4 minute read

Mengubah Paradigma Zakat Konsumtif Menjadi Produktif

MENGUBAH PARADIGM ZAKAT KONSUMTIF MENJADIPRODUKTIF

Oleh: Fathurrohman, S.Pd.)

Advertisement

Pendahuluan Zakat adalah ibadah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun pembangunan kesejahteraan umat. Diwajibkannya zakat atas orang kaya (muzakki) semata-mata bertujuan untuk menyucikan diri dari harta mereka. Apabila dihubungkan dengan si penerima (mustahiq), zakat dapat membebaskan si penerima dari kesulitan atau diartikan dapat mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan bukan saja menjadi masalah dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik, tetapi juga masalah agama (Islam). Oleh karena itu, perlu perhatian dan penanganan secara serius, sistematis, dan berkesinambungan (sustainable), serta memerlukan komitmen bersama untuk mengataslnya. Perkembangan Institusi zakat akhir-akhir itu begitu pesatnya. Tiga bulan terakhir itu banyak bermunculan Lembaga Ami! Zakat (l_AZ) maupun Badan Amil Zakat (BAZ) di Indonesia. Hal itu menandakan bahwasanya masyarakat mulal sadar akan pentingnya sebuah institusi zakat untuk mengelola zakat secara profesional dan amanah. Saiah satu alat ukur untuk melihat keprofesionalan

sebuah institusi zakat adalah melihat dari manajemennya, yaitu adanya sebuah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Hal itu berarti amil harus melakukan perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rencana dapat dibuat dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Pengorganisasian berhubungan dengan bagaimana seseorang menggunakan sumber daya yang dimilikinya sedemikian rupa, sehingga rencana organisasi tercapai. Pelaksanaan berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dengan merujuk pada rencana yang telah ditentukan. Pengawasan merupakan tindakan pembanding antara apa yang telah direncanakan dan apa yang telah dicapai.

Berfungsi Mengelola Institusi zakat, selain sebagai sebuah lembaga yang ada di masyarakat, juga sebagai sebuah sistem atau mekanisme yang berfungsi mengelola. Hal itu yang kemudlan melahlrkan adanya pendayagunaan zakat produktif. Pendayagunaan zakat produktif merupakan hasil transformasi pengertian dari cara pendistribusian dana zakat tradisional menuju sistem pendistribusian modern. Pendayagunaan dan pengelolaan yang produktif itu akan memberikan kontribusi positif terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Atau, dengan kata lain, pendayagunaan dan pengelolaan yang produktif dapat menciptakan dampak sosial-ekonomi (social-economic effects) yang besar bagi masyarakat.

Syarat untukZakatyang Produktif Zakat dikatakan produktif apabila seabagai berikut. Pertama, dana ZIS (Zakat, Infaq, dan Shadaqah) didistribusikan tidak dalam bentuk konsumtif (untuk dipakal habis) dan tidak perlu mengharapkan dana tersebut kemball kepada LAZ/BAZ. Sebagai contoh, dana tersebut digunakan untuk pendidikan, biaya dakwah, modal untuk usaha kecil, dan sebagainya. Kedua, dana ZIS yang telah didistribusikan tetap kembali kepada LAZ/BAZ dan pendistribusian tersebut diharapkan dapat memperbesar dan mengakumulasi tambahan dana ZIS. Dana ZIS dlputar sedemikian rupa, sehingga semakin lama dapat memperbesar dana yang dlputar tersebut. Sebagai contoh, memberikan modal pinjaman bagi pengusaha kecll yang diusahakan tetap dipertahankan secara utuh. Keutuhan dana ZIS tersebut dapat dilakukan oleh LAZ/BAZ apabila pengusaha kecil tersebut diwajibkan untuk mengembalikan pinjaman modal dan sekaligus menabung, berlnfaq, bershadaqah, dan memberikan bagian dari iaba yang dlperoleh. Adanya pengembalian pinjaman pokok akan menyebabkan keutuhan dana ZIS. Sedangkan, tabungan, Infaq, shadaqah, dan pendapatan bagi hasil merupakan buah dari perputaran dana yang digulirkan.

