiplin ilmu, membuka peluang untuk menemukan kearifan. Kearifan atau wisdom yang berasal dari bahasa Inggris lahir dari perpaduan pengalaman dan pengetahuan plus kekuatan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan. Penerapannya yang berupa sikap adil, proporsional, lapang dada, tetapi juga tegas dalam membela prinsip yang telah disepakati. Demikian diungkapkan Prof. Ahmad Syafii Maarif, M.A., Ph.D. ketika menyampaikan kesan dan harapan pada acara Pelepasan Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta, Sabtu, 15/10. Pada kesempatan tersebut UNY juga melepas Prof. Drs.
Advertisement
Chomaidi. Dalam pidato ilmiahnya yang mengambil tema "Kampus Sebagai Pusat Kearifan" Prof, Syafii seianjutnya menyatakan, manusia sebagai homo sapiens yang arif dan bijak, atau singkatnya si bijak, sesuatu kualitas yang sangat mahal ditemukan sepanjang sejarah. Para nabi dan rasul dalam menjalankan misinya di samping diberi wahyu, juga dilengkapl dengan kearifan atau dalam bahasa arabnya
disebutaZ-h/kma/). Di banyak perguruan tinggi barat, posisi akademiktertinggidisebut Ph.D. (Doctor of P/)//osopyj, apa pun disiplin ilmunya. Dengan memberikan bobot philosophy kepada geiar tertinggi yang telah diraih oleh seseorang diharapkan agar pemegangnya mampu mengembangkan kearifan dalam mengaturdunia ini karena seorang filosof pecinta wisdom. Gagasan awai ini sangat ideal, sekalipun dalam perkembangannya akhir-akhir ini dunia semakin sekuler. Pemegang Ph.D. boleh jadi hanyaiah seorang tukang tingkat tinggi minus kearifan. Fenomena ini merupakan permasalahan rumit yang tengah kita hadang. Ironisnya adaiah, untuk merancang serbuan ke Afghanistan dan Iraq, puluhan pemegang geiar Ph.D. telah teriibat di dalamnya. Saiah seorang yang terlibat adaiah bekas duta besar Amerika Serikat di Indonesia yang saya kenai secara pribadi. iniiah dunia yang sepi dari kearifan, tegas Syafii yang mengakhiri masa dinasnya 1
Juni2005. Seianjutnya Prof. Syafii menyatakan, Perguruan Tinggi termasuk di dalamnya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di samping mengembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, juga seharusnya dijadikan pusat kearifan untuk mencetak homo sapiens (si bijak). Si bijak yang saat ini sangat didambakan oieh sebuah Indonesia Baru yang kondisinya masih sangat iabil. Si bijak ini bukan saja hams tampak pada sifat-sifat pada negara, tetapi juga teriihat pada periiaku para menteri, gubemur, bupati, wall kota, rektor, dekan, kajur/kaprodi, kepaia desa, dan siapa saja yang diberi tanggung jawab oieh pubiik. Para alumni UNY harus mampu bersaing dengan alumni perguman tinggi lain, meskipun kita harus berjuang keras ke arah itu. Sebab, pergeseran dari IKiP ke Universitas pasti akan melalui masa transisi. Kita perlu mengubah sikap mental dan wawasan yang selama ini terpukau oieh masalah keguruan dan pendidikan dalam arti yang reiatif sempit, ke arah yang iebih iuas dan universal sesuai dengan watak awai universitas. Tetapi itu tidak cukup, sebab homo sapients tidak boieh hanya berenang di tepian disiplinnya semata, dia hams memahami secara garis besar disipiindisiplin iimu lain untuk mencari sumber kearifan di sana. Menurut pendapatnya, apa pun disiplin yang digeiuti seiama bertahun-tahun, tanpa mengenal fiisafat, agama, dan iimu-ilmu kemanusiaan, posisi si bijak akan sulit diraih. Oleh sebab itu, waktu senggang periu dimanfaatkan untuk membaca fiisafat, agama, itmu-iimu kemanusiaan, dan kalau boleh saya tambahkan sejarah. Mengapa sejarah? Karena seorang manusia normal dan siuman tidak mungkin melepaskan dirinya dari keiampauan, dan ituiah sejarah. Seorang yang mau maju tidak mungkin meiompat dari sebuah kekosongan masa lampau. Sejarahiah yang mengisi kekosongan itu. Apa yang disebut sebagai memori koiektif, tidak lain hasil karya dari sejarawan. Kerja sejarah adaiah kerja yang sangat meleiahkan, karena membaca dokumen yang sudah iusuh, sungguh memeriukan kesabaran tingkat tinggi. Sebagai iaboratorium kemanusiaan, sejarah menyediakan bahanbahan yang sangat kaya bagi seseorang untuk tampil sebagai si bijak yang sebenarnya, balk dalam teori maupun dalam praktek, demikian Prof. Syafii menandaskan Di akhir pidatonya Prof. Syafii berharap, semoga UNY yang tercinta ini akan semakin membuka wawasan kemanusiaannya secara iuas, nasionai, dan mondial. Dari kampus Karangmaiang ini, tidak mustahil pada masa-masa yang akan datang akan muncui kampi-kompi si bijak bagi kepentingan Indonesia secara keselumhan. Indonesia yang masih tertatih-tatih dalam merumuskan jati dirinya, merupakan tantangan sekaligus peluang yang harus ditangkap, jika kampus ini mau dikenal secara iuas. {Poyo)