Amanah Mewujudkan Tujuan Terlepas dari adanya pro dan kontra atas penafsiran produktif, yang jelas, amil mempunyai tanggung jawab untuk menjaga dan mengelola dana ZIS dengan amanah untuk mewujudkan tujuan dari zakat, yaitu mengentaskan kemiskinan secara strukturai, bukan kemiskinan material. Hal itu akan tercapai dengan adanya pengelolaan dan pengembangan potensl-potensi ekonomi rakyat yang

bersifat produktif, seperti membuka lapangan kerja

darl dana zakat, atau memberikan bantuan modal untuk membuka usaha mandiri maupun melalui pendidikan yang efektif, yaitu membekali keterampilan hidup mereka sebagai investasi masa depan. Sehingga, mustahiq tidak akan selamanya menjadi mustahiq, akan tetapi bisa berubah menjadi muzakki. Rasulullah pernah bersabda "semoga mustahiq tahun in! menjadi muzakki tahun depan". Harapan Rasulullah itu tidak akan terwujud apabila mustahiq tidak diberikan modal kerja maupun sarana pendidikan yang mengarah pada keterampilan hidup untukaktif dalam proses perekonomian. Apabila proses tersebut beriangsung dalam waktu relatif lama, kehidupan ekonomi masyarakat akan berkembang dan berdampak pada penlngkatan derajat kesejahteraan kelompok-kelompok lemah tersebut. Sehingga, lambat laun diharapkan bisa mempersempit kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Untuk itu, perlu adanya rekonstruksi dalam pendlstribusian, darl pola konsumtlf menuju pola produktif. Selama ini pendlstribusian zakat yang dllakukan masih ditekankan kepada dimensi jangka pendek. Dengan kata lain, pendayagunaan zakat lebih bersifat konsumtif, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pokok fakir miskin yang hanya akan habis dipakai dalam hitungan haii. Pola tradlsional itu menyebabkan si penerima zakat hanya bersikap pasif saja, sehingga sulit diharapkan terjadi perubahan-perubahan mendasar di kalangan kelompokfakirmiskin.

Perlu SInergisitas Hal seperti tersebut di atas menyebabkan kenapa kemiskinan masih saja menjadi peimasalahan bangsa yang tidak kunjung seiesai, tanpa menafikan bahwa itu sudah menjadi sunnatuilah. Namun, perlu adanya sebuah sinergisitas antara LAZ dan BAZ untuk bersama-sama mengentaskan kemiskinan. Kalau dikaji kembali makna dan tujuan dari surah Attaubah ayat 60 yang selama Ini dijadikan patokan sebagai pemanfaatan zakat (termasuk infaq dan shadaqah), dapat dilihat bahwa fungsi utama zakat adalah menolong dan meringankan beban manusia agar terlepas dari "kemiskinan hakiki". Sehingga, prioritas utama pemanfaatan dari dana zakat dan penyalurannya diperuntukkan kepada kelompok fakir

dan miskin. Oleh karena itu, perlu adanya reorientasi prioritas pemanfaatan zakat untuk ditekankan pada dimensi jangka panjang. Zakat harus digunakan untuk kegiatan yang produktif kepada kelompok fakir miskin. Tujuan utamanya adalah memberi pancing (kegiatan produktif), sehingga mustahiq dapat meningkatkan kemampuan dalam menciptakan pendapatan dan mengeluarkan dirlnya dari kemiskinan. Hal itu, tentunya, perlu diimbangi dengan berbagai kegiatan latihan keterampilan produktif dan pemberian bantuan modal kerja atau bantuan modal awal.

Penutup Dalam melakukan pendayagunaan zakat untuk usaha ;produktif, tentunya dllakukan berdasarkan hasil pendataan dan penelitlan kebenaran mustahiq, adanya studi kelayakan, menetapkan jenis usaha produktif, diadakan bimblngan dan penyuluhan, dllakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan, diadakan evaluasi dan adanya laporan kegiatan. Mudah-mudahan hal ini dapat mengantarkan pemahaman bersama tentang konsep zakat. Di samping itu, zakatdapat mewujudkan keadilan sosial sebagai sarana penting menuju kesejahteraan umat. Wallahu a'iam bissahowab.

*) Fathurrohman,S.Pd., Staf Pengajar pada Fakultas

llmu Pendidikan UNY.

This article is from